halaqah tadabbur al quran 8 (al baqarah 49 - 57). dr saiful bahri

10
66 Halaqah Tadabbur Qur`an 8 (QS Al-Baqarah 49-57) Dr. Saiful Bahri, MA ﻟﺮﺣ ﻟﺮﺣﻤﻦ ﺑﺴﻢ! ﻟﺤﻤﺪ . ﻟﺬ % ﻟﺤﻤﺪ ﻟﻘﺮ ﻋﻠﻢﻟﺬ + ﻟﺤﻤﺪ ﻻﻧﺴﺎ ﺧﻠﻖﻟﺨﻠﻘ ﺳﺎء ﻋﻠﻰ ﻓﻀﻠﻨﺎ ﻟﺒ ﻟﻌﻠﻢ ﺑﺘﻌﻠﻟﻠ . ﻋﻠﻰ ﺑﺎ ﺳﻠﻢ ﺻﻠﻲ ﺻﻞ ﻣﺤﻤﺪﺪﻧﺎ ﺳﻠﻢ ﻋﻠ ﺟﻤﻌ ﺻﺤﺎﺑ ﻋﻠﻰ ﺑﻌﺪBapak-bapak dan Ibu-ibu yang dimuliakan Allah, kita bersyukur kepada Allah, di penghujung sepertiga pertama bulan Ramadhan ini kita masih bertemu, dengan harapan Allah jadikan hari-hari kita benar-benar hari yang berkah, penuh kemuliaan yang dijanjikan Allah. Dan karena Allah muliakan bulan ini, yaitu bulan Al Qur`an, mudah-mudahan kita dijadikan sebagai ahlul Qur`an. Pada kesempatan kali ini kita akan melanjutkan tadabbur surah Al Baqarah dari ayat 49 dan seterusnya. Kali ini khusus kita bahas tentang nikmat-nikmat yang diberikan kepada bani Israil. Kalau di pertemuan yang lalu Allah mengulang penyebutan Ya bani Isra`ila udzkuru ni’matiyallati an’amtu ‘alaikum dua kali, itu ada maknanya. Bahwa sama halnya itu dengan diulang-ulangnya kata-kata Allah di dalam surah Ar Rahman, fa bi ayyi ala`i rabbikuma tukadzdziban. Setiap penyebutan ada maknanya, terutama ketika menyebutkan nikmat, maka nikmat yang pertama itu beda dengan nikmat yang kedua. Kalaupun nanti itu ada kesamaan. Maka nikmat yang pertama disebut oleh Allah, kita akan sama-sama tadabburi di ayat 49: Dan (ingatlah) ketika Kami selamatkan kamu dari (Fir'aun) dan pengikut-pengikutnya; mereka menimpakan kepadamu siksaan yang seberat-beratnya, mereka menyembelih anak- anakmu yang laki-laki dan membiarkan hidup anak-anakmu yang perempuan. Dan pada yang demikian itu terdapat cobaan-cobaan yang besar dari Tuhanmu. Di dalam Al Qur`an Allah menggunakan kata ganti, kadang ‘Kami’, kadang ‘Aku’. Di sini wa idz najjainakum, ‘dan Kami selamatkan kalian’. Di situ mengindikasikan bahwa penyelamatan Nabi Musa itu, Allah ingin menunjukkan ada usaha dari mereka. Ini sekali lagi yang kita sebut dengan al musyarakah seperti yang kita tadabburi dalam surah Al Fatihah, iyyaka na’budu wa iyyaka nasta’in. Dalam najah, dalam keselamatan itu sendiri, ada usaha. Tidak tiba-tiba, mereka berdiam di dalam rumah kemudian rumahnya dipindah begitu saja. Tapi mereka harus berlarian, mereka

Upload: halaqahtafsir

Post on 23-Jul-2016

274 views

Category:

Documents


14 download

DESCRIPTION

Transcribed by Adhe Purwanto

TRANSCRIPT

Page 1: Halaqah Tadabbur Al Quran 8 (Al Baqarah 49 - 57). Dr Saiful Bahri

  66  

Halaqah Tadabbur Qur`an 8 (QS Al-Baqarah 49-57) Dr. Saiful Bahri, MA

وو فضلنا على ساءرر االخلقهھ خلق ااالنسانن ٬، االحمد + االذيي علم االقراانن ٬، االحمد % االذيي . االحمد ! بسم هللا االرحمن االرحيیمبعد وو على االهھ وو ااصحابهھ ااجمعيین اامم عليیهھ وو سلم سيیدنا محمد صل هللا صلي وو سلم وو بارركك على . االلهھمبتعليیم االعلم وواالبيیانن

Bapak-bapak dan Ibu-ibu yang dimuliakan Allah, kita bersyukur kepada Allah, di penghujung sepertiga pertama bulan Ramadhan ini kita masih bertemu, dengan harapan Allah jadikan hari-hari kita benar-benar hari yang berkah, penuh kemuliaan yang dijanjikan Allah. Dan karena Allah muliakan bulan ini, yaitu bulan Al Qur`an, mudah-mudahan kita dijadikan sebagai ahlul Qur`an. Pada kesempatan kali ini kita akan melanjutkan tadabbur surah Al Baqarah dari ayat 49 dan seterusnya. Kali ini khusus kita bahas tentang nikmat-nikmat yang diberikan kepada bani Israil. Kalau di pertemuan yang lalu Allah mengulang penyebutan Ya bani Isra`ila udzkuru ni’matiyallati an’amtu ‘alaikum dua kali, itu ada maknanya. Bahwa sama halnya itu dengan diulang-ulangnya kata-kata Allah di dalam surah Ar Rahman, fa bi ayyi ala`i rabbikuma tukadzdziban. Setiap penyebutan ada maknanya, terutama ketika menyebutkan nikmat, maka nikmat yang pertama itu beda dengan nikmat yang kedua. Kalaupun nanti itu ada kesamaan. Maka nikmat yang pertama disebut oleh Allah, kita akan sama-sama tadabburi di ayat 49:

Dan (ingatlah) ketika Kami selamatkan kamu dari (Fir'aun) dan pengikut-pengikutnya; mereka menimpakan kepadamu siksaan yang seberat-beratnya, mereka menyembelih anak-anakmu yang laki-laki dan membiarkan hidup anak-anakmu yang perempuan. Dan pada yang demikian itu terdapat cobaan-cobaan yang besar dari Tuhanmu. Di dalam Al Qur`an Allah menggunakan kata ganti, kadang ‘Kami’, kadang ‘Aku’. Di sini wa idz najjainakum, ‘dan Kami selamatkan kalian’. Di situ mengindikasikan bahwa penyelamatan Nabi Musa itu, Allah ingin menunjukkan ada usaha dari mereka. Ini sekali lagi yang kita sebut dengan al musyarakah seperti yang kita tadabburi dalam surah Al Fatihah, iyyaka na’budu wa iyyaka nasta’in. Dalam najah, dalam keselamatan itu sendiri, ada usaha. Tidak tiba-tiba, mereka berdiam di dalam rumah kemudian rumahnya dipindah begitu saja. Tapi mereka harus berlarian, mereka

Page 2: Halaqah Tadabbur Al Quran 8 (Al Baqarah 49 - 57). Dr Saiful Bahri

  67  

harus berkeringat, mereka harus cemas, mereka nyaris putus asa. Itu yang disebut dengan adanya musyarakah, ada usaha dari mereka. Dan Nabi Musa ‘alaihissalam sendiri ketika nanti disebut di ayat berikutnya, diselamatkannya itu bukan digelar karpet merah di atas Laut Merah, tetapi dipukul dulu itu lautnya dengan tongkat. Ada usaha. Makanya di situ nahnu, Kami, bukan berarti Allah lebih dari satu. Tetapi dengan adanya ‘nun’ di sini menandakan ada musyarakah meskipun nisbahnya kecil. Ada saham. Kalau bisa jadi 99% penyelamatan, 100% bahkan, itu di tangan Allah subhanahu wa ta’ala, tetapi yang kita sisakan 0,01% itu disebut dengan usaha manusia. Harus ada usaha manusia. Itu yang pertama. Yang kedua, kata-kata min ali fir’aun. Padahal kata ali atau alu itu aslinya keluarga. Diperuntukkan misalnya secara halus untuk mengungkapkan istri. Ali Imran itu artinya adalah istri Imran. Itu terjadi di kita, “Bapak datang sendiri atau dengan keluarga?” dengan keluarga maksudnya adalah dengan istri. Itu lazimnya. Tetapi di sini justru bukan itu. Jadi najjainakum min ali fir’auna bukan istri Fir’aun, tetapi dari Fir’aunnya sendiri. Itu satu. Yang kedua, ali fir’aun nanti bisa dikorelasikan dengan kata ganti setelahnya. Min ali fir’auna yasumunakum, berarti orang banyak. Jadi Fir’aun sendiri mewakili simbol kezaliman. Dan justru nantinya yasumunakum itu adalah mendawamkan, melanggengkan azab. Dan orang yang membiarkan seseorang diadzab itu lebih kejam daripada yang mengazab, karena dia punya kekuasaan. Justru yang terjadi, misalnya decision makernya yang memiliki kebijakan untuk menyiksa, itu tangannya bersih biasanya. Misalnya si A zalim, dia ingin membunuh semua orang yang ada di kampung ini, biasanya tangannya tidak bersentuhan langsung dengan orang-orang yang dibunuhnya. Makanya kadang disebut di sini dengan min ali fir’aun. Terjemahan nakalnya, ‘dari elit-elit Fir’aun’. Jadi para jenderal-jenderalnya, para pimpinan-pimpinan pasukannya, itu tidak bersentuhan langsung, apalagi Fir’aunnya. Yang membunuhi orang-orang anak-anak kecil itu, adalah para pasukan pionnya, yang mereka juga punya risiko kalau ada perlawanan mereka mati duluan. Jadi yasumunakum su`al ‘adzab kata-kata yang dipilih Allah sangat dahsyat. Jadi samah itu artinya adalah dawam. Kalau mati listri cuma limat menit, itu tidak disebut dengan samah. Tidak disebut dengan siksaan. Tetapi kalau kita dijanjikan hari ini ada pemadaman dua jam, eh sudah tiga jam tidak nyala-nyala juga. Ditunggu empat jam tidak nyala-nyala juga. Lebih dari sesuatu yang kita perkirakan. Ini tentunya perbandingan yang tidak berimbang, tapi untuk visualisasi saja. Itu azab. Jadi ketika dibunuhi semua orang di RT satu, meskipun tidak semua, karena capek juga itu, tidak ada orang yang sanggup melakukan itu, kecuali dengan sekali bom zaman sekarang, itupun pasti bisa Allah selamatkan.

Page 3: Halaqah Tadabbur Al Quran 8 (Al Baqarah 49 - 57). Dr Saiful Bahri

  68  

Yasumunakum su`al ‘adzab. Kenapa dikatakan su`, jelek, karena yang dibunuh ini bukan orang-orang yang jahat. Bukan orang-orang yang seharusnya mendatangkan ancaman buat Fir’aun. Karena yang dibunuh adalah anak-anak yang kecil. Dan itu yang kemarin kita bahas pekan lalu. Kezaliman itu tidak memiliki alasan. Jadi kalau ditanya kenapa ada orang zalim, jangan tanya kenapa. Karena kezaliman selamanya tidak punya alasan. Dia mau zalim ya zalim saja. Ini rahasia yang kedua. Jadi min ali fir’auna akan menandakan bahwa orang-orang, mohon maaf kalau saya menggunakan bahasa para penjilat yang ada di sekitar Fir’aun itu adalah orang-orang yang tidak berlumuran darah. Bisa jadi tampilan pencitraan di publiknya, mereka adalah orang-orang yang kalem, mereka adalah orang-orang yang baik. Karena memang pada praktiknya mereka tidak berlumuran darah. Yang membunuhi adalah para bawahan dia. Kemudian, lihat bahasanya, lebih sadis lagi. Yudzabbihuna abna`akum. Bukan yaqtulun. Jadi kita kalau menyembelih hewan sembelihan, disembelih itu tidak langsung mati. Kita menyaksikan itu ‘kelojotan’. Bukan berarti kita kejam. Kita menyembelih itu ada aturannya. Pisaunya juga harus tajam. Ketika menyembelih tidak boleh didekatkan dengan hewan yang lain yang belum disembelih. Sebelumnya kita kasih makan, dan seterusnya. Sementara yudzabbihuna abna`akum di sini disembelih. Bisa jadi caranya bukan disembelih. Ini hanya sekadar kita menggambarkan bahwa mereka itu disamakan dengan kambing, sapi, onta dan binatang-binatang sembelihan yang nantinya dimakan. Ini terjemahan yang lebih riil dari su`al ‘adzab. Kemudian wa yastahyuna nisa`akum. Jangan dikira menghidupkan perempuan itu bukan azab. Kalau ada orang membunuh seorang laki-laki kepala rumahtangga, itu azab. Berarti membiarkan istri dan anaknya telantar. Wa yastahyuna nisa`akum itu adzab juga, meskipun yang dibunuhi di situ anak laki-laki. Karena kehilangan anak laki-laki di zaman manapun juga, orang lebih sedih. Ini bukan bias gender. Karena nantinya ketika laki-laki yang banyak itu hilang, yang tinggal adalah perempuan. Sama saja sebenarnya efeknya. Nantinya mereka yang keluar rumah, yang ketika kita saja misalnya “di rumah saya tidak ada orang laki-laki”, ada kecemasan, dan itu azab. Ketika kita biarkan misalkan di rumah kita ada tujuh orang perempuan, yang laki-lakinya misalkan sedang pergi shalat tarawih atau sedang pergi ke mana, itu saja kita ada kecemasan. Itu adalah bagian dari adzab tapi bukan su`al adzab. Jadi itu diletakkan yang paling akhir, karena inti pokoknya adalah yudzabbihuna abna`akum. Wa fi dzalikum bala`un min rabbikum ‘azhim, dan ini adalah ujian dari Allah. Nikmat pertama, diselamatkan. Yang kedua:

Page 4: Halaqah Tadabbur Al Quran 8 (Al Baqarah 49 - 57). Dr Saiful Bahri

  69  

Dan (ingatlah), ketika Kami belah laut untukmu, lalu Kami selamatkan kamu dan Kami tenggelamkan (Fir'aun) dan pengikut-pengikutnya sedang kamu sendiri menyaksikan. Kalau nikmat pertama tadi umum, diselamatkan. Jadi diselamatkan itu artinya diakhiri penderitaan. Penderitaan yang diakhiri itu disebut dengan nikmat. Mohon maaf, kita sakit gigi tadi malam, kalau tiba-tiba berhenti sakitnya, itu nikmat. Tapi kan jarang ya, orang yang berdoa supaya giginya disehatkan kecuali yang sakit gigi. Sebelum tidur berdoa, “Ya Allah, jagalah gigi saya”. Dalam kondisi sehat kita tidak berdoa demikian. Kita berdoa demikian kalau sedang sakit. Nah, ketika kita sedang sakit disehatkan kembali, itu nikmat. Itu yang pertama. Yang kedua, ketika Allah belah itu laut. “Kemudian kalian Aku selamatkan” dengan cara apa? Di sini divisualisasikan oleh Allah. Bagaimana cara Allah menyelamatkan? Selain dibelah itu laut, “Kami tenggelamkan Fir’aun”, dan bahasanya menggunakan apa lagi? Ali Fir’aun, elit-elit Fir’aun, para penjilatnya, yang ke mana saja pergi selalu ada dia. Jadi kadang seorang pemimpin yang zalim itu kezalimannya tidak murni dari dia. Kadang ditentukan oleh para pembisik-pembisiknya. Oleh orang-orang yang ada di dekatnya. Oleh orang-orang yang fungsinya provokatornya, meskipun julukan mereka mulia seperti penasihat, juru pendapat, dan sebagainya. Nikmat yang ketiga Allah katakan:

Dan (ingatlah), ketika Kami berjanji kepada Musa (memberikan Taurat, sesudah) empat puluh malam, lalu kamu menjadikan anak lembu (sembahan) sepeninggalnya dan kamu adalah orang-orang yang zalim. Setelah diselamatkan harusnya bersyukur. Ternyata tidak. Nanti Nabi Musa mendapatkan wahyu, dipanggil Allah untuk ‘pesantren’ empat puluh malam. ‘Nyantri’ empat puluh malam, jadi di situ mendapatkan wahyu. Talaqqi dengan Allah subhanahu wa ta’ala, dengan Jibril tentunya, karena bertemu Allah cuma beberapa saat saja. Empat puluh malam. Dan menandakan bahwa kebanyakan turunnya wahyu itu di malam hari.

Page 5: Halaqah Tadabbur Al Quran 8 (Al Baqarah 49 - 57). Dr Saiful Bahri

  70  

Jadi kata-kata arba’ina lailatan juga semakin menguatkan kita bahwa waktu malam itu waktu yang sangat private. Waktu malam adalah waktu turunnya wahyu. Waktu malam adalah waktu pada saat kita ingin naik ke atas. Ibaratnya saat kita take off. Itu waktu-waktu yang sangat luar biasa. Berarti siang dan malam lebih penting malam dong? Tidak juga. Siang juga ada kepentingan di sana. Manusia bekerja itu juga dalam rangka persiapan dia take off, jadi ‘mengisi bensin’nya harus di darat. Kalau naik tanpa bensin jatuh kita. Jadi dua-duanya sangat penting. Tsummat takhadztumul ‘ijla. Apa yang terjadi begitu ditinggal Nabi Musa? Justru bani Israil itu mengambil al ‘ijl. Al ‘ijl itu anak sapi, dari emas, dan nanti sebenarnya bukan bisa bicara, tapi bisa mengeluarkan suara. Dan sebenarnya itu bukan sihir. Itu kalau di zaman sekarang orang tidak heran. Jangankan itu, sekarang robot bisa dibuat oleh manusia. Jadi ini hanya untuk mengelabui. Orang-orang yang sedang terjadi kekosongan rentan untuk dimasuki aliran sesat. Mohon maaf, pada waktu ditinggal Nabi Musa, itu tidak ada konsultannya. Dan manusia selalu memerlukan bimbingan spiritual. Kalau dia salah mengambil maka akan lari kepada yang ekstrim. Manusia, siapapun dia, sehebat apapun gelar akademisnya, tetap perlu bimbingan spiritual. Kalau pembimbing spiritualnya ini menyesatkan, habislah dia. Dan di sini dikisahkan nanti, di situ ada Samiri, tapi di sini tidak disebut namanya, yang menyebabkan mereka tersesat.

Kemudian sesudah itu Kami maafkan kesalahanmu, agar kamu bersyukur. Tapi kata Allah, tsumma ‘afauna ‘ankum, Kami maafkan kesalahanmu. Kenapa menggunakan kata ‘Kami’? Nanti dijelaskan. Itu karena mereka dihukum.

Dan (ingatlah), ketika Kami berikan kepada Musa Al Kitab (Taurat) dan keterangan yang membedakan antara yang benar dan yang salah, agar kamu mendapat petunjuk. Nikmat berikutnya, nikmat keempat, Allah berikan kitab. Dan Musa disebut dalam Al Qur`an bukan mendapatkan kitab saja. Dalam surah Al A’la, suhufi Ibrahima wa Musa. Jadi Nabi Musa juga mendapatkan suhuf selain kitab. Jadi suhuf itu tidak setebal kitab, dia hanya

Page 6: Halaqah Tadabbur Al Quran 8 (Al Baqarah 49 - 57). Dr Saiful Bahri

  71  

lembaran-lembaran saja. Ini yang sering kita dengar dalam bahasa modern dengan Ten Commandment. Itu suhuf. Jadi ada sepuluh komitmen yang diberikan Allah kepada bani Israil melalui Musa ‘alaihissalam yang kita kenal dengan suhuf. Tetapi kitabnya disebut dengan Taurat. Itu nikmat luar biasa. Allah bimbing secara umum dan Allah pandu dengan sangat detil, itu nikmat. Itu yang keempat.

Dan (ingatlah), ketika Musa berkata kepada kaumnya: "Hai kaumku, sesungguhnya kamu telah menganiaya dirimu sendiri karena kamu telah menjadikan anak lembu (sembahanmu), maka bertaubatlah kepada Tuhan yang menjadikan kamu dan bunuhlah dirimu. Hal itu adalah lebih baik bagimu pada sisi Tuhan yang menjadikan kamu; maka Allah akan menerima taubatmu. Sesungguhnya Dialah Yang Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang." Cara bertaubatnya Allah kasih. Tetapi sadis di sini. Mohon maaf, seandainya itu terjadi sama kita, kita mungkin sulit akan bertaubat. Dan ini karena dosanya dosa besar, menyekutukan Allah. Tapi Allah berikan solusi. Caranya adalah dengan faqtulu anfusakum, bunuhlah diri kalian. Itu ada tiga tafsiran. Tafsir yang pertama, yang paling banyak diambil oleh mufassirin. Faqtulu anfusakum, serahkan diri kalian untuk dibunuh. Jadi hukumannya hukuman mati. Yang kedua, faqtulu anfusakum, orang-orang yang menyembah anak sapi tadi dikumpulkan di lapangan, masing-masing dikasih senjata, disuruh perang sampai mati. Nanti yang hidup terakhir dibunuh juga, sama juga ujungnya. Yang ketiga, masing-masing orang dikasih pisau, menusuk perutnya sendiri. Jadi yang membunuh betul-betul tangan mereka sendiri. Tafsiran yang ada, tadabbur-tadabbur dari para pakar tafsir yang ada, menyebutkan berkisar antara tiga tafsiran itu. Tetapi yang paling banyak diambil adalah yang pertama, yaitu mereka menyerahkan diri untuk mendapatkan hukuman mati. Baru Allah terima taubat mereka.

Page 7: Halaqah Tadabbur Al Quran 8 (Al Baqarah 49 - 57). Dr Saiful Bahri

  72  

Tetapi nanti yang menarik, di sini adalah fa tubu ila bari`ikum, nanti juga disebut dzalikum khairun lakum ‘inda bari`ikum. Bari` di sini artinya Pencipta. Tetapi Pencipta dengan variasi. Jadi Allah tidak menciptakan kita tangan dengan kaki sama. Beda dengan ciptaan manusia. Ciptaan manusia variasinya sangat sedikit. Sampai sekarang yang dikenal dengan sidik jari tidak ada yang sama meskipun orang kembar. Yang dikenal lagi dengan DNA, juga tidak ada yang sama. Itu yang disebut dengan Bari`, Pencipta dengan segala pembeda, tidak ada yang sama. Kalau Khaliq itu Pencipta yang mutlak. Tidak ada yang bisa menciptakan selain Dia. Meskipun nantinya ada dua, kalau Nabi Adam itu betul-betul diciptakan dari awal. Khaliq. Tetapi manusia setelahnya ada musyarakah. Bukan berarti Allah tidak kuasa. Tapi karena bapak dan ibu kita itu ada prosesnya. Mereka ‘ikut andil’ dalam penciptaan itu. Bukan mereka yang menciptakan, tapi Allah menggunakan musyarakah. Maka Bari` di sini adalah Pencipta dengan segala pembeda. Jadi tidak ada satu orang pun di dunia ini yang A dan B itu sama seratus persen. Makanya Allah disebut dengan Bari`. Kita kadang merenung, masya Allah, kita lihat ikan, ada berjenis binatang-binatang seperti itu. Kadang kita menyadari juga, ketemu orang, ada orang yang jenis seperti ini. Yang ini baik, yang ini tidak baik. Maka tidak ada manusia yang sempurna. Kesempurnaan itu ketika kita menerima siapa saja untuk diperbaiki, setelah kita memperbaiki diri kita sendiri. Kalau kita bertaubat, diterima, itu oleh Bari` di sini, yang membedakan kita. Suatu hari kita bertaqwa, suatu hari kita bermaksiat tetapi kita segera kembali ke orbit taqwa, diterima oleh yang menciptakan perbedaan itu. Karena manusia memiliki hati yang tidak stabil.

Dan (ingatlah), ketika kamu berkata: "Hai Musa, kami tidak akan beriman kepadamu sebelum kami melihat Allah dengan terang, karena itu kamu disambar halilintar, sedang kamu menyaksikannya". Wa idz qultum Ya Musa. Mereka suatu ketika bandelnya minta ampun. Lan nu`mina laka, kami kayaknya tidak mungkin beriman. Hatta narallaha jahratan, sampai kami bisa melihat Allah dengan mata kepala sendiri. Itu kan menantang, istilahnya. Dan dikabulkan oleh Allah. Fa akhadzatkumush sha’iqah, dan ketika mereka melihat itu mereka disambar petir. Itu bentuknya adzab. Jadi kita jangan menantang. Kalau menantang para Nabi, mukjizat sudah diturunkan masih tidak beriman, itu pasti risikonya dihabisi oleh Allah. Nabi Shaleh ditantang oleh kaumnya,

Page 8: Halaqah Tadabbur Al Quran 8 (Al Baqarah 49 - 57). Dr Saiful Bahri

  73  

“Kalau kamu benar nabi, coba sekarang keluarkan unta dari batu”. Dikabulkan. Mukjizat itu betul terjadi. Unta bisa keluar dari batu. Dan pesan Nabi Shaleh, “Jangan kamu sakiti ini, jangan sampai menderita ini unta”. Tetapi yang terjadi mereka malah menantang. Unta itu disembelih, bukan untuk dimakan, itu untuk menunjukkan pembangkangan. Jadi setiap pembangkangan setelah adanya ancaman, akibatnya adalah adzab. Adzab itu mulainya dari yang paling halus, teguran. Maka kita berdoa, jangan sampai Allah membuat kita kembali dengan teguran yang sangat keras. Ketika kita sakit kepala sedikit, “Oh teguran, ada apa ini?” Itu bagus. Kalau sakit kepala, “biasa”, keserempet, “biasa”, kalau sudah parah sekali kita baru menyadari, itu na’udzubillahi min dzalik. Fa akhadzatkumush sha’iqatu wa antum tanzhurun, melihat Allah, disambar petir itu mereka mati.

Setelah itu Kami bangkitkan kamu sesudah kamu mati, supaya kamu bersyukur. Tapi dihidupkan lagi oleh Allah. Saya tidak tahu ini visualisasinya bagaimana. Ini belum pernah terjadi kecuali yang dialami oleh bani Israil. Orang sudah dimatikan, dihidupkan lagi. Itu harusnya, di dalam Al Qur`an kan kalau kita baca cerita-cerita tentang hari kiamat, itu orang yang mati minta dihidupkan lagi. Tapi saya tidak yakin. Kalau dihidupkan lagi juga mereka baiknya bertahannya seperti batu baterai. Paling juga sebulan. Rata-rata orang bertaubat, itu sanggup bertahan berapa lama? Manusia melakukan kesalahan, banyak yang diulang. Tidak usah semua manusia lah, kita yang ada di sini. Rata-rata kesalahan yang kita lakukan itu bukan kesalahan yang baru. Kesalahan yang berulang-ulang. Coba saja, menyia-nyiakan shalat. Menyia-nyiakan shalat itu dari yang paling ringan, diundur-undur waktunya. Dan itu tidak terjadi sekali-dua kali. Menyia-nyiakan bakti kepada orangtua, ketika orangtua sakit baru sadar, “saya ternyata kurang berbakti”. Begitu orangtua sudah sehat lagi, biasa lagi. Menyia-nyiakan anak juga demikian. Ketika anaknya terjadi trouble, “ah saya ternyata kurang perhatian sama anak”. Menyia-nyiakan tetangga. Itu biasanya kesalahan terjadi berulang-ulang. Dan Allah subhanahu wa ta’ala menegur kita agar itu diminimalisir terjadi. Kata-kata tsumma ba’atsnakum min ba’di mautikum la’allakum tasykurun itu juga nikmat. Kita diberikan kesempatan untuk memperbaiki kesalahan, itu nikmat. Jadi bani Israil ketika melakukan kesalahan diselamatkan, tersesat empat puluh tahun di padang Tih, sudah ada yang mati, kemudian Allah masukkan dia ke bumi Palestina. Itu kesalahannya bisa diperbaiki, tapi itu tidak terjadi.

Page 9: Halaqah Tadabbur Al Quran 8 (Al Baqarah 49 - 57). Dr Saiful Bahri

  74  

Bani Israil, makanya diingatkan Allah itu sampai dua kali. Ya bani Israila udzkuru ni’matiyallati an’amtu ‘alaikum itu dua kali. Yang pertama hubungannya wa aufu bi’ahdi, tepati janji kalian. Katanya mau beriman kalau melihat langsung. Katanya mau beriman kalau diakhiri adzabnya. Kita sering berdoa seperti itu. “Ya Allah, kalau saya kaya saya mau sedekah”. Giliran kaya? “Ya Allah, kalau Engkau sembuhkan penyakitku, saya akan bla bla bla”. Giliran sehat, lupa janjinya. Itu kan dalam bahasa yang paling ekstrim disebut dengan nazar. Dan kita menyelisihi nazar itu juga ada kaffaratnya. Nah ini, nikmat-nikmat itu diberikan Allah subhanahu wa ta’ala, dan mereka diminta untuk menepati itu. Yang kedua, Ya bani Israila udzkuru ni’matiyallati an’amtu ‘alaikum wa anni fadhdhaltukum ‘alal ‘alamin. Bukan hanya itu, nikmat-Nya adalah mereka diberikan kelebihan. Tetapi itu tidak dianggap sebuah kelebihan. Manusia cenderung merasa kurang. Pernah tidak kita merasa, “Ya Allah, terimakasih Engkau bangunkan aku dalam keadaan sehat”. Itu terjadi setelah kita melihat orang-orang yang dekat dengan kita sakit terbaring kaku, atau meninggal. [Terpotong karena gangguan teknis]

Dan Kami naungi kamu dengan awan, dan Kami turunkan kepadamu "manna" dan "salwa". Makanlah dari makanan yang baik-baik yang telah Kami berikan kepadamu; dan tidaklah mereka menganiaya Kami; akan tetapi merekalah yang menganiaya diri mereka sendiri. Manna itu sebutan untuk manis-manisan. Tapi ini sudah ready, sudah tidak pakai diolah. Turun langsung dari langit. Langsung dimakan, tidak pakai dicuci-cuci lagi. Sedangkan Salwa adalah jenis burung. Jadi yang satu adalah manisan, dan itu adalah energi, disebut duluan karena memang tabiatnya orang kalau lapar memulai makan dengan yang manis. Salwa, itu adalah lauknya. Dua-duanya diturunkan Allah dari langit. Jangan kita ulangi doa seperti itu. “Ya Allah, turunkan makanan dari langit”. Bani Israil ini orang. Jadi tidak ada itu lagi. Kita sudah tidak punya nabi. Dan wallahu a’lam, sesuatu yang disebut Al Qur`an dengan nama, tidak terjadi lagi. Maryam, tidak terjadi lagi. Jadi kalau nanti ada perempuan yang hamil mengaku tidak ada suaminya, sudah pasti bohong. Bukan tidak ada suaminya, tapi tidak ada yang mengaku jadi suaminya.

Page 10: Halaqah Tadabbur Al Quran 8 (Al Baqarah 49 - 57). Dr Saiful Bahri

  75  

Manna dan Salwa itu jenis makanannya. Dan tidak akan pernah terjadi nanti orang minta makanan dari langit bisa turun. Tapi ashhabul kahfi tidak disebut namanya. Jadi nanti suatu ketika ada orang yang mengaku sudah tidur seratus tahun, bisa jadi kita boleh percaya. Tapi memang itu salah satu rahasia. Ini kaidah, yang membuat resume-nya itu para ulama. Dan itu bukan tidak dibantah. Ada juga yang membantahnya. Tapi betul itu terjadi. Selain nabi, ketika disebut namanya, bukan julukannya, itu tidak pernah terjadi lagi keajaibannya. Tetapi yang disebut tanpa nama itu memungkinkan untuk terjadi. Banyak orang yang divonis mati ternyata masih hidup. Apa bedanya dengan ashhabul kahfi? Apa bedanya dengan nabi Uzair? Meskipun orang tersebut ditidurkan cuma dua hari, sudah divonis mati, sudah divisum, eh tau-tau mau dikubur, melek dia. Terjadi. Karena tidak disebut namanya. Bahwa memakan itu tabiat. Tetapi ingat, kata Allah kulu min thayyibati ma razaqnakum. Dan ini dalam surah Al Baqarah kalau kita lihat di tadabbur kita tentang puasa nanti, dimulai dengan kutiba ‘alaikumush shiyam, diakhirinya di ayat 187 wa kulu wasyrabu, makan dan minum, hatta yatabayyana lakum al khaithul abyadh minal khaitthil aswadi minal fajr. Jadi itu artinya, bahwa sahur itu disinggung di dalam Al Qur`an. Jadi jangan sepelekan sahur, jangan tinggalkan sahur. Itu Allah berikan kita kekuatan, diberikan sarana. Allah tahu shalat subuh itu susah. Tapi kalau kita akhirkan sahur, maka mau tidak mau kalau mau tidur ya shalat subuh dulu. Itu caranya Allah mendekatkan kita. Maka di manapun al faqir pergi, shalat subuh penuh. Sampai-sampai kita, “ini shalat subuh atau shalat jumat?” Biasanya shalat subuh itu berapa shaf sih? Tetapi di bulan Ramadhan ini penuh. Maka di sini makanan itu sarana. Maka kulu min thayyibati ma razaqnakum itu adalah sarana. Orang yang memakan makanan yang baik, berarti dia telah menyiapkan dirinya untuk siap beribadah. Jadi jangan dikira tidak ada efeknya. Kita makan makanan yang paling halal, akan membuat kita giat beribadah. Makanya al faqir sarankan, termasuk untuk diri al faqir sendiri, kita dapat rizqi kalau bisa kita klasifikasikan. Rizqi yang kita klaim menurut kita, 90% ke atas, halal, jadikan itu yang kita makan. Jadikan itu yang kita kasih anak istri kita. Nanti yang di bawahnya, ini rizqi kayaknya 70% halal, jangan dimakan. Misalnya buat beli buku. Nanti yang di bawahnya lagi, dibelikan ubin untuk taruh di WC misalnya. Jadi rizqi kita distribusinya harus rapi. Karena di sini kata Allah kulu min thayyibati ma razaqnakum. Allah berikan rizqi. Kita cara menjemputnya saja yang berbeda-beda. Maka, min thayyibati ma razaqnakum yang kita makan, efeknya sangat dahsyat. Maka kata Allah wa ma zhalamuna wa lakin kanu yazhlimun. Sesungguhnya yang menzhalimi bukan Kami, tetapi yang menzhalimi adalah manusia sendiri. Ini rangkaian tadabbur kita tentang nikmat-nikmat yang diberikan Allah. Masih ada sambungannya, insya Allah kita tadabburi di pertemuan setelah bulan Syawal nanti.**