konjungtivitis akut
DESCRIPTION
KONJUNGTIVITIS AKUTTRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
Konjungtivitis atau radang konjungtiva adalah penyakit mata yang paling
umum didunia. Penyakit ini bervariasi dari hyperemia ringan dengan berair mata
sampai konjungtivitis berat dengan banyak secret purulen kental. Penyebabnya
umumnya eksogen, namun dapat endogen (IR. Schwab, Dawson CR. ;2000).
Karena lokasinya, konjungtiva terpapar terhadap banyak mikroorganisme
dan faktor lingkungan lain mengganggu. Beberapa mekanisme melindungi
permukaan mata dari substansi luar. Pada film air mata, unsure berairnya
mengencerkan materi infeksi, mukus menangkap debris, dan kerja memompa dari
palpebra secara tetap menghanyutkan air mata; air mata mengandung substansi
antimikroba, termasuk lisozim dan antibody (IgG dan IgA) (Soewono W et
al;1994).
Patogen umum yang dapat menyebabkan konjungtivitis adalah
Streptococcus pneumonia, Haemophilus influenza, Staphylococcus aureus,
Neisseria meningitides, kebanyakan strain adenovirus manusia, virus herpes
simpleks tipe 1 dan 2 serta dua pikorna virus. Dua agen yang ditularkan melalui
seks, adalah Chlamydia trachomatis dan Neisseria gonorrhea (Sidarta
Ilyas;1999).
Insidensi konjungtivitis di Indonesia berkisar 2-75%. Data perkiraan
jumlah penderita penyakit mata di Indonesia adalah 10% dari seluruh golongan
umur penduduk per tahun dan pernah menderita konjungtivitis. Data lain
menunjukkan bahwa dari 10 penyakit mata utama, konjungtivitis menduduki
tempat kedua (9,7%) setelah kelainan refraksi (25,35%) (Soewono W et al;1994).
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Konjungtivitis merupakan radang konjungtiva atau radang selaput
lendir yang menutupi belakang kelopak dan bola mata, dalam bentuk akut
dan kronis (Sidarta Ilyas;2013).
Konjungtivitis adalah peradangan konjungtiva yang ditandai oleh
dilatasi vascular, infiltrasi selular dan eksudasi, atau radang pada selaput
lender yang menutupi belakang kelopak dan bola mata (American
Academy of Opthalmology;2006).
Konjungtivitis merupakan peradangan pada konjungtiva yang
dapat disebabkan oleh bakteri, virus, jamur, klamidia, alergi atau iritasi
dengan bahan-bahan kimia (Soewono W et al;2006).
Gambar 1. Konjungtivitis
B. Anatomi dan Fisiologi Konjungtiva
Konjungtiva merupakan lapisan terluar dari mata yang terdiri dari
membran mukosa tipis yang melapisi kelopak mata, kemudian
melengkung melapisi permukaan bola mata dan berakhir pada daerah
transparan pada mata yaitu kornea. Secara anatomi, konjungtiva dibagi
atas 2 bagian yaitu konjungtiva palpebra dan konjungtiva bulbaris.
Namun, secara letak areanya, konjungtiva dibagi menjadi 6 area yaitu area
2
marginal, tarsal, orbital, forniks, bulbar dan limbal. Konjungtiva
bersambungan dengan kulit pada tepi kelopak (persambungan
mukokutan) dan dengan epitel kornea pada limbus. Pada konjugntiva
palpebra, terdapat dua lapisan epithelium dan menebal secara bertahap dari
forniks ke limbus dengan membentuk epithelium berlapis tanpa
keratinisasi pada daerah marginal kornea. Konjungtiva palpebralis terdiri
dari epitel berlapis tanpa keratinisasi yang lebih tipis. Dibawah epitel
tersebut terdapat lapisan adenoid yang terdiri dari jaringan ikat longgar
yang terdiri dari leukosit. Konjungtiva palpebralis melekat kuat pada
tarsus, sedangkan bagian bulbar bergerak secara bebas pada sclera kecuali
yang dekat pada daerah kornea (Sidarta Ilyas;2013).
Gambar 2. Anatomi Mata dari depan
Vaskularisasi konjungtiva berasal dari arteri siliaris anterior dan
arteri palpebralis. Kedua arteri ini beranastomosis secara bebas dengan
vena-vena konjungtiva. Pembuluh limfe konjungtiva tersusun dalam
lapisan superficial dan lapisan profundus dan bersambung dengan
pembuluh limfe palpebra hingga membentuk pleksus limfatikus yang
banyak. Konjungtiva menerima persarafan dari percabangan pertama
(oftalmik) nervus trigeminus. Saraf ini hanya relative sedikit mempunyai
serat nyeri (Vaughan et Asbury;2007).
Pada konjungtiva terdapat beberapa jenis kelenjar yang dibagi
menjadi dua grup besar yaitu: (James Bruce et al;2006).
3
1. Penghasil Musin
a. Sel Goblet; terletak dibawah epitel dan paling banyak
ditemukan pada daerah inferonasal.
b. Crypts of Henle; terletak sepanjang sepertiga atas dari
konjungtiva tarsalis superior dan sepanjang sepertiga bawah
dari konjungtiva tarsalis inferior.
c. Kelenjar Manz; mengelilingi daerah limbus.
2. Kelenjar Asesoris lakrimalis. Kelenjar asesoris ini termasuk
kelenjar Krause dan Wolfring . Kedua kelenjar ini terletak
dalam dibawah substansi propria.
C. Etiologi
Konjungtiva dapat mengalami peradangan akibat dari: (Soewono W
et al; 2006)
1. Infeksi oleh virus atau bakteri
2. Reaksi alergi terhadap debu, serbuk sari, bulu binatang
3. Iritasi oleh angin, debu, asap dan polusi udara lainnya; ultraviolet dari
las listrik atau sinar matahari.
D. Patofisiologi
Konjungtiva selalu berhubungan dengan dunia luar. Kemungkinan
konjungtiva terinfeksi dengan mikroorganisme sangat besar. Pertahanan
konjungtiva terutama oleh karena adanya tear film pada konjungtiva yang
berfungsi untuk melarutkan kotoran-kotoran dan bahan-bahan yang toksik
kemudian mengalirkan melalui saluran lakrimalis ke meatus nasi inferior.
Disamping itu tear film juga mengandung beta lysine, lysozim, IgA, IgG
yang berfungsi untuk menghambat pertumbuhan kuman. Apabila ada
mikroorganisme pathogen yang dapat menembus pertahanan tersebut
sehingga terjadi infeksi konjungtiva yang disebut konjungtivitis (Soewono
W et al;2006).
4
E. Gejala
Keluhan utama berupa rasa ngeres, seperti ada pasir didalam mata,
gatal, panas, kemeng disekitar mata, epifora dan mata merah. Penyebab
keluhan ini karena edema konjungtiva terbentuknya hipertrofi papiler dan
folikel yang mengakibatkan perasaan seperti ada benda asing didalam
mata (Soewono W et al;2006).
F. Gambaran Klinis
Tanda penting pada konjungtivitis adalah: (Soewono W et al;2006)
1. Hiperemia konjungtiva : Konjungtiva berwarna merah karena
pengisian pembuluh darah konjungtiva yang dalam keadaan normal
kosong. Pengisian pembuluh darah konjungtiva terutama didaerah
forniks akan semakin menghilang atau menipis ke arah limbus.
2. Epifora : keluarnya air mata yang berlebihan.
3. Pseudoptosis : kelopak mata atas sperti akan menutup oleh karena
edema konjungtiva palpebra dan eksudasi sel-sel radang pada
konjungtiva palpebra.
4. Hipertrofi papiler : suatu reaksi non spesifik konjungtiva di daerah
tarsus dan limbus berupa tonjolan-tonjolan yang berbentuk polygonal.
5. Folikel : reaksi nonspesifik konjungtiva biasanya karena infeksi virus,
berupa tonjolan kecil-kecil yang berbentuk bulat.
6. Khemosis : edema konjungtiva.
7. Pseudomembran dan membran : suatu membran yang terbentuk oleh
karena koagulasi fibrin.
8. Limfadenopati preaurikuler : pembesaran kelenjar limfe preaurikuler.
G. Klasifikasi
Berdasarkan perjalanan penyakitnya, konjungtivitis dapat
diklasifikasikan menjadi konjungtivitis hiperakut, akut, subakut, dan
kronis. Ret atau getah mata dapat bersifat purulen, mukopurulen, mukus,
serus dan kataral (Soewono W et al;2006).
5
Ada pun klasifikasi menurut gambaran klinis pada konjungtivitis
yang membedakan konjungtivitis bakteri, virus, jamur dan alergi adalah
sebagai berikut: (Sidarta Ilyas;2013)
Tanda Bakteri Viral Alergik Toksik TRIC
Injeksi
konjugntivitis
Mencolok Sedang Ringan-
Sedang
Ringan-
Sedang
Sedang
Hemoragi + + - - -
Khemosis ++ +/- ++ +/- +/-
Eksudat Purulen/
Mukopurulen
Jarang,
air
Berserabut,
(lengket)
putih
- Berserabut
(lengket)
Pseudo
membran
+/- (strep., C.
diph)
+/- - - -
Papil +/- - + - +/-
Folikel - + - +
(medikasi)
+
Nodus
preaurikuler
+ ++ - - +/-
Panus - - -
(kecuali
vernal)
- +
H. Pemeriksaan Penunjang
Dengan pemeriksaan laboratorium: Pemeriksaan secara langsung
dari kerokan atau getah mata setelah bahan tersebut dibuat sediaan yang
dicat dengan pengecatan Gram atau Giemsa dapat dijumpai sel-sel radang
polimorfonuklear, sel-sel mononuclear, juga bakteri atau jamur penyebab
konjungtivitis dapat diidentifikasi dari pengecatan ini. Pada konjungtivitis
yang disebabkan alergi pada pengecatan dengan Giemsa akan didapatkan
sel-sel eosinofil (Soewono W et al;2006).
6
I. Diagnosis
Diagnosis konjungtivitis dapat ditegakkan berdasarkan
pemeriksaan klinis dan laboratorium (Soewono W et al;2006). Pada
pemeriksaan klinis didapatkan adanya hiperemi konjungtiva, secret atau
getah mata, edema konjungtiva. Pemeriksaan laboratorium, ditemukannya
kuman-kuman atau mikroorganisme dalam sediaan langsung dari kerokan
konjungtiva atau getah mata, juga sel-sel radang polimorfonuklear atau
sel-sel mononuclear. Pada konjungtivitis karena jamur ditemukan adanya
hyfe, sedangkan pada konjungtivitis karena alergi ditemukan sel-sel
eosinofil (Soewono W et al;2006).
Untuk membedakan dengan konjungtivitis tipe lain dapat dilihat
table perbandingan berikut ini : (Sidarta Ilyas;2013)
Klinis dan
Sitologi
Bakteri Virus Klamidia Alergi
Gatal Minimal Minimal Minimal Hebat
Hiperemi
konjungtiva bulbi
Umum Umum
mencolok
Umum Umum
Mata berair Sedang Banyak Sedang Sedang
Sekret Mukopurulen Serus/Kataral - Mukus
Eksudasi Banyak Minimal Banyak Minimal
Adenopati
preaurikuler
Jarang Sering Sering pada
konjungtivitis
inklusi
-
Hasil kerokan
sakulus
konjungtiva
inferior
Bateri, PMN Monosit PMN, sel plasma Eosinofil
Disertai sakit
tenggorokan dan
demam
Kadang Kadang - -
7
J. Penatalaksanaan
Pengobatan spesifik tergantung dari identifikasi penyebab. Dua
penyebab klasik konjungtivitis bakteri akut adalah Streptokokus Pneumoni
dan Haemophylus aegypticus. Pada umumnya konjungtivitis karena
bakteri dapat diobati dengan Sulfonamide (Sulfacetamide 15%) atau
antibiotic (Gentamycin 0,3% Chloramphenicol 0,5%, Polimixin).
Gentamycin dan Tobramycin sering disertai reaksi hipersensitivitas local.
Penggunaan aminoglikosida seperti gentamycin yang tidak teratur dan
adekuat menyebabkan resistensi organism Gram negative Soewono W et
al;2006).
Konjungtivitis karena jamur sangat jarang. Dapat diberi
Amphotericin B 0,1% yang efektif untuk Aspergillus dan Candida.
Pengobatan utama adalah suportif. Berikan kompres hangat atau dingin,
bersihkan secret dan dapat memakai air mata buatan. Pemberian
kortikosteroid tidak dianjurkan untuk pemakaian rutin (Soewono W et
al;2006).
K. Prognosis
Konjungtivitis pada umumnya Self Limited Disease artinya dapat
sembuh dengan sendirinya. Tanpa pengobatan biasanya sembuh dalam 10-
14 hari. Bila diobati sembuh dalam waktu 1-3 hari. Konjungtivitis karena
Staphylococcus sering kali menjadi kronis (Soewono W et al;2006).
8
BAB III
LAPORAN KASUS
A. Identitas Penderita
Nama : An. MSA
Umur : 6 Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Ds. Sembunglor RT 03/RW 03 Baureno,
Bojonegoro
Pekerjaan : -
Tanggal Pemeriksaan : 11 Agustus 2015
B. Anamnesis
1. Keluhan Utama : Mata Kanan Merah
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Mata kanan merah sudah sejak 2 hari yang lalu. Mata merah
disertai rasa nyeri dan panas, gatal, blobok dan seperti ada yang
mengganjal seperti pasir. Pasien merasa mata kanan setiap hari
keluar kotoran terutama pada pagi hari. Mata kanan juga dirasakan
keluar air mata terus. Kelopak mata kanan atas juga dirasakan agak
susah untuk dibuka seperti ada yang bengkak. Pasien tidak merasa
pandangan kabur.
3. Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien sebelumnya tidak pernah menderita sakit seperti ini.
4. Riwayat Penyakit Keluarga
Anggota keluarga dirumah tidak ada yang pernah sakit sperti ini.
5. Riwayat Pengobatan
Belum pernah dibawa untuk diperiksa ke dokter hanya memakai tetes
mata Insto® yang dibeli di toko.
C. Tanda-tanda Vital
Keadaan Umum : Baik
9
Kesadaran : Composmentis
Tekanan Darah : 110/70 mmHg
Nadi : 102 x/menit
RR : 26 x/menit
D. Pemeriksaan Fisik
Status Lokalis
VOD : 6/6 VOS : 6/6
Occuli Dextra Segment Anterior Occuli Sinistra
Edema (+)
Spasme (-)
Hiperemi (-)
Palpebra
Edema (-)
Spasme (-)
Hiperemi (-)
Subkonjungtiva Bleeding
(-)
CVI (+)
Pseudomembran (-)
PCVI (-)
Konjungtiva
Subkonjungtiva Bleeding
(-)
CVI (-)
Pseudomembran (-)
PCVI (-)
Jernih Kornea Jernih
Dalam
Hipopion (-)
Hifema (-)
Camera Oculi Anterior
Dalam
Hipopion (-)
Hifema (-)
Hitam Kecoklatan
Iris Shadow (-)
Radang (-)
Iris
Hitam Kecoklatan
Iris Shadow (-)
Radang (-)
10
Bulat
Diameter ± 3 mm
Reflek cahaya (+)
Pupil
Bulat
Diameter ± 3 mm
Reflek cahaya (+)
Jernih Lensa Jernih
(+) Sekret (-)
E. Assesment
OD Konjungtivitis Akut
F. Planning
1. Planning Diagnosis
Pemeriksaan laboratorium dengan kerokan secara langsung getah mata
atau sekret dengan dilakukan pengecatan Gram atau Giemsa.
2. Planning Terapi
a. Rawat Jalan
b. Antibiotik tetes mata : Sulfacetamide 15% eye Drop 4 x gtt I OD
3. Edukasi
a. Anjurkan kepada pasien untuk menggunakan pelindung mata
seperti kaca mata.
b. Bersihkan sekret dan bisa menggunakan air mata buatan.
c. Hindari aktivitas yang berdebu dan kotor.
11
BAB IV
PENUTUP
Telah dilaporkan sebuah kasus konjungtivitis akut OD pada seorang
penderita perempuan, usia 6 tahun. Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesa
dan pemeriksaan fisik. Penatalaksanaan pada pasien ini adalah dengan pemberian
antibiotic tetes mata.
12
Daftar Pustaka
American Academy of Opthalmology. External Diesease and Cornea section 11.
San Fransisco: MD Association, 2005-2006.
Ilyas, Sidarta. 1999. Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
Ilyas, Sidarta. 2013. Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: FKUI hal; 2, 134.
James Bruce, Chris Chew, Anthony Bron. 2006. Oftamologi edisi 9. Jakarta:
Erlangga.
Schwab IR, Dawson CR. 2000. Konjungtiva dalam: Oftalmologi Umum edisi 14.
Jakarta : Widya Medika.
Soewono W, Moediono M, Eddyanto. 2006. Konjungtivitis dalam: Pedoman
Diagnosis dan Terapi Departemen/SMF Ilmu Penyakit Mata. Surabaya:
RSU Dr. Soetomo (hal; 88-91).
13