laporan kimia analitik
DESCRIPTION
LAPORAN MODUL 2 KANAL PENGUKURAN FOSFATTRANSCRIPT
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Fosfat merupakan bentuk fosfor yang dapat dimanfaatkan oleh tumbuhan. Karakteristik
fosfor sangat berbeda dengan unsur-unsur utama lain yang merupakan penyusun boisfer
karena unsur ini tidak terdapat di atmosfer. Pada kerak bumi, keberadaan fosfor relatif sedikit
dan mudah mengendap. Fosfor juga merupakan unsur yang esensial bagi tumbuhan tingkat
tinggi dan algae, sehingga unsur ini menjadi faktor pembatas bagi tumbuhan dan algae
akuatik serta sangat mempengaruhi tingkat produktivitas perairan.
Pada praktikum ini konsentrasi fosfat diidentifikasi menggunakan sebuah metoda
Spektrofotometri. Spektrofotometri merupakan suatu metoda analisa yang didasarkan pada
pengukuran serapan sinar monokromatis oleh suatu lajur larutan berwarna pada panjang
gelombamg spesifik dengan menggunakan monokromator prisma atau kisi difraksi dengan
detektor fototube.
Spektrofotometer adalah alat untuk mengukur transmitan atau absorban suatu sampel
sebagai fungsi panjang gelombang. Sedangkan pengukuran menggunakan spektrofotometer
ini, metoda yang digunakan sering disebut dengan spektrofotometri
Spektrofotometri dapat dianggap sebagai perluasan suatu pemeriksaan visual dengan studi
yang lebih mendalam dari absorbsi energi. Absorbsi radiasi oleh suatu sampel diukur pada
berbagai panjang gelombangdan dialirkan oleh suatu perkam untuk menghasilkan spektrum
tertentu yang khas untuk komponen yang berbeda.
1.2 Tujuan
Setelah menyelesaikan mata acara praktikum ini, diharapkan mahasiswa mampu :
1. Membuat larutan yang dibutuhkan dalam analisa posfat
2. Menganalisis kandungan posfat inorganik terlarut dalam sampel air laut menggunakan
spektrofotometer
1.3 Lokasi dan Waktu Penelitian
Hari dan Tanggal : Sabtu, 19 Oktober 2013
Waktu Pelaksanaan : 08.00 – 11.00 WIB
Lokasi Penelitian : Laboraturium Pesisir dan Oseanografi Tropis
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
Universitas Diponegoro
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Nutrien
Keberadaan ekosistem yang kompleks, pola aliran arus antar pulau yang dinamis dan
aktifitas di kawasan tersebut mempunyai pengaruh terhadap kandungan nutrien serta pola
sebarannya. Kandungan nutrien di suatu daerah perairan selain berasal dari perairan itu
sendiri juga tergantung pada keadaan sekelilingnya, seperti sumbangan dari daratan melalui
sungaiserta serasah mangrove dan lamun (Tomascik et al, 1997). Nutrien adalah dirujukkan
kepada elemen-elemen, atom-atom, dan ion-ion yang terdapat dalam tanah diserap oleh
organisme laut sebab berpengaruh terhadap proses dan perkembangan hidup organisme
seperti fitoplankton, terutama nitrat dan posfat. Kedua zat hara ini berperan penting terhadap
sel jaringan jasad hidup organism serta dalam proses fotosintesis. Tinggi rendahnya
kelimpahan fitoplankton di suatu perairan tergantung pada kandungan zat hara di perairan
antara lain nitrat dan posfat meskipun sangat penting namun ketersediaan nutrien nitrogen
dan posfat adalah sangat terbatas (Tomascik et al, 1997).
Nutrien hanya bisa dimanfaatkan pada zona fotik namun beberapa faktor fisik tertentu
menghambat pemanfaatan zat hara ini. Suatu komponen lain diperlukan agar sumber nutrien
yang terdapat jauh di bawah permukaan dapat dimanfaatkan, yaitu mekanisme yang
mengakibatkan percampuran air oleh angin (turbulensi) dan dengan demikian mengangkut
air yang kaya nutrient kea rah zona eufotik (Yannea, 2006).
Nutrien sendiri dibagi menjadi 2 yaitu, makronutrien dan mikronutrien. Makronutrien
adalah nutrient yang tersebar dilautan dan konsentrasinya melebihi 1ppm denga kata lain
nutrient jenis ini melimpah dilautan.(contoh:C, N, P, O, Si, Mg, K, Na). Mikronutrien adalah
nutrient yang tersebar dilaut dan konsentrasinya kurang dari 1 ppm dengan kata lain nutrient
jenis ini penyebrannya terbatas atau sedikit dilaut (contoh:Fe,Cu, Mn, Ze). Elemen makro
esensial adalah C dan elemen mikro esensial adalaha N, P,Si (Dzul, 2011).
Mikronutrien organik merupakan kombinasi dari beberapa vitamin yang berbeda-beda.
Vitamin tersebut antara lain B12, B1 dan Biotin. Mikronutrien tersebut digunakan
fitoplankton untuk berfotosintesis. Disamping cahaya, fitoplankton juga sangat tergantung
dengan ketersediaan nutrisi untuk pertumbuhannya. Nutrisi-nutrisi ini terutama makronutrisi
seperti nitrat, posfat atau asam silikat, yang ketersediaannya diatur oleh kesetimbangan
antara mekanisme yang disebut pompa biologis dan upwelling pada air bernutrisi tinggi dan
dalam. Akan tetapi, pada beberapa tempat di Samudra Dunia seperti di Samudra bagian
Selatan, fitoplankton juga dipengaruhi oleh ketersediaan mironutrisi besi (Dzul, 2011).
Nutrien anorganik utama yang diperlukan fitoplankton untuk tumbuh dan berkembang
biak ialah nitrogen (dalam bentuk nitrat NO3-) dan fosfor (dalam bentuk PO3
4-). Nutrien lain,
baik anorganik maupun organik mungkin diperlukan dalam jumlah kecil atau sangat kecil,
namun pengaruhnya terhadap produktivitas tidak sebesar nitrogen dan fosfor. Kedua unsure
ini sangat penting artinya karena kadarnya dalam air laut sangat kecil. Kedua unsur inilah
yang merupakan faktor pembatas bagi produktivitas fitoplankton pada kondisi laut yang
biasa terdapat. Silikon (dalam bentuk silikat, SiO2) dibutuhkan oleh fitoplankton khususnya
kelas diatom untuk pembentukan cangkang (Nybakken, 1992).
Nutrien sangat dibutuhkan oleh fitoplankton dalam perkembangannya dalam jumlah besar
maupun dalam jumlah yang relatif kecil. Setiap unsur hara mempunyai fungsi khusus pada
pertumbuhan dan kepadatan tanpa mengesampingkan pengaruh kondisi lingkungan. Unsur
N, P, dan S penting untuk pembentukan protein dan K berfungsi dalam metabolisme
karbohidrat. Fe dan Na berperan dalam pembentukan klorofill, sedangkan Si dan Ca
merupakan bahan untuk pembentukan dinding sel atau cangkang (Isnansetyo & Kurniastuty,
1995).
2.1.1 Fosfat
Fosfor (P) merupakan nutrien penting dalam reaksi biokimia pada tubuh makluk
hidup (Westheimer 1987). Menurut Saeni (1991) senyawa fosfat merupakan salah satu
senyawa esensial untuk pembentuk protein, pertumbuhan alge dan pertumbuhan
organisme perairan. Di perairan alam fosfat terdapat dalam tiga bentuk yaitu fosfat
organic (tidak terlarut), polifosfat (setengah terlarut) dan ortofosfat (terlarut).
Di perairan unsur fosfor tidak ditemukan dalam bentuk bebas sebagai elemen,
melainkan dalam bentuk senyawa anorganik yang terlarut (ortofosfat dan polifosfat) dan
senyawa organik yang berupa partikulat. Senyawa fosfor membentuk kompleks ion besi
dan kalsium pada kondisi aerob, bersifat tidak larut, dan mengendap pada sedimen
sehingga tidak dapat dimanfaatkan oleh algae akuatik (Jeffries dan Mill dalam Effendi
2003).
Posfat adalah senyawa fosfor yang anionnya mempunyai atom fosfor yang
dilengkapi oleh empat atom oksigen yang terletak pada sudut tetrahedron (PO43).
Posfat di laut berada dalam bentuk Posfat anorganik terlarut, Posfat organik terlarut,
dan patikulat posfat (Levinton, 1984). Fitoplankton secara normal dapat
mengasimilasi secara langsung posfat anorganik terlarut (ion orthophosfat) dan
kadang-kadang menggunakan posfat organik terlarut. Posfat berperan dalam
mentransfer energy dalam sel fitoplankton (misalnya dalam phosphorylation) dari
energy ADP (Adenosine Diphospate) rendah menjadi ATP (Adenosine Triphosphate)
tinngi (Tomasick et al., 1997). Kandungan posfat di perairan laut yang normal
berkisar antara 0.01 - 4 g-at P/L (Ulqodry dkk,. 2009).
Damanhuri (1997) menyatakan bahwa kadar fosfat akan semakin tinggi dengan
menurnya kedalaman. Konsentrasi fosfat relatif konstan pada perairan dalam biasanya
terjadi pengendapan sehingga nutrien meningkat seiring dengan waktu karena proses
oksidasi f dan bahan organik. Adanya proses run off yang berasal dari daratan akan
mensuplai kadar fosfat pada lapisan permukaan, tetapi ini tidak terlalu besar.
Penambahan terbesar dari lapisan dalam melalui proses kenaikan masa air.
Keberadaan fosfor diperairan alami biasanya relative kecil, dengan kadar yang
lebih sedikit dari pada kadar nitrogen. Fosfor tidak bersifat toksik bagi manusia, hewan,
dan ikan. Keberadaan fosfor secara berlebihan yang disertai dengan keberadaan nitrogen
dapat menstimulir ledakan pertumbuhan algae di perairan (algae bloom). Algae yang
berlimpah ini dapat membentuk lapisan pada permukaan air, yang selanjutnya dapat
menghambat penetrasi oksigen dan cahaya mathari sehingga kurang menguntungkan
bagi ekosistem perairan. Pada saat perairan cukup mengandung fosfor, algae
mengakumulasi fosfor di dalam sel melebihi kebutuhannya. Fenomena yang demikian
dikenal istilah konsumsi berlebih (luxury consumption). Kelebihan fosfor yang diserap
akan dimanfaatkan pada saat perairan mengalami defisiensi fosfor, sehingga algae masih
dapat hidup untuk beberapa waktuselama periode kekeurangan pasokan fosfor (Effendi
2003).
Berdasarkan kadar fosfat total, perairan diklasifikasikan menjadi tiga yaitu:
perairan dengan tingkat kesuburan rendah yang memiliki kadar fosfat total berkisar
antara 0 – 0.02 mg/liter; perairan dengan tingkat kesuburan sedang memiliki kadar fosfat
0.021 – 0.05 mg/liter; dan perairan dengan tingkat kesuburan tinggi, memiliki kadar
fosfat total 0.051 – 0.1 mg/liter (Effendi, 2003) .
Fosfor merupakan bagian protoplasma yang penting, cenderung “beredar”,
senyawa-senyawa organik terurai dan akibatnya menghasilkan fosfat yang kembali
tersedia bagi tumbuh-tumbuhan. Reservoir yang tersbesar dari fosfor adalah bukan
udara, melainkan batu-batuan atau endapan-endapan lain yang telah terbentuk pada
abad-abad geologis yang telah lalu. Dan semua itu berangsur-angsur terkikis,
melepaskan fosfat kedalam ekosistem-ekosistem, tetapi banyak juga yang lepas kedalam
laut, dimana sebagian dari padanya di endapkan dalam sedimen-sedimen dangkal, dan
sebagian lagi hilang ke sedimen-sedimen yang lebih dalam. Cara-cara pengendalian
fosfor kedaurnya sekarang atau yang ada kurang mencukupi untuk mengganti yang
hilang (Odum, 1993).
Fosfor tidak bergerak secara merata dan lancar dari organisme ke lingkungan dan
kembali ke organisme. Umumnya laju pengambilan lebih cepat dari pada laju pelepasan.
Tumbuh-tumbuhan siap mengambil fosfor dalam keadaan gelap maupun keadaan-
keadaan lain apabila mereka tidak dapat mempergunakannya. Selama periode
pertumbuhan yang cepat dari produsen-rodusen yang sering kali terjadi dalam musim
semi, semua fosfor yang tersedia sudah terikat dalam produsen-produsen dan konsumen-
konsumen. Konsentrasi fosfor pada sesuatu saat dapat mempunyai sedikit hubungan
dengan produktifitas ekosistem. Tingkat yang rendah dari fosfat yang larut berarti bahwa
sistemnya dimiskinkan atau sistemnya secara metabolisme sangat giat, hanya dengan
pengukuran laju dari pemasukan keadaan sebenarnya dapat ditentukan (Odum, 1993).
2.1.2 Sumber Fosfat di Perairan
Fosfor merupakan salah satu nutrisi utama yang sangat penting dalam
pertumbuhan tanaman. Fosfor tidak terdapat secara bebas di alam. Fosfor ditemukan
sebagai fosfat dalam beberapa mineral, tanaman dan merupakan unsur pokok dari
protoplasma. Fosfor terdapat dalam air sebagai ortofosfat. Sumber fosfor alami dalam air
berasal dari pelepasan mineral-meneral dan biji-bijian (Bausch, 1974).
Reservoir yang besar dari posfat bukanlah udara, melainkan batu-batu atau
endapan-endapan sedimen lain (Ulqodry dkk,. 2009). Posfat yang ada di batuan ini akan
ditranspor ke laut melalui run off ataupun saat terjadi hujan. Selain dari sedimen adalah
deposit fosfor, industri, limbah domestik, aktivitas pertanian dan pertambangan batuan
posfat serta penggundulan hutan (Ruttenberg 2004). Fosfor di perairan dan sedimen
berada dalam bentuk senyawa posfat, yang terdiri atas posfat terlarut dan posfat
partikulat. Posfat terlarut terbagi atas posfat organik (dissolved organic phosphate, DOP)
dan posfat anorganik (dissolved inorganic phosphate, DIP), yang terdiri atas ortoposfat
dan poliposfat (McKelvie 1999).
Fosfor merupakan bahan makanan utama yang digunakan oleh semua organisme
untuk pertumbuhan dan sumber energi. Fosfor di dalam air laut, berada dalam bentuk
senyawa organik dan anorganik. Dalam bentuk senyawa organik, fosfor dapat berupa gula
fosfat dan hasil oksidasinya, nukloeprotein dan fosfo protein. Sedangkan dalam bentuk
senyawa anorganik meliputi ortofosfat dan polifosfat. Senyawa anorganik fosfat dalam air
laut pada umumnya berada dalam bentuk ion (orto) asam fosfat (H3PO4), dimana 10%
sebagai ion fosfat dan 90% dalam bentuk HPO42-. Fosfat merupakan unsur yang penting
dalam pembentukan protein dan membantu proses metabolisme sel suatu organisme
(Hutagalung et al, 1997).
Sumber fosfat diperairan laut pada wilayah pesisir dan paparan benua adalah
sungai. Karena sungai membawa hanyutan sampah maupun sumber fosfat daratan
lainnya, sehingga sumber fosfat dimuara sungai lebih besar dari sekitarnya. Keberadaan
fosfat di dalam air akan terurai menjadi senyawa ionisasi, antara lain dalam bentuk ion
H2PO4-, HPO4
2-, PO43-. Fosfat diabsorpsi oleh fitoplankton dan seterusnya masuk kedalam
rantai makanan. Senyawa fosfat dalam perairan berasal daari sumber alami seperti erosi
tanah, buangan dari hewan dan pelapukan tumbuhan, dan dari laut sendiri. Peningkatan
kadar fosfat dalam air laut, akan menyebabkan terjadinya ledakan populasi (blooming)
fitoplankton yang akhirnya dapat menyebabkan kematian ikan secara massal. Batas
optimum fosfat untuk pertumbuhan plankton adalah 0,27 – 5,51 mg/liter (Hutagalung et
al, 1997).
Sumber fosfor di perairan dan sedimen adalah deposit fosfor, industri, limbah
domestik, aktivitas pertanian dan pertambangan batuan fosfat serta penggundulan hutan
(Ruttenberg 2004). Phillips et al. (1993) mengemukakan bahwa senyawa P dalam
perairan dapat berasal dari limbah penduduk, limbah industri dan limbah pertanian. Di
daerah pertanian ortofosfat berasal dari bahan pupuk yang masuk ke dalam sungai
melalui drainase dan aliran air hujan.
Posfat dapat ditemukan di bumi di dalam air, tanah dan sedimen. Tidak seperti
senyawa materi lain siklus fosfor tidak dapat ditemukan di udara yang mempunyai
tekanan tinggi. Hal ini karena fosfor biasanya cair pada suhu dan tekanan normal. Hal
ini terutama melakukan siklus kembali melalui air, tanah dan sedimen. Dalam suasana
siklus fosfor terutama dapat ditemukan sebagai partikel debu yang sangat kecil. bergerak
perlahan-lahan dari endapan di darat dan di sedimen, organisme hidup, dan jauh lebih
lambat daripada kembali ke tanah air dan sedimen (Putra, 2010).
Sumber : www.scribd.com
2.1.4 Peranan Fosfat di Perairan
Posfat adalah bentuk fosfor yang dimanfaatkan oleh tumbuhan di dalam perairan.
Posfat di laut berada dalam bentuk Posfat anorganik terlarut, Posfat organik terlarut, dan
patikulat posfat (Levinton, 1984 ; Parsons et al., 1984). Fitoplankton secara normal
dapat mengasimilasi secara langsung posfat anorganik terlarut (ion orthophosfat) dan
kadang-kadang menggunakan posfat organik terlarut. Posfat berperan dalam mentransfer
energy dalam sel fitoplankton (misalnya dalam phosphorylation) dari energy ADP
(Adenosine Diphospate) rendah menjadi ATP (Adenosine Triphosphate) tinngi
(Tomasick et al., 1997). Selain berguna dalam fotosintesis, posfat juga mampu
memberikan pertahanan alkalinitas pada perairan laut.
Di laut dalam kebanyakan posfat berbentuk inorganik. Di musim dingin hampir
semua posfat adalah inorganik. Variasi di perairan pantai terjadi karena proses upwelling
dan kelimpahan fitoplankton apabila tidak diimbangi dengan faktor lain seperti oksigen
terlarut dan nitrogen akan mengakibatkan blooming fitoplankton yang tidak terkendali
sehingga berdampakm negative pada lingkingan. Pencampuran yang terjadi di
permukaan pada musim dingin dapat disebabkan oleh bentuk linier di air dangkal.
Setelah musim dingin dan musim panas kelimpahan posfat akan sangat berkurang.
Ketika posfat di badan air berlebih, posfat akan kembali terdeposisi ke dalam pori
sedimen melalui berbagai proses antara lain sedimentasi, adsorpsi dan presipitasi
(Willams & Mayer 1972; Carignan 1982; Carignan & Kalff 1982; Riber 1984; Young &
Comstock 1986). Dengan demikian, sedimen memiliki peranan penting terhadap proses
eutrofikasi karena sedimen pada suatu perairan bertindak sebagai sumber dan sekaligus
sebagai penampung posfat. Oleh karena itu, untuk memonitor dan mengkontrol
eutrofikasi di badan air perlu dikaji interaksi antara sedimen dan badan air dengan
mengukur konsentrasi dan mengkarakterisasi spesies senyawa posfat di sedimen yang
berpotensi menjadi sumber posfat bagi alga di badan air. Akan tetapi, analisa posfat
organik dan poliposfat dari sampel sedimen maupun air sering tidak menyatakan
keadaan yang sebenarnya karena sifat senyawa posfat organik dan poliposfat serta sifat
sedimen yang mudah berubah karena perubahan suhu, pH dan konsentrasi oksigen.
Untuk menghindari perubahan fisik dan kimia dari sampel maka analisa seharusnya
dilakukan secara in situ. (Willams & Mayer 1972)
Kelebihan fosfat di perairan menyebabkan peristiwa peledakan pertumbuhan alga
(eutrofikasi) dengan efek samping menurunnya konsentrasi oksigen dalam badan air
sehingga menyebabkan kematian biota air. Disamping itu, alga biru yang tumbuh subur
karena melimpahnya fosfat mampu memproduksi senyawa racun yang dapat meracuni
badan air. Meskipun konsentrasi fosfat di badan air dikurangi, eutrofikasi masih dapat
terjadi karena adanya mobilisasi fosfat dari sedimen melalui proses fisika, kimia dan
biokimia (Bostrom et al. 1988).
Ketika fosfat di badan air berlebih, fosfat akan kembali terdeposisi ke dalam pori
sedimen melalui berbagai proses antara lain sedimentasi, adsorpsi dan presipitasi
(Willams & Mayer 1972; Carignan 1982; Carignan & Kalff 1982; Riber 1984; Young &
Comstock 1986).
Menurut Ryding dan Rast (1989) dan Kibra et al. (1996) kadar fosfat yang tinggi
dalam perairan melebihi kebutuhan normal organisme akan menyebabkan eutrofikasi
yang memungkinkan plankton berkembang dalam jumlah yang melimpah kemudian
akan menyebabkan kematian.
III. MATERI METODE
3.1 Alat dan Bahan
Tabel 1. Alat dan Bahan
Nama Gambar Kegunaan
Spektrofotometer
UV-Vis
Alat untuk menguji absorbansi dari
suatu larutan dengan konsentrasi
yang berbeda- beda
Gelas beker 50
ml
Untuk menempatkan larutan setelah
dihomegenisasi
Cuvet Wadah larutan, yang kemduian
untuk diuji didalam spektofoto-
meter
Pipet gondok 1
ml, 2ml, 5 ml, 10
ml
Untuk mengambil larutan dengan
volume tertentu
Labu ukur 100 ml Wadah larutan sekaligus tempat
untuk dilakukannya homogenisasi
Tabung ( 2) Wadah larutan sebelum
dipindahkan ke kuvet
Air AC Sebagai pengencer larutan dan
untuk mencuci alat yang telah
digunakan agar steril kembali
Larutan mix
reagen
Sebagai reagen campuran
Larutan standar
posfat
Sebagai larutan standar
Vacuum pump
Alat untuk menjalankan filter
holder
Filter Holder
Alat untuk menyaring padatan
tersuspensi yang terkandung pada
air
3.2 Metode
1. Membuat larutan blank
o Masukkan 100 ml air AC ke dalam labu ukur
o Menuangkan 50 ml air AC dari labu ukur ke dalam gelas beker
o Kemudian masukkan 10 ml air AC dari gelas beker ke dalam tabung
o Menambahkan 1 ml larutan mix reagen ke dalam tabung, kocok pelan
o Mendiamkan larutan selama 15 menit
o Tahap akhirnya yaitu menuangkan 10 ml air AC dari gelas beker ke dalam
cuvet
2. Membuat larutan standar 3 ml, 9 ml, 15 ml, 30 ml
Mengambil 3 ml larutan standar posfat dengan pipet gondok, kemudian
masukkan ke dalam labu ukur
Menambahkan air AC ke dalam labu ukur sampai batas tera dan lakukan
homogenisasi
Menuangkan 10 ml larutan standart posfat ke dalam tabung
Menambahkan 1 ml larutan mix reagen kedalam larutan standart posfat
kemudian dikocok pelan
Mendiamkan larutan dalam tabung selama 15 menit
Menuangkan larutan 10 ml dari tabung ke dalam cuvet
Lakukan langkah seperti di atas untuk membuat larutan 5 ml, 3 ml, 1 ml
dengan mengganti volume pewarna yang dimasukkan sesuai konsentrasi yang
dibutuhkan untuk diuji absorbansinya menggunakan spektrofotometer dengan
panjang gelombang 885 nm.
3.3 Diagram Alir Praktikum
1. Membuat larutan blank
Air AC dimasukkan kedalam labu ukur sebayak 100ml
Tuangkan 50 ml Air AC dari labu ukur ke gelas beker
Tuangkan Air AC yang berada pada labu ukur ke tabung
Pindahkan Air AC yang didalam tabung ke kuvet
Mulai
Selesai
2. Membuat larutan standar 3 ml, 9 ml, 15 ml, 30 ml
- Membuat larutan standar 3 ml
Ambil 3 ml larutan standart posfat
dengan pipet gondok
Masukkan dalam labu ukur
Menambahkan air AC sampai batas
tera
Lakukan homogenisasi
Ambil 10 ml yg telah dihomogenisasi
masukkan dalam tabung
Tambahkan 1 ml larutan mix reagen
lalu kocok pelan
Diamkan larutan dalam tabung
selama 15 menit
Pindahkan larutan dari tabung ke
kuvet
Mulai
Selesai
- Membuat larutan standar 9 ml
Ambil 9 ml larutan standart posfat
dengan pipet gondok
Masukkan dalam labu ukur
Menambahkan air AC sampai batas
tera
Lakukan homogenisasi
Ambil 10 ml yg telah dihomogenisasi
masukkan dalam tabung
Tambahkan 1 ml larutan mix reagen
lalu kocok pelan
Diamkan larutan dalam tabung
selama 15 menit
Pindahkan larutan dari tabung ke
kuvet
Mulai
Selesai
- Membuat larutan standar 15 ml
Ambil 1 ml larutan standart posfat
dengan pipet gondok
Masukkan dalam labu ukur
Menambahkan air AC sampai batas
tera
Lakukan homogenisasi
Ambil 10 ml yg telah dihomogenisasi
masukkan dalam tabung
Tambahkan 1 ml larutan mix reagen
lalu kocok pelan
Diamkan larutan dalam tabung
selama 15 menit
Pindahkan larutan dari tabung ke
kuvet
Mulai
Selesai
- Membuat larutan standar 30 ml
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
Ambil 30 ml larutan standart posfat
dengan pipet gondok
Masukkan dalam labu ukur
Menambahkan air AC sampai batas
tera
Lakukan homogenisasi
Ambil 10 ml yg telah dihomogenisasi
masukkan dalam tabung
Tambahkan 1 ml larutan mix reagen
lalu kocok pelan
Diamkan larutan dalam tabung
selama 15 menit
Pindahkan larutan dari tabung ke
kuvet
Mulai
Selesai
4.1 Hasil
Berdasarkan prak tikum yang telah dilaksanakan didapatkan hasil sebagai berikut:
a. Data hasil pengamatan
Tabel2. Data pengamatan nilai absorbansi
Larutan yang diamati
(100 µm)
Nilai
absorbansi
Panjang
gelombang (nm)
Volume
Larutan standar
Larutan Blank 0 883 0
Larutan standar 1 0.013 883 3
Larutan standar 2 0.036 883 9
Larutan standar 3 0.062 883 15
Larutan standar 4 0.138 883 30
Larutan Sampel 0.047 883 10
R2 0.9892
Persamaan garis
regresi
y = 0.0044x + 0.001
b. Perhitungan
Larutan Standar 1
D1 : V1 = 3 ml
V2 = 100 ml
N1 = 30 µm = 3 . 10-6 mol
D2 : N2 … ?
D3 : V1.N1 = V2.N2
3 ml . 3 . 10-6 mol = 100 ml . N2
N2 =3 ml
100 ml . 3 . 10-6 mol
N2 = 9. 10-8 mol
Larutan Standar 2
D1 : V1 = 9 ml
V2 = 100 ml
N1 = 30 µm = 3 . 10-6 mol
D2 : N2 … ?
D3 : V1.N1 = V2.N2
9 ml . 3 . 10-6 mol = 100 ml . N2
N2 =9ml
100 ml . 3 . 10-6 mol
N2 = 27 x 10-8 mol
Larutan Standar 3
D1 : V1 = 15 ml
V2 = 100 ml
N1 = 30 µm = 3 . 10-6 mol
D2 : N2 … ?
D3 : V1.N1 = V2.N2
15 ml . 3 . 10-6 mol = 100 ml . N2
N2 =15 ml
100 ml . 3 . 10-6 mol
N2 = 45 x 10-8 mol
Larutan Standar 4
D1 : V1 = 30 ml
V2 = 100 ml
N1 = 30 µm = 3 . 10-6 mol
D2 : N2 … ?
D3 : V1.N1 = V2.N2
10 ml . 3 . 10-6 mol = 100 ml . N2
N2 =30 ml
100 ml . 3 . 10-6 mol
N2 = 9 . 10-7 mol
Grafik
0 5 10 15 20 25 30 350
0.02
0.04
0.06
0.08
0.1
0.12
0.14
0.16
f(x) = 0.00443189368770764 x + 0.00104916943521596R² = 0.989248741617361
Absorbansi
AbsorbansiLinear (Absorbansi)
Grafik 1. Grafik Absorbansi
4.2 Pembahasan
Pada praktikum Kimia Analitik modul 2 tentang pengukuran posfat inorganik terlarut,
praktikan diminta untuk membuat larutan yang akan digunakan dalam praktikum. Larutan
tersebut terdiri atas larutan standar posfat dengan volume masing- masing (0 ml, 3 ml,9 ml,
15 ml, dan 30 ml ) yang kemudian masing-masing ditambahkan 1 ml larutan mix reagen.
Fungsi penambahan larutan mix reagen adalah untuk mereduksi posfat menjadi molybdenum
biru. Jumlah kompleks biru molybdenum terbentuk sebanding dengan konsentrasi posfor
yang ada dalam air laut sebagai ortophosfat. Intensitas yang terbentuk kemudian dilakukan
dengan mengabsorbansi enggunakan spektrofotometer yang panjang gelombangnya
meyesuaikan warna pada yang di pancarkan posfat (biru) yaitu 883 nm agar posfat dapat
terdeteksi. Hasil yang didapat yaitu pada volume 0 ml nilai absorbansinya adalah 0, volume
0 digunakan sebagai Larutan blank yang berperan sebagai pembanding antara larutan standar
dengan volume tertentu pada saat dimasukkan dalam spektrofotometer. Selanjutnya pada
volume 3 ml nilai absorbansinya adalah 0,013 ; volume 9 ml nilai absorbansinya 0,036 ;
volume 15 ml nilai absorbansinya 0,062 dan pada volume 30 ml nilai absorbansi sebesar
0,138.
Pengukuran pospat di air sangat penting bila dibandingkan dengan total pospat karena
pengukuran pospat di air tidak terpengaruh oleh partikel-partikel zat lainnya sehingga bila
dilakukan pengukuran menghasilkan akurasi yang baik. Sedangkan pada total pospat masih
mengandung partikel-partikel lainnya sehingga bila dilakukan pengukuran menghasilkan
akurasi yang kurang sesuai.
Nilai absorbansi dari kelima konsentrasi larutan standar posfat yang berbeda selanjutnya
dibuat kurva standar dengan menghitung persamaan garis antara konsentrasi dengan
absorbannya. Data yang diperoleh hasil absorbansi spektrofotometer sebagai berikut :
Larutan yang diamati
(100 µm)
Nilai
Absorbansi
Panjang
gelombang (nm)
Volume
Larutan standar
Larutan Blank 0 883 0
Larutan standar 1 0.013 883 3
Larutan standar 2 0.036 883 9
Larutan standar 3 0.062 883 15
Larutan standar 4 0.138 883 30
Air Sampel 0.047 883 10
R2 0.9892
Persamaan garis
regresi
y = 0.0044x + 0.001
Metode yang digunakan dalam percobaan ini menghitung persamaan garis dengan metode
grafik, absorban sebagai sumbu x dan konsentrasi pewarna sebagai sumbu y. Sehingga
persamaan garisnya adalah y = 0.0044x + 0.001 dan r = 0.9892. Dalam kurva hasil
absorbansi terlihat garis linier yang signifikan dimana semakin besar konsentrasi semakin
besar pula niali absorbansi, hal ini menggambarkan kurva kalibrasi yang benar. Nilai regresi
juga didapatkan 0.9892 dimana nilai tersebut mendekati nilai 1 sehingga dapat dikatakan
pengukuran kandungan posfat inorganic terlarut kelompok 5 berhasil.
Kandungan fosfat di perairan laut yang normal berkisar antara 0.01 - 4 g-at P/L (Ulqodry
dkk,. 2009). Fosfat merupakan unsure hara terpenting untuk pertumbuhan fitoplankton.
Kadar fosfat yang optimal untuk pertumbuhan fitoplankton adalah 0,27 mg/l – 5,51mg/l.
Fosfat merupakan factor pembatas dibawah 0,02 mg/l (Mackentum, 1969 dalam Haerlina,
1978).
V. KESIMPULAN
1) Mahasiswa telah mampu membuat larutan standar dalam analisa posfat berbagai macam
konsentrasi yang berbeda-beda dari satu laturan sampel yang sama melalui proses
pengenceran, dan dengan volume awal yang berbeda-beda, yakni 0 ml, 3 ml, 9 ml, 15 ml
dan 30 ml.
2) Mahasiswa mampu menganalisis kandungan posfat inorganik terlarut dalam sampel air
dengan menggunakan spektrofotometer.
3) Konsentrasi dan nilai absorbansi pada larutan tersebut yaitu :
Larutan blank memiliki konsentrasi 0 dan nilai absorbansi juga 0.
Larutan standar 3 ml memiliki konsentrasi 1,8 µm dengan nilai absorbansi 0,013.
Larutan standar 9 ml memiliki konsentrasi 5,4 µm dengan nilai absorbansi 0,036.
Larutan standar 15 ml memiliki konsentrasi 9 µm dengan nilai absorbansi 0,062.
Larutan standar 30 ml memiliki konsentrasi 18 µm dengan nilai absorbansi 0,138
Larutan tersebut memiliki hasil R2 yaitu 0,9892 dengan persamaan garis regresi y =
0,0044x + 0,0001.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad Gulbuddin Dzul. 2011. http://dzuloceano.blogspot.com/2011/11/resume-nutrien.html. Di
akses pada Rabu, 23 Oktober 2013 Pukul 17.00 WIB
Bostrom BJ. M Andersen, S Fleischer & M. Jansson 1988. Exchange of Phosphorus Across the
Sediment-Water Interface. Hydrobiologia 170: 229-244.
Carignan R. 1982. An Empirical Model to Estimate the Relative Importance of Roots in
Phosphorus Uptake by Aguatic Macrophytes. Can. J. Fish. Aquat. Sci. 39: 243-247.
Dharma. 2010. Siklus fosfor di alam. http://dhamadharma.wordpress. com/2010/02/11/siklus-
fosfor-di-alam/ . diakses pada tanggal 22 Oktober 2013, pukul 20.00 WIB, Semarang.
Diianadia. 2010. Siklus fosfor. http://www.slideshare.net/diianadia/siklus-fosfor . diakses pada
tanggal 22 Oktober 2013, pukul 20.00 WIB, Semarang.
Effendi, Hefni. 2003. Telaah Kualitas Air. Yogyakarta : Kanisius
Hutagalung, Horas P, Deddy Setiapermana, dan Hadi Riyono. 1997. Metode Analisis Air Laut,
Sedimen, dan Biota. Jakarta : Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia.
Isnansetyo Alim dan Kurniastuty (1995),Teknik Kultur Phytoplankton Zooplankton. Pakan Alam
untuk pembenihan organism laut, Kanisius,Yokyakarta.
Levinton, J. S., 1982. Marine Ecology. Printice – Hall inc.
Mahadewa, Putra. 2010. Fosfat. http://wwwputramahadewa.wordpress.com/2010/06/01/fosfat/.
diakses pada tanggal 22 Oktober 2013, pukul 20.00 WIB, Semarang.
Nybakken, J. W. 1988. Biologi Laut, Suatu Pendekatan Ekologi. Alih bahasa oleh M. Eidman,
Koesoebiono, D.G. Bengen, M. Hutomo & S. Sukarjo. Gramedia . Jakart. 459 hal.
Odum, Eugene P. 1993. Dasar – Dasar Ekologi. Yogyakarta : Universitas Gadjah Mada
Phillips, M.J., R.Clarke. and A. Mowat. l993. Phosphorous Leaching from Atlantic Salmon
Diets. Aquaculture Enginering, 12. 47-54.
Riber HH. 1984. Phosphorus Uptake from Water by the Macrophyte-Epiphyte Complex in a
Danish Lake: Relationship to Plankton. Verh. int. Ver. Limnol.22: 790-794.
Ryding, S.O dan W. Rast. 1989. The Control of Eutrophication of Lakes and Reservoir. The
Parthenon Publishing Group. New Jersey.
Saeni, M.S. l989. Kimia Lingkungan. Departemen P dan K. Dirjen Pendidikan Tinggi. PAU Ilmu
Hayat. IPB.
Tomascik, T., A. J. Mah, A. Nontji and M. K, Moosa, 1997. The Ecology of Indonesian Seas.
The Ecology of Indonesian Series. Vol. VII. Periplus Eds. (HK) Ltd.
T. Zia Ulqodry. Yulisman. Muhammad Syahdan dan Santoso. 2009. Karakterisitik dan Sebaran
Nitrat, Posfat, dan Oksigen Terlarutdi Perairan Karimunjawa Jawa Tengah. Jurnal
Penelitian Sains. Volume 13 Nomer 1(D) 13109.
Williams JDH & T Mayer 1972. Effects of Sediment Diageneis and Regeneration of Phosphorus
with Special Reference to Lakes Eire and Ontarion. Nutrients in Natural Waters. New
York, John Wiley & Sons: 281-315.
Yannea, Dwi. 2006. Distribusi Vertikal Klorofil-a Dan Hubungannya dengan Nutrien di Perairan
Laut Bali dan Selat Lombok
Young TC & WG Comstock 1986. Direct Effects and Interactions Involving Iron and Humic
Acid during Formation of Colloidal Phosphorus. Sediments and Water Interactions. PG.
Sly. New York, Springer-Verlag.
LAMPIRAN
LEMBAR PENGESAHAN
Judul Praktikum : Pembuatan Larutan Standar
Nama Mahasiswa : Chandra Leveraeni Dewangi
NIM : 26020212140092
Jurusan/Prodi : Ilmu Kelautan/Oseanografi
Mengesahkan
Asisten Praktikum
Sri Rejeki Hutasoit
K2E 009 075
PENGUKURAN KONSENTRASI FOSFAT INORGANIK TERLARUT
(DIP)
Oleh:
Chandra Leveraeni Dewangi
26020212140092
Sri Rejeki Hutasoit
K2E 009 075
PROGRAM STUDI OSEANOGRAFI
JURUSAN ILMU KELAUTAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2013