kajian penyusunan regulasi untuk pengendalian … penyusunan... · 1.4 ruang lingkup kajian 8 ......

68
LAPORAN AKHIR KAJIAN PENYUSUNAN REGULASI UNTUK PENGENDALIAN DAN PENGAWASAN BAHAN PENGHAMBAT NYALA PBDE Dr.-Ing. Anton Irawan, MT, IPM FEBRUARI 2019

Upload: duongque

Post on 21-Jul-2019

230 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: KAJIAN PENYUSUNAN REGULASI UNTUK PENGENDALIAN … PENYUSUNAN... · 1.4 Ruang Lingkup Kajian 8 ... BAB IV REGULASI BAHAN KIMIA DI INDONESIA 26 BAB V PEMBAHASAN REGULATORY IMPACT

LAPORAN AKHIR

KAJIAN PENYUSUNAN REGULASI UNTUK

PENGENDALIAN DAN PENGAWASAN

BAHAN PENGHAMBAT NYALA PBDE

Dr.-Ing. Anton Irawan, MT, IPM

FEBRUARI 2019

Page 2: KAJIAN PENYUSUNAN REGULASI UNTUK PENGENDALIAN … PENYUSUNAN... · 1.4 Ruang Lingkup Kajian 8 ... BAB IV REGULASI BAHAN KIMIA DI INDONESIA 26 BAB V PEMBAHASAN REGULATORY IMPACT

i

DAFTAR ISI

Daftar Isi i

Daftar Gambar ii

Daftar Tabel iii

Dafttar Istilah

Rangkuman Eksekutif iv

BAB I PENDAHULUAN 1

1.1 Latar Belakang 1

1.2 Rumusan Masalah 7

1.3 Maksud dan Tujuan 8

1.4 Ruang Lingkup Kajian 8

1.5 Metodologi Kajian 9

BAB II BAHAN PENGHAMBAT NYALA PBDE 10

BAB III INDUSTRI – INDUSTRI PENGGUNAN BAHAN PENGHAMBAT NYALA

17

BAB IV REGULASI BAHAN KIMIA DI INDONESIA 26

BAB V PEMBAHASAN REGULATORY IMPACT ANALYSIS (RIA)

31

BAB VI POKOK – POKOK REGULASI BAHAN PENGHAMBAT NYALA PBDE

36

BAB VII KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 38

7.1 KESIMPULAN 38

7.2 REKOMENDASI 38

DAFTAR PUSTAKA 39

LAMPIRAN I REGULATORY IMPACT ANALYSIS (RIA) 41

LAMPIRAN II DRAFT PERATURAN PENGENDALIAN DAN PENGAWASAN BAHAN PENGHAMBAT NYALA PBDE

53

Page 3: KAJIAN PENYUSUNAN REGULASI UNTUK PENGENDALIAN … PENYUSUNAN... · 1.4 Ruang Lingkup Kajian 8 ... BAB IV REGULASI BAHAN KIMIA DI INDONESIA 26 BAB V PEMBAHASAN REGULATORY IMPACT

ii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Alur Material Bahan Penghambat Nyala dalam

Penggunaan untuk Menghasilkan Produk 2

Gambar 2 XRF Portable untuk Pengecekan Kandungan Brom

dalam Suatu Produk 3

Gambar 3 Metodologi Kajian Regulasi PBDE 8

Gambar 4 Struktur Kerangka Utama difenil eter terbrominasi (PBDEs) 9

Gambar 5 Persentase Industri sebagai Koresponden Kuesioner Identifikasi PBDE 21

Gambar 6 Data Pengetahuan tentang POPs-PBDE 21

Gambar 7 Data Penggunaan Flame Retardant 22

Gambar 8 Data Pengetahuan Jenis Flame Retardant 23

Gambar 9 Data Penggunaan Flame Retardant Jenis Brom 23

Gambar 10 Data Asal Flame Retardant 24

Gambar 11 Pengetahuan tentang ROHs 24

Gambar 12 Keterlibatan Beberapa Kementerian dalam Penerapan Aturan Pengendalian dan Pengawasan Senyawa Penghambat Nyala

32

Gambar 13 Alur Proses Penyusunan Regulasi Bahan Penghambat Nyala PBDE 34

Page 4: KAJIAN PENYUSUNAN REGULASI UNTUK PENGENDALIAN … PENYUSUNAN... · 1.4 Ruang Lingkup Kajian 8 ... BAB IV REGULASI BAHAN KIMIA DI INDONESIA 26 BAB V PEMBAHASAN REGULATORY IMPACT

iii

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Data Konsentrasi PCBs, PBDEs dan HCBD pada lumpur,

sediment dan ikan di area TPA Benowo Surabaya 2

Tabel 2 Akivitas dan Output Kajian 8

Tabel 3 Karakteristik fisik dan kimia PBDEs 10

Tabel 4 Komposisi c-PentaBDE 13

Tabel 5 Komposisi c-OctaBDE 14

Tabel 6 Perkiraan total Produksi Campuran Komersil PBDE, 1970-2005 15

Tabel 7 Penggunaan c-PentaPBDE terdahulu pada polimer/resin,

aplikasi, dan produk 17

Tabel 8 Penggunaan pentaPBDE pada busa PUR 18

Tabel 9 Daftar Industri Survey Identifikasi Pengguna PBDE 20

Tabel 10 Hasil Analisa Beberapa Produk yang Menggunakan

Flame Retardant PBDE 25

Tabel 11 Rangkuman Penilaian Cost and Benefit untuk 3

Alternatif 33

Tabel L1 Pertanyaan awal RIA untuk Penyusunan Regulasan

Pengawasan dan Pengendalian PBDE 45

Tabel L2 MATRIK PENILAIAN COST AND BENEFIT

ANALYSIS (CBA) 48

Tabel L3 Analisis manfaat dan biaya opsi pertama tanpa menyusun

regulasi apapun untuk PBDE pada Sektor Industri 49

Tabel L4 Analisis manfaat dan biaya opsi kedua dengan

menyusun regulasi pengawasan dan pengendalian sektor

Industri 50

Tabel L5 Analisis manfaat dan biaya opsi ketiga dengan

menyusun regulasi pengawasan dan pengendalian secara

komprehensif 51

Page 5: KAJIAN PENYUSUNAN REGULASI UNTUK PENGENDALIAN … PENYUSUNAN... · 1.4 Ruang Lingkup Kajian 8 ... BAB IV REGULASI BAHAN KIMIA DI INDONESIA 26 BAB V PEMBAHASAN REGULATORY IMPACT

iv

RINGKASAN EKSEKUTIF

Indonesia telah menandatangani Konvensi Stockholm tentang Persistent Organic Pollutans (POPs) atau bahan pencemar organik yang persisten. Pada tahun 2009, Indonesia telah meratifikasi Konvensi Stockholm melalui UU Nomor 19 Tahun 2009 tentang Pengesahan Stockholm Convention on Persistent Organic Pollutant. Sebagai negara anggota, Indonesia memiliki kewajban untuk menyusun kebijakan-kebijakan yang berhubungan dengan bahan-bahan POPs yang telah diatur oleh konvensi Stockholm terkait dengan pelarangan dan/atau penghapusan, pembatasan, pengurangan serta impor dan ekspor dalam produksi dan penggunaaanya. Pada tahun 2009, terdapat sembilan bahan POPs tambahan yang disetujui pada Konvensi Stockholm, salah satunya yaitu bahan kimia Polybrominated Diphenyl Ethers (PBDEs) untuk homolog tetra-BDE, penta-BDE, heksa-BDE dan hepta-BDE, namun belum ada kebijakan yang mengaturnya. Tetra-BDE dan penta-BDE dikenal dengan produk komersial c-penta BDE, sedangkan heksa-BDE dan hepta-BDE dikenal dengan produk komersial c-octa BDE. Pada tahun 2017, produk komersial c-decaBDE juga telah terdaftar pada konvensi stockholm. PBDE merupakan bahan aditif sebagai flame retardant (pelambat nyala) yang biasa digunakan untuk produk-produk berbahan plastik seperti elektronika dan otomotif. Sebagai POPs, PBDE memiliki sifat beracun, sulit terurai (persisten), biokamuluasi dan terangkut melalui udara, air dan spesies berpindah dan melintasi batas internasional serta tersimpan jauh dari tempat pelepasan, tempat bahan tersebut berakumulasi dalam ekosistem darat dan air. Ada 4 potensi keberadaan senyawa PBDE di Indonesia yaitu

1. PBDE diimport langsung dalam keadaan murni sebagai bahan baku Industri 2. PBDE terdapat dalam produk yang diimport (Chemical In Product) 3. PBDE terdapat dalam produk – produk lama yang kemudian didaur ulang 4. PBDE terdapat pada produk – produk lama dalam bentuk limbah

Dengan adanya potensi keberadaan PBDE maka perlu dilakukan pelarangan terhadap masuknya PBDE serta penggunaan PBDE di Industri. Pelarangan tersebut dapat dibuat dengan melakukan terlebih dahulu suatu regulatory impact analysis (RIA). Dengan adanya RIA dengan perihal pengendalian dan pengawasan penggunaan bahan penghambat nyala termasuk PBDE maka produk – produk dari Industri diharapkan akan semakin ramah terhadap lingkungan dan penggunaanya.

Pada saat menyusun RIA diperlukan opsi – opsi untuk regulasi yang akan disusun untuk memperlihatkan beberapa kemungkinan pilihan yang bisa dilakukan. Selanjutnya dilakukan Cost and Benefit Analysis(CBA) terhadap beberapa opsi tersebut. Adapun opsi – opsi dari RIA ini yaitu :

1. Tidak adanya peraturan khusus yang melarang, mengendalikan atau mengawasi bahan penghambat nyala termasuk PBDE.

2. Adanya regulasi pelarangan, pengendalian dan pengawasan dalam proses produksi mulai dari penyediaan bahan baku hingga menghasilkan produk terhadap Industri yang menggunakan bahan penghambat nyala.

3. Adanya regulasi secara komprehensif mulai dari impor baik untuk bahan baku maupun produk yang mengandung bahan penghambat nyala termasuk PBDE, kemudian proses produksi yang menggunakan bahan penghambat nyala, labelling terhadap daur ulang plastik serta pengelolaan limbah yang mengandung bahan penghambat nyala PBDE.

Page 6: KAJIAN PENYUSUNAN REGULASI UNTUK PENGENDALIAN … PENYUSUNAN... · 1.4 Ruang Lingkup Kajian 8 ... BAB IV REGULASI BAHAN KIMIA DI INDONESIA 26 BAB V PEMBAHASAN REGULATORY IMPACT

v

Hasil CBA menunjukan bahwa pilihan nomor 2 menjadi hal yang bisa diimplementasikan segera dan memberikan dampak terbaik. Adapun isi dari regulasi yang disusun adalah

1. Melarang pengggunaan PBDE untuk sector Industri sesuai dengan konvensi Stockholm

2. Memberikan toleransi waktu bagi Industri yang masih menggunakan PBDE di Industri dengan mempertimbangkan kondisi Industri untuk penyesuaian proses produksnya hingga kualitas produk yang dihasilkan dengan perubahan bahan baku.

3. Meminta kepada Industri yang tidak menggunakan PBDE dalam produknya untuk mendeklarasikan dengan memberikan label bahwa produknya bebas PBDE

4. Melakukan pengecekan secara random terhadap produk -produk yang telah mendeklarasikan bebas PBDE,

Selanjutnya secara bersamaan, pemerintah akan mempercepat hasil penelitian atau rekomendasi alternative terbaik bahan pengganti PBDE dengan mempertimbangkan fungsi yang sama dengan PBDE serta harga yang bersaing dengan PBDE. Kemudian pengguat terhadap kualitas produk dapat juga dilakukan dengan membuat SNI wajib bagi produk -produk tertentu yang mengandung bahan penghambat nyala. Selain itu pada bagian kepabean, perlu segera disusun HS Number untuk bahan kimia penghambat nyala.

Page 7: KAJIAN PENYUSUNAN REGULASI UNTUK PENGENDALIAN … PENYUSUNAN... · 1.4 Ruang Lingkup Kajian 8 ... BAB IV REGULASI BAHAN KIMIA DI INDONESIA 26 BAB V PEMBAHASAN REGULATORY IMPACT

1

BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Persistant Organic Pollutans (POPs) merupakan senyawa kimia yang memiliki sifat

beracun, sulit terurai, bioakumulasi dan mudah terangkut baik itu melalui udara dan air,

serta mudah berpindah sebelum bioakumulasi. Senyawa tersebut dapat terakumulasi dalam

ekosistem darat dan air termasuk ikan sehingga bisa membahayakan manusia yang

memakan ikan yang mengandung senyawa PoPs. Pada tahun 2001 telah dihasilkan

konvensi Stockholm yang ditanda tangani lebih dari 152 dan 179 pihak yang berpartisipasi

termasuk Indonesia ikut menandatangani konvensi tersebut. Konvensi Stockholm

awalnya mengidentifikasi 12 bahan kimia untuk penghapusan dan pengurangan, kemudian

pada tahun 2009 ditambahkan 11 senyawa baru PoPs termasuk didalamnya PBDE pada

kelompok Annex A yang harus dimusnahkan dan tidak boleh diproduksi.

Polybrominated diphenyl ethers (PBDEs) merupakan suatu kelompok senyawa aromatik

organobromin yang telah digunakan sebagai zat tambahan yang berfungsi sebagai

penghambat nyala di berbagai produk. Zat penghambat nyala (flame retardant) termasuk

PBDE ditambahkan pada suatu produk agar terjadi penghambatan nyala apabila produk

tersebut terbakar. Dengan adanya penghambat nyala diharapkan api dapat dipadamkan

segara atau tidak meluas nyala dari api tersebut. Bahan aditif flame retardant (pelambat

nyala) yang biasa digunakan untuk produk-produk berbahan plastik seperti elektronika dan

otomotif serta produk – produk tekstil yang mudah menyala.

Sebagai POPs, PBDE memiliki sifat beracun, sulit terurai (persisten), biokamuluasi dan

terangkut melalui udara, air dan spesies berpindah dan melintasi batas internasional serta

tersimpan jauh dari tempat pelepasan, tempat bahan tersebut berakumulasi dalam

ekosistem darat dan air. Menurut penelitian-penelitian yang telah dilakukan di berbagai

negara termasuk Indonesia, senyawa PBDE telah terdeteksi pada biota laut (ikan dan

kerang-kerangan), sedimen, tanah, debu, udara, dan air susu ibu (ASI). Dampak negatif

PBDE bagi kesehatan menurut beberapa penelitian dapat menyebabkan kanker, turunnya

berat badan, keracunan ginjal, thyroid dan hati, penyakit kulit, serta penurunan kecerdasan

pada anak.

Page 8: KAJIAN PENYUSUNAN REGULASI UNTUK PENGENDALIAN … PENYUSUNAN... · 1.4 Ruang Lingkup Kajian 8 ... BAB IV REGULASI BAHAN KIMIA DI INDONESIA 26 BAB V PEMBAHASAN REGULATORY IMPACT

2

Ada 4 potensi untuk keberadaan dari senyawa PBDE di Indonesia (Gambar 1) yaitu

1. PBDE bisa diimpor langsung dalam kondisi murni

Impor produk PBDE ke Indonesia untuk dipergunakan bagi Industri secara langsung.

Dari hasil diskusi dengan Bea Cukai dan Kementerian Perdagangan Direktorat Import

diperoleh informasi bahwa harmonized system (HS) number untuk PBDE belum ada.

Dengan demikian, potensi impor PBDE dalam kondisi murni belum bisa dipastikan

karena kemungkinan PBDE bisa diimport dalam bentuk senyawa lainnya. Dengan

demikian pengawasan bahan – bahan yang mengandung brom perlu diperketat karena

ada potensi impor secara langsung PBDE dengan nama yang berbeda. Pengawasan ini

Gambar 1 Alur Material Bahan Penghambat Nyala dalam Penggunaan untuk Menghasilkan Produk

Page 9: KAJIAN PENYUSUNAN REGULASI UNTUK PENGENDALIAN … PENYUSUNAN... · 1.4 Ruang Lingkup Kajian 8 ... BAB IV REGULASI BAHAN KIMIA DI INDONESIA 26 BAB V PEMBAHASAN REGULATORY IMPACT

3

bisa dilakukan pada wilayah kerja bea cukai dengan terlebih dahulu pihak – pihak yang

langsung terlibat dapat dibekali pemahaman tentang senyawa PBDE.

2. PBDE terdapat dalam product yang diimport.

Dari hasil analisa beberapa komponen yang mengandung PBDE (Tabel 1) dapat diduga

bahwa keberadaaan PBDE pada produk – produk elektronika, tekstil serta biji plastik.

Pemerintah perlu mendalami lebih jauh untuk besaran kandungan PBDE dalam produk

karena hasil analisa pada produk biji plastik polystyrene (PS) pada tabel 1 didapatkan

besaran kandungan Deca PBDE diatas 6000 ppm. Potensi masuknya PBDE melalui

chemical in product sangat besar sehingga perlu langkah – langkah untuk bisa

mengetahui produk – produk yang mengandung PBDE. Pengecekan secara langsung

terhadap produk -produk yang diduga mengandung PBDE bisa dilakukan dengan

menggunakan XRF Portable untuk mendapatkan kandungan Brom dalam suatu

produk.

Gambar 2. XRF Portable untuk Pengecekan Kandungan Brom dalam Suatu Produk

3. Penggunaan material daur ulang dari produk sebelum 2001.

Produk – produk yang menggunakan flame retardant sebelum tahun 2001 seperti TV

tabung diduga masih mengandung PBDE. Apabila produk – produk tersebut dipergunakan

kembali maka PBDE yang terdapat di dalam plastik dari TV tersebut bisa terbawa terus

menerus. Umumnya, plastik daur ulang akan dipergunakan untuk produk -produk yang

lebih rendah seperti kantong atau wadah plastik. Apabila kantong dan wadah plastik

tersebut terkena langsung dengan makanan pada suhu tinggi maka potensi tersebarnya

PBDE akan semakin meluas dan bisa bioakumulasi.

Page 10: KAJIAN PENYUSUNAN REGULASI UNTUK PENGENDALIAN … PENYUSUNAN... · 1.4 Ruang Lingkup Kajian 8 ... BAB IV REGULASI BAHAN KIMIA DI INDONESIA 26 BAB V PEMBAHASAN REGULATORY IMPACT

4

4. Masih adanya produk -produk berupa limbah untuk produk khususnya

elektronika yang diduga mengandung PBDE.

Produk – produk tersebut hingga saat ini masih tersimpan pada konsumen yang

menggunakannya seperti TV Tabung atau peralatan listrik lainnya seperti kabel listrik yang

terpasang pada bangunan yang terbangun sebelum adanya larangan penggunaan senyawa

penghambat nyala PBDE. Kondisi ini membahayakan karena masyarakat masih

memakainya atau menyimpannya sehingga potensi terpapar bahaya

Dari alur material bahan penghambat nyala termasuk jenis PBDE terlihat masalah- masalah

yang timbul apabila tidak terjadi pengendalian dan pengawasan senyawa PBDE . Adapun

masalah masalah saat ini yang berhubungan dengan PBDE

• Tidak terlacaknya masuknya PBDE baik dalam kondisi murni atau tercampur dalam

suatu produk. Hal ini terjadi karena belum dimilikinya HS Number untuk bahan

penghambat nyala jenis PBDE.

• Tidak terawasinya keberadaan senyawa penghambat nyala dalam proses produksi di

pabrik – pabrik pengguna penghambat nyala. Pemerintah belum memiliki data-data

jenis industri yang menggunakan bahan penghambat nyala sehingga menyulitkan

dalam proses pengawasan industri penggunaa bahan penghambat nyala.

• Tidak terawasinya penggunaan kembali bahan plastik daur ulang yang kemungkinan

mengandung PBDE. Keberadaan produk produk lama mengandung PBDE sebelum

Konvensi Stockholm bisa didaur ulang untuk mengoptimalkan bahan baku pada industri

pengguna seperti daur ulang produk plastik.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti Indonesia dengan Jepang pada tahun 2011-2013

yang telah dipublikasikan menunjukkan ada beberapa kandungan PBDE untuk lokasi sedimen

sungai di Indonesia sebesar 8-36 ng/gram kering (Ilyas et,all, 2011, 2013). Lokasi selanjutnya

yaitu pengambilan sampel air lindi di lokasi tempat pembuangan akhir (TPA) Kota Surabaya di

Benowo didapatkan kandungan hingga 45 ppb (Tabel 1).

Page 11: KAJIAN PENYUSUNAN REGULASI UNTUK PENGENDALIAN … PENYUSUNAN... · 1.4 Ruang Lingkup Kajian 8 ... BAB IV REGULASI BAHAN KIMIA DI INDONESIA 26 BAB V PEMBAHASAN REGULATORY IMPACT

5

Tabel 1. Data Konsentrasi PCBs, PBDEs dan HCBD pada lumpur, sediment dan ikan di area TPA Benowo Surabaya

Sumber: Ilyas et,all, 2011, 2013

Page 12: KAJIAN PENYUSUNAN REGULASI UNTUK PENGENDALIAN … PENYUSUNAN... · 1.4 Ruang Lingkup Kajian 8 ... BAB IV REGULASI BAHAN KIMIA DI INDONESIA 26 BAB V PEMBAHASAN REGULATORY IMPACT

6

Dengan ditemukan kandungan PBDE pada lokasi tersebut mengindikasikan potensi adanya

PBDE pada beberapa lokasi lain. Ada beberapa kemungkinan sumber timbulnya PBDE

dari hasil temuan tersebut yaitu bahan plastic yang mengandung PBDE tersebut berasal

dari material lama sebelum adanya konvensi stockhom atau beberapa produk yang

didapatkan dari luar mengandung PBDE.

Temuan kandungan PBDE pada beberapa produk bisa dijadikan dasar untuk pemerintah

dalam menyusun suatu aturan dalam mengendalikan dan mengawasi bahan kimia atau

produk -produk yang berpotensi mengandung PBDE. Dengan adanya peraturan tersebut

maka potensi penyalagunaan dalam penggunaan bahan kimia dengan kandungan PBDE

dapat dicegah dari awal. Pemerintah telah meratifikasi Konvensi Stockholm melalui

Undang Undang No 19 tahun 2009 tentang pengesahan Konvensi Stokholm terkait bahan

pencemar organik yang persisten (POPs). Hingga saat ini, pemerintah Indonesia belum

memiliki peraturan turunan dari UU NO 19 tahun 2009 untuk mengatur penggunaan PBDE

sehingga peraturan untuk membatasi atau bahkan melarang penggunaan flame retardant

jenis halogen (PBDE) sangat diperlukan. Regulasi pemerintah yang harus segera

dilakukan adalah melakukan pengawasan dan pengendalian penggunaan PBDEs mulai dari

penyediaan bahan baku PBDE, proses pembuatan sampai dengan limbah dari proses serta

pengawasan produk yang menggunakan bahan baku flame retardant. Sebelum dibuat suatu

Peraturan yang berhubungan dengan PBDE maka perlu dilakukan suatu Regulatory Impact

Analysis (RIA) sesuai dengan Peraturan Menteri Perindustrian Republik Indonesia

No 40/M-IND/PER/11/2017 tentang Pedoman Penyusunan Peraturan Perundang-

Undangan di Lingkungan Kementerian Perindustrian

1.2 RUMUSAN MASALAH

PBDE merupakan salah satu jenis penghambat nyala yang paling banyak digunakan pada

industri elektronika, alat listrik, otomotif, tekstil dan lain. Pemerintah Indonesia telah

melakukan ratifikasi terhadap konvensi Stockholm dengan adanya Undang – Undang

No 19 tahun 2009. UU Adanya UU No 19 tahun 2009 tersebut maka peraturan turunnya

harus segera dibuat sehingga penerapan aturan untuk penghilangan PBDE di Indonesia

dapat segera diterapkan. Sampai tahun 2018, Pemerintah Indonesia belum memiliki

peraturan turunnnya sehingga penerapan dalam pelarangan penggunaan PBDE di

Indonesia termasuk pada Industri tidak dapat diterapkan.

Page 13: KAJIAN PENYUSUNAN REGULASI UNTUK PENGENDALIAN … PENYUSUNAN... · 1.4 Ruang Lingkup Kajian 8 ... BAB IV REGULASI BAHAN KIMIA DI INDONESIA 26 BAB V PEMBAHASAN REGULATORY IMPACT

7

Seperti diketahui bahwa penggunaan PBDE menimbulkan bahaya lingkungan dan

kesehatan maka regulasi yang berhubungan pengendalian dan pengawasan sangat

diperlukan untuk menghilangkan masalah -masalah yang timbul tersebut. Regulasi yang

disusun harus bisa membuat iklim usaha dan perdagangan semakin membaik sehingga

pihak – pihak yang menggunakan bahan penghambat nyala dapat terus berbisnis dengan

baik dan tidak terganggu dengan keberadaaan regulasi tersebut. Selain itu regulasi tersebut

harus bermanfaat buat masyarakat agar mendapatkan produk -produk yang digunakan tidak

mengandung senyawa -senyawa yang membahayakan kesehatan dan lingkungan.

1.3 MAKSUD DAN TUJUAN

Maksud dari pelaksanakan kajian ini yaitu untuk memperkuat regulasi nasional dalam

menghilangkan PBDE dari Indutsri berbahan plastik (elektronika, otomotif, resin). Sedangkan

tujuan dari pelaksanaan kajian ini yaitu :

1. Melakukan analisis data industri yang menggunakan flame retardants (PBDEs) pada sektor

elektronik dan industri plastic.

2. Melakukan risk assement dengan metode regulatory impact analysis (RIA) terhadap

rencana penyusunan regulasi pengendalian dan pengawasan bahan penghambata nyala

PBDE.

3. Menyusun draft regulasi untuk pengendalian dan pengawasan bahan penghambat nyala

PBDE di sector Industri.

1.4 RUANG LINGKUP KAJIAN

Ruang lingkup dari kajian ini yaitu penyusunan draft regulasi untuk pengendalian dan

pengawasan bahan penghambat nyala PBDE di sector Industri. Terdapat dua komponen yang

akan dikaji dengan aktivitas total yang dilakukan dalam kajian ini yaitu delapan aktivitas.

Kompenen beserta aktivitasnya yang akan dikaji dapat dilihat pada Tabel 2.

Page 14: KAJIAN PENYUSUNAN REGULASI UNTUK PENGENDALIAN … PENYUSUNAN... · 1.4 Ruang Lingkup Kajian 8 ... BAB IV REGULASI BAHAN KIMIA DI INDONESIA 26 BAB V PEMBAHASAN REGULATORY IMPACT

8

Tabel 2. Aktivitas dan Output Kajian

Aktivitas Output Melakukan analisis data industri yang menggunakan flame retardants (PBDEs) pada sektor elektronik dan industri plastic.

- Mengumpulkan data-data Industri potensi pengguna bahan penghambat nyala

- Melakukan diskusi dengan pemerintah/stakeholders terkait

- Melakukan evaluasi pengolahan data - Review data untuk pemetaan

Melakukan risk assement dengan metode regulatory impact analysis (RIA) terhadap rencana penyusunan regulasi pengendalian dan pengawasan bahan penghambata nyala PBDE.

- Melakukan studi literatur tentang RIA - Menyusun metode untuk pelaksanaan RIA - Menyusun alternative pilihan untuk regulasi - Menentukan regulasi yang akan disusun

Menyusun draft regulasi untuk pengendalian dan pengawasan bahan penghambat nyala PBDE di sector Industri

- Melakukan Analisa terhadap peraturan -peraturan yang sudah ada

- Menyusun pokok- pokok dari regulasi yang akan disusun - Menyusun draft regulasi yang akan dibuat - Menyusun strategi dalam implementasi regulasi

1.5 METODOLOGI KAJIAN

Adapun metodologi kajian untuk penyusunan draft regulasi pengendalian dan pengawasan

bahan penghambat nyala PBDE dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Metodologi Kajian Regulasi PBDE

PERSIAPAN• STUDI LITERATUR UNTUK

KONVENSI STOCKHOLM• STUDI LITERATUR TENTANG

METODE RIA• STUDI LITERATUR PERATURAN

PENGENDALIAN PENGAWASAN BAHAN KIMIA

ANALISA DATA INDUSTRI PENGGUNA BAHAN

PENGHAMBAT NYALA

PENYUSUNAN DOKUMEN REGULATORY IMPACT

ANALYSIS

PENYUSUNAN DRAFT REGULASI

PENGENDALIAN DAN PENGAWASAN BAHAN PENGHAMBAT NYALA

PBDE

Page 15: KAJIAN PENYUSUNAN REGULASI UNTUK PENGENDALIAN … PENYUSUNAN... · 1.4 Ruang Lingkup Kajian 8 ... BAB IV REGULASI BAHAN KIMIA DI INDONESIA 26 BAB V PEMBAHASAN REGULATORY IMPACT

9

BAB II PUSTAKA

BAHAN PENGHAMBAT NYALA PBDE

Gambar 4. Struktur Kerangka Utama difenil eter terbrominasi (PBDEs)

Polybrominated diphenyl ethers (PBDEs) merupakan bahan kimia POPs yang belum diatur

aspek daur hidupnya secara keseluruhan dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia.

Terdapat tiga homolog PBDEs yang diperdagangkan yaitu formulasi komersial pentaBDE,

octaBDE dan decaBDE dengan decaBDE merupakan produk PBDE yang paling banyak

digunakan secara global1. Penta-BDE umumnya terdapat dalam busa seperti busa polyuretan

pada jok mobil dan karpet yang menagandung 86% sampai 99% BDE-47, BDE-99, BDE-100

dan BDE-154. Octa-BDE yang berfungsi juga sebagai thermoplastics umumnya digunakan

untuk penghubung listrik dan produk otomotif dengan 70%-80% hepta dan octa-BDE.

Sedangkan deca-BDE biasanya dimanfaatkan dalam casing computer , karpet dan tekstil

dengan 98% deca-BDE (BDE-209)2. Fungsi utama dari PBDE yaitu sebagai bahan pelambat

nyala atau flame retardant yang digunakan pada berbagai aplikasi produk industri dan peralatan

rumah tangga seperti peralatan listrik dan elektronik, kawat, insulasi kabel alat transportasi,

furnitur, tekstil dan karpet dan bahan konstruksi3. Senyawa PBDEs secara umum merupakan

bahan kimia additive yang dicampurkan ke dalam polymer sehingga mudah untuk lepas ke

lingkungan. Karakteristik fisik maupun kimia dari PBDEs ditunjukkan oleh Tabel 3.

1 United States Environmental Protection Agency ( EPA). (2014). Technical Fact Sheet Polybrominated Diphenyl

Ether (PBDEs) and Polybrominated Biphenyls (PBBs). 2 He, J., Robrock, K. R., dan L. Alvarez-Cohen. (2006). Microbial Reductive Debromination of PBDEs.

Environmental Science & Technology, Vol. 40 pages 4429 - 4434 3 Penelaahan dan Pemutakhiran Rencana Penerapan Nasional untuk Konvensi Stockholm tentang Bahan Pencemar

Organik yang Persisten (Persistent Organic Pollutant, POPs) di Indonesia tahun 2014

Page 16: KAJIAN PENYUSUNAN REGULASI UNTUK PENGENDALIAN … PENYUSUNAN... · 1.4 Ruang Lingkup Kajian 8 ... BAB IV REGULASI BAHAN KIMIA DI INDONESIA 26 BAB V PEMBAHASAN REGULATORY IMPACT

10

Tabel 3. Karakteristik fisik dan kimia PBDEs1

Karakteristik PBDEs

PentaBDE OctaBDE DecaBDE

Chemical Abstracts System (CAS) Numbers

32534-81-9 32536-52-0 1163-19-5

Bentuk fisik pada temperatur ruang Cairan Kuning pucat

Bubuk putih pucat

Bubuk putih pucat

Berat molekul (g/mol) 13,3 Kurang dari 1 Kurang dari 1

Titik didih (°C) Lebih dari 300 Lebih dari 300 Lebih dari 320

Titik lebur (°C) -7 sampai -3 85-89 290-306

Tekanan uap pada 25°C (mmHg) 2,2 x 10-7 – 5,5 x 10-7

9 x 10-10 – 1,7 x 10-9

3,2 x 10-8

Koefisien Octanol-water partition (log Kow)

6,64 – 6,97 6,29 6,265

Koefisien Soil organic carbon-water (log Koc)

4,89 sampai 5,10

5,92 sampai 6,22

6,8

Konstanta Henry pada 25°C (mmHg)

1,2 x 10-5 7,5 x 10-8 1,62 x 10-6

Sumber : EPA, 2014

Senyawa UPOPs maupun POPs seperti PBDE memiliki efek yang negatif bagi kesehatan

manusia seperti pemicu kanker dan tumor, merusak perilaku sistem kerja saraf termasuk

disfungsi sistem belajar dan perubahan temperamen, perubahan sistem kekebalan tubuh, lahir

cacat, kerusakan sistem reporoduksi. Lebih lanjut melalui kajian referensi, diperoleh informasi

bahwa PBDEs di Indonesia telah terdeteksi di berbagai media lingkungan seperti tanah,

sedimen, udara dan debu, ikan, kerang-kerangan, bahan makanan, dan pada manusia1. Hal ini

mengindikasikan bahwa POP-PBDE telah mengontaminasi lingkungan dan manusia di

Indonesia. Berdasarakan penelitian oleh He, dkk., (2006)2bahan kimia PBDEs telah terdeteksi

pada sampel jaringan tubuh manusia, darah dan air susu ibu. Selain itu bahan kimia PBDE juga

1 United States Environmental Protection Agency ( EPA). (2014). Technical Fact Sheet Polybrominated Diphenyl

Ether (PBDEs) and Polybrominated Biphenyls (PBBs). 2 He, J., Robrock, K. R., dan L. Alvarez-Cohen. (2006). Microbial Reductive Debromination of PBDEs.

Environmental Science & Technology, Vol. 40 pages 4429 - 4434

Page 17: KAJIAN PENYUSUNAN REGULASI UNTUK PENGENDALIAN … PENYUSUNAN... · 1.4 Ruang Lingkup Kajian 8 ... BAB IV REGULASI BAHAN KIMIA DI INDONESIA 26 BAB V PEMBAHASAN REGULATORY IMPACT

11

dapat menyebabkan turunnya berat badan, keracunan ginjal, thyroid dan hati serta penyakit

kulit1.

PBDEs merupakan kelompok senyawa organik bromin untuk industri yang diproduksi

sejak tahun 1975 sampai tahun 2004 sebagai bahan antinyala. Di antara PBDEs yang

diperdagangkan (formulasi komersial penta-, okta-, dan deka-bdes), komersial penta-dan okta-

bdes mengandung beberapa turunan homolog PBDEs, seperti tetra-, penta-, hexa-, dan hepta-

bromodiphenyl ethers yang telah dimasukkan dalam daftar senyawa POP-PBDEs pada

Konvensi Stockholm. Formulasi POP-PBDEs komersial tersebut telah digunakan di berbagai

aplikasi produk industri dan peralatan rumah tangga seperti peralatan listrik dan elektonik, alat

transportasi, furnitur, tekstil dan karpet, dan bahan konstruksi

Penggunaan Pentabromodiphenyl ether (c-pentabde) Bahan aditif untuk pelambat nyala

(flame retardant) yang ditambahkan pada busa poliuretan yang terdapat pada tempat duduk,

sandaran kepala, langit-langit, system akustik, dll di produk otomotif (sektor transportasi).

Selain itu juga diaplikasikan pada sector lain seperti furniture, matras, rebond materials, bahan

konstruksi, karet, operasi drilling, textile (pakaian kerja, korden) Produk Komersial Konsumsi

Utama Amerika Asia, Amerika Periode Aplikasi 1975~2004 1975~2004 Octabromodiphenyl

ether (c-octabde) Bahan aditif untuk pelambat nyala (flame retardant) yang ditambahkan pada

polimer, terutama plastik ABS, HIPS, PBT, Poliamida-polimer yang terdapat pada; kasing

personal komputer, TV, CRT komputer/tv monitor, LCD monitor, Laptop, Printer, mobile

phone, mesin fotocopy, dll. di produk peralatan elektronik dan listrik Berdasarkan hasil

inventarisasi awal pada 2013 1, tidak ada informasi jumlah produksi, penggunaan, ekspor dan

impor penta- dan okta-bde komersial yang diperoleh. Perhitungan POPs-PBDEs diestimasi

berdasarkan jumlah penta- dan okta-bde komersial pada produk di dua sektor kelompok utama,

yaitu di peralatan listrik dan elektronik (electronic and electrical equipments, EEE) dan di sektor

transportasi 2. Perhitungan ini menggunakan data statistik jumlah pesawat televisi dan tabung

CRT (cathode ray tube) komputer tahun 1975-2012 yang diperoleh dari UNComtrade 3 untuk

sektor EEE, dan data jumlah mobil, bus, dan truk untuk sektor transportasi dari tahun 1975-

2004 yang diperoleh dari GAIKINDO (Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia) 4.

Estimasi kumulatif kandungan POP-PBDEs yang dihasilkan dari perhitungan jumlah impor

CRTs ditambah produksi lokal dan dikurangi total ekspor pada tahun 1975-2012 adalah sebesar

112.197 kg untuk hepta-bde dan 28.702 kg untuk heksa-bde. Adapun estimasi kandungan POP-

1 Penelaahan dan Pemutakhiran Rencana Penerapan Nasional untuk Konvensi Stockholm tentang Bahan Pencemar

Organik yang Persisten (Persistent Organic Pollutant, POPs) di Indonesia tahun 2014

Page 18: KAJIAN PENYUSUNAN REGULASI UNTUK PENGENDALIAN … PENYUSUNAN... · 1.4 Ruang Lingkup Kajian 8 ... BAB IV REGULASI BAHAN KIMIA DI INDONESIA 26 BAB V PEMBAHASAN REGULATORY IMPACT

12

PBDEs berdasarkan data jumlah penjualan mobil di dalam negeri tahun 1975-2004 dan jumlah

impor mobil bekas adalah 1 Sudaryanto, A. dan Ilyas, M. 2014. Preliminary Inventory

Persistent Organic Pollutants Polybrominated Diphenyl Ethers (POPs-PBDEs) in Indonesia.

Basel Convention Center Regional Center South East Asia, pp. 96. 2 UNEP. 2012. Guidance

for the inventory of polybrominated diphenyl ethers (PBDEs) listed under the Stockholm

Convention on Persistent Organik Pollutants. pp. 100. 3 UNcomtrade, 2013. United Nations

Commodity Trade Statistics Database. http://comtrade. un.org/db/default.aspx. Access on July

2013. 4 GAIKINDO, 2013. Indonesian Association for Car Manufacturer Home Page.

http//:www.gaikindo.co.id.

Sebesar 19.697 kg untuk tetra-bde, 34.619 kg untuk penta-bde, 4.775 kg untuk heksa-bde

dan 298,7 kg untuk hepta-bde. Perkiraan jumlah POP-PBDEs dari data EEE ini berada pada

kisaran jumlah yang dihitung berdasarkan data tingkat penetrasi CRT kawasan Asia 1 dan

jumlah total penduduk Indonesia pada tahun 2004 2, yaitu sebesar 104.370 kg hingga 304.712

kg untuk hepta-bde, dan 26.699 kg hingga 77.950 kg untuk heksa-bde. Lebih lanjut, melalui

kajian referensi, diperoleh informasi bahwa PBDEs di Indonesia telah terdeteksi di berbagai

media lingkungan seperti tanah, sedimen, udara dan debu, ikan dan kerang-kerangan, bahan

makanan, dan pada manusia. Hal ini mengindikasikan bahwa POP-PBDE telah

mengkontaminasi lingkungan dan manusia di Indonesia. Namun demikian, berkaitan dengan

kebijakan dan peraturan yang berlaku, belum ada peraturan perundang-undangan di Indonesia

yang mengatur tentang POPs-BDEs dan HBB, termasuk bahan kimia sebagai pelambat nyala

lainnya, seperti HBCDs. 2Ada tiga level derajat brominasi PBDEs yang diproduksi dan

dipasarkan dengan nama-nama berikut; commercial PentaBDE (c-PentaBDE), commercial

OctaBDE (c-OctaBDE) dan commercial DecaBDE (c-DecaBDE) (Alaee et al., 2003;

Prevedouros et al., 2004; SFT, 2009). Distribusi homolog dari c-pentaBDE dan c-OctaBDE

dijabarkan di Tabel 4 dan 5.

Walaupun c-DecaBDE belum dideteksi mengandung senyawa organic polutan yang tidak

mudah diuraikan (Persistent Organic Pollutant (POP)-PBDEs), tetapi c-DecaBDE tersebut

dapat menghasilkan POP-PBDEs dari proses debrominasinya yang terjadi pada siklus

hidupnya, sehingga menjadi penyebab timbunan POP-PBDEs yang harus diwaspadai (UNEP,

2010c; Ross et al., 2009). Homolog OktaBDE, nonaBDE, dan dekaBDE yang terdapat dalam

campuran commercial PBDEs tidak disertakan dalam pendataan. Senyawa-senyawa PBDEs

yang memiliki banyak substituent brom ini dapat didegradsi menjadi POP-PBDEs melalui

proses debrominasi (UNEP, 2010b, 2010c).

Page 19: KAJIAN PENYUSUNAN REGULASI UNTUK PENGENDALIAN … PENYUSUNAN... · 1.4 Ruang Lingkup Kajian 8 ... BAB IV REGULASI BAHAN KIMIA DI INDONESIA 26 BAB V PEMBAHASAN REGULATORY IMPACT

13

Table 4. Komposisi c-PentaBDE* Kategori

PBDE

Tribromodifenil

eter

Tetrabromodifenil

eter

Pentabromodifenil

eter

Heksabromodifenil

eter

Heptabromodifenil

eter

Congener BDE-17 BDE-28 BDE-47 BDE-99 BDE-

100/85

BDE-153 BDE-154 BDE-183

Kandungan Sedikit

sekali

Sedikit

sekali

Major Major Minor Minor Sedikit

sekali

Sedikit sekali

Dsitribusi

komposisi* 0.5%** 33%*** 58%*** 8%*** 0.5%***

Sumber: La Guardia et al., 2006; SFT, 2009; Schlummer et al., 2011 *Distribusi homolog pada komersial PBDE bervariasi tergantung produser atau production lot. Untuk keperluan pendataan, dipilih nilai rata-rata distribusi homolog PBDE **TriBDE tidak terdafatr sebagai POP sehingga tidak dimasukkan dalam pendataan ***Persentase homolog PBDE yang merupakan POP-PBDEs.

Page 20: KAJIAN PENYUSUNAN REGULASI UNTUK PENGENDALIAN … PENYUSUNAN... · 1.4 Ruang Lingkup Kajian 8 ... BAB IV REGULASI BAHAN KIMIA DI INDONESIA 26 BAB V PEMBAHASAN REGULATORY IMPACT

14

Table 5. Komposisi c-OctaBDE*

Kategori

PBDE

Heksabromo-difenil eter Heptabromodifenil eter Oktabromodifenil eter Nonabromodi-fenil

eter

Dekabrom

odi-

fenil eter

Congener BDE-154 BDE-153 BDE-183 BDE-180 BDE-171 BDE-197 BDE-203 BDE-

196

BDE-206 BDE-

207

BDE-209

Kandungan Sedikit sekali Minor Major Sedikit

sekali

Sedikit

sekali

Major Minor Minor Minor Minor Sedikit

sekali

Dsitribusi

komposisi* 11%*** 43%*** 35%** 10% ** 1%**

(La Guardia, 2006; SFT, 2009; Schlummer 2011) * Distribusi homolog pada komersial PBDE bervariasi tergantung produser atau production lot. Untuk keperluan pendataan, dipilih nilai rata-rata distribusi homolog PBDE. **OktaBDE, nonaBDE and dekaBDE tidak terdafatr sebagai POP sehingga tidak dimasukkan dalam pendataan. *** Persentase homolog PBDE yang merupakan POP-PBDEs.

Page 21: KAJIAN PENYUSUNAN REGULASI UNTUK PENGENDALIAN … PENYUSUNAN... · 1.4 Ruang Lingkup Kajian 8 ... BAB IV REGULASI BAHAN KIMIA DI INDONESIA 26 BAB V PEMBAHASAN REGULATORY IMPACT

15

2.3. Produksi c-PBDE

C-PentaBDE diproduksi di Cina, Israel, Jepang, Amerika Serikat dan Negara uni Eropa

(EU), (UNEP, 2006a, 2010b; Li, 2012; Li et al., 2014). Produksi di uni Eropa sudah dihentikan

sejak 1997, sehingga diasumsikan bahwa sejak akhir 1990 POP-PBDEs terutama diproduksi di

Amerika Serikat, diikuti oleh Cina, dan produksi di kedua Negara tersebut sudah dihentikan

sejak tahun 2004 (UNEP, 2006a, 2010b; Li, 2012; Li et al., 2014). C-OctaBDE Diproduksi di

Belanda, Perancis, Amerika erikat, Jepang, Inggris, dan Israel. Produksi telah dihentikan sejak

2004, tidak ada informasi tentang indikasi produksi produk tersebut di Negara-negara

berkembang (Annex 3; BSEF 2007).

Data produksi PBDE yang diperoleh sebagai bahan acuan untuk POPs Review

Committee (POPRC) pada Konvensi Stockholm menyatakan bahwa total produksi PBDEs dari

1970 sampai tahun 2005 sebanyak 1.3 juta sampai dengan 1.5 juta ton (Table 3; UNEP, 2010a).

Estimasi jumlah keseluruhan penggunaan c-PentaBDE dan c-OktaBDE sekitar masing-masing

100,000 ton. Produksi c-DecaBDE,1 yang tidak terdaftar di Konvensi tetapi menjadi evaluasi

pada POP Reviewing Committee untuk didaftarkan (UNEP, 2014a), diperkirakan lebih dari

1.1 juta ton sampai tahun 2005 (Tabel 6). Sementara produksi POPs c-PentaBDE dan c-

OctaBDE berakhir pada tahun 2004, produksi DekaBDE tetap berlanjut (2013, 2014a; Li et al.,

2014).

Table 6. Perkiraan total Produksi Campuran Komersil PBDE, 1970-2005

Campuran Komersil Ton

c-PentaBDE 91,000 - 105,000

c-OctaBDE 102,700 - 118,500

c-DecaBDE 1,100,000 - 1,250,000

Sumber: UNEP, 2010a; Schenker et al., 2008 and Li et al., 2010

1 DecaBDE didegradasi seiring waktu menjadi PBDEs dengan substituen bromin rendah yang termasuk POP-PBDEs (UNEP, 2010b, 2010c).

Page 22: KAJIAN PENYUSUNAN REGULASI UNTUK PENGENDALIAN … PENYUSUNAN... · 1.4 Ruang Lingkup Kajian 8 ... BAB IV REGULASI BAHAN KIMIA DI INDONESIA 26 BAB V PEMBAHASAN REGULATORY IMPACT

16

BAB III

INDUSTRI - INDUSTRI PENGGUNA BAHAN PENGHAMBAT NYALA

3.1 Jenis Industri Pengguna Bahan Penghambat Nyala

Beberapa sektor maufaktor utama yang pernah menggunakan POP-PBDEs adalah sebagai

berikut:

• Industri Elektrikal and elektronik;

• Industri Transportasiasi;

• Industri Furniture;

• Industri Tekstil dan karpet;

• Industri Konstruksi;

• Industri Daur ulang.

Sekitar 90%-95% c-PentaBDE digunakan untuk pengolahan busa poliuretan (PUR). Busa ini

digunakan terutama di bidang otomotif dan bahan pelapis pada perabot rumah tangga. Busa ini

juga digunakan secara minor pada industri tekstil, papan sirkuit tercetak, busa insulator, kabel,

ban berjalan, pernis, dan kemungkinan juga di pengeboran minyak (UNEP, 2007a). Jumlah

keseluruhan c-PentaBDE yang digunakan secara minor ini diperkirakan kurang dari 5% dari

keseluruhan penggunaan PBDE (SFT, 2009; UNEP, 2010b). Alcock et al. (2003)

memperkirakan sekitar 85,000 ton c-PentaBDE digunakan di Amerika Serikat dan sisanya

15,000 ton di Eropa. Terdapat kemungkinan adanya produksi dan penggunaan PBDE di

wilayah Asia tetapi data mengenai hal tersebut belum tersedia.

Sebagai perkiraan distribusi penggunaan c-PentaBDE secara global, sebanyak 36% di bidang

transportasiasi, 60% di bidang perlengkapan rumah tangga dan perkantoran dan 4% sisanya di

berbagai kelengkapan lainnya. Perkiraan ini sesuai dengan data hasil analisa beberapa aliran

limbah yang ada (UNEP, 2010b). Table 6 menyimpulkan penggunaan terdahulu dari c-

PentaBDE pada beberapa material dan applikasinya.

Page 23: KAJIAN PENYUSUNAN REGULASI UNTUK PENGENDALIAN … PENYUSUNAN... · 1.4 Ruang Lingkup Kajian 8 ... BAB IV REGULASI BAHAN KIMIA DI INDONESIA 26 BAB V PEMBAHASAN REGULATORY IMPACT

17

Kandungan rata-rata c-PentaBDE pada busa PUR sekitar 3-5% (% berat) untuk bahan pelapis,

bantalan, matras, dan pelapisan karpet (ENVIRON, 2003; UNEP, 2010a; lihat tabel 5) yang

digunakan di negara-negara yang menerapkan standar flammabilitas untuk aplikasi tersebut

(contohnya; Amerika Serikat dan Inggris). Busa PUR pada sektor transportasi mungkin terdapat

pada konsentrasi rendah yang diaplikasikan pada sofa jok atau sandaran tangan/kepala yaitu

sekitar 0.5-1 wt % (Ludeka, 2011). Jika diperkirakan 4% penggunaan c-PentaBDE pada busa

PUR adalah 100,000 ton, maka diperkirakan total c-PentaBDE untuk pengolahan busa yang

pernah diproduksi sebesar 2.5 juta ton. Angka tersebut kemungkinan masih terlalu tinggi dari

angka sebenarnya karena penggunaan utama busa PUR pada transportasi di Amerika Serikat

ternyata hanya menggunakan c-PentaBDE pada level yang rendah. Selain itu, pengolahan

kembali busa PUR yang terkontaminasi dan dicampur dengan busa PUR lainnya berakibat

meningkatnya total kuantitas busa PUR yang terkontaminasi POP-PBDEs.

Table 7. Penggunaan c-PentaPBDE terdahulu pada polimer/resin, aplikasi, dan produk

Material/polimer/resin Applikasi Produk Poliuretan (PUR) Material bantalan,

pengemasan, pelapisan, konstruksi

Furnitur, transportasiasi, pengedap suara, pengemasan, pelapisan panel, konstruksi busa rapuh berbasis PUR

Tekstil Penyalutan Pelapisan ulang dan impregnasi untuk karpet, sofa jok pada produk otomotif, furnitur di rumah dan kantor, produk penerbangan, produk pendukung pekerjaan di bawah tanah

Epoksi resin Papan sirkuit, Penyalutan sebagai perlindungan produk

Komputer, interior kapal laut, komponen elektronik

Karet Transportasiasi Ban berjalan, pipa terlapis busa sebagai insulator

Polivinilklorida (PVC) Serat kabel

Kawat, kabel, lapisan lantai, lembaran-lembaran industry

Poliester (UPE) tidak jenuh (Thermoset)

Papan sirkuit, Penyalutan Komponen elektrik, Electrical equipment, Penyalutan untuk proses kimia pada bagian pencetakan, aplikasi militer dan angkatan laut, panel konstruksi

Cat/pernis Penyalutan perlindungan container pada angkatan laut dan industry

Minyak Hidraulik Minyak pengeboran, cairan hidraulik

Lepas pantai, tambang batu bara

Sumber: UNEP 2009

Page 24: KAJIAN PENYUSUNAN REGULASI UNTUK PENGENDALIAN … PENYUSUNAN... · 1.4 Ruang Lingkup Kajian 8 ... BAB IV REGULASI BAHAN KIMIA DI INDONESIA 26 BAB V PEMBAHASAN REGULATORY IMPACT

18

Table 8. Penggunaan pentaPBDE pada busa PUR

Sumber: aCambell, 2010; bLudeka, 2011

Penggunaan utama c-OctaBDE adalah pada polimer acrylonitrile-butadiene-styrene (ABS),

yaitu tercatat sekitar 95% c-OctaBDE yang tersedia di Negara-negara Eropa (EU). Pengolahan

ABS terutama diperuntukkan untuk produk-produk elektrikal dan komponen elektronik (EEE),

seperti rangka pelindung cathode ray tube (CRT) dan perlengkapan kantor seperti contohnya

mesin fotokopi dan mesin cetak skala kantor.1 Penggunaan secara minor contohnya pada high

impact polystyrene (HIPS), polybutylene terephthalate (PBT), dan polimer poliamida.

Walaupun pengunaan utama polimer ini pada barang-barang elektronik, beberapa juga tercatat

digunakan di sektor transportasi. Penggunaan minor lainnya tercatat pada literatur termasuk

nilon, polietilena berberat jenis rendah, polikarbonat, resin fenolformaldehida, polyester tak

jenuh, perekat and Penyalut (UNEP, 2010a, 2010b). Pada Table 7 terdapat pemaparan

penggunaan c-OctaBDE pada beberapa material and aplikasi.

Konsentrasi pada aplikasi utama berkisar antara 12% and 18% berat, dengan perkiraan

15% berat setara dengan 100,000 ton c-OctaBDE. Dengan demikian, penggunaan utama pada

pengolahan polimer diperkirakan sebanyak 800,000 ton (Alaee et al. 2003, UNEP 2007b). Data

pengolahan kembali c-OctaBDE pada produk plastik baru (kontaminasi sekunder),

memperkirakan angka yang lebih besar dari yang tercatat, tetapi konsentrasi POP-PBDE pada

1 In some regions such as Europe and Japan, CRT monitor housing and copying machines are already normally treated separately.

Berat jenis PUR foam/luas penggunaan

PentaBDE pada Polimer

(% berat) a19 kg/m3 5.45

a24 kg/m3 4.30

a29 kg/m3 2.77

bPUR (US) transportasi (jok sofa,

sandaran kepala/tangan)

0.5-1

bpelapisan karpet tua 2-5

blaminasi serat utama Lebih dari 15

Page 25: KAJIAN PENYUSUNAN REGULASI UNTUK PENGENDALIAN … PENYUSUNAN... · 1.4 Ruang Lingkup Kajian 8 ... BAB IV REGULASI BAHAN KIMIA DI INDONESIA 26 BAB V PEMBAHASAN REGULATORY IMPACT

19

hasil pengolahan kembali plastik ini terdeteksi cukup rendah (Chen et al., 2009; Sindiku et al.,

2014, 2015).

Menurut Laporan WHO 20101 menyebutkan bahwa sebanyak 1,1 juta orang meninggal

karena penyakit tidak menular (PTM) tahun 2008. Jumlah ini merupakan 63,6% daeri seluruh

kematian yang terdiri dari 30,6% akibat penyakit jantung, 14,5% akibat jantung iskemik dan

12,9% akibat kanker. Di Indonesia, kejadian kanker meningkat setiap tahut sejak 1988 dan

cenderung semakin tinggi. Diperkirakan terdapat sekitar 170-190 kasus baru per 100.000

populasi setiap tahunnya. Saat ini, kematian akibat kanker menempati urutan keenam terbanyak

setelah kematian akibat penyakit-penyakit infeksi, penyakit-penyakit jantung, kecelakaan lalu

lintas, defisiensi gizi dan penyakit bawaan. Berdasarkan laporan rumah sakit di beberapa

wilayah regional, kejadian penyakit kanker dilaporkan meningkat 2-8% per tahun dalam kurun

10 tahun terakhir.

Catatan dari berbagai laboratorium patologi di Indonesia tahun 1988-2007 menunjukkan

bahwa secara anatomi lima penyakit kanker terbanyak menyerang servik, payudara, kelenjar

limpa, kulit dan nasoparing. Pada wanita, kasus kanker terbanyak berurutan yaitu servik,

payudara dan ovary. Sedangkan pada pria yaitu kanker kulit, nasoparing dan kelenjar limpa1.

3.2 Survei Pengguna Bahan Penghambat Nyala PBDE

Iventarisasi senyawa flame retardant PBDE dilakukan melalui survei dan penyebaran kuesioner

ke industri kimia hulu, industri elektronik, industri komponen elektronik dan industri

masterbatch bahan kimia pada tahun 2017 oleh tim Fakultas Teknik Untirta. Penyebaran

kuesioner telah dilakukan kepada 65 perusahaan di wilayah Serang, Cilgon, Jabotabek,

Surabaya, Batam dan Kudus. Pada saat melaksanakan survey ada beberapa kendala terutama

adalah akses masuk ke industri. Hal ini terjadi karena kegiatan survey yang dilakukan terkait

dengan bahan kimia dan kompon plastic yang dimiliki oleh perusahaan.. Dari data yang sudah

diolah ditampilkan pada Tabel 9 untuk hasil evaluasi industri dalam menggunakan flame

retardant.

1 WHO. 2010.World Health Statistics 2010. WHO statistical information system dalam Penelaahan dan

Pemutakhiran Rencana Penerapan untuk Konvensi Stockholm tentang Bahan Pencemar Organik yang Persisten di Indonesia tahun 2014

Page 26: KAJIAN PENYUSUNAN REGULASI UNTUK PENGENDALIAN … PENYUSUNAN... · 1.4 Ruang Lingkup Kajian 8 ... BAB IV REGULASI BAHAN KIMIA DI INDONESIA 26 BAB V PEMBAHASAN REGULATORY IMPACT

20

Tabel 9. Daftar Industri Survey Identifikasi Pengguna PBDE

No

Jenis Industri Pabrik Yang di Survey Produk Flame Retardant

1

Elektronik

PT Changhong Elektrik Indonesia

TV Non PBDE

2 PT Panggung Elektronik TV LED Non PBDE

3 PT Sinar Baja Elektronik Sound, Speaker Non PBDE

4 PT Philips Setrika, Bottle Dots Non PBDE

5 PT Flextronic Technology Indonesia

PCBA Elektronik Non PBDE

6 PT Varta Microbattery Indonesia

Battrai Lithium Non PBDE

7 PT Unisem Semi konduktor Non PBDE

8 PT Shimano Alat Pancing, Komponen Sepeda

Non PBDE

9 PT SBI Harness Non PBDE

10 PT Panasonic AC Non PBDE

11 PT Samsung Electronik Elektronik Non PBDE

12 PT Panasonic Elektronik Non PBDE

13 PT Indomulia Elektronik Non PBDE

14 Sanken Argadwijaya Elektronik Non PBDE

15

Plastik

PT Bioplastik Unggul Packaging dan casing computer

Non PBDE

16 PT Tosin Plastik Packaging untuk elektronik TV

Non PBDE

17 PT Guna Kemas Indonesia Packaging injection molding

Non PBDE

18

Masterbatch

PT Interaneka Masterbatch Polybrominateddiphenyl Ethan

19 PT Achroma Masterbatch Antimony Tioxida, Phosporus

20 PT Advance Stabilindo Industry

Masterbatch Antimony Tioxida, Decabromodiphenyl Ethan

21 PT Bryte Polimer Masterbatch Polybrominateddiphenyl Ethan

Dari hasil survey, kunjungan dan pengisian kuesioner diperoleh data sebagai berikut :

Page 27: KAJIAN PENYUSUNAN REGULASI UNTUK PENGENDALIAN … PENYUSUNAN... · 1.4 Ruang Lingkup Kajian 8 ... BAB IV REGULASI BAHAN KIMIA DI INDONESIA 26 BAB V PEMBAHASAN REGULATORY IMPACT

21

1. Koresponden Kuesioner dan Survei

Berikut adalah data koresponden atau industri yang menjadi objek survei. Data

koresponden dibagi menjadi dua yaitu PMA (Penanaman Modal Asing) dan PMDN

(Penanaman Modal Dalam Negeri).

Gambar 5. Persentase Industri sebagai Koresponden Kuesioner Identifikasi PBDE

Survey dilakukan di daerah Serang, Cilegon, Jakarta, Tangerang, Bekasi, Batam dan

Surabaya. Jenis perusahan yang disurvey adalah industri kimia hulu, industri elektronik,

industri komponen elektronik, industri resin plastik dan industri masterbatch. Dari Gambar 5

terlihat bahwa presentasi perusahaan yang disurvey adalah 8 perusahaan milik PMDN dan 15

milik PMA. Industri di kawasan Batam sebagian besar adalah milik PMA.

2. Pengetahuan tentang POPs

Gambar 6. Data Pengetahuan tentang POPs-PBDE

Page 28: KAJIAN PENYUSUNAN REGULASI UNTUK PENGENDALIAN … PENYUSUNAN... · 1.4 Ruang Lingkup Kajian 8 ... BAB IV REGULASI BAHAN KIMIA DI INDONESIA 26 BAB V PEMBAHASAN REGULATORY IMPACT

22

Gambar 6 menunjukan bahwa perusahaan yang mnegetahui tentang POPs sebesar 55 % dan

yang tidak mengetahui sebesar 10 perusahaan. Hal ini terjadi karena ada beberapa perusahaan

yang tidak mensosialisasikan kepada karyawannya tentang regulasi lingkungan hidup terkait

penggunaan bahan kimai. Data ini bisa menjadi dasar untuk terus mensosialisasikan kepada

perusahaan tentang regulasi yang terkait lingkungan.

3. Penggunaan Flame Retardant

Gambar 7. Data Penggunaan Flame Retardant

Gambar 7 menunjukan bahwa perusahaan yang menggunakan flame retardant sebesar 5

perusahaan sedangkan yang tidak menggunakan flame retardant sebesar 18. Dari hasil survey

semua industry kimia hulu penghasil resin plastic HDPE, LDPE, LLDEP, PP, PS tidak

menggunakan flame retardant. Sebagain industri resin plastik jenis packaging dan injection

molding tidak menggunakan flame retardant. Dan ada beberapa perusahaan yang menggunakan

flame retardant tetapi tidak mengetahui jenis flame retardant yang digunakan.

Page 29: KAJIAN PENYUSUNAN REGULASI UNTUK PENGENDALIAN … PENYUSUNAN... · 1.4 Ruang Lingkup Kajian 8 ... BAB IV REGULASI BAHAN KIMIA DI INDONESIA 26 BAB V PEMBAHASAN REGULATORY IMPACT

23

4. Pengetahuan Jenis Flame Retardant Yang digunakan

Gambar 8. Data Pengetahuan Jenis Flame Retardant

Gambar 8 menunjukan bahawa hanya 2 perusahaan yang mengetahui jenis flame

retardant yang digunakan dan 21 tidak mengetahui jenis flame retaradant yang digunakan. Hal

ini terjadi karena di industri yang disurvey tidak melakukan proses mixing pembuatan bahan

kimia flame retardant dan hanya melakukan kegiatan perakitan atau assembling. Sehingga tidak

mengetahui jenis bahan kimia yang ada pada komponen yang dirakit. Terutama untuk

perusahaan milik PMA, kegiatan yang dilakukan adalah perakitan dan hampir semua

produknya dikirim ke luar negeri, sehingga semua bahan dikirim langsung dari perusahaan

induknya.

5. Penggunaan Flame Retardant Jenis Brom

Gambar 9. Data Penggunaan Flame Retardant Jenis Brom

Page 30: KAJIAN PENYUSUNAN REGULASI UNTUK PENGENDALIAN … PENYUSUNAN... · 1.4 Ruang Lingkup Kajian 8 ... BAB IV REGULASI BAHAN KIMIA DI INDONESIA 26 BAB V PEMBAHASAN REGULATORY IMPACT

24

Gambar 9 menunjukan bahwa penggunaan flame retardant jenis brom di Indonesia sudah

sedikit. Jenis Flame retardant halogen yang digunakan bukan Polybrominated Ethers tetapi

Polybrominated Ethane. Penggunaan Polybrominated Ethane belum ada aturan yang

melarang, sehingga masih ada perusahaan yang menggunakannya. Tetapi untuk jenis

Polybrominated Ethers sudah tidak ada yang menggunakan secara resmi.

6. Impor Flame Retardant

Gambar 10. Data Asal Flame Retardant

Gambar 10 menunjukan bahwa 19 perusahaan bahan flame retardant yang digunakan

bersal dari impor, sedangkan 4 perusahaan berasal dari lokal. Ini menunjukan bahwa

perusahaan milik PMA hamper sebagian besar bahan kimia berasal dari perusahaan induknya

(mother company).

7. Pengetahuan tentang ROHs

Gambar 11. Pengetahuan tentang ROHs

Page 31: KAJIAN PENYUSUNAN REGULASI UNTUK PENGENDALIAN … PENYUSUNAN... · 1.4 Ruang Lingkup Kajian 8 ... BAB IV REGULASI BAHAN KIMIA DI INDONESIA 26 BAB V PEMBAHASAN REGULATORY IMPACT

25

Kemudian hasil analisa dari suatu laboratorium analisa ditampilkan hasil produk - produk

mengandung PBDE hingga lebih dari 6000 ppm (Tabel 10) baik berupa deca dan nona

BDE. Adapun parameter besarnya kandungan PBDE pada suatu produk berdasarkan

standar RoHS maksimum 1000 ppm sehingga nilai lebih dari 1000 ppm menunjukkan

kondisi yang membahayakan. Pada tahun 2017, produk komersial c-decaBDE juga telah

terdaftar pada konvensi stockholm.

Tabel 10. Hasil Analisa Beberapa Produk yang Menggunakan Flame Retardant PBDE

Sumber: Hasil Analisa dari Laboratorium SGS Indonesia

Page 32: KAJIAN PENYUSUNAN REGULASI UNTUK PENGENDALIAN … PENYUSUNAN... · 1.4 Ruang Lingkup Kajian 8 ... BAB IV REGULASI BAHAN KIMIA DI INDONESIA 26 BAB V PEMBAHASAN REGULATORY IMPACT

26

BAB IV REGULASI BAHAN KIMIA DI INDONESIA

Dalam penyusunan suatu peraturan maka perlu diidentfikasi peraturan -peraturan terkait

dengan regulasi bahan kimia yang dipergunakan untuk kebutuhan sektor industri. Beberapa

peraturan yang terkait dengan rencana penyusunan regulasi pengawasan dan pengendalian

bahan penghambat nyala PBDE adalah:

a. Undang Undang No 19 tahun 2009 tentang Ratifikasi Konvensi Stockholm

Pada ratifikasi konvensi Stockholm tersebut disampaikan bahwa adopsi konvensi

Stockholm harus diikut dengan langkah-langkah selanjutnya yaitu

• mendorong Pemerintah untuk mengembangkan peraturan nasional dan

kebijakan serta pedoman teknis mengenai pengelolaan bahan POPs

• mempersiapkan kapasitas Daerah untuk mengelola timbunan residu bahan POPs

dan melakukan pengawasan dan pemantauan bahan POPs

• mengembangkan kerja sama riset dan teknologi terkait dengan dampak bahan

POPs sesuai dengan Best Available Techniques (BAT) dan Best Environmental

Practices (BEP) yang disusun oleh Konvensi berdasarkan keputusan Sidang

Para Pihak atau Conference of the Parties (COP)

• mengembangkan upaya penggunaan bahan kimia alternatif yang ramah

lingkungan dalam proses produksi

• meningkatkan upaya untuk mengurangi emisi dioxin dan furan dalam proses

produksi

• memperkuat upaya penegakan hukum berdasarkan peraturan perundang-

undangan yang berlaku atas bahan POPs yang dilarang

• mengembangkan Rencana Penerapan Nasional atau National Implementation

Plan (NIP) untuk pelaksanaan Konvensi Stockholm di Indonesia.

Dengan mengamati tahapan selanjutnya terlihat bahwa peraturan nasional dan

kebijakan sangat diperlukan agar implementasi dari isi konvensi Stockholm dapat

berjalan dengan baik.

Page 33: KAJIAN PENYUSUNAN REGULASI UNTUK PENGENDALIAN … PENYUSUNAN... · 1.4 Ruang Lingkup Kajian 8 ... BAB IV REGULASI BAHAN KIMIA DI INDONESIA 26 BAB V PEMBAHASAN REGULATORY IMPACT

27

b. Undang – Undang No 3 tahun 2014 tentang Perindustrian

Pada pasal 3 ayat c bahwa perindustrian diselenggarahakan dengan tujuan mewujudkan

Industri yang mandiri, berdaya saing, dan maju, serta Industri Hijau. Kemudian pada

pasal 77 disampaikan bahwa Industri hijau dapat terwujud dengan langkah yang

dilakukan oleh pemerintah yaitu

• perumusan kebijakan • penguatan kapasitas kelembagaan; • standardisasi • pemberian fasilitas.

Salah satu bentuk perumusan kebijakan adalah pembuatan suatu regulasi yang

mendukung terbentuknya industri yang ramah terhadap lingkungan termasuk

penggunaan bahan baku (pasal 79 ayat 2) yang tidak berakibat berbahaya bagi

lingkungan dan manusia.

c. Undang- Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan

Lingkungan Hidup mengatur sanksi secara rinci tentang pencemaran yang timbul yang

dapat menjangkau pencemaran akibat bahan kimia dan pestisida POPs. Peraturan ini

secara tegas menyebutkan bahwa pencemaran lingkungan adalah tindak kejahatan

(crime). Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1992 secara tegas mengatur sanksi tentang

pestisida, mencakup (a) menggunakan cara dan/atau sarana perlindungan tanaman yang

mengganggu kesehatan dan mengancam keselamatan manusia atau menimbulkan

kerusakan lingkungan hidup, (b) mengedarkan pestisida yang tidak terdaftar atau tidak

sesuai dengan label, dan (c) tidak memusnahkan pestisida yang dilarang peredarannya,

tidak memenuhi standar mutu, rusak atau tidak terdaftar. Kedua peraturan tersebut

mengatur sanksi pidana badan (penjara) maupun pidana denda.

d. Undang – Undang No 7 tahun 2014 tentang Perdagangan

Pada pasal 35 ayat 1 poin d bahwa pemerintah melakukan pelarangan dan pembatasan

perdagangan barang dan/atau jasa untuk kepentingan nasional dengan alasan

melindungi kesehatan dan keselamatan manusia, hewan, ikan, tumbuhan dan

lingkungan hidup. Kemudian diperkuat pada pasal 50 ayat 2 poin c bahwa pemerintah

melarang ekspor dan impor untuk kepentingan nasional dengan alasan untuk

Page 34: KAJIAN PENYUSUNAN REGULASI UNTUK PENGENDALIAN … PENYUSUNAN... · 1.4 Ruang Lingkup Kajian 8 ... BAB IV REGULASI BAHAN KIMIA DI INDONESIA 26 BAB V PEMBAHASAN REGULATORY IMPACT

28

melindungi kesehatan dan keselamatan manusia, hewan, ikan, tumbuhan dan

lingkungan hidup.

e. Peraturan Pemerintah No 74 tahun 2001 tentang Pengelolaan Bahan Berbahaya

dan Beracun

Pada pasal 5 ayat 1 ditunjukan tentang klasifikasi bahan berbahaya dan beracun (B3)

dengan salah poin yaitu beracun (h), berbahaya (i) dan berbahaya terhadap lingkungan

(l). PBDE belum masuk list pada B3 yang diatur dalam PP ini dan rencananya PBDE

akan dimasukan dalam revisi PP 74 tahun 2001 yang rencananya akan dikeluarkan pada

tahun 2018.

f. Peraturan Pemerintah No 101 tahun 2014 tentang Pengelolaan Limbah Bahan

Berbahaya dan Beracun

Salah satu karakteristik limbah B3 pada pasal 5 ayat 2 poin f yaitu beracun sehingga

produk- produk yang mengandung PBDE dan tidak digunakan lagi menjadi limbah

perlu penanganan tertentu sesuai PP 101 tahun 2014. Penanganan tertentu meliputi

fasilitas penyimpanan, pengumpulan, pemanfaatan kembali dan pemusnaaan B3 diatur

dalam PP tersebut.

g. Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 24/M-IND/PER/5/2006

tentang Pengawasan Produksi dan Penggunaan Bahan Berbahaya

Untuk Industri.

Pada peraturan Menteri perindustrian ini diatur hanya untuk 6 bahan yang diperlihatkan

pada pasal 2 ayat 1 dengan ketentuan bahwa bahan tersebut akan diawasi baik yang

diproduksi di dalam negeri atau impor.

Selain itu pada pasal 6 dan 7 memuat tentang pelaporan yang harus dilakukan oleh

produsen atau pengguna bahan berbahaya tersebut. Kemudian pada pasal 9 terdapat

bagian pembinaan dan pengawasan bagi produsen dan industri pengguna bahan

berbahaya tersebut. Peraturan ini bisa dikembangkan untuk menaungi beberapa bahan

berbahaya lainnya yang termasuk dalam konvensi Stockholm dengan ketentuan bisa

dibuat lebih komprehensif.

Page 35: KAJIAN PENYUSUNAN REGULASI UNTUK PENGENDALIAN … PENYUSUNAN... · 1.4 Ruang Lingkup Kajian 8 ... BAB IV REGULASI BAHAN KIMIA DI INDONESIA 26 BAB V PEMBAHASAN REGULATORY IMPACT

29

h. Peraturan Menteri Perdagangan No 75 tahun 2014 tentang Perubahan Kedua atas

Peraturan Menteri Perdagangan No 44 tahun 2009 tentang Pengadaan, Distribusi

dan Pengawasan Bahan Berbahaya

Pada pasal 2 ayat 1 bahwa Jenis Bahan Berbahaya (B2) yang diatur tata niaga impor

dan distribusinya terdiri dari bahan kimia yang membahayakan kesehatan dan merusak

kelestarian lingkungan hidup. Bila ditelaah lebih bahwa PBDE termasuk bahan

berbahaya sehingga perlu diatur tata niaga impor dan distribusinya tetapi pada lampiran

permendag tersebut tidak dimuat PBDE termasuk pada revisi kedua Permendag No 75

tahun 2014 dengan adanya tambahan bahan berbahaya menjadi 407 dari sebelumnya

351 bahan pada Permendag 44 tahun 2009.

i. Peraturan Menteri Perindustrian No 41/M-IND/PER/5/2014 tentang Larangan

Penggunaan Hydrichlorofluorocarbon (HCFC) di Bidang Industri.

Peraturan Menteri perindustrian tersebut didasarkan pada hasil konvensi Wina dan

Protocol Montreal bahwa negara berkemabng wajib melaksanakan penghapusan Bahan

Perusak Ozon. Larangan penggunaan HCFC dilakukan bertahap untuk beberapa

kegiatan industri yaitu 1 Januari 2015 untuk pengisian pada mesin pendingin sedangkan

untuk pemeliharaan barang baru dilarang pada 31 Desember 2030. Kemudian bagi

produk yang tidak menggunakan HCFC disarankan menggunakan logo free HCFC.

j. Peraturan Menteri Perdagangan No 94 tahun 2017 tentang Perubahan Ketiga atas

Peraturan Menteri Perdagangan No 87 tahun 2015 tentang Ketentuan Import

Produk Tertentu

Pada peraturan ini ada ketentuan barang -barang yang dikendalikan impornya termasuk

bahan -bahan yang mengandung bahan penghambat nyala. Adapun contoh barang -

barang yang diduga mengandung bahan penghambatnya nyala yaitu

• HS Number 6114.30.20 yaitu pakaian digunakan untuk pelindung dari

api

• HS Number 85.28 yaitu monitor dan proyektor, tidak digabung dengan

aparatus penerima televisi; aparatus penerima untuk televisi, digabung

dengan penerima siaran radio atau aparatus perekam atau pereproduksi suara

atau video, maupun tidak.

Page 36: KAJIAN PENYUSUNAN REGULASI UNTUK PENGENDALIAN … PENYUSUNAN... · 1.4 Ruang Lingkup Kajian 8 ... BAB IV REGULASI BAHAN KIMIA DI INDONESIA 26 BAB V PEMBAHASAN REGULATORY IMPACT

30

k. Peraturan Menteri Perdagangan No 36 tahun 2018 tentang Pelaksanaan

Pengawasan Kegiatan Perdagangan

Pada Bab II tentang ruang lingkup pengawasan kegiatan perdagangan khususnya pada

pasal 2 poin b yaitu pengawasan perdagangan barang yang diawasi, dilarang dan atau

diatur serta poin d tentang pendaftaran barang produk dalam negeri dan asal impor

terkait dengan keamanan, keselamtan , kesehatan, dan lingkungan hidup.

Page 37: KAJIAN PENYUSUNAN REGULASI UNTUK PENGENDALIAN … PENYUSUNAN... · 1.4 Ruang Lingkup Kajian 8 ... BAB IV REGULASI BAHAN KIMIA DI INDONESIA 26 BAB V PEMBAHASAN REGULATORY IMPACT

31

BAB V PEMBAHASAN

REGULATORY IMPACT ANALYSIS (RIA)

Regulatory impact analysis (RIA) perlu dilakukan sebelum penyusunan suatu aturan

penggunaan PBDE di bidang Industri. Peraturan yang disusun tersebut akan berhubungan

dengan kementerian terkait sehingga dampak dari peraturan tersebut dapat sesuai dengan

perencananaan. Dari telaah beberapa peraturan tersebut maka instansi – instansi yang terlibat

dalam pengendalian dan pengawasan bahan berbahaya meliputi

1. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan merupakan titik awal dari

masuknya suatu bahan itu tergolong berbahaya dan beracun. PBDE sebagai salah satu

bahan yang bisa digolongkan berbahaya dan beracun bisa dimasukan ke dalam

list pada perbaikan PP 74 tahun 2001 sehingga langka -langka dalam pengendalian

dan pengawasan terhadap PBDE akan lebih mudah.

2. Kementerian Perdagangan melalui Direktorat Impor menjadi pintu awal masuk dalam

memberikan ijin impor barang tertentu termasuk kemungkinan bahan penghambat nyala

PBDE. Direktorat impor akan melarang atau mengendalikan bahan tertentu apabila ada

ketentuan dalam suatu peraturan misalkan PBDE masuk list dalam perbaikan PP 74

tahun 2001. Kemudian pada direktorat perdagangan jendral perlindungan

konsumen dan tertib niaga akan melakukan pengawasan atas barang beredar termasuk

bahan berbahaya yang terkandung dalam suatu produk.

3. Kementerian Keuangan melalui Bea Cukai akan melakukan pemeriksaan awal

terhadap kedatangan barang tersebut di border atau post border termasuk PBDE apabila

masuk list dalam bahan berbahaya dan beracun (B3).

4. Kementerian Perindustrian melalui direktorat industri kimia hulu dan hilir,direktorat

elektronika dan direktorat industri tekstil merupakan industri -industri yang

menggunakan bahan penghambat nyala pada produk – produk yang dihasilkan.

Direktorat- direktorat tersebut bersama -sama dengan dinas perindustrian propinsi serta

kabupaten/kota bisa melakukan pengawasan atas penggunaan bahan penghambat nyala

dalam proses produksinya.

Page 38: KAJIAN PENYUSUNAN REGULASI UNTUK PENGENDALIAN … PENYUSUNAN... · 1.4 Ruang Lingkup Kajian 8 ... BAB IV REGULASI BAHAN KIMIA DI INDONESIA 26 BAB V PEMBAHASAN REGULATORY IMPACT

32

Gambar 12. Keterlibatan Beberapa Kementerian dalam Penerapan Aturan

Pengendalian dan Pengawasan Senyawa Penghambat Nyala

Hasil dari RIA dapat dilihat pada lampiran I laporan ini bahwa tahapan awal adalah

menjawab10 pertanyaan yang dikembangkan oleh OECD. Dari pertanyaan awal tersebut maka

dikembangkan opsi – opsi untuk rencana penysuuna regulasi dengan mempertimbangkan

kondisi aktual, ruang lingkup regulasi, keterlibatan pemangku kepentingan serta dampak yang

diberikan dari regulasi tersebut. Berdasarkan pertimbangan -pertimbangan tersebut didapatkan

3 opsi untuk pilihan dalam melakuakn RIA ini yaitu

1. Tidak adanya peraturan khusus yang mengendalikan dan mengawasi bahan

penghambat nyala berbahaya (PBDE) seperti kondisi saat ini

2. Adanya peraturan sectoral industri yang menggunakan bahan penghambat nyala

berbahaya (PBDE) dalam proses produksinya dengan kementerian perindustrian

yang melakukan pengawasan dan pengendalian.

3. Adanya peraturan komprehensif yang melibatkan seluruh kementerian terkait mulai

dari pengendalian impor, pengawasan barang beredar , pengawasan sector produksi

dan pengawasan dan pengendalian pada limbah -limbah yang mengandung PBDE.

Pada peraturan komprehensif ini akan melibatkan kementerian

perdagangan,kementerian perindustiran, kementerian KLHK dan kementerian

keuangan.

PENGENDALAIAN DAN

PENGAWASAN SENYAWA

PENGHAMBAT NYALA

KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN

KEHUTANAN

KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN

KEMENTERIAN KEUANGAN

KEMENTERIAN PERDAGANGAN

Page 39: KAJIAN PENYUSUNAN REGULASI UNTUK PENGENDALIAN … PENYUSUNAN... · 1.4 Ruang Lingkup Kajian 8 ... BAB IV REGULASI BAHAN KIMIA DI INDONESIA 26 BAB V PEMBAHASAN REGULATORY IMPACT

33

5.1 KANDUNGAN REGULASI PENGENDALIAN DAN PENGAWASAN

Hasil dari cost and benefit analysis (CBA) pada Tabel 9, memperlihatkan opsi 2 menjadi

pilihan terbaik pada saat ini karena sector industri merupakan pengguna utama dalam

melakukan proses produksi dengan menggunakan bahan penghambat nyala. Penyusunan suatu

regulasi yang berhubungan dengan berbagai instansi terkait seperti pada opsi 3 memerlukan

harmonisasi juga dengan peraturan -peraturan yang sudah ada. Pemerintah dalam hal ini

kementerian lingkungan hidup dan kehutanan sedang melakukan revisi dan perbaikan terhadap

Peraturan Pemerintah No 74 tahun 2001 tentang pengelolaan bahan berbahaya dan beracun.

Dengan adanya revisi tersebut maka PBDE sebagai salah satu bahan yang berbahaya dan

beracun dapat dimasukan ke dalam list pada perbaikan PP No 74 tahun 2001. Dengan adanya

list PBDE sebagai bahan berbahaya dan beracun maka tahapan selanjutnya adalah membuat

regulasi untuk pengendalian dan pengawasan terhadap bahan penghambat nyala yang

berbahaya termasuk PBDE pada sector Industri sesuai dengan opsi 2.

Tabel 11. Rangkuman Penilaian Cost and Benefit untuk 3 Alternatif

No Alternatif Cost Benefit Total

1 Tidak adanya peraturan khusus tentang PBDE -3 +4 +1

2 Ada peraturan khusus PBDE pada bidang Industri -5 +9 +4

3 Ada peraturan dengan melibatkan beberapa

kementerian terkait -12 +15 +3

Page 40: KAJIAN PENYUSUNAN REGULASI UNTUK PENGENDALIAN … PENYUSUNAN... · 1.4 Ruang Lingkup Kajian 8 ... BAB IV REGULASI BAHAN KIMIA DI INDONESIA 26 BAB V PEMBAHASAN REGULATORY IMPACT

34

Gambar 13. Alur Proses Penyusunan Regulasi Bahan Penghambat Nyala PBDE

Bersamaan dengan penyusunan regulasi maka kepastiaan dari ketersediaan bahan alternatif

pengganti PBDE yang lebih ramah terhadap lingkungan dan manusia serta biaya yang

dikeluarkan tidak terlalu membebani sektor industri. Beberapa industri pengguna bahan

penghambat nyala menggunakan bahan alternative berupa Decabromo Diphenyl Ethane

(DBDPE). Bahan ini relative lebih ramah terhadap lingkungan dan belum termasuk yang

dilarang dalam konvensi Stockholm. Pemerintah juga perlu mendukung penelitian dan produksi

bahan alternative yang dapat dihasilkan di dalam negeri sehingga industri memiliki pilihan

dalam penggunaan bahan penghambat nyala sesuai dengan kebutuhannya.

Regulasi pengendalian dan pengawasan bahan penghambat nyala ini akan lebih efektif apabila

didukung dengan standarisasi terhadap produk -produk yang mengandung bahan penghambat

nyala. Bentuk standarisasi bisa Standar Nasional Indonesia sesuai dengan Peraturan Menteri

Perindustrian Nomor 86 tahun 2009 tentang Standar Nasional Indonesia Bidang Industri.

Apabila SNI tentang produk -produk industri telah dibuat maka langkah selanjutnya adalah

pengawasan dari SNI tersebut dengan acuan pada Peraturan Menteri Perindustrian No 4 tahun

2018 tentang Tata Cara Pengawasan Pemberlakuan Standarisasi Industri Secara Wajib.

Page 41: KAJIAN PENYUSUNAN REGULASI UNTUK PENGENDALIAN … PENYUSUNAN... · 1.4 Ruang Lingkup Kajian 8 ... BAB IV REGULASI BAHAN KIMIA DI INDONESIA 26 BAB V PEMBAHASAN REGULATORY IMPACT

35

Draft Peraturan Pengendalian dan Pengawasan Bahan Penghambat Nyala serta pembuatan dan

pengawasan terhadap SNI produk -produk mengandung bahan penghambat nyala harus

disosilisasikan terlebih dahulu kepada para pemangku kepentingan. Adapun pemangku

kepentingan dengan bahan penghambat nyala adalah

• Import bahan penghambat nyala

• Industri penguna bahan penghambat nyala (industri compound, industri elektronika dan

alat listrik dan industri tekstil)

• Industri pengolahan daur ulang produk mengandung bahan penghambat nyala

Dari sosialiasi ini akan didapatkan suatu masukan dan perbaikan atas draft regulasi

pengendalian dan pengawasan bahan penghambat nyala. Langkah selanjutnya perbaikan

terhadap regulasi untuk nantinya bisa segera diproses pada biro hukum untuk dijadikan

peraturan resmi dari pemerintah perihal pengendalian dan pengawasan bahan penghambat

nyala.

Page 42: KAJIAN PENYUSUNAN REGULASI UNTUK PENGENDALIAN … PENYUSUNAN... · 1.4 Ruang Lingkup Kajian 8 ... BAB IV REGULASI BAHAN KIMIA DI INDONESIA 26 BAB V PEMBAHASAN REGULATORY IMPACT

36

BAB VI

POKOK – POKOK REGULASI

BAHAN PENGHAMBAT NYALA PBDE

Setelah melakukan cost and benefit analysis (CBA) didapat opsi 2 dengan menyusun suatu

regulasi pengawasan dan pengendalian bahan penghambat nyala. Adapun strategi dan

implementasi dari regulasi yang akan disusun sebagai berikut :

1. Pemerintah akan melarang penggunaan bahan PBDE untuk sektor industri sesuai

dengan konvensi Stockholm.

Pelarangan penggunaan bahan penghambat nyala jenis PBDE akan berpengaruh

terhadap industri – industri yang menggunakan PBDE. Bagi Industri yang

menggunakan bahan penghambat non – PBDE akan semakin kompetitif produk yang

dihasilkan dari regulasi tersebut. Kemudian bagi yang menggunakan bahan penghambat

nyala PBDE akan membebani pada sector pembelian bahan penghambat nyala serta

potensi untuk penyesuaian proses produksi yang perlu dilakukan.

2. Pemerintah masih memberikan toleransi dalam jangka waktu tertentu kepada

Industri untuk dapat menyesuaikan bahan baku serta proses produksinya.

Pemerintah dalam hal ini kementerian perindustrian selaku Pembina Industri perlu

memberikan toleransi waktu untuk Industri – industri pengguna bahan penghambat

nyala jenis PBDE. Pada bagian ini juga pemerintah masih memberiakn toleransi hingga

1000 ppm bagi sector elektronika sesuai dengan standar pada RoHS.

3. Industri yang tidak menggunakan bahan PBDE dapat mendeklarasikan bahwa produk

yang dihasilkan bebas terhadap bahan PBDE.

Pemerintah memberikan kebebasan pada Industri untuk dapat mendeklarasikan bahwa

produk yang dihasilkan bebas dari PBDE (free – PBDE). Seiring dari deklarasi tersebut

maka pemerintah perlu juga mensosialisasikan perihal produk – produk bebas PBDE

sehingga masyarakat diedukasi untuk pemahaman akan POPs serta PBDE bagi

kesehatan dan lingkungan.

Page 43: KAJIAN PENYUSUNAN REGULASI UNTUK PENGENDALIAN … PENYUSUNAN... · 1.4 Ruang Lingkup Kajian 8 ... BAB IV REGULASI BAHAN KIMIA DI INDONESIA 26 BAB V PEMBAHASAN REGULATORY IMPACT

37

4. Kementerian Perindustrian akan melakukan random cek terhadap produk -produk

yang dihasilkan dari industri dengan kandungan bahan penghambat nyala terutama bagi

produk yang berlabel bebas PBDE (free- PBDE). Dengan adanya produk -produk

dengan label Free- PBDE maka pemerintah perlu mempersiapkan sarana prasarana serta

personal dalam melakukan pengecekan terhadap produk - produk tersebut. Perlu

dibangun suatu sarana laboratorium yang standar serta modern yang dapat melakukan

pengecekan kandungan PBDE hingga ke skala ppb.

Page 44: KAJIAN PENYUSUNAN REGULASI UNTUK PENGENDALIAN … PENYUSUNAN... · 1.4 Ruang Lingkup Kajian 8 ... BAB IV REGULASI BAHAN KIMIA DI INDONESIA 26 BAB V PEMBAHASAN REGULATORY IMPACT

38

BAB VII

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

7.1 KESIMPULAN

• Kandungn PBDE ditemukan pada beberapa produk baru elektronika serta produk

lama dari elektronika

• Hasil dari RIA menunjukkan bahwa regulasi pengendalian dan pengawasan pada

sector Industri menjadi pilihan dari beberapa opsi.

• Regulasi yang disusun akan melarang penggunan PBDE dan diikuti pemberian

toleransi terhadap Industri yang beralih dari PBDE ke bahan penghambat nyala

lainnya

7.2 REKOMENDASI

• Memfinalkan draft regulasi larangan penggunaan PBDE di bidang Industri.

• Secara bersamaan untuk mendukung penerapan regulasi tersebut bisa dibuat SNI

terhadap produk – produk mengandung bahan penghambat nyala serta pengembangan

produk pengganti PBDE.

Page 45: KAJIAN PENYUSUNAN REGULASI UNTUK PENGENDALIAN … PENYUSUNAN... · 1.4 Ruang Lingkup Kajian 8 ... BAB IV REGULASI BAHAN KIMIA DI INDONESIA 26 BAB V PEMBAHASAN REGULATORY IMPACT

39

DAFTAR PUSTAKA

Badan Kepegawaian Negara. (2016). Penggunaan Metode Regulator Impac Assesment (RIA)

dalam Pembentukan Peraturan Kepala Badan Kepegawaian Negara.

Chai, C.Y., Yu, S.Y., Liu, Y., Tao, S., Liu, W.X. (2018). PBDE emission from E-wastes during

the pyrolytic process: Emission factor, compositional profile, size distribution and gas particle

partitioning. Environmental Pollution, Vol 235, pages 419-428

He, J., Robrock, K. R., dan L. Alvarez-Cohen. (2006). Microbial Reductive Debromination of

PBDEs. Environmental Science & Technology, Vol. 40 pages 4429 – 4434

Ilyas, M., Sudaryanto, A., Setiawan, I.E., Riyadi, A.S., Isobe, T., Ogawa, S., Takahashi, S.,

Tanabe, S. (2011). Charcterization of polychlorinated biphenyls and brominated flame

retardants in surface soils from Surabaya, Indonesia. Chemosphere, Vol: 83, 783-791

Ilyas, M., Sudaryanto, A., Setiawan, I.E., Riyadi, A.S., Isobe, T., Tanabe, S. (2013).

Charcterization of polychlorinated biphenyls and brominated flame retardants in sludge,

sediment and fish from municipal dumpsite at Surabaya, Indonesia. Chemosphere, Vol: 93,

1500 -1510

Parry, E., Zota, A.R., Park, J.S., Woodruff, T.J., (2018). Polybrominated diphenyl ethers

(PBDEs) and hydroxylated PBDE metabolites (OH-PBDEs): A six year temprat trend in

Nothern California pregnant woman, Chemosphere, Vol 195, 777- 783

Peraturan Menteri Perindustrian Republik Indonesia No 40/M-IND/PER/11/2017 tentang

Pedoman Penyusunan Peraturan Perundang – Undangan di Lingkungan Kementerian

Perindustrian

Susanto, D.A., Suprapto., Hadiyanto, J. (2016). Regulatory Impact Analysis Terhadap

Pemberlakuan Standar Nasional Indonesia Biskuit Secara Wajib.

Suska (2012). Prinsip Regulatory Impact Assesment dalam Proses Penyusunan Peraturan

Perundang – Undangan Sesuai UU No 12 tahun 2012.

Page 46: KAJIAN PENYUSUNAN REGULASI UNTUK PENGENDALIAN … PENYUSUNAN... · 1.4 Ruang Lingkup Kajian 8 ... BAB IV REGULASI BAHAN KIMIA DI INDONESIA 26 BAB V PEMBAHASAN REGULATORY IMPACT

40

USAID. (2016). Regulatory Impac Assesment (RIA) – Dokumentasi Uji Coba Pendekatan RIA

untuk Review Regulasi Air Bersih dan Sanitasi.

United States Environmental Protection Agency (EPA). (2014). Technical Fact Sheet

Polybrominated Diphenyl Ether (PBDEs) and Polybrominated Biphenyls (PBBs).

United States Health and Human Service. (2017). Toxicological Profile Polybrominated

Diphenyl Ethers (PBDEs).

UNEP, Januari – 2017. Guidance on best available techniques and best environmental practices

for the recycling and disposal of wastes containing polybrominated diphenyl ethers

(PBDEs) listed under the Stockholm Convention on Persistent Organic Pollutants.

Unite Nations. January, 2017. Guidance for the inventory of Polybromintate Diphenyl Ethers

(PBDEs) listed under the Stockholm Convention on Persistent Organic Pollutants.

Page 47: KAJIAN PENYUSUNAN REGULASI UNTUK PENGENDALIAN … PENYUSUNAN... · 1.4 Ruang Lingkup Kajian 8 ... BAB IV REGULASI BAHAN KIMIA DI INDONESIA 26 BAB V PEMBAHASAN REGULATORY IMPACT

41

LAMPIRAN I

REGULATORY IMPACT ANALYSIS

PENGENDALIAN DAN PENGAWASAN

BAHAN PENGHAMBAT NYALA PBDE

Page 48: KAJIAN PENYUSUNAN REGULASI UNTUK PENGENDALIAN … PENYUSUNAN... · 1.4 Ruang Lingkup Kajian 8 ... BAB IV REGULASI BAHAN KIMIA DI INDONESIA 26 BAB V PEMBAHASAN REGULATORY IMPACT

42

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Pemerintah telah meratifikasi Konvensi Stockholm melalui Undang Undang No 19

tahun 2009 tentang pengesahan Konvensi Stokholm terkait bahan pencemar organik

yang persisten (POPs). Hingga saat ini, pemerintah Indonesia belum memiliki peraturan

turunan dari UU NO 19 tahun 2009 untuk mengatur penggunaan PBDE sehingga

peraturan untuk membatasi atau bahkan melarang penggunaan flame retardant jenis

halogen (PBDE) sangat diperlukan. Regulasi pemerintah yang harus segera dilakukan

adalah larangan untuk penggunaan PBDE serta pengawasan dan pengendalian

penggunaan PBDEs mulai dari penyediaan bahan baku PBDE, proses pembuatan

sampai dengan limbah dari proses serta pengawasan produk yang menggunakan bahan

baku flame retardant. Sebelum dibuat suatu Peraturan yang berhubungan dengan PBDE

maka perlu dilakukan suatu Regulatory Impact Analysis (RIA) sesuai dengan Peraturan

Menteri Perindustrian Republik Indonesia No 40/M-IND/PER/11/2017 tentang

Pedoman Penyusunan Peraturan Perundang-Undangan di Lingkungan Kementerian

Perindustrian

B. INDENTIFIKASI MASALAH

PBDE merupakan bahan kimia termasuk dalam list konvensi stockholm pada annex A

sehingga PBDE harus dimusnakan dan dilarang untuk diproduksi kembali. Dengan

kondisi tersebut maka pemerintah Indonesia yang telah meratifikasi konvensi

Stockholm menjadi UU No 19 tahun 2009 perlu segera menyusun peraturan turunnya

berupa peraturan Menteri. Pada peraturan Menteri tersebut harus memuat larangan

penggunaan PBDE pada sektor Industri untuk perusahaan industri baru yang

menggunakan bahan penghambat nyala. Kemudian bagi perusahaan industri lama yang

sudah menggunakan bahan penghambat nyala PBDE perlu diberikan waktu untuk

penyesuaian proses produksinya dengan beralih kepada bahan pengganti PBDE.

Page 49: KAJIAN PENYUSUNAN REGULASI UNTUK PENGENDALIAN … PENYUSUNAN... · 1.4 Ruang Lingkup Kajian 8 ... BAB IV REGULASI BAHAN KIMIA DI INDONESIA 26 BAB V PEMBAHASAN REGULATORY IMPACT

43

C. RUMUSAN MASALAH

a. Apakah seluruh bahan penghambat nyala PBDE dilarang untuk digunakan dalam

proses produksi di perusahaan industri

b. Apakah tidak ada masa tenggang bagi industri yang menggunakan PBDE

c. Bagaimana cara mengetahui produk yang mengandung dan tidak mengandung

PBDE

d. Bagaimaan cara mengawasi produk yang mengandung dan tidak mengandung

PBDE

Page 50: KAJIAN PENYUSUNAN REGULASI UNTUK PENGENDALIAN … PENYUSUNAN... · 1.4 Ruang Lingkup Kajian 8 ... BAB IV REGULASI BAHAN KIMIA DI INDONESIA 26 BAB V PEMBAHASAN REGULATORY IMPACT

44

BAB II

KERANGKA REGULATORY IMPACT ANALYSIS DAN PEMBAHASAN

2.1 KERANGKA KONSEP Regulatory Impact Analysis (RIA) merpakan suatu cara menganalisis suatu peraturan yang

sudah ada atau baru dengan didudukung data-data empiris agar pengambil keputusan tahu

dampak dari sisi biaya maupun manfaat dari regulasi tersebut. Tujuan dilakukan RIA untuk

peraturan baru agar didapatkan suatu regulasi yang berkualitas. Adapun prinsip dari regulasi

yang berkualitas adalah:

a. Regulasi menunjukkan intervensi dalam suatu aktivitas sehingga alasan -alasan

keterlibatan pemerintah harus jelas

b. Keberadaan regulasi ini akan menjadi suatu kebijakan yang terbaik

c. Melihat dampak dari regulasi dari sisi manfaat dan biaya

d. Dilakukan dengan konsultasi public kepada pemangku kepentingan

e. Tidak ada pihak -pihak yang dirugikan dengan keberadaan dari regulasi tersebut.

Adapun tahapan dalam melakukan RIA adalah

1. Perumusan masalah merupakan tahapa awal untuk membuat suatu hubungan antar

latar belakang dengan tujuan yang akan dicapai.

2. Penetapan Tujuan merupakan negasi dari perumusan masalah

3. Pengembangan Pilihan/Opsi untuk mencapai Tujuan

4. Penilaian Terhadap pilihan dengan memanfaatkan metode Analisa Manfaat dana

Biaya

5. Pemilihan Pilihan Terbaik

6. Penyusunan Strategi Implementasi dari rencana penyusunan regulasi

Page 51: KAJIAN PENYUSUNAN REGULASI UNTUK PENGENDALIAN … PENYUSUNAN... · 1.4 Ruang Lingkup Kajian 8 ... BAB IV REGULASI BAHAN KIMIA DI INDONESIA 26 BAB V PEMBAHASAN REGULATORY IMPACT

45

NO PERTANYAAN JAWABAN

1 Apakah masalahnya didefinisikan dengan baik? Kebutuhan industri akan bahan penghambat nyala berpotensi menggunakan bahan

yang bisa membahayakan bagi pengguna yaitu adanya senyawa PBDE dalam bahan

penghambat nyala

2 Apakah keterlibatan pemerintah memang

diperlukan?

Indonesia tidak memproduksi bahan penghambat nyala jenis PBDE sehingga bahan

tersebut didatangkan dari luar negeri. Kondisi ini memerlukan pemerintah untuk

mengawasi datangnya bahan penghambat nyala jenis PBDE yaitu kementerian

perdagangan, bea cukai dan kementerian perindustrian.

3 Apakah regulasi merupakan bentuk terbaik dari

keterlibatan pemerintah?

Regulasi dalam pengawasan dan pengendalian bahan penghambat nyala sangat

diperlukan untuk mengetahui adanya pengguna senyawa PBDE yang digunakan

oleh Industri.

4 Apakah regulasi memiliki dasar hukum? Regulasi tentang pengawasan dan pengendalian bahan penghambat nyala mengacu

kepada Undang – Undang No 19 tentang ratifikasi konvensi Stockholm serta

Undang – Undang No 3 tahun 2014 tentang Perindustrian khususnya pasal 3 ayat c

tentang Industri Hijau

5 Siapakah para pemangku kepentingan dalam

penyusunan RPermeperin yang dimaksud?

Kemenperin, Kemendag, Bea Cukai, KLHK, Asosiasi Industri Plastik, Asosiasi

Industri Tekstil, Asosiasi Industri Elektronika dan Alat Listrik

6 Apakah manfaat lebih besar dari biayanya? Sangat bermanfaat untuk kesehatan dan keselamatan dalam melakukan aktivitas

produksi di Industri

Tabel L1. Pertanyaan awal RIA untuk Penyusunan Regulasan Pengawasan dan Pengendalian PBDE

Page 52: KAJIAN PENYUSUNAN REGULASI UNTUK PENGENDALIAN … PENYUSUNAN... · 1.4 Ruang Lingkup Kajian 8 ... BAB IV REGULASI BAHAN KIMIA DI INDONESIA 26 BAB V PEMBAHASAN REGULATORY IMPACT

46

7 Apakah ada transparasi distribusi dampak? Iya, semua pihak yang terkena dampak dalam penerapan peraturan ini harus

mengetahui sehingga penerapan dari peraturan ini harus dapat diawasi

8 Apakah regulasi jelas, konsisten, komprehensif dan

mudah diakses?

Regulasi tentang pengawasan dan pengendalian bahan penghambat nyala harus

jelas dan komprehensif serta diterapkan secara konsisten

9 Apakah semua pihak terkait punya kesempatan

untuk mengemukakan pandangannya?

RIA ini akan disosialiasikan kepada pihak -pihak terkait agar bisa dikritisi secara

bersama -sama untuk nantinya regulasi yang akan dibuat menjadi lebih berkualitas.

10 Bagaimana pelaksanaan regulasi tersebut? • Pemerintah akan menerapkan secara bertahap peraturan ini untuk

memberikan kesempatan kepada Industri yang masih menggunakan bahan

penghambat nyala berbahaya jenis PBDE. Dengan adanya rentang waktu

tersebut maka tahapan awal dilakukan pembinaan kepada seluruh Industri

yang menggunakan bahan penghambat nyala jenis PBDE.

• Bagi industri yang menyatakan tidak menggunakan bahan penghambat jenis

PBDE dapat mendeklarasikan bahwa produk yang dihasilkan bebas dari

bahan PBDE.

• Pemerintah melalui kementerian perindustrian selaku Pembina industri akan

melakukan pengecekan secara random terhadap berbagai produk dari

industri yang mendeklarasikan bahwa produknya bebas terhadap PBDE.

Page 53: KAJIAN PENYUSUNAN REGULASI UNTUK PENGENDALIAN … PENYUSUNAN... · 1.4 Ruang Lingkup Kajian 8 ... BAB IV REGULASI BAHAN KIMIA DI INDONESIA 26 BAB V PEMBAHASAN REGULATORY IMPACT

47

Dari pertanyaan awal tersebut maka dikembangkan opsi – opsi dengan mempertimbangkan

kondisi aktual, ruang lingkup regulasi, keterlibatan pemangku kepentingan serta dampak yang

diberikan dari regulasi tersebut. Berdasarkan pertimbangan -pertimbangan tersebut didapatkan

3 opsi untuk pilihan dalam melakuakn RIA ini yaitu

1. Tidak adanya peraturan khusus yang mengendalikan dan mengawasi bahan

penghambat nyala berbahaya (PBDE) seperti kondisi saat ini

2. Adanya peraturan sectoral industri yang menggunakan bahan penghambat nyala

berbahaya (PBDE) dalam proses produksinya dengan kementerian perindustrian

yang melakukan pengawasan dan pengendalian.

3. Adanya peraturan komprehensif yang melibatkan seluruh kementerian terkait mulai

dari pengendalian impor, pengawasan barang beredar , pengawasan sector produksi

dan pengawasan dan pengendalian pada limbah -limbah yang mengandung PBDE.

Pada peraturan komprehensif ini akan melibatkan kementerian

perdagangan,kementerian perindustiran, kementerian KLHK dan kementerian

keuangan.

2.1.2 Cost and Benefit Analysis (CBA)

Dari 3 pilihan tersebut dilakukan Cost and Benefit Analysis (CBA) untuk mendapatkan pilihan

terbaik. Adapun yang dimaksud dengan Cost atau biaya adalah pengeluaran yang harus

dikeluarkan oleh pemangku kepentingan dalam mengimplementasikan peraturan tersebut

sedangan Benefit atau manfaat merupakan sisi positif yang didapatkan dari implementasi

peraturan tersebut. CBA dilakukan terhadap seluruh pemangku kepentingan yang akan terlibat

dalam opsi tersebut dengan memberiakn penilaian kuantitatif dari perkiraan Cost atau Benefit

yang didapatkan pada setiap pemangku kepentingan. Adapun penilaian kuantitaif dinilai mulai

-3, -2, -1,+1,+2 dan +3 untuk setiap Cost and Benefit pemangku kepentingan. Kemudian nilai

total akan menjadi acuan dalam memilih opsi terbaik. Adapun kriteria terhadap cost and benefit

analysis bisa dilihat pada Tabel L.1

Page 54: KAJIAN PENYUSUNAN REGULASI UNTUK PENGENDALIAN … PENYUSUNAN... · 1.4 Ruang Lingkup Kajian 8 ... BAB IV REGULASI BAHAN KIMIA DI INDONESIA 26 BAB V PEMBAHASAN REGULATORY IMPACT

48

TABEL L2 MATRIK

PENILAIAN COST AND BENEFIT ANALYSIS (CBA)

TAHAPAN UNTUK COST AND BENEFIT ANALYSIS SEBAGAI BERIKUT

1. Identifikasi pemangku kepentingan dari setiap alternatif

2. Buat parameter biaya dan manfaat dari setiap pemangku kepentingan

3. Berikan penilaian parameter dari pemangku kepentingan baik untuk biaya dan manfaat

4. Adapun penilaiannya dari rentang -3 hingga +3

5. Buatlah total penilaian baik untuk biaya dan manfaat

6. Total penilaian yang tertinggi akan menjadi alternative terbaik dari beberapa pilihan

alternatif

No Nilai Keterangan Cost/Benefit

1 -3 Memerlukan biaya lebih besar kepada kelompok

masyarakat, perusahaan atau pemerintah

Cost

2 -2 Memerlukan biaya sedang hanya pada perusahaan saja Cost

3 -1 Memerlukan biaya kecil hanya pada pemerintah saja Cost

4 0 Tidak berdampak dan berbiaya Cost/Benefit

5 +1 Memberikan dampak kecil bagi perusahan atau

pemerintah

Benefit

6 +2 Memberikan dampak sedang bagi perusahaan Benefit

7 +3 Memberikan dampak besar bagi masyarakat khususnya

lingkungan dan kesehatan

Benefit

Page 55: KAJIAN PENYUSUNAN REGULASI UNTUK PENGENDALIAN … PENYUSUNAN... · 1.4 Ruang Lingkup Kajian 8 ... BAB IV REGULASI BAHAN KIMIA DI INDONESIA 26 BAB V PEMBAHASAN REGULATORY IMPACT

49

Tabel L3. Analisis manfaat dan biaya opsi pertama tanpa menyusun regulasi apapun untuk PBDE pada Sektor Industri

No Kelompok Biaya Nilai

Biaya Manfaat

Nilai

Manfaat

1 PEMERINTAH

KEMENTERIAN

PERINDUSTRIAN

Tidak memerlukan biaya apapun

dengan kondisi saat ini 0

Kementerian Perindustrian tidak melakukan peranan

apapun meskipun kondisi lapangan terdapat Industri

mengunakan bahan penghambat nyala PBDE

0

2 INDUSTRI/PELAKU USAHA

INDUSTRI

Tidak memerlukan biaya apapun

dengan tidak berubah jenis bahan

penghambat nyala

0

Industri tetap menggunakan bahan penghambat nyala

yang digunakan termasuk kemungkinan menggunaan

bahan penghambat nyala PBDE

+1

3 MASYARAKAT

MASYARAKAT

Masyarakat memerlukan biaya

kesehataanya dalam jangka panajgn

dengan keberadaan PBDE dalam

tubuh melalui produk yang

mengandung bahan penghambat

nyala PBDE

-3 Masyarakat mendapatkan produk yang murah +3

Total Manfaat -3 Total Biaya +4

Page 56: KAJIAN PENYUSUNAN REGULASI UNTUK PENGENDALIAN … PENYUSUNAN... · 1.4 Ruang Lingkup Kajian 8 ... BAB IV REGULASI BAHAN KIMIA DI INDONESIA 26 BAB V PEMBAHASAN REGULATORY IMPACT

50

Tabel L4. Analisis manfaat dan biaya opsi kedua dengan menyusun regulasi pengawasan dan pengendalian sektor Industri

No Kelompok Biaya Nilai

Biaya Manfaat

Nilai

Manfaat

1 PEMERINTAH

KEMENTERIAN

PERINDUSTRIAN

Biaya untuk melatih dalam

melakukan pengawasan dan

pengendalian produk -produk

Industri yang mengandung bahan

penghambat nyala

-1

Kementerian Perindustrian mengendalikan kualitas

produk termasuk pada sisi kesehatan dan dampak

bahaya bagi masyarakat

+3

2 INDUSTRI/PELAKU USAHA

INDUSTRI

Industri akan memerlukan

tambahan biaya karena harga bahan

penghambat nyala selain PBDE

lebih mahal

-2 Industri menghasilkan produk – produk berkualitas serta

aman bagi konsumen +3

3 MASYARAKAT

MASYARAKAT

Masyarakat membeli produk

dengan harga lebih tinggi dari

sebelumnya

-1 Masyarakat mendapatkan produk yang aman bagi

kesehatan dan lingkungan +3

Total Manfaat -5 Total Biaya +9

Page 57: KAJIAN PENYUSUNAN REGULASI UNTUK PENGENDALIAN … PENYUSUNAN... · 1.4 Ruang Lingkup Kajian 8 ... BAB IV REGULASI BAHAN KIMIA DI INDONESIA 26 BAB V PEMBAHASAN REGULATORY IMPACT

51

Tabel L5. Analisis manfaat dan biaya opsi ketiga dengan menyusun regulasi pengawasan dan pengendalian secara komprehensif

No Kelompok Biaya Nilai

Biaya Manfaat

Nilai

Manfaat

1 PEMERINTAH

KEMENTERIAN

PERINDUSTRIAN

Biaya untuk melatih dalam melakukan

pengawasan dan pengendalian produk

-produk Industri yang mengandung

bahan penghambat nyala

-1

Kementerian Perindustrian mengendalikan

kualitas produk termasuk pada sisi kesehatan

dan dampak bahaya bagi masyarakat

+3

KEMENTERIAN

PERDAGANGAN

Biaya untuk melatih dalam melakukan

pengawasan dan pengendalian produk

-produk Industri yang mengandung

bahan penghambat nyala

-1

Kementerian Perdagangan dapat melakukan

pengendalian barang -barang mengandung bahan

penghambat nyalas sehingga produk berbahaya

tidak masuk

+1

KEMENTERIAN

LINGKUNGAN

HIDUP DAN

KEHUTANAN

KLHK harus mempersiapkan alat-alat

uji serta kemampuan personal dalam

melakukan analisa dari bahan baku

serta bahan buangan yang

mengandung PBDE

-2 Lingkungan semakin membaik terbebas dari

bahan yang mengandung bahaya bagi masyarakat +2

BEA CUKAI Biaya untuk melatih dalam melakukan

pengawasan dan pengendalian produk -2

Barang -barang yang masuk ke Indonesia lebih

selektif dan aman bagi masyarakat penggunanya +1

Page 58: KAJIAN PENYUSUNAN REGULASI UNTUK PENGENDALIAN … PENYUSUNAN... · 1.4 Ruang Lingkup Kajian 8 ... BAB IV REGULASI BAHAN KIMIA DI INDONESIA 26 BAB V PEMBAHASAN REGULATORY IMPACT

52

-produk Industri yang mengandung

bahan penghambat nyala

Beban kerja semakin meningkat

dengan adanya tambahan HS Code

untuk pengawasan bahan penghambat

nyala

2 INDUSTRI/PELAKU USAHA

INDUSTRI

Industri akan memerlukan tambahan

biaya karena harga bahan penghambat

nyala selain PBDE lebih mahal

-2 Industri menghasilkan produk – produk

berkualitas serta aman bagi konsumen +3

PELAKU USAHA

Importir produk -produk yang

mengandung bahan penghambat nyala

akan melalui tahapan lebih Panjang

yang memerlukan tambahan biaya

-2 Barang yang masuk ke Indonesia lebih aman +2

3 MASYARAKAT

MASYARAKAT Masyarakat membeli produk dengan

harga lebih tinggi dari sebelumnya -1

Masyarakat mendapatkan produk yang aman

bagi kesehatan dan lingkungan +3

Total Manfaat -12 Total Biaya +15

Page 59: KAJIAN PENYUSUNAN REGULASI UNTUK PENGENDALIAN … PENYUSUNAN... · 1.4 Ruang Lingkup Kajian 8 ... BAB IV REGULASI BAHAN KIMIA DI INDONESIA 26 BAB V PEMBAHASAN REGULATORY IMPACT

53

LAMPIRAN II

DRAFT REGULASI LARANGAN PENGGUNAAN BAHAN PENGHAMBAT NYALA PBDE

DI SEKTOR INDUSTRI

Page 60: KAJIAN PENYUSUNAN REGULASI UNTUK PENGENDALIAN … PENYUSUNAN... · 1.4 Ruang Lingkup Kajian 8 ... BAB IV REGULASI BAHAN KIMIA DI INDONESIA 26 BAB V PEMBAHASAN REGULATORY IMPACT

54

MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA

DRAFT PERATURAN

MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA

NOMOR: …../M-IND/PER/…../2019

TENTANG

LARANGAN PENGGUNAAN BAHAN PENGHAMBAT NYALA POLYBROMINATED DIPHENYL ETHERS (PBDE) DI BIDANG PERINDUSTRIAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA

Menimbang : a. bahwa pemerintah Indonesia telah melakukan ratifikasi Konvensi Stockholm

pada Undang Undang No 19 tahun 2009 tentang Polutan Organik Persisten

yang bertujuan untuk menghilangkan dan membatasi produksi dan

penggunaan polutan yang persisten.;

b. bahwa bahan penghambat nyala PBDE termasuk bahan organic persisiten

pada Konvensi Stockholm pada Annex A yaitu PBDE harus dimusnakan dan

tidak boleh diproduksi lagi;

c. bahwa bahan penghambat nyala PBDE merupakan salah satu jenis bahan

tambahan pada bidang industri, yang pemenuhannya secara keseluurahannya

berasal dari impor;

d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf c,

perlu menetapkan Peraturan Menteri Perindustrian tentang pelarangan

penggunaan bahan penghambat nyala PBDE di sektor Industri

Page 61: KAJIAN PENYUSUNAN REGULASI UNTUK PENGENDALIAN … PENYUSUNAN... · 1.4 Ruang Lingkup Kajian 8 ... BAB IV REGULASI BAHAN KIMIA DI INDONESIA 26 BAB V PEMBAHASAN REGULATORY IMPACT

55

Mengingat : 1. Undang Undang No 19 tahun 2009 tentang Ratifikasi Konvensi Stockholm

2. Undang – Undang No 3 tahun 2013 tentang Perindustrian

3. Undang – Undang No 36 tahun 2009 tentang Kesehatan

4. Undang – Undang No 7 tahun 2014 tentang Perdagangan

5. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2014 tentang Standardisasi dan Penilaian

Kesesuaian

6. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah

7. Peraturan Pemerintah No 74 tahun 2001 tentang Pengelolaan Bahan

Berbahaya dan Beracun

8. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 69 tahun 2018 tentang

Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 29 tahun 2015 tentang

Kementerian Perindustrian

9. Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 24/M-

IND/PER/5/2006 tentang Pengawasan Produksi dan Penggunaan

Bahan Berbahaya untuk Industri

10. Peraturan Menteri Perdagangan No 75 tahun 2014 tentang Perubahan Kedua

atas Peraturan Menteri Perdagangan No 44 tahun 2009 tentang Pengadaan,

Distribusi dan Pengawasan Bahan Berbahaya

MEMUTUSKAN:

Menetapkan : PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN TENTANG LARANGAN PENGGUNAAN BAHAN PENGHAMBAT NYALA POLYBROMINATED DIPHENYL ETHERS (PBDE) DI BIDANG PERINDUSTRIAN

Pasal 1

Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:

1. Bahan Penghambat Nyala yang selanjutnya disingkat BPN adalah senyawa yang ditambahkan kepada suatu produk tekstil, elektronika, alat listrik dan lainnya yang berfungsi untuk menghambat terbentuknya api.

2. Polybrominated diphenyl ethers (PBDEs) adalah salah satu kelompok BPN

yang paling umum digunakan untuk membuat beragam bahan-bahan tahan api dan termasuk jenis BPN yang dilarang untuk digunakan dan diproduksi dalam Konvensi Stockholm.

Page 62: KAJIAN PENYUSUNAN REGULASI UNTUK PENGENDALIAN … PENYUSUNAN... · 1.4 Ruang Lingkup Kajian 8 ... BAB IV REGULASI BAHAN KIMIA DI INDONESIA 26 BAB V PEMBAHASAN REGULATORY IMPACT

56

3. Barang adalah produk yang dihasilkan dari Industri yang menggunakan dan/atau mengandung BPN PBDE

4. MSDS (Material Safety Data Sheet) adalah dokumen yang berisi informasi

tentang potensi bahaya (kesehatan, kebakaran, reaktivitas dan lingkungan) dan bagaimana bekerja dengan aman dengan produk kimia.

5. Perusahaan Industri adalah setiap orang yang melakukan kegiatan di bidang usaha industri yang berkedudukan di Indonesia

6. Direktur Jenderal Pembina Industri adalah Direktur Jenderal di lingkungan

Kementerian Perindustrian yang melaksanakan pembinaan Industri sesuai dengan tugas dan fungsinya.

Pasal 2

(1) PBDE sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 2 dapat digunakan sebagai bahan penolong proses produksi sebagai berikut:

a. pembuatan masterbatch dan compound pada industri plastik;

b. menyatu pada saat impor bahan baku dalam bentuk masterbatch dan compound untuk industri elektronika, alat listrik, tekstil dan otomotif;

c. menyatu dengan produk -produk komponen untuk industri elektronika, alat listrik, tekstil dan otomotif.

(2) Uraian PBDE sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran I Peraturan Menteri ini.

Pasal 3

(1) Mulai 1 Januari 2020 PBDE dilarang digunakan untuk Industri baru yang

menggunakan bahan penghambat nyala.

(2) Mulai 31 Desember 2030 PBDE dilarang digunakan untuk seluruh Industri

baik sebagai bahan baku atau bahan yang berada pada produk saat

dilakukan proses produksi termasuk dari bahan daur ulang.

Page 63: KAJIAN PENYUSUNAN REGULASI UNTUK PENGENDALIAN … PENYUSUNAN... · 1.4 Ruang Lingkup Kajian 8 ... BAB IV REGULASI BAHAN KIMIA DI INDONESIA 26 BAB V PEMBAHASAN REGULATORY IMPACT

57

Pasal 4

(1) Produk – produk yang sudah diproduksi dan mengandung BPN PBDE maka Industri yang memproduksi produk tersebut wajib melakukan pemusnaan sebelum 31 Desember 2030

(2) Prosedur untuk pemusnaan disamakan dengan pemusnaan barang yang mengandung bahan berbahaya dan beracun (B3).

Pasal 5

(1) Produk yang dihasilkan dari proses produksi di perusahaan industri yang menggunakan bahan penghambat nyala wajib mencantumkan logo bahwa produknya yang dihasilkan bebas dari PBDE (Free PBDE).

(2) Bentuk dan format logo tercantum dalam lampiran II Peraturan Menteri ini

Pasal 6 (1) Menteri melalui Direktur Jenderal Pembina Industri akan melakukan

pengawasan hingga 31 Desember 2030 kepada industri yang menggunakan

bahan penghambat nyala meliputi

a. Pengawasan di pabrik; dan

b. koordinasi pengawasan di pasar dengan kementerian dan Lembaga

pemerintah nonkementerian terkait.

(2) Selain pengawasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat dilakukan

pengawasan di pabean.

(3) Kewenangan pengawasan di daerah pabean sebagaimana di ayat (2)

dilakukan oleh instansi yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di

bidang kepabenan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan

Page 64: KAJIAN PENYUSUNAN REGULASI UNTUK PENGENDALIAN … PENYUSUNAN... · 1.4 Ruang Lingkup Kajian 8 ... BAB IV REGULASI BAHAN KIMIA DI INDONESIA 26 BAB V PEMBAHASAN REGULATORY IMPACT

58

Pasal 7

(1) Dalam melakukan pengawasan di pabrik sebagaimana dimaksud dalam

pasal 6 ayat (1) huruf a, Direktur Jenderal Pembina Industri menugaskan

petugas pengawasan industri di daerah.

(2) Pengawasan di pabrik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:

a. pemeriksaaan dokumen; dan

b. pelaksanaan uji petik.

Pasal 8

(1) Pemeriksaan dokumen sebagaimana dimaksud dalam pasal 7 ayat (2)

huruf a meliputi pemeriksanaan:

a. Dokumen legalitas perusahaan, berupa:

1. Akta pendirian perusahaan dan perubahaannya;

2. Izin Usaha Industri (IUI); dan

3.Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP);

b. Dokumen MSDS terhadap bahan baku atau bahan penolong yang

digunakan dalam proses produksi bagi industri yang menggunakan

BPN.

(2) Pelaksanaan uji petik sebagaimana dimaksud dalam pasal 7 ayat (2) huruf

b dilakukan terhadap

a. Pemeriksaaan fisik bahan baku dan atau bahan penolong yang

mengandung BPN

b. Pemeriksaan fisik produk yang dihasilkan dari perusahaan industri

tersebut.

c. Pengujian kesesuaian kandungan bahan baku, bahan penolong dan

produk secara wajib ke Laboratorium Penguji Terakreditasi yang

ditunjuk oleh pemerintah.

(3) Pengawasan di pabrik dilakukan paling sedikit 1 (satu) kali dalam 1 (satu)

tahun

Page 65: KAJIAN PENYUSUNAN REGULASI UNTUK PENGENDALIAN … PENYUSUNAN... · 1.4 Ruang Lingkup Kajian 8 ... BAB IV REGULASI BAHAN KIMIA DI INDONESIA 26 BAB V PEMBAHASAN REGULATORY IMPACT

59

Pasal 9

(1) Dalam melakukan pengawasan produk yang mengandung bahan

penghambat nyala sebagaimana dimaksud dalam pasal 6 ayat (1) huruf b,

Direktur Jenderal Pembina Industri melakukan koordinasi melalui

penyampaian surat pemberitahuan tertulis kepada pimpina unit Eselon I pada

kementerian/Lembaga pemerintahan nonkementerian terkait.

(2) Pengawasan di pasar terhadap produk hasil produksi yang mengandung

BPN dapat dilakukan secara berkala paling sedikit 1 (satu) kali dalam 1

(satu) tahun.

(3) Pengawasan di pasar sebagai dimaksud pada ayat (2) dilakukan dengan

pelaksanaan uji petik terhadap produk mengandung BPN.

(4) Pengujian produk mengandung BPN dengan mengirimkan ke laboratorium

pengujian PBDE yang terakreditasi yang ditunjuk oleh pemerintah.

Pasal 10

(1) Pengawasan kepabean terhadap larangan penggunaan PBDE termasuk

import sebagaimana dimaksud dalam pasal 6 ayat (3).

(2) Importasi PBDE dapat dilakukan hingga 31 Desember 2030 dan harus

berdasarkan Surat Pertimbangan Teknis dari Direktur Jenderal Pembina

Industri.

(3) Pengajuan permohonan surat pertimbangan teknis sebagaimana dimaksud

pada ayat (2) disampaikan kepada Direktur Jenderal Pembina Industri

melalui Unit Pelayan Publik (UP2) Kementerian Perindustrian.

(4) Produsen dan importir BPN PBDE wajib melaporkan realisasi impor PBDE

setiap 6 (enam) bulan kepada Direktur Jenderal Pembina Industri.

Pasal 11

(1) Pengawasan atas perlaksanaan peraturan Menteri ini dilakukan oleh

Direktur Jenderal Pembina Inudstri berkoordinasi dengan instansi

terkait.

(2) Tata cara pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih

lanjut dengan Peraturan Direktur Jenderal Pembina Industri.

Page 66: KAJIAN PENYUSUNAN REGULASI UNTUK PENGENDALIAN … PENYUSUNAN... · 1.4 Ruang Lingkup Kajian 8 ... BAB IV REGULASI BAHAN KIMIA DI INDONESIA 26 BAB V PEMBAHASAN REGULATORY IMPACT

60

Pasal 12

Perusahaan Industri yang melanggar ketentuan dalam Peraturan Menteri ini

dikenakan sanksi administrasi berupa pencabutan Izin Usaha Industri (IUI)

atau Tanda Daftar Industri (TDI).

Pasal 13

Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan

Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik

Indonesia

Ditetapkan di Jakarta

Pada tanggal ………..

MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA

AIRLANGGA HARTARTO

Page 67: KAJIAN PENYUSUNAN REGULASI UNTUK PENGENDALIAN … PENYUSUNAN... · 1.4 Ruang Lingkup Kajian 8 ... BAB IV REGULASI BAHAN KIMIA DI INDONESIA 26 BAB V PEMBAHASAN REGULATORY IMPACT

61

LAMPIRAN 1 PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA

NOMOR : /M-IND/PER/…./2019

TANGGAL :

DAFTAR BAHAN PENGHAMBAT NYALA PBDE

No Zat Kimia URAIAN BARANG CAS NUMBER

1 Tetra-PBDE Tetrabromodiphenyl ethers 40088-47-9

2 Penta- PBDE Pentabromodiphenyl ethers 32534-81-9

3 Hexa- PBDE Hexabromodiphenyl ethers 36483-60-0

4 Hepta- PBDE Heptabromodiphenyl ethers 68928-80-3

5 Octa – PBDE Octabromodiphenyl ethers 32536-52-0

6 Nona- PBDE Nonabromodiphenyl ethers 63936-56-1

7 Deca- PBDE Decabromodiphenyl ethers 1163-19-5

MENTERI PERINDUSTRIAN

REPUBLIK INDONESIA,

TTD

AIRLANGGA HARTARTO

Page 68: KAJIAN PENYUSUNAN REGULASI UNTUK PENGENDALIAN … PENYUSUNAN... · 1.4 Ruang Lingkup Kajian 8 ... BAB IV REGULASI BAHAN KIMIA DI INDONESIA 26 BAB V PEMBAHASAN REGULATORY IMPACT

62

LAMPIRAN II PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA

NOMOR : /M-IND/PER/…./2019

TANGGAL :