laporan pendahuluan asuhan keperawatan
TRANSCRIPT
LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN
KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH II
A. Konsep Dasar Penyakit1. Definisi Penyakit
Effusi pleura, pengumpulan cairan dalam ruang pleura terletak diantara permukaan
viseral dan parietal, adalah proses penyakit primer yang jarang terjadi, biasanya merupakan
penyakit sekunder terhadap penyakit lain” (Suzane C. Smeltzer, Alih Bahasa : Monica
Ester,2001:593).
2. Etiologi
Menurut Hudak dan Gallo dalam bukunya yang berjudul “Keperawatan Kritis
Pendekatan Holistic Vol. I” tahun 1997, menyatakan bahwa effusi pleura disebabkan oleh
sedikitnya satu dari empat mekanisme dasar :
a. Peningkatan tekanan kapiler subpleural atau limfatik
b. Penurunan tekanan osmotik koloid darah
c. Peningkatan tekanan negatif intra pleural
d. Adanya inflamasi atau neoplastik pleura.
Timbulnya effusi pleura juga dapat disebabkan oleh kondisi-kondisi seperti
tersebut dibawah :
a. Gangguan dalam reabsorpsi cairan pleura misalnya karena adanya tumor.
b. Peningkatan produksi cairan pleura, misalnya akibat infeksi pada pleura.
Penyebab effusi pleura juga dapat dilihat dari jenis cairan yang dihasilkannya
yaitu :
a. Transudat
Bila cairannya berjenis transudat, maka effusi pleura disebabkan oleh gagal jantung,
cirosis hepatic atau ascites, hipoproteinemia pada nefrotik syndrome, obstruksi vena
cava superior, pasca bedah abdomen, dialysis peritoneal, atelaktasis akut.
b. Eksudat
Effusi pleura ini dapat disebabkan oleh :
1) Infeksi ( TBC, Pneumonia, virus, jamur, parasit, abses)
2) Neoplasma (Ca paru, Metastasis, limfoma, leukemia)
3) Emboli atau infark paru
4) Penyakit gastrointestinal (pankreatitis, rupture esophagus, abses hati)
5) Penyakit kolagen (SLE, Rhematoid Artritis)
6) Trauma (hemothoraks)
3. Patofisiologi
Biasanya effusi pleura yang disebabkan oleh fungi terjadi karena penjalaran infeksi fungi
dari jaringan parenkim paru.
Fungi masuk ke dalam paru-paru
↓
Diangkut ke kelenjar lymfe regional
↓
terjadi respon imun peradangan
Skema 2.1 Patofisiologi Effusi Pleura Dan Pengaruhnya Terhadap Tubuh
4. Tanda dan Gejala
Tanda dan gejala yang yang timbul pada klien dengan effusi pleura adalah :
a. Sesak nafas yang disebabkan oleh penumpukan cairan dalam rongga pleura
b. Pada pemeriksaan fisik didapatkan bunyi perkusi pekak
c. Vokal fremitus menurun atau menghilang
d. Bising nafas menurun atau menghilang
Muncul limfosit dan kelenjar regional membesar↓
Lesi berkembang
Restorasi ke dalam bronkus↓
Produksi secret meningkat↓ ↓
Tidak efektifnya
jalan nafas
Menyebabkan refleks
batuk↓
Mengaktivasi RAS
↓Klien terjaga
↓Gangguan istirahat
tidur
Menembus pleura ↓
Terjadi penumpukan cairan di rongga pleura
↓Ekspansi paru tidak
maksimal ↓
Gas masuk kedalam paru berkurang
↓Gangguan pertukaran gas
(ventilasi) ↓
Sel dan jaringan kekurangan O2
↓Produksi energi menurun
↓Lemah, lemas ↓
Intoleran aktifitas
Pirogen masuk ke pembuluh darah
↓Makrofag memfagositosis
↓Malaise dan anoreksia
↓Intake nutrisi tidak adekuat
↓Gangguan nutrisi
cairan pleura harus dikeluarkan
↓Tindakan invasive
(pemasangan WSD)↓
Terputusnya kontinuitas jaringan
Terjadi mekanisme
neurofisiologik nyeri
↓Gangguan
rasa nyaman: nyeri
Tempat masuknya
mikro organisme
↓Resiko infeksi
e. Pada pemeriksaan radiology memperlihatkan jelas sinus frenikostalis yang hilang dan
gambaran batas cairan yang melengkung.
f. Terjadi deviasi trakea menjauhi tempat yang sakit, bila terjadi penumpukkan cairan
pleura yang signifikan
g. Bila effusi pleura disebabkan oleh pneumoni, gejalanya biasanya demam, menggigil, dan
nyeri dada pleuritis (Suzane C. Smeltzer, Alih bahasa : Monica Ester, 2001:593).
h. Bila effusi pleura disebabkan oleh virus, gejala yang mungkin muncul adalah sakit
kepala, demam, malaise, mialgia kadang juga ditemukan gejala perikarditis (Slamet
Suyono, 2001: 931)
5. Pemeriksaan diagnostik
i. Pemeriksaan Laboratorium , analisis cairan effusi yang diambil lewat torakosintesis
Torakosentesis adalah aspirasi cairan pleura, hal ini sangat berguna sebagai sarana
diagnostic maupun terapeutik.
Pelaksanaanya sebaiknya dilakukan pada klien dalam posisi duduk. Aspirasi dilakukan
pada bagian bawah paru di ICS 9 garis aksilaris posterior dengan memakai jarum abbocat no
14 atau 16. pengeluaran cairan pleura ini sebaiknya tidak melebihi 1000-1500 cc pada setiap
kali aspirasi. Pelaksanaan torakosentesis lebih baik dilakukan berulang tidak sekaligus karena
dapat menimbulkan pleura shock ( hipotensi atau edema paru)
Komplikasi dilakukannya torakosentesis adalah pneumothoraks, hemothoraks, emboli
udara, dan dapat juga menyebabkan laserasi pleura viseralis.
1) Warna cairan
Biasanya cairan pleura berwarna agak kekuningan. bila agak kemerahan dapat
terjadi pada trauma, infark paru, keganasan, dan adanya kebocoran aneurisma aorta.
Bila merah coklat ini menunjukkan adanya abses karena amuba. Bila kuning kehijauan
ada purulen, ini menunjukkan adanya empiema.
2) Biokimia
Secara biokimia effusi pleura terbagi antara transudat dan eksudat.
TABEL 2.1
Perbedaan Transudat Dan Eksudat
Transudat EksudatKadar protein dalam efusi(gr/dl) <3 >3
Kadar protein dalam effuse
Kadar protein dalam serum
<0,5 >0,5
Kadar LDH dalam effuse <200 >200
Kadar LDH dalam effuse
Kadar LDH dalam serum
<0,6 >0,6
Berat jenis cairan effusi <1.016 > 1,016
Rivalta Negative Positif
Sumber : Slamet Suyono, 2001: 929
3) Sitologi
Pemeriksaan sitologi terhadap cairan pleura amat penting untuk diagnostik
penyakit pleura terutama bila ditemukan sel-sel patologis atau dominasi sel-sel tertentu.
a) Sel neutrofil, menunujukkan adanya infeksi akut
b) Sel limfosit menunjukkan adanya infeksi kronis seperti pleuritis tuberculosa atau
limfoma maligna
c) Sel mesotel, bila jumlahnya meningkat, ini menunjukkan adanya infark paru.
Biasanya juga ditemukan banyak sel eritrosit
d) Sel mesotel maligna, pada mesotelioma
e) Sel-sel besar dengan banyak inti, pada arthritis rheumatoid
f) Sel L. E pada lupus eritematosus sistemik
4) Bakteriologi
Biasanya cairan pleura steril, tapi kadang-kadang dapat mengandung
mikroorganisme apalagi bila cairannya purulen. Jenis kuman yang paling sering
ditemukan dalam cairan pleura adalah Pneumococcus, E. Coli, Klebciella, Pseudomonas,
Enterobacter. Pleuritis tuberculosa, biakan cairan terhadap kuman tahan asam hanya
dapat menunujukkan yang positif sampai 20%-30%.
j. Biopsy Pleura
Pemeriksaan histology satu atau beberapa contoh jaringan pleura dapat menunjukkan
50-75% diagnosis kasus-kasus pleuritis tuberkulosa dan tumor pleura. Bila ternyata hasil
biopsy pertama tidak memuaskan, dapat dilakukan beberapa biopsi ulangan. Komplikasi
biopsy adalah pneumothoraks, penyebaran infeksi atau tumor pada dinding dada.
k. Pendekatan Pada Effusi Yang Tidak Terdiagnosis
Analisis terhadap cairan pleura yang dilakukan satu kali kadang-kadang tidak dapat
menegakkan diagnosis. Dalam hal ini dianjurkan aspirasi dan analisanya diulang kembali
agar diagnosis menjadi jelas. Pada effusi yang menetap dalam waktu 4 minggu dan kondisi
klien tetap stabil, siklus pemeriksaan sebaiknya diulang kembali.
Jika fasilitas memungkinkan dapat dilakukan pemeriksaan tambahan seperti :
1) Bronkoskopy pada kasus-kasus neoplasma, korpus alenium dalam paru, abses paru
2) Scanning isotop, pada kasus-kasus dengan emboli paru
3) Torakostopy, pada kasus-kasus dengan neoplasma atau tuberkulosa pleura.
l. Pemeriksaan radiology
Pada pemeriksaan radiology terlihat hilangnya sudut kostafrenikus dan akan terlihat
permukaan yang melengkung jika jumlah cairan efusi lebih dari 300cc, pergeseran
mediastinum kadang ditemukan.
6. Penatalaksanaan medis
Tujuan pengobatan pada klien dengan effusi pleura adalah untuk mengalirkan cairan dalam
kavitas pleura dan untuk mencapai ekspansi paru yang sempurna. Cairan dialirkan dan
diresepkan antibiotik yang sesuai berdasarkan organisme penyebab. Antibiotik dalam dosis yang
besar biasanya diberikan.
Drainase cairan pleura tergantung pada tahap penyakit dan dapat dilakukan dengan :
a. Aspirasi jarum (torasentesis), dengan kateter perkutan yang kecil, jika cairan tidak terlalu
banyak.
b. Drainase dada tertutup menggunakan selang interkostal dengan diameter besar yang
disambungkan dengan drainase water seal.
c. Drainase terbuka dengan cara reseksi iga untuk mengangkat pleura yang mengalami
penebalan, pus, debris. Selain untuk mengangkat pleura, dapat juga dilakukan untuk
mengangkat jaringan paru yang sakit dibawahnya.
Untuk mencegah terjadinya lagi effusi pleura setelah aspirasi (pada effusi pleura maligna),
dapat dilakukan pleurodesis yakni melengketkan pleura viseralis dan pleura parietalis. Zat-zat
yang dipakai adalah Tetrasiklin, Bleomycin, Corynebacterium parvum, Thio-tepa, 5
Fluoroaracil,dll.
Selang Dada ( Water Sealed Drainage/WSD)
Water Seal Drainase adalah suatu unit yang bekerja sebagai drain untuk mengeluarkan
udara atau cairan melalui selang dada.
Tujuan dari pemasangan WSD ini adalah :
1) Untuk mengeluarkan udara, cairan atau darah dari rongga pleura
2) Untuk mengembalikan tekanan negatif dari rongga pleura
3) Untuk mengembangkan kembali paru yang kolaps atau kolaps sebagian
4) Untuk mencegah refluks drainase kembali ke dalam rongga dada.
Selang dada dikategorikan dengan pleura dan mediastinal tergantung pada lokasi ujung
selang. Pasien dapat dipasang lebih dari satu selang pada lokasi yang berbeda tergantung
tujuan selang. Selang yang berukuran lebih besar dipakai untuk mengeluarkan darah atau
drainase pleural yang kental, sedangkan selang yang berukuran lebih kecil untuk
mengeluarkan udara.
Sistem Drainase
Selang dada berfungsi sebagai drain untuk udara dan cairan. Untuk membuat tekanan
negatif intrapleural, sebuah segel diperlukan untuk selang dada untuk mencegah udara
masuk ke system. Cara yang paling sederhana adalah dengan menggunakan system drainase
dalam air. Dalam WSD terdapat beberapa kategori yaitu system satu, dua dan tiga botol
serta ada juga unit drainase sekali pakai dan Pompa Penghisap Pleural Emerson
1) Sistem Satu-Botol
Sistem drainase dada paling sederhana adalah sistem satu botol. Sistem ini
terdiri atas satu botol dengan penutup segel. Penutup mempunyai dua lubang. Satu
untuk ventilasi udara dan lainnya selang masuk sampai hampir dasar botol.
Air steril dimasukan ke dalam botol sampai ujung selang yang kaku terendam 2
cm. ini membuat segel air dengan menutup sistem bagian luar terhadap udara.
Permukaan cairan lebih tinggi dari 2 cm air akan membuat kesulitan bernafas. Tekanan
positif kemudian diperlukan untuk mengendalikan drainase keluar melalui segel air.
Bagian atas selang dihubungkan kira-kira 6 kaki yang diletakan pada lubang
akhir dari selang dada klien. Ventilasi dalam botol dibiarkan terbuka untuk
memungkinkan udara dari area pleural keluar. Ini mencegah tekanan yang terbentuk
pada area pleural. Kecuali pada ventilasi tutup, masuknya system drainase dari
pemasukan selang dada botol harus rapat.
Tingginya cairan pada segel cairan meningkat selama pernafasan. Selama
inspirasi, tekenan pleural menjadi lebih negatif menyebabkan permukaan cairan pada
selang meningkat. Selama ekspirasi, tekenan pleural menjadi lebih positif, menyebabkan
permukaan cairan turun
Bila pasien bernafas dengan ventilasi mekanis, proses ini terjadi sebaliknya.
Gelembung udara harus terlihat hanya dalam ruang segel dibawah air selama ekspirasi
dimana udara dan cairan mengalir dari rongga pleural. Gelembung yang konstan
menunjukan kebocoran udara pada sistem atau fistula bronkopleural.
2) Sistem Dua-Botol
Pada sistem dua botol ini, botol pertama adalah sebagai wadah penampung dan
yang kedua sebagai water seal. Pada sistem ini penghisapan dilakukan pada segel botol
dalam air dengan menghubungkan ke ventilasi udara.
3) Sistem Tiga Botol
Pada sistem ini, botol kontrol penghisap udara ditambahkan ke sistem dua-
botol. Ini cara yang paling aman untuk mengatur jumlah penghisapan.
Botol ketiga disusun mirip dengan botol segel dalam air. Pada sistem ini yang
penting kedalaman selang dibawah air pada botol ketiga dan bukan jumlah penghisap di
dinding yang menentukan jumlah penghisapan yang diberikan pada selang dada. Jumlah
penghisap di dinding yang diberikan pada botol ketiga harus cukup untuk menciptakan
putaran lembut gelembung botol. Gelembung besar menyebabkan kehilangan air,
mengubah tekanan penghisap dan meningkatkan tekanan kebisingan dalam unit klien.
Untuk memeriksa patensi selang dada dan fluktuasi siklus pernafasan, penghisap harus
dilepaskan saat itu
4) Unit Drainase Sekali Pakai
Pandangan sistem drainase selang dada sekali pakai, dalam prinsip fisiologis,
rangkaian botol yang digambarkan di bawah nanti. Banyak produk yang dibuat tetapi
perbedaan utama antara produk tersebut adalah metode dimana sistem drainase
tersebut mencapai segel selang.
5) Pompa Penghisap Pleural Emerson
Pompa ini digunakan sebagai pengganti penghisap dinding dan dirangkai
menggunakan system dua atau tiga-botol. Sebaliknya pada unit dinding, knop control
tekanan didepan pompa mengontrol penentuan hisapan. Jumlah tekanan yang
dicantumkan pada cakra angka penghisap.
B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan1. Data fokus pengkajian
a. Anamnesa
1. Pengkajian
“Pengkajian merupakan proses pendekatan sistematis untuk mengumpulkan data dan
menganalisa sehingga dapat diketahui masalah dan kebutuhan perawatan pada seorang klien”.
(Hidayat, A. Azis., 2001:12).
Pengkajian dapat memudahkan untuk menentukan perencanaan perawatan pada klien
dengan tepat, cepat, dan akurat. Adapun langkah-langkah pengkajian adalah sebagai berikut :
a. Pengumpulan Data
1) Identitas Klien
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, pekerjaan, pendidikan, agama, alamat, status
marital, no medrec, diagnosa medis, tanggal masuk RS
2) Identitas Penanggung Jawab
Meliputi Nama, umur, pandidikan, pekerjaan, alamat, hubungan dengan klien.
3) Riwayat Kesehatan
a) Riwayat kesehatan sekarang
(1) Keluhan saat masuk rumah sakit
Klien akan mengeluh sesak, nyeri pada daerah dada, peningkatan suhu
badan yang tinggi dan terus menerus atau dapat pula disertai dengan batuk-
batuk disertai dahak
(2) Keluhan utama saat dikaji
Klien dapat mengeluh sesak, nyeri dada , namun keluhan tersebut dapat
dirasa berkurang bagi klien yang sudah mendapat penanganan yang tepat.
Keluhan klien tersebut dijabarkan pada PQRST yaitu Paliative, Quality
mengambarkan bagaimana keluhan dirasakan oleh klien. Region menunjukkan
di daerah mana keluhan dirasakan klien, apakah menyebar ke daerah lain atau
tidak. Saverity/scale menggambarkan seberat apa keluhan dirasakan klien ini
dapat digambarkan dengan mengukur tingkat keluhan klien dengan
menggunakan suatu pengukuran atau skala. Time menunjukkan kapan keluhan
dirasa oleh klien, apakah terus menerus atau pada saat kondisi-kondisi tertentu.
b) Riwayat kesehatan dahulu
Tanyakan apakah klien memiliki penyakit lain sebelum mengalami effusi pleura,
misalnya TB paru, keganasan, atau trauma. Hal ini diketahui untuk melihat
penyebab dari effusi pleura.
c) Riwayat kesehatan keluarga
Kaji penyakit yang berhubungan dengan keturunan atau pun penyakit menular
yang dapat menimbulkan effusi pleura seperti TBC, LSE, leukimia, keganasan. Jika
effusi pleura yang dialami klien disebabkan karena TBC, maka kaji juga apakah ada
anggota keluarga yang mengalami TBC sebelum atau sesudah klien sakit, khususnya
anggota keluarga yang serumah atau yang sering kontak dengan klien.
4) Pola Aktivitas Sehari-Hari
a) Nutrisi
Perhatikan adanya mual dan anorexia yang dapat menyebabkan gangguan pola
makan, dan ditemukan penurunan berat badan yang mencolok sebelum dan
sesudah sakit.
b) Eliminasi
Klien biasanya mengalami konstipasi. BAK biasanya normal itupun bila intake cairan
klien adekuat.
c) Pola istirahat tidur
Pola tidur klien akan mengalami gangguan, hal ini disebabkan karena klien sering
mengalami batuk dan sesak pada malam hari.
d) Aktifitas
Ditemukan adanya kelemahan fisik dan cepat lelah sehingga dapat menimbulkan
adanya gangguan pemenuhan aktifitas sehari-hari klien.
b. Pemeriksaan Fisik
c.
a. Sistem pernafasan
Pada klien dengan effusi pleura biasanya ditemukan keluhan sesak nafas, nyeri
pada daerah dada. Pada observasi ditemukan tachipneu, dispneu, pergerakan dada
yang tidak simetris, pengembangan paru yang tidak maksimal, deviasi trakhea pada
area paru yang sehat, vokal fremitus yang menurun, pada pemeriksaan secara
perkusi suara paru yang terdapat effusi pleura terdengar pekak, klien mengalami
batuk-batuk jika penyebabnya TB paru.
b. Sistem kardiovaskular
Suplai oksigen yang kurang ke jantung menyebabkan hilangnya kapasitas paru
yang akan menyebabkan tahanan vaskular paru meningkat, beban kerja jantung
untuk memompa darah meningkat dan terjadilah takhikardi dengan nadi yang kuat.
c. Sistem pencernaan
Adanya rasa mual dan ingin muntah sehingga menyebabkan nafsu makan
menurun, dan penurunan berat badan yang drastis
d. Sistem integumen
Kaji adanya perubahan warna kulit karena cyanosis, turgor kulit yang menurun dan
perubahan suhu terutama ditemukan fluktuasi tubuh pada malam hari,.
e. Sistem muskuloskeletal
Menurunnya oksigen akan mengakibatkan proses pembentukan ATP menjadi
terhambat sehingga sumber energi kurang dan akhirnya klien merasa lemas.
f. Sistem endokrin
Kaji apakah klien pernah mengalami riwayat sering lapar, sering haus dan sering
BAK.
g. Sistem perkemihan
Jumlah urine dapat menurun, warna kuning agak pekat mungkin juga terjadi
inkontinensia urine.
h. Sistem persyarafan
Kaji sistem persyarafan klien meliputi kesadaran, orientasi, status mental, daya
ingat, fungsi syaraf cranial.
d. Pemeriksaan Diagnostik
e.
a. Pemeriksaan rongent dada, memperlihatkan jelas sinus frenikostalis yang hilang
dan gambaran batas cairan yang melengkung
b. Hasil Torakosintesis (aspirasi cairan pleura)/pemeriksaan cairan pleura, kaji hasil
pemeriksaan warna dan jenis cairan, biokimia apakah cairan transudat atau
eksudat, dan sitologi untuk melihat sel-sel patologi atau dominan yang terdapat
pada cairan pleura.
c. Bakteriologi, pada effusi yang disebabkan oleh jamur, akan ditemukan dalam
biakan mikro adanya suatu jenis jamur.
d. Biopsi pleura
e. Pemeriksaan hematologi
f. Therapy
g. Pemeriksaan sputum bila klien diduga mengidap TBC.
2. Kemungkinan Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada klien dengan effusi pleura menurut
Marilynn, E, Doenges., dkk, (2000: 195), Linda Jual (1997) dan Barbara Engram ( 1999: 74)
meliputi :
a. Pola pernafasan tak efektif
Yang berhubungan dengan :
1) Penurunan ekspansi paru (akumulasi udara/cairan)
2) Gangguan muskuloskeletal
3) Nyeri/ansietas
4) Proses inflamasi
b. Trauma / penghentian nafas, resiko tinggi yang meliputi :
1) Penyakit saat ini/proses cedera
2) Tergantung pada alat dari luar (sistem drainase dad)
3) Kurang pendidikan keamanan atau pencegahan.
c. Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) mengenai kondisi, aturan pengobatan
berhubungan dengan kurang terpajannya informasi.
d. Nyeri akut berhubungan dengan ketergantungan syaraf intrathoraks sekunder terhadap
iritasi pleura ; inflamasi parenkim paru
e. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan penurunan kemampuan rekoil paru ;
gangguan transportasi oksigen
f. Gangguan ventilasi berhubungan dengan akspansi paru akibat terakumulasinya cairan di
rongga pleura.
g. Resiko terjadinya infeksi (penyebaran/aktivitas ulang) berhubungan dengan :
1. Kerusakan jaringan/tambahan infeksi
2. Penurunan pertahanan/penekanan proses inflamasi
3. Malnutrisi
4. Terpajan lingkungan
5. Kurang pengetahuan
h. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan : kelemahan, sering
batuk/produksi sputum, anoreksia, dispneu, ketidakcukupan sumber keuangan
i. Intoleran aktifitas berhubungan dengan insufisiensi oksigennasi untuk aktifitas hidup sehari-
hari
j. Perubahan kenyamanan : Nyeri berhubungan dengan pemasangan selang dada
k. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan tindakan invasif : pemasangan selang dada
3. Perencanaan
Menurut Marilynn, E, Doenges., dkk, (1999: 195) perencanaan pada klien dengan
gangguan sistem pernafasan : effusi pleura sebagai berikut :
a. Pola pernafasan tak efektif, yang berhubungan dengan :
1. Penurunan ekspansi paru (akumulasi udara/cairan)
2. Gangguan muskuloskeletal
3. Nyeri/ansietas
4. Proses inflamasi
Tujuan :
Fungsi pernafasan adekuat untuk memenuhi kebutuhan individu dengan kriteria :
menunjukkan pola pernafasan yang efektif/normal dengan GDA dalam rentang normal,
bebas sianosis dan gejala hipoksia.
Perencanaan :
Intervensi Rasional1 2
1. Mengidentifikasi etiologi, contoh kolaps
spontan, trauma, keganasan, infeksi,
komplikasi ventilasi mekanik
2. Evaluasi fungsi pernafasan, catat
kecepatan, sesak dispneu, sianosis,
perubahan TTV
3. Awasi kesesuaian pola pernafasan bila
menggunakan ventilasi mekanik. Catat
perubahan tekanan udara.
4. Auskultasi bunyi nafas
5. Catat pengembangan dada dan posisi
trakea
6. Kaji fremitus
7. Kaji klien adakah nyeri tekan bila batuk
dan nafas dalam
8. Pertahankan posisi nyaman biasanya
1. Pemahamam penyebab kolaps paru
perlu untuk pemasangan selang dada
yang tepat dan memilih tindakan
terapeutik lain.
2. Distres pernafasan dan perubahan
terhadap tanda vital dapat terjadi
akibat stres fisiologi dan nyeri atau
dapat menunjukkan terjadinya syok
sehubungan dengan hipoksia.
3. Kesulitan bernafas dengan ventilator
dan atau peningkatan tekanan jalan
nafas diduga memburuknya kondisi /
terjadinya komplikasi.
4. Area atelaktasis tak ada bunyi nafas
dan sebagian area kolaps menurun
juga bunyinya.
5. Melihat ekspansi paru, deviasi trakea
dari area sisi yang sakit pada tegangan
pneumothoraks.
6. Vokal fremitus menurun pada
jaringan yang terisi cairan
7. Sokongan terhadap dada dan otot
abdominal membuat batuk lebih
efektif/mengurangi trauma
8. Meningkatkan inspirasi maksimal,
dengan peninggian kepala tempat tidur,
balik ke sisi yang sakit, dorong klien
untuk duduk sesering mungkin
9. Pertahankan perilaku tenang, bantu
pasien untuk kontrol diri dengan
menggunakan pernafasan lebih lambat /
dalam
Bila terpasang selang dada
1. Periksa pengontrol penghisap untuk
jumlah hisapan yang benar (batas air,
pengatur dinding/meja disusun dengan
tepat)
2. Periksa batas cairan pada botol
penghisap; pertahankan pada batas
yang ditentukan
3. Observasi gelembung udara botol
penampung
4. Evaluasi ketidaknormalan/kontinuitas
gelembung botol penampung
5. Tentukan lokasi kebocoran udara
(berpusat pada pasien atau sistem)
dengan mengklem kateter torak pada
hanya bagial distal sampai keluar dari
meningkatkan ekspansi paru dan
ventilasi pada sisi yang sakit.
9. Membantu pasien mengalami efek
fisiologi hipoksia yang
dimanifestasikan dengan ansietas dan
atau takut.
1. Mempertahankan tekanan negatif
intrapleural sesuai yang diberikan,
yang meningkatkan ekspansi paru
optimum dan atau drainase cairan
2. Air botol penampung bertindak
sebagai pelindung yang mencegah
udara atmosfer masuk ke area pleural.
3. Gelembung udara selama ekspirasi
menunjukkan lubang angin dari
pneumothoraks.
4. Dengan bekerjanya penghisapan,
menunjukkan kebocoran udara
menetap yang mungkin berasal dari
pneumothoraks besar pada sisi
pemasangan selang dada atau unit
drainase dada
5. Bila gelembung berhenti pada saat
kateter diklem pada sisi pemasangan,
kebocoran terjadi pada pasien.
dada
6. Berikan kasa berminyak dan bahan lain
yang tepat disekitar sisi pemasangan
sesuai indikasi
7. Klem selang pada bagian bawah unit
drainase bila kebocoran udara
berlanjut
8. Tutup rapat sambungan selang drainase
dengan aman menggunakan plester
atau ban sesuai kebijakan yang ada
9. Awasi pasang surutnya air penampung
10. Posisikan sistem drainase selang untuk
fungsi optimal
11. Catat karakter/jumlah drainase selang
dada
12. Evaluasi kebutuhan untuk memijat
selang
13. Pijat selang hati-hati sesuai protokol,
6. Untuk memperbaiki kebocoran pada
sisi insersi
7. Mengisolasi lokasi kebocoran udara
pusat sistem
8. Mencegah/memperbaiki kebocoran
pada sambungan.
9. Botol penampung berfungsi sebagai
manometer intrapleural ( ukuran
tekanan intrapleural); sehingga
fluktuasi menunjukkan perbedaan
tekanan antara inspirasi dan ekspirasi.
10.Posisi tak tepat, terlipat atau
pengumpulan bekuan/cairan pada
selang mengubah tekanan negatif
yang diinginkan dan membuat
evakuasi udara/cairan.
11.Berguna dalam mengevaluasi
perbaikan kondisi/terjadinya
komplikasi
12.Pemijatan mungkin perlu untuk
meyakinkan drainase pada adanya
perdarahan segar/bekuan
darah/purulen
13.Pemijatan biasanya tidak nyaman bagi
yang minimalkan tekanan negatif
berlebihan
Kolaborasi
1. Kaji seri foto thorak
2. Awasi gambaran seri GDA dan nadi
oksimetri. Kaji kapasitas vital/
pengukuran volume tidal
3. Berikan oksigen tambahan melalui
kanul/masker sesuai indikasi
pasien karena perubahan tekanan
intratorakal.
1. Mengawasi perubahan pada pasien
2. Mengawasi status pertukaran gas dan
ventilasi
3. Untuk menurunkan kerja nafas.
Meningkatkan penghilangan distres
respirasi dan sianosis.
b. Nyeri berhubungan dengan :
1) Inflamasi parenkim paru
2) Reaksi seluler terhadap sirkulasi toksin
3) Batuk menetap
Kriteria evaluasi klien dapat :
Nyeri hilang / terkontrol
Klien menunjukkan rileks, istirahat tidur, dan peningkatan aktivitas dengan tepat.
Intervensi Rasional1 2
1. Tentukan karakteristik nyeri misalnya
tajam, konstan, ditusuk, selidiki perubahan
karakter/lokasi/intensitas nyeri
1. Mengetahui karakteristik nyeri
2. Perubahan tekanan darah atau frekuensi
2. Pantau TTV
3. Berikan tindakan nyaman misalnya pijatan
punggung, perubahan posisi, musik
tenang/pembicaraan
4. Anjurakan dan bantu klien dalam teknik
menekan dada selam periode batuk
Kolaborasi
5. Berikan analgesik dan antitusif sesuai
indikasi
pernafasan menunjukkan bahwa klien
mengalami nyeri
3. Dapat menghilangkan ketidaknyamanan
dan memperbesar efek dari analgesik
4. Alat untuk mengontrol ketidaknyamanan
dada sementara meningkatkankan
keefektifan upaya batuk
5. Meningkatkan ambang nyeri
c. Resiko terjadinya infeksi (penyebaran/aktivitas ulang) berhubungan dengan :
1) Kerusakan jaringan/tambahan infeksi
2) Penurunan pertahanan/penekanan proses inflamasi
3) Malnutrisi
4) Terpajan lingkungan
5) Kurang pengetahuan
Tujuan :
Infeksi tidak terjadi dengan kriteria :
Mengidentifikasi intervensi untuk mencegah infeksi
Menunjukkan teknik/melakukan perubahan pola hidup untuk meningkatkan
lingkungan aman.
Intervensi Rasional1 2
1. Kaji patologi penyakit dan potensial
penyebaran infeksi melalui droplet udara
selama batuk, bersin, meludah, bicara,
bernyanyi.
2. Identifikasi orang yang beresiko
3. Anjurkan klien untuk batuk atau bersin
dengan memakai tisu sekali pakai dan
teknik mencuci tangan
4. Kontrol infeksi, contoh dengan
menggunakan masker
5. Awasi perubahan suhu
6. Identifikasi faktor resiko individu terhadap
faktor pengaktifan berulang tuberkulosa
7. Tekankan pentingnya tidak menghentikan
terapi obat
8. Kaji pentingnya mengikuti dan kultur
secara periodik terhadap sputum untuk
lamanya terapi
9. Berikan agen antiinfeksi sesuai indikasi
1. Membantu klien menyadari/menerima
perlunya mematuhi program
pengobatan, mencegah terjadinya
kambuh ulang, dan mencegah infeksi
kepada orang lain
2. Mencegah penyebaran infeksi
3. Mencegah terjadinya infeksi
4. Membantu menurunkan rasa terisolasi
klien
5. Reaksi demam merupakan indikator
adanya reaksi infeksi lanjut
6. Untuk mengubah pola hidup
7. Untuk menghindari resiko penyebaran
infeksi
8. Untuk mengawasi keefektifan obat
9. Mencegah terjadinya infeksi dan
penularan
d. Trauma / penghentian nafas, resiko tinggi yang meliputi :
1) Penyakit saat ini/proses cedera
2) Tergantung pada alat dari luar (sistem drainase dada)
3) Kurang pendidikan keamanan atau pencegahan.
Tujuan :
Penghentian nafas / trauma tidak terjadi dengan kriteria :
Mengenal kebutuhan/mencari bantuan untuk mencegah komplikasi
Pemberi perawatan akan memperbaiki/menghindari lingkungan dari bahaya fisik
Intervensi Rasional1 2
1. Kaji dengan klien tujuan/fungsi unit drainase,
catat gambaran keamanan
2. Pasangkan kateter thoraks ke dinding dada
dan berikan panjang selang ekstra sebelum
memindahkan atau mengubah posisi klien
dengan mengamankan sisi sambungan selang
dan memberi bantalan pada sisi dengan
kassa/plester
3. Amankan unit drainase pada tempat tidur
klien
4. Berikan transportasi aman bila klien akan
dikirim keluar unit untuk tujuan diagnostik.
Sebelum memindahkan periksa botol untuk
batas cairan yang tepat, ada/tidaknya
gelembung, pasang surut, perlu/tidaknya
selang diklem.
1. Informasi bagaimana sistem bekerja
memberikan keyakinan menurunkan
ansietas klien
2. Mencegah terlepasnya selang atau
terlipat dan menurunkan nyeri, serta
melindungi kulit dari iritasi
3. Mempertahankan posisi duduk tinggi
dan menurunkan resiko kecelakaan
jatuh/unit pecah
4. Meningkatkan kontinuitas evakuasi
optimal cairan/udara selama pemindahan
5. Memberikan pengenalan dini dan
5. Awasi sisi lubang pemasangan selang, catat
kondisi kulit, karakteristik drainase dari
sekitar kateter. Ganti penutup kassa steril
sesuai kebutuhan.
6. Anjurkan klien untuk menghindari berbaring
atau menarik selang
7. Identifikasi perubahan, contoh bunyi
gelembung, nyeri dada.
8. Observasi tanda distres pernafasan bila
kateter torak lepas/tercabut
pengobatan erosi /infeksi kulit
6. Menurunkan resiko obstruksi drainase/
terlepasnya selang
7. Intervensi tepat waktu dapat mencegah
komplikasi serius.
8. Kondisi akan memperburuk karena
mempengaruhi fungsi pernafasan dan
memerlukan intervensi darurat.
e. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan : kelemahan, sering
batuk/produksi sputum; anoreksia, dispneu, ketidakcukupan sumber keuangan
Tujuan :
Nutrisi terpenuhi dengan kriteria :
Berat badan meningkat mencapai tujuan dengan nilai laboratorium normal dan bebas
dari tanda malnutrisi
Perubahan pola hidup untuk meningkatkan berat badan yang tepat.
Intervensi Rasional1 2
1. Catat status nutrisi klien pada
penerimaan, turgor kulit, berat
badan dan derajat kekurangan berat
badan, integritas mukosa oral,
kemampuan menelan, adanya tonus
usus, riwayat mual muntah atau
1. Berguna dalam mendefinisikan
derajat/luasnya masalah dan pilihan
yang tepat
diare
2. Pastikan pola diet klien yang disukai
atau tidak disukai
3. Awasi masukan/pengeluaran dan
berat badan secara periodik
4. Monitor terjadinya anoreksia, mual,
muntah dan catat kemungkinan
hubungan dengan obat, awasi
frekuensi, volume dan konsistensi
feses
5. Berikan perawatan oral sebelum dan
sesudah tindakan pernafasan
6. Dorong makan sedikit tapi sering
dengan makanan tinggi karbohidrat
dan protein
7. Kolaborasi pemberian diet untuk
klien dengan tbc
8. Konsul dengan terapi pernafasan
untuk jadwal pengobatan 1-2 jam
sebelum makan
9. Awasi pemeriksaan laboratorium,
contoh bun, protein serum, dan
albumin
10. Berikan antipiretik tepat
2. Mengidentifikasi kebutuhan khusus
3. Mengukur keefektifan nutrisi dan
cairan
4. Mengidentifikasi area pemecahan
masalah untuk pemasukan nutrient
5. Menambah rasa nyaman
6. Memaksimalkan pemenuhan nutrisi
7. Membantu perencanaan diet dengan
nutrisi yang adekuat untuk kebutuhan
metabolik dan diet
8. Menurunkan insiden mual dan muntah
sehubungan dengan efek pengobatan
9. Nilai rendah menunjukkan kebutuhan
intervensi/perubahan program terapi
10.Demam meningkatkan kebutuhan
metabolik dan juga konsumsi kalori
4. Daftar Pustaka
1) Marilynn, E, Doenges., dkk, (1999: 195)2) Suzane C. Smeltzer, Alih Bahasa : Monica Ester, (2001:593)3) Barbara Engram ( 1999: 74)