laporan pendahuluan dan asuhan keperawatan

19
LAPORAN PENDAHULUAN dan ASUHAN KEPERAWATAN CHOLANGITIS Disusun Untuk Memenuhi Tugas Profesi Ners PSIK FKUB Angkatan 2011 di RSSA Malang Ruang 19 Disusun Oleh: Nadia Oktiffany Putri 140070300011183 Kelompok 2 Profesi Ners PSIK UB 2011

Upload: nadia

Post on 11-Jul-2016

65 views

Category:

Documents


10 download

DESCRIPTION

FIX

TRANSCRIPT

Page 1: Laporan Pendahuluan Dan Asuhan Keperawatan

LAPORAN PENDAHULUAN dan ASUHAN KEPERAWATANCHOLANGITIS

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Profesi Ners PSIK FKUB Angkatan 2011 di RSSA Malang

Ruang 19

Disusun Oleh:Nadia Oktiffany Putri

140070300011183

Kelompok 2

Profesi Ners PSIK UB 2011

JURUSAN KEPERAWATANFAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA

MALANG2016

Page 2: Laporan Pendahuluan Dan Asuhan Keperawatan

1. DEFINISIKolangitis adalah peradangan akut dinding saluran empedu, hampir selalu

disebabkan infeksi bakteri pada lumen steril.

Cholangitis merupakan infeksi bakteri dari sistem duktus bilier, yang bervariasi

tingkat keparahannya dari ringan dan dapat sembuh sendiri sampai berat dan dapat

mengancam nyawa.

Kolangitis akut merupakan superimposa infeksi bakteri yang terjadi pada obstruksi

saluran bilier, terutama yang ditimbulkan oleh batu empedu, namun dapat pula

ditimbulkan oleh neoplasma ataupun striktur.

Kolangitis adalah suatu infeksi bakteri akut pada sistem saluran empedu. Charcot

ditahun 1877 menjelaskan tentang keadaan klinis dari kolangitis, sebagai trias, yaitu

demam, ikterus dan nyeri abdomen kuadran kanan atas, yang dikenal dengan

’’Charcot triad’’. Charcot mendalilkan bahwa ’’empedu stagnan’’ karena obstruksi

saluran empedu menyebabkan perkembangan kolangitis.

Kolangitis adalah infeksi bakterial yang akut dari saluran empedu yang tersumbat

baik secara parsial atau total; sumbatan dapat disebabkan oleh penyebab dari dalam

lumen saluran empedu misalnya batu koledokus, askaris yang memasuki duktus

koledokus atau dari luar lumen misalnya karsinoma caput pankreas yang menekan

duktus koledokus, atau dari dinding saluran empedu misalnya kolangio-karsinoma

atau striktur saluran empedu.

2. ANATOMI FISIOLOGIKandung empedu merupakan kantong berbentuk alpukat yang terletak tepat dibawah

lobus kanan hati. Kandung empedu mempunyai fundus, korpus, infundibulum, dan

kolum. Fundus bentuknya bulat, ujung nya buntu dari kandung empedu. Korpus

merupakan bagian terbesar dari kandung empedu. Kolum adalah bagian yang

sempit dari kandung empedu (Brunicardi, 2005).

Empedu yang di sekresi secara terus menerus oleh hati masuk ke saluran empedu

yang kecil dalam hati. Saluran empedu yang kecil bersatu membentuk dua saluran

yang lebih besar yang keluar dari permukaan hati sebagai duktus hepatikus komunis.

Duktus hepatikus bergabung dengan duktus sistikus membentuk duktus koledokus.

Page 3: Laporan Pendahuluan Dan Asuhan Keperawatan

DUKTUS SISTIKUSDuktus sistikus merupakan lanjutan dari vesika fellea, terletak pada porta

hepatis yang mempunyai panjang kira-kira 3-4 cm. Pada porta hepatis

duktus sistikus mulai dari kollum vesika fellea, kemudian berjalan ke postero-

kaudal di sebelah kiri kollum vesika fellea. Lalu bersatu dengan duktus

hepatikus kommunis membentuk duktus koledokus. Mukosa duktus ini

berlipat-lipat terdiri dari 3-12 lipatan, berbentuk spiral yang pada penampang

longitudinal terlihat sebagai valvula disebut valvula spiralis (Heisteri).

DUKTUS HEPATIKUSDuktus hepatikus berasal dari lobus dexter dan lobus sinister yang bersatu

membentuk duktus hepatikus komunis pada porta hepatis dekat pada

processus papillaris lobus kaudatus. Panjang duktus hepatikus kommunis

kurang lebih 3 cm terletak disebelah ventral arteri hepatika propria dexter dan

ramus dexter vena portae. Bersatu dengan duktus sistikus menjadi duktus

koledokus

DUKTUS KOLEDOKUSDuktus koledokus mempunyai panjang kira – kira 7 cm dibentuk oleh

persatuan duktus sistikus dengan duktus hepatikus kommunis pada porta

hepatis, dimana dalam perjalanannya dapat dibagi menjadi tiga bagian.

Pada kaput pankreas duktus koledokus bersatu dengan duktus pankreatikus

wirsungi membentuk ampulla, kemudian bermuara pada dinding posterior

pars desenden duodeni membentuk suatu benjolan ke dalam lumen disebut

papilla duodeni major.

Gambar. 1. Anatomi saluran empedu

Gambar. 1. Anatomi saluran empedu

Page 4: Laporan Pendahuluan Dan Asuhan Keperawatan

3. ETIOLOGI & FAKTOR RISIKOKolangitis dapat disebabkan oleh berbagai keadaan patologis yang semuanya akan

berakhir dengan statis aliran empedu dan akhirnya terjadi infeksi, diantaranya :

ð  Choledocholitiasis

ð Terjadi akibat obstruksi saluran empedu, terutama koledokolitiasis, dan penyebab 

jarang seperti tumor, kateter, indwelling stents, pancreatitis akut, dan striktur ringan.

Bakteri (E. coli, klebsiella, clostridium, bacteroides, enterobacter, streptococcus grup

D) kemungkinan besar masuk ke sfingter oddi. Sebagian pula, kolangitis parasit,

misal, fasciola hepatica, skistosomiasis, dll.

ð  Striktur bilier sistem

ð  Neoplasma pada sistem bilier

ð  Parasit cacing Ascaris

ð  Pankreatitis kronis

ð  Tumor pankreas

ð  HIV/AIDS

Penyebab tersering obstruksi biliaris adalah : koledokolitiasis, obstruksi struktur

saluran empedu, dan obstruksi anastomose biliaris. Bagaimanapun berat penyebab

obstruksi, kolangitis tidak akan terjadi tanpa cairan empedu yang terinfeksi. Kasus

obstruksi akibat keganasan hanya 25-40% yang hasil kultur empedunya positif.

Koledokolitiasis menjadi penyebab tersering kolangitis.

Dalam beberapa tahun terakhir dengan semakin banyaknya pemakaian manipulasi

saluran biliaris invasif seperti kolangiografi, stent biliaris, untuk terapi penyakit

saluran biliaris telah menyebabkan pergeseran penyebab kolangitis. Selain itu

pemakaian jangka panjang stent biliaris seringkali disertai obstruksi stent oleh cairan

biliaris yang kental dan debris biliaris yang menyebabkan kolangitis.

4. MANIFESTASI KLINIS Penyakit ini biasanya dimulai secara bertahap dengan kelelahan yang amat

sangat, gatal-gatal dan jaudince.

Seringkali didapatkan nyeri hebat di epigastrium atau perut kanan atas

karena adanya batu koledokus. Nyeri ini bersifat kolik, menjalar ke belakang

atau ke skapula kanan, kadang-kadang nyeri bersifat konstan

Terdapat pembesaran hati dan limpa, atau gejala-gejala sirosis.   

Bisa juga terjadi hipertensi portal, asites dan kegagalan hati, yang bisa

berakibat fatal.

Page 5: Laporan Pendahuluan Dan Asuhan Keperawatan

Pada sebagian kecil kasus ini tidak didapatkan ikterus, hal ini dapat

diterangkan karena batu di dalam duktus koledokus tersebut masih mudah

bergerak sehingga kadang-kadang aliran cairan empedu lancar, sehingga

bilirubin normal atau sedikit saja meningkat

Kadang-kadang tidak jelas adanya demam, tetapi ditemukan lekositosis.

Fungsi hati menunjukkan tanda-tanda obstruksi yakni peningkatan yang

menyolok dari GGT atau fosfatase alkali. SGOT/SGPT dapat meningkat,

pada beberapa pasien bahkan dapat meningkat secara menyerupai

menyerupai hepatitis virus akut.

5. PATOFISIOLOGITerlampir

6. KOMPLIKASIBeberapa komplikasi dari penyakit kolangitis terutama yang derajat tinggi (kolangitis

supuratif) adalah sebagai berikut:Abses hati piogenikAbses hati piogenik merupakan 75% dari semua abses hati. Abses ini pada anak

dan dewasa muda terjadi akibat komplikasi apendisitis, dan pada orang tua sebagai

komplikasi penyakit saluran empedu seperti kolangitis. Infeksi pada saluran empedu

intrahepatik menyebabkan kolangitis yang menimbulkan kolangiolitis dengan akibat

abses multiple.

Bakteremia, sepsis bakteri gram negatif Bakteremia adalah terdapatnya bakteri di dalam aliran darah (25-40%). Komplikasi

bakteremia pada kolangitis dapat terjadi oleh karena etiologi utama penyebab

terjadinya kolangitis adalah infeksi bakteri. Demam merupakan keluhan utama

sekitar 10-15% (Josh, 2006).

Peritonitis sistem bilierKebocoran empedu dalam ruang peritoneal menyebabkan iritasi dan peritonitis. Jika

empedu terkena infeksi, maka akan menyebabkan peritonitis dan sepsis yang

mempunyai resiko tinggi yang sangat fatal.

Kerusakan duktus empeduDuktus empedu dapat dengan mudah rusak pada tindakan kolesistektomi atau pada

eksplorasi duktus empedu yang tidak sesuai dengan anatominya. Kesalahan yang

sangat fatal adalah tidak mengetahui cara melakukan transeksi atau ligasi pada

duktus.

Page 6: Laporan Pendahuluan Dan Asuhan Keperawatan

7. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK Laboratorium darah

Pada pemeriksaaan laboratorium ditemukan adanya lekositosis pada sebagian

besar pasien. Hitung sel darah putih biasanya melebihi 13.000. Lekopeni atau

trombositopenia kadang – kadang dapat ditemukan, biasanya jika terjadi sepsis

parah. Sebagian besar penderita mengalami hiperbilirubinemia sedang.

Peningkatan bilirubin yang tertinggi terjadi pada obstruksi maligna. Tes fungsi

hati termasuk alkali fosfatase dan transaminase serum juga meningkat yang

menggambarkan proses kolestatik (Shojamanes, 2006)

Foto polos abdomenMeskipun sering dilakukan pada evaluasi awal nyeri abdomen , foto polos

abdomen jarang memberikan diagnosis yang signifikan. Hanya sekitar 15% batu

saluran empedu yang terdiri dari kalsium tinggi dengan gambaran radioopak

yang dapat dilihat. Pada peradangan akut dengan kandung empedu yang

membesar hidrops, kandung empedu kadang juga dapat terlihat sebagai massa

jaringan lunak di kuadran kanan atas yang menekan gambaran udara dalam

usus besar, di fleksura hepatika

Ultrasonografi

Ultrasonografi mempunyai derajat spesifisitas dan sensitifitas yang tinggi untuk

mendeteksi batu kandung empedu dan pelebaran saluran empedu intrahepatik

maupun ekstrahepatik. Juga dapat dilihat kandung empedu yang menebal

karena fibrosis atau edema karena peradangan maupun sebab lain. Batu yang

terdapat pada duktus koledokus distal kadang sulit dideteksi, karena terhalang

udara di dalam usus. Dengan ultrasonografi lumpur empedu dapat diketahui

karena bergerak sesuai dengan gaya gravitasi (Brunicardi, 2005)

CT Scan

Ct Scan tidak lebih unggul daripada ultrasonografi untuk mendiagnosis batu

kandung empedu. Cara ini berguna untuk diagnosis keganasan pada kandung

empedu yang mengandung batu, dengan ketepatan sekitar 70-90 persen.

ERCP

Endoskopik merupakan selang kecil yang mudah digerakkan yang

menggunakan lensa atau kaca untuk melihat bagaian dari traktus gastro

intestinal. Endoscope Retrograde Cholangiopancreotography (ERCP) dapat

lebih akurat menentukan penyebab dan letak sumbatan serta keuntungannya

juga dapat mengobati penyebab obstruksi dengan mengeluarkan batu dan

melebarkan peyempitan.

Page 7: Laporan Pendahuluan Dan Asuhan Keperawatan

Skintigrafi

Skintigrafi bilier digunakan untuk melihat sistem bilier termasuk fungsi hati dan

kandung empedu serta diagnosa beberapa penyakit dengan sensitifitas dan

spesifitas sekita 90% sampai 97%. Meskipun test ini paling bagus untuk melihat

duktus empedu dan duktus sistikus, namun skintigrafi bilier tidak dapat

mengidentifikasi batu saluran empedu atau hanya dapat memberikan informasi

sesuai dengan letak anatominya. Agent yang digunakan untuk melakukan test

skintigrafi adalah derivat asam iminodiasetik dengan label 99mTc.

Kolesistografi oral

Metode ini dapat digunakan untuk melihat kerja dari sistem bilier melalui prinsip

kerja yang sama dengan skintigrafi tapi dapat memberikan informasi yang lebih

jelas. Pasien diberi pil kontras oral selama 12-16 jam sebelum dilakukan tes.

Kemudian kontras tadi diabsorbsi oleh usus kecil, lalu dibersihkan oleh hepar

dan di ekskresi ke dalam empedu dan dikirim ke kandung empedu.

Kolangiografi

Biasanya diindikasikan ada suatu saat dalam penatalaksanaan pasien dengan

kolangitis. Pada sebagian besar kasus, kolangiografi dilakukan untuk

menentukan patologi biliaris dan penyebab obstruksi saluran empedu sebelum

terapi definitif. Jadi, kolangiografi jarang diperlukan pada awal perjalanan

kolangitis dan dengan demikian harus ditunda sampai menghilangnya sepsi.

Kekecualian utama adalah pasien yang datang dengan kolangitis supuratif, yang

tidak berespon terhadap antibiotik saja. Pada kasus tersebut, kolangiografi

segera mungkin diperlukan untuk menegakkan drainase biliaris. Kolangiografi

retrograd endoskopik ataupun kolangiografi transhepatik perkutan dapat

digunakan untuk menentukan anatomi atau patologi billiaris. Tetapi, kedua teknik

tersebut dapat menyebabkan kolangitis pada sekitar 5 persen pasien. Dengan

demikian perlindungan antibiotik yang tepat harus diberikan sebelum

instrumentasi pada semua kasus.

8. PENATALAKSANAAN Konservatif

Jika diagnosis klinis kolangitis telah dibuat, penatalaksanaan awal adalah

konservatif. Keseimbangan cairan dan elektrolit harus dikoreksi dan

perlindungan antiobiok dimulai. Pasien yang sakit ringan dapat diterapi

sebagai pasien rawat dengan antibiotik oral. Dengan kolangitis supuratif dan

syok septik mungkin memerlukan terapi di unit perawatan insentif dengan

monitoring invasif dan dukungan vasopresor.

Page 8: Laporan Pendahuluan Dan Asuhan Keperawatan

Pemilihan awal perlindungan antibiotika empiris harus mencerminkan

bakteriologi yang diduga. Secara historis, kombinasi aminoglikosida dan

penicillin telah dianjurkan. Kombinasi ini adalah pilihan yang sangat baik

untuk melawan basil gram negatif yang sering ditemukan dan memberikan

antivitas sinergistik melawan enterokokus. Penambahan metronidazole atau

clindamycin memberikan perlindungan antibakterial terhadap anaerob

bakteroides fragilis, jadi melengkapi perlindungan antibiotik. Perlindungan

antibiotik jelas diubah jika hasil biakan spesifik dan kepekaan telah tersedia.

Satu faktor yang seringkali dipertimbangkan dalam pemilihan antibiotik untuk

terapi kolangitis adalah konsentrasi obat yang terdapat dalam empedu.

Secara teoritis antibiotik saluran biliaris yang ideal harus merupakan antibiotik

yang bukan saja mencakup organisme yang ditemukan dengan infeksi

saluran biliaris, tetapi juga yang dieksresikan dalam konsentrasi tinggi ke

dalam cairan empedu.

Dekompresi BiliarisSebagian besar pasien (sekitar 70 persen) dengan kolangitis akan berespon

terhadap terapi antibiotik saja. Pada kasus tersebut demam menghilang dan

tes fungsi hati kembali ke normal seringkali dalam 24 sampai 48 jam. Jika

pasien tidak menunjukkan perbaikan atau malahan memburuk dalam 12

sampai 24 jam pertama, dekompresi biliaris darurat harus dipertimbangkan.

Pada sebagian besar kasus, dekompresi biliaris segera paling baik dilakukan

secara non operatif baik dengan jalur endoskopik maupun perkutan. Yaitu:

Penanggulangan sfingterotomi endoskopikApabila setelah tindakan di atas keadaan umum tidak membaik atau

malah semakin buruk, dapat dilakukan sfingterotomi endoskopik, untuk

pengaliran empedu dan nanah serta membersihkan duktus koledokus

dari batu. Kadang dipasang pipa nasobilier. Apabila batu duktus

koledokus besar, yaitu berdiameter lebih dari 2 cm, sfingterotomi

endoskopik mungkin tidak dapat mengeluarkan batu ini. Pada penderita

ini mungkin dianjurkan litotripsi terlebih dahulu

Lisis batuDisolusi batu dengan sediaan garam empedu kolelitolitik mungkin

berhasil pada batu kolesterol. Terapi berhasil pada separuh penderita

dengan pengobatan selama satu sampai dua tahun. Lisis kontak melalui

kateter perkutan kedalam kandung empedu dengan metil eter berhasil

setelah beberapa jam. Terapi ini merupakan terapi invasif walaupun

kerap disertai dengan penyulit

Page 9: Laporan Pendahuluan Dan Asuhan Keperawatan

9. ASUHAN KEPERAWATANa. Pengkajian

Identitas

Keluhan utama

Pada penderita kolangitis, klien mengeluh nyeri perut kanan atas nyeri tidak

menjalar /menetap, nyeri pada saat menarik nafas dan nyeri seperti ditusuk

tusuk

Riwayat penyakit

Riwayat penyakit dahulu

Riwayat medis pasien mungkin dapat membantu contohnya riwayat dari

keadaan berikut dapat meningkatkan resiko cholangitis, seperti :

- Batu kandung empedu atau batu saluran empedu

- Pasca cholecystectomy

- Manipulasi endoskopik atau ERCP cholangiogram

- Riwayat cholangitis sebelumnya

- Riwayat HIV/AIDS: choalngitis yang berhubungan dengan aids memliki

cirri edema bilier ekstrahepatik ulserasi dan obstruksi bilier

Riwayat penyakit sekarang

Banyak pasien yang datang dengan ascending cholangitis tidak memiliki

gejala klasik tersebut. Sebagian besar pasien mengeluh nyeri abdomen

kuadran lateral atas. Gejala lain yang dapat terjadi meliputi: jaundice,

demam, menggigil dan kekakuan, nyeri abdomen tinja yang acholis.

Riwayat penyakit keluarga

Perlu dikaji apabila klien mempunyai penyakit keturunan seperti diabetes

mellitus, hipertensi, anemia.

Pemeriksaan fisik

System pernafasan

Inspeksi : dada tampak, pernafasan dangkal klien tampak gelisah

Palpasi : vocal vremitus teraba merata

Perkusi : sonor

Auskultasi : tidak terdapat suara tambahan (ronchi, wheezing)

System kardiovaskuler

Terdapat takikardi dan diaphoresis

System neurologi

Tidak terdapat gangguan pada system neurologi

Sistem pencernaan

Page 10: Laporan Pendahuluan Dan Asuhan Keperawatan

Inspeksi : tampak ad distensi abdomen diperut kanan atas klien mengeluh

mual muntah

Auskultasi : peristaltic usus 5-12x / menit flatulensi

Perkusi : adanya pembengkakan di abdomen atas/ kuadran kanan atas

nyeri tekan epigastrium

System eliminasi

Warna urine lebih pekat dan warna feses seperti tanah liat

System integument

Terdapat ikterik/jaundice dengan kulit berkeringat dan gatal

System musculoskeletal

Terdapat kelemahan otot karena gangguan produksi ATP

b. Diagnose keperawatan

1.      Nyeri berhubungan dengan distensi kandung kemih

2.      Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses inflamasi

3.      Gangguan pemenuhan nutrisi berhubungan dengan mual muntah

4.      Gangguan pola tidur berhubungan dengan iritasi lumen

5.      Dehidrasi berhubungan dengan mual muntah

c. Intervensi keperawatan

1.      Nyeri berhubungan dengan distensi kandung kemih

Tujuan : setalah dilakukan asuhan keperawatan selama 1x24jam nyeri

berkurang

Criteria hasil :

-      Keadaan umum normal pasien tampak nyaman

-      Nyeri berkurang pasien tampak rileks ditunjukkan dengan skala nyeri 1-3

-      Pasien melakukan managemen nyeri saat nyeri kembali datang

-      TTV dalam batas normal

Intervensi :

1.      BHSP

R/ dengan hubungan saling percaya mempermudah proses keperwatan

2.      Observasi, catat lokasi dan skala nyeri dan karakter nyeri

R/ membantu membedakan penyebab nyeri dan memberikan informasi

tentang kemajuan / perbaikan penyakit

3.      Anjurkan pasien dalam posisi nyaman

Page 11: Laporan Pendahuluan Dan Asuhan Keperawatan

R/ pada posisi fowler rendah menurunkan tekanan intra abdomen

4.      Anjurkan managemen nyeri distraksi relaksasi nafas dalam

R/ untuk melakukan koping pasien terhadap nyeri

5.      Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian analgesic

R/ untuk mengatasi nyeri

6.      Observasi tanda tanda vital

R/ untuk mengetahui perkembangan pasien

7.      Kaji respon pasien

R/ wajah menunjukkan perasaan yang dirasakan klien

2.   Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses inflamasi

Tujuan : setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 1x24 jam suhu tubuh

kembali normal

Criteria hasil :

-          Suhu tubuh kembali normal pasien nyaman

-          Tanda vital dalam bats normal

-          Pasien dapat melakukan tindakan untuk mengurangi suhu tubuh

Intervensi :

1.    BHSP

R/ dengan hubunga saling percaya mempermudah proses keperawatan

2.    Observasi tanda vital

R/ untuk mengetahui perkembangan pasien

3.    Anjurkan menggunakan pakaian tipis dan minum air putih

R/ menggunakan pakaian tipis dan minum air putih yang bnaya dapat

menurunkan panas

4.   Anjurkan untuk melakukan kompres dingin pada daerah dada dan ketiak

R/ kompres dapat membantu menurunkan panas

5.   Kolaborasi dalam pemberian antipiretik

R/ antripiretik unutk menurunkan suhu

6.   Kaji respon pasien

R/ wajah dapat menggambarkan apa yang dirasakan klien

3.    Gangguan pemenuhan nutrisi berhubungan dengan mual muntah

Tujuan : setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 1x24jam

keseimbangan nutrisi terpenuhi

Criteria hasil :

-          Asupan nutrisi kembali seimbang

Page 12: Laporan Pendahuluan Dan Asuhan Keperawatan

-          Pasien menunjukkan energy yang adekuat

-          Ttv dalam batas normal

-          Mual muntah berkurang

Intervensi :

1.   BHSP

R/ dengan hubungan saling percaya mempermudah proses keperawatan

2.    Observasi tanda tanda vital

R/ untuk mengetahui perkembangan pasien

3.    Anjurkan untuk makan sedikit tapi sering

R/ untuk mencegah mual muntah

4.    Berkolaborasi dengan ahli gizi dalam pemberian program diet

R/ setiap pasien mempunyai diet yang berbeda

5    Monitoring asupan gizi pasien

R/ mengetahui perkembangan nutrisi pasien

6.   Kaji respon pasien

R/ menggambarkan apa yang dirasakan pasien

4.      Gangguan pola tidur berhubungan dengan iritasi lumen

Tujuan : setalah dilakukan asuhan keperawatan selama 1x24jam pasien

dapat tidur dengan nyaman

Criteria hasil :

-          Klien dapat tidur dengan nyaman

-          TTV dalam batas normal

-          Klien tidak pucat

-          Kebutuhan tidur terpenuhi

Intervensi :

1. BHSP

R/ dengan hubungan saling percaya mempermudah proses keperawatan

2. Observasi tanda vital

R/ untuk mengetahui perkembangan pasien

3. Anjurkan untuk mengatur posisi nyaman

R/ dengan posisi nyaman dapat membantu tidur

4. Anjurkan untuk relaksasi nafas dalam

R/ untuk merilekskan tubuh

5. Kaji respon pasien

DAFTAR PUSTAKA

Page 13: Laporan Pendahuluan Dan Asuhan Keperawatan

Luhulima, JW, dr, Prof, Abdomen, Anatomi II, Bagian Antomi FKUH, Makassar, 2001. hal :

28-29

Brunicardi FC et al. Schwartz’s principles of surgery. 8th edition.United StatesAmerica :

McGraw Hill, 2005.826-42.

Price SA, Wilson LM. Kolelitiasis dan Kolesistisis dalam : Patofisiologi. Konsep Klinis

Proses-Proses Penyakit, edisi 4. Jakarta : EGC. 1995. 430-44.

Connors, P.J., and Carr-Locke, D.L. 1991 Endoscopic Retrograde Cholangiography -

Findings and Endoscopic Sphincterotomy for Cholangitis and Pancreatitis, dari

Gastrointestinal Endoscopy Clinics of North America, 1-1: 27-50, W.B. Saunders,

Philadelphia

De Jong, Wim, Buku Ajar Ilmu Bedah, EGC, Jakarta, 1997 hal : 776-778

Josh, J. Adams, Cholangitus, in http://www.emidiche.com 2006, p : 1-11

Cameron L, John, Terapi bedah Mutakhir, Edisi 4, Binarupa Aksaram Jakarta, 1997, hal :

476-479

Shojamanes, Homayoun, Mo, Cholangitis, in : http:/www.emidicine.com7 2006, p : 1-10

Burkitt G, Quick C, Gatt D. Management of gallstone disease in essensial surgery, second

edition, New York ; Churchill Livingstone, 1996, P : 215-220

Sabiston C, Davidm Textbook of Surgery, WB. Sauders company, 1968, p : 1154 – 1161

Cameron L, John, Terapi bedah Mutakhir, Edisi 4, Binarupa Aksaram Jakarta, 1997, hal :

476-479

Page 14: Laporan Pendahuluan Dan Asuhan Keperawatan