konsep asuhan keperawatan kusta

38
MAKALAH SISTEM INTEGUMEN GANGGUAN INTEGUMEN AKIBAT INFEKSI BAKTERI (KUSTA) DI SUSUN OLEH 1. Ni Luh Novita Arianti 2. Ni Made Desy Widiyastuti 3. Ni Nyoman Dessry Arrisandy 4. Noviana Resmi Hartati 5. Nurul Jannah 6. Putry Syafa’atul Zulfayani SEKOLAH TINGGI KESEHATAN (STIKES) MATARAM i

Upload: nounna-anna-yabora-coccetz

Post on 28-Dec-2015

105 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

penyakit integumen

TRANSCRIPT

Page 1: Konsep Asuhan Keperawatan KUSTA

MAKALAH SISTEM INTEGUMEN GANGGUAN INTEGUMEN AKIBAT

INFEKSI BAKTERI (KUSTA)

DI SUSUN OLEH

1. Ni Luh Novita Arianti

2. Ni Made Desy Widiyastuti

3. Ni Nyoman Dessry Arrisandy

4. Noviana Resmi Hartati

5. Nurul Jannah

6. Putry Syafa’atul Zulfayani

SEKOLAH TINGGI KESEHATAN (STIKES) MATARAM

PROGRAM STUDI S1-KEPERAWATAN

2014

i

Page 2: Konsep Asuhan Keperawatan KUSTA

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan kepada Allah SWT yang telah memberikan cinta kasih, rahmat

serta hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul Asuhan

Keperawatan kusta

Makalah ini disusun untuk melengkapi tugas mata kuliah sistem integumen. Kami

harapkan pengetahuan kami mengenai kesehatan dalam kerja

Ucapan terima kasih kami sampaikan kepada semua pihak yang telah membantu

terlaksananya penyusunan makalah ini terutama kepada:

1. Penanggung jawab Matakuliah sistem integumen serta team dosen yang telah

memberikan bimbingan dan arahannya kepada kami

2. Orangtua kami yang senantiasa memberikan dorongan, semangat dan restu sehingga

makalah ini dapat disusun dengan lancar

3. Teman-teman yang telah memberikan masukan dan semangat kepada kami

Tak ada gading yang tak retak, begitu pula dengan makalah yang kami susun. Oleh

karena itu, kritis dan saran yang bersifat membangun sangat kami harapkan demi perbaikan

untuk tugas-tugas berikutnya.

Mataram,6 Mei 2014

Penyusun

ii

Page 3: Konsep Asuhan Keperawatan KUSTA

DAFTAR ISI

HALAM JUDAL ............................................................................................................... i

KATA PENGHANTAR .................................................................................................... ii

DAFTAR ISI........................................................................................................................ iii

BAB I : PENDAHULUAN ................................................................................................ 1

A. Latar Belakang ....................................................................................................... 1

B. Tujuan Masalah ..................................................................................................... 1

C. Rumusan Masalah .................................................................................................. 2

BAB II : PEMBAHASAN ................................................................................................. 2

A. Konsep penyakit………........................................................................... ............... 3

B. Konsep keperawatan............................................................................................... 13

BAB III : PENUTUP........................................................................................................... 21

A. Kesimpulan .............................................................................................................. 21

B. Saran …………….................................................................................................... 21

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................ 22

iii

Page 4: Konsep Asuhan Keperawatan KUSTA

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Konon penyakit kusta telah menyerang manusia sejak 300 SM dan telah dikenal oleh

peradaban Tiongkok kuno, Mesir kuno, dan India pada 1995 organisasi kesehatan dunia

(WHO) memperkirakan terdapat dua atau tiga juta jiwa yang cacat permanen karena kusta.

Walaupun pengisolasian atau pemisahan penderita dengan masyarakat dirasakan

kurang perlu dan tidak etis beberapa kelompok penderita masih dapat ditemukan dibelahan

dunia seperti India dan Vietnam.

Pengobatan yang efektif pada kusta ditemukan pada akhir 1940-an dengan

diperkenalkanya dapson dan derivatnya. Bagaimanapun juga bakteri penyebab lepra

bertahap menjadi kebal terhadap dapson dan menjadi kian menyebar, hal ini terjadi hingga

ditemukan pengobatan multi obat pada awal 1980-an dan penyakit inipun mampu ditangani

kembali.

Maka dari itu, penulis membuat makalah yang berjudul “Penyakit Kusta (Morbus

Hansen) dan Asuhan Keperawatannya” dimaksudkan agar kita selaku tenaga kesehatan

mengetahui apa itu penyakit kusta, penularan, bagaimana pencegahannya dan asuhan

keperawatannya.

B. Tujuan Masalah

Makalah ini dibuat dengan tujuan sebagai berikut :

a. Untuk menjelaskan definisi kusta.

b. Untuk menjelaskan bagaimanakah klasifikasi kusta.

c. Untuk menjelaskan bagaimanakah etiologi kusta.

d. Untuk menjelaskan bagaimanakah patofisiologi kusta.

e. Untuk menjelaskan bagaimanakah manifestasi klinis kusta.

f. Untuk menjelaskan bagaimanakah konsep pencegahan kusta.

g. Untuk menjelaskan bagaimanakah asuhan keperawatan pada klien kusta.

1

Page 5: Konsep Asuhan Keperawatan KUSTA

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan maka rumusan masalah dalam penulisan ini

adalah konsep dasar askep kusta

2

Page 6: Konsep Asuhan Keperawatan KUSTA

BAB II

PEMBAHASAN

A. KONSEP DASAR PENYAKIT

1. Definisi

Kusta adalah penyakit yang menahun dan disebabkan oleh kuman kusta

(Mikobakterium Leprae) yang menyerang syaraf tepi, kulit dan jaringan tubuh lainnya.

(Depkes RI, 1998)

Kusta merupakan penyakit kronik yang disebabkan oleh infeksi mikobakterium

leprae (Mansjoer Arif, 2000).

Kusta adalah penyakit infeksi kronis yang di sebabkan oleh mycobacterium lepra

yang interseluler obligat, yang pertama menyerang saraf tepi, selanjutnya dapat

menyerang kulit, mukosa mulut, saluran nafas bagian atas, sistem endotelial, mata, otot,

tulang, dan testis ( Djuanda: 4, 1997 ).

Kusta adalah penykit menular pada umunya mempengaruhi kulit dan saraf

perifer, tetapi mempunyai cakupan maifestasi klinis yang luas ( COC, 2003)

2. Etiologi

Mikobakterium Leprae merupakan basil tahan asam (BTA) bersifat obligat

intraseluler, menyerang saraf perifer, kulit dan organ lain seperti mukosa saluran nafas

bagian atas, hati, sumsum tulang kecuali susunan saraf pusat. Masa membelah diri

mikobakterium leprae 12-21 hari dan masa tunasnya antara 40 hari-40 tahun. Kuman

kusta berbentuk batang dengan ukuran panjang 1-8 micro, lebar 0,2-0,5 micro biasanya

berkelompok dan ada yang disebar satu-satu, hidup dalam sel dan BTA.

3

Page 7: Konsep Asuhan Keperawatan KUSTA

3. Epidemiologi Penyakit Kusta

Cara-cara penularan penyakit kusta sampai saat ini masih merupakan tanda tanya.

Yang diketahui hanya pintu keluar kuman kusta dari tubuh si penderita, yakni selaput lendir

hidung. Tetapi ada yang mengatakan bahwa penularan penyakit kusta adalah:

a. Melalui sekret hidung, basil yang berasal dari sekret hidung penderita yang sudah

mengering, diluar masih dapat hidup 2–7 x 24 jam.

b. Kontak kulit dengan kulit. Syarat-syaratnya adalah harus dibawah umur 15 tahun,

keduanya harus ada lesi baik mikoskopis maupun makroskopis, dan adanya kontak yang

lama dan berulang-ulang.

Klinis ternyata kontak lama dan berulang-ulang ini bukanlah merupakan faktor yng

penting. Banyak hal-hal yang tidak dapat di terangkan mengenai penularan ini sesuai dengan

hukum-hukum penularan seperti halnya penyakit-penyaki terinfeksi lainnya.

Menurut Cocrane (1959), terlalu sedikit orang yang tertular penyakit kusta secara

kontak kulit dengan kasus-kasus lepra terbuka.

Menurut Ress (1975) dapat ditarik kesimpulan bahwa penularan dan perkembangan

penyakit kusta hanya tergantung dari dua hal yakni jumlah atau keganasan Mycrobacterium

Leprae dan daya tahan tubuh penderita. Disamping itu faktor-faktor yang berperan dalam

penularan ini adalah :

Usia : Anak-anak lebih peka dari pada orang dewasa.

Jenis kelamin : Laki-laki lebih banyak dijangkiti.

Ras : Bangsa Asia dan Afrika lebih banyak dijangkiti.

Kesadaran social : Umumnya negara-negara endemis kusta adalah negara

dengan tingkat sosial ekonomi rendah.

Lingkungan : Fisik, biologi, sosial, yang kurang sehat.

4

Page 8: Konsep Asuhan Keperawatan KUSTA

4. Manifestasi Klinis

Menurut WHO (1995) diagnosa kusta ditegakkan bila terdapat satu dari tanda

kardinal berikut:

a. Adanya lesi kulit yang khas dan kehilangan sensibilitas. Lesi kulit dapat tunggal atau

multipel biasanya hipopigmentasi tetapi kadang-kadang lesi kemerahan atau

berwarna tembaga biasanya berupa: makula, papul, nodul. Kehilangan sensibilitas

pada lesi kulit merupakan gambaran khas. Kerusakan saraf terutama saraf tepi,

bermanifestasi sebagai kehilangan sensibilitas kulit dan kelemahan otot

b. BTA positif. Pada beberapa kasus ditemukan BTA dikerokan jaringan kulit.

Penebalan saraf tepi, nyeri tekan, parastesi.

5. Klasifikasi

No.Kelainan kulit & hasil

pemeriksaanPause Basiler Multiple Basiler

1. Bercak (makula)

jumlah

ukuran

distribusi

Konsistensi batas

kehilangan rasa pada

bercak

kehilangan

berkemampuan

berkeringat,berbulu

rontok pada bercak

1-5

Kecil dan besar

Unilateral atau

bilateral asimetris

Kering dan kasar

Tegas

Selalu ada dan jelas

Bercak tidak

berkeringat, ada bulu

rontok pada bercak

Banyak

Kecil-kecil

Bilateral, simetris

Halus, berkilat

Kurang tegas

Biasanya tidak jelas,

jika ada terjadi pada

yang sudah lanjut

Bercak masih

berkeringat, bulu

tidak rontok

2. Infiltrat

Kulit membrana

mukosa tersumbat

perdarahan

Tidak ada

Tidak pernah ada

Ada,kadang-kadang

tidak ada

Ada,kadang-kadang

tidak ada

5

Page 9: Konsep Asuhan Keperawatan KUSTA

dihidung

3. Ciri hidung

”central healing”

penyembuhan ditengah

punched outlession

medarosis

ginecomastia

hidung pelana

suara sengau

4. Nodulus Tidak ada Kadang-kadang ada

5. Penebalan saraf tepi Lebih sering terjadi dini,

asimetris

Terjadi pada yang lanjut

biasanya lebih dari 1 dan

simetris

6. Deformitas cacat Biasanya asimetris terjadi

dini

Terjadi pada stadium

lanjut

7. Apusan BTA negatif BTA positif

Untuk para petugas kesehatan di lapangan, bentuk klinis penyakit kusta

cukup dibedakan atas dua jenis yaitu:

1) Kusta bentuk kering (tipe tuberkuloid)

Merupakan bentuk yang tidak menular. Kelainan kulit berupa bercak

keputihan sebesar uang logam atau lebih, jumlahnya biasanya hanya beberapa,

sering di pipi, punggung, pantat, paha atau lengan. Bercak tampak kering,

perasaan kulit hilang sama sekali, kadang-kadang tepinya meninggi. Pada tipe

ini lebih sering didapatkan kelainan urat saraf tepi pada, sering gejala kulit tak

begitu menonjol tetapi gangguan saraf lebih jelas.

Komplikasi saraf serta kecacatan relatif lebih sering terjadi dan timbul

lebih awal dari pada bentuk basah. Pemeriksaan bakteriologis sering kali

negatif, berarti tidak ditemukan adanya kuman penyebab. Bentuk ini

merupakan yang paling banyak didapatkan di indonesia dan terjadi pada orang

yang daya tahan tubuhnya terhadap kuman kusta cukup tinggi.

2) Kusta bentuk basah (tipe lepromatosa)

Merupakan bentuk menular karena banyak kuman dapat ditemukan baik

di selaput lendir hidung, kulit maupun organ tubuh lain. Jumlahnya lebih

6

Page 10: Konsep Asuhan Keperawatan KUSTA

sedikit dibandingkan kusta bentuk kering dan terjadi pada orang yang daya

tahan tubuhnya rendah dalam menghadapi kuman kusta. Kelainan kulit bisa

berupa bercak kamarahan, bisa kecil-kecil dan tersebar diseluruh badan

ataupun sebagai penebalan kulit yang luas (infiltrat) yang tampak mengkilap

dan berminyak. Bila juga sebagai benjolan-benjolan merah sebesar biji jagung

yang sebesar di badan, muka dan daun telinga. Sering disertai rontoknya alis

mata, menebalnya cuping telinga dan kadang-kadang terjadi hidung pelana

karena rusaknya tulang rawan hidung. Kecacatan pada bentuk ini umumnya

terjadi pada fase lanjut dari perjalanan penyakit. Pada bentuk yang parah bisa

terjadi ”muka singa” (facies leonina).

Diantara kedua bentuk klinis ini, didapatkan bentuk pertengahan atau perbatasan

(tipe borderline) yang gejala-gejalanya merupakan peralihan antara keduanya. Bentuk

ini dalam pengobatannya dimasukkan jenis kusta basah.

6. Patogenesis

Setelah mikobakterium leprae masuk kedalam tubuh, perkembangan penyakit

kusta bergantung pada kerentanan seseorang. Respon setelah masa tunas dilampaui

tergantung pada derajat sistem imunitas seluler (celuler midialet immune) pasien.

Kalau sistem imunitas seluler tinggi, penyakit berkembang kearah tuberkoloid dan

bila rendah berkembang kearah lepromatosa. Mikobakterium leprae berpredileksi

didaerah-daerah yang relatif dingin, yaitu daerah akral dengan vaskularisasi yang

sedikit. Derajat penyakit tidak selalu sebanding dengan derajat infeksi karena imun

pada tiap pasien berbeda. Gejala klinis lebih sebanding dengan tingkat reaksi seluler

dari pada intensitas infeksi oleh karena itu penyakit kusta disebut penyakit

imonologik.

7. Pemeriksaan Penunjang

a. Pemeriksaan Bakteriologis

7

Page 11: Konsep Asuhan Keperawatan KUSTA

Ketentuan pengambilan sediaan adalah sebagai berikut:

1) Sediaan diambil dari kelainan kulit yang paling aktif.

2) Kulit muka sebaiknya dihindari karena alasan kosmetik kecuali tidak

ditemukan lesi ditempat lain.

3) Pemeriksaan ulangan dilakukan pada lesi kulit yang sama dan bila perlu

ditambah dengan lesi kulit yang baru timbul.

4) Lokasi pengambilan sediaan apus untuk pemeriksaan mikobakterium leprae

ialah:

Cuping telinga kiri atau kanan.

Dua sampai empat lesi kulit yang aktif ditempat lain.

5) Sediaan dari selaput lendir hidung sebaiknya dihindari karena:

Tidak menyenangkan pasien.

Positif palsu karena ada mikobakterium lain.

Tidak pernah ditemukan mikobakterium leprae pada selaput lendir

hidung apabila sedian apus kulit negatif.

Pada pengobatan, pemeriksaan bakterioskopis selaput lendir hidung

lebih dulu negatif dari pada sediaan kulit ditempat lain.

6) Indikasi pengambilan sediaan apus kulit:

Semua orang yang dicurigai menderita kusta.

Semua pasien baru yang didiagnosis secara klinis sebagai pasienkusta.

Semua pasien kusta yang diduga kambuh (relaps) atau karenatersangka

kuman resisten terhadap obat.

Semua pasien MB setiap 1 tahun sekali.

7) Pemerikaan bakteriologis dilakukan dengan pewarnaan tahan asam, yaitu

ziehl neelsen atau kinyoun gabett.

8) Cara menghitung BTA dalam lapangan mikroskop ada 3 metode yaitu cara zig

zag, huruf z, dan setengah atau seperempat lingkaran.

Bentuk kuman yang mungkin ditemukan adalah bentuk utuh (solid), pecah-pecah

(fragmented), granula (granulates), globus dan clumps.

Indeks Bakteri (IB):

8

Page 12: Konsep Asuhan Keperawatan KUSTA

Merupakan ukuran semikuantitatif kepadatan BTA dalam sediaan

hapus. IB digunakan untuk menentukan tipe kusta dan mengevaluasi hasil

pengobatan. Penilaian dilakukan menurut skala logaritma RIDLEY sebagai

berikut:

0 :bila tidak ada BTA dalam 100 lapangan pandang

1 :bila 1-10 BTA dalam 100 lapangan pandang

2 :bila 1-10 BTA dalam 10 lapangan pandang

3 :bila 1-10 BTA dalam rata-rata 1 lapangan pandang

4 :bila 11-100 BTA dalam rata-rata 1 lapangan pandang

5 :bila 101-1000 BTA dalam rata-rata 1 lapangan pandang

6 :bila >1000 BTA dalam rata-rata 1 lapangan pandang

Indeks Morfologi (IM)

Merupakan persentase BTA bentuk utuh terhadap seluruh BTA. IM

digunakan untuk mengetahui daya penularan kuman, mengevaluasi hasil

pengobatan, dan membantu menentukan resistensi terhadap obat.

8. Konsep Pencegahan Penyakit Kusta

1) Pencegahan Primer

Pencegahan primer dapat dilakukan dengan :

a. Penyuluhan kesehatan

Pencegahan primer dilakukan pada kelompok orang sehat yang belum terkena

penyakit kusta dan memiliki resiko tertular karena berada disekitar atau dekat

dengan penderita seperti keluarga penderita dan tetangga penderita, yaitu dengan

memberikan penyuluhan tentang kusta. Penyuluhan yang diberikan petugas

kesehatan tentang penyakit kusta adalah proses peningkatan pengetahuan, kemauan

dan kemampuan masyarakat yang belum menderita sakit sehingga dapat

memelihara, meningkatkan dan melindungi kesehatannya dari penyakit kusta.

Sasaran penyuluhan penyakit kusta adalah keluarga penderita, tetangga penderita

dan masyarakat (Depkes RI, 2006)

b. Pemberian imunisasi

Sampai saat ini belum ditemukan upaya pencegahan primer penyakit kusta

9

Page 13: Konsep Asuhan Keperawatan KUSTA

seperti pemberian imunisasi (Saisohar,1994). Dari hasil penelitian di Malawi tahun

1996 didapatkan bahwa pemberian vaksinasi BCG satu kali dapat memberikan

perlindungan terhadap kusta sebesar 50%, sedangkan pemberian dua kali dapat

memberikan perlindungan terhadap kusta sebanyak 80%, namun demikian

penemuan ini belum menjadi kebijakan program di Indonesia karena penelitian

beberapa negara memberikan hasil berbeda pemberian vaksinasi BCG tersebut

(Depkes RI, 2006).

2) Pencegahan Sekunder

Pencegahan sekunder dapat dilakukan dengan :

Pengobatan pada penderita kusta

Pengobatan pada penderita kusta untuk memutuskan mata rantai penularan,

menyembuhkan penyakit penderita, mencegah terjadinya cacat atau mencegah

bertambahnya cacat yang sudah ada sebelum pengobatan. Pemberian Multi drug therapy

pada penderita kusta terutama pada tipe Multibaciler karena tipe tersebut merupakan

sumber kuman menularkan kepada orang lain (Depkes RI, 2006).

3) Pencegahan Tersier

a. Pencegahan cacat kusta

Pencegahan tersier dilakukan untuk pencegahan cacat kusta pada penderita.

Upaya pencegahan cacat terdiri atas (Depkes RI, 2006) :

Upaya pencegahan cacat primer meliputi penemuan dini penderita sebelum cacat,

pengobatan secara teratur dan penangan reaksi untuk mencegah terjadinya

kerusakan fungsi saraf.

Upaya pencegahan cacat sekunder meliputi perawatan diri sendiri untuk

mencegah luka dan perawatan mata, tangan, atau kaki yang sudah mengalami

gangguan fungsi saraf.Rehabilitasi kusta

b. Rehabilitasi merupakan proses pemulihan untuk memperoleh fungsi penyesuaian diri

secara maksimal atas usaha untuk mempersiapkan penderita cacat secara fisik,

mental, sosial dan kekaryaan untuk suatu kehidupan yang penuh sesuai dengan

kemampuan yang ada padanya. Tujuan rehabilitasi adalah penyandang cacat secara

umum dapat dikondisikan sehingga memperoleh kesetaraan, kesempatan dan

10

Page 14: Konsep Asuhan Keperawatan KUSTA

integrasi sosial dalam masyarakat yang akhirnya mempunyai kualitas hidup yang

lebih baik (Depkes RI, 2006). Rehabilitasi terhadap penderita kusta meliputi :

Latihan fisioterapi pada otot yang mengalami kelumpuhan untuk mencegah

terjadinya kontraktur.

Bedah rekonstruksi untuk koreksi otot yang mengalami kelumpuhan agar tidak

mendapat tekanan yang berlebihan.

Bedah plastik untuk mengurangi perluasan infeksi.

Terapi okupsi (kegiatan hidup sehari-hari) dilakukan bila gerakan normal terbatas

pada tangan.

Konseling dilakukan untuk mengurangi depresi pada penderita cacat.

9. Terapi

1. Terapi Medik

Tujuan utama program pemberantasan kusta adalah penyembuhan pasien kusta

dan mencegah timbulnya cacat serta memutuskan mata rantai penularan dari pasien

kusta terutama tipe yang menular kepada orang lain untuk menurunkan insiden penyakit.

Program Multi Drug Therapy (MDT) dengan kombinasi rifampisin, klofazimin, dan

DDS dimulai tahun 1981. Program ini bertujuan untuk mengatasi resistensi dapson yang

semakin meningkat, mengurangi ketidaktaatan pasien, menurunkan angka putus obat,

dan mengeliminasi persistensi kuman kusta dalam jaringan.

Rejimen pengobatan MDT di Indonesia sesuai rekomendasi WHO 1995 sebagai

berikut:

a) Tipe PB ( PAUSE BASILER)

Jenis obat dan dosis untuk orang dewasa :

Rifampisin 600mg/bln diminum didepan petugas DDS tablet 100 mg/hari

diminum di rumah. Pengobatan 6 dosis diselesaikan dalam 6-9 bulan dan setelah

selesai minum 6 dosis dinyatakan RFT (Release From Treatment) meskipun secara

klinis lesinya masih aktif. Menurut WHO(1995) tidak lagi dinyatakan RFT tetapi

menggunakan istilah Completion Of Treatment Cure dan pasien tidak lagi dalam

pengawasan.

11

Page 15: Konsep Asuhan Keperawatan KUSTA

b) Tipe MB ( MULTI BASILER)

Jenis obat dan dosis untuk orang dewasa:

Rifampisin 600mg/bln diminum didepan petugas. Klofazimin 300mg/bln

diminum didepan petugas dilanjutkan dengan klofazimin 50 mg /hari diminum di

rumah. DDS 100 mg/hari diminum dirumah, Pengobatan 24 dosis diselesaikan dalam

waktu maksimal 36 bulan sesudah selesai minum 24 dosis dinyatakan RFT meskipun

secara klinis lesinya masih aktif dan pemeriksaan bakteri positif. Menurut WHO

(1998) pengobatan MB diberikan untuk 12 dosis yang diselesaikan dalam 12-18

bulan dan pasien langsung dinyatakan RFT.

c) Dosis untuk anak

Klofazimin:

Umur, dibawah 10 tahun: /blnHarian 50mg/2kali/minggu, Umur 11-14 tahun,

Bulanan 100mg/bln, Harian 50mg/3kali/minggu,DDS:1-2mg /Kg BB,Rifampisin:10-

15mg/Kg BB

d) Pengobatan MDT terbaru

Metode ROM adalah pengobatan MDT terbaru. Menurut WHO(1998), pasien

kusta tipe PB dengan lesi hanya 1 cukup diberikan dosis tunggal rifampisin 600 mg,

ofloksasim 400mg dan minosiklin 100 mg dan pasien langsung dinyatakan RFT,

sedangkan untuk tipe PB dengan 2-5 lesi diberikan 6 dosis dalam 6 bulan. Untuk tipe

MB diberikan sebagai obat alternatif dan dianjurkan digunakan sebanyak 24 dosis

dalam 24 jam.

e) Putus obat

Pada pasien kusta tipe PB yang tidak minum obat sebanyak 4 dosis dari yang

seharusnya maka dinyatakan DO, sedangkan pasien kusta tipe MB dinyatakan DO

bila tidak minum obat 12 dosis dari yang seharusnya.

10. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian

12

Page 16: Konsep Asuhan Keperawatan KUSTA

a) Identitas pasien

Umur memberikan petunjuk mengenai dosis obat yang diberikan, anak-anak dan

dewasa pemberian dosis obatnya berbeda. Pekerjaan, alamat menentukan tingkat

sosial, ekonomi dan tingkat kebersihan lingkungan. Karena pada kenyataannya bahwa

sebagian besar penderita kusta adalah dari golongan ekonomi lemah.

b) Riwayat penyakit sekarang

Biasanya klien dengan morbus hansen datang berobat dengan keluhan adanya lesi

dapat tunggal atau multipel, neuritis (nyeri tekan pada saraf) kadang-kadang

gangguan keadaan umum penderita (demam ringan) dan adanya komplikasi pada

organ tubuh.

c) Riwayat kesehatan masa lalu

Pada klien dengan morbus hansen reaksinya mudah terjadi jika dalam kondisi

lemah, kehamilan, malaria, stres, sesudah mendapat imunisasi.

d) Riwayat kesehatan keluarga

Morbus hansen merupakan penyakit menular yang menahun yang disebabkan

oleh kuman kusta ( mikobakterium leprae) yang masa inkubasinya diperkirakan 2-5

tahun. Jadi salah satu anggota keluarga yang mempunyai penyakit morbus hansen

akan tertular.

e) Riwayat psikososial

Klien yang menderita morbus hansen akan malu karena sebagian besar

masyarakat akan beranggapan bahwa penyakit ini merupakan penyakit kutukan,

sehingga klien akan menutup diri dan menarik diri, sehingga klien mengalami

gangguan jiwa pada konsep diri karena penurunan fungsi tubuh dan komplikasi yang

diderita.

f) Pola aktivitas sehari-hari

Aktifitas sehari-hari terganggu karena adanya kelemahan pada tangan dan kaki

maupun kelumpuhan. Klien mengalami ketergantungan pada orang lain dalam

perawatan diri karena kondisinya yang tidak memungkinkan

g) Pemeriksaan fisik

13

Page 17: Konsep Asuhan Keperawatan KUSTA

Keadaan umum klien biasanya dalam keadaan demam karena reaksi berat pada

tipe I, reaksi ringan, berat tipe II morbus hansen. Lemah karena adanya gangguan

saraf tepi motorik.

- Sistem penglihatan

Adanya gangguan fungsi saraf tepi sensorik, kornea mata anastesi

sehingga reflek kedip berkurang jika terjadi infeksi mengakibatkan kebutaan, dan

saraf tepi motorik terjadi kelemahan mata akan lagophthalmos jika ada infeksi

akan buta. Pada morbus hansen tipe II reaksi berat, jika terjadi peradangan pada

organ-organ tubuh akan mengakibatkan irigocyclitis. Sedangkan pause basiler

jika ada bercak pada alis mata maka alis mata akan rontok.

- Sistem pernafasan

Klien dengan morbus hansen hidungnya seperti pelana dan terdapat gangguan

pada tenggorokan.

- Sistem persarafan

a. Kerusakan fungsi sensorik

Kelainan fungsi sensorik ini menyebabkan terjadinya kurang/ mati rasa. Alibat

kurang/ mati rasa pada telapak tangan dan kaki dapat terjadi luka, sedang pada

kornea mata mengkibatkan kurang/ hilangnya reflek kedip.

b. Kerusakan fungsi motorik

Kekuatan otot tangan dan kaki dapat menjadi lemah/ lumpuh dan lama-lama

ototnya mengecil (atropi) karena tidak dipergunakan. Jari-jari tangan dan kaki

menjadi bengkok dan akhirnya dapat terjadi kekakuan pada sendi (kontraktur),

bila terjadi pada mata akan mengakibatkan mata tidak dapat dirapatkan

(lagophthalmos).

c. Kerusakan fungsi otonom

Terjadi gangguan pada kelenjar keringat, kelenjar minyak dan gangguan

sirkulasi darah sehingga kulit menjadi kering, menebal, mengeras dan

akhirnya dapat pecah-pecah.

- Sistem muskuloskeletal

Adanya gangguan fungsi saraf tepi motorik adanya kelemahan atau kelumpuhan

otot tangan dan kaki, jika dibiarkan akan atropi.

14

Page 18: Konsep Asuhan Keperawatan KUSTA

- Sistem integumen

Terdapat kelainan berupa hipopigmentasi (seperti panu), bercak eritem (kemerah-

merahan), infiltrat (penebalan kulit), nodul (benjolan). Jika ada kerusakan fungsi

otonom terjadi gangguan kelenjar keringat, kelenjar minyak dan gangguan

sirkulasi darah sehingga kulit kering, tebal, mengeras dan pecah-pecah. Rambut:

sering didapati kerontokan jika terdapat bercak.

2. Diagnosa

1) Kerusakan integritas kulit yang berhubungan dengan lesi dan proses inflamasi.

2) Gangguan rasa nyaman, nyeri yang berhubungan dengan proses inflamasi jaringan

3) Intoleransi aktivitas yang berhubungan dengan kelemahan fisik.

4) Gangguan konsep diri (citra diri) yang berhubungan dengan ketidakmampuan dan

kehilangan fungsi tubuh.

3. Intervensi

NO Diagnosa Tujuan dan kreteria Intervensi Rasional

Diagnosa

I

Setelah dilakukan

tindakan keperawatan

proses inflamasi berhenti

dan berangsur-angsur

sembuh.

Kriteria :

1. Menunjukkan

regenerasi jaringan

2. Mencapai

penyembuhan tepat

waktu pada lesi

1. Kaji/ catat warna

lesi,perhatikan jika

ada jaringan

nekrotik dan kondisi

sekitar luka.

2. Berikan perawatan

khusus pada daerah

yang terjadi

inflamasi

1. Memberikan

inflamasi dasar

tentang terjadi

proses inflamasi

dan atau

mengenai

sirkulasi daerah

yang terdapat lesi

2. Menurunkan

terjadinya

penyebaran

inflamasi pada

jaringan sekitar

15

Page 19: Konsep Asuhan Keperawatan KUSTA

.

3. Evaluasi warna lesi

dan jaringan yang

terjadi inflamasi

perhatikan adakah

penyebaran pada

jaringan sekitar.

4. Bersihan lesi dengan

sabun pada waktu

direndam.

5. Istirahatkan bagian

yang terdapat lesi

dari tekanan.

3. Mengevaluasi

perkembangan

lesi dan inflamasi

dan

mengidentifikasi

terjadinya

komplikasi.

4. Kulit yang terjadi

lesi perlu

perawatan khusus

untuk

mempertahankan

kebersihan lesi.

5. Tekanan pada lesi

bisa

maenghambat

proses

penyembuhan.

16

Page 20: Konsep Asuhan Keperawatan KUSTA

NO Diagnosa Tujuan dan kreteria Intervensi Rasional

Diagnosa

II

Setelah dilakukan

tindakan keperawatan

proses inflamasi berhenti

dan berangsur-angsur

hilang.

Kriteria :

1. setelah dilakukan

tindakan

keperawatan proses

inflamasi dapat

berkurang dan nyeri

berkurang dan

beraangsur-angsur

hilang.

1. Observasi lokasi,

intensitas dan

penjalaran nyeri.

2. Observasi tanda-

tanda vital

3. Ajarkan dan anjurkan

melakukan tehnik

distraksi dan relaksasi

4. Atur posisi senyaman

mungkin

5. Kolaborasi untuk

pemberian analgesik

sesuai indikasi

1. Memberikan

informasi

untuk

membantu

dalam

memberikan

2. Untuk

mengetahui

perkembangan

atau keadaan

pasien

3. Dapat

mengurangi

rasa nyeri

4. Posisi yang

nyaman dapat

menurunkan

rasa nyeri

5. menghilangkan

rasa nyeri

17

Page 21: Konsep Asuhan Keperawatan KUSTA

NO Diagnosa Tujuan dan kreteria Intervensi Rasional

Diagnosa

III

Setelah dilakukan

tindakan keperawatan

kelemahan fisik dapat

teratasi dan aktivitas

dapat dilakukan.

Kriteria :

1. Pasien dapat

melakukan aktivitas

sehari-hari

2. Kekuatan otot

penuh

1. Pertahankan posisi

tubuh yang nyaman.

.

2. Perhatikan sirkulasi,

gerakan, kepekaan

pada kulit

3. Lakukan latihan

rentang gerak secara

konsisten, diawali

dengan pasif

kemudian aktif.

4. Jadwalkan

pengobatan dan

aktifitas perawatan

untuk memberikan

periode istirahat.

.

5. Dorong dukungan

dan bantuan

keluaraga/ orang

yang terdekat pada

latihan.

1. Meningkatkan

posisi fungsional

pada ekstremitas

2. Oedema dapat

mempengaruhi

sirkulasi pada

ekstremitas.

3. Mencegah secara

progresif

mengencangkan

jaringan,

meningkatkan

pemeliharaan

fungsi otot/ sendi

4. Meningkatkan

kekuatan dan

toleransi pasien

terhadap aktifitas

5. Menampilkan

keluarga/orang

terdekat untuk

aktif dalam

perawatan pasien

18

Page 22: Konsep Asuhan Keperawatan KUSTA

dan memberikan

terapi lebih

konstan

NO Diagnosa

IV

Tujuan Dan Kriteria Intervensi Rasional

Setelah dilakukan

tindakan keperawatan

tubuh dapat berfungsi

secara optimal dan

konsep diri meningkat.

Kriteria :

1. Pasien menyatakan

penerimaan situasi

diri

2. Memasukkan

perubahan dalam

konsep diri tanpa

harga diri negatif

1. Kaji makna

perubahan pada

pasien

2. Terima dan akui

ekspresi frustasi,

ketergantungan dan

kemarahan.

Perhatikan perilaku

menarik diri.

3. Berikan harapan

dalam parameter

situasi individu,

jangan memberikan

kenyakinan yang

salah.

4. Berikan penguatan

positif

5. Berikan kelompok

pendukung untuk

orang terdekat

1. Episode traumatik

mengakibatkan

perubahan tiba-

tiba. Ini

memerlukan

dukungan dalam

perbaikan

optimal.

2. Penerimaan

perasaan sebagai

respon normal

terhadap apa yang

terjadi membantu

perbaikan

3. Meningkatkan

perilaku positif

dan memberikan

kesempatan untuk

menyusun tujuan

dan rencana untuk

masa depan

berdasarkan

19

Page 23: Konsep Asuhan Keperawatan KUSTA

realitas.

4. Kata-kata

penguatan dapat

mendukung

terjadinya

perilaku koping

positif.

5. Meningkatkan

ventilasi perasaan

dan

memungkinkan

respon yang lebih

membantu pasien

20

Page 24: Konsep Asuhan Keperawatan KUSTA

BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

Kusta Adalah Penyakit Infeksi Yang Berlangsung Dalam Waktu lama, penyebabnya

adalah Mycobacterium leprae. Menyerang saraf tepi sebagai tujuan pertama, lalu kulit dan

saluran pernapasan bagian atas, kemudian dapat ke organ lain kecuali susunan saraf pusat.

Nama lainnya adalah Lepra atau Morbus Hansen.Kuman penyebabnya adalah

Mycobacterium leprae yang di temukan G.A. HANSEN pada tahun 1874 di Norwegia,

tahan asam dan alkohol, serta dengan pewarnaan giemsa akan menunjukkan hasil Gram

positif (berwarna ungu).

Diagnosis penyakit kusta didasarkan gambaran tanda dan gejala yang dimiliki.

Diantara semuanya, diagnosis secara klinislah yang terpenting dan paling sederhana.

B. Saran

Setelah membaca dan membahas makalah ini mahasiswa sebagai calon perawat

profesional dapat memahami dan mejalankan asuhan keperawatan pada pasien lepra. Prinsip

yang penting diharapkan dapat diajarkan pada pasien perawatan diri sendiri untuk

pencegahan cacat kusta adalah:

Pasien mengerti bahwa daerah yang mati rasa merupakan tempat risiko terjadinya luka.

21

Page 25: Konsep Asuhan Keperawatan KUSTA

Pasien dapat melakukan perawatan kulit (merendam, menggosok, melumasi) dan melatih

sendi bila mulai kaku.

Penyembuhan luka dapat dilakukan oleh pasien sendiri dengan membersihkan luka,

mengurangi tekanan pada luka dengan cara istirahat.

DAFTAR PUSTAKA

Depkes, 1998, ”Buku Pedoman Pemberantasan Penyakit Kusta”, Cetakan ke-XII, Depkes

Jakarta.

Juall, Lynda, 1995, “Rencana Asuhan Keperawatan Dan Dokumentasi Keperawatan Edisi II”,

EGC, Jakarta.

Mansjoer, Arif, 2000, ”Kapita Selekta Kedokteran Jilid 2 Edisi. III”, Media Aeuscualpius,

Jakarta.

Arini Krisnawati, S.Kep.Ns. Penyakit Kusta. Dalam : Asuhan Keperawatan Gangguan

Integumen. 2009. Ternate, Politeknik Kesehatan : 78 – 65.

http://yayannerz.blogspot.com/2011/03/askep-klien-dengan-penyakit kusta.html#ixzz2Q38CBQZ6

22

Page 26: Konsep Asuhan Keperawatan KUSTA

23