laporan pendahuluan asuhan keperawatan jiwa pk

22
BAB 2 TINJAUAN TEORITIS 2. 1 KONSEP MEDIS 2.1.1 Pengertian Skizofrenia Skizofrenia adalah suatu penyakit otak persisten dan serius yang mengakibatkan perilaku psikotik, pemikiran konkrit dan kesulitan dalam memproses informasi, hubungan interpersonal serta memecahkan masalah. (Stuart, 2007). Suatu deskripsi syndrome dengan variasi penyebab(banyak belum diketahui) dan perjalanan penyakit (tak selalu bersifat kronik/deteriorating yang luas), serta sejumlah akibat yang tergantung pada pertimbangan pengaruh genetic, fisik, dan social budaya. Pada umumnya ditandai oleh penyimpangan yang fundamental dan karakteristik dari pikiran dan persepsi, serta oleh afek yang tidak wajar (in appropriate) atau tumpul (blunted). Kesadaran yang jernih (clear consciousness) dan kemampuan intelektual biasanya tetap terpelihara, walaupun kemunduran kignitif tertentu dapat berkembang kemudian. (Rusdi Maslim, 2001) 2.1.2 Etiologi Skizofrenia 4

Upload: frenty-guyz

Post on 01-Dec-2015

141 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Laporan Pendahuluan Asuhan Keperawatan Jiwa Pk

BAB 2

TINJAUAN TEORITIS

2. 1 KONSEP MEDIS

2.1.1 Pengertian Skizofrenia

Skizofrenia adalah suatu penyakit otak persisten dan serius yang

mengakibatkan perilaku psikotik, pemikiran konkrit dan kesulitan dalam

memproses informasi, hubungan interpersonal serta memecahkan masalah.

(Stuart, 2007).

Suatu deskripsi syndrome dengan variasi penyebab(banyak belum diketahui)

dan perjalanan penyakit (tak selalu bersifat kronik/deteriorating yang luas), serta

sejumlah akibat yang tergantung pada pertimbangan pengaruh genetic, fisik, dan

social budaya. Pada umumnya ditandai oleh penyimpangan yang fundamental

dan karakteristik dari pikiran dan persepsi, serta oleh afek yang tidak wajar (in

appropriate) atau tumpul (blunted). Kesadaran yang jernih (clear consciousness)

dan kemampuan intelektual biasanya tetap terpelihara, walaupun kemunduran

kignitif tertentu dapat berkembang kemudian. (Rusdi Maslim, 2001)

2.1.2 Etiologi Skizofrenia

Karena belum ada definisi yang pasti tentang skizofrenia , maka sampai saat

ini etiologi skizofrenia masih belum jelas dan masih dan penelitian para sarjana.

Kemungkinan besar skizofrenia adalah suatu gangguan yang heterogen. Yang

menonjol pada gangguan skizofrenia adalah adanya stressor psikososial yang

mendahuluinya. Seseorang yang mempunyai kepekaan spesifik bila mendapat

tekanan tertentu dari lingkungan akan timbul gejala skizofrenia .

Etiologi skizofrenia diuraikan menjadi dua kelompok teori yaitu :

1. Teori Somatogenetik

Teori yang menganggap bahwa penyebab skizofrenia karena factor

kelainan organik atau badaniyah .

4

Page 2: Laporan Pendahuluan Asuhan Keperawatan Jiwa Pk

2. Teori Psikogenik

Teori yang menganggap skizofrenia disebabkan oleh suatu gangguan

fungsional. Dan penyebab utamanya adalah konflik, stres psikologik dan

hubungan antar manusia yang mengecewakan .

Selain itu banyak teori yang diajukan sebagai teori etiologi skizofrenia. antara

lain teori yang menyatakan bahwa skizofrenia disebabkan oleh suatu interaksi

beberapa gen penyebab skizofrenia . Dan ada pula teori yang menyatakan bahwa

skizofrenia disebabkan oleh metabolisme yang disebut dengan “ inborn error of

metabolissm “ (Rusdi Maslim, 2001)

2.1.3 Tanda dan Gejala Skizofrenia

Pada skizofrenia, terdapat gejala positif dan negatif. Gejala positif yaitu:

a. Halusinasi: persepsi sensorik yang salah atau pengalaman persepsi yang

tidak terjadi dalam realitas.

b. Waham: keyakinan yang salah dan dipertahankan yang tidak memiliki

dasar dalam realita.

c. Ekopraksia: peniruan gerakan dan gestur orang lain yang diamati klien

d. Flight of idea: aliran verbalisasi yang terus-menerus saat individu

melompat dari satu topik ke topik lain dengan cepat

e. Perseverasi: terus-menerus membicarakan satu topik atau gagasan;

pengulangan kalimat, kata, atau rasa secara verbal dan menolak untuk

mengubah topik tersebut

f. Asosiaso longgar: pikiran atau gagasan yang terpecah-pecah atau buruk

g. Gagasan rujukan: kesan yang salah bahwa peristiwa eksternal memiliki

makna khusus bagi individu.

h. Ambivalensi: mempertahankan keyakinan atau perasaan yang tampak

kontadiktif tentang individu tentang peristiwa, atau situasi yang sama

Kemudian ada gejala negatif, seperti dibawah ini:

1) Apatis: perasaan tidak peduli terhadap individu, aktivitas, peristiwa

5

Page 3: Laporan Pendahuluan Asuhan Keperawatan Jiwa Pk

2) Alogia: kecenderungan berbicara sangat sedikit atau menyampaikan

sedikit substansi makna atau miskin isi

3) Afek datar: tidak adanya ekspresi yang menunjukkan adanya emosi atau

mood

4) Afek tumpul: rentang keadaan perasaan emosional atau mood yang

terbatasan

5) Anhedonia: merasa tidak senang atau tidak gembira dalam menjalani

hidup, aktivitas, atau hubungan

6) Katatonia: imobilitas karena faktor psikologis, kadang-kadang ditandai

oleh periode agitasi atau gembira; klien tampak tidak bergerak, seolah-

olah dalam keadaan setengah sadar

7) Tidak memiliki kemauan; tidak adanya keinginan, ambisi atau dorongan

untuk bertindak atu melakukan tugas-tugas

2.1.4 Klasifikasi Skizofrenia

a. Skizofrenia tipe paranoid: ditandai dengan waham kejar (rasa menjadi

korban atau dimata-matai) atau waham kebesaran, halusinasi, dan

kadang-kadang keagamaan yang berlebihan (fokus waham agama), atau

perilaku agresif dan permusuhan.

b. Skizofrenia tipe tidak terorganisasi: ditandai dengan afek datar dan afek

yang tidak sesuai secara nyata, inkoherensi, asosiasi longgar, dan

disorganisasi perilaku yang ekstern.

c. Skizofrenia tipe katatonik: ditandai dengan gangguan psikomotor yang

nyata, baik dalam bentuk tanpa gerakan atau aktivitas motorik yang

berlebihan, ngativisme yang ekstrim, mutisme, gerakan volunter yang

aneh, ekolaria, atau ekotraksia. imobilitas motorik dapat berupa katalepsi.

d. Skizofrenia tipe tidak dapat dibedakan: ditandai dengan gejala-gejala

skizofrenia campuran atau tipe lain disertai gangguan pikiran afek dan

perilaku.

6

Page 4: Laporan Pendahuluan Asuhan Keperawatan Jiwa Pk

e. Skizofrenia tipe residual: ditandai dengan setidaknya 1 episode

skizofrenia sebelumnya, tetapi saat ini tidak psikotik, menarik diri dari

masyarakat, afek datar serta asosiasi longgar.

2.1.5 Pengobatan

a. Obat-obat psikotik konvensional (seperti klorpromazine, flufenazine,

aloperidol, loxapin, perfenazin, trifluoperazin, tiotixen, dan tioridazin)

terbukti mengurangi gejala positif skizofrenia dan secara signifikan

menurunkan resiko relaps simptomatik dan dirawat inap pulang. Namun

efek samping neurologis yang serius menyebabkan obat ini sulit ditoleransi

oleh banyak pasien skizofrenia.

b. Kelompok obat-obat anti psikotik atipikal (seperti klozapin, risperidon,

olanzapin, quetiatin, ziprasidon) telah menunjukkan efektifitas yang dapat

dibandingkan untuk mengatasi gejala skizofrenia dan dapat menurunkan

gangguan neurologis yang merugikan

c. Terapi kognitif-perilaku dan program pembelajaran social membantu

struktur, dukungan dan mendorong perilaku prososial dalam mengobati

pendertita skizo yang sulit disembuhkan. Int6ervensi yang berupa

penyuluhan keluarga yang terstruktur membantu mempertahankan

pencapaian tujuan melalui pengoibatan dan manajemen kasus biasa.

(Rusdi Maslim, 2001)

2.2 KONSEP KEPERAWATAN

2.2.1 Pengertian Perilaku Kekerasan

Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan

tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri, orang

lain maupun lingkungan. Hal tersebut dilakukan untuk mengungkapkan perasaan

kesal atau marah yang tidak konstruktif. (Stuart dan Sundeen, 2007).

Perilaku kekerasan sukar diprediksi. Setiap orang dapat bertindak keras tetapi

ada kelompok tertentu yang memiliki resiko tinggi yaitu pria berusia 15-25 tahun,

7

Page 5: Laporan Pendahuluan Asuhan Keperawatan Jiwa Pk

orang kota, kulit hitam, atau subgroup dengan budaya kekerasan, peminum

alkohol (Tomb, 2003 dalam Purba, dkk, 2008). Perilaku kekerasan adalah tingkah

laku individu yang ditujukan untuk  melukai atau mencelakakan individu lain yang

tidak menginginkan datangnya tingkah laku tersebut (Purba dkk, 2008).

Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan

tindakan yang dapat membahayakan secara fisik, baik kepada diri sendiri maupun

orang lain (Yosep, 2007; hal, 146). Perilaku kekerasan adalah suatu bentuk

perilaku yang bertujuan untuk melukai seseorang secara fisik maupun psikologis

(Depkes, RI, 2000).

Sedangkan menurut Carpenito 2000, perilaku kekerasan adalah keadaan

dimana individu-individu beresiko menimbulkan bahaya langsung pada dirinya

sendiri ataupun orang lain.

Jadi, perilaku kekerasan merupakan suatu keadaan individu yang melakukan

tindakan yang dapat membahayakan/mencederai diri sendiri, orang lain bahkan

dapat merusak lingkungan.

2.2.2 Etiologi

Perilaku kekerasan bisa disebabkan adanya gangguan harga diri: harga diri

rendah. Harga diri adalah penilaian individu tentang pencapaian diri dengan

menganalisa seberapa jauh perilaku sesuai dengan ideal diri. Dimana gangguan

harga diri dapat digambarkan sebagai perasaan negatif terhadap diri sendiri, hilang

kepercayaan diri, merasa gagal mencapai keinginan.

Frustasi, seseorang yang mengalami hambatan dalam mencapai

tujuan/keinginan yang diharapkannya menyebabkan ia menjadi frustasi. Ia merasa

terancam dan cemas. Jika ia tidak mampu menghadapi rasa frustasi itu dengan cara

lain tanpa mengendalikan orang lain dan keadaan sekitarnya misalnya dengan

kekerasan.

8

Page 6: Laporan Pendahuluan Asuhan Keperawatan Jiwa Pk

           2.2.3 Faktor-Faktor yang Menyebabkan PK

A. Faktor Predisposisi

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya perilaku kekerasan 

menurut teori biologik, teori psikologi, dan teori sosiokultural yang dijelaskan 

oleh Towsend (1996 dalam Purba dkk, 2008) adalah:

1. Teori Biologik

Teori biologik terdiri dari beberapa pandangan yang berpengaruh terhadap

perilaku:

a. Neurobiologik

Ada 3 area pada otak yang berpengaruh terhadap proses impuls  agresif:

sistem limbik, lobus frontal dan hypothalamus. Neurotransmitter juga

mempunyai peranan dalam memfasilitasi atau menghambat proses impuls

agresif. Sistem limbik merupakan sistem informasi, ekspresi, perilaku, dan

memori. Apabila ada gangguan pada sistem ini maka akan meningkatkan atau

menurunkan potensial perilaku kekerasan. Adanya gangguan pada lobus frontal

maka individu tidak mampu membuat keputusan, kerusakan pada penilaian,

perilaku tidak sesuai, dan agresif. Beragam komponen dari sistem neurologis

mempunyai implikasi memfasilitasi dan menghambat impuls agresif. Sistem

limbik terlambat dalam menstimulasi timbulnya perilaku agresif. Pusat otak

atas secara konstan berinteraksi dengan pusat agresif.

b. Biokimia

Berbagai neurotransmitter (epinephrine, norepinefrine, dopamine,

asetikolin, dan serotonin) sangat berperan dalam memfasilitasi atau

menghambat impuls agresif. Teori ini sangat konsisten dengan fight atau flight

yang dikenalkan oleh Selye dalam teorinya tentang respons terhadap stress.

c. Genetik

Penelitian membuktikan adanya hubungan langsung antara perilaku agresif

dengan genetik karyotype XYY.

9

Page 7: Laporan Pendahuluan Asuhan Keperawatan Jiwa Pk

d. Gangguan Otak

Sindroma otak organik terbukti sebagai faktor predisposisi perilaku agresif

dan tindak kekerasan. Tumor otak, khususnya yang menyerang sistem limbik

dan lobus temporal; trauma otak, yang  menimbulkan perubahan serebral; dan

penyakit seperti ensefalitis, dan epilepsy, khususnya lobus temporal, terbukti

berpengaruh terhadap perilaku agresif dan tindak kekerasan.

2.  Teori Psikologik

a. Teori Psikoanalitik

Teori ini menjelaskan tidak  terpenuhinya kebutuhan untuk mendapatkan

kepuasan dan rasa aman dapat mengakibatkan tidak berkembangnya ego dan

membuat konsep diri rendah. Agresi dan tindak kekerasan memberikan

kekuatan dan prestise yang dapat meningkatkan citra diri dan memberikan arti 

dalam kehidupannya. Perilaku agresif dan perilaku kekerasan merupakan

pengungkapan secara terbuka terhadap rasa  ketidakberdayaan dan rendahnya

harga diri.

b. Teori Pembelajaran

Anak belajar melalui perilaku meniru dari contoh peran mereka, biasanya

orang tua mereka sendiri. Contoh peran tersebut ditiru karena dipersepsikan

sebagai prestise atau berpengaruh, atau jika perilaku tersebut diikuti dengan

pujian yang positif. Anak memiliki persepsi ideal tentang orang tua mereka

selama tahap perkembangan awal. Namun, dengan perkembangan yang

dialaminya, mereka mulai meniru pola perilaku guru, teman, dan orang lain.

Individu yang dianiaya ketika masih kanak-kanak atau mempunyai orang tua

yang mendisiplinkan anak mereka dengan hukuman fisik akan cenderung untuk

berperilaku kekerasan setelah dewasa.

3. Teori Sosiokultural

Pakar sosiolog lebih menekankan pengaruh faktor budaya dan struktur sosial

terhadap perilaku agresif. Ada kelompok sosial yang secara umum menerima

perilaku kekerasan sebagai cara untuk menyelesaikan masalahnya. Masyarakat

10

Page 8: Laporan Pendahuluan Asuhan Keperawatan Jiwa Pk

juga berpengaruh pada perilaku tindak kekerasan, apabila individu menyadari

bahwa kebutuhan dan keinginan mereka tidak dapat terpenuhi secara

konstruktif. Penduduk yang ramai /padat dan lingkungan yang ribut dapat

berisiko untuk perilaku kekerasan. Adanya keterbatasan sosial dapat

menimbulkan kekerasan dalam hidup individu.

B. Faktor Presipitasi

Faktor-faktor yang dapat mencetuskan perilaku kekerasan sering kali berkaitan 

dengan (Yosep, 2009):

1. Ekspresi diri, ingin menunjukkan  eksistensi diri atau simbol solidaritas seperti

dalam sebuah konser, penonton sepak bola, geng sekolah, perkelahian masal

dan sebagainya.

2. Ekspresi dari tidak terpenuhinya kebutuhan dasar dan kondisi sosial ekonomi.

3. Kesulitan dalam mengkomunikasikan sesuatu dalam keluarga serta tidak

membiasakan dialog untuk memecahkan masalah cenderung melalukan

kekerasan dalam menyelesaikan konflik.

4. Ketidaksiapan seorang ibu dalam merawat anaknya dan ketidakmampuan

dirinya sebagai seorang yang dewasa.

5. Adanya riwayat perilaku anti sosial meliputi penyalahgunaan obat dan

alkoholisme dan tidak mampu mengontrol emosinya pada saat menghadapi

rasa frustasi.

6. Kematian anggota keluarga yang terpenting, kehilangan pekerjaan, perubahan

tahap perkembangan, atau perubahan tahap perkembangan keluarga.

2.2.4 Tanda dan Gejala

Yosep (2009) mengemukakan bahwa tanda dan gejala perilaku kekerasan

adalah sebagai berikut:

1. Fisik

a. Muka merah dan tegang

b. Mata melotot/ pandangan tajam

c. Tangan mengepal

11

Page 9: Laporan Pendahuluan Asuhan Keperawatan Jiwa Pk

d. Rahang mengatup

e. Postur tubuh kaku

f. Jalan mondar-mandir

2. Verbal

a. Bicara kasar

b. Suara tinggi, membentak atau berteriak

c. Mengancam secara verbal atau fisik

d. Mengumpat dengan kata-kata kotor

e. Suara keras

f. Ketus

3. Perilaku

a. Melempar atau memukul benda/orang lain

b. Menyerang orang lain

c. Melukai diri sendiri/orang lain

d. Merusak lingkungan

e. Amuk/agresif

4. Emosi

a.    Tidak adekuat

b.    Tidak aman dan nyaman

c.    Rasa terganggu, dendam dan jengkel

d.   Tidak berdaya

e.    Bermusuhan

f.     Mengamuk, ingin berkelahi

g.    Menyalahkan dan menuntut

5. Intelektual

Mendominasi, cerewet, kasar, berdebat, meremehkan, sarkasme.

6. Spiritual

Merasa diri berkuasa, merasa diri benar, mengkritik pendapat orang lain, 

menyinggung perasaan orang lain, tidak perduli dan kasar.

12

Page 10: Laporan Pendahuluan Asuhan Keperawatan Jiwa Pk

7.    Sosial

Menarik diri, pengasingan, penolakan, kekerasan, ejekan, sindiran.

8.  Perhatian

Bolos, mencuri, melarikan diri, penyimpangan seksual.

2.2.5 Asuhan Keperawatan Perilaku Kekerasan

Asuhan keperawatan dilakukan dengan menggunakan pendekatan proses

keperawatan yang meliputi 5 tahapan yaitu: Pengkajian,perumusan diagnose

keperawatn,   perencanaan/intervensi, pelaksanaan/implementasi dan evaluasi,

yang masing-masing berkesinambungan serta memerlukan kecakapan

keterampilan professional tenaga keperawatan. Proses keperawatan adalah cara

pendekatan sistimatis yang diterapkan dalam pelaksanaan fungsi keperawatan,

ide pendekatan yang dimiliki, karakteristik sistimatis, bertujuan, interaksi,

dinamis dan ilmiah.

A. Pengkajian 

1) Aspek biologis

Respons fisiologis timbul karena kegiatan system saraf otonom bereaksi

terhadap sekresi epineprin sehingga tekanan darah meningkat, tachikardi, muka

merah, pupil melebar, pengeluaran urine meningkat. Ada gejala yang sama dengan

kecemasan seperti meningkatnya kewaspadaan, ketegangan otot seperti rahang

terkatup, tangan dikepal, tubuh kaku, dan refleks cepat. Hal ini disebabkan oleh

energi yang dikeluarkan saat marah bertambah.

2) Aspek emosional

Individu yang marah merasa tidak nyaman, merasa tidak berdaya, jengkel,

frustasi, dendam, ingin memukul orang lain, mengamuk, bermusuhan dan sakit

hati, menyalahkan dan menuntut.

3) Aspek intelektual

Sebagian besar pengalaman hidup individu didapatkan melalui proses

intelektual, peran panca indra sangat penting untuk beradaptasi dengan lingkungan

13

Page 11: Laporan Pendahuluan Asuhan Keperawatan Jiwa Pk

yang selanjutnya diolah dalam proses intelektual sebagai suatu pengalaman.

Perawat perlu mengkaji cara klien marah, mengidentifikasi penyebab kemarahan,

bagaimana informasi diproses, diklarifikasi, dan diintegrasikan.

4) Aspek sosial

Meliputi interaksi sosial, budaya, konsep rasa percaya dan ketergantungan.

Emosi marah sering merangsang kemarahan orang lain. Klien seringkali

menyalurkan kemarahan dengan mengkritik tingkah laku yang lain sehingga orang

lain merasa sakit hati dengan mengucapkan kata-kata kasar yang berlebihan

disertai suara keras. Proses tersebut dapat mengasingkan individu sendiri,

menjauhkan diri dari orang lain, menolak mengikuti aturan.

5) Aspek spiritual

Kepercayaan, nilai dan moral mempengaruhi hubungan individu dengan

lingkungan. Hal yang bertentangan dengan norma yang dimiliki dapat

menimbulkan kemarahan yang dimanifestasikan dengan amoral dan rasa tidak

berdosa.

B. Diagnosa Keperawatan

1. Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan

a. Data subjektif: Klien mengatakan marah dan jengkel kepada orang lain, ingin

membunuh, ingin membakar atau mengacak-acak lingkungannya.

b. Data objektif: Klien mengamuk, merusak dan melempar barang-barang,

melakukan tindakan kekerasan pada orang-orang disekitarnya.

2. Perilaku kekerasan / amuk

a. Data Subjektif : Klien mengatakan benci atau kesal pada seseorang, klien

suka membentak dan menyerang orang yang mengusiknya jika sedang kesal

atau marah, riwayat perilaku kekerasan atau gangguan jiwa lainnya.

b. Data Objektif: Mata merah, wajah agak merah, nada suara tinggi dan keras,

bicara menguasai, ekspresi marah saat membicarakan orang, pandangan

tajam, merusak dan melempar barang barang.

14

Page 12: Laporan Pendahuluan Asuhan Keperawatan Jiwa Pk

3.   Gangguan harga diri : harga diri rendah

a. Data Subyektif: Klien mengatakan: saya tidak mampu, tidak bisa, tidak tahu

apa-apa, bodoh, mengkritik diri sendiri, mengungkapkan perasaan malu

terhadap diri sendiri.

b. Data obyektif: Klien tampak lebih suka sendiri, bingung bila disuruh memilih

alternatif tindakan, ingin mencederai diri / ingin mengakhiri hidup

C. Intervensi Keperawatan

Rencana tindakan keperawatan

Tujuan Umum: Klien tidak mencederai dengan melakukan manajemen kekerasan

1. Klien dapat membina hubungan saling percaya.

Tindakan:

Bina hubungan saling percaya : salam terapeutik, empati, sebut nama perawat

dan jelaskan tujuan interaksi.

Panggil klien dengan nama panggilan yang disukai.

Bicara dengan sikap tenang, rileks dan tidak menantang.

2.       Klien dapat mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan.

Tindakan:

Beri kesempatan mengungkapkan perasaan.

Bantu klien mengungkapkan perasaan jengkel/kesal.

Dengarkan ungkapan rasa marah dan perasaan bermusuhan klien dengan sikap

tenang.

3.  Klien dapat mengidentifikasi tanda-tanda perilaku kekerasan.

Tindakan :

Anjurkan klien mengungkapkan yang dialami dan dirasakan saat jengkel/kesal.

Observasi tanda perilaku kekerasan.

Simpulkan bersama klien tanda-tanda jengkel/kesal yang dialami klien.

4.  Klien dapat mengidentifikasi perilaku kekerasan yang biasa dilakukan.

Tindakan:

Anjurkan mengungkapkan perilaku kekerasan yang biasa dilakukan.

15

Page 13: Laporan Pendahuluan Asuhan Keperawatan Jiwa Pk

Bantu bermain peran sesuai dengan perilaku kekerasan yang biasa dilakukan.

Tanyakan "Apakah dengan cara yang dilakukan masalahnya selesai ?"

5.  Klien dapat mengidentifikasi akibat perilaku kekerasan.

Tindakan:

Bicarakan akibat/kerugian dari cara yang dilakukan.

Bersama klien menyimpulkan akibat dari cara yang digunakan.

Tanyakan apakah ingin mempelajari cara baru yang sehat.

6.  Klien dapat mengidentifikasi cara konstruktif dalam berespon thd kemarahan.

Tindakan :

Beri pujian jika mengetahui cara lain yang sehat.

Diskusikan cara lain yang sehat.Secara fisik : tarik nafas dalam jika sedang

kesal, berolah raga, memukul bantal/kasur.

Secara verbal : katakan bahwa anda sedang marah atau kesal/tersinggung.

Secara spiritual : berdo'a, sembahyang, memohon kepada Tuhan untuk diberi

kesabaran.

7.  Klien dapat mengidentifikasi cara mengontrol perilaku kekerasan.

Tindakan:

Bantu memilih cara yang paling tepat.

Bantu mengidentifikasi manfaat cara yang telah dipilih.

Bantu mensimulasikan cara yang telah dipilih.

Beri reinforcement positif atas keberhasilan yang dicapai dalam simulasi.

Anjurkan menggunakan cara yang telah dipilih saat jengkel/marah.

8.  Klien mendapat dukungan dari keluarga.

Tindakan :

Beri pendidikan kesehatan tentang cara merawat klien melaluit pertemuan

keluarga.

Beri reinforcement positif atas keterlibatan keluarga.

16

Page 14: Laporan Pendahuluan Asuhan Keperawatan Jiwa Pk

9.  Klien dapat menggunakan obat dengan benar (sesuai program).

Tindakan:

Diskusikan dengan klien tentang obat (nama, dosis, frekuensi, efek dan efek

samping).

Bantu klien mengpnakan obat dengan prinsip 5 benar (nama klien, obat, dosis,

cara dan waktu).

Anjurkan untuk membicarakan efek dan efek samping obat yang dirasakan.

17