laporan patgul 3

33
Laporan Praktikum Hari, tanggal : Kamis, 16 – 30 April 2015 Teknologi Pati, Gula, Golongan : P4 Dan Sukrokimia Dosen : Dr. Ir. Sapta Raharja, DEA Asisten : 1. Ana Makrifatul Z F34110127 2. Nurlela F34110129 PRODUKSI DAN KARAKTERISASI PATI DAN TEPUNG TERMODIFIKASI Sopyan Nurkarim (E14120078) Icha Pebriyanti (F34120107) Amanda Dwi Gebrina (F34120110) DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Upload: icha-pebriyanti

Post on 18-Sep-2015

125 views

Category:

Documents


24 download

DESCRIPTION

Pati, Gula dan Sukrokimia 2

TRANSCRIPT

Teknologi Pati, Gula, dan Sukrokimia

Laporan PraktikumHari, tanggal: Kamis, 16 30 April 2015 Teknologi Pati, Gula,Golongan: P4Dan SukrokimiaDosen: Dr. Ir. Sapta Raharja, DEA

Asisten

:

1. Ana Makrifatul Z

F341101272. Nurlela

F34110129

PRODUKSI DAN KARAKTERISASI PATI DAN TEPUNG TERMODIFIKASI

Sopyan Nurkarim

(E14120078)

Icha Pebriyanti

(F34120107)

Amanda Dwi Gebrina

(F34120110)

DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2015PENDAHULUAN

Latar BelakangPati dan tepung merupakan zat gizi penting dalam kebutuhan konsumsi pangan sehari-hari. Sekitar 80% kebutuhan energi manusia didunia disuplai oleh karbohidrat. Karbohidrat ini dapat dipenuhi dari sumber seperti biji-bijian (jagung, padi, gandum), umbi-umbian (ubi kayu, ubi jalar, kentang) dan batang (sagu) sebagai tempat penyimpanan pati yang merupakan cadangan makanan bagi tanaman. Salah satu sumber karbohidrat yang dikonsumsi masyarakat Indonesia adalah singkong atau kasava. Selain sebagai produk pangan yang sangat beragam, kasava juga digunakan sebagai pakan ternak. Melihat banyaknya penggunaan singkong sebagai sumber karbohidrat, potensi produksi kasava atau ubi kayu sangat besar untuk dimanfaatkan sebagai pendukung ketahanan pangan dengan didukung oleh ketersediaan bahan baku yang melimpah. Pengolahan ubi kayu menjadi tepung memungkinkan lebih awet, lebih ringkas dan lebih mudah diangkut, serta lebih luwes untuk diolah. Untuk memperluas penggunaan tepung kasava, perlu pengembangan teknologi produksi tepung bermutu yang dapat dimanfaatkan dalam berbagai olahan makanan.

Pati memegang peranan penting dalam industri pengolahan pangan. Pati secara luas juga dipergunakan dalam industri seperti kertas, lem, tekstil, permen, glukosa, dekstrosa, sirop fruktosa, dan lain-lain. Pati alami seperti tapioka, pati jagung, sagu dan pati-patian lain mempunyai beberapa kendala jika dipakai sebagai bahan baku dalam industri pangan maupun non pangan. Jika dimasak pati membutuhkan waktu yang lama (hingga butuh energi tinggi), juga pasta yang terbentuk keras dan tidak bening. Disamping itu sifatnya terlalu lengket dan tidak tahan perlakuan dengan asam. Kendala-kendala tersebut menyebabkan pati alami terbatas penggunaannya dalam industri. Padahal sumber dan produksi pati-patian di negara kita sangat berlimpah, yang terdiri dari tapioka (pati singkong), pati sagu, pati beras, pati umbi-umbian selain singkong, pati buah-buahan (misalnya pati pisang) dan banyak lagi sumber pati yang belum diproduksi secara komersial.

Industri pengguna pati menginginkan pati yang mempunyai kekentalan yang stabil baik pada suhu tinggi maupun rendah, mempunyai ketahanan yang baik terhadap perlakuan mekanis, dan daya pengentalannya tahan pada kondisi asam dan suhu tinggi. Akan tetapi karena kendala-kendala tersebut, penggunaan pati alami sangat terbatas di industry. Oleh karena itu, dilakukan modifikasi terhadap pati. Modifikasi tersebut dilakukan untuk menghasilkan pati dengan karakteristik yang diinginkan kebanyakan oleh industry, seperti tahan panas, tahan asam, larut dalam air, memiliki viskositas rendah, sifat-sifat yang tidak dimiliki oleh pati alami. Oleh karena itu, praktikum ini dilaksanakan untuk melakukan modifikasi terhadap tepung kasava dan pati, serta melakukan karakterisasi pada tepung kasava dan pati hasil modifikasi tersebut.TujuanTujuan praktikum kali ini adalah untuk melakukan modifikasi pada tepung kasava dan pati, mengetahui jenis-jenis tepung modifikasi dari kasava, dan pati termodifikasi, serta melakukan karakterisasi tepung kasava dan pati termodifikasi.METODOLOGIAlat dan BahanAlat yang digunakan untuk praktikum modifikasi tepung kasava adalah pisau, tampah, baskom, alat pengukus, panci, kompor, alat pengering, dan alat penggiling. Bahan yang digunakan adalah umbi, dry yeast, bakteri asam laktat dan garam dapur. Untuk praktikum pati termodifikasi, Bahan yang digunakan untuk membuat pati termodifikasi adalah pati singkong, pati ubi jalar, pati kentang, pati jagung, pati pisang. Sedangkan alat yang digunakan yaitu gelas piala, pengaduk, drum dryer, ayakan tepung, baskom, fluidized bed drier, penggorengan, kompor, loyang dan blender.

Metodologi1. Proses Pembuatan Tepung

Tepung umbi dan pisang

Tepung serealia

2. Proses Ekstraksi Pati

Pati umbi-umbian

Pati pisang

Pati leguminosa

Pati beras ketan hitam

3. Modifikasi Tepung Kasava

Tepung Kasava Termodifikasi

Partial parboiling cassava Flour (Rava)

Farina

Gari

Gaplek

4. Pati termodifikasi

Pati tergelatinisasi

Pati pregelatinisasi (-starch)

Quick cooking rice

Pirodekstrin

Heat- moisture treated starch

5. Uji Karakteristik

Uji Iod

Bentuk granula

Suhu gelatinisasi

Kejernihan pasta

Apparent viscosity

Kelarutan dan swelling power

Uji kadar pati

Uji rendemen

6. Uji hedonik

HASIL DAN PEMBAHASANHasil Pengamatan[Terlampir]

Pembahasan1. Modifikasi Tepung Kasava

Pada umumnya tepung kasava digunakan untuk dijadikan sebagai bahan dasar suatu produk tertentu seperti pembuatan tiwul, mie instan dan aneka macam kue, selain itu juga tepung kasava dapat digunakan sebagai pengganti tepung terigu karena tepung kasava memiliki nilai ekonomis yang tinggi. Tepung kasava dapat dijadikan sebagai bahan pengganti tepung terigu hal ini dikarenakan tepung kasava memiliki beberapa keunggulan dibandingkan dengan tepung biasa. Kelebihan tepung kasava diantaranya adalah tepung kasava memiliki warna putih yang lebih bersih, tekstur yang lebih halus dan kurang nya rasa pahit dibandingkan dengan tepung biasa lalu selanjutnya tepung kasava memiliki daya simpan yang lebih lama dibandingkan dengan tepung biasa, tepung kasava memiliki tingkat elistisitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan tepung biasa sehingga akan lebih mudah untuk mengembang ketika dijadikan bahan baku pada pembuatan kue, tepung kasava sudah mengalami perbaikan mutu sehingga memiliki banyak zat gizi dibandingkan dengan tepung biasa hal ini dikarenakan bahan dasar yang digunakan dalam pembuatan tepung kasava itu sendiri yaitu ubi kayu atau singkong, kandungan gizi yang terdapat didalam kandungan kasava seperti fosfor, kalsium, dan serat dan yang terakhir adalah didalam tepung kasava terdapat kandungan fitoesterogen yang berfungsi untuk mencegah proses menopose dini pada wanita dan juga tepung kasava tidak mengandung gluten yang berbahaya apabila dikonsumsi oleh penderita autisme (Balai Pascapanen pertanian 2002).

Pengembangan teknologi tepung dengan menggunakan bahan dasar ubi kayu atau singkong dapat dilakukan dengan bermacam-macam, dalam praktikum kali ini tepung modifikasi kasava diolah menjadi tepung kasava termodifikasi, rava, gari, farina, dan gaplek. Tepung kasava termodifikasi merupakan suatu suatu proses pembuatan produk setengah jadi yang berbahan dasar ubi kayu yang mana dalam pembuatannya menggunakan proses biologis. Penggunaan proses biologi dalam pembuatan tepung kasava termodifikasi digunakan untuk dapat memperbaiki mutu sehingga memiliki kandungan protein yang tinggi. Cara pembuatan tepung modifikasi kasava adalah tahap pertama umbi dibersihkan lalu setelah itu umbi dikuliti dan dipotong kecil-kecil. Proses biologi yang terdapat dalam pembuatan tepung kasava termodifikasi tejadi pada saat umbi yang telah dipotong-potong kecil lalu direndam selama 24 jam dengan tambahan starter bakteri asam laktat dan juga yeast dimana kedua starter tersebut berfungsi sebagai proses fermentasi. Setelah bahan direndam maka bahan diangkat lalu dikeringkan dan kemudian diayak.

Rava merupakan tepung modifikasi yang dilakukan dengan menggunakan proses perebusan sehingga memiliki kandungan kadar air yang tinggi. Pengaplikasian rava dapat digunakan untuk dijadikan sebagai bahan dasar berbagai macam makanan. Proses pembuatan rava adalah dengan cara umbi dibersihkan terlebih dahulu dengan cara proses pencucian lalu setelah itu umbi dipotong-potong dengan ukuran yang kecil lalu dilakukan perebusan agar umbi terjadi gelatinisasi parsial sehingga granula mengembang, perebusan dilakukan selama 5 menit kemudian diangkat dan dilakukan pengeringan yang kemudian dihancurkan dan diayak sehingga menghasilkan butiran (Balagopalan, et al. 1988).

Gari merupakan suatu tepung modifikasi berupa makanan yang memiliki bentuk butiran dengan warna putih dan juga krem proses modifikasi ini dilakukan dengan adanya fermentasi. Cara pembuatan gari adalah dengan cara umbi diparut lalu pulp umbi dibungkus dengan menggunakan kain, pembungkusan pulp dengan menggunakan kain selama 3 hari dilakukan agar terjadi proses fermentasi. lalu setelah terjadi fermentasi maka kain dibuka dan pulp dikeringkan yang kemudian digiling dan diayak.

Farina merupakan tepung modifikasi dengan memanfaatkan ampas ubi kayu yang termodifikasi. Tahap pembuatan farina adala umbi dibersihkan dengan cara pencucian lalu selanjutnya umbi diparut sehingga terjadi proses ekstraksi. Hasil umbi yang telah diparut lalu selanjutnya diperas hal ini akan berfungsi untuk dapat menguaru kandungan kadar air yang terkandung, baru setelah ini ampas umbi disangrai yang berfungsi untuk dapat mengeringkan.

Kemudian, gaplek merupakan bahan makanan yang tergolong populer sehingga gaplek dikelompokan menjadi 5 kelompok yaitu gaplek chips, gaplek kubus, gaplek tepung, gaplek pelet dan gaplek gelondong. Gaplek chips digunakan sebagai bahan industri dekstin, glukosa dan juga pati sedangkan gaplek gelondong dan gaplek pelet digunakan pada bahan baku ternak, dan yang terakhir gaplek tepung digunakan dalan bahan makanan. Proses pembuatan gaplek adalah umbi dicuci kemudian dipotong kecil-kecil dan direndam dengan menggunakan larutan garam, perendaman larutan garam berfungsi untuk dapat mengurangi kadar air lalu dilakukan pengeringan dan diayak.

Kadar pati merupakan suatu kualitas dan kriteria mutu dari pati murni yang dihasilkan untuk dapat mengetahui kadar pati maka dilakukan uji DNS. Pengujian kadar pati berfungsi untuk dapat mengetahui seberapa besar besar kandungan pati yang terkandung. Granula pati terbentuk dari lapisan tipis yang berasal dari molekul-molekul pati yang tersusun secara terpusat (Greenwood 1970). Pati termodifikasi merupakan pati yang hidroksilnya telah lewat suatu reaksi kimia yaitu dengan cara oksidasi atau sterifikasi dan esterifikasi sehingga dapa mengganggu struktur asalnya. Pada pati termodifikasi pati diberikan perlakuan yang berfungsi untuk dapat menghasilkan sifat yang lebih baik dan memperbaiki sifat yang sebelumnya. Pemberian perlakuan pada pati dapat dilakukan dengan menambahkan alkali, asam, perlakuan panas dan zat pengoksidasian (Heiman 1980). Pati termodifikasi dilakukan guna memperbaiki sifat dari pati sebelumnya selain itu juga berfungsi agar pati dapat larut dalam air dingin dan tidak akan membentuk gel maupun pasta, selain itu juga berfungsi untuk dapat mengurangi viskositas dari pati mentah sehingga dapat dimasak dan juga dapat diberikan pada konsentrasi tinggi (Robyt 1984).

Pengaplikasian tepung kasava sudah digunakan dalam berbagai macam produk pangan diantaranya adalah produk kacang dua kelinci yang terdapat disukabumi, lalu selanjutnya adalah aneka makanan seperti pembuatan aneka macam kue dan juga dapat digunakan sebagai bahan sumber utama pada pembuatan mie, tepung kasava juga dapat digunakan sebagai pembuatan bihun yang dilakukan oleh tiga pilar sejahtera. Pada pembuatan tepung modifikasi kasava terdapat beberapa uji yang dilakukan, uji pertama yang dilakukan adalah rendemen yang dihasilkan yang mana rendemen bernilai 100%. Semakin tinggi nilai suatu rendemen maka semakin banyak pula tepung yang dihasilkan sehingga memiliki mutu yang baik. Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi banyak nya rendemen yang dihasilkan diantaranya adalah kadar air tepung. Kadar air yang diperbolehkan pada tepung sebesar 12%. Selanjutnya, luas permukaan juga mempengaruhi rendemen semakin besar luas permukaan maka semakin tinggi juga rendemen yang dihasilkan.

Berdasarkan data yang diperoleh dari hasil paktikum dapat diambil kesimpulan bahwa tepung modifikasi kasava yang memiliki rendemen tertinggi adalah tepung gaplek sebesar 53,96%, lalu selanjutnya rava sebesar 32,43% , mocaf dry yeast sebesar 31,77% , tepung gari sebesar 25,31 % dan tepung mokav dengan starter bakteri asam laktat sebesar 19.66%. Kandungan rendemen yang sedikit pada tepung mokav dengan starter bakteri asam laktat dikarenakan luas permukaan umbi yang tidak luas dan juga kandungan kadar air yang terbilang masih tinggi sehingga menghasilkan pemanasan yang kurang merata yang menghasilkan rendemen yang sedikit.

2. Pati Termodifikasi

Pati termodifikasi didefinisikan sebagai pati yang telah modifikasi baik secara kimia, fisika, maupun enzimatik. Modifikasi yang biasa digunakan adalah hidrolisis asam, oksidasi, substitusi, dan ikatan silang. Modifikasi ini akan menyebabkan terbentuknya ikatan-ikatan baru antara molekul-molekul penyusun di dalam pati itu sendiri (inter-molecular linkage) atau di antara molekul pati yang satu dengan molekul pati lainnya (intra-molecular linkage) (Sunarti, dkk 2013).

Pati alami (belum dimodifikasi) mempunyai beberapa kelemahan pada karakteristiknya yaitu tidak larut dalam air dingin, membutuhkan waktu yang lama dalam pemasakan, pasta yang dihasilkan cukup keras, dan mempunyai kestabilan yang rendah. Dengan berbagai kekurangan tadi, maka dikembangkan berbagai modifikasi terhadap pati yang diharapkan dapat memenuhi kebutuhan pasar (industri) yang berbeda-beda tersebut. Modifikasi pati dilakukan dengan tujuan untuk menghasilkan sifat yang lebih baik dari sifat pati sebelumnya atau untuk merubah beberapa sifat yang diharapkan agar dapat memenuhi kebutuhan tertentu. Pati modifikasi merupakan pati yang diberi perlakuan tertentu agar dihasilkan sifat yang lebih baik untuk memperbaiki sifat sebelumnya, terutama sifat fisikokimia dan fungsionalnya atau untuk mengubah beberapa sifat lainnya (Saguilan, et al. 2005). Modifikasi pati dilakukan dengan tujuan untuk memperoleh pati yang sesuai dengan karakteristik produk pangan dan meningkatkan sifat fungsionalnya. Hal ini dilakukan karena pati alam (pati tanpa perlakuan modifikasi) memiliki keterbatasan dari segi sifat fisik dan kimia untuk diaplikasikan pada produk pangan tertentu. Beberapa keunggulan pati modifikasi dibandingkan dengan pati alami, antara lain pati modifikasi dapat memiliki sifat fungsional yang tidak dimiliki oleh pati alami, pati modifikasi lebih luas penggunaannya dalam skala industri besar, serta pati modifikasi memiliki sifat yang lebih konsisten dibandingkan pati alami yang memudahkan pengontrolan dan pembuatan produk dengan kualitas bagus. Dewasa ini metode yang banyak digunakan untuk memodifikasi pati adalah dengan cara hidrolisis, modifikasi pati secara kimia dan modifikasi pati secara fisika. Setiap metode modifikasi pati menghasilkan pati termodifikasi dengan sifat yang berbeda-beda (Anonim 2006). Modifikasi pati secara hidrolisis dapat dilakukan dengan penambahan asam atau enzim. Metode hidrolisis menggunakan asam memiliki kelemahan diantaranya tidak ramah lingkungan, karena residu yang dihasilkan dari proses hidrolisis asam akan mencemari lingkungan. Hidrolisis asam juga bersifat toksik apabila terhirup dalam waktu yang lama sehingga terakumulasi dalam tubuh dan menyebabkan berbagai penyakit. Proses hidrolisis menggunakan katalis asam hanya menghidrolisis secara acak dan juga memerlukan suhu yang sangat tinggi, yaitu 120oC-160oC agar hidrolisis dapat terjadi. Berdasarkan kelemahan tersebut proses hidrolisis pati menggunakan asam jarang digunakan. Metode hidrolisis pati yang lebih sering digunakan adalah secara enzimatis dengan menggunakan enzim. Enzim yang digunakan adalah amilase, seperti -amilase yang dapat menghidrolisis ikatan -1,4-glikosida secara spesifik (Assegaf 2009).

Proses Modifikasi Pati dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu ukuran partikel, temperatur, waktu reaksi, dan perbandingan berat air terhadap pati. Dalam proses modifikasi pati, ukuran partikel berpengaruh terhadap laju reaksi. Semakin kecil ukuran pati maka semakin cepat reaksi berlangsung karena ukuran partikel yang kecil akan meningkatkan luas permukaan serta meningkatkan kelarutan dalam air (Saraswati 2006). Kemudian pengaruh temperatur secara umum temperatur berhubungan dengan laju reaksi. Makin tinggi temperatur, maka reaksi akan berlangsung lebih cepat. Hal ini disebabkan konstanta laju reaksi meningkat seiring meningkatnya temperatur operasi.

Waktu reaksi berpengaruh terhadap tekstur pati yang dihasilkan. Waktu reaksi yang terlalu cepat mengakibatkan reaksi belum berjalan sempurna, sedangkan jika waktu reaksi terlalu lama mengakibatkan terkstur yang kasar. Hal ini terjadi karena semakin lama waktu reaksi maka semakin banyak dinding sel singkong yang pecah sehingga terjadi pelubangan dari granula pati termodifikasi, hal ini menyebabkan permukaan yang tidak rata pada granula pati tersebut sehingga tekstur yang dihasilkan kasar.

Pati pregelatinisasi atau Pregelatinized Starch, adalah pati termodifikasi yang diproses dengan cara paling sederhana, yang dilakukan dengan cara memasak pati di dalam air sehingga tergelatinisasi sempurna, kemudian mengeringkan pasta pati yang dihasilkan dengan menggunakan Spray Dryer atau Drum Dyer. Karena sudah mengalami gelatinisasi, maka pati pregelatinisasi tidak lagi memiliki penampakan granula pati. Pregelatinisasi pati mempunyai sifat umum yaitu terdispersi dalam air dingin. Parameter pengeringan seperti rol dan gap antar rol dapat mempengaruhi sifat dan karakteristik dari pati yang diperoleh seperti, produk yang halus dan lembut memberikan viskositas yang tinggi dari dispersi tetapi cenderung menyerap air terlalu cepat menyebabkan produk menjadi lembek, hal ini dapat dicegah dengan pemberian hidrofobik agent pada partikel. Bentuk dan karakteristik densitas mempengaruhi karena terbentuknya lapisan yang tebal dan padat serta mempunyai tingkat absorbsi air yang rendah, viskositas pasta panas yang tinggi dan viskositas pasta dingin yang rendah.

Quick Cooking Rice atau disebut juga nasi instan, nasi cepat saji atau beras pasca tanak, dibuat dengan tujuan untuk mempercepat waktu pemasakan. Produk ini dibuat disebabkan oleh persiapan nasi yang begitu lama untuk golongan masyarakat tertentu, terutama yang sibuk, menjadi penghambat utama sehingga mereka malas memasak nasi. Selain itu, karena produk ini juga dapat dikonsumsi saat darurat dan dibutuhkan penyediaan yang cepat, misalnya pada saat perang. Jenis beras produk ini mempunyai ciri khas yaitu butir-butir berasnya dibuat porous (berpori-pon) sehingga air panas atau uap lebih cepat masuk ke dalamnya yang mengakibatnya waktu menjadi masak menjadi jauh lebih cepat. Teknologi bagaimana membuat beras menjadi porous dan cara pengeringannya menentukan jenis dan mutu nasi instan yang dihasilkan. Nasi yang telah dikeringkan masih mampu menyerap air kembali dalam jumlah yang besar. Sifat inilah yang digunakan dalam pembuatan nasi dan bubur instan dengan cara memasak lebih dahulu nasi sampai tanak lalu dikeringkan. Nasi cepat masak harus dapat disiapkan dalam waktu 3 sampai 5 menit dan cara persiapannya harus sederhana. Setelah dimasak, produk tersebut harus sesuai dengan nasi biasa dalam hal rasa, aroma dan tekstur atau keempukannya. Sifat lainnya adalah harus tinggi nilai gizinya (sama dengan nasi biasa), komposisinya seimbang dan mudah diproduksi dalam jumlah banyak (Anonim 2013).

Beras instan tersebut dibuat dengan cara pemasakan pada suhu dan tekanan yang tinggi kemudian dikeringkan. Dengan cara demikian produk yang diperoleh dapat direkonstitusi atau dibuat menjadi nasi matang hanya dengan penambahan air mendidih dalam waktu 5 menit. Adapun pembuatannya sebagai berikut, mula-mula beras direndam dalam air pada suhu kamar selama 30 menit. Perendaman ini akan meningkatkan kadar air beras menjadi 30%. Kemudian dilanjutkan dengan pengukusan selama 15 menit, sehingga kadar airnya lebih meningkat lagi menjadi 65-70%. Selanjutnya dilakukan penirisan, pendinginan, dan pencucian dalam air dingin selama 1-2 menit dan dihamparkan untuk dikeringkan. Ruang pengering harus mempunyai suhu yang relative tinggi dengan udara yang mengalir di dalamnya. Suhu yang digunakan adalah 140oC dengan kecepatan aliran udara yang melewati beras 61 m/menit. Pengeringan dilakukan sapai kadar air beras menjadi 8-14%. Kondisi pengeringan dalam hal ini suhu dan kecepatan aliran udara sangat penting untuk menghasilkan struktur nasi kering yang berpori. Pengering yang digunakan pada praktikum adalah fluidized bed drier karena pengering ini sesuai dengan kriteria di atas.

Dekstrin adalah molekul polisakarida yang memiliki rata-rata bobot molekul di antara pati dan maltodekstrin. Dekstrin berbentuk zat amorf berwarna putihsampai kekuning-kuningan (SNI 1989). Dekstrin merupakan produk degradasi patisebagai hasil hidrolisis tidak sempurna pati dengan katalis asamatau enzimpadakondisi yang dikontrol. Dekstrin umumnyaberbentuk bubuk dan berwarna putihsampai kuning keputihan.

Pembuatan dekstrin dapat dilakukandengan tigamaca proses yaitu proseskonversi basah dengan katalis asam, proseskonversi basah denganenzim serta proseskonversi kering. Proses konversibasah dengan katalis asamdilakukan dengan caramemanasakan bubur pati dalamlarutan asamsecara perlahan-lahan, sampai derajatkonversi yang diinginkan tercapai. Kemudianyang dihasilkan dinetralisasi dan segeradikerinngkan pada rol panas atauSpray Dryer. Proses konversi basah dengan enzimdilakukan dengan menggunakan enzim-amilase pada larutan pati untuk menghidrolisis pati menjadi molekul-molekul patidengan berat molekul yang lebih rendah. Diindustri, pembuatan dekstrin dengancara konversi basah dengan menggunakanenzimdilakukan dengan meningkatkansuhu secara perlahan-lahan serta denganmenambahkan enzim secara periodik dalamjumlah sedikit. Sedangkan pembuatandekstrin dengan cara konversi kering dapatdilakukan dengan memanaskan pati secara kering (menyangrai) pada suhu 79-190Cselama 3-24 jam. Selamapemanasan biasanya ditambahkan pula sejumlah kecilkatalis asam seperti HCl. Dekstrin yang diperolehdengan proses ini disebut pirodekstrin.Dekstrin dari hidrolisis asamatau pemanasan kering pada umumnya diklasifikasikanberdasarkan tingkat hidrolisisnya menjadi dekstrin putih, dekstrin kuning, dan BristhGum.

Penggunaan Drum Dyer dan Fluidized Bed Dryer sebagai alat pengering akan dapat merubah sifat pati termodifikasi yang dihasilkan. Proses pengeringan dengan menggunakan Drum Dyer juga mempengaruhi perubahan bentuk granula pati. Dengan pengeringan Drum Dyer, pati termodifikasi mengalami pemanasan kembali di suhu 80-100oC dan dengan adanya gaya mekanis proses pengeringan mengakibatkan granula pati termodifikasi menjadi semakin pecah (Ade Irma 2008).

Fluidized Bed Dryer digunakan untuk mengeringkan bahan berbentuk butiran. Pada alat ini, udara panas dihembuskan melalui dasar partikel makanan dengan kecepatan yang tinggi untuk mengatasi kekuatan gravitasi dalam produk dan mempertahankan partikel dalam bentuk suspensi (Jayaraman dan Gupta 1995). Menurut Hariyadi et al. (2000) menjelaskan prinsip kerja pengering fluidized bed adalah udara panas yang berasal dari heater electric dialirkan dengan bantuan fan. Aliran udarabergerak dengan tipe vertikel, dimana udara panas digerakkan dengan kecepatan tinggi sehingga akan menggerakkan partikel bahan yang dikeringkan. Proses tersebut akan mengakibatkan seluruh permukaan bahan bersentuhan dengan udara panas. Keuntungan dari pengering jenis ini adalah intensitas pengering dan efisiensi suhu tinggi, pengawasan mutu seragam dan teliti, lama pengeringan bahan dapat diubah-ubah, waktu pengeringan lebih singkat dibandingkan dengan tipe pengering lainnya.

Pati termodifikasi banyak digunakan dalam bidang industri, misalnya industri pangan, industri kertas dan industri farmasi. Pada industry pangan, Pati pregelatinisasi di antaranya dapat digunakan untuk formulasi makanan bayi dan pudding. Menurut Kusworo (2006) pati termodifikasi banyak digunakan dalam pembuatan salad cream, mayonnaise, saus kental, jelly marmable, produk-produk konfeksioneri (permen dan coklat), breaded food, lemon curd, dan pengganti gum arab. Pada industri kertas, biasanya pati termodifikasi yang digunakan untuk beater sizing, wet-end, surface sizing, dan surface coating berasal dari pati termodifikasi tepung tapioka.

Suhu gelatinisasi adalah suhu pada saat granula pati pecah. Suhu gelatinisasi berbedabeda bagi setiap jenis pati dan merupakan suatu kisaran. Pada umbi-umbian seperti kentang, ubi jalar, singkong memiliki suhu gelatinisasi berkisar antara 60-80oC, bersifat elastis, mudah rusak dan memiliki penampakan yang translucent ketika dingin. Pati biji-bijian memiliki suhu gelatinisasi yang lebih tinggi, yaitu 95oC, berbentuk gel dan ketika dingin memiliki penampakan yang opaque (Eckonopianto 2009). Kejernihan pasta merupakan salah satu parameter untuk menentukan kualitas pasta berdasarkan penampakan visual terkait pada sifat jernih atau buram dari pasta yang dihasilkan. Uji kelarutan sangat penting dilakukan dalam berbagai aplikasi industri pangan dan non pangan. Nilai kelarutan pati ini berguna untuk menentukan jumlah optimal pati yang digunakan dalam proses produksi, sehingga penggunaan pati berlebih dapat dihindari dan dapat menghasilkan produk yang diinginkan. Setiap jenis pati mempunyai kelarutan yang berbeda-beda maka sifat kelarutan ini merupakan salah satu cara untuk mengidentifikasi jenis pati yang dapat digunakan pada suatu produksi industri. Swelling power merupakan kenaikan volume dan berat maksimum pati selama mengalami pengembangan di dalam air. Swelling power menunjukkan kemampuan pati untuk mengembang dalam air. Swelling power yang tinggi berarti semakin tinggi pula kemampuan pati mengembang dalam air. Nilai swelling power perlu diketahui untuk memperkirakan ukuran atau volume wadah yang digunakan dalam proses produksi sehingga jika pati mengalami swelling, wadah yang digunakan masih bisa menampung pati tersebut.

Setelah dilakukan pembuatan pati termodifikasi, kemudian dilakukan uji terhadap karakteristik pati tersebut. Uji karakteristik yang dilakukan pada praktikum ini yaitu pengamatan uji iod, bentuk granula pati dan kejernihan pasta. Dari hasil pengamatan, didapatkan bentuk granula pati yang berbeda-beda dari tiap produk pati modifikasi yang dibuat. Secara keseluruhan, bentuk granula pati dari produk pati yang dibuat, antara lain pati pregelatinisasi -starch, pati pregelatinisasi suhu 50oC dan 60oC, Quick Cooking Rice, Heat Moisture Treated Starch, dan pirodekstrin, berupa granula dengan bentuk yang tidak beraturan, dan tidak memiliki bentuk yang jelas (clear shape). Bentuk-bentuk granula tersebut dapat dilihat pada lampiran. Ukuran granula pada pati termodifikasi lebih besar dibandingkan dengan pati alami, akan tetapi perbedaan ukurannya kecil (Cluskey 1980).

Selanjutnya pengamatan terhadap kejernihan pasta. Kejernihan dipengaruhi oleh ISSP (insoluble starch particles) dalam pati. ISSP adalah partikel-partikel pati yang tersusun atas sejumlah besar amilosa yang saling bergandengan membentuk rantai lurus (linear). Kandungan ISSP di dalam pati dipengaruhi oleh tanaman penghasilnya dapat terbentuk jika campuran antara -amilase dan pati mendapat perlakuan pemanasan secara bertahap.

Pengujian terhadap tingkat kejernihan pasta pati dapat dilakukan dengan mengukur nilai transmisi cahaya yang dilewatkan melalui sampel. Alat yang digunakan untuk mengukur kejernihan pasta adalah spektrofotometer yang dinyatakan dengan persentase transmisi. Nilai yang dibaca terhadap pasta adalah persen transmitan. Transmitan adalah banyaknya cahaya yang dilewatkan oleh suatu zat. Semakin tinggi nilai persen transmitan yang terbaca maka pasta yang diukur semakin jernih. Pada praktikum ini digunakan alat spektrofotometer untuk menguji kejernihan pasta pati. Didapatkan nilai transmitan pada uji sebagai berikut, pati pregelatinisasi (-starch) sebesar 86,5; pati pregelatinisasi suhu 50oC sebesar 85; pati pregelatinisasi suhu 60oC 81,4; Heat Moisture Treated Starch sebesar 86,3; dan pirodekstrin sebesar 85. Didapatkan nilai transmitan terbesar pada pati pregelatinisasi (-starch) dan terendah pada pati pregelatinisasi suhu 60oC. Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa nilai kejernihan pati paling tinggi terdapat pada pati pregelatinisasi (-starch), karena nilai transmitan yang tinggi menunjukkan banyak cahaya yang dapat dilewatkan pada sampel tersebut. Sedangkan nilai transmitan rendah pada pati pregelatinisasi suhu 60oC menunjukkan sedikit cahaya yang dilewatkan pada sampel tersebut.PENUTUP

KesimpulanPati hanya tersusun dari dua fraksi yaitu amilosa dan amilopektin. Sedangkan tepung dapat tersusun dari pati, protein maupun polimer-polimer dan senyawa yang lain. Jadi dapat disimpulkan bahwa pati merupakan salah satu komponen penyusun tepung. Data yang diperoleh menunjukkan bahwa rendemen tertinggi terdapat pada pati ketan hitam. Sedangkan rendemen terendah terdapat pada pati pisang. Hal ini menunjukkan bahwa ketan hitam memiliki kadar air terendah dan pisang memiliki kadar air tertinggi. Semakin besar rendemen yang diperoleh maka kadar airnya semakin rendah. Dan sebaliknya apabila rendemen semakin rendah maka kadar airnya semakin tinggi. Pati atau amilum adalah karbohidrat kompleks yang tidak larut dalam air, berwujud bubuk putih, tawar dan tidak berbau. Pati merupakan bahan utama yang dihasilkan oleh tumbuhan untuk menyimpan kelebihan glukosa (sebagai produk fotosintesis) dalam jangka panjang. Dari hasil yang diperoleh, dapat disimpulkan bahwa dari keenam bahan yang dijadikan pati yaitu singkong, ubi jalar, kentang, pisang, kacang hijau, dan ketan hitam. Didapati bahwa ketan hitam mempunyai rendemen yang paling tinggi sehingga sangat efisien untuk digunakan dalam pembuatan pati.Pada sub praktikum MOCAF atau Modified Cassava Flour dibuat 6 jenis MOCAF, yaitu MOCAF dry yeast, MOCAF BAL, Partial Preboiling Cassava, Farina, Gari dan Gaplek. Hasil rendemen masing-masing MOCAF berbeda karena perbedaan metode pembuatannya. Rendemen MOCAF tertinggi adalah tepung gaplek sebesar 53,96%, dan terendah adalah tepung mokav dengan starter bakteri asam laktat sebesar 19.66%. Selain MOCAF produk lain yang dibuat dalam praktikum adalah pati permodifikasi pati pregelatinisasi, pati pregelatinisasi (-starch), quick cooking rice, pirodekstrin dan heat-moisture treated starch. Setelah dilakukan pembuatan pati termodifikasi, kemudian dilakukan uji terhadap karakteristik pati tersebut. Uji karakteristik yang dilakukan pada praktikum ini yaitu pengamatan uji iod, bentuk granula pati dan kejernihan pasta.Pengujian terhadap tingkat kejernihan pasta pati dapat dilakukan dengan mengukur nilai transmisi cahaya yang dilewatkan melalui sampel. Semakin tinggi nilai persen transmitan yang terbaca maka pasta yang diukur semakin jernih. Didapatkan nilai transmitan terbesar pada pati pregelatinisasi (-starch) dan terendah pada pati pregelatinisasi suhu 60oC. Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa nilai kejernihan pati paling tinggi terdapat pada pati pregelatinisasi (-starch), karena nilai transmitan yang tinggi menunjukkan banyak cahaya yang dapat dilewatkan pada sampel tersebut. Sedangkan nilai transmitan rendah pada pati pregelatinisasi suhu 60oC menunjukkan sedikit cahaya yang dilewatkan pada sampel tersebut.Saran

Praktikum selanjutnya diharapkan berjalan lebih baik dengan dukungan ketersediaan alat dan bahan yang cukup serta penguasaan materi dan metode praktikum yang baik oleh para praktikan. Sehingga praktikum dapat terselesaikan sesuai dengan waktu yang telah terjadwalkan. Selain itu, diharapkan metode dan produk olahan yang dipraktikumkan ditinjau ulang agar sesuai dengan metode dan produk yang saat ini tengah berkembang.DAFTAR PUSTAKA

Ade Irma Suriani. 2008. Mempelajari Pengaruh Pemanasan dan Pendinginan Berulang terhadap Karakteristik Sifat Fisik dan Fungsional Pati Garut (Marantha Arundinacea) Termodifikasi. Skripsi. Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan IPB

Anonim. 2006. Teknologi Modifikasi Pati. http://ebookpangan.com//teknologi_modifikasi_pati [20 Mei 2015]

Anonim. 2013. Nasi Instan (Nasi Cepat Masak). http://www.warintek.ristek.go.id/pangan_kesehatan/pangan/ipb/Nasi%20instant.pdf [20 Mei 2015]

Aparicio-Saguilan A et al. 2005. Resistant Starch Rich-Powder Prepared By Autoclaving of Nativve and Intnerized Banana Starch: Partial Characterization. J Starch/Starke 57: 405-412

Badan Standardisasi Nasional. 1989. Dekstrin. http://www.bsn.go.id [20 Mei 2015]

Balagopalan, LG. Padmaja SK Nandi. SM northy 1988.Cassava Food Feed andIndustry. Boca Ratun: CRC Press. Inc.

Balai Penelitian Pascapanen Pertanian. 2002.Petunjuk Teknis ProsesPembuatan Aneka Tepung dari Bahan Pangan Sumber KarbohidratLokal. Jakarta.

Banks, W., C. T. Greenwood dan D. D. Muir. 1973. The Structure of Starch . Di dalam G. G. Birch dan L. F. Green(eds). Molecular Structure and Function of Food Carbohydrate. Applied Science Publ. Ltd., London.

Buckle KA, Edward RA, Fleet GH, Wootton M. 2007. Ilmu Pangan. Purnomo H, Adiono, Penerjemah; Jakarta: UI - Press. Terjemahan dari: Food Science.

Cai TD. 1999. Pengaruh Blanching, Perendaman Dalam Larutan NaCl dan NaHCO3 Terhadap sifat Fisik dan Kimia Tepung Garut Yang Dihasilkan. [Skripsi yang tidak dipublikasikan Fakultas Teknologi Pertanian. Universitas Wangsa Manggala. Yogyakarta]

Cluskey, J.E., C.A. Knutson dan G.E. Inglett, 1980, Fractionation and characterization of dent corn and amylomaize starch granules, Staerke, 32: 105.

DeMan, J.M. 1997. Kimia Makanan. Bandung : Penerbit ITB

Eckonopianto. 2009. Pati. http://eckonopianto.blogspot.com [23 Mei 2015].Fenema OR. 1996. Food Chemistry. New York: Marcel Dekker Inc.

Greenwood, C. T. 1970. Starch and Glycogen. Di dalam The CarbohydratesChemistry and Biochemistry. Academic Press, New York.

Hariyadi P, Purnomo EH, Tirtasujana D, Kusumah TD, Sudiana N. 2000. Penuntun Praktikum Satuan Operasi Industri Pangan. Bogor: Depertemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor

Haryadi. 1995. Teknologi Pengolahan Pati. Yogyakarta: Fakultas teknologi Pertanian, Universitas Gadjah Mada.

Heimann, W. 1980. Fundamentals of Foods Chemistry. Connecticut: AVI. Publ. Co., Westport, Honestin T. 2007. Karakterisasi sifat fisikokimia tepung ubi jalar (Ipomoea batatas) [skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor

Jayaraman, Gupta D. 1995. Drying of Fruits and Vegatables. Di dalam: Mujumdar

Kusworo. 2006. Teknologi Modifikasi Pati. Ebook Pangan.Pomeranz, Y.1991. Functional Properties of Food Components. Second edition. Florida: Academic Press, Inc.

Pudjihastuti, 2010, Pengembangan Proses Inovatif Kombinasi Reaksi Hidrolisis Asam dan Reaksi Photokimia UV untuk Produksi Pati Termodifikasi dari Tapioka.

Robyt .H.1984. Gum Technology in The Food Industry. Academic Press, New York.

Saraswati, The Problems to be Solved in Starch Processing Technologies in Indonesia, BPPT, 1982.

Sunarti, Titi Candra, Rini Purnawati, dan Indah yuliasih. 2009. Penuntun Praktikum Teknologi Pati dan Gula. Bogor: Departemen Teknologi Industri Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian IPB.

Swinkels dan J.J.M. Veendams. 1985. Composition And Properties of Comercial Native Starches. Starch 37: 1-5.

Thomson, L. U. 1976. Preparation of MungbeanFlour and Application in Bread Making.J. Food Scientist, Technology.

Titi Candra Sunarti, Indah Yuliasih, dkk. 2013. Penuntun Praktikum Teknologi Pati, Gula, dan Sukrokimia. Bogor: Departemen Teknologi Industri Pertanian IPB

Wicaksono, Aji. (2008). Suksinilasi Pati. FPMIPA UI

Widowati, S. 2011. Tepung aneka umbi solusi ketahanan pangan. Sinar tani

Winarno, F.G. 1988. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia, Jakarta.

Winarno, F.G. 2004. Kimia Pangan dan Gizi. Penerbit PT. Gramedia, Jakarta.Bahan baku dibersihkan kotorannya, pengupasan dan pengecilan ukurandengan pisau.

Pada proses perendaman umbi-umbian ditambahkan natrium bisulfat

Dikeringkan dengan sinar matahari kemudian di oven suhu 50oC.

Giling dan ayak pada saringan 80 mesh

Biji-biji dibersihkan dari kotoran. Dan direndap dalam air untuk steeping

Dikeringkan di bawah sinar matahari kemudian di oven suhu 50oC.

Giling dan ayak pada sarimgan 80 mesh

1 kg umbi dikupas kulitnya dan dibersihkan

Ubi diparut dan ditambahkan air sedikit demi sedikit sambil dilumatkan dan diperas dengan kain saring. Dilakukan sampai air perasan jernih

Parutan dicuci dengan NaCl 0,2 M dan air pencuci ditambah NaOH 0,3%

Diamkan semalam sampai pati mengendap

Cairan di atasnya dibuang. Pati dikeringkan di bawah sinar matahari atau oven

Bobot pati ditimbang dan dihitung rendemennya.

2 kg umbi dikupas kulitnya dan dibersihkan

Pisang yang dikupas dimasukkan ke dalam larutan sodium metabisulfit 0,2% selama 15 menit.

Pisang diparut, ditambahkan air dan diperas dengan kain saring.

Diamkan semalam sampai pati mengendap

Cairan di atasnya dibuang. Pati dikeringkan di bawah sinar matahari atau oven

Bobot pati ditimbang dan dihitung rendemennya.

200 g kacang hijau direndam dalam 1 l larutan 0,05 N NaOH selamma semalam

Digiling dalam blender selama 3 menit dan disaring

Residu kemudian digiling kembali dan disaring

Setelah dekantasi, cairan paling atas dibuang, sedangkan endapan dicuci 2 x

Diamkan hingga mengendap, dan dikeringkan di oven

Bobot pati ditimbang dan dihitung rendemennya.

200 g kacang hijau direndam dalam 800 ml larutan NaOH 0,2% pada suhu 4oC selama semalam

Digiling dalam blender selama 3 menit dan disaring

Setelah dekantasi, cairan paling atas dibuang, sedangkan endapan dicuci 2 x

Diamkan hingga mengendap, dan dikeringkan di oven

Bobot pati ditimbang dan dihitung rendemennya.

Ubi kayu sebanyak 3 buah ditimbang, dikupas kulitnya, kemudian ditimbang bobot umbi bersih.

Umbi diiris setebal 2 cm

Larutan starter: 1 g dry yeast atau 5 ml starter bakteri asam laktat dilarutkan dalam 1 liter akuades

Irisan umbi direndam dalam larutan starter selama 24 jam

Irisan umbi dijemur dan dikeringkan dengan sinar matahari

Irisan umbi digiling dan diayak dengan saringan 80 mesh

Umbi kayu sebanyak 3 buah ditimbang, dikupas kulitnya dan ditimbang bobot umbi bersih.

Umbi diiris setebal 2 cm

Umbi direbus dalam air mendidih selama 5 menit, lalu ditiriskan.

Umbi dikeringkan dengan penjemuran sinar matahari selama 36 jam, atau dikeringkan dalam oven 70oC

Umbi digiling dan diayak dengan saringan 80 mesh

Umbi sebanyak 3 buah disiapkan, dibersihkan, dan ditimbang bobotnya

Umbi diparut dan diperas untuk dikeluarkan cairannya.

Umbi yang telah diparut disangrai dengan wadah pada api kecil hingga kering

Tepung kasar digiling dan diayak dengan saringan 80 mesh.

Umbi diparut, kemudian pulp dibungkus dengan kain

Pulp dibiarkan selama 3 hari agar terjadi fermentasi spontan.

Pulp dikeringkan dengan dijemur dengan sinar matahari atau oven pengering

Umbi sebanyak 3 buah disiapkan, dibersihkan, dan ditimbang bobotnya

Pulp digiling dan diayak dengan saringan 80 mesh.

Umbi diiris setebal 2-3 cm

Umbi direndam dalam larutan garam dapur 5% selama 30 menit.

Umbi dikeringkan dengan dijemur dengan sinar matahari atau oven pengering

Umbi sebanyak 3 buah disiapkan, dibersihkan, dan ditimbang bobotnya

Umbi digiling dan diayak dengan saringan 80 mesh.

Larutan pati disiapkan 500 ml lar. Pati 15%

Larutan pati dipanaskan sambil diaduk pada suhu 500 c 700C (30 menit)

Larutan pati dikeringkan dalam drum drier suhu 800 C

Jika telah kering, digiling dan diayak hingga 80 mesh

Larutan dibuat dengan komposisi 200 gram pati + 80 ml aquades

Buat suspensi homogen

Larutan dikeringkan dengan drum drier (800 C)

Jika telah kering, digiling dan diayak hingga 80 mesh

500 g beras dicuci bersih, kemudian ditiriskan

Beras direndam dalam 500 ml air (30 menit), tiriskan kelebihan air

Beras dikukus 15 menit, keringkan dengan fluidized bed drier

Larutan HCL 0,1 N disiapkan

Pati sebanyak 500 g disemprotkan 50 ml lar. HCL

Pati diaduk hingga rata, keringkan dengan api selama 30-60 menit

Suspensi pati 50 % disiapkan

Suspensi dituangkan dalam Loyang & keringkan pada oven (500 C- 600 C)

Padatan kemudian & diayak

Sampel diletakkan pada test plate

Ditambahkan beberapa tetes laturan iod

Perubahan warna yang terjadi diamati

Contoh diletakkan pada gelas objek dan tambahkan atu tetes air lalu tutup dengan gelas objek

Amati di bawah mikroskop

Hasil pengamatan digambar

Suspensi pati dibuat dengan konsentrasi 10% dalam gelas piala

Tinggi volume larutan awal diukur

Gelas piala diletakkan di atas penangas

Diaduk, apabila telah mencapat suhu 35oC turunkan gelas dari penangasdan ukur tinggi larutan

Pemanasan dilanjutkan lagi, dan ukur tinggi larutan setiap kenaikan suhu 10oC.

Pasta pati (1%) disiapkan

Dicelupkan dalam air mendidih selama 30 menit, kocok setiap 5 menit

Dinginkan sampel pada suhu kamar

Baca nilai transmistance (%T) pada spektrofotometer

Suspensi pati 5% sebanyak 500 ml dicelupkan dalam air mendidih selama 15 menit, dinginkan sampai suhu 25oC.

Pasta diukur dengan spindel no. 3 pada laju 2, 4, 10, dan 20 rpm

Stabilitas viskositas pasta diukur pada laju 20 rpm dan diukur setelah pembacaan pada menit ke 1, 2, 3, 4, 5, 10, 15, 20, dan 30

0,5 gram pati dimasukkan ke dalam 100 ml labu gelas yang berisi 50 ml air destilata, dan diberi tanda.

Dimasukkan ke dalam shaker water bath pada suhu 70oC selama 2 jam.

30 ml larutan jernihnya diambil dan ditempatkan dalam cawan petri yang telah dihitung bobotnya

Cawan dan contoh dikeringkan dalam contoh pada suhu 100oC sampai bobot konstan

Hitung perubahan bobotnya

1 gram contoh dimasukkan ke dalam Erlenmeyer 500 ml dan ditambahkan 200 ml HCl 3 %

Hidrolisis selama 1 jam dengan autoclave 115oC.

Setelah dingin netralkan dengan NaOH 40%

Dimasukkan dalam labu ukur 250 ml dan ditambah akuades sampai tanda tera

Sebanyak 10 ml dimasukkan ke dalam tabung ulir dan dilakukan pengenceran

Ditambah larutan DNS dan dipanaskan selama 5 menit

Nailai absorbansi dihitung dengan spektrofotometer

Bobot awal umbi dan bobot akhir (tepung) dihitung

Rendemen = (Bobot awal Bobot akhir) x 100%

Tepung diuji dengan parameter tekstur, aroma, warna, dan penerimaan umum oleh Panelis tidak terlatih sebanyak 30 orang

Perhitungan rata-rata per parameter dan uji duncan