kel 7 kusta

32
ASUHAN KEPERAWATAN KOMUNITAS PENYAKIT TROPIS KUSTA Disusun oleh : KELOMPOK VII 1. Rafika Nurmalasari. (130915010) 2. Astrilia Diah K. (130915011) 3. Lisca Candra L. (130915012) 4. Noki Rama D. S. (130915063) 5. Bayu Rizki S. (130915064) 6. Nuril Khamidiyah (130915065) 7. Cinthya Surya N. 130915097) 8. Acintya Clarissa C. (130915123) 9. Ikhwan Supyanto (130915124) 10. Abd. Holiq (130915125) PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

Upload: gustians

Post on 15-Apr-2017

2.641 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Kel 7   kusta

ASUHAN KEPERAWATAN KOMUNITAS

PENYAKIT TROPIS KUSTA

Disusun oleh :

KELOMPOK VII

1. Rafika Nurmalasari. (130915010)

2. Astrilia Diah K. (130915011)

3. Lisca Candra L. (130915012)

4. Noki Rama D. S. (130915063)

5. Bayu Rizki S. (130915064)

6. Nuril Khamidiyah (130915065)

7. Cinthya Surya N. 130915097)

8. Acintya Clarissa C. (130915123)

9. Ikhwan Supyanto (130915124)

10. Abd. Holiq (130915125)

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS AIRLANGGA SURABAYA

2011

Page 2: Kel 7   kusta

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Alhamdulillah, puji syukur kehadirat Allah SWT karena atas Rahmat dan Nikmat-Nya

kami dapat menyelesaikan tugas makalah ini dengan lancar dan tepat pada waktunya.

Makalah ini membahas tentang Asuhan Keperawatan Komunitas dengan Penyakit

Tropis Kusta. Jadi asuhan keperawatan merupakan salah satu metode untuk membantu pasien

dalam menyelesaiakan masalah yang sedang dihadapi.

Dalam pembuatan makalah ini tidak lepas dari bantuan beberapa pihak,diantaranya :

1. Bapak Makhfudli, S.Kep.,Ns.,M.Ked.Trop selaku Fasilitator Kelompok 7 Keperawatan

Kesehatan Komunitas II.

2. Pihak-pihak yang ikut serta dalam proses pembuatan makalah ini

Oleh karena itu, pada kesempatan ini kami mengucapkan banyak terima kasih atas

bantuan dan kerjasamanya dalam menyelesaikan makalah ini.

Kami menyadari sebagai manusia kami banyak kekurangan. Oleh karena itu dengan

kerendahan hati, kami mohon pembaca berkenan memberikan kritik dan saran demi

penyempurnaan pembuatan makalah berikutnya. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi

kita semua khususnya bagi kelompok kami.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Surabaya, 8 Oktober 2011

Penyusun

Page 3: Kel 7   kusta

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kusta merupakan penyakit menular dan menahun yang disebabkan oleh kuman

Mycobacterium Leprae, penyakit ini menyerang kulit, saraf tepi dan dapat pula menyerang

jaringan tubuh lainnya kecuali otak. Penyakit kusta adalah salah satu penyakit menular yang

menimbulkan masalah yang sangat kompleks. Masalah yang dimaksud bukan hanya dari segi

medis tetapi meluas sampai masalah sosial, ekonomi, budaya, keamanan dan ketahanan

nasional. (Depkes RI, 2007). Penyakit kusta sampai saat ini masih ditakuti masyarakat,

keluarga termasuk sebagian petugas kesehatan. Hal ini disebabkan masih kurangnya

pengetahuan dan kepercayaan yang keliru terhadap kusta dan cacat yang ditimbulkan oleh

kusta.

Jumlah penderita lepra (kusta) di Indonesia masih tinggi. Selama kurun waktu 10

terakhir data jumlah penderita lepra di Indonesia tidak mengalami penurunan. Sekitar 17 ribu

penderita lepra baru ditemukan di seluruh Indonesia. Jumlah penderita lepra di Indonesia

nomor tiga di dunia setelah India dan Brazil. Jumlah penderita lepra yang masih tinggi

diantaranya Jawa Timur, Papua, Sulawesi Selatan, dan Maluku. Khusus Jawa Timur

merupakan wilayah dengan jumlah penyandang kusta terbanyak di Indonesia, Jawa Timur

menjadi daerah endemis penyakit kusta. Penyebaran penderita dan penyakit ini berada di 12

wilayah yakni Jember, Situbondo, Bondowoso, Probolinggo, Pasuruan, Sampang, Sumenep,

Bojonegoro, Bangkalan, Pamekasan, Tuban dan Lamongan.

Suatu kenyataan bahwa sebagian besar penderita kusta adalah dari golongan ekonomi

lemah. Perkembangan penyakit pada diri penderita bila tidak ditangani secara cermat dapat

menimbulkan cacat dan keadaan ini menjadi halangan bagi penderita kusta dalam kehidupan

bermasyarakat untuk memenuhi kebutuhan sosial ekonomi mereka, juga tidak dapat berperan

dalam pembangunan bangsa dan negara. Disamping cacat yang timbul, pendapat yang keliru

dari masyarakat terhadap kusta, rasa takut yang berlebihan atau leprophobia akan

memperkuat persoalan sosial ekonomi penderita kusta.

Mengingat kompleksnya masalah penyakit kusta, maka di perlukan program

penanggulangan secara terpadu dan menyeluruh dalam hal pemberantasan, rehabilitasi medis,

rehabilitasi sosial ekonomi dan permasyarakatan dari bekas penderita kusta. Dengan

kemajuan teknologi di bidang promotif, pencegahan, pengobatan serta pemulihan kesehatan

Page 4: Kel 7   kusta

di bidang penyakit kusta, maka penyakit kusta sudah dapat diatasi dan seharusnya tidak lagi

menjadi masalah kesehatan masyarakat.

.

1.2. Rumusan Masalah

Bagaimana konsep dan penanggulangan dari penyakit tropis kusta?

1.3. Tujuan

Tujuan Umum

Menjelaskan konsep dan penanggulangan penyakit kusta.

Tujuan Khusus

1. Menjelaskan definisi kusta.

2. Menjelaskan penyebab kusta.

3. Menjelaskan klasifikasi kusta.

4. Menjelaskan tanda gejala penyakit kusta.

5. Menjelaskan cara penularan kusta.

6. Menjelaskan pemeriksaan klinis kusta.

7. Menjelaskan penatalaksanaan kusta.

8. Menjelaskan masalah-masalah dalam masyarakat akibat penyakit kusta.

9. Menjelaskan program-program kesehatan untuk penderita kusta.

10. Menjelaskan peran perawat komunitas dalam menangani kusta.

1.4. Manfaat

1. Bagi Mahasiswa

Menambah pengetahuan mahasiswa tentang definisi, etiologi, masalah kesehatan,

serta program dan kebijakan pemerintah dalam upaya pemberantasan penyakit kusta.

2. Bagi Masyarakat

Dapat meningkatkan pengetahuan masyarakat dan turut serta dalam pemberantasan

penyakit kusta.

Page 5: Kel 7   kusta

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi Kusta

Kusta adalah penyakit infeksi kronis yang disebabkan oleh Mycobacterium

leprae dan biasanya mempengaruhi kulit serta saraf tepi, namun memiliki berbagai

macam manifestasi klinis. (WHO, 2010). Penyakit ini ditandai dengan borok dari

tulang dan kulit yang menyebabkan hilangnya sensasi, lumpuh, gangrene, dan

deformasi. (The American Heritage-Dictionary of the English language).

2.2. Penyebab Kusta

Penyebab penyakit kusta adalah kuman kusta, yang berbentuk batang dengan

ukuran panjang 1–8 mic, lebar 0,2–0,5 mic biasanya berkelompok dan ada yang

tersebar satu-satu, hidup dalam sel dan bersifat tahan asam (BTA).

Masa belah diri kuman kusta adalah memerlukan waktu yang sangat lama

dibandingkan dengan kuman lain, yaitu 12-21 hari. Hal ini merupakan salah satu

penyebab masa tunas lama yaitu rata-rata 2–5 tahun.

2.3. Klasifikasi dan Kriteria Kusta

Untuk keperluan pengobatan kombinasi atau Multidrug Therapy (MDT) yaitu

menggunakan gabungan Rifampicin, Lamprene dan DDS, maka penyakit kusta di

Indonesia diklasifikasikan menjadi 2 tipe yaitu :

a. Tipe PB (Pausi basiler).

b. Tipe MB (Multi basiler).

Dalam menentukan klasifikasi tipe PB dan MB didasarkan pada criteria seperti

tabel dibawah ini. Penentuan tipe tidak boleh berpegang pada hanya salah satu dari

kriteria, akan tetapi harus dipertimbangkan dari seluruh criteria.

Page 6: Kel 7   kusta

Tabel 1.1 Kriteria untuk tipe PB dan MB (Depkes RI-Buku pedoman pemberantasan kusta,

2007)

Kelainan kulit dan hasil

pemeriksaan bakteriologisPB MB

1. Bercak (makula)

a. Jumlah1-5 Banyak

b. Ukuran Kecil dan besar Kecil-kecil

c. Distribusi Unilateral atau bilateral

asimetrisBilateral, simetris

d. Konsistensi Kering dan kasar Halus, berkilat

e. Batas Tegas Kurang tegas

f. Kehilangan rasa

pada bercak Selalu ada dan jelas

Biasanya tidak jelas, jika ada,

terjadi pada yang sudah usia

lanjut.

g. Kehilangan

kemampuan

berkeringat, bulu

rontok pada bercak

Bercak tidak

berkeringat, ada bulu

rontok pada bercak.

Bercak masih berkeringat, bulu

tidak rontok.

2. Infiltrat :

a. KulitTidak ada Ada, kadang-kadang tidak ada

b. Membran mukosa

(hidung tersumbat

perdarahan di

hidung)

Tidak pernah ada Ada, kadang-kadang tidak ada.

3. Ciri-ciri khusus

“central healing”

penyembuhan di

tengah

1. Punched out lession **

2. Madarosis

3. Ginekomastia

4. Hidung pelana

5. Suara sengau

4. Nodulus Tidak ada Kadang-kadang ada

5. Penebalan syarafLebih sering terjadi

dini, asimetris

Terjadi pada yang

lanjut, biasanya lebih

dari satu dan simetris.

Page 7: Kel 7   kusta

6. Deformitas (cacat) Biasanya asimetris

terjadi dini

Terjadi pada stadium

lanjut

7. Apusan BTA negatif BTA positif

2.4. Tanda dan Gejala

Untuk menetapkan diagnosa penyakit kusta perlu dicari tanda-tanda pokok

atau “cardinal signs” pada badan yaitu :

1. Kelainan kulit/lesi yang hypopigmentasi atau kemerahan dengan hilang/mati

rasa yang jelas.

2. Kerusakan dari syaraf tepi, yang berupa hilang/mati rasa dan kelemahan otot

tangan, kaki, atau muka.

3. Adanya kuman tahan asam di dalam kultur jaringan kulit (BTA positif).

Seseorang dinyatakan sebagai penderita kusta bilamana terdapat satu dari

tanda-tanda pokok diatas. Bila ragu-ragu orang tersebut dianggap sebagai kasus

dicurigai (suspek) dan diperiksa ulang setiap 3 bulan sampai diagnose dapat ditegakkan

kusta atau penyakit lain.

2.5. Cara Penularan

Penyakit kusta dapat ditularkan dari penderita kusta tipe Multi basiler (MB)

kepada orang lain dengan cara penularan langsung. Cara penularan yang pasti belum

diketahui, tetapi sebagian besar para ahli berpandapat bahwa penyakit kusta dapat

ditularkan melalui saluran pernafasan dan kulit (Depkes RI, 2007). Timbulnya

penyakit kusta bagi seseorang tidak mudah, dan tidak perlu ditakuti tergantung dari

beberapa faktor antara lain :

1. Faktor Sumber Penularan.

Sumber penularan adalah penderita kusta tipe MB. Penderita MB ini pun tidak akan

menularkan kusta, apabila berobat teratur.

2. Faktor Kuman Kusta.

Kuman kusta dapat hidup diluar tubuh manusia antara 1-9 hari tergantung pada suhu

atau cuaca, dan diketahui hanya kuman kusta yang utuh (solid) saja yang dapat

menimbulkan penularan.

3. Faktor Daya Tahan Tubuh.

Page 8: Kel 7   kusta

Sebagian besar manusia kebal terhadap penyakit kusta (95 %). Dari hasil penelitian

menunjukkan gambaran sebagai berikut :

Dari 100 orang yang terpapar : 95 orang tidak menjadi sakit.

2 orang sembuh sendiri tanpa obat.

2 orang menjadi sakit, hal ini belum lagi

memperhitungkan pengaruh pengobatan.

2.6 Pemeriksaan Klinis

A. Pemeriksaan kulit

1. Persiapan

a. Tempat.

Tempat pemeriksaan harus cukup terang, sebaiknya diluar rumah tidak boleh

langsung dibawah sinar matahari.

b. Waktu pemeriksaan.

Pemeriksaan diadakan pada siang hari (menggunakan penerangan sinar

matahari).

c. Yang diperiksa :

Diberikan penjelasan kepada yang akan diperiksa dan keluarganya tentang cara

pemeriksaan. Anak-anak cukup memakai celana pendek, sedangkan orang

dewasa (laki-laki dan wanita) memakai kain sarung tanpa baju.

2. Pelaksanaan pemeriksaan :

Pelaksanaan pemeriksaan terdiri dari :

a. Pemeriksaan pandang,

b. Pemeriksaan rasa raba pada kelainan kulit, dan

c. Pemeriksaan syaraf tepi dan fungsinya.

a. Pemeriksaan Pandang.

Tahap pemeriksaan.

1) Pemeriksaan dimulai dengan orang yang diperiksa behadapan dengan petugas

dan dimulai kepala (muka, cuping telinga kiri, pipi-kiri, cuping telinga kakan,

pipi kanan, hidung, mulut, dagu, leher bagian depan). Penderita diminta untuk

memejamkan mata, mengetahui fungsi syaraf dibuka. Semua kelainan kulit

diperhatikan.

2) Pundak kanan, lengan bagian belakang, tangan, jari-jari tangan (penderita

diminta meluruskan tangan kedepan dengan telapak tangan menghadap

Page 9: Kel 7   kusta

kebawah, kemudian tangan diputar dengan telapak tangan menghadap keatas),

telapak tangan, lengan bagian dalam, ketiak, dada dan perut ke pundak kiri,

lengan kiri dan seterusnya (putarlah penderita pelan-pelan dari sisi yang satu

ke sisi yang lainnya untuk melihat sampingnya pada waktu memeriksa dada

dan perut).

3) Tungkai kanan bagian luar dari atas ke bawah, bagian dalam dari bawah ke

atas, tungkai kiri dengan cara yang dalam dari bawah ke atas, tungkai kiri

dengan cara yang sama.

4) Yang diperiksa kini diputar sehingga membelakangi petugas dan pemeriksaan

dimulai lagi dari :

5) Bagian belakang telinga, bagian belakang leher,punggung, pantat tungkai

bagian belakang dan telapak kaki. Perhatikan setiap bercak (makula), bintil-

bintil (nodulus) jaringan parut, kulit yang keriput, dan setiap penebalan kulit.

Bilamana meragukan, putarlah penderita pelan pelan dan periksa pada jarak

kira-kira ½ meter.

b. Pemeriksaan Rasa Raba pada Kelainan Kulit.

Sepotong kapas yang dilancipkan dipakai untuk memeriksa rasa raba.

Periksalah dengan ujung dari kapas yang dilancipi secara tegak lurus pada

kelainan kulit yang dicurigai. Yang diperiksa sebaiknya duduk pada waktu

pemeriksaan. Terlebih dahulu petugas menerangkan bahwa bilamana merasa

tersentuh bagian tubuhnya dengan kapas, ia harus menunjukkan kulit yang

disentuh dengan jari telunjuknya atau dengan menghitung sentuhan untuk

bagian yang sulit dijangkau, ini dikerjakan dengan mata terbuka. Bilamana hal

ini telah jelas, maka ia diminta menutup matanya, kalau perlu matanya ditutup

dengan sepotong kain/karton. Kelainan-kelainan di kulit diperiksa secara

bergantian dengan kulit yang normal disekitarnya untuk mengetahui ada

tidaknya anaesthesi.

c. Pemerksaan rasa raba syaraf tepi.

Pemeriksaan syaraf : Raba dengan teliti urut syaraf tepi berikut n.auricularis

magnus, n.ularis, n.radialis, n.medianus,n.peroneus, dan n.tibialis posterior.

Petugas harus mencatat apakah syaraf tersebut nyeri tekan atau tidak dan

menebal atau tidak. Ia harus memperhatikan raut muka penderita apakah ia

kesakitan atau tidak pada waktu syaraf diraba.

Page 10: Kel 7   kusta

d. Bila hasil pemeriksaan memenuhi kriteria penyakit kusta maka catatlah

kelainan-kelainan yang ditemukan pada kartu penderita, sesuai tandatanda,

jumlahnya, besarnya, dan letaknya.

2.7 Penatalaksanaan

Tujuan utama program pemberantasan kusta adalah menyembuhkan pasien

kusta dan mencegah timbulnya cacat serta memutuskan mata rantai penularan dari

pasien kusta terutama tipe yang menular kepada orang lain untuk menurunkan

insidens penyakit.

Program Multi Drug Therapy (MDT) dengan kombinasi rifampisin,

klofazimin, dan DDS dimulai tahun 1981. Program ini bertujuan untuk mengatasi

resistensi dapson yang semakin meningkat, mengurangi ketidaktaatan pasien,

menurunkan angka putus obat, dan mengeliminasi persistensi kuman kusta

dalamjaringan.

Rejimen pengobatan MDT di Indonesia sesuai rekomendasi WHO ( 1995)

sebagai berikut:

1. Tipe PB

Jenis obat dan dosis untuk orang dewasa:

a. Rifampisin 600 mg/bulan diminum di depan petugas.

b. DDS tablet 100 mg/hari diminum di rumah.

Pengobatan 6 dosis diselesaikan dalam 6-9 bulan. dan setelah selesai minum 6 dosis

dinyatakan RFT (Release From Treatment = berhenti minum obat kusta) meskipun

secara klinis lesinya masih aktif. Menurut WHO (1995) tidak lagi dinyatakan RFT

tetapi menggunakan istilah Completion of Treatment Cure dan pasien tidak lagi dalam

pengawasan.

Tabel 1. Obat dan dosis regimen MDT-PB

Obat & Dosis MDT – Kusta PB

Dewasa AnakBB < 35 kg BB >

35 kg10-14 thn

Rifampisin(diawasi petugas)

450 mg/bln   600 mg/bln

450 mg/bln(12-15 mg/kgBB/bln)

Dapson(Swakelola) 50 mg/hr(1-2 mg/kgBB/hr)

100 mg/hr

50 mg/hr(1-2 mg/kgBB/hr)

Page 11: Kel 7   kusta

2. Tipe MB

Jenis obat dan dosis untuk orang dewasa:

a. Rifampisin 600 mg/bulan diminum di depan petugas.

b. Klofazimin 300 mg/bulan diminum di depan petugas dilanjutkan dengan

klofazimin 50 mg/hari diminum di rumah.

c. DDS 100 mg/hari diminum di rumah.

Pengobatan 24 dosis diselesaikan dalam waktu maksimal 36 bulan. Sesudah

selesai minum 24 dosis dinyatakan RFT meskipun secara klinis lesinya masih aktif

dan pemeriksaan bakteri positif Menurut WHO ( 1998) pengobatan MB diberikan

untuk 12 dosis yang diselesaikan dalam 12-18 bulan dan pasien langsung dinyatakan

RFT.

Dosis untuk anak :

Klofazimin: Umur di bawah 10 tahun : bulanan 100 mg/bulan harian 50 mg/2

kali/minggu

Umur 11-14 tahun :  bulanan 100 mg/bulan harian 50 mg/3  kali/minggu

DDS   : 1 - 2 mg/kg berat badan

Rifampisin : 10-15 mg/kg berat badan

Tabel 2. Obat dan dosis regimen MDT-MB

Obat & Dosis MDT – Kusta MB

Dewasa AnakBB < 35 kg BB >

35 kg10-14 thn

Rifampisin(diawasi petugas)

450 mg/bln   600 mg/bln

450 mg/bln(12-15 mg/kgBB/bln)

Klofazimin  300 mg/bln (diawasi petugas)dan dilanjutkan esok50 mg/hr (swakelola)

200 mg/bln (diawasi)dan dilanjutkan esok50 mg/hr (swakelola)

Dapson(Swakelola) 50 mg/hr(1-2 mg/kgBB/hr)

100 mg/hr

50 mg/hr(1-2 mg/kgBB/hr)

3. Pengobatan MDT terbaru

Page 12: Kel 7   kusta

Metode ROM adalah pengobatan MDT terbaru. Menurut WHO ( 1998), pasien

kusta tipe PB dengan lesi hanya 1 (satuj cukup diberikan dosis tunggal rifampisin 600

mg, olloksasin 400 mg, dan minosiklin I 00 mg dan pasien langsung dinyatakan RFT,

sedangkan untuk tipe PB dengan 2-5 lesi diberikan 6 dosis dalam 6 bulan. Untuk tipe

MB diberikan sebagai obat alternatif dan dianjurkan digunakan sebanyak 24 dosis

dalam 24 bulan.

4. Putus Obat

Pada pasien kusta tipe PB yang tidak minum obat sebanyak 4 dosis dari yang

seharusnya maka dinyatakan DO, sedangkan pasien kusta tipe MB dinyatakan DO

bila tidak minum obat 12 dosis dari yang seharusnya.

5. Evaluasi Pengobatan

Evaluasi pengobatan menurut Buku Panduan Pemberantasan Penyakit Kusta

Depkes  ( 1999) adalah sebagai berikut:

a. Pasien PB yang telah mendapat pengobatan MDT 6 dosis dalam waktu 6 sampai

9 bulan dinyatakan RFT tanpa diharuskan menjalani pemeriksaan laboratorium.

b. Pasien MB yang telah mendapat pengobatan MDT 24 dosis dalam waktu 24-36

bulan dinyatakan RFT tanpa diharuskan menjalani pemeriksaan laboratorium.

c. RFT dapat dilaksanakan setelah dosis dipenuhi tanpa diperlukan pemeriksaan

laboratorium. Dikeluarkan dari register pasien dan dimasukkan dalam register

pengamatan (surveillance) dan dapat dilakukan oleh petugas kusta.

6. Masa Pengamatan.

Pengamatan setelah RFT dilakukan secara pasif    :

a)      Tipe PB selama 2 tahun.

b)  Tipe MB selama 5 tahun tanpa diperlukan pemeriksaan laboratorium.

7. Hilang/Out of Control (OOC)

Pasien PB maupun MB dinyatakan hilang bilamana dalam 1 tahun tidak

mengambil obat dan dikeluarkan dari register pasien.

a. Relaps (kambuh)

Terjadi bila lesi aktif kembali setelah pernah dinyatakan sembuh atau RFT.

8. Komplikasi

Cacat merupakan komplikasi yang dapat terjadi pada pasien kusta baik akibat

kerusakan fungsi saraf tepi maupun karena neuritis sewaktu terjadi reaksi kusta.

Page 13: Kel 7   kusta

2.8 Masalah Kesehatan

Stigma masyarakat

Karena pengertian masyarakat yang keliru tentang penyakit kusta, berkembang

pendapat yang keliru tanpa pembuktian. Untuk itu kekeliruan tersebut harus diluruskan.

Tidak benar bahwa kusta adalah penyakit keturunan atau karena guna-guna. Tidak benar

juga disebutkan kusta terjadi karena berhubungan seks saat menstruasi atau salah makan.

Harus ditegaskan pada masyarakat bahwa kusta tidak menular dan dapat disembuhkan.

Kesulitan dalam pemberantasan kusta, baik dalam pengobatan, pencegahan

dan penanganan kecacatan disebabkan masih besarnya stigma masyarakat terhadap

penderita kusta sehingga mereka menyembunyikan diri atau dikucilkan. Sebagian besar

penderita adalah dari golongan ekonomi lemah. Dengan adanya kecacatan itu, akan

memperburuk kondisi ekonominya, kehilangan lapangan pekerjaan, kehilangan

kesempatan kerja, kehilangan kesempatan untuk bersosialisasi dengan lingkungannya.

2.9 Program Kesehatan

Badan Kesehatan Dunia (WHO) telah mengeluarkan strategi global untuk

terus berupaya menurunkan beban penyakit kusta dalam: ”Enhanced global strategy

for futher reducing the disease burden due to leprosy 2011 – 2015”; dimana target

yang ditentukan adalah penurunan sebesar 35% angka cacat kusta pada akhir tahun

2015 berdasarkan data tahun 2010. Dengan demikian, tahun 2010 merupakan tonggak

penentuan pencapaian target tersebut. Menkes menekankan bahwa penyakit kusta

masih merupakan masalah kesehatan sehingga pelu penanganan dari berbagai lintas

program dan lintas sektor terkait. Sektor tersebut antara lain Kementerian Sosial,

Kementerian Dalam Negeri, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM),

Rumah Zakat, Persatuan Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin (Perdoski), Netherland

Leprosy Relief (NLR), tim penggerak PKK Pusat, Perhimpunan Mandiri Kusta

(Permata).

Program pemerintah :

a. Tujuan :

1. Tujuan Jangka Panjang : Eradikasi Kusta di Indonesia

2. Tujuan Jangka Menengah : Menurunkan angka kesakitan kusta.

3. Tujuan Jangka Pendek :

Page 14: Kel 7   kusta

a. Penemuan Penderita (Case Finding)

Penemuan penderita sedini mungkin sehingga propinsi cacat tingkat dua

diantara penderita baru dapat ditekan serendah mungkin.

b. Implementasi MDT.

Meningkatkan pengobatan MDT sebagai obat standar di daerah

pengembangan sehingga mancakup 100% penderita terdaftar dan penderita

baru.

c. Pembinaan pengobatan (“Case Holding”).

Agar semua penderita PB yang di MDT akan selesai pengobatannya dalam

batas waktu 9 bulan, dan semua penderita MB yang di MDT akan selesai

pengobatannya dalam batas waktu 18 bulan.

d. Mencegah cacat pada penderita yang telah terdaftaf sehingga tidak akan

terjadi cacat baru.

e. Penyuluhan kesehatan di bidang kusta.

Melakukan penyuluhan kesehatan masyarakat tentang penyakit kusta, agar

masyarakat memahami kusta yang sebenarnya dan mengurangi leprophobia.

f. Pengawasan sesudah RFT.

Memberikan motifasi kepada semua penderita agar dating memeriksakan

dirinya setiap 3 bulan setelah selesai masa pengobatan selama 2 tahun untuk

tipe PB dan 5 tahun untuk tipe MB.

h. Melaksanakan pencatatan dan pelaporan sesuai dengan ketentuan yang telah

ditetapkan dalam memenuhi kebutuhan program.

b. Kebijaksanaan

1. Penderita kusta tidak boleh diisolasi.

2. Obat kusta diberikan secara cuma-cuma.

3. Regimen MDT mengikuti rekomendasi WHO.

4. Program P2 Kusta diintegrasikan kedalam sistem pelayanan

kesehatan dan rujukan.

c. Strategi

1. MDT dilaksanakan secara intensif dan extensif.

2. Meningkatkan peran serta organisasi swasta.

3. Meningkatkan peran serta lintassektor dan kerjasama program.

4.Meningkatkan kemampuan serta ketrampilan petugas yang bertanggung jawab.

Page 15: Kel 7   kusta

d. Kegiatan Pemberantasan Kusta

1. Penemuan penderita.

a. Penemuan penderita secara pasif (sukarela)

Penemuan penderita yang dilakukan terhadap orang yang belum pernah

berobat kusta yang datang sendiri atau atas saran orang lain ke Puskesmas/

sarana kesehatan lainnya. Penderita ini biasanya sudah dalam stadium lanjut.

Faktor-faktor yang menyebabkan penderita terlambat datang berobat ke

Puskesmas/sarana kesehatan lainnya :

1. Tidak mengerti tanda dini kusta.

2. Malu datang ke Puskesmas.

3. Adanya Puskesmas yang belum siap.

4. Tidak tahu bahwa ada obat tersedian cuma-cuma di Puskesmas.

5. Jarak penderita ke Puskesmas/sarana kesehatan lainnya terlalu jauh.

b. Penemuan penderita secara aktif

Penemuan penderita secara aktif dapat dilaksanakan dalam beberapa

kegiatan:

1. Pemeriksaan kontak serumah (survai kontak).

a. Tujuan :

1). Mencari penderita baru yang mungkin sudah lama ada dan belum

berobat (index case).

2). Mencari penderita baru yang mungkin ada.

b. Sasaran :

Pemeriksaan ditujukan pada semua anggota keluarga yang tinggal

serumah dengan penderita.

c. Frekwensi pemeriksaan :

Pemeriksaan dilaksanakan minimal 1 tahun sekali dimulai pada saat

anggota keluarga dinyatakan sakit Kusta pertama kali dan perhatian

khusus ditujukan pada kontak tipe MB.

d. Pelaksanaan :

1). Membawa kartu kuning (kartu penderita), dari penderita yang sudah

dicatat dan membawa kartu penderita kosong,alat-alat untuk

pemeriksaan serta obat MDT.

Page 16: Kel 7   kusta

2). Mendatangi rumah penderita dan memeriksa semua anggota

keluarga penderita yang tercatat dalam kolom yang tersedia pada kartu

kuning.

3). Bila ditemukan penderita baru dari pemeriksaan itu maka dibutlah

kartu baru dan dicatat sebagai penderita baru, kemudian diberikan obat

MDT dosis pertama.

4). Memberikan penyuluhan kepada penderita dan semua anggota

keluarga.

5). Hasil pemeriksaan kontak dicatat pada “ Pencatatan Hasil

Penemuan Penderita ”

2. Pemeriksaan anak sekolah SD/Taman Kanak-kanak atau sederajat disebut

survei sekolah.

a. Tujuan :

1). Mendapatkan kasus baru secara dini.

2). Memberikan penyuluhan kepada murid dan guru.

b. Sasaran :

1). Semua anak SD dan sederajat.

2). Taman Kanak-kanak.

c. Frekuensi pemeriksaan

Pemeriksaan anak sekolah dilaksanakan 2 tahun 1 kali.

d. Pelaksanaan Pemeriksaan

Untuk melakukan survei sekolah ini perlu dibina kerjasama dengan

UKS dan guru-guru sekolah. Perlu diberikan penyuluhan kesehatan

terlebih dahulu kepada murid-murid bertempat di lapangan upacara

atau didalam suatu ruangan yang cukup besar bila mungkin.Sesudah

pemeriksaan murid-murud kelas demi kelas, mulai dari kelas 1

danakhirnya kelas 6, maka diadakan penyuluhan kesehatan kepada

guru-guru bertempat di Kantor guru atau ruangan lainnya. Pada

pemeriksaan murid tersebut, bila ada yang dicurigai kusta, dirujuk ke

Puskesmas untuk pemeriksaan lebih lanjut. Jumlah anak yang

diperiksa dan penderita baru

diketemukan dicatat pada buku “Pencatatan Harian Penemuan

Penderita”

Page 17: Kel 7   kusta

3. “Chase Survey”

Maksud dari survei ini adalah mencari penderta baru dalam suatu lingkup

kecil misalnya Desa atau kelurahan sambil membina partisipasi

masyarakat.

a. Tujuan :

1). Mencari penderita baru dalam lingkup kecil.

2). Membina partisipasi masyarakat.

b. Sasaran : Desa/Kelurahan, atau unit yang lebih kecil seperti dusun.

c. Frekwensi : 1 x setahun.

d. Pelaksanaan :

1). Persiapan.

Pimpinan Puskesmas “chusus survey” dengan Kepala Desa atau

memberitahukan dengan mengirim surat melalui Camat untuk

menentukan tanggal pelaksanaannya, sebaiknya diadakan bersama

dengan pertemuan bulanan desa, atau kegiatan lain.

2). Pelaksanaan.

Pertemuan (Penyuluhan Kesehatan) diadakan sesuai dengan tanggal

yang telah ditetapkan dan dipimpin oleh Kepala Desa.

Sesudah beberapa hari kemudian, sesuai dengan waktu yang

ditetapkan maka diadakan pemeriksaan terhadap suspek. Bila

ditemukan penderita baru dibuatkan kartu dan diberi pengobatan

serta penyuluhan kesehatan yang lebih dalam terhadap penyakitnya.

Kartu penderita diisi dengan lengkap. Bilamana dari suspek yang

tercatat belum dapat diperiksa, maka nama suspek tersebut dicatat

oleh petugas kesehatan dan direncanakan akan diperiksa Puskesmas.

4. Survai Khusus.

a. Survai Fokus :

Dilakukan pada suatu lingkup kecil misalnya suatu RT, dimana proporsi

penderita baru MB minimal 60% dan dijumpai penderita usia muda

cukup tinggi.

Caranya :

Terlebih dahulu didaftarkan nama penduduk RT menurut keluarga

mulai dari kepala keluarga dan kemudian diperiksa rumah demi rumah

Page 18: Kel 7   kusta

yang alpa dicari untuk diperiksa. Survai Fokus ini dilakukan satu kali

saja kalau perlu diulang di tahun-tahun kemudian.

b. Random Sample Survay (Survay Prevalensi).

Survai ini dilakukan sesuai perancanaan danpetunjuk dari Pusat sesudah

diadakan “set-up” secara statistik oleh ahli statistik WHO atau yang

ditunjuk Depkes. Survei ini dilaksanakan dengan timyang tetap dan

dipimpin oleh seorang yang telah berpengalaman di bidang kusta.

2.10 Peran Perawat

1. Care Giver

Peran perawat sebagai care giver dilakukan dengan memberikan pelayanan

kepada penderita kusta dan keluarga dalam bentuk promotif, preventif, kuratif dan

rehabilitatif. Salah satu bentuk kegiatannya adalah dengan mencegah terjadinya

kecacatan akibat penyakit kusta dan mengadakan penyuluhan-penyuluhan untuk

menekan endemis penyakit kusta.

2. Advokat

Peran perawat sebagai advokat adalah dengan memberikan perlindungan

kepada penderita kusta dan keluarga. Contoh pelaksanaan peran advokat adalah

memastikan bahwa penderita kusta mendapatkan obat sesuai dengan jadwal dan jenis

pengobatannya.

3. Edukator

Perawat memainkan peran sebagai pemberi health education dalam bentuk

penyuluhan yang berisi tentang pemahaman instruksi pengobatan pada penderita

kusta. Karena selama ini fenomena yang ditemukan di masyarakat adalah banyaknya

penderita kusta yang putus pengobatan atau drop out dengan alasan bahwa obat-

obatan yang dikonsumsi terlalu banyak dan lamanya pengobatan. Para penderita kusta

harus mengkonsumsi 6 dosis obat untuk penderita tipe Pausi Basiller (PB) dan12

dosis multi basiller (MB), dalam kurun waktu untuk PB 6-9 bulan dan untuk MB 12-

18 bulan (Dit Jen PPM & PL, 2002). Kebanyakan dari mereka berpendidikan rendah,

selain itu kualitas interaksi dengan perawat juga belum terjalin dengan baik, mereka

cenderung takut untuk bertanya. Dari kurangnya pengetahuan, kualitas interaksi yang

belum terjalin dengan baik maka motivasi penderita kusta untuk melakukan

pengobatan kurang bahkan memilih untuk drop out dari pengobatan. Sehingga

diharapkan peran perawat lebih dimaksimalkan, salah satunya adalah dengan

Page 19: Kel 7   kusta

memotivasi penderita untuk terus melakukan pengobatan sampai tuntas serta

mengarahkan keluarga pasien untuk selalu memantau dalam hal peraturan

mengkonsumsi obat.

Page 20: Kel 7   kusta

BAB 4

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Penyakit kusta adalah penyakit menular yang menahun dan disebabkan oleh kuman

kusta (Mycobacterium leprae) yang menyerang syaraf tepi, kulit dan jaringan tumbuh

lainnya.Penyebab penyakit kusta adalah kuman kusta, yang berbentuk batang dengan

ukuran panjang 1–8 mic, lebar 0,2–0,5 mic biasanya berkelompok dan ada yang tersebar

satu-satu, hidup dalam sel dan bersifat tahan asam (BTA). Penyakit kusta diklasifikasikan

menjadi dua, yaitu tipe pausi basiler (PB), dan multi basiler (MB).

Timbulnya penyakit kusta bagi seseorang tidak mudah tergantung dari beberapa faktor

antara lain faktor sumber penularan, faktor kuman kusta, dan faktor daya tahan tubuh.

Seseorang dinyatakan sebagai penderita kusta bilamana terdapat kelainan kulit/lesi

yang hypopigmentasi atau kemerahan dengan hilang/mati rasa yang jelas, kerusakan dari

syaraf tepi, yang berupa hilang/mati rasa dan kelemahan otot tangan, kaki, atau muka, dan

adanya kuman tahan asam di dalam kultur jaringan kulit (BTA positif).

Pemerintah Indonesia telah membuat program dan kebijakan untuk mengatasi

penyebaran kusta dimasyarakat. Program-program tersebut terdiri dari berbagai kegiatan,

kegiatan tersebut diantaranya adalah penemuan penderita, pemberian obat, pembinaan

pengobatan, penyuluhan kesehatan serta pencatatan dan pelaporan

4.2 Saran

1. Makalah ini dapat digunakan sebagai salah satu masukan dalam rangka meningkatkan

program pemerintah dalam usaha pemberantasan penderita kusta sehingga penyakit

kusta dapat dibasmi secara tuntas.

2. Makalah ini dapat digunakan sebagai masukan untuk mengetahui apa saja faktor-

faktor yang menyebabkan sulitnya pemberantasan penyakit kusta.

3. Perawat semakin memaksimalkan perannya untuk membantu upaya pemberantasan

penyakit kusta.

Daftar Pustaka

Page 21: Kel 7   kusta

Depkes, 1998, Buku Pedoman Pemberantasan Penyakit Kusta, Cetakan ke-XII, Depkes

Jakarta

ü Mansjoer, Arif, 2000, Kapita Selekta Kedokteran Jilid 2 Ed. III, media Aeuscualpius,

Jakarta.

http://mukrinasution.blogspot.com/2010/09/penyakit-kusta.html

Arief Mansjoer dkk., 2000, Kapita Selekta Kedokteran, Media Aesculapius FKUI, Jakarta.

_____, http://www.kabarmadura.com/jumlah-penderita-kusta-di-jatim-tertinggi.html. diakses

tanggal 21 oktober 2011 pukul 19.42

_____, http://us.surabaya.detik.com/read/2011/02/02/102259/1558723/466/30-persen-

penderita-kusta-didominasi-warga-jatim?881104465. diakses tanggal 21 oktober 2011

pukul 19.25

_____,http://hanyaberita.com/penderita-lepra-di-indonesia-terbesar-ke-3-di-dunia/1936/.

diakses tanggal 21 oktober 2011 pukul 20.02

_____,http://koran.republika.co.id/berita/35129/

Jumlah_Penderita_Kusta_di_Indonesia_Cenderung_Naik. Diakses tanggal 21 Oktober

2011 pukul 19.00

_____,http://us.health.detik.com/read/2011/04/07/171659/1611158/763/penderita-lepra-di-

indonesia-nomer-tiga-di-dunia?ld991103763. Diakses tanggal 21 Oktober 2011 pukul

19.00

Anonim.2009. Penatalaksanaan kusta di Indonesia. Disitasi dari https://pramareola14.wordpress.com/2009/12/09/penatalaksanaan-kusta-di-indonesia/. Diakses pada 23 Oktober 2011 jam 13.40

Yayan, M. 2011. Askep Klien dengan Pnyakit Kusta. Disitasi dari http://yayannerz.blogspot.com/2011/03/askep-klien-dengan-penyakit-kusta.html. Diakses pada 23 Oktober 2011 jam 14.05