laporan biodiesel kel 7
DESCRIPTION
Tugas biologi terapanTRANSCRIPT
LAPORAN BIOLOGI TERAPAN
BIODIESEL MINYAK KELAPA SAWIT
Disusun oleh:
Kelompok 7
Hasbi Ashshidiqqi (1111016100043)
Rakhil (1111016100059)
Uliyatul Fikriyyah (1111016100063)
Ratna Alfiani (1111016100065)
Nor Hidayati (1111016100067)
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI
JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2014
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT yang telah
memberikan rahmat dan karunia-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan
laporan project mengenai.”Biodiesel Minyak Kelapa Sawit” ini. Adapun
laporan ini bertujuan suntuk memenuhi tugas pada mata kuliah Biologi
Terapan di Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta.
Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
berperan serta dan membantu dalam melaksanakan projrct ini. Kami sadari
sepenuhnya, bahwa laporan ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena, itu
kritik dan saran dari berbagai pihak yang bersifat membangun sangatlah
kami harapkan. Namun, di balik ketidak empurnaan laporan ini masih
tersimpan satu harapan, semoga makalah ini dapat menambah ilmu dan
wawasan baru bagi para pembaca.
Ciputat, 25 Desember 2014
Tim Penyusun
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR………………………………………………………......... i
DAFTAR ISI……………………………………………………………………… ii
BAB I PENDAHULUAN………………………………………………………… 1
A. Latar Belakang……………………………………………………………... 1
B. Identifikasi Masalah………………………………………………………... 4
C. Batasan Masalah……………………………………………………………. 4
D. Rumusan Masalah………………………………………………………….. 5
E. Tujuan Projek………………………………………………………… …… 5
F. Manfaat Projek…………………………………………………………… 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA…………………………………………………. 6
A. Kelapa Sawit……………………………………………………………….. 6
1. Minyak Kelapa Sawit………………………………………………….. 6
2. Budidaya Kelapa Sawit………………………………………………… 11
3. Bagian Kelapa Sawit sebagai Bahan Baku Biodiesel………………….. 16
4. Pengaruh Hasil Budidaya dengan Lingkungan………………………… 16
B. Biodisel……………………………………………………………………. 17
1. Definisi Biodiesel……………………………………………………… 17
2. Bahan Baku Biodiesel…………………………………………………. 18
3. Karakteristik Biodiesel………………………………………………… 21
4. Standar Mutu Bodiesel………………………………………………… 22
5. Proses Pembuatan Biodiesel…………………………………………… 23
6. Emisi Gas Buang……………………………………………………… 24
BAB III METODOLOGI PROJECT…………………………………………… 28
A. Perencanaan Project……………………………………………………… 28
B. Waktu dan Tempat…………………………………………………………. 29
BAB IV OBSERVASI…………………………………………………………….. 30
ii
A. Wawancara…………………………………………………………………. 30
B. Skala Laboratorium………………………………………………………… 31
C. Skala Pabrik…………………………………………………………........... 36
BAB V PEMBAHASAN………………………………………………………….. 40
BAB VI PENUTUP……………………………………………………………….. 46
A. Kesimpulan………………………………………………………………… 46
B. Saran………………………………………………………………………... 46
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………….. 47
DAFTAR GAMBAR…………………………………………………..Terlampir
iii
5
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Saat ini pemanasan global menjadi masalah lingkungan yang paling
menarik perhatian. Apabila energi berada dalam keseimbangan maka suhu
bumi juga akan tetap dan stabil. Tetapi jika konsentrasi gas di udara (gas
rumah kaca) yang berfungsi mencegah lepasnya energi ke ruang angkasa
meningkat, maka terjadilah ketidakseimbangan dan suhu permukaan bumi
akan meningkat. Peningkatan suhu ini menyebabkan perubahan iklim dan
meningkatnya permukaan air laut. Perubahan tersebut memberikan efek yang
besar pada dasar eksistensi manusia seperti misalnya ekologi. Inilah yang
disebut masalah pemanasan global.
Intergovernmental Panael on Climate Change (IPCC) dengan World
Meteorological Organization (WMO) sebagai forum diskusi tingkat
pemerintah mengenai masalah pemanasan global bersama United Nations
Environmental Programs (UNEP) melaporkan bahwa 64% di antara gas
rumah kaca adalah CO2. Oleh karena sekitar 80% jumlah CO2 yang dihasilkan
berasal dari konsumsi bahan bakar fosil, maka pengurangan CO2 menjadi
topik yang penting. Sudah terlihat bahwa pemanasan global menyebabkan
peningkatan suhu, perubahan iklim, meningkatnya permukaan air laut, dan
perubahan ekologi yang memberikan pengaruh besar kepada dasar eksistensi
manusia.
Menurut International Energy Agency (IEA), saat ini 80% sumber
energi dunia masih berasal dari bahan bakar fosil. Bahan bakar fosil memasok
81% dari total permintaan energi pada 2009. Dan selama 10 tahun terakhir,
permintaan energi berbahan bakar fosil telah naik sebesar 85%. Tingginya
penggunaan minyak, batu bara dan gas ini menyebabkan dunia semakin sulit
membatasi emisi CO2 guna menjaga agar suhu bumi tidak naik melebihi 2
derajat Celcius. 1
6
Kontinuitas penggunaan bahan bakar fosil (fossil fuel) memunculkan
paling sedikit dua ancaman serius: (1) faktor ekonomi, berupa jaminan
ketersediaan bahan bakar fosil untuk beberapa dekade mendatang, masalah
suplai, harga, dan fluktuasinya (2) polusi akibat emisi pembakaran bahan
bakar fosil ke lingkungan. Polusi yang ditimbulkan oleh pembakaran bahan
bakar fosil memiliki dampak langsung maupun tidak langsung kepada derajat
kesehatan manusia. Polusi langsung bisa berupa gas-gas berbahaya, seperti
CO, NOx, dan UHC (unburn hydrocarbon), juga unsur metalik seperti timbal
(Pb). Sedangkan polusi tidak langsung mayoritas berupa ledakan jumlah
molekul CO2 yang berdampak pada pemanasan global (Global Warming
Potential). Kesadaran terhadap ancaman serius tersebut telah mengintensifkan
berbagai riset yang bertujuan menghasilkan sumber-sumber energi (energy
resources) ataupun pembawa energi (energy carrier) yang lebih terjamin
keberlanjutannya (sustainable) dan lebih ramah lingkungan.1
IEA merekomendasikan agar pemerintah menciptakan kebijakan
insentif praktis dalam skala yang lebih luas yaitu kebijakan energi terbarukan
dalam skala besar. Semua rekomendasi tersebut tercantum dalam laporan
Energy Technology Perspectives 2012. Indonesia sebagai negara agraris dan
tropis, dapat menjadi bagian solusi dari masalah global tersebut, antara lain
melalui peningkatan produksi perkebunan, seperti minyak sawit.
Menyelamatkan bumi dari pemanasan global yang lebih parah
memerlukan gerakan masyarakat internasional untuk dua hal utama, yakni (1)
Mengurangi emisi GHG khususnya karbondioksida (CO2) melalui
pengurangan konsumsi bahan bakar fosil (BBF) secara dramatis dan (2)
Menyerap kembali GHG khususnya CO2 dari atmosfir bumi. Perkebunan
kelapa sawit potensial menjadi bagian solusi dari kedua hal tersebut.
Tumbuhan memiliki mekanisme proses fotosintesis (asimilasi) yang
menyerap CO2 atmosfir bumi dan energi matahari dan disimpan dalam bentuk
biomass (stok karbon). Selain proses fotosintesis, tumbuhan juga melakukan
1 Yuli Indartono, Bioethanol, Alternatif Energi Terbarukan: Kajian Prestasi Mesin dan
Implementasi di Lapangan, Kobe University, 2005, http://www.energi.lipi.go.id.
2
7
pernafasan/respirasi yang menghasilkan CO2 ke atmosfir bumi. Oleh sebab
itu, yang perlu dilihat adalah penyerapan netto-nya yakni CO2 yang diserap
dikurangi CO2 yang dilepas. Dalam penelitian Henson (1999) menyebutkan
bahwa kemampuan perkebunan kelapa sawit dalam menyerap CO2 (secara
netto) lebih besar dibandingkan hutan alam tropis.2
Pembudidayaan kelapa sawit melalui perkebunan merupakan suatu
mekanisme efektif melestarikan plasma nutfah (biodiversity), yakni tanaman
kelapa sawit beserta organisme yang ada, fungsi ekologis dan fungsi ekonomi
secara lintas generasi. Kelapa sawit juga menghasilkan energi terbarukan
secara efisien. Perkebunan kelapa sawit dari berbagai indikator, lebih unggul
dari hutan tropis dalam memanen energi matahari.
Dari segi efisiensi proses penangkapan energi matahari (efisiensi
fotosintesis, efisiensi konversi radiasi) perkebunan kelapa sawit lebih unggul
(lebih efisien) hampir dua kali lipat dari kemampuan hutan tropis. Kemudian
dari segi hasil proses penangkapan energi matahari (produksi biomass dan
bahan kering) perkebunan kelapa sawit juga lebih unggul daripada hutan
tropis. Pertumbuhan biomass dan bahan kering tersebut merupakan indikator
produksi energi terbarukan (renewable energy), laju penyerapan netto CO2
sekaligus laju akumulasi stok karbon yang diserap persatuan waktu.
Kemudian bila dibandingkan kemampuan kelapa sawit dengan
tanaman minyak nabati lainnya ternyata kelapa sawit juga lebih unggul dalam
menangkap energi matahari dan menyimpannya dalam bentuk biomass
(minyak sawit). Jika masyarakat bersedia menghemat konsumsi BBF dan
energi yang dihemat tersebut digunakan untuk kegiatan perkebunan kelapa
sawit, akan digantikan lebih dua kali lipat dalam bentuk energi terbarukan.
Menipisnya persediaan minyak bumi di Indonesia telah mendorong
pemerintah mengeluarkan peraturan melalui Perpres Nomor 5 tahun 2006
tentang Kebijakan Energi nasional, sebagai upaya untuk mengembangkan
sumber energi alternatif pengganti bahan bakar minyak yang berasal dari fosil.
2 Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia, Indonesia dan Perkebunan Kelapa Sawit
dalam Isi Lingkungan Global, Jakarta, 2013. hal. 32
3
8
Pengembangan bioenergi dari sumber bahan nabati merupakan langkah yang
sangat strategis. Langkah nyata pemerintah Indonesia dalam pengembangan
bahan bakar nabati adalah diterbitkannya beberapa kebijakan pemerintah
terkait dengan penyediaan dan pemanfaatan bahan bakar nabati, diantaranya:
(1) Intruksi presiden No.1 tahun 2006 tertanggal 25 januari 2006 tetang
penyediaan dan pemanfaatan bahan bakar nabati (biofuel) sebagai bahan bakar
lain; (2) Peraturan presiden No. 5/2006 tanggal 25 Januari 2006 tentang
kebijakan Ekonomi Nasional. Pokok isinya adalah pada tahun 2025
ditargetkan bahan energi terbarukan harus sudah mencapai lebih dari 5% dari
kebutuhan energi nasional, sedangkan BBM ditargetkan menurun sampai di
bawah 20%; (3) Keputusan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian
Nomor: Kep.11/Mekon/02/2006, tentang tim koordinasi program aksi
penyediaan dan pemanfaatan energi alternatif. Pengembangan biofuel yang
dilakukan dalam program aksi tersebut meliputi kegiatan penyediaan bahan
baku (sektor hulu/ Dep. Pertanian), pengolahan (sektor tengah/ Dep.
Perindustrian), pemanfaatan biofuel (sektor hilir/Dep. ESDM), dan kegiatan
pendukung lainnya.
B. Identifikasi Masalah
1. Efek pemanasan global akibat emisi gas CO2 yang berasal dari bahan
bakar fosil
2. Karena semakin menipisnya cadangan minyak bumi sebagai bahan
bakar, maka pemerintah perlu melakukan upaya dalam mencari energi
alternatif yang terbarukan (renewable).
3. Indonesia yang memilki perkebunan kelapa sawit terbesar berpotensi
mengembangkan bahan bakar nabati.
C. Batasan Masalah
Hal utama yang menjadi perhatian dalam project ini adalah:
1. Bahan baku nabati yaitu minyak kelapa sawit
2. Proses skala laboratorium
3. Proses skala pabrik
4
9
D. Rumusan Masalah
1. Bagaimana proses pembuatan biodiesel skala laboratorium?
2. Bagaimana pembuatan biodiesel skala pabrik?
E. Tujuan Projek
1. Untuk mengetahui proses pembuatan biodiesel skala laboratorium
2. Untuk mengetahui proses pembuatan biodiesel skala pabrik
F. Manfaat Projek
Manfaat dari project ini adalah memberikan informasi kepada
mahasiswa maupun masyarakat tentang bagaimana proses pembuatan
biodiesel sebagai bahan bakar alternarif guna mengantisipasi menipisnya
cadangan bahan bakar minyak bumi.
5
10
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kelapa Sawit
1. Minyak kelapa sawit
Minyak kelapa sawit diperoleh dari pengolahan buah kelapa sawit
dengan kandungan asam lemak yang bervariasi, baik dalam panjang
maupun struktur rantai karbonnya. Panjang rantai karbon dalamminyak
kelapa sawit berkisar antara atom karbon C12-C20. Tabel 2.1 menyajikan
komposisi asam lemak dalam minyak kelapa sawit. Komposisi asam
lemak dalam minyak kelapa sawit sangat menentukan sifat fisik dan kimia
minyak kelapa sawit. Beberapa sifat fisik dan kimia minyak kelapa sawit
disajikan di tabel 2.2.
Table 2.1. Komposisi asam lemak minyak kelapa sawit
Asam Lemak Jumlah (%)
Asam karpilat -
Asam kaproat -
Asam miristat 0,9 – 1,5
Asam palmitat 41,8 – 46,8
Asam laurat 0,1 – 1,0
Asam stearate 4,2 – 5,1
Asam palmitoleat 0,1 – 0,3
Asam oleat 37,3 – 40,8
Asam linoleate 9,1 – 11,0
6
11
Tabel 2.2. Sifat fisiko-kimia minyak kelapa sawit
Sifat Jumlah
Bilangan penyapunan (mgKOH/g
minyak)
190,1 – 201,7
Bilangan iod (wijs) 50,6 – 55, 1
Melting point (˚C) 31,1 – 37, 6
Indeks refraksi (50 ˚C) 1,455 – 1,456
Minyak sawit mengandung sejumlah kecil komponen non-
trigliserida. Karotenoid, tokoerol, tokotrienol, sterol, phospatida, dan
alcohol alipatik merupakan beberapa komponen trigliserida yang
terkanding dalam minyak kelapa sawit dan selanjutnya disebut sebagai
komponen minor. Jumlah komponen minor dalam minyak kelapa sawit
sekitar 1%. Tiga komponen minor pertama minyak kelapa sawit memiliki
peranan penting dalam mempertahankan stabilitas minyak. Karoten,
tokoperol, dan tokotrienol di dalam minyak kelapa sawit merupakan agen
antioksidan alami yang menjaga stabilitas minyak terhadap kerusakan
akibat oksidasi. Minyak kelapa sawit mengandung sekitar 500 – 700 ppm
karoten dan 600 – 1.000 ppm tokotrienol dan tokoperol. Karoten dala
minyak kelapa sawit hadir dalam bentuk α-karoten. Kombinasi kandungan
karoten, tokoperol, tokotrienol dan 50% asam lemak tidak jenuh
menyebabkan minyak kelapa sawit memiliki stabilitas oksidatif yang lebih
tinggi dibandingkan dengan minyak nabati lainnya. Selain sebagai anti
oksidan alami, karoten, tokoperol, dan tokotrienol minyak kelapa sawit
memiliki peranan penting bagi kesehatan manusia. Komponen α-karoten
berperan sebagai sumber vitamin A sedangkan tokoperol, dan
tokotrienolmemiliki peranan penting sebagai sumber vitamin E.
Kelapa sawit merupakan sumber bahan baku penghasil minyak
yang paling efisie dibandingkan dengan tanaman penghasil minyak nabati
7
12
lainnya. Secara garis besar, buah kelapa sawit terdiri dari daging buah
yang dapat diolah menjadi CPO (crude palm oil) dan inti (kernel) yang
dapat diolah menjadi PKO (palm kernel oil). Minyak CPO dan PKO
memiliki perbedaan, baik dalam komposisi asam lemak yang terkandung
(Tabel 2.3) maupun sifat fisiko-kimianya (Tabel 2.4) Komponen asam
lemak terbesar penyusun PKO adalah asam laurat. Karakteristik ini
menjadikan PKO memiliki karakteristik yang mirip dengan minyak
kelapa.
Tabel 2.3. Komposisi asam lemak CPO, PKO, RBD OLein, RBD Stearin dan
PFAD
Asam lemak
Jumlah (%)
CPO PKO RBD
Olein
RBD
Stearin
PFAD
Asam
kalpirat
- - - - -
Asam
kaproat
- - - - -
Asam laurat 0,2 47 – 53 0,1 – 0,5 0,1 – 0,6 0,1 – 0,3
Asam
miristat
1,1 15- 19 0,9 – 1,4 1,1 – 1,9 0,9 – 1,5
Asam
palmitat
44,0 8 – 11 37,9 – 41,7 47,2 – 73,8 42,9 – 51,0
Asam
stearate
4,5 1 – 3 4,0 – 4,8 4,4 – 5,6 4,1 – 4,9
Asam
palmitoleat
- - 0,1 – 0,4 0,05 – 0,2 -
Asam oleat 39,2 12 – 19 40,7 – 43,9 15,6 – 37,0 32,8 – 39,8
Asam
linoleat
10,1 2 – 4 10,4 – 13,4 3,2 – 9,8 8,6 – 11,3
8
13
Tabel 2.4. Sifat fisiko-kimia CPO, PKO, RBD OLein, RBD Stearin dan PFAD
Sifat
Jumlah (%)
CPO PKO RBD
Olein
RBD
Stearin PFAD
Kadar asam
lemak bebas
- 25 %
(m/m)
0,8190 - 72,3-89,4
Bilangan
asam (mg
KOH/g)
6,9 225 - - -
Bilangan
penyabunan
(mg KOH/g
oil)
224 - 249 256 194 - 202 193 – 206 -
Bilangan iod
(wijs)
44 - 54 14 – 23 - - 51,2 –
57,4
Melting
point (0C)
21 - 24 26 – 30 - - 48
Indeks
refraksi (40
0C)
36,0 –
37,5
- 1,4586 –
1,4592
- -
Indeks
refraksi (40
0C)
- - - 1,4472 –
1,4511
-
Minyak kelapa sawit dapat digunakan untuk bahan makanan dan
industri melalui proses ekstraksi dan pemurnian, seperti penjernihan dan
penghilangan bau atau dikenal dengan RBDPO (refined, bleached, and
deodorized palm oil). Setelah itu CPO dapat difraksinasi menjadi RBD
stearin dan RBD olein dengan komposisi asam lemak yang berbeda. RBD
olein terutama digunakan untuk pembuatan minyak goring, sedangkan
9
14
RBD stearin terutama digunakan untuk margarin, shortening, serta bahan
baku industri sabun dan deterjen.
Secara umum, proses pengolahan minyak kelapa sawit dapat
menghasilkan 73% olein, 21% stearin, 5% PFAD (Palm fatty acid
distillate), dan 0,5% bahan lainnya. Pada umumnya, PFAD digunakan
oleh industri, baik sebagai bahan baku sabun maupun makanan ternak.
PFAD memiliki kandungan FFA (free fatty acid) sekitar 81,7%, gliserol
14,4%, squalene 0,8%, vitamin E 0,5%, sterol 0,4% dan lain-lain 2,2%.
Produk-produk turunan minyak sawit yang dapat digunakan
sebagai bahan baku biodiesel diantaranya CPO, CPO low grade (kandunan
FFA tinggi), PFAD, dan RBD olein. Sebelum diolah menjadi biodiesel,
CPO ( crude palm oil) membutuhkan proses pemurnian (degumming).
Degumming bertujuan untuk menghilangkan senyawa-senyawa pengotor
yang terdapat dalam minyak, seperti gum dan fosfatida.
Tabel 2.5. Produksi kelapa sawit (CPO dan PKO) di Indonesia
Tahun Produksi CPO (1.000 ton) Produksi PKO (1.000 ton)
2001 9.200 1.476
2002 10.300 1.599
2003 11.500 1.594
2004 14.000 1.830
2005 15.000 1.853
Saat ini pasokan bahan baku minyak sawit cukup melimpah, karena
perkebunan kelapa sawit sudah lama diusahakan dalam sekala besar dan
berkembang dengan baik. Pengembangan tetap perlu dilakukan karena selama
ini minyaksawit banyak digunakan sebagai bahan baku industri, baik industri
pangan (minyak goreng) maupun non pangan (oleokimia). Penggunaan
minyak sawit sebagai bahan baku biodisel tentunya mempertegas hal tersebut.
Harapannya, konsumsi minyak sawit untuk biodisel tidak akan mengganggu
10
15
ketersediaan minyak sawit untuk pangan dan oleokimia pada masa yang akan
datang.3
2. Budidaya Kelapa Sawit
a. Syarat Pertumbuhan
1) Iklim
Lama penyinaran matahari rata-rata 5-7 jam/hari. Curah
hujan tahunan 1.500-4.000 mm. Temperatur optimal 24-280C.
Ketinggian tempat yang ideal antara 1-500 m dpl. Kecepatan
angin 5-6 km/jam untuk membantu proses penyerbukan.
2) Media Tanam
Tanah yang baik mengandung banyak lempung, beraerasi
baik dan subur. Berdrainase baik, permukaan air tanah cukup
dalam, solum cukup dalam (80 cm), pH tanah 4-6, dan tanah tidak
berbatu. Tanah Latosol, Ultisol dan Aluvial, tanah gambut saprik,
dataran pantai dan muara sungai dapat dijadikan perkebunan
kelapa sawit.
b. Pedoman Teknis Budidaya
1) Pembibitan
a) Penyemaian
Kecambah dimasukkan polibag 12x23 atau 15x23 cm berisi
1,5-2,0 kg tanah lapisan atas yang telah diayak. Kecambah
ditanam sedalam 2 cm. Tanah di polibag harus selalu lembab.
Simpan polibag di bedengan dengan diameter 120 cm. Setelah
berumur 3-4 bulan dan berdaun 4-5 helai bibit dipindah
tanamkan. Bibit dari dederan dipindahkan ke dalam polibag
40x50 cm setebal 0,11 mm yang berisi 15-30 kg tanah lapisan
atas yang diayak. Sebelum bibit ditanam, siram tanah dengan
3 Erliza Hambali, dkk., Teknologi Bioenergi. (Tangerang: Agro Media, 2008), h. 14-19.
11
16
POC NASA 5 ml atau 0,5 tutup per liter air. Polibag diatur
dalam posisi segitiga sama sisi dengan jarak 90x90 cm.
b) Pemeliharaan Pembibitan
Penyiraman dilakukan dua kali sehari. Penyiangan 2-3 kali
sebulan atau disesuaikan dengan pertumbuhan gulma. Bibit
tidak normal, berpenyakit dan mempunyai kelainan genetis
harus dibuang. Seleksi dilakukan pada umur 4 dan 9 bulan.
Pemupukan pada saat pembibitan sebagai berikut :
Pupuk Makro
> 15-15-6-4 Minggu ke 2 & 3 (2 gram); minggu ke
4 & 5 (4gr); minggu ke 6 & 8 (6gr);
minggu ke 10 & 12 (8gr)
> 12-12-17-2 Mingu ke 14, 15, 16 & 20 (8 gr);
Minggu ke 22, 24, 26 & 28 (12gr),
minggu ke 30, 32, 34 & 36 (17gr),
minggu ke 38 & 40 (20gr).
> 12-12-17-2 Minggu ke 19 & 21 (4gr); minggu ke
23& 25 (6gr); minggu ke 27, 29 & 31
(8gr)
> POC NASA Mulai minggu ke 1 – 40 (1-2cc/lt air
perbibit disiramkan 1-2 minggu
sekali).
12
17
2) Teknik Penanaman
a) Penentuan Pola Tanaman
Pola tanam dapat monokultur ataupun tumpangsari.
Tanaman penutup tanah (legume cover crop LCC) pada areal
tanaman kelapa sawit sangat penting karena dapat
memperbaiki sifat-sifat fisika, kimia dan biologi tanah,
mencegah erosi, mempertahankan kelembaban tanah dan
menekan pertumbuhan tanaman pengganggu (gulma).
Penanaman tanaman kacang-kacangan sebaiknya dilaksanakan
segera setelah persiapan lahan selesai.
b) Pembuatan Lubang Tanam
Lubang tanam dibuat beberapa hari sebelum tanam dengan
ukuran 50x40 cm sedalam 40 cm. Sisa galian tanah atas (20
cm) dipisahkan dari tanah bawah. Jarak 9x9x9 m. Areal
berbukit, dibuat teras melingkari bukit dan lubang berjarak 1,5
m dari sisi lereng.
c) Cara Penanaman
Penanaman pada awal musim hujan, setelah hujan turun
dengan teratur. Sehari sebelum tanam, siram bibit pada
polibag. Lepaskan plastik polibag hati-hati dan masukkan bibit
ke dalam lubang. Taburkan Natural GLIO yang sudah
dikembangbiakkan dalam pupuk kandang selama + 1 minggu
di sekitar perakaran tanaman. Segera ditimbun dengan galian
tanah atas. Siramkan POC NASA secara merata dengan dosis
± 5-10 ml/ liter air setiap pohon atau semprot (dosis 3-4
tutup/tangki). Hasil akan lebih bagus jika menggunakan
SUPER NASA. Adapun cara penggunaan SUPER NASA
adalah sebagai berikut: 1 botol SUPER NASA diencerkan
dalam 2 liter (2000 ml) air dijadikan larutan induk. Kemudian
setiap 1 liter air diberi 10 ml larutan induk tadi untuk
penyiraman setiap pohon.
13
18
3) Pemeliharaan Tanaman
a) Penyulaman dan Penjarangan
Tanaman mati disulam dengan bibit berumur 10-14 bulan.
Populasi 1 hektar + 135-145 pohon agar tidak ada persaingan
sinar matahari.
b) Penyiangan
Tanah di sekitar pohon harus bersih dari gulma.
c) Pemupukan
Anjuran pemupukan sebagai berikut :
Urea 1. Bulan ke 6, 12, 18, 24, 30
& 36
2. Bulan ke 42, 48, 54, 60,
dst
225 kg/ha
1000 kg/ha
TSP 1. Bulan ke 6, 12, 18, 24,30
& 36
2. Bulan ke 48 & 60
115 kg/ha
750 kg/ha
MOP/KCl 1. Bulan ke 6, 12, 18, 24,30
& 36
2. Bulan ke 42, 48, 54, 60,
dst
200 kg/ha
1200 kg/ha
Kieserite 1. Bulan ke 6, 12, 18, 24, 30
& 36
2. Bulan ke 42, 48, 54, 60,
dst
75 kg/ha
600 kg/ha
Borax 1. Bulan ke 6, 12, 18, 24, 30
& 36
2. Bulan ke 42, 48, 54, 60,
dst
20 kg/ha
40 kg/ha
14
19
d) Pemangkasan Daun
Terdapat tiga jenis pemangkasan yaitu:
- Pemangkasan pasir: membuang daun kering, buah pertama
atau buah busuk waktu tanaman berumur 16-20 bulan.
- Pemangkasan produksi: memotong daun yang tumbuhnya
saling menumpuk (songgo dua) untuk persiapan panen
umur 20-28 bulan.
- Pemangkasan pemeliharaan: membuang daun-daun songgo
dua secara rutin sehingga pada pokok tanaman hanya
terdapat sejumlah 28-54 helai.
e) Kastrasi Bunga
Memotong bunga-bunga jantan dan betina yang tumbuh
pada waktu tanaman berumur 12-20 bulan.
f) Penyerbukan Buatan
Untuk mengoptimalkan jumlah tandan yang berbuah,
dibantu penyerbukan buatan oleh manusia atau serangga.
Penyerbukan oleh manusia, dilakukan saat tanaman berumur
2-7 minggu pada bunga betina yang sedang represif (bunga
betina siap untuk diserbuki oleh serbuk sari jantan). Ciri bunga
represif adalah kepala putik terbuka, warna kepala putik
kemerah-merahan dan berlendir.
4) Panen
Mulai berbuah setelah 2,5 tahun dan masak 5,5 bulan setelah
penyerbukan. Dapat dipanen jika tanaman telah berumur 31 bulan,
sedikitnya 60% buah telah matang panen, dari 5 pohon terdapat 1
tandan buah matang panen. Ciri tandan matang panen adalah
sedikitnya ada 5 buah yang lepas/jatuh dari tandan yang beratnya
kurang dari 10 kg atau sedikitnya ada 10 buah yang lepas dari
tandan yang beratnya 10 kg atau lebih.4
4Kiswanto, dkk., Teknologi Budidaya Kelapa Sawit. (Lampung: Badan Penelitian dan
Pengembangan Pertanian, 2008), h. 2-21
15
20
3. Bagian Kelapa Sawit Sebagai Bahan Baku Biodisel
Minyak sawit atau minyak kelapa sawit adalah minyak nabati
edibel yang didapatkan dari mesocarp buah pohon kelapa sawit, umumnya
dari spesies Elaeis guineensis, dan sedikit dari spesies Elaeis oleifera dan
Attalea maripa. Minyak sawit secara alami berwarna mereha karena
kandungan beta-karoten yang tinggi. Minyak sawit berbeda dengan
minyak inti kelapa sawit (palm kernel oil) yang dihasilkan dari inti buah
yang sama. Minyak kelapa sawit juga berbeda dengan minyak kelapa yang
dihasilkan dari inti buah kelapa (Cocos nucifera).
Menurut Fauzi dkk. menyatakan minyak sawit yang digunakan
sebagai produk pangan dihasilkan dari minyak sawit maupun minyak inti
sawit. Produksi CPO Indonesia sebagian besar difraksinasi sehingga
dihasilkan fraksi olein cair dan fraksi strein padat. Fraksi olein tersebut
digunakan untuk memenuhi kebutuhan domestik sebagai pelengkap
minyak goreng dari minyak kelapa. Sebagai bahan baku untuk minyak
makan, minyak sawit antara lain digunakan dalam bentuk minyak goreng,
margarin, butter dan bahan untuk membuat kue-kue. Sebagai bahan
pangan, minyak sawit mempunyai beberapa keunggulan dibandingkan
dengan minyak goreng lain, antara lain mengandung karoten yang
diketahui berfungsi sebagai anti kanker dan tokoferol sebagai sumber
vitamin E. Disamping itu, kandungan asam linoleat dan lenolenatnya
rendah sehingga minyak goreng yang terbuat dari buah sawit memiliki
kemantapan kalor (heat steability) yang tinggi dan tidak mudah
teroksidasi. Oleh kerena itu, minyak sawit sebagai minyak goreng bersifat
lebih awet dan makanan yang digoreng menggunakan minyak sawit tidak
mudah tengik.5
4. Pengaruh Hasil Budidaya dengan Lingkungan
Pembukaan lahan untuk perkebunan kelapa sawit banyak
ditentang, bahkan produknya yang berupa CPO mengalami
5 http://repository.politanipyk.ac.id/50/5/TINJAUAN%20PUSTAKA.pdf
16
21
pemboikotan. Alasannya adalah karena perkebunan yang
bersifat monokultur ini telah menghilangkan hutan alami yang sebelumnya
merupakan habitat dari ratusan jenis fauna maupun flora. Oleh sebab itu,
sebaiknya pembukaan lahan perkebunan tersebut dilakukan di lahan yang
kurang subur, dengan tetap mempertimbangkan dampak ekologisnya.
Tanaman jarak tidak memerlukan perawatan secara intensif karena dapat
tumbuh subur di lahan dimana tanaman lain sulit tumbuh. Pemilihan
minyak jarak, dari pada CPO sebagai bahan baku biosolar, merupakan
solusi di dalam memecahkan persaingan bisnis antara untuk kepentingan
energi dan kepentingan produk makanan. Bisnis di sektor ini masih
berpeluang bagus sejauh tidak merusak ekosistem dan
tetap mempertahankan keanekaragaman hayati.6
B. Biodisel
1. Definisi Biodiesel
Nama biodiesel telah disetujui oleh Department of Energy (DOE),
Environmental Protection Agency (EPA) dan American Society of Testing
Material (ASTM). Biodiesel merupakan bioenergi atau bahan bakar nabati
yang dibuat dari minyak nabati, baik minyak baru maupun minyak bekas
penggorengan dan melau proses transesterifikasi, esterifikasi atau proses
esterifikasi-transesterifikasi. Biodiesel digunakan sebagai bahan bakar
alternatif pengganti BM untuk motor diesel. Biodiesel dapat diaplikasikan
baik dalam bentuk 100% (B100) atau campuran dengan minyak solar pada
tingkat konsentrasi tertentu (BXX), seperti 10% biodiesel dicampur
dnegan solar yang dikenal dengan nama B10. Bahan bakar yang berbentuk
cair ini bersifat menyerupai solarsehingga sangat prospektif untuk
dikembangkan. Apalagi biodiesel memilki kelebihan lain dibandingkan
dengan solar, yakni :
6 Wibisono Adhi, Industri Minyak Sawit dan Biodisel Sebagai Upaya Mengurangi
Penggunaan Bahan Bakar Fosil, (Bogor: IPB-Press, 2013), h. 15-16.
17
22
1) Bahan bakar ramah lingkungan karena menghasilkan emisi yang jauh
lebih baik (free sulphur, smoke number rendah) sesuai dengan isu-isu
global
2) Cetane number lebih tinggi (>57) sehingga efisiensi pembakarannya
lebih baik dibandingkan dengan minyak kasar
3) Memiliki sifat pelumas terhadap piston mesin dan dapat terurai
(biodegradable)
4) Merupakan renewable energy karena terbuat dari bahan lam yang
dapat diperbaharui
5) Meningkatkan independensi suplai bahan bakar karena dapat
diproduksi secara local.7
2. Bahan Baku Biodiesel
Biodiesel dapat dibuat dari minyak nabati, lemak, binatang dan
ganggang. Minyak nabati adalah bahan baku yang umum digunakan di
dunia unuk menghasilkan biodiesl diantaranya respseed oil (Eropa),
soybean oil (USA), minyak sawit (Asia) dan minyak kelapa (Filipina),
selain itu bahan dasar yang digunakan ialah minyak biji jarak, minyak
biji bunga matahari, minyak kemiri, minyak nyamplung dan lain
sebagainya.
Pemanfaatan minyak nabati sebagai bahan baku biodiesel memiliki
beberapa kelebihan, diantaranya sumber minyak nabati mudah diperoleh,
proses pembuatan biodiesel dari minyak nabati dan cepat, serta tingkat
konversi minyak nabati menjadi biodiesel tinggi (mencapai 95%).
Tabel 2.6 Sifat-sifat beberapa minyak –lemak nabati
Minyak Massa
Jenis
Kg/liter
Viskositas
Kinematika
(38C), cSt
DHC,
MJ/Kg
Angka
Setana
Titik
Awan/
Kabut,C
Titik
Tuang,
C
Jarak Kaliki 0.9537 297 37,27 - - -31,7
7 Ibid.,h. 19-20
18
18
23
Jagung 0,9095 34,9 39,50 37,6 -1,1 -40,0
Kapas 0,9148 33,5 39,47 41,8 +1,7 -15,0
Crambe 0,9044 53,6 40,48 44,6 10,0 -12,2
Biji rami 0,9236 27,2 39,31 34,6 +1,7 -15,0
Kacang
Tanah
0,9026 39,6 39,78 41,8 12,8 -6,7
Kanola 0,9115 37,0 39,71 37,6 -3,9 -317
Kasumba 0,9144 31,3 39,52 41,3 18,3 -6,7
Kasumba
OT *)
0,9021 41,2 39,52 49,1 -12,2 -20,64
Wijen 0,9133 35,5 39,35 40,2 -3,9 -9,4
Kedelai 0,9161 32,6 39,62 37,9 -3,9 -12,2
Bunga
matahari
0,8400 33,9 39,58 37,1 7,2 -15,0
Tabel 2.7 Sifat minyak-lemak nabati kelapa, sawit, kapas dan jarak pagar
Minyak Massa
Jenis
Kg/liter
Viskositas
Kinematik
a (20C),
cSt
DHC,
MJ/Kg
Angka
Setana
Titik
Awan/
Kabut,
C
Titik
Tuang,
C
Kelapa 0,915 30 37,10 40-42 28 23-26
Sawit 0,915 63 36,90 38-40 31 23-40
Kapas 0,921 73 36,80 35-50 -1 2
Jarak pagar 0,920 77 38,00 23-41 2 -3
Bahan-bahan mentah pembuatan biodiesel menurut Mittelbach,
2004 adalah:
a. trigliserida-trigliserida, yaitu komponen utama aneka lemak dan
minyak-lemak, dan
b. asam-asam lemak, yaitu produk samping industri pemulusan (refining)
lemak dan minyak-lemak.
19
24
Trigliserida
Trigliserida adalah triester dari gliserol dengan asam-asam lemak,
yaitu asam asam karboksilat beratom karbon 6 sampai dengan 30.
Trigliserida banyak terkandung dalam minyak dan lemak. Trigliserida
merupakan komponen terbesar penyusun minyak nabati. Selain
trigliserida, terdapat juga monogliserida dan digliserida.
Gambar 2.8 Struktur molekul monogliserida, digliserida dan trigliserida
Asam Lemak Bebas
Asam lemak bebas adalah asam lemak yang terpisahkan dari
trigliserida, digliserida, monogliserida, dan gliserin bebas. Hal ini dapat
disebabkan oleh pemanasan dan terdapatnya air sehingga terjadi proses
hidrolisis. Oksidasi juga dapat meningkatkan kadar asam lemak bebas
dalam minyak nabati.8
8 Luqman Erningpraja, Biodiesel Berbahan Baku Minyak Kelapa Sawit, (Bogor: Warta
Penelitian dan Pengembangan Pertanian Vol. 28, No. 23, 2007), h. 2-3
20
25
Gambar 2.9 Struktur Asam Lemak Bebas
3. Karakteristik
Bilangan setana yang baik dari minyak diesel adalah lebih besar dari
30 dengan volatilitas yang tidak terlalu tinggi supaya pembakaran yang
terjadi di dalamnya lebih sempurna. Minyak diesel dikehendaki memiliki
kekentalan yang relatif rendah agar mudah mengalir melalui pompa injeksi.
Untuk keselamatan selama penanganan dan penyimpanan, titik nyala harus
cukup tinggi agar terhindar dari bahaya kebakaran pada suhu kamar. Kadar
belerang dapat menyebabkan terjadinya keausan pada dinding silinder.
Jumlah endapan karbon pada bahan bakar diesel dapat diukur dengan
metode Conradson atau Ramsbottom untuk memperkirakan kecenderungan
timbulnya endapan karbon pada nozzle dan ruang bakar. Abu kemungkinan
berasal dari produk mineral dan logam sabun yang tidak dapat larut dan jika
tertinggal dalam dinding dan permukaan mesin dapat menyebabkan
kerusakan nozzle dan menambah deposit dalam ruang bakar. Air dalam
jumlah kecil yang berbentuk dispersi dalam bahan bakar sebenarnya tidak
berbahaya bagi bagian-bagian mesin. Tetapi di daerah dingin, air tersebut
dapat membentuk kristal-kristal es kecil yang dapat menyumbat saringan
pada mesin.9
9 http://library.usu.ac.id/download/ft/kimia-bode.pdf
21
26
4. Standar Mutu Biodiesel
Secara umum, parameter standar mutu biodiesel terdiri atas densitas,
titik nyala, angka setana, viskositas kinematic, abu sulfat, energi yang
dihaslkan, bilangan iod, dan residu karbon. Kini beberapa Negara telah
mempunyai standar mutu biodiesel yang berlaku di negaranya masing-
masing. Adapun persyaratan mutu biodiesel Indonesia tercantum dalam
RSNI EB 020551.10
Tabel 2.10 Standar mutu biodiesel Indonesia (RSNI EB 020551)
No. Parameter dan Satuan Batas Nilai Metode Uji Metode Setara
1. Massa jenis pada suhu 40 ˚C
Kg/m3
850 - 890 ASTM D 1298 ISO 3675
2. Viskositas kinematic pada
suhu 40 ˚C Mn2/s (cSt)
2,3 – 6,0 ASTM D 445 ISO 3104
3. Angka setana Min. 51 ASTM D 613 ISO 5165
4. Titik nyala (mangkok
tertutup), ˚C
Min. 100 ASTM D 93 ISO 2710
5. Titik kabut, ˚C Maks. 18 ASTM D 2500 -
6. Korosi bilah tembaga (3
jam, 50 ˚C)
Maks. No. 3 ASTM D 130 ISO 2160
7. Residu karbon
Dalam contoh asli
Dalam 10% ampas
destilasi
Maks. 0,05 ASTM D 4530 ISO 10370
8. Air dalam sedimen, %-vol Maks. 0,05 ASTM D 2709 -
9. Temperature distilasi, 90%,
˚C
Maks. 360 ASTM D 1160 -
10. Abu tersulfaktan, % -b Maks. 0,02 ASTM D 874 ISO 3987
10
Erliza, Op.Chit., h. 11
22
27
11. Belerang, ppm-b (mg/kg) Maks. 100 ASTM D 5453 PrEN- ISO
20884
12. Fosfor, ppm-b (mg/kg) Maks. 10 AOCS Ca 12 –
55
FBI- AO5-03
13. Angka asam mg-KOH/g Maks. 0,8 AOCS Ca 3 – 63 FBI- AO1-03
14. Gliserol bebas, %-b Maks. 0,02 AOCS Ca 14 –
56
FBI- AO2-03
15. Gliserol total, %-b Maks.0,24 AOCS Ca 14 –
56
FBI- AO2-03
16. Kadar alkil ester, %-b Maks.96,5 Dihitung FBI- AO3-03
17. Angka iodium, %-b (g-
12/100g)
Maks. 115 AOCS Ca 1 – 25 FBI- AO4-03
18. Uji Halphen Negatif AOCS Ca 1 – 25 FBI- AO6-03
5. Proses Pembuatan Biodiesel
Pada umumnya biodiesel disintesis dari ester asam lemak dengan rantai
karbon antara C6-C22. Minyak sawit merupakan salah satu jenis minyak nabati
yang mengandung asam lemak dengan rantai karbon C14-C20, sehingga
mempunyai peluang untuk dikembangkan sebagai bahan baku biodiesel. Minyak
biodiesel dibuat melaui tahap transesterifikasi, pencucian, pengeringan dan
penyaringan (filtrasi). Proses pembuatan biodiesel dapat dilihat pada gambar
dibawah ini.11
11
Dibyo Pranowo dkk.,Pembuatan Biodiesel Dari Kemiri Sunan.(Jakarta: IAArd Press,
2014), h. 15
23
28
Gambar 2.11 Diagram proses biodiesel secara umum
6. Emisi Gas Buang
Emisi gas buang kendaraan bermotor telah menjadi sumber utama
pencemaran udara terutama di daerah perkotaan. Apalagi dengan
bertambahnya unit kendaraan bermotor serta buruknya mutu bahan bakar.
Walaupun gas buang kendaraan bermotor bukan terdiri atas senyawa yang
tidak berbahaya seperti nitrogen, karbondioksida dan uap air, tetapi
didalamanya terkandung senyawa lain dengan jumlah yang cukup besar
yang daopat membahayakan kesehatan maupun lingkungan.
Bahan pencemar (polutan) yang berasal dari gas buang dapat
diklasifikasikan menjadi beberapa kategori sebagai berikut :
1. Sumber
Polutan dibedakan menjadi polutan primer atau sekunder. Polutan
primer seperti nitrogen oksida (NOx) dan karbon-karbon (HC) langsung
dibuang ke udara bebas dan mempertahankan bentuknya seperti pada saat
pembuangan. Polutan sekunder seperti ozon (O3) dan peroksiasetil nitrat
(PAN) adalah polutan yang terbentuk di atmosfer melalui reaksi fotokimia
atau oksidasi.
2. Komposisi Kimia
Polutan dibedakan menjadi organik dan inorganik. Polutan organik
mengandung karbon dan hydrogen,juga beberapa elemen seperti oksigen,
24
29
nitrogen, sulfur atau fosfor. Contohnya hidrokarbon, alkohol, ester dan
lain-lain.Polutan inorganik seperti karbon monoksida (CO), karbonat,
nitrogen oksida, ozon dan lain-lain.
3. Bahan penyusun
Polutan dibedakan menjadi partikulat atau gas. Partikulat dibagi
menjadi padatan, dan cairan seperti debu, asap, abu, kabut dan spray.
Partikulat dapat bertahan di atmosfer sedangkan polutan berupa gas tidak
bertahan di atmosfer dan bercampur dengan udara bebas.
a. Partikulat
Polutan patikulat yang berasal dari kendaraan bermotor
umumnya merupakan fasa padat yang terdispersi dalam udara dan
magnetik asap.Fasa padatan tersebut berasal dari pembakaran tak
sempurna bahan bakar dengan udara sehingga terjadi tingkat ketebalan
asap yang tinggi. Selain itu partikulat juga mengandung timbal yang
merupakan bahan aditif untuk meningkatkan kinerja pembakaran bahan
bakar pada mesin kenderaan.
Apabila butir-butir bahan bakar yang terjadi pada penyemprotan
ke dalam silinder motor terlalu besar atau apabila butir-butir berkumpul
menjadi satu maka akan terjadi dekomposisi yang menyebabkan
terbentuknya karbon-karbon padat atau angus. Hal ini disebabkan
karena pemanasan udara yang bertempratur tinggi tetapi penguapan dan
pencampuran bahan bakar dengan udara yang ada didalam silinder tidak
dapat berlangsung sempurna terutama pada saat-saat dimana terlalu
banyak bahan bakar disemprotkan yaitu pada waktu daya motor akan
diperbesar misalnya untuk akselerasi maka terjadinya angus itu tidak
dapat dihindarkan. Jika angus yang terjadi itu terlalu banyak maka gas
buang yang keluar dari gas buang motor akan berwarna hitam.
b. UHC (Unburned Hidrocarbon)
Hidrokarbon yang tidak terbakar dapat terbentuk tidak hanya
karena campuran udara bahan bakar yang gemuk, tetapi bias saja pada
25
30
campuran kurus bila suhu pembakarannya rendah dan lambat serta
bagian dari dinding ruang pembakarannya yang dingin dan agak besar.
Motor memancarkan banyak hidrokarbon jika baru saja dihidupkan atau
berputar bebas atau pemanasan. Pemanasan dari udara yang masuk
dengan menggunakan gas buang meningkatkan penguapan dari bahan
bakar dan mencegah pemancaran hidrokarbon. Jumlah hidrokarbon
tertentu selalu ada dalam penguapan bahan bakar ditangki bahan bakar
dan dari kebocoran gas yang melalui celah antara silinder dari torak
masuk kedalam poros engkol,yang disebut dengan blow by gasses (gas
lalu). Pembakaran tak sempurna pada kendaraan juga akan
menghasilkan gas buang yang mengandung hidrokarbon. Hal ini pada
motor diesel terutama disebabkan oleh campuran lokal udara bahan
bakar tidak dapat mencapai batas mampu bakar.
c. Karbon Monoksida (CO)
Karbon dan oksigen dapat bergabung membentuk senyawa
karbon monoksida (CO) sebagai hasil pembakaran yang tidak sempurna
dan karbon dioksida (CO2) Sebagai hasil pembakaran sempurna. karbon
monoksida merupakan senyawa yang tidak berbau, tidak berasa dan
pada suhu udara normal berbentuk gas yang tidak berwarna. Gas ini
akan dihasilkan bila karbon yang terdapat dalam bahan bakar (kira-kira
85% dari berat dan sisanya hidrogen) terbakar tidak sempurna karena
kekurangan oksigen. Hal ini terjadi bila campuran udara bahan bakar
lebih gemuk dari pada campuran stoikiometris dan terjadi selama idling
dapat beban rendah atau pada output maksimum. Karbon monoksida
tidak dapat dihilangkan jika campuran udara bahan bakar gemuk, bila
campuran kurus karbon monoksida tidak terbentuk.
d. Nitrogen Oksida (NOX)
Senyawa nitrogen oksida yang sering menjadi pokok
pembahasan dalam masalah polusi udara adalah NO dan NO2. Kedua
senyawa ini terbuang langsung ke udara bebas dari hasil pembakaran
bahan bakar. Nitrogen monoksida ((NO) merupakan gas berwarna
26
31
coklat kemerahan dan berbau tajam. Gas NO merupakan gas yang
berbahaya karena mengganggu syaraf pusat.gas NO terjadi karena
adanya reaksi antara N2 dan O2.
Persamaan reaksi N2 dan O2 sebagai berikut :
O2 2O
N2 + O NO + N
N + O2 NO + O
Pengendalian Emisi Gas Buang
Tingkat polusi udara dari mesin kendaraan tidak hanya dipengaruhi
oleh teknologi pembakaran yang diterapkan dalam sistim itu saja tetapi
juga besar dipengaruhi oleh mutu bahan bakar yang dipakai. Dari segi
kualitas bahan bakar Indonesia sangat jauh tertinggal dari negara-negara
lain. Emisi gas buang yang dihasilkan oleh pembakaran kendaraan
bermotor pada umumnya berdampak negatif terhadap lingkungan.Untuk
mengatasi kendaraan bermotor diesel yang menghasilkan emisi gas buang
yang relatif besar sehingga terjadi pencemaran lingkungan (tidak ramah
lingkungan) dipergunakan bahan bakar B10 dan B20 yang dapat
menurunkan emisi gas buang sehingga pencemaran udara dapat diperkecil
atau bahan bakar ini ramah lingkungan.12
12
Suharto, Pengaruh Biodiesel terhadap Emisi Gas Buang Mesin Diesel.(Bandung: Penebar
Swadaya, 2012, h. 36-40
27
32
BAB III
METODOLOGI PROJECT
A. Perencanaan Project
Tema Project : Pertanian lingkungan dan energi
Judul Project : Pengembangan Biodiesel dari Minyak Kelapa
Produk : Biodiesel Minyak Kelapa Sawit
Hubungan antar Tema : Produk ini merupakan pengembangan bahan bakar
alternatif berbahan dasar minyak kelapa sawit.
Minyak kelapa sawit merupakan hasil pertanian
yang dapat dibuat menjadi sumber energi
alternatif. Dengan memanfaatkan minyak kelapa
sawit kita dapat membuat sumber energi
alternatif yang ramah lingkungan.
Lokasi Observasi : Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi
(BPPT) -- Balai Rekayasa Disain dan Sistem
Teknologi (BRDST) Puspitek Serpong Jl. Raya
Puspitek- Serpong Kota Tangerang Selatan
Banten
Sinopsis : Bahan bakar minyak yang makin langka dan
harganya yang terus membubung mendorong
berbagai pihak untuk melakukan penghematan
dan mencari bahan bakar alternatif. BPPT –
BRDST telah menghasilkan biodiesel berbahan
baku minyak sawit yang berpeluang menjadi salah
satu sumber energi alternatif. Penelitian biodiesel
dilakukan pada berbagai kondisi proses, jenis
proses, bahan baku, dan bahan pendukung. Bahan
baku utama lain selain minyak sawit adalah
alkohol yaitu metanol dan etanol. Bahan
Sawit
28
33
pendukung yang digunakan meliputi katalis asam,
katalis basa atau tanpa katalis. Kondisi proses
yang diteliti meliputi variasi suhu, waktu, dan
tekanan. Tahapan pembuatan biodiesel secara
garis besarnya terdiri atas tahap transesterifikasi,
pencucian, pengeringan, penyaringan dan
penjernihan minyak.
Desain :
Bagan 3.1 Desain Project
B. Waktu dan Tempat
Observasi dilakukan selama tiga hari yaitu survei lokasi pada
tanggal 24 September 2014, observasi 1 dilakukan pada tanggal 25
September 2014 dan Observasi 2 dilakukan pada tanggal 29 September
2014 di BRDST-BPPT Puspitek Serpong yang berlokasi di JL. Raya
Puspitek Serpong Kota Tangerang Selatan.
Perencanaan Survei Lokasi Observasi 1
Observasi 2 Laporan
Progress
Observasi
Laporan
Observasi
29
34
BAB IV
OBSERVASI
A. Wawancara
Kegiatan wawancara dilakukan oleh observer dengan pihak
BRDST yang diwakili oleh Pak Adi terkait proses blending antara
biodiesel minyak kelapa sawit dengan solar.
Observer : Bagaimana sih pak, proses blending itu dilakukan?
Pak Adi : Proses blending pada prinsipnya adalah mencampurkan
biodiesel dan solar dengan perbandingan 1:4. Biodisel
sebanyak 20% dan Solar sebanyak 80%. Misalnya kita ingin
memproduksi 100 L biosolar jadi biodiesel yang digunakan
20 L dan solar yang digunakan 80 L.
Observer : Apa saja peralatan yang digunakan dalam proses blending
ini Pak? Dan bagaimana cara kerjanya?
Pak Adi : Alatnya berupa reactor khusus. Reaktor ini
menghubungkan tangki yang berisi biodiesel dan tangki
yang berisi solar. Setelah ditentukan berapa banyak biosolar
yang ingin kita buat, maka selanjutnya kita mengalirkan
dua bahan tersebut sesuai dengan perbandingan yang sudah
saya sebutkan sebelumnya, 1:4. Kemudian, dua bahan tadi
diaduk/dicampur selama 15 menit.
Observer : Kami dengar dari Ibu Bina, Humas BRDST bahwa
BRDST ini telah melakukan kerjasama dengan Pertamina.
Selain Pertamina apakah ada pihak lain yang juga ikut
bekerjasama?
Pak Adi : Iya. BRDST memang melakukan beberapa kerjasama
dengan pihak yang terkait.Dengan Pertamina sebagai
penyedia solar. Dengan kementrian ESDM yang
merupakan pemilik/pencetus project biosolar ini. Selain
itu, kami juga bekerjasama dengan Gakindo yang
menyediakan mobil uji coba biosolar.
30
35
Observer : Oh iya Pak, kemarin kami melihat beberapa mobil uji
coba. Boleh kami tahu bagaimana hasil yang ditunjukkan
oleh mobil uji coba tersebut?
Pak Adi : Sejauh ini menurut kami hasil yang ditunjukkan cukup
bagus. Kami memiliki 6 mobil uji coba; 2 Spinx, 2 Avanza
dan 2 Pajero. Produk biosolar yang BRDST hasilkan kan
istilahnya B20. Uji cobanya terhadap mobil-mobil tersebut
dilakukan dengan mengendarainya dari Serpong-Bandung.
Jarak tempuh yang nantinya menjadi patokan utama ialah
ketika mencapai jarak tempuh sejauh 40.000 Km. Untuk
sekarang jarak tempuhnya masih sekitar 25.000 Km. Tapi
setiap mencapai jarak tempuh 5000 Km, dilakukan uji
performa mesin di BTMP. Uji coba ini menilai segi
konsumsi bahan bakar dan performa mesin.
Observer : Terkait dengan B20. Kan kita tahu bahwa B20 ini
merupakan istilah yang diambil berdasarkan kandungan
biodiesel yang dicampurkan dengan solar yakni sebanyak
20%. Apakah ada kemungkinan ini bias ditingkatkan lagi
pak? Misalnya B30 atau B40?
Pak Adi : Kemungkinannya bisa saja. Namun kita menunggu hasil
uji coba B20 terlebih dahulu. Apabila hasilnya baik,
kedepannya kami berharap biosolar ini dapat ditingkatakan
lagi.
B. Skala Laboratorium
Pada umumnya biodiesel disintesis dari ester asam lemak dengan
rantai karbon antara C6-C22. Minyak sawit merupakan salah satu jenis
minyak nabati yang mengandung asam lemak dengan rantai karbon C14-
C20, sehingga mempunyai peluang untuk dikembangkan sebagai bahan
baku biodiesel. Pembuatan biodisel di laboratorium lebih mudah
dibanding membuat biodiesel pada skala besar karena pada skala
31
36
laboratorium semua kondisis ideal dapat dikendalikan sedemikian rupa
sehingga faktor-faktor eksternal dan internal termasuk peralatan dapat
dikondisikana secara sempurna.
Di BRDST, minyak biodiesel dibuat melaui tahap transesterifikasi,
pencucian, pengeringan dan penyaringan (filtrasi). Jika bahan baku yang
digunakan ALB nya lebih dari 5% maka sebelumnya harus dilakukan
proses esterifikasi. Bahan yang digunakan untuk pembuatan biodisel ialah
minyak sawit sebanyak 200 ml. Minyak tersebut dimasukkan kedalam
reaktor. Proses pembuatan biodiesel meliputi :
Transesterifikasi
Transeseterifikasi atau sering disebut dengan alkoholis adalah
suatu reaksi kimia pada lemak atau minyak dengan bantuan katalis untuk
menghasilkan ester atau gliserol. Dibawah ini reaksi transesterifikasi untuk
pembuatan biodiesel.
Gambar 4.1 Reaksi transesterifikasi trigliserida dengan metanol
Katalis yang digunakan dalam proses transesterifikasi dapat
digunakan dari dua jenis, yaitu katalis basa dan asam. Katalis basa lebih
sering digunakan dibandingkan katalis asam karena reaksinya lebih cepat,
suhu reaksi lebih rendah dan tingkat konversi lebih tinggi dibandingkan
katalis asam. Katalis basa yang sering digunakan antara lain sodium
hidroksida (NaOH), sodium metoksida (KOH), potassium hidroksida
(NaOCH3). Pada pembuatan biodiesel ini yang digunkan ialah KOH
32
37
sebanyak 2 gram dan metanol sebanyak 100 ml. Katalis tersebut
dimasukan kedalaam reaktor jika suhu minyak dalam reaktor telah
mencapai 40-50 C.
Gambar 4.2 Proses transesterifikasi pada penambahan katalis (metanol dan
KOH)
Pemisahan Gliserol
Pada saat suhunya telah mencapai 60-70 tunggu proses hingga 30
menit kemudian matikan magnetic stirernya. Masukkan bahan tersebut
kedalam corong pemisah kemudian diamkan beberapa menit hingga
terbentuk dua lapiasan. Lapisan atas merupakan biodisel kotor dan lapisan
bawah merupakan produk sampingan (gliserol). Untuk memisahkan
gliserol cukup dengan mengeluarkan gliserol yang berada dibagian bawah
secara grafitasi. Biodiesel hasil dari proses transesterifikasi masih
berbentuk biodiesel kotor. Biodiesel kotor ini masih mengandung sisa
reaksi dan pengotor lain yang dapat menimbulkan masalah lain pada
sistem pembakaran. Pengotor lain tersebut antara lain sisa-sisa katalis,
metanol, gliserol dan perlu dimurnikan terlebih dahulu agar memenuhu
standar bodiesel. Zat pengotor dapat menyebabkan kerusakan mesin atau
menurunkan performa mesin jika kadarnya terlalu banyak dalam biodiesel.
33
38
Gambar 4.3 b.Proses Pemisahan biodiesel b. Pemisahan gliserol
Pencucian Biodiesel
Pada tahap pencucian, masukkan air yang mendidih sebanyak
200ml kedalam corong pemisah, kemudian didiamkan maka akan
terbentuk dua fase(lapisan). Lakukan proses tersebut sebanyak 3 kali
pencucian. Pencucian bertujuan untuk menghilangkan sisa gliserol,
metanol yang tidak bereaksi, serta sabun yang terbentuk selama proses
pembentukan metil ester yang dapat larut dalam air.
Dengan Penambahan air, pengotor-pengotor akan terikat pada air
karena memiliki kepolaran yang sama sehingga air cucian menjadi keruh.
Proses pencucian dilakukan sebanyak 3 kali hingga air cucian terlihat
jernih yang menandakan semua pengotor telah hilang.
34
39
Gambar 4.4 Proses pencucian biodiesel a. Penambahan air mendidih,
b. Pembentukan dua fase pada penambahan air
Pengeringan Biodiesel
Proses pengeringan diperlukan untuk menghilangkan air yang
kemungkinan terperangkap di dalam biodiesel setelah proses pencucian.
Proses pengeringan dilakukan dengan memanaskan biodiesel. Proses
pengeringan selesai dengan indikasi biodiesel yang dihasilkan telah jernih
dan bebas dari gelembung uap air. Proses ini dikenal juga sebagai dry
wash. Setelah 40 menit, biodisel yang masih kotor tersebut dikeluarkan
dari lamari asam dan kemudian didinginkan lalu masuk ke tahap akhir
Gambar 4.5 Proses pengeringan biodiesel
Penyaringan (filtrasi)
Penyaringan dilakukan dengan menggunakan kertas saring.
Penyaringan bertujuan untuk menghilangkan partikel-partikel pengotor
biodisel yang terbentuk selama proses berlangsung. Setelah penyaringan
baru lah di dapat biodisel murni.
35
40
Gambar 4.6 Proses penyaringan biodiesel
C. Skala Pabrik
Pada prinsipnya membuat biodiesel dari minyak nabati pada skala
besar tidak jauh berbeda dengan skala laboratorium. Membuat biodiesel
pada skala besar relative lebih sulit dikendalikan dan membutuhkan
ketelitian dan kecermatan yang tinggi. Kendala yang sering ditemukan
pada pembuatan biodiesel skala besar adalah peralatan yang digunakan.
Proses produksi biodiesel pada skala besar menggunakan metode batch,
dimana dalam proses ini terjadi pencampuran serta pengadukan antara
bahan baku utama biodiesel dan katalis secara bersamaan dan ada idle time
sampai terpisah menjadi dua lapisan. Methanol, KOH dan minyak tersedia
dalam tangki (batch) ketiganya akan ditransfer untuk untuk direaksikan ke
dalam tangki reactor biodiesel.
36
41
Gambar 4.1 a. Methanol Tank, b. Katalis Tank (KOH)
Prosesnya dilakukan dalam reactor yang merupakan tempat
terjadinya reaksi kimia untuk mendapatkan produk yang diinginkan.
Gambar 4.2 Reaktor biodiesel (katalis dicampurkan dengan bahan baku –
minyak kelapa sawit dengan suhu dan waktu yang ditentukan).
Performa reactor berperan penting dalam operasional dan biaya
operasi karena berpengaruh terhadap unit operasi yang lain (pemisahan,
pengeringan, dan lain-lain). Setelah proses mixing bahan baku dengan
katalis dalam suhu dan waktu yang ditentukan, dilanjutkan dengan proses
pemisahan antara etil ester dengan gliserol yaitu dengan ditransfer dari
tangki yang tidak memiliki kondensor (tangki A) ke tangki yang memiliki
kondensor (tangki B). yang mengontrol pemanasan pada reactor adalah
heater dan termokopel.
37
42
Gambar 4. 3 Heater dan Termokopel
Jika suhu bahan dibawah suhu yang ditentukan, heater akan
menyala dan suhu bahan meningkat. Begitu pula sebaliknya, heater akan
mati jika melewati suhu yang telah ditentukan. Pada proses
transesterifikasi membutuhkan suhu 60 °C - 70 °C, suhu pencucian 60 °C,
dan proses pengeringan membutuhkan suhu 110-115 °C. Kemudian
didapat hasil biodiesel murni yang akan diproses lagi dalam tahap
blending.
Gambar 4.4 Tangki biodiesel murni
Dalam proses pembuatan biodiesel ini tidak dihasilkan limbah,
karena yang dihasilkan hanya produk sampingan berupa gliserol yang
akan dibawa untuk proses pembuatan sabun dan methanol yang di transfer
kembali ke methanol tank untuk dapat digunakan kembali pada proses
selanjutnya. Setelah melalui proses pemurnian barulah didapat biodiesel
38
43
murni yang selanjutnya ditransfer ke reactor blending yang dilengkapi
vlometer untuk dicampur antara biodiesel sebanyak 20% dengan solar
80% selama 15 menit.
Gambar 4.5 reaktor blending yang dilengkapi vlometer.
Gambar 4.6 a. tanki hasil blending (B20), b. B20 yang siap di pakai
Dari hasil blending didapat hasil akhir yaitu biosolar B20 yang siap
dipakai dan di bawa ke pertamina.
39
44
BAB V
PEMBAHASAN
BPPT-BRDST PUSPITEK mengembangkan project yang dinamakan B-
20. Project ini merupakan project lanjutan dari B-10 yaitu pengembangan dan
implementasi bahan bakar terbarukan dengan bahan bakar nabati (biofuel) yang
ramah lingkungan. Hal ini dilakukan karena mulai menurunnya tingkat produksi
minyak nasional, sehingga menimbulkan kuantitas import terus menerus
mengalami kenaikan. Program penyediaan dan pemanfaatan energi alternatif
merupakan solusi sementara yang bertujuan untuk mengurangi subsidi BBM,
mencari sumber energi yang murah, efisien dan lestari.
Penamaan B-10 yakni, merupakan bahan bakar alternatif yang sering
disebut dengan ‘biosolar’ dengan campuran minyak biodiesel sebanyak 10% yang
telah di uji kelayakannya sehingga dapat dijual dipasaran dalam merek dagang
biosolar yang biasa terdapat pada SPBU. Setelah penerapan B-10, BPPT-BRDST
yang bekerja sama dengan pemerintah guna memenuhi Perpres Nomor 5 tahun
2006 tentang Kebijakan Energi nasional, sebagai upaya untuk mengembangkan
sumber energi alternatif pengganti bahan bakar minyak yang berasal dari fosil,
saat ini mengembangkan project B-20 yakni uji kelayakan emisi untuk
meningkatkan campuran minyak biodiesel sebanyak 20%. Hal ini bertujuan untuk
meningkatkan pengembangan sumber energi alternatif secara bertahap sebagai
upaya pemanfaatan sumber daya dan pelestarian lingkungan.
Indonesia sesungguhnya memiliki potensi sumber energi terbarukan
dalam jumlah besar, salah satunya biodiesel sebagai pengganti solar. Dengan
adanya krisis BBM, merupakan saat yang tepat untuk menata dan menerapkan
dengan serius berbagai potensi tersebut. Indonesia sebagai salah negara tropis
yang memiliki sumber daya alam yang luas, sumber daya lahan, dan sumberdaya
manusia serta kondisi iklim tropis dengan curah hujan yang cukup,
memungkinkan berkembangnya teknologi optimalisasi produksi yang dapat
mendukung kelayakan pengembangan agribisnis dimana usaha pertanian
merupakan usaha yang sangat potensial.
40
45
Pertanian energi merupakan sebuah konsep penggabunan antara pertanian
sebuah ekosistem pengelolaan sumber daya alam dengan titik berat pada
pemenuhan kebutuhan energi. Komoditas yang sering dikembangkan dalam
pertanian energi ini meliputi kelapa sawit, jarak, dan sunan kemiri. 13
Project yang dikembangkan dalam pembuatan biodiesel adalah dengan
berbahan baku kelapa sawit (Elaesis guineensis). Kelapa sawit adalah bahan baku
biodiesel yang baik dalam bentuk crude palm oil (CPO). Karena CPO merupakan
bahan untuk minyak konsumsi dan komoditas eksport yang memiliki nilai
ekonomis tinggi, project ini biasanya memanfaatkan minyak limbah untuk diolah
kembali menjadi biodiesel.
Sebagaimana umumnya masalah pengembangan sumber energi
terbarukan, meskipun ketersediaan bahan baku dari sumber energi terbarukan
lebih terjamin dan berkesinambungan dibandingkan sumber energi fosil, namun
pengembangan sumber energi terbarukan tersebut biasanya terbentur pada
masalah keekonomiannya. Keekonomian atau daya saing dari sumber energi
terbarukan bukan saja dipengaruhi oleh biaya proses atau teknologi sumber energi
terbarukan, tetapi juga dipengaruhi oleh harga minyak sebagai sumber energi
yang utama saat ini. Sehingga dengan meningkatnya harga minyak dunia akhir-
akhir ini telah mendorong penggunaan sumber energi lainnya selain minyak
termasuk sumber energi terbarukan biodiesel.
Dalam rangka melihat peluang biodiesel sebagai bahan bakar alternatif
pengganti atau campuran minyak solar, telah dilakukan analisis berdasarkan hasil
optimasi model MARKAL (Market Allocation) yang di-run dengan fungsi
objektif biaya minimum (terendah). Berdasarkan hasil optimasi dari model
tersebut dapat diperoleh perkiraan energi jangka panjang dan juga munculnya
energi alternatif yang mampu bersaing antara satu dengan yang lainnya .
Untuk melihat, keekonomian biodiesel, data masukan (input data) yang
digunakan pada model tersebut antara lain, biaya investasi (INVCOST)
pembangunan plant biodiesel yang berkapasitas 100.000 ton/tahun adalah 200 US
13 Yazid Ismi Intara, Pertanian Energi Sebagai Sebuah Basis Ekonomi Pasca Tambang,
(Samarinda : Bakrie Center Foundation, 6 juli 2013
41
46
$/ ton Bio-diesel atau sekitar 5 juta US $/PJ. Biaya operasi dan perawatan yang
terdiri atas Fix dan Variable costs dari pengelolaan plant biodiesel yang masing-
masing bernilai 0,25 juta US $/PJ dan 6,65 juta US $/PJ.14
Bahan baku untuk
pabrik Bio-diesel yang berbentuk CPO (Crude Palm Oil) dari kelapa sawit
diperkirakan berharga rata-rata Rp2.600,- /kilogram. Harga atau biaya bahan baku
tersebut diperkirakan setara dengan 8,1 juta US $/PJ. Sementara harga minyak
mentah diasumsikan US $40/barrel pada kasus dasar (Base Case), dan US
$60/barrel untuk skenario High Oil Case.15
Pada tingkat harga minyak mentah (crude oil) $40/barrel, biodiesel
diperkirakan belum dapat bersaing secara ekonomi dengan sumber-sumber energi
minyak pada sektor transportasi, sehingga hampir seluruh kebutuhan energi pada
sektor transportasi masih tetap dipenuhi oleh sumber energI minyak seperti
minyak solar atau ADO (Automotive Diesel Oil), premium atau bensin (gasoline),
avtur, dan minyak bakar atau FO (Fuel Oil). Tetapi sumber energi jenis lain,
seperti gas alam dalam bentuk CNG (Compressed Natural Gas) diperkirakan
sudah mampu bersaing sejak tahun 2005 sebagai bahan bakar untuk kendaraan
umum bus. Sementara itu listrik dalam jumlah yang relatif lebih terbatas
diperkirakan juga sudah bisa bersaing untuk memenuhi kebutuhan energi
penggerak kereta api (KRL).
Meningkatnya harga minyak bukan saja berdampak pada peningkatan
daya saing sumber-sumber energi terbarukan seperti biodiesel, tetapi dapat
berdampak pada penurunan konsumsi energi minyak. biodiesel sebagai sumber
energi alternatif pengganti minyak solar, biodiesel secara tidak langsung dapat
berdampak pula terhadap penurunan konsumsi minyak solar pada sektor
transportasi. Dengan asumsi bahwa biodiesel yang dipakai bersumber dari CPO
(Crude Palm Oil), maka untuk memenuhi kebutuhan biodiesel pada periode
waktu tersebut diperlukan bahan baku berbentuk CPO (Crude Palm Oil) dari
kelapa sawit yang mencapai 0,28 juta ton pada tahun 2017 menjadi hampir 8 juta
14 H.G Didiek. Harga Minyak Melonjak, Pakai Bio-diesel Kenapa Tidak? Kompas, 2
Desember 2004. 15 Joko Santosa, Pengaruh Kenaikan Harga Minyak Mentah terhadap Pemanfaatan
Biodiesel dan Dampak Lingkungan. 2005
42
47
ton pada tahun 2025. Berdasarkan rata-rata produksi CPO di Indonesia sebesar
1,95 ton/hektar, kebutuhan lahan untuk tanaman kelapa sawit penghasil CPO
tersebut diperkirakan mencapai 0,14 juta hektar pada tahun 2017, dan lebih dari 4
juta hektar pada tahun 2025.16
Tabel 4.1 Perkiraan kebutuhan CPO dan lahan untuk penanaman kelapa
sawit yang produksinya untuk memenuhi kebutuhan biodiesel dari tahun 2017
sampai tahun 2025
Penggunaan biodiesel sebagai sumber energi alternatif pengganti minyak
diperkirakan mempunyai dampak lingkungan yang positif. Biodiesel selain
merupakan sumber energi terbarukan yang tidak beracun dan biodegradable, juga
merupakan sumber energi yang emisi pencemarnya rendah, sehingga biodiesel
dapat dikatakan sebagai bahan bakar yang ramah lingkungan.17
Beberapa
keuntungan dampak lingkungan dari biodiesel dibandingkan bahan bakar minyak
petroleum antara lain sebagai berikut.
1. Biodiesel dapat mengurangi emisi carbon monoksida (CO) sekitar 50
persen dan carbon dioksida (CO2) sekitar 78,45 persen berdasarkan siklus
hidup (lifecycle) sebab emisi carbon dari biodiesel merupakan carbon yang
diperoleh dari atmosphere bukan dari yang sudah terikat (terjebak) dalam
fosil.
2. Biodiesel mengandung beberapa aromatik hydrocarbon: pengurangan 56
persen benzofluoranthene dan pengurangan 71 persen benzopyrenes.
3. Biodiesel dapat mengurangi emisi sulfur (SO2), sebab Bio-diesel tidak
mengandung sulfur.
16 Tim Perencanaan Energi BPPT. Hasil Run Model MARKAL. Oktober 2005. 17
www.fuelsolution.com. Iowa Workshop Expect More from Your Fuel. Advanced Fuel
Solutions, Inc. Lynnfield, MA. 01940. 2004
43
48
4. Biodiesel dapat mengurangi sekitar 65 persen partikel debu.
5. Biodiesel mempunyai cetane rating yang lebih tinggi dari minyak solar
yang menyebabkan kinerja mesin lebih tinggi.18
Namun Biodiesel tersebut mempunyai emisi NOx yang lebih tinggi
daripada minyak solar (petrodiesel) yang disebabkan oleh tingginya cetan rating.
Tingginya emisi NOx tersebut dapat dikurangi dengan penggunaan catalytic
converter. Bahkan penyetelan mesin secara benar juga dapat mengurangi emisi
NOx dari Bio-diesel tersebut.
Meskipun biodisel sebagai bahan bakar alternatif memiliki prospek yang
cukup baik namun masih terdapat beberapa kendala yang dapat menghambat
dalam perkembangannya. Beberapa kendala tersebut diantaranya :
1. Menyangkut harga pokok CPO yang tinggi di pasar dunia sehingga harga
biodiesel cenderung lebih mahal dibanding BBM jenis solar.
2. Untuk mengolah satu liter CPO menjadi biodiesel dibutuhkan biaya
tambahan sebesar Rp2.000. Dengan harga CPO Rp8.000 per liter maka
harga pemasaran biodiesel kepada konsumen di atas Rp10.000 per liter,
sedangkan BBM jenis solar harganya dibawah itu.(berita daerah medan
2011)
3. Adanya subsidi BBM jenis solar kepada masyarakat sehingga, masyrakat
lebih memilih BBM jenis solar dari pada biodisel, kerena harga biodisel
lebih mahal.
4. Tidak adanya subsidi dari pemerintah kepada pengolah/pembuat biodisel.
5. Biodiesel belum memiliki sistem pasar yang terstruktur dan tertata dengan
rapi seperti manajemen pemasaran BBM oleh Pertamina.
6. Masih minimnya pemahaman di tengah masyarakat karena kurangnya
sosialisasi mengenai biodiesel sehingga muncul stigma yang menyatakan
18 Dwiarum, S., 2006, Pengurangan Emisi Biosolar oleh Tanaman dan Pengaruhnya
terhadap Tanaman, (Bandung: ITB), h. 7
44
49
bahwa BBM yang berasal dari fosil lebih baik bagi kendaraan bermotor
dibanding biofuel.
7. Masih kurangnya pengembangan dan penggunaan biodiesel juga
diakibatkan belum adanya infrastruktur kelembagaan, sehingga biodiesel
belum tersentuh pelaku pasar bahan bakar transportasi atau karena belum
mengerti manfaat ekonomi makro.
Walaupun demikian, akhir-akhir ini total kapasitas produksi biodiesel di
Indonesia sudah mencapai lebih dari satu juta ton per tahun yang telah dipasarkan
ke luar negeri (ekspor) oleh kalangan swasta. Di luar negeri, hingga kini pasar
biodiesel cukup menjanjikan dibandingkan pasar dalam negeri, hal ini
dikarenakan negara kita belum serius untuk mengembangkan biodiesel, padahal
produksi CPO Indonesia saat ini sebesar 17,2 juta ton per tahun dan jika 30 persen
saja diolah jadi biodiesel maka bisa menghasilkan 5,7 juta ton biodiesel.19
19 Sunyta Nyta, Proses Pembuatan Biodiesel dan Kendala Pemasaran Biodiesel di
Indonesia, Kompasiana, 22 December 2011
45
50
BAB VI
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Pertanian energi merupakan sebuah konsep penggabunan antara
pertanian sebuah ekosistem pengelolaan sumber daya alam dengan
titik berat pada pemenuhan kebutuhan energi
2. Biodiesel merupakan bahan bakar alternatif berbahan baku nabati
yang renewable.
3. Biodiesel selain merupakan sumber energi terbarukan yang tidak
beracun dan biodegradable, juga merupakan sumber energi yang
emisi pencemarnya rendah, sehingga biodiesel dapat dikatakan
sebagai bahan bakar yang ramah lingkungan
4. Minyak kelapa sawit dapat dijadikan bahan baku pembuaan biodiesel.
5. Proses pembuatan biodiesel skala lab adalah transesterifikasi,
pemisahan glserol, pencucian, pengeringan, dan pennyaringan
(filtrasi)
6. Proses pembuatan biodiesel skala pabrik pada dasarnya sama seperti
proses pada skala lab namun lebih dilakukan di dalam reactor (batch).
7. Proses blending merupakan proses pencampuran biodiesel dengan
solar.
8. B20 adalah biosolar yang digunakan saat ini dengan perbandingan
biodiesel:solar sebanyak 20%:80%.
9. Biodisel sebagai bahan bakar alternatif memiliki prospek yang cukup
baik namun masih terdapat beberapa kendala yang dapat menghambat
seperti harga pokok CPO yang tinggi.
B. Saran
Mengetahui bahwa semakin menipisnya cadangan bahan bakar
minyak bumi, sebaiknya kita mulai bijak dalam penggunaannya serta
melakukan berbagai terobosan dengan meneliti dan menciptakan bahan
bakar alternatif dari sumber daya alam yang dapat diperbaharui.
46
51
DAFTAR PUSTAKA
Dibyo Pranowo dkk.,Pembuatan Biodiesel Dari Kemiri Sunan.. Jakarta:
IAArd Press. 2014
Dwiarum. Pengurangan Emisi Biosolar oleh Tanaman dan Pengaruhnya
terhadap Tanaman. Bandung: ITB. 2006
Erningpraja, Luqman. Biodiesel Berbahan Baku Minyak Kelapa Sawit Vol.
28, No. 23. Bogor: Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian.
2007
Hambali, Erliza dkk. Teknologi Bioenergi. Tangerang: Agro Media. 2008
Hambali, Erliza. Jarak Pagar Tanaman Penghasil Biodiesel. Jakarta:
Penebar Swadaya. 2006
H.G Didiek. Harga Minyak Melonjak, Pakai Bio-diesel Kenapa Tidak?
Kompas, 2 Desember 2004.
Santosa, Joko. Pengaruh Kenaikan Harga Minyak Mentah terhadap
Pemanfaatan Biodiesel dan Dampak Lingkungan. 2005
Kiswanto, dkk., Teknologi Budidaya Kelapa Sawit. Lampung: Badan
Penelitian dan Pengembangan Pertanian. 2008
Erningpraja, Luqman. Biodiesel Berbahan Baku Minyak Kelapa Sawit.
Bogor: Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian Vol. 28, No.
23. 2007
Suharto, Pengaruh Biodiesel terhadap Emisi Gas Buang Mesin Diesel.
Bandung: Penebar Swadaya. 2012
Sunyta Nyta, Proses Pembuatan Biodiesel dan Kendala Pemasaran
Biodiesel di Indonesia, Kompasiana, 22 December 2011
Sutarman. Koran Pikiran Rakyat. 6 September 2006
Tim Perencanaan Energi BPPT. Hasil Run Model MARKAL. Oktober
2005. 47
52
Wibisono Adhi, Industri Minyak Sawit dan Biodisel Sebagai Upaya
Mengurangi Penggunaan Bahan Bakar Fosil. Bogor: IPB-Press.
2013
Yazid Ismi Intara, Pertanian Energi Sebagai Sebuah Basis Ekonomi Pasca
Tambang, (Samarinda : Bakrie Center Foundation, 6 juli 2013
www.fuelsolution.com. Iowa Workshop Expect More from Your Fuel.
Advanced Fuel Solutions, Inc. Lynnfield, MA. 01940. 2004
http://library.usu.ac.id/download/ft/kimia-bode.pdf
http://repository.politanipyk.ac.id/50/5/TINJAUAN%20PUSTAKA.pdf
48
53
Skala Laboratorium
Gambar 4.2 Proses
transesterifikasi pada penambahan
katalis (metanol dan KOH)
Gambar 4.3 a.Proses Pemisahan biodiesel
b. Pemisahan gliserol
Gambar 4.4 Proses pencucian biodiesel
a. Penambahan air mendidih,
b. Pembentukan dua fase pada penambahan air
Gambar 4.5 Proses pengeringan biodiesel
Gambar 4.6 Proses penyaringan biodiesel
54
Skala Pabrik
Gambar 4.4 Tangki biodiesel murni
Gambar 4.2 Reaktor biodiesel Gambar 4. 3 Heater dan Termokopel
Gambar 4.5 reaktor blending yang
dilengkapi vlometer.
Gambar 4.1 a. Methanol Tank, b. Katalis Tank (KOH)
Gambar 4.6 a. tanki hasil blending (B20), b. B20 yang
siap di pakai
55