kusta

7
KUSTA / LEPRA / MORBUS HANSEN Definisi Kusta merupakan penyakit infeksi yang kronik, dan penyebabnya ialah Mycobacterium leprae yang bersifat intraselular obligat. Saraf perifer sebagai afinitas pertama, lalu kulit dan mukosa traktus respiratorius bagian atas, kemudian dapat ke organ lain kecuali susunan saraf pusat. Kriteria diagnosis Diagnosis penyakit kusta didasarkan pada penemuan tanda kardinal (tanda utama), yaitu: 1.Bercak kulit yang mati rasa Bercak hipopigmentasi atau eritematosa, mendatar (makula), meninggi (plak), atau berupa lesi lainnya. Mati rasa pada bercak bersifat total atau sebagian saja terhadap rasa raba, rasa suhu dan rasa nyeri. 2. Penebalan saraf tepi Dapat disertai rasa nyeri dan dapat juga disertai atau tanpa gangguan fungsi saraf yang terkena, yaitu : a. gangguan fungsi sensoris : mati rasa b. gangguan fungsi motoris : paresis atau paralisis

Upload: salzabila-bustam

Post on 22-Oct-2015

12 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: KUSTA

KUSTA / LEPRA / MORBUS HANSEN

Definisi

Kusta merupakan penyakit infeksi yang kronik, dan penyebabnya ialah Mycobacterium leprae

yang bersifat intraselular obligat. Saraf perifer sebagai afinitas pertama, lalu kulit dan mukosa

traktus respiratorius bagian atas, kemudian dapat ke organ lain kecuali susunan saraf pusat.

Kriteria diagnosis

Diagnosis penyakit kusta didasarkan pada penemuan tanda kardinal (tanda utama), yaitu:

1.Bercak kulit yang mati rasa

Bercak hipopigmentasi atau eritematosa, mendatar (makula), meninggi (plak), atau

berupa lesi lainnya. Mati rasa pada bercak bersifat total atau sebagian saja terhadap rasa raba,

rasa suhu dan rasa nyeri.

2. Penebalan saraf tepi

Dapat disertai rasa nyeri dan dapat juga disertai atau tanpa gangguan fungsi saraf yang

terkena, yaitu :

a. gangguan fungsi sensoris : mati rasa

b. gangguan fungsi motoris : paresis atau paralisis

c. gangguan fungsi otonom : kulit kering, retak, edema, pertumbuhan rambut

yang terganggu.

3. Ditemukannya kuman tahan asam

Bahan pemeriksaan adalah hapusan kulit cuping telinga dan lesi kulit pada bagian yang aktif.

Kadang-kadang bahan diperoleh dari biopsi kulit dan saraf.

Page 2: KUSTA

Untuk menegakkan diagnosis penyakit kusta, paling sedikit harus ditemukan satu tanda

kardinal. Bila tidak atau belum dapat ditemukan, maka kita hanya dapat mengatakan tersangka

kusta dan pasien perlu diamati dan diperiksa ulang setelah 3-6 bulan sampai diagnosis kusta

dapat ditegakkan atau disingkirkan.

Klasifikasi

Klasifikasi Zona spectrum kusta

Ridley&Jopling TT BT BB BL LL

Madrid Tuberkuloid Borderline Lepromatosa

WHO Pausibasilar (PB) Multibasilar (MB)

Puskesmas PB MB

Diagnosis banding

Pada lesi makula, diagnosis bandingnya adalah vitiligo, ptiriasis versikolor, ptiriasis alba, tinea

korporis. Pada lesi papul: granuloma annulare, lichen planus. Pada lesi plak: tinea korporis,

ptiriasis rosea, psoriasis. Pada lesi nodul: acne vulgaris, neurofibromatosis. Pada lesi saraf,

amyloidosis, diabetes, dan trachoma.

Komplikasi

Lepra mungkin penyebab tersering kerusakan tangan. Trauma dan infeksi kronik sekunder dapat

menyebabkan hilangnya jari jemari ataupun ekstremitas bagian distal. Juga sering terjadi

kebutaan. Fenomena lucio yang ditandai dengan artitis, terbatas pada pasien lepromatosus difus,

infiltratif dan non noduler. Kasus klinik yang berat lainnya adalah vaskulitis nekrotikus dan

menyebabkan meningkatnya mortalitas. Amiloidosis sekunder merupakan penyulit pada

penyakit leprosa berat terutama ENL kronik.

Terapi

Regimen pengobatan kusta disesuaikan dengan yang direkomendasikan oleh WHO/DEPKES RI

(1981). Untuk itu klasifikasi kusta disederhanakan menjadi:

1. Pausi Basiler (PB)

Page 3: KUSTA

2. Multi Basiler (MB)

Dengan memakai regimen pengobatan MDT (Multi Drug Treatment). Kegunaan MDT untuk

mengatasi resistensi Dapson yang semakin meningkat, mengatasi ketidakteraturan penderita

dalam berobat, menurunkan angka putus obat pada pemakaian monoterapi Dapson, dan dapat

mengeliminasi persistensi kuman kusta dalam jaringan.

PB dengan lesi tunggal diberikan ROM (Rifampicin Ofloxacin Minocyclin). Pemberian obat

sekali saja langsung RFT (Release From Treatment). Obat diminum di depan petugas. Anak-

anak Ibu hamil tidak di berikan ROM. Bila obat ROM belum tersedia di Puskesmas diobati

dengan regimen pengobatan PB lesi (2-5).Bila lesi tunggal dgn pembesaran saraf diberikan:

regimen pengobatan PB lesi (2-5).

Regimen pengobatan kusta dengan lesi tunggal (ROM) menurut WHO/DEPKES RI

Rifampicin Ofloxacin Minocyclin

Dewasa

(50-70 kg)

600 mg 400 mg 100 mg

Anak

(5-14 th)

300 mg 200 mg 50 mg

PB dengan lesi 2 – 5. Lama pengobatan 6 dosis ini bisa diselesaikan selama (6-9) bulan. Setelah

minum 6 dosis ini dinyatakan RFT (Release From Treatment) yaitu berhenti minum obat.

Regimen MDT pada kusta Pausibasiler (PB)

Rifampicin Dapson

Dewasa 600 mg/bulan

Diminum di depan

petugas kesehatan

100 mg/hr diminum di

rumah

Anak-anak 450 mg/bulan 50 mg/hari diminum di

Page 4: KUSTA

(10-14 th) Diminum di depan

petugas kesehatan

rumah

MB (BB, BL, LL) dengan lesi > 5 .Lama pengobatan 12 dosis ini bisa diselesaikan selama 12-18

bulan. Setelah selesai minum 12 dosis obat ini, dinyatakan RFT (Release From Treatment) yaitu

berhenti minum obat. Masa pengamatan setelah RFT dilakukan secara pasif untuk tipe PB

selama 2 tahun dan tipe MB selama 5 tahun

Tabel 2.5 Regimen MDT pada kusta Multibasiler (MB)

Rifampicin Dapson Lamprene

Dewasa 600 mg/bulan

diminum di depan

petugas kesehatan

100 mg/hari diminum

di rumah

300 mg/bulan

diminum di depan

petugas kesehatan

dilanjutkan dgn 50

mg/hari diminum di

rumah

Anak-anak

(10-14 th)

450 mg/bulan

diminum di depan

petugas

50 mg/hari diminum

di rumah

150 mg/bulan

diminum di depan

petugas kesehatan

dilanjutkan dg 50 mg

selang sehari

diminum di rumah

Obat kusta baru

Pada penatalaksanaan program MDT-WHO masalah-masalah yang timbul yaitu adanya

resistensi kuman terhadap rifampisin dan lamanya pengobatan terutama pada kusta MB. Pada

penderita kusta PB timbul masalah yaitu masih menetapnya lesi kulit setelah 6 bulan pengobatan

dan Late Reversal Reaction (LVR) yang timbul justru setelah selesai MDT. Obat-obat baru yang

sudah terbukti efektif tersebut adalah : ofloksasin, minosiklin, dan klaritromisin.

a. Ofloksasin

Page 5: KUSTA

Ofloksasin merupakan turunan fluorokuinolon yang paling aktif terhadap M. leprae in vitro.

Dosis optimal harian adalah 400 mg. Efek sampingnya adalah mual, diare, dan gangguan saluran

cerna lainnya, berbagai gangguan SSP termasuk insomnia, nyeri kepala, dizziness. Penggunaan

pada anak, remaja, wanita hamil dan menyusui harus hati-hati. Selain ofloksasin dapat pula

digunakan levofloksasin dengan dosis 500 mg sehari. Obat tersebut lebih baru, jadi lebih efektif.

b. Minosiklin

Termasuk dalam kelompok tetrasiklin. Efek bakterisidal lebih tinggi daripada klarirotmisin,

tetapi lebih rendah daripada rifampisin. Dosis standar harian 100 mg. Efek sampingnya adalah

pewarnaan gigi bayi dan anak-anak, kadang dapat menyebabkan hiperpigmentasi kulit dan

membrane mukosa, berbagai simtom saluran cerna dan SSP termasuk dizziness dan

unsteadiness. Oleh sebab itu tidak dianjurkan untuk anak-anak atau selama kehamilan

c. Klaritromisin

Merupakan kelompok antibiotic makrolid dan mempunyai aktivitas bakterisidal terhadap M.

leprae. Pada penderita kusta lepromatosa, dosis harian 500 mg dapat membunuh 99% kuman

hidup dalam 28 hari dan lebih dari 99,9% dalam 56 hari. Efek sampingnya adalah nausea,

vomitus, dan diare yang terbukti sering ditemukan bila obat ini diberikan dengan dosis 2000 mg.

Prognosis

Bergantung pada seberapa luas lesi dan tingkat stadium penyakit. Kesembuhan bergantung pula

pada kepatuhan pasien terhadap pengobatan. Terkadang pasien dapat mengalami kelumpuhan

bahkan kematian, serta kualitas hidup pasien menurun.