kelompok 4 ganjil b kep anak demam rematik

Upload: wah-hid-cah-mbleb-bess

Post on 30-Oct-2015

107 views

Category:

Documents


6 download

TRANSCRIPT

PENYAKIT JANTUNG REMATIK ATAU DEMAM REMATIK

Di Susun Oleh:1. RORI ARIESTA S

10260102222. SHADY SIMANJUNTAK1026010239Keperawatan IV EDosen Pembimbing: Ns. Neni Triana S,kep

Ns. Veliza Colin S.kep, MANSEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKES)

TRI MANDIRI SAKTI

JURUSAN KEPERAWATAN

T/A 2012KATA PENGANTARPuji syukur kami ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan kemudahan kepada kami sehingga kami dapat menyelesaikan makalah Keperawatan Anak II dengan judul Demam Rematik.Dengan selesainya asuhan keperawatan ini kami mengucapkan rasa terima kasih kepada 1. Ns. Neni Triana S,kep dan Ns. Veliza Colin S.kep, MAN, selaku dosen pembimbing mata kuliah keperawatan anak.2. Teman-teman seperjuangan yang telah membantu dalam penulisan makalah ini.

Kami menyadari bahwa asuhan keperawatan ini masih banyak kesalahan dan jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu kritik dan saran yang bersifat membangun sangat kami harapkan untuk perbaikan asuhan keperawatan selanjutnya. Akhirnya kami ucapkan terima kasih dan semoga saja asuhan keperawatan ini bermanfaat bagi kita semua.

Bengkulu, Mei 2012Penulis

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL

iKATA PENGANTAR

ii

DAFTAR ISI

iii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

11.2 Rumusan Masalah

11.3 Tujuan dan Manfaat

2BAB IITINJAUAN TEORITIS

1 .Definisi

52. Etiologi

53. Pathofisiologi 64. WOC 105. Manifestasi Klinis

126. Gambaran Klinis

157. Patogenesis

168. Diagnosis Banding

169. Pemeriksaan Penunjang

16

10.Penatalaksanaan

1611.Komplikasi

18BAB IIITINJAUAN TEORITIS3.1 Data Dasar Pengkajian Pasien

193.2 Prioritas Keperawatan

213.3 Diagnosis yang Mungkin Muncul

21BAB VPENUTUP

5.1 Kesimpulan

305.2 Saran

30DAFTAR PUSTAKA........................................................................................ 31BAB IPENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Demam reumatik adalah suatu penyakit sistemik akut atau kronik dapat sembuh sendiri oleh sebab yang belum jelas atau menimbulkan cacat pada katup jantung secara lambat. Tidak jarang penyakit ini malah menjadi akut dan gawat. Prevalensi demam reumatik di Indonesia belum diketahui secara pasti, meskipun ada beberapa penelitian yang pernah dilakukan dengan demikian dapat diperkirakan bahwa prevalensi demam reumatik di Indonesia pasti lebih tinggi.

Pertama-tama perlu ditekankan bahwa demam reumatik ini merupakan penyakit yang dapat dicegah, pengertian dan kemampuan untuk mengenal penyakit ini serta kesadaran para dokter untuk menanggulanginya merupakan hal yang sangat penting peran serta masyarakat berupa kesadaran akan pentingnya kesehatan dan perbaikan keadaan lingkungan benar-benar diperlukan dalam menanggulangi penyakit ini.

Dari latar belakang di atas penulis ingin mengetahui konsep dari teori tentang demam reumatik.

1.2. Rumusan Masalah 1. Konsep teori demam reumatik

2. Asuhan keperawatan demam reumatik

1.3. Tujuan dan Manfaat1. Tujuana. Untuk mengetahui tentang konsep dasar teori dari penyakit demam reumatik.b. Untuk mendapatkan gambaran umum tentang penerapan proses asuhan keperawatan pada demam reumatik

2. Manfaata. Menambah pengetahuan penulis dalam penerapan asuhan keperawatan pada pasien demam reumatik.b. Menambah pengetahuan dan wawancara bagi semua pembaca.

BAB II

TINJAUAN TEORITIS

1. DefinisiPenyakit jantung rematik atau demam reumatik merupakan penyakit peradangan yang dapat menyertai faringitis yang disebabkan oleh streptococcus beta hemolyticus grup A. Demam rematik atau penyakit jantung rematik (RHD) adalah suatu proses peradangan yang mengenai jaringan-jaringan penyokong tubuh, terutama persendian, jantung dan pembuluh darah oleh organisme streptococcus hemolitic-b grup A (Pusdiknakes, 1993).

Mitral stenosis adalah penyakit jantung yang ditandai adanya kerusakan pada katup jantung sebagai akibat infeksi streptococcus beta hemolitik grup A (Pratanu Sunoto, 1990).Demam reumatik adalah suatu penyakit sistemik akut atau kronik dapat sembuh sendiri oleh sebab yang belum jelas, tidak ajrang penyakit ini malah menjadi akut dan gawat.Demam reumatik merupakan suatu penyakit radang yang terjadi setelah adanya infeksi streptokokus golongan beta hemolitik A, yang dapat menyebabkan lesi patologis di daerah jantung, pembuluh darah, sendi dan jaringan subkutan.Demam reumatik ialah sindrom klinis sebagai akibat infeksi beta streptococcus hemoliticus grup A dengan satu atau lebih gejala mayor yaitu poliartritis migrans akut, karditis, korea minor, nodul subkutan dan eritema marginatum.2. Etiologi Infeksi streptococcus beta hemoylticus grup A pada tenggorokan selalu mendahului terjadinya demam reumatik, baik pada serangan pertama maupun serangan ulang.

Biasanya 1-4 minggu sesudah serangan tonsillitis, nasofaringitis atau otitis media, infeksi streptococcus ini menghasilkan antigen bagi berlangsungnya reaksi antigen-antibody sehingga menyebabkan demam reumatik. Dugaan adanya reaksi imunologis ini didukung dengan penemuan konsentrasi antibodi antistreptococus tetapi tidak ditemukan pada mereka yang tidak menderita.Faktor-faktor predisposisi seseorang mudah mendapat demam rematik adalah: Umur : jarang ditemukan pada umur di bawah 4 tahu atau di atas 15 tahun. Paling banyak pada umur 5 10 tahun. Familial suspectibility : karena demam rematik sering ditemukan pada beberapa anggota dari satu keluarga. Malnutrition Lingkungan yang padat Keadaan kesehatan yang memburuk dan daya tahan individu yang menurun.3. PathofisiologiDemam reumatik akut biasanya didahului oleh radang tenggorokan yang disebabkan oleh infeksi Streptokokus beta-hemolitikus grup A, sehingga kuman tersebut dianggap sebagai penyebab demam reumatik akut. Infeksi tenggorok yang terjadi bisa berat, sedang, ringan atau asimtomatik, diikuti fase laten (asimtomatik) selama 1 sampai 3 minggu. Baru setelah itu timbul gejala-gejala demam reumatik akut.Hingga sekarang masih belum diketahui dengan pasti hubungan langsung antara infeksi Streptokokus dengan gejala demam reumatik akut. Yang masih dianut hingga sekarang adalah teori autoimunitas. Produk Streptokokus yang antigenik secara difusi keluar dari sel-sel tenggorok dan merangsang jaringan limfoid untuk membentuk zat anti. Beberapa antigen Streptokokus, khususnya Streptolisin O dapat mengadakan reaksi silang dengan antigen jaringan tubuh sehingga terjadi reaksi antigen-antibodi antara zat anti terhadap Streptokokus dan jaringan tubuh.Pada demam reumatik dapat terjadi peradangan pada semua lapisan jantung yang disebut pankarditis. Peradangan endokardium biasanya mengenai endotel katup, mengakibatkan pembengkakan daun katup dan erosi pinggir daun katup. Vegetasi seperti manik-manik akan timbul di sepanjang pinggir daun katup. Bila miokardium terserang, timbul lesi nodular khas yang dikenal sebagai badan Aschoff pada dinding jantung. Perikarditis eksudatif yang disertai penebalan lapisan perikardium merupakan ciri khas demam rematik akut.Serangan berulang karditis rematik akan menyebabkan gangguan penyakit katup. Perubahan patologis penyakit katup rematik kronis timbul akibat proses penyembuhan yang disertai pembentukan jaringan parut.Pada perjalanan penyakit katup demam rematik kronis, gejala biasanya tidak muncul sampai bertahun-tahun setelah serangan awal; periode laten ini dapat berulang hingga dekade ketiga, keempat dan kelima. Deformitas akhir yang menyebabkan stenosis katup ditandai oleh penebalan dan penyatuan daun katup disepanjang komisura (tempat persambungan antara dua daun katup). Korda tendinae katup atrioventrikularis (AV) dapat juga menebal dan menyatu Klasifikasi dan sklerosis jaringan katup akibat usia lanjut juga berperan dalam perubahan bentuk katup akibat demam rematik. Penyakit kronis yang disertai kegagalan ventrikel serta pembesaran ventrikel juga dapat mengganggu fungsi katup AV. Bentuk ventrikel mengalami perubahan sehingga kemampuan otot papilaris untuk mendekatkan daun-daun katup pada waktu katup menutup akan berkurang. Selain itu lubang katup juga melebar, sehingga semakin mempersulit penutupan katup dan timbul insufisiensi katup. Jenis insufisiensi yang timbulakibat pembesaran ruangan jantung ini dikenal sebagai regurgitasi fungsional. Insiden tertinggi penyakit katup pada katup mitralis kemudian katup aorta.

Stenosis Mitral

Otot atrium kiri mengalami hipertrofi untuk meningkatkan kekuatan pemompaan darah. Atrium kiri kini tidak lagi berfungsi primer tetapi berfungsi mengalirkan darah ke ventrikel. Dilatasi atrium terjadi karena volume atrium kiri meningkat akibat ketidakmampuan atrium untuk mengosongkan diri secara normal. Peningkatan tekanan dan volume atrium kiri dipantulkan ke belakang kedalam pembuluh darah paru akibatnya terjadi kongesti paru-paru. Hipertensi pulmonalis meningkatkan resistensi ejeksi ventrikel kanan menuju arteria pulmonalis. Ventrikel kanan berespon terhadap peningkatan beban tekanan dengan hipertrofi otot. Ventrikel kanan tidak dapat memenuhi tugas sebagai pompa bertekanan tinggi untuk jangka panjang. Oleh karena itu, ventrikel kanan akhirnya tidak dapat berfungsi lagi sebgai pompa, kegagalan menimbulkan kongesti vena sistemik dan edema perifer. Gagal jantung kanan dapat disertai regurgitasi fungsional katup trikuspidalis.

Regurgitasi Mitralis

Regurgitasi mitralis memungkinkan aliran darah berbalik dari ventrikel kiri ke atrium kiri akibat penutupan katup yang tidak sempurna. Selama sistolik ventrikel secara bersamaan mendorong darah kedalam aorta dan kembali kedalam atrium kiri. Kerja vebtrikel kiri maupun atrium kiri harus ditingkatkan agar mempertahankan curah jantung. Ventrikel kiri harus memompakan darah dalam jumlah cukup guna mempertahankan aliran darah normal ke dalam aorta dan darah yang kembali melalui katup mitralis. Beban volume tambahan yang ditimbulkan oleh katup yang mengalami insufisiensi akan segera mengakibatkan dilatasi ventrikel. Akhirnya, dinding ventrikel mengalami hipertrofi sehingga meningkatkan kekuatan kontraksi selanjutnya.

Regurgitasi menimbulkan beban volume tidak hanya bagi ventrikel kiri tetapi juga bagi atrium kiri. Atrium kiri berdilatasi untuk memungkinkan peningkatan volume dan meningkatkan kekuatan kontraksi atrium. Selanjutnya atrium mengalami hipertrofi untuk meningkatkan kekuatan kontraksi dan curah atrium lebih lanjut. Namun regurgitasi mitralis merupakan lesi yang berlangsung secara terus-menerus. Dengan makin meningkatnya volume dan ukuran ventrikel maka fungsi katup menjadi bertambah buruk. Pembesaran ruang jantung meningkatkan derajat regurgitasi dengan menggeser otot papilaris dan melebarkan lubang katup mitralis.

Bila lesi makin parah, atrium kiri menjadi tidak mampu lagi untuk meregang dan melindungi paru-paru. Kegagalan ventrikel kiri biasanya merupakan tahap awal untuk mempercepat dekompensasi jantung. Ventrikel kiri mendapat beban yang terlalu berat dan aliran darah melalui aorta menjadi berkurang dan terjadi kongesti kebelakang. Secara bertahap, urutan kejadian yang terjadi pada paru dan jantung kanan yang terkena adalah: 1) kongesti vena pulmonalis, 2) edema intersisial, 3) hipertensi arteria pulmonalis, 4) hipertrofi ventrikel kanan.

Stenosis Aorta

Stenosis aorta menghalangi aliran darah dari ventrikel kiri ke aorta pada waktu sistolik ventrikel. Dengan meningkatnya resistensi terhadap ejeksi ventrikel maka beban tekanan ventrikel kiri menjadi hipertrofi. Hal ini menyebabkan timbulnya selisih tekanan yang mencolok antara ventrikel kiri dan aorta (Gbr. 32-7). Untuk mengkompensasi dan mempertahankan curah jantung, ventrikel kiri tidak hanya memperbesar tekanan tetapi juga memperpanjang waktu ejeksi. Oleh karena itu, meskipun terjadi penyempitan progresif pada orifisium aorta yang menyebabkan peningkatan kerja ventrikel, efisiensi mekanis jantung masih dapat dipertahankan dalam waktu lama. Namun, akhirnya kemampuan ventrikel kiri untuk menyesuaikan diri terlampaui.

Kegagalan ventrikel progresif mengganggu pengosongan ventrikel. Curah jantung menurun dan volume ventrikel bertambah. Akibatnya ventrikel mengalami dilatasi dan kadang-kadang disertai regurgitasi fungsional katup mitralis. Stenosis aorta lanjut dapat disertai kongesti paru-paru berat. Kegagalan ventrikel kanan dan kongesti vena sistemik merupakan petunjuka bahwa penyakit berada dalam stadium akhir.Regurgitasi Aorta

Regurgitasi aorta menyebabkan refluks darah dari aorta ke dalam ventrikel kiri sewaktu relaksasi vebtrikel.

Pada setiap kontraksi, ventrikel harus mampu mengeluarkan sejumlah darah yang sama dengan volume sekuncup normal ditambah volume regurgitasi. Ventrikel kiri mengalami dilatasi berat dan akhirnya menjadi hipertrofi, sehingga bentuknya berubah seperti bola. Peningkatan daya regang dinding ventrikel memungkinkan peningkatan volume diastolic tanpa peningkatan tekanan abnormal.

Kemampuan kompensasi ventrikel kiri yang tinggi disertai dengan katup mitralis yang kompeten dapat mempertahankan fungsi ventrikel untuk jangka waktu lama. Kerusakan ventrikel kiri ireversibel akibat ejeksi beban volume berlebihan terhadap resistensi sistemik yang berlangsung lama, dapat terjadi menetap.

Hipertrofi ventrikel kiri dan tekanan diastolic yang rendah yang berturut-turut mneingkatkan kebutuhan oksigen dan menurunkan suplai oksigen.

Regurgutasi Katup Trikuspidalis

Regurgitasi adalah kebocoran pada katup trikuspidalis yang terjadi setiap kali ventrikel kanan berkontraksi. Pada regurgitasi katup trikuspidalis, ketika ventrikel kanan berkontraksi yang terjadi bukan hanya pemompaan darah ke paru-paru tetapi juga pengaliran kembali sejumlah darah ke atrium kanan. Kebocoran ini menyebabkan meningkatnya tekanan di dalam atrium dan menyebabkan pembesaran atrium kanan. Tekanan ini diteruskan ke dalam vena yang memasuki atrium sehingga menimbulkan tahanan terhadap aliran darah dari tubuh yang masuk ke jantung

Stenosis Katup Trikuspidalis

Stenosis katup trikuspidalis merupakan penyempitan lubang katup trikuspidalis yang menyebabkan meningkatnya tahanan aliran darah dari atrium kanan ke ventrikel kanan. Stenosis katup trikuspidallis menyebabkan atrium kanan membesar dan ventrikel kanan mengecil. Jumlah darah yang kembali ke jantung berkurang dan tekanan di dalam vena yang membawa kembali ke jantung meningkat.4. WOC Demam rematik Infeksi organisme streptococcus hemolitik-b grup A Infeksi Faring

Organisme melepas endotoksin (protein antigen) ( antibodi,

antifibrinolysin, antistreptolysin-O (ASO).

Reaksi hipersentivitas/autoimun

Demam Rematik

Persendian Kulit Jantung SSP

Peradangan pada Peradangan kulit dan tanda gerakan involunter,

membran sinovial jaringan subkutan ireguler, kelemahan otot

Bercak kemerahan,

Bengkak, nyeri. Nodula subkutan sekitar tulang

Mk; Intoleran aktifitas

Mk : Nyeri

Peradangan dan pembentukan jaringan parut pada katup-katup jantung

(mitral dan stenosis)

Sel-sel retikuloendotelial, sel-sel plasma, limfosit (Aschoff body

Produksi meningkat ( menumpuk di sekeliling nekrosis ( menutup katup.

Stenosis (penutupan katup terutama mitral dan stenosis)

Dilatasi Ventrikel kiri

Hipertrofi Ventrikel kiri Mk : Penurunan curah jantung

Arcus aorta (body reseptor/baroreseptor) Volume dan tekanan darah menurun

Merangsang medula oblongata

Sistem saraf simpatis meningkat

Jantung

Paru Pembuluh darah GI tract

Kulit

Kompensasi saraf simpatis: Penumpukan darah Vasokonstriksi HCl meningkat kel.keringat meningkatHR, kontraktilitas meningkat

(berdebar)

Ggn irama jantung LAEDP meningkat Metabolisme turun Peristaltik turun diaporesis

Kongesti vena pulmonal Akral dingin Akumulasi gas meningkat

Aliran turbulensi Proses perpindahan cairan konstipasi, mual

Timbul emboli Karena perbedaan tekanan resikokrusakn Integritas kulit

Timbul oedem prbhan pfusi jaringan

Gangguan rasa Nyaman Ggn pemenuhan nutrisi

nyeri Gangguan fungsi alveoli Resiko ggn eliminasi alvi

(ronchi, rales, tachipnea,PCO2 turun) ggn rasa nyaman nyeri

Resiko kelebihan volume cairan

Resiko kerusakan ptukaran gas

Pola napas tdk efektif

Ansietas

KET ; = Mk ( Masalah keperawatan )5. Manifestasi klinis

Manifestasi klinis demam rematik dibedakan menjadi criteria mayor dan criteria minora. criteria mayor

Karditis

Dapat berupa bising pansistol di daerah apeks, bising awal diastole di daerah basal dan bising mid-diastol pada apeks yang timbul akibat adanya dilatasi ventrikel kiri

Poliartritis

Poliartritis ditandai oleh adanya nyeri, pembengkakan, kemerahan, teraba panas, dan keterbatasan gerakan aktif pada dua sendi atau lebih. Arthritis pada demam rematik paling sering mengenai sendi-sendi besar anggota gerak bawah. Kelainan ini hanya berlangsung beberapa hari sampai seminggu pada satu sendi dan kemudian berpindah, sehingga dapat ditemukan arthritis yang saling tumpang tindih pada beberapa sendi pada waktu yang sama, sementara tanda-tanda radang mereda pada satu sendi, sendi yang lain mulai terlibat. Perlu diingat bahwa arthritis yang hanya mengenai satu sendi tidak dapat dijadikan kriterium mayor. Selain itu, agar dapat digunakan sebagai suatu kriterium mayor, poliartritis harus disertai sekurang-kurangnya dua criteria minor, seperti demam dan kenaikan laju endap darah, serta harus didukung oleh adanya titer ASTO atau antibody antistreptoocus lainnya yang tinggi. Korea sydenham

Korea secara khas ditandai oleh adanya gerakan tidak disadari dan tidak bertujuan yang berlangsung secara cepat dan umumnya bersifat bilateral, meskipun dapat juga hanya mengenai satu sisi tubuh. Manifestasi demam rematik ini lazim disertai kelemahan otot dan ketidakstabilan emosi. Korea jarang dijumpai pada penderita dibawah usia 3 tahun atau setelah masa pubertas dan lazim terjadi pada perempuan.

Korea sydenham merupakan satu-satunya tanda mayor yang sedemikian penting dan dianggap sebagai pertanda adanya demam rematik meskipun tidak ditemukan criteria lainnya.

Eritema Marginatum

Eritema Marginatum merupakan wujud kelainan kulit yang khas pada demam rematik dan tampak sebagai macula yang berwarna merah, pucat dibagian tengah, tidak terasa gatal, berbentuk bulat atau dengan tepi yang bergelombang dan meletus secara sentrifugal.

Eritema marginatum juga dikenal sebagai eritema anulare rematikum dan terutama timbul di daerah badan, pantat, anggota gerak bagian proksimal, tetapi tidak pernah ditemukan di daerah wajah. Kelianan ini dapat bersifat sementara atau menetap, berpindah-pindah dari satu bagian tubuh ke bagian tubuh yang lain, dapat dicetuskan oleh pemberian panas, dan memucat jika ditekan. Tanda mayor demam rematik ini hanya ditemukan pada kasus yang berat Nodulus subkutanNodulus subkutan pada umumnya hanya dijumpai pada kasus yang berat dan terdapat di daerah ekstensor persendian, pada kulit kepala serta kolumna vertebralis. Nodul ini berupa massa yang padat, tidak terasa nyeri, mudah digerakkan dari kulit diatasnya, dengan diameter dan beberapa millimeter sampai sekitar 2 cm. tanda ini pada umumnya tidak akan ditemukan jika tidak terdapat karditis.

b. criteria Minor

Maanifestasi minor pada demam rematik dapat berupa:

Demam yang bersifat remiten

Demam pada demam rematik biasanya ringan, meskipun adakalanya mencapai 39C, terutama jika terdapat karditis. Manifestasi ini lazim berlangsung sebagai suatu demam derajat ringan selama beberapa minggu. Demam merupakan pertanda infeksi yang tidak spesifik, dank arena dapat dijumpai pada begitu banyak penyakit lain, criteria minor ini tidak memiliki arti diagnosis banding yang bermakna

Riwayat demam rematik sebelumnya

Riwayat demam rematik sebelumnya dapat digunakan sebagai salah atu criteria minor apabila tercatat dengan baik sebagai suatu diagnosis yang didasarkan pada criteria obyektif yang sama. Akan tetapi, riwayat demam rematik atau penyakit jantung rematik inaktif yang pernah diidap seorang penderita seringkali tidak tercatat secara baik sehingga sulit dipastikan kebenarannya atau bahkan tidak terdiagnosis.

Peningkatan kadar reaktan fase akut

Peningkatan kadar reaktan fase akut berupa kenaikan laju endap darah, kadar protein C reaktif, serta leukositosis merupakan indicator nonspesifik dan peradangan atau infeksi

Ketiga tanda reaksi fase akut ini hampir selalu ditemukan pada demam rematik, keulai jika korea merupakan satu-satunya manifestasi mayor yang ditemukan. Perlu diingat bahwa laju endap darah juga meningkat pada kasus anemia dan gagal jantung kongestif. Adapun protein C reaktif tidak meningkat pada anemia, akan tetapi mengalami kenaikan pada gagal jantung kongestif. Laju endap darah dan kadar protein C reaktif dapat meningkat pada semua kasus infeksi, namun apabila protein C reaktif tidak bertambah, maka kemungkinan adanya infeksi streptokokus akut dapat dipertanyakan. Interval P-R yang memanjangInterval P-R yang memanjang biasanya menunjukkan adanya keterlambatan abnormal sistem konduksi pada nodus atrioventrikel dan meskipun sering dijumpai pada demam rematik, perubahan gambaran EKG ini tidak spesifik untuk demam rematik. Selain itu interval P-R yang memanjang juga bukan merupakan pertanda yang memadai akan adanya karditis rematik

ArtralgiaAdalah rasa nyeri pada satu sendi atau lebih tanpa disertai peradangan atau keterbatasan gerak sendi. Gejala minor ini harus dibedakan dengan nyeri pada otot atau jaringan periartikular lainnya atau dengan nyeri sendi malam hari yang lazim terjadi pada anak-anak normal. Atralgia tidak dapat digunakan sebagai criteria minor apabila poliartritis sudah dipakai sebagai criteria mayor

6. Gambaran klinis Demam rematik

Stadium I

Stadium ini berupa adanya infeksi saluran napas bagian atas oleh kuman Streptococus beta-hemolyticus A, dengan keluhan demam, batuk, sakit menelan, kadang disertai muntah atau diare. Pad pemeriksaan tonsil terdapat eksudat dan tanda-tanda peradangan lainnya. Infeksi ini biasanya berlangsung 2-4 hari dan dapat sembuh sendiri tanpa pengobatan. Terjadinya infeksi ini 10-14 hari sebelum serangan demam rematikStadium II

Disebut periode laten ialah masa antara infeksi streptokok dengan permulaan gejala demam rematik. Biasanya dalam waktu 1-3 minggu, kecualikhorea yang timbul dalm 6 minggu atau beberapa bulan kemudian.

Stadium III

Ialah fase demam rematik, saat timbulnya pelbagai manifestasi klinik demam rematik. Gejala tersebut ialah gejala mayor dan minor. Gejala minor berupa gejala peradangan umum dengan didapatkannya demam tidak begitu tinggi, lesu, lekas tersinggung, BB menurun, anoreksia. Anemia dijumpai sebagai akibat tertejkannya sistem eritropoetik, perdarahan dari hidung (epistaksis). Sakit sendi dan sekitarnya (artralgia) terutama setelah latihan dan menghebat bila dikompres panas. Terdapat juga keluhan sakit perut yang menjadi berkurang jika diberi salisilat. Laju endap darah meninggi, protein C-reaktifdan ASTO juga meninggi.Stadium IV

Disebut juga stadium inaktif. Bail pasien DR tanpa kelainan jantung maupun dengan kelainan jantung rematik tanpa gejala sisa katup tidak menunjukkan gejala kelainan. Tetapi pasien yang dengan gejala sisa kelainan pada katup jantung, gejala timbul sesuai dengan kelainannya. Pada fase ini pasien DR dapat mengalami reaktifitas penyakitnya. Penyakit DR mempunyai beberapa gejala yang secara garis besar dibagi menjadi gejala mayor dan minor.7. Patogenesis

Meskipun pengetahuan tentang penyakit ini serta penelitian terhadap kuman beta-streptococcus hemolyticus grup A sudah berkembang pesat, namun mekanisme terjadinya demam reumatik yang pasti belum diketahui, pada streptococcus diketahui dapat menghasilkan tidak kurang dari 20 produk ekstra sel, produk-produk tersebut merangsang timbulnya antibodi.

Demam reumatik diduga merupakan akibat kepekaan tubuh yang berlebihan terhadap beberapa produk ini. Kaplan mengemukakan hipotesis tentang adanya reaksi silang antibodi terhadap streptococcus dengan otot jantung yang mempunyai antigen mirip antigen streptococcus hal inilah yang menyebabkan reaksi autoimun

8. Diagnosis Banding

- Artritis reumatoid. - Artritis bakterial.- Artritis virus. - Reaksi alergi.- Bising fungsionil. - Kelainan jantung bawaan.- Miokarditis virus - Miokarditis bakterial lain. - Lupus eritematosus sistemik.9. Pemeriksaan PenunjangPemeriksaan penunjang pada demam reumatik dibagi atas tiga golongan:

1. Golongan pertama meliputi uji radang jaringan akut, yakni fase akut.

2. Golongan kedua adalah uji bakteriologi dan serologis yang membuktikan infeksi streptococcus sebelumnya.

3. Golongan ketiga meliputi pemeriksaan radiologist elektrokardiografi, dan ekokardiografi untuk menilai adanya kelainan jantung.10. Penatalaksanaan

a. PencegahanLangkah awal dalam mencegah serangan awal endokarditis reumatik adalah mendeteksi adanya infeksi streptococcus untuk penatalaksanaan yang adekuat dan pemantauan epidemik dan komunitas. Setiap perawat harus mengenal tanda dan gejala faringitis streptococcus yaitu: panas tinggi 39, 9-40oC, menggigil, sakit tenggorokan disertai eksudat, nyeri abdomen.

c. Medik1. Tirah Baring.Semua penderita demam reumatik perlu tirah baring. Lamanya tergantung berat ringannya penyakit.Tabel: Tirah baring dan mobilisasi penderita demam reumatik (Taranta & Markowitz, 1989) Status JantungPenatalaksanaan

Tanpa KarditisTirah baring selama 2 minggu dan mobilisasi bertahap selama 2 minggu

Karditis tanpaKardiomegaliTirah baring selama 4 minggudan mobilisasi bertahap selama 4 minggu

Karditis denganKardiomegaliTirah baring selama 6 minggu dan mobilisasi bertahap selama 6 minggu

Karditis dengangagal jantungTirah baring selama dalam keadaan gagal jantung dan mobilisasi bertahap selama 3 bulan

2. Eradikasi kuman streptococusUntuk negara berkembang WHO menganjurkan penggunaan benzatin penisilin 1,2 juta IM. Bila alergio terhadap penisilin digunakan eritromisin 20 mg/kg BB 2X sehari3. Pemberian obat anti radang

Analgesik dan anti-inflamasiObat anti radang diberikan untuk menekan gejala radang akut yang timbul meskipun adanya radang dan perjalanan penyakitnya sendiri tidak berubah. Oleh karena itu obat anti radang sebaiknya hanya diberikan bila diagnosis telah ditegakkan.Tabel: Pedoman pemberian analgetik dan anti-inflamasiManifestasi KlinikPengobatan

ArtralgiaSalisilat saja 75-100 mg/kg BB/hari

Artritis saja, dan/atau karditis tanpa kardiomegaliSalisilat saja 100 mg/kg BB/hari selama 2 minggu dilanjutkan dengan 75 mg/kg BB selama 4-6 minggu.

Karditis dengan kardiomegali atau gagal jantungPrednison 2 mg/kg/ BB/hari selama 2 minggu,dikurangi bertahap selama 2 minggu ditambah salisilat 75 mg/kg BB selama 6 minggu.

4. Pengobatan suportif

Berupa diet tinggi kalori dan protein serta vitamin (terutama vitamin C) dan pengobatan terhadap komplikasi. Bila dengan pengobatan medikamentosa saja gagal perlu dipertimbangkan tindakan operasi pembetulan katup jantung.

DR mempunyai kecenderungan untuk terjadi serangan berulang, maka perlu diberikan pengobatan pencegahan (profilaksis sekunder), dengan memberikan benzatin penisilin 1,2 juta IM tiap bulan. Bila tidak mau disuntikan dapat diganti dengan penisilin oral 2 x 200.000 U/hari. Bila alergi terhadap obat tersebut dapat diberikan sulfadiazine 1000 mg/hari untuk anak 12 tahun keatas dan 500 mg/hari untuk anak 12 tahun kebawah. Lama pemberian profilaksis sekunder bergantung pada ada tidaknya dan beratnya karditis. Bagi yang berada di dalam lingkungan yang mudah terkena infeksi streptokok dianjurkan pemberian profilaksis seumur hidup. Keberhasilan pengobatan tersebut sangat bergantung dari pasien dan orang tuanya. Oleh karena itu, penyuluhan terhadap pasien orang tua merupakan bagian yang penting terutama penjelasan keadaan pasien dan ketaatan melaksanakan profilaksis sekunder.11. KomplikasiGagal jantung berat yang diakibatkan bocornya klep jantung terjadi pada beberapa kasus. Komplikasi lainnya termasuk aritmia jantung, pankarditis dengan efusi yang luas, pneumonitis rematik, emboli paru, infark dan kelainan katup jantung.BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS

1. Data Dasar Pengkajian Pasien

a. Identitas: meliputi data identifikasi pasien meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan, alamat dan identitas penanggung jawab

b. RKS: Riwayat kesehatan sekarang pada pada pasien demam reumatik

c. RKD: Riwayat kesehatan klien dahulu yang berhubungan dengan penyakit klien saat ini

d. RKK: Mengkaji pada keluarga apakah ada yang mempunyai penyakit yang berhubungan dengan penyakit yang dialami klien saat ini

e. Pemeriksaan1. Aktivitas/Istirahat

Gejala:Kelemahan, kelelahan

Pusing rasa berdenyut

Dispnea karena kerja Palpasi

Gangguan tidur

Tanda:Takikardi, gangguan pada tekanan darah, pingsan karena kerja, takipnea, dispnea.

2. Sirkulasi

Gejala:Serak, hemoptisis, batuk dengan/tanpa produksi sputum

Tanda:Sistolik tekanan darah menurun, tekanan nadi: penyempitan (SA): luas (IA)

Nadi karotid: lambat dengan volume nadi kecil (SA):

Bendungan dengan pulsasi arteri terlihat (IA)

Nadi apical: PMI kuat dan terletak di bawah dan ke kiri (IM): secara lateral kuat dan perpindahan tempat (IA)

Getaran: getaran diastolik ada aspek (SM)

Getaran sistolik pada dasar (SA), getaran sistolik sepanjang batas sternal kiri, betaran sistolik pada titik jugular dan sepanjang arteri karotis (IA).

Dorongan: dorongan apikal selama sistolik (SA)

Bunyi jantung: SI keras, pembukaan yang keras (SM), bunyi robekan luas.

Kecepatan: takikardi (MLP), takikardi pada istirahat (SM)

Irama : tak teratur, fibrilasi atrial, disritmia dan derajat pertama.

3. Integritas

Gejala:Tanda kecemasan, contoh gelisah, pucat, berkeringat, fokus menyempit, gemetar.

4. Makanan/cairan

Gejala:Disfagia, perubahan BB, penggunaan diuretik

Tanda:Edema umum, hepatomegali dan asites, hangat, kemerahan dan kulit lembab, pernapasan payah dan bising.

5. Neurosensori

Gejala:Pusing/pingsan berkenaan dengan beban kerja

6. Nyeri/kenyamanan

Gejala:Nyeri dada, angina

Nyeri dada non angina/tidak khas

7. Pernapasan

Gejala:Dispnea : batuk menetap atau nocturnal (sputum tidak produktif).

Tanda:Takipnea, bunyi napas adventisus, sputum banyak dan bercak darah, gelisah/ketakutan (pada adanya edema pulmonal)

8. Keamanan

Gejala:Proses infeksi, kemoterapi radiasi, adanya perawatan gigi/mulut.

9. Penyuluhan/pembelajaran

Gejala:Penggunaan obat IV baru/kronis

Pertimbangan: DRG menunjukkan rerata dirawat 4-9 hari

Rencana: bantuan dengan kebutuhan perawatan diri

Pemulangan: perubahan dalam terapi obat.

10. Pemeriksaan Diagnostik

MUGA: Menentukan fraksi ejeksi ventrikel istirahat dan latihan

Kateterisasi jantung: memberikan informasi diagnostik

Ventrikulografi kiri: digunakan untuk mendemonstrasikan prolaps katup mitral

Echocardiography: dua dimensi dan ekokardiografi dopller dapat memastikan masalah katup.

2. Prioritas Keperawatan

1. Mempertahankan curah jantung adekuat.

2. Mempertahankan dan meningkatkan toleransi aktivitas

3. Menghilangkan/mengontrol nyeri

4. Memberikan informasi tentang proses penyakit, manajemen dan pencegahan komplikasi.

3. Diagnosis yang Mungkin Muncul

1. Penurunan curah jantung berhubungan dengan peningkatan tekanan atrium dan kongesti vena.

2. Nyeri berhubungan dengan iskemia jaringan miokard

3. Resiko cidera berhubungan dengan gerakan koreik

BAB IV

TINJAUAN KASUS

Pengkajian

Tanggal masuk: 17 Oktober 2010

1. Identitas Diri Klien

Nama :An. A

TTL:Bengkulu, 11 April 2002

Umur:8 Tahun

Jenis Kelamin:Laki-laki

Alamat:Jl. Timur Indah

Status Perkawinan:-

Agama:Islam

Suku:Serawai

Pendidikan:-

Lama Bekerja:-

Sumber Informasi:Ibu

Keluarga terdekat yang dapat segera dihubungi (Ibu)

Nama:Ny. Y

Pendidikan:SMA

Pekerjaan:Swasta

Alamat:Jl. Timur Indah

2. Status Kesehatan

a. Keluhan utama

Pasien mengeluh sakit waktu menelan, demam, lesu, tidak nafsu makan, batuk, muntah, diare, sendi terasa sakit, nyeri di bagian dada.

b. Riwayat kesehatan dahulu

Keluarga mengatakan bahwa klien pernah menderita infeksi endokarditis sejak 1 tahun lalu.

c. Riwayat kesehatan keluarga

Keluarga mengatakan tidak ada anggota keluarga yang menderita demam reumatik.

3. Pemeriksaan Kebutuhan Sehari-hari

a. Pola Nutrisi

Frekuensi :2 x sehari

BB:38 kg

Makanan yang disukai:Snack, chiki

Makanan yang tidak disukai : nasi, sayur, buah

Makanan pantan:-

b. Pola eliminasi

1) Buang Air Besar

Frekuensi :1-2 x sehari

Warna:Kuning kecoklatan

Konsistensi:Lunak

2) Buang air kecil

Frekuensi:6-7 x sehari

Waktu:Pagi, malam, siang

Warna:Kuning jernih

Bau:Khas

c. Pola istirahat dan tidur

Waktu tidur :Jam 9 malam s/d jam 4.30 pagi

Lama tidur:6 jam

Kesulitan tidur:Tidak ada

d. Pola aktivitas

Pekerjaan:Belajar

Kegiatan waktu luang:Bermain

Kesulitan:Mudah merasa lelah saat melakukan aktivitas

Sendi terasa sakit saat pergerakan

e. Aspek psikososial

1) Pola komunikasi

Bahasa utama:Bahasa Bengkulu

Bahasa sehari-hari:Bahasa Bengkulu

Pola komunikasi:Baik

2) Pertahanan koping

Pengambilan keputusan dibantu orang lain.

f. Sistem kepercayaan

Kegiatan agama yang dilakukan : sholat dan mengaji

Kegiatan yang dilakukan selama di RS : shalat

4. Pengkajian fisik

a. Kepala

Bentuk:Simetris

Keluhan:-

Pusing:-

b. Mata

Ukuran pupil:Simetris

Reaksi terhadap cahaya:Baik

Akomodasi:-

Bentuk :Simetris

Konjungtiva:Anemis

Fungsi penglihatan:Baik

c. Hidung

d. Mulut dan tenggorokan

Pernafasan

Suara paru:Bergerum

Pola nafas:Teratur

Sputum:NormalAnalisa Data

NoTgl/ JamData SenjangPenyebabMasalah

1DS :

Klien mengatakan dadanya terasa sakit

Klien mengatakan tubuhnya terasa lesu

Klien mengatakan tubuhnya terasa panas dingin seperti demam

DO :

Klien terlihat memegang dadanya sambil meringis kesakitan

Klien terlihat pucat dan lesu

Klien dispnea

TTV :

TD : 100/70 mmHg

N : 60 x / menit

S : 38,7oC

R : 24 x / menit

Peningkatan tekanan atrium dan kongesti venaPenurunan curah jantung

2DS :

Klien mengatakan dadanya terasa sakit

Klien mengeluh saat menelan

Klien mengatakan sendinya nyeri

DO :

Klien kesakitan waktu sendinya digerakkan

Klien terlihat kesakitan di saat menelan

Klien memegangi dadanya sambil kesakitan

Klien terlihat meringis kesakitan

Iskemia jaringan miokardNyeri

Perencanaan

NoDiagnosaTujuanKriteria HasilIntervensiRasional

1Penurunan curah jantung berhubungan dengan peningkatan tekanan atrium dan kongesti vena

Penurunan curah jantung dapat teratasiMenunjukkan penurunan dispnea Pantau TD, nadi apikal, nadi perifer

Pantau irama jantung

Tingkatkan dorongan tirah baring dengan kepala tempat tidur ditinggikan 45 derajat

Bantu dengan aktivitas sesuai indikasi, misal : berjalan bila pasien mampu turun dari tempat tidur

Diskusikan teknik manajemen stress

Berikan O2 suplemen sesuai indikasi, pantau DGA/nadi oksimetri

Berikan obat-obatan sesuai indikasi, misal : anti disritmia obat isotropik vasodilator, diuretik. Indikator klinis dari keadekuatan curah jantung

Disritmia umum pada pasien dengan penyakit katup

Menurunkan volume darah yang kembali ke jantung yang memungkinkan on sigensi menurunkan dispnea, dan regangan jantung.

Melakukan kembali aktivitas secara bertahap mencegah pemeriksaan terhadap cadangan jantung.

Reduksi ansietas dapat menurunkan jantung simpatis dan beban kerja jantung

Memberikan O2 untuk ambilan miokard dalam upaya mengkompensasi peningkatan kebutuhan O2.

Pengobatan disritmia atrial/ventrikuler khususnya mendasari kondisi dan simtomatologi.

2Nyeri berhubungan dengan iskemia jaringan miokardNyeri dapat teratasi Menurunnya rasa nyeri dada

Menurunnya rasa nyeri sendi

Menurunnya nyeri waktu menelan

Selidiki laporan nyeri dada dan bandingkan dengan episode sebelumnya, gunakan skala nyeri (0-10) untuk rentang intensitas, catat ekskresi verbal nyeri respon otomatis terhadap nyeri

Berikan lingkungan istirahat dan batasi aktivitas sesuai kebutuhan

Anjurkan pasien berespon tepat terhadap angina

Berikan vasodilator, contoh : nitrogliserin nifedipin sesuai indikasi.

Perbedaan gejala perlu untuk mengidentifikasi penyebabnya, perilaku dan perubahan pada vital, membantu menentukan derajat adanya ketidak nyamanan pasien khususnya bila pasien menolak adanya nyeri

Aktivitas yang meningkatkan kebutuhan O2 miokardia.

Penghentian aktivitas menurunkan kebutuhan O2 dan kerja jantung dan sering menghentikan angina

Obat diberikan untuk meningkatkan sirkulasi miokardia, menurunkan angina sehubungan dengan iskemia miokardia.

Implementasi Keperawatan

NoDiagnosaTindakan KeperawatanParaf

1Penurunan curah jantung berhubungan dengan peningkatan tekanan atrium dan kongesti vena

Memantau TD, nadi apikal, nadi perifer (jam 9), 17 Oktober 2010

Memantau tekanan jantung sesuai indikasi (jam 10.00 Wib), 17 Oktober 2010

Meninggikan kepala 45o guna tirah baring pasien (jam 10.30 wib), 17 Oktober 2010

Membantu aktivitas pasien sesuai indikasi, misal : berjalan (11.00 wib) 17 Oktober 2010

Mendemonstrasikan teknik manajemen stress (jam 12.00 wib) 17 Oktober 2010

Memberikan O2 suplemen sesuai indikasi (jam 01.00 wib) 17 Oktober 2010

Memberikan obat-obat sesuai indikasi (jam 02.00 wib) 17 Oktober 2010

2Nyeri berhubungan dengan iskemia jaringan miokard Mengatasi nyeri (jam 08.00 wib) 17 Oktober 2010

Mengevaluasi respon terhadap obat (09.00 Wib) 17 Oktober 2010

Memberikan lingkungan istirahat dan batasi sesuai kebutuhan (jam 10.00 Wib), 17 Oktober 2010

Menganjurkan pasien berespon tepat terhadap angina (jam 11.00 Wib) 17 Oktober 2010

Memberikan vasodilator sesuai indikasi (01.00 Wib) 17 Oktober 2010

Evaluasi

NoHari/TglEvaluasiParaf

117-19

Oktober 2010

Pukul 11.00 Wib

S:-Klien mengatakan tidak lesu lagi

-Klien mengatakan tubuhnya tidak panas dingin lagi

-Klien mengatakan dadanya tidak sakit lagi.

O:-Klien tidak terlihat pucat dan lesu lagi

-Klien tidak dispnea lagi

-Klien tidak meringis kesakitan lagi

-TTV :

TD : 120/80 mmHg

N : 80 x / menit

S : 37oC

A:Masalah teratasi

P:Intervensi dihentikan

217-21

Oktober 2010Pukul : 01.00 Wib

S:-Klien mengatakan tidak sakit lagi waktu menelan

-Klien mengatakan sendi-sendinya tidak nyeri lagi

-Klien mengatakan dadanya tidak sakit lagi

O:-Klien tidak meringis kesakitan lagi

-Klien tidak kesakitan lagi waktu menelan

-Klien tidak kesakitan lagi waktu sendinya digerakkan

-TTV :

TD : 120/80 mmHg

RR : 24 x / menit

S : 37oC

N : 80 x / menit

A:Masalah teratasi

P:Intervensi dihentikan

BAB V

PENUTUP

5.1. Kesimpulan

1. Demam reumatik ialah sindrom klinis sebagai akibat infeksi beta streptococcus hemolyticus grup A.

2. Faktor-faktor predisposisi yang berpengaruh pada timbulnya demam reumatik, yaitu faktor genetik, jenis kelamin, golongan etnik dan ras, umur, keadaan gizi, dll

3. Kemungkinan besar demam reumatik akut ditunjukkan dengan adanya 2 kriteria mayor dan kriteria minor.

5.2. Saran

Diharapkan kepada para pembaca khususnya mahasiswa/i STIKES Tri Mandiri Sakti Bengkulu dapat memahami konsep teori asuhan keperawatan demam reumatik.

DAFTAR PUSTAKA

Carpenito-moyet, Lynda juall. 2006. Buku Saku Diagnosis Keperawatan Ed. 10. Jakarta: EGC

Doenges, Marilynn, E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta: EGC.

Hasan, Rusepno, 2005. IKA. Jakarta: Fakultas Kedokteran UI.

Mansjoer, Arif, dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 2. Jakarta: Media Aesculapius

Price, Sylvia. A. 2006. Patofisiologi. Jakarta: EGC.