halaqah tadabbur al quran 4 (al baqarah 17 - 24). dr saiful bahri

9
23 Halaqah Tadabbur Qur`an 4 (QS Al-Baqarah 17-24) Dr. Saiful Bahri, MA ّ ﺻﻞّ ﻟﻠ .ﻟﺪ ﻟﺪﻧ ﻣﻮ ﻋﻠﻰ ﻧﺴﺘﻌ ﻟﻌﺎﻟﻤ ّ = ﻟﺤﻤﺪ ﻟﺮﺣ ﻟﺮﺣﻤﻦ ﺑﺴﻢﺪﻧﺎّﻟﻤﺮﺳﻠ ّ ﻋﻠﻰ ﺑﻌﺪّ ﺟﻤﻌ ﺻﺤﺎﺑ ﻋﻠﻰ ّ ﻣﺤﻤ ﻣﻮﻟﻨﺎ Marilah kita mulai Halaqah Tadabbur Qur`an pada kesempatan kali ini dengan membaca ﻟﺮﺣ ﻟﺮﺣﻢ ﺑﺴﻢKaum muslimin dan muslimat yang dicintai Allah, bersyukur pada pagi hari ini kita bertemu, di akhir pekan, dan pada kesempatan kali ini kita akan melanjutkan apa yang kita tadabburi pekan lalu, yaitu melanjutkan (tentang) sifat-sifat orang munafiq. Sekilas, pada pekan yang sebelumnya kita membahas tentang dua karakter manusia, yaitu karakter manusia yang sudah mendapatkan stempel, sudah dikunci hatinya, lalu karakter manusia yang berada di tengah- tengah yang sebenarnya mereka adalah condong kepada ke kiri, yaitu orang-orang munafiq. Kemudian orang-orang munafiq itu ketika berkumpul dengan orang-orang beriman mereka berpura-pura, ketika kembali kepada syayathin, kenapa syayathin, karena syayathin yang seperti ini lebih rumit, karena manusia yang sudah menjelma menjadi syaitan itu akan lebih rumit lagi karena mereka memperdagangkan dan memperjualbelikan petunjuk dengan kesesatan. Permisalan kali ini lebih dahsyat dan lebih terasa, nanti akan kita tadabburi. Ada dua yang akan kita bahas pada kesempatan pagi hari ini, yaitu melanjutkan sifat-sifat orang munafiq, permisalannya, dan yang kedua, konsekuensinya serta perintah Allah subhanahu wa ta’ala, dan yang terakhir ditutup dengan tantangannya. Kita akan memulai pada ayat ke-17. Perumpamaan mereka adalah seperti orang yang menyalakan api, maka setelah api itu menerangi sekelilingnya Allah hilangkan cahaya (yang menyinari) mereka, dan membiarkan mereka dalam kegelapan, tidak dapat melihat. Permisalan mereka, yang kemarin adalah seperti halnya membeli kesesatan dengan harga yang sangat berlebihan, atau sebenarnya kemarin kita membahas isytarawudh dhalalah, mereka membeli kesesatan dengan harga yang mahal. Tertipu orang. Suatu barang yang harganya lima, dia beli seharga dua puluh, itu dia tertipu. Apalagi yang dia beli ini bukan hanya murah, adh dhalalah itu adalah kerusakan, barang yang sudah busuk, barang yang tidak bisa dipakai, bahkan berbahaya, dibeli dengan sesuatu yang sangat mahal sekali, yaitu petunjuk.

Upload: halaqahtafsir

Post on 23-Jul-2016

293 views

Category:

Documents


9 download

DESCRIPTION

Transcribed by Ade Raharja

TRANSCRIPT

Page 1: Halaqah Tadabbur Al Quran 4 (Al Baqarah 17 - 24). Dr Saiful Bahri

 

  23  

Halaqah Tadabbur Qur`an 4 (QS Al-Baqarah 17-24) Dr. Saiful Bahri, MA

على سيیّد االمرسليین٬، سيیّدنا بسم هللا االرحمن االرحيیم٬، االحمد = رربّب االعالميین٬، وو بهھ نستعيین على اامورر االدنيیا وواالديین. االلهھّم صلّ وو مولنا محّمد وو على االهھ وو ااصحابهھ ااجمعيین٬، ااّما بعد Marilah kita mulai Halaqah Tadabbur Qur`an pada kesempatan kali ini dengan membaca بسم هللا االرحم االرحيیم Kaum muslimin dan muslimat yang dicintai Allah, bersyukur pada pagi hari ini kita bertemu, di akhir pekan, dan pada kesempatan kali ini kita akan melanjutkan apa yang kita tadabburi pekan lalu, yaitu melanjutkan (tentang) sifat-sifat orang munafiq. Sekilas, pada pekan yang sebelumnya kita membahas tentang dua karakter manusia, yaitu karakter manusia yang sudah mendapatkan stempel, sudah dikunci hatinya, lalu karakter manusia yang berada di tengah-tengah yang sebenarnya mereka adalah condong kepada ke kiri, yaitu orang-orang munafiq. Kemudian orang-orang munafiq itu ketika berkumpul dengan orang-orang beriman mereka berpura-pura, ketika kembali kepada syayathin, kenapa syayathin, karena syayathin yang seperti ini lebih rumit, karena manusia yang sudah menjelma menjadi syaitan itu akan lebih rumit lagi karena mereka memperdagangkan dan memperjualbelikan petunjuk dengan kesesatan. Permisalan kali ini lebih dahsyat dan lebih terasa, nanti akan kita tadabburi. Ada dua yang akan kita bahas pada kesempatan pagi hari ini, yaitu melanjutkan sifat-sifat orang munafiq, permisalannya, dan yang kedua, konsekuensinya serta perintah Allah subhanahu wa ta’ala, dan yang terakhir ditutup dengan tantangannya. Kita akan memulai pada ayat ke-17.

Perumpamaan mereka adalah seperti orang yang menyalakan api, maka setelah api itu menerangi sekelilingnya Allah hilangkan cahaya (yang menyinari) mereka, dan membiarkan mereka dalam kegelapan, tidak dapat melihat. Permisalan mereka, yang kemarin adalah seperti halnya membeli kesesatan dengan harga yang sangat berlebihan, atau sebenarnya kemarin kita membahas isytarawudh dhalalah, mereka membeli kesesatan dengan harga yang mahal. Tertipu orang. Suatu barang yang harganya lima, dia beli seharga dua puluh, itu dia tertipu. Apalagi yang dia beli ini bukan hanya murah, adh dhalalah itu adalah kerusakan, barang yang sudah busuk, barang yang tidak bisa dipakai, bahkan berbahaya, dibeli dengan sesuatu yang sangat mahal sekali, yaitu petunjuk.

Page 2: Halaqah Tadabbur Al Quran 4 (Al Baqarah 17 - 24). Dr Saiful Bahri

 

  24  

Permisalan kedua, mereka bagaikan orang yang menyalakan api, jadi di sini permisalan yang menarik, Allah menyebutkan dengan satu. Jadi matsaluhum (permisalan mereka semua), harusnya Allah mengatakan kamatsalilladzina (seperti halnya orang-orang yang), tapi di sini kamatsalilladzi (seperti seorang) yang menyalakan api. Fa lamma adha`at ma haulahu, ketika di sekelilingnya itu menjadi terang, dzahaballahu bi nurihim, Allah menghilangkan cahaya mereka. Permisalan mereka, harusnya adalah seperti halnya orang-orang yang menyalakan api, kemudian Allah ambil api itu, Allah hilangkan. Tetapi tidak. Permisalan mereka adalah seperti seorang yang menyalakan api itu mengecilkan, dan kemudian Allah ambil cahaya mereka (dikembalikan kepada mereka semua), seolah-olah Allah berkonsentrasi kepada orang-orang munafiq. Jadi, kalau kita tahu sedang padam listrik di malam yang gelap, itu kita menyalakan korek api, itu kita pasti tahu korek api itu umurnya tidak lama. Allah ingin mengatakan ketika korek api itu berhenti atau mati, maka yang terganggu bukan hanya orang yang menyalakan, tetapi orang-orang yang tadi menunggu dan melihat seorang yang menyalakan api itu. Jadi kalau di sini ada banyak orang tiba-tiba gelap gulita, itu hampir bisa dipastikan yang menyalakan api etidak semuanya. Makanya Allah mengatakan kamastalilladzi, satu orang saja. Yaitu seorang yang dipercaya mereka, oh engkau yang akan memberi penerangan kami, tapi salah, karena orang itu adalah orang munafiq. Orang munafiq itu kalau diharapkan pasti mengecewakan. Dia kita pilih menjadi pemimpin, kita berharap kebaikan dari dia, menyesal kita. Kenapa? Kamatsalilladzi istauqada nara, itu bagaikan satu orang yang menyalakan api, satu orang saja. Dan yang dia nyalakan adalah satu butir korek api yang umurnya tidak lama. Maka begitu gelap, Allah bahasanya di sini, dzahaballahu bi nurihim, maka yang diambil cahayanya bukan hanya orang yang nyalakan korek api, tapi orang-orang yang ada di sekelilingnya bakal menyesal minta ampun. Dan orang-orang munafiq itu penyesalannya ada dua. Pertama, kegelapan yang mereka sesali. Yang kedua, salah memilih orang yang menyalakan api. Maka kata Allah wa tarakahum, Allah tinggalkan mereka semuanya, orang yang menyalakan api tadi dan orang-orang yang menunggu di sekitarnya, fi zhulumatin la yubshirun, yaitu dalam kegelapan yang Allah membuat mereka tidak melihat. Ini dipertegas di ayat berikutnya, dan ini menyeramkan kalau kita tahu artinya.

Mereka tuli, bisu dan buta, maka tidaklah mereka akan kembali (ke jalan yang benar),

Page 3: Halaqah Tadabbur Al Quran 4 (Al Baqarah 17 - 24). Dr Saiful Bahri

 

  25  

Shummun, bukmun, ‘umyun, itu tiga sifat jadi satu yang membuat seseorang menjadi lemah. Shummun artinya tuli, bukmun artinya tidak bisa berbicara, dan ‘umyun tidak bisa melihat. Orang kalau dia tuli, bisu, dan tidak bisa melihat, maka dia tidak akan mampu berbuat apa-apa. Di sini dikatakan fa hum la yarji’un, tidak akan kembali. Ini semua dihubungkan dengan hidayah, petunjuk yang kita bahas sejak surah Al Fatihah kemudan awal surah Al Baqarah. Kalau seseorang mendapatkan petunjuk diabaikan, maka dia ketika tersesat tidak akan bisa mendapatkannya lagi. Bahkan dikatakan kembali ke rumah pun tidak bisa. Nah ini ketika Allah mengatakan demikian tadi itu, maka kata-kata sebelumnya la yubshirun itu bukan sembarang perkataan, orang yang buta, tidak melihat kebenaran. Bagaikan orang tadi yang sudah dinyalakan kemudian gelap, itu lebih buruk akibatnya dibanding orang yang dari sejak awal dia buta. Orang yang sejak awal buta, dia sudah terbiasa dengan kebutaan. Tapi orang yang terbiasa melihat, summun bukmun ‘umyun itu adalah penyakit yang ditimpakan Allah sekali, mereka la yubshirun. Itu pertama. Yang kedua, kenapa tidak bisa berbicara ketika ada kebenaran, maka itu adalah orang-orang yang bisu. Orang yang mendiamkan kezaliman, orang yang tidak bisa mengatakan kebenaran, itu adalah orang-orang yang bisu. Orang yang tidak bisa melihat kebenaran yang jelas di depannya, itu adalah orang-orang yang buta. Dan orang yang tidak bisa mendengarkan pertimbangan-pertimbangan kebaikan, dia adalah orang-orang tuli. Ketiga orang itu, yang sebenarnya ditujukan kepada orang-orang yang sehat fisiknya, la yarji’un, tidak akan pernah mereka akan kembali.

atau seperti (orang-orang yang ditimpa) hujan lebat dari langit disertai gelap gulita, guruh dan kilat; mereka menyumbat telinganya dengan anak jarinya, karena (mendengar suara) petir,sebab takut akan mati. Dan Allah meliputi orang-orang yang kafir. Permisalan berikutnya lebih jelas, permisalannya adalah bagaikan shayyib. Shayyib itu dikatakan dari shaba, air yang ditumpahkan dari atas. Namanya ditumpahkan itu tidak mungkin gerimis. Shayyibin. Kalau hujan lebat, jarak pandang seseorang terbatas. Maka dikatakan kashayyibin minas sama`i fihi zhulumatin. Di hujan yang lebat, berkabut, jarak pandang seseorang terbatas, gelap, wa ra’dun wa barqun, ada kilat, ada guntur, maka yang pertama dilakukan yaj’aluna ashabi’ahum. Nah ini luar biasa. Ashabi’ itu plural dari jari, jadi mengumpulkan. Ada dua penafsiran. Yaj’aluna ashabi’ahum, seolah-olah mereka menyumbat telinga dengan ujung kelima jari-jarinya, tapi bukan telapak tangan. Atau, jari yang mana saja diantara

Page 4: Halaqah Tadabbur Al Quran 4 (Al Baqarah 17 - 24). Dr Saiful Bahri

 

  26  

kelima jari, karena seseorang saking takutnya tersambar petir. Hadzaral maut, takutnya kenapa? Takut mati. Jadi orang-orang munafiq itu mencintai kehidupan sangat luar biasa. Maka mereka takut kematian, sementara wallahu muhithun bil kafirin. Allah itu Muhith, seperti halnya al bahru muhith. Permisalan saja, seperti halnya laut atlantik. Laut atlantik itu mengelilingi semua daratan yang ada di sekitarnya. Maka Allah juga muhithun bil kafirin. Mau lari ke depan, kematian ada di depan. Ke belakang, kematian ada di belakang. Samping kanan, kiri, di atas, di bawah, malaikatnya menunggu. Makanya muhithun bil kafirin itu adalah berkaitan dengan kematian itu. Kita saja, kematian bisa dengan sakit, bisa dengan tidak sakit. Bisa di rumah, bisa di jalan, bisa di rumah sakit, bisa di mana saja. Kematian itu muhith, ada di mana-mana.

Hampir-hampir kilat itu menyambar penglihatan mereka. Setiap kali kilat itu menyinari mereka, mereka berjalan di bawah sinar itu, dan bila gelap menimpa mereka, mereka berhenti. Jikalau Allah menghendaki, niscaya Dia melenyapkan pendengaran dan penglihatan mereka. Sesungguhnya Allah berkuasa atas segala sesuatu. Yakhthafu absharahum. Ini yang menarik. Al Khathaf itu aslinya mengambil dengan cepat. Atau kalau bahasa kita menculik, disembunyikan. Allah yakhthafu absharahum, itu mengambil penglihatan mereka dengan cepat. Kullama adha`a lahum masyau fihi wa idza azhlama ‘alaihim qamu. Jadi Bapak-bapak kalau berjalan di tempat gelap kemudian ada petir, kelihatan tidak, gelapnya itu? Kelihatan. Lama tidak? Tidak. Begitu petirnya hilang, habis. Itu sama. Kalau permisalan yang pertama tadi adalah seseorang menyalakan korek api yang dia tahu batang korek api itu tidak akan bertahan lama, yang menyesal bukan hanya dia, tapi orang-orang yang menunggu. Ini lebih parah lagi. Permisalannya adalah bagaikan ketika petir menyambar di depan dia. Dan setelah petir menyambar itu terang, itu sepersekian detik menjadi gelap lagi. Jadi itu permisalan yang lebih dahsyat lagi, dan nanti di dalam surah Al Hadid Allah mengatakan Qilarji’u wara`akum faltamisu nuran. Jadi kalau orang-orang mu`min itu nuruhum yas’a baina aidihim. Nanti di hari kiamat ketika menyeberang shirath itu orang mu`min tidak perlu bawa cahaya karena mereka di tangannya sudah terang, mukanya terang, jadi enak mereka jalan. Nah orang-orang munafiq itu menggunakan orang-orang mu`min ini

Page 5: Halaqah Tadabbur Al Quran 4 (Al Baqarah 17 - 24). Dr Saiful Bahri

 

  27  

untuk berjalan, mereka di belakang mereka. Karena orang mu`min ini berjalannya cepat di shirath itu, maka mereka tertinggal. Ketika tertinggal itu mereka suruh membalik. Tapi orang-orang mu`min membalas Qilarji’u wara`akum, sudah kalian pulang saja ke dunia mencari cahaya, karena di sini bukan tempatnya cari cahaya, cahaya itu melekat dalam diri seseorang. Maka dikatakan kamu pulang ke dunia, kamu cari cahaya di sana. Dan itu membuat orang yang munafiq semakin sakit. Karena cahaya itu melekat kepada diri seseorang. Cahaya di dunia yang diambil dari api tadi itu juga permisalan bahwa mereka nanti juga akan mendapatkan cahaya, tapi bukan cahaya seperti halnya nuruhum, tetapi nar. Nar itu terang tapi membakar. Jadi di sini Allah membahasakannya kenapa? Harusnya kan nur, cahaya yang sejuk atau cahaya yang jauh. Tapi kalau sudah nar, memang tidak gelap, tapi dia tersiksa karena panasnya. Maka Allah mengatakan, wa lau sya Allahu ladzahaba bi sam’ihim wa absharihim. Maka Allah subhanahu wa ta’ala sanggup menghilangkan pendengaran mereka, sebagaimana Dia sanggup mengambil penglihatan mereka. Jadi mereka dibiarkan begitu saja. Kenapa? Orang-orang munafiq itu bukan berarti tidak punya peluang bertaubat. Mereka punya peluang bertaubat juga. Tetapi permasalahannya mereka tidak menggunakan itu. Kalau seandainya mereka membiarkan dirinya dalam keadaan demikian mereka akan bergeser ke kiri. Jadi ketika ditimpakan kunci di hati mereka, sudah tidak bermanfaat pendengaran dan penglihatan mereka. Innallaha ‘ala kulli syai`in qadir. Allah Yang Maha Kuasa atas segala sesuatu. Ini bahasan pertama melengkapi sifat al munafiq yang sudah selesai.

Hai manusia, sembahlah Tuhanmu yang telah menciptakanmu dan orang-orang yang sebelummu, agar kamu bertakwa, Allah memerintahkan, ya ayyuhannas. Kenapa di sini yang dipanggil manusia? Karena manusia terdiri dari tiga itu. Di manapun kita berada, dari zaman dahulu sampai sekarang, manusia terdari dari tiga itu: yang jelas menerima kebaikan; yang jelas menolak kebaikan; dan ada yang mengambil keuntungan di tengah-tengah, tergantung anginnya. Kalau kebaikan membuat dia enak, dapat duit, dapat posisi, dapat jabatan, dia akan ke kanan. Tapi begitu kurang menguntungkan, kebaikan diserang, jatuh bangkrut, dia ke kiri. Dan ke kirinya dibahasakan Al Qur`an ila syayathinihim (di pertemuan sebelumnya).

Page 6: Halaqah Tadabbur Al Quran 4 (Al Baqarah 17 - 24). Dr Saiful Bahri

 

  28  

Allah memerintahkan: Wahai manusia, sembahlah Allah. Esakan Allah. Siapa Allah itu? Yang menciptakan kalian semua dan orang-orang sebelum kalian. Yang menarik di sini closing ayatnya la’allakum tattaqun, supaya kalian bertaqwa. Jadi Allah lebih mengutamakan orang beriman. Kalau misalkan di depan saya ini ada anak kecil, ada orang tua, ada anak muda, ada orang yang sakit, saya tidak bisa berbicara kepada semua. Kalau saya pakai bahasa orang tua, yang kecil tidak paham. Menggunakan bahasa anak kecil, yang tua bosan atau tersinggung. Tetapi Allah di sini meskipun bahasanya manusia, terakhirnya la’allakum tattaqun, supaya kalian bertaqwa. Itu standarnya yang paling tinggi. Berarti Allah mengutamakan orang-orang yang beriman. Supaya strandarnya sama. Wahai kalian orang-orang yang hatinya dikunci, sementara kalian belum mati, segeralah kembali, ambillah petunjuk, jadilah orang bertaqwa. Wahai kalian orang yang mudzabdzabin, kadang ke kanan kadang ke kiri, ingatlah bahwa Allah muhithun bil kafirin. Kematian itu datang setiap saat. Jadilah kalian seperti golongan orang-orang yang bertaqwa itu.

Dialah yang menjadikan bumi sebagai hamparan bagimu dan langit sebagai atap, dan Dia menurunkan air (hujan) dari langit, lalu Dia menghasilkan dengan hujan itu segala buah-buahan sebagai rezki untukmu; karena itu janganlah kamu mengadakan sekutu-sekutu bagi Allah, padahal kamu mengetahui. Yang berikutnya, sifat Allah yang menciptakan kalian dan orang-orang sebelum kalian adalah, Allah jadikan bumi firasy. Firasy itu kalau arti biasanya tempat tidur yang nyaman. Arti umumnya dibentangkan. Jadi bumi yang nyaman untuk kita. Padahal bumi itu berputar pada porosnya dua puluh empat jam dengan kecepatan tinggi. Berputar bersama planet lain mengelilingi matahari, kecepatannya tinggi sekali. Tetapi kita di sini tidak ada yang terlempar. Tidak ada yang pusing karena cepatnya yang luar biasa. Allah berikan gaya gravitasi. Wassama`a bina`a. Allah jadikan langit itu bangunan yang kokoh. Dalam surah Ar Ra’d : bi ghairi ‘amadin taraunaha, tanpa tiang. Padahal bangunan kokoh itu biasanya dengan tiang yang kuat. Sekarang, kita tidak pernah menemukan langit itu di mana. Langit itu tidak ada satu orang pun di dunia ini yang sampai ke langit (selain Nabi Muhammad dan Nabi Isa yang diangkat ke langit). Yang kita lihat itu adalah batasan terjauh yang mungkin bisa dilihat oleh

Page 7: Halaqah Tadabbur Al Quran 4 (Al Baqarah 17 - 24). Dr Saiful Bahri

 

  29  

mata atau teropong yang digunakan manusia. Selama ini belum pernah ada orang menemukan batas terakhir, mentok, wah itu langit. Tidak ada. Allah menjadikan langit seolah-olah sebagai plafon. Dia menjadi kekokohan, sekaligus hiasan. Sebagus-bagusnya rumah, tanpa plafon, sulit. Maka di sini dilengkapkan Allah, wa anzala minassama`i ma`a. Setelah menciptakan, menjadikan bumi layak huni, dan langit yang kokoh untuk melindungi, lalu menurunkan dari langit air. Jadi air itu secara khusus memang karunia Allah. Tapi dia bisa berubah tadi, ka shayyibin, air yang ditumpahkan dari langit, ada gelap, ada petir. Itu bagi orang yang munafiq, seram. Sementara bagi manusia secara umum, air yang datang dari atas itu rahmat. Kenapa kemudian jadi banjir? Itu lain cerita. Allah menciptakan dari air segala sesuatu yang hidup. Dan air itu yang menjadi tentara Allah. Lihat Nabi Nuh. Tentara Allah apa? Air. Makanya ditenggelamkan itu semuanya. Lihat Nabi Musa. Yang mengantar Nabi Musa ke istana Fir’aun, tentara Allah berupa apa? Air. Lihatlah yang menenggelamkan Fir’aun di Laut Merah, itu tentara Allah. Siapa itu? Air. Dan tentara Allah yang bernama air itu lebih kuat, lebih dahsyat, karena tabiatnya dia mengalir ke bawah. Makanya kita harus belajar dari air. Air itu mengalir ke bawah. Air itu kalau bergerak, dia suci. Air itu kalau diam, meskipun suci lama-lama bisa kena najis. Air itu mendatangkan rahmat. Buktinya, fa akhraja bihi minats tsamarati rizqan lakum. Semua rezeki manusia itu datangnya dari langit, bentuknya apapun juga. Meskipun kita tidak secara langsung makan makanan yang datang dari langit, ditumbuhkan kita makan, tapi contohlah, sapi atau kambing. Dia makan rumput, rumput dari tanah. Tanah bisa tumbuh rumput karena ada hujan. Lalu sapi atau kambing dimakan oleh binatang pemakan daging yang kita tidak boleh memakannya, tapi bisa difungsikan. Contoh kucing, tidak boleh dimakan tapi bisa difungsikan, bisa dipelihara. Binatang-binatang ini semuanya mata’an lakum. Kita bisa menggunakan itu. Yang dihalalkan kita makan, yang lainnya bisa kita gunakan untuk tunggangan, dan lain sebagainya. Rezeki dari langit itu sangat banyak. Meskipun pekerjaan saya tidak ada hubungannya sama langit, kalau dihubungkan terus maka akan ketemu langit dan bumi. Itu semua rezeki kita di situ. Fa la taj’alu lillahi andada. Maka jangan kalian jadikan musuh bagi Allah. Allah subhanahu wa ta’ala jangan sekali-kali kita sekutukan. Kenapa? Karena menyekutukan Allah itu menyelisihi janji kita. Iyyaka na’bud itu sudah final. Hanya kepada Allah. Di ayat yang sering kita kenal ada musyrik, asyraka. Musyrik itu menyekutukan, menjadikan orang lain bersama-sama. Kalau kita ini orang kaya, mampu membiayai proyek, kemudian ada di tengah jalan orang ambil proyek itu, atau ingin bergabung di proyek itu, kita pasti tersinggung. Apalagi Allah Yang Maha Segalanya, sanggup menciptakan sendiri, tiba-tiba ada orang mengaku-aku bisa

Page 8: Halaqah Tadabbur Al Quran 4 (Al Baqarah 17 - 24). Dr Saiful Bahri

 

  30  

melakukan padahal kualitasnya sama sekali tidak imbang, maka ini bukan hanya disebut asy syirk tapi nidd. Nidd itu tanding, seolah-olah dia ingin menyingkirkan Allah. Maka kalau kita jadikan selain Allah sebagai topangan hidup kita, itu pada hakikatnya bukan hanya sekadar menyekutukan Allah subhanahu wa ta’ala, tapi menjadikan tandingan bagi Allah, bahkan nanti bisa menghilangkan Allah. Wa antum ta’lamun, karena kebanyakan manusia itu tahu kalau dia melakukan syirk. Suatu ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berpesan kepada Ali: Wahai Ali, jauhilah asy syirk. Syirk itu lebih halus, lebih detil, lebih samar dari kotoran semut. Kita kan tidak pernah lihat kotoran semut. Semutnya saja sulit, apalagi kotorannya. Syirk juga demikian. Maka ketika demikian, Ali dan para sahabat di situ bertanya, lalu bagaimana kami bertaqwa? Kata Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam: Lakukan dengan doa setiap pagi tiga kali dan setiap petang tiga kali, Allahumma inna na’udzu bika min an nusyrika bika syai`an na’lamuhu, wa nastaghfiruka li ma la na’lamuhu. Ya Allah, kami berlindung diri dari menyekutukan Engkau sedang kami sadar, dan kami minta ampun kepadaMu dari yang kami tidak sadar. Kenapa yang sadar didahulukan? Karena kebanyakan manusia tahu kalau dia berbuat salah, permasalahannya karena hati nuraninya ditutup.

Dan jika kamu (tetap) dalam keraguan tentang Al-Qur'an yang Kami wahyukan kepada hamba Kami (Muhammad), buatlah satu surat (saja) yang semisal Al-Qur'an itu dan ajaklah penolong-penolongmu selain Allah, jika kamu orang-orang yang benar.

Maka jika kamu tidak dapat membuat(nya) dan pasti kamu tidak akan dapat membuat(nya), peliharalah dirimu dari neraka yang bahan bakarnya manusia dan batu, yang disediakan bagi orang-orang kafir. Di sini Allah akhiri dengan dua ayat tantangan. Karena kebanyakan orang yang menerima biasanya diam. Yang menolak suaranya lebih lantang. Itu sudah tabiat. Kalau ada seratus

Page 9: Halaqah Tadabbur Al Quran 4 (Al Baqarah 17 - 24). Dr Saiful Bahri

 

  31  

orang menerima kebaikan, ada satu orang berteriak lantang, itu pasti yang 99 orang mendengarkan yang teriak ini. Maka dikatakan, kalau kalian ragu terhadap yang Kami turunkan kepada hamba Kami (Muhammad), maka buatlah satu surah yang seperti itu. Di sini final tantangan, jadi tantangannya bertahap. Pertama, kalau kamu sanggup, coba buat Al Qur`an. Seandainya manusia dan jin yang paling keren berkumpul untuk membuat Al Qur`an, tidak mungkin bisa. Oke kalalu tidak bisa, tawarannya diturunkan. Allah menantang, buat sepuluh surah. Tidak bisa juga. Dan sekarang ini tawaran final di sini. Fa`tu bi suratin min mitslihi. Sudah, buat satu surah saja. Surah itu terdiri dari pembukaan, inti permasalahan yang disampaikan, dan closingnya. Dan itu juga sulit. Musailamah Al Kadzdzab membuat surah Fil, ditertawakan orang. Lain surah Fil-nya dia. Jadi kita tidak mungkin membuat. Jangankan kita yang bahasa Arabnya belepotan. Orang Arab sendiri juga sulit. Maka kata Allah, wad’u syuhada`akum, kalian panggil orang yang kalian anggap mampu itu dari seluruh penjuru dunia. Fa in lam taf’alu wa lan taf’alu, maka jika kalian tidak sanggup melakukan dan tak akan sanggup melakukan, fattaqun nara. Di awal tadi kita permisalannya api, agar orang terbayang, itu api kecil. Tetapi api yang belakangan ini na’udzubillah. Allati wa quduhan nasu wal hijarah, yang waqud-nya manusia dan batu. Sebagai gambaran, waqud itu adalah bahan bakar. Bahan bakarnya an nas dan hijarah. An nas jelas manusia. Kenapa hijarah? Al hijarah itu jamak dari hajar. Kalau hajar itu satu batu. Batu yang sekelompok kecil disebut ahjar. Kalau hijarah itu batu yang sudah banyak, menggunung. Nah itu batu nanti dibakar di neraka dan menjadi waqud. Waqud itu kalau tersentuh menyala. Jadi kalau kita di dunia ini ada arang kita bakar, tujuannya bukan membakar arangnya, tapi supaya arang itu jadi bahan bakar untuk lainnya. Nah manusia dan batu nanti begitu. Dibakar sampai merah, nanti kalau ada manusia yang datang belakangan tersentuh dia, langsung terbakar. Itu permisalan yang ngeri. Kan kalau dibakar hancur selesai? Siapa bilang. Di surah An Nisa: Kullama nadhijat juluduhum baddalnahum juludan ghairaha. Jadi ternyata, diteliti oleh para pakar kesehatan, yang merasakan sakit itu kulit. Jadi kalau kulit ini sudah terkelupas, kata Allah Kullama nadhijat juluduhum baddalnahum juludan ghairaha. Dibalikin lagi kulitnya. Jadi tidak ada ceritanya orang disiksa, pingsan, selesai. Itu di dunia. Tetapi di akhira nanti, orang yang disiksa dengan api neraka, kulitnya terkelupas tulang, dibalikin lagi. Ya sakit. Dan di situ disebut dengan waqud. Kita menyentuh saja terbakar. Na’udzubillahi min dzalik. Makanya kalau kita tahu efek dari neraka yang demikian, saya yakin tidak ada orang melakukan kejahatan. Kita tahu setiap mau berbuat maksiat, seolah-olah kita menyentuh badan kita panas. Kenapa? Dijadikan waqud. Bahan bakar bagi orang yang datang belakangan. Inilah sekilas yang bisa al faqir sampaikan dalam tadabbur kesempatan kali ini.