laporan kelompok b malnutrisi

Upload: silmi-rosmala

Post on 12-Jul-2015

334 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

LAPORAN HASIL DISKUSI Pediatrik Nutrition SKENARIO

Penyusun / kelompok B 1. Hanif Alamudin 2. Ahadyah M.U. 3. Amelia Faradina 4. Aulia Riska I 5. Ayu Intan Safitri 6. Citra Dewi Larasati 7. Ineke Marita O. 8. Nakhrisa 9. Nuril Rahmawati 10. Silmi Rosmala Hayati 11. Vivian Damayanti (0810730006) (0810730009) (0810730015) (0810730020) (0810730022) (0810730027) (0810730042) (0810730049) (0810730056) (0810733014) (0810733015)

JURUSAN GIZI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2011

BAB I KEGIATAN DISKUSI

A. SKENARIO Balita yang memenuhi inclusion criteria sebagai SAM dengan komplikasi harus rawat inap. Pada fase awal balita baru masuk yang mempunyai kesadaran baik untuk menghindari hypoglicemia harus segera diberikan cairan tertentu. Untuk mencegah dehydrasi, balita diberikan ORS khusus dengan kandungan dan jumlah sesaui rekomendasi WHO. Pada initial phase balita diberikan F75 sedangkan pada fase rehabilitation phase diberikan F100. Intervensi yang tepat dapat meningkatkan recovery rate sehingga balita segera dapat memenuhi discharge criteria B. UNCLEAR TERM 1 SAM Nuril : Severe acute malnutrition, keadaan di mana

BB/TB < -3 SD Nakhrisa : BB < 80% BBI Ineke 2 ORS Nuril : kriteria lain menggunakan LILA < 11 cm.

: Oral Rehidration Solution, cairan untuk penanganan dehidrasi

3

Initial Phase

Hanif buruk. Vivian

: fase stabilisasi pada 10 tata laksana gizi

: fase pertama dari penanganan gizi buruk dimana diberikan F75 dan sejumlah mikronutrien seperti vitamin A dan vitamin C.

4

F75

Fara

: Makanan cair untuk anak gizi buruk, diberikan pada fase stabilisasi selama 3 7 hari. Bahan dasar terdiri dari campuran susu skim, gula pasir, dan minyak kelapa, dengan kandungan energi 75 Kkal / 100 ml

5

Dehidrasi

Vivian

: kehilangan air dari tubuh dan jaringan (Ahmad Ramli. Kamus kedokteran. Jakarta. FK Universitas Indonesia)

6 7

Recovery rate Hipoglikemi

Ayu Intan : kecepatan sembuh pasien Citra : kadar glukosa di dalam darah kurang dari

keadaan normal (kurang dari 7- mg/dL). Konsentrasi gula di dalam darah dikatakan normal apabila pada keadaan puasa tidak melebihi 100 mg/dL. (Kamus Gizi) 8 Discharge criteria Ineke : terkait dengan SAM, perkembangan harus mencapai minimal 80% BB / TB normal untuk anak seusia pasien dengan gender yang sama. Ayu Intan : kriteria pemulangan balita sehat yang ditinjau dari suhu tubuh, ada tidaknya muntah atau diare atau edema, selera makan anak, kenaikan berat badan. 9 Rehabilitation Phase Vivian : fase ketiga dari penanganan gizi buruk, dimana diberikan F135 dan terdapat tambahan Fe. 10 F100 Silmi : makanan cair untuk anak gizi buruk, diberikan pada fase transisi selama 30 hari. Bahan dasar terdiri dari susu skim, gula dan minyak kelapa, dengan kandungan energi 100 Kkal / 100ml. (Kamus Gizi)

C. CUES Ahli gizi mampu membuat intervensi terhadap balita dengan SAM dan komplikasinya mulai dari inititial phase sampai dengan rehabilitation phase untuk mencegah dehidrasi dan hipoglikemia sehingga dapat meningkatkan recovery rate. D. LEARNING OBJECTIVE 1. Kriteria Balita dengan SAM 2. Komplikasi-komplikasi yang menyertai SAM 3. Faktor penyebab terjadinya SAM 4. Perbedaan penanganan SAM komplikasi dan SAM tanpa komplikasi 5. Intervensi tiap fase penanganan balita SAM dan indikatornya 6. Monev penanganan balita SAM dan discharge criteria 7. Kriteria balita terkena dehidrasi

8. Komposisi dari ORS dan tata cara pemberiannya 9. Penanganan balita dengan hipoglikemi

E. PEMBAHASAN 1. Kriteria Balita dengan SAM Jawab : 1. BB/TB < -3 SD atau -3SD atau marasmik-kwashiorkor: BB/TB 7 Kg

Makanan lunak/makan An biasa Buah

3 x 1 porsi

-

-

-

-

1

2

x

1 -

-

-

-

buah *) 200 ml = 1 gelas Contoh : Kebutuhan anak dengan berat badan 6 Kg pada fase rehabilitasi diperlukan : Energi : 1200 Kkal 400 kalori dipenuhi dari 3 kali 100 cc F 135 ditambah 800 kalori dari 3 kali makanan lumat/makanan lembik dan 1 kali 100 cc sari buah CARA MEMBUAT 1. Larutan Formula WHO75 Campurkan susu skim, gula, minyak sayur, dan larutan elektrolit, diencerkan dengan air hangat sedikit demi sedikit sambil diaduk sampai homogen dan volume menjadi 1000 ml. Larutan ini bisa langsung diminum

Larutan modifikasi : Campurkan susu skim/full cream/susu segar, gula, tepung, minyak. Tambahkan air sehingga mencapai 1 L (liter) dan didihkan hingga 5-7 menit. 2. Larutan Formula WHO 100 dan modifikasi Formula WHO 100 Cara seperti membuat larutan Formula WHO 75. Larutan modifikasi : Tempe dikukus hingga matang kemudian dihaluskan dengan ulekan (blender, dengan ditambah air). Selanjutnya tempe yang sudah halus disaring dengan air secukupnya. Tambahkan susu, gula, tepung beras, minyak, dan larutan elektrolit. Tambahkan air sampai 1000 ml, masak hingga mendidih selama 5-7 menit. 3. Larutan elektrolit Bahan untuk membuat 2500 ml larutan elektrolit mineral, terdiri atas : KCL Tripotassium Citrat MgCL2.6H2O Zn asetat 2H2O Cu SO4.5H2O 224 81 76 g g g

8,2 g 1,4 g

Air sampai larutan menjadi 2500 ml (2,5 L) Ambil 20 ml larutan elektrolit, untuk membuat 1000 ml Formula WHO 75, Formula WHO 100, atau Formula WHO 135. Bila bahan-bahan tersebut tidak tersedia, 1000 mg Kalium yang terkandung dalam 20 ml larutan elektrolit tersebut bisa didapat dari 2 gr KCL atau sumber buah-buahan antara lain sari buah tomat (400 cc)/jeruk (500cc)/pisang (250g)/alpukat (175g)/melon (400g). 2. Memfasilitasi Tumbuh Kejar Meliputi 2 fase: transisi & rehabilitasi A. Transisi: Pemberian makanan pada fase transisi diberikan secara berlahan-lahan untuk menghindari risiko gagal jantung, yang dapat terjadibila anak mengkonsumsi makanan dalam jumlah banyak secaramendadak Ganti formula khusus awal (energi 75 Kkal dan protein 0.9-1.0 g per100 ml) dengan formula khusus lanjutan (energi 100 Kkal danprotein 2.9 gram per 100 ml) dalam jangka waktu 48 jam.Modifikasi bubur/makanan keluarga dapat digunakan asalkan dengankandungan energi dan protein yang sama.

Kemudian naikkan dengan 10 ml setiap kali, sampai hanya sedikitformula tersisa, biasanya pada saat tercapai jumlah 30 ml/kgbb/kali pemberian (200 ml/kgbb/hari). Pemantauan pada fase transisi: 1. frekwensi nafas 2. frekwensi denyut nadiBila terjadi peningkatan detak nafas > 5 kali/menit dan denyut nadi> 25 kali /menit dalam pemantauan setiap 4 jam berturutan, kurangivolume pemberian formula. Setelah normal kembali, ulangimenaikkan volume seperti di atas. 3. Timbang anak setiap pagi sebelum diberi makan B. Rehabilitasi: Setelah fase transisi dilampaui, anak diberi: o o o o Formula WHO 100/pengganti/Modisco 1 dengan jumlah tidak terbatasdan sering. Energi : 150-220 Kkal/kg bb/hari Protein 4-6 gram/kg bb/hari Bila anak masih mendapat ASI, teruskan, tetapi juga beri formula WHO 100/Pengganti/Modisco 1, karena energi dan protein ASI tidakakan mencukupi untuk tumbuh-kejar. Setelah fase rehabilitasi (minggu ke3-7) anak diberi : o o o o Formula WHO-F 135/pengganti/Modisco 1 dengan jumlah tidakterbatas dan sering Energi : 150-220 kkal/kgbb/hari Protein 4-6 g/kgbb/hari Bila anak masih mendapat ASI, teruskan ASI, ditambah denganmakanan Formula ( lampiran 2 ) karena energi dan protein ASI tidakakan mencukupi untuk tumbuh-kejar. o Secara perlahan diperkenalkan makanan keluarga

Pemantauan fase rehabilitasi Kemajuan dinilai berdasarkan kecepatan pertambahan badan : Timbang anak setiap pagi sebelum diberi makan. Setiap minggu kenaikan bb dihitung. Baik bila kenaikan bb : 50 g/Kg bb/minggu. Kurang bila kenaikan bb < 50 g/Kg bb/minggu, perlu re-evaluasimenyeluruh

Indikator Keberhasilan Tata Laksana Gizi Buruk o o o Dikatakan tatalaksana gizi buruk berhasil jika: kenaikan BB 10-15g/kg/hari atau status gizi mjd 90% dlm 2-4mgg Dikatakan kegagalan sekunder tatalaksana gizi buruk jika: kenaikan BB < 5g/kg/hari Dikatakan kegagalan primer tatalaksana gizi buruk jika: hari ke4 tidak ada nafsu makan, hari ke10 edema masih ada Sumber : 1. Direktorat Bina Gizi Masyarakat. Hasil Penataran Petugas

KesehatanDalam Rangka Pelayanan Gizi Buruk di Puskesmas dan Rumah Sakit, BLKCimacan, Oktober 1981.2. 2. Departemen Kesehatan RI, WHO, Unicef. Buku Bagan

ManajemenTerpadu Balita Sakit (MTBS) Indonesia, Jakarta 19973. 3. Direktorat Bina Gizi Masyarakat, Ditjen Binkesmas Depkes. PedomanPenanggulangan Kekurangan Energi Protein (KEP) dan PetunjukPelaksanaan PMT pada Balita, Jakarta 1997.4. 4. London School of Hygiene and Tropical Medicine. Dietary Managementof PEM (Not Published, 1998)5. 5. WHO. Guideline for the Inpatient Treatment of

SeverelyMalnourished Children, WHO Searo, 1998.6. 6. Departemen Kesehatan RI, Pedoman Pelaksanaan Pojok Gizi (POZI) di Puskesmas, Jakarta 19977. Waterlaw JC. Protein Energy Malnutrition, Edward Arnold , London

6. Monev penanganan balita SAM dan discharge criteria Jawab : Pemantauan dan Evaluasi Kualitas Perawatan Balita Severe Malnutrisi Akut (SAM) 1. Audit mortalitas Catatan medik pada saat masuk, pulang dan kematian harus disimpan, berisi informasi tentang berat badan, umur, jenis kelamin, tanggal masuk, tanggal pulang, atau tanggal dan penyebab kematian. Untuk mengidentifikasi faktor yang dapat diperbaiki selama perawatan, tentukan apakah sebagian besar kematian terjadi:

dalam waktu 24 jam: dianggap lambat atau tidak tertanganinya hipoglikemia, hipotermia, septisemia, anemia berat, atau pemberian cairan rehidrasi/infus yang kurang tepat (jumlah kurang atau kelebihan)

dalam waktu 72 jam: periksa apakah volume pemberian makan terlalu banyak pada setiap kali makan, atau formulanya salah (terlalu tinggi kalori dan protein), sudah diberi kalium dan antibiotik?

pada malam hari: mungkin terjadi hipotermia karena anak tidak terselimuti dengan baik atau hipoglikemia karena tidak diberi makan pada malam hari saat mulai pemberian F-100: mungkin peralihan dilakukan terlalu cepat pada fase transisi dari formula awal ke formula tumbuh kejar.

2. Kenaikan berat badan pada fase rehabilitasi Lakukan kalibrasi alat dan cara penimbangan di bangsal. Sebelum menimbang jarum harus pada angka 0. Timbang anak pada waktu dan kondisi yang sama (misalnya pagi hari, dengan pakaian minimal, sebelum makan pagi, dst). Penilaian kenaikan berat badan: Kurang: < 5 g/kgBB/hari Cukup: 510 g/kgBB/hari Baik: > 10 g/kgBB/hari.

Jika kenaikan berat badan < 5 g/kgBB/hari, tentukan: apakah hal ini terjadi pada semua kasus yang ditangani (jika ya, perlu dilakukan kaji ulang yang menyeluruh tentang tatalaksana kasus) apakah hal ini terjadi pada kasus tertentu (lakukan penilaian ulang pada anak ini seperti pada kunjungan baru).

PEMANTAUAN DAN EVALUASI PENGOBATAN DAN DIET

Sumber: 1. WHO. 2008. Pedoman Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit: Pedoman Bagi Rumah Sakit Rujukan Tingkat Pertama Di Kabupaten/Kota. Jakarta: WHO Indonesia. 2. Muslihah, N. 2009. Tata Laksana Anak Gizi Buruk Di RS/Puskesmas Perawatan. Gizi FK Univ. Brawijaya. Monitoring Pada Fase Stabilisasi. Memantau setiap hari : a. Berat b. Derajat oedema c. Temperatur tubuh (2x per hari, 4x untuk anak yang hipotermi atau febrile) d. Tanda-tanda klinis yang penting (kesadaran, warna konjungtiva, urin, muntah, dehidrasi, batuk, respirasi, nadi, ukuran hari, kulit, mata, mulut, dan tenggorokan) e. Makanan : volume yang dimakan atau dimuntah. Pada hari pertama, anak harus diperiksa setiap hari atau sehari 2 kali. Kriteria Untuk Melangkah Ke Fase Transisi : a. Nafsu makan anak meningkat b. Komplikasi dan infeksi bisa dikendalikan c. Oedema berkurang

Monitoring Pada Fase Transisi Memantau setiap hari : a. Berat b. Derajat oedema c. Temperatur tubuh (2x per hari, 4x untuk anak yang hipotermi atau febrile) d. Tanda-tanda klinis yang penting (kesadaran, warna konjungtiva, urin, muntah, dehidrasi, batuk, respirasi, nadi, ukuran hari, kulit, mata, mulut, dan tenggorokan) e. Makanan : volume yang dimakan atau dimuntah. Kriteria Pasien Dapat Menuju Fase Rehabilitasi : a. Makan minimal 75% dari jumlah sehari RUTF yang disesuaikan dengan berat badannya. b. Oedema sudah berkurang hingga ringan atau moderate (1 atau 2+) c. Komplikasi bisa dikendalikan. Proses ini membutuhkan waktu sekitar 2-4 minggu. Namun jika kondisi-kondisi ini tidak terjadi selama 4 hari tersebut, maka penanganan medis yang lebih mendalam perlu dilakukan untuk mengetahui penyebabnya (seperti komplikasi yang tidak terdeteksi, anak tidak makan sesuai aturan, dll) dan memperbaikinya. Jika kondisi anak tidak berkembang selama fase transisi, maka dia harus kembali ke fase stabilisasi. Kriteria Pasien Harus Kembali Ke Fase Stabilisasi : a. Peningkatan berat badan yang terlalu cepat (10 g/kg/hari) yang mengindikasikan adanya retensi cairan yang berlebihan. b. Peningkatan terjadinya oedema c. Ada tanda-tanda lain dari retensi cairan seperti ukuran hati membesar dengan cepat, dll. d. abdominal distension atau re-feeding diare dengan penurunan berat badan. e. Jika komplikasi terjadi dan dibutuhkan pemberian cairan intravena atau NGT. (Sumber : Saboya, Montse dan Tanya Khara. 2011. MANAGEMENT OF SEVERE ACUTE MALNUTRITION. Harmonised Training Package (HTP): Resource Material for Training on Nutrition in Emergencies. Version 2, 2011)

Admission Criteria for SAM for Children Under 5

Admission and Discharge Criteria for SAM for Children Under 5

Sumber: 1. WHO. 2008. Pedoman Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit: Pedoman Bagi Rumah Sakit Rujukan Tingkat Pertama Di Kabupaten/Kota. Jakarta: WHO Indonesia 2. Government of Southern Sudan Ministry of Health. 2009. Interim Guidelines Integrated Management of Severe Acute Malnutrition 7. Kriteria balita terkena dehidrasi dan penanganannya Jawab : No 1 Tanda Letargis Cara melihat dan menentukan Anak yang letargis tidak bisa bangun dan apatis. Dia tampak mengantuk dan tidak menunjukkan ketertarikan terhadap kejadian disekelilingnya 2 Anak gelisah dan rewel 3 4 Tidak ada air mata Mata cekung Anak selalu gelisah dan rewel terutama bila disentuh atau dipegang untuk suatu tindakan Lihat ada air matanya atau tidak pada saat anak menangis Mata an ak yang gizi buruk selalu tampak cekung, mirip tanda anak dehidrasi. Tanya ibu apakah mata cekung tersebut sudah ada seperti biasanya ataukah baru beberapa saat timbulnya 5 Mulut dan lidah Raba dengan jari yang kering dan bersih untuk menentukan

kering 6 Haus

apakah lidah dan mulutnya kering Lihat apakah anak ingin meraih cangkir saat diberi ReSoMal. Saat cangkir itu disingkirkan, lihat apakah anak masih ingin minum lagi

7

Kembalinya cubitan/turgor kulit lambat

Gunakan ibu jari dan jari telunjuk saat mencubit kulit perut bagian tengah antara umbilicus dan sisi perut. Posisikan tangan anda sejajar/lurus dengan garis tubuh, bukan melintang. Tarik lapisan kulit dan jaringan bawah kulit pelanpelan. Cubit selama 1 detik dan lepaskan. Jika kulit masih terlipat (belum balik rata selama > 2 detik), dikatakan cubitan kulit/turgor kulit lamban (cacatan: cubitan kulit biasanya lambat pada anak wasting)

(sumber : Depkes RI. 2003. Buku Bagan Tatalaksana Anak Gizi Buruk. Jakarta : Departemen Kesehatan) Mengatasi Dehidrasi Dehidrasi dapat diatasi dengan memberikan larutan resomal/ORS (oral rehidration salt). Pada 2 jam pertama, resomal diberikan setiap jam. Pada 10 jam selanjutnya, diberikan berselang seling setiap 1 jam dengan F-75. WHO dan UNICEF merekomendasikan untuk menggunakan larutan ORS dengan

komposisi sebagai berikut:

Pemberian F-75 dan Vitamin

F-75 diformulasikan untuk memenuhi kebutuhan anak tanpa melampaui kemampuan metabolisme tubuh. F-75 mengembalikan dengan cepat fungsi metabolisme normal dan keseimbangan zat gizi serta elektrolit. F-75 tidak diformulasikan untuk penambahan berat badan , karena itu akan berbahaya bagi anak-anak pada fase penanganan ini. Aturan pemberian F-75 adalah sebagai berikut: Klasifikasi SAM SAM dengan WFH < - 3 SD atau MUAC < 11 cm SAM dengan oedema Dosis F-75 (75 Kcal, 0,9 g protein/100 ml) 130 ml /kg BB/hari setara dengan 100 kcal/kg BB/hari 100 ml/kg BB/hari, setara dengan 75 kcal/kg BB/hari. Diberikan hingga oedema berkurang.

F-75 diberikan dengan interval 2 jam, dengan volume setiap pemberian 11 ml/kg BB. Pemberian Vitamin A selama fase stabilisasi dapat dilakukan dengan kriteria sebagai berikut : Bayi umur < 6 bln Bayi umur 6 11 bln Balita Umur 12 60 bln kapsul vitamin A dosis 100.000 SI (warna biru) 1 kapsul vitamin A dosis 100.000 SI (warna biru) 1 kapsul vitamin A dosis 200.000 SI (warna merah)

Vitamin lain yang diberikan adalah vitamin C, B kompleks, dan asam folat. Ketiganya diberikan dalam bentuk multivitamin. Diberikan 5 mg pada hari ke1,selanjutnya 1 mg/hari. Pemberian tablet Fe tidak diperbolehkan pada fase ini. 8. Komposisi dari ORS dan tata cara pemberiannya Jawab : ORAL REHYDRATION THERAPY Terapi rehidrasi oral (ORT) merupakan intervensi yang diberikan untuk mencegah dehidrasi, juga untuk mengurangi dampak dari diare. Terapi ini dapat dilakukan di pelayanan kesehatan maupun di rumah oleh ibu sendiri dengan panduan khusus. Terapi ini dapat menurunkan efek dari diare dan meningkatkan berat badan ketika dikombinasikan dengan terapi diet yang benar. ORT seharusnya dilakukan di rumah dengan memberikan larutan ORS

(Oral Rehydration Salt) atau larutan gula dan garam. Pemberian dilakukan saat muncul gejala diare untuk mencegah dehidrasi Komposisi ORS ORS merupakan nama lain dari larutan seimbang glukosa-elektrolit, pertama digunakan pada tahun 1969 dan diterima, direkomendasikan dan didistribusikan oleh UNICEF dan WHO sebagai obat untuk intervensi pada dehidrasi ke seluruh dunia. Pada tahun 1984, terdapat larutan lain dengan salah satu komposisinya adalah trisodium citrate sebagai pengganti hydrogen karbonat (sodium bicarbonate) dengan tujuan meningkatkan stabilitas ORS pada iklim panas dan lembab. Lebih dari 20 tahun WHO dan UNICEF merekomendasikan formula ini untuk mencegah atau menangani dehidrasi dari diare. Salah satu komposisi dari ORS ini adalah sodium 90 mEq/l dengan total osmolaritas 311 mOsm/l. Selama digunakan, ORS cenderung efektif dan tidak menunjukkan adanya efek negatif. Pengembangan dari ORS masih terus dilakukan agar ORS memberikan manfaat kesehatan lainnya. Salah satu pengembangan dari ORS adalah pengurangan osmolaritas ORS untuk mencegah adanya kemungkinan efek negatif berupa hipertonicity, hal ini dapat dicegah dengan menurunkan konsentrasi glukosa dan garam. Studi menyatakan bahwa untuk anak dengan non-kolera diare akut, penanganan menggunakan ORS yang tepat adalah ORS yang konsentrasi Sodium-nya dikurangi sampai 75 mEq/l, glukosa 75 mmol/l dan total osmolaritasnya 245 mOsm/l. Selain itu beberapa studi juga menyatakan bahwa ORS yang osmolaritasnya dikurangi sampai 210-268 mOsm/l dan sodium 50-75 mEq/l dapat mengurangi volume diare sampai 20% dan mengurangi kejadian muntah sampai 30%. ORS lebih baik dalam mengatasi masalah dehidrasi saat osmolaritasnya dikurangi sehingga WHO mengeluarkan standar baru untuk ORS yang diberikan untuk semua diare dengan segala etiologi pada semua kelompok

umur. Osmolaritas yang dianjurkan adalah 245 mOsm/l, menggantikan osmolaritas lama yaitu 311 mOsm/l.

Farmakokinetik dan farmakoterapi dari masing-masing substrat antara lain: 1. Glukosa membantu absorpsi sodium dengan molar 1:1 di usus halus 2. Sodium dan potassium dibutuhkan untuk menggantikan ion yang hilang karena diare dan atau muntah 3. Sitrat membantu mengatasi asidosis yang muncul karena diare dan dehidrasi Untuk bahan yang digunakan dalam membuat ORS tersebut ada pada Tabel 2.

Sitrat pada ORS lebih menguntungkan daripada bikarbonat karena lebih stabil pada negara tropis dimana saat suhu mencapai 60o C tidak ada

perubahan warna seperti [ada ORS dengan menggunakan bikarbonat dan dapat bertahan sampai 2-3 tahun Sumber: Oral Rehydration Salts Production Of The New ORS. 2006. WHO UNICEF. Geneva-Switzerland 9. Penanganan balita dengan hipoglikemi Jawab : Hipoglikemia dapat diatasi dengan pemberian larutan gula/glukosa. Larutan gula dapat dibuat dengan melarutkan 10 gram gula (2 sendok teh penuh) ke dalam 100 ml air.

DAFTAR PUSTAKA

Sandige H L, Manary J M. 2008. Management of acute moderate and severe childhood malnutrition. Bjm volume 337 p: 1227 -1230 Mark j. Manary & Heidi L. Sandige. 2008. Management of Acute Moderate and Severe Childhood Malnutrition. USA. Page.1228 Caroline Grobler-Tanner. 2006. Understanding nutrition data and the causes of malnutrition in Niger. A special report by the Famine Early Warning Systems Network (FEWS NET). USAID Amerika Serikat. Steve Collins, et al. 2006. Management of Severe Acute Malnutrition in Children. Publish Journal Vol. 368. 2 Desember 2006. Depkes RI. 2003. Buku Bagan Tatalaksana Anak Gizi Buruk. Jakarta : Departemen Kesehatan Emergency Nutrition Network. Management of Severe Acute Malnutrition, Module 13. Harmonised Training Package (HTP) : Resource Material for Training on Nutrition in Emergencies.Version 2, 2011 Kelly, Darlene G. 2004.Oral Rehydration Solution: A Low-Tech Oft Neglected Therapy . Nutrition Issues in Gastroenterology Series 21 WHO/UNICEF Joint Statement. 2004. Clinical Management of Acute Diarrhoea WHO. 2008. Pedoman Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit: Pedoman Bagi Rumah Sakit Rujukan Tingkat Pertama Di Kabupaten/Kota. Jakarta: WHO Indonesia. Muslihah, N. 2009. Tata Laksana Anak Gizi Buruk Di RS/Puskesmas Perawatan. Gizi FK Univ. Brawijaya. Government of Southern Sudan Ministry of Health. 2009. Interim Guidelines Integrated Management of Severe Acute Malnutrition Oral Rehydration Salts Production Of The New ORS. 2006. WHO UNICEF. GenevaSwitzerland Direktorat Bina Gizi Masyarakat. Hasil Penataran Petugas KesehatanDalam Rangka Pelayanan Gizi Buruk di Puskesmas dan Rumah Sakit, BLKCimacan, Oktober 1981.2.

Departemen Kesehatan RI, WHO, Unicef. Buku Bagan ManajemenTerpadu Balita Sakit (MTBS) Indonesia, Jakarta 19973. Direktorat Bina Gizi Masyarakat, Ditjen Binkesmas Depkes. PedomanPenanggulangan Kekurangan Energi Protein (KEP) dan PetunjukPelaksanaan PMT pada Balita, Jakarta 1997.4. London School of Hygiene and Tropical Medicine. Dietary Managementof PEM (Not Published, 1998)5. WHO. Guideline for the Inpatient Treatment of SeverelyMalnourished Children, WHO Searo, 1998.6. Departemen Kesehatan RI, Pedoman Pelaksanaan Pojok Gizi (POZI) di Puskesmas, Jakarta 19977. Waterlaw JC. Protein Energy Malnutrition, Edward Arnold , London