laporan pacxtgul 2 hanik

9
Tinjauan pustaka Uji iod bertujuan untuk mengidentifikasi polisakarida. Uji iod juga dapat digunakan untuk membedakan amilum dengan nitrogen. Reaksi antara polisakarida dengan iodin membentuk rantai poliiodida. Polisakarida umumnya membentuk rantai heliks atau melingkar, sehingga dapat berikatan dengan iodin, sedangkan karbohidrat berantai pendek seperti disakarida dan monosakaraida tidak membentuk struktur heliks sehingga tidak dapat berikatan dengan iodin (Winarno 2002) Polisakarida dengan penambahan iodium akan membentuk kompleks adsorpsi berwarna yang spesifik. Amilum atau pati dengan iodium menghasilkan warna biru , dekstrin menghasilkan warna merah anggur, sedangkan glikogen dan sebagian pati yang terhidrolisis bereaksi dengan iodium membentuk warna cokelat kemerahan (Winarno 2002). Pati merupakan polsakarida homoglikan yang dikemas dalam bentuk granula dan tersusun oleh monomer α-D glukopiranosil yang berikatan dengan melalui ikatan glikosidik α-1,4 atau α-1,6 dengan penghilangan air (Moorthy 2004). Granula pati memiliki beragam bentuk dan ukuran yakni bulat, oval, lenticular dan poligonal dengan ukuran 2-100µm. Umumnya, granula serealia memiliki ukuran yang lebih kecil dibandingakan dengan granula umbi-umbian dan kacang-kacangan. Struktur granula bergantung pada interaksi amilosa dan amilopektin melalui ikatan hidrogen intermolekular. Pengamatan granula dengan mikroskop cahaya polarisasi memperlihatkan persilangan birefringence yang tampak sebagai perpotongan dua pita atau persilangan Maltese dan mengindikasikan pengaturan amilosa dan milopektin secara radial membentuk semi kristalin. Birefringence terjadi karena perbedaan pola refraksi cahaya dari daerah kristalin dan amorf (Pomeranz 1991). Bagian kristalin dibentuk oleh rantai cabang amilopektin berukuran pendek yang tersusun dalam bentuk klaster dan amilosa, sementara bagian amorfis

Upload: putty-rahma

Post on 27-Sep-2015

237 views

Category:

Documents


5 download

DESCRIPTION

vxc

TRANSCRIPT

Tinjauan pustaka

Uji iod bertujuan untuk mengidentifikasi polisakarida. Uji iod juga dapat digunakan untuk membedakan amilum dengan nitrogen. Reaksi antara polisakarida dengan iodin membentuk rantai poliiodida. Polisakarida umumnya membentuk rantai heliks atau melingkar, sehingga dapat berikatan dengan iodin, sedangkan karbohidrat berantai pendek seperti disakarida dan monosakaraida tidak membentuk struktur heliks sehingga tidak dapat berikatan dengan iodin (Winarno 2002)Polisakarida dengan penambahan iodium akan membentuk kompleks adsorpsi berwarna yang spesifik. Amilum atau pati dengan iodium menghasilkan warna biru , dekstrin menghasilkan warna merah anggur, sedangkan glikogen dan sebagian pati yang terhidrolisis bereaksi dengan iodium membentuk warna cokelat kemerahan (Winarno 2002).Pati merupakan polsakarida homoglikan yang dikemas dalam bentuk granula dan tersusun oleh monomer -D glukopiranosil yang berikatan dengan melalui ikatan glikosidik -1,4 atau -1,6 dengan penghilangan air (Moorthy 2004). Granula pati memiliki beragam bentuk dan ukuran yakni bulat, oval, lenticular dan poligonal dengan ukuran 2-100m. Umumnya, granula serealia memiliki ukuran yang lebih kecil dibandingakan dengan granula umbi-umbian dan kacang-kacangan. Struktur granula bergantung pada interaksi amilosa dan amilopektin melalui ikatan hidrogen intermolekular. Pengamatan granula dengan mikroskop cahaya polarisasi memperlihatkan persilangan birefringence yang tampak sebagai perpotongan dua pita atau persilangan Maltese dan mengindikasikan pengaturan amilosa dan milopektin secara radial membentuk semi kristalin. Birefringence terjadi karena perbedaan pola refraksi cahaya dari daerah kristalin dan amorf (Pomeranz 1991). Bagian kristalin dibentuk oleh rantai cabang amilopektin berukuran pendek yang tersusun dalam bentuk klaster dan amilosa, sementara bagian amorfis dibentuk oleh titik percabangan amilopektin, amilopektin rantai panjang dan amilosa (Radley 1976).Gelatinisasi adalah proses transisi fisik bersifat endotermis yang merusak keteraturan molekuler granula dan melibatkan proses pembengkakangranula, pelelehan kristal, hilangnua birefringence dan kelarutan pati. Peningkatan suhu dan energi yang tinggi untuk gelatinisasi merefleksikan struktur kristalin yang semakin kuat atau keteraturan molekuler yang tinggi, rasio amilosa dan amilopektin. Perbedaan jumlah rantai panjang amilopektin, distribusi rantai pendek amilopektin, kenerdaan komponen minor serta bnetuk dan ukuran granula. Suhu gelatinisasi tergantung pada konsentrasi dan pH larutan pati. Makin kental larutan, suhu gelatinisasi makin sulit tercapai. Bila pH terlalu tinggi, pembentukan gel semakin cepat tercapai tetapi cepat turun lagi. Pembentukan gel optimum pada pH 4-7. Selain itu, penambahan gula juga berpengaruh terhadap kekentalan gel yang terbentuk. Gula akan menurunkan kekentalan, hal ini disebabkan karena gula dapat mengikat air, sehingga pembengkakan butir-butir pati menjadi lebih lambat,akibatnya suhu gelatinisasi akan lebih tinggi. Adanya gula akan menyebabkan gel lebih tahan terhadap kerusakan mekanik (Radley 1976).Pati merupakan senyawa polisakarida yang terdiri dari monosakarida yang berikatan melalui ikatan oksigen. Pati merupakan zat tepung dari karbohidrat dengan suatu polimer senyawa glukosa yang terdiri dari dua komponen utama, yaitu amilosa dan amilopektin. Polimer linier dari D-glukosa membentuk amilosa dengan 1,4-glukosa. Sedangkan polimer amilopektin adalah terbentuk -ikatan 1,4-glukosida dan membentuk cabang pada ikatan dari ikatan 1,6-glukosida.Penentuan kadar pati menggunakan titrasi Na thiosulfat. Selisih titrasi blanko dengan titrasi sampel ekuivalen dengan kuprooksida yang terbentuk dan juga ekuivalen dengan jumlah gula reduksi yang ada didalam bahan atau larutan. Reaksi yang terjadi selama penentuan karbohidrat dilakukan dengan pembebasan id dari larutan KI oleh kuprooksida. Banyaknya iod yang terlepas, akan dititrasi dengan Na tiosulfat (Sunarti et al 2007).Kejernihan pati dilakukan dengan mengukur banyaknya cahaya yang terlewatkan oleh pasta pati. Pasta pati diperoleh dengan pemanasanpati dan air selama 30 menit. Menurut Radley (1977) kejernihan dipengaruhi oleh persentase kandungan bahan selain pati seperti sisa serat, partikel protein dan lemak.Bahan-bahan tersebut meningkatkan keburaman, seperti yang telah diketahui kandungan serat dan lemak pati kelapa sawit lebih tinggi dari sagu dan tapioka sehingga mengakibat-kan %T menjadi rendah. Kejernihan pasta terkait dengan sifat dispersi dan retrogradasi juga. Pati yang telah teretrogradasi menghasilkan pati yang lebih keruh. Moorthy (2004) menyatakan bahwa pati alami yang memiliki swelling power tinggi dan kecenderungan retrogradasinya rendah memiliki kejernihan pasta yang lebih tinggi. Dalam pengujian viskositas dilakukan gelatinisasi atau pemanasan air dengan air panas karena dalam keadaan dingin viskositas sistem dispersi pati air hanya berbeda sedikit dengan viskositas air, karena ikatan patinya masih cukup kuat sehingga air belum mampu masuk ke dalam granula pati. Setelah dipanaskan ikatan hidrogen antara amilosa dan amilopektin mulai lemah sehingga air semakin mudah terpenetrasi ke dalam susunan amilosa dan amilopektin (Winarno 2002)Penurunan kelarutan disebabkan karena proses pengeringan setelah perendaman yang menyebabkan adanya konfigurasi molekul amilosa yang semula berada pada bagian amourpous menjadi berada pada bagian yang lebih rapat. Selain itu penurunan solubilitas disebabkan karena adanya pengikatan gugus fosfat di dalam granula pati yang kuat yang mengikat gugus hidroksil sehingga tidak bisa mengikat air. Fosfat terpenetrasi masuk ke dalam granula pati memiliki kecenderungan untuk membentuk ikatan kovalen silang berupa jembatan fosfat yang menjembatani antara satu molekul pati dengan molekul pati lain. Menurut Pomeranz (1991), kelarutan pati semakin tinggi dengan meningkatnya suhu, serta kecepatan peningkatan kelarutan adalah khas untuk tiap pati. Pola kelarutan pati dapat diketahui dengan cara mengukur berat supernatan yang telah dikeringkan dari hasil pengukuran swelling power. Solubilitas atau kelarutan pati tapioka lebih besar dibandingkan pati dari umbi-umbi yang lain.Daya kembang pati atau swelling power didefinisikan sebagai pertambahan volume dan berat maksimum yang dialami pati dalam air. Swelling power dan kelarutan terjadi karena adanya ikatan non-kovalen antara molekul-molekul pati. Swelling merupakan sifat yang dipengaruhi oleh amilopektin (Moorthy 2004). Bila pati dimasukkan ke dalam air dingin, granula pati akan menyerap air dan membengkak. Namun demikian, jumlah air yang terserap dan pembengkakannya terbatas hanya mencapai 30% (Winarno, 2002). Ketika granula pati dipanaskan dalam air, granula pati mulai mengembang. Swelling terjadi pada daerah amorf granula pati. Ikatan hidrogen yang lemah antar molekul pati pada daerah amorf akan terputus saat pemanasan, sehingga terjadi hidrasi air oleh granula pati. Granula pati akan terus mengembang, sehingga viskositas meningkat hingga volume hidrasi maksimum yang dapat dicapai oleh granula pati (Sunarti et al 2007).Swelling power dipengaruhi oleh kemampuan molekul pati untuk mengikat air melalui pembentukan ikatan hidrogen. Setelah gelatinisasi ikatan hidrogen antara molekul pati terputus dan digantikan oleh ikatan hidrogen dengan air, sehingga pati dalam tergelatinisasi dan granula-granula pati mengembang secara maksimal. Proses mengembangnya granula pati ini disebabkan karena banyaknya air yang terserap kedalam tiap granula pati dan granula pati yang mengembang tersebut mengakibatkan swelling power menjadi meningkat.Faktor-faktor seperti rasio amilosa-amilopektin, distribusi berat molekul dan panjang rantai, serta derajat percabangan dan konformasinya menentukan swelling power dan kelarutan (Moorthy, 2004). Proporsi yang tinggi pada rantai cabang amilopektin memiliki kontribusi dalam peningkatan nilai swelling. Selain itu, terdapat korelasi yang negatif antara swelling power dengan kadar amilosa, swelling power menurun seiring dengan peningkatan kadar amilosa (Winarno 2002). Amilosa dapat membentuk kompleks dengan lipida pada pati sehingga dapat menghambat swelling (Moorthy 2004). Randley (1976) menyatakan bahwa nilai swelling power dapat diukur pada kisaran suhu terbentuknya pasta pati, yaitu sekitar 50-95C dengan interval 5C. Menurut Pomeranz (1991), swelling power dapat diukur pada interval suhu 5C pada kisaran suhu gelatinisasi sampai 100C. Pengukuran swelling power dapat dilakukan dengan membuat suspensi pati dalam botol sentrifusa lalu dipanaskan selama 30 menit pada suhu yang telah ditentukan. Kemudian bagian yang cair dipisahkan dari endapan. Swelling power diukur sebagai berat pati yang mengembang berat pati kering. Ketika pati dipanaskan dalam air, sebagian molekul amilosa akan keluar dari granula pati dan larut dalam air. Persentase pati yang larut dalam air ini dapat diukur dengan mengeringkan supernatan yang dihasilkan saat pengukuran swelling power. Menurut Fleche (1985), ketika molekul pati sudah benar-benar terhidrasi, molekul-molekulnya mulai menyebar ke media yang ada di luarnya dan yang pertama keluar adalah molekul-molekul amilosa yang memiliki rantai pendek. Semakin tinggi suhu maka semakin banyak molekul pati yang akan keluar dari granula pati. Selama pemanasan akan terjadi pemecahan granula pati, sehingga pati dengan kadar amilosa lebih tinggi, granulanya akan lebih banyak mengeluarkan amilosa.

Bahas data

Berdasarkan hasil praktikum uji iod diketahui hasil pati singkong menghasilkan warna hitam, pati kacang hijau menghasilkan warna coklat, pati ganyong menghasilkan warna ungu, pati ubi jalar putih menghasilkan warna ungu, pati sagu menghasilkan warna coklat dan pati kentang menghasilkan warna hitam. Berdasarkan literatur Winarno (2002), dapat diketahui bahwa pati singkong dan pati kentang mengandung banyak amilum, pati kacang hijau mengadung glikogen, pati ganyong dan ubi jalar putih mengandung campuran dekstrin dan amilosa sehingga menghasilkan warna ungu sebagai perpaduan warna biru dan merah.Berdasarkan hasil praktikum penampakan granula diketahui bentuk granula pati singkong adalah setengah lingkaran, granula pati kacang hijau berbentuk spherical, granula pati ganyong berbentuk setengah lingkaran, granula pati ubi jalar putih berbentuk oval kecil, granula pati sagu berbentuk oval dan granula pati kentang berbentuk oval besar. Menurut Moorthy (2004), ukuran granula tapioka menunjukan variasi yang besar yaitu sekitar 5-40 m dengan bentuk bulat dan oval, pati sagu memiliki ukuran granula 5-57,5 m berbentuk bulat atau lonjong atau oval terpotong, bentuk granula pati kacang hijau adalah oval hingga bulat dengan diameter butiran 7-26 m, bentuk granula pati ganyong adalah oval hingga bulat dengan diameter butiran 1080 m, bentuk granula pati ubi jalar putih adalah pati ubi jalar memiliki bentuk granula halus, lonjong, dan poliogonal, bentuk granula pati kentang oval dan sangat besar dengan ukuran 12-100 m. Menurut hasil praktikum diketahui suhu gelatinisasi pati singkong adalah 65oC, suhu gelatinisasi pati kacang hijau adalah 75oC, suhu gelatinisasi pati ganyong adalah 69oC, suhu gelatinisasi pati ubi jalar putih adalah 71oC, suhu gelatinisasi pati sagu adalah 65oC, suhu gelatinisasi pati kentang adalah 65oC. Menurut Moorthy (2004) suhu gelatinisasi pati sagu adalah 66-73oC, suhu gelatinisasi pati kacang hijau adalah 58-67-82C, suhu gelatinisasi pati singkong adalah 60-65C, suhu gelatinisasi pati ganyong adalah 70-75C, suhu gelatinisasi pati ubi jalar putih adalah 66-84C, suhu gelatinisasi pati kentang adalah 58-66 C. Berdasarkan hasil praktikum dapat diketahui bahwa pati yang paling mudah tergelatinisasi adalah pati sagu dan singkong. Hasil praktikum sesuai dengan literatur Moorthy (2004). Kejernihan pasta dihitung dengan banyaknya cahaya yang dapat melewati pasta pati. Hasil praktikum kejernihan pasta diketahui nilai transmitan pati singkong adalah 53,6%, nilai transmitan pati kacang hijau adalah 27,1%, nilai transmitan pati ganyong adalah 55%, nilai transmitan pati ubi jalar putih adalah 35,4%, nilai transmitan pati sagu adalah 71,1%, nilai transmitan pati kentang adalah 75%. Berdasrkan hasil praktikum diketahui bahwa pati yang memiliki kejernihan tertinggi adalah pati kentang dan pati yang paling tidak jernih adalah pati kacang hijau. Viskositas pati pada konsentrasi 1% dihitung menggunakan alat barbender berdasarkan waktu yang dibutuhkan untuk melewati pipa di alat barbender. Hasil viskositas pati singkong (1%) adalah 3,19 cP, viskositas pati kacang hijau (1%) adalah 3,22 cP, viskositas pati ganyong (1%) adalah 1,11 cP, viskositas pati ubi jalar (1%) adalah 1,72 cP, viskositas pati sagu (1%) adalah 1,63 cP, viskositas pati kentang (1%) adalah 1,95 cP. Berdasarkan hasil praktikum dapat diketahui bahwa pati yang paling encer pada konsentrasi 1% adalah pati kacang hijau, hal ini terjadi karena granula pati termasuk kecil yakni 7-26 m, sedangkan pati ganyong yang paling kental karena ukuran granulanya yang cukup besar. Berdasarkan hasil praktikum kelarutan pati diperoleh kelarutan pati singkong adalah 76,7%, kelarutan pati kacang hijau adalah 83,3%, kelarutan pati ganyong adalah 46,7%, kelarutan pati ubi jalar putih adalah 43,3%, kelarutan pati sagu adalah 20% dan kelarutan pati kentang adalah 46,67%. Berdasarkan hasil kelarutan dapat diketahui bahwa pati yang paling mudah larut dalam air adalah pati kacang hijau. Kelarutan pati dapat digunakan untuk mengetahui jumlah optimal pati yang digunakan untuk proses produksi atau konversi sehingga dapat dihindari penggunaan pati berlebihan.Hasil praktikum swelling power diperoleh nilai swelling power pati singkong adalah 6%, nilai swelling power pati kacang hijau adalah 53,98%, nilai swelling power pati ganyong adalah 28,9%, nilai swelling power pati ubi jalar putih adalah 1,66%, nilai swelling power pati sagu adalah 20,3%, nilai swelling power pati kentang adalah 57,57%. Swelling power umumnya digunakan untuk mengetahui kemampuan granula pati mengembang paling maksimum,. Berdasarkan hasil praktikum dapat diketahui bahwa pati yang memiliki daya kembang yang paling besar adalah pati kentang, hal ini didukung dengan ukuran pati kentang yang besar dan mengandung protein yang cukup tinggi. Menurut Moorthy (2004), pati yang mengandung protein yang tinggi memiliki daya kembang yang baik. Oleh karena, kandungan protein pati kacang hijau dan kentang mengandung kadar protein yang cukup tinggi sehingga memiliki daya kembang yang lebih besar.Uji kadar pati dilakukan pada berbagai jenis tepung dan diperoleh hasil kadar pati tepung ketan hitam adalah 38,19%, hasil kadar pati tepung ubi jalar ungu adalah 68,7%, hasil kadar pati tepung pisang adalah 34,2%, hasil kadar pati tepung talas belitung adalah 20%, hasil kadar pati tepung kacang hijau adalah 36,45%. Berdasarkan hasil praktikum diketahui bahwa kadar pati yang paling tinggi terdapat pada ubi jalar ungu. Menurut Moorthy (2004), kadar pa ti ubi jalar ungu adalah 77% dan talas kimpul berkadar pati 71%. Hal ini tidak bersesuai dengan literatur karena kadar pati pada umbi-umbian dipengaruhi oleh suhu, iklim pemanenan, kondisi tanah dan sebagainya (Moorthy 2004).

Dapus

Fleche, G. 1985. Chemical modifikation and degradation of starch. London (ID): Applied Science PublMoorthy, S.N. 2004. Tropical sources of starch. Baco Raton (USA) : CRC PressPomeranz Y. 1991. Functional Properties of Food Components. San Diego (USA): Academic Press IncRadley, J.A. 1976. Starch Production Technology. London(UK): Applied Science publisher, LtdSunarti, T.C, N. Richana, F. Kasim, Purwoko, A. Budiyanto. 2007. Karakterisasi Sifat Fisiko Kimia Tepung dan Pati Jagung Varietas Unggul Nasional dan Sifat Penerimaannya terhadap Enzim dan Asam. Bogor (ID): Departemen Teknologi Industri Pertanian. Fakultas Teknologi Pertanian. IPBWinarno, F.G., 2002. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta (ID): Gramedia Pustaka Utama