penyakit kusta 2

Upload: wirawan-amirul-bahri

Post on 07-Aug-2018

227 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 8/20/2019 Penyakit kusta 2

    1/23

      8

    BAB 2

    TINJAUAN PUSTAKA

    2.1 Penyakit Kusta

    2.1.1 Pengertian

    Penyakit kusta adalah penyakit menular yang disebabkan oleh kuman

     Mycobacterium leprae ( M.leprae). Kuman golongan myco ini berbentuk batang yang

    yang tahan terhadap asam terutama asam alkohol dan oleh sebab itu disebut juga

    Basil Tahan Asam (BTA). Penyakit ini bersifat kronis pada manusia, yang bisa

    menyerang saraf-saraf dan kulit.. Bila dibiarkan begitu saja tanpa diobati, maka akan

    menyebabkan cacat –cacat jasmani yang berat. Namun, penularan penyakit kusta ke

    orang lain memerlukan waktu yang cukup lama tidak seperti penyakit menular

    lainnya. Masa inkubasinya adalah 2-5 tahun. Penyakit ini sering menyebabkan

    tekanan batin pada penderita dan keluarganya, bahkan sampai menggangu kehidupan

    sosial mereka.10

    2.1.2 Epidemiologi Penyakit Kusta

    a.  Distribusi Menurut Orang

    Kejadian penyakit kusta menunjukkan adanya perbedaan distribusi dapat dilihat

    karena faktor geografi. Namun, jika diamati dalam satu Negara atau wilayah yang

    sama kondisi lingkungannya ternyata perbedaan distribusi dapat terjadi karena faktor

    etnik. Di Myanmar kejadian kusta lepromatosa lebih sering terjadi pada etnik Burma

    dibandingkan dengan etnik India. Situasi di Malaysia juga mengindikasikan hal yang

    sama, yaitu kejadian kusta lebih banyak pada etnik China dibandingkan etnik Melayu

    8

  • 8/20/2019 Penyakit kusta 2

    2/23

      9

    atau India. Demikian pula kejadian di Indonesia, etnik Madura dan Bugis lebih

     banyak menderita kusta dibandingkan etnik Jawa atau Melayu.11 

    Penyakit kusta jarang ditemukan pada bayi. Insiden rate penyakit ini meningkat

    sesuai umur dengan puncak pada umur 10-20 tahun dan kemudian menurun.

    Prevalensinya juga meningkat sesuai dengan umur dengan puncak antara umur 30-50

    tahun dan kemudian secara perlahan-lahan menurun.

    Insiden maupun prevalensi pada laki-laki lebih banyak dari pada wanita kecuali di

    Afrika dimana wanita lebih banyak daripada laki-laki. Faktor fisiologik seperti

     pubertas, menopause, kehamilan, serta faktor infeksi dan malnutrisi dapat

    meningkatkan perubahan klinis penyakit kusta.12

    b.  Distribusi Menurut Tempat dan Waktu

    Penyakit kusta tersebar di seluruh dunia dengan endemisitas yang berbeda-beda.

    Diantara 122 negara yang endemis pada tahun 1985 dengan prevalensi >1/10.000

     penduduk, hanya tinggal 6 negara yang masih belum mencapai eliminasi di tahun

    2005 yaitu : India, Brazil, Indonesia, Bangladesh, Congo, dan Nepal Antara tahun

    1985 hingga 2005 lebih dari 15 juta penderita telah sembuh. Dan 222.367 kasus

    masih dalam pengobatan pada awal tahun 2006.

    Dari 10 negara dengan jumlah kasus baru terbesar di dunia, Indonesia menempati

     posisi ke-3 setelah India dan Brazil. Berdasarkan data kusta awal 2005 Indonesia

    menempati posisi ke-2 dengan angka prevalensi 0,9 per 10.000 penduduk. Di

    Indonesia, kasus terbanyak terdapat di Jawa Timur dengan prevalensi rate 1,76 per

    10.000 penduduk, dan paling sedikit terdapat di daerah Bengkulu dengan prevalensi

    rate 0,17 per 10.000 jumlah penduduk. Sementara untuk Sumatera Utara

  • 8/20/2019 Penyakit kusta 2

    3/23

      10

     prevalensinya adalah sebesar 0,23 per 10.000 jumlah penduduk. Penemuan kasus

     baru selama bulan Januari-Desember 2005 paling banyak ditemukan di Jawa Timur.12 

    c.  Determinan

    Timbulnya penyakit kusta bagi seseorang tidak mudah, dan tidak perlu di takuti.

    Adapun beberapa faktor yang dapat menyebabkan terjadinya kusta dipengaruhi oleh

    host, agent, dan environment antara lain :

    a.  Faktor Daya Tahan Tubuh (host)

    Sebagian besar manusia kebal terhadap penyakit kusta (95%). Dari hasil

     penelitian menunjukkan bahwa dari 100 orang yang terpapar, 95 orang tidak

    menjadi sakit, 3 orang sembuh sendiri tanpa obat, dan 2 orang menjadi sakit. Hal

    ini belum memperhitungkan pengaruh pengobatan. 

     b.  Faktor Kuman (agent)

    Kuman dapat hidup di luar tubuh manusia antara 1-9 hari tergantung pada suhu

    atau cuaca, dan hanya kuman kusta yang utuh (solid) saja yang dapat

    menimbulkan penularan.

    c.  Faktor Sumber Penularan (environment)

    Sumber penularan adalah penderita kusta tipe Multi Baciler (MB). Penderita MB

    ini pun tidak akan menularkan kusta apabila berobat teratur. Penyakit ini dapat

    ditulrkan melalui pernafasan (droplet) dan kulit.13

  • 8/20/2019 Penyakit kusta 2

    4/23

      11

    2.2 Klasifikasi Penyakit Kusta

    Tujuan klasifikasi ini untuk menentukan regimen pengobatan dan perencanaan

    operasional. Untuk keperluan pengobatan kombinasi atau Multidrug Therapy (MDT)

    yaitu menggunakan gabungan Rifampicin, Lamprene dan DDS, maka penyakit kusta

    di Indonesia diklasifikasikan menjadi 2 tipe seperti klasifikasi menurut WHO (1998)

    yaitu:

    a.  Tipe PB (Pausibasiler )

    Yang dimaksud dengan kusta tipe PB adalah penderita kusta dengan Basil Tahan

    Asam (BTA) pada sediaan apus, yakni tipe I ( Indeterminate) TT (Tuberculoid )

    dan BT ( Boderline Tuberculoid ) menurut kriteria Ridley dan Joplin dan hanya

    mempunyai jumlah lesi 1-5 pada kulit.

     b. 

    Tipe MB ( Multi Basiler )

    Kusta MB adalah semua penderita kusta tipe BB ( Mid Boderline), BL ( Boderline

    lepromatous) dan LL (lepromatosa) menurut kriteria Ridley dan Joplin dengan

     jumlah lesi 6 atau lebih dan skin smer positif.

    Menurut Madrid klasifikasi kusta dibagi menjadi 4 yaitu : indeterminate, tuberculoid,

     borderline, dan lepromatosa. 13

  • 8/20/2019 Penyakit kusta 2

    5/23

      12

    2.2.1. Hubungan Lymphocyte dengan Type Kusta.(Ridley dan Joplin, 1996)

    LLBL BB BT T I

    1. Indeterminate ( I )

    2. Tuberculoid ( T )

    L  y m p h  o c y t  e

    Type

    3. Borderline Tuberculoid ( BT )

    4. Borderline Borderline ( BB )

    5. Borderline Lepromatous ( BL )

    6. Lepromatous ( LL )

     

    Penentuan klasifikasi berdasarkan pemeriksaan laboratorium (Bacteriological

    Index/BI).

    Lapangan Pandang dengan pembesaran 100X

    1+ 1 Bacil dalam 100 lapangan pandang

    2+ 1 Bacil dalam 10 lapangan pandang

    3+ 1 Bacil dalam tiap lapangan pandang

    4+ 10 Bacil dalam tiap lapangan pandang

    5+ 100 Bacil dlam tiap lapangan pandang

    6+ 1000 Bacil dalam tiap lapangan pandang

    Dari hasil pemeriksaan bakteri dengan mikroskop diatas maka kusta dapat di

    klasifikasikan menjadi :

    Tuberculoid Noneseen

    Boderline Tuberculoid 0 – 3+

    Boderline Boderline 3 – 5+

    Boderline Lepromatosa 5 – 6+

    Lepromatosa Lepromatosa >6+

  • 8/20/2019 Penyakit kusta 2

    6/23

      13

    2.3 Cara Penularan Penyakit Kusta

    Penyakit kusta dapat ditularkan dari penderita kusta tipe MB kepada orang

    lain secara langsung. Cara penularan penyakit ini masih belum diketahui secara pasti,

    tetapi sebagian besar para ahli berpendapat bahwa penyakit kusta dapat ditularkan

    melalui saluran pernafasan dan kulit. Kusta mempunyai masa inkubasi 2-5 tahun,

    akan tetapi dapat juga berlangsung sampai bertahun-tahun. 

    Meskipun cara masuk kuman  M.leprae ke dalam tubuh belum diketahui

    secara pasti, namun beberapa penelitian telah menunujukkan bahwa yang paling

    sering adalah melalui kulit yang lecet pada bagian tubuh yang bersuhu dingin dan

     pada mukosa nasal. Selain itu penularan juga dapat terjadi apabila kontak dengan

     penderita dalam waktu yang sangat lama.3,15

    2.4 Diagnosa Penyakit Kusta

    Penyakit kusta dapat menunjukkan gejala yang mirip dengan banyak penyakit

    lain. Sebaliknya penyakit lain dapat menunjukkan gejala yang mirip dengan penyakit

    kusta. Oleh karena itu dibutuhkan kemampuan untuk mendiagnosis penyakit kusta

    secara tepat dan membedakannya dengan berbagai penyakit lain agar tidak membuat

    kesalahan yang merugikan penderita.

    Diagnosa penyakit kusta didasarkan pada penemuan tanda kardinal (gejala

    utama), yaitu :

  • 8/20/2019 Penyakit kusta 2

    7/23

      14

    a.  Bercak kulit yang mati rasa

    Bercak hipopigmentasi atau eritematosa, mendatar (makula) atau meninggi

    (plakat). Mati rasa pada bercak bersifat total atau sebagian saja terhadap rasa

    sentuh, rasa suhu, dan rasa nyeri

     b.  Penebalan saraf tepi

    Dapat disertai rasa nyeri dan juga dapat disertai atau tanpa gangguan fungsi saraf

    yang terkena, yaitu gangguan fungsi sensoris (mati rasa), gangguan fungsi

    motoris (paresis atau paralysis), dan gangguan fungsi otonom (kulit kering, retak,

    edema, pertumbuhan rambut yang terganggu).

    c.  Ditemukan basil tahan asam

    Bahan pemeriksaan adalah hapusan kulit cuping telinga dan lesi kulit pada bagian

    yang aktif. Kadang-kadang bahan diperoleh dari biopsy kulit atau saraf.

    Untuk menegakkan penyakit kusta, paling sedikit harus ditemukan satu tanda

    kardinal. Bila tidak atau belum dapat ditemukan, maka kita hanya dapat mengatakan

    tersangka kusta dan penderita perlu diamati dan diperiksa ulang setelah 3-6 bulan

    sampai diagnosis kusta dapat ditegakkan atau disingkirkan.16

    2.5 Pemeriksaan Penderita

    1.  Anamnesis

    a.  Keluhan penderita

     b.  Riwayat kontak dengan penderita

    c.  Latar belakang keluarga, misalnya keadaan sosial ekonomis.

  • 8/20/2019 Penyakit kusta 2

    8/23

      15

    2.  Inspeksi

    Dengan penerangan yang baik, lesi kulit harus diperhatikan dan juga kerusakan

    kulit.

    3. 

    Palpasi

    a.  Kelainan kulit, nodus infiltrate, jaringan perut, ulkus, khususnya paa tangan

    dan kaki

     b.  Kelainana saraf : pemeriksaan saraf, termasuk meraba dengan teliti :

     N.aurikularis magnus, N.ulnaris, dan N.peroneus. Petugas harus mencatat,

    adanya nyeri tekan dan penebalan saraf. Harus diperhatikan raut wajah si

     penderita, apakah kesakitan atau tidak pada waktu saraf diraba. Pemeriksaan

    saraf harus sistematis, meraba atau palpasi sedemikian rupa jangan sampai

    menyakiti atau penderita mendapat kesan kurang baik.

    Cara pemeriksaan saraf :

    Bandingkan saraf bagian kiri dan kanan.

    4  Membesar atau tidak

    5  Bentuk bulat atau oval

    6  Pembesaran regular (smooth) atau irregular, lumps, kerots 

    7  Perabaan keras atau kenyal

    8   Nyeri atau tidak

    Untuk mendapat kesan saraf mana yang masih normal, diperlukan

     pengalaman yang banyak.

    Cara pemeriksaan saraf tepi :

    1.   N. aurikularis magnus :

  • 8/20/2019 Penyakit kusta 2

    9/23

      16

    Pasien disuruh menoleh ke samping semaksimal mungkin, maka saraf

    yang terlihat akan terdorong oleh otot dibawahnya sehingga sudah dapat

    terlihat bila membesar. Dua jari pemeriksaan diletakkan di atas

     persilangan jalannya saraf tersebut dengan arah otot, perabaan secara

    seksama akan menentukan jaringan seperti kabel atau kawat, bila ada

     penebalan. Jangan lupa membandingkan yang kiri dan kanan.

    2.   N. ulnaris :

    Tangan yang diperiksa harus santai, sedikit fleksi dan sebaiknya

    diletakkan diatas satu tangan pemeriksa. Tangan pemeriksa yang lain

    meraba lekukan di bawah siku (sulkus nervi ulnaris) dan merasakan,

    apakah ada penebalan atau tidak. Perlu dibandingkan N. ulnaris kanan dan

    kiri untuk melihat adanya perbedaan atau tidak.

    3. 

     N. peroneus lateralis :

    Pasien disuruh duduk dengan kedua kaki menggantung kemudian diraba

    di sebelah lateral dari capitulum fibulae biasanya sedikit ada ke posterior.

    Bila saraf yang dicari tersentuh oleh jari pemeriksa, sering pasien

    merasakan seperti terkena setrum pada daerah yang dipersarafi oleh saraf

    tersebut. Pada keadaan neuritis akut, sedikit sentuhan sudah memberikan

    rasa nyeri yang hebat.

    4.  Tes fungsi saraf

    a.  Tes sensoris

      Rasa raba : dengan kapas atau sepotong kapas yang dilancipkan dipakai

    untuk memeriksa perasaan dengan menyinggung kulit. Yang diperiksa

  • 8/20/2019 Penyakit kusta 2

    10/23

      17

    harus duduk pada waktu pemeriksaan. Terlebih dahulu petugas

    menerangkan bahwa bila mana merasa disinggung bagian tubuhnya

    dengan kapas, ia harus menunjukkan kulit yang disinggung dengan jari

    telunjuknya dan dikerjakan dengan mata terbuka. Tanda-tanda di kulit dan

     bagian-bagian kulit lain yang dicurigai, diperiksa sensibilitasnya. Harus

    diperiksa sensibilitas kulit yang tersangka diserang kusta. Bercak-bercak

    di kulit harus diperiksa ditengahnya dan jangan dipinggirnya.

      Rasa nyeri : diperiksa degan memakai jarum. Petugas menusuk kulit

    dengan ujung jarum yang tajam dan dengan pangkal tangkainya yang

    tumpul dan penderita harus mengatakan tusukan mana yang tumpul.

      Rasa suhu : dilakukan dengan mempergunakan 2 tabung reaksi, yang satu

     berisi air panas(sebaiknya 40C) yang lainnya air dingin (sebaiknya

    sekitar 20C). kenudian mata penderita ditutup atau menoleh ke tempat

    lain, lalu bergantian kedua tabung tersebut ditempelkan pada daerah kulit

    yang dicurigai. Bila penderita salah menyebutkan rasa pada tabung yang

    ditempelkan, maka dapat disimpulkan bahwa sensasi suhu di daerah

    tersebut terganggu.

    Berdasarkan adanya gangguan berkeringat di makula anestesi pada

     penyakit kusta, pemeriksaan lesi kulit dapat dilengkapi dengan

    test anhidrosis.

     b.  Tes motoris : Voluntary muscle test (VMT)

  • 8/20/2019 Penyakit kusta 2

    11/23

      18

    5.  Komplikasi : dicari komplikasi

    a.  Pada mata, hidung, laring dan testis

     b.  Reaksi : nyeri saraf, eritema nodosum leprosum, iridosiklitis, tenosinovitis.

    c.  Kerusakan saraf sensoris

    d.  Kerusakan saraf motoris

    e.  Kerusakan saraf otonom

    6. 

    Pemeriksaan bakterioskopik

    Pemeriksaan hapusan sayatan kulit (bakterioskopik) berguna untuk :

    a.  Membantu menentukan diagnosis penyakit

     b.  Membantu menentukan klasifikasi (tipe) penyakit kusta.

    c.  Membantu menilai hasil pengobatan.

    Ketentuan untuk lokasi sediaan :

    a.  Sediaan diambil dari kelainan kulit yang paling akut.

     b.  Kulit muka sebaiknya dihindari karena alasan kosmetik kecuali tidak

    ditemukan kelainan kulit di tempat lain.

    c.  Pada pemeriksaan ulangan dilakukan di tempat kelainan kulit yang sama dan

     bila perlu ditambah dengan lesi kulit yang baru timbul.

    d. 

    Sebaiknya petugas yang mengambil dan memeriksa sediaan hapus dilakukan

    oleh orang yang berlainan. Hal ini untuk menjaga pengaruh gambaran klinis

    terhadap hasil pemeriksaan bakterioskopik.

    e.  Tempat yang sering diambil untuk sediaan hapus jaringan bagi pemeriksaan

     M.leprae adalah : cuping telinga, lengan, punggung, bokong, dan paha.

  • 8/20/2019 Penyakit kusta 2

    12/23

      19

    f.  Jumlah pengambilan sediaan apus jaringan kulit harus minimum dilaksanakan

    di tiga tempat, yaitu : cuping telinga kiri, cuping telinga kanan, dan bercak

    yang paling aktif.

    g. 

    Sediaan dari selaput lender hidung sebaiknya dihindarkan karena : tidak

    menyenangkan bagi penderita, positif palsu karena mikrobakterium lain, tidak

     pernah ditemukan  M.leprae pada selaput lender hidung apabila sediaan hapus

    kulit negatif, pada pengobatan pemeriksaan bakterioskopis selaput lender

    hidung negatif lebih dahulu daripada di kulit.

    h.  Beberapa ketentuan yang harus diambil sediaan hapus kulit : semua orang

    yang dicurigai menderita kusta, semua penderita baru yang didiagnosis secara

    klinis sebagai penderita kusta, semua penderita kusta yang diduga kambuh

    (relaps) atau karena tersangka kuman (resisten) kebal terhadap obat, dan

    semua penderita MB setahun sekali.3 

    2.6 Pencegahan Penyakit Kusta

    Mengingat di masyarakat masih banyak yang belum memahami tentang

     penyakit kusta yang bisa menjadi hambatan bagi pelaksanaan program

     pemberantasan kusta termasuk dalam mengikutsertakan peran serta masyarakat, maka

    diperlukan upaya-upaya pencegahan untuk dapat mengurangi prevalensi, insidens dan

    kecacatan penderita kusta. Upaya-upaya pencegahan diatas dibagi menjadi beberapa

    tingkatan sesuai dengan perjalanan penyakit yaitu : pencegahan primer, sekunder, dan

     pencegahan tersier

  • 8/20/2019 Penyakit kusta 2

    13/23

      20

    2.6.1 Pencegahan Primer

    Pencegahan tingkat pertama ini merupakan upaya untuk mempertahankan

    orang yang sehat agar tetap sehat atau mencegah orang yang sehat menjadi sakit.

    Secara garis besar, upaya pencegahan ini dapat berupa pencegahan umum dan

     pencegahan khusus. Pencegahan umum dimaksudkan untuk mengadakan pencegahan

     pada masyarakat umum, misalnya personal hygiene, pendidikan kesehatan

    masyarakat dengan penyuluhan dan kebersihan lingkungan. Pencegahan khusus

    ditujukan pada orang-orang yang mempunyai resiko untuk terkena suatu penyakit,

    misalnya pemberian immunisasi.11

    2.6.2 Pencegahan Sekunder

    Tingkat pencegahan kedua ini merupakan upaya manusia untuk mencegah

    orang yang telah sakit agar sembuh dengan pengobatan, menghindarkan komplikasi

    kecacatan secara fisik. Pencegahan sekunder mencakup kegiatan-kegiatan seperti

    dengan tes penyaringan yang ditujukan untuk pendeteksian dini serta penanganan

     pengobatan yang cepat dan tepat. Tujuan utama kegiatan pencegahan sekunder adalah

    untuk mengidentifikasikan orang-orang tanpa gejala yang telah sakit atau yang jelas

     berisiko tinggi untuk mengembangkan penyakit.

    2.6.3  Pencegahan Tersier

    Pencegahan ini dimaksudkan untuk mengurangi ketidak mampuan dan

    mengadakan rehabilitasi. Upaya pencegahan tingkat tiga ini dapat dilakukan

    dengan memaksimalkan fungsi organ tubuh, membuat protesa ekstremitas

    akibat amputasi dan mendirikan pusat-pusat rehabilitasi medik.

  • 8/20/2019 Penyakit kusta 2

    14/23

      21

     2.7. Pencegahan Kecacatan

     M.leprae  menyerang saraf tepi pada tubuh manusia. Tergantung dari

    kerusakan urat saraf tepi, maka akan terjadi gangguan fungsi saraf tepi : sensorik,

    motorik, dan otonom. 

    Menurut WHO tahun 1996 batasan istilah dalam cacat kusta adalah :

    a)   Impairment : segala kehilangan atau abnormalitas struktur fungsi yang bersifat

     psikologik, fisiologik, atau anatomik.

     b)   Disability : segala keterbatasan atau kekurangmampuan (akibat impairment )

    untuk melakukan kegiatan dalam batas-batas kehidupan yang normal bagi

    manusia.

    c)   Handicap : kemunduran pada seorang individu (akibat impairment dan disability)

    yang membatasi atau menghalangi penyelesaian tugas normal yang bergantung

     pada umur, seks, dan faktor sosial budaya.

    Jenis cacat kusta dapat dikelompokkan menjadi dua kelompok, yaitu :

    a)  Kelompok cacat primer, adalah kelompok cacat yang disebabkan langsung oleh

    aktifitas penyakit, terutama kerusakan akibat respons jaringan terhadap M.leprae. 

    yang termasuk cacat primer adalah cacat pada fungsi saraf sensorik, fungsi saraf

    motorik, dan cacat pada fungsi otonom serta gangguan refleks vasodilatasi.

     b)  Kelompok cacat sekunder, yaitu cacat yang terjadi akibat cacat primer, terutama

    akibat adanya kerusakan saraf. Anastesi akan memudahkan terjadinya luka akibat

    trauma mekanis atau termis yang dapat mengalami infeksi sekunder dengan

    segala akibatnya.

  • 8/20/2019 Penyakit kusta 2

    15/23

      22

    Derajat cacat kusta menurut WHO (1988), di bagi menjadi tiga tingkatan,

    yaitu :

    a)  Cacat pada tangan dan kaki :

    Tingkat 0 : tidak ada anestesi dan kelainan anatomis

    Tingkat 1 : ada anestesi, tetapi tidak ada kelainan anatomis

    Tingkat 2 : terdapat kelainan anatomis

     b) 

    Cacat pada mata :

    Tingkat 0 : tidak ada kelainan pada mata (termasuk visus)

    Tingkat 1 : ada kelainan mata, tetapi tidak terlihat, visus sedikit berkurang

    Tingkat 2 : ada lagoftalmos dan visus sangat terganggu

    Upaya pencegahan cacat terdiri atas :

    a)  Upaya pencegahan cacat primer, yang meliputi :

    -  Pengobatan secara teratur dan adekuat

    -  Diagnosa dini dan penatalaksanaan neuritis

    -  Diagnosa dini dan penatalaksanaan reaksi

     b)  Upaya pencegahan cacat sekunder, yang meliputi :

    -  Perawatan diri sendiri untuk mencegah luka

    Latihan fisioterapi pada otot yang mengalami kelumpuhan untuk mencegah

    terjadinya kontraktur

    -  Bedah rekonstruksi untuk koreksi otot yang mengalami kelumpuhan agar

    tidak mendapat tekanan yang berlebihan

    -  Bedah plastic untuk menguragi perluasan infeksi

  • 8/20/2019 Penyakit kusta 2

    16/23

      23

    Perawatan mata, tangan, dan atau kaki yang anestesi atau mengalami kelumpuhan

    otot.3,17

    2.8. Penemuan dan Pengobatan Penderita Kusta

    2.8.1. Penemuan Penderita

    Dalam program pemberantasan penyakit kusta, penemuan penderita secara

    dini sangat penting untuk mencegah penularan dan timbulnya cacat pada penderita.

    Cara penemuan penderita kusta ada 2 (dua) yaitu :

    a.  Penemuan penderita secara pasif (sukarela)

    Penemuan ini dilakukan oleh penderita baru atau tersangka yang belum pernah

     berobat kusta, datang sendiri atau saran dari orang lain ke sarana kesehatan. Hal

    ini tergantung dari pengertian dan kesadaran penderita itu sendiri untuk

    mendapatkan pengobatan. Faktor-faktor yang menyebabkan penderita terlambat

    datang berobat ke Puskesmas/sarana kesehatan lainnya, yaitu :

    a)  Tidak mengerti tanda dini kusta

     b)  Malu datang ke Puskesmas

    c)  Tidak tahu bahwa ada obat yang tersedia cuma-cuma di Puskesmas

    d)  Jarak penderita ke Puskesmas/sarana kesehatan lainnya terlalu jauh.

     b.  Penemuan secara aktif

    Kegiatan yang dilakukan dalam penemuan penderita secara aktif adalah :

    a)  Pemeriksaan kontak serumah (Survei Kontak)

    Dengan melakukan pemeriksaan kepada semua anggota keluarga yang tinggal

    serumah dengan penderita. Pemeriksaan dilakukan minimal 1 tahun sekali,

    terutama ditujukan pada kontak tipe MB.

  • 8/20/2019 Penyakit kusta 2

    17/23

      24

     b)  Pemeriksaan anak sekolah

    Penderita pada usia dibawah 14 tahun atau anak Sekolah Dasar dan Taman

    Kanak-kanak cukup banyak. Ini untuk mengantisipasi kemungkinan adanya

     penderita kusta pada anak dan mencegah terjadinya penularan di lingkungan

    sekolah.

    c)  Chase Survey 

    Mencari penderita baru sambil membina partisipasi masyarakat untuk

    mengetahui tanda-tanda kusta dini secara benar.

    d)  Survei Khusus

    Survei ini dilakukan apabila suatu daerah dimana proporsi penderita MB minimal

    60% dan dijumpai penderita pada usia muda cukup tinggi sesuai dengan perencanaan

    dan petunjuk dari Depkes yang sudah diadakan “Set Up”  secara statistik oleh ahli

    statistik dari WHO.tahun 200013

    2.8.2. Pengobatan Penyakit Kusta

    2.8.2.1.  Program MDT

    Program MDT dimulai pada tahun 1981, yaitu ketika Kelompok Studi

    Kemoterapi WHO secara resmi mengeluarkan rekomendasi pengobatan kusta

    dengan rejimen kombinasi yang selanjutnya dikenal dengan rejimen MDT-

    WHO.(2001) Rejimen ini terdiri atas kombinasi obat-obat dapson, rifamfisin, dan

    klofasimin. Selain untuk mengatasi resistensi adapson yang semakin meningkat,

     penggunaan MDT dimaksudkan juga untuk mengurangi ketidaktaatan penderita

    dan menurunkan angka putus obat (drop-out rate) yang cukup tinggi pada masa

  • 8/20/2019 Penyakit kusta 2

    18/23

      25

    monoterapi dapson. Di samping itu juga diharapkan juga dengan MDT dapat

    mengeliminasi persistensi kuman dalam jaringan.3,17

    2.8.2.2.  Obat Kusta Baru

    Dalam pelaksanaan program MDT-WHO (2001) ada beberapa masalah yang

    timbul, yaitu : adanya persister, resistensi rifampisin, dan lamanya pengobatan

    terutama untuk kusta MB. Untuk penderita kusta PB, rejimen MDT-PB juga

    masih menimbulkan beberapa masalah, antara lain : masih menetapnya lesi kulit

    setelah 6 bulan pengobatan. Jika seorang penderita mempunyai resistensi ganda

    terhadap dapson dan rifampisin bersama-sama, tentunya hal ini akan

    membahayakan.3

    Oleh karena itu diperlukan obat-obat baru dengan mekanisme bakterisidal

    yang berbeda dengan obat-obat dalam rejimen MDT-WHO saat ini. Idealnya,

    obat-obat kusta baru harus memenuhi syarat antara lain : bersifat bakterisidal kuat

    terhadap  M.leprae, tidak antagonis dengan obat yang sudah ada, aman dan

    akseptabilitas penderita baik, dapat diberikan per oral, dan sebaiknya diberikan

    tidak lebih dari sekali sehari. Di antara yang sudah terbukti efektif adalah

    ofloksasin, minosiklin, dan klaritromisin.17

    2.9. Program Pemberantasan Kusta

    Untuk mencapai tujuan nasional eliminasi kusta pada tahun 2005, Pemerintah

    Indonesia dalam melaksanakan program pemberantasan kusta adalah dengan

    memutuskan rantai penularan untuk menurunkan insidens penyakit, mengobati dan

    menyembuhkan penderita dan mencegah timbulnya cacat.

  • 8/20/2019 Penyakit kusta 2

    19/23

      26

    2.9.1.  Tujuan Program Jangka Panjang

    a) 

    Penemuan penderita sedini mungkin sehingga proporsi cacat tingkat 2 (dua) di

    antara penderita baru dapat ditekan serendah mungkin.

     b)  Meningkatkan pengobatan MDT sebagai obat standar bagi penderita terdaftar

    dan penderita baru.

    c)  Tercapainya 100% selesai pengobatan untuk PB dalam jangka waktu 9 bulan

    dan untuk MB 18 bulan dengan melakukan case holding  yang ketat dan

    cermat.

    d)  Pembinaan pengobatan, agar penderita yang di MDT akan selesai

     pengobatannya dalam batas waktu 9 bulan. Dan semua penderita MB yang di

    MDT akan selesai pengobatannya dalam batas waktu 18 bulan sesuai Surat

    Edaran Direktorat Pemberantasan Penyakit Menular langsung Departemen

    Kesehatan RI Nomor : KS.00.02.4.171

    e)  Mencegah cacat pada penderita yang telah terdaftar sehingga tidak akan

    terjadi cacat baru.

    f)  Melakukan penyuluhan kesehatan masyarakat tentang penyakit kusta, agar

    masyarakat memahami kusta yang sebenarnya dan mengurangi leprophobia.

    g)  Pengawasan sesudah RFT ( Release From Treatment ) dengan memberikan

    motivasi kepada semua penderita agar datang memeriksakan dirinya setiap

    tahun setelah selesai masa pengobatan selama 2 tahun untuk tipe PB dan 5

    tahun untuk tipe MB.

    h)  Melaksanakan pencatatan dan pelaporan sesuai dengan ketentuan yang telah

    ditetapkan dalam memenuhi kebutuhan program.13

     

  • 8/20/2019 Penyakit kusta 2

    20/23

      27

    2.9.2.  Tujuan Program Jangka Pendek

    Tujuan program kusta adalah menurunkan angka kesakitan penyakit

    kusta menjadi kurang dari 1/10.000 penduduk secara nasional pada tahun

    2005, sehingga tidak lagi jadi masalah kesehatan masyarakat.13

    2.9.3.  Kebijaksanaan

    a)  Pelaksanaan program kusta diintegrasikan dalam kegiatan puskesmas

     b)  Penderita kusta tidak boleh diisolasi

    c)  Pengobatan kusta dengan MDT sesuai dengan rekomendasi WHO diberikan

    secara gratis.13

     

    2.10. Konsep Perilaku

    Dari segi biologis, perilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas organisme

    (makhluk hidup) yang bersangkutan. Oleh sebab itu dari sudut pandang biologis

    semua makhluk hidup mulai dari tumbuh-tumbuhan, binatang sampai dengan

    manusia itu berperilaku, karena mereka mempunyai aktivitas masing-masing. Dan

    yang dimaksud dengan perilaku pada hakikatnya adalah tindakan atau aktivitas dari

    manusia itu sendiri yang mempunyai bentangan yang sangat luas antara lain :

     berbicara, berjalan, menangis, tertawa, bekerja, menulis, membaca, dan sebagainya.

    Dari uraian ini dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan perilaku adalah

    semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik yang dapat diamati langsung, maupun

    yang tidak dapat diamati oleh pihak luar.18

  • 8/20/2019 Penyakit kusta 2

    21/23

  • 8/20/2019 Penyakit kusta 2

    22/23

      29

    2.11.3. Tindakan

    Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan. Untuk

    terwujudnya sikap agar menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan faktor pendukung

    atau suatu kondisi yang memungkinkan, antara lain adalah fasilitas. Di samping

    faktor fasilitas juga diperlukan faktor dukungan (support) dari pihak-pihak lain.

    Selanjutnya tingkat-tingkat tindakan secara teoritis adalah :

    1.  Persepsi ( perception), mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan

    tindakan yang akan diambil adalah merupakan praktik tingkat pertama.

    2.  Respon terpimpin (guided respons), dalam melakukan sesuatu sesuai dengan

    urutan yang benar, sesuai dengan contoh adalah merupakan praktik indikator

    tingkat dua.

    3. 

    Mekanisme (mechanism), apabila seseorang telah dapat melakukan sesuatu

    dengan benar secara otomatis, atau sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan, maka

    ia sudah mencapai praktek tingkat ketiga.

    4.  Adaptasi (adaptation), merupakan suatu tindakan yang sudah berkembang baik,

    artinya tindakan ini sudah dimodifikasinya tanpa mengurangi kebenaran tindakan

    tersebut.

    Pengukuran perilaku dapat dilakukan secara tidak langsung yakni dengan

    wawancara terhadap kegiatan-kegiatan yang telah dilakukan beberapa jam, hari, atau

     beberapa bulan yang lalu (recall). Pengukuran juga dapat dilakukan secara langsung

    yakni dengan mengobservasi tindakan atau kegiatan responden.18

  • 8/20/2019 Penyakit kusta 2

    23/23