laporan lengkap konflik timikapdf

48
Tragedi Pemekaran Berdarah 1 Pengantar Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa karena dengan rahmat dan perkenaan-Nya kami dapat menyelesaikan: Laporan Investigasi dan Monitoring Pemekaran Berdarah di Timika. Maksud dan tujuan dari kegiatan tersebut adalah: 1. Mengidentifikasi sumber konflik 2. Mengidentifikasi pihak-pihak yang berkonflik 3. Mengidentifikasi dinamika konflik yang berkembang dan 4. Mengidentifikasi proses perdamaian yang telah terjadi. Sehingga mendapatkan gambaran yang lengkap mengenai konflik pemekaran propinsi Irian Jaya Tengah di Timika dan segala implikasinya. Terima kasih yang tak terhingga kami sampaikan kepada: Penguatan Institusi dan Kapasitas Lokal (PIKUL), Pemerintah Sipil dan TNI - POLRI, Paroki Tiga Raja Timika, Tim Zona Damai, Senat Mahasiswa FH UPAMA Timika, YAHAMAK, LEMASA, Presidium Dewan Papua, Panel Papua, para tokoh agama, adat, perempuan, pemuda, mahasiswa, jurnalis, aktivis HAM, teman- teman LSM serta Bapak, Ibu, mace, pace, ipar-ipar dorang dan sobat-sobat di tanah Papua, teristimewa yang berada di Tanah Amungsa, Timika. Secara khusus terima kasih patut kami sampaikan kepada teman-teman yang bekerja di lapangan dengan semangat dan penuh keberanian: harus mondar-mandir di tengah-tengah perang dan mengejar-ngejar sumber informasi. Terima kasih yang sama kami sampaikan juga kepada semua pihak yang namanya tak dapat kami sebutkan satu persatu, atas segala dukungan dan kerjasama yang telah diberikan kepada kami selama ini. Semoga dukungan dan perjuangan kita untuk saudara-saudara kita di Timika yang telah menjadi korban kebijakan dari konflik pemekaran provinsi Irian Jaya Tengah dan juga kepada teman-teman yang terus berjuang untuk menciptakan perdamaian di Tanah Amungsa dapat memberikan kontribusi positif bagi kemajuan penyelesaian konflik yang lebih adil dan ber- martabat. Semoga Tuhan memberkati setiap usaha kita menuju kepada penegakkan Demokrasi dan Hak Asasi Manusia di Tanah Papua. Port Numbay, 30 Oktober 2003 Salam Hangat Aliansi Demokrasi untuk Papua (ALDP)

Upload: hamim-mustafa

Post on 01-Jul-2015

461 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

Page 1: Laporan lengkap Konflik Timikapdf

Tragedi Pemekaran Berdarah 1

Pengantar

Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa karena dengan rahmat dan perkenaan-Nyakami dapat menyelesaikan: Laporan Investigasi dan Monitoring Pemekaran Berdarah di Timika.

Maksud dan tujuan dari kegiatan tersebut adalah:1. Mengidentifikasi sumber konflik2. Mengidentifikasi pihak-pihak yang berkonflik3. Mengidentifikasi dinamika konflik yang berkembang dan4. Mengidentifikasi proses perdamaian yang telah terjadi. Sehingga mendapatkan gambaran

yang lengkap mengenai konflik pemekaran propinsi Irian Jaya Tengah di Timika dan segalaimplikasinya.

Terima kasih yang tak terhingga kami sampaikan kepada: Penguatan Institusi dan KapasitasLokal (PIKUL), Pemerintah Sipil dan TNI - POLRI, Paroki Tiga Raja Timika, Tim Zona Damai,Senat Mahasiswa FH UPAMA Timika, YAHAMAK, LEMASA, Presidium Dewan Papua, PanelPapua, para tokoh agama, adat, perempuan, pemuda, mahasiswa, jurnalis, aktivis HAM, teman-teman LSM serta Bapak, Ibu, mace, pace, ipar-ipar dorang dan sobat-sobat di tanah Papua,teristimewa yang berada di Tanah Amungsa, Timika. Secara khusus terima kasih patut kamisampaikan kepada teman-teman yang bekerja di lapangan dengan semangat dan penuhkeberanian: harus mondar-mandir di tengah-tengah perang dan mengejar-ngejar sumberinformasi.

Terima kasih yang sama kami sampaikan juga kepada semua pihak yang namanya tak dapatkami sebutkan satu persatu, atas segala dukungan dan kerjasama yang telah diberikan kepadakami selama ini.

Semoga dukungan dan perjuangan kita untuk saudara-saudara kita di Timika yang telahmenjadi korban kebijakan dari konflik pemekaran provinsi Irian Jaya Tengah dan juga kepadateman-teman yang terus berjuang untuk menciptakan perdamaian di Tanah Amungsa dapatmemberikan kontribusi positif bagi kemajuan penyelesaian konflik yang lebih adil dan ber-martabat.

Semoga Tuhan memberkati setiap usaha kita menuju kepada penegakkan Demokrasi dan HakAsasi Manusia di Tanah Papua.

Port Numbay, 30 Oktober 2003

Salam Hangat

Aliansi Demokrasi untuk Papua (ALDP)

Page 2: Laporan lengkap Konflik Timikapdf

Tragedi Pemekaran Berdarah 2

DAFTAR ISI

PengantarDaftar IsiBagian RangkumanIsi Laporan

Sedikit yang Bisa Dilakukan

PendahuluanBagian Satu: Kondisi Geografis danSituasi Pra DeklarasiKondisi Geografis

Sejarah Perlawanan Rakyat

Stigma Penduduk Lokal

Hal yang Menjadi Perhatian

Bagian Dua: Kronologis Pra dan Saat PeristiwaSituasi Pasca Inpres No. 1/2003 dan Pra-Deklarasi Provinsi Irian Jaya Tengah

Kronologis Deklarasi Provinsi Irian Jaya Tengah

Bagian Tiga: Beberapa Kejadian Pasca-DeklarasiPertikaian Horizontal

Pengrusakan dan Penjarahan Rumah Penduduk

Pemerkosaan Terhadap Perempuan

Pengungsian

Penculikan dan Penyekapan Terhadap Abner Daundi

Upaya Pembunuhan Kilat Beruntun serta Dampaknya

Mayat Misterius

1

1

1

3

5

5

5

6

7

9

9

10

12

12

12

13

14

14

16

18

Page 3: Laporan lengkap Konflik Timikapdf

Tragedi Pemekaran Berdarah 3

Bagian Empat: Peran Para PihakPemerintah Pusat dan BIN

Pemerintah Provinsi Papua

Pemerintah Kabupaten Mimika

Kepolisian

DPRD Mimika

TNI

Partai Politik

Lembaga Adat

Paguyuban Pendatang

Kelompok Mahasiswa

Kelompok Pimpinan Agama

Kelompok Perempuan

Masyarakat

Bagian Lima: Sedikit Tentang Etno-PolitikBagian Enam: Upaya Membangun PerdamaianProses Menuju Perdamaian

Situasi Sosial Pasca Perdamaian

Bagian Tujuh: PenutupSejumlah Simpulan Awal dan Pertanyaan Mendasar

Rekomendasi

Lampiran-lampiran

19

19

19

20

21

22

23

23

24

24

25

25

25

26

27

30

30

31

33

33

34

Page 4: Laporan lengkap Konflik Timikapdf

Tragedi Pemekaran Berdarah 4

Laporan Investigasi dan MonitoringTRAGEDI PEMEKARAN BERDARAH DI TIMIKA

BAGIAN RANGKUMANLaporan ini disusun berdasarkan pemantauan di lapangan oleh Tim Investigasi AliansiDemokrasi untuk Papua (ALDP) dibantu oleh Tim Gereja Tiga Raja Timika, pada peristiwaTragedi Pemekaran Berdarah di Timika. Kunjungan lapangan dilakukan sebanyak dua kali,yakni: kunjungan pertama pada 29 Agustus s/d 13 September 2003. Sedangkan kunjungankedua dilaksanakan pada 6 s/d 23 Oktober 2003.

Isi LaporanUntuk memudahkan pemahaman kita dalam membaca laporan ini, maka kami memetakannyadalam beberapa bagian, sebagai berikut:

Pendahuluan : digambarkan tentang situasi politik di daerah Papua ketika memasuki masatransisi kepemimpinan nasional. Sikap Jakarta menanggapi pergolakan diPapua hingga pada kebijakan – kontroversial – untuk menerbitkan Inpres No.1/2003 yang menghidupkan kembali UU No. 45/1999, juga dijelaskan dalambagian ini.

Bagian Satu : tentang kondisi geografis daerah Kabupaten Mimika. Bagian ini juga sedikitmenjelaskan beberapa kejadian pada beberapa masa yang lampau yangmenimpa warga masyarakat di sekitar daerah Kabupaten Mimika. Jugatentang melekatnya stigma OPM terhadap kelompok masyarakat.

Bagian Dua : merupakan uraian kronologis pada saat proses Deklarasi Irian Jaya Tengah.Disebutkan juga peristiwa pascaturunnya Inpres No.1/2003. Dan sedikitperistiwa menjelang dilaksanakannya acara deklarasi.

Bagian Tiga : adalah bagian yang membeberkan beberapa kejadian usai deklarasi Irian JayaTengah. Beberapa peristiwa adalah merupakan dampak langsung dari acaradeklarasi, namun beberapa kejadian – yang oleh pemerintah daerah setempat– dikatakan tidak ada kaitannya sama sekali dengan acara deklarasi.

Bagian Empat : digambarkan tentang peran para pihak yang secara langsung maupun tidaklangsung terlibat dalam peristiwa pada saat dan pascadeklarasi.

Bagian Lima : sedikit catatan tentang etnopolitik penduduk di pegunungan tengah.

Bagian Enam : menggambarkan upaya membangun perdamaian dan prosesnya. Pada bagianini juga disinggung tentang situasi sosial pascaperdamaian antara kelompokkontra dan propemekaran.

Bagian Tujuh : terdiri dari beberapa simpulan dan rekomendasi.

Sedikit yang Bisa Dilakukan

Pada kunjungan pertama, Tim Aliansi Demokrasi untuk Papua (ALDP) lebih memfokuskan diripada pekerjaan investigasi kasus. Pekerjaan ini banyak dibantu oleh petugas dari Paroki TigaRaja Timika (Anna Yosepina Balla). Pada kesempatan ini, kami (Tim ALDP dan Anna Balla)mendampingi kehadiran Tim Komnas HAM Jakarta selama 3 hari: 8 s/d 10 September 2003.

Page 5: Laporan lengkap Konflik Timikapdf

Tragedi Pemekaran Berdarah 5

Peran yang dilakukan selama mendampingi misi Tim Komnas HAM di Timika tidak hanyaterbatas pada kegiatan menentukan jadwal pertemuan sekaligus mempertemukan Tim KomnasHAM dengan beberapa stakeholder yang signifikan, tetapi juga dengan komponen masyarakatyang menjadi korban.

Perkembangan selanjutnya, ketika fokus kerja lebih dititikberatkan pada kegiatan monitoring,kami melihat sebuah fenomena sosial akibat timbulnya pertikaian. Hal yang paling terasa adalahadanya korban: meninggal dan luka, perkosaan, penjarahan dan pengungsian. Kondisi ini telahmengusik nurani kemanusiaan kami yang pada akhirnya menimbulkan keprihatinan yangmendalam. Tentu saja tidak cukup sampai pada rasa keterusikan dan keprihatinan, namun kamibersepakat untuk harus ada sebuah karya nyata sebagai implementasi dari kedua rasa tersebut.Untuk melihat hal ini, kami kemudian melibatkan komponen lain: LSM dan mahasiswa.

Pada Rabu, 3 September 2003, kami berhasil membentuk sebuah kelompok kecil yangberanggotakan LBH Pos Timika, Paroki Tiga Raja Timika, Senat Mahasiswa Fakultas HukumUPAMA Timika dan ALDP Jayapura. Kelompok ini diberi nama Tim Zona Damai dan diketuaioleh Pastor Jack Mote. Kehadiran tim ini dalam bentuk bantuan kemanusiaan bertugasmengumpulkan bahan makanan serta pakaian laik pakai dari komponen masyarakat yangumumnya adalah paguyuban pendatang. Selain itu, dengan pendekatan spiritual jugamelakukan ibadah bersama dengan kelompok pengungsi. Beberapa perempuan korbanperkosaan juga dibawa ke Rumah Sakit Mitra Masyarakat (RSMM) Timika untuk mendapatkanpengobatan sekaligus dilakukan proses konseling seperlunya. Khusus pekerjaan memimpinibadah dan konseling korban perkosaan, lebih banyak diperankan oleh Anna Balla selakupetugas gereja sekaligus aktivis perempuan.

Pada kunjungan kedua. Ada keinginan dari kelompok mahasiswa FH UPAMA agar Tim ZonaDamai menjadi sebuah organisasi yang permanen (Tim Zona Damai awalnya memang dimaksudkanhanya bersifat temporer). Digelarlah pertemuan-pertemuan rutin untuk membahas keinginantersebut. Kali ini kelompok diperluas dengan melibatkan kelompok jurnalis (Timika Pos) danYAHAMAK serta Senat Mahasiswa Perguruan Tinggi Akademi Tekhnik Timika dan PolitekhnikAmapapare Timika. Selain itu, beberapa individu juga bergabung di dalamnya, di antaranyaadalah Theo Sukoco dan Pastor Laurens (keduanya dari Paroki Tiga Raja Timika). Dari hasilbeberapa pertemuan tersebut, disepakati agar kelompok LSM dan Gereja serta Jurnalis hanyabertindak untuk mem-back up dan mendorong mahasiswa agar lebih memainkan peran yanglebih besar di dalamnya. Nama kelompokpun kemudian berubah menjadi Mimika Study Club(MSC), dan Max Werinussa, mahasiswa FH UPAMA menjadi Ketua Umum di MSC. KedudukanALDP, YAHAMAK, Paroki Tiga Raja Timika dan wartawan Timika Pos hanya sebagai dewankonsultatif bagi Dewan Pengurus MSC.

Selain itu, Tim ALDP juga menyadari, bahwa pemahaman mahasiswa di Timika akan eksistensikemahasiswaannya masih sangat minim. Hal ini disebabkan oleh usia lembaga perguruan tinggiyang masih muda, juga tidak adanya organisasi kemahasiswaan di Timika. Sehinggapeningkatan kapasitas mahasiswa adalah hal yang dirasa sangat penting untuk disegerakanpelaksanaannya. Untuk itu, Tim ALDP bekerja sama dengan Senat Mahasiswa Fakultas HukumUPAMA berencana membuat kegiatan latihan kepemimpinan di tingkat mahasiswa. BersamaMSC juga, ALDP memfasilitasi terbentuknya organisasi kemahasiswaan ekstra kampus: PMKRI,GMKI dan HMI di Timika.

Page 6: Laporan lengkap Konflik Timikapdf

Tragedi Pemekaran Berdarah 6

PENDAHULUANTahun 1999, ketika Papua menggeliat dari keterbungkamannya selama 3 dasawarsa lebih,gejolak sosial politik dengan nuansa konflik vertikal (keinginan memisahkan diri dari NKRI) danhorizontal (konflik SARA) terasa sangat kental. Kepimimpinan nasional ketika itu berada padamasa transisi, Habibie menjadi Presiden RI menggantikan Suharto yang telah 32 tahunberkuasa dengan gaya sentralistik dan militeristik.

Oleh Jakarta, geliat Papua tersebut – secara sepihak – justru dijawab dengan mengundangkanUU No. 45/1999, tentang pemekaran provinsi Irian Jaya Tengah dan Irian Jaya Barat sertakabupaten Mimika, Paniai, Puncak Jaya dan kota Sorong. UU No. 45/1999 tersebut kemudiandisusul dengan SK Presiden RI No. 372/M tahun 1999 yang mengangkat Abraham Atururisebagai pejabat gubernur Irian Jaya Barat dan Herman Monim sebagai pejabat gubernur IrianJaya Tengah. SK tersebut kemudian ditindaklanjuti dengan pelantikan kedua pejabat gubernuryang dilaksanakan di Jakarta.

Kekuatan rakyat Papua yang ketika itu tengah berada pada posisi power full, lantas melakukandemonstrasi besar-besaran yang dimotori oleh mahasiswa dengan menduduki kantor GubernurPapua selama kurang lebih sepekan. Ketika itu mereka berhasil mendesak DPRD Papua untukmengadakan sidang pleno istimewa guna menyatakan ketidaksetujuannya terhadap kebijakanpemekaran provinsi tersebut. Sikap DPRD ini kemudian dituangkan dalam sebuah KeputusanDPRD No. 11/DPRD/1999 tentang Pernyataan Pendapat DPRD provinsi Irian Jaya kepadaPemerintah Pusat untuk Menolak Pemekaran Provinsi Irian Jaya dan Usul Pencabutan SKPresiden RI No. 327/M tahun 1999.Pada akhirnya, pemekaran provinsi Irian Jaya Tengah dan Irian Jaya Barat ditunda, namunpembentukan kabupaten Paniai, Mimika, Puncak Jaya dan Kota Sorong tetap berjalan.

Waktu terus bergulir, sementara tuntutan disintegratif rakyat Papua semakin gencar dilakukan.Untuk menyikapi kondisi tersebut, Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia (MPRRI) dalam sidang tahunannya pada Oktober 1999 membuat TAP MPR RI No. IV/MPR RI/1999.Ketetapan MPR RI tersebut mengamanatkan kepada pemerintah mengenai perlunya memberi-kan status Otonomi Khusus (Otsus) kepada Provinsi Irian Jaya dan penyelesaian masalahpelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM).Setahun kemudian, MPR RI kembali membuat ketetapan, TAP MPR RI No. IV/MPR RI/2000yang memuat rekomendasi kepada DPR RI dan Presiden agar selambat-lambatnya pada 1 Mei2001, Otonomi Khusus untuk Aceh dan Papua sudah terlaksana.

Ketika itu, perjuangan rakyat Papua untuk melepaskan diri dari bingkai Negara KesatuanRepublik Indonesia semakin keras dikumandangkan. Dimulai dengan pertemuan tim 100dengan Presiden Habibie pada Februari 1999 yang meminta kemerdekan Papua. Kemudiansetelah sukses menggelar peringatan Hari Kemerdekaan pada 1 Desember 1999, rakyat Papuakemudian menggelar Musyawarah Besar Rakyat Papua pada Februari 2000. Kemudiandilanjutkan dengan Kongres Rakyat Papua II pada Mei s.d Juni 2000.

Pada masa-masa itu, Papua masih sangat alergi dengan segala produk Jakarta. Hingga ketikatim asistensi Otsus – tim yang dibentuk DPRD Papua untuk menggodok RUU Otsus – mencarimasukan dari masyarakat di kampung-kampung (desa) justru menjadi obyek pelampiasanamarah rakyat. Puncaknya, 28 Maret 2001, ketika RUU Otsus disosialisasikan kepadamasyarakat yang dipusatkan di Gelanggang Olah Raga (GOR) Cenderawasih Jayapura,seorang demonstran mahasiswa meninggal dunia serta puluhan lainnya mengalami luka-lukaserius dalam sebuah bentrok dengan aparat keamanan.

Jakarta tetap menutup mata dengan aksi penolakan rakyat meski telah memakan korban. Padatanggal 1 Januari 2002, Megawati yang menggantikan Gus Dur sebagai Presiden resmimenandatangani RUU Otsus menjadi UU No. 21/2001. Timbul berbagai kontroversi tentang UUOtsus, bagi sebagian kalangan akademisi dan politisi Otsus dapat digunakan sebagai jembatan

Page 7: Laporan lengkap Konflik Timikapdf

Tragedi Pemekaran Berdarah 7

untuk mencapai tujuan yang lebih besar lagi. Bagi pemerintah Jakarta ada yang berpendapatOtsus sebagai tawaran final tetapi juga kekhawatiran akan digunakan sebagai super bodyterutama bagi berkembangannya aspirasi Merdeka sedangkan bagi rakyat Papua Otsusdicurigai sebagai strategi untuk menghancurkan aspirasi Merdeka.

Rakyat Papua yang sebelumnya sangat antipati terhadap UU No. 21/2001, dalam keapatisan-nya mencoba untuk mempelajari produk pemerintah pusat tersebut. Pada perkembangannya,selama setahun perjalanan Otsus, Jakarta terbukti tidak pernah serius mengimplementasikankebijakannya sendiri. Peraturan Pemerintah (PP) tentang Majelis Rakyat Papua (MRP), sebagaisebuah lembaga yang sangat vital dalam pelaksanaan Otsus tidak pernah dikeluarkan. Setidak-nya sampai akhir Oktober 2003. Padahal TAP MPR RI No. IV/MPR RI/2000 telah mengamanat-kan agar selambat-lambatnya pada Mei 2001, Otonomi Khusus untuk Aceh dan Papua sudahberjalan.

Hingga akhirnya, Januari 2003, Papua kembali dikejutkan dengan gelegar Instruksi Presiden(inpres) nomor 1 tahun 2003, yang berisi perintah kepada Mendagri, Menkeu, Gubernur Papuadan Bupati se-Papua untuk mempercepat pelaksanaan UU No. 45/1999. Inpres ini kemudianditindaklanjuti oleh Mendagri pada tanggal 3 Februari 2003 berupa Radiogram No. 134/221/SJdengan klasifikasi Segera untuk merealisasikan Inpres tersebut.

Di Manokwari, ibukota provinsi Irian Jaya Barat – versi UU No. 45/1999 – pelaksanaan Inpresdan Radiogram Mendagri yang kontroversial tersebut berhasil dengan mendeklarasikan ProvinsiIrian Jaya Barat pada 6 Februari 2003 di tengah teriakan berbagai komponen masyarakatPapua yang menolak kedua kebijakan tersebut. Kurang lebih enam bulan kemudian, 23 Agustus2003, kebijakan yang tidak populer dan membutakan azas hukum tersebut pada akhirnya telahmerenggut nyawa masyarakat sipil di Timika, ketika sekelompok orang hendak melakukankegiatan yang sama: Deklarasi Provinsi Irian Jaya Tengah.

Siapa yang pantas bertanggungjawab terhadap semua ini? Rakyat yang menolak UU No.45/1999? Ataukah pemerintah yang tidak konsisten dengan kebijakannya sendiri? Biarkanlahnurani kita sendiri yang menjawabnya.

Page 8: Laporan lengkap Konflik Timikapdf

Tragedi Pemekaran Berdarah 8

BAGIAN SATU:KONDISI GEOGRAFIS DAN SITUASI PRA DEKLARASI

Kondisi GeografisMimika adalah sebuah kabupaten di daerah Selatan Pulau Papua. Daerah ini awalnya adalahbagian dari kabupaten Fakfak. Tahun 1996, atas dasar PP No. 54/1996, Mimika kemudianberubah menjadi daerah kabupaten administratif. Mimika menjadi kabupaten defenitif ketika UUNo. 45/1999 lahir. Undang-undang yang kemudian menjadi pokok persoalan dalam TragediPemekaran Berdarah di Timika.

Luas wilayah kabupaten Mimika adalah 19.592 km2 atau 4,77% dari luas wilayah provinsiPapua. Posisinya terletak antara 4030 – 4044 LS dan 136036 – 136048 BT. Keadaan geografis-nya sangat bervariasi, terdiri dari dataran rendah yang berawa-rawa di bagian selatan dandaerah pegunungan di bagian Utara. Di bagian Utara berbatasan dengan kabupaten Paniai, dibagian Selatan berbatasan dengan Laut Arafura, di bagian Timur berbatasan kabupatenMerauke dan di bagian Barat berbatasan dengan kabupaten Fakfak.

Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik Jayapura, jumlah penduduk kabupaten Mimikapada tahun 2002 mencapai 110.522 jiwa, terdiri dari laki-laki dengan jumlah 62.164 jiwa danwanita 48.358 jiwa yang tersebar di 4 kecamatan dan 70 desa/kelurahan.

Penduduk aslinya adalah suku Amungme di bagian Utara dan suku Kamoro di bagian Selatan,tetapi ada juga masyarakat lokal yang melakukan urbanisasi (nomaden) seperti suku Dani,Nduga, Damal, Lani, Moni dan Ekagi serta yang lainnya. Urban lain yang berasal dari luarPapua seperti Jawa, Sulawesi, Sumatera dan Kalimantan serta kepulauan Maluku yangberprofesi sebagai PNS, aparat TNI/POLRI, karyawan perusahaan, dan pekerja swasta lainnya,kian membaurkan komposisi penduduk kabupaten Mimika.

Sejarah Perlawanan RakyatSeperti daerah lain di Papua, konflik vertikal bernuansa politik juga menjadi pergumulanmasyarakat Papua yang berada di daerah kabupaten Mimika – yang sebelum UU No. 45 tahun1999 lahir menjadi bagian dari kabupaten Fakfak – dan sebagian daerah Pegunungan Tengah.Kuantitas perseteruan menjadi semakin meningkat dan meluas ketika daerah ini juga menjadikawasan penambangan PT. Freeport. Kelly Kwalik, Daniel Yudas Kogeya dan Simon Kogeyaadalah sebagian nama-nama yang sempat go international karena aksi-aksinya memimpinpemberontakan rakyat terhadap pemerintah RI di daerah Pegunungan Tengah sampai kebagian selatan Papua, daerah Mimika, maupun melakukan sabotase terhadap aktivitas PT.Freeport di Tembagapura. Terekam dalam memori orang Papua, sekitar tahun 1970-an, militerIndonesia menjawab pergerakan mereka dengan membombardir daerah pegunungan Tengah.Oleh masyarakat pegunungan dan Papua pada umumnya, peristiwa berdarah ini dikenaldengan sebutan Gejolak Sosial 77. Meski tidak ada data akurat mengenai hal ini, namun semuapelaku sejarah ketika itu menyepakati akan adanya aksi bombardir tersebut.

Pada bulan Januari 1996, terjadi penyisiran besar-besaran di daerah Mapnduma oleh pasukanTNI (KOPASSUS) yang resonansinya sampai ke daerah Jila dan Tsinga di kabupaten Mimika –Timika adalah Pusat pengendalian operasi ketika itu – akibat dari aksi penyanderaan yangdilakukan oleh Kelly Kwalik, cs terhadap tim peneliti di taman nasional Lorentz.

Sementara itu, keberadaan PT. Freeport Indonesia telah menjadi sebuah problema tersendiri dikalangan masyarakat lokal karena menjadi salah satu faktor yang signifikan terhadap gerakanrakyat di Timika. Papua, khususnya Timika menjadi tumbal kapitalis dan pampasan perang ketikaPapua diintegrasikan ke dalam NKRI. Nampak dari kontrak karya pertama PT. Freeport dengan

Page 9: Laporan lengkap Konflik Timikapdf

Tragedi Pemekaran Berdarah 9

pemerintah Indonesia yang ditandatangani pada tahun 1967 ketika itu belum ada UU PMA danPapua sendiri belum secara resmi menjadi bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia.Dua tahun kemudian, 19 September 1969, Papua baru resmi mendapatkan pengakuan duniainternasional lewat resolusi PBB No. 2504.

Pada perkembangannya, protes masyarakat lokal berubah menjadi sebuah gerakan perlawanansosial. Upaya PT. Freeport untuk menarik simpati rakyat lewat Januari Agreement (1974) jugatidak membuahkan hasil. Puncaknya adalah peristiwa Maret 1996, ketika itu sekelompokmasyarakat melakukan pengrusakan terhadap fasilitas milik PT. Freeport. Insiden itu kemudianberhasil memaksa PT. Freeport, yang pada Juni 1996 akhirnya mengucurkan dana 1% daripenghasilan kotor yang didapatnya kepada suku-suku asli yang berdiam di sekitar arealpenambangan. Kebijakan ini pada akhirnya justru melahirkan pesoalan baru di kalanganmasyarakat sendiri.1

Stigma Penduduk LokalTimika sebagai bagian dari Papua, sebagai bagian dari areal konflik vertikal maka penduduklokalnya menjadi bagian juga dari pemberian stigma separatis. Bahkan Timika disebut-sebutsebagai salah satu wilayah produsen dan tempat persembunyian tokoh-tokoh separatis asalpengunungan.

Aksi yang dilakukan oleh Kelly Kwalik cs, (yang memiliki wilayah kekuasaan sampai di daerahTimika) pada beberapa peristiwa telah cukup sebagai alasan untuk senantiasa menempelkanstigma Separatis terhadap segala aktivitas masyarakat lokal pada peristiwa-peristiwa lain.Stigma inilah yang menjadi alasan Brigjen Prabowo Subianto – Danjen Kopasus ketika itu –untuk melakukan penyisiran (penembakan, pembunuhan dan penyiksaan) terhadap masyarakat sipildi daerah Mapnduma dan daerah sekitarnya ketika operasi pembebasan Tim Peneliti Lorentzyang disandera oleh kelompok Kelly Kwalik pada tahun 1996. Ironisnya, operasi tersebutdilakukan tanpa – sebelumnya – mengidentifikasi sasaran. Akibatnya, masyarakat yang samasekali tidak memiliki hubungan dengan kelompok penyandera juga tidak luput dari berbagaitindakan kekerasan.

Pada November 2001 ketika Ketua Presidium Dewan Papua, Theys Hiyo Eluay, diculik dandibunuh oleh KOPASSUS (terbukti di pengadilan militer), pihak KODAM XVII/Trikora sendiri padaawalnya menuding kelompok Kelly Kwalik – yang tinggal jauh dari Jayapura, daerahpegunungan Tengah – sebagai pelakunya. Begitu pula dengan peristiwa penembakan terhadaprombongan guru internasional di mil 62 – 63 Tembagapura.Meskipun penyelidikan kasus ini telah melibatkan penyelidik sekelas Federal BuerauInvestigation (FBI) Amerika Serikat, toh FBI sendiri yang telah melakukan penyelidikan dan jugapihak Kepolisian Daerah (POLDA) Papua, selaku penyelidik dan penanggungjawab keamanandi Papua-pun tidak pernah mengeluarkan penyataan resmi kepada publik tentang hasilinvestigasi yang telah dilakukan walau ada warga sipil yang menjadi korban. Ketertutupaninvenstigasi justru mendorong kristalisasi stigma terhadap penduduk lokal.

Terakhir, tuduhan separasi justru datang dari seorang anggota fraksi Golkar DPRD Mimika,yang juga merupakan Ketua Kerukunan Keluarga Sulawesi Selatan (KKSS), H. M. Arsad Ilham,ketika bertatap muka dengan anggota Komnas HAM pada tanggal 9 September 2003 di ruangrapat DPRD – beberapa hari setelah Deklarasi Provinsi Irian Jaya Tengah, sebagai berikut:

1 Kebijakan dana 1% tersebut, telah merubah pola hidup masyarakat loakl Timika menjadi masyarakat yangkonsumtif. Masyarakat tidak lagi meributkan Tambelo yang rusak, hutan sagu yang berubah menjadi padang pasiratau lingkungan yang beracun. Mereka justru tenggelam dalam perdebatan pembagian dana. Segala sesuatu telahdihargai dengan uang – model yang sama sekali tidak dikenal oleh nenek moyang mereka.Pada saat yang sama, kini di masyarakat tengah tumbuh subur sifat malas bekerja. Dan tanpa disadari, merekasemakin larut dalam pergelutan beribu penyakit sosial.

Page 10: Laporan lengkap Konflik Timikapdf

Tragedi Pemekaran Berdarah 10

“Ini bukan lagi persoalan pemekaran, di dalam kelompok kontra ini sudah adakelompok OPM, kita semua harus hati-hati, jangan sampai sebentar malambendera (Bintang Kejora) berkibar lagi di Timika”.

Tuduhan berupa stigma tersebut pada akhirnya telah cukup untuk menjustifikasi keberadaanmiliter di daerah pegunungan tengah dan Timika pada khususnya dengan alasan: menjagaintegritas NKRI, sekaligus mengamankan obyek vital nasional, PT. Freeport.

Hal yang Menjadi PerhatianUntuk mengelolah dana 1% dari PT. Freeport, Gubernur kemudian mengeluarkan SK nomor352/1996 tentang Pembentukan Anggota Tim Unit Koordinasi Proyek dan Tim Unit PelaksanaProyek Program Pengembangan Wilayah Terpadu Timika (PWT2). Pada aras masyarakat,pemerintah kemudian mendorong pembentukan yayasan-yayasan berdasarkan suku sebagaiobyek penyaluran dana.

Ketika itu, LEMASA (Lembaga Masyarakat Adat Suku Amungme) yang telah terbentuk jauhsebelum adanya dana 1%, menolak kebijakan tersebut, namun Direktur Eksekutif yang ketika itudijabat oleh Andreas Anggaibak (seorang anggota Polisi berpangkat Sersan Mayor, sekarang KetuaDPRD Mimika), tanpa sepengetahun pengurus yang lain kemudian berhubungan denganmanajemen PT. Freeport dan menerima dana tersebut. Ketika beberapa pengurusmempertanyakannya, Andreas Anggaibak justru marah dan menyatakan keluar dari LEMASA.

Andreas Anggaibak kemudian bergerilya bersama pemerintah membentuk yayasan-yayasansuku penerima dana 1%. Pada perkembangannya, beberapa informasi yang didapatmenyebutkan bahwa kelompok Andreas Anggaibak sering kali berbuat ulah: soal pembagiandana 1% dan pada saat pemilihan Bupati serta ketika LPJ Bupati. Kelompok ini pula yangmenjadi penggerak masyarakat untuk menghadiri acara deklarasi Provinsi Irian Jaya Tengah.

Informasi lainnya adalah bahwa kelompok Andreas Anggaibak ini kemudian melatih beberapaorang warga lokal ala militer. Salah seorang yang pernah mengikutinya memberikan kesaksianbahwa mereka yang tergabung dalam Front Pembela Merah Putih (FPMP) ini dijanjikan akandikirim ke Jakarta untuk mengikuti pelatihan militer dan akan diberikan senjata. Informasi initentu tidaklah berlebihan. Ini diperkuat dengan adanya Surat Tugas dari Dewan Pimpinan PusatFront Pembela Merah Putih (DPP FPMP) dengan nomor: ST-07/DPP-FPMP/IX/2003 kepadaKahar Rasyid dan Iskandar Tumpas untuk membentuk Dewan Pimpinan Daerah FPMP dikabupaten Mimika. Surat yang tertanggal 16 September 2003 ini ditandatangani langsung olehEurico Guterres, SE dan Norman Sophan, SE, MM, selaku Ketua Umum dan Sekretaris UmumDPP FPMP, dan juga diteruskan ke Bupati, DPRD, Kapolres, Dandim, Kajari dan KepalaKesbang kabupaten Mimika.

Dalam beberapa kesempatan perbincangan kami dengan Kahar Rasyid, diketahui bahwakelompok ini adalah eks pengungsi Timor Timur, yang berjumlah 374 kepala keluarga. Merekasemua merupakan mantan anggota Aitarak, kelompok yang kita tahu adalah milisi di masapergolakan Timor Leste. Ketika menerima Surat Tugas tersebut di Jakarta bulan September2003 lalu, Kahar Rasyid telah ditanyakan kesiapannya oleh Eurico Guterres untuk mengirimsenjata bagi mereka, namun hal ini masih ditolak oleh Kahar karena belum terlalu dibutuhkan.Diakuinya pula bahwa keberadaan FPMP di Timika telah diketahui dan dikoordinasikan denganMuspida kabupaten Mimika. Menurut pengakuan Kahar pula, bahwa Muspida Mimika sangatmendukung keberadaan mereka, bahkan Kapolres Mimika telah meminta kelompok ini untukbertemu. Kelompok ini telah mengangkat Philipus Wakerkwa sebagai Ketua Umum dan H.Munawar sebagai Sekretaris Umum. Sekedar diketahui, Philipus Wakerkwa ini merupakanseorang anggota TNI berpangkat Sersan Kepala yang masih aktif. Selain itu, Philipus Wakerkwajuga merupakan Ketua Umum DPD Partai Amanat Nasional (PAN) kabupaten Mimika sekaligusKetua Gabungan Pengusaha Jasa Konstruksi (GAPENSI) kabupaten Mimika.

Page 11: Laporan lengkap Konflik Timikapdf

Tragedi Pemekaran Berdarah 11

Masih menurut Kahar, bahwa mereka kerap kali melakukan operasi di daerah kali kopi (daerahyang sering disebut pihak keamanan sebagai sarang OPM). Tidak jelas apa makna operasi yangdimaksudkannya. Yang pasti bahwa ketika beroperasi, mereka selalu membawa senjata yangdipinjamkan oleh anggota KOPASSUS kepada mereka. Saat ini, Kahar mengklaim anggotanyayang berada di Timika sekitar 3.000 orang.

Selentingan kabar juga menyebutkan bahwa ketika aksi kelompok kontra pada hari Minggu, 24Agustus 2003 lalu, dari dalam Graha TDS terlihat beberapa orang yang membawa senjatagenggam (pistol), dan beberapa anak panah yang dikeluarkan oleh kelompok pro pemekaranyang dilumuri warna merah dan putih. Ketika didesak tentang siapa mereka, sumber informasitidak mengetahui pasti siapa mereka.

Page 12: Laporan lengkap Konflik Timikapdf

Tragedi Pemekaran Berdarah 12

BAGIAN DUA:KRONOLOGIS PRA DAN SAAT PERISTIWAKronologi peristiwa ini dihimpun dari berbagai sumber: YAHAMAK dan LEMASA (8 September 2003), DPRDMimika, Bupati Mimika, LEMASKO (9 September 2003) serta sumber informasi dari berbagai komponenmasyarakat lainnya.

Situasi Pasca Inpres No. 1/2003 dan Pra-Deklarasi Provinsi Irian Jaya TengahTurunnya Instruksi Presiden RI nomor 1 tahun 2003 menimbulkan berbagai macam reaksi. DiJakarta, Jayapura dan beberapa daerah lain di Papua, gelombang demonstrasi yang menuntutpencabutan Inpres dan UU No. 45/1999 kembali menjadi model penolakan komponenmasyarakat. Beberapa LSM lokal dan nasional juga mengajukan penolakannya dengan caramereka sendiri. SNUP (Solidaritas Nasional untuk Papua), sebuah LSM yang intens menyuarakanpersoalan Papua, pada bulan Juni 2003 bahkan mengajukan gugatan pra peradilan kepadapemerintah pusat, tapi kemudian ditolak oleh Pengadilan Negeri Jakarta Timur. Berbagai kajiandan seminar yang digelar oleh berbagai komponen juga menghasilkan penolakan serupa.

Kondisi tersebut sangat bertolak belakang dengan apa yang terjadi di kabupaten Manokwari.Beberapa orang dan juga oknum pejabat tingkat I Papua justru tengah menyiapkan sebuahDeklarasi Provinsi Irian Jaya Barat, sebuah cara yang sama sekali tidak dikenal dalam sistempemerintahan Indonesia. Keinginan mereka kemudian terlaksana setelah pada 6 Februari 2003,Laksamana Muda (Mar) Purn. Abraham Atururi, resmi mendeklarasikan provinsi Irian Jaya Baratdengan Manokwari sebagai ibukota provinsi. Abraham Atururi juga lantas mengangkat dirinyasebagai pejabat sementara Gubernur Irian Jaya Barat.

Beragam reaksi dari berbagai komponen masyarakat mengiringi pendeklarasian tersebut. Dikabupaten Mimika, sebagai ibukota provinsi Irian Jaya Tengah melalui ketua DPRD-nya,Andreas Anggaibak menyikapi hal tersebut dengan mengatakan bahwa pendeklarasian provinsiIrian Jaya Tengah tidak perlu terburu-buru, dan harus mendapatkan dukungan dari masyarakat.

Pernyataan ketua DPRD Mimika tersebut rupanya tidak bertahan lama. Pada tanggal 16Februari 2003, ketua dan beberapa anggota DPRD Mimika menuju Jakarta gunamemperjuangkan pemekaran provinsi Irian Jaya Tengah. Pada tanggal 15 Juni 2003, paraBupati di daerah provinsi Irian Jaya Tengah mengadakan pertemuan di Bali dan menyepakatideklarasi provinsi Irian Jaya Tengah yang kemudian ditindaklanjuti dengan pertemuan serupa diBiak pada 25 Juli 2003.

Persiapan terus dilakukan, hingga pada tanggal 21 Agustus 2003, bertempat di ruang sidangDPRD Mimika, panitia deklarasi mengundang pihak Muspida: Bupati, Kapolres, KetuaPengadilan Negeri dan kepala Kejaksaan Mimika serta anggota DPRD sendiri, untuk dudukbicara mengenai persiapan deklarasi. Awalnya pertemuan tersebut dilaksanakan pada 20Agustus 2003, namun Bupati dari kabupaten lain tidak hadir, maka pertemuan ditunda keesokanharinya. Dalam pertemuan 21 Agustus 2003 tersebut, panitia melaporkan perkembanganpersiapan pemekaran kepada Muspida Mimika.

Ketika itu Bupati dan beberapa anggota dewan meminta kepada ketua panitia untuk menundadeklarasi, hal ini mengingat derasnya tuntutan pembatalan deklarasi. Bahkan Kapolres sendirisempat mempertanyakan keabsahan panitia deklarasi.

Tanggal 22 Agustus 2003, untuk ke lima kalinya, ratusan massa kembali melakukan aksi damaidi halaman DPRD Mimika untuk mengajukan tuntutan pembatalan deklarasi. Pada hari itu,massa hanya bertemu dengan puluhan aparat keamanan yang menjaga kantor DPRD, anggotadewan sendiri tidak ada yang berada di tempat. Sampai sekitar pukul 16.00, tidak ada satupunanggota dewan yang menemui massa kontra, akhirnya beberapa tetua adat bersepakat untukmelakukan ritual adat di Graha TDS, rencana lokasi kantor gubernur, dengan maksud untuk

Page 13: Laporan lengkap Konflik Timikapdf

Tragedi Pemekaran Berdarah 13

melarang segala macam acara deklarasi di tanah adat. Setelah itu massa kembali ke DPRD.Sekitar pukul 19.00, beberapa ibu-ibu masih bertahan di kantor DPRD meski beberapa oranglainnya sudah meninggalkan kantor dewan.

Malam harinya, sekitar pukul 20.00 WIT, panitia kembali melakukan pertemuan dengan MuspidaMimika ditambah dengan ketua DPRD Paniai dan Nabire di hotel Sheraton. Mengetahui hal ini,ibu-ibu yang masih bertahan di kantor DPRD, meski tanpa undangan, memaksakan diri untukikut dalam pertemuan tersebut.

Pertemuan yang dipimpin langsung oleh Andreas Anggaibak tersebut kembali melaporkanpersiapan panitia kepada Muspida. Pada pertemuan tersebut, semua Muspida Mimika dan jugabeberapa anggota dewan yang juga hadir pada saat itu serta ketua DPRD Paniai dan Nabire,meminta panitia untuk menunda deklarasi. Bahkan Kapolres sendiri mengatakan tidak bersediamengamankan jalannya deklarasi jika keabsahan panitia tidak jelas. Kelompok ibu-ibupunmenyuarakan hal yang sama.

Meski demikian, Andreas Anggaibak selaku ketua panitia deklarasi seakan tidak maumenggubris peringatan semua peserta rapat dan tetap pada pendiriannya: melaksanakandeklarasi pada keesokan harinya, 23 Agustus 2003. Bahkan ketika itu, Andreas Anggaibak,sang ketua DPRD sempat mengeluarkan kalimat sebagai berikut:

“Kalian ibu-ibu kerjanya hanya bikin kacau terus, di mana ada kekacauan pastisaja ada kalian. Saya tidak akan mundur. Saya hukum, saya tentara, saya laki-laki. Bukan perempuan yang balik dan naiki saya, tapi saya yang balik dan naikiperempuan, saya akan tanggung jawab kalau nanti ada korban”.

Rapat mengalami jalan buntu dan tidak ada kesepakatan. Andreas Anggaibak tetap dengankeinginannya untuk terus melakukan acara deklarasi.

Kronologis Deklarasi Provinsi Irian Jaya TengahProvinsi Irian Jaya Tengah dideklarasikan pada hari Sabtu, 23 Agustus 2003, di Graha TataDisantara, Timika. Kronologisnya sebagai berikut:

Pukul 07.00 : massa kontra pemekaran yang melakukan demonstrasi sejak beberapa harisebelumnya telah memenuhi ruas Jl. Cenderawasih, tepat di hadapan kantorDPRD Mimika. Sementara itu, massa pro pemekaran telah melakukan persiapandeklarasi Provinsi Irian Jaya Tengah di Graha TDS sejak malam harinya.

Pukul 08.00 : massa pro pemekaran melakukan pawai keliling kota Timika denganmenggunakan beberapa buah truk dan ratusan ojek. Massa juga mengusungpapan nama kantor gubernur provinsi Irian Jaya Tengah di atas sebuah truk. Diatas mobil, terlihat beberapa orang dengan pakaian seragam sekolah. Kelompokojek terlihat di bagian depan dan di belakang mereka menyusul beberapa buahmobil. Rombongan pawai dipimpin langsung oleh beberapa anggota Dewan:Hasan Adadikam dan Samsudin Labok.

Pukul 09.00 : massa pro pemekaran yang tengah melakukan pawai kini memasuki ruas jalanCenderawasih. Pada saat yang sama, ruas jalan tersebut – di depan kantorDPRD – telah dipadati oleh massa kontra pemekaran yang tengah melakukanprotes. Massa pro pemekaran yang hendak meneruskan pawai dihadang dantidak diperbolehkan untuk lewat di depan kantor DPRD. Seketika suasana sedikitmemanas. Massa kontra tetap tidak bersedia memberikan jalan kepada massapro pemekaran. Setelah negosiasi, massa pro akhirnya mundur dan kembali keJl. Yos Sudarso dan berputar melalui Jl. Mambruk terus ke Jl. Budi Utomo danhendak kembali ke Jl. Cenderawasih, sekitar 200-an meter dari kantor DPRD.

Page 14: Laporan lengkap Konflik Timikapdf

Tragedi Pemekaran Berdarah 14

Pukul 10.00 : mengetahui hal ini, massa kontra kembali menutup Jl. Budi Utomo. Duakekuatan massa yang saling berbeda tuntutan berdiri berhadap-hadapan dalamsuasana tegang. Beberapa tokoh di kedua belah pihak bertemu, Kapolres jugahadir ketika itu. Solusinya: massa pro dibiarkan lewat, namun truk dan papannama kantor gubernur tidak boleh lewat. Ketika itulah, seorang oknum anggotaDPRD Mimika (Hasan Adadikam) yang memimpin pawai, dengan sangat kasarmeraung-raungkan motornya seakan menabrak kerumunan massa kontra.Melihat hal ini, seorang tokoh dari kelompok kontra (Yopi Kilangin) kemudianmenarik kerah baju anggota dewan tersebut dan memperingatkannya bahwaseorang anggota dewan tidak pantas untuk melakukan hal itu. Melihat insidenini, bagaikan dikomando, kedua massa langsung saling melemparkan batu danbeberapa terlibat dalam perkelahian. Chaos. Tercatat 3 terkena lemparan batu dipelipisnya dan langsung dievakuasi ke Rumah Sakit Mitra Masyarakat. Setelahsuasana dapat dikendalikan, massa pro pemekaran kemudian melanjutkanperjalanan ke Graha TDS, sedangkan massa kontra kembali ke kantor DPRDMimika.

Pukul 11.00 : massa pro pemekaran yang kini telah berada di Graha TDS tengah menunggudetik-detik acara deklarasi Provinsi Irian Jaya Tengah.

Pukul 12.00 : acara deklarasi provinsi Irian Jaya Tengah dimulai dan dipimpin langsung olehAndreas Anggaibak selaku ketua Panitia. Pembacaan deklarasi berturut-turutdibacakan oleh 4 perwakilan daerah kabupaten: Sekda kabupaten Mimika,Richard Kaemong, SE; Ketua DPRD Mimika, Andreas Anggaibak; Bupati YapenWaropen, Drs. Philipus Wona dan Ketua DPRD Paniai, Yakobus Muyapa.Usai pembacaan deklarasi, Andreas Anggaibak langsung membuka selubungpapan nama Provinsi Irian Jaya Tengah yang diikuti oleh aplaus panjang darimassa pro pemekaran.

Pukul 17.00 : massa kontra – yang setelah chaos bertahan di kantor DPRD – akhirnyaberangsur-angsur meninggalkan kantor DPRD. Sementara itu, massa propemekaran masih terlihat memenuhi halaman Graha TDS. Suasanakegembiraan di Graha TDS berlangsung sampai larut malam.

Page 15: Laporan lengkap Konflik Timikapdf

Tragedi Pemekaran Berdarah 15

BAGIAN TIGA:BEBERAPA KEJADIAN PASCA-DEKLARASI

Pertikaian HorizontalUsai pendeklarasian Provinsi Irian Jaya Tengah, pertikaian bersaudara antara massa pro dankontra pemekaran tidak terelakan. Ribuan masyarakat lokal dengan senjata tradisional sepertipanah, tombak, parang dan tulang kasuari terlibat dalam peperangan yang oleh Muspidasetempat menyebutnya: Perang Adat. Perang berlangsung selama 4 hari.

Pada hari pertama, Minggu, 24 Agustus 2003 – usai kebaktian di gereja – ratusan orang massakontra pemekaran bergerak menuju Graha TDS untuk menurunkan papan nama Provinsi IrianJaya Tengah. Suasana seketika menjadi rusuh sewaktu Andreas Anggaibak bersama massapro pemekaran berusaha untuk menghalangi kelompok kontra. Pada hari ini, Jemy Kibak, salahseorang dari massa kontra yang terkena lemparan batu dari Andreas Anggaibak langsungmeninggal dunia. Andreas Anggaibak tidak hanya menggunakan batu untuk menghalau massakontra pemekaran, tapi juga mengambil anak panah dari dalam Graha TDS dan kemudianmengarahkannya kepada kelompok massa kontra. Pada hari ini, massa kontra belum membawasenjata (panah, tombak dan lainnya) sedangkan massa pro pemekaran yang berada di dalamGraha TDS telah mempersiapkan diri dengan berbagai jenis senjata tradisional.

Konflik berubah menjadi perang. Pada hari ke 2, Senin 25 Agustus 2003, perang terbukatersebut disaksikan oleh Kapolres Mimika, AKBP Drs. Paulus Waterpauw; Dandim 1710/Timika,Letkol Togap F. Gultom serta Dansat Brimob Detasemen B Mimika, IPTU Widianto. Hari ini,Tinus Mom, massa dari kelompok pro pemekaran meninggal dunia, kemudian menyusul TerisMurib (kontra). Setelah itu Lambertus Uniyoma dari massa pro meninggal pada hari Rabu, 27Agustus 2003. Pada Rabu malam, Yulita Takati menjadi korban terakhir pada pertikaianlangsung tersebut.

Beberapa hari setelah itu, ratusan massa di kelompok pro dan kontra pemekaran masih kerapterlihat dengan senjatanya mendatangi lokasi perang (yang telah ditentukan secara adat), namuntidak lagi terlibat dalam peperangan.

Data yang sempat kami himpun mencatat 5 orang meninggal dunia, puluhan lainnya mengalamiluka ringan dan berat selama kontak senjata. (Data korban terlampir). Angka yang disampaikankelompok kontra pemekaran berjumlah 120 orang.

Pengrusakan dan Penjarahan Rumah PendudukSejak pecahnya perang terbuka tersebut, beberapa daerah yang merupakan hunian penduduksipil menjadi korban pengrusakan dan sebagian besar isi rumahnya seperti TV, tape, pakaian,ijazah sekolah, SK PNS, peralatan dapur dan yang lainnya dijarah oleh sekelompok orang yangtidak bertanggungjawab. Tidak hanya itu, penjarah juga mengambil ternak milik masyarakatseperti babi dan ayam. Seorang informan mengatakan bahwa, di jalur V Satuan Pemukiman(SP) II, massa penjarah dipimpin oleh Bonifasius Solme – salah seorang kepercayaan AndreasAnggaibak. Penjarah kerap kali melaksanakan aksinya dengan menggunakan truk.

Pengrusakan dan penjarahan rumah terus terjadi sampai memasuki minggu ke empat sejakacara deklarasi Provinsi Irian Jaya Tengah. Sebagian besar rumah yang dijarah berada dipinggiran kota: Jl. Baru dan Jl. Cenderawasih, dan di Satuan-satuan Pemukiman: SP II, III, V,VI, IX dan XII. (data korban terlampir).

Pada waktu yang bersamaan. Empat anggota DPRD Mimika juga didatangi oleh sekelompokorang yang hendak mengambil secara paksa mobil dinas mereka. HM. Arsyad Ilham, salah

Page 16: Laporan lengkap Konflik Timikapdf

Tragedi Pemekaran Berdarah 16

seorang anggota DPRD yang menjadi korban, pada saat ditemui di rumahnya, 29 Agustus 2003,mengatakan demikian:

“Saya baru saja didatangi oleh sekitar 20 orang dengan membawa panah dantombak, mereka mencari saya dan hendak merampas mobil dinas saya. Merekabilang bahwa mereka disuruh oleh Mus Pigay”.

Atas kejadian ini, Mus Pigay, yang merupakan anggota DPRD dari fraksi PDKB tidak berada ditempat untuk dikonfirmasi.

Pemerkosaan Terhadap PerempuanMengiringi aksi penjarahan di atas, beberapa perempuan juga menjadi korban perkosaan. Duadi antara delapan perempuan korban perkosaan yang sempat teridentifikasi dalam keadaanhamil. Umumnya korban diperkosa lebih dari satu orang. Bahkan seorang ibu yang rumahnyadijadikan lokasi perkosaan di jalur V SP II, mengakui bahwa salah satu korban diperkosa oleh30 orang laki-laki. IM, salah satu korban perkosaan yang sementara hamil dua bulan mengakumengalami perkosaan sebanyak dua kali, pertama hanya satu orang di Jl. Baru, tetapi padakejadian ke dua, korban diperkosa oleh lima orang di Kwamki Baru. (Data korban terlampir).

Salah satu Kronologis Pemerkosaan terhadap seorang Ibu yang sementara hamil:

Kejadian I: 29 Agustus 2003Sekitar pukul 12.00 WIT, saya pergi ke kebun untuk mengambil sayur di Jl. Baru. Tiba-tibadikejar oleh satu orang dari suku Moni. Kemudian saya berlari masuk ke rumah bapakSimon. Saya lari ke kamar, tapi laki-laki itu kemudian menyusul ke kamar pula dan diameniduri saya. Saya minta tolong tetapi tidak ada satupun orang yang dapat menolong,karena semua orang yang ada di Jl. Baru telah mengungsi. Beberapa saat setelah itu, sayamemberhentikan seorang tukang ojek. Tetapi karena terlalu sakit dan tidak bisa jalan, makalaki-laki yang tadi memperkosa saya sempat juga menolong saya mengangkatkan barang(sayuran). Akibat peristiwa ini saya tidak bisa makan dan tidur. Saya merasa tidak bersalahtapi mengapa saya dibuat seperti begini. Saya ketakutan, mengapa tidak ada orang yangmau membela saya. Beberapa hari kemudian, saya pergi ke RSMM untuk memeriksa diri.Dari hasil pemeriksaan dokter, saya dianjurkan tidak boleh bekerja keras, misalnyamengangkat air dan lain-lain. Semenjak perang ini saya tinggal di camp suku Moni danAmungme di bawah pimpinan Darius Beanal di Kwamki Baru. Di tempat ini, mau tidak mausaya harus bekerja untuk memasak, mengangkat air untuk keperluan para laki-laki yangberperang dari kelompok kontra.

Kejadian II: Senin, 8 September 2003, sekitar pukul 15.00 WIT.Pada jam tersebut, saya mau pergi mengambil kain di rumah Andreas Anggaibak, KetuaDPRD, di Kwamki Baru (yang telah diduduki oleh kelompok Dani, kontra pemekaran) saya tidaktahu ketua kelompoknya. Karena hujan terus di luar, maka saya menggunakan payung.Tiba-tiba di pertigaan jalan ada 2 kelompok orang dari suku Dani yang duduk. Saya tidakmengenal dengan pasti wajah-wajah mereka. Di tempat ini mereka mengerubungi saya,mengangkat saya dan terus memukul badan, kaki, tangan saya dengan menggunakanpayung. Mereka juga mendorong saya di depan sebuah mobil yang ada di tempat itu. Kakisaya luka dan saya merontak-rontak. Mereka pun membuat lingkaran dan mendorong sayadari satu orang ke orang lain yang membuat lingkaran. Akibat perlakuan itu saya merasapusing. Saya tidak tahu apa yang terjadi pada diri saya. Setelah itu, saya kemudian sadarbahwa saya telah berada di kamar tidur Andreas Anggaibak. Dalam kesakitan, sayamencoba untuk keluar namun ada seseorang yang menggunakan helm putih berdiri didepan pintu dan terus mengancam saya. Saya tidak dapat berbuat apa-apa. Sementara ituada seorang laki-laki yang sedang tertidur, saya tidak kenal dia. Dia kemudian terbangundan langsung ke hadapan saya. Dia menarik celana dalam saya, kemudian memperkosasaya. Setelah itu, masuk lagi laki-laki ke dua, juga memperkosa saya. Sedangkan laki-laki

Page 17: Laporan lengkap Konflik Timikapdf

Tragedi Pemekaran Berdarah 17

yang pertama masuk dan menutup mulut saya. Setelah 2 orang selesai, menyusul kemudianorang ke tiga dan ke empat. Setelah itu, seorang laki-laki lain juga masuk kamar, tetapi diatidak memperkosa saya. Hal ini justru membuat laki-laki pertama marah kepada saya. Diamengambil korek api dan membakar leher saya. Saya tidak dapat berbuat apa-apa selainpasrah. Laki-laki ke enam masuk pula ke kamar dan marah-marah, dia lantas mencekikleher dan kepala saya diletakannya di atas lantai. Seluruh badan saya sangat sakit.

Beberapa saat kemudian, ada laki-laki lain lagi yang masuk ke kamar. Badannya besar, diamarah kepada laki-laki lain dan dia pun berkata: “mengapa kalian berbuat demikian kepadaperempuan ini?”. Kata-kata itu terdengar seperti mau menolong. Tetapi kemudian dia jugamemperkosa saya.

Saya merasa sangat lemas sekali. Semua persendian saya sangat sakit, dan saya merasasangat tidak berdaya. Laki-laki terakhir ini kemudian mengambilkan pakaian saya danmembantu saya memakainya. Setelah itu ada laki-laki lain lagi yang membantu saya keluardari kamar dan saya disuruh pulang.

Waktu saya diperkosa, banyak orang dari suku Dani di dalam rumah yang menonton saya.Mereka juga mengatakan kata-kata demikian kepada saya: “Selama peperangan ini kamiorang Dani akan buat seperti ini kepada anak gadis Amungme dan para istri sampai perangberakhir”. Karena saya tidak kuat jalan, maka 2 orang laki-laki mengantar saya pulang.Sampai di rumah, saya membicarakan persoalan ini kepada teman saya, Kristin. Sampaisaat ini, saya dan juga orang Amungme lainnya terutama perempuan, sangat merasaketakutan.

(Berdasarkan penjelasan dokter yang menangani korban, sebenarnya korban tengah hamil. Akibatperkosaan yang dideritanya, janin yang diperkirakan sudah berumur satu bulan dalamkandungannya menjadi rusak).

PengungsianPertikaian bersaudara ini telah menimbulkan perasaan mencekam di kalangan masyarakatsendiri. Perasaan ini timbul setelah beberapa kelompok melakukan penjarahan dan pengejaranterhadap masyarakat yang tidak ingin terlibat dalam pertikaian. Selain itu, keluarga darikelompok yang bertikai juga menjadi sasaran kemarahan bagi musuhnya. Rumah-rumah milikmasyarakat yang kontra pemekaran, yang kebetulan berada pada daerah yang dikuasai olehkelompok pro pemekaran akan menjadi sasaran kemarahan massa pro pemekaran. Begitupunsebaliknya. Kondisi inilah yang menyebabkan ketakutan di hati masyarakat hinggamengakibatkan mereka mengungsi.

Umumnya mereka adalah ibu-ibu, orang tua dan anak-anak. Beberapa laki-laki dewasa yangtidak ingin terlibat dalam pertikaian juga terlihat di dalam kelompok ini. Mereka menyelamatkandiri dengan pakaian yang hanya ada di badan. Mereka mengungsi di rumah saudara ataukenalan mereka. Sebagian besar ditampung di kompleks Yayasan Hak Asasi Manusia AntiKekerasan (YAHAMAK) milik Mama Yosepa Alomang. Beberapa di antaranya justru larimenyelamatkan diri ke dalam hutan.

Penculikan dan Penyekapan Terhadap Abner DaundiPada Minggu, 31 Agustus 2003, terjadi penculikan dan penyekapan terhadap seorang aktivisHAM oleh 6 orang yang tidak dikenal. Korban yang juga berprofesi sebagai pendamping diYAHAMAK diculik dan disekap sejak pukul 22.00 WIT sampai pada pukul 19.00 keesokanharinya. Motif penculikan tidak diketahui, tetapi yang pasti bahwa korban mengaku mendapatpertanyaan seputar pemekaran Provinsi Irian Jaya Tengah. Mesi demikian, korban mengakutidak disiksa oleh penculiknya.

Page 18: Laporan lengkap Konflik Timikapdf

Tragedi Pemekaran Berdarah 18

Kronologi:

Ketika itu, hari Minggu, 31 Agustus 2003. Saya pulang ke rumah di Jl. Kartini sudah sekitarpukul 21.00 WIT bersama seorang teman kuliah yang sekarang kerja di PT. Freeport.Sekitar pukul 22.00, saya hendak mengantar teman saya ke jalan raya (jarak antara rumah danjalan raya sekitar 50-an meter) untuk pulang. Ketika kembali ke rumah, di pinggir jalan masukke rumah saya ada mobil kijang. Sepertinya berwarna merah tua. Saya dipanggil olehseseorang dari mereka, “Abner” dan saya jawab: “ya”. Dia bilang: “Mari ke sini”. Saya pikirteman saya. Ketika saya mendekat, tangan kanan saya dipegang, ketika itu posisi sayasudah di depan pintu mobil, dan tiba-tiba seseorang mendorong saya masuk ke dalammobil. Sementara di dalam mobil, saya melihat ada empat orang laki-laki lain. Semuanyamengenakan tutup muka sehingga saya tidak bisa mengetahui siapa mereka. Mobil lantasdijalankan.

Saya diperintahkan untuk duduk di dasar mobil, di depan jok tengah. Saya tidakdiperbolehkan duduk di atas jok. Setahu saya, mobil menuju ke arah Sempan. Kemudiansaya sudah tidak tahu arah kami, karena perjalanan sudah sekitar 1,5 jam. Saya tidak tahuberada di tempat mana.

Ketika berada di dalam kamar, saya mulai diberondong dengan berbagai macam pertanyaanseputar pemekaran: “Kenapa kamu menolak pemekaran”, “Kau tahu pemekaran itu untukbantu orang Papua yang bodoh supaya menjadi pintar, kenapa kau tidak mendukung”,“kenapa kau bersama-sama dengan Yopi Kilangin, Thomas Wanmang dan Hermina Pigay”.Saya jawab: “saya hanya datang melihat kondisi, apa yang terjadi. Sehingga kalau mama(Yosepha Alomang) menelephon saya untuk menanyakan perkembangan, saya bisa mudahmenjawab, saya juga memberikan masukan kepada masyarakat untuk tidak boleh adaperang dan tidak boleh ada konflik, saya harus netral”.

Mereka kemudian bilang: “Kalau begitu kamu bilang ke Yopi Kilangin, Thomas dan Herminauntuk mendukung pemekaran, progam Andreas Anggaibak itu bagus untuk memanusiakankamu orang Papua”. Saya jawab: “sebagai lembaga (HAMAK), saya tidak boleh menolakaspirasi masyarakat yang begitu banyak, saya harus menerima aspirasi mereka, tapilembaga saya independen”. Mereka langsung potong: “Tidak bisa, anda harus mengikutipemekaran, kalau anda tidak mau, anda akan kami kasih hilang”. Saya bilang: “dalam posisibegini, silahkan lakukan apa saja, saya sudah pasrah”. Mereka kemudian menanyakanketerlibatan Kely Kwalik di dalam kelompok kontra pemekaran, tapi saya katakan bahwatidak ada sama sekali keterlibatan Kelly Kwalik di dalam perang ini. Karena saya tahu sekali,ini aspirasi murni dari masyarakat. Saya juga katakan bahwa saya tidak mengerti maksudbapak-bapak melakukan hal ini kepada saya.

Saya dipaksa untuk jujur menjawab pertanyaan mereka, kalau tidak saya akan dihilangkan,begitu kata mereka. Saya juga diancam untuk tidak boleh memberitahukan hal ini kepadasiapa saja. “Kalau hal ini terbongkar, kami akan kasih hilang kamu”, begitu ancaman merekakepada saya. Sekitar pukul 15.00, saya diistirahatkan, tetapi hanya beberapa saat saja.Setelah itu masuk empat orang lagi dan kembali memberondong saya dengan pertanyaanmasih seputar pemekaran. Sekitar pukul 18.45, saya dikeluarkan dan masuk kembali kedalam mobil.

Setelah sekitar 1,5 jam perjalanan, saya kemudian diperintahkan untuk turun. Saya awalnyatidak tahu di mana saya diturunkan, yang pasti sangat sepi dan gelap. Hanya berkas cahayalampu bandara yang menjadi patokan saya. Beberapa saat, saya baru sadar kalau sayaternyata diturunkan di belakang SMU Negeri 1. Saya kemudian berjalan dan mencari ojekuntuk kemudian mengantar saya ke HAMAK, saya tidak berani kembali ke rumah. Waktu itumemang saya tidak bisa berbuat apa-apa, karena HP saya diambil, dompet saya jugadiperiksa sama mereka. Saya disekap dari pukul 22.30 tanggal 31 Agustus 2003, sampaidengan sekitar pukul 19.00 tanggal 1 September 2003. Selama dalam penyekapan, sayatidak pernah diberi makan dan minum.

Page 19: Laporan lengkap Konflik Timikapdf

Tragedi Pemekaran Berdarah 19

Saya menduga dari logat kalau mereka adalah pendatang, antara orang Manado atau orangBatak, dan ada juga orang Jawa. Postur badan mereka tegap-tegap, saya yakin itu bukanorang Papua, apalagi orang Amungme.

Upaya Pembunuhan Kilat Beruntun serta DampaknyaPada hari yang sama dengan peristiwa penculikan dan penyekapan di atas, di beberapa titik dikota Timika terjadi upaya pembunuhan terhadap enam orang warga sipil dalam waktu yangrelatif bersamaan. Korban umumnya adalah warga pendatang dan berprofesi sebagai tukangojek. Dua orang korban tukang ojek (Safarudin asal Bugis dan Ismail asal Buton) tidak sempatterselamatkan meski telah mendapat perawatan di RS Mitra Masyarakat Timika (RSMM).Sementara seorang tukang ojek lainnya sempat menjalani perawatan intensif di ruang ICURSMM Timika.

Satu dari enam orang korban adalah warga lokal yang ketika kejadian sedang berjalan kaki disekitar pasar Damai di Sempan. Korban, tukang ojek, yang selamat mengaku kalau pelakunyaadalah penumpangnya sendiri. Semua korban mengalami luka akibat tusukan benda tajamsejenis pisau dari orang yang tidak dikenali oleh korban.

Kronologis upaya pembunuhan terhadap tukang ojek

a. Safarudin: Pemuda asal Makassar, Sulawesi Selatan, tukang ojek yang terbunuh.

b. Ismail: pemuda asal Buton, Sulawesi Tenggara, tukang ojek yang terbunuh.

c. Longginus Wergudi (LW):

Pria kelahiran Manggarai – Flores pada 34 tahun lalu ini selain berprofesi sebagai tukangojek juga seorang loper koran di kota Timika. Sekitar pukul 21.00, keluar rumah menujuke arah Sempan. Di Jl. Yos Sudarso, seseorang menyetopnya dan memintanya untukmengantarnya ke kampung Karang Senang di SP 3 lewat Kwamki Lama. Untuk ke SP IIIdari kota Timika, sebenarnya lebih dekat kalau lewat Jl. Cenderawasih, tapi sangpenumpang memintanya untuk memutar lewat Kwamki Lama.

Tiba di ujung lapangan pesawat terbang (bandara Timika), penumpang minta berhenti.LW bertanya apakah penumpangnya akan turun di sini yang dijawab bahwa dia akanturun di Kwamki Lama. LW melarikan motornya sampai di Kwamki Lama, sampai diKwamki Lama, sang penumpang memintanya lagi untuk meneruskan perjalanan ke SPIII. Tanpa curiga, LW pun mengikuti permintaan penumpangnya. Selama perjalanan,mereka bercerita tentang kondisi jalan yang tidak baik tetapi kenapa ada saja orang yangingin Timika jadi provinsi. Ketika mendekati sebuah jembatan di ujung aspal di jalur VKwamki Lama, sang penumpang meminta LW untuk turun dan menuntun saja motornyakarena kondisi jalan yang licin (karena pada malam kejadian, hujan memang terusmengguyur kota Timika). Beberapa saat ketika mereka berjalan beriringan, LWmerasakan sebuah benda sejenis kayu balok menghantam bagian kanan wajahnya danmembuatnya terjatuh di semak-semak. Sang penyerang masih berusaha untukmenyerang, namun LW segera berkelit dan berusaha untuk melarikan diri dalamkegelapan malam. Setelah sekitar 1,5 km berlari, LW menemukan sebuah rumah danmeminta pertolongan dari pemilik rumah. Selang beberapa saat, ada mobil aparatkeamanan yang lewat (padahal aparat keamanan ketika itu belum dihubungi) di depan rumahdan pemilik rumah meminta mereka untuk menolong LW yang lantas oleh petugas patrolidari Polsek Mimika Baru membawa LW ke RSMM.

LW menderita luka di bagian pipi kanan bagian bawah memanjang sampai ke bibirdepan. Gigi bagian bawah semua rontok, sehingga membuatnya sulit untuk berbicara,apalagi mengunyah makanan.

Page 20: Laporan lengkap Konflik Timikapdf

Tragedi Pemekaran Berdarah 20

d. Markus Taruk (MT):

Baru setahun terakhir dia berada di Timika dari kampung halamannya di Toraja – Sulsel.Malam itu sekitar pukul 21.00, ia baru keluar dari rumah kakaknya di Jl. Timika Indah II.Setelah beberapa saat keliling kota mencari penumpang, bersama lima orang rekannyasesama ojek akhirnya mendapatkan penumpang dengan tujuan yang sama: jalur IIKwamki Lama. Beriringan mereka berlima menyusuri jalan sepanjang sekitar 3 km darikota Timika. Ketika akan kembali (empat orang temannya sudah berpencar) setelahmenurunkan penumpangnya di Kwamki Lama, masih di sekitar jalur II, seseorangmenyetopnya dan sang penumpang memintanya untuk mengantarkannya ke kotaTimika. Dengan kecepatan sekitar 80km/jam, tidak jauh dari gapura Kwamki Lama,dalam kegelapan malam tiba-tiba dari arah kanan sedikit menyongsongnya, seseorangyang berpakaian serba gelap berlari keluar dari semak-semak dan mencoba untukmenusukan sesuatu ke arah dirinya. Dengan refleks, tangan kanannya yang masihmemegang stang motor mencoba untuk menepisnya hingga tusukan terus lolos danhanya menyerempet bagian dada sebelah kiri. Dalam keadaan terluka, MT masihmencoba dan berhasil menguasai laju motornya. MT terus melarikan motornya denganpenumpang yang masih berada di belakangnya langsung menuju ke Polsek Mimika Baruuntuk melapor, masih dengan penumpangnya.MT menderita luka di bagian dada sebelah kiri, tetapi tidak sampai menembus rusuknya.

e. Bustami Gombo (BG):

Seorang pemuda asal Wamena. Malam itu sekitar jam 20.00 WIT, BG sedang berjalan disekitar pasar Damai Sempan – Timika. BG merasakan jika ada seseorang mengikutinyadari belakang. Namun keadaan pasar yang cukup ramai membuatnya berpikir bahwamungkin saja orang lain yang juga lagi ada keperluan di pasar. Firasat BG rupanyabenar. Orang yang mengikutinya tersebut lantas menusukan sesuatu dari arah belakangsebelah kiri dan mengenai di bagian rusuk. Benda tajam tersebut tepat berada di antaradua tulang rusuk sebelah kirinya. Sadar akan bahaya, BG berusaha untuk berbalik. Padasaat berbalik itulah, sebuah benda tajam kembali dihujamkan ke bagian dahinya, tepat diantara dua buah kelopak matanya dan tertancap di sana tanpa sempat dicabut olehpelaku. Sang penyerang lantas lari, dan BG mencabut sendiri benda tajam yangtertancap di dahinya. BG berlari ke arah Kwamki Lama di rumah saudaranya yangberjarak sekitar 10 km dari TKP. Oleh keluarganya, BG lantas dibawa ke RSMM.

f. Anto:

Pemuda ini berusia 19 tahun dari Bugis – Sulawesi Selatan. Malam itu sekitar pukul20.00 WIT. Dari arah Nawaripi, Anto mengambil penumpangnya. Tempat kejadian disekitar Sempan. Sang penumpang menusuknya dari belakang. Benda tajam tersebutmasuk lewat bagian belakangnya sebelah kiri dan tembus ke bagian perut. Antolangsung menghubungi saudaranya yang kemudian melaporkan kejadian ke ketuapangkalan ojek tempat Anto mangkal.

Tidak jelas apakah motor dalam keadaan berjalan atau berhenti ketika kejadianberlangsung, Keluarga Anto yang dihubungi masih belum mau memberikan keteranganyang lengkap dan terkesan mencurigai kedatangan kami. Anto sendiri belum sadar.

Di antara korban yang selamat, hanya Anto yang sempat mendapat perawatan di ICU dandalam keadaan koma, bahkan sempat diisukan telah meninggal dunia. Sedangkankronologis dari dua orang korban yang meninggal dunia tidak kami ketahui.

Keesokan harinya, 1 September 2003, suasana kota Timika tegang. Pasar Baru di Jl. YosSudarso tutup. Para pedagang lebih memilih bergerombol membicarakan tindakan selanjutnya.Beberapa di antara mereka terlihat membawa senjata (badik) yang diselipkan di pinggang.Sementara itu, massa pendatang dengan jumlah mencapai ribuan orang terkonsentrasi di

Page 21: Laporan lengkap Konflik Timikapdf

Tragedi Pemekaran Berdarah 21

lapangan Timika Indah. Teriakan-teriakan bernada provokatif terdengar dari mereka, dan kianmengentalkan nuansa konflik horizontal – kembali akan terjadi.

Dalam suasana demikian, Ketua KKSS, H. Arsyad Ilham, menemui massa dengan membawasenjata tajam (parang panjang) yang diikatkan di pinggangnya, dan berorasi di atas panggung, dihadapan ribuan massa. Setiap kali berorasi, massa selalu menyambutnya dengan teriakanbernada provokatif pula. Salah satu penggalan orasinya demikian:

“Saudara-saudara semua harus mendengarkan saya. Saya adalah kepala sukubesar pendatang, dan saya yang akan memimpin kalian semua. Saya akanmemberikan kesempatan kepada pihak keamanan untuk mengamankan kotaTimika dalam waktu 50 menit. Jika polisi tidak mampu, saya selaku panglimaperang suku pendatang akan memimpin kalian untuk mengamankan kotaTimika”.

Di tengah-tengah orasinya, Muspida kabupaten Mimika yang terdiri dari Bupati, Kapolres,Dandim, Dan Lanud, Dan Lanal serta Ketua Pengadilan Negeri Mimika telah datang menemuimassa. Sehingga kalimat-kalimat provokatif tersebut terdengar dengan jelas oleh mereka.Massa kemudian meminta kepada Muspida untuk melucuti senjata-senjata tradisional yangmasih dipegang oleh kelompok kontra dan pro pemekaran. Kapolres dan Bupati kemudianmemberikan jawaban dan pernyataan untuk menenangkan emosi massa. Dikatakan bahwa,kejadian semalam adalah tindakan kriminal murni dan tidak ada sangkut pautnya dengankejadian yang mengiringi pemekaran Provinsi Irian Jaya Tengah. Selain itu, Bupati jugamengatakan bahwa akan mengeluarkan Maklumat setelah nanti bertemu dengan semuakomponen masyarakat di kota Timika.

Suasana semakin memanas ketika seorang korban (Ismail) dihadirkan dengan mobil ambulanske lapangan Timika Indah. Ketika itu massa sudah tidak lagi mempedulikan Muspida, dan KetuaKKSS kembali meneruskan orasinya. Beberapa orang terlihat berteriak histeris sambil terusmengucapkan kalimat yang bernada provokatif. Massa kemudian membawa mayat ke rumahduka.

Sampai pukul 13.00, suasana lambat laun berangsur tenang kembali. Pada pukul 14.00,Muspida mengadakan pertemuan dengan seluruh komponen masyarakat, termasuk kelompokpro dan juga konra pemekaran di Hotel Serayu dan berhasil mengeluarkan Maklumat. (Isimaklumat terlampir). Untuk diketahui, sebelum pertemuan secara keseluruhan bersama seluruhkomponen masyarakat lainnya, Muspida terlebih dahulu mengadakan pertemuan tertutupdengan perwakilan dari kelompok pro dan kontra pemekaran. Isi pertemuan tidak diketahuisecara pasti.

Mayat MisteriusPada tanggal 30 Agustus 2003, sesosok mayat ditemukan terapung di sebuah kolam sekitarbandara. Korban diidentifikasi sebagai etnis pendatang dan berjenis kelamin laki-laki. Padatanggal 12 September 2003, kembali sesosok mayat perempuan pribumi ditemukan di sebuahkebun milik Ny. Halija, suku Buton, di dekat kantor KPKN Jl. Cenderawasih, dekat markaskelompok pro pemekaran. Kondisi mayat sudah rusak, bahkan tengkorak kepalanya sudahkelihatan sehingga wajah sudah tidak dikenali. Korban diperkirakan telah meninggal duniaseminggu sebelum ditemukan.

Page 22: Laporan lengkap Konflik Timikapdf

Tragedi Pemekaran Berdarah 22

BAGIAN EMPAT:PERAN PARA PIHAK

Pemerintah Pusat dan BINKetika hari pertama munculnya pertikaian, Minggu, 24 Agustus 2003, Menko Polkam SusiloBambang Yudhoyono langsung menetapkan Provinsi Irian Jaya Tengah dalam keadaan statusquo. Mendagri yang telah mengeluarkan radiogram dalam rangka menindaklanjuti Inpres No.1/2003 menyatakan keheranannya terhadap orang Papua yang mempersoalkan pemekaranprovinsi tapi tidak meributkan pemekaran kabupaten. Mendagri juga menyinggung tidak adanyapertentangan antara UU No. 45/1999 dengan UU No. 21/2001. Selain itu Menteri Hukum danHAM Yusril Izha Mahendra mengeluarkan statement akan melakukan upaya sinkronisasiterhadap UU No 45/1999 dan UU No.21/2001 namun tidak jelas UU mana yang dilakukansinkronisasi terhadap UU yang lainnya serta pasal-pasal yang disinkronisasikan.

Sedangkan Presiden Megawati menyayangkan timbulnya korban dalam deklarasi Provinsi IrianJaya Tengah tersebut. Presiden juga menyebutkan bahwa proses pemekaran tidak semudahmembalik telapak tangan. Presiden bahkan kembali menyalahkan daerah karena belum siaptetapi sudah meminta pemekaran. Sehingga menimbulkan kesan bahwa kedua UU tersebutmerupakan kebijakan pemerintah pusat yang tidak bisa ditawar-tawar t yang tidak bisa ditawar-tawar rintah pusat yang masih tetap berusaha mempertahankan ke dua UU tersebut agardilakukan bersamaan tanpa ada jalan keluar yang konkrit mengenai pelaksanaannya.

John Letsoin, anggota fraksi PDIP di DPRD Mimika menyebutkan keterlibatan Depdagri danBadan Intelijen Negara (BIN) dalam proses deklarasi Provinsi Irian Jaya Tengah. Hal inidiungkapkannya pada sebuah pertemuan antara Komnas HAM dengan anggota DPRD Mimikadi ruang sidang DPRD pada 9 September 2003 lalu, sebagai berikut:

“Ada keterlibatan BIN di dalam proses ini. Mereka pasti menyangkalnya tetapisaya sangat yakin akan hal ini. Sejak sebulan lalu, dua orang anggota BIN selaludatang ke sini, yang satu bernama Marthen, tapi yang satunya saya lupa. Kitasebenarnya sudah mengingatkan ketua DPRD untuk menunda deklarasi, tetapidia sudah terlalu diyakinkan oleh BIN”.

Sedangkan keterlibatan Depdagri, John melanjutkan bahwa:“Ada bisikan-bisikan dari Depdagri yang menyatakan bahwa, sudah, laksanakansaja, siapkan papan namanya dulu, nanti yang lainnya menyusul”.

Informasi yang didapat dari seorang pastor (masih memerlukan bukti yang lebih akurat)menyebutkan bahwa ketika terjadi pertemuan di Biak antara para Bupati di wilayah Provinsi IrianJaya Tengah, Bupati Nabire yang waktu itu tidak ingin menandatangani persetujuannyaterhadap pemekaran ditodong oleh anggota BIN dengan senjata di kepalanya. Sehinggadengan sangat terpaksa dia memberikan persetujuannya. Bahkan dikabarkan beberapamuspida di beberapa tempat didatangi oleh BIN agar mendukung pembentukan propinsi IrianJaya Tengah.

Pemerintah Provinsi PapuaIndikasi keterlibatan pihak pemerintah provinsi Papua dalam kelompok kontra pemekarandisebutkan oleh beberapa orang anggota DPRD dalam pertemuannya dengan anggota KomnasHAM pada tanggal 9 September 2003 lalu. seperti yang disampaikan oleh John Letsoin berikutini :

Page 23: Laporan lengkap Konflik Timikapdf

Tragedi Pemekaran Berdarah 23

“Saya melihat ada keterlibatan pemerintah provinsi dalam kelompok kontra inisebagai penyandang dana. Kalau tidak, dari mana mereka mendapatkan uanguntuk membayar ongkos puluhan truk seharga 400 ribu sehari? Dan juga untukmemberikan makan ribuan orang? Kita semua tahu bahwa ada pertentanganyang serius antara Gubernur Papua dengan Ketua DPRD Mimika”.

Ketika itu, bahasa serupa yang mendukung kalimat John Letsoin ini juga dilontarkan olehbeberapa anggota DPRD lainnya. Di antaranya adalah dari wakil ketua I DPRD Mimika,Wilhelmus Tahalele.

“Saya sependapat dengan pak John Letsoin. Dari mana uang untuk membayarpuluhan truk dengan harga 400 ribu per hari, belum lagi dengan memberikanmakan ribuan orang yang demo dan ikut perang. Ini benar bahwa ada indikasiadanya penyandang dana dari kelompok kontra”.

Yang lebih jelas tentang hal ini terlontar dari seorang tokoh masyarakat Amungme yang jugamerupakan tokoh di LEMASA, Viktor Beanal. Beliau mengatakan:

“Gubernur Papua sudah banyak memberikan bantuan dana kepada kelompokkontra sejak aksi demonstrasi sampai pada saat perang dan menjelang prosesperdamaian. Saya lihat sendiri uangnya yang diterima oleh Yopi Kilangin danmemberikannya kepada Hermina Pigay untuk memegangnya”.

Seorang aktivis LSM di Timika juga menyebutkan juga bahwa dia pernah melihat langsungkwitansi yang berasal dari Gubernur Papua, dan tidak hanya berjumlah satu lembar. Hal inidiketahuinya ketika kantor LSM tersebut dipakai untuk melakukan transaksi antara tokoh-tokohkontra pemekaran (seseorang yang ditunjuk untuk itu) dengan sopir truk yang dipakai pada saataksi: menuju perang, atau pada saat kosentrasi massa lainnya. Untuk diketahui, kantor lembagaaktivis LSM tersebut berada tepat di tengah-tengah markas kelompok kontra pemekaran diKwamki Baru.

Ketika hal ini dikonfirmasikan ke beberapa tokoh kontra pemekaran, mereka menolak adanyabantuan tersebut. Bahkan Gubernur Papua dalam beberapa pernyataan persnya secara tegasjuga menolak dengan mengatakan bahwa keinginan menolak pemekaran itu datang dari bawahyakni dari masyarakat Timika sendiri.

Pemerintah Kabupaten MimikaBupati mengaku bahwa panitia deklarasi Provinsi Irian Jaya Tengah tidak pernah melakukankoordinasi dengan Muspida kabupaten Mimika. Muspida dilibatkan pertama kalinya oleh panitiapada tanggal 21 Agustus 2003, ketika persiapan panitia sudah memasuki tahap terakhir.

Bupati Mimika memang tidak menandatangani isi Deklarasi Bali yang menyatakan dukungandari Bupati dan ketua DPRD di wilayah Provinsi Irian Jaya Tengah terhadap pemekaranprovinsi. Tidak jelas apakah Bupati hadir dalam pertemuan tersebut atau tidak. Melihat besarnyatuntutan pembatalan dari masyarakat, Bupati merasakan akan adanya konflik jika ini diteruskan,sehingga ketika pertemuan dengan panitia tanggal 21 Agustus 2003 di kantor DPRD dantanggal 22 Agustus 2003 malam di hotel Sheraton, Bupati telah mengusulkan untuk menundaacara pendeklarasian Provinsi Irian Jaya Tengah. Menurut Bupati, pihaknya tidak berhak untukmembatalkan acara deklarasi tersebut. Benar bahwa Bupati tidak hadir ketika acara deklarasi diGraha TDS. Tapi kehadiran Sekda kabupaten Mimika, Richard Kaemong, yang juga ikutmembacakan naskah deklarasi ketika itu harus juga dibaca sebagai keterlibatan pihakPemerintah kabupaten secara institusi.

Tentang pertikaian antara masyarakat lokal yang telah memakan korban, Bupati menilai hal ituadalah perang adat. Sehingga pemerintah kabupaten menyerahkan sepenuhnya kepadamasyarakat adat untuk menyelesaikannya sendiri dan pemerintah kabupaten tidak berhak untukikut campur. Hal ini disampaikannya ketika menerima rombongan Komnas HAM pada 10

Page 24: Laporan lengkap Konflik Timikapdf

Tragedi Pemekaran Berdarah 24

September 2003, di kediamannya, Rumah Negara. Pemerintah hanya mendesak kepadamasing-masing Way Mum (yang punya persoalan) untuk segera menyelesaikan pertikaian ini.

Akibat pertikaian muncul berbagai masalah seperti kerusakan tempat tinggal, penjarahan danpengungsian. Akan tetapi dengan tegas bupati tidak mau mengakui ada masyarakat yangmengungsi. Menurutnya laporan tentang adanya pengungsi terlalu dipolitisir oleh pihak-pihaktertentu. “Kalaupun ada, itu adalah konsekuensi dari perang adat, begitu juga dengan timbulnyapenjarahan di berbagai lokasi pemukiman penduduk, itu juga konsekuensi dari perang adat”.Demikian penegasan dari orang nomor satu di Timika.

Untuk mengatasi kondisi keamanan pasca terbunuhnya tukang ojek dan melakukan penertibanpenduduk, tidak hanya masyarakat Timika, tetapi juga masyarakat yang hendak berkunjung keTimika (mencegah masuknya provokator) pada tanggal 1 September 2003, Bupati Mimikakemudian mengeluarkan Maklumat dengan nomor 01/Bup/MMK/2003. Namun pelaksanaan dilapangan, tidak lebih dari sekedar formalitas belaka, bahkan kian memberatkan masyarakat.Sebagai contoh, di sebuah tempat sweeping, setiap orang yang kedapatan tidak membawa KTPdiharuskan membayar uang sebesar Rp. 20.000,- tetapi tidak diberikan sesuatu sebagai buktibahwa telah membayar, atau untuk pengurusan KTP nantinya. Ketika tiba pada sebuah tempatsweeping lainnya, orang tersebut akan mengalami perlakuan yang sama: membayar Rp. 20.000,-lagi dan juga tidak diberikan sesuatu sebagai bukti pembayaran.Dengan metode demikian, cukup efektifkah mengantisipasi masuknya provokator? Kondisi initidak disadari justru menjadi lahan korupsi serta pungli sejumlah oknum pejabat pemerintah.Berapa jumlah uang yang terkumpulkan serta dipergunakan untuk apa? Tidak jelas.

KepolisianKetika pihak kepolisian (Kapolres) diundang pada pertemuan dengan panitia pada tanggal 21Agustus 2003 dan 22 Agustus 2003, Kapolres sudah menghimbau kepada ketua panitia untukmenunda deklarasi. Ketika itu Kapolres mempertanyakan keabsahan panitia deklarasi ProvinsiIrian Jaya Tengah. Bahkan Kapolres juga sempat mengatakan bahwa jika keabsahan panitiatidak jelas, maka aparat kepolisian tidak siap untuk mengamankan jalannya deklarasi. Dapatdiindikasikan bahwa pihak Polres telah memprediksikan kemungkinan adanya konflik jika hal inidipaksakan, namun ketika itu, Kapolres tidak secara tegas melarang pelaksanaan acaradeklarasi.

Terhadap pertikaian yang terjadi – sama halnya dengan Bupati Mimika – Kapolres menilaibahwa pertikaian masyarakat pro dan kontra terhadap pemekaran sebagai persoalan adat:Perang Adat. Atas persoalan ini, Polisi senantiasa mengedepankan pendekatan persuasifberpola adat. Hal ini tampak dari setiap kali pernyataan Kapolda Papua tentang perlunyamemahami tradisi daerah setempat dan menjadikan adat sebagai pola penyelesaian masalah.

Hal ini yang menyebabkan penanganan dari pihak terkesan sangat lamban dalam meminimalisirlokasi, waktu dan korban yang timbul akibat pertikaian. Aparat keamanan hanya setia berjaga-jaga di dalam kota dan beberapa kantor pemerintahan. Meski kasus penjarahan danpemerkosaan di beberapa daerah pinggiran kota telah dilaporkan ke pihak kepolisian, toh aparatkeamanan tidak segera menempatkan personilnya di daerah-daerah rawan tersebut ataukomunitas-komunitas lainnya yang rawan konlfik. Kelambanan aparat kepolisian ini diakui jugaoleh beberapa anggota DPRD Mimika. John Letsoin bahkan menyebutkan bahwa aparatkeamanan menjadikan kasus ini sebagai proyek.

Selama Timika dalam status siaga I, pihak kepolisian hanya mendatangkan 1 SSK pasukanBrimob dari Polda Sulawesi Selatan dan 1 SSK dari Polda Papua. Ketika Maklumat Bupatikeluar, aparat keamanan masih belum terlihat tegas dalam mengamankan maklumat tersebut.Di beberapa lokasi di dalam kota, masih nampak terlihat beberapa orang dengan membawasenjata panah dan tombak yang hanya dibiarkan begitu saja oleh aparat keamanan. Ketika adarumah-rumah penduduk yang dijarah oleh sekelompok orang, polisi bersikap malas tahu, tapi

Page 25: Laporan lengkap Konflik Timikapdf

Tragedi Pemekaran Berdarah 25

ketika mobil dinas beberapa anggota DPRD dijarah oleh sekelompok orang pula, pihakkepolisian langsung bereaksi cepat menangkap mereka. Aparat kemudian sempat menahanbeberapa orang penjarah mobil dinas anggota DPRD tersebut, tapi karena tuntutan rekan-rekandan keluarganya, mereka kemudian dilepas. Lagi-lagi karena pertimbangan adat.

Kabid Humas Polda Papua, Kombes Drs. Daud Sihombing, SH, menyatakan bahwa adaketerlibatan beberapa oknum pejabat di pusat dalam pemekaran ini. Mengenai keterlibatanoknum pejabat di tingkat pusat ramai menjadi polemik antara POLDA Papua, Gubernur Papua,pihak Depdagri dan BIN di media massa. Namun ketika didesak oleh pihak Depdagri, DaudSihombing tidak bersedia menyebutkannya.

Sementara itu, Kapolres sangat membatasi diri terhadap pertemuan-pertemuan yang di luarpertemuan dengan Muspida. Hal ini nampak dari tidak bersedianya beliau untuk bertemudengan kami dan juga menolak bertemu dengan Komnas HAM.

DPRD MimikaKetika Inpres No. 1/2003 turun dan Provinsi Irian Jaya Barat telah resmi dideklarasikan, makapada 15 Februari 2003, sebanyak 23 dari 25 jumlah keseluruhan anggota DPRD Mimika segeramenghadap Jakarta untuk menyampaikan dukungannya terhadap Inpres No.1/2003 terutamatentang pembentukan propinsi Irian Jaya Tengah. Selain itu sebanyak 24 orang anggota dewankemudian menindaklanjutinya dengan membuat dan menandatangani pernyataan dukunganterhadap Inpres No. 1/2003 tersebut. Seorang anggota dewan mengakui bahwa aspirasi yangtelah disampaikan ke Pusat tersebut tidak melalui mekanisme pengambilan keputusan formal diDPRD seperti rapat Panmus, rapat dewan atau rapat paripurna misalnya. Aspirasi yang merekasampaikan tersebut – menurut beberapa anggota dewan, bertujuan hanya untuk mengamankanperintah presiden dan menjalankan amanat UU No. 45/1999, karena memang UU ini belumdicabut. “Kenapa daerah lain (maksudnya: daerah Irian Jaya Barat) bisa melakukannya sementaradi sini tidak”. Demikian salah satu pernyataan mereka.

Menurut ketua panitia deklarasi yang juga ketua DPRD Mimika, bahwa semua anggota DPRDMimika adalah juga merupakan panitia deklarasi, meski mereka sendiri tidak pernah mengetahuiatau melihat, atau diperlihatkan adanya SK kepanitiaan tersebut. Sejak acara deklarasi, tidakada satupun anggota dewan yang berada di kantor. Sampai ketika tim Komnas HAM Jakartamenemui mereka pada tanggal 9 September 2003 lalu, itupun hanya 12 orang yang hadir.

Sampai sekarang, belum ada satupun pernyataan resmi dari DPRD Mimika guna menyikapipertikaian masyarakat yang mereka wakili serta impilikasi yang timbul karenanya. Justru dibeberapa kesempatan anggota DPRD Mimika sangat menyayangkan sikap yang telah diambiloleh kelompok kontra pemekaran, dan menuduh bahwa kelompok kontra telah menjadikekuatan yang bergabung dengan kelompok TPN/OPM. Beberapa di antara mereka justrumenyalahkan kebijakan pemerintah pusat, atau juga melemparkan kesalahan kepada beberapaoknum anggota DPRD sendiri yang terkesan hanya mencari pembenaran. Selain itu, merekajuga menyampaikan penyesalannya atas kelambanan pihak kepolisian dalam menyikapipersoalan yang terjadi.

Pernyataan beberapa anggota DPRD berikut ini mungkin menarik untuk disimak. Pernyataan inidisampaikan pada pertemuan DPRD Mimika dengan tim Komnas HAM pada 9 September 2003lalu, sebagai berikut:

HM. Arsyad Ilham (fraksi Golkar):“Bagi saya, ini bukan lagi persoalan pro atau kontra Pemekaran. Tapi sudah adaindikasi kelompok yang mau Merdeka di belakang kontra Pemekaran. KomnasHAM harus selidiki ini, jangan sampai bendera naik sebentar malam.

Page 26: Laporan lengkap Konflik Timikapdf

Tragedi Pemekaran Berdarah 26

Ini sudah ada “M” di belakang kelompok kontra Pemekaran. ini semua ulahnyaMus Pigay2. Untuk mengamankan kota Timika, hanya satu saja: usir Mus Pigaydari Timika”.“Waktu kasus pembunuhan tukang ojek dulu, saya sudah bilang ke Kapolres,kalau tidak bisa mengamankan Timika dalam 50 menit, maka saya selaku kepalasuku besar dan panglima perang masyarakat pendatang akan mengambil alihuntuk mengamankan Timika, dan saya tidak akan dikenai HAM”.

John Letsoin (fraksi PDIP):“Ketua DPRD bilang bahwa semua anggota DPRD masuk dalam kepanitiaanpemekaran, tapi saya sendiri sampai sekarang tidak pernah melihat apalagimenerima SK kepanitiaan tersebut”.Selain itu, sebetulnya pertikaian ini juga berasal dari arogansi pemerintah provinsidalam membagi dana Otsus. Selama ini Mimika sangat dirugikan, begitu banyakdana yang seharusnya bisa kami kelola, tapi selama ini dipakai oleh provinsi,seperti royalti Freeport atau dana Otsus. Sehingga dewan berpikir bahwa kalauini jadi provinsi, maka semua dana-dana tersebut kita sendiri yang kelola.

Derek Waita (wakil ketua II):“UU No. 45/1999 dan UU No. 21/2001 bagi kami kurang jelas. Artinya bahwakalau melaksanakan UU No. 21/2001, terus UU No. 45/1999 diapakan? Ini yangtidak jelas. Sehingga kami berpikir bahwa UU No. 45/1999 masih berlaku. Kamisendiri bingung, UU yang mana yang harus dilaksanakan. Kenapa Irian JayaBarat sudah dideklarasikan tanpa harus mempertentangkan keduanya? Menurutkami, UU No. 45/1999 sebagai produk hukum wajib untuk dilaksanakan. Karenamemang tidak ada penjelasan dari Pusat terhadap ke 2 UU ini”.

Andreas Anggaibak sendiri selaku ketua DPRD Mimika berpikir bahwa jika Papua dimekarkan,maka akan banyak sekali dana-dana yang bisa dikelola oleh Provinsi Irian Jaya Tengah tanpaharus dibagi dengan provinsi lainnya. Selama ini dana-dana tersebut terlalu dihabiskan olehpemerintah provinsi Papua dan kabupaten Mimika yang seharusnya mendapatkan dana yanglebih dari pengelolaan PT. Freeport – misalnya – dibanding provinsi sendiri atau kabupatenlainnya.

TNISecara umum, peran pihak TNI sama sekali tidak terdeteksi. Kehadiran DANDIM, DANLANALdan DANLANUD Mimika dalam setiap pertemuan yang berkaitan dengan pertikaian konflikpemekaran propinsi Irian Jaya Tengah seolah-olah hanya menjadi pelengkap unsur Muspidakabupaten Mimika. Tidak ada satupun pernyataan resmi yang signifikan dari unsur militer didaerah Mimika – minimal memberikan pernyataan yang bersifat meneduhkan emosi. Hal yangcukup menjadi perhatian adalah ketika Timika berjibaku dalam kubangan konflik horizontal,Komandan KODIM 1710/Tmk diserah-terimakan dari Letkol Togap F. Gultom kepada LetkolSiburian pada tanggal 6 September 2003, hanya 13 hari pasca deklarasi. Pergantian terkesansangat mendadak, karena sama sekali tidak ada publikasi sebelumnya.

Berkaitan dengan unsur militer, beberapa sumber informasi menyebutkan bahwa di Timikasetidaknya ada sepuluh orang anggota KOPASSUS yang tidak di-BKO-kan ke KODAMXVII/Trikora. Hal ini juga diakui oleh Kahar Rasyid (yang ditugaskan oleh Eurico Guterres untukmembentuk Front Pembela Merah Putih di Timika). Kahar Rasyid menyebutkan bahwa hubunganmereka dengan KOPASSUS sangat dekat, dan antara mereka selalu melakukan koordinasi

2 Mus Pigay (Wilhelmus Pigay) adalah seorang anggota DPRD Mimika dari fraksi PDKB. Adalah satu-satunyaanggota DPRD yang tidak mau menandatangani dukungan DPRD Mimika terhadap Inpres No. 1/2003. Fraksi PDKBjuga yang menjadi satu-satnya fraksi yang tidak ke Jakarta untuk menyatakan dukungannya setelah Inpres No.1/2003 dan Radiogram Mendagri terbit.

Page 27: Laporan lengkap Konflik Timikapdf

Tragedi Pemekaran Berdarah 27

sehubungan dengan situasi Mimika pada umumnya dan khususnya yang berkaitan dengankonflik pemekaran Propinsi.

Partai PolitikAwal pembentukan panitia pemekaran Provinsi Irian Jaya Tengah, satu-satunya fraksi di DPRDMimika yang tidak menandatangani pernyataan dukungan terhadap pelaksanaan UU No.45/1999 adalah PDKB. Dan menjelang acara deklarasi Provinsi Irian Jaya Tengah, serta ketikamasyarakat pro dan kontra pemekaran bentrok dalam perang, beberapa partai politik terjunlangsung mengerahkan massa. Ketua-ketua partai yang cenderung antusias tersebut adalahjuga merupakan tokoh-tokoh pro pemekaran, yakni: Philipus Wakerkwa, Partai Amanat Nasional(PAN); Markus Timang, Partai Nasional Banteng Kemerdekaan (PNBK); Heronimus Taime,Partai Indonesia Tanah Air Kita (PITA). Sedangkan Partai Buruh, Yopi Kilangin, adalah salahsatu tokoh di kelompok kontra.

Sulit dipahami secara transparan mengapa para pemimpin partai turut terlibat sebagai tokoh-tokoh sehubungan dengan konflik pemekaran, apakah karena – secara sederhana – konfliktersebut dapat dijadikan momentum dalam mencari dukungan massa, ataukah karenaberkepentingan terhadap pengembangan partai dari level kabupaten menjadi level propinsi,money politik? Ataukah karena sebagian besar dari tokoh-tokoh tersebut sejak lama merupakantokoh-tokoh yang selalu berperan dalam dinamika sosial politik dan kemasyarakatan di Mimika,tidak hanya karena konflik pemekaran tetapi jauh sebelum itu. Dana 1%, misalnya.

Lembaga AdatLEMASA adalah lembaga adat yang terang-terangan menolak pemekaran Provinsi Irian JayaTengah. Beberapa pengurusnya bahkan menjadi motor penggerak kekuatan massa kontrapemekaran. Meski demikian, pada prakteknya para tokoh dan masyarakat suku Amungmesendiri dalam perang ini terpecah ke dalam dua kubu yang berkonflik: kontra dan propemekaran.

Pilihan politik LEMASA tersebut tidak diikuti oleh LEMASKO (Lembaga Masyarakat Adat SukuKamoro). Secara kelembagaan, LEMASKO lebih menunjukan sikap yang netral, sebagian besartokoh dan masyarakat adatnya juga tidak ingin terlibat dalam konflik. Pilihan ini justrumenimbulkan konsekwensi tersendiri bagi mereka. Masyarakat yang tidak mengambil bagiandalam perang, justru menjadi korban dari dua kelompok yang berkonflik.

Paguyuban PendatangKKSS (Kerukunan Keluarga Sulawesi Selatan) dan Kerukunan Keluarga Kei, adalah duapaguyuban yang sejak awal mendukung adanya pemekaran Provinsi Irian Jaya Tengah. Bahkanjauh sebelum konflik terjadi ketua KKSS telah sering memberikan pernyataan dukungannyaterhadap pemekaran propinsi. Tetapi ketika konflik pecah, mereka memilih mundur dan tidakberkomentar. Paguyuban lainnya cenderung memilih tidak terlibat dalam perdebatan seputarpemekaran propinsi.

Ketika peristiwa 31 Agustus 2003 (pembunuhan beruntun terhadap tukang ojek), KKSS adalahkelompok yang secara lembaga memperlihatkan sikap yang sangat reaktif. Ketua KKSS, yangjuga salah satu anggota DPRD Mimika, sering kali mengeluarkan kalimat bernada provokatif dihadapan massa pendatang. Bahkan dengan tegas beliau memberikan ultimatum kepadaKapolres untuk mengamankan kota Timika dalam waktu 50 menit.

“Jika tidak, saya selaku panglima perang dan kepala suku besar pendatang yangakan memimpin pendatang untuk mengamankan Timika”,

Page 28: Laporan lengkap Konflik Timikapdf

Tragedi Pemekaran Berdarah 28

Demikian dia mengklaim diri sebagai kepala suku besar dan panglima perang suku pendatang.Kalimat itu diucapkan di hadapan massa pendatang dan Muspida Mimika, ketika itu, dipinggangnya juga sudah terselip sebilah parang panjang yang terus dibawanya, bahkan ketikapada pertemuan antara Muspida dan segenap komponen masyarakat di hotel Serayu, tanggal 1September 2003.

KKBSU (Kerukunan Keluarga Besar Sulawesi Utara) nampak lebih bersikap hati-hati danakomodatif dalam upayanya menenangkan situasi. Hal ini terlihat ketika pada 4 September 2003bertempat di Hotel Serayu Timika, mereka menggelar acara doa bersama untuk semua agamaatas peristiwa yang telah terjadi. Sayang, kegiatan tersebut diselenggarakan di sebuah hoteldengan kapasitas dan sosialisasi yang sangat terbatas akibatnya untuk bisa diakses olehkomponen masyarakat yang lebih luas.

Kelompok MahasiswaKelompok cendekiawan muda ini relatif kecil dan masih belum memahami posisinya di tengahmasyarakat. Ketika perang pecah, mahasiswa dari etnis pribumi justru ikut meleburkan diri didalam kelompok yang berkonflik. Beberapa di antara mereka bahkan menjadi panglima perang.Sedangkan mahasiswa dari etnis pendatang lebih memilih diam. Kesan ketidakpedulianmahasiswa ini juga harus dipahami karena rata-rata usia lembaga perguruan tinggi di Timikamasih sangat muda dan relatif sedikit dengan media komunikasi yang sangat terbatas pula.

Setelah beberapa saat, komponen mahasiswa mulai menyadari situasi yang terjadi danpentingnya membangun kekuatan bersama. Mereka kemudian mencoba melakukan upaya-upaya konsolidasi di kalangan mereka, mendekati teman-teman mahasiswa satu persatu,membangun ruang yang lebih netral dalam satu kelompok kecil. Pekerjaan ini nampak dimotorioleh mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Penyalur Aspirasi Massa Amungsa Timika (FHUPAMA). Kelompok kecil ini kemudian menyatukan diri ke dalam Tim Zona Damai yangberanggotakan Paroki Tiga Raja Timika, LBH Pos Timika dan ALDP Jayapura, yang kemudianmemprakarsai bantuan-bantuan kemanusiaan, seperti mengumpulkan bahan makanan untukmasyarakat yang mengungsi.

Kelompok Pimpinan AgamaTidak ada konsensus bersama yang lahir dari tokoh-tokoh agama dalam menyikapi persoalanini. Namun dapat dilihat bahwa ada pilihan cara-cara tersendiri yang telah dilakukan olehbeberapa kalangan agama. Paroki Tiga Raja Timika misalnya, lebih memilih beraliansi denganbeberapa LSM dan mahasiswa (Tim Zona Damai) untuk memberikan bantuan kemanusiaankepada korban yang timbul kibat konflik. Gereja Kemah Injili, di bawah pimpinan Pendeta IsackOnawame terjun langsung ke tengah-tengah konflik. Dengan cara menjadi kelompok yangbergerilya berdoa dari rumah ke rumah untuk menenteramkan warga masyarakat. Selain itu,mereka juga bertindak sebagai pengawas jalannya perang. Mereka mengawasi kelompok yangbertikai agar hanya berhadapan langsung dan tidak boleh mengepung dari segala penjuru.Mengingat jumlah kelompok pro pemekaran jauh lebih kecil dibanding kelompok kontra.Sehingga dikhawatirkan akan jatuh korban yang jumlahnya sangat besar dari kelompok pro jikakelompok kontra menyerang dari segala penjuru. Langkah ini diambil dengan etika perang didalam adat, yakni bahwa perang hanya diperbolehkan jika kedua kubu saling berhadapanlangsung.

Sedangkan kelompok dan tokoh-tokoh agama lain seperti Islam (MUI) dan Hindu serta Budhasama sekali tidak memperlihatkan perannya untuk mencoba mendamaikan pertikaian ini.

Page 29: Laporan lengkap Konflik Timikapdf

Tragedi Pemekaran Berdarah 29

Kelompok PerempuanDalam beberapa kasus sebelumnya, kelompok perempuan yang dimotori oleh YAHAMAK,sering kali menjadi penengah di antara kelompok yang bertikai. Tetapi untuk kasus ini, merekatidak mampu melakukannya. Hal ini diakui oleh kelompok YAHAMAK sendiri yang kemudianmenjadi sebuah tanda tanya besar bagaimana mungkin konflik ini dikatakan perang adat apabilakonflik tidak dapat selesai walaupun sudah menggunakan mekanisme penyelesaian secaraadat. Menurut YAHAMAK, kepentingan politik inilah yang telah membuat kekuatan merekamenjadi lumpuh, bahkan mereka sendiri menjadi korban.

MasyarakatBeberapa pengakuan masyarakat menarik untuk diketahui. Salah seorang dari kelompok promengatakan sebagai berikut:

“Kami tidak tahu tiba-tiba ada truk yang menjemput kami dan mereka mengajakkami untuk mengikuti pesta bakar batu di Graha TDS. Kami juga tidak tahu kalaupesta yang kami ikuti ini dalam rangka apa. Kami sama sekali tidak pernahmembayangkan kalau nantinya kami sendiri akan terlibat dalam perang dengansaudara kami sendiri”.

Ditambahkan pula oleh beberapa masyarakat pro pemekaran bahwa pada hari Minggu, 17Agustus 2003 usai kebaktian di Gereja, ada pengumuman untuk mengikuti acara bakar batu danmakan babi di Graha TDS pada 23 Agustus 2003 nanti.

Sedangkan kelompok kontra pemekaran, kita akan temui pengakuan sebagai berikut:“Waktu itu kami tidak tahu apa-apa tapi tiba-tiba ada mama-mama dari HAMAK(maksudnya: kelompok ibu-ibu dari YAHAMAK) dengan truk dan mengajak kamiuntuk ke Graha TDS, katanya untuk tolak pemekaran. Kami tidak tahu kalaunantinya akan terjadi perang”.

Pada kelompok pro pemekaran, kita akan banyak bertemu dengan masyarakat yang tidakmengetahui apa itu pemekaran, apa itu Otonomi, apalagi dengan UU No. 45/1999, UU No.21/2001 atau bahkan Inpres No. 1/2003 dan Radiogram Mendagri. Kondisi ini juga akan kitadapatkan di kelompok kontra. Banyak masyarakat yang tidak tahu menahu duduk persoalannya,karena mereka hanya ikut-ikutan saja terhadap keramaian yang ada. Namun ketika sudahtimbul perang, semua lantas membagi diri menjadi dua kekuatan dan saling berlawanan.

Sedangkan di kalangan masyarakat urban. Tidak ada satupun yang mencoba untuk melakukangerakan reaktif apalagi proaktif sampai ketika peristiwa pembunuhan tukang ojek terjadi. Ketikaitu, reaksi yang ditimbulkan oleh masyarakat pendatang cenderung memancing timbulnyapertikaian yang lebih luas: SARA. Jika situasi saat itu tidak segera diatasi, kemungkinanterburuk tersebut tidak mustahil terjadi.

Ada pernyataan menarik dari seorang tukang ojek yang ikut melakukan pawai bersamakelompok pro pemekaran lainnya pada saat acara deklarasi Provinsi Irian Jaya Tengah, 23Agustus 2003 lalu, sebagai berikut:

“Keikutsertaan saya dengan teman-teman ojek yang lain dalam pawai itu jujurhanya karena kami dibayar. Satu orang 50 ribu rupiah dalam waktu yang relatifsingkat kan lumayan”.

Mama Theresia, salah satu anggota kelompok ibu-ibu dari YAHAMAK, yang melihat langsungpembagian jatah kepada kelompok ojek ini mengatakan sebagai berikut:

“Waktu itu saya lihat dengan mata kepala sendiri, dorang (panitia pemekaran) bagiuang seperti bagi kartu saja”.

Page 30: Laporan lengkap Konflik Timikapdf

Tragedi Pemekaran Berdarah 30

BAGIAN LIMA:SEDIKIT TENTANG ETNO-POLITIK

Sehari setelah deklarasi Provinsi Irian Jaya Tengah, terjadi pertikaian yang tidak dapat dihindariantara massa pro dan kontra pemekaran. Atas peristiwa ini, pemerintah pusat dan jugapemerintah daerah langsung memberikan stempel Perang Adat kepadanya. Sosialisasi perangadat ini kian lengkap setelah beberapa surat kabar memblow up peristiwa tersebut dengan fontberukuran besar pada setiap headline-nya. Kendati propaganda perang adat tersebut telah cobauntuk dibantah oleh beberapa orang seperti tokoh adat: Tom Beanal, Ketua Dewan Adat Papua,akan tetapi isu perang adat tetap dikedepankan oleh pihak-pihak yang berkepentingan, hinggamenenggelamkan klarifikasi tersebut.

Pertanyaannya, benarkah tragedi yang mengiringi deklarasi Provinsi Irian Jaya Tengah pada 23Agustus 2003 lalu adalah perang adat? Tentu sangat tidak mudah untuk menjawab pertanyaanini, namun kita akan mencoba mengeksplorasi sejumlah fakta untuk sampai pada kesimpulan:konflik tersebut merupakan perang adat atau bukan.

Pada umumnya, suku-suku yang berdiam di daerah pegunungan tengah memiliki karakteristikyang hampir sama, namun dalam beberapa hal setiap suku memiliki aturan adat yang spesifik.Tipe kepemimpinan masyarakat yang hidup di daerah pegunungan adalah Big Man, atau PriaBerwibawa yang didapat melalui usaha dan kerja keras. Ciri terpenting dari tipe kepemimpinanini adalah kecakapannya untuk memanipulasi orang dan sumber daya guna mencapai maksuddan tujuan politiknya. Keberanian yang diperlihatkan dalam hal berperang dan memimpinperang adalah salah satu syarat yang sangat penting dalam tipe kepemimpinan Big Man.3

Dalam kehidupan sosial, setiap anak yang sudah dianggap dewasa harus hidup terpisah dariorang tua dan tinggal bersama rekan-rekannya di Rumah Bujang. Di sinilah seorang anak diujikemandiriannya. Seorang anak laki-laki yang hendak menikah harus memenuhi syarat yangantara lain: sanggup memanah babi, membuat kebun dan ikut berperang. Begitupun jugahalnya dengan perempuan yang sudah menginjak dewasa.

Hal inilah yang membuat masyarakat yang hidup di daerah pegunungan gemar – Bupati Mimikabahkan menyebutnya kecanduan – berperang. Di kalangan kelompok pemuda, situasi perangini justru ini dijadikan sebagai ajang untuk memperlihatkan kemampuan berperangnya denganmaksud agar mendapatkan simpati dari seorang perempuan.

Jika seseorang mempunyai masalah dan tidak sanggup mengatasinya sendiri, maka dia bisameminta orang lain untuk membantunya. Bantuan yang diberikan biasanya didasarkan atasikatan emosional, atau berdasarkan hubungan kekerabatan, atau juga sejarah masa lalu diantara mereka. Orang yang punya masalah ini disebut Way Mum (sebutan dalam suku Amungme).Segala kebutuhan pasukan perang ditanggung oleh Way Mum. Termasuk memberikan uangkepala kepada (jika ada) korban yang meninggal dunia, juga memberikan uang pengobatankepada mereka yang terluka. Seorang Way Mum tidak berhak menolak berapapun uang kepalayang diajukan oleh korban. Jika Way Mum tidak sanggup membayarnya, maka korban bisamengambil apa saja kepunyaan sang Way Mum, termasuk anak gadisnya sekalipun. Perangbiasanya timbul karena persoalan perempuan, babi, tanah dan atau pembunuhan bermotifkriminal. 4

3 Lihat Yulfita Raharjo dalam Proseding Seminar: Membangun Masyarakat Irian Jaya. Diterbitkan oleh PuslitbangKependudukan dan Ketenagakerjaan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. 1995.4 Wawancara dengan Bupati Mimika tanggal 9 September 2003 dan tokoh masyarakat Amungme pada beberapakesempatan.

Page 31: Laporan lengkap Konflik Timikapdf

Tragedi Pemekaran Berdarah 31

Bagi sebagian besar suku di pegunungan, perang memiliki etika tersendiri. Ada hukum perangyang telah menjadi kesepakatan secara adat di antara mereka. Pada suku Amungme misalnyamengenal aturan perang antara lain:

1. Laki-laki yang ikut berperang harus tinggal di Rumah Bujang dan tidak boleh kembali kerumah. Laki-laki yang sudah berkeluarga tidak boleh berhubungan dengan istri selamaperang. Bagi yang masih bujang tidak boleh mengganggu perempuan meski hanyabercanda.

2. Tidak boleh mencuri barang yang menjadi milik musuh atau milik orang lain yang tidak ikutberperang.

3. Tidak boleh memperkosa apalagi membunuh perempuan, anak kecil dan orang tua daripihak musuh.

4. Tidak boleh menerima pemberian apapun dari pihak yang tidak ikut dalam peperangan.

5. Orang dari luar tidak diperbolehkan masuk dan memakan makanan yang disediakan untukpasukan yang berperang.

6. Perang tidak boleh pada malam hari dan lokasi perang sudah ditentukan. Biasanya padadaerah yang jauh dari pemukiman penduduk.

7. Ada waktu-waktu tertentu yang disepakati untuk menghentikan perang guna memberikankesempatan bagi kelompok yang berperang untuk makan.

8. Jumlah korban di kedua belah pihak harus sama.

Betapa etisnya mereka mengatur kehidupan sosial mereka sendiri. Bahkan ketika berperangsekalipun penghormatan terhadap hak milik orang lain dan eksistensi perempuan dan kelompokyang rentan dengan konflik lainnya begitu besarnya. Dalam kondisi perang saja demikian,apalagi dalam situasi yang aman.

Meski demikian, Semua masyarakat adat pada suku-suku di pegunungan yang memiliki tradisiperang juga memiliki tradisi damai. Sehingga walaupun perang sering terjadi namun selalu adamekanisme untuk membangun perdamaian . Tradisi tersebut melambangkan kearifan lokal.

Semenjak pecahnya perang ( konflik pemekaran propinsi Irja Tengah ), kenyataan di lapanganmenyadarkan kita bahwa tidak satupun unsur perang dalam aturan adat di atas yang terpenuhi.Termasuk dengan fenomena sejarah masa lalu mereka sendiri. Kaitannya dengan hal ini,ucapan Pendeta Ishak Onawame, mungkin ada baiknya juga kita simak, sebagai berikut:

“Memang ini bukan perang adat, ini perang melawan kebijakan pemerintah yangtelah menggunakan orang Papua untuk melaksanakan kebijakannnya tersebut,hingga akhirnya kami orang Papua sendiri yang saling berperang. Pemerintah inimemang sangat terkenal dengan politik adu dombanya”.“Bagi kami masyarakat Papua, adalah merupakan sebuah penghinaan yangteramat besar ketika nama Irian Jaya kembali digunakan. Papua adalahpertaruhan jati diri dan harga diri kami, maka jangan katakan ini perang adat”.

Selain itu, pihak-pihak yang terlibat dalam konflik terdiri dari enam suku besar: Amungme, Dani,Damal, Moni, Ekagi dan Nduga yang uniknya setiap suku ini terpecah menjadi dua kekuatanyang saling berhadapan: pro dan kontra pemekaran.

Bahkan dalam keluargapun ada yang terpecah menjadi dua. Ada orang tua yang bergabung dikelompok pro pemekaran tetapi anaknya ada di bagian kontra pemekaran, atau ada seorangkakak di kelompok kontra tetapi adiknya ikut bersama massa pro pemekaran.

Hal yang harus mendapatkan stabilo adalah bahwa dalam sejarah perang suku-suku dipegunungan, belum pernah sekalipun suku Amungme berkoalisi dengan suku Dani untukmenyerang suku atau kelompok lain. Hampir dapat dipastikan bahwa tidak ada satupun issue

Page 32: Laporan lengkap Konflik Timikapdf

Tragedi Pemekaran Berdarah 32

yang bisa menyatukan kedua suku ini. Sehingga ada benarnya jika dikatakan bahwa sukuAmungme merupakan musuh abadi bagi suku Dani.

Ungkapan Pendeta sekaligus tokoh masyarakat Amungme tersebut di atas telah membawa kitapada sebuah temuan alasan kenapa suku Amungme dan suku Dani – dalam sejarahpeperangan orang Amungme – bisa bersama-sama menyerang kelompok lain.

Masih adakah alasan untuk mengatakan bahwa ini perang adat?

Page 33: Laporan lengkap Konflik Timikapdf

Tragedi Pemekaran Berdarah 33

BAGIAN ENAM:UPAYA MEMBANGUN PERDAMAIAN

Proses Menuju PerdamaianInisiatif para pihak yang paling berkeinginan untuk melakukan perdamaian denganmenggunakan mekanisme adat dalam menyelesaikan konflik pemekaran propinsi Irja Tengah diMimika adalah para Muspida, terutama Bupati dan Kapolres. Sedangkan pihak-pihak adat yangberkonflik sendiri cenderung tidak pernah memberikan pernyataan bahwa perang tersebutadalah perang adat dan perlu diselesaikan dengan cara adat.

“Apapun yang terjadi, upacara perdamaian harus segera dilaksanakan. Hal iniuntuk mencegah jangan sampai ada pihak ketiga yang membuat suasana yangkian membaik ini menjadi rusuh lagi”.

Demikian kalimat yang selalu diucapkan oleh Bupati dan Kapolres Mimika pada beberapakesempatan. Harus diakui bahwa pihak Muspida kabupaten Mimika sangat pro aktif dalam halmengusahakan perdamaian bagi kedua kubu. Tak henti-hentinya mereka bergerilya dari satupertemuan ke pertemuan lainnya. Pertemuan terkadang dilakukan terpisah antara kelompok,yang bertikai tetapi juga tidak jarang pertemuan dilakukan dengan dua kelompok secarabersamaan. Kesemuanya itu dilakukan hanya untuk terlaksananya perdamaian. Muspida –khususnya Bupati dan Kapolres Mimika – memang layak mendapat simpatik – tentu saja tanpamenafikkan usaha kelompok lain yang juga aktif mengajak pihak yang berkonflik untukberdamai.

Usaha mereka nampaknya tidak sia-sia. Setelah selama 33 hari perseteruan, maka pada Jumat,26 September 2003, bertempat di lapangan Timika Indah, Muspida Mimika berhasilmemfasilitasi proses perdamaian di antara dua kubu yang bertikai. Meski sempat terjadi sedikitketegangan ketika memulai ritual perdamaian, namun hal tersebut tidak menunda acara yangtelah lama diusahakan oleh Muspida Mimika.

Untuk diketahui, bahwa sesaat sebelum penandatanganan naskah perdamaian, Elminus Mom,kepala perang kelompok kontra meminta kejelasan tentang status pemekaran, apakahdilanjutkan atau tidak. Selain itu, dia juga meminta kepada pemerintah untuk meminta maafkepada masyarakat. Elminus Mom mengatakan bahwa kelompoknya tidak akanmenandatangani perdamaian jika hal ini tidak segera mendapat jawaban. Suasana sedikitmenegang, hingga akhirnya Kapolres Mimika mengambil alih acara. Kapolres mengatakansebagai berikut:

“Di sini tidak ada pernyataan politik, saat ini kita hanya fokuskan pada prosesperdamaian. Jika-jika saudara-saudara bersikeras, maka kalian akan berhadapandengan saya. Keputusan perdamaian ini adalah hal yang harus segeradilaksanakan sesuai dengan jadwal yang telah kita sepakati bersama”“Mengenai aspirasi saudara-saudara, hal itu bisa disalurkan melalui orang-orangyang telah kalian percayakan, di sini tidak ada pernyataan politik”

Melihat sikap tegas Kapolres ini, kelompok kontra yang sebelumnya sangat keras, kini mulaimelunak. Dan akhirnya proses perdamaian tetap dilaksanakan meski tidak dihadiri oleh AndreasAnggaibak. Sementara itu, beberapa tokoh sentral di kelompok kontra, seperti Yopi Kilangin danHermina Pigay juga tidak terlihat pada acara tersebut.

Mengapa perdamaian begitu lama dan terkesan sulit untuk dilaksanakan? Mungkin informasiberikut sedikit menjawab persoalan tersebut.Bahwa masyarakat yang terlibat dalam pertikaian ini kita tahu tidak hanya dari satu suku saja,namun melibatkan enam suku di daerah Mimika: Amungme, Dani, Ekagi, Damal, Moni danNduga. Meski secara garis besar, suku-suku yang bermukim di daerah pengunungan ini

Page 34: Laporan lengkap Konflik Timikapdf

Tragedi Pemekaran Berdarah 34

memiliki karakteristik yang hampir sama, namun dalam beberapa hal terdapat perbedaanmendasar.

Dalam hal ritual pada masing-masing kelompok sebelum proses perdamaian dilaksanakan,seperti acara memberi makan kelompok perempuan, kemudian acara memberi makan kelompok laki-laki yang ikut perang, serta acara makan bersama-sama di dalam kelompok. Hal ini sama sekalitidak dikenal oleh suku Amungme, tetapi bagi suku Dani, acara ini merupakan sebuah ritualyang harus dilaksanakan sebelum proses perdamaian. Perdebatan-perdebatan demikianlahyang sering kali menjadi penghambat proses perdamaian. Dalam situasi demikian, biasanyasuku Dani yang terkenal bertempramen tinggi dibanding suku lainnya yang selalu menjadipemenangnya.

Situasi Sosial Pasca-PerdamaianAcara perdamaian telah dilaksanakan, namun benarkah tidak ada lagi persoalan? Menilikkondisi sosial yang terjadi di lapangan pasca perdamaian 26 September 2003 lalu, kita akandiperhadapkan pada sebuah kondisi yang bertolak belakang dengan semangat perdamaian itusendiri. Setidaknya situasi ini masih berlangsung sampai pada akhir Oktober 2003.

Hal yang langsung terlihat adalah, para pengungsi masih berada di tempat-tempat pengungsian.Bahkan menurut Abner Daundi, seorang pendamping di YAHAMAK yang menampung ratusanorang pengungsi, mengatakan bahwa jumlah pengungsi makin bertambah. Di sekitar lokasi SPII, kita masih melihat kelompok pro yang membawa anak panah dengan posisi tali busur masihterpasang pada busurnya. Posisi ini – dalam pandangan adat – sebagai makna kesiapsiagaanterhadap segala situasi. Seorang tokoh suku Amungme, Viktor Beanal, bahkan memaknakanhal ini sebagai pertanda belum ikhlasnya kelompok pro pemekaran menerima perdamaian.Lantas, apakah kelompok kontra telah ikhlas menerima perdamaian ini? Thomas Wanmang,seorang tokoh LEMASA sekaligus koordinator lapangan kelompok kontra mengatakan demikian:

“Belum, kami merasa terpaksa menandatangani kesepakatan perdamaian waktuitu. Secara adat sebenarnya masih ada hal-hal yang belum dilaksanakansebelum memasuki perdamaian”.

Bahwa belum adanya kejelasan tentang status pemekaran menjadi hal yang sangat urgenterhadap proses perdamaian itu sendiri. Selain itu, Andreas Anggaibak selaku pencetuspemekaran Provinsi Irian Jaya Tengah yang telah menimbulkan perang saudara di antaramereka sendiri belum meminta maaf atas perbuatannya. Ditambah lagi denganketidakhadirannya ketika pelaksanaan perdamaian pada 26 September 2003 lalu, adalahmerupakan beberapa hal yang menjadi persoalan mendasar. Hal ini ditambah lagi denganbelum adanya pembayaran uang kepala kepada mereka yang telah meninggal dunia selamapeperangan (setidaknya sampai pada 23 Oktober 2003).

Mengenai tuntutan kelompok kontra terhadap Andreas Anggaibak untuk meminta maaf,Kapolres ketika pelaksanaan proses perdamaian itu mengatakan bahwa:

“Mengenai permintaan maaf, hal ini bisa dilakukan usai perdamaian karenamasih banyak waktu. Yang penting proses perdamaian yang disponsori olehpemerintah daerah ini harus dilaksanakan secepatnya. Soal permintaan maaf itubisa dilakukan pada waktu-waktu mendatang”.

Pengungsi yang masih berada di lokasi pengungsian nampaknya sudah tidak bisa lagi kembalike rumah masing-masing. Hal ini terjadi karena rumah mereka sekarang sudah ditempati olehkelompok pro pemekaran. tidak jelas alasan apa yang ada di benak mereka sehingga harusmenguasai rumah-rumah yang bukan menjadi miliknya tersebut. Kondisi ini juga terjadi dibeberapa rumah milik kelompok pro pemekaran yang kini juga dikuasai oleh masyarakat yangberasal dari kelompok kontra pemekaran.

Page 35: Laporan lengkap Konflik Timikapdf

Tragedi Pemekaran Berdarah 35

Pihak Kepolisian yang sudah mendapatkan laporan ini hanya memberikan himbauan kepadamereka untuk mengosongkan rumah-rumah yang bukan miliknya. Tidak ada ketegasan daripihak kepolisian, menangkap dan memproses mereka sesuai hukum, misalnya.

Pertanyaannya, kenapa perdamaian yang sejati belum juga terwujud di tanah Amungsa?Sedangkan menurut adat, jika proses perdamaian telah dilakukan, maka semua telah kembaliseperti semula, tidak ada lagi rasa saling bermusuhan, semua kembali menjadi rukun kembalitanpa ada lagi yang mengungkit-ungkit persoalan di masa lalu. Semua kembali beraktifitasseperti semula.

Mengikuti seluruh proses perdamaian yang dilakukan oleh Muspida kabupaten Mimika, kitaakan berhenti pada satu titik kesimpulan. Bahwa proses perdamaian hanya terjadi di lapisan luar(sosial: perang antara masyarakat). Sedangkan inti pokok persoalan (politik: pemekaran Provinsi IrianJaya Tengah) sama sekali tidak tersentuh. Selain itu, Muspida hanya bersikeras mengusahakanritual perdamaian secepat mungkin hingga mengabaikan hal-hal prinsip.

Bagi masyarakat, proses perdamaian model ini tidak lebih dari sekedar seremonial belaka.Tidak ada sama sekali ruh damai di dalamnya. Hal lainnya adalah, Muspida hanyamempertemukan panglima-panglima perang dari kedua kubu yang menjadi ujung tombak dilapangan. Sedangkan tokoh-tokoh utama di belakang peristiwa ini (Andreas Anggaibak, cs dikelompok pro dan Yopi Kilangin, cs di kelompok kontra) sama sekali belum pernah duduk bersama.Pun juga mereka ini tidak hadir dalam acara perdamaian pada Jumat, 25 September 2003 lalu.

Sikap Muspida yang hanya mengambil langkah-langkah untuk menghentikan pertikaian tanpamencoba menyentuh akar persoalan tergambar dari naskah pernyataan perdamaian yangditandatangani oleh kelompok yang bertikai. Sehingga akan memberikan peluang terhadapmunculnya konflik kembali dalam kurun waktu dan isue yang berbeda.

Hal ini kian menguatkan argumen kita bahwa yang terjadi di Timika usai deklarasi Provinsi IrianJaya Tengah adalah bukan perang adat, seperti tudingan pemerintah dan juga pers. Jikapersoalannya demikian. Maka siapa yang berani menjamin terciptanya dunia yang damai ditanah Amungsa?

Page 36: Laporan lengkap Konflik Timikapdf

Tragedi Pemekaran Berdarah 36

BAGIAN TUJUH:P E N U T U P

Sejumlah Simpulan Awal dan Pertanyaan Mendasara. Menilik sejarah pembentukan kabupaten Mimika. Bahwa kabupaten ini berubah menjadi

kabupaten devenitif atas dasar UU No. 45/1999. Ketika pro kontra UU No. 45/1999 padatahun 1999 lalu, daerah ini masih berbentuk kabupaten administratif dalam wilayahkabupaten Fakfak. Logiskah daerah yang mulanya hanya bersifat administratif tiba-tibadirubah menjadi devenitif – pada saat sistem pemerintahan belum stabil, di mana beberapaperangkat masih dibentuk berdasarkan penunjukan: anggota DPRD Mimika – sekaligussebagai ibukota provinsi Irian Jaya Tengah?

b. Persoalan belum akan berakhir hanya dengan menetapkan Provinsi Irian Jaya Tengah kedalam Status Quo. Dibutuhkan ketegasan Jakarta untuk menetapkan pilihan kebijakanpolitik terhadap Papua berdasarkan pertimbangan azas hukum dan sosial budaya sertasituasi politik yang berkembang.Hal ini menimbulkan kecurigaan terhadap upaya beberapa pihak yang berkepentingan untukme-redesign konflik dari konflik vertikal menjadi konflik horizontal dengan memperluas aktordan medan konflik. Bahwa kejadian pembunuhan terhadap beberapa masyarakat sipilpasca perang merupakan bukti awal terhadap hal itu.

c. Disinyalir adanya keterlibatan BIN dalam rencana deklarasi Provinsi Irian Jaya Tengah. Halini didasarkan atas keterangan seorang anggota DPRD Mimika sendiri. Menurut anggotadewan tersebut, hal inilah yang membuat ketua DPRD tetap kukuh untuk melaksanakandeklarasi Provinsi Irian Jaya Tengah. Sumber informasi lain mengatakan bahwa sejumlahBupati dan ketua DPRD yang ada di wilayah Provinsi Irian Jaya Tengah ditekan di bawahtodongan senjata untuk menandatangani persetujuan mereka terhadap pemekaran Papua.

d. Mengapa Gubernur Papua dan Kapolda Papua yang mempunyai kewenangan untukmenghentikan semua kegiatan yang dikhawatirkan akan menimbulkan korban di kalanganmasyarakat sipil justru diam dan terkesan tidak berani menghadapi kelompok AndreasAnggaibak?

e. Demikian pula Bupati dan Kapolres Mimika, meskipun telah mencium timbulnya konflik jikapendeklarasian Provinsi Irian Jaya Tengah tetap dipaksakan, namun mengapa Kapolrestidak menggunakan kewenangannya untuk menghentikan atau menunda acara tersebut?

f. Aparat kepolisian juga sangat lamban menyelesaikan konflik. Pendekatan persuasif berpolaadat yang mereka kedepankan pada akhirnya justru telah berakibat pada semakinmeluasnya wilayah konflik, bertambahnya korban dengan bermacam modus sertaberlarutnya penanganan dan penyelesaian konflik.

g. Fakta di lapangan yang mereka saksikan selama berlangsungnya perang dan dampaknyatelah membawa mereka pada persoalan yang kompleks dan sangat pelik untuk merekatemukan solusinya.

h. Ada ikatan benang merah antara Tragedi Pemekaran Berdarah dengan pengucuran dana1% dari PT. Freeport. Di mana tokoh-tokoh yang bertikai sekarang adalah juga merupakantokoh-tokoh ketika timbulnya persoalan dana 1% pada beberapa tahun lalu.

i. Benarkah, rentetan upaya pembunuhan terhadap 5 orang tukang ojek dan seorang wargalokal adalah kriminal murni? Ketika itu, waktu kejadiannya hampir bersamaan pada lokasiyang berlainan. Pada saat yang hampir sama pula, terjadi penculikan dan penyekapanterhadap Abner Daundi.

Rekomendasi

Page 37: Laporan lengkap Konflik Timikapdf

Tragedi Pemekaran Berdarah 37

a. Harus ada pertanggungjawaban hukum dari Pemerintah terhadap timbulnya korban akibatpertikaian: meninggal dan luka, perkosaan dan penjarahan rumah penduduk.

b. Pemerintah harus tegas menentukan pilihan politiknya pada provinsi Papua denganmemperhatikan azas hukum, sosial budaya yang dianut masyarakat lokal serta situasi politiknasional dan daerah yang berkembang.

c. Dibutuhkan sebuah tim investigasi yang kredibel dan independen guna mengusut adanyaindikasi pelanggaran hak asasi manusia yang timbul akibat dualisme kebijakan pusat, sertapengusutan terhadap dugaan keterlibatan beberapa lembaga dan pejabat pusat dan daerahdalam Tragedi Pemekaran Berdarah di Timika.

d. Pihak Kepolisian harus memanggil dan memeriksa para deklarator Provinsi Irian JayaTengah serta semua oknum yang telah terlibat di dalamnya. Demikian pula kepadakelompok kontra pemekaran, kaitannya dengan telah jatuhnya korban di pihak penduduksipil serta timbulnya pelanggaran hukum terhadap warga sipil karena peseteruan mereka.

e. Segera dilakukan recovery psikologi terhadap masyarakat sipil yang menjadi korban dalampertikaian melalui pemberian konseling.

Jayapura, 30 Oktober 2003

Tim Investigasi dan MonitoringAliansi Demokasi untuk Papua

Page 38: Laporan lengkap Konflik Timikapdf

Tragedi Pemekaran Berdarah 38

PERNYATAAN SIKAPPENOLAKAN PEMEKARAN PROPINSI PAPUA

OLEH MASYARAKAT PAPUA DI TIMIKA

Bentrokan fisik antara sesama penduduk sipil di Timika, Papua yang menewaskan lima (5)orang, korban luika-luka sebanyak seratus dua puluh (120) orang dan pemerkosaan tiga (3)orang perempuan warga sipil pasca Deklarasi Propinsi Irian Jaya Tengah pada tanggal 23Agustus 2003 lalu, merupakan tragedi yang dipicu oleh kepentingan elite-elite politik baik diPusat maupun di Daerah yang telah mengorbankan rakyat sipil.

Bahwa telah terjadi pro-kontra di antara penduduk di Kabupaten Mimika mengenai pemekaranPropinsi Papua, adalah suatu prestasi yang telah diraih oleh elite politik di Jakarta dan di Papuadalam menciptakan konflik horizontal di tengah masyarakat dan mengalihkan perhatianmasyarakat dari pelaksanaan Otonomi Khusus sesuai UU No. 21 tahun 2001 tanggal 21Nopember 2001.

Oleh karena itu kami masyarakat di Timika menyadari bentrokan fisik yang telah terjadi diantarakelompok pro dan kontra bukan semata-mata disebabkan oleh masalah pemekaran propinsitetapi kami menyadari bahwa ada upaya terselubung yang ingin menghancurkan rakyat Papuadengan cara menghidupkan kembali Undang-undang No. 45 tahun 1999 untuk memekarkanpropinsi Papua, yang sebenarnya validitas UU tersebut dipertanyakan dengan dikeluarkannyaUU No.21 tahun 2001 tentang Otsus Papua.

Kami masyarakat Papua di Timika memahami bahwa bentrokan berdarah yang menimpapenduduk sipil di Timika, Papua merupakan akibat dari dikeluarkannya Inpres No.1 tahun 2003secara misterius dan tergesa-gesa, dan sekaligus mematahkan identitas orang Papua.

Kami berpendapat bahwa dengan UU No.45 tahun 1999 yang menjadi dasar hukum Inpres No.1tahun 2003, justru dikhawatirkan dapat memecah-belah rakyat Papua; antara lain denganmenginterpretasikan Papuanisasi secara sempit, dalam arti tanah Papua Barat untuk rakyatPapua Barat, tanah Timika untuk Rakyat amungme dan Kamoro, tanah Sorong untuk rakyatSorong, tanah Biak untuk rakyat Biak ddan sebagainya. Oleh karena itu kami mendukungsepenuhnya UU tentang Otonomi Khusus Papua yang bertujuan untuk menempatkan orang asliPapua dan penduduk Papua umumnya sebagai subjek utama keberadaan pemerintah,pemerintah propinsi, pemerintah Kabupaten/Kota serta semua perangkat di bawahnya,uuntukmemberikan pelayanan kepada rakyat Indonesia di tanah Papua.

Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan mendalam tersebut di atas, maka secara tegas kamimasyarakat Papua yang ada di Timika menyatakan sikap sebagai berikut:

1. Meminta dengan tegas DPR RI untuk mendesak Presiden RI mencabut segera Inpres No.1tahun 2003 karena selain tidak dikenal dalam hirarki perundang-undangan menurut TAPMPR No.III/MPR/2000, juga bertentangan dengan UU No.21 tahun 2001 dan memicubentrokan berdarah serta mengakibatkan korban jiwa antara sesama penduduk yang tidakbersalah.

2. Mendesak DPR RI untuk memanggil Presiden dan Mendagri untuk mempertanggungjawabkan INPRES No.1/2003 yang dipandang sebagai bentuk kooptasi negara terhadap hakpolitik rakyat Papua Barat dan merupakan bentuk KUDETA SIPIL pemerintah Pusat terhadappemerintah daerah Propinsi Papua yang berakibat timbulnya korban jiwa dan luka-luka diTimika Papua Barat.

Page 39: Laporan lengkap Konflik Timikapdf

Tragedi Pemekaran Berdarah 39

3. Mendesak aparat penegak hukum untuk memanggil dan meminta keterangan sertapertanggungjawaban hukum dari Ketua DPRD Kab. Timika dan Bupati Kabupaten Yapenserta Panitia Pelaksana Pendeklarasian Propinsi IrjaTeng dan peresmian kantor GubernurIrian Jaya Tengah berkaitan dengan konflik fisik yang terjadi di Timika Papua Barat.

4. Meminta KAPOLRI untuk tidak menjawab peristiwa Timika dengan mengirim pasukan yangsebenarnya tidak perlu dan yang hanya akan menambah beban Kepolisian di Papua.Sebaliknya Kepolisian di daerah diarahkan untuk bertindak secara jujur dan adil mengungkapkebenaran peristiwa tersebut secara berimbang.

5. Menyerukan kepada semua pihak (dalam dan luar negeri) untuk mencegah terjadinyaDARURAT MILITER di Papua Barat dengan mendesak dikedepankannya DIALOG untukmenyelesaikan konflik politik di Papua Barat.

6. Kami secara tegas mendukung penuh agar segera dilaksanakannya OTONOMI KHUSUS(UU No.21 tahun 2001) di wilayah Tanah Papua dalam waktu satu (1) bulan, jika waktu yangtelah ditetapkan tidak dilaksanakan maka kami dengan tegas menyerukan kepadapemerintah Republik Indonesia segera membuka diri bagi rakyat Papua untuk melaksanakanREFERENDUM.

7. Mendesak pemerintah pusat agar tidak boleh dan tidak pernah ada untuk menggunakannama IRIAN JAYA dalam bentuk apapun sehingga nama PAPUA yang telah ditetapkan agardigunakan karena hal itu merupakan wujud terhadap harkat, martabat serta sejati orangPapua.

8. Mendesak pemerintah pusat, pemerintah daerah propinsi Papua dan Pemerintah kabupatenMimika segera mengeluarkan Surat Keputusan untuk membekukan Lembaga Legislatif(anggota dan jabatan Ketua DPRD Kabupaten Timika). Dan menuntup kantor DPRDkabupaten Mimika sampai dengan dilantiknya anggota DPRD kabupaten Mimika hasilPemilihan Umum tahun 2004.

9. Kami menuntut agar pemerintah Republik Indonesia bertanggung jawab atas korban baikkorban meninggal, korban luka-luka dan kerugian materiil yang ditimbulkan akibat konflik.

Demikian pernyataan sikap masyarakat Papua di wilayah adat Amungsa guna menghindariadanya konflik vertikal dan horizontal di Tanah Papua.

Dibuat di : TimikaPada tanggal : 3 September 2003

Hormat kami,

PIMPINAN LEMASA,

VIKTOR BEANAL LUKAS AMISIM

BARTOLOMEUS MAGAL MATIAS KELANANGAME

YOHANNES A. DEIKMEDirektur Executif LEMASA

PIHAK KORBAN I PIHAK KORBAN II

Page 40: Laporan lengkap Konflik Timikapdf

Tragedi Pemekaran Berdarah 40

(Disalin kembali sesuai aslinya)

Page 41: Laporan lengkap Konflik Timikapdf

Tragedi Pemekaran Berdarah 41

BUPATI MIMIKA

MAKLUMATNomor: 01/Bup/MMK/2003

Diumumkan kepada semua lapisan masyarakat kabupaten mimika bahwa berdasarkanhasil pertemuan antara muspida kabupaten mimika dengan tokoh masyarakat, tokohagama, tokoh pemuda, tokoh perempuan dan forum ojek disepakati bahwa:1. Peritiwa yang terjadi pada tanggal 31 Agustus 2003 adalah tindakan terkutuk dan

murni perbuatan kriminal dan tidak ada hubungannya dengan peristiwa / konflik politikyang terjadi sebelumnya.

2. Tindakan kriminal akan ditangani secara proporsional oleh aparat berwajib sesuaiketentuan hukum yang berlaku.

3. Bagi masyarakat diminta untuk tidak terpancing untuk melakukan tindakan mainhakim sendiri dan menyerahkan penanganannya kepada aparat yang berwajib.

4. Tidak diperkenankan membawa, memiliki, menyimpan dalam persediaan semua jenissenjata tajam seperti panah, tulang kasuari, badik/keris, parang, tombak dansejenisnya ke tempat umum (pasar, pemukiman, pertokoan, perkantoran dansebagainya).

5. Segera melaporkan kepada pihak yang berwajib atau melalui posko di kantor DPRDkabupaten Mimika jika ada orang / kelompok yang sengaja memprovokasi agarsuasana kabupaten Mimika menjadi keruh.

6. Segera akan diadakan Operasi Yustisi berupa pemeriksaan identitas diri seperti KTPdan surat-surat lainnya.

7. Bandar udara dan Pelabuhan Laut akan diperketat dengan pemeriksaan semuapenumpang yang masuk tentang maksud dan tujuan kedatangannya di Timika.

Demikian maklumat ini dikeluarkan untuk dilaksanakan dengan penuh rasa tanggungjawab.

Timika 1 September 2003

Bupati Timika

Klemen Tinal, SE

(Disalin kembali sesuai aslinya)

Page 42: Laporan lengkap Konflik Timikapdf

Tragedi Pemekaran Berdarah 42

PERNYATAAN DAMAI

Pada hari ini Jumat, 26 September 2003, kami kedua pihak yang pernah bertikaipascapendeklarasian Provinsi Irian Jaya Tengah, dengan ini menyatakan dengan sungguh-sungguh bahwa:

1. Sepakat untuk menyelesaikan konflik dimaksud dengan cara damai dan penuhkekeluargaan.

2. Menghentikan semua bentuk perselisihan, pertikaian, permusuhan dan segala bentuk tindakkekerasan di antara kedua pihak.

3. Persoalan korban jiwa di antara kami akan diselesaikan secara kekeluargaan oleh masing-masing pihak dan bukan merupakan penghalang perdamaian ini.

4. Akan meletakan dan menyimpan semua jenis senjata tajam yang kami miliki.

5. Kembali beraktivitas seperti sedia kala sebelum kami bertikai dalam suasana persaudaraan,kekeluargaan dengan penuh cinta kasih dan rasa damai.

6. Tidak ada lagi rasa sakit hati dan dendam di antara kami.

7. Menyerahkan sepenuhnya kepada aparat penegak hukum untuk memproses sesuaiketentuan perundang-undangan yang berlaku apabila di antara kami ada yang tidakmentaati perdamaian ini

Demikian pernyataan ini kami buat dengan sebenarnya dan penuh persaudaraan tanpapaksaan atau tekanan dari siapapun juga.

Page 43: Laporan lengkap Konflik Timikapdf

Tragedi Pemekaran Berdarah 43

Lampiran-lampiran

1. Korban Akibat Perang Terbuka:

NO. NAMA L/P

KET. NO. NAMA L/P KET.

1.2.3.4.5.6.7.8.9.

10.11.12.13.14.15.16.17.18.19.20.21.22.23.24.25.26.27.28.

Jemmy BeanalTinus MomTeris MuribYulia TakatiLambert OniowaBeni AmisimPeya MuribKedianus MomKibenus KiwakKarolus KwalikYesaya BeanalSupriyadi DaniArinus AmisimYosafat KiwakYohanes MamukangJenis MomPetrus KatagameElfius UmabakYance SolmeJhon AmisimYuli MuribMatius WandikWelmianus MomEkimis KoraSengki LokbereYermias WandikoSura YolemalAnton Kiwak

LLLPLLLLLLLLLLLPLLLLLLLLLLLL

MeninggalMeninggalMeninggalMeninggalMeninggalLuka-lukaLuka-lukaLuka-lukaLuka-lukaLuka-lukaLuka-lukaLuka-lukaLuka-lukaLuka-lukaLuka-lukaLuka-lukaLuka-lukaLuka-lukaLuka-lukaLuka-lukaLuka-lukaLuka-lukaLuka-lukaLuka-lukaLuka-lukaLuka-lukaLuka-lukaLuka-luka

29.30.31.32.33.34.35.36.37.38.39.40.41.42.43.44.45.46.47.48.49.50.51.52.53.54.55.56.

Bole SonggonauEtinus MomElipinus BeanalYulius OnawameTadius KaraginalDeky MomAlinus KatagameRonny PinimetYunus WandikYohanis DogomoSamuel AmisimTulas TabuniJhon AnggaibakYustinus TimangUrbanus MuribAnton PinimetTomer DolameTerinus JolemalYohanes MomManus KogoyaKamerakon JolemalTimotius GiaySimon AnggaibakYoab KibakDoni MagaiJery MagayAnius KulaDomi Mom

LLLLLLLLLLLLLLLLLLLLLLLLLLLL

Luka-lukaLuka-lukaLuka-lukaLuka-lukaLuka-lukaLuka-lukaLuka-lukaLuka-lukaLuka-lukaLuka-lukaLuka-lukaLuka-lukaLuka-lukaLuka-lukaLuka-lukaLuka-lukaLuka-lukaLuka-lukaLuka-lukaLuka-lukaLuka-lukaLuka-lukaLuka-lukaLuka-lukaLuka-lukaLuka-lukaLuka-lukaLuka-luka

Page 44: Laporan lengkap Konflik Timikapdf

Tragedi Pemekaran Berdarah 44

NO. NAMA L/P KET. NO. NAMA L/P KET.57.58.59.60.61.62.63.64.65.66.67.68.

David ElasWelius AlomEris OnggomangSumajiAndreas DuwitauYunius NiwilinggameWinus KiwakKarel MomYohanes WamangTadius BeanalElias JonaSteven Almabul

LLLLLLLLLLLL

Luka-lukaLuka-lukaLuka-lukaLuka-lukaLuka-luka

Luka-lukaLuka-lukaLuka-lukaLuka-lukaLuka-lukaLuka-lukaLuka-luka

69.70.71.72.73.74.75.76.77.78.79.

Yohanis WandikmoAlpius DuwitauSimon AlongLadius WandikmoTadius KatagameMathias KatagameSapira KiwakDamianus WenaDeni AmisinGedianus MomElsitus Humabak

LLLLLLLLLLL

Luka-lukaLuka-lukaLuka-lukaLuka-lukaLuka-lukaLuka-lukaLuka-lukaLuka-lukaLuka-lukaLuka-lukaLuka-luka

2. Korban Perkosaan

NO. NAMA LOKASI KET.1.2.3.4.5.6.7.8.

Rosalina SugumolMarike BeanalMarina BeanalImelia MetawaroAgustina BagaoDea BagaoAnike BagaoMagdalena Beanal

SP IISP IISP II

Jl. Baru & Kwamki baruJl. BaruJl. BaruJl. BaruJl. Baru

Page 45: Laporan lengkap Konflik Timikapdf

Tragedi Pemekaran Berdarah 45

3. Korban Penjarahan.

a. Jl. Baru

NO. NAMA NO. NAMA1.2.3.4.5.6.7.8.9.

10.11.12.13.14.15.16.17.18.

Theresia MagalCarolus KamagopmeNatalis ElobaMaksi MagalNorbeth KamanggopmeYan PiligameMarinus AmisinElias WamangSimon WamangAnton OniyomakYance WandokaPia AnggaibakLudakinus AlomangNikodimus TimangIsak ObalgameHerman BeanalHerman OniyomaJemmy Beanal

19.20.21.22.23.24.25.26.27.28.29.30.31.32.33.34.35.36.

Bernade TakumBartolomius TimangYakobus AlomangDemianus YamangPetrogibak TsenawatmeDominikus MamukangKontranus AimEdi KwalikEli KwalikAmbrosius SolmeKwalikAgustinus MamukangYoisan AimKarel KasamulAn KemongIba KelabepmeLukas SugumolMathius Kemong

b. Jl. Cenderawasih

NO. NAMA NO. NAMA1.2.3.4.5.

Kosmas KemongDani KemongEma KwalikEma MagalDavid Magal

6.7.8.9.

Irene TimangLambert OniyomaNiko MagalHermina Pigay

c. SP II Jalur V sebanyak 26 buahd. SP III, V dan VI belum jelas.

Page 46: Laporan lengkap Konflik Timikapdf

Tragedi Pemekaran Berdarah 46

4. Korban Upaya Pembunuhan Berantai

NO N A M A A S A L A L A M A T KETERANGAN1.2.3.4.5.6.

SaparudinGustomi GomboLongginus DawergudiMarkus TarukAntoIsmail

BugisWamenaFloresTorajaBugisButon

Gorong-gorong TimikaSempan TimikaBambu kuning koprapokaTimika indahJl. PendidikanKoprapka Timika

MeninggalLuka-lukaLuka-lukaLuka-luka

Perawatan di ICUMeninggal

Page 47: Laporan lengkap Konflik Timikapdf

Tragedi Pemekaran Berdarah 47

PERNYATAAN SIKAPPENOLAKAN PEMEKARAN PROPINSI PAPUA

OLEHMASYARAKAT PAPUA DI TIMIKA

Bentrokan fisik antara sesama penduduk sipil di Timika, Papua yang menewaskan lima (5) orang, korban luika-lukasebanyak seratus dua puluh (120) orang dan pemerkosaan tiga (3) orang perempuan warga sipil pasca DeklarasiPropinsi Irian Jaya Tengah pada tanggal 23 Agustus 2003 lalu, merupakan tragedi yang dipicu oleh kepentinganelite-elite politik baik di Pusat maupun di Daerah yang telah mengorbankan rakyat sipil.

Bahwa telah terjadi pro-kontra di antara penduduk di Kabupaten Mimika mengenai pemekaran Propinsi Papua,adalah suatu prestasi yang telah diraih oleh elite politik di Jakarta dan di Papua dalam menciptakan konflik horizontaldi tengah masyarakat dan mengalihkan perhatian masyarakat dari pelaksanaan Otonomi Khusus sesuai UU No 21tahun 2001 tanggal 21 Nopember 2001.Oleh karena itu kami masyarakat di Timika menyadari bentrokan fisik yang telah terjadi diantara kelompok pro dankontra bukan semata-mata disebabkan oleh masalah pemekaran propinsi tetapi kami menyadari bahwa ada upayaterselubung yang ingin menghancurkan rakyat Papua dengan cara menghidupkan kembali Undang-undang No. 45tahun 1999 untuk memekarkan propinsi Papua, yang sebenarnya validitas UU tersebut dipertanyakan dengandikeluarkannya UU No.21 tahun 2001 tentang Otsus Papua.Kami masyarakat Papua di Timika memahami bahwa bentrokan berdarah yang menimpa penduduk sipil di Timika,Papua merupakan akibat dari dikeluarkannya Inpres No.1 tahun 2003 secara misterius dan tergesa-gesa, dansekaligus mematahkan identitas orang Papua.Kami berpendapat bahwa dengan UU No.45 tahun 1999 yang menjadi dasar hukum Inpres No.1 tahun 2003, justrudikhawatirkan dapat memecah-belah rakyat Papua; antara lain dengan menginterpretasikan Papuanisasi secarasempit, dalam arti tanah Papua Barat untuk rakyat Papua Barat, tanah Timika untuk Rakyat amungme dan Kamoro,tanah Sorong untuk rakyat Sorong, tanah Biak untuk rakyat Biak ddan sebagainya. Oleh karena itu kami mendukungsepenuhnya UU tentang Otonomi Khusus Papua yang bertujuan untuk menempatkan orang asli Papua danpenduduk Papua umumnya sebagai subjek utama keberadaan pemerintah, pemerintah propinsi, pemerintahKabupaten/Kota serta semua perangkat di bawahnya, uuntukmemberikan pelayanan kepada rakyat Indonesia ditanah Papua.Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan mendalam tersebut di atas, maka secara tegas kami masyarakat Papuayang ada di Timika menyatakan sikap sebagai berikut :10. Meminta dengan tegas DPR RI untuk mendesak Presiden RI mencabut segera Inpres No.1 tahun 2003 karena

selain tidak dikenal dalam hirarki perundang-undangan menurut TAP MPR No.III/MPR/2000, juga bertentangandengan UU No.21 tahun 2001 dan memicu bentrokan berdarah serta mengakibatkan korban jiwa antara sesamapenduduk yang tidak bersalah.

11. Mendesak DPR RI untuk memanggil Presiden dan Mendagri untuk mempertanggung jawabkan INPRESNo.1/2003 yang dipandang sebagai bentuk kooptasi negara terhadap hak politik rakyat Papua Barat danmerupakan bentuk KUDETA SIPIL pemerintah Pusat terhadap pemerintah daerah Propinsi Papua yang berakibattimbulnya korban jiwa dan luka-luka di Timika Papua Barat.

12. Mendesak aparat penegak hukum untuk memanggil dan meminta keterangan serta pertanggungjawaban hukumdari Ketua DPRD Kab. Timika dan Bupati Kabupaten Yapen serta Panitia Pelaksana Pendeklarasian PropinsiIrjaTeng dan peresmian kantor Gubernur IrjaTeng berkaitan dengan konflik fisik yang terjadi di Timika PapuaBarat.

Page 48: Laporan lengkap Konflik Timikapdf

Tragedi Pemekaran Berdarah 48

13. Meminta KAPOLRI untuk tidak menjawab peristiwa Timika dengan mengirim pasukan yang sebenarnya tidakperlu dan yang hanya akan menambah beban Kepolisian di Papua. Sebaliknya Kepolisian di daerah diarahkanuntuk bertindak secara jujur dan adil mengungkap kebenaran peristiwa tersebut secara berimbang.

14. Menyerukan kepada semua pihak (dalam dan luar negeri ) untuk mencegah terjadinya DARURAT MILITER diPapua Barat dengan mendesak dikedepankannya DIALOG untuk menyelesaikan konflik politik di Papua Barat.

15. Kami secara tegas mendukung penuh agar segera dilaksanakannya OTONOMI KHUSUS (UU No.21 tahun2001) di wilayah Tanah Papua dalam waktu satu (1) bulan, jika waktu yang telah ditetapkan tidak dilaksanakanmaka kami dengan tegas menyerukan kepada pemerintah Republik Indonesia segera membuka diri bagi rakyatPapua untuk melaksanakan REFERENDUM.

16. Mendesak pemerintah pusat agar tidak boleh dan tidak pernah ada untuk menggunakan nama IRIAN JAYAdalam bentuk apapun sehingga nama PAPUA yang telah ditetapkan agar digunakan karena hal itu merupakanwujud terhadap harkat, martabat serta sejati orang Papua.

17. Mendesak pemerintah pusat, pemerintah daerah propinsi Papua dan Pemerintah kabupaten Mimika segeramengeluarkan Surat Keputusan untuk membekukan Lembaga Legislatif (anggota dn jabatan Ketua DPRDKabupaten Timika). Dan menuntup kantor DPRD kabupaten Mimika sampai dengan dilantiknya anggota DPRDkabupaten Mimika hasil Pemilihan Umum tahun 2004.

18. Kami menuntut agar pemerintah R4epublik Indonesia bertanggung jawab atas korban baik korban meninggal,korban luka-luka dan kerugian materiil yang ditimbulkan akibat konflik.

Demikian pernyataan sikap masyarakat Papua di wilayah adat Amungsa guna menghindari adanya konflik vertikaldan horizontal di Tanah Papua.

Dibuat di : TimikaPada tanggal : 3 September 2003

Hormat kami,

PIMPINAN LEMASA,