laporan biodiesel kel 7

55
LAPORAN BIOLOGI TERAPAN BIODIESEL MINYAK KELAPA SAWIT Disusun oleh: Kelompok 7 Hasbi Ashshidiqqi (1111016100043) Rakhil (1111016100059) Uliyatul Fikriyyah (1111016100063) Ratna Alfiani (1111016100065) Nor Hidayati (1111016100067) PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN ALAM FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2014

Upload: nor-hidayati

Post on 18-Jul-2016

77 views

Category:

Documents


8 download

DESCRIPTION

Tugas biologi terapan

TRANSCRIPT

Page 1: Laporan Biodiesel Kel 7

LAPORAN BIOLOGI TERAPAN

BIODIESEL MINYAK KELAPA SAWIT

Disusun oleh:

Kelompok 7

Hasbi Ashshidiqqi (1111016100043)

Rakhil (1111016100059)

Uliyatul Fikriyyah (1111016100063)

Ratna Alfiani (1111016100065)

Nor Hidayati (1111016100067)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI

JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2014

Page 2: Laporan Biodiesel Kel 7

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT yang telah

memberikan rahmat dan karunia-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan

laporan project mengenai.”Biodiesel Minyak Kelapa Sawit” ini. Adapun

laporan ini bertujuan suntuk memenuhi tugas pada mata kuliah Biologi

Terapan di Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta.

Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah

berperan serta dan membantu dalam melaksanakan projrct ini. Kami sadari

sepenuhnya, bahwa laporan ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena, itu

kritik dan saran dari berbagai pihak yang bersifat membangun sangatlah

kami harapkan. Namun, di balik ketidak empurnaan laporan ini masih

tersimpan satu harapan, semoga makalah ini dapat menambah ilmu dan

wawasan baru bagi para pembaca.

Ciputat, 25 Desember 2014

Tim Penyusun

i

Page 3: Laporan Biodiesel Kel 7

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR………………………………………………………......... i

DAFTAR ISI……………………………………………………………………… ii

BAB I PENDAHULUAN………………………………………………………… 1

A. Latar Belakang……………………………………………………………... 1

B. Identifikasi Masalah………………………………………………………... 4

C. Batasan Masalah……………………………………………………………. 4

D. Rumusan Masalah………………………………………………………….. 5

E. Tujuan Projek………………………………………………………… …… 5

F. Manfaat Projek…………………………………………………………… 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA…………………………………………………. 6

A. Kelapa Sawit……………………………………………………………….. 6

1. Minyak Kelapa Sawit………………………………………………….. 6

2. Budidaya Kelapa Sawit………………………………………………… 11

3. Bagian Kelapa Sawit sebagai Bahan Baku Biodiesel………………….. 16

4. Pengaruh Hasil Budidaya dengan Lingkungan………………………… 16

B. Biodisel……………………………………………………………………. 17

1. Definisi Biodiesel……………………………………………………… 17

2. Bahan Baku Biodiesel…………………………………………………. 18

3. Karakteristik Biodiesel………………………………………………… 21

4. Standar Mutu Bodiesel………………………………………………… 22

5. Proses Pembuatan Biodiesel…………………………………………… 23

6. Emisi Gas Buang……………………………………………………… 24

BAB III METODOLOGI PROJECT…………………………………………… 28

A. Perencanaan Project……………………………………………………… 28

B. Waktu dan Tempat…………………………………………………………. 29

BAB IV OBSERVASI…………………………………………………………….. 30

ii

Page 4: Laporan Biodiesel Kel 7

A. Wawancara…………………………………………………………………. 30

B. Skala Laboratorium………………………………………………………… 31

C. Skala Pabrik…………………………………………………………........... 36

BAB V PEMBAHASAN………………………………………………………….. 40

BAB VI PENUTUP……………………………………………………………….. 46

A. Kesimpulan………………………………………………………………… 46

B. Saran………………………………………………………………………... 46

DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………….. 47

DAFTAR GAMBAR…………………………………………………..Terlampir

iii

Page 5: Laporan Biodiesel Kel 7

5

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Saat ini pemanasan global menjadi masalah lingkungan yang paling

menarik perhatian. Apabila energi berada dalam keseimbangan maka suhu

bumi juga akan tetap dan stabil. Tetapi jika konsentrasi gas di udara (gas

rumah kaca) yang berfungsi mencegah lepasnya energi ke ruang angkasa

meningkat, maka terjadilah ketidakseimbangan dan suhu permukaan bumi

akan meningkat. Peningkatan suhu ini menyebabkan perubahan iklim dan

meningkatnya permukaan air laut. Perubahan tersebut memberikan efek yang

besar pada dasar eksistensi manusia seperti misalnya ekologi. Inilah yang

disebut masalah pemanasan global.

Intergovernmental Panael on Climate Change (IPCC) dengan World

Meteorological Organization (WMO) sebagai forum diskusi tingkat

pemerintah mengenai masalah pemanasan global bersama United Nations

Environmental Programs (UNEP) melaporkan bahwa 64% di antara gas

rumah kaca adalah CO2. Oleh karena sekitar 80% jumlah CO2 yang dihasilkan

berasal dari konsumsi bahan bakar fosil, maka pengurangan CO2 menjadi

topik yang penting. Sudah terlihat bahwa pemanasan global menyebabkan

peningkatan suhu, perubahan iklim, meningkatnya permukaan air laut, dan

perubahan ekologi yang memberikan pengaruh besar kepada dasar eksistensi

manusia.

Menurut International Energy Agency (IEA), saat ini 80% sumber

energi dunia masih berasal dari bahan bakar fosil. Bahan bakar fosil memasok

81% dari total permintaan energi pada 2009. Dan selama 10 tahun terakhir,

permintaan energi berbahan bakar fosil telah naik sebesar 85%. Tingginya

penggunaan minyak, batu bara dan gas ini menyebabkan dunia semakin sulit

membatasi emisi CO2 guna menjaga agar suhu bumi tidak naik melebihi 2

derajat Celcius. 1

Page 6: Laporan Biodiesel Kel 7

6

Kontinuitas penggunaan bahan bakar fosil (fossil fuel) memunculkan

paling sedikit dua ancaman serius: (1) faktor ekonomi, berupa jaminan

ketersediaan bahan bakar fosil untuk beberapa dekade mendatang, masalah

suplai, harga, dan fluktuasinya (2) polusi akibat emisi pembakaran bahan

bakar fosil ke lingkungan. Polusi yang ditimbulkan oleh pembakaran bahan

bakar fosil memiliki dampak langsung maupun tidak langsung kepada derajat

kesehatan manusia. Polusi langsung bisa berupa gas-gas berbahaya, seperti

CO, NOx, dan UHC (unburn hydrocarbon), juga unsur metalik seperti timbal

(Pb). Sedangkan polusi tidak langsung mayoritas berupa ledakan jumlah

molekul CO2 yang berdampak pada pemanasan global (Global Warming

Potential). Kesadaran terhadap ancaman serius tersebut telah mengintensifkan

berbagai riset yang bertujuan menghasilkan sumber-sumber energi (energy

resources) ataupun pembawa energi (energy carrier) yang lebih terjamin

keberlanjutannya (sustainable) dan lebih ramah lingkungan.1

IEA merekomendasikan agar pemerintah menciptakan kebijakan

insentif praktis dalam skala yang lebih luas yaitu kebijakan energi terbarukan

dalam skala besar. Semua rekomendasi tersebut tercantum dalam laporan

Energy Technology Perspectives 2012. Indonesia sebagai negara agraris dan

tropis, dapat menjadi bagian solusi dari masalah global tersebut, antara lain

melalui peningkatan produksi perkebunan, seperti minyak sawit.

Menyelamatkan bumi dari pemanasan global yang lebih parah

memerlukan gerakan masyarakat internasional untuk dua hal utama, yakni (1)

Mengurangi emisi GHG khususnya karbondioksida (CO2) melalui

pengurangan konsumsi bahan bakar fosil (BBF) secara dramatis dan (2)

Menyerap kembali GHG khususnya CO2 dari atmosfir bumi. Perkebunan

kelapa sawit potensial menjadi bagian solusi dari kedua hal tersebut.

Tumbuhan memiliki mekanisme proses fotosintesis (asimilasi) yang

menyerap CO2 atmosfir bumi dan energi matahari dan disimpan dalam bentuk

biomass (stok karbon). Selain proses fotosintesis, tumbuhan juga melakukan

1 Yuli Indartono, Bioethanol, Alternatif Energi Terbarukan: Kajian Prestasi Mesin dan

Implementasi di Lapangan, Kobe University, 2005, http://www.energi.lipi.go.id.

2

Page 7: Laporan Biodiesel Kel 7

7

pernafasan/respirasi yang menghasilkan CO2 ke atmosfir bumi. Oleh sebab

itu, yang perlu dilihat adalah penyerapan netto-nya yakni CO2 yang diserap

dikurangi CO2 yang dilepas. Dalam penelitian Henson (1999) menyebutkan

bahwa kemampuan perkebunan kelapa sawit dalam menyerap CO2 (secara

netto) lebih besar dibandingkan hutan alam tropis.2

Pembudidayaan kelapa sawit melalui perkebunan merupakan suatu

mekanisme efektif melestarikan plasma nutfah (biodiversity), yakni tanaman

kelapa sawit beserta organisme yang ada, fungsi ekologis dan fungsi ekonomi

secara lintas generasi. Kelapa sawit juga menghasilkan energi terbarukan

secara efisien. Perkebunan kelapa sawit dari berbagai indikator, lebih unggul

dari hutan tropis dalam memanen energi matahari.

Dari segi efisiensi proses penangkapan energi matahari (efisiensi

fotosintesis, efisiensi konversi radiasi) perkebunan kelapa sawit lebih unggul

(lebih efisien) hampir dua kali lipat dari kemampuan hutan tropis. Kemudian

dari segi hasil proses penangkapan energi matahari (produksi biomass dan

bahan kering) perkebunan kelapa sawit juga lebih unggul daripada hutan

tropis. Pertumbuhan biomass dan bahan kering tersebut merupakan indikator

produksi energi terbarukan (renewable energy), laju penyerapan netto CO2

sekaligus laju akumulasi stok karbon yang diserap persatuan waktu.

Kemudian bila dibandingkan kemampuan kelapa sawit dengan

tanaman minyak nabati lainnya ternyata kelapa sawit juga lebih unggul dalam

menangkap energi matahari dan menyimpannya dalam bentuk biomass

(minyak sawit). Jika masyarakat bersedia menghemat konsumsi BBF dan

energi yang dihemat tersebut digunakan untuk kegiatan perkebunan kelapa

sawit, akan digantikan lebih dua kali lipat dalam bentuk energi terbarukan.

Menipisnya persediaan minyak bumi di Indonesia telah mendorong

pemerintah mengeluarkan peraturan melalui Perpres Nomor 5 tahun 2006

tentang Kebijakan Energi nasional, sebagai upaya untuk mengembangkan

sumber energi alternatif pengganti bahan bakar minyak yang berasal dari fosil.

2 Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia, Indonesia dan Perkebunan Kelapa Sawit

dalam Isi Lingkungan Global, Jakarta, 2013. hal. 32

3

Page 8: Laporan Biodiesel Kel 7

8

Pengembangan bioenergi dari sumber bahan nabati merupakan langkah yang

sangat strategis. Langkah nyata pemerintah Indonesia dalam pengembangan

bahan bakar nabati adalah diterbitkannya beberapa kebijakan pemerintah

terkait dengan penyediaan dan pemanfaatan bahan bakar nabati, diantaranya:

(1) Intruksi presiden No.1 tahun 2006 tertanggal 25 januari 2006 tetang

penyediaan dan pemanfaatan bahan bakar nabati (biofuel) sebagai bahan bakar

lain; (2) Peraturan presiden No. 5/2006 tanggal 25 Januari 2006 tentang

kebijakan Ekonomi Nasional. Pokok isinya adalah pada tahun 2025

ditargetkan bahan energi terbarukan harus sudah mencapai lebih dari 5% dari

kebutuhan energi nasional, sedangkan BBM ditargetkan menurun sampai di

bawah 20%; (3) Keputusan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian

Nomor: Kep.11/Mekon/02/2006, tentang tim koordinasi program aksi

penyediaan dan pemanfaatan energi alternatif. Pengembangan biofuel yang

dilakukan dalam program aksi tersebut meliputi kegiatan penyediaan bahan

baku (sektor hulu/ Dep. Pertanian), pengolahan (sektor tengah/ Dep.

Perindustrian), pemanfaatan biofuel (sektor hilir/Dep. ESDM), dan kegiatan

pendukung lainnya.

B. Identifikasi Masalah

1. Efek pemanasan global akibat emisi gas CO2 yang berasal dari bahan

bakar fosil

2. Karena semakin menipisnya cadangan minyak bumi sebagai bahan

bakar, maka pemerintah perlu melakukan upaya dalam mencari energi

alternatif yang terbarukan (renewable).

3. Indonesia yang memilki perkebunan kelapa sawit terbesar berpotensi

mengembangkan bahan bakar nabati.

C. Batasan Masalah

Hal utama yang menjadi perhatian dalam project ini adalah:

1. Bahan baku nabati yaitu minyak kelapa sawit

2. Proses skala laboratorium

3. Proses skala pabrik

4

Page 9: Laporan Biodiesel Kel 7

9

D. Rumusan Masalah

1. Bagaimana proses pembuatan biodiesel skala laboratorium?

2. Bagaimana pembuatan biodiesel skala pabrik?

E. Tujuan Projek

1. Untuk mengetahui proses pembuatan biodiesel skala laboratorium

2. Untuk mengetahui proses pembuatan biodiesel skala pabrik

F. Manfaat Projek

Manfaat dari project ini adalah memberikan informasi kepada

mahasiswa maupun masyarakat tentang bagaimana proses pembuatan

biodiesel sebagai bahan bakar alternarif guna mengantisipasi menipisnya

cadangan bahan bakar minyak bumi.

5

Page 10: Laporan Biodiesel Kel 7

10

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kelapa Sawit

1. Minyak kelapa sawit

Minyak kelapa sawit diperoleh dari pengolahan buah kelapa sawit

dengan kandungan asam lemak yang bervariasi, baik dalam panjang

maupun struktur rantai karbonnya. Panjang rantai karbon dalamminyak

kelapa sawit berkisar antara atom karbon C12-C20. Tabel 2.1 menyajikan

komposisi asam lemak dalam minyak kelapa sawit. Komposisi asam

lemak dalam minyak kelapa sawit sangat menentukan sifat fisik dan kimia

minyak kelapa sawit. Beberapa sifat fisik dan kimia minyak kelapa sawit

disajikan di tabel 2.2.

Table 2.1. Komposisi asam lemak minyak kelapa sawit

Asam Lemak Jumlah (%)

Asam karpilat -

Asam kaproat -

Asam miristat 0,9 – 1,5

Asam palmitat 41,8 – 46,8

Asam laurat 0,1 – 1,0

Asam stearate 4,2 – 5,1

Asam palmitoleat 0,1 – 0,3

Asam oleat 37,3 – 40,8

Asam linoleate 9,1 – 11,0

6

Page 11: Laporan Biodiesel Kel 7

11

Tabel 2.2. Sifat fisiko-kimia minyak kelapa sawit

Sifat Jumlah

Bilangan penyapunan (mgKOH/g

minyak)

190,1 – 201,7

Bilangan iod (wijs) 50,6 – 55, 1

Melting point (˚C) 31,1 – 37, 6

Indeks refraksi (50 ˚C) 1,455 – 1,456

Minyak sawit mengandung sejumlah kecil komponen non-

trigliserida. Karotenoid, tokoerol, tokotrienol, sterol, phospatida, dan

alcohol alipatik merupakan beberapa komponen trigliserida yang

terkanding dalam minyak kelapa sawit dan selanjutnya disebut sebagai

komponen minor. Jumlah komponen minor dalam minyak kelapa sawit

sekitar 1%. Tiga komponen minor pertama minyak kelapa sawit memiliki

peranan penting dalam mempertahankan stabilitas minyak. Karoten,

tokoperol, dan tokotrienol di dalam minyak kelapa sawit merupakan agen

antioksidan alami yang menjaga stabilitas minyak terhadap kerusakan

akibat oksidasi. Minyak kelapa sawit mengandung sekitar 500 – 700 ppm

karoten dan 600 – 1.000 ppm tokotrienol dan tokoperol. Karoten dala

minyak kelapa sawit hadir dalam bentuk α-karoten. Kombinasi kandungan

karoten, tokoperol, tokotrienol dan 50% asam lemak tidak jenuh

menyebabkan minyak kelapa sawit memiliki stabilitas oksidatif yang lebih

tinggi dibandingkan dengan minyak nabati lainnya. Selain sebagai anti

oksidan alami, karoten, tokoperol, dan tokotrienol minyak kelapa sawit

memiliki peranan penting bagi kesehatan manusia. Komponen α-karoten

berperan sebagai sumber vitamin A sedangkan tokoperol, dan

tokotrienolmemiliki peranan penting sebagai sumber vitamin E.

Kelapa sawit merupakan sumber bahan baku penghasil minyak

yang paling efisie dibandingkan dengan tanaman penghasil minyak nabati

7

Page 12: Laporan Biodiesel Kel 7

12

lainnya. Secara garis besar, buah kelapa sawit terdiri dari daging buah

yang dapat diolah menjadi CPO (crude palm oil) dan inti (kernel) yang

dapat diolah menjadi PKO (palm kernel oil). Minyak CPO dan PKO

memiliki perbedaan, baik dalam komposisi asam lemak yang terkandung

(Tabel 2.3) maupun sifat fisiko-kimianya (Tabel 2.4) Komponen asam

lemak terbesar penyusun PKO adalah asam laurat. Karakteristik ini

menjadikan PKO memiliki karakteristik yang mirip dengan minyak

kelapa.

Tabel 2.3. Komposisi asam lemak CPO, PKO, RBD OLein, RBD Stearin dan

PFAD

Asam lemak

Jumlah (%)

CPO PKO RBD

Olein

RBD

Stearin

PFAD

Asam

kalpirat

- - - - -

Asam

kaproat

- - - - -

Asam laurat 0,2 47 – 53 0,1 – 0,5 0,1 – 0,6 0,1 – 0,3

Asam

miristat

1,1 15- 19 0,9 – 1,4 1,1 – 1,9 0,9 – 1,5

Asam

palmitat

44,0 8 – 11 37,9 – 41,7 47,2 – 73,8 42,9 – 51,0

Asam

stearate

4,5 1 – 3 4,0 – 4,8 4,4 – 5,6 4,1 – 4,9

Asam

palmitoleat

- - 0,1 – 0,4 0,05 – 0,2 -

Asam oleat 39,2 12 – 19 40,7 – 43,9 15,6 – 37,0 32,8 – 39,8

Asam

linoleat

10,1 2 – 4 10,4 – 13,4 3,2 – 9,8 8,6 – 11,3

8

Page 13: Laporan Biodiesel Kel 7

13

Tabel 2.4. Sifat fisiko-kimia CPO, PKO, RBD OLein, RBD Stearin dan PFAD

Sifat

Jumlah (%)

CPO PKO RBD

Olein

RBD

Stearin PFAD

Kadar asam

lemak bebas

- 25 %

(m/m)

0,8190 - 72,3-89,4

Bilangan

asam (mg

KOH/g)

6,9 225 - - -

Bilangan

penyabunan

(mg KOH/g

oil)

224 - 249 256 194 - 202 193 – 206 -

Bilangan iod

(wijs)

44 - 54 14 – 23 - - 51,2 –

57,4

Melting

point (0C)

21 - 24 26 – 30 - - 48

Indeks

refraksi (40

0C)

36,0 –

37,5

- 1,4586 –

1,4592

- -

Indeks

refraksi (40

0C)

- - - 1,4472 –

1,4511

-

Minyak kelapa sawit dapat digunakan untuk bahan makanan dan

industri melalui proses ekstraksi dan pemurnian, seperti penjernihan dan

penghilangan bau atau dikenal dengan RBDPO (refined, bleached, and

deodorized palm oil). Setelah itu CPO dapat difraksinasi menjadi RBD

stearin dan RBD olein dengan komposisi asam lemak yang berbeda. RBD

olein terutama digunakan untuk pembuatan minyak goring, sedangkan

9

Page 14: Laporan Biodiesel Kel 7

14

RBD stearin terutama digunakan untuk margarin, shortening, serta bahan

baku industri sabun dan deterjen.

Secara umum, proses pengolahan minyak kelapa sawit dapat

menghasilkan 73% olein, 21% stearin, 5% PFAD (Palm fatty acid

distillate), dan 0,5% bahan lainnya. Pada umumnya, PFAD digunakan

oleh industri, baik sebagai bahan baku sabun maupun makanan ternak.

PFAD memiliki kandungan FFA (free fatty acid) sekitar 81,7%, gliserol

14,4%, squalene 0,8%, vitamin E 0,5%, sterol 0,4% dan lain-lain 2,2%.

Produk-produk turunan minyak sawit yang dapat digunakan

sebagai bahan baku biodiesel diantaranya CPO, CPO low grade (kandunan

FFA tinggi), PFAD, dan RBD olein. Sebelum diolah menjadi biodiesel,

CPO ( crude palm oil) membutuhkan proses pemurnian (degumming).

Degumming bertujuan untuk menghilangkan senyawa-senyawa pengotor

yang terdapat dalam minyak, seperti gum dan fosfatida.

Tabel 2.5. Produksi kelapa sawit (CPO dan PKO) di Indonesia

Tahun Produksi CPO (1.000 ton) Produksi PKO (1.000 ton)

2001 9.200 1.476

2002 10.300 1.599

2003 11.500 1.594

2004 14.000 1.830

2005 15.000 1.853

Saat ini pasokan bahan baku minyak sawit cukup melimpah, karena

perkebunan kelapa sawit sudah lama diusahakan dalam sekala besar dan

berkembang dengan baik. Pengembangan tetap perlu dilakukan karena selama

ini minyaksawit banyak digunakan sebagai bahan baku industri, baik industri

pangan (minyak goreng) maupun non pangan (oleokimia). Penggunaan

minyak sawit sebagai bahan baku biodisel tentunya mempertegas hal tersebut.

Harapannya, konsumsi minyak sawit untuk biodisel tidak akan mengganggu

10

Page 15: Laporan Biodiesel Kel 7

15

ketersediaan minyak sawit untuk pangan dan oleokimia pada masa yang akan

datang.3

2. Budidaya Kelapa Sawit

a. Syarat Pertumbuhan

1) Iklim

Lama penyinaran matahari rata-rata 5-7 jam/hari. Curah

hujan tahunan 1.500-4.000 mm. Temperatur optimal 24-280C.

Ketinggian tempat yang ideal antara 1-500 m dpl. Kecepatan

angin 5-6 km/jam untuk membantu proses penyerbukan.

2) Media Tanam

Tanah yang baik mengandung banyak lempung, beraerasi

baik dan subur. Berdrainase baik, permukaan air tanah cukup

dalam, solum cukup dalam (80 cm), pH tanah 4-6, dan tanah tidak

berbatu. Tanah Latosol, Ultisol dan Aluvial, tanah gambut saprik,

dataran pantai dan muara sungai dapat dijadikan perkebunan

kelapa sawit.

b. Pedoman Teknis Budidaya

1) Pembibitan

a) Penyemaian

Kecambah dimasukkan polibag 12x23 atau 15x23 cm berisi

1,5-2,0 kg tanah lapisan atas yang telah diayak. Kecambah

ditanam sedalam 2 cm. Tanah di polibag harus selalu lembab.

Simpan polibag di bedengan dengan diameter 120 cm. Setelah

berumur 3-4 bulan dan berdaun 4-5 helai bibit dipindah

tanamkan. Bibit dari dederan dipindahkan ke dalam polibag

40x50 cm setebal 0,11 mm yang berisi 15-30 kg tanah lapisan

atas yang diayak. Sebelum bibit ditanam, siram tanah dengan

3 Erliza Hambali, dkk., Teknologi Bioenergi. (Tangerang: Agro Media, 2008), h. 14-19.

11

Page 16: Laporan Biodiesel Kel 7

16

POC NASA 5 ml atau 0,5 tutup per liter air. Polibag diatur

dalam posisi segitiga sama sisi dengan jarak 90x90 cm.

b) Pemeliharaan Pembibitan

Penyiraman dilakukan dua kali sehari. Penyiangan 2-3 kali

sebulan atau disesuaikan dengan pertumbuhan gulma. Bibit

tidak normal, berpenyakit dan mempunyai kelainan genetis

harus dibuang. Seleksi dilakukan pada umur 4 dan 9 bulan.

Pemupukan pada saat pembibitan sebagai berikut :

Pupuk Makro

> 15-15-6-4 Minggu ke 2 & 3 (2 gram); minggu ke

4 & 5 (4gr); minggu ke 6 & 8 (6gr);

minggu ke 10 & 12 (8gr)

> 12-12-17-2 Mingu ke 14, 15, 16 & 20 (8 gr);

Minggu ke 22, 24, 26 & 28 (12gr),

minggu ke 30, 32, 34 & 36 (17gr),

minggu ke 38 & 40 (20gr).

> 12-12-17-2 Minggu ke 19 & 21 (4gr); minggu ke

23& 25 (6gr); minggu ke 27, 29 & 31

(8gr)

> POC NASA Mulai minggu ke 1 – 40 (1-2cc/lt air

perbibit disiramkan 1-2 minggu

sekali).

12

Page 17: Laporan Biodiesel Kel 7

17

2) Teknik Penanaman

a) Penentuan Pola Tanaman

Pola tanam dapat monokultur ataupun tumpangsari.

Tanaman penutup tanah (legume cover crop LCC) pada areal

tanaman kelapa sawit sangat penting karena dapat

memperbaiki sifat-sifat fisika, kimia dan biologi tanah,

mencegah erosi, mempertahankan kelembaban tanah dan

menekan pertumbuhan tanaman pengganggu (gulma).

Penanaman tanaman kacang-kacangan sebaiknya dilaksanakan

segera setelah persiapan lahan selesai.

b) Pembuatan Lubang Tanam

Lubang tanam dibuat beberapa hari sebelum tanam dengan

ukuran 50x40 cm sedalam 40 cm. Sisa galian tanah atas (20

cm) dipisahkan dari tanah bawah. Jarak 9x9x9 m. Areal

berbukit, dibuat teras melingkari bukit dan lubang berjarak 1,5

m dari sisi lereng.

c) Cara Penanaman

Penanaman pada awal musim hujan, setelah hujan turun

dengan teratur. Sehari sebelum tanam, siram bibit pada

polibag. Lepaskan plastik polibag hati-hati dan masukkan bibit

ke dalam lubang. Taburkan Natural GLIO yang sudah

dikembangbiakkan dalam pupuk kandang selama + 1 minggu

di sekitar perakaran tanaman. Segera ditimbun dengan galian

tanah atas. Siramkan POC NASA secara merata dengan dosis

± 5-10 ml/ liter air setiap pohon atau semprot (dosis 3-4

tutup/tangki). Hasil akan lebih bagus jika menggunakan

SUPER NASA. Adapun cara penggunaan SUPER NASA

adalah sebagai berikut: 1 botol SUPER NASA diencerkan

dalam 2 liter (2000 ml) air dijadikan larutan induk. Kemudian

setiap 1 liter air diberi 10 ml larutan induk tadi untuk

penyiraman setiap pohon.

13

Page 18: Laporan Biodiesel Kel 7

18

3) Pemeliharaan Tanaman

a) Penyulaman dan Penjarangan

Tanaman mati disulam dengan bibit berumur 10-14 bulan.

Populasi 1 hektar + 135-145 pohon agar tidak ada persaingan

sinar matahari.

b) Penyiangan

Tanah di sekitar pohon harus bersih dari gulma.

c) Pemupukan

Anjuran pemupukan sebagai berikut :

Urea 1. Bulan ke 6, 12, 18, 24, 30

& 36

2. Bulan ke 42, 48, 54, 60,

dst

225 kg/ha

1000 kg/ha

TSP 1. Bulan ke 6, 12, 18, 24,30

& 36

2. Bulan ke 48 & 60

115 kg/ha

750 kg/ha

MOP/KCl 1. Bulan ke 6, 12, 18, 24,30

& 36

2. Bulan ke 42, 48, 54, 60,

dst

200 kg/ha

1200 kg/ha

Kieserite 1. Bulan ke 6, 12, 18, 24, 30

& 36

2. Bulan ke 42, 48, 54, 60,

dst

75 kg/ha

600 kg/ha

Borax 1. Bulan ke 6, 12, 18, 24, 30

& 36

2. Bulan ke 42, 48, 54, 60,

dst

20 kg/ha

40 kg/ha

14

Page 19: Laporan Biodiesel Kel 7

19

d) Pemangkasan Daun

Terdapat tiga jenis pemangkasan yaitu:

- Pemangkasan pasir: membuang daun kering, buah pertama

atau buah busuk waktu tanaman berumur 16-20 bulan.

- Pemangkasan produksi: memotong daun yang tumbuhnya

saling menumpuk (songgo dua) untuk persiapan panen

umur 20-28 bulan.

- Pemangkasan pemeliharaan: membuang daun-daun songgo

dua secara rutin sehingga pada pokok tanaman hanya

terdapat sejumlah 28-54 helai.

e) Kastrasi Bunga

Memotong bunga-bunga jantan dan betina yang tumbuh

pada waktu tanaman berumur 12-20 bulan.

f) Penyerbukan Buatan

Untuk mengoptimalkan jumlah tandan yang berbuah,

dibantu penyerbukan buatan oleh manusia atau serangga.

Penyerbukan oleh manusia, dilakukan saat tanaman berumur

2-7 minggu pada bunga betina yang sedang represif (bunga

betina siap untuk diserbuki oleh serbuk sari jantan). Ciri bunga

represif adalah kepala putik terbuka, warna kepala putik

kemerah-merahan dan berlendir.

4) Panen

Mulai berbuah setelah 2,5 tahun dan masak 5,5 bulan setelah

penyerbukan. Dapat dipanen jika tanaman telah berumur 31 bulan,

sedikitnya 60% buah telah matang panen, dari 5 pohon terdapat 1

tandan buah matang panen. Ciri tandan matang panen adalah

sedikitnya ada 5 buah yang lepas/jatuh dari tandan yang beratnya

kurang dari 10 kg atau sedikitnya ada 10 buah yang lepas dari

tandan yang beratnya 10 kg atau lebih.4

4Kiswanto, dkk., Teknologi Budidaya Kelapa Sawit. (Lampung: Badan Penelitian dan

Pengembangan Pertanian, 2008), h. 2-21

15

Page 20: Laporan Biodiesel Kel 7

20

3. Bagian Kelapa Sawit Sebagai Bahan Baku Biodisel

Minyak sawit atau minyak kelapa sawit adalah minyak nabati

edibel yang didapatkan dari mesocarp buah pohon kelapa sawit, umumnya

dari spesies Elaeis guineensis, dan sedikit dari spesies Elaeis oleifera dan

Attalea maripa. Minyak sawit secara alami berwarna mereha karena

kandungan beta-karoten yang tinggi. Minyak sawit berbeda dengan

minyak inti kelapa sawit (palm kernel oil) yang dihasilkan dari inti buah

yang sama. Minyak kelapa sawit juga berbeda dengan minyak kelapa yang

dihasilkan dari inti buah kelapa (Cocos nucifera).

Menurut Fauzi dkk. menyatakan minyak sawit yang digunakan

sebagai produk pangan dihasilkan dari minyak sawit maupun minyak inti

sawit. Produksi CPO Indonesia sebagian besar difraksinasi sehingga

dihasilkan fraksi olein cair dan fraksi strein padat. Fraksi olein tersebut

digunakan untuk memenuhi kebutuhan domestik sebagai pelengkap

minyak goreng dari minyak kelapa. Sebagai bahan baku untuk minyak

makan, minyak sawit antara lain digunakan dalam bentuk minyak goreng,

margarin, butter dan bahan untuk membuat kue-kue. Sebagai bahan

pangan, minyak sawit mempunyai beberapa keunggulan dibandingkan

dengan minyak goreng lain, antara lain mengandung karoten yang

diketahui berfungsi sebagai anti kanker dan tokoferol sebagai sumber

vitamin E. Disamping itu, kandungan asam linoleat dan lenolenatnya

rendah sehingga minyak goreng yang terbuat dari buah sawit memiliki

kemantapan kalor (heat steability) yang tinggi dan tidak mudah

teroksidasi. Oleh kerena itu, minyak sawit sebagai minyak goreng bersifat

lebih awet dan makanan yang digoreng menggunakan minyak sawit tidak

mudah tengik.5

4. Pengaruh Hasil Budidaya dengan Lingkungan

Pembukaan lahan untuk perkebunan kelapa sawit banyak

ditentang, bahkan produknya yang berupa CPO mengalami

5 http://repository.politanipyk.ac.id/50/5/TINJAUAN%20PUSTAKA.pdf

16

Page 21: Laporan Biodiesel Kel 7

21

pemboikotan. Alasannya adalah karena perkebunan yang

bersifat monokultur ini telah menghilangkan hutan alami yang sebelumnya

merupakan habitat dari ratusan jenis fauna maupun flora. Oleh sebab itu,

sebaiknya pembukaan lahan perkebunan tersebut dilakukan di lahan yang

kurang subur, dengan tetap mempertimbangkan dampak ekologisnya.

Tanaman jarak tidak memerlukan perawatan secara intensif karena dapat

tumbuh subur di lahan dimana tanaman lain sulit tumbuh. Pemilihan

minyak jarak, dari pada CPO sebagai bahan baku biosolar, merupakan

solusi di dalam memecahkan persaingan bisnis antara untuk kepentingan

energi dan kepentingan produk makanan. Bisnis di sektor ini masih

berpeluang bagus sejauh tidak merusak ekosistem dan

tetap mempertahankan keanekaragaman hayati.6

B. Biodisel

1. Definisi Biodiesel

Nama biodiesel telah disetujui oleh Department of Energy (DOE),

Environmental Protection Agency (EPA) dan American Society of Testing

Material (ASTM). Biodiesel merupakan bioenergi atau bahan bakar nabati

yang dibuat dari minyak nabati, baik minyak baru maupun minyak bekas

penggorengan dan melau proses transesterifikasi, esterifikasi atau proses

esterifikasi-transesterifikasi. Biodiesel digunakan sebagai bahan bakar

alternatif pengganti BM untuk motor diesel. Biodiesel dapat diaplikasikan

baik dalam bentuk 100% (B100) atau campuran dengan minyak solar pada

tingkat konsentrasi tertentu (BXX), seperti 10% biodiesel dicampur

dnegan solar yang dikenal dengan nama B10. Bahan bakar yang berbentuk

cair ini bersifat menyerupai solarsehingga sangat prospektif untuk

dikembangkan. Apalagi biodiesel memilki kelebihan lain dibandingkan

dengan solar, yakni :

6 Wibisono Adhi, Industri Minyak Sawit dan Biodisel Sebagai Upaya Mengurangi

Penggunaan Bahan Bakar Fosil, (Bogor: IPB-Press, 2013), h. 15-16.

17

Page 22: Laporan Biodiesel Kel 7

22

1) Bahan bakar ramah lingkungan karena menghasilkan emisi yang jauh

lebih baik (free sulphur, smoke number rendah) sesuai dengan isu-isu

global

2) Cetane number lebih tinggi (>57) sehingga efisiensi pembakarannya

lebih baik dibandingkan dengan minyak kasar

3) Memiliki sifat pelumas terhadap piston mesin dan dapat terurai

(biodegradable)

4) Merupakan renewable energy karena terbuat dari bahan lam yang

dapat diperbaharui

5) Meningkatkan independensi suplai bahan bakar karena dapat

diproduksi secara local.7

2. Bahan Baku Biodiesel

Biodiesel dapat dibuat dari minyak nabati, lemak, binatang dan

ganggang. Minyak nabati adalah bahan baku yang umum digunakan di

dunia unuk menghasilkan biodiesl diantaranya respseed oil (Eropa),

soybean oil (USA), minyak sawit (Asia) dan minyak kelapa (Filipina),

selain itu bahan dasar yang digunakan ialah minyak biji jarak, minyak

biji bunga matahari, minyak kemiri, minyak nyamplung dan lain

sebagainya.

Pemanfaatan minyak nabati sebagai bahan baku biodiesel memiliki

beberapa kelebihan, diantaranya sumber minyak nabati mudah diperoleh,

proses pembuatan biodiesel dari minyak nabati dan cepat, serta tingkat

konversi minyak nabati menjadi biodiesel tinggi (mencapai 95%).

Tabel 2.6 Sifat-sifat beberapa minyak –lemak nabati

Minyak Massa

Jenis

Kg/liter

Viskositas

Kinematika

(38C), cSt

DHC,

MJ/Kg

Angka

Setana

Titik

Awan/

Kabut,C

Titik

Tuang,

C

Jarak Kaliki 0.9537 297 37,27 - - -31,7

7 Ibid.,h. 19-20

18

18

Page 23: Laporan Biodiesel Kel 7

23

Jagung 0,9095 34,9 39,50 37,6 -1,1 -40,0

Kapas 0,9148 33,5 39,47 41,8 +1,7 -15,0

Crambe 0,9044 53,6 40,48 44,6 10,0 -12,2

Biji rami 0,9236 27,2 39,31 34,6 +1,7 -15,0

Kacang

Tanah

0,9026 39,6 39,78 41,8 12,8 -6,7

Kanola 0,9115 37,0 39,71 37,6 -3,9 -317

Kasumba 0,9144 31,3 39,52 41,3 18,3 -6,7

Kasumba

OT *)

0,9021 41,2 39,52 49,1 -12,2 -20,64

Wijen 0,9133 35,5 39,35 40,2 -3,9 -9,4

Kedelai 0,9161 32,6 39,62 37,9 -3,9 -12,2

Bunga

matahari

0,8400 33,9 39,58 37,1 7,2 -15,0

Tabel 2.7 Sifat minyak-lemak nabati kelapa, sawit, kapas dan jarak pagar

Minyak Massa

Jenis

Kg/liter

Viskositas

Kinematik

a (20C),

cSt

DHC,

MJ/Kg

Angka

Setana

Titik

Awan/

Kabut,

C

Titik

Tuang,

C

Kelapa 0,915 30 37,10 40-42 28 23-26

Sawit 0,915 63 36,90 38-40 31 23-40

Kapas 0,921 73 36,80 35-50 -1 2

Jarak pagar 0,920 77 38,00 23-41 2 -3

Bahan-bahan mentah pembuatan biodiesel menurut Mittelbach,

2004 adalah:

a. trigliserida-trigliserida, yaitu komponen utama aneka lemak dan

minyak-lemak, dan

b. asam-asam lemak, yaitu produk samping industri pemulusan (refining)

lemak dan minyak-lemak.

19

Page 24: Laporan Biodiesel Kel 7

24

Trigliserida

Trigliserida adalah triester dari gliserol dengan asam-asam lemak,

yaitu asam asam karboksilat beratom karbon 6 sampai dengan 30.

Trigliserida banyak terkandung dalam minyak dan lemak. Trigliserida

merupakan komponen terbesar penyusun minyak nabati. Selain

trigliserida, terdapat juga monogliserida dan digliserida.

Gambar 2.8 Struktur molekul monogliserida, digliserida dan trigliserida

Asam Lemak Bebas

Asam lemak bebas adalah asam lemak yang terpisahkan dari

trigliserida, digliserida, monogliserida, dan gliserin bebas. Hal ini dapat

disebabkan oleh pemanasan dan terdapatnya air sehingga terjadi proses

hidrolisis. Oksidasi juga dapat meningkatkan kadar asam lemak bebas

dalam minyak nabati.8

8 Luqman Erningpraja, Biodiesel Berbahan Baku Minyak Kelapa Sawit, (Bogor: Warta

Penelitian dan Pengembangan Pertanian Vol. 28, No. 23, 2007), h. 2-3

20

Page 25: Laporan Biodiesel Kel 7

25

Gambar 2.9 Struktur Asam Lemak Bebas

3. Karakteristik

Bilangan setana yang baik dari minyak diesel adalah lebih besar dari

30 dengan volatilitas yang tidak terlalu tinggi supaya pembakaran yang

terjadi di dalamnya lebih sempurna. Minyak diesel dikehendaki memiliki

kekentalan yang relatif rendah agar mudah mengalir melalui pompa injeksi.

Untuk keselamatan selama penanganan dan penyimpanan, titik nyala harus

cukup tinggi agar terhindar dari bahaya kebakaran pada suhu kamar. Kadar

belerang dapat menyebabkan terjadinya keausan pada dinding silinder.

Jumlah endapan karbon pada bahan bakar diesel dapat diukur dengan

metode Conradson atau Ramsbottom untuk memperkirakan kecenderungan

timbulnya endapan karbon pada nozzle dan ruang bakar. Abu kemungkinan

berasal dari produk mineral dan logam sabun yang tidak dapat larut dan jika

tertinggal dalam dinding dan permukaan mesin dapat menyebabkan

kerusakan nozzle dan menambah deposit dalam ruang bakar. Air dalam

jumlah kecil yang berbentuk dispersi dalam bahan bakar sebenarnya tidak

berbahaya bagi bagian-bagian mesin. Tetapi di daerah dingin, air tersebut

dapat membentuk kristal-kristal es kecil yang dapat menyumbat saringan

pada mesin.9

9 http://library.usu.ac.id/download/ft/kimia-bode.pdf

21

Page 26: Laporan Biodiesel Kel 7

26

4. Standar Mutu Biodiesel

Secara umum, parameter standar mutu biodiesel terdiri atas densitas,

titik nyala, angka setana, viskositas kinematic, abu sulfat, energi yang

dihaslkan, bilangan iod, dan residu karbon. Kini beberapa Negara telah

mempunyai standar mutu biodiesel yang berlaku di negaranya masing-

masing. Adapun persyaratan mutu biodiesel Indonesia tercantum dalam

RSNI EB 020551.10

Tabel 2.10 Standar mutu biodiesel Indonesia (RSNI EB 020551)

No. Parameter dan Satuan Batas Nilai Metode Uji Metode Setara

1. Massa jenis pada suhu 40 ˚C

Kg/m3

850 - 890 ASTM D 1298 ISO 3675

2. Viskositas kinematic pada

suhu 40 ˚C Mn2/s (cSt)

2,3 – 6,0 ASTM D 445 ISO 3104

3. Angka setana Min. 51 ASTM D 613 ISO 5165

4. Titik nyala (mangkok

tertutup), ˚C

Min. 100 ASTM D 93 ISO 2710

5. Titik kabut, ˚C Maks. 18 ASTM D 2500 -

6. Korosi bilah tembaga (3

jam, 50 ˚C)

Maks. No. 3 ASTM D 130 ISO 2160

7. Residu karbon

Dalam contoh asli

Dalam 10% ampas

destilasi

Maks. 0,05 ASTM D 4530 ISO 10370

8. Air dalam sedimen, %-vol Maks. 0,05 ASTM D 2709 -

9. Temperature distilasi, 90%,

˚C

Maks. 360 ASTM D 1160 -

10. Abu tersulfaktan, % -b Maks. 0,02 ASTM D 874 ISO 3987

10

Erliza, Op.Chit., h. 11

22

Page 27: Laporan Biodiesel Kel 7

27

11. Belerang, ppm-b (mg/kg) Maks. 100 ASTM D 5453 PrEN- ISO

20884

12. Fosfor, ppm-b (mg/kg) Maks. 10 AOCS Ca 12 –

55

FBI- AO5-03

13. Angka asam mg-KOH/g Maks. 0,8 AOCS Ca 3 – 63 FBI- AO1-03

14. Gliserol bebas, %-b Maks. 0,02 AOCS Ca 14 –

56

FBI- AO2-03

15. Gliserol total, %-b Maks.0,24 AOCS Ca 14 –

56

FBI- AO2-03

16. Kadar alkil ester, %-b Maks.96,5 Dihitung FBI- AO3-03

17. Angka iodium, %-b (g-

12/100g)

Maks. 115 AOCS Ca 1 – 25 FBI- AO4-03

18. Uji Halphen Negatif AOCS Ca 1 – 25 FBI- AO6-03

5. Proses Pembuatan Biodiesel

Pada umumnya biodiesel disintesis dari ester asam lemak dengan rantai

karbon antara C6-C22. Minyak sawit merupakan salah satu jenis minyak nabati

yang mengandung asam lemak dengan rantai karbon C14-C20, sehingga

mempunyai peluang untuk dikembangkan sebagai bahan baku biodiesel. Minyak

biodiesel dibuat melaui tahap transesterifikasi, pencucian, pengeringan dan

penyaringan (filtrasi). Proses pembuatan biodiesel dapat dilihat pada gambar

dibawah ini.11

11

Dibyo Pranowo dkk.,Pembuatan Biodiesel Dari Kemiri Sunan.(Jakarta: IAArd Press,

2014), h. 15

23

Page 28: Laporan Biodiesel Kel 7

28

Gambar 2.11 Diagram proses biodiesel secara umum

6. Emisi Gas Buang

Emisi gas buang kendaraan bermotor telah menjadi sumber utama

pencemaran udara terutama di daerah perkotaan. Apalagi dengan

bertambahnya unit kendaraan bermotor serta buruknya mutu bahan bakar.

Walaupun gas buang kendaraan bermotor bukan terdiri atas senyawa yang

tidak berbahaya seperti nitrogen, karbondioksida dan uap air, tetapi

didalamanya terkandung senyawa lain dengan jumlah yang cukup besar

yang daopat membahayakan kesehatan maupun lingkungan.

Bahan pencemar (polutan) yang berasal dari gas buang dapat

diklasifikasikan menjadi beberapa kategori sebagai berikut :

1. Sumber

Polutan dibedakan menjadi polutan primer atau sekunder. Polutan

primer seperti nitrogen oksida (NOx) dan karbon-karbon (HC) langsung

dibuang ke udara bebas dan mempertahankan bentuknya seperti pada saat

pembuangan. Polutan sekunder seperti ozon (O3) dan peroksiasetil nitrat

(PAN) adalah polutan yang terbentuk di atmosfer melalui reaksi fotokimia

atau oksidasi.

2. Komposisi Kimia

Polutan dibedakan menjadi organik dan inorganik. Polutan organik

mengandung karbon dan hydrogen,juga beberapa elemen seperti oksigen,

24

Page 29: Laporan Biodiesel Kel 7

29

nitrogen, sulfur atau fosfor. Contohnya hidrokarbon, alkohol, ester dan

lain-lain.Polutan inorganik seperti karbon monoksida (CO), karbonat,

nitrogen oksida, ozon dan lain-lain.

3. Bahan penyusun

Polutan dibedakan menjadi partikulat atau gas. Partikulat dibagi

menjadi padatan, dan cairan seperti debu, asap, abu, kabut dan spray.

Partikulat dapat bertahan di atmosfer sedangkan polutan berupa gas tidak

bertahan di atmosfer dan bercampur dengan udara bebas.

a. Partikulat

Polutan patikulat yang berasal dari kendaraan bermotor

umumnya merupakan fasa padat yang terdispersi dalam udara dan

magnetik asap.Fasa padatan tersebut berasal dari pembakaran tak

sempurna bahan bakar dengan udara sehingga terjadi tingkat ketebalan

asap yang tinggi. Selain itu partikulat juga mengandung timbal yang

merupakan bahan aditif untuk meningkatkan kinerja pembakaran bahan

bakar pada mesin kenderaan.

Apabila butir-butir bahan bakar yang terjadi pada penyemprotan

ke dalam silinder motor terlalu besar atau apabila butir-butir berkumpul

menjadi satu maka akan terjadi dekomposisi yang menyebabkan

terbentuknya karbon-karbon padat atau angus. Hal ini disebabkan

karena pemanasan udara yang bertempratur tinggi tetapi penguapan dan

pencampuran bahan bakar dengan udara yang ada didalam silinder tidak

dapat berlangsung sempurna terutama pada saat-saat dimana terlalu

banyak bahan bakar disemprotkan yaitu pada waktu daya motor akan

diperbesar misalnya untuk akselerasi maka terjadinya angus itu tidak

dapat dihindarkan. Jika angus yang terjadi itu terlalu banyak maka gas

buang yang keluar dari gas buang motor akan berwarna hitam.

b. UHC (Unburned Hidrocarbon)

Hidrokarbon yang tidak terbakar dapat terbentuk tidak hanya

karena campuran udara bahan bakar yang gemuk, tetapi bias saja pada

25

Page 30: Laporan Biodiesel Kel 7

30

campuran kurus bila suhu pembakarannya rendah dan lambat serta

bagian dari dinding ruang pembakarannya yang dingin dan agak besar.

Motor memancarkan banyak hidrokarbon jika baru saja dihidupkan atau

berputar bebas atau pemanasan. Pemanasan dari udara yang masuk

dengan menggunakan gas buang meningkatkan penguapan dari bahan

bakar dan mencegah pemancaran hidrokarbon. Jumlah hidrokarbon

tertentu selalu ada dalam penguapan bahan bakar ditangki bahan bakar

dan dari kebocoran gas yang melalui celah antara silinder dari torak

masuk kedalam poros engkol,yang disebut dengan blow by gasses (gas

lalu). Pembakaran tak sempurna pada kendaraan juga akan

menghasilkan gas buang yang mengandung hidrokarbon. Hal ini pada

motor diesel terutama disebabkan oleh campuran lokal udara bahan

bakar tidak dapat mencapai batas mampu bakar.

c. Karbon Monoksida (CO)

Karbon dan oksigen dapat bergabung membentuk senyawa

karbon monoksida (CO) sebagai hasil pembakaran yang tidak sempurna

dan karbon dioksida (CO2) Sebagai hasil pembakaran sempurna. karbon

monoksida merupakan senyawa yang tidak berbau, tidak berasa dan

pada suhu udara normal berbentuk gas yang tidak berwarna. Gas ini

akan dihasilkan bila karbon yang terdapat dalam bahan bakar (kira-kira

85% dari berat dan sisanya hidrogen) terbakar tidak sempurna karena

kekurangan oksigen. Hal ini terjadi bila campuran udara bahan bakar

lebih gemuk dari pada campuran stoikiometris dan terjadi selama idling

dapat beban rendah atau pada output maksimum. Karbon monoksida

tidak dapat dihilangkan jika campuran udara bahan bakar gemuk, bila

campuran kurus karbon monoksida tidak terbentuk.

d. Nitrogen Oksida (NOX)

Senyawa nitrogen oksida yang sering menjadi pokok

pembahasan dalam masalah polusi udara adalah NO dan NO2. Kedua

senyawa ini terbuang langsung ke udara bebas dari hasil pembakaran

bahan bakar. Nitrogen monoksida ((NO) merupakan gas berwarna

26

Page 31: Laporan Biodiesel Kel 7

31

coklat kemerahan dan berbau tajam. Gas NO merupakan gas yang

berbahaya karena mengganggu syaraf pusat.gas NO terjadi karena

adanya reaksi antara N2 dan O2.

Persamaan reaksi N2 dan O2 sebagai berikut :

O2 2O

N2 + O NO + N

N + O2 NO + O

Pengendalian Emisi Gas Buang

Tingkat polusi udara dari mesin kendaraan tidak hanya dipengaruhi

oleh teknologi pembakaran yang diterapkan dalam sistim itu saja tetapi

juga besar dipengaruhi oleh mutu bahan bakar yang dipakai. Dari segi

kualitas bahan bakar Indonesia sangat jauh tertinggal dari negara-negara

lain. Emisi gas buang yang dihasilkan oleh pembakaran kendaraan

bermotor pada umumnya berdampak negatif terhadap lingkungan.Untuk

mengatasi kendaraan bermotor diesel yang menghasilkan emisi gas buang

yang relatif besar sehingga terjadi pencemaran lingkungan (tidak ramah

lingkungan) dipergunakan bahan bakar B10 dan B20 yang dapat

menurunkan emisi gas buang sehingga pencemaran udara dapat diperkecil

atau bahan bakar ini ramah lingkungan.12

12

Suharto, Pengaruh Biodiesel terhadap Emisi Gas Buang Mesin Diesel.(Bandung: Penebar

Swadaya, 2012, h. 36-40

27

Page 32: Laporan Biodiesel Kel 7

32

BAB III

METODOLOGI PROJECT

A. Perencanaan Project

Tema Project : Pertanian lingkungan dan energi

Judul Project : Pengembangan Biodiesel dari Minyak Kelapa

Produk : Biodiesel Minyak Kelapa Sawit

Hubungan antar Tema : Produk ini merupakan pengembangan bahan bakar

alternatif berbahan dasar minyak kelapa sawit.

Minyak kelapa sawit merupakan hasil pertanian

yang dapat dibuat menjadi sumber energi

alternatif. Dengan memanfaatkan minyak kelapa

sawit kita dapat membuat sumber energi

alternatif yang ramah lingkungan.

Lokasi Observasi : Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi

(BPPT) -- Balai Rekayasa Disain dan Sistem

Teknologi (BRDST) Puspitek Serpong Jl. Raya

Puspitek- Serpong Kota Tangerang Selatan

Banten

Sinopsis : Bahan bakar minyak yang makin langka dan

harganya yang terus membubung mendorong

berbagai pihak untuk melakukan penghematan

dan mencari bahan bakar alternatif. BPPT –

BRDST telah menghasilkan biodiesel berbahan

baku minyak sawit yang berpeluang menjadi salah

satu sumber energi alternatif. Penelitian biodiesel

dilakukan pada berbagai kondisi proses, jenis

proses, bahan baku, dan bahan pendukung. Bahan

baku utama lain selain minyak sawit adalah

alkohol yaitu metanol dan etanol. Bahan

Sawit

28

Page 33: Laporan Biodiesel Kel 7

33

pendukung yang digunakan meliputi katalis asam,

katalis basa atau tanpa katalis. Kondisi proses

yang diteliti meliputi variasi suhu, waktu, dan

tekanan. Tahapan pembuatan biodiesel secara

garis besarnya terdiri atas tahap transesterifikasi,

pencucian, pengeringan, penyaringan dan

penjernihan minyak.

Desain :

Bagan 3.1 Desain Project

B. Waktu dan Tempat

Observasi dilakukan selama tiga hari yaitu survei lokasi pada

tanggal 24 September 2014, observasi 1 dilakukan pada tanggal 25

September 2014 dan Observasi 2 dilakukan pada tanggal 29 September

2014 di BRDST-BPPT Puspitek Serpong yang berlokasi di JL. Raya

Puspitek Serpong Kota Tangerang Selatan.

Perencanaan Survei Lokasi Observasi 1

Observasi 2 Laporan

Progress

Observasi

Laporan

Observasi

29

Page 34: Laporan Biodiesel Kel 7

34

BAB IV

OBSERVASI

A. Wawancara

Kegiatan wawancara dilakukan oleh observer dengan pihak

BRDST yang diwakili oleh Pak Adi terkait proses blending antara

biodiesel minyak kelapa sawit dengan solar.

Observer : Bagaimana sih pak, proses blending itu dilakukan?

Pak Adi : Proses blending pada prinsipnya adalah mencampurkan

biodiesel dan solar dengan perbandingan 1:4. Biodisel

sebanyak 20% dan Solar sebanyak 80%. Misalnya kita ingin

memproduksi 100 L biosolar jadi biodiesel yang digunakan

20 L dan solar yang digunakan 80 L.

Observer : Apa saja peralatan yang digunakan dalam proses blending

ini Pak? Dan bagaimana cara kerjanya?

Pak Adi : Alatnya berupa reactor khusus. Reaktor ini

menghubungkan tangki yang berisi biodiesel dan tangki

yang berisi solar. Setelah ditentukan berapa banyak biosolar

yang ingin kita buat, maka selanjutnya kita mengalirkan

dua bahan tersebut sesuai dengan perbandingan yang sudah

saya sebutkan sebelumnya, 1:4. Kemudian, dua bahan tadi

diaduk/dicampur selama 15 menit.

Observer : Kami dengar dari Ibu Bina, Humas BRDST bahwa

BRDST ini telah melakukan kerjasama dengan Pertamina.

Selain Pertamina apakah ada pihak lain yang juga ikut

bekerjasama?

Pak Adi : Iya. BRDST memang melakukan beberapa kerjasama

dengan pihak yang terkait.Dengan Pertamina sebagai

penyedia solar. Dengan kementrian ESDM yang

merupakan pemilik/pencetus project biosolar ini. Selain

itu, kami juga bekerjasama dengan Gakindo yang

menyediakan mobil uji coba biosolar.

30

Page 35: Laporan Biodiesel Kel 7

35

Observer : Oh iya Pak, kemarin kami melihat beberapa mobil uji

coba. Boleh kami tahu bagaimana hasil yang ditunjukkan

oleh mobil uji coba tersebut?

Pak Adi : Sejauh ini menurut kami hasil yang ditunjukkan cukup

bagus. Kami memiliki 6 mobil uji coba; 2 Spinx, 2 Avanza

dan 2 Pajero. Produk biosolar yang BRDST hasilkan kan

istilahnya B20. Uji cobanya terhadap mobil-mobil tersebut

dilakukan dengan mengendarainya dari Serpong-Bandung.

Jarak tempuh yang nantinya menjadi patokan utama ialah

ketika mencapai jarak tempuh sejauh 40.000 Km. Untuk

sekarang jarak tempuhnya masih sekitar 25.000 Km. Tapi

setiap mencapai jarak tempuh 5000 Km, dilakukan uji

performa mesin di BTMP. Uji coba ini menilai segi

konsumsi bahan bakar dan performa mesin.

Observer : Terkait dengan B20. Kan kita tahu bahwa B20 ini

merupakan istilah yang diambil berdasarkan kandungan

biodiesel yang dicampurkan dengan solar yakni sebanyak

20%. Apakah ada kemungkinan ini bias ditingkatkan lagi

pak? Misalnya B30 atau B40?

Pak Adi : Kemungkinannya bisa saja. Namun kita menunggu hasil

uji coba B20 terlebih dahulu. Apabila hasilnya baik,

kedepannya kami berharap biosolar ini dapat ditingkatakan

lagi.

B. Skala Laboratorium

Pada umumnya biodiesel disintesis dari ester asam lemak dengan

rantai karbon antara C6-C22. Minyak sawit merupakan salah satu jenis

minyak nabati yang mengandung asam lemak dengan rantai karbon C14-

C20, sehingga mempunyai peluang untuk dikembangkan sebagai bahan

baku biodiesel. Pembuatan biodisel di laboratorium lebih mudah

dibanding membuat biodiesel pada skala besar karena pada skala

31

Page 36: Laporan Biodiesel Kel 7

36

laboratorium semua kondisis ideal dapat dikendalikan sedemikian rupa

sehingga faktor-faktor eksternal dan internal termasuk peralatan dapat

dikondisikana secara sempurna.

Di BRDST, minyak biodiesel dibuat melaui tahap transesterifikasi,

pencucian, pengeringan dan penyaringan (filtrasi). Jika bahan baku yang

digunakan ALB nya lebih dari 5% maka sebelumnya harus dilakukan

proses esterifikasi. Bahan yang digunakan untuk pembuatan biodisel ialah

minyak sawit sebanyak 200 ml. Minyak tersebut dimasukkan kedalam

reaktor. Proses pembuatan biodiesel meliputi :

Transesterifikasi

Transeseterifikasi atau sering disebut dengan alkoholis adalah

suatu reaksi kimia pada lemak atau minyak dengan bantuan katalis untuk

menghasilkan ester atau gliserol. Dibawah ini reaksi transesterifikasi untuk

pembuatan biodiesel.

Gambar 4.1 Reaksi transesterifikasi trigliserida dengan metanol

Katalis yang digunakan dalam proses transesterifikasi dapat

digunakan dari dua jenis, yaitu katalis basa dan asam. Katalis basa lebih

sering digunakan dibandingkan katalis asam karena reaksinya lebih cepat,

suhu reaksi lebih rendah dan tingkat konversi lebih tinggi dibandingkan

katalis asam. Katalis basa yang sering digunakan antara lain sodium

hidroksida (NaOH), sodium metoksida (KOH), potassium hidroksida

(NaOCH3). Pada pembuatan biodiesel ini yang digunkan ialah KOH

32

Page 37: Laporan Biodiesel Kel 7

37

sebanyak 2 gram dan metanol sebanyak 100 ml. Katalis tersebut

dimasukan kedalaam reaktor jika suhu minyak dalam reaktor telah

mencapai 40-50 C.

Gambar 4.2 Proses transesterifikasi pada penambahan katalis (metanol dan

KOH)

Pemisahan Gliserol

Pada saat suhunya telah mencapai 60-70 tunggu proses hingga 30

menit kemudian matikan magnetic stirernya. Masukkan bahan tersebut

kedalam corong pemisah kemudian diamkan beberapa menit hingga

terbentuk dua lapiasan. Lapisan atas merupakan biodisel kotor dan lapisan

bawah merupakan produk sampingan (gliserol). Untuk memisahkan

gliserol cukup dengan mengeluarkan gliserol yang berada dibagian bawah

secara grafitasi. Biodiesel hasil dari proses transesterifikasi masih

berbentuk biodiesel kotor. Biodiesel kotor ini masih mengandung sisa

reaksi dan pengotor lain yang dapat menimbulkan masalah lain pada

sistem pembakaran. Pengotor lain tersebut antara lain sisa-sisa katalis,

metanol, gliserol dan perlu dimurnikan terlebih dahulu agar memenuhu

standar bodiesel. Zat pengotor dapat menyebabkan kerusakan mesin atau

menurunkan performa mesin jika kadarnya terlalu banyak dalam biodiesel.

33

Page 38: Laporan Biodiesel Kel 7

38

Gambar 4.3 b.Proses Pemisahan biodiesel b. Pemisahan gliserol

Pencucian Biodiesel

Pada tahap pencucian, masukkan air yang mendidih sebanyak

200ml kedalam corong pemisah, kemudian didiamkan maka akan

terbentuk dua fase(lapisan). Lakukan proses tersebut sebanyak 3 kali

pencucian. Pencucian bertujuan untuk menghilangkan sisa gliserol,

metanol yang tidak bereaksi, serta sabun yang terbentuk selama proses

pembentukan metil ester yang dapat larut dalam air.

Dengan Penambahan air, pengotor-pengotor akan terikat pada air

karena memiliki kepolaran yang sama sehingga air cucian menjadi keruh.

Proses pencucian dilakukan sebanyak 3 kali hingga air cucian terlihat

jernih yang menandakan semua pengotor telah hilang.

34

Page 39: Laporan Biodiesel Kel 7

39

Gambar 4.4 Proses pencucian biodiesel a. Penambahan air mendidih,

b. Pembentukan dua fase pada penambahan air

Pengeringan Biodiesel

Proses pengeringan diperlukan untuk menghilangkan air yang

kemungkinan terperangkap di dalam biodiesel setelah proses pencucian.

Proses pengeringan dilakukan dengan memanaskan biodiesel. Proses

pengeringan selesai dengan indikasi biodiesel yang dihasilkan telah jernih

dan bebas dari gelembung uap air. Proses ini dikenal juga sebagai dry

wash. Setelah 40 menit, biodisel yang masih kotor tersebut dikeluarkan

dari lamari asam dan kemudian didinginkan lalu masuk ke tahap akhir

Gambar 4.5 Proses pengeringan biodiesel

Penyaringan (filtrasi)

Penyaringan dilakukan dengan menggunakan kertas saring.

Penyaringan bertujuan untuk menghilangkan partikel-partikel pengotor

biodisel yang terbentuk selama proses berlangsung. Setelah penyaringan

baru lah di dapat biodisel murni.

35

Page 40: Laporan Biodiesel Kel 7

40

Gambar 4.6 Proses penyaringan biodiesel

C. Skala Pabrik

Pada prinsipnya membuat biodiesel dari minyak nabati pada skala

besar tidak jauh berbeda dengan skala laboratorium. Membuat biodiesel

pada skala besar relative lebih sulit dikendalikan dan membutuhkan

ketelitian dan kecermatan yang tinggi. Kendala yang sering ditemukan

pada pembuatan biodiesel skala besar adalah peralatan yang digunakan.

Proses produksi biodiesel pada skala besar menggunakan metode batch,

dimana dalam proses ini terjadi pencampuran serta pengadukan antara

bahan baku utama biodiesel dan katalis secara bersamaan dan ada idle time

sampai terpisah menjadi dua lapisan. Methanol, KOH dan minyak tersedia

dalam tangki (batch) ketiganya akan ditransfer untuk untuk direaksikan ke

dalam tangki reactor biodiesel.

36

Page 41: Laporan Biodiesel Kel 7

41

Gambar 4.1 a. Methanol Tank, b. Katalis Tank (KOH)

Prosesnya dilakukan dalam reactor yang merupakan tempat

terjadinya reaksi kimia untuk mendapatkan produk yang diinginkan.

Gambar 4.2 Reaktor biodiesel (katalis dicampurkan dengan bahan baku –

minyak kelapa sawit dengan suhu dan waktu yang ditentukan).

Performa reactor berperan penting dalam operasional dan biaya

operasi karena berpengaruh terhadap unit operasi yang lain (pemisahan,

pengeringan, dan lain-lain). Setelah proses mixing bahan baku dengan

katalis dalam suhu dan waktu yang ditentukan, dilanjutkan dengan proses

pemisahan antara etil ester dengan gliserol yaitu dengan ditransfer dari

tangki yang tidak memiliki kondensor (tangki A) ke tangki yang memiliki

kondensor (tangki B). yang mengontrol pemanasan pada reactor adalah

heater dan termokopel.

37

Page 42: Laporan Biodiesel Kel 7

42

Gambar 4. 3 Heater dan Termokopel

Jika suhu bahan dibawah suhu yang ditentukan, heater akan

menyala dan suhu bahan meningkat. Begitu pula sebaliknya, heater akan

mati jika melewati suhu yang telah ditentukan. Pada proses

transesterifikasi membutuhkan suhu 60 °C - 70 °C, suhu pencucian 60 °C,

dan proses pengeringan membutuhkan suhu 110-115 °C. Kemudian

didapat hasil biodiesel murni yang akan diproses lagi dalam tahap

blending.

Gambar 4.4 Tangki biodiesel murni

Dalam proses pembuatan biodiesel ini tidak dihasilkan limbah,

karena yang dihasilkan hanya produk sampingan berupa gliserol yang

akan dibawa untuk proses pembuatan sabun dan methanol yang di transfer

kembali ke methanol tank untuk dapat digunakan kembali pada proses

selanjutnya. Setelah melalui proses pemurnian barulah didapat biodiesel

38

Page 43: Laporan Biodiesel Kel 7

43

murni yang selanjutnya ditransfer ke reactor blending yang dilengkapi

vlometer untuk dicampur antara biodiesel sebanyak 20% dengan solar

80% selama 15 menit.

Gambar 4.5 reaktor blending yang dilengkapi vlometer.

Gambar 4.6 a. tanki hasil blending (B20), b. B20 yang siap di pakai

Dari hasil blending didapat hasil akhir yaitu biosolar B20 yang siap

dipakai dan di bawa ke pertamina.

39

Page 44: Laporan Biodiesel Kel 7

44

BAB V

PEMBAHASAN

BPPT-BRDST PUSPITEK mengembangkan project yang dinamakan B-

20. Project ini merupakan project lanjutan dari B-10 yaitu pengembangan dan

implementasi bahan bakar terbarukan dengan bahan bakar nabati (biofuel) yang

ramah lingkungan. Hal ini dilakukan karena mulai menurunnya tingkat produksi

minyak nasional, sehingga menimbulkan kuantitas import terus menerus

mengalami kenaikan. Program penyediaan dan pemanfaatan energi alternatif

merupakan solusi sementara yang bertujuan untuk mengurangi subsidi BBM,

mencari sumber energi yang murah, efisien dan lestari.

Penamaan B-10 yakni, merupakan bahan bakar alternatif yang sering

disebut dengan ‘biosolar’ dengan campuran minyak biodiesel sebanyak 10% yang

telah di uji kelayakannya sehingga dapat dijual dipasaran dalam merek dagang

biosolar yang biasa terdapat pada SPBU. Setelah penerapan B-10, BPPT-BRDST

yang bekerja sama dengan pemerintah guna memenuhi Perpres Nomor 5 tahun

2006 tentang Kebijakan Energi nasional, sebagai upaya untuk mengembangkan

sumber energi alternatif pengganti bahan bakar minyak yang berasal dari fosil,

saat ini mengembangkan project B-20 yakni uji kelayakan emisi untuk

meningkatkan campuran minyak biodiesel sebanyak 20%. Hal ini bertujuan untuk

meningkatkan pengembangan sumber energi alternatif secara bertahap sebagai

upaya pemanfaatan sumber daya dan pelestarian lingkungan.

Indonesia sesungguhnya memiliki potensi sumber energi terbarukan

dalam jumlah besar, salah satunya biodiesel sebagai pengganti solar. Dengan

adanya krisis BBM, merupakan saat yang tepat untuk menata dan menerapkan

dengan serius berbagai potensi tersebut. Indonesia sebagai salah negara tropis

yang memiliki sumber daya alam yang luas, sumber daya lahan, dan sumberdaya

manusia serta kondisi iklim tropis dengan curah hujan yang cukup,

memungkinkan berkembangnya teknologi optimalisasi produksi yang dapat

mendukung kelayakan pengembangan agribisnis dimana usaha pertanian

merupakan usaha yang sangat potensial.

40

Page 45: Laporan Biodiesel Kel 7

45

Pertanian energi merupakan sebuah konsep penggabunan antara pertanian

sebuah ekosistem pengelolaan sumber daya alam dengan titik berat pada

pemenuhan kebutuhan energi. Komoditas yang sering dikembangkan dalam

pertanian energi ini meliputi kelapa sawit, jarak, dan sunan kemiri. 13

Project yang dikembangkan dalam pembuatan biodiesel adalah dengan

berbahan baku kelapa sawit (Elaesis guineensis). Kelapa sawit adalah bahan baku

biodiesel yang baik dalam bentuk crude palm oil (CPO). Karena CPO merupakan

bahan untuk minyak konsumsi dan komoditas eksport yang memiliki nilai

ekonomis tinggi, project ini biasanya memanfaatkan minyak limbah untuk diolah

kembali menjadi biodiesel.

Sebagaimana umumnya masalah pengembangan sumber energi

terbarukan, meskipun ketersediaan bahan baku dari sumber energi terbarukan

lebih terjamin dan berkesinambungan dibandingkan sumber energi fosil, namun

pengembangan sumber energi terbarukan tersebut biasanya terbentur pada

masalah keekonomiannya. Keekonomian atau daya saing dari sumber energi

terbarukan bukan saja dipengaruhi oleh biaya proses atau teknologi sumber energi

terbarukan, tetapi juga dipengaruhi oleh harga minyak sebagai sumber energi

yang utama saat ini. Sehingga dengan meningkatnya harga minyak dunia akhir-

akhir ini telah mendorong penggunaan sumber energi lainnya selain minyak

termasuk sumber energi terbarukan biodiesel.

Dalam rangka melihat peluang biodiesel sebagai bahan bakar alternatif

pengganti atau campuran minyak solar, telah dilakukan analisis berdasarkan hasil

optimasi model MARKAL (Market Allocation) yang di-run dengan fungsi

objektif biaya minimum (terendah). Berdasarkan hasil optimasi dari model

tersebut dapat diperoleh perkiraan energi jangka panjang dan juga munculnya

energi alternatif yang mampu bersaing antara satu dengan yang lainnya .

Untuk melihat, keekonomian biodiesel, data masukan (input data) yang

digunakan pada model tersebut antara lain, biaya investasi (INVCOST)

pembangunan plant biodiesel yang berkapasitas 100.000 ton/tahun adalah 200 US

13 Yazid Ismi Intara, Pertanian Energi Sebagai Sebuah Basis Ekonomi Pasca Tambang,

(Samarinda : Bakrie Center Foundation, 6 juli 2013

41

Page 46: Laporan Biodiesel Kel 7

46

$/ ton Bio-diesel atau sekitar 5 juta US $/PJ. Biaya operasi dan perawatan yang

terdiri atas Fix dan Variable costs dari pengelolaan plant biodiesel yang masing-

masing bernilai 0,25 juta US $/PJ dan 6,65 juta US $/PJ.14

Bahan baku untuk

pabrik Bio-diesel yang berbentuk CPO (Crude Palm Oil) dari kelapa sawit

diperkirakan berharga rata-rata Rp2.600,- /kilogram. Harga atau biaya bahan baku

tersebut diperkirakan setara dengan 8,1 juta US $/PJ. Sementara harga minyak

mentah diasumsikan US $40/barrel pada kasus dasar (Base Case), dan US

$60/barrel untuk skenario High Oil Case.15

Pada tingkat harga minyak mentah (crude oil) $40/barrel, biodiesel

diperkirakan belum dapat bersaing secara ekonomi dengan sumber-sumber energi

minyak pada sektor transportasi, sehingga hampir seluruh kebutuhan energi pada

sektor transportasi masih tetap dipenuhi oleh sumber energI minyak seperti

minyak solar atau ADO (Automotive Diesel Oil), premium atau bensin (gasoline),

avtur, dan minyak bakar atau FO (Fuel Oil). Tetapi sumber energi jenis lain,

seperti gas alam dalam bentuk CNG (Compressed Natural Gas) diperkirakan

sudah mampu bersaing sejak tahun 2005 sebagai bahan bakar untuk kendaraan

umum bus. Sementara itu listrik dalam jumlah yang relatif lebih terbatas

diperkirakan juga sudah bisa bersaing untuk memenuhi kebutuhan energi

penggerak kereta api (KRL).

Meningkatnya harga minyak bukan saja berdampak pada peningkatan

daya saing sumber-sumber energi terbarukan seperti biodiesel, tetapi dapat

berdampak pada penurunan konsumsi energi minyak. biodiesel sebagai sumber

energi alternatif pengganti minyak solar, biodiesel secara tidak langsung dapat

berdampak pula terhadap penurunan konsumsi minyak solar pada sektor

transportasi. Dengan asumsi bahwa biodiesel yang dipakai bersumber dari CPO

(Crude Palm Oil), maka untuk memenuhi kebutuhan biodiesel pada periode

waktu tersebut diperlukan bahan baku berbentuk CPO (Crude Palm Oil) dari

kelapa sawit yang mencapai 0,28 juta ton pada tahun 2017 menjadi hampir 8 juta

14 H.G Didiek. Harga Minyak Melonjak, Pakai Bio-diesel Kenapa Tidak? Kompas, 2

Desember 2004. 15 Joko Santosa, Pengaruh Kenaikan Harga Minyak Mentah terhadap Pemanfaatan

Biodiesel dan Dampak Lingkungan. 2005

42

Page 47: Laporan Biodiesel Kel 7

47

ton pada tahun 2025. Berdasarkan rata-rata produksi CPO di Indonesia sebesar

1,95 ton/hektar, kebutuhan lahan untuk tanaman kelapa sawit penghasil CPO

tersebut diperkirakan mencapai 0,14 juta hektar pada tahun 2017, dan lebih dari 4

juta hektar pada tahun 2025.16

Tabel 4.1 Perkiraan kebutuhan CPO dan lahan untuk penanaman kelapa

sawit yang produksinya untuk memenuhi kebutuhan biodiesel dari tahun 2017

sampai tahun 2025

Penggunaan biodiesel sebagai sumber energi alternatif pengganti minyak

diperkirakan mempunyai dampak lingkungan yang positif. Biodiesel selain

merupakan sumber energi terbarukan yang tidak beracun dan biodegradable, juga

merupakan sumber energi yang emisi pencemarnya rendah, sehingga biodiesel

dapat dikatakan sebagai bahan bakar yang ramah lingkungan.17

Beberapa

keuntungan dampak lingkungan dari biodiesel dibandingkan bahan bakar minyak

petroleum antara lain sebagai berikut.

1. Biodiesel dapat mengurangi emisi carbon monoksida (CO) sekitar 50

persen dan carbon dioksida (CO2) sekitar 78,45 persen berdasarkan siklus

hidup (lifecycle) sebab emisi carbon dari biodiesel merupakan carbon yang

diperoleh dari atmosphere bukan dari yang sudah terikat (terjebak) dalam

fosil.

2. Biodiesel mengandung beberapa aromatik hydrocarbon: pengurangan 56

persen benzofluoranthene dan pengurangan 71 persen benzopyrenes.

3. Biodiesel dapat mengurangi emisi sulfur (SO2), sebab Bio-diesel tidak

mengandung sulfur.

16 Tim Perencanaan Energi BPPT. Hasil Run Model MARKAL. Oktober 2005. 17

www.fuelsolution.com. Iowa Workshop Expect More from Your Fuel. Advanced Fuel

Solutions, Inc. Lynnfield, MA. 01940. 2004

43

Page 48: Laporan Biodiesel Kel 7

48

4. Biodiesel dapat mengurangi sekitar 65 persen partikel debu.

5. Biodiesel mempunyai cetane rating yang lebih tinggi dari minyak solar

yang menyebabkan kinerja mesin lebih tinggi.18

Namun Biodiesel tersebut mempunyai emisi NOx yang lebih tinggi

daripada minyak solar (petrodiesel) yang disebabkan oleh tingginya cetan rating.

Tingginya emisi NOx tersebut dapat dikurangi dengan penggunaan catalytic

converter. Bahkan penyetelan mesin secara benar juga dapat mengurangi emisi

NOx dari Bio-diesel tersebut.

Meskipun biodisel sebagai bahan bakar alternatif memiliki prospek yang

cukup baik namun masih terdapat beberapa kendala yang dapat menghambat

dalam perkembangannya. Beberapa kendala tersebut diantaranya :

1. Menyangkut harga pokok CPO yang tinggi di pasar dunia sehingga harga

biodiesel cenderung lebih mahal dibanding BBM jenis solar.

2. Untuk mengolah satu liter CPO menjadi biodiesel dibutuhkan biaya

tambahan sebesar Rp2.000. Dengan harga CPO Rp8.000 per liter maka

harga pemasaran biodiesel kepada konsumen di atas Rp10.000 per liter,

sedangkan BBM jenis solar harganya dibawah itu.(berita daerah medan

2011)

3. Adanya subsidi BBM jenis solar kepada masyarakat sehingga, masyrakat

lebih memilih BBM jenis solar dari pada biodisel, kerena harga biodisel

lebih mahal.

4. Tidak adanya subsidi dari pemerintah kepada pengolah/pembuat biodisel.

5. Biodiesel belum memiliki sistem pasar yang terstruktur dan tertata dengan

rapi seperti manajemen pemasaran BBM oleh Pertamina.

6. Masih minimnya pemahaman di tengah masyarakat karena kurangnya

sosialisasi mengenai biodiesel sehingga muncul stigma yang menyatakan

18 Dwiarum, S., 2006, Pengurangan Emisi Biosolar oleh Tanaman dan Pengaruhnya

terhadap Tanaman, (Bandung: ITB), h. 7

44

Page 49: Laporan Biodiesel Kel 7

49

bahwa BBM yang berasal dari fosil lebih baik bagi kendaraan bermotor

dibanding biofuel.

7. Masih kurangnya pengembangan dan penggunaan biodiesel juga

diakibatkan belum adanya infrastruktur kelembagaan, sehingga biodiesel

belum tersentuh pelaku pasar bahan bakar transportasi atau karena belum

mengerti manfaat ekonomi makro.

Walaupun demikian, akhir-akhir ini total kapasitas produksi biodiesel di

Indonesia sudah mencapai lebih dari satu juta ton per tahun yang telah dipasarkan

ke luar negeri (ekspor) oleh kalangan swasta. Di luar negeri, hingga kini pasar

biodiesel cukup menjanjikan dibandingkan pasar dalam negeri, hal ini

dikarenakan negara kita belum serius untuk mengembangkan biodiesel, padahal

produksi CPO Indonesia saat ini sebesar 17,2 juta ton per tahun dan jika 30 persen

saja diolah jadi biodiesel maka bisa menghasilkan 5,7 juta ton biodiesel.19

19 Sunyta Nyta, Proses Pembuatan Biodiesel dan Kendala Pemasaran Biodiesel di

Indonesia, Kompasiana, 22 December 2011

45

Page 50: Laporan Biodiesel Kel 7

50

BAB VI

PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Pertanian energi merupakan sebuah konsep penggabunan antara

pertanian sebuah ekosistem pengelolaan sumber daya alam dengan

titik berat pada pemenuhan kebutuhan energi

2. Biodiesel merupakan bahan bakar alternatif berbahan baku nabati

yang renewable.

3. Biodiesel selain merupakan sumber energi terbarukan yang tidak

beracun dan biodegradable, juga merupakan sumber energi yang

emisi pencemarnya rendah, sehingga biodiesel dapat dikatakan

sebagai bahan bakar yang ramah lingkungan

4. Minyak kelapa sawit dapat dijadikan bahan baku pembuaan biodiesel.

5. Proses pembuatan biodiesel skala lab adalah transesterifikasi,

pemisahan glserol, pencucian, pengeringan, dan pennyaringan

(filtrasi)

6. Proses pembuatan biodiesel skala pabrik pada dasarnya sama seperti

proses pada skala lab namun lebih dilakukan di dalam reactor (batch).

7. Proses blending merupakan proses pencampuran biodiesel dengan

solar.

8. B20 adalah biosolar yang digunakan saat ini dengan perbandingan

biodiesel:solar sebanyak 20%:80%.

9. Biodisel sebagai bahan bakar alternatif memiliki prospek yang cukup

baik namun masih terdapat beberapa kendala yang dapat menghambat

seperti harga pokok CPO yang tinggi.

B. Saran

Mengetahui bahwa semakin menipisnya cadangan bahan bakar

minyak bumi, sebaiknya kita mulai bijak dalam penggunaannya serta

melakukan berbagai terobosan dengan meneliti dan menciptakan bahan

bakar alternatif dari sumber daya alam yang dapat diperbaharui.

46

Page 51: Laporan Biodiesel Kel 7

51

DAFTAR PUSTAKA

Dibyo Pranowo dkk.,Pembuatan Biodiesel Dari Kemiri Sunan.. Jakarta:

IAArd Press. 2014

Dwiarum. Pengurangan Emisi Biosolar oleh Tanaman dan Pengaruhnya

terhadap Tanaman. Bandung: ITB. 2006

Erningpraja, Luqman. Biodiesel Berbahan Baku Minyak Kelapa Sawit Vol.

28, No. 23. Bogor: Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian.

2007

Hambali, Erliza dkk. Teknologi Bioenergi. Tangerang: Agro Media. 2008

Hambali, Erliza. Jarak Pagar Tanaman Penghasil Biodiesel. Jakarta:

Penebar Swadaya. 2006

H.G Didiek. Harga Minyak Melonjak, Pakai Bio-diesel Kenapa Tidak?

Kompas, 2 Desember 2004.

Santosa, Joko. Pengaruh Kenaikan Harga Minyak Mentah terhadap

Pemanfaatan Biodiesel dan Dampak Lingkungan. 2005

Kiswanto, dkk., Teknologi Budidaya Kelapa Sawit. Lampung: Badan

Penelitian dan Pengembangan Pertanian. 2008

Erningpraja, Luqman. Biodiesel Berbahan Baku Minyak Kelapa Sawit.

Bogor: Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian Vol. 28, No.

23. 2007

Suharto, Pengaruh Biodiesel terhadap Emisi Gas Buang Mesin Diesel.

Bandung: Penebar Swadaya. 2012

Sunyta Nyta, Proses Pembuatan Biodiesel dan Kendala Pemasaran

Biodiesel di Indonesia, Kompasiana, 22 December 2011

Sutarman. Koran Pikiran Rakyat. 6 September 2006

Tim Perencanaan Energi BPPT. Hasil Run Model MARKAL. Oktober

2005. 47

Page 52: Laporan Biodiesel Kel 7

52

Wibisono Adhi, Industri Minyak Sawit dan Biodisel Sebagai Upaya

Mengurangi Penggunaan Bahan Bakar Fosil. Bogor: IPB-Press.

2013

Yazid Ismi Intara, Pertanian Energi Sebagai Sebuah Basis Ekonomi Pasca

Tambang, (Samarinda : Bakrie Center Foundation, 6 juli 2013

www.fuelsolution.com. Iowa Workshop Expect More from Your Fuel.

Advanced Fuel Solutions, Inc. Lynnfield, MA. 01940. 2004

http://library.usu.ac.id/download/ft/kimia-bode.pdf

http://repository.politanipyk.ac.id/50/5/TINJAUAN%20PUSTAKA.pdf

48

Page 53: Laporan Biodiesel Kel 7

53

Skala Laboratorium

Gambar 4.2 Proses

transesterifikasi pada penambahan

katalis (metanol dan KOH)

Gambar 4.3 a.Proses Pemisahan biodiesel

b. Pemisahan gliserol

Gambar 4.4 Proses pencucian biodiesel

a. Penambahan air mendidih,

b. Pembentukan dua fase pada penambahan air

Gambar 4.5 Proses pengeringan biodiesel

Gambar 4.6 Proses penyaringan biodiesel

Page 54: Laporan Biodiesel Kel 7

54

Skala Pabrik

Gambar 4.4 Tangki biodiesel murni

Gambar 4.2 Reaktor biodiesel Gambar 4. 3 Heater dan Termokopel

Gambar 4.5 reaktor blending yang

dilengkapi vlometer.

Gambar 4.1 a. Methanol Tank, b. Katalis Tank (KOH)

Gambar 4.6 a. tanki hasil blending (B20), b. B20 yang

siap di pakai

Page 55: Laporan Biodiesel Kel 7

55