laporan konflik wasior pdf

28
Laporan Wasior : Wasior 1 DAFTAR ISI Kata Pengantar Daftar Isi BAB I WASIOR A. Pendahuluan & & & & & & & & & & & & & & & & & & & & & & & & & & & & B. Gambaran Umum Distrik Wasior & & & & & & & & & & & & & & & & & & & & & & a. Letak Geografis & & & & & & & & & & & & & b. Luas Wilayah dan Jumlah Pen & & & & & & & & & & & & & & & & & c. Sosial Budaya & & & & & & & & & & & & & & & d. Sumber Daya Alam & & & & & & & & & & & e. Ekonomi & & & & & & & & & & & & & & & & & & & & & & f. Relasi Kekuasaan & & & & & & & & & & & & BAB II FAKTA DAN DINAMIKA KONFLIK WASIOR A. Gambaran Situasi Konfliik Wasior & & & & & & & & & & & & & & & & & & & & & B. Peran dan Posisi Para Pihak Dalam Konflik & & & & & & & & & & & & & & & & & & a. Pihak - Pihak yang Berkonflik & & & & & b. Pihak yang Menjadi Pendukun c. Pihak yang Teri mbas Konflik & & & & & & & & & & & & d. Pihak yang Mempunyai Hubun e. Kelompok - Kelompok yang Muncul Aki BAB III MEMBONGKAR BELENGGU KONFLIK A. Pola Penanganan Konflik yang Telah Dilakukan Para Pihak & & & & & & & & & & & & & B. Akibat dari Pengelolaan Konflik, yang Telah Dilakukan oleh Para Pihak & & & & & & &.. a. Hukum & & & & & & & & & & & & & & & & & & & & & & & & & b. Ekonomi & & & & & & & & & & & & & & & & & & & & & & & c. Sosial Kemasyarakatan & & & & & & & BAB IV MEMECAH BELENGGU KEBEKUAN A. Keterlibatan Institusi Luar Pada Konflik Wasior & & & & & & & & & & & & & & & & & B. Persoalan Riil yang Dihadapi & & & & & & & & & & & & & & & & & & & & & & & a. Persoalan Hak Ulayat dan Ko b. Perilaku Aparat Keamanan & & & & & & & & & & & & & & & & & & & & & c. Kondisi Rill Kelembagaan ya C. Kendala yang Dihadapi dan Solusi yang Dilakukan & & & & & & & & & & & & & & & & a. Wasior Masih Sebagai Daera b. Tingkat Kecurigaan Masyarak tu Tinggi dan Tr BAB V PENUTUP A. Kesimpulan & & & & & & & & & & & & & & & & & & & & & & & & & & & & B. Rekomendasi & & & & & & & & & & & & & & & & & & & & & & & & & & & & LAMPIRAN

Upload: hamim-mustafa

Post on 01-Jul-2015

410 views

Category:

Documents


7 download

TRANSCRIPT

Page 1: Laporan Konflik Wasior PDF

Laporan Wasior : Wasior 1

DAFTAR ISI

Kata PengantarDaftar Isi

BAB I WASIORA. Pendahuluan …………………………………………………………………………………………..B. Gambaran Umum Distrik Wasior ………………………………………………………………….

a. Letak Geografis …………………………………………………………………………………….b. Luas Wilayah dan Jumlah Penduduk .……………………………………………………………c. Sosial Budaya ………………………………………………………….……………………………d. Sumber Daya Alam …………………………………………………………………………………e. Ekonomi ……………………………………………………………………………………………..f. Relasi Kekuasaan ………………………………………………………………………………….

BAB II FAKTA DAN DINAMIKA KONFLIK WASIORA. Gambaran Situasi Konfliik Wasior …………………………………………………………………B. Peran dan Posisi Para Pihak Dalam Konflik ……………………………………………………..

a. Pihak-Pihak yang Berkonflik ……………………………………………………………………….b. Pihak yang Menjadi Pendukung Konflik ………………………………………………………….c. Pihak yang Terimbas Konflik ………………………………………………………………………d. Pihak yang Mempunyai Hubungan yang Sangat Kuat dengan Pihak yang Berkonflik………e. Kelompok-Kelompok yang Muncul Akibat Konflik ………………………………………………

BAB III MEMBONGKAR BELENGGU KONFLIKA. Pola Penanganan Konflik yang Telah Dilakukan Para Pihak…………………………………..B. Akibat dari Pengelolaan Konflik, yang Telah Dilakukan oleh Para Pihak …………………..

a. Hukum………………………………………………………………………………………………..b. Ekonomi………………………………………………………………………………………………c. Sosial Kemasyarakatan……………………………………………………….……………………

BAB IV MEMECAH BELENGGU KEBEKUANA. Keterlibatan Institusi Luar Pada Konflik Wasior………………………………………………….B. Persoalan Riil yang Dihadapi ………………………………………………………………………..

a. Persoalan Hak Ulayat dan Kopermas……………………………………………………………..b. Perilaku Aparat Keamanan…………………………………………………………………………c. Kondisi Rill Kelembagaan yang (Pernah) Ada…………………………………………………...

C. Kendala yang Dihadapi dan Solusi yang Dilakukan……………………………………………..a. Wasior Masih Sebagai Daerah Operasi Tuntas 2001………………………………………….b. Tingkat Kecurigaan Masyarakat yang Begitu Tinggi dan Trauma yang Masih Membekas ...

BAB V PENUTUPA. Kesimpulan ……………………………………………………………………………………………B. Rekomendasi …………………………………………………………………………………………..

LAMPIRAN

113444555

668899910

111116161920

222223232525262627

282829

Page 2: Laporan Konflik Wasior PDF

Laporan Wasior : Wasior 2

BAB I

W A S I O R

A. PENDAHULUAN

Konflik di Wasior telah terjadi sekitar satu setengah tahun lamanya, diawali dengan satu peristiwakonflik kekerasan yang muncul pada tanggal 13 juni 2001 di desa Wondiboy dan sampai kami (TimAlDP) keluar dari Wasior, sesungguhnya konflik belum benar-benar usai apalagi untuk mengatakanbahwa “…sudah tidak ada lagi masalah“ di Wasior.Sebenarnya, jauh sebelum peristiwa Wondiboy terjadi, telah muncul konflik tertutup (laten),di mana konflik tersebut dipicu dengan kehadiran perilaku pihak perusahaan yang tidak memenuhikesepakatan yang telah dibuat dengan masyarakat pemilik hak ulayat. Akan tetapi selama kurunwaktu tersebut tidak pernah ada upaya dari perusahaan untuk melakukan komunikasi maupunpendekatan yang persuasif dengan masyarakat pemilik hak ulayat guna mengurangi konflik,hingga akhirnya konflik menjadi semakin tajam.Malah perusahaan memilih pola-pola umum yang biasa dilakukan oleh pihak perusahaan jikainvestasinya terganggu oleh masyarakat, yakni dengan menggunakan pendekatan kekerasan,meminta pengamanan dari pihak Brimob. Sembari dengan itu pemerintah juga tidak memberikanperhatian yang serius, hanya bersifat pasif menghadapi konflik yang makin tajam tersebut.Masyarakat kemudian memilih pola baru menurut mereka sendiri untuk menyelesaikan persoalanmereka, yakni dengan melibatkan pihak yang diduga sebagai TPN/OPM. Hal ini terjadi karenamasyarakat telah kehilangan kepercayaan terhadap pemerintah – termasuk aparat keamanan --yang selama ini seharusnya melindungi rakyat. Pilihan dalam mengelolah konflik tersebut ternyatajustru memunculkan satu konflik terbuka dengan kekerasan yang kemudian menjadi peluang bagimunculnya kekerasan-kekerasan serupa, bahkan jauh lebih berbahaya. Diikuti dengan OperasiTuntas 2001 yang cenderung dilakukan secara sporadis dan meluas justru telah menimbulkankerugian dan korban yang tidak sedikit dari masyarakat yang tidak berdosa.Karena seperti juga konflik-konflik kekerasan yang terjadi di tempat lain, tindakan yang diambil olehpemerintah, dalam hal ini aparat keamanan setelah terjadinya konflik – mengelola konflik –senantiasa menggunakan idiom-idiom kekerasan serupa. Lihat saja kasus Abepura, 7 Desember2000 pasca penyerangan Polsek Abepura atau kasus Wamena, Oktober 2000 dan kasus Merauke,November 2000, pasca pengibaran bendera Bintang Kejora. Kekerasan senantiasa menghasilkankekerasan dan rakyat diabaikan, bahkan dijadikan sasaran dari mengalirnya kekerasan yang sama.Sehingga pengelolaan konflik semacam itu justru membuat penyelesaian konflik menjadi tidakfokus, cenderung mengaburkan akar masalah dari konflik sesungguhnya, melibatkan(mengundang) lebih banyak pihak yang berkonflik dan yang lebih serius adalah menghasilkankorban kekerasan yang jauh lebih banyak, yang ironisnya sampai sekarang tidak pernah ada upayauntuk mengadili praktek-praktek mengatasi “kekerasan dengan kekerasan yang lebih berbahaya“tersebut.Akibat dari keliru dalam memanage konflik, telah memberikan dampak negatif terhadap tatanankehidupan rakyat. Hutan, tanah dan kekayaan lautnya tak dapat lagi dikelola secara baik, saranaumum dan rumah-rumah hancur dibakar, lembaga atau institusi-intitusi lokal menjadi lumpuh dantidak dapat diberdayakan, kecuali untuk kepentingan kekerasan itu sendiri, sehingga hampir takada asset yang bisa “diselamatkan“.

Page 3: Laporan Konflik Wasior PDF

Laporan Wasior : Wasior 3

Banyak orang tanpa dosa yang menjadi korban seperti mati terbunuh, teraniaya, cacat seumurhidup, melarikan diri ke pulau-pulau atau ke daratan tanah besar tapi masih sangat banyak yangtetap bertahan di Wasior yang terus menerus mengalami tekanan karena kekerasan phisik danpsikologis yang mempengaruhi mereka sehingga sangat sulit untuk melakukan aktifitas kehidupansecara normal kembali.Sikap pemerintah kemudian lebih banyak memberikan bantuan dalam bentuk rehabilitasi saranaumum dan perbaikan kembali pemukiman yang rusak, hancur atau dibakar. Namun hal tersebutselalu mengundang perdebatan keuntungan di tingkat para pelaku ekonomi, kontraktor termasukpemerintah sendiri. Sehingga rakyat yang telah susah masih terus diperalat dan dibodohi.Masyarakat “terkurung dan tertekan” untuk waktu yang relatif lama, bahkan nyaris terisolir daripersoalan dan kepedulian orang-orang di tanah besar, sehingga sulit dibayangkan bahwamasyarakat akan segera bangun dari ketakutan dan kondisi traumatik akibat derita yang panjang.Apalagi kedatangan pihak luar senantiasa membicarakan hal yang berkaitan dengan persoalansenjata yang hilang. Memang, kita tidak boleh menganggap bahwa peristiwa 13 Juni 2001 diWondiboy adalah peristiwa kecil, tetapi kita tidak boleh juga mereduksi realitas kejahatankemanusiaan lainnya yang telah terjadi sebelum atau setelah peristiwa tersebut, terutama akibatyang ditimbulkan dari Operasi Tuntas 2001.Terhadap semua ini, masih belum cukupkah untuk meminta pertanggungjawaban hukum dan sosialterhadap semua pelaku konflik di Wasior ?

Banyak derita yang tersisa di sana,Wasior….Melebihi dari apa yang kami tuliskan di sini.

Page 4: Laporan Konflik Wasior PDF

Laporan Wasior : Wasior 4

B. GAMBARAN UMUM DISTRIK WASIOR

Kondisi Umum

Wasior adalah sebuah daerah distrik, dengan Wasior Kota sebagai ibukotanya. Wasior sebenarnyamenjadi pusat aktifitas dari beberapa wilayah di dekatnya. Dulu di desa Maniwak (Miey), di sebuahbukit yang bernama Aitumeri, yang berarti Teluk yang tenang, telah didirikan sekolah pendidikanGuru, setingkat SMP, oleh seorang tokoh rohani, I.S. Kijne.Di masa pemerintahan Belanda, Wasior telah menjadi distrik dengan wilayah mencakupi kotaNabire. Dalam perkembangannya, Nabire telah menjadi sebuah ibukota kabupaten, bahkan kinitelah pula dimekarkan menjadi dua daerah setingkat kabupaten. Sedangkan Wasior masih tetapdengan status semula, distrik.Untuk menempuh daerah yang berada di teluk Wondama ini, dari Manokwari dapat menggunakanjasa transportasi laut, yakni Kapal Perintis dengan jadwal setiap 1 kali dalam 2 minggu denganwaktu tempuh sekitar 11 jam, atau kapal kayu pada setiap minggunya dengan waktu tempuhsekitar 20 jam. Selain itu dapat pula ditempuh lewat jasa transportasi udara dengan menggunakanpesawat maskapai penerbangan swasta dan juga penerbangan reguler Merpati Nusantara Airlinesjenis Twin Other, sekali seminggu, dengan waktu tempuh sekitar 45 menit.Distrik Wasior memiliki jumlah kampung sebanyak 24 buah. Pada tahun 2001, terjadi pemekaranatas kampung-kampung tersebut. Hal ini dilakukan atas dasar adanya rencana pembentukandaerah kabupaten Wandama. Sehingga jumlah keseluruhan dari kampung yang dimekarkanmenjadi 38 buah kampung.Lokasi perkampungan penduduk umumnya berada di pesisir pantai, sehingga perahu (long boat)menjadi alat transportasi yang sangat efektif. Selain itu, ada pula perkampungan penduduk yangberada di daerah pedalaman. Untuk menempuhnya, harus melalui kendaraan roda dua atau rodaempat, tetapi ada kampung yang sama sekali tidak bisa dilalui oleh kendaraan, sehingga untukmenempuh daerah tersebut, harus dilalui dengan berjalan kaki.Seperti daerah lain di Papua, masyarakat Wasior mengandalkan siklus hidup mereka padakemurahan alam (hutan, laut dan sungai). Hal ini terlihat dari aktivitas ekonomi masyarakat yangpada umumnya adalah meramu, berburu serta bertani atau sebagai nelayan. Aktivitas ini telahterbukti mampu menjaga kelangsungan hidup mereka sekian dasawarsa lamanya.

a. Letak Geografis dan Letak Wilayah Sebelah Utara : Kabupaten Biak Numfor Sebelah Selatan : Kabupaten Fak-Fak Sebelah Barat : Distrik Babo dan Windesi Sebelah Timur : Kabupaten Nabire dan Paniai

b. Luas Wilayah dan Jumlah PendudukDistrik Wasior memiliki luas wilayah sebesar 3.602 km2. Berdasarkan hasil sensus penduduk tahun2000, penduduk distirk Wasior berjumlah 9.456 jiwa, yang terdiri dari 4.887 laki-laki dan 4.569perempuan. Dengan jumlah tersebut, berarti distrik Wasior memiliki kepadatan penduduk sekitar 2,6%. Sebagai ibukota distrik, Wasior Kota merupakan daerah konsentrasi penduduk terbesar, denganjumlah penduduk 1.061 jiwa. Kampung dengan wilayah terluas adalah Yopenggar yaitu sebesar 386

Page 5: Laporan Konflik Wasior PDF

Laporan Wasior : Wasior 5

Km2, dengan jumlah penduduk 179 jiwa. Sedangkan kampung Rado adalah wiayah terkecil denganluas 5 Km2.Kaum urban (pendatang) yang umumnya berasal dari Sulawesi (Buton, Bugis, Makassar), Maluku,Jawa dan juga Sumatera lebih terkosentrasi di Wasior Kota. Mereka lebih banyak bekerja sebagaipedagang, sebagian menjadi guru, aparat pemerintah termasuk aparat kemanan. Sedangkan dikampung-kampung lain, presentase mereka sangat kecil, bahkan ada yang tidak terdapat kaumurban.

c. Sosial BudayaDi daerah pesisir pantai, distrik Wasior didiami oleh Suku Maniwak dan Roon. Sedangkan di daerahpedalaman dihuni oleh suku Mairasi, Toro, Mere dan Kuri. Marga yang termasuk dalam sukuManiwak di antaranya adalah Webori, Imbore, Wamori, Yerenusi, Samberi, Karami, Runaki, Enoap,Mandakiri, Imburi dan Ramar. Sedangkan Ayemseba dan Betai adalah marga pada suku Roon, dipulau-pulau Roon.Suku Mairasi antara lain bermarga Natama dan Nyalo, suku Toro bermarga Urio, Suku Merebermarga Kabiyeta, dan suku Kuri bermarga Resideso dan Rinsawa.Seperti juga kebiasaan hidup orang Papua pada umumnya,sebagai “anak adat“, maka keseluruhandari suku ini sangat menjunjung tinggi adat istiadat serta alam yang menjadi sumber utamakehidupan mereka. Kepercayaan mereka pada kekuatan-kekuatan di luar dirinya dan adanyahubungan yang sangat erat antara mereka dengan alam sekitarnya. Alam dianggap sangat baikkarena telah memenuhi kebutuhan hidup mereka. Bagi mereka, alam tidak hanya bermaknaekonomis, namun juga merupakan sumber inspirasi religius yang sangat sakral. Karenanya merekasangat menghormati hutan, laut dan tanah, serta sangat santun memperlakukan makro kosmosekosistem kehidupan tersebut.Mayoritas penduduk Wasior beragama Kristen Protestan, yaitu 8.926 jiwa. Menyusul Katholik 206jiwa, dan selebihnya Islam dengan 322 jiwa. Sebagian besar yang beragama Islam berasal daripendatang.Peran perempuan sangat besar dalam kehidupan sehari-hari, terutama dalam upacara adat,keagamaan maupun acara kemasyarakatan. Tetapi kaum pria tetap sebagai penentu terhadapsemua keputusan yang timbul akibat kepentingan keagamaan, sosial maupun adat istiadat.

d. Sumber Daya AlamKomoditi andalan distrik Wasior pada umumnya adalah Coklat, Kelapa, Kopi, Pala, Cengkih danjuga perikanan. Selain itu, perbandingan antara luas wilayah dengan jumlah penduduk Wasior,telah mengisyaratkan akan besarnya daerah yang belum tersentuh atau pun dikelola dengan baik.Sehingga sejak 1992, para kapitalis asing sudah menanamkan investasinya di sektor kehutanan,HPH dan atau IPH, yang antara lain adalah PT. Dharma Mukti Persada (PT. DMP) di kampungWombu serta PT. Vatika Papuana Perkasa (PT. VPP) dan PT. Tri Jaya Sukses Lestari (PT. TJSL)di kampung Wondiboy. Tiga perusahaan yang akhirnya menjadi sumber persoalan di Wasior.

e. EkonomiTelah digambarkan bahwa masyarakat Wasior mengandalkan kemurahan alam untuk memenuhikebutuhan hidup dengan cara mengelola secara traditional kekayaan laut, hutan dan sungai. Adajuga yang bekerja sebagai guru, pegawai kecamatan, mantri dan lain sebagainya. Setelahperusahaan masuk, maka ada sebagian masyarakat Wasior yang bekerja sebagai buruh

Page 6: Laporan Konflik Wasior PDF

Laporan Wasior : Wasior 6

perusahaan, walaupun dengan jaminan kesejahteraan yang kurang layak, seperti tidak tersedianyapemukiman ataupun biaya penggantian pemukiman, karena pemukiman pegawai perusahaan lebihbanyak diperuntukkan bagi orang yang bukan dari Wasior.

f. Relasi KekuasaanWasior sejak jaman Belanda telah sarat dengan aktifitas pemerintah, tetapi ketika bergabung kepemerintah Indonesia justru tidak banyak perubahan yang berarti, bahkan jauh tertinggal daribeberapa daerah lainnya, Nabire misalnya. Seperti juga kebanyakan wilayah yang terletak jauh darikota kabupaten, maka pelayanan dan aktifitas pemerintahan berjalan sangat lambat. Kalaupun adabiasanya hanya terfokus di Wasior kota.Setelah perusahaan masuk, peran perusahaan menjadi dominan, karena ada tawaran pilihan hidupyang lain. Selain itu luasnya wilayah yang dikuasai oleh perusahaan dan lemahnya kontrolpemerintah terhadap aktifitas perusahaan menyebabkan pihak perusahaan menjadi signifikanterhadap perubahan perikehidupan, relasi antara perusahaan dan aparat keamanan berjalan baik.Peran lembaga adat, setidaknya sampai akhir 2000, relatif cukup bisa diandalkan menjadi tempataspirasi rakyat. Akan tetapi kemudian bersamaan dengan besarnya peran perusahaan, dimulainyakonflik tertutup (sebelum peristiwa 31 Maret 2001) justru “dilemahkan“ dan ada yang juga beralihkepada kekuatan lain. Pada situasi tersebut, peran kaum perempuan praktis tidak ada, bahkankehilangan akses dan kontrol, sedangkan peran kaum pria sangat dominan karena pengambilankeputusan lebih banyak melibatkan kaum pria dari berbagai komponen ketimbang keterwakilankaum perempuan.

Page 7: Laporan Konflik Wasior PDF

Laporan Wasior : Wasior 7

BAB II

FAKTA DAN DINAMIKA KONFLIK WASIOR

B. GAMBARAN SITUASI KONFLIK WASIOR

Ada pendapat yang mengatakan bahwa, yang namanya konflik Wasior adalah kejadian tanggal 13 Juni2001, atau setidaknya kejadian tanggal 31 Maret 2001. Maka keterlibatan para pihak setelah tanggaltersebut dipandang sebagai keterlibatan para pihak setelah konflik. Akan tetapi ada juga yang berpendapatbahwa konflik di Wasior pada tanggal tersebut justru baru dimulai (secara terbuka), karena sampai saat inikonflik di Wasior belum benar-benar berakhir.

Masuknya perusahaan yang mengelolah hasil hutan di distrik Wasior (Wombu dan Wondiboy)sebenarnya merupakan harapan positif bagi perbaikan ekonomi masyarakat dan peningkatanPendapatan Asli Daerah (PAD) kabupaten Manokwari. Selain itu, turut menjawab persoalanpengangguran yang terus membengkak setiap tahunnya. Bahkan secara khusus bagi masyarakatyang hidup dan menetap di sekitar konsesi perusahaan, mempunyai harapan yang tidak kecilterhadap perbaikan kondisi hidup mereka. Hal ini juga menjadi alasan dari pihak perusahaanbersama Kopermas yang kemudian berhasil meyakinkan masyarakat disertai dengan janji-janji.Bujukan perusahaan dan Kopermas dilakukan bersamaan dengan proses penjinakan ataudomestikasi terhadap tokoh-tokoh masyarakat setempat. Hingga pada awal masuk danberoperasinya perusahaan tidak mengalami kendala yang berarti. Masyarakat dengan antusiasyang tinggi mendukung semua aktifitas perusahaan.Akan tetapi setelah sekian waktu lamanya proses pengelolaan kayu berlangsung, masyarakatmulai menyadari adanya berbagai ketimpangan yang berujung pada ketidakpuasan masyarakatpemilik hak ulayat. Ini tentu bukan tanpa alasan, bahwa selama ini masyarakat tidak pernahdilibatkan sekali pun pada setiap kali melakukan kesepakatan harga. Karena negosiasi hargahanya dilakukan oleh pihak perusahaan dengan Kopermas, sedangkan masyarakat sebagai pemiliksah atas hutan dan segala isinya hanya terlibat dalam melaksanakan keputusan saja.Kopermas yang seharusnya diharapkan mampu menampung kebutuhan dan harapan rakyat,berbeda sekali dalam prakteknya, karena ternyata pengurus Kopermas adalah orang-orang kota,atau paling tidak orang yang tidak mempunyai tanah di Wasior, sedangkan tokoh-tokoh adat yangtercantum dalam kepengurusan Kopermas hanya digunakan sebagai “bemper” ketika berhadapandengan rakyat.Selain itu, pihak perusahaan belum memenuhi apa yang telah mereka sepakati untuk diberikankepada masyarakat, seperti pembangunan rumah penduduk, pengadaan sarana air bersih danpenerangan sepanjang daerah yang dilalui perusahaan serta janji-janji lainnya. Tidak jarang pula,kompensasi yang seharusnya masyarakat terima telah dipotong untuk hal-hal yang tidak jelas olehKopermas. Di saat bersamaan, ada beberapa pihak di luar mereka yang mencari keuntungan darikehadiran perusahaan tersebut dengan memanfaatkan posisi tokoh-tokoh yang dekat denganrakyat sehingga memperoleh pembayaran dari hasil hutan yang dieksploitasi.Kasus di Wombu, setidaknya sejak tahun 1995 – 1996, perusahaan kayu PT. DMP yang beroperasidi sana, tidak lagi melakukan pembayaran kepada masyarakat pemilik hutan setelah selama 9tahun beroperasi. Sementara di Wondiboy, lokasi eksploitasi perusahaan kayu PT. VPP dan PT.TJSL, juga telah mulai mengingkari kesepakatan yang dibuat untuk masyarakat. Salah satu isi dari

Page 8: Laporan Konflik Wasior PDF

Laporan Wasior : Wasior 8

kesepakatan adalah bahwa pembayaran akan dilakukan pada setiap kali pengapalan kayu. Namunpada 3 kali pengapalan terakhir, pihak perusahaan tidak pernah lagi memenuhi janjinya.Semula banyak masyarakat hanya bersikap diam saja, akan tetapi ada inisiatif dari marga Yoteni –salah satu pemilik ulayat – menuntut perusahaan agar melunasi pembayaran senilai Rp. 2 milyar.Tuntutan ini dimaksudkan hanya untuk mengingatkan kelalaian pihak perusahaan. Masyarakatlantas mengekspresikan tuntutannya dengan menahan speed boat milik perusahaan sebagaijaminan, setelah memberikan toleransi sekian waktu lamanya.Oleh perusahaan, tindakan masyarakat tersebut dinilai sebagai kendala untuk tetap melakukanproduktifitas. Maka aksi masyarakat dibalas oleh perusahaan dengan mendatangkan Brimob untukmelakukan tekanan terhadap masyarakat, mengamankan seluruh asset perusahaan sekaligusmenjadikan Brimob sebagai tameng perusahaan ketika berhadapan dengan protes masyarakat.Sikap perusahaan yang tetap mempertahankan keinginannya sendiri mendapat dukungan darisikap over proteksi dari aparat Brimob terhadap perusahaan.Peristiwa yang semakin menambah kekecewaan masyarakat tersebut tidak lantas merubahkeputusan pihak perusahaan. Pihak perusahaan tetap tidak mau menjawab tuntutan masyarakat.Wujud dari kekecewaan tersebut adalah dengan memberitahukan persoalan ini kepada DanielAwom dan Ayomi, pimpinan TPN/OPM di teluk Wandama. Keluhan masyarakat mengenai perilakuperusahaan dan Brimob ini kemudian disikapi oleh kelompok TPN/OPM dengan cara merekasendiri.Pada 31 Maret 2001, di Wombu, kelompok yang diidentifikasi sebagai TPN/OPM ini memulaiaksinya dengan mengahadang manajer dan karyawan perusahaan PT. DMP serta 6 angotaBrimob. Pada insiden ini, 3 orang karyawan perusahaan meninggal dunia. Demikian juga yangterjadi pada 13 Juni 2001 di Wondiboy. Ketika perusahaan PT. VPP tetap tidak menghiraukantuntutan masyarakat untuk memberikan pembayaran pada saat pengapalan kayu dan justru akanmelakukan pengapalan kayu untuk kali ke 4, telah juga diserang oleh kelompok Daniel Awom cs,sehingga menewaskan 5 orang anggota Brimob dan seorang karyawan perusahaan PT. VPP sertamembawa kabur 6 pucuk senjata milik anggota Brimob bersama peluru dan magazennya.Rentetan 2 insiden berdarah tersebut telah menghentakkan kondisi sosial politik di Papua padaumumnya dan kabupaten Manokwari serta distrik Wasior pada khususnya. Kasus yang semula

berangkat dari motif ekonomi seketika berubah menjadi motif politik. Bagi pihak kepolisian Papua,tindakan sekelompok masyarakat tersebut tidak hanya dipandang sebagai pidana pembunuhan,tetapi merupakan rongrongan terhadap kedaulatan NKRI, sehingga dikenai pasal makar dalamKUHP. Untuk menyikapi kondisi tersebut, maka pihak Polda Papua langsung melakukan dropingpasukan Brimob ke Wasior – yang didatangkan dari Manokwari, Sorong, Jayapura dan Biak –dengan menggunakan pesawat Helikopter dan kapal serta menetapkan distrik Wasior sebagaidaerah operasi berlabel “Operasi Tuntas 2001”, dengan target pengejaran terhadap kelompokTPN/OPM dan pengembalian 6 pucuk senjata yang telah dibawa lari.Sejak ditetapkannya Wasior sebagai daerah operasi, justru menjadikan penderitaan rakyat Wasiorberkepanjangan, karena terjadi perubahan yang sangat besar dalam bidang kemanusiaan,

Ekonomi

POLITIK

Page 9: Laporan Konflik Wasior PDF

Laporan Wasior : Wasior 9

perekonomian serta hukum. Seluruh kehidupan individu dan sosial kemasyarakatan terganggu,terhambatnya hak-hak masyarakat untuk memperoleh kesejahteraan umum seperti saranapendidikan, kesehatan, perekonomian dan lain-lain.

C. PERAN DAN POSISI PARA PIHAK DALAM KONFLIK

a. Pihak-Pihak yang BerkonflikSebenarnya pihak yang berkonflik secara langsung adalah masyarakat pemilik hak ulayat danpihak perusahaan, yakni PT. VPP. Hal ini terjadi karena pihak perusahaan tidak maumengganti kerugian kepada masyarakat pemilik hak ulayat sesuai dengan janji yangdisepakati. Selain itu, perusahaan tidak melakukan pembayaran terhadap masyarakat padasetiap pengapalan kayu yang dilakukan. Selama konflik berlangsung, pihak perusahaanmenghentikan kegiatannya. Akan tetapi setelah konflik menjadi meluas, melibatkan banyakpihak dan terlebih ketika isu konflik mulai bergeser dari konflik motif ekonomi menjadi konflikpolitik, maka perusahaan mulai elakukan ktifitas dalam rangka persiapan pengapalan. Padasaat berubahnya isu konflik, maka mulai mengundang banyak pihak yang sibuk menguruspengembalian senjata.Sekarang muncul pula perusahaan baru yang berusaha mulai membangun kebersamaandengan masyarakat pemilik hak ulayat dan mengalihkan perhatian masyarakat dari konflik yanglama. Akan tetapi diindikasikan bahwa perusahaan yang baru adalah bagian dari perusahaanyang terdahulu, hanya berganti nama untuk menghindari tanggung jawab.

b. Pihak yang Menjadi Pendukung KonflikAdalah pihak yang diindikasikan sebagai TPN/OPM datang dari pihak masyarakat pemilik hakulayat dengan cara melakukan pembunuhan terhadap aparat Brimob dan pekerja perusahaan(kasus 13 Juni 2001di desa Wondiboy). Selain itu pihak Brimob yang dinilai masyarakatsebagai pihak yang mendukung keberadaan perusahaan dalam rangka melakukan tindakanpengamanan terhadap kepentingan perusahaan, paling tidak muncul pasca kejadian 31 Juni2001. Pada saat pihak perusahaan dicegat masyarakat pemilik hak ulayat dan perusahaanmelaporkan kejadian tersebut pada pihak Brimob. Setelah kejadian 13 Juni 2001 di desaWondiboy, menyusul perampasan 6 pucuk senjata oleh TPN/OPM.Secara khusus, maka TPN/OPM menjadi target dari Operasi Tuntas 2001. adapun pihakTPN/OPM enolak semua tim yang datang dengan negosiasi soal pengembalian senjata,bahkan sampai mencederai masyarakat yang diminta oleh pemerintah, dalam hal ini aparatBrimob, untuk datang ke desa Ambumi. Terdapat indikasi kuat, bahwa ada sebagian daripengurus Lembaga Adat, dalam hal ini Dewan Perwakilan Masyarakat Adat (DPMA), yangmenjadi bagian dari TPN/OPM dan turut melakukan penyerangan terhadap pos Brimob danbase camp perusahaan di Wondiboy, namun perlu diselidiki lebih lanjut.

c. Pihak yang Terimbas KonflikHampir dapatdipastikan, konflik di Wasior – terutama setelah penyerangan 13 Juni 2001 didesa Wondiboy – menjadi konflik yang meluas sporadis terhadap banyak pihak, terutamamasyarakat. Tidak saja pada masyarakat yang memang memiliki hak ulayat, tetapi terhadapseluruh masyarakat di distrik Wasior. Hal ini terbukti dengan dilakukannya penyisiran yangdisertai dengan penganiayaan, intimidasi, pembakaran rumah penduduk dan tindakankejahatan lainnya yang dilakukan oleh aparat Brimob pasca peristiwa 13 Juni 2001, hampir di

Page 10: Laporan Konflik Wasior PDF

Laporan Wasior : Wasior 10

seluruh pemukiman penduduk, terutama di desa-desa bagian selatan Wasior: Sandrawoy,Tandia, Issuy, Issei, Wondamawi 1, Wondamawi 2, Wasior 1, Wasior 2 dan Wondiboy.Sedangkan desa di bagian utara di antaranya adalah Rado dan Dotir. Selain itu juga kepadasemua masyarakat, atau orang-oreang yang masuk dan keluar dari Wasior, senantiasadikenakan sweeping (pengecekan) identitas dengan perlakuan kasar.

d. Pihak yang Mempunyai Hubungan yang Sangat Kuat Dengan Pihak yang Berkonflik.Aparat Brimob adalah pihak yang sangat signifikan terhadap intenstitas dan meluasnya konflikWasior. Bersamaan dengan perubahan tersebut, maka keterlibatan dan tanggung jawab pihakperusahaan terabaikan. Konflik telah berubah antara masyarakat dengan perusahaan, terjadifenomena yang berbeda antara rakyat dengan TPN/OPM – karena walaupun konflik berubahdan meluas menjadi konflik politik – karena keterlibatan kelompok yang dindikasikan sebagaikelompok TPN/OPM, akan tetapi “masyarakat” masih juga menjadi sasaran konflik dandimusuhi sebagai pihak yang mempunyai hubungan sangat kuat dengan kelompk TPN/OPM.Walaupun kenyataannya ada juga masyarakat yang dianiaya oleh kelompok TPN/OPM kaernadicurigai sebagai mata-mata penguasa dalam upaya membantu pengembalian senjata.

e. Kelompok-Kelompok yang Muncul Akibat KonflikDari kondisi yang terus berkepanjangan, telah menyebabkan munculnya komponen dalammasyarakat yang dapat disebut sebagai kelompok abu-abu. Kelompk ini bertujuan untukmencari selamat sendiri tanpa memperhatikan penderitaan yang dialami oleh masyarakat.Terhadap perusahaan, mereka menjadi alat untuk melindungi kepentingan perusahaan,sedangkan bagi pihak aparat keamanan, mereka berfungsi sebagai sumber informasi danpenunjuk jalan. Selain itu, mereka juga melakukan serangkaian tindakan provokasi terhadapmasyarakat umum. Mereka cenderung melakukan tekanan psikologis pada rakyat denganmemfitnah, mengadu domba, dan menyebarkan kebohongan.Di samping itu, muncul pula satu kelompok yang bisa dipersamakan dengan kelompok milisi.Kelompok ini menjadi barisan ke dua dari pihak aparat yang selalu menekan rakyat denganmenggunakan kekerasan fisik, seperti memukul, menakut-nakuti rakyat dengan senjata apimilik aparat. Ikut memaksa atau menekan masyarakat agar memenuhi atau mengikutikeinginan aparat.

BAB III

Page 11: Laporan Konflik Wasior PDF

Laporan Wasior : Wasior 11

MEMBONGKAR BELENGGU KONFLIK

POLA PENANGANAN KONFLIK YANG TELAH DILAKUKAN PARA PIHAK

Telah digambarkan sejak awal bahwa akar persoalan utama konflik Wasior adalah tuntutan hakulayat masyarakat pemilik hutan terhadap pihak perusahaan yang telah mengingkari kesepakatanyang dibuat bersama. Pilihan masyarakat untuk menyelesaikan masalah adalah dengan caramemberitahukannya ke pihak TPN/OPM karena sudah kehilangan kepercayaan terhadap aparatpenegak hukum yang seharusnya diharapkan dapat menjaga dan melindungi kepentingan hukummereka, tetapi ternyata nampaknya lebih berpihak kepada perusahaan. Akan tetapi masyarakatsendiri tidak menyangka sama sekali bahwa reaksi kelompok TPN/OPM memilih cara-carakekerasan seperti yang telah terjadi.Masyarakat juga kehilangan kepercayaan dan putus asa kepada Lembaga Masyarakat Adat (LMA),lembaga yang awalnya berperan menyelesaikan setiap persoalan yang muncul antara masyarakatdan perusahaan telah diidentifikasi pula oleh masyarakat sebagai lembaga yang tak beda jauhdengan perusahaan dan Kopermas yakni lebih menitikberatkan keuntungan buat kelompok merekasendiri.Reaksi yang diperlihatkan pihak Pemerintah Daerah dan juga Polda termasuk DPR Papua, gereja,serta beberapa kalangan terhadap pembunuhan anggota Brimob dan karyawan perusahaan sertahilangnya 6 pucuk senjata disadari atau tidak telah merubah pandangan bahkan juga penilaian-penilaian terhadap thema persoalan dari isu ekonomi kepada isu politik. Apalagi hal ini diikutidengan sikap dan besarnya attention terhadap 6 pucuk senjata yang hilang – dengan tidakberimbang dalam menyikapi ekses sosial yang dihadapi dan diterima masyarakat akibat dariOperasi Tuntas 2001. Apalagi untuk menyelesaikan akar persoalan utama.Hal ini terlihat dari banyaknya tim yang diturunkan – bentukan pemerintah, DPRD, gereja, LSMserta lembaga lainnya – hanya memfokuskan misi pada satu target pengembalian senjata. Kondisiini semakin diperkuat pula oleh pola pemberitaan media massa yang terus memblow up isu politiktetapi tidak pernah mencoba untuk mengangkat persoalan utama atau mengangkat soalpenderitaan yang dialami masyarakat akibat tindakan Brimob dilakukan diluar proses hukum yangadil dan benar. Kita mencatat banyak sekali kejadian kejahatan kemanusiaan yang menyertaiOperasi Tuntas 2001.Pada acara Musyawarah Adat Wandama, pada 25 – 27 Juli 2002, nampak bahwa pemerintahManokwari kurang memberi perhatian terhadap penderitaan traumatik yang dihadapi masyarakatWasior. Hal ini nampak pada acara musyawarah tersebut, thema-thema yang dibahas hanyaberfokus pada pembahasan pembentukan kabupaten Wandama, penetapan caretaker Bupati, sertasosialisasi Otonomi Khusus dan sama sekali tidak menyinggung penyelesaian persoalanpenderitaan rakyat Wasior. Bahkan pada saat yang bersamaan, seluruh kepala kampung yangberjumlah 38 orang dipaksa untuk membuat pernyataan menolak keberadaan kelompok TPN/OPM.Bentuk nyata kepedulian pemerintah hanya terlihat pada banyaknya tim yang turun baik daripemerintah propinsi maupun kabupaten dengan bentuk bantuan berupa bahan makanan,rehabilitasi fisik sarana umum dan pemukiman penduduk – meski juga menimbulkan persoalantersendiri di masyarakat. Bagi warga masyarakat yang telah mengungsi ke pulau-pulau lain atau kekota Manokwari kurang mendapat perhatian dari pemerintah dengan pertimbangan mereka yangengungsi lebih banyak berada pada rumah-rumah keluarga. Akan tetapi tidak disadari bahwa

Page 12: Laporan Konflik Wasior PDF

Laporan Wasior : Wasior 12

mereka telah kehilangan sumber-sumber mata pencaharian di Wasiordan menjadi tanggungan bagikeluarga yang lain. Begitu juga dengan banyaknya anak-anak yang menjadi putus sekolah karenaharus meninggalkan kampung halaman.Di Jayapura, gerakan mahasiswa telah berhasil mendesak kalangan DPRD Papua denganmembentuk tim ahli untuk pengusutan kasus Wasior. Tim yang terdiri dari DPRD, LSM, mahasiswa,pers dan pengacara/advokad ini telah merumuskan mekanisme dan tekhnis kerja di lapangan.Kesiapan tim yang sudah sampai di tingkat akhir kemudian menjadi tidak jelas ketika MuspidaPapua (Gubernur, Kapolda, dan Pangdam) yang sudah terjun ke lokasi pada bulanJuli 2001,membantah adanya praktek pelanggaran HAM di Wasior.

Rupanya ini telah dipahami sebagai Warning oleh DPRD untuk tidak perlumelanjutkan upaya pengusutan kasus Wasior. Ketika DPRD didesak jawabannyaadalah tidak ada biaya yang disediakan untuk itu.

Lembaga adat, LMA dan DPMA yang diharapkan mampu menjadi pioner untuk memproteksi hak-hak termasuk keselamatan jiwa warga adat, tidak mampu berbuat banyak ketika nyawa merekasendiri terancam. Pengurus kedua lembaga adat ini terpencar menyelamatkan diri masing-masing.Wakil Ketua II DPMA, sdr. Ramar yang meninggal dunia karena siksaan Brimob di tahanan PolresManokwari serta Sekretarisnya yang lari ke Jayapura merupakan bukti ketidakberdayaan lembagatersebut dalam menghadapi tekanan Operasi Tuntas 2001.Pihak TPN/OPM sendiri menjawab semua upaya tim dengan menyampaikan tuntutannya:1. Kembalikan kedaulatan Papua2. Hidupkan kembali Ketua Presidium Dewan Papua, Theys Hiyo Eluay, guru Ramar dan semua

yang telah terbunuh pasca kasus Wondiboy.Tentu saja tuntutan ini hanya alasan mereka untuk tetap bersikukuh pada pendiriannya. Karena halyang sangat tidak mungkin untuk menghidupkan kembali orang yang sudah meninggal. Sehingganegosiasi tentang penyelesaian persoalan Wasior kembali mengalami kegagalan.Tuntutan dan pandangan pihak TPN/OPM tersebut menjadi alasan pihak aparat Brimob untuk terusmelakukan operasi pengejaran sembari dengan itu proses intimidasi kepada masyarakat tetapberlanjut. Selain itu aparat Brimob mendesak para tokoh masyarakat, tokoh adat serta para kepalakampung yang berjumlah 38 orang untuk membuat pernyataan menolak keberadaan TPN/OPMserta menganjurkan mereka untuk meninggalkan daerah teluk Wandama.

Kelompok TPN/OPM terlihat sangat marah dengan pernyataan ini.Kepada para kepala kampung, Daniel Awom lantas mengatakan bahwamereka cukup mengurusi saja penderitaan rakyatnya yang tersiksa, dantidak perlu mencampuri persoalan mereka.

(Wawancara dengan informan).Pasca kasus Wondiboy, pimpinan TPN OPM yakni Daniel Awom dan Ayomi dikabarkan meninggaldunia. Maka Koridama lantas tampil memimpin kelompok mereka. Dalam perkembangannya,perseteruan internal kemudian mengancam soliditas kelompok mereka. Konflik yang tidak mampudiselesaikan tersebut pada akhirnya telah membuat beberapa anggotanya berkhianat danmenyatakan diri keluar dari barisan TPN/OPM.

Pada perkembangannya, kelompok inilah yang menyerahkan 3 dari 6pucuk senjata yang dirampas pada 13 Juni 2001 lalu. Mereka adalahPetrus Rum, Boy Nuro dan Matani.

(Wawancara dengan dengan informan).

Page 13: Laporan Konflik Wasior PDF

Laporan Wasior : Wasior 13

Waktu terus berjalan dan tim negosiasi masih saja silih berganti menemui kelompok Koridama yangtetap tidak berubah dari sikapnya semula. Diakui oleh Polda Papua, bahwa mereka telah kehabisanakal menghadapi kebandelan Koridama (Cenderawasih Pos, 10 November 2002), meskiKomandan Satuan Brimoda Papua telah diterjunkan langsung memimpin operasi, di sampingupaya persuasif lainnya telah ditempuh pihaknya.

Kehadiran Dansat Brimobda Papua ini menurut Kapolda Papua adalahdimaksudkan untuk menghindari tindakan anak buahnya yanganarkis.Padahal sebelumnya pihak Polda Papua (Kapolda) telahmembantah adanya tuduhan sikap arogansi anggotanyaterhadap masyarakat sipil

(Cenderawasih Pos, 10 November 2002).Pada hari Jumat 4 Oktober 2002, 17 orang masyarakat sipil ditambah 3 orang kepala kampungkembali diintimidasi (salah seorang warga mengaku ditampar oleh Moses Ramar, salah seorangpurnawirawan TNI yang dipakai oleh anggota Brimob pada peristiwa itu), oleh Brimob agarmenemui pihak TPN/OPMdan mendesak mereka untuk segera mengembalikan senjata. Tanpa pilihan lain, masyarakatdengan sangat terpaksa menuruti keinginan Brimob yang berpesan agar pulang – diharuskan -membawa hasil positif. Mereka dilepas tanpa security protection apapun dari Brimob. Akan tetapikehadiran mereka di kampung Ambumi justru semakin menyulut kemarahan Koridama cs, setelahsebelumnya menerima pernyataan sikap yang ditandatangani oleh 38 orang kepala kampung padawaktu pelaksanaan Musyawarah Adat Wandama, 25 – 27 Juli 2002.

“…. Kepala kampung Kaiby (Lodewik Imbiri), Wondamawi I (YosepWoriso) dan Wondamawi II (David Auri) dipisahkan tersendiri daripenduduk kampung, kemudian Koridama memukul mereka, sedangkanmasyarakat biasa tidak diapa-apakan. Kami kemudian pulang sambilmemapah Yosep Worisio yang luka parah akibat perlakuan Koridamacs.

(Wawancara dengan LI).Setelah melampiaskan kemarahannya, Koridama sempat berpesan untuk tidak ada lagikelompok masyarakat yang mencoba untuk melakukan negosiasi soal pengembaliansenjata. Ironisnya, pihak kepolisian seakan lepas tangan terhadap apa yang diderita olehsalah seorang kepala kampung yang mengalami luka serius akibat kemarahan kelompokTPN/OPM tersebut.

Hal yang mestinya dipahami adalah bahwa di tengah konflik kekerasan yang diwarnai denganadanya kelompok bersenjata maka sudah pasti masyarakat sipil sangat tertekan dan terhimpit diantara keduanya. Maka mereka tidak dapat digunakan sebagai tameng, apalagi diposisikansebagai kelompok yang paling bertanggungjawab terhadap konflik dan harus berhadapan dengankekuatan bersenjata lainnya.Atas peristiwa tersebut, Brimob bermaksud melakukan pengejaran terhadap kelompok TPN/OPM di kampung Ambumi, lokasi yangharus ditempuh dari Wasior kota dengan menggunakan long boat sekitar 45 menit. Pada saat itu memang kampung Ambumi dalamkeadaan kosong karena warganya telah mengungsi. Walau sempat terjadi kontak senjata, namun belum berhasil untukmenangkap dan merampas senjata yang tersisa.

Maka dengan tiba-tiba pasukan dari Operasi Tuntas 2001 tersebut membakar 12 buah rumah yang tersisa di kampung Ambumipada tanggal 6, 7 dan 9 Oktober 2002.

Page 14: Laporan Konflik Wasior PDF

Laporan Wasior : Wasior 14

“……tanggal 6 Oktober 2002, kampung kami kembali dibumihanguskanoleh aparat Brimob dengan membakar 12 buah rumah. Kepulanasapnya sangat jelas terlihat dari Wasior Kota. Sekarang di Ambumisudah benar-benar kosong, tidak ada penduduk sama sekali yangbertahan”.

(wawancara dengan kepala kampung Ambumi).Untuk kesekian kalinya sikap kesewenangan-wenangan aparat keamanan terjadi lagi dan tidakmendapat perhatian dari pihak lain, terutama pihak-pihak yang berwenang. Bahkan SesdispenPolda Papua, Kompol Josef Iswanto, menegaskan bahwa: “Upaya Persuasif terus dikedepankanuntuk meminta Koridama menyerahkan senjata. Dan kalau itu berhasil, Polda siap memberikanganti rugi terhadap semua kerusakan yang dialami masyarakat selama ini”.Tetapi dikatakan pula, “Regu Brimobda Papua yang diturunkan sempat melakukan kontak senjatadengan Koridama meski tidak ada korban jiwa. Jika Koridama masih tetap bersikeras, maka PoldaPapua akan menempuh jalur hukum untuk menyelesaikannya”. (Papua Post, Rabu, 23 Oktober2002).

Kalimat ini mengandung dua hal penting. Pertama, mengenai adanyatindakan kekerasan (non persuasif) dan Kedua, kecenderunganpengrusakan asset-aset masyakarat yang selama ini terjadi akibatOperasi Tuntas 2001 (extrajudicial) .

Hampir tidak nampak upaya dari aparat Brimob melalui Operasi Tuntas 2001 untuk melokalisirkonflik yang terjadi bahkan cenderung meluaskan wilayah ( korban ) konflik. Hal ini terlihat darimelebarnya target wilayah operasi yang tidak hanya dipusatkan di Wombu dan Wondiboy sebagailokasi pecahnya konflik awal atau di Ambumi sebagai persembunyian Koridama tetapi melebarsampai mencakupi semua daerah teluk Wandama. Ini terlihat juga dari dipilihnya Wasior Kotasebagai markas operasi. Padahal Ambumi masih harus ditempuh selama kurang lebih 45 menitdari Wasior dengan menggunakan long boat. Aparat hanya pulang dan pergi setiap harinya tanpabermalam di Ambumi. Dengan dipilihnya Wasior Kota sebagai markas operasi telah menjadikanmasyarakat hidup dalam ketakutan karena aparat berada hampir di setiap waktu dan sudutWasior. Pertama akibat trauma yang telah mereka alami dan kedua sikap Brimob yang sesekalimasih terlihat arogan.

Kami menderita, jangan siksa kami yang tidak tau hal kalau mau Operasi penyisirankasih keluar kami dulu dari kampung, supaya bisa sisir apa saja.

(wawancara dengan informan)

Di saat upaya Brimob mengalami hambatan ada hal lain yang terasa janggal yang kemudianbanyak dipertanyakan. Seperti telah diketahui oleh banyak orang, bahwa pihak Koramil (TNI)Wasior memiliki kedekatan hubungan tersendiri dengan kelompok Koridama. Bahkan Koridamaselalu berpesan kepada semua tim yang akan menemuinya, bahwa jika tidak melalui Koramil makadia tidak akan bersedia untuk menemui mereka. Tetapi anehnya, mengapa kondisi tersebut tidakdimanfaatkan oleh Brimob sebagai alternatif upaya pengembalian senjata yang berlarut-larut?Tidakkah mustahil jika Brimob tidak mengetahuinya? Ada apa dengan kondisi tersebut ?

Sebenarnya waktu itu senjata telah mau diserahkan lewat Koramil, tetapi Brimobsudah duluan melakukan operasinya. Akhirnya kelompok Koridama kembali masukhutan. Selain itu, Koridama juga sering makan dan tidur di Koramil.

(Wawancara dengan HA)Pihak Brimob terus melakukan pengejaran dan upaya pengembalian 3 pucuk senjata yang belumdikembalikan pihak TPN/OPM dan hal yang tak bisa dipungkiri adanya – sebagai konsekuensi

Page 15: Laporan Konflik Wasior PDF

Laporan Wasior : Wasior 15

logis dari hal tersebut adalah makin besarnya biaya operasi dan ongkos sosial, kerugian darimasyarakat dan pemerintah atas rusaknya sarana publik, hancurnya aset ekonomi dan bangunanserta harta milik masyarakat. Secara psikologis masyarakat mengalami kehidupan traumatik yangberkepanjangan, menjadi korban, meninggal atau cacat seumur hidup. Pihak perusahaan yangtelah mengeruk keuntungan besar – sebagai pihak yang seharusnya paling bertanggung jawab –malah seolah-olah kini telah lepas tangan, bersembunyi di balik aparat keamanan danhilang dari sorotan publik. Begitu pula halnya Kopermas. Tak pernah ada pihak berwenang yangmeminta pertangungjawaban dan penyelesaian dari pihak perusahaan ataupun Kopermas.

Kopermas ini disinyalir fiktif. Hal ini setelah masyarakat melakukanpengecekan lapangan. Baik di kota Manokwari ataupun di Wasior,sama sekali itidak diketemukan kantor maupun pengurusnya.

(Wawancara dengan DR)

Padahal rentetan tragedi kemanusiaan tersebut sebenarnya tidak perlu terjadi, jika saja pihakKopermas bersikap transparan serta pihak perusahaan berlaku bijak dan memenuhi kewajiban -kewajiban utama dalam menjalankan aktivitas ekonominya serta memenuhi kesepakatan-kesepakatan yang telah diperjanjikan dengan masyarakat pemilik hak ulayat. Juga kepada pihakkeamanan, Brimob, tidak semestinya menjadi anjing herder (meminjam istilah Kapolda Papua) bagiperusahaan yang senantiasa siap menggonggongi mereka yang dianggap akan menggangguproduktivitas perusahaan.

AKIBAT DARI PENGELOLAAN KONFLIK YANG TELAH DILAKUKAN OLEH PARAPIHAK

a. HukumSikap perusahaan yang telah mengabaikan hak-hak ulayat masyarakat dengan melanggarkesepakatan yang telah ada tidak dapat dibenarkan oleh hukum apalagi menempuh cara-carakekerasan untuk tetap melakukan aktifitasnya. Hal ini menjadi contoh klasik dari banyak kasusyang terjadi di Papua dimana perusahaan mengabaikan hak-hak masyarakat pada saatmelakukan investasi dan dengan mudah mempengaruhi tokoh-tokoh masyarakat untukmemperoleh legitimasi dari rakyat. Mendirikan lembaga-lembaga yang bertujuan untukmemanfaatkan kekayaan alam dengan cara mempermainkan hak pemiliknya, seperti pendirianKopermas yang hanya memanfaatkan sikap lugu dan terbuka dari masyarakat setempat.Kasus di Wombu 31 Maret 2001 dan Wondiboy 13 juni 29001 yakni pembataian terhadap 5orang anggota Brimob dan seorang karyawan perusahaan yang diindikasikan dilakukan olehkelompok TPN/OPM merupakan kejahatan terhadap nilai-nilai kemanusiaan seperti juga kasus-kasus yang terjadi sebelum kedua peristiwa tersebut di atas.Tetapi kejadian panjang yang menyusul dari 2 peristiwa tersebut juga merupakan kejahatanterhadap kemanusiaan. Karena tindakan yang ditempuh – terutama dengan Operasi Tuntas2001 – untuk menangkap pelaku dari ke dua peristiwa tersebut telah menyebabkan banyakrakyat yang tidak berdosa menjadi korban termasuk rumah, sarana pendidikan, sekolah,puskesmas, kebun-kebun dan lain sebagainya. Hal ini disebabkan pola penanganan kasus yangdilakukan oleh pihak Brimob cenderung mengabaikan nilai-nilai kemanusiaan, asas kepatutandan norma hukum. Hal ini dapat dilihat dari catatan atas penangkapan dan penahanansewenang-wenang terhadap sejumlah orang meski tanpa bukti yang mendukung (lihat data

Page 16: Laporan Konflik Wasior PDF

Laporan Wasior : Wasior 16

penangkapan sewenang-wenang). Bahkan sampai saat ini masih ada orang yang dinyatakanhilang/tidak kembali pulang ke keluarganya tanpa informasi tentang keberadaannya.Masyarakat mengidentifikasi atas temuan tulang-belulang manusia sebagai Daud Yomaki, FelixUrbon dan Henok Marani. Hal ini terlihat dari sobekan kain (pakaian korban) di sekitar lokasitemuan. Ketiganya adalah sebagian dari yang ditangkap aparat Brimob pasca kasus Wondiboy.

A. (Wawancara dengan DR).

B. Selain itu, terhadap masyarakat yang tidak mengerti apa-apa tetapi harus mengalamipenyiksaaan dan penganiayaan berat, penembakan bahkan pembunuhan kilat danpenghilangan secara paksa meski tanpa ada keterkaitan sama sekali (lihat data penembakandan pembunuhan kilat). Juga pembakaran rumah dan pembumihangusan kampung,pengrusakan asset ekonomi masyarakat serta fasilitas publik lainnya seperti sekolah jelas-jelasmerupakan tindakan kesewenang – wenangan dan sangat patut disesalkan (data asetmasyarakat yang mengalami kerusakan, lihat di lampiran).Akibatnya, puluhan kepala keluarga harus mengungsi. Di kampung Sandrawoy, sampai sekarang tidak ada seorang pun yangberani kembali menginjakkan kakinya di sana. Sebab jika diketahui oleh Brimob, maka akan diinterogasi dengan sejumlahpertanyaan disertai penyiksaan.

Di Sandrawoy, diduga terdapat kuburan massal. Hal ini didapat daripengakuan seorang informan (YL), yang mendapat infomasi dari saudaranyayang pernah berada di sana sesaat setelah pembumihangusan desa Sandrawoy

(wawancara dengan Informan).

Kesemuanya ini telah menunjukan bahwa pada saat penangkapan terhadap yang didugapelaku pembunuhan terhadap 5 orang Brimob dan 1 orang karyawan perusahaan tidakdilakukan secara profesional. Selain itu terdapat kelemahan dalam hal mengidentifikasi pelaku.Sehingga rakyat yang tidak tahu apa-apa juga harus menjadi korban amuk aparat Brimob.Contoh seorang bayi (Nona Kabiay, 3 tahun) dan seorang anak perempuan (EndeminaNumayomi, 15 tahun) di kampung Yopenggar, yang jelas tidak memahami persoalan senjataatau bahkan aspirasi Merdeka, tetapi harus mengalami cacat seumur hidup setelah kaki dantangan mereka ditembus timah panas Brimob. Ayahnya, kepala kampung Yopenggar, dihujamdengan sangkur pada tubuh bagian belakang dan mulutnya oleh Brimob. Sedangkan ibunyamampu meloloskan diri dari timah-timah panas Brimob. Selain itu beberapa orang ibu rumahtangga juga mengalami penyiksaan, bahkan seorang di antaranya meninggal dunia setelahdituduh sebagai kaki tangan TPN/OPM.

Seorang ibu disiksa hanya karena ketahuan memberikan makanankepada guru Ramar yang menderita karena siksaan Brimob.

(Wawancara langsung)Tidak hanya masyarakat sipil yang mengalami perlakuan sadis. Kepala kampung, mantri(Willem Korowam) atau bahkan guru (Derek Rumbobiar) dan Kepala Sekolah Ondamawi(Daniel Yairus Ramar) yang jelas-jelas merupakan aparat pemerintah, tidak luput dari sasaranaparat.

Seorang tokoh masyarakat (Kaleb Marani, Ketua DPMA), disiksadengan tangan terikat di belakang, lantas digiring di hadapan rakyatnyadisertai dengan sejumlah tindakan kekerasan, bahkan tangannyadisundut dengan rokok.

(Wawancara langsung)Menyusul Operasi Tuntas 2001 tersebut, terdapat sejumlah mayat dengan kematian yangsangat mengenaskan seperti ditemukannya mayat mutilasi dengan 7 potongan sedangkan

Page 17: Laporan Konflik Wasior PDF

Laporan Wasior : Wasior 17

organ bagian dalam tubuhnya sendiri sampai sekarang tidak diketahui keberadaannya. Mayatyang diidentifikasi sebagai seorang mantri – Willem Korwa, putra daerah Tandia – yangbertugas di Manokwari tersebut terakhir dilihat warga berjalan bersama beberapa anggotaBrimob.

Padahal kehadiran beliau di Wasior bersamaan dengan anggota Brimob dariManokwari. Hubungan pertemanan mereka sudah sangat akrab, tidak jarang korbanmemberikan rokok dan mengobati anggota Brimob yang sakit.

(Wawanara dengan HA)

Sementara itu, beberapa orang masyarakat yang menjalani pemeriksaan di penyidik, dipaksamengakui apa yang dituduhkan pihak kepolisian terhadap mereka. Bahkan ada yang sampaimeninggal dunia di tahanan Polres setelah tidak mampu menahan siksaan dari pihakkepolisian. Sedangkan pada persidangan yang tidak terbukti dengan tuduhan awal, dakwaandiganti dengan tuntutan lain. Hal ini menunjukan bahwa hukum telah dijadikan sebagai alatkepentingan politik, dan kewibawaan hukum justru telah diinjak-injak oleh penegak hukumsendiri.Terlihat jelas ketika proses persidangan terhadap 3 dari 16 orang yang ditangkap pada 3 Mei 2001 – pasca tragedi Wombu.Dakwaan awalnya adalah makar, tetapi setelah tidak terbukti, maka tuntutan lantas saja diubah pada pelanggaran terhadap UUDarurat No. 12 tahun 1951 tentang kepemilikan senjata tajam. Padahal senjata yang mereka bawa adalah senjata tradisional yangmenurut ilmu etnografi, adalah benda yang memang tidak pernah lepas dari keseharian mereka.

Sikap arogan Brimob ditunjukkan juga kepada masyarakat yang hendak mengambil mayat keluarganya yang telah menjadi korbanpenganiayaan Brimob hingga meninggal. Mayat yang hendak dikuburkan secara layak tersebut tidak berhasil diselamatkan setelahmereka dianiaya oleh anggota Brimob.

Semua rentetan peristiwa tersebut, telah menegaskan kepada kita semua, betapa hukum masih sangat diksriminatif. Masyarakatyang tidak tahu apa-apa bukan hanya ditangkap, disiksa, dianiaya – bahkan dibunuh – lantas dipaksa mengakui apa yangdituduhkan kepadanya dan juga harus kehilangan tempat tinggal beserta harta bendanya. Sedangkan aparat Brimob yang jelas-jelas melakukan penangkapan, penyiksaan, penganiayaan bahkan pembunuhan serta membumihanguskan pemukiman pendudukbebas hukum. Tentu saja hal ini semakin menambah deretan panjang praktek impunity aparat negara.

Dari fakta konflik di atas, menggambarkan betapa Negara sama sekali tidak punya keinginan melaksanakan kewajibannya untukmenghormati (to respect), melindungi (to protect), dan memenuhi (to fulfill) hak asasi warga negaranya. Justru Negara dengansangat jelas mempertontonkan proses Violence by Action. Ironisnya, praktek ini sama sekali tidak dianggap sebagai bentukpelanggaran hak asasi manusia. Pemerintah bahkan cenderung mendiamkannya dan terkesan terus mempersilahkan aparatnyauntuk mengobrak-abrik Wasior. Proses ini tanpa disadari telah melahirkan bentuk pelanggaran hak asasi manusia yang lain, yakniViolence by Omission ( negara melakukan pembiaran terhadap arogansi aparatnya.).

b. EkonomiPada sektor lain, pemenuhan hak ekonomi masyarakat dengan sendirinya juga terganggu.Aktifitas ekonomi masyarakat macet total. Mereka tidak lagi bebas mencari ikan sejauh dansebanyak yang mereka mampu lakukan dan inginkan. Hasil kebun telah rusak menjadisantapan binatang pengganggu tanaman. Jangankan untuk menjaga atau memanen hasilnya,sedang untuk memelihara kebunnya dan bercocok tanam kembali tidak dilakukan karenamasyarakat tidak lagi berani pergi ke kebun.Kondisi ini tidak saja dialami oleh masyarakat yang hidup di sekitar areal pecahnya konflik, akan tetapi di daerah lain yang jauhdari lokasi konflik, termasuk ibukota distrik. Masyarakat tidak lagi boleh berbelanja dalam jumlah yang banyak seperti awalbiasanya. Setiap orang hanya bisa berbelanja untuk mencukupi kebutuhan diri sendiri. Seperti gula, minyak tanah dan kebutuhan-kebutuhan pokok lainnya secukupnya saja.

Karena bagi mereka yang berbelanja melebihi kebutuhan hidupnya sendiri akan dicurigai sebagai kaki tangan dan penyuplaimakanan bagi TPN/OPM. Hal ini pernah dialami oleh 2 orang aparat kampung Kabuouw yang berbelanja dengan menggunakandana Bangdes untuk kebutuhan aparat kampungnya. Mereka dicurigai akan mempersiapkan logistik untuk TPN/OPM sehinggaditahan oleh Brimob dan mengalami sejumlah penyiksaan fisik.

Sedangkan bagi pedagang yang ketahuan menjual dagangannya dalam jumlah yang banyak kepada satu orang juga dicurigaisebagai kaki tangan TPN/OPM maka kepadanya dikenakan sejumlah bentuk penyiksaan. Konsekuensi lainnya adalah toko ataukiosnya disegel (ditutup) pula oleh aparat.

Ironisnya nasib buruk kelompok masyarakat Wasior – yang pada umumnya – dengan ekonomilemah tersebut telah dimanfaatkan oleh para pelaku ekonomi pada level menengah ke atas

Page 18: Laporan Konflik Wasior PDF

Laporan Wasior : Wasior 18

yakni kontraktor proyek-proyek pemerintah. Kehadiran Brimob justru dimanfaatkan untukmembantu dapat mengeruk keuntungan sebesar-besarnya dari masyarakat. Contoh yangpaling konkrit adalah pada saat rehabilitasi rumah penduduk yang hancur pasca peristiwaWasior.Para kontraktor memerintahkan masyarakat untuk mengumpulkan bahan material bangunanyang ada di lokasi (pasir, batu, kayu) tanpa harus memberikan bayaran padahal kontraktortelah mendapatkan dana untuk biaya material bangunan tersebut. Masyarakat juga diancambahwa jika mereka menuntut kepada kontraktor maka proyek akan dialihkan ke daerah lain.Contoh lainnya, pada proyek pembangunan jalan yang harus melewati lahan perkebunanpenduduk. Tidak ada satu pun ganti rugi yang diberikan atas penggunaan lahan apalagikompensasi atas ditebas dan digusurnya tanaman produktif masyarakat seperti pisang, lahansagu dan umbi-umbian serta berbagai jenis tanaman lainnya. Karena kondisi traumatikpsikososial akibat perlakuan aparat Brimob, masyarakat tidak mampu melawan lantas lebihmemilih diam, pergi atau manggut-manggut bukan tanda mengerti melainkan mengutukperbuatan keji pihak kontraktor.Ada juga kontraktor dengan tanpa perasaan malu sedikit pun melakukan pendekatan kepadapara kepala kampung – yang daerahnya belum memiliki jalan permanen – dan menyuruhmereka untuk membuat pernyataan kepada Bupati agar daerahnya dibuatkan jalan. Kepadamereka, pihak kontraktor mengingatkan untuk tidak lupa mencantumkan nama perusahaannyasebagai pelaksana proyek pada pernyataan tersebut.Perilaku kontraktor tersebut telah diketahui oleh aparat Brimob, akan tetapi tidak ada upayapencegahan dari aparat Brimob bahkan ada kontraktor yang memberikan fasilitas agarpelaksanaan proyeknya berjalan lancar. Sehingga praktek-praktek kotor pihak perusahaan terusberlangsung tanpa ada yang mengusut.

c. Sosial KemasyarakatanPerseteruan Brimob dengan kelompok TPN/OPM pimpinan Koridama tersebut pada akhirnyamenyeret masyarakat pada situasi yang sangat tidak menguntungkan. Represifitas aparatkeamanan yang tidak pandang bulu pada akhirnya tidak hanya melahirkan trauma yangmendalam, bahkan tekanan jiwa atas penderitaan yang mereka alami dan berbagai kondisideskalatif lainnya tetapi juga telah melahirkan kelompok baru dalam komunitas masyarakatyakni kelompok abu–abu. Kelompok yang hanya mau mencari selamat dengan jalan menjadiinforman yang memberikan sejumlah informasi menyangkut keberadaan Koridama di hutanbeserta simpatisannya dalam kota, terkadang juga sebagai kelompok yang membantu mobilitasBrimob. Yang sangat disayangkan adalah terkadang informasi yang diberikan tidak lagi obyektiftetapi telah didasarkan atas tendensi pribadi meski tidak punya kaitan sama sekali dengankelompok Koridama. Seringkali aparat keamanan langsung merespon informasi yang diterimatanpa harus disertai bukti yang meyakinkan. Selain itu ada juga kelompok yang mulaimenerapkan cara-cara militer sehingga nampak militer yang sipil atau sipil yang militer: milisi –sebenarnya perbedaannya sangat tipis dengan kelompok abu–abu – beberapa di antaramereka telah dilengkapi dengan senjata oleh Brimob untuk menakut-nakuti masyarakat.

Gaya premanisme kelompok ini juga pernah dirasakan oleh tim ALDP. Seoranganggota tim, pernah diancam akan dibunuh oleh mereka .

Kelompok ini mempunyai andil yang tidak kecil ketika dibutuhkan aparat keamanan yanghendak bermaksud mengumpulkan masyarakat untuk sesuatu maksud. Di antara mereka

Page 19: Laporan Konflik Wasior PDF

Laporan Wasior : Wasior 19

adalah Moses Ramar, pensiunan TNI bersama adiknya Adrianus Ramar yang mengaku dirinyaadalah anggota Kopassus yang dikirim langsung oleh satuannya di Jakarta, serta LutherNandowei, masyarakat biasa.

Peran aktif mereka terlihat ketika Brimob mengumpulkan masyarakat untuk menemuiKoridama tanggal 4 oktober 2002. Pada saat itu, Moses Ramar menampar seorangwarga sipil di hadapan Wakapolres Manokwari yang bertindak selaku pimpinanoperasi pada waktu itu.

Bagi masyarakat, kondisi ini tidak hanya menjadikan masyarakat menjadi tertutup denganberbagai hal di luar komunitasnya pada internal komunitasnya sendiri telah lahir rasa salingcuriga yang begitu tinggi.Di saat masyarakat mengalami dekadensi psikologi yang traumatik, mereka juga semakinkesulitan untuk membangun relasi sosial, karena di saat yang bersamaan mereka jugadiperhadapkan dengan situasi yang sangat dilematis dan membuat mereka berada pada posisiterjepit antara dua kekuatan besar yang saling berlawanan yakni kelompok TPN/OPM di satusisi dan pihak aparat keamanan di sisi lain. Masyarakat akan dicurigai sebagai kaki tanganTPN/OPM oleh Brimob jika dianggap tidak bisa bekerjasama polisi, tetapi juga akan dianggapsebagai informan Brimob ketika diketahui membangun hubungan dengan pihak kepolisian dankonsekuensi dari keduanya adalah mendapatkan penganiayaan kendati yang dilakukanTPN/OPM tidak separah yang dilakukan oleh aparat Brimob. Tidak ada lagi saling kepercayaansesama mereka sendiri. Perilaku sopan santun adat, mestinya paling kuat untuk menjadiperekat hubungan di antara mereka sudah terabaikan.

Page 20: Laporan Konflik Wasior PDF

Laporan Wasior : Wasior 20

BAB IV

MEMECAH BELENGGU KEBEKUAN

KETERLIBATAN INSTITUSI LUAR PADA KONFLIK WASIORMeski sekarang Wasior dinyatakan telah terbuka, tetapi tidak berarti operasi dengan targetpengembalian senjata telah tuntas. Karena rakyat masih mengalami intimidasi baik secara phisikmaupun psikis dan belum dapat melaksanakan kehidupan secara normal kembali. Dalam kurunwaktu tersebut, banyak sekali lembaga atau institusi dari pihak luar yang datang termasukbeberapa indvidu yang merasa prihatin dan berperhatian yang mendalam terhadap konflik Wasiorakan tetapi belum ada satu pun lembaga yang bersedia untuk datang dan mencoba hidupbersama komunitas mereka yang tengah mengalami multi dekadensi akibat serangkaian peristiwakemanusiaan sampai pada pemberlakuan “Operasi Tuntas 2001”.Sebenarnya ada beberapa lembaga yang telah datang ke Wasior. Namun kehadiran mereka masihterbatas pada bantuan - bantuan tehnis kemanusiaan seperti dalam hal membagi-bagikan sembakoatau pakaian laik pakai namun belum ada yang melakukan hal-hal yang menyentuh pada akarpersoalan seperti hak ulayat, membantu memahami konflik yang terjadi di Wasior secarakomprehensif, membantu memperjuangkan hak-hak dan perlindungan hukum yang seharusnyaditerima oleh masyarakat dalam mengatasi tragedi kemanusiaan atau membangun pemahamanbersama sejauhmana para pihak terlibat dan harus bertanggungjawab.Selain itu adanya beberapa aktivitas dari pihak luar telah pula dicurigai oleh masyarakat sebagaihal yang tidak lebih dari sebuah kamuflase politik. Masyarakat menduga bahwa kehadiran merekatidak murni mengemban misi kemanusiaan akan tetapi terkandung maksud yang lain sepertimembawa pesan-pesan “kekerasan” yakni persoalan pengembalian senjata. Senyatanya memangbanyak tim negosiasi – berlabel kemanusiaan – yang telah terjun langsung ke Wasior yangsebenarnya membicarakan persoalan pengembalian senjata namun tidak pernah membawa hasil.Banyaknya tim dengan berbagai model ini juga telah membingungkan masyarakat, karenaterkadang kehadiran mereka disertai dengan silent mission. Sehingga bagi masyarakat ada jugakesan bahwa mereka telah dan akan diadu dengan kekuatan sekelompok masyarakat yangdiidentifikasi TPN/OPM oleh pemerintah. Kondisi ini telah melahirkan rasa apatis bahkankecurigaan yang tinggi dari masyarakat kepada setiap orang atau kelompok di luar komunitasnya.Apalagi masyarakat merasa bahwa 6 pucuk senjata yang hilang tersebut bukan mereka yangsembunyikan, tapi pihak TPN/OPM.Seolah-olah masyarakatlah yang salah dan harus bertanggungjawab sendiri atas kejadian diWasior.Menghadapi sekian banyak tim yang datang ke Wasior untuk berurusan dengan pengambaliansenjata, maka masyarakat meminta untuk tidak ada lagi tim yang turun mengurusi senjata. Hal initerungkap dalam suatu kesempatan pertemuan dengan anggota DPRD Manokwari.

Wakil Ketua I DPRD Manokwari : Masyarakat menemukan banyak tim yang datang ke Wasior,mulai dari ELS-HAM, Gereja, Polda ataupun perorangan. Semuanya diakui bekerja baik, tetapisudah terlalu banyak malah membingungkan masyarakat. Dan mereka menginginkan janganada lagi tim yang datang yang terkesan memiliki kepentingan pribadi.

(Cepos, 4 Juli 2002).

Page 21: Laporan Konflik Wasior PDF

Laporan Wasior : Wasior 21

Di waktu yang sama ada pula kelompok yang hadir menawarkan (sosialisasi) Otonomi Khusus,selain itu ada juga Tim yang datang untuk “mengurus“ distrik Wasior menjadi kabupaten Wandama,tanpa mencoba untuk mulai menyentuh sedikitpun tragedi yang telah menimpa masyarakat.Seolah-olah kesengsaraan dan penderitaan masyarakat tidak perlu diperhatikan dan “telahberakhir“. Hal ini menyebabkan semakin apatisnya masyarakat dengan kehadiran berbagai tim.

PERSOALAN RIIL YANG DIJUMPAIa. Persoalan Hak Ulayat dan Kopermas

Penderitaan masyarakat Wasior belum berakhir ketika muncul pihak Kopermas yang telah pulamenggandeng investor ke distrik Wasior. Hasilnya, sebuah perusahaan yang sejak sekitar 1tahun terakhir kembali mengeksploitasi hutan di Wondiboy. Seperti biasa, kesepakatan hargahanya dilakukan oleh pihak Kopermas dengan perusahaan tanpa melibatkan masyarakatpemilik hutan. Dari aktivitas perusahaan tersebut, masyarakat hanya mendapatkan kompensasiatas pemakaian tanah adat untuk penampungan kayu serta lokasi tempat tinggal karyawanperusahaan, di luar kedua hal tersebut, tidak ada kompensasi sepeser pun. Selain itu, telahdikabarkan pula rencana kehadiran 2 Kopermas lainnya yang menggandeng 2 perusahaan barudengan maksud mengeksploitasi hutan di kampung Issuy. Kedua Kopermas ini tanpasepengetahuan masyarakat pemilik ulayat lantas membagi hutan yang akan dieksplotasi untukmasing-masing perusahaan yang digandengnya.Menyikapi perkembangan demikian maka di Wondiboy, usai kegiatan yang dilaksanakan pada10 Oktober 2002 oleh Tim ALDP, yang juga diikuti oleh perwakilan dari beberapa kampung dibagian selatan Wasior (lihat lampiran), seluruh marga (Sarumi, Auri, Yoweni, Bokway,Ataribaba, Warengga dan Ayomi) pemilik hak ulayat lantas berkumpul dan bersepakat untukmembentuk sebuah forum antarmereka. Bapak Piethein Auri, lantasdikukuhkan sebagai pimpinan dari lembaga tersebut. Tugasnya adalah melakukan upayaproteksi terhadap segala sumber daya alam (hutan, kayu dan laut) yang menjadi hak mereka.Dalam perkembangannya, setelah melalui diskusi yang cukup panjang dengan Tim ALDP,kelompok pemilik hutan ini lantas mendatangi pihak perusahaan dan mencoba membicarakanhak-hak yang harus mereka terima sebagai pemilik yang sah atas hutan yang dikelola olehperusahaan.

Mantan kepala kampung Wondiboy, Pithei Auri, yang bertindak sebagaipimpinan rombongan, mendasarkan tuntutannya pada buku Advokasiuntuk Wasior – materi pada kegiatan tim ALDP – yang ikut dibawaketika menghadap pihak perusahaan.

(Pengakuan kepala kampung Wondiboy)Terjadi negosiasi antar masyarakat dengan pihak perusahaan. Semula pihak perusahaanbersikeras dengan mengatakan bahwa perusahaan telah banyak mengalami kerugian akantetapi karena masyarakat terus menawarkan pilihan-pilihan negosiasi dan tidak mau mundurmaka pihak perusahaan mengabulkan permintaan awal masyarakat yakni memberikan sebuahmesin diesel yang akan digunakan sebagai pembangkit listrik di kampung Wondiboy.Perusahaan juga telah menyanggupi permintaan kedua dari masyarakat yakni pengadaanmesin pemotong kayu, sainsaw. Selain kedua hal tersebut, disepakati pula bahwa akan adapertemuan untuk membuat kesepakatan-kesepakatan langsung antara masyarakat pemilikhutan dengan pihak perusahaan tanpa melibatkan pihak ketiga. Guna menjaga hubungan baikdan kelangsungan aktifitas perusahaan.

Page 22: Laporan Konflik Wasior PDF

Laporan Wasior : Wasior 22

Masyarakat mengharapkan kesediaan pengacara ALDP untukmendampingi mereka dalam hal pembuatan kesepakatan tersebut.

(Permintaan disampaikan langsung pimpinan kelompok kepada Tim ALDP).Di Isuy, perseteruan antara 2 Kopermas yang saling memperebutkan lahan olahan kayusepertinya akan membuat hubungan yang kurang menguntungkan bagi keduanya. Hal initerlihat dari sikap protektif masyarakat adat dan marga pemilik ulayat. Bahwa keberhasilanmasyarakat Wondiboy telah menyadarkan mereka untuk berbuat hal serupa. Maka kepalakampung Isuy yang ikut pada kegiatan Tim ALDP yang dipusatkan di Wondiboy lantasberinisiatif untuk mengumpulkan seluruh marga pemilik ulayat (Wosiri, Marani, Tambawa danSuku Kuri), dengan maksud untuk membentuk sebuah ikatan antarmarga. Dan kepala kampungIsuy Bpk. Septinus Wosiri, menjadi orang yang ditugaskan untuk melakukan segala bentukproteksi terhadap segala sumber daya alam mereka.Kedua peristiwa di atas telah menjadi bukti konkrit, bahwa masyarakat – baik kaum pria maupunwanita ― lambat laun telah mulai kembali sadar akan hak-hak mereka dan berusaha untukmemperjuangkan hak tersebut. Bahkan keberanian masyarakat yang langsung menghadap keperusahaan ini merupakan model yang cukup baru bagi mereka. Selain itu, upaya proteksiterhadap segala sumber daya alam yang mereka miliki belum pernah dilakukan selama ini.

b. Perilaku Aparat KeamananPada setiap kegiatan, Tim ALDP selalu melakukan koordinasi dengan pihak pemerintahsetempat dalam hal ini Camat, Koramil dan Polsek. Dan pihak keamanan terkesan berhati-hatidalam bertindak. Berdasarkan pengakuan dari beberapa orang bahwa Brimobmempertimbangkan kehadiran Tim ALDP, kendati ini seharusnya lebih dimaknai sebagai sikapdefensif dari para pihak yang telah lama “terlibat” dalam konflik Wasior seperti juga pandanganbeberapa masyarakat yang selalu menaruh perhatian yang tidak sedikit bagi kehadiran tim-timyang masuk. Akan tetapi bagi Tim ALDP sendiri “perubahan” perilaku Brimob tersebut tidakterlalu dirasakan sebab perilaku awal aparat keamanan tidak disaksikan langsungAkan tetapi salah satu yang menjadi bukti nyata dari perubahan positif tersebut terlihat darisikap seorang komandan lapangan Brimob, Bpk. Salmon Samonswabra, setidaknya pada bulanOktober 2002, telah mendatangi rumah salah seorang tokoh masyarakat bapak DerekRumbobiar untuk menyatakan penyesalan dan permohonan maafnya atas kelakukan merekayang pernah menyiksa bapak Derek. Bahkan tidak jarang dalam beberapa kesempatan aparattersebut datang mengunjungi rumah pak Derek dengan membawa gula, sabun dan lain-lainnya. Sikap tersebut tentu saja menjadi tanda tanya tersendiri bagi pak Derek danmasyarakat, sebab menurut pengakuan mereka, sebelum kehadiran Tim ALDP, hal tersebuttidak pernah dilakukan.Perubahan perilaku aparat ini pada akhirnya telah membawa masyarakat pada sebuah harapanakan kehidupan yang lebih damai dan aman di tanah mereka Wasior sekaligus telah menaruhharapan yang amat besar kepada Tim ALDP. Hal ini jauh lebih terasa dan suasanamengharukan hadir ketika Tim ALDP harus segera meninggalkan Wasior. Ketika itu beberapaorang memohon agar Tim ALDP atau salah seorang dari anggota tim yang bersedia tinggallebih lama untuk mendampingi masyarakat dalam hal pemahaman hukum, penegakan HAMdan secara khusus membantu mengelola konflik yang telah terjadi, mereka juga meminta agarALDP membuka pos kontak di Wasior.

c. Kondisi Riil Kelembagaan yang ( Pernah) Ada.

Page 23: Laporan Konflik Wasior PDF

Laporan Wasior : Wasior 23

Deretan tindak kekerasan aparat Brimob di atas juga telah membawa cerita duka bagi eksistensiinstitusi-institusi yang telah lahir dan hidup di tengah-tengah masyarakat. DPMA (DewanPerwakilan Masyarakat Adat) yang menjadi bukti dari tatanan sistem demokrasi lokalmasyarakat adat Wasior, harus mengalami kemandegan dan kehancuran ketika sebagianpengurusnya menjadi korban atau lari menyelamatkan diri dari tindakan kekerasan yangdilakukan oleh Brimob. Padahal keberadaan DPMA sendiri telah menjadi harapan terakhir bagimasyarakat untuk menyelesaikan berbagai persoalan menyangkut adat istiadat setempattermasuk dalam hal pengelolaan hak ulayat mereka.Harapan ini timbul ketika LMA (Lembaga Masyarakat Adat), yang sudah lebih dahulu eksisberdasarkan UU No. 5/1998, telah diklaim oleh masyarakat sebagai perpanjangan tanganpemerintah. Meski demikian, toh anggapan masyarakat tersebut tidak lantas menyelamatkanLMA dari imbas kasus Wasior. Nasibnya tidak jauh berbeda dengan DPMA, sebagian besarpengurusnya lari menyelamatkan diri. Hingga sekarang kedua lembaga tersebut hanya tinggalpapan nama.Untuk menyikapi persoalan ini, hal pertama yang dilakukan oleh Tim ALDP adalah melakukandiskusi dengan Ketua DPMA, Bpk Kaleb Marani yang kebetulan rumahnya dijadikan basecamp Tim ALDP di Wasior. Selanjutnya Tim ALDP bersama Ketua DPMA melakukanpertemuan pada Kamis, 17 Oktober 2002, dengan seluruh perwakilan kampung yang ada diWasior yang dipusatkan di Wasior Kota. Pertemuan dimulai dengan mengindentifikasikanpersoalan yang dihadapioleh lembaga-lembaga adat dan membangunan pemahaman bersama akan pentingnyamanfaat dari lembaga dan langkah-langkah bersama yang diambil guna menghidupkan kembalilembaga tersebut.Tetapi sebelum rakyat berpikir dan memutuskan apakah lembaga itu harus difungsikan kembaliatau tidak yang jauh lebih substantif adalah bagaimana membangun kesadaran bersama darimasyarakat untuk bangkit kembali bersama-sama membangun tatanan kehidupan yang sudahrusak akibat konflik yang berkepanjangan di Wasior. Sehingga nantinya kesadaran tersebutdapat terorganisir dengan baik, memutuskan efektifitas lembaga yang (pernah) ada sambilmempertimbangkan kemungkinan perlunya lembaga baru terutama setelah ada rencanapemekaran Kabupaten Wasior menjadi Kabupaten Wandama.Dari fakta riil di atas terlihat jelas betapa masyarakat mulai kembali menemukan kepercayaandirinya yang sempat hilang bersamaan dengan kejadian pahit yang mereka alami selama 1tahun lebih. Meski belum pulih total tetapi telah ada upaya-upaya yang positif yang menjadikebutuhan bersama guna perbaikan kondisi psikososial masyarakat.

KENDALA YANG DIHADAPI DAN SOLUSI YANG DILAKUKAN

Wasior Masih Sebagai Daerah Operasi Tuntas 2001Walaupun Wasior sudah dibuka untuk umum, banyak masyarakat yang sudah bisa keluarmasuk wasior namun sebagaimana yang diketahui bahwa wasior masih dalam kondisi belumbenar-benar aman dan bebas dari rasa takut. Sampai Tim ALDP keluar dari Wasior daerahtersebut masih dijadikan sebagai daerah operasi oleh kesatuan Brimob dalam rangka merebutkembali senjata yang dirampas oleh kelompok TPN/OPM Koridama cs.Untuk itu, operasi dalam rangka upaya pengembalian senjata terus dilakukan oleh pihakkeamanan, dalam hal ini Brimob. Pasukan senantiasa dikirim untuk memantau keberadaan

Page 24: Laporan Konflik Wasior PDF

Laporan Wasior : Wasior 24

senjata tersebut seperti juga yang terjadi pada saat Tim ALDP masuk ke Wasior pada tanggal21 september 2002, bersamaan dengan masuknya pasukan Brimob ke Wasior yang dipimpinoleh Samonswabra untuk melakukan operasi pengembalian senjata. Dengan keberadaanBrimob tersebut, harus semakin berhati-hati untuk menghindari konflik baru.

Solusi yang dilakukan :1. Guna menghindari kecurigaan dan agar terbangun komunikasi dan kepercayaan sesama

komponen yang berada di Wasior, maka Tim memberitahukan maksud kedatangan kepadasemua pihak : pihak keamanan Polsek, Koramil dan masyarakat bahwa kehadiran TimALDP bukanlah untuk mengurus soal senjata, tetapi untuk melakukan pendampinganlangsung terhadap masyarakat yang menjadi korban dari konflik sebagai upaya bersamadari semua pihak untuk meminimalisir segala akibat yang ditimbulkan dari konflik Wasior.Selain itu Tim ALDP senantiasa memberitahukan kepada pejabat berwenang apabilahendak atau setelah melakukan kegiatan di desa tertentu.

2. Upaya untuk mendapatkan informasi selalu dilakukan dengan pendekatan terhadap orang-orang yang sudah diidentifikasi dengan jelas dapat memberikan informasi. Baik dilakukansecara individu maupun dengan meminta bantuan dari beberapa teman-teman di kampungyang dipercayakan sebagai perantara dan juga sebagai referensi bagi orang-orang yangberkompeten untuk memperoleh keterangan. Sesuai dengan kondisi dan situasi yangberkembang.

Tingkat Kecurigaan Masyarakat yang Cukup Tinggi dan Trauma yang Masih MembekasAkibat dari konflk di wasior menyebabkan masyarakat makin bersikap tertutup dan curiga padasetiap komponen lembaga yang masuk. Hal ini sebelumnya tidak demikian akan tetapibeberapa institusi yang masuk tidak mencerminkan kemauan rakyat bahkan mempermainkankepercayaan yang telah diberikan rakyat. Karena ada yang mengatakan mau membantumasyarakat tetapi yang terjadi justru “memaksa” masyarakat untuk turut terlibat dalam prosespengembalian senjata sehingga rakyat semakin tertekan dan tertutup dengan komunitas dariluar.

Solusi yang dilakukan :1. Memberikan kepercayaan pada rakyat bahwa kedatangan Tim tidak ada sangkut pautnya

dengan proses pengembalian senjata dengan cara mengajak rakyat merumuskankegiatan bersama yang memang dibutuhkan oleh mereka saat itu.Maka lahirlah beberapa pertemuan secara formal maupun informal secara kolektifmaupun individu yang kesemuanya merupakan ide bersama, termasuk memberikanpenguatan langsung kepada komponen marga yang mengalami konflik dengan pihakperusahaan.

2. Melakukan pendekatan yang lebih pribadi untuk melakukan diskusi dan memperolehinformasi terhadap beberapa orang yang masih mengalami ketakutan.

Page 25: Laporan Konflik Wasior PDF

Laporan Wasior : Wasior 25

BAB V

P E N U T U P

KESIMPULAN

Konflik Wasior senyatanya diawali sebagai suatu konflik hak ulayat yangberdimensi ekonomi dan sosial budaya. Terjadi ketika pihak perusahaanmengabaikan kesepakatan yang telah dilakukan kepada masyarakat pemilikhak ulayat dan juga akibat dari kebijakan-kebijakan pemerintah yang kurangtegas terhadap perusahaan sebagai bagian yang tak terpisahkan darigagalnya pemerintah melindungi kepentingan rakyatnya. Selanjutnya konflikdialihkan menjadi konflik Politik.

2. Reaksi pemerintah terhadap konflik Wasior baru nyata muncul setelahkejadian tanggal 13 juni 2001 di Wondiboy. Padahal sebelumnya banyaksekali peristiwa yang menganggu hubungan antara masyarakat pemilik hakulayat dengan pihak perusahaan. Akan tetapi pemerintah tidak meresponipengaduan masyarakat. Setelah pihak perusahaan dan pemerintah dalamhal ini aparat Brimob menjadi korban baru kemudian pemerintah mengambiltindakan, terutama adalahpelaksanaan Operasi Tuntas 2001.

3. OperasiTuntas 2001 sebagai kebijakan Pemerintah melakukan pengejarandan penangkapan terhadap kelompok yang diindikasikan sebagai TPN /OPM pelaku Peristiwa pembunuhan 13 Juni 2001 dan membawa lari 6 pucuksenjata telah berubah menjadi tindakan represif aparat keamanan, dalam halini Brimob dengan melakukan sejumlah intimidasi, penganiayaan,pembakaran dan penghancuran rumah dan saran umum secara sporadisterhadap warga masyarakat sipil

4. Pemerintah juga mengambil langkah dalam bentuk merehabilitasi bangunandan kerugian phisik yang dialami rakyat, mengadili pelaku peristiwa 13 Juni2001 tetapi tidak sampai pada mengambil langkah-langkah hukum melaluimekanisme hukum yang adil dan benar terhadap pihak Aparat Keamanandalam operasinya yang telah menyebabkan kerugian dan korban darimasyarakat sipil yang tidak berdosa.

5. Kondisi perekonomian yang tidak stabil telah dimanfaatkan oleh pelakuekonomi seperti pihak kontraktor untuk menjadikan masyarakat sebagai alatkepentingan mereka guna memperoleh keuntungan tanpa benar-benarmempertimbangkan kebutuhan riil yang dihadapi dan tanggungjawabpekerjaan yang telah diberikan.

6. Dalam kondisi konflik yang berkepanjangan berikut tekanan dalam situasiyang sangat terbatas terutama akibat pemberlakukan Operasi Tuntas 2001,maka sangat sulit diharapkan bahwa masyarakat akan segera bangkit danmulai dengan aktifitas sebagaimana biasanya .

Karena itu perubahan-perubahan awal yang dimungkinkan terjadi darimasyarakat adalah mulai berusaha mengatasi ketakutan, membuka diri

Page 26: Laporan Konflik Wasior PDF

Laporan Wasior : Wasior 26

terhadap pihak–pihak dari luar terutama yang langsung melakukanpendampingan terhadap mereka. Kemudian baru perlahan-lahan membangkitkankepercayaan dan mencoba menjalani kehidupan normal kembali.

REKOMENDASI

1. Dikarenakan akar dari konflik di Wasior adalah masalah hak ulayat makaperlu posisi konflik dikembalikan dari konflik politik menjadi konflik hak ulayat.Karenanya semua pihak yang terlibat dalam mengelola konflik harusbertujuan membangun perdamaian, bertindak profesional danbertanggungjawab: Pemerintah, Aparat Brimob, masyarakat, TPN/OPM,LSM, Institusi maupun Perorangan, Pers dan lain-lain. Secara khususmeminta pertanggungjawaban dari pihak perusahaan agar menjadi jelas danbukan sebaliknya malah pergeseran konflik tersebut menyebabkan pihakperusahaan seolah-olah “terlupakan” dari tanggungjawabnya dan hanyamengambil peran yang relatif kecil dari konflik yang semula disebabkanolehnya.

2. Dikarenakan akar dari konflik di Wasior adalah masalah hak ulayat, makasemua pihak yang terlibat dalam persoalan hak ulayat harus merumuskankembali kesepakatn bersama agar tidak terjadi konflik yang sma dikemudianhari. Pemerintah perlu memberikan pemahaman dan melakukan kontrol yangefektif terhadap para investor yang melakukan investasi dan juga terhadapkontarktor yang melakukan pekerjaan rehabilitasi terhadap sejumlah saranaPhisik akibat konflik Wasior. Pihak Perusahaan hendaknya memenuhikesepakatan yang telah dibuat dengan masyarakat dan juga lebih melibatkanmasyarakat dalam melakukan investasi seperti membuka tingkat partisipasimasyarakat dalam management dan evaluasi, memberikan bantuan tekhniskepada masyarakat yang memerlukan keterampilan-keterampilan ataubahkan mengembangkan satu jaringan bersama yang lebih efektif gunamenangani potensi konflik dan konflik yang terjadi antara masyarakat danpihak perusahaan. Masyarakat hendaknya lebih memberikan suasana yangramah terhadap investasi yang ada dan juga mengembangkan polakepercayaan dan kemitraan kepada segenap investasi yang masuk dengantetap memegang teguh nilai adat dan kemanusiaan.

3. Adanya koordinasi dan kontrol dari para pihak dalam membangun Wasiorkembali sehingga para kontraktor tidak melakukan represif guna kepentinganekonomi dalam hal ini memperoleh keuntungan yang merugikan rakyatsetempat. Pemerintah Manokwari khususnya tidak hanya memberikanproyek tetapi juga harus melakukan pengawasan terhadap pekerjaan yangdilakukan para kontraktor. Selain itu adanya pelimpahan kewenangan yangtegas kepada pemerintah Wasior sehubungan dengan rencana terbentuknyaKabupaten Administratif Teluk Wandama (Wasior dan sekitarnya) agarproses penyelenggaraan pemerintahan berjalan baik dan efektif.

4. Karena konflik di Wasior telah berubah dari konflik ekonomi menjadi konflikpolitik – dengan menggunakan kekerasan bersenjata ― maka harus adapertanggungjawaban politik yang jelas dari para pihak yang telah terlibatdalam konflik politik tersebut. Seperti sejauh mana Operasi Tuntas 2001

Page 27: Laporan Konflik Wasior PDF

Laporan Wasior : Wasior 27

telah dilakukan, hambatan dan juga ekses-ekses yang terjadi selamaOperasi tersebut dilakukan dengan segala konsekwensinya. Penjelasan daripihak TPN/OPM tentang sejauh mana keterlibatan, langkah-langkah yangtelah dilakukan dan konsekwensinya. Disertai pandangan kedua belah pihakuntuk membangun perdamaian di Wasior. Hal ini sangat diperlukan untukmembuktikan bahwa kedua belah pihak turut bertanggungjawab terhadapmasyarakat sipil yang berada di luar konflik tersebut, sehingga tidak ikutdilibatkan apalagi menjadi korban (Hukum Humaniter).

5. Secara hukum, penyelesaian konflik tersebut harus tetap mengedepankanprinsip imparsial dan nondiskriminasi. Artinya jika proses hukum terhadappelaku penyerangan Brimob 13 Juni 2001 di Wondiboy telah dilakukan –meskipun dengan perubahan-perubahan tuntutan ditingkat peradilan – akantetapi proses hukum belum menyentuh ke soal yang lain, bahkan persoalanyang menjadi substansi dari munculnya konflik, yakni persoalan hak ulayatantara pemilik hak ulayat dengan pihak perusahaan. Sehingga perlu adapertanggungjawaban.Hukum dari pihak perusahaan atas srangkaian tindakan wanprestasi yangtelah dilakukan. Begitupula dengan peristiwa tragedi Kemanusiaan yangterjadi selama Operasi Tuntas 2001 berlangsung perlu adapertanggungjawaban Hukum yang jelas agar para korbannya mendapatperlindungan dan jaminan hukum dan pelakunya diadili menurut mekanismehukum yang adil dan benar. Karena itu secara khusus diusulkan dandibentuknya Tim Investigasi yang bersifat indenpenden yang terdiri dariorang-orang yang mempunyai kapasitas dan dapat bertanggung jawab untukmelakukan serangkaian penyelidikan fakta dan data tragedi Wasior danmerekomendasikan terbentuknya KPP HAM untuk Wasior

6. Selain itu perlu dirumuskan dan dilakukan bersama alternatif pemecahanmasalah (ADR) diluar lembaga peradilan.Berdasarkan asas kepatutan dannorma-norma kesusilaan umum yang berlaku dengan cara yang lebih damaidemi menjaga keseimbangan hidup bersama, misalnya upaya rekonsiliasidengan melibatkan pihak luar, membentuk jaringan bersama ataupembayaran denda menurut adat dan lain-lain.

7. Secara khusus, pula perlu ada upaya pendampingan dan kebersamaanterhadap korban konflik Wasior yang masih mengalami traumatik – tindakkekerasan – dari serangkaian tragedi kemanusiaan yang telah mereka alami,seperti training-training konseling untuk menumbuhkan rasa kepercayaandan semangat hidup kembali atau training-training preventif upayapencegahan terhadap tindak-tindak kekerasan yang bakal mungkin dialami.

8. Terhadap institusi-institusi yang yang telah ada seperti LMA/DPMA perludibenahi kembali baik dari segi kepengurusan, management maupun strategidan aksi lapangan yang harus dilakukan. Penguatan seperti ini sangatpenting untuk tetap memaksimalkan peran ketika konflik bahkan juga menjadibagian dari upaya conflict resolution. Selain itu masih perlu dilakukanpendampingan terhadap kelompok-kelompok masyarakat dalam upayamemberikan penguatan dari segi hukum agar terhindar dari kesewenanganberbagai komponen terutama yang datang dari luar seperti pihak

Page 28: Laporan Konflik Wasior PDF

Laporan Wasior : Wasior 28

perusahaan. Sehingga masyarakat menjadi komunitas yang kuat“berpartisipasi aktif dan positif“ ketika membangun interaksi sosial denganberbagai pihak.