halaqah tadabbur al quran 11 (al baqarah 70 - 76). dr saiful bahri

10
98 Halaqah Tadabbur Qur`an 11 (QS Al-Baqarah 70-76) Dr. Saiful Bahri, MA ! ﻟﺤﻤﺪ ! ﻟﺤﻤﺪ ﻟﻌﺎﻟﻤ ﻟﺪ ﻟﺪﻧ ﻣﻮ ﻋﻠﻰ ﻧﺴﺘﻌ . ﻟﺴﻼ ﻟﺼﻼ ﻋﻠﻰﻟﻤﺮﺳﻠ ﺪﻧﺎ ﻣﺤﻤﺪﺳﻠﻢ ﻋﻠ ﺻﻞ ﻟﺪ ﻟﻰ ﺛﺒﻌ ﻣﻦ ﺻﺤﺒ ﻋﻠﻰ ﺑﻌﺪKaum muslimin dan muslimat yang dicintai Allah, mari kita membuka hari kita pagi ini dengan bersyukur kepada Allah. Bersyukur menikmati dan memaksimalkan kenikmatan yang diberikan Allah. Bersyukur dalam rangka meningkatkan kedekatan kita dengan Allah. Bersyukur dalam rangka menebar kemanfaatan sebanyak-banyaknya kepada makhluk Allah. Bersyukur dalam rangka bersama-sama merekayasa kebaikan sehingga menjadi ringan dikerjakan dan dinikmati oleh sebanyak mungkin orang di sekitar kita. Pagi hari ini kita akan melanjutkan kajian tadabbur halaqah kita. Pada kesempatan kali ini adalah lanjutan dari kenikmatan yang diberikan Allah kepada bani Israil. Sekadar menyambung beberapa pertemuan yang lalu kita telah membicarakan nikmat-nikmat yang Allah berikan kepada mereka, yaitu nikmat yang terakhir disinggung adalah ketika mereka mendapatkan cobaan, mendapatkan masalah adanya kasus pembunuhan di tengah mereka. Yang diriwayatkan oleh Ibnu Katsir dalam tafsirnya menyebut beberapa riwayat, di antaranya ada salah seorang laki-laki dari bani Israil yang kaya raya tetapi tidak memiliki anak dan keturunan. Beliau memiliki saudara dan beberapa kerabat, tapi bukan dari keturunannya. Singkat cerita laki-laki ini terbunuh. Aslinya, nanti akan diketahui, dibunuh oleh keponakannya. Setelah terbunuh mayatnya ditaruh di depan seorang laki-laki yang mungkin terbiasa membuat keonaran. Tetapi laki-laki ini akhirnya menolak, karena memang bukan dia yang membunuh. Akhirnya saling tuduh. Itu satu riwayat. Riwayat yang lainnya, diceritakan laki-laki yang kaya ini dibunuh kemudian ditaruh di tempat yang ramai. Ini ada beberapa riwayat yang intinya bahwa saling melempar tentang siapa yang membunuh. Dan karena kesulitan investigasi akhirnya mereka berbondong-bondong menghadap nabi Musa ‘alaihissalam dan minta petunjuk. Dan nabi Musa memberikan petunjuk, mereka disuruh menyembelih sapi. Seandainya ketika mereka disuruh menyembelih sapi kemudian disembelih, selesai. Tetapi yang terjadi justru mereka memperpanjang dengan semakin banyak bertanya. Sapi yang seperti apa? Yang tua atau yang muda? Setelah diberitahu, warnanya seperti apa? Setelah diberitahu warnanya, karakteristik yang lainnya seperti apa? Macam-macam. Dan kita sekarang akan menadabburi bagian terakhir dari karakteristik sapi yang Allah berikan.

Upload: halaqahtafsir

Post on 24-Jul-2016

254 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

Transcribed by Adhe Purwanto

TRANSCRIPT

Page 1: Halaqah Tadabbur Al Quran 11 (Al Baqarah 70 - 76). Dr Saiful Bahri

  98  

Halaqah Tadabbur Qur`an 11 (QS Al-Baqarah 70-76) Dr. Saiful Bahri, MA

محمد سيیدنا سيید االمرسليین على االصالةة وواالسالمم. وو بهھ نستعيین على اامورر االدنيیا وواالديین رربب االعالميین ٬، ٬، االحمد ! االحمد ! بعد وو على االهھ وو صحبهھ وو من ثبعهھ االى يیومم االديین وو صل هللا عليیهھ ووسلم

Kaum muslimin dan muslimat yang dicintai Allah, mari kita membuka hari kita pagi ini dengan bersyukur kepada Allah. Bersyukur menikmati dan memaksimalkan kenikmatan yang diberikan Allah. Bersyukur dalam rangka meningkatkan kedekatan kita dengan Allah. Bersyukur dalam rangka menebar kemanfaatan sebanyak-banyaknya kepada makhluk Allah. Bersyukur dalam rangka bersama-sama merekayasa kebaikan sehingga menjadi ringan dikerjakan dan dinikmati oleh sebanyak mungkin orang di sekitar kita. Pagi hari ini kita akan melanjutkan kajian tadabbur halaqah kita. Pada kesempatan kali ini adalah lanjutan dari kenikmatan yang diberikan Allah kepada bani Israil. Sekadar menyambung beberapa pertemuan yang lalu kita telah membicarakan nikmat-nikmat yang Allah berikan kepada mereka, yaitu nikmat yang terakhir disinggung adalah ketika mereka mendapatkan cobaan, mendapatkan masalah adanya kasus pembunuhan di tengah mereka. Yang diriwayatkan oleh Ibnu Katsir dalam tafsirnya menyebut beberapa riwayat, di antaranya ada salah seorang laki-laki dari bani Israil yang kaya raya tetapi tidak memiliki anak dan keturunan. Beliau memiliki saudara dan beberapa kerabat, tapi bukan dari keturunannya. Singkat cerita laki-laki ini terbunuh. Aslinya, nanti akan diketahui, dibunuh oleh keponakannya. Setelah terbunuh mayatnya ditaruh di depan seorang laki-laki yang mungkin terbiasa membuat keonaran. Tetapi laki-laki ini akhirnya menolak, karena memang bukan dia yang membunuh. Akhirnya saling tuduh. Itu satu riwayat. Riwayat yang lainnya, diceritakan laki-laki yang kaya ini dibunuh kemudian ditaruh di tempat yang ramai. Ini ada beberapa riwayat yang intinya bahwa saling melempar tentang siapa yang membunuh. Dan karena kesulitan investigasi akhirnya mereka berbondong-bondong menghadap nabi Musa ‘alaihissalam dan minta petunjuk. Dan nabi Musa memberikan petunjuk, mereka disuruh menyembelih sapi. Seandainya ketika mereka disuruh menyembelih sapi kemudian disembelih, selesai. Tetapi yang terjadi justru mereka memperpanjang dengan semakin banyak bertanya. Sapi yang seperti apa? Yang tua atau yang muda? Setelah diberitahu, warnanya seperti apa? Setelah diberitahu warnanya, karakteristik yang lainnya seperti apa? Macam-macam. Dan kita sekarang akan menadabburi bagian terakhir dari karakteristik sapi yang Allah berikan.

Page 2: Halaqah Tadabbur Al Quran 11 (Al Baqarah 70 - 76). Dr Saiful Bahri

  99  

Yang kedua, kenapa sapi yang disuruh disembelih? Sekadar review yang kita tadabburi pekan lalu, karena supaya hlang bekas-bekas mereka menyucikan atau mengagungkan sapi. Walau bagaimanapun, mereka pernah menyembah sapi emas yang dibuat oleh Samiri, salah satu pengikut nabi Musa yang sesat. Nah ini supaya mereka terpecahkan bahwa sapi itu seperti halnya yang lainnya. Ini rahasianya kenapa Allah menyuruh menyembelih sapi. Yang ketiga, karena kisah inilah surah ini dinamakan, yaitu surah Al Baqarah. Dalam arti letterlijk-nya disebut dengan seekor sapi, meskipun di dalam beberapa terjemahan disebut dengan sapi betina. Tapi sesungguhnya ini adalah seekor sapi tanpa menyebut jenis kelamin. Kita akan mulai lanjutan tadabbur kita pada ayat 70 insya Allah.

Mereka berkata: "Mohonkanlah kepada Tuhanmu untuk kami agar Dia menerangkan kepada kami bagaimana hakikat sapi betina itu, karena sesungguhnya sapi itu (masih) samar bagi kami dan sesungguhnya kami insya Allah akan mendapat petunjuk (untuk memperoleh sapi itu)." Qalu, mereka bertanya, ud’u lana, cobalah berdoa kepada Allah supaya menjelaskan kepada kami. Gampangnya adalah “tolong katakan kepada kami,” ma hiya, sesungguhnya apa itu. Innal baqara tasyabaha ‘alaina, sesungguhnya sapi yang Anda sebutkan itu banyak, kami tidak tahu mana yang harus kami sembelih. Wa inna insya Allahu lamuhtadun, dengan harapan dengan itu kami mendapatkan petunjuk terhadap kasus yang sekarang membelit kita, apa sesungguhnya dan siapa pembunuhnya.

Musa berkata: "Sesungguhnya Allah berfirman bahwa sapi betina itu adalah sapi betina yang belum pernah dipakai untuk membajak tanah dan tidak pula untuk mengairi tanaman,

Page 3: Halaqah Tadabbur Al Quran 11 (Al Baqarah 70 - 76). Dr Saiful Bahri

  100  

tidak bercacat, tidak ada belangnya." Mereka berkata: "Sekarang barulah kamu menerangkan hakikat sapi betina yang sebenarnya". Kemudian mereka menyembelihnya dan hampir saja mereka tidak melaksanakan perintah itu. Allah mengatakan bahwa sapi yang harus kalian sembelih adalah sapi yang la dzalulun tutsirul ardha, sapi yang tidak pernah digunakan untuk membajak tanah. Sapi yang tidak pernah dipekerjakan secara keras. Kemudian wa la tatsqil hartsa, juga sapi yang tidak pernah dilibatkan dalam proses tanam-menanam. Tsiqayatul harts itu memberikan pengairan. Tidak digunakan untuk membajak tanah, tidak juga digunakan untuk pengairan. Musallamah, tidak ada aibnya. La syiyata fiha, tidak ada belang-belangnya. Di sini disebutkan la syiyata fiha itu tidak ada belang putihnya. Jadi warnanya adalah kuning yang enak dipandang. Bukan kuning tua, bukan kuning muda, tetapi kuning keemasan. Qalul `ana ji`ta bil haq, kalau begitu kami baru jelas. Fadzabahuha, dan mereka menyembelihnya. Wa ma kadu yaf’alun, sesungguhnya mereka nyaris tidak mengerjakan. Kenapa? Karena diceritakan juga masih menurut Ibnu Katsir, sapi yang seperti itu tidak ada. Sulit sekali dicari. Mereka mencari berhari-hari, hingga sampai ke sebuah tempat terpencil, seseorang memiliki sapi seperti yang disebut di sini. Tidak tua, tidak muda, warnanya kuning enak dilihat, tidak pernah dipakai membajak, tidak pernah dipakai proses pengairan, tidak ada cacatnya, tidak ada belang-belangnya. Dan itu pemiliknya tidak mau melepas, kecuali dia bilang nanti kalau sudah disembelih dia minta kulit yang keemasan itu ditimbang dan diganti dengan emas. Akhirnya karena ini membahas masalah kekayaan, dan untuk mengungkap kebenaran, mereka akhirnya sepakat harganya adalah berat kulitnya itu diganti dengan emas. Lalu proses berikutnya Allah katakan:

Dan (ingatlah), ketika kamu membunuh seorang manusia lalu kamu saling tuduh menuduh tentang itu. Dan Allah hendak menyingkapkan apa yang selama ini kamu sembunyikan. Kalau tadi (ayat sebelumya) dalam bahasa Arab disebut idnab. Idnab itu intinya satu, tetapi dibentangkan secara panjang. Kenapa Allah subhanahu wa ta’ala tidak mengatakan misalnya, “Bani Israil setelah diperintah menyembelih sapi, mereka bertanya. Bertanyanya adalah sifat-sifat yang diberikan Allah. Bisa saja Allah katakan sifatnya adalah A, B, C, D, dan E dalam satu ayat. Tetapi di sini ada prosesnya. Proses mereka diberi satu jawaban tidak puas, menjawab lagi, ditanya lagi. Itu proses supaya kita bisa memvisualisasi betapa ‘menjengkelkan’nya mereka. Punya masalah, dikasih solusi tidak puas. Ini yang menarik supaya kita bisa memvisualisasikan itu.

Page 4: Halaqah Tadabbur Al Quran 11 (Al Baqarah 70 - 76). Dr Saiful Bahri

  101  

Yang kedua, ketika Allah katakan wa idz qataltum nafsan ini disebut dengan flashback. Wa idz qataltum nafsan, dan ingatlah ketika kalian membunuh seseorang. Ini yang menarik. Pakar bahasa seperti Az Zajjaz dan sebagainya mengatakan wa idz qataltum nafsan ini shighat-nya plural, padahal yang melakukan pembunuhan satu orang. Apa maksud Allah? wa idz qataltum nafsan, ketika kalian semua membunuh seseorang. Menurut Az Zajjaz ini supaya dirasakan bahwa mereka semua terlibat dalam proses kejahatan itu. Terjadinya kejahatan itu tidak mungkin tiba-tiba. Ketika ada kejahatan, sebenarnya orang-orang yang ada di sekelilingnya itu terlibat. Ini satu. Analisa kedua, menurut Syihabudin Al Alusi, ini bisa jadi yang melakukan pembunuhan lebih dari satu. Otaknya bisa jadi tidak melakukan pembunuhan, tetapi yang melakukan pembunuhan adalah orang lain. Itu terjadi seperti sekarang. Biasanya otak pembunuhan itu jauh dari akses pembunuhan. Mohon maaf, misalnya otaknya itu ya ketawa-ketawa, orang yang mulia. Tapi yang melakukan pembunuhan itu adalah pembunuh bayaran. Analisa ketiga, masih menurut Al Alusi, wa idz qataltum nafsan faddara`tum fiha, ini karena aspeknya atau efek dari pembunuhannya itu melibatkan kalian semuanya. Diperkuat dengan faddara`tum fiha, kalian saling melempar satu sama lain. Tetapi berdasarkan hadits yang disebutkan Ibnu Katsir, maka yang mendekati adalah analisa yang pertama. Karena yang membunuh itu sebenarnya satu orang. Meskipun yang terlibat pembunuhan banyak, otaknya tetap satu orang. Dan ketika dia mencoba mengalihkan, pada dasarnya tidak bisa terselamatkan. Akhirnya apa yang terjadi? Wallahu mukhrijun ma kuntum taktumun. Ini selingan supaya mereka mengingat.

Lalu Kami berfirman: "Pukullah mayat itu dengan sebahagian anggota sapi betina itu !" Demikianlah Allah menghidupkan kembali orang-orang yang telah mati, dam memperlihatkan padamu tanda-tanda kekuasaanNya agar kamu mengerti. Faqulna kata Allah, idhribuhu biba’dhiha, pukullah mayat itu dengan sebagian anggota tubuh sapi yang kalian sembelih. Ada yang bilang kakinya, ada yang bilang kulitnya, tetapi sebagian riwayat mengatakan ekornya. Jadi ekornya diambil, kemudian dipukulkan ke anggota badan mayat tersebut, dan mayat tersebut bisa hidup kembali.

Page 5: Halaqah Tadabbur Al Quran 11 (Al Baqarah 70 - 76). Dr Saiful Bahri

  102  

Kadzalika yuhyillahu, dan demikianlah Allah hidupkan, al mauta, kenapa Allah tidak mengatakan al mayyit? Al mauta, segala bentuk kematian yang tahu hakikatnya hanya Allah. Jadi kita hanya tahu satu jenis mati mungkin. Jenis mati ketika seseorang sudah tidak ada nyawa, sudah tidak ada denyut jantung. Padahal jenis kematian banyak. Di antara yang terdekat dengan kita adalah tadi malam kita ditidurkan Allah, itu adalah salah satu jenis kematian. Tidur itu dikatakan al maut ash shaghir, kematian yang kecil. Allah menghidupkan itu prosesnya bagi Allah kecil, tidak ada masalah. Ketika seseorang tidur itu banyak fungsi yang tidak bisa disadari. Orang yang tidur tidak tahu apa yang terjadi di luar dirinya padahal ada di sampingnya. Di samping ada ular dia tidak tahu. Di sampingnya ada orang menangis dia tidak tahu. Bahkan bisa dia tidak tahu ada goncangan atau benda keras terjatuh di sampingnya. Itu mauta. Jenis-jenis kematian itu Allah yang menghidupkan. Dan ditambah wa yurikum ayatihi la’allakum ta’qilun. Kenapa Wallahu mukhrijun ma kuntum taktumun berhubungan dengan wa yurikum ayatihi la’allakum ta’qilun? Supaya mereka mau berpikir. Ketika nabi Musa ‘alaihissalam mendapatkan pertanyaan “Kami ingin tahu siapa yang membunuh mereka”. Kenapa tidak Allah langsung turunkan jawabannya? “Yang membunuh si A itu adalah keponakannya” kan bisa. Kenapa tidak langsung Allah berikan kuncinya, tetapi harus melalui proses? Satu, supaya menyingkap kepribadian asli. Kita akan memahami bahwa idz qataltum nafsan itu, kerusakan sosial jangan dilihat dari satu orang yang terbunuh itu. Dilihat struktur sosial masyarakat. Ketika akhir-akhir ini kita ada berita kecelakaan lalulintas, itu adalah akumulasi. Contohnya satu, tetapi sebenarnya secara sosial lebih dari itu. Ada banyak kasus tapi yang terungkap satu. Ini bukan kita tidak menamakan kerusakan sosial, struktur sosial masyarakat itu Allah ingin ungkap. Itulah makanya Allah katakan Wallahu mukhrijun ma kuntum taktumun, Allah mengeluarkan yang kalian sembunyikan. Struktur sosial yang tidak sehat ini Allah ingin ungkap. Ternyata kalau di sini konteksnya adalah, struktur sosial yang tidak sehat itu mereka tidak menjalankan perintah Allah. Berusaha sebisa mungkin menjauhi perintah Allah. Ketika sembelih sapi, itu kalau sehat langsung disembelih. Tapi karena tidak sehat, sembelih sapi, sapi yang bagaimana? Pertanyaan mereka bukan pertanyaan ingin tahu, tapi pertanyaan yang menghindar. Ketika diperintahkan “bayarlah zakat,” pertanyaan orang yang ingin tahu akan berbeda dari pertanyaan orang yang menghindar dari bayar zakat. Itu akan bisa diketahui ketika prosesnya berbelit-belit, pertanyaan sangat banyak. Atau mungkin “naiklah haji,” “puasalah.” Pertanyaan yang akan mengakibatkan seseorang itu memperlambat terlaksananya kewajiban, itu Allah akan ungkap, cepat atau lambat. Ada hikmah lagi, ketika Allah katakan wa yurikum ayatihi la’allakum ta’qilun, supaya orang menggunakan akalnya. Bahwa Allah mudah memberikan kunci “yang membunuh adalah si A, adalah keponakannya.” Tetapi Allah menginginkan seseorang berusaha dulu, dan usaha itu

Page 6: Halaqah Tadabbur Al Quran 11 (Al Baqarah 70 - 76). Dr Saiful Bahri

  103  

tanpa menyerah. Ini yang tempo hari sudah kita tadabburi, bahwa Allah tidak pernah bahkan tidak mungkin memberikan kita cuma-cuma tanpa kita melakukan usaha. Padahal kalau dilihat dari kisahnya, sebenarnya mustahil ada seorang yang sudah mati bisa hidup kembali. Tetapi itu terjadi. Dan prosesnya seperti tadi. Ketika orang itu dihidupkan, dia kepentingannya cuma satu, mengatakan bahwa saya dibunuh oleh si Fulan, dibunuh seperti ini, sekarang orangnya ada di sini. Setelah itu dia mati lagi. Jadi dia hanya dihidupkan untuk membuktikan ayat-ayat Allah saja. Seperti halnya ashabul kahfi. Ashabul kahfi itu dihidupkan sebagai ayat Allah, setelah itu mati lagi. Dan ketika ini kisahnya tidak disebutkan di dalam Al Qur`an, kisah ini masih memungkinkan di zaman kita. Masih ada kemungkinan orang setelah mati bisa hidup kembali. Tetapi fungsinya apa? Li yurikum ayatihi la’allakum ta’qilun. Fungsinya hanya untuk menunjukkan tanda-tanda kebesaran Allah. Mungkin nanti suatu ketika ada orang yang sudah akan dikubur, dia sudah dinyatakan divonis mati, menjelang ditaruh di liang lahat tiba-tiba batuk-batuk. Itu bisa terjadi, karena kisah ini tidak disebut dengan nama. Di dalam Al Qur`an, salah satu kaidahnya, kisah aneh yang disebut di dalam Al Qur`an selain para nabi, ketika tidak disebut namanya ada kemungkinan terulang kembali. Ashabul kahfi, ‘Uzair, kemudian kisah anak kecil yang bisa berbicara, kemudian di sini kisah seorang bani Israil yang dibunuh yang kemudian bisa menunjukkan siapa pembunuhnya, itu suatu ketika bi idznillah bisa terulang kembali. Cuma pasti hanya Allah tunjukkan tanda-tanda kekuasaan-Nya saja. Kisahnya sampai di sini diclosing. Allah ingin menyampaikan pesan lain. Apa pesan-Nya? Di ayat 74 Allah katakan:

Kemudian setelah itu hatimu menjadi keras seperti batu, bahkan lebih keras lagi. Padahal diantara batu-batu itu sungguh ada yang mengalir sungai-sungai dari padanya dan diantaranya sungguh ada yang terbelah lalu keluarlah mata air dari padanya dan diantaranya sungguh ada yang meluncur jatuh, karena takut kepada Allah. Dan Allah sekali-sekali tidak lengah dari apa yang kamu kerjakan. Tsumma di sini tidak ada hubungannya dengan sebelumnya. Tsumma, kemudian setelah itu, qasat qulubukum, hati kalian menjadi keras, min ba’di dzalika, setelah nikmat-nikmat itu, atau bisa juga min ba’di dzalika, setelah nikmat yang aneh ini, dan ajaib. Kenapa? Bisa

Page 7: Halaqah Tadabbur Al Quran 11 (Al Baqarah 70 - 76). Dr Saiful Bahri

  104  

terungkap sehingga terhindar dari pertumpahan darah. Jadi setelah terbukti siapa pembunuhnya, bisa dilokalisir. Yang dihukum siapa? Yang dihukum adalah pelaku kriminalnya, yaitu ahli waris yang tidak mendapatkan waris. Ini kan sifatnya sudah sangat jelas.. Tapi yang terjadi qasat qulubukum, hati kalian keras. Fa hiya kal hijarah, hati yang keras itu seperti batu. Au asyaddu qaswah, bahkan lebih keras dari batu. Ini nanti disebut dengan tasybih, dengan majaz ... , kenapa? Karena nanti permisalan batu itu diurai oleh Allah. Wa inna minal hijarati, sesungguhnya di antara jenis batu itu, la ma yatafajjaru minhul anhar, ada yang bisa dikeluarkan Allah dari batu itu air. Jadi batu dengan air. Kenapa? Batu dan air itu dua hal yang seolah-olah saling bertentangan, tapi nyatanya batu itu kalah dengan air. Baru saja beberapa waktu lalu al faqir berjalan di Istambul, itu tempat-tempat wudhu-nya rata-rata dari marmer yang kuat. Tapi di bagian wudhu itu di tengahnya ada lekukan. Jadi sekeras-keras jenis batu, dengan air kalah. Coba Bapak-bapak lihat, kita di sini dengan air bukan masalah. Setiap musim hujan pasti air berlebih. Lihat tempat talang air yang di bawahnya ada batu. Itu batunya tetap atau berubah bentuknya? Berubah bentuknya. Nah itu Allah ingin katakan bahwa sekeras-kerasnya batu masih bisa lunak dengan air. Lalu kata Allah wa inna minha lama yasysyaqqaqu fa yakhruju minhul ma`, di antara batu itu ada yang terbelah menjadi sumber mata air. Coba kalau kita lihat sungai Nil yang mengaliri lebih dari sembilan negara. Itu di pusatnya justru bebatuan. Coba sekarang Bapak-bapak dan Ibu-ibu pergi ke air terjun. Itu di induk atasnya apa? Batu. Allah keluarkan air dari kumpulan batu-batu. Jadi batu yang keras itu mengeluarkan kesejukan. Jadi yang pertama, sekeras-kerasnya batu bisa ditundukkan dengan air. Yang kedua, batu yang keras itu bisa terbelah, dan dari belahan batu itu fa yakhruju minhul ma`, keluar air. Wa inna minha, dan di antara batu-batu itu, lama yahbithu min khasyyatillah, ada batu yang hancur, ada batu yang tersungkur, ada batu yang terlempar karena takut kepada Allah. Nah ini yang ketiga kita tidak tahu. Kita tidak bisa mengetahuinya. Tetapi Allah ingin mengatakan, batu itu lebih mulia dari manusia, karena batu yang tidak bisa mengeluarkan air pun tunduk kepada Allah. Wa ma Allahu bighafilin ‘amma ta’malun, dan Allah sekali-kali tidak pernah lupa terhadap apa yang dilakukan oleh kalian. Kenapa Allah tidak lupa? Karena tercatat. Karena akan dibalas sekecil apapun yang dilakukan oleh manusia. Mitsqala dzarratin syarran yarahu, mitsqala dzarratin khairan yarahu. Allah akan lihat. Sebenarnya bukan dilihat yang itu, tetapi akan dibalas oleh Allah. Maka kata-kata Wa ma Allahu bighafilin ini menandakan bahwa Allah tidak pernah mengantuk dan tidak pernah tidur. Bukan hanya itu, di kanan kiri kita ada malaikat mencatat perkataan dan perbuatan kita. Ini diclosing sampai di sini cerita tentang terbukanya pelaku pembunuh yang sesungguhnya, yang Allah berikan solusi atas masalah yang terjadi di antara mereka supaya tidak terjadi pertengkaran dan pertumpahan darah.

Page 8: Halaqah Tadabbur Al Quran 11 (Al Baqarah 70 - 76). Dr Saiful Bahri

  105  

Selanjutnya tema baru lagi:

Apakah kamu masih mengharapkan mereka akan percaya kepadamu, padahal segolongan dari mereka mendengar firman Allah, lalu mereka mengubahnya setelah mereka memahaminya, sedang mereka mengetahui? Ini kepada kita. Kalau tadi wa idz qataltum itu kepada bani Israil, Allah kisahkan kepada Nabi Muhammad. Kalau sekarang ini kepada Nabi Muhammad dan sahabatnya. Apakah kalian Muhammad dan sahabat-sahabatmu berharap, thama’ itu berharap dengan sangat. Jadi konotasi tamak itu negatif, tapi sebenarnya bisa positif. “Saya tamak haji, ingin haji,” itu tamak yang boleh. “Saya ingin haji dengan cara apapun. Jangan tertawakan profesi saya.” Itu disebut dengan tamak. Afatathma’una itu melebihi dari kenyataan yang terlihat. Itu disebut tamak. Kalau saya mau makan, di depan saya ada makanan, itu bukan tamak, karena sudah tersedia. Yang disebut tamak itu kelihatannya tidak akan sampai. Afatathma’una an yu`minu lakum, apakah kalian sangat berharap mereka (orang-orang yang tadi disebut) bisa beriman kepada kalian? Wa qad kana fariqun minhum, di antara mereka, yasma’una kalamallahu, mendengar kata-kata Allah yaitu Taurat, tsumma yuharrifunahu, kemudian mereka distorsi, mereka ganti itu Taurat. Min ba’di ma aqaluhu wa hum ya’lamun, mereka tahu itu benar tetapi mereka ganti. Orang yang seperti itu kalian harapkan beriman? Pasti jawabannya: Ya beriman saja sudah untung. Jadi mereka tidak gagu saja untung, tidak usah beriman tidak apa-apa. Jadi ini tamak yang positif, tetapi Allah ingin menegaskan bahwa orang-orang yang mempunyai perilaku sosial seperti yang tadi disebut di atas itu jangan terlalu kalian harapkan beriman. Ini satu. Yang kedua:

Page 9: Halaqah Tadabbur Al Quran 11 (Al Baqarah 70 - 76). Dr Saiful Bahri

  106  

Dan apabila mereka berjumpa dengan orang-orang yang beriman, mereka berkata:" Kamipun telah beriman," tetapi apabila mereka berada sesama mereka saja, lalu mereka berkata: "Apakah kamu menceritakan kepada mereka (orang-orang mu'min) apa yang telah diterangkan Allah kepadamu, supaya dengan demikian mereka dapat mengalahkan hujjahmu di hadapan Tuhanmu; tidakkah kamu mengerti?" Wa idza laqulladzina amanu qalu amanna. Orang-orang ini ketika berjumpa dengan orang yang beriman, basa-basinya “kami beriman.” Wa idza khala ba’dhuhum ila ba’dhin, dan ketika mereka khala, khala itu berjumpa dengan kaum sesama mereka, sudah steril dari orang-orang yang beriman. Jadi misalkan saya berjumpa dengan golongan A yang bukan golongan saya, saya mengatakan saya bersama Anda. Ketika saya pergi ke golongan B, khala, golongan A sudah tidak ada, steril dari golongan A, khala ba’dhuhum ila ba’dhin, mereka katakan qalu atuhadditsunahum bi ma fatahallahu ‘alaikum liyuhajjukum bihi ‘inda rabbikum. Jadi mereka salahkan. Ada di antara mereka itu orang-orang yang hati nuraninya masih bersih. Di antara mereka ada yang menceritakan Muhammad itu ada di dalam kitab Taurat dan Injil. Nah orang-orang yang bicara seperti ini pada saat ada di tengah-tengah orang-orang Islam mereka “ini bodoh banget ini orang.” Begitu orang-orang yang beriman itu sudah tidak ada, akhirnya dimarah-marahi. Makanya bahasanya khala, sudah steril dari orang Islam, dari orang yang beriman dari kalangan Nabi Muhammad, mereka mengatakan atuhadditsunahum, kenapa kalian katakan, bi ma fatahallahu ‘alaikum, dengan sesuatu yang Allah beri maklumat kepada kalian, liyuhajjukum bihi ‘inda rabbikum, itu makin memperkuat hujjah mereka. Bahwa agama mereka itu benar, bahwa kita salah. Itu di antara mereka ada yang seperti itu nanti akan segera diluruskan kembali. Ini bukan sesuatu yang mustahil terjadi. Misalkan di dalam blok-blok perkumpulan, ketika steril dari blok yang lainnya, orang yang tadinya sudah cenderung akan netral itu dikristalkan kembali, “kalian harus memusuhi, kalian jangan sampai berdamai dengan golongan B,” ashobiyahnya ditingkatkan dan kekelompokannya itu dikristalkan sehingga tidak bisa didamaikan. Ini jahatnya.

Page 10: Halaqah Tadabbur Al Quran 11 (Al Baqarah 70 - 76). Dr Saiful Bahri

  107  

Afala ta’qilun, tidakkah kalian berpikir wahai orang-orang yang beriman. Jadi intinya, kalian berdakwah, berdakwah saja. Tidak usah berharap. Saya mendakwahi segolongan orang yang seolah-olah tidak akan beriman, itu sudah tidak usah berharap. Kenapa? Apakah kalian harapkan orang yang seperti ini mau mengikuti dakwah kalian? Itu akan menyebabkan sakit hati. Akan menyebabkan seseorang yang berdakwah itu menjadi frustrasi. Berdakwah berdakwah saja. Karena dua sifat ini secara sosial membuat seseorang yang berdakwah itu kehilangan semangatnya. Dia didakwahi, pura-pura baik, kemudian ketika dia pergi, menikam lagi. Di ayat berikutnya pada pertemuan yang akan datang kita bahas proses mereka mendistorsi kitab-kitab Allah. Di antaranya disebut di sini adalah Taurat. Ini mungkin yang bisa al faqir sampaikan. Kita tadabburi ayat 70 sampai 76, kesimpulannya Allah ingin menyempurnakan nikmat yang berat, yang besar. Di antara nikmat itu di sini disebutkan secara panjang, yaitu terungkapnya sebuah perilaku kriminal pembunuhan supaya terhindar dari kerusakan yang lebih besar. Tetapi Allah mengungkapnya tidak dengan jawaban. Diungkapkannya dengan proses, yaitu mereka disuruh menyembelih sapi, tujuannya supaya mereka tidak mengkultuskan sapi lagi, tujuannya juga bisa supaya jelas Allah ingin membuka perilaku sosial yang sesungguhnya ada masalah sosial yang dihadapi masyarakat. Terungkapnya pembunuh itu bagian, tidak merupakan kunci utama, bagian dari kerusakan sosial yang harus disembuhkan di tengah masyarakat. Masalah sesungguhnya adalah mereka tidak mau beriman kepada Allah subhanahu wa ta’ala. Masalah sesungguhnya adalah mereka menunda-nunda kebaikan. Itu adalah masalah sosial yang lebih berat dari hanya sekadar terungkapnya seorang pembunuh yang sesungguhnya. Ini yang bisa al faqir sampaikan, kurang lebihnya mohon maaf. Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.**