56239474 laporan tutorial modul 1 blok 12 kusta

Upload: annisa-f-sharfina

Post on 07-Apr-2018

249 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 8/3/2019 56239474 Laporan Tutorial Modul 1 Blok 12 Kusta

    1/22

    Skenario I 1

    1.SkenarioNYERI YANG MENYIKSA

    Rizal, buruh bangunan berumur 35 tahun, datangke Puskesmas dengankeluhannyeri

    sekali dikedua lengan menjalarkejari-jari tangankanankiri sejak 1 minggu yan lalu disertai

    demam. Kepada Dokter Widi yang memeriksanya di Puskesmas, Rizaljuga mengatakan ada

    bercakkemerahan berbentuk bulat seperti donat dipunggung, dada, dan dindingperut sejak 1

    tahunyang lalu, tidakgatal, terasakebas bila diraba. Untuk bercakkemerahan itu, Rizal telah

    berobat ke beberapa dokter danpengobatanalternatif, tetapikeluhannya tidak berkurang. Di

    saat lengan Rizal terasa nyeri sejak 1 minggu yang lalu, bercak merah tersebut semakin

    menebal.

    Dokter Widi memeriksa suhu badan Rizal: 38C. Daripemeriksaan fisik, dokter

    Widi menemukan siku lengankanankiriyangagak bengkak,pasien merasa sangat nyeri bila

    disentuh atau digerakkan. Dokter Widijuga menemukan makula eritema menebal 4-5 buah

    dengan diameter 8-13 cm menebal dengan bentukpunched out lession.

    Dokterjuga melakukanpemeriksaan saraf tepi dan ditemukanpenebalan saraf

    padan. Ulnaris sinistra dandextra, sangat nyeri bila ditekan tetapin. Auricularis magnus tidak

    menebal. Dokter melakukan tes fungsi sarafpada makulaeritemanya, didapatkananestesipada

    tes sensorik yang berupa uji panas dingin, uji rasa raba dan uji nyeri atau tusuk. Tidak

    ditemukanclaw hands, tidak ditemukanatrofi m. Tenar dan m. Hipotenar, tidakadajariyang

    mutilasi dan telescopicfinger.

    Tes Gunawan (+). Kemudian dilakukanpemeriksaan laboratorium denganpemeriksaan

    Ziehl Neelsen Reiz serum daricuping telinga danlesi dipunggung hasilnya BI (+2) dan MI (1%).

    Padapemeriksaankerokankulit dengan KOH 10% darilesi tidak ditemukan hifa.

    1.TerminologiMakula : bintik pucat pada kulit yang tidak menonjol pada permukaan

    kulit (dorland)

    Eritema : perubahanwarnakemerahanpadakulit yang disebabkanoleh

    pelebaranpadakapilerygreversibel

    Punched out lession : Lesi berbentuk bulat seperti donat (FK UI)

    Anestesi : Kehilangan sensasi biasanya disebabkan oleh kerusakan saraf

    danreseptor (Dorland)

    Claw hands : Fleksi danatrofi dari tangan danjari-jemari

  • 8/3/2019 56239474 Laporan Tutorial Modul 1 Blok 12 Kusta

    2/22

    Skenario I 2

    Atrofi : Pengurusan,pengecilan ukuran suatu sel,jaringan,organ,atau

    bagian tubuh (Dorland)

    M. Hipotenar : Otot intrinsikjarikelingking untuk fleksi,abduksi,oposisiyang

    terdiri dari otot palmaris brefis, abduktor digitiminimi, fleksor

    digitiminimi brefis danoponens digiti (Dorland)

    M. Tenar : Otot abduktor danfleksoribu jari (Dorland)

    Mutilasi : Terpotong, terputus suatu bagian tubuh

    Telescopicfinger : Pemendekanjari-jariakibat adanyajaringanfibrosis

    Tes Gunawan : Suatu tes untuk menentukan suatu keadaan dehidrasi di daerah

    lesi. Pada tes ini, digunakan pena tinta yang digoreskan dari

    daerah tengah lesikekulit normal.

    P. Ziehl Neelsen : Suatu metodepewarnaan BTA

    Ritz : Sampel serum dari cuping telinga yang digunakan untuk

    pemeriksaan Ziehl Neelsen

    Hifa : Benang benang halus padajamur

    IB : Jumlah keseluruhan bakteripadapemeriksaan BTA, baik bakteri

    hidup dan bakteri mati

    IM : Presentasejumlah bakteri yang hidup yang ditemukan dalam

    pemeriksaan BTA yang menentukanfaktorpenularan.

    2.Identifikasi Masalah Mengapapasien merasakannyeri di kedua lengan menjalar kejari-jari tangan kanan kiri

    disertai demam?

    Apa yang menyebabkan terdapat bercak kemerahan berbentuk bulat seperti donat dipunggung, dada dan dindingperut?

    Mengapa bercak merah tersebut makin menebal sejak Rizal merasanyeri sejak 1 mingguyanglalu?

    Mengapakeluhan Rizal tidak berkurangwalaupun sudah berobat? Mengapa terjadi pembengkakan pada siku lengan kanan kiri pasien bila disentuh atau

    digerakkan?

    Mengapa bercak merah tersebut tidakgatal dan terasakebas bila diraba?

  • 8/3/2019 56239474 Laporan Tutorial Modul 1 Blok 12 Kusta

    3/22

    Skenario I 3

    Mengapa ditemukan makula eritema menebal 4 5 buah dengan diameter 8 13 cmmenebal dengan bentukpunched out lession?

    Mengapa terjadipenebalann. Ulnaris sinistra dan dextra dan sangat nyeri bila ditekan? Bagaimana interpretasi dari Tes Gunawan, Pemeriksaan Ziehl Neelsen, Pemeriksaan KOH

    10%? Apa maknaklinis dariatrofi M. Tenar dan M. Hipotenar?

    3.Analisi Masalah Nyeri dan demam menunjukkan adanya reaksi radang. Penjalaran nyeri tersebut

    menunjukkanadanya reaksi radangpada sarafyang mempersarafi daerah lengan sampai

    jari jari tangan yaitu neuritis. Saraf yang mungkin terkena yaitu n. Ulnaris dan n.

    Medianus.

    Bercak merah dapat ditemukan pada sifilis stadium 2 dan tinea korporis. Lesi berbentukdonat merupakan bentukkhas padapenyakit kusta tipe BB. Tandakebas padalesi tersebut

    merupakanpatognomonikpadapenyakit kusta.

    Neuritis disertai lesi semakin menebal dapat ditemukanpada reaksi tipe -1. Kemungkinantipekustapada skenarioadalah tipe BB yang ditunjangadanya lesi punched out lession di

    punggung, dada dan dinding perut. Bercak merah semakin menebal karena terjadi

    peningkatan sistem imun seluler.

    Pengobatan tidakadekuat,pemeberian dosis obat tidak tepat. Pembengkakan pada siku kanan dan kiri akibat adanya penebalan n.ulnaris sinistra dan

    dextraakibat reaksiimun. Kerusakan organ sensoris pada daerah makula eritema. Bercak merah tidak gatal

    menyingkirkanreaksialergi.

    Penebalann.ulnaris sinistra dandextraakibat adanyareaksi sistem imun Tes Gunawan untuk melihat kerusakan saraf otonom pada derah lesi dengan ditandai

    keadaan dehidrasi di daerah lesi. Pemeriksaan Ziehl Neelson untuk melihat BTA.

    Pemeriksaan KOH 10% untuk melihat jamurpada sediaan,jika tidak ditemukan hifa maka

    hasilpemeriksaannegatif. BI (+2) = ditemukan 1 10 BTA dalam 10 lapangpandang. MI

    (1%) = terdapat 1 BTA utuh dalam 100 BTA yang ditemukan.

  • 8/3/2019 56239474 Laporan Tutorial Modul 1 Blok 12 Kusta

    4/22

    Skenario I 4

    4.Sistematika Masalah

    ANAMNESIS

    Keluhan Utama:nyeri dikedualengan menjalarkejari-jari tangankanankiri sejak 1 minggu yang

    lalu disertai demam

    Riwayat Penyakit Sekarang :

    y Bercakkemerahan berbentuk bulat seperti donat dipunggung, dada dan dindingperutsejak 1 tahunyglalu, tidakgatal dan terasakebas bila diraba

    y Bercak merah semakin menebal saat nyeri terasa sejak seminggu yanglaluRiwayat Pengobatan:

    berobat ke dokter danalternatiftetapikeluhan tidak berkurang

    Pemeriksaan Fisik

    Vital sign: 38o

    C

    Siku lengankanankiriagak bengkak,nyeri bila disentuh atau digerakkan

  • 8/3/2019 56239474 Laporan Tutorial Modul 1 Blok 12 Kusta

    5/22

    Skenario I 5

    Makulaeritema menebal 4-5 buah, diameter 8-13 cm,punched out lesion

    Saraftepi

    n. Ulnaris sinistra dan dextrapenebalan,nyeri tekan

    N. Aurikularis magnus tidak menebal

    Tes fungsi sarafanestesi

    Tidak ditemukanclaw hands,atrofi m.tenar dan m. Hipotenar, mutilasi dan telescopicfinger

    Pemeriksaan Penunjang

    Tes Gunawan (+)

    Pemeriksaan Ziehl Neelson Reiz serum BI (+2), MI (1%)

    Pemeriksaankerokankulit dengan KOH 10% tidak ditemukan hifa

    Diagnosis Banding

    Pitiriasis versikolor

    Tineakorporis Psoriasis Sifilis II

    DIAGNOSIS

    Kusta tipe BB + reaksikusta tipe 1

    Penatalaksanaan

  • 8/3/2019 56239474 Laporan Tutorial Modul 1 Blok 12 Kusta

    6/22

    Skenario I 6

  • 8/3/2019 56239474 Laporan Tutorial Modul 1 Blok 12 Kusta

    7/22

    Skenario I 7

    KUSTA

    1. DefinisiIstilah kusta berasal dari bahasa sansekerta, yakni kustha berarti kumpulan gejala-gejala kulit

    secara umum. Penyakit kusta disebut juga Morbus Hansen, sesuai dengan nama yang

    menemukan kuman yaitu Dr. Gerhard Armauwer Hansen pada tahun 1874 sehingga penyakit ini

    disebut Morbus Hansen. Kusta merupakan penyakit infeksi yang kronik dan penyebab ialah

    Mycobacterium leprae yang bersifat intraselular obligat. Saraf perifer sebagai afinitas pertama,

    lalu kulit dan mukosa traktus respiratorius bagian atas, kemudian dapat ke organ lain kecuali

    susunan saraf pusat (Kosasih, 2002).

    2. EpidemiologiPenyakit ini diduga berasal dari Afrika atau Asia Tengah yang kemudian menyebar keseluruh

    dunia lewat perpindahan penduduk ini disebabkan karena perang, penjajahan, perdagangan antar

    benua dan pulau-pulau. Penyakit ini masuk ke Indonesia diperkirakan pada abad ke IV-V yang

    diduga dibawa oleh orang-orang India yang datang ke Indonesia untuk menyebarkan agamanya

    dan berdagang.

    Cara-cara penularan penyakit kusta sampai saat ini masih merupakan tanda tanya. Yang

    diketahui hanya pintu keluar kuman kusta dari tubuh si penderita, yakni selaput lendir hidung.

    Tetapi ada yang mengatakan bahwa penularan penyakit kusta adalah:

    a. Melalui sekret hidung, basil yang berasal dari sekret hidung penderita yang sudah

    mengering, diluar masih dapat hidup 27 x 24 jam.

    b. Kontak kulit dengan kulit. Syarat-syaratnya adalah harus dibawah umur 15 tahun, dan adanya

    kontak yang lama dan berulang-ulang.

  • 8/3/2019 56239474 Laporan Tutorial Modul 1 Blok 12 Kusta

    8/22

    Skenario I 8

    Menurut Ress (1975) dapat ditarik kesimpulan bahwa penularan dan perkembangan penyakit

    kusta hanya tergantung dari dua hal yakni jumlah atau keganasan Microbacterium leprae dan

    daya tahan tubuh penderita. Disamping itu faktor-faktor yang berperan dalam penularan ini

    adalah :

    - Usia : Anak-anak lebih peka dari pada orang dewasa

    - Jenis kelamin : Laki-laki lebih banyak dijangkiti

    - Ras : Bangsa Asia dan Afrika lebih banyak dijangkiti

    - Kesadaran sosial :Umumnya negara-negara endemis kusta adalah negara dengan tingkat sosial

    ekonomi rendah

    - Lingkungan : Fisik, biologi, sosial, yang kurang sehat (Zulfikli, 2003).

    Di Indonesia penderita anak-anak di bawah umur 14 tahun didapatkan 13 %, tetapi anak di

    bawah umur 1 tahun jarang sekali. Frekuensi tertinggi terdapat pada kelompok umur antara 25-

    35 tahun. Kusta terdapat dimana-mana, tertama di Asia, Afrika, Amerika latin, daerah tropis dan

    subtropics, serta masyarakat yang social ekonominya rendah.

    Gambar 2.1 Penyebaran Lepra di Dunia ( WHO, 2002)

  • 8/3/2019 56239474 Laporan Tutorial Modul 1 Blok 12 Kusta

    9/22

    Skenario I 9

    3. EtiologiKuman penyebabnya adalahMycobacterium leprae yang ditemukan oleh G. A. Hansen pada

    tahun 1874 di Norwegia.M.leprae berbentuk basil dengan ukuran 3-8 Um x 0,5 Um, tahan asam

    dan alkohol, serta positif Gram. Sampai sekarang belum dapat dibiakkan dalam media

    artifisial. Masa replikasi kuman memerlukan waktu yang sangat lama dibandingkan dengan

    kuman lain, yaitu 2-21 hari. Oleh karena itu masa tunas menjadi lama, yaitu rata-rata 25 tahun

    (Kosasih, 2002).

    4. PatogenesisM. leprae berpredileksi di daerah-daerah tubuh yang relatif lebih dingin. Ketidakseimbangan

    antara derajat infeksi dan derajat penyakit disebabkan oleh respon imun yang berbeda yang

    menyebabkan timbulnya reaksi granuloma setempat atau menyeluruh yang dapat sembuh sendiri

    atau progresif. Oleh karena itu penyakit kusta dapat disebut sebagai penyakit imunologik. Gejala

    klinisnya lebih sebanding dengan tingkat reaksi selularnya daripada intensitas infeksinya.

    Meskipun cara masuk M. leprae ke dalam tubuh masih belum diketahui dengan pasti,

    beberapa penelitian telah memperlihatkan bahwa yang tersering ialah melalui kulit yang lecet

    pada bagian tubuh yang bersuhu dingin dan melalui mukosa nasal. Pengaruh, M leprae terhadap

    kulit bergantung pada faktor imunitas seseorang, kemampuan hidup M. leprae pada, suhu tubuh

    yang rendah, waktu regenerasi yang lama, serta sifat kuman yang avirulens dan nontoksis.

    M. leprae merupakan parasit obligat intraselular yang terutama terdapat pada sel makrofag di

    sekitar pembuluh darah superfisial pada dermis atau sel Schwann di jaringan saraf. Bila kuman

    M. leprae masuk ke dalam tubuh, maka tubuh akan bereaksi mengeluarkan makrofag (berasal

    dari sel monosit darah, sel mononuklear, histiosit) untuk memfagositnya. Pada kusta tipe TT

    kemarnpuan fungsi sistem imunitas selular tinggi, sehingga makrofag sanggup menghancurkan

    kuman. Sayangnya, setelah semua kuman di fagositosis, makrofag akan berubah menjadi sel

    epiteloid yang tidak bergerak aktif dan kadang-kadang bersatu membentuk sel datia Langhans.Bila infeksi ini tidak segera diatasi, maka akan terjadi reaksi berlebihan dan massa epiteloid akan

    menimbulkan kerusakan saraf dan jaringan di sekitarnya.

    Sel Schwann merupakan sel target untuk pertumbuhan M. leprae. Sel Schwann memiliki

    fungsi untuk demielinisasi dan hanya sedikit fungsinya sebagai fagositosis. Jadi, bila terjadi

  • 8/3/2019 56239474 Laporan Tutorial Modul 1 Blok 12 Kusta

    10/22

    Skenario I 10

    gangguan imunitas tubuh dalam sel Schwann, kuman dapat bermigrasi dan beraktivasi.

    Akibatnya aktivitas regenerasi saraf berkurang dan terjadi kerusakan saraf yang progresif.

    Sedangkan pada kusta tipe LL, terjadi kelumpuhan sistem-imunitas, dengan demikian

    makrofag tidak mampu menghancurkan kuman sehingga kuman dapat bermultiplikasi dengan

    bebas, yang kemudian dapat merusak jaringan (Kosasih, 2002).

    Gambar 2.2 Patogenesis Berbagai Reaksi Lepra

    5. Gejala KlinikPerbandingan gejala klinik Morbus-Hansen Pausibasilar dan Multibasilar disajikan dalam

    tabel berikut:

    PB (Pausibasilar) MB (Multibasilar)

    Lesi kulit (macula yang

    datar, papul yangmeninggi, infiltrate, plak

    eritem, nocus)

    1-5 lesi

    Hipopigmentasi/eritemaDistribusi tidak simetris

    >5 lesi

    Distribusi lebih simetris

    Kerusakan saraf

    (menyebabkan hilangnyasensasi/kelemahan otot

    yang dipersarafi oleh

    saraf yang terkena

    Hilangnya sensasi yang jelas

    Hanya satu cabang saraf

    Hilangnya sensasi kurang

    jelasBanyak cabang saraf

    BTA Negatif Positif

    Tipe

    Indeterminate (I), Tuberkuloid (T),

    Borderline tuberkuloid (BT)

    Lepromatosa (LL),

    Borderline lepromatous(BL), Mid borderline (BB)

    Gejala klinik Morbus-Hansen Pausibasilar

  • 8/3/2019 56239474 Laporan Tutorial Modul 1 Blok 12 Kusta

    11/22

    Skenario I 11

    Karakteristik Tuberkuloid Borderline

    Tuberkuloid

    Indeterminate

    Lesi

    Tipe Macula atau maculadibatasi infiltrate

    Macula dibatasiinfiltrat

    Macula

    Jumlah Satu atau beberapa Satu dengan lesisatelit

    Satu atau beberapa

    Distribusi Terlokasi danasimetris

    asimetris Bervariasi

    Permukaan Kering,skuama Kering,skuama Dapat halus agakberkilat

    Sensibilitas hilang hilang Agak terganggu

    BTA

    Pada lesi kulit negatif Negatif, atau 1+ Biasanya negatif

    Tes Lepromin* Positif kuat (3+) Positif (2+) Meragukan

    *Tes Lipromin (Mitsuda) untuk membantu penentuan tipe, hasilnya baru dapat diketahui setelah

    3minggu.

    Gejala klinik Morbus-Hansen Multibasilar

    Karakteristik Lepromatosa Borderline

    Lepromatosa

    Mid-borderline

    Lesi

    Tipe Macula, infiltrate difus,papul, nodus

    Macula, plak, papul Plak, lesi bentuk kubah,lesi punched out

    Jumlah Banyak distribusi luas,praktis tidak ada kulit

    sehat

    Banyak tapi kulitsehat masih ada

    Beberapa, kulit sehat (+)

    Distribusi Simetris Cenderung simetris Asimetris

    Permukaan Halus dan berkilap Halus dan berkilap Sedikit berkilap, beberapa

    lesi kering

    Sensibilitas Tidak terganggu Sedikit berkurang Berkurang

    BTA

    Pada lesi

    kulit

    Banyak Banyak Agak banyak

    Pada

    hembusanhidung

    Banyak Biasanya tidak ada Tidak ada

    TesLepromin*

    Negatif Negatif Biasanya negatif

    *Tes Lipromin (Mitsuda) untuk membantu penentuan tipe, hasilnya baru dapat diketahui setelah

    3minggu.

    Perbedaan lepra tipe tuberculoid dan lepromatous ditunjukkan lewat skema berikut ini :

  • 8/3/2019 56239474 Laporan Tutorial Modul 1 Blok 12 Kusta

    12/22

    Skenario I 12

    (www.ncbi.nlm.nih.gov, 2001)

  • 8/3/2019 56239474 Laporan Tutorial Modul 1 Blok 12 Kusta

    13/22

    Skenario I 13

    Gambar 2.3 Foto Manifestasi Tuberculoid Lepra di Punggung

    Gambar 2.4 Foto Manifestasi Tuberculoid Lepra di Wajah

    6. Dasar diagnosisSebagaimana lazimnya dalam bentuk diagnosis klinik, dimulai dengan inspeksi, palpasi, lalu

    digunakan pemeriksaan yang menggunakan alat sederhana, yaitu jarum, kapas, tabung reaksi

    masing-masing dengan air panas dan air dingin, pensil, dan sebagainya. Kelainan kulit pada

    penyakit kusta tanpa komplikasi dapat hanya berbentuk makula saja, infiltrat, saja atau

    keduanya. Kusta mendapat julukan The great imitator dalam penyakit kulit sehingga perlu

    didiagnosa banding dengan penyakit-penyakit kulit yang lain. Diagnosa bandingnya antara lain

    adalah: dermatofitosis, tinea versikolor, ptiriasis rosea, ptiriasis alba, dermatitis seboroika,

  • 8/3/2019 56239474 Laporan Tutorial Modul 1 Blok 12 Kusta

    14/22

    Skenario I 14

    psoriasis, neurofibromatous, granuloma anulare, xantomatosis, skleroderma, leukemia kutis,

    tuberkulosis kutis verukosa dan birth mark(Kosasih, 2002).

    Kalau secara inspeksi mirip penyakit lain, ada tidaknya anestesia sangat banyak mebantu

    penentuan diagnosis, meskipun tidak terlalu jelas. Hal ini dengan mudah dilakukan dengan

    menggunakan jarum terhadap rasa nyeri, kapas terhadap rasa raba, dan dapat juga dengan rasa

    suhu, yaitu panas dan dingin dengan tabung reaksi. Perhatikan pula ada tidaknya dehidrasi di

    daerah lesi yang dapat dipertegas dengan menggunakan pensil tinta (tanda Gunawan). Cara

    menggoresnya mulai dari tengah lesi ke arah kulit normal. Dapat pula diperhatikan adanya

    alopesia di daerah lesi (Siregar, 2003).

    Mengenai saraf perifer yang perlu diperhatikan ialah pembesaran, konsistensi, dan nyeri atau

    tidak. Hanya beberapa saraf superfisial yang dapat dan perlu diperiksa, yaitu N. fasialis, N.

    aurikuralis magnus, N. radialis, N. ulnaris, N. medianus, N. poplitea lateralis, dan N. tibialis

    posterior. Untuk tipe lepramatosa kelainan saraf biasanya bilateral dan menyeluruh, sedang

    untuk tipe tuberkuloid kelainan sarafnya lebih terlokalisasi mengikuti tempat lesinya.

    Deformitas pada kusta, sesuai dengan patofisiologinya, dapat dibagi dalam deformitas primer

    dan sekunder. Deformitas primer sebagai akibat lansung oleh granuloma yang terbentuk sebgai

    reaksi terhadap M. leprae, yang mendesak dan merusak jaringan di sekitarnya, yaitu kulit,

    mukosa traktus respiratorius atas, tulang-tulang jari, dan wajah. Deformitas sekunder terjadi

    sebagai akibat kerusakan saraf, umumnya deformitas diakibatkan keduanya, tetapi terutama

    karena kerusakan saraf. Gejala-gejala kerusakan saraf:

    1. N. ulnaris: anestesia pada ujung jari anterior kelingking dan jari manis, clawingkelingking dan jari manis, atrofi hipotenar dan oto interoseus serta kedua otot lumbrikalis

    medial

    2. N. medianus: anestesia pada ujung jari bagian anterior ibu jari, telunjuk, dan jari tengah,tidak mampu aduksi ibu jari, clawing ibu jari, telunjuk, dan jari tengah, ibu jari

    kontraktur, atrofi otot tenar dan kedua otot lumbrikalis lateral

    3. N. radialis: anestesia dorsum manus, serta ujumg proksimal jari telunjuk, tangan gantung(wrist drop), tak mampu ekstensi jari-jari atau pergelangan tangan

    4. N. poplitea lateralis: anestesia tungkai bawah, bagian lateral dan dorsum pedis, kakigantung (foot drop), kelemahan otot peroneus.

  • 8/3/2019 56239474 Laporan Tutorial Modul 1 Blok 12 Kusta

    15/22

    Skenario I 15

    5. N. tibialis posterior: anestesia telapak kaki, claw toes, paralisis otot intristik kaki dankolaps arkus pedis

    6. N. fasialis: lagoftalmus ( cabang temporal dan zigomatik), kehilangan ekspresi wajah dankegagalan mengaktupkan bibir (cabang bukal, mandibular dan servikal)

    7. N. trigeminus: anestesia kulit wajah, kornea dan konjungtiva mata.

    Pemeriksaan penunjang

    1. Pemeriksaan bakterioskopik

    Pemeriksaan bakterioskopik digunakan untuk membantu menegakkan diagnosis dan

    pengamatan pengobatan. Sediaan dibuat dari kerokan jaringan kulit atau usapan dan kerokan

    mukosa hidung yang diwarnai dengan pewarnaan terhadap basil tahan asam, antara lain dengan

    pewarnaan Ziehl-Neelsen. Jumlah tempat yang diambil untuk pemeriksaan ruitn sebaiknya

    minimal 4-6 tempat, yaitu kedua cuping telinga bagian bawah dan 2-4 lesi lain yang paling aktif

    (yang paling eritematosa dan infiltratif).

    Cara pengambilan bahan dengan menggunakan skapel steril. Setelah lesi tersebut didesinfeksi

    kemudian dijepit antara ibu jari dan jari telunjuk agar menjadi iskemik, sehingga kerokan

    jaringan mengandung sedikit mungkin darah. Irisan yang dibuat harus sampai di dermis,

    melampaui subepidermal clear zone agar mencapai jaringan yang diharapkan banyak

    mengandung sel Virchow (sel lepra) yang di dalamnya mengandung basil M.leprae. Kerokan

    jaringan itu dioleskan di gelas alas, difiksasi di atas api, kemudian diwarnai dengan pewarnaan

    Ziehl-Neelsen (Kosasih, 2002).

    Sediaan mukosa hidung diperoleh dengan cara nose blows, terbaik dilakukan pada pagi hari

    yang ditampung pada sehelai plastik. Cara lain mengambil bahan kerokan mukosa hidung

    dengan alat semacam skalpel kecil tumpul atau bahan olesan dengan kapas. Sediaan dari mukosa

    hidung jarang dilakukan karena: kemungkinan adanya M. Atipikdan M. leprae tidak pernah

    positif jika pada kulit negatif.

    M. leprae tergolong basil tahan asam (BTA) akan tampak merah pada sediaan. Dibedakan

    bentuk batang utuh (solid), batang terputus (fragmented), dan butiran (granular). Bentuk solid

    adalah basil hidup, sedangkan fragmented dan granular merupakan bentuk mati. Kepadatan BTA

    tanpa membedakan solid dan nonsolid pada sebuah sediaan dinyatakan dengan indeks bakteri

    (IB) dengan nilai dari 0 sampai 6+ menurut Ridley. 0 bila tidak ada BTA dalam 100 lapang

  • 8/3/2019 56239474 Laporan Tutorial Modul 1 Blok 12 Kusta

    16/22

    Skenario I 16

    pandang (LP), 1+ bila 1-10 BTA dalam 100 LP, 2+ bila 1-10 BTA dalam 10 LP, 3+ bila 1-10

    BTA rata-rata dalam 1 LP, 4+ bila 11-100 BTA rata-rata dalam 1 LP, 5+ bila 101-1000 BTA

    rata-rata dalam 1 LP, 6+ bila >1000 BTA rata-rata dalam 1 LP. Pemeriksaan dengan

    menggunakan mikroskop cahaya dengan minyak emersi pada pembesaran lensa obyektif 100x.

    IB seseorang adalah IB rata-rata semua lesi yang dibuat sediaan.

    2. Pemeriksaan histopatologik

    Adanya massa epiteloid yang berlebihan dikellingi oleh limfosit yang disebut tuberkel akan

    menjadi penyebab utama kerusakan jaringan dan cacat. Pada penderita dengan sistem imunitas

    selular rendah atau lumpuh, histiosit tidak dapat menghancurkan M. leprae yang sudah ada di

    dalamnya, bahkan dijadikan tempat berkembang biak dan disebut sel Virchow atau sel lepra atau

    sel busa.

    Granuloma adalah akumulasi makrofag dan atau derivat-derivatnya. Gambaran histopatologik

    tipe tuberkuloid adalah tuberkel dan kerusakan saraf yang lebih nyata, tidak ada basil atau hanya

    sedikit dan nonsolid. Pada tipe lepromatosa terdapat kelim sunyi subepidermal (subepidermal

    clear zone), yaitu suatu daerah langsung di bawah epidermis yang jarinagnnya tidak patologik

    (Kosasih, 2002).

    3. Pemeriksaan serologik

    Pemeriksaan serologik kusta didasarkan atas terbentuknya antibodi pada tubuh seseorang yang

    terinfeksi oleh M. leprae. Antibodi yang terbentuk dapat bersifat spesifik terhadap M. leprae,

    yaitu antibodi anti phenolic glycolipid-1 (PGL-1) dan antibodi antiprotein 16 kD serta 35 kD.

    Sedangkan antibodi yang tidak spesifik antara lain antibodi anti-lipoarabinomanan (LAM), yamg

    juga dihasilkan oleh kumanM. tuberculosis. Macam-macam pemeriksaan serologik kusta ialah:

    y Uji MLPA (M. leprae Particle Aglutination)y Uji ELISAy ML dipstick (M. leprae dipstick)

    7. Reaksi KustaReaksi kusta adalah interupsi dengan episode akut pada perjalan penyakit yang sebenarnya

    kronik. Klasifikasi yang sering dipakai adalah:

    y E.N.L (eritema nodusum leprosum)y Reaksi reversalatau upgrading

  • 8/3/2019 56239474 Laporan Tutorial Modul 1 Blok 12 Kusta

    17/22

    Skenario I 17

    E.N.L terutama timbul pada tipe lepramatosa polar dan dapat pula pada BL, berarti makin tinggi

    tingkat multibasilarnya makin besar kemungkinan timbulnya E.N.L. Secara imunopatologis

    E.N.L termasuk respons imun humoral, berupa fenomena kompleks imun akibat reaksi antara

    antigen M. Leprae + antibodi (IgM, Ig G) + komplemen kompleks imun. Kadar

    immunoglobulin penderita kusta lepramatosa lebih tinggi daripada tuberkuloid. Hal ini terjadi

    oleh karena pada tipe lepramatosa jumlah basil jauh lebih banyak daripada tipe tuberkuloid.

    E.N.L lebih banyak terjadi pada pengobatan tahun kedua. Hal ini dapat terjadi karena pada

    pengobatan, banyak basil lepra yang mati dan hancur, yang berarti banyak antigen yang

    dilepaskan dan bereaksi dengan antibodi, serta mengaktifkan sistem komplemen. Kompleks

    imun tersebut terus beredar dalam sirkulasi darah yang akhirnya dapat melibatkan berbagai

    organ.

    Pada kulit akan timbul gejala klinis yang berupa nodus eritema, dan nyeri dengan tempat

    predileksi di lengan dan tungkai. Bila mengenai organ lain dapat menimbulkan gejala seperti

    iridosiklitis, neuritis akut, limfadenitis, artritis, dan nefritis akut dengan adanya proteinuria.

    Reaksi reversalhanya dapat terjadi pada tipe borderline (Li, BL, BB, BT, Ti) sehingga disebut

    juga reaksi borderline. Yang memegang peranan utama dalam hal ini adalah SIS, yaitu terjadi

    peningkatan mendadak SIS. Meskipun faktor pencetusnya belum diketahui pasti diperkirakan

    ada hubungannya dengan reaksi hipersensitifitas tipe lambat. Umunya terjadi pada pengobatan 6

    bulan pertama. Neuritis akut dapat menyebabkan kerusakan saraf secara mendadak sehingga

    memerlukan pengobatan yang memadai (Kosasih, 2002).

    Tipe lepra yang termasuk borderline ini dapat bergerak bebas ke arah TT atau LL dengan

    mengikuti naik turunnya SIS, sebab setiap perubahan tipe selalu disertai perubahan SIS pula.

    Begitu pula reaksi revesal, terjadi peningkatan SIS, hanya bedanya terjadi secara cepat dan

    mendadak. Isitilah downgradinguntuk menunjukkan pergeseran ke arah lepromatosa.

    Gejala klinik reaksi reversal ialah umunya sebagian atau seluruh lesi yang telah ada

    bertambah aktif dan atau timbul lesi baru dalam waktu yang realtif singkat. Artinya lesi

    hipopigmentasi menjadi eritema, lesi eritema menjadi makin eritematosa, lesi makula menjadi

    infiltrat, lesi infiltrat makin infiltratif dan lesi lama menjadi bertambah luas.

    Kalau diperhatikan kembali reaksi E.N.L dan reversal secara klinis, E.N.L dengan lesi

    eritema nodusum sedangkan reversal tanpa nodus sehingga disebut reaksi lepra nodular,

    sedangkan reaksi reversaladalah reaksi non nodular.

  • 8/3/2019 56239474 Laporan Tutorial Modul 1 Blok 12 Kusta

    18/22

    Skenario I 18

    8. PenatalaksanaanPengobatan kusta disarankan memakai program Multi Drugs Therapy (MDT), yang

    direkomendasikan oleh WHO sejak 1981. Tujuan dari program MDT adalah: mengatasi

    resistensi dapson yang semakin meningkat, menurunkan angka putus obat (drop-out rate) dan

    ketidaktaatan penderita (Kosasih, 2002).

    WHO mengklasifikasikan kusta menjadi 2 berdasarkan atas adanya kuman tahan pada

    pemeriksaan bakterioskopis untuk pemilihan rejimen MDT :

    1. Kusta Pausibasilar (PB)Kusta dengan basil tahan asam (BTA) negatif pada sediaan hapus, yaitu : tipe I

    (Interminate), TT (Tuberculoid) dan BT (Borderline tuberculoid).

    2. Kusta Multibasilar (MB)Kusta dengan BTA positf pada sediaan hapus, yaitu : BB (Borderline), BL (Borderline

    lepromatous) dan LL (Lepromatosa).

    Obat obat dalam rejimen MDT-WHO

    1. DapsonSifat dan Farmakologi : Obat ini bersifat bakteriostatik dengan menghambat enzim

    dihidrofolat sintetase. Dapson bekerja sebagai anti metabolit PABA. Indeks morfologi

    kuman penderita LL yang diobati dengan Dapson biasanya menjadi nol setelah 5 sampai

    6 bulan.

    Dosis : Dosis tunggal yaitu 50-100 mg/hari untuk dewasa atau 2 mg/kg berat badan

    untuk anak-anak.

    Efek samping : Erupsi obat, anemia hemolitik, leukopenia, insomnia, neuropatia,

    nekrolisis epidermal toksik, hepatitis dan methemoglobinemia. Efek samping tersebut

    jarang dijumpai pada dosis lazim.

    2. RifampisinSifat dan Farmakologi : Rifampisin merupakan bakterisidal kuat pada dosis lazim dan

    merupakan obat paling ampuh untuk kusta saat ini. Rifampisin bekerja menghambat

    enzim polimerase RNA yang berikatan secara irreversibel. Namun obat ini harganya

    mahal dan telah dilaporkan adanya resistensi.

    Dosis : Dosis tunggal 600 mg/hari (atau 5-15 mg/kgBB) mampu membunuh kuman kira-

    kira 99.9% dalam waktu beberapa hari.

  • 8/3/2019 56239474 Laporan Tutorial Modul 1 Blok 12 Kusta

    19/22

    Skenario I 19

    Efek samping : hepatotoksik, nefrotoksik, gejala gastrointestinal dan erupsi kulit.

    3. KlofaziminSifat dan Farmakologi : Obat ini bersifat bakteriostatik setara dengan dapson. Bekerjanya

    diduga melalui gangguan metabolisme radikal oksigen. Obat ini juga mempunyai efek

    anti inflamasi sehingga berguna untuk pengobatan reaksi kusta.

    Dosis : 50 mg/hari atau 100 mg tiga kali seminggu dan untuk anak-anak 1 mg/kgBB/hari.

    Selain itu dosis bulanan 300 mg juga diberikan setiap bulan untuk mengurangi reaksi tipe

    I dan 2.

    Efek samping : Hanya terjadi pada dosis tinggi berupa gangguan gastrointestinal (nyeri

    abdomen, diare, anoreksia dan vomitus).

    4. Etionamid dan ProtionamidKedua obat ini merupakan obat anti tuberkulosis dan hanya sedikit dipakai pada

    pengobatan kusta. Obat ini bekerja bakteriostatik, cepat menimbulkan resistensi, lebih

    toksik, harganya mahal serta hepatotoksik, oleh karenanya sekarang tidak dianjurkan lagi

    pada rejimen pengobatan kusta.

    Obat Kusta BaruPada pelaksanaan program MDT-WHO masalah-masalah yang timbul yaitu : adanya

    resistensi kuman terhadap rifampisin dan lamanya pengobatan terutama pada kusta MB. Pada

    penderita kusta PB timbul masalah yaitu masih menetapnya lesi kulit setelah 6 bulan pengobatan

    dan Late Reversal Reaction (LVR) yang timbul justru setelah selesai MDT.

    Maka diperlukan obat-obat baru yang memenuhi syarat antara lain : Bersifat bakterisidal kuat

    terhadap M. leprae, tidak anatagonis terhadap obat yang sudah ada, aman dan akseptabilitas

    penderita baik, dapat diberikan per oral dan sebaiknya diberikan tidak lebih dari sehari sekali.

    Obat-obat yang sudah terbukti efektif tersebut adalah : ofloksasin, minosiklin dan klaritomisin.

    A. OfloksasinOfloksasin merupakan obat turunan fluorokuinolon yang paling efektif terhadap M.

    leprae, dibandingkan dengan siprofloksaisn dan pefloksasin. Kerjanya melalui hambatan

    pada enzim girase DNA mikobakterium.

    B. Minosiklin

  • 8/3/2019 56239474 Laporan Tutorial Modul 1 Blok 12 Kusta

    20/22

    Skenario I 20

    Minosiklin merupakan turunan tetrasiklin yang bersifat lipofilik sehingga mampu

    menembus dinding M. leprae. Minosiklin bekerja dengan menghambat sintesis protein

    melakui mekanisme yang berbeda dengan obat anti kusta yang lain.

    C. KlaritromisinKlaritromisin merupakan golongan makrolid yang mempunyai aktivitas bakterisidal

    dengan menghambat suntesis protein melalui mekanisme yang lain dari minosiklin.

    Skema Rejimen MDT-WHOWHO membuat klasifikasi program rejimen MDT-WHO karena fasilitas bakterioskopik

    tidak selalu tersedia sehingga klasifikasi untuk rejimen ini juga didasarkan lesi kulit dan jumlah

    saraf yang terkena. Klasifikasi kusta untuk kepentingan rejimen MDT oleh WHO (1997) terbagi

    dalam 3 grup :

    1. Rejimen PB dengan lesi kulit 2-5 buah.Rejimen terdiri dari : Rifampisin 600 mg sebulan sekali, dibawah pengawasan, ditambah

    dapson 100 mg/hari (1-2 mg/kgBB) swakelola selama 6 bulan.

    2. Rejimen MB dengan lesi kulit lebih dari 5 buahRejimen terdiri atas kombinasi rifampisin 600 mg sebulan sekali di bawah pengawasan,

    dapson 100 mg/hari swakelola, ditambah klofazimin 300 mg sebulan sekali diawasi dan

    50 mg/hari swakelola. Lama pengobatan 1 tahun.

    3. Rejimen PB dengan lesi tunggalRejimen terdiri atas rifampisin 600 mg ditambah ofloksasin 400 mg dan minosiklin 100

    mg dosis tunggal.

    Dosis tersebut merupakan dosis dewasa, untuk anak-anak disesuaikan dengan berat-badan ( lihattabel) (Pramesemara, 2009).

    Tabel Obat dan Dosis Rejimen MDT-PB

    Dapson Rifampisin

    Dewasa 100 mg/hari 600 mg/bulan diawasi

    Anak-anak 10-14tahun* 50 mg/hari 450 mg/bulan diawasi

    *Sesuaikan dosis bagi anak-anak yang lebih kecil dari 10 tahun. Misalnya dapson 25 mg/hari dan

    rifampisin 300 mg/bulan diawasi.

    Tabel Obat dan Dosis Rejimen MDT-MB

  • 8/3/2019 56239474 Laporan Tutorial Modul 1 Blok 12 Kusta

    21/22

    Skenario I 21

    Dapson Rifampisin Klofamizin

    Dewasa100

    mg/hari600 mg/bulan

    diawasi 50 mg/hari dan 300 mg/bulan diawasi

    Anak-anak 10-14tahun*

    50mg/hari

    450 mg/bulandiawasi

    50 mg selang sehari dan 150 mg/bulandiawasi

    *Sesuaikan dosis bagi anak-anak yang lebih kecil dari 10 tahun. Misalnya dapson 25 mg/hari danrifampisin 300 mg/bulan diawasi, klofazimin 50 mg 2x seminggu, dan klofazimin 100 mg/bulan

    diawasi.

    Tabel Obat dan Dosis Rejimen MDT-PB lesi tunggal

    Dapson Ofloksasin Minosiklin

    Dewasa 600 mg 400 mg 100 mg

    Anak-anak 5-14 tahun* 300 mg 200 mg 50 mg

    (dosis tunggal dan dimakan bersama-sama)* Tidak direkomendasikan pada wanita hamil dan anak-anak lebih kecil dari 5 tahun.

    Pengobatan pada situasi khusus

    A.Penderita yang tidak dapat makan rifampisinSituasi ini mungkin disebabkan karena alergi, hepatits kronis atau resisten terhadap obat ini.

    Tabel Rejimen untuk penderita yang tidak dapat makan rifampisin

    Lama pengobatan Jenis obat Dosis

    6 bulan Klofazimin 50 mg/hari

    Ofloksasin 400 mg/hari

    Minosiklin 100 mg/hari

    Diikuti dengan Klofazimin dengan 50 mg/hari

    18 bulan Ofloksasin Atau 400 mg/hariMinosiklin 100 mg/hari

    B.Penderita yang menolak klofaziminSituasi ini disebabkan pasien yang khawatir akan pewarnaan kulit. Pengobatan diganti dengan

    ofloksasin 400 mg/hari selama 12 bulan atau minosiklin 100 mg/hari selama 12 bulan.

    Pengobatan kusta selama kehamilan dan menyusui

    Kusta sering eksaserbasi pada saat hamil oleh sebab itu obat MDT harus tetap diberikan.

    WHO menyatakan obat MDT standar aman dipakai selama kehamilan dan menyusui, bagi ibu

    dan bayinya, sehingga tidak perlu mengubah dosis. Obat dapat keluar melalui ASI dalam junlah

    kecil tetapi tidak ada laporan efek samping obat pada bayi kecuali pewarnaan kulit akibat

    klofazimin. Obat dosis tunggal bagi bercak tunggal ditunggu pemakaiannya sampai bayinya

    lahir.

    Penanganan Reaksi Kusta

  • 8/3/2019 56239474 Laporan Tutorial Modul 1 Blok 12 Kusta

    22/22

    Skenario I 22

    Prinsip penanganan reaksi kusta :

    1. Mengatasi neuritis untuk mencegah agar tidak berkelanjutan menjadi paralisis ataukontraktur

    2. Secepatnya dilakukan tindakan agar tidak terjadi kebutaan3. Membunuh kuman penyebab agar penyakitnya tidak meluas4. Mengatasi rasa nyeri

    Pengobatan E.N.L:

    Obat yang paling sering dipakai ialah tablet kortikosteroid, antara lain prednison. Dosisnya

    bergantung pada berat ringannya reaksi, biasanya prednison 15-30 mg sehari, kadang-kadang

    lebih. Seseuai dengan perbaikan reaksi, dosinya diturunkan secara bertahap sampai berhenti

    sama sekali.

    Obat lain yang dianggap sebagai pilihan utama adalah thalidomide, tetapi harus berhati-hati

    karena mempunyai efek teratogenik jadi tidak boleh diberikan kepada ibu hamil atau masa subur.

    Di Indonesia obat ini tidak didapat dan sudah tidak diproduksi lagi.

    Klofazimin kecuali sebagai obat antikusta dapat juga dipakai sebagai anti-reaksi E.N.L tetapi

    dengan dosis yang lebih tinggi. Juga bergantung pada berat ringannya reaksi, makin berat makin

    tinggi dosisnya, biasanya antara 200-300 mg sehari. Keuntungan klofazimin dapat dipakai

    sebagai usaha untuk lepas dari ketergantungan kortikosteroid. Salah satu efek samping yang

    tidak diinginkan adalah kulit menjadi berwarna merah kecoklatan terutama pada pemberian dosis

    tinggi.

    Pengobatan reaksi reversal:

    Perlu diperhatikan, apakah reaksi ini disertai neuritis atau tidak. Sebab kalau tanpa neuritis

    akut tidak perlu diberi pengobatan tambahan. Kalau ada neuritis akut, obat pilihan pertama

    adalah kortikosteroid yang dosisnya disesuaikan dengan berat ringannya neuritis. Biasanya

    diberikan prednison 40-60 mg sehari lalu diturunkan secara perlahan. Anggota gerak yang

    terkena neuritis harus diistirahatkan. Analgetik dan sedativa kalau diperlukan dapat diberikan.

    Klofazimin untuk reaksi reversalkurang efektif, oleh karena itu jarang dipakai, atau tidak pernah

    dipakai (Kosasih, 2002)