hakim perempuan pada mahkamah tinggi syariah...

101
HAKIM PEREMPUAN PADA MAHKAMAH TINGGI SYARIAH SELANGOR SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H) Oleh: AHMAD ZULFI AUFAR NIM: 11150440000003 PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH J A K A R T A 1440 H/2019 M

Upload: ngothu

Post on 09-Aug-2019

215 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: HAKIM PEREMPUAN PADA MAHKAMAH TINGGI SYARIAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45164/1/AHMAD ZULFI... · 1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya, yang diajukan

HAKIM PEREMPUAN PADA MAHKAMAH TINGGI

SYARIAH SELANGOR

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar

Sarjana Hukum (S.H)

Oleh:

AHMAD ZULFI AUFAR

NIM: 11150440000003

PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

J A K A R T A

1440 H/2019 M

Page 2: HAKIM PEREMPUAN PADA MAHKAMAH TINGGI SYARIAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45164/1/AHMAD ZULFI... · 1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya, yang diajukan

ii

HAKIM PEREMPUAN PADA MAHKAMAH TINGGI

SYARIAH SELANGOR

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar

Sarjana Hukum (S.H)

Oleh:

AHMAD ZULFI AUFAR

NIM: 11150440000003

Di Bawah Bimbingan:

Dr. Abdul Halim, M.Ag

NIP: 19670608 199403 1 005

PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

J A K A R T A

1440 H/2019 M

Page 3: HAKIM PEREMPUAN PADA MAHKAMAH TINGGI SYARIAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45164/1/AHMAD ZULFI... · 1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya, yang diajukan

iii

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa:

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya, yang diajukan untuk

memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar Strata Satu (S1) di

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua narasumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya

cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam

Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya saya atau

merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia

menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif

Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 25 Maret 2019

Ahmad Zulfi Aufar

Page 4: HAKIM PEREMPUAN PADA MAHKAMAH TINGGI SYARIAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45164/1/AHMAD ZULFI... · 1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya, yang diajukan

iv

PENGESAHAN PANITIA UJIAN

Skripsi yang berjudul “HAKIM PEREMPUAN PADA MAHKAMAH

TINGGI SYARIAH SELANGOR”. Telah diujikan dalam sidang munaqasyah

Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah

Jakarta pada tanggal 1 April 2019. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu

syarat memperoleh gelar Strata Satu (S1) Sarjana Hukum (S.H) pada program

studi Hukum Keluarga.

Jakarta, 01 April 2019

Mengesahkan

Dekan Fakultas Syariah dan Hukum

Dr. H. Ahmad Tholabi Kharlie, S.H, M.H, M.A.

PANITIA UJIAN MUNAQASYAH

1. Ketua : Dr. H. Abdul Halim M.Ag (……………)

NIP. 19670608 199403 1 005

2. Sekretaris : Indra Rahmatullah, S.HI, M.H (…………….)

NIDN. 2021088601

3. Pembimbing : Dr. H. Abdul Halim M.Ag (……………)

NIP. 19670608 199403 1 005

4. Penguji I : Dr. Hj. Mesraini, M.A (…………….)

NIP. 197602 132003 1 22001

5. Penguji II : Windy Triana, M.A (…………….)

NIDN. 9920113024

Page 5: HAKIM PEREMPUAN PADA MAHKAMAH TINGGI SYARIAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45164/1/AHMAD ZULFI... · 1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya, yang diajukan

v

ABSTRAK

Ahmad Zulfi Aufar. NIM 11150440000003. HAKIM PEREMPUAN PADA

MAHKAMAH TINGGI SYARIAH SELANGOR. Hukum Keluarga, Fakultas

Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 1440

H/2019 M.

Skripsi ini bertujuan untuk menjelaskan tentang sejarah perkembangan

pelantikan hakim perempuan pada Mahkamah Tinggi Syariah Selangor juga

menjelaskan kedudukan hakim perempuan pada Mahkamah Tinggi Syariah

Selangor dari perspektif hukum Islam, regulasi, dan fatwa yang berlaku di Negeri

Selangor serta kewenangan dan peran hakim perempuan tersebut.

Dalam ketentuan yang diberikan mayoritas ulama baik ulama klasik

ataupun ulama kontemporer terhadap syarat yang harus dipenuhi seseorang jika

ingin menjadi hakim salah satunya adalah ia harus laki-laki. Syarat ini dipandang

ada diskriminasi gender dalam peradilan khususnya dalam menempati jabatan

hakim. Hal inilah yang membuat Malaysia terbilang cukup lambat dalam

perkembangan peran perempuan di dunia peradilan Islam terutama jabatan hakim.

Penelitian ini menggunakan jenis penelitian yuridis empiris dan library

research dengan melakukan pengkajian terhadap peraturan perundang-undangan,

fatwa, buku-buku, kitab-kitab fikih yang berkaitan dengan skripsi ini.

Hasil penelitian ini adalah hakim perempuan pada Mahkamah Syariah di

Malaysia pertama kali dilantik pada tahun 2010 dan pada Mahkamah Tinggi

Syariah Selangor pertama kali dilantik pada tahun 2016. Adapun kedudukan

hakim perempuan perspektif hukum Islam yaitu dibolehkan dengan menggunakan

analisis kaidah-kaidah fikih dan analisis aspek sejarah terhadap dalil-dalil yang

melarang perempuan menjadi hakim. Sedangkan kedudukan hakim perempuan

menurut regulasi dan fatwa Negeri Selangor telah sesuai dengan Enakmen

Pentadbiran Agama Islam tahun 2003 dan Fatwa Hukum Pelantikan Hakim Syarie

Wanita, Jabatan Mufti Negeri Selangor yang dikeluarkan pada tahun 2016. Sedangkan

kewenangan hakim perempuan pada Mahkamah Tinggi Syariah Selangor yaitu

menangani perkara Jinayah (pidana) dan perkara Mal (perdata) serta peran yang diemban

hakim perempuan pada Mahkamah Syariah tersebut sama dengan hakim laki-laki.

Kata Kunci: Hakim Perempuan, Mahkamah Syariah, Kesetaraan Gender

Pembimbing : Dr. Abdul Halim, M.Ag

Daftar Pustaka : 1985 s.d. 2018

Page 6: HAKIM PEREMPUAN PADA MAHKAMAH TINGGI SYARIAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45164/1/AHMAD ZULFI... · 1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya, yang diajukan

vi

PEDOMAN TRANSLITERASI

Hal yang dimaksud dengan transliterasi adalah alih aksara dari tulisan

asing (terutama Arab) ke dalam tulisan Latin dimana istilah Arab tersebut belum

dapat diakui sebagai kata bahasa Indonesia atau lingkup penggunaannya masih

terbatas.

Berikut adalah daftar aksara Arab dan padanannya dalam aksara latin:

Huruf Arab Huruf Latin Keterangan

tidak dilambangkan ا

b be ة

t te د

ts te dan es س

j je ج

h ha dengan garis bawah ح

kh ka dan ha ر

d de د

dz de dan zet ر

r er س

z zet ص

s es ط

sy es dan ye ػ

s es dengan garis bawah ص

d de dengan garis bawah ع

t te dengan garis bawah ؽ

z zet dengan garis bawah ظ

koma terbalik di atas hadap kanan „ ع

gh ge dan ha غ

f ef ف

q qo ق

Page 7: HAKIM PEREMPUAN PADA MAHKAMAH TINGGI SYARIAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45164/1/AHMAD ZULFI... · 1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya, yang diajukan

vii

k ka ن

l el ي

m em

n en

w we

h ha

apostrop ˋ ء

y ya

Dalam bahasa Arab, vokal sama seperti bahasa Indonesia, memiliki vokal

atau monoftong dan vokal rangkap atau diftong. Untuk vokal tunggal atau

monoftong, ketentuan alih aksaranya sebagai berikut:

Tanda Vokal

Arab

Tanda Vokal

Latin Keterangan

a fathah

i kasrah

u dammah

Sementara itu, untuk vokal rangkap atau diftong, ketentuan sebagai

berikut:

Tanda Vokal

Arab

Tanda Vokal

Latin Keterangan

ai a dan i

au a dan u

Ketentuan alih aksara vokal panjang (madd), yang dalam bahasa Arab

diimbangkan dengan harakat dan huruf, yaitu:

Tanda Vokal Tanda Vokal Keterangan

Page 8: HAKIM PEREMPUAN PADA MAHKAMAH TINGGI SYARIAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45164/1/AHMAD ZULFI... · 1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya, yang diajukan

viii

Arab Latin

â a dengan topi di

atas

î i dengan topi di

atas

û u dengan topi di

atas

Kata sandang, dalam bahasa Arab dilambangkan dengan alif dan lam (اي),

dialihaksarakan menjadi huruf “l” (el), baik diikuti huruf syamsiyyah atau huruf

qomariyyah. Misalnya:

al-ijtihâd = اإلجزبد

al-rukhsah, bukan ar-rukhsah = اشخظخ

Dalam alih aksara, syaddah atau tasydid dilambangkan dengan huruf, yaitu

dengan menggandakan huruf yang diberi tanda syaddah. Tetapi, hal ini tidak

berlaku jika huruf yang menerima tanda syaddah itu terletak setelah kata sandang

yang diikuti oleh huruf-huruf syamsiyyah. Misalnya:

.al-syuf‟ah tidak ditulis asy-syuf‟ah = اشفعخ

Dalam penulisan ta marbûtah terdapat pada kata yang berdiri sendiri (lihat

contoh 1) atau diikuti oleh kata sifat (na‟t) (lihat contoh 2), maka huruf ta

marbȗtah tersebut dialihaksarakan menjadi huruf “h” (ha). Jika huruf ta marbûtah

tersebut diikuti dengan kata benda (ism), maka huruf tersebut dialihaksarakan

menjadi huruf “t” (te) (lihat contoh 3).

No. Kata Arab Alih Aksara

syarî‟ah شش٠عخ 1

al-syarî‟ah al-islâmiyyah اشش٠عخ اإلعال١خ 2

muqâranat al-madzâhib مبسخ ازات 3

Untuk huruf kapital tidak dikenal dalam tulisan Arab. Tetapi dalam

transliterasi huruf ini tetap digunakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku

Page 9: HAKIM PEREMPUAN PADA MAHKAMAH TINGGI SYARIAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45164/1/AHMAD ZULFI... · 1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya, yang diajukan

ix

dalam Ejaan Yang Disempurnakan (EYD). Perlu diketahui bahwa jika nama diri

didahului oleh kata sandang, maka huruf yang ditulis dengan huruf kapital tetap

huruf awal nama diri tersebut, bukan huruf awal kata sandangnya. Contoh: اجخبس

= al-Bukhâri tidak ditulis Al- Bukhâri.

Beberapa ketentuan lain dalam EYD juga dapat diterapkan dalam alih

aksara ini, misalnya ketentuan mengenai huruf cetak miring atau cetak tebal.

Berkaitan dengan penulisan nama, untuk nama-nama yang berasal dari dunia

Nusantara sendiri, disarankan tidak dialihaksarakan meski akar kara nama tersebut

berasal dari bahasa Arab, Misalnya: Nuruddin al- Raniri, tidak ditulis Nûr al-Dîn

al-Rânîrî.

Setiap kata, baik kata kerja (fi‟il) kata benda (ism) atau huruf (harf), ditulis

secara terpisah. Berikut adalah beberapa contoh alih akasara dengan berpedoman

pada ketentuan-ketentuan diatas:

No Kata Arab Alih Aksara

اؼشسح رج١خ اذظساد 1al-darûrah tubîhu al-

mahzûrât

al-iqtisâd al-islâmî االلزظبد اإلعال 2

usûl al-fiqh أطي افم 3

ف األش١بء اإلثبدخ األط 4 al-„asl fî al-asyya al-

ibâhah

al-maslahah al-mursalah اظذخ اشعخ 5

Page 10: HAKIM PEREMPUAN PADA MAHKAMAH TINGGI SYARIAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45164/1/AHMAD ZULFI... · 1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya, yang diajukan

x

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah

memberikan banyak karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi

ini dengan baik. Salam dan cinta penulis selalu tercurahkan kepada kekasih

penulis yang telah membimbing kehidupan penulis yaitu Nabi Muhammad SAW.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang membantu

kelancaran penyusunan skripsi ini, baik berupa dorongan moril maupun materil.

Oleh karena itu, penulis secara khusus menyampaikan ucapan terima kasih

kepada:

1. Bapak Dr. Ahmad Tholabi Kharlie, S.Ag, S.H, M.H, M.A., selaku dekan

Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah

Jakarta.

2. Bapak Dr. Abdul Halim, M.A., selaku ketua program studi Hukum Keluarga

juga sebagai dosen pembimbing skripsi dan Bapak Indra Rahmatullah, S.HI,

M.H., selaku sekretaris program studi Hukum Keluarga.

3. Bapak K.H. Dr. Juaini Syukri Lc, M.A., selaku dosen pembimbing akademik

yang selalu menasihati dan membimbing selama menjalani proses kuliah.

4. Seluruh Dosen Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

yang telah memberikan ilmunya.

5. Pimpinan dan seluruh karyawan Perpustakaan Universitas Islam Negeri

Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan fasilitas untuk studi

kepustakaan.

6. Kedua orang tua penulis yaitu Drs. H. Masykur Syah dan Hj. Siti Zulekho

keluarga besar penulis yang telah mencintai penulis baik dengan doa maupun

dukungan.

7. Guru-guru penulis K.H. Mahfudz Ma‟mun, K.H. Mursyahid, Ust. H. Ahmad

Fulaih, M.A, Ust. Ahmad Fauzi, M.Pd, Ust. Dr. H. Ahmad Fudhaili, M.A,

K.H. Hisyam Burhany Hasyim yang telah membimbing dan memberikan

ilmu kepada penulis.

Page 11: HAKIM PEREMPUAN PADA MAHKAMAH TINGGI SYARIAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45164/1/AHMAD ZULFI... · 1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya, yang diajukan

xi

8. Saudara Megat Ahmad Najeeb bin Amir Sharifuddin dan keluarga yang telah

memberikan seluruh fasilitas selama penelitian di Malaysia.

9. Saudara Ariyall Hikam Pratama yang telah menemani selama penelitian di

Malaysia dan penyusunan skripsi ini.

10. Puan Nenney Shushaidah binti Shamsuddin, Hakim Mahkamah Tinggi

Syariah Selangor dan Puan Nur Hatika binti Ismail pegawai Jabatan

Kehakiman Syariah Selangor dan seluruh pegawai Jabatan Kehakiman

Syariah Selangor yang telah membantu dalam penelitian ini baik memberikan

informasi berupa data maupun wawancara.

11. Tuan Ust Khairi Amri bin Ahmad penolong Mufti unit buhuts Jabatan Mufti

Negeri Selangor beserta seluruh pegawai pada lembaga tersebut yang telah

memberikan data tentang fatwa.

12. Tuan Prof. Madya. Dr. Irwan bin Mohd Subri, Lc Ketua Institut Pengurusan

& Penyelidikan Fatwa Sedunia (INFAD) Universiti Sains Islam Malaysia

(USIM) serta saudara Husni Hamidi mahasiswa Universiti Sains Islam

Malaysia (USIM) yang telah membantu mencari data di kampus tersebut.

13. Tuan Dr. Mohd Norhusairi dosen senior di Islamic Studies Faculty Universiti

of Malaya (UM) yang membantu penulis mencari data penelitian ini.

14. Keluarga besar Hukum Keluarga angkatan 2015.

15. Sahabat-sahabat terbaik khususnya kepada Muhammad Fathurrahman,

Salman Alfarisi, Mundzir Tamam, Muhammad Syaiful Anwar, Fikri

Chusyaini Alfarobi, Muhamad Taufik, Winanda Fikri P, Muhammad Ihfal

Alifi, Reza Anis Maulidya, Putri Shifa Amelia, Fatma Hidayah Fathuri dan

Helma Suryani.

Jakarta, 25 Maret 2019

Penulis

Page 12: HAKIM PEREMPUAN PADA MAHKAMAH TINGGI SYARIAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45164/1/AHMAD ZULFI... · 1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya, yang diajukan

xii

DAFTAR ISI

LEMBAR PERNYATAAN ............................................................................................. iii

PENGESAHAN PANITIA UJIAN ..................................................................................iv

ABSTRAK ......................................................................................................................... v

PEDOMAN TRANSLITERASI ......................................................................................vi

KATA PENGANTAR ....................................................................................................... x

DAFTAR ISI..................................................................................................................... xii

BAB I PENDAHULUAN .................................................................................................. 1

A. Latar Belakang Masalah ................................................................................ 1

B. Identifikasi Masalah....................................................................................... 5

C. Pembatasan Masalah ...................................................................................... 6

D. Rumusan Masalah .......................................................................................... 6

E. Tujuan dan Manfaat Penelitian ...................................................................... 6

F. Kajian Studi Terdahulu .................................................................................. 7

G. Metode Penelitian ........................................................................................ 10

H. Sistematika Penulisan .................................................................................. 13

BAB II HAKIM PEREMPUAN DALAM KHAZANAH FIKIH ISLAM ................ 14

A. Definisi Hakim Perempuan.......................................................................... 14

B. Hakim Perempuan Menurut Ulama Klasik.................................................. 15

C. Hakim Perempuan Menurut Ulama Kontemporer ....................................... 27

BAB III HAKIM PEREMPUAN DALAM REGULASI, MAHKAMAH SYARIAH dan

FATWA ULAMA di MALAYSIA 34

A. Sistem Pemerintahan dan Sistem Hukum Malaysia .................................... 34

B. Hakim Perempuan pada Regulasi Negeri-negeri di Malaysia ..................... 40

C. Hakim Perempuan pada Mahkamah Syariah di Malaysia ........................... 43

D. Hakim Perempuan pada Fatwa Ulama di Malaysia ..................................... 48

BAB IV HAKIM PEREMPUAN PADA MAHKAMAH TINGGI SYARIAH

SELANGOR .................................................................................................................... 55

A. Sejarah Pelantikan Hakim Perempuan pada Mahkamah Syariah Selangor. 55

B. Kedudukan Hukum Hakim Perempuan Pada Mahkamah Tinggi Syariah

Selangor ............................................................................................................. 60

C. Kewenangan Serta Peran Hakim Perempuan pada Mahkamah Tinggi

Syariah Selangor ................................................................................................ 75

Page 13: HAKIM PEREMPUAN PADA MAHKAMAH TINGGI SYARIAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45164/1/AHMAD ZULFI... · 1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya, yang diajukan

xiii

BAB V PENUTUP ........................................................................................................... 78

A. Kesimpulan .................................................................................................. 78

B. Saran ............................................................................................................ 79

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................... 80

Page 14: HAKIM PEREMPUAN PADA MAHKAMAH TINGGI SYARIAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45164/1/AHMAD ZULFI... · 1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya, yang diajukan

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Hukum Islam mengakui kesetaraan laki-laki dan perempuan sebagai

manusia pada umumnya tetapi tidak menganjurkan kesetaraan absolut peran

di antara mereka, terutama dalam hubungan keluarga. Sebagaimana Cairo

Declaration on Human Right in Islam States menyatakan bahwa: perempuan

setara dengan laki-laki dalam harga diri dan mempunyai hak untuk menikmati

dan tugas untuk dikerjakan, dia memiliki entitas sipil dan kemandirian

finansial sendiri, dan hak untuk mempertahankan nama dan keturunannya.1

Dalam perdebatan mengenai kesetaraan perempuan dengan laki-laki,

Dr. Ramizah Wan Muhammad berpendapat bahwa Allah menyebut kata „al-

Nisa‟ 57 kali dan „al-Rijal‟ 57 kali dalam al-Quran. Ini menandakan fakta

pentingnya kesetaraan laki-laki dan perempuan dalam Islam dan kontribusi

mereka dalam pengembangan hukum Islam. Dan pada saat yang sama, itu

menunjukkan bahwa laki-laki dan perempuan adalah setara.2

Perdebatan ulama dalam menafsirkan nash baik al-Quran maupun

hadis tentang kedudukan perempuan terhadap laki-laki berimplikasi kepada

hukum yang mengatur kebolehan perempuan menjadi hakim di kalangan

ulama fikih. Mayoritas ulama melarang melantik perempuan sebagai hakim

pada Peradilan Islam atau yang lebih dikenal dengan Pengadilan Agama jika

di Indonesia dan Mahkamah Syariah jika di Malaysia.

Ulama yang hidup pada zaman awal perkembangan Islam dimana

selanjutnya penulis sebut dengan ulama klasik memberikan syarat bahwa

seorang hakim haruslah muslim, berakal, baligh, laki-laki, merdeka, adil,

1 Mashood A. Baderin, International Human Rights and Islamic Law, (New

York: Oxford University, 2005), h. 60. 2 Razimah Wan Muhammad, “Woman and Shari‟ah Court: A Study of Malaysia

and Indonesia”, International Journal of cross-Cultural Studies, Vol. 1, 2, (2015), h. 42

Page 15: HAKIM PEREMPUAN PADA MAHKAMAH TINGGI SYARIAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45164/1/AHMAD ZULFI... · 1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya, yang diajukan

2

mendengar, melihat dan dapat berpikir (nâtiq).3 Dengan syarat tersebut jelas

secara implisit melarang perempuan menjadi hakim. Ulama-ulama yang

melarang perempuan menjadi seorang hakim tersebut beristidlal dengan

hadis:

شأح ا ش ا أ ٠فخ ل

Artinya: “Tidaklah akan berbahagia kaum yang menyerahkan

urusannya kepada perempuan”. (H.R, Ahmad, al-Bukhȃri, al-Tirmîdzi dan

al-Nasȃˋi).4

Ulama yang membolehkan perempuan menjadi hakim adalah ulama

yang bermazhab Hanafi, mereka berpendapat bahwa perempuan boleh

menjadi hakim dalam semua perkara kecuali hudud dan qisâs. Alasan yang

dikemukakan adalah karena dalam masalah selain hudud dan qisâs kesaksian

perempuan dibolehkan.5

Ulama yang membolehkan perempuan menjadi hakim secara mutlak

yaitu Ibnu Jarîr al-Thabarî (w. 310 H) yang berpendapat bahwa perempuan

boleh menjadi hakim secara mutlak dalam semua perkara. Alasannya karena

dia boleh menjadi mufti, dia juga boleh menjadi hakim.6 Imam Ibnu Hazm

3 Syihâbuddîn bin Ahmad al-Qarâfî, al-Dzakhîrah, (Beirut: Dâr al-Gharb al-

Islâmî, 1994), jilid 10, h. 21. Lihat Abi al-Hasan „Ali bin Muhammad al-Mâwardî, al-

Ahkam al-Sultaniyah, (Kairo, Dâr al-Hadîts, 2006), h. 110. Lihat Abi Zakariyya

Muhyiddin bin Syaraf al-Nawawî, al-Majmu‟ Syarh al-Muhadzab, (Beirut: Dâr al-Fikr,

2005), jilid 12, h. 10. Lihat Muwaffiq al-Dîn Abi Muhammad „Abdullah bin Ahmad, al-

Mughnî, (Riyadh: Dâr al-„Alim al-Kutub, 2005) jilid, 14, cet.5, h.12.

4 Ahmad bin Hanbal, al-Musnad, (Beirut: Dâr al-Kutub al-‟Ilmiyyah, 2008) jilid

8, h. 263. Lihat Muhammad bin Ismail al-Bukhȃri, Sahih al-Bukhȃri, (Beirut: Dar al-

Kutub al-„Ilmiyyah, 1998), jilid 3, h. 151. Lihat Abi „Isa Muhammad bin „Isa, al-Jâmi‟

al-Sahih, (Kairo: Dâr al-„Ilamiyah, 2017) h. 431. Lihat Ahmad bin Syu'aib al-Nasȃˋi,

Sunan al-Nasȃˋi, (Kairo: Dâr al-„Ilmiyah, 2017) h. 667.

5 Burhânuddin Abi al-Hasan „Ali bin Abi Bakr, al-Hidâyah syarh Bidâyah al-

Mubtadî, (Karachi: Idârah al-Qurân wa al-„Ulûm al-Islâmiyyah, 1995), jilid 5, h. 378.

Lihat Kamâluddin Muhammad bin „Abdu al-Wâhid al-Sîwâsî, Syarh Fath al-Qadîr,

(Beirut: Dâr al-Kutub al-„Ilmiyyah, 2003), jilid 7, h. 279. Lihat Zainuddin bin Ibrâhim al-

Misri, Bahru al-Râiq Syarh Kanzu al-Daqâiq, (Beirut: Dâr al-Kutub al-„Ilmiyyah, 1997),

jilid 7, h. 8.

6 Wahbah al-Zuhaylî , al-Fiqh al-Islam wa Adillatuh, (Damaskus: Dâr al-Fikr,

1985), jilid 6, cet.2, h. 745.

Page 16: HAKIM PEREMPUAN PADA MAHKAMAH TINGGI SYARIAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45164/1/AHMAD ZULFI... · 1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya, yang diajukan

3

(w. 456 H) membolehkan perempuan menjadi hakim dengan alasan bahwa

Imam Abu Hanifah (w. 150 H) meriwayatkan suatu cerita bahwa Umar bin

Khattab mengangkat seorang perempuan yang bernama al-Syifâ menjadi

wilayatul hisbah atau auditor di pasar.7

Jika dilihat di berbagai peradilan agama di dunia Islam di Kawasan

negara-negara Arab khususnya, pada tahun 2011 sedikitnya ada 6 negara

yang telah menjustifikasi keikutsertaan perempuan sebagai hakim. Keenam

negara tersebut adalah Sudan, Maroko, Syiria, Lebanon, Yaman dan Tunisia.

Maroko adalah negara yang pertama dalam memberdayakan perempuan di

ranah publik tepatnya pada tahun 1959 dengan eksistensi mereka mencapai

50%. Selanjutnya Tunisia sejak tahun 1968 dengan eksistensinya mencapai

22,5%. Selanjutnya Sudan sejak tahun 1970 dengan eksistensinya18%.

Selanjutnya Yaman sejak tahun1975 dengan eksistensi 16% dan terakhir

Syiria sejak tahun 1974 dengan eksistensi 11%.8

Malaysia sebagai salah satu negara yang berpenduduk mayoritas

muslim menyiratkan adanya kehendak untuk memberikan kesempatan kepada

perempuan terhadap hak-hak publik yang selama ini dimiliki laki-laki.

Bahkan secara normatif, Malaysia meratifikasi Konvensi Penghapusan Segala

Bentuk Diskriminasi Terhadap Perempuan (CEDAW) pada tahun 1995. Dan

bentuk lain dari komitmen pemerintah Malaysia adalah membentuk

Departemen Perempuan dan Pembangunan Keluarga pada tahun 2001, dan

juga membentuk kabinet pemberdayaan perempuan pada tahun 2003, dan

membuat program Pengarusutamaan Gender (PUG) di instansi pemerintah.9

Perkembangan tersebut menurut penulis adalah perkembangan yang

lambat. Karena setelah meratifikasi CEDAW pada tahun 1995 peran

7 Abu Muhammad Ali bin Ahmad, al-Muhalla bi al-Hujaji wa al-Âtsar, (Riyadh:

Bait al-Afkâr al-Dauliyah, 2003), h. 1581. 8 Djazimah Muqoddas, Kontroversi Hakim Perempuan Pada Peradilan Islam di

Negara-negara Muslim, (Yogyakarta: LKiS, 2011), h. xiv 9 Djazimah Muqoddas, Kontroversi Hakim Perempuan Pada Peradilan Islam di

Negara-negara Muslim, h. 6.

Page 17: HAKIM PEREMPUAN PADA MAHKAMAH TINGGI SYARIAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45164/1/AHMAD ZULFI... · 1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya, yang diajukan

4

perempuan baru ramai dibicarakan pada 10 tahun setelah itu. Bahkan dalam

peran sebagai hakim di Mahkamah Syariah pun baru pertama kali

dilaksanakan pada tahun 2010 yaitu 15 tahun setelah Malaysia meratifikasi

CEDAW.10

Setelah dilantiknya hakim pada Mahkamah Rendah Syariah pada

tahun 2010 tersebut, negeri-negeri di Malaysia mulai melantik perempuan

sebagai hakim pada Mahkamah Rendah Syariah. 6 tahun setelah pelantikan

hakim perempuan tersebut barulah Negeri Selangor melantik hakim

perempuan pada Mahkamah Tinggi Syariah negeri tersebut dan menjadi

hakim perempuan pertama yang dilantik dalam lembaga Mahkamah Tinggi

Syariah di Malaysia.11

Mereka yang dilantik adalah Noor Huda Roslan (40 Tahun) dan

Nenney Shushaidah Shamsuddin (41 Tahun). Pelantikan ini terbilang unik

karena kewenangan Mahkamah Tinggi Syariah Selangor adalah mengadili

perkara-perkara pidana Islam hingga memberikan izin kepada suami yang

ingin berpoligami.12

Hingga Nenney Sushaidah Shamsuddin mendapatkan

anugerah menjadi 100 Women 2018 versi BBC karena ia melindungi

perempuan yang berperkara di pengadilannya dan ia ingin mengubah

perspektif negatif tentang Hukum Islam.13

Selain keunikan tersebut, Negeri Selangor adalah negeri yang

menempatkan Mazhab Syafi‟i sebagai pendapat yang diutamakan untuk

mengeluarkan fatwa bahkan regulasi negeri tersebut mengatur bahwa fatwa

10 Ajeng Rizki Pitakasari, “Malaysia Tugaskan Hakim Wanita Pertama di

Pengadilan Syariah”, http://khazanah.republika.co.id/berita/dunia-islam/islam-

mancanegara/10/07/10/123981-malaysia-tugaskan-hakim-wanita-pertama-di-pengadilan-

syariah yang diakses pada 05 September 2018.

11

Laman berita JAKESS, “Selangor Lantik Hakim Wanita Mahkamah Tinggi

Syariah Pertama di Malaysia” dalam http://www.jakess.gov.my/v4/index.php/info-

jabatan/arkib/berita/450-selangor-lantik-hakim-wanita-mahkamah-tinggi-syariah-

pertama-di-malaysia diakses pada 05 September 2018.

12

Seksyen 61, Enakmen 1 Tahun 2003, Enakmen Pentadbiran Agama Islam

Negeri Selangor 2003.

13

BBC 100 Women 2018: Who is The List?, dalam

https://www.bbc.com/news/world-46225037 diakses pada 10 Desember 2018.

Page 18: HAKIM PEREMPUAN PADA MAHKAMAH TINGGI SYARIAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45164/1/AHMAD ZULFI... · 1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya, yang diajukan

5

yang dikeluarkan haruslah berdasar kepada qaul mu‟tamad mazhab tersebut

jika tidak ada maka dibolehkan menggunakan pendapat mazhab lain.14

Bahkan para pengajar atau pendakwah di Negeri Selangor hanya dibolehkan

mengajarkan kitab-kitab bermazhab Syafi‟i kepada masyarakat awam.

Adapun mazhab lainnya dibolehkan mengkajinya terhadap kalangan

akademis dan di tempat yang sudah ditentukan yaitu universitas.15

Dalam pelantikan hakim perempuan pada Mahkamah Syariah di

Negeri Selangor terdapat indikasi adanya perubahan hukum dan perubahan

sosial. Hal ini dibuktikan adanya perubahan regulasi yang mengatur syarat

dilantiknya hakim pada Mahkamah Tinggi Syariah dan berubahnya fatwa

yang dikeluarkan negeri tersebut.

B. Identifikasi Masalah

1. Bagaimana ulama klasik berpendapat tentang kedudukan hakim

perempuan dalam hukum Islam?

2. Bagaimana ulama kontemporer berpendapat tentang kedudukan hakim

perempuan dalam hukum Islam?

3. Bagaimana sistem pemerintahan dan sistem hukum di Malaysia?

4. Bagaimana perundang-undangan Malaysia mengatur hakim perempuan

di Mahkamah Syariah?

5. Bagaimana perkembangan perempuan menjadi hakim di Mahkamah

Syariah negeri-negeri di Malaysia?

6. Bagaimana fatwa negeri-negeri di Malaysia mengatur perempuan

menjadi hakim?

7. Apa yang melatarbelakangi Selangor menjadi negeri pertama yang

melantik hakim perempuan di Mahkamah Tinggi Syariah?

8. Bagaimana kedudukan hukum pelantikan hakim perempuan pada

Mahkamah Tinggi Syariah Selangor?

14 Seksyen 54, Enakmen 1 Tahun 2003, Enakmen Pentadbiran Agama Islam

Negeri Selangor 2003.

15

Khairi Amri bin Ahmad, Penolong Mufti Unit Buhuts Jabatan Mufti Negeri

Selangor, Wawancara Pribadi, 25 Oktober 2018.

Page 19: HAKIM PEREMPUAN PADA MAHKAMAH TINGGI SYARIAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45164/1/AHMAD ZULFI... · 1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya, yang diajukan

6

9. Bagaimana peraturan perundang-undangan dan fatwa Negeri Selangor

mengatur perempuan menjadi hakim di Mahkamah Syariah?

10. Bagaimana kewenangan dan peran hakim perempuan pada Mahkamah

Tinggi Syariah Selangor?

C. Pembatasan Masalah

Penelitian ini membahas tentang hukum perempuan menjadi hakim

baik perspektif fikih klasik maupun kontemporer dan kemudian diaplikasikan

terhadap kedudukan serta peran hakim perempuan di Mahkamah Tinggi

Syariah Selangor. Penelitian ini menggunakan tiga analisis yaitu analisis

yuridis, historis, dan sosiologis. Analisis yuridis, penulis batasi pada analisis

hukum Islam, regulasi dan fatwa yang berlaku. Analisis historis penulis batasi

kepada sejarah perkembangan hakim perempuan di Malaysia. Sedangkan

analisis sosiologis penulis batasi kepada kewenangan dan peran hakim

perempuan pada Mahkamah Tinggi Syariah Selangor.

D. Rumusan Masalah

Setelah mengidentifikasi dan membatasi masalah, penulis

merumuskan masalah pada penelitian ini dengan rumusan masalah sebagai

berikut:

1. Bagaimana sejarah pelantikan hakim perempuan pada Mahkamah Tinggi

Syariah Selangor?

2. Bagaimana kedudukan hukum serta kewenangan dan peran hakim

perempuan pada Mahkamah Tinggi Syariah Selangor?

E. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan rumusan masalah yang penulis paparkan

sebelumnya, maka dapat dipahami bahwa tujuan yang ingin penulis capai

adalah sebagai berikut:

a. Untuk menginformasikan kedudukan hukum perempuan menjadi

hakim.

Page 20: HAKIM PEREMPUAN PADA MAHKAMAH TINGGI SYARIAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45164/1/AHMAD ZULFI... · 1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya, yang diajukan

7

b. Untuk menginformasikan sejarah hakim perempuan pada Mahkamah

Syariah di Malaysia.

c. Untuk mendeskripsikan kewenangan serta peran hakim perempuan

di Mahkamah Tinggi Syariah Selangor.

2. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Memberikan informasi tentang kedudukan hukum perempuan

menjadi hakim.

b. Memberikan informasi tentang sejarah hakim perempuan pada

Mahkamah Syariah di Malaysia.

c. Memberikan deskripsi tentang kewenangan serta peran hakim

perempuan di Mahkamah Tinggi Syariah Selangor.

d. Memberikan kontribusi secara ilmiah dan pengembangan kajian

keilmuan dalam bidang studi Islam.

F. Kajian Studi Terdahulu

Kajian tentang hakim perempuan bukanlah hal yang baru, banyak

penelitian sebelum penelitian ini yang membahas tentang hakim perempuan.

Penelitian tersebut dipublikasikan dengan berupa buku, jurnal, maupun

skripsi.

Penelitian yang dibukukan dengan judul “Kontroversi Hakim

Perempuan pada Peradilan Islam di Negara-negara Muslim” ditulis oleh

Djazimah Muqoddas dimana penelitian tersebut menjelaskan kedudukan

hakim perempuan di Indonesia, Malaysia, Pakistan dan Sudan. Penelitian ini

terfokus kepada analisis yuridis tentang hakim perempuan dan analisis

empiris pada Peradilan Agama di Indonesia.16

Jurnal yang berjudul: “Woman and Shari‟ah Court: A Study of

Malaysia and Indonesia” yang ditulis oleh Ramizah Wan Muhammad.

16 Djazimah Muqoddas, Kontroversi Hakim Perempuan Pada Peradilan Islam di

Negara-negara Muslim.

Page 21: HAKIM PEREMPUAN PADA MAHKAMAH TINGGI SYARIAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45164/1/AHMAD ZULFI... · 1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya, yang diajukan

8

Penelitian ini membahas tentang status perempuan dalam masyarakat Islam di

Negara Muslim dan juga membandingkan syarat menjadi hakim peradilan

Islam di Malaysia dan Indonesia.17

Jurnal yang berjudul “To Judge or Not to Judge: A Comparative

Analysis of Islamic Jurisprudential Approaches to Female Judges in the

Muslim World (Indonesia, Egypt and Iran)” yang ditulis oleh Engy

Abdelkader. Penelitian ini membahas tentang hakim perempuan perspektif

Hukum Islam secara umum dan membandingkan keberadaan hakim

perempuan di Indonesia, Mesir dan Iran dari segi hukum dan status sosial

perempuan pada ketiga negara tersebut.18

Jurnal yang ditulis oleh Euis Nurlaelawati dan Arskal Salim yang

berjudul “Gendering the Islamic Judiciary: Female Judges in the Religious

Courts of Indonesia”. Penelitian ini membahas tentang hakim perempuan

pada Pengadilan Agama di Indonesia mulai dari inisiatif merekrut menjadi

hakim perempuan, latar belakang pendidikan hakim perempuan, posisi hakim

perempuan di Pengadilan Agama, serta hukum yang berlaku bagi hakim

perempuan yang berkaitan dengan isu gender.19

Tesis yang berjudul “Hakim Perempuan Dalam Prespektif Hukum

Islam (Posisi Hakim Perempuan Dalam Memutuskan Kasus Pidana Menurut

Majelis Ulama Indonesia, Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama)” yang

disusun oleh Nuruzzaman MS. Dalam tesis tersebut dijelaskan tentang

17 Ramizah Wan Muhammad, “Woman and Shari‟ah Court: A Study of Malaysia

and Indonesia”, International Journal of Cross-Cultural Studies, Vol. 1, 2 (Desember,

2015).

18

Engy Abdelkader, “To Judge or Not to Judge: A Comparative Analysis of

Islamic Jurisprudential Approaches to Female Judges in The Muslim World (Indonesia,

Egypt and Iran)”, Fordham International Law Journal, Vol. 37, 2 (2014).

19

Euis Nurlaelawati dan Arskal Salim, “Gendering the Islamic Judiciary: Female

Judges in the Religious Courts of Indonesia”, Al-Jami‟ah, Vol. 51, 2, (2013).

Page 22: HAKIM PEREMPUAN PADA MAHKAMAH TINGGI SYARIAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45164/1/AHMAD ZULFI... · 1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya, yang diajukan

9

hukum seorang hakim perempuan memutuskan perkara pidana dimana

hukum tersebut menurut MUI, Muhammadiyah dan Nahdhatul Ulama.20

Skripsi yang disusun oleh Siti Maszuriyati binti Aziz yang berjudul

“Persepsi Klien dan Pegawai Mahkamah Terhadap Pengendalian Kes oleh

Hakim Syarie Wanita di Mahkamah Syariah Wilayah Persekutuan”. Dalam

penelitian ini dibahas masalah hakim perempuan di Malaysia secara umum

dan dibahas juga mengenai fatwa negeri-negeri di Malaysia juga hasil

penelitian tersebut dimana menginformasikan tentang persepsi klien dan

pegawai mahkamah yang ditulis dengan informasi statistik.21

Skripsi Fakultas Pengajian Islam, Universitas Kebangsaan Malaysia

yang berjudul Prospek Hakim Wanita di Mahkamah-mahkamah Syariah di

Malaysia yang disusun oleh Fatimah binti Majemi. Penelitian ini membahas

tentang hukum perempuan menjadi hakim pada Peradilan Islam menurut

ulama klasik dan kontemporer. Penelitian ini juga membahas tentang

kedudukan hakim perempuan dalam regulasi negeri-negeri di Malaysia dan

juga fatwa negeri-negeri di Malaysia. Pada akhir penelitian ini, dibahas

masalah prospek pelantikan hakim perempuan pada Mahkamah Syariah di

Malaysia.22

Skripsi dengan judul “Hakim Perempuan (Studi Komparatif Abu

Hanifah dan Ibnu Hazm)” yang disusun oleh Puthut Syafahruddin. Skripsi ini

menjelaskan perbedaan, persamaan, serta faktor yang melatarbelakangi

20 Nuruzzaman MS, “Hakim Perempuan Dalam Prespektif Hukum Islam (Posisi

Hakim Perempuan Dalam Memutuskan Kasus Pidana Menurut Majelis Ulama Indonesia,

Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama)” (Tesis S-2 Program Pascasarjana Ilmu Hukum,

Universitas Muhammadiyah Surakarta, 2014).

21

Siti Maszuriyat binti Aziz, “Persepsi Klien dan Pegawai Mahkamah Terhadap

Pengendalian Kes oleh Hakim Syarie Wanita di Mahkamah Syariah Wilayah

Persekutuan”, (Skripsi S-1 Fakultas Pengajian Islam, Universitas Kebangsaan Malaysia,

2017).

22

Fatimah binti Majemi, “Prospek Pelantikan Hakim Wanita di Mahkamah-

mahkamah Syariah di Malaysia” (Skripsi S-1 Fakultas Pengajian Islam, Universitas

Kebangsaan Malaysia, 2016).

Page 23: HAKIM PEREMPUAN PADA MAHKAMAH TINGGI SYARIAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45164/1/AHMAD ZULFI... · 1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya, yang diajukan

10

pendapat Abu Hanifah dan Ibnu Hazm tentang kedudukan hukum hakim

perempuan.23

Skripsi dengan judul “Hakim Wanita (Studi Komparatif Hanafi dan

Mazhab Syafi‟i)” yang disusun oleh Luqman bin Abdul Hamid. Penelitian ini

menjelaskan perbedaan, persamaan, serta faktor yang melatarbelakangi

pendapat Mazhab Hanafi dan Mazhab Syafi‟i tentang kedudukan hakim

perempuan.24

Perbedaan antara sembilan penelitian tersebut dengan skripsi ini adalah

objek penelitian ini kepada hakim perempuan di Negeri Selangor juga

menggunakan analisis yuridis Hukum Islam dari semua perspektif mazhab

dan dianalisis dengan perspektif kaidah ushul fiqh. Dalam analisis yuridis

regulasi dan fatwa penulis menuliskan secara umum yaitu regulasi dan fatwa

di Malaysia kemudian dikhususkan dengan regulasi dan fatwa di Negeri

Selangor.

G. Metode Penelitian

Penelitian menurut Woody adalah suatu penyelidikan atau suatu

upaya penemuan (inquiry) yang dilakukan secara hati-hati dan/atau secara

kritis dalam mencari fakta dan prinsip-prinsip atau suatu penyidikan yang

sangat cerdik untuk menetapkan sesuatu.25

Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode penelitian sebagai

berikut:

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian dalam skripsi ini adalah:

a. Penelitian yuridis empiris yaitu penelitian yang difokuskan untuk

23 Puthut Syahfaruddin, “Kedudukan Hakim Perempuan (Studi Komparatif Imam

Abu Hanifah dan Ibnu Hazm)” (Skripsi S-1 Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas

Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2016).

24

Luqman bin Abdul Hamid, “Hakim Wanita (Studi Komparatif Hanafi dan

Mazhab Syafi‟i)” (Skripsi S-1 Fakultas Syariah dan Ilmu Hukum, Universitas Islam

Negeri Sultan Islam Syarif Kasim Riau, 2013). 25

Muri Yusuf, Metode Penelitian: Kuantitatif, Kualitatif, dan Penelitian

Gabungan, (Jakarta: Prenamedia, 2016), cet.3, h. 25.

Page 24: HAKIM PEREMPUAN PADA MAHKAMAH TINGGI SYARIAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45164/1/AHMAD ZULFI... · 1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya, yang diajukan

11

mengkaji hukum tidak tertulis, efektifitas hukum, perbandingan

hukum, dan sejarah hukum.26

b. Penelitian kepustakaan (library research) yaitu penelitian yang

kajiannya dilakukan dengan menelusuri dan menelaah literatur atau

penelitian yang difokuskan pada bahan-bahan pustaka. Sumber-

sumber data diperoleh dari berbagai karya tulis seperti buku,

artikel, jurnal, yang secara langsung maupun tidak langsung

membicarakan persoalan yang diteliti, dan juga dengan wawancara

terhadap subyek yang diteliti.

2. Sumber Data

Dalam melakukan penelitian ilmiah ini. Penulis menyusun

berdasarkan sumber data yang terbagi ke dalam dua kriteria, yaitu

sumber data utama (primer) dan sumber data tambahan (sekunder) ialah:

a. Sumber Data Primer

Data primer adalah bahan hukum yang mempunyai otoritas

(autoritatif).27

Adapun data primer yang digunakan dalam penulisan

skripsi ini adalah melalui wawancara langsung dengan seorang

hakim perempuan di Mahkamah Tinggi Syariah Selangor, lembaga

fatwa Negeri Selangor dan juga akademisi di Malaysia.

b. Sumber Data Sekunder

Data sekunder adalah buku teks.28

Sumber data sekunder

yang penulis gunakan ialah menukil dari kitab-kitab fiqh, masail

fiqhiyah, qawaid fiqhiyah serta tulisan-tulisan berupa jurnal, artikel

yang membahas tentang hakim perempuan atau hukum yang dapat

dijadikan rujukan pembahasan hakim perempuan.

3. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data adalah proses diperolehnya data dari

26 Zainuddin Ali, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: Sinar Grafika, 2015), cet.6,

h. 30-44. 27

Zainuddin Ali, Metode Penelitian Hukum, cet.6, h. 47. 28

Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, (Jakarta: Kencana, 2016), cet.12,

h.182.

Page 25: HAKIM PEREMPUAN PADA MAHKAMAH TINGGI SYARIAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45164/1/AHMAD ZULFI... · 1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya, yang diajukan

12

sumber data, adapun sumber data adalah subyek dari penelitian yang

dimaksud. Dalam penelitian ini, penulis mengumpulkan data dengan

menggunakan teknik, diantaranya:

a. Wawancara (Interview)

Wawancara yaitu metode untuk mendapatkan keterangan dan

data dari individu-individu tertentu untuk keperluan informasi. Dalam

skripsi ini penulis mengumpulkan data melalui wawancara dengan

hakim perempuan di Mahkamah Syariah Selangor yang bernama

Nenney Sushaidah binti Syamsuddin. Dan wawancara langsung

dengan akademisi dari Universiti of Malaya (UM) dan Universiti

Sains Islam Malaysia (USIM) untuk mengetahui perihal sejarah dan

perkembangan hakim perempuan di Malaysia. Juga wawancara

dengan penolong mufti unit buhuts Jabatan Mufti Negeri Selangor

untuk mencari data dan alasan perihal fatwa di Negeri Selangor yang

berkaitan dengan hakim perempuan.

b. Studi Kepustakaan

Studi kepustakaan yaitu pengumpulan data dengan mencari

konsepsi-konsepsi, teori-teori, pendapat-pendapat, atau penemuan

yang berhubungan dengan hakim perempuan baik dari segi hukum,

sejarah, maupun kewenangan.

4. Metode Analisis Data

Penelitian ini menggunakan metode analisis deduktif yaitu metode

yang dipakai untuk menganalisa data yang bersifat umum dan memiliki

unsur kesamaan sehingga digeneralisasikan menjadi kesimpulan khusus.

Analisa dilakukan dengan terlebih dahulu mengenai hukum perempuan

menjadi hakim dalam hukum Islam dan kedudukan perempuan di

Malaysia secara umum lalu dikhususkan pembahasannya kepada hakim

perempuan di Mahkamah Tinggi Syariah Selangor.

5. Teknik Penulisan

Teknik penulisan yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah

berdasarkan buku pedoman penulisan skripsi yang diterbitkan Fakultas

Page 26: HAKIM PEREMPUAN PADA MAHKAMAH TINGGI SYARIAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45164/1/AHMAD ZULFI... · 1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya, yang diajukan

13

Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Jakarta Tahun 2017.

H. Sistematika Penulisan

Untuk memudahkan pembahasan dalam penulisan, skripsi ini dibagi

atas lima bab yang saling berkaitan satu sama lain.

Bab pertama dalam penelitian ini berisi pendahuluan yang meliputi latar

belakang yang menjadi dasar mengapa penulisan ini diperlukan, identifikasi

masalah, rumusan masalah, tujuan dan kegunaan penelitian, kajian studi

terdahulu, metode penelitian dan sistematika penulisan.

Kemudian bab kedua, membahas secara umum tentang hukum

perempuan menjadi hakim baik dalam khazanah fikih Islam baik dari

pendapat ulama klasik maupun kontemporer.

Selanjutnya bab ketiga, dalam bab ini penulis menguraikan pembahasan

tentang hakim perempuan pada Mahkamah Syariah di Malaysia baik dari segi

regulasi, keberadaan, dan fatwa.

Selanjutnya adalah bab empat, pada bab ini penulis akan menguraikan

hasil analisis mengenai hakim perempuan pada Mahkamah Tinggi Syariah

Selangor.

Adapun bab lima menjelaskan hasil dari penelitian yang dilakukan dan

saran-saran yang diberikan untuk penulis selanjutnya yang akan mengkaji

tentang penelitian ini.

Page 27: HAKIM PEREMPUAN PADA MAHKAMAH TINGGI SYARIAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45164/1/AHMAD ZULFI... · 1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya, yang diajukan

14

BAB II

HAKIM PEREMPUAN DALAM KHAZANAH FIKIH ISLAM

A. Definisi Hakim Perempuan

Secara etimologi di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI)

hakim adalah orang yang mengadili perkara baik di peradilan atau

mahkamah.1 Dalam Bahasa Inggris, kata hakim dikenal dengan judge yang

diartikan dengan seorang pejabat negara dengan kekuasaan untuk mengadili

perselisihan dan hal-hal lain yang dibawa ke hadapan pengadilan untuk

diputuskan.2

Dalam kajian Bahasa Arab kata hakim adalah isim fa‟il dari kata دى

yang berarti menetapkan.3 Kata اذبو yang bermakna امبػ yang artinya

orang yang memutuskan perkara dari orang yang meminta hukum

kepadanya.4 Imam al-Jauharî berkata: “Jika kata لؼ dengan makna أ فشغ

maka hakim diartikan sebagai ٠ األش ٠فشغ artinya orang yang dapat

menyelesaikan masalah.5

Definisi hakim menurut Muhammad Salâm Madkur, hakim adalah

orang yang diangkat pemerintah sebagai hakim untuk menyelesaikan gugatan,

persengketaan dalam bidang hukum karena pemerintah tidak bisa

menyelesaikan tugas peradilan.6

1 Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta:

Gramedia Pustaka Utama, 2008), h. 475. 2 Oxford, Dictionary of Law, (Great Bitain: Oxford University Press, 2009), cet.

7, h. 304. 3 Ahmad Warson Munawwir, Kamus Al-Munawwir Arab-Indonesia, (Surabaya:

Pustaka Progresif, 1997), cet.14, h. 286. 4 Ibnu Mandur, Lisân al-„Arab, (Kairo: Dar al-Hadîts, 2003), jilid 7, h. 405.

5 Taqiy al-Dîn Abi Bakr bin Muhammad al-Husni, Kifâyah al-Akhyâr fi Halli

Ghayah al-Ikhtisâr, (Mansoura: Syuruq li al-Tarjamah wa al-Nasyr, 2013), h.703.

6 Muhammad Salâm Madkur, al-Qada fi al-Islâm, (Kairo: Dâr al-Nahdah al-

„Arabiyyah, t.t), h. 16.

Page 28: HAKIM PEREMPUAN PADA MAHKAMAH TINGGI SYARIAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45164/1/AHMAD ZULFI... · 1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya, yang diajukan

15

Jadi, definisi hakim perempuan7 adalah seorang perempuan yang

ditugaskan oleh pemerintah untuk memeriksa gugatan, dan persengketaan

dengan hukum Allah atau Hukum Islam.

B. Hakim Perempuan Menurut Ulama Klasik

Dalam khazanah keislaman, persoalan hakim perempuan menjadi

salah satu tema diskusi tentang boleh atau tidaknya perempuan menjadi

hakim. Para ulama klasik memandang masalah perempuan sebagai hakim di

pengadilan berbeda-beda. Beberapa golongan ulama melarang perempuan

menjadi hakim, ada beberapa golongan yang membolehkan dengan syarat

selain perkara hudud dan qisâs, dan ada juga yang membolehkan secara

mutlak. Dalam hal tersebut penulis uraikan sebagai berikut:

1. Ulama Yang Membolehkan Perempuan Menjadi Hakim Selain Perkara

Hudud dan Qisâs

Pendapat ini dikemukakan oleh ulama-ulama yang menganut

mazhab Hanafi. Ulama Hanafiyah seperti Imam al-Kâsânî (w. 587 H)

menjelaskan tentang syarat menjadi hakim dan ia mengatakan bahwa jenis

kelamin laki-laki bukanlah syarat menjadi hakim karena perempuan

termasuk dari golongan yang boleh menjadi saksi, dan mazhab Hanafi

memberikan syarat untuk menjadi hakim sama dengan syarat untuk

menjadi saksi. Oleh karena itu, perempuan boleh menjadi hakim dalam

semua perkara kecuali hudud dan qisâs sebagaimana perkara yang boleh

menjadikan perempuan sebagai saksi.8

7 Alasan penulis memilih kata perempuan dibanding wanita karena kata

perempuan lebih tinggi derajatnya. Kata wanita yang jika dilihat dari bahasa sansekerta

berasal dari kata “wan” yang artinya nafsu, dalam hal ini kata wanita diartikan sebagai

yang dinafsui atau objek seks. Sedangkan perempuan berasal dari kata “empu” yang

bermakna dipertuan atau dihormati. Hal inilah yang menjadi anggapan para pegiat gender

atas kebijakan pemerintah mengubah kata Menteri Urusan Wanita (UPW) menjadi

Menteri Pemberdayaan Perempuan. Lihat Indah Ahdiah, “Peran-peran Perempuan dalam

Masyarakat”, Jurnal Academica Fisip Untad, Vol. 05, 02, (Oktober 2013), h.1090. 8 „Alâuddin Abi Bakr bin Mas‟ûd al-Kâsânî, Badâi‟ al-Sanâiˋ fi Tartîbi al-

Syarâiˋ, (Beirut: Dâr al-Kutub al-‟Ilmiyyah, 2003), jilid 9, cet. 2, h. 86.

Page 29: HAKIM PEREMPUAN PADA MAHKAMAH TINGGI SYARIAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45164/1/AHMAD ZULFI... · 1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya, yang diajukan

16

Senada dengan Imam al-Kâsânî (w. 587 H), Imam al-Marghînâni

(w. 593 H) juga membolehkan perempuan menjadi hakim dalam semua

perkara kecuali hudud dan qisâs sebagaimana bolehnya perempuan dalam

memberikan kesaksian pada perkara selain kedua perkara tersebut.9

Pendapat ini dikomentari oleh Imam Ibnu al-Humâm (w. 861 H) dengan

mengemukakan pendapat Imam Mazhab yang tiga (Maliki, Syafi‟i, dan

Ahmad bin Hanbal) yang melarang perempuan menjadi hakim dengan

alasan perempuan kurang akalnya dan bukanlah termasuk golongan yang

boleh bersengketa bersama laki-laki pada tempat yang penuh dengan

persengketaan. Selanjutnya Imam Ibnu al-Humâm (w. 861 H) menjelaskan

bahwa ketika seorang perempuan memutuskan perkara untuk agama

Allah, apakah itu sah atau tidak? Sedangkan tidak ada larangan dalam nash

pada hal tersebut kecuali yang telah ditetapkan syara‟ bahwa telah tercabut

otoritas perempuan dalam menjadi hakim perkara hudud dan qisâs. Dan

juga tidak ada dalil syara‟ yang menjelaskan bahwa perempuan kurang

akalnya. Imam Ibnu al-Humâm (w. 861 H) melanjutkan dengan

perkataannya bahwa laki-laki lebih baik dari perempuan pada sebagian

keadaan, begitu juga perempuan lebih baik dari laki-laki pada sebagian

keadaan.10

Selanjutnya Imam al-Nasafî (w. 710 H) membolehkan perempuan

menjadi hakim dalam perkara selain hudud dan qisâs.11

Dan pendapat ini

dikomentari oleh Imam Ibnu Nujaim (w. 970 H) yang menulis bahwa

kebolehan itu sebagaimana perempuan menjadi saksi pada perkara selain

keduanya yaitu hudud dan qisâs akan tetapi berdosa orang yang

mengampu perempuan tersebut karena hadis Nabi SAW:

شأح ا ش ا أ ٠فخ ل

9 Burhânuddin Abi al-Hasan „Ali bin Abi Bakr, al-Hidâyah syarh Bidâyah al-

Mubtadî, (Karachi: Idârah al-Qurân wa al-„Ulûm al-Islâmiyyah, 1995), jilid 5, h. 378.

10

Kamâluddin Muhammad bin „Abdu al-Wâhid al-Sîwâsî, Syarh Fath al-Qadîr,

(Beirut: Dâr al-Kutub al-‟Ilmiyyah, 2003), jilid 7, h. 279. 11

Abu al-Barâkât Abdilah bin Ahmad al-Nasafiy, Kanzu al-Daqâiq, (Madinah:

Dâr al-Sirâj, 2011), h.463.

Page 30: HAKIM PEREMPUAN PADA MAHKAMAH TINGGI SYARIAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45164/1/AHMAD ZULFI... · 1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya, yang diajukan

17

Artinya: “Tidaklah akan berbahagia kaum yang menyerahkan

urusannya kepada perempuan”. (H.R, Ahmad, al-Bukhȃri, al-Tirmîdzi

dan al-Nasȃˋi).12

Lalu beliau menulis bahwa hakim berjenis kelamin ganda atau

tidak mempunyai kelamin (al-Khuntsa) lebih diprioritaskan dari hakim

perempuan dan sah jika menjadi hakim pada perkara hudud dan qisâs

karena feminisnya hanya menyerupai.13

2. Ulama Yang Melarang Perempuan Menjadi Hakim

Mayoritas ulama melarang perempuan menjadi hakim dalam kasus

apapun. Pendapat ini dikemukakan oleh jumhur ulama yaitu ulama

golongan Malikiyah, Syafi‟iyah, dan Hanabilah.

Ulama Malikiyah mensyaratkan seorang hakim haruslah laki-laki.

Imam al-Rajrâji (w. 633 H) mengatakan bahwa Imam Malik dan Imam

Syafi‟i tidak membolehkan perempuan memimpin sesuatu yang berkaitan

dengan perkara orang-orang muslim. Dia melanjutkan bahwa Imam Abu

Hanifah membolehkan perempuan menjadi hakim selain perkara qisâs.

Selanjutnya ia menukil pendapat Muhammad bin al-Hasan dan

Muhammad bin Jarîr al-Tabari (w. 310 H) yang membolehkan perempuan

menjadi hakim dalam semua perkara. Imam al-Rajrâji mengutip perkataan

al-Qadi Abu al-Walîd yang mengatakan “Cukup bagiku masalah hakim

perempuan, melihat kepada orang-orang muslim sejak zaman Nabi

Muhammad SAW sampai sekarang (ketika perkataan itu ditulis) di era

12

Ahmad bin Hanbal, al-Musnad, (Beirut: Dâr al-Kutub al-‟Ilmiyyah, 2008) jilid

8, h. 263. Lihat Muhammad bin Ismail al-Bukhȃri, Sahih al-Bukhȃri, (Beirut: Dar al-

Kutub al-„Alamiyah, 1998), jilid 3, h. 151. Lihat Abi „Isa Muhammad bin „Isa, al-Jâmi‟

al-Sahih, (Kairo: Dâr al-„Alamiyah, 2017) h. 431. Lihat Ahmad bin Syu'aib al-Nasȃ´i,

Sunan al-Nasȃˋi, (Kairo: Dâr al-„Alamiyah, 2017) h. 667. 13

Zainuddin bin Ibrâhim al-Misri, Bahru al-Râiq Syarh Kanzu al-Daqâiq,

(Beirut: Dâr al-Kutub al-‟Ilmiyyah, 1997), jilid 7, h. 8.

Page 31: HAKIM PEREMPUAN PADA MAHKAMAH TINGGI SYARIAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45164/1/AHMAD ZULFI... · 1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya, yang diajukan

18

kapan pun dan di negara mana pun tidak pernah menjadikan perempuan

sebagai hakim ataupun pemimpin suatu daerah”.14

Imam al-Qarâfî (w. 684 H) menjelaskan lebih lanjut mengenai

pendapat ulama Hanafiyah sebagaimana telah dibahas pada pembahasan

sebelumnya. Lebih lanjut Imam al-Qarâfî (w. 684 H) mengutarakan

beberapa alasan tidak membolehkan perempuan menjadi hakim. Yaitu:

a. Hadis Nabi SAW tentang kekurangan perempuan terhadap laki-laki

dalam hal kepemimpinan

شأح ا ش ا أ ٠فخ ل

Artinya: “Tidaklah akan berbahagia kaum yang menyerahkan

urusannya kepada perempuan”. (H.R, Ahmad, al-Bukhȃri, al-

Tirmîdzi dan al-Nasȃˋi).15

b. Perbedaan posisi salat dan cara menegur imam antara laki-laki dan

perempuan.

Imam al-Qarâfî (w. 684 H) menjelaskan bahwa perempuan

dilarang berdiri di samping laki-laki dalam salat karena khawatir

terjadi fitnah maka peradilan (al-Qada) lebih utama dari salat.

Kemudian beliau beristinbat kepada hadis Nabi Muhammad SAW

yang berbunyi:

ف١غجخ ازغج١خ ء ف طالر ش ازظف١ك غبء إرا بة أدذو جبي ش

Artinya: “Bila terjadi kesalahan saat salat, bertasbihlah, tasbih

untuk kaum lelaki sedangkan tepuk tangan untuk kaum wanita.”

(H.R. Ahmad).16

Dalam hadis tersebut perempuan dilarang mengucapkan tasbih

dikarenakan suaranya adalah aurat, maka perempuan dilarang menjadi

14

Abi al Hasan „Ali bin Sa‟îd al-Rajrâji, Manâhij al-Tahsil wa Natâˋiju Latâˋif

al-Taˋwîl, (Beirut: Dâr Ibnu Hazm, 2007), jilid 8, h. 61.

15 Ahmad bin Hanbal, al-Musnad, jilid 8, h. 263. Lihat Muhammad bin Ismail al-

Bukhȃri, Sahih al-Bukhȃri, jilid 3, h. 151. Lihat Abi „Isa Muhammad bin „Isa, al-Jâmi‟

al-Sahih, h. 431. Lihat Ahmad bin Syu'aib al-Nasȃˋi, Sunan al-Nasȃˋi, h. 667.

16

Ahmad bin Hanbal, al-Musnad, jilid 9, h.378

Page 32: HAKIM PEREMPUAN PADA MAHKAMAH TINGGI SYARIAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45164/1/AHMAD ZULFI... · 1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya, yang diajukan

19

hakim karena peradilan (al-Qada) lebih utama dibanding pemimpin

jika diqiyaskan.

c. Perbedaan pendapat dengan ulama Hanafiyah

Imam al-Qarâfî (w. 684 H) berbeda pendapat dengan Ulama

Hanafiyah yang membolehkan perempuan menjadi hakim karena

dapat diterima persaksiannya karena syarat menjadi saksi sama

dengan syarat menjadi wali sebagaimana adil yang menjadi syarat

keduanya. Lebih lanjut beliau menjelaskan bahwa persaksian (al-

syahâdah) derajatnya lebih rendah dari peradilan (al-Qada) karena itu

perempuan diterima kesaksiannya, berbeda dengan adil dimana adil

itu memang mutlak menjadi syarat pada keduanya. Dan Imam al-

Qarâfî (w. 684 H) belum pernah mendengar pada zamannya

perempuan menjadi hakim karena itu bukan jalan orang-orang yang

beriman.17

Imam al-Nafrâwî (w. 1126 H) yang mensyaratkan seorang hakim

haruslah adil, laki-laki, cerdas, dan mampu berijtihad. Selain itu ia

menambahkan seorang hakim haruslah bisa melihat mendengar dan

berbicara dengan baik.18

Imam al-Syanqîtî (w. 1302 H) juga memberikan

syarat untuk menjadi hakim sebagaimana Imam al-Nafrâwî (w. 1126 H),

Imam al-Syanqîtî (w. 1302 H) menjelaskan lebih jauh dengan

menambahkan bahwa syaratnya itu tidak diragukan lagi dan tidak

dibolehkan perempuan menjadi hakim.19

Alasan tersebut dilandasi oleh

hadis dimana Nabi Muhammad SAW bersabda:

شأح ا ش ا أ ٠فخ ل

17 Syihâbuddîn bin Ahmad al-Qarâfî, al-Dzakhîrah , (Beirut: Dâr al-Gharb al-

Islâmî, 1994), jilid 10, h. 21.

18

Ahmad bin Ghanîm al-Nafrâwî, al-Fawâkih al-Dawânî „ala Risâlah Ibnu Abi

Zaid al-Qayrawânî, (Beirut: Dâr al-Kutub al-„Ilimiyyah, 1997), jilid 2, h. 358.

19 Muhammad bin Muhammad Sâlim al-Syanqîtî, Lawâmi‟ al-Durari fi Hatki

Astâri al-Mukhtasar, (Nouakhchout: Dâr al-Ridwân, 2015), jilid 12, h.3.

Page 33: HAKIM PEREMPUAN PADA MAHKAMAH TINGGI SYARIAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45164/1/AHMAD ZULFI... · 1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya, yang diajukan

20

Artinya: “Tidaklah akan berbahagia kaum yang menyerahkan

urusannya kepada perempuan”. (H.R, Ahmad, al-Bukhȃri, al-Tirmîdzi

dan al-Nasȃˋi).20

Ulama Syafi‟iyah juga mensyaratkan bahwa seorang hakim

haruslah laki-laki. Imam al-Mâwardî (w. 450 H) menjelaskan bahwa

seorang hakim haruslah laki-laki dan laki-laki tersebut haruslah baligh dan

bersifat layaknya laki-laki. Adapun hakim perempuan Imam al-Mâwardî

(w. 450 H) tidak membolehkannya karena beristidlal dengan firman Allah:

جبي ثعغ ٱش ع ثعؼ ٱلل ب فؼ ع ٱغبء ث ل

Artinya: “Kaum laki-laki adalah pemimpin bagi kaum perempuan

dengan apa yang Allah berikan kelebihan sebagian mereka atas

sebagian”. (Q.S. al-Nisâ (04):34).

Imam al-Mâwardî (w. 450 H) menjelaskan bahwa ayat ini dapat

dipahami dengan Allah melebihkan akal dan logika laki-laki dari

perempuan, oleh karena itu perempuan tidak boleh menjadi pemimpin atas

laki-laki.21

Lebih lanjut Imam al-Mâwardî (w. 450 H) menjelaskan pendapat

pendapat Imam Abu Hanifah (w. 150 H) yang membolehkan perempuan

menjadi hakim sebagaimana bolehnya perempuan menjadi saksi. Dan juga

ia menjelaskan pendapat Imam Ibnu Jarîr al-Tabarî (w. 310 H) yang

membolehkan perempuan menjadi hakim sebagaimana bolehnya

perempuan menjadi mufti.22

Dalam menjawab kedua pendapat tersebut, Imam al-Mâwardî (w.

450 H) beristidlal dengan Q.S. al-Nisâ (04): 34 dan hadis Nabi SAW yang

berbunyi:

20

Ahmad bin Hanbal, al-Musnad, jilid 8, h. 263. Lihat Muhammad bin Ismail al-

Bukhȃri, Sahih al-Bukhȃri, jilid 3, h. 151. Lihat Abi „Isa Muhammad bin „Isa, al-Jâmi‟

al-Sahih, h. 431. Lihat Ahmad bin Syu'aib al-Nasȃˋi, Sunan al-Nasȃˋi, h. 667.

21

Abi al-Hasan „Ali bin Muhammad al-Mâwardî, al-Ahkam al-Sultâniyyah,

(Kairo, Dâr al-Hadîts, 2006), h. 110.

22

Abi al-Hasan „Ali bin Muhammad al-Mâwardî, al-Hâwi al-Kabîr, (Beirut: Dâr

al-Kutub al-‟Ilmiyyah, 1994), jilid 16, h, 156.

Page 34: HAKIM PEREMPUAN PADA MAHKAMAH TINGGI SYARIAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45164/1/AHMAD ZULFI... · 1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya, yang diajukan

21

ب أفخ شأح إ ش ٠ أ ل

Artinya: “Tidak akan kaum yang menyerahkan urusan mereka

kepada perempuan” (H.R. Ahmad).23

Dan juga ia berpendapat bahwa perempuan tidak boleh menjadi

hakim sebagaimana perempuan tidak dibolehkan menjadi imam salat dan

juga sebagaimana perempuan tidak boleh menjadi pemimpin suatu umat.24

Imam al-Mâwardî (w. 450 H) berpendapat bahwa jika seseorang

tidak melaksanakan hukum hudud, maka ia tidak melaksanakan juga

hukumnya pada selain hudud, ia mencontohkan seperti orang buta. Dan

adapun kebolehan perempuan memberikan fatwa dan kesaksian karena

memang keduanya tidak melarang perempuan memberikan fatwa maupun

kesaksian.25

Ulama Syafi‟iyah yang lain yaitu Imam al-Syîrâzî (w. 476 H)

melarang perempuan menjadi hakim karena sabda Nabi Muhammad SAW:

شأح إ ش ٠ أ ب أفخ ل

Artinya: “Tidak akan kaum yang menyerahkan urusan mereka

kepada perempuan” (H.R. Ahmad).26

Imam al-Syîrâzî (w. 476 H) menjelaskan bahwa hakim haruslah

diduduki oleh seorang laki-laki dari ahli fikih, ahli persaksian, dan ahli

dalam bidang persengketaan. Oleh karena itu perempuan tidak boleh

menjadi hakim khawatir terkena fitnah atas mereka.27

Pendapat ini

dikomentari oleh Imam al-Nawawî (w. 676 H) yang menjelaskan bahwa

ulama bersepakat bahwa perempuan tidak dibolehkan menjadi imam dan

hakim, karena imam dibutuhkan untuk keluar menegakkan jihad dan

23 Ahmad bin Hanbal, al-Musnad, jilid 8, h.290.

24

Abi al-Hasan „Ali bin Muhammad al-Mâwardî, al-Hâwi al-Kabîr, jilid 16, h,

156.

25

Abi al-Hasan „Ali bin Muhammad al-Mâwardî, al-Hâwi al-Kabîr, jilid 16, h,

156.

26

Ahmad bin Hanbal, al-Musnad, jilid 8, h.290.

27

Abu Ishâq al-Syîrâzî, al-Muhadzab, (Damaskus: Dâr al-Qalam, 1996), jilid 5,

h. 471.

Page 35: HAKIM PEREMPUAN PADA MAHKAMAH TINGGI SYARIAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45164/1/AHMAD ZULFI... · 1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya, yang diajukan

22

menegakkan perkara orang-orang muslim dan hakim dibutuhkan kepada

nampaknya (wajahnya) untuk menyelesaikan perkara, sedangkan

perempuan adalah aurat yang tidak sah untuk menampakkannya (dalam

beberapa hal) dan ini menjadi kelemahan perempuan dari menghakimi

lebih banyak perkara. Lebih lanjut Imam al-Nawawî (w. 676 H)

menjelaskan bahwa kepemimpinan dan kehakiman adalah sesuatu yang

sempurna, maka hanya sah diduduki oleh yang sempurna yaitu laki-laki.28

Imam al-Ghazâlî (w. 505 H) mensyaratkan hakim haruslah laki-

laki dan melarang perempuan menjadi hakim.29

Pendapat ini di komentari

oleh Imam al-Râfi‟i (w. 623 H) juga mensyaratkan seorang hakim haruslah

merdeka, laki-laki, baligh, Islam, dan adil.30

Ia menjelaskan bahwa Imam

Abu Hanifah (w. 150 H) yang membolehkan perempuan menjadi hakim

pada perkara yang dibolehkan menjadi saksi. Lalu ia melanjutkan dengan

pendapatnya bahwa ada hadis Nabi Muhammad SAW yang berbunyi:

شأح ا ش ا أ ٠فخ ل

Artinya: “Tidaklah akan berbahagia kaum yang menyerahkan

urusannya kepada perempuan”. (H.R, Ahmad, al-Bukhȃri, al-Tirmîdzi

dan al-Nasȃ´i).31

Karena perempuan tidak pantas duduk di tempat laki-laki,

mengeraskan suara diantara laki-laki, maka tidak boleh perempuan

menjadi hakim.32

Imam al-Nawawî (w. 676 H) mensyaratkan seorang hakim

haruslah Islam, baligh, merdeka, laki-laki, adil, bisa mendengar, bisa

28 Abi Zakariyya Muhyiddin bin Syaraf al-Nawawî, al-Majmu‟ Syarh al-

Muhadzab, (Beirut: Dâr al Fikr, 2005), jilid 12, h. 10.

29

Muhammad bin Muhammad al-Ghazâlî, al-Wajîz, (Beirut: Dâr al-Kutub al-

‟Ilmiyyah, 2004), h. 479.

30

Abi al-Qâsim „Abdu al-Karîm bin Muhammad al-Râfi‟i, al-Muharrar, (Beirut:

Dâr al-Kutub al-‟Ilmiyyah, 2005), h. 484. 31

Ahmad bin Hanbal, al-Musnad, jilid 8, h. 263. Lihat Muhammad bin Ismail al-

Bukhȃri, Sahih al-Bukhȃri, jilid 3, h. 151. Lihat Abi „Isa Muhammad bin „Isa, al-Jâmi‟

al-Sahih, h. 431. Lihat Ahmad bin Syu'aib al-Nasȃˋi, Sunan al-Nasȃˋi, h. 667.

32

Abi al-Qâsim „Abdu al-Karîm bin Muhammad al-Râfi‟i, al-„Azîz Syarh al-

Wajîz, (Beirut: Dâr al-Kutub al-‟Ilmiyyah, 1997), jilid 12, h. 415.

Page 36: HAKIM PEREMPUAN PADA MAHKAMAH TINGGI SYARIAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45164/1/AHMAD ZULFI... · 1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya, yang diajukan

23

melihat, cerdas, sempurna (tidak cacat), dan bisa berijtihad.33

Pendapat ini

di komentari oleh Imam al-Syarbainî (w. 977 H) yang beristidlal dengan

hadis:

شأح ا ش ا أ ٠فخ ل

Artinya: “Tidaklah akan berbahagia kaum yang menyerahkan

urusannya kepada perempuan”. (H.R, Ahmad, al-Bukhȃri, al-Tirmîdzi

dan al-Nasȃˋi).34

Dari hadis ini Imam al-Syarbainî (w. 977 H) berpendapat bahwa

perempuan kurang akal dan agamanya. Dan dari hadis ini juga ia menolak

pendapat Imam Abu Hanifah (w. 150 H) dan Imam Ibnu Jarîr al-Tabarî (w.

310 H).35

Selanjutnya Imam al-Ramlî (w. 1004 H) juga berkomentar

tentang pendapat Imam al-Nawawî (w. 676 H) dengan menjelaskan bahwa

perempuan karena kekurangannya tidak boleh menjadi hakim karena

bercampur dengan laki-laki dan perempuan itu diperintahkan untuk

tertutup (tidak bercampur dengan laki-laki).36

Ulama Hanabilah juga melarang perempuan menjadi hakim. Imam

al-Khiraqî (w. 334 H) mensyaratkan seorang hakim harus baligh, muslim,

merdeka, adil, „alim, faqih (ahli hukum), wara‟, dan berakal (cerdas).37

Pendapat ini di komentari oleh Imam Ibnu Qudâmah (w. 620 H) yang

menjelaskan bahwa syarat seorang menjadi hakim ada 3, yaitu: Sempurna,

adil, dan mampu berijtihad. Adapun sempurna terbagi menjadi 2, yaitu:

Sempurna hukum (kamâl al-ahkâm) dan sempurna fisik (kamâl al-

khilqah). Adapun sempurna hukum ada 4 syarat yaitu hakim harus baligh,

33 Abi Zakariyya Muhyiddin bin Syaraf al-Nawawî, Minhâj al-Thâlibîn wa

„Umdah al-Muftîn, (Beirut: Dâr al-Minhâj, 2005), h. 557. 34

Ahmad bin Hanbal, al-Musnad, jilid 8, h. 263. Lihat Muhammad bin Ismail al-

Bukhȃri, Sahih al-Bukhȃri, jilid 3, h. 151. Lihat Abi „Isa Muhammad bin „Isa, al-Jâmi‟

al-Sahih, h. 431. Lihat Ahmad bin Syu'aib al-Nasȃˋi, Sunan al-Nasȃˋi, h. 667.

35

Syamsuddîn Muhammad bin al-Khatîb al-Syarbainî, Mughni al-Muhtâj ila

Ma‟rifah Ma‟âni al-Minhâj, (Kairo: al-Quds, 2012), jilid 7, h. 4.

36

Syamsuddin Muhammad bin Abi al-„Abbâs al-Ramli, Nihâyah al-Muhtâj ila

Syarh al-Minhâj, (Beirut: Dâr al-Kutub al-„Ilmiyyah, 2003), jilid 8, cet.3 h. 238.

37

Abi al-Qâsim „Umar bin al-Husain al-Khirâqî, Matan al-Khîraqî, (Tanta: Dâr

al-Sahâbah, 1993), h. 154.

Page 37: HAKIM PEREMPUAN PADA MAHKAMAH TINGGI SYARIAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45164/1/AHMAD ZULFI... · 1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya, yang diajukan

24

berakal (cerdas), merdeka, dan laki-laki. Sedangkan sempurna fisik yaitu

seorang hakim harus bisa berbicara, bisa mendengar, dan bisa melihat.38

Imam Ibnu Qudâmah (w. 620 H) menjelaskan lebih lanjut tentang

pelarangan perempuan menjadi hakim dengan beristidlal pada hadis Nabi

Muhammad SAW yang berbunyi:

شأح ا ش ا أ ٠فخ ل

Artinya: “Tidaklah akan berbahagia kaum yang menyerahkan

urusannya kepada perempuan”. (H.R, Ahmad, al-Bukhȃri, al-Tirmîdzi

dan al-Nasȃˋi).39

Dan juga ia berpendapat bahwa seorang hakim haruslah hadir pada

tempat yang banyak persengketaan dan banyak laki-laki, dan hakim juga

dibutuhkan kepada sempurna logika, akal, dan kecerdasan. Dan

perempuan kurang akalnya, sedikit logikanya, dan tidak boleh hadir atau

bercampur pada tempat yang banyak laki-laki, dan tidak juga diterima

persaksiannya jika tidak bersama laki-laki walaupun ada 1000 perempuan.

Sungguh Allah telah memberitahukan tentang kesalahan dan lupa pada

perempuan, sebagaimana firman Allah SWT:

شأرب ٱ فشج ٠ىب سج١ فئ جبى س ١ذ٠ ذا ش ٱعزش ذاء ٱش رشػ

ب ٱألخش ش إدذى ب فززو إدذى أ رؼ

Artinya: Dan persaksikanlah dengan dua orang saksi laki-laki di

antara kamu. Jika tidak ada (saksi) dua orang laki-laki, maka (boleh)

seorang laki-laki dan dua orang perempuan di antara orang-orang

yang kamu sukai dari para saksi (yang ada), agar jika seorang lupa

maka yang seorang lagi mengingatkannya. (Q.S. al-Baqarah (02): 282).

Imam Ibnu Qudâmah (w. 620 H) melanjutkan dengan argumen

bahwa tidak pernah dilakukan pada zaman Nabi Muhammad SAW,

38 Muwaffiq al-Dîn Abi Muhammad „Abdullah bin Ahmad, al-Mughnî, (Riyadh:

Dâr al-„Alim al-Kutub, 2005), jilid 14, cet.5, h.12. 39

Ahmad bin Hanbal, al-Musnad, jilid 8, h. 263. Lihat Muhammad bin Ismail al-

Bukhȃri, Sahih al-Bukhȃri, jilid 3, h. 151. Lihat Abi „Isa Muhammad bin „Isa, al-Jâmi‟

al-Sahih, h. 431. Lihat Ahmad bin Syu'aib al-Nasȃˋi, Sunan al-Nasȃˋi, h. 667.

Page 38: HAKIM PEREMPUAN PADA MAHKAMAH TINGGI SYARIAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45164/1/AHMAD ZULFI... · 1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya, yang diajukan

25

khalifah, dan pemerintahan Islam setelahnya yang mengangkat perempuan

menjadi hakim.40

Imam al-Zarkasyî (w. 772 H) berkomentar tentang syarat menjadi

hakim yang di syaratkan oleh Imam al-Khiraqî (w. 334 H) bahwa tidak ada

syarat laki-laki dalam kategori tersebut. Imam al-Zarkasyî (w. 772 H)

memungkinkan bahwa Imam al-Khiraqî (w. 334 H) menganggap bahwa

hakim haruslah laki-laki dengan beristidlal kepada kata dalam hadis سج

Nabi Muhammad SAW yang berbunyi:

أث١ ثش٠ذح ع اث جخ ع ادذ ف ا مؼبح ثالثخ لبي ا ع ع١ ط للا اج ع اثب

ذ ذك فجبس ف ا عشف ا سج ذك فمؼ ث عشف ا جخ فشج ب از ف ا ف ابس فأ ى

ف ابس ف لؼ بط ع ج سج ف ابس ف

Artinya: “Hakim itu ada tiga; satu orang di Surga dan dua orang

berada di Neraka. Yang berada di surga adalah seorang laki-laki yang

mengetahui kebenaran lalu menghukumi dengannya, seorang laki-laki

yang mengetahui kebenaran lalu berlaku lalim dalam berhukum maka

ia berada di Neraka, dan orang yang memberikan keputusan untuk

manusia di atas kebodohan maka ia berada di Neraka.” (H.R. Abu

Dâwud, al-Tirmidzi, dan Ibnu Mâjah).41

Imam al-Zarkasyî (w. 772 H) melanjutkan dengan penjelasan yang

sama dengan Imam Ibnu Qudâmah (w. 620 H) sebagaimana yang telah

penulis uraikan.42

Imam Ibnu Qudâmah (w. 620 H) dalam tulisannya yang lain

mensyaratkan seorang hakim haruslah baligh, berakal, laki-laki, merdeka,

muslim, adil, bisa mendengar, bisa melihat, bisa berbicara, dan bisa

40 Muwaffiq al-Dîn Abi Muhammad „Abdullah bin Ahmad, al-Mughnî, jilid 14,

cet.5, h.13.

41

Abi Dâwud Sulaiman bin al-Asy‟ats, Sunan Abî Dâwud, (Beirut: Dâr al-Kutub

al-„Ilmiyyah, 2011), jilid2, cet.3, h. 506. Lihat Abi „Isa Muhammad bin „Isa, al-Jâmi‟ al-

Sahih, h. 267. Lihat Abi „Abdillah Muhammad bin Yazîd, Sunan Ibnu Mâjah, (Kairo: Dâr

al-„Alamiyyah, 2017), h. 256.

42

Syamsu al-Dîn Abu „Abdillah Muhammad al-Zarkasyî, Syarh al-Zarkasyî „ala

Matan al-Khiraqî, (Makkah: Maktabah al-Asadî, 2009), jilid 4, Cet.3, h. 439.

Page 39: HAKIM PEREMPUAN PADA MAHKAMAH TINGGI SYARIAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45164/1/AHMAD ZULFI... · 1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya, yang diajukan

26

berijtihad.43

Pendapat ini di komentari oleh Ibnu Muflih (w. 884 H) yang

menjelaskan bahwa Imam Ibnu Jarîr al-Tabarî (w. 310 H) membolehkan

perempuan menjadi hakim dan ia menjawab dengan beristidlal dengan

hadis Nabi Muhammad SAW yang berbunyi:

شأح ا ش ا أ ٠فخ ل

Artinya: “Tidaklah akan berbahagia kaum yang menyerahkan

urusannya kepada perempuan”. (H.R, Ahmad, al-Bukhȃri, al-Tirmîdzi

dan al-Nasȃˋi).44

Dan ia menambahkan dengan bahwa perempuan kurang akalnya,

sedikit logikanya, dan tidak boleh hadir (bercampur) bersama laki-laki.45

3. Ulama Yang Membolehkan Perempuan Menjadi Hakim Secara Mutlak

Dalam hal ini Imam Ibnu Jarîr al-Tabarî (w. 310 H) dan Imam Ibnu

Hazm (w. 456 H) yang membolehkan perempuan menjadi hakim secara

mutlak.

Imam Ibnu Jarîr al-Tabarî (w. 310 H) berpendapat bahwa

perempuan boleh menjadi hakim secara mutlak dalam semua perkara.

Alasannya karena dia boleh menjadi mufti, maka dia juga boleh menjadi

hakim.46

Mufti menjelaskan ilmu, pendapat, ketetapan, dan masalah -

masalah kehidupan berdasarkan kepada hukum syara‟ dan hakim

menjelaskan itu semua dengan kekuasaan kehakiman.47

Imam Ibnu Hazm (w. 456 H) membolehkan perempuan menjadi

hakim dengan alasan bahwa Imam Abu Hanifah (w. 150 H) meriwayatkan

43 Muwaffiq al-Dîn Abi Muhammad „Abdullah bin Ahmad, al-Muqni', (Jeddah:

Maktabah al-Siwâdî, 2000), h. 477. 44

Ahmad bin Hanbal, al-Musnad, jilid 8, h. 263. Lihat Muhammad bin Ismail al-

Bukhȃri, Sahih al-Bukhȃri, jilid 3, h. 151. Lihat Abi „Isa Muhammad bin „Isa, al-Jâmi‟

al-Sahih, h. 431. Lihat Ahmad bin Syu'aib al-Nasȃˋi, Sunan al-Nasȃˋi, h. 667.

45

Abi Ishâq Burhân al-Dîn Ibrâhim, al-Mubdi‟ Syarh al-Muqni‟, (Beirut: Dâr al-

Kutub al-„Ilimiyyah, 1997), jilid 8, h. 153. 46

Wahbah al-Zuhaylî , al-Fiqh al-Islam wa Adillatuh, (Damaskus: Dâr al-Fikr,

1985), jilid 6, cet.2, h. 745.

47

Muhammad al-Zuhaylî , Fiqh al-Qada wa al-Da‟wa wa al-Itsbât, (Dubai:

University of Sharjah, 2008), cet.2, h. 72.

Page 40: HAKIM PEREMPUAN PADA MAHKAMAH TINGGI SYARIAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45164/1/AHMAD ZULFI... · 1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya, yang diajukan

27

suatu cerita bahwa Umar bin Khattab mengangkat seorang perempuan

yang bernama al-Syifâ menjadi wilayatul hisbah atau auditor di pasar.48

Selanjutnya Imam Ibnu Hazm (w. 456 H) menjelaskan bahwa yang di

maksud oleh hadis:

شأح ا ش ا أ ٠فخ ل

Artinya: “Tidaklah akan berbahagia kaum yang menyerahkan

urusannya kepada perempuan”. (H.R, Ahmad, al-Bukhȃri, al-Tirmîdzi

dan al-Nasȃˋi).49

Hadis ini adalah masalah yang umum yaitu khilafah atau

kepemimpinan. Dan ia juga membolehkan perempuan menjadi pemimpin

dengan beristidlal dengan hadis:

غئخ ع ذ شأح ساع١خ ع ث١ذ ثعب ا

Artinya: “dan perempuan adalah pemimpin atas rumah suaminya

dan anak-anaknya dan ia akan di minta pertanggungjawaban atas

kepemimpinannya” (H.R. Ahmad, al-Bukhâri, Muslim, Abu Dawud

dan al-Tirmidzi).50

C. Hakim Perempuan Menurut Ulama Kontemporer

Dalam khazanah fikih Islam kontemporer tidak berbeda jauh pendapat

dengan ulama klasik, karena pada dasarnya ulama kontemporer bermazhab

sama dengan ulama klasik, maka hukum yang dihasilkannya juga sama.

Namun, perbedaan zaman akan mempengaruhi hasil ijtihad seorang ulama.

Hukum perempuan menurut ulama kontemporer terbagi menjadi dua

pendapat, yaitu:

48 Abu Muhammad Ali bin Ahmad, al-Muhalla bi al-Hujaji wa al-Âtsar,

(Riyadh: Bait al-Afkâr al-Dauliyah, 2003), h. 1581. 49

Ahmad bin Hanbal, al-Musnad, jilid 8, h. 263. Lihat Muhammad bin Ismail al-

Bukhȃri, Sahih al-Bukhȃri, jilid 3, h. 151. Lihat Abi „Isa Muhammad bin „Isa, al-Jâmi‟

al-Sahih, h. 431. Lihat Ahmad bin Syu'aib al-Nasȃˋi, Sunan al-Nasȃˋi, h. 667. 50

Ahmad bin Hanbal, al-Musnad, jilid 3, h. 188. Lihat Muhammad bin Ismail al-

Bukhȃri, Sahih al-Bukhȃri, jilid 2, h. 237. Lihat Abi al-Husain Muslim bin al-Hajjâj,

Sahih Muslim, (Beirut: Dâr al-Kutub al-„Ilmiyyah, 2008), jilid 3, cet.2, h. 225. Abi

Dâwud Sulaiman bin al-Asy‟ats, Sunan Abî Dâwud, jilid 2, cet.3, h. 506. Lihat Abi „Isa

Muhammad bin „Isa, al-Jâmi‟ al-Sahih, h. 340.

Page 41: HAKIM PEREMPUAN PADA MAHKAMAH TINGGI SYARIAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45164/1/AHMAD ZULFI... · 1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya, yang diajukan

28

1. Ulama Yang Melarang Perempuan Menjadi Hakim

Dalam hal ini golongan ulama kontemporer yang melarang

perempuan menjadi hakim adalah Ulama Malikiyah, Ulama Syafi‟iyah

dan Imam Sayyid Sâbiq (w. 1420 H).

Muhammad Sukhâl al-Majjâjî seorang ulama bermazhab Maliki

dari Damaskus, ia mensyaratkan tiga sifat yang wajib dimiliki oleh

seorang hakim, yaitu: Sempurna; Adil; dan Berilmu. Adapun sempurna

yaitu terdapat pada badan dan akal artinya seorang hakim haruslah

baligh, merdeka, laki-laki, dapat mendengar, melihat dan berbicara.

Sedangkan adil menunjukkan bahwa seorang hakim haruslah Islam

bukan orang fasik ataupun kafir. Dan berilmu artinya seorang hakim

haruslah seorang ahli fikih atau yang memenuhi kriteria menjadi seorang

mujtahid.51

Sejalan dengan Muhammad Sukhâl al-Majjâjî, al-Habîb bin Tâhir

seorang ulama bermazhab Maliki dari Tunisia, ia berpendapat bahwa

perempuan dan banci (khuntsa) tidak sah menjadi hakim. Hukum ini

berlandaskan pada beberapa dalil, yaitu:

a. Hadis yang menjelaskan kurangnya akal dan agama perempuan

لبي خذس أث عع١ذ ا فطش إ ع ف أػذ أ ع ع١ ط للا خشج سعي للا

ش ع ظ ف ا ث ابس فم أوثش أ فئ أس٠زى ل عشش اغبء رظذ غبء فمبي ٠ب

لبي ٠ب سعي للا اع أرت ت رىثش د٠ بلظبد عم ب سأ٠ذ عش١ش ا رىفش

لبي أ١ظ شبد عمب ٠ب سعي للا د٠ب ب مظب ل إدذاو ذبص ا ج شأح اش ح ا

ث رظ عمب أ١ظ إرا دبػذ مظب ث لبي فزه ل ج ظف شبدح اش

د٠ب مظب ث لبي فزه ل رظ

Artinya: “dari Abu Sa'id Al Khudri ia berkata, Rasulullah shallallahu

'alaihi wasallam pada hari raya 'Idul Adha atau Fitri keluar menuju

tempat salat, beliau melewati para wanita seraya bersabda: "Wahai

para wanita! Hendaklah kalian bersedekahlah, sebab diperlihatkan

kepadaku bahwa kalian adalah yang paling banyak menghuni

neraka." Kami bertanya, "Apa sebabnya wahai Rasulullah?" beliau

menjawab: "Kalian banyak melaknat dan banyak mengingkari

51 Muhammad Sakhâl al-Majjâjî, al-Muhadzab min al-Fiqh al-Mâlikî wa

Adillatihi, (Damaskus: Dâr al-Qalam, 2010), jilid 3, h. 94-96.

Page 42: HAKIM PEREMPUAN PADA MAHKAMAH TINGGI SYARIAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45164/1/AHMAD ZULFI... · 1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya, yang diajukan

29

pemberian suami. Dan aku tidak pernah melihat dari tulang laki-laki

yang akalnya lebih cepat hilang dan lemah agamanya selain kalian."

Kami bertanya lagi, "Wahai Rasulullah, apa tanda dari kurangnya

akal dan lemahnya agama?" Beliau menjawab: "Bukankah persaksian

seorang wanita setengah dari persaksian laki-laki?" Kami jawab,

"Benar." Beliau berkata lagi: "Itulah kekurangan akalnya. Dan

bukankah seorang wanita bila dia sedang haid dia tidak shalat dan

puasa?" Kami jawab, "Benar." Beliau bersabda: “Itulah kekurangan

agamanya”.” (H.R. al-Bukhâri).52

b. Hadis yang menjelaskan tidak akan berbahagia jika dipimpin oleh

perempuan

أث ثىشح لبي ع ج ا أ٠ب ع ع١ ط للا سعي للا عزب خ ع ثى مذ فع للا

ط للا ب ثػ سعي للا لبي ع فألبر ذك ثأطذبة اج أ ب وذد أ ثعذ ع١ ع

شأح ا ش ا أ ٠فخ ل ذ وغش لبي ث ىا ع١ فبسط لذ أ أ

Artinya: “dari Abu Bakrah dia berkata; Sungguh Allah telah

memberikan manfaat kepadaku dengan suatu kalimat yang pernah

aku dengar dari Rasulullah, -yaitu pada waktu perang Jamal tatkala

aku hampir bergabung dengan para penunggang unta lalu aku ingin

berperang bersama mereka.- Dia berkata; 'Tatkala sampai kepada

Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, bahwa penduduk Persia

telah di pimpin oleh seorang anak perempuan putri raja Kisra, beliau

bersabda: "Suatu kaum tidak akan beruntung, jika dipimpin oleh

seorang wanita."” (H.R, Ahmad, al-Bukhȃri, al-Tirmîdzi dan al-

Nasȃˋi).53

c. Qiyas dari hukum tidak bolehnya perempuan menjadi pemimpin

negeri (al-Imâmah al-Kubra) karena hakim sama dengan pemimpin

negeri dalam melaksanakan hukum.

d. Qiyas dari hukum hudud dan qisâs dimana dalam kedua perkara

tersebut perempuan tidak boleh menjadi hakim dan hukum tersebut

diqiyaskan dari hukum budak (tidak boleh menjadi saksi dalam kedua

perkara tersebut). Jika keadaan qiyas ini dibolehkan maka sama saja

membolehkan seorang budak untuk menjadi hakim.54

52 Muhammad bin Ismail al-Bukhȃri, Sahih al-Bukhȃri, jilid 1, h. 123.

53 Ahmad bin Hanbal, al-Musnad, jilid 8, h. 263. Lihat Muhammad bin Ismail al-

Bukhȃri, Sahih al-Bukhȃri, jilid 3, h. 151. Lihat Abi „Isa Muhammad bin „Isa, al-Jâmi‟

al-Sahih, h. 431. Lihat Ahmad bin Syu'aib al-Nasȃˋi, Sunan al-Nasȃˋi, h. 667.

54

Al-Habib bin Tâhir, al-Fiqh al-Mâlikî wa Adillatuhu, (Beirut: al-Ma‟ârif,

2009), jilid 7, h.67-68.

Page 43: HAKIM PEREMPUAN PADA MAHKAMAH TINGGI SYARIAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45164/1/AHMAD ZULFI... · 1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya, yang diajukan

30

Mustafâ Dib al-Bugha seorang ulama Mazhab Syafi‟i di Suriah

mensyaratkan seorang hakim haruslah laki-laki karena beristidlal dengan

hadis Nabi Muhammad SAW yang berbunyi:

شأح ا ش ا أ ٠فخ ل

Artinya: “Tidaklah akan berbahagia kaum yang menyerahkan

urusannya kepada perempuan”. (H.R, Ahmad, al-Bukhȃri, al-

Tirmîdzi dan al-Nasȃˋi).55

Ia menambahkan alasan melarang perempuan menjadi hakim

karena pengadilan dituntut untuk berkumpulnya laki-laki dan perempuan

dan dalam perkumpulan ini perempuan dikhawatirkan tidak aman

fitnah.56

Muhammad Mustafa al-Zuhaylî mensyaratkan seorang hakim

haruslah laki-laki dengan alasan yang sama dengan Mustafâ Dib al-

Bugha akan tetapi ia menambahkan bahwa larangan tersebut diqiyas dari

larangan perempuan menjadi imam salat karena menjadi hakim lebih

utama dari imam salat. Dan juga karena pengadilan mengandung

persaksian jarimah-jarimah dan pembunuhan, juga akan berinteraksi

dengan para penuntut dan orang-orang yang bersengketa maka

perempuan dikawatirkan terkena fitnah dari yang demikian itu. Dan juga

ia menambahkan firman Allah SWT:

ثعغ ع ثعؼ ٱلل ب فؼ ع ٱغبء ث جبي ل ٱش

Artinya: “Kaum laki-laki adalah pemimpin bagi kaum

perempuan”. (Q.S. al-Nisâ (04):34).

55

Ahmad bin Hanbal, al-Musnad, jilid 8, h. 263. Lihat Muhammad bin Ismail al-

Bukhȃri, Sahih al-Bukhȃri, jilid 3, h. 151. Lihat Abi „Isa Muhammad bin „Isa, al-Jâmi‟

al-Sahih, h. 431. Lihat Ahmad bin Syu'aib al-Nasȃˋi, Sunan al-Nasȃˋi, h. 667.

56

Mustafa Dib al-Bugha dkk, al-Fiqh al-Manhajî „ala Madzhab al-Imâm al-

Syafi‟i, (Damaskus: Dâr al-Qalam. 1996), jilid 8, h. 178.

Page 44: HAKIM PEREMPUAN PADA MAHKAMAH TINGGI SYARIAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45164/1/AHMAD ZULFI... · 1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya, yang diajukan

31

Dan ia menambahkan bahwa perempuan boleh menjadi mufti dan

saksi di pengadilan karena memang itu adalah wilayah hukumnya dan

tidak berdosa ataupun syubhat pada keduanya.57

Sayyid Sâbiq (w. 1420 H) seorang ulama Mesir mensyaratkan

seorang hakim haruslah sama dengan derajat mujtahid, mengetahui ayat-

ayat dan hadis tentang hukum, mengetahui pendapat ulama terdahulu

mulai dari ijma‟ dan juga ikhtilaf, menguasai bahasa dan mengetahui

qiyas. Ia melanjutkan bahwa seorang hakim harus mukallaf (dewasa),

laki-laki, adil, dapat mendengar, dapat melihat dan berakal. Ia juga

melarang bahwa seorang hakim tidak boleh taklid, kafir, anak kecil,

orang gila, orang fasik, dan perempuan.58

„Abdul Karîm Zaydân (w. 1435 H) seorang ulama ahli sunnah dari

Irak berpendapat bahwa seorang hakim haruslah laki-laki sebagaimana

disyaratkan oleh jumhur ulama. Ia beralasan karena perempuan tidak sah

menjadi pemimpin negara (al-Imâmah al-„Uzma) atau pemimpin daerah

di suatu negeri. Karena alasan inilah tidak ditemukan pelantikan

perempuan menjadi hakim atau pemimpin daerah suatu negeri pada

zaman Nabi Muhammad SAW, Khalifah al-Râsyidîn, dan para pemimpin

setelahnya. Jikalau mereka membolehkan perempuan menjadi hakim,

pasti akan mereka lantik walau hanya sekali saja. Selain alasan tersebut,

dilarangnya perempuan menjadi hakim yaitu karena seorang hakim

haruslah bertemu dengan laki-laki, ahli fikih, para saksi, dan pihak yang

berperkara sedangkan perempuan pada hukum asalnya dilarang bertemu

dengan pihak-pihak tersebut karena khawatir terkena fitnah dari

pertemuan tersebut.59

2. Ulama Yang Membolehkan Perempuan Menjadi Hakim Secara Mutlak

57 Muhammad al-Zuhaylî, al-Mu‟tamad fi al-Fiqh al-Syafi‟i, (Damaskus: Dâr al-

Qalam, 2011), jilid 5, cet. 3, h.383-384.

58

Sayyid Sâbiq, Fiqh al-Sunnah, (Kairo: Dâr al-Fath li al-I‟lâm al-„Arabi, 2009),

jilid 3, cet. 21, h. 217.

59

„Abdul Karîm Zaydân, Nizâm al-Qadha fi al-Syarî‟ah al-Islâmiyyah, (Amman:

Maktabah al-Batsâir, 1989), h. 30-31.

Page 45: HAKIM PEREMPUAN PADA MAHKAMAH TINGGI SYARIAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45164/1/AHMAD ZULFI... · 1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya, yang diajukan

32

Ulama yang termasuk dalam kategori ini adalah pendapat dari

Yûsuf al-Qardâwî yang berpendapat bahwa perempuan harus dilantik

menjadi hakim karena tidak adanya nash yang melarang pelantikan

tersebut.

Lebih lanjut ia menjelaskan bahwa hadis riwayat Abu Bakrah

yang menjadi dasar larangan melantik perempuan menjadi hakim dapat

dipahami dengan tiga pemahaman, yaitu:

a. Memahami dengan asbab al-wurud hadis tersebut dimana hadis

tersebut muncul dari komentar Nabi Muhammad SAW kepada

bangsa Persia yang mengangkat seorang perempuan menjadi raja

bukan pelarangan Nabi terhadap memberikan urusan kepada

perempuan.

b. Jika hadis tersebut dipahami dengan melarang perempuan

memegang kekuasaan tertinggi maka jika perempuan ikut serta

dalam peran jabatan publik yang bukan kekuasaan tertinggi

dibolehkan.

c. Masyarakat modern dibawah sistem demokrasi tidak memberikan

posisi pemimpin kepada perempuan dengan cara membebankan

sepenuhnya tanggung jawab kepada perempuan, akan tetapi

tanggung jawab tersebut pada kenyataannya dijalankan bersama-

sama oleh sejumlah orang.60

Selain Yûsuf al-Qardâwî, ulama kontemporer Indonesia yaitu

M. Quraish Shihab. Ia berpendapat bahwa dalil-dalil yang sering

digunakan untuk melarang perempuan menjadi hakim dapat dipahami

dengan cara yang lain.

Salah satu dalilnya yaitu Q.S. al-Nisâ (04): 34, ia memahami

bahwa ayat ini bukanlah ayat yang mengisyaratkan kepemimpinan

hanyalah untuk laki-laki. Akan tetapi kata “al-rijâl” dalam ayat tersebut

bermakna “suami” karena konsideran ayat tersebut ditegaskan dalam

60 Yûsuf al-Qardawî, Hadyu al-Islâm Fatâwi Mu‟âsirah, Penerjemah: As‟ad

Yasin, Fatwa-fatwa Kontemporer, (Jakarta: Gema Insani, 1995), jilid 2, h. 543-545.

Page 46: HAKIM PEREMPUAN PADA MAHKAMAH TINGGI SYARIAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45164/1/AHMAD ZULFI... · 1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya, yang diajukan

33

lanjutan ayat yang artinya: “karena mereka (suami) menafkahkan

sebagian harta untuk istri-istri mereka”. Seandainya yang dimaksud

dengan kata “laki-laki” secara umum tentu konsiderannya tidak

demikian.61

61 M. Quraish Shihab, Wawasan al-Quran: Tafsir Tematik Atas Pelbagai

Persoalan Umat, (Bandung: Mizan, 2014), h. 415.

Page 47: HAKIM PEREMPUAN PADA MAHKAMAH TINGGI SYARIAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45164/1/AHMAD ZULFI... · 1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya, yang diajukan

34

BAB III

HAKIM PEREMPUAN DALAM REGULASI, MAHKAMAH

SYARIAH dan FATWA ULAMA di MALAYSIA

A. Sistem Pemerintahan dan Sistem Hukum Malaysia

Malaysia merupakan negara federal di utara khatulistiwa dengan luas

329.758 KM mulai dari Semenanjung Malaysia dan utara Pulau Kalimantan.

Semenanjung Malaysia terdiri dari beberapa negeri, diantaranya: Negeri

Johor, Negeri Kedah, Negeri Sembilan, Negeri Kelantan, Negeri Melaka,

Negeri Perak, Negeri Perlis, Negeri Selangor, Negeri Terengganu, Wilayah

Persekutuan Kuala Lumpur, Wilayah Persekutuan Putra Jaya, dan Negeri

Pulau Pinang. Sedangkan di utara Pulau Kalimantan terdiri dari Negeri

Sabah, Negeri Sarawak, dan Wilayah Persekutuan Labuan.1

Untuk lebih mengetahui mengenai Malaysia dari segi sistem

pemerintahan dan sistem hukumnya, penulis menguraikan sebagai berikut:

1. Sistem Pemerintahan Malaysia

Sistem pemerintahan jika didefinisikan secara etimologi terdiri dari

dua kata, sistem dan pemerintahan. Sistem menurut Kamus Besar Bahasa

Indonesia (KBBI) yaitu susunan yang teratur dari pandangan, teori, asas,

dan sebagainya.2 Sedangkan pemerintahan diartikan dengan proses, cara,

perbuatan memerintah atau dapat diartikan juga dengan segala urusan yang

dilakukan oleh negara dalam menyelenggarakan kesejahteraan masyarakat

dan kepentingan negara.3 Dapat disimpulkan bahwa definisi sistem

pemerintahan secara etimologi adalah susunan yang teratur untuk

menjalankan urusan yang dilakukan negara untuk kesejahteraan

masyarakat dan kepentingan negara.

Sedangkan jika didefinisikan secara terminologi, sistem

pemerintahan dapat dibagi kedalam tiga pengertian, yaitu:

1 Jabatan Perkhidmatan Penerangan Malaysia, MALAYSIA: Buku Rasmi Tahunan

2001, (Ipoh: Percetakan Zainon Kasim, 2001), h. 3.

2 Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta:

Gramedia, 2008), h. 1320.

3 Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, h. 1057.

Page 48: HAKIM PEREMPUAN PADA MAHKAMAH TINGGI SYARIAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45164/1/AHMAD ZULFI... · 1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya, yang diajukan

35

1. Tatanan berupa struktur suatu negara yang menitikberatkan hubungan

antara negara dengan rakyat. Pengertian ini menimbulkan sistem

pemerintahan monarki, aristrokasi, dan demokrasi.

2. Tatanan atau struktur pemerintahan yang bertitik tolak dari hubungan

antara semua organ negara termasuk hubungan pemerintah pusat

dengan pemerintah daerah atau negara bagian.

3. Tatanan atau struktur pemerintah yang bertitik tolak dari hubungan

sebagai organ negara di tingkat pusat, khususnya antara eksekutif dan

legislatif.4

Sistem pemerintahan Malaysia sebelum datangnya Inggris adalah

berbeda-beda pada masing-masing negeri. Kesultanan Melayu Melaka

menggunakan Undang-undang Laut Melaka dan Hukum Kanun Melaka.

Sedangkan negeri-negeri lain menggunakan adat yaitu Adat Temenggung

dan Adat Pepatih.5

Pada tahun 1896 Malaysia bebentuk negara federal yaitu beberapa

negara dengan derajat yang sama bersatu untuk mencapai tujuan bersama.6

Pada saat ini negeri-negeri bersatu dalam Perjanjian Persekutuan 1895.

Setelah merdeka pada tahun 1957, Malaysia menggunakan sistem

pemerintahan parlementer westminster atau dikenal dengan sebutan

“Demokrasi Berparlimen” dalam bahasa Melayu. Dalam hal ini raja hanya

menjadi lambang kesetiaan rakyat dan rakyat menjadi wakil dalam

pemerintahan negara tersebut.7 Akan tetapi dalam praktiknya kekuasaan

lebih terpusat di eksekutif dibanding legislatif, dan yudikatif diperlemah

oleh tekanan berkelanjutan dari pemerintah. Pada pemerintahan Mahathir

4 Beni Ahmad Saebani dan Ali Wati, Perbandingan Hukum Tata Negara,

(Bandung: Pustaka Setia, 2016), h.148.

5 Mardiana Nordin dan Hasnah Hussin, Pengajian Malaysia, (Shah Alam: Oxford

Fajar, 2018), cet. 6, h. 113.

6 C.F Strong, Modern Political Constitution: An Introduction to the Comparative

Study of Their History and Exiting Form, Penerjemah SPA Teamwork, Konstitusi-

konstitusi Politik Modern: Studi Perbandingan Tentang Sejarah dan Bentuk-bentuk

Konstitusi Dunia, (Bandung: Nusa Media, 2008), cet. 2, h. 87.

7 Mardiana Nordin dan Hasnah Hussin, Pengajian Malaysia, cet. 6, h. 160-161.

Page 49: HAKIM PEREMPUAN PADA MAHKAMAH TINGGI SYARIAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45164/1/AHMAD ZULFI... · 1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya, yang diajukan

36

yang pertama, kekuasaan yudikatif dibagikan antara pemerintah

persekutuan (pemerintah pusat) dengan negara bagian.8

Dalam menjalankan pemerintahannya, Malaysia menggunakan

sistem kekuasaan trias politika yaitu pemisahan kekuasaan antara

Legislatif, Eksekutif, dan Yudikatif. Dalam pemisahan kekuasaan tersebut

dapat digambarkan sebagai berikut:9

2. S

i

s

t

e

m

Hukum Malaysia

Istilah sistem hukum secara etimologi terdiri dari dua kata yaitu

sistem dan hukum. Sistem menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia

(KBBI) adalah susunan yang teratur dari pandangan, teori, asas, dan

sebagainya.10

Sedangkan hukum yaitu peraturan atau adat yang secara

resmi dianggap mengikat, yang dikukuhkan oleh penguasa atau

pemerintah.11

Dari arti kedua kata tersebut dapat disimpulkan bahwa

sistem hukum adalah susunan yang teratur yang berasal dari teori hukum.

Dalam bahasa Inggris dikenal dengan legal system, dalam bahasa Belanda

dikenal dengan het juridische, dan dalam bahasa Jerman dikenal dengan

das rechtssystem.12

8 Beni Ahmad Saebani dan Ali Wati, Perbandingan Hukum Tata Negara, h.148.

9 Mardiana Nordin dan Hasnah Hussin, Pengajian Malaysia, Cet. 6, h. 167. Lihat

juga International Law Book Services, Malaysia Kita: Panduan dan Rujukan Untuk

Peperiksaan Am Kerajaan, (Petaling Jaya: ILBS, 2004), cet.5, h.183.

10

Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, h. 1320.

11

Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, h. 510.

12

Salim HS dan Erlies Septiana Nurbani, Perbandingan Hukum Perdata,

(Jakarta: Rajawali Pers, 2014), h. 25.

Yang di-Pertuan Agong (YDPA)

Badan Pentadbiran (Eksekutif)

Kabinet

Badan Perundangan (Legislatif)

Parlimen

Badan Kehakiman (Yudikatif)

Mahkamah

Page 50: HAKIM PEREMPUAN PADA MAHKAMAH TINGGI SYARIAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45164/1/AHMAD ZULFI... · 1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya, yang diajukan

37

Secara terminologi, sistem hukum didefinisikan oleh Meuwissen

yang mengartikan sistem hukum sebagai konstruksi teoritis yang terdapat

di dalamnya berbagai norma dan kaidah hukum dipikirkan dalam suatu

hubungan logis-konsisten menjadi satu kesatuan tertentu.13

Bruggink menjelaskan bahwa sistem hukum yaitu aturan-aturan

hukum dan putusan-putusan hukum yang berlaku dalam masyarakat dan

mempunyai hubungan yang saling berkaitan.14

Di dunia ini ada banyak sistem hukum, para ahli berbeda pedapat

dalam menggolongkan sistem hukum. Ada yang berpendapat sistem

hukum ada tiga macam, namun ada juga yang berpendapat empat macam

bahkan enam macam.

Peter de Cruz mengemukakan bahwa sistem hukum yang berlaku

di dunia ini dapat dibedakan menjadi tiga macam keluarga hukum atau

tradisi hukum, yaitu: Civil law; Common Law; dan Socialist Law.15

Civil Law jika diterjemahkan kedalam Bahasa Indonesia yaitu

hukum sipil. Hukum sipil yaitu istilah yang diambil dari sumber hukum

sipil pada zaman Kaisar Justinianus yang bernama Corpus Juris Civilis

yang didefinisikan sebagai suatu tradisi hukum yang berasal dari Hukum

Roma yang dibukukan dalam Corpus Juris Civilis Justinian yang tersebar

ke seluruh Eropa dan dunia.16

Sistem hukum ini juga dikenal dengan

Sistem Hukum Eropa Kontinental, ciri utama sistem hukum ini adalah

hukum dikodifikasi menjadi undang-undang dan undang-undang tersebut

menjadi sumber hukum yang menjadi rujukan hakim dalam memutuskan

perkara.17

13 Titon Slamet Kurnia, Pengantar Sistem Hukum Indonesia, (Bandung: Alumni,

2009), h. 11.

14

Titon Slamet Kurnia, Pengantar Sistem Hukum Indonesia, h. 11.

15

Peter de Cruz, Comparative Law in a Changing World, Penerjemah Narulita

Yusron, Perbandingan Sistem Hukum: Civil Law, Common Law, dan Socialist Law,

(Bandung: Nusa Media, 2010), h. 46.

16

Ade Maman Suherman, Pengantar Perbandingan Sistem Hukum, (Jakarta:

Rajawali Pers, 2004), h. 55-57.

17

Handri Raharjo, Sistem Hukum Indonesia, (Yogyakarta: Pustaka Yustisia,

2016), h. 26-27.

Page 51: HAKIM PEREMPUAN PADA MAHKAMAH TINGGI SYARIAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45164/1/AHMAD ZULFI... · 1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya, yang diajukan

38

Common Law pada awalnya istilah ini digunakan untuk

menunjukkan bahwa hukum yang umum (common) bagi seluruh wilayah

kerajaan karena diterapkan oleh pengadilan-pengadilan kerajaan dan juga

untuk membedakan dengan hukum yang diterapkan oleh pengadilan

khusus seperti pengadilan gereja dan pengadilan oleh bangsawan.18

Sistem

hukum ini dikenal dengan Sistem Hukum Anglo Saxon yang mempunyai

ciri utama adalah sumber hukumnya yaitu putusan-putusan hakim.19

Socialist Law atau Hukum Sosialis adalah hukum yang diterapkan

negara-negara yang pemerintahannya melihat negara sebagai salah satu

sosialis (bergerak dari kapitalisme ke sosialisme) dan memegang teguh

komunistik sebagai tujuan akhir. Ciri pada sistem hukum ini adalah pokok

ajarannya dijiwai ajaran Marxist-Leninist yang dianut oleh pakar hukum

Uni Soviet, sistem hukum ini hanya mengenal konsep hukum publik, dan

sumber hukum berasal dari keputusan penguasa baik pemerintah atau

negara.20

Sejalan dengan Peter de Cruz, John Henry Merrman dan Regelio

Perez Perdomo mengelompokkan keluarga hukum menjadi empat

kelompok yaitu: Common Law System; Civil Law System; Socialist Law

System; Islam Law System.21

Islam Law System atau Sistem Hukum Islam

adalah sistem hukum yang berasal dari suatu agama yaitu Islam, sistem

hukum ini bersumber pada ajaran Islam yaitu: al-Quran; Sunnah; Ijma; dan

Qiyas.22

Chrurch dan Edwards menggolongkan sistem hukum dengan nama

yang berbeda dan menggolongkan sistem hukum kepada enam golongan

keluarga, yaitu: Romano-germanic Family; Common Law Family;

Socialist Legal System; Religio-philosophical Laws; African Costumary

Law; Mixed Legal System. Religio-philosophical adalah sistem hukum

18 Donald albert Rumokoy dan Frans Maramis, Pengantar Ilmu Hukum, (Jakarta:

Rajawali Pers, 2017), cet.4, h. 75.

19

Handri Raharjo, Sistem Hukum Indonesia, h. 26-27.

20

Handri Raharjo, Sistem Hukum Indonesia, h. 32-34.

21

Salim HS dan Erlies Septiana Nurbani, Perbandingan Hukum Perdata, h. 30.

22

Handri Raharjo, Sistem Hukum Indonesia, h. 30-31.

Page 52: HAKIM PEREMPUAN PADA MAHKAMAH TINGGI SYARIAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45164/1/AHMAD ZULFI... · 1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya, yang diajukan

39

yang didasarkan pada hukum agama seperti hukum Islam, Hindu dan teori

hukum tradisional China. African Costumary Law merupakan hukum

kebiasaan negara-negara di Afrika, hukum ini sama dengan hukum adat

yang tidak dikodifikasi. Mixed Legal System merupakan percampuran

sistem hukum antara Civil Law dan Common Law.23

Sebelum datangnya Inggris ke Malaysia, negara itu menganut

sistem hukum adat yaitu adat Perpatih di sebagian besar wilayah Negeri

Sembilan dan beberapa bagian di Melaka, serta adat Temenggong di

bagian-bagian Semenanjung Melayu itu.24

Setelah datangnya Inggris, Malaysia dikenalkan pada Common Law

System pada tahun 1878 M melalui undang-undang hukum perdata. Selain

undang-undang hukum perdata Inggris juga mendatangkan hukum pidana,

hukum acara perdata, hukum acara pidana, dan hukum kontrak dari India

yang pada intinya merupakan prinsip Common Law yang sudah

dikodifikasikan.25

Pada tahun 1937, hukum Inggris secara legislatif diperkenalkan ke

Federal Malay State (FMS) melalui Civil Law Enactment No. 3 Tahun

1937 dan diperluas ke Unfederated Malay State (UMS) melalui Civil Law

Ordinance Tahun 1951. Peraturan ini berlaku hanya rekognisi legislatif

terhadap praktik yudisial de jure. Masing-masing yuridiksi negara bagian

dapat mengajukan preseden yudisial tetapi hanya bisa dilakukan sesuai

amandemen legislatif setempat.26

Karena pengaruh Inggris tersebut, Hukum Islam dan Hukum Adat

yang tidak tertulis mulai terpinggirkan. Sebagai reaksi terhadap

kelancangan Inggris tersebut, para sultan memperkuat lembaga-lembaga

23 Salim HS dan Erlies Septiana Nurbani, Perbandingan Hukum Perdata, h. 30-

31.

24

Asim Riyanto, “Sistem Hukum Negara-negara Asia Tenggara”, Jurnal Hukum

dan Pembangunan, Vol. 37, 2 (April-Juni 2007), h. 278.

25

Basar Dikuraisyin, “Sistem Hukum dan Peradilan Islam di Malaysia”, Jurnal

Terateks, Vol. 01, 3, (September, 2017), h. 3.

26

Peter de Cruz, Comparative Law in a Changing World, Penerjemah Narulita

Yusron, Perbandingan Sistem Hukum: Civil Law, Common Law, dan Socialist Law, h.

178.

Page 53: HAKIM PEREMPUAN PADA MAHKAMAH TINGGI SYARIAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45164/1/AHMAD ZULFI... · 1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya, yang diajukan

40

yang masih berada dalam wewenangnya yaitu lembaga yang terkait Islam

dan Adat Melayu seperti Majelis Agama Islam, Mufti dan Mahkamah

Syariah.27

Hal inilah yang menjadi alasan Malaysia mempunyai 2 sistem

dalam peradilannya (dual system justice) dimana Mahkamah Syariah

menggunakan sistem Hukum Islam sedangkan selainnya mengikut

pengadilan federal menggunakan hukum warisan Inggris.

B. Hakim Perempuan pada Regulasi Negeri-negeri di Malaysia

Berbeda dengan Indonesia yang mempunyai satu undang-undang

untuk seluruh provinsi. Malaysia mempunyai regulasi yang berbeda di setiap

negerinya dikarenakan Malaysia adalah negara yang menganut sistem

pemerintahan federal.

Jika di Indonesia, regulasi tersebut dinamakan Undang-undang

sedangkan di Malaysia disebut Enakmen. Undag-undang tersusun dari

rangkaian pasal sedangkan Enakmen tersusun dari beberapa seksyen.

Kebolehan melantik perempuan sebagai hakim dalam regulasi negeri-

negeri di Malaysia tidak disebutkan secara eksplisit melainkan dengan

menyebutkan syarat-syarat yang harus dipenuhi agar seseorang dapat dilantik

menjadi hakim. Dalam hal ini, penulis mengklasifikasikan kepada tiga

golongan regulasi negeri-negeri di Malaysia, yaitu:

1. Regulasi yang Mensyaratkan Laki-laki Menjadi Hakim di Mahkamah

Syariah

Negeri yang termasuk golongan ini adalah Negeri Pahang. Negeri

Pahang mewajibkan Ketua Hakim Syariah dan Hakim Mahkamah Tinggi

Syariah adalah seorang laki-laki. Sebagaimana diatur dalam Seksyen 43

Enakmen 3 Tahun 1991, Enakmen Pentadbiran Undang-undang Islam

1991 dimana pada ayat (1) disebutkan “Ketua Hakim Syarie dan Hakim

Mahkamah Tinggi Syariah hendaklah dilantik oleh Kebawah Duli Yang

27 Basar Dikuraisyin, “Sistem Hukum dan Peradilan Islam di Malaysia”, h. 4.

Page 54: HAKIM PEREMPUAN PADA MAHKAMAH TINGGI SYARIAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45164/1/AHMAD ZULFI... · 1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya, yang diajukan

41

Maha Mulia Sultan atas nasihat Majlis”. Dan dilanjutkan pada ayat (3)

yang berbunyi:

(3) “Seseorang adalah layak dilantik di bawah subseksyen (1) jika:

a) Dia seorang lelaki Islam;

b) Dia seorang warganegara; dan

c) Selama tempoh tidak kurang daripada sepuluh tahun sebelum

perlantikannya, dia telah beramali sebagai Peguam Syarie di

mana-mana Mahkamah Syariah atau sebagai anggota Mahkamah

Syariah atau mempunyai kepakaran dalam perundangan Islam”.

Walaupun regulasi tersebut mengharuskan laki-laki sebagai Ketua

Hakim Syariah dan hakim pada Mahkamah Tinggi Syariah, regulasi

tersebut secara eksplisit tidak melarang perempuan menjadi hakim pada

Mahkamah Rendah Syariah. Hal ini dapat dilihat pada Seksyen 45

Enakmen 3 Tahun 1991, Enakmen Pentadbiran Undang-undang Islam

1991 dimana ayat (1) berbunyi sama dengan yang tersebut diatas akan

tetapi pada ayat (2) yang berbunyi: “Tiada seorangpun boleh dilantik

menjadi Hakim Mahkamah Rendah Syariah kecuali dia adalah seorang

anggota Perkhidmatan Pegawai Syariah Negeri Pahang atau

Perkhidmatan Awam”. Karena regulasi inilah Negeri Pahang sudah

melantik dua orang perempuan di Mahkamah Rendah Syariah di dua kota

negeri tersebut sebagaimana yang akan penulis jelaskan pada sub-bab

selanjutnya.

2. Regulasi yang Tidak Mensyaratkan Laki-laki Menjadi Hakim di

Mahkamah Syariah dan Melantik Perempuan Sebagai Hakim

Pada kelompok ini terdapat 6 negeri, yaitu Wilayah Persekutuan

(Kuala Lumpur, Putra Jaya, dan Labuan), Negeri Terengganu, Negeri

Malaka, Negeri Selangor, Negeri Sabah dan Negeri Kedah.

Dalam Seksyen 41, 42, 43, 44, 45 Akta 505, Akta Pentadbiran

Undang-undang Islam Wilayah Persekutuan 1993 dan Seksyen 44, 45,

46, 47 Enakmen 7 Tahun 2002, Enakmen Pentadbiran Agama Islam

Negeri Melaka 2002 diatur bahwa pelantikan Ketua Hakim Syariah,

Hakim Mahkamah Rayuan Syariah. Hakim Mahkamah Tinggi Syariah,

Hakim Mahkamah Rendah Syariah dilakukan oleh Yang di-Pertuan

Page 55: HAKIM PEREMPUAN PADA MAHKAMAH TINGGI SYARIAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45164/1/AHMAD ZULFI... · 1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya, yang diajukan

42

Agong (Raja Malaysia) atas nasihat menteri dan dilakukan setelah

berdiskusi dengan majelis. Dalam akta ini juga tidak ada yang

disyaratkan bahwa seorang hakim harus laki-laki.28

Sejalan dengan Wilayah Persekutuan dan Negeri Melaka, Negeri

Terengganu, Negeri Selangor, Negeri Sabah dan Negeri Kedah juga

mengatur dalam Enakmen masing-masing negeri sama dengan Wilayah

Persekutuan akan tetapi perbedaannya terletak pada yang melantik. Jika

hakim di Wilayah Persekutuan dan Negeri Melaka dilantik oleh Yang di-

Pertuan Agong (Raja Malaysia), hakim pada negeri-negeri tersebut

dilantik oleh sultan atau raja negeri tersebut.29

3. Regulasi yang Tidak Mensyaratkan Laki-laki Menjadi Hakim di

Mahkamah Syariah dan Tidak Melantik Perempuan Menjadi Hakim

Pada kelompok ini terdapat 7 negeri yaitu Negeri Kelantan, Negeri

Sarawak, Negeri Johor, Negeri Sembilan, Negeri Pulau Pinang, Negeri

Perak, dan Negeri Perlis.

Dalam regulasi negeri-negeri tersebut selain Negeri Pulau Pinang

mengatur bahwa seorang Ketua Hakim Syariah, Hakim Mahkamah

Rayuan Syariah, Hakim Mahkamah Tinggi Syariah, Hakim Mahkamah

Rendah Syariah dilantik oleh sultan atau raja negeri tersebut dan dalam

regulasi negeri-negeri tidak disebutkan bahwa seorang hakim haruslah

laki-laki.30

Adapun Negeri Pulau Pinang hakim dilantik oleh Yang di-

28 Seksyen 41, 42, 43, 44, 45 Akta 505, Akta Pentadbiran Undang-undang Islam

Wilayah Persekutuan. Lihat juga Seksyen 44, 45, 46, 47 Enakmen 7 Tahun 2002,

Enakmen Pentadbiran Agama Islam Negeri Melaka 2002.

29

Seksyen 6, 7, 8, 9 Enakmen 3 Tahun 2001, Enakmen Mahkamah Syariah

Terengganu 2001. Lihat juga Seksyen 56, 57, 58, 59 Enakmen 1 Tahun 2003, Enakmen

Pentadbiran Agama Islam Negeri Selangor 2003. Lihat juga Seksyen 5, 6, 7, 9 Enakmen

6 Tahun 2004, Enakmen Mahkamah Syariah 2004 (Negeri Sabah). Lihat juga Seksyen 4,

5, 12, 17 Enakmen 8 Tahun 2008, Enakmen Mahkamah Syariah Kedah Darul Aman

2008.

30

Seksyen 7 Enakmen 3 Tahun 1982, Enakmen Pentadbiran Mahkamah Syariah

Kelantan 1982. Lihat juga Seksyen 4, 5, 6, 8 Ordinan 42 Tahun 2001, Ordinan

Mahkamah Syariah Sarawak 2001. Lihat juga Seksyen 56, 57, 58, 59 Enakmen 16 Tahun

2003, Enakmen Pentadbiran Agama Islam Negeri Johor 2003. Lihat juga Seksyen 56, 57,

58, 59 Enakmen 10 Tahun 2003, Enakmen Pentadbiran Agama Islam Negeri Sembilan

2003. Lihat juga Seksyen 45, 46, 47, 48 Enakmen 4 Tahun 2004, Enakmen Pentadbiran

Page 56: HAKIM PEREMPUAN PADA MAHKAMAH TINGGI SYARIAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45164/1/AHMAD ZULFI... · 1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya, yang diajukan

43

Pertuan Agong (Raja Malaysia) dan regulasi negeri tersebut juga tidak

mensyaratkan hakim pada Mahkamah Sariah haruslah laki-laki.31

Jika

tidak disebutkan secara implisit bahwa hakim haruslah seorang laki-laki,

maka dapat disimpulkan bahwa ada kemungkinan negeri-negeri tersebut

akan melantik perempuan sebagai hakim di Mahkamah Syariah

walaupun hingga kini negeri-negeri tersebut belum melakukannya.

C. Hakim Perempuan pada Mahkamah Syariah di Malaysia

Mahkamah Syariah merupakan lembaga kehakiman yang sah dan

setara dengan Mahkamah Sivil (pengadilan sipil) dan sah secara

konstitusional yang diatur dalam pasal 121 (1A) Perlembagaan Persekutuan

Malaysia (Konstitusi Malaysia).32

Mahkamah Syariah negeri-negeri di Malaysia didirikan dengan tujuan

untuk menyelesaikan perselisihan, gugatan dan permohonan yang dibuat oleh

pihak yang membutuhkan. Selain itu Mahkamah Syariah adalah tempat bagi

kerajaan menentukan seorang tertuduh membuat kesalahan yang berhubungan

dengan jinayah syariah. Mahkamah Syariah ini dikhususkan untuk mengurus

perkara-perkara orang Islam saja.33

Pada tahun 1987, kerajaan Malaysia menyusun kembali struktur

organisasi dan fungsi Mahkamah Syariah. Oleh karena itu seluruh negeri-

negeri membuat regulasi yang mengatur tiga tingkat Mahkamah Syariah,

yaitu:

1. Mahkamah Rendah Syariah.

2. Mahkamah Tinggi Syariah.

Agama Islam Negeri Perak 2004. Lihat juga Seksyen 56, 57, 58, 59 Enakmen 4 Tahun

2006, Enakmen Pentadbiran Agama Isam Negeri Perlis 2006.

31

Seksyen 56, 57, 58, 59 Enakmen 4 Tahun 2004, Enakmen Pentadbiran Agama

Islam Negeri Pulau Pinang 2004.

32

Pasal 121 (1A), Perlembagaan Persekutuan Malaysia.

33

Ghazali bin Haji Abdul Rahman, “Isu dan Permasalahan Terkini Mahkamah

Syariah” dalam Zulkifli bin Hasan et al. Amalan Kehakiman dan Guaman Syarie di

Malaysia, (Nilai: Kolej Universiti Islam Malaysia, 2007), h. 2.

Page 57: HAKIM PEREMPUAN PADA MAHKAMAH TINGGI SYARIAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45164/1/AHMAD ZULFI... · 1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya, yang diajukan

44

3. Mahkamah Rayuan Syariah.34

Kewenangan ketiga Mahkamah Syariah tersebut berbeda di setiap

negerinya. Adapun secara umum kewenangan Mahkamah Rendah Syariah

yaitu:

1. Membicarakan kasus-kasus yang diatur pada regulasi negeri yang berupa

jinayah (pidana) maupun mal (perdata).

2. Memeriksa dan memutuskan kasus tersebut.

3. Menyediakan laporan pengadilan.

4. Membicarakan kasus di tingkat daerah atau kota.35

Kewenangan Mahkamah Tinggi Syariah secara umum terdiri dari:

1. Membicarakan kasus-kasus yang diatur pada regulasi negeri yang berupa

jinayah (pidana) maupun mal (perdata).

2. Mengelola kasus banding.

3. Memeriksa dan memutuskan perkara waris.

4. Menyediakan jurnal pengadilan untuk diterbitkan (hanya beberapa

negeri).36

Kewenangan Mahkamah Rayuan Syariah secara umum yaitu:

1. Memeriksa kasus banding.

2. Mempunyai kuasa untuk membatalkan hukuman cambuk yang ditetapkan

Mahkamah Syariah.

3. Mempunyai kuasa untuk mengurangi hukuman.

4. Menerima banding terdakwa ang dihukum penjara atau denda yang tidak

kurang daru RM. 25.00. 37

Ketiga Mahkamah Syariah tersebut di setiap negeri di Malaysia

tergabung dalam suatu lembaga yang bernama Jabatan Kehakiman seperti

34 Abdul Monir Yaacob, Kehakiman Islam dan Mahkamah Syariah, (Selangor:

Univision Press, 2015), h.190.

35

Yusrizal, “Studi Komparatif Pelaksanaan Peradilan Islam di Negara Malaysia

dan Saudi Arabia”, De Lega Lata, Vol. 2, 2 (Juli-Desember 2017), h. 459.

36

Yusrizal, “Studi Komparatif Pelaksanaan Peradilan Islam di Negara Malaysia

dan Saudi Arabia”, De Lega Lata, h. 460.

37

Yusrizal, “Studi Komparatif Pelaksanaan Peradilan Islam di Negara Malaysia

dan Saudi Arabia”, De Lega Lata, h. 460.

Page 58: HAKIM PEREMPUAN PADA MAHKAMAH TINGGI SYARIAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45164/1/AHMAD ZULFI... · 1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya, yang diajukan

45

Jabatan Kehakiman Syariah Selangor. Sebelum tahun 2009, hakim pada

semua Mahkamah Syariah di seluruh negeri-negeri adalah laki-laki. Hal ini

menjadi sebuah kesenjangan karena di Mahkamah Sivil sudah banyak

perempuan dilantik menjadi hakim. Setelah dilantiknya dua hakim

perempuan pertama di Mahkamah Syariah Wilayah Persekutuan sekaligus

hakim perempuan pertama pada Mahkamah Syariah di Malaysia yang dilantik

pada tahun 2009.38

Setelah pelantikan tersebut banyak perempuan dilantik

sebagai hakim pada Mahkamah Syariah di Malaysia.

Sekarang hakim perempuan pada Mahkamah Syariah Negeri-negeri di

Malaysia terus bertambah, 7 dari 14 negeri di Malaysia sudah melantik

perempuan sebagai hakim di Mahkamah Syariah, baik Mahkamah Rayuan,

Mahkamah Tinggi, ataupun Mahkamah Rendah. Keberadaan hakim

perempuan di Malaysia dapat digambarkan sebagai berikut:

No Negeri

Mahkamah

Rayuan

Syariah

Mahkamah

Tinggi

Syariah

Mahkamah

Rendah

Syariah

1 Wilayah Persekutuan

Kuala Lumpur

2 Selangor

3 Pahang

4 Kedah

5 Sabah

6 Terengganu

7 Melaka

38 Ajeng Rizki Pitakasar, “Malaysia Tugaskan Hakim Wanita Pertama di

Pengadilan Syariah” dalam https://khazanah.republika.co.id/berita/dunia-islam/islam-

mancanegara/10/07/10/123981-malaysia-tugaskan-hakim-wanita-pertama-di-pengadilan-

syariah, diakses pada 14 Februari 2019.

Page 59: HAKIM PEREMPUAN PADA MAHKAMAH TINGGI SYARIAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45164/1/AHMAD ZULFI... · 1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya, yang diajukan

46

Pada Wilayah Persekutuan Kuala Lumpur terdapat satu orang hakim

perempuan pada Mahkamah Rendah Syariah Wilayah Persekutuan Kuala

Lumpur yang bernama Noorbyety binti M. Nasir.39

Selanjutnya Negeri Selangor, dalam Jabatan Kehakiman Syariah

Selangor terdapat banyak hakim perempuan dan merupakan negeri yang

paling banyak melantik perempuan sebagai hakim. Dua hakim perempuan

pada Mahkamah Tinggi Syariah dimana kedua orang ini adalah hakim

perempuan pertama yang dilantik pada Mahkamah Tinggi Syariah di

Malaysia, keduanya bernama Noor Huda binti Roslan dan Nenney Shuhaidah

binti Shamsuddin.40

Selain melantik perempuan sebagai hakim pada Mahkamah Tinggi

Syariah, Negeri Selangor juga melantik perempuan sebagai hakim pada

Mahkamah Rendah Syariah dengan uraian berikut: Satu orang pada

Mahkamah Rendah Syariah Shah Alam yang bernama Shanizah binti

Ngatiman.41

Tiga orang pada Mahkamah Rendah Syariah Petaling Jaya yang

bernama Masroha binti Duki, Nurul Hidayah binti Jani, dan Siti Aminah binti

Kamal.42

Satu orang pada Mahkamah Rendah Syariah Gombak Barat yang

bernama Noralwani binti Waimin.43

Satu orang pada Mahkamah Rendah

Syariah Gombak Timur yang bernama Noranizan binti Sufian.44

Dan satu

39 Struktur Organisasi Mahkamah Syariah Wilayah Persekutuan Kuala Lumpur,

dalam:http://www.mswp.gov.my/images/files/CartaOrganisasi/Carta%20Organisasi%20

MSWP%20KL%20-%20sehingga%2031072018.pdf, diakses pada 04 Februari 2019.

40

Selangor Lantik Hakim Wanita Mahkamah Tinggi Syariah Pertama di

Malaysia, Buletin JAKESS, (Shah Alam), 2016, h.5.

41

Struktur Organisasi Mahkamah Rendah Syariah Shah Alam, dalam

http://www.jakess.gov.my/v4/index.php/info-jabatan/mahkamah-rendah-syariah/shah-

alam, diakses pada 04 Februari 2019.

42

Struktut Organisasi Mahkamah Rendah Syariah Petaling Jaya, dalam

http://www.jakess.gov.my/v4/index.php/info-jabatan/mahkamah-rendah-syariah/petaling-

jaya, diakses pada 04 Februari 2019.

43

Struktur Organisasi Mahkamah Rendah Syariah Gombak Barat, dalam

http://www.jakess.gov.my/v4/index.php/info-jabatan/mahkamah-rendah-syariah/gombak-

barat, diakses pada 04 Februari 2019.

44

Struktur Organisasi Mahkamah Rendah Syariah Gombak Timur, dalam

http://www.jakess.gov.my/v4/index.php/info-jabatan/mahkamah-rendah-syariah/gombak-

timur, diakses pada 04 Februari 2019.

Page 60: HAKIM PEREMPUAN PADA MAHKAMAH TINGGI SYARIAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45164/1/AHMAD ZULFI... · 1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya, yang diajukan

47

orang pada Mahkamah Rendah Syariah Ampang yang bernama Maryam

Jameelah binti Ali Sabri.45

Pada Negeri Pahang terdapat dua hakim perempuan di Mahkamah

Rendah Syariah. Satu orang hakim perempuan pada Mahkamah Rendah

Syariah Pekan yang bernama Norhidayah binti Mat Darus.46

Dan satu orang

pada Mahkamah Rendah Syariah Jerantut yang bernama Sarah Fawzia binti

Ahmad Fuzi.47

Sama dengan Negeri Pahang, pada Negeri Kedah terdapat dua hakim

perempuan pada Mahkamah Rendah Syariah. Satu orang pada Mahkamah

Rendah Syariah Yan yang bernama Redwana binti Mat Radzuan.48

Dan satu

orang pada Mahkamah Rendah Padang Terap yang bernama Norlida binti

Zakaria.49

Pada Negeri Sabah terdapat satu hakim perempuan. Tepatnya pada

Mahkamah Rendah Syariah Papar yang bernama Nooryasmen Sharini binti

Abasr.50

Negeri Terengganu adalah negeri pertama yang melantik perempuan

sebagai hakim pada Mahkamah Rayuan Syariah. Prof. Datuk Seri Dr. Zaleha

Kamarudin seorang rektor Universitas Islam Antarbangsa Malaysia (UIAM)

45 Struktur Organisasi Mahkamah Rendah Syariah Ampang, dalam

http://www.jakess.gov.my/v4/index.php/info-jabatan/mahkamah-rendah-syariah/ampang,

diakses pada 04 Februari 2019.

46

Struktur Organisasi Mahkamah Rendah Syariah Pekan, dalam

http://pahang.jksm.gov.my/images/korporat/cartaorganisasi/mrs/3%20carta%20mrs%20p

ekan.pdf, diakses pada 04 Februari 2019.

47

Struktur Organisasi Mahkamah Rendah Syariah Jerantut, dalam

http://pahang.jksm.gov.my/images/korporat/cartaorganisasi/mrs/11%20carta%20mrs%20j

erantut.pdf, diakses pada 04 Februari 2019,

48

Struktur Organisasi Mahkamah Rendah Syariah Yan, dalam

http://kedah.jksm.gov.my/userfiles/files/Direktori/Yan/FORMAT%20CARTA%20UPDA

TE%201.pdf, diakses pada 04 Februari 2019.

49

Struktur Organisasi Mahkamah Rendah Syariah Padang Terap, dalam

http://kedah.jksm.gov.my/userfiles/files/Daerah/Padang%20Terap/CARTA%20ORGANI

SASI%20MRSPT%202019.pdf, diakses pada 04 Februari 2019.

50

Struktur Organisasi Jabatan Kehakiman Syariah Negeri Sabah, dalam

http://sabah.jksm.gov.my/wp-content/uploads/CARTA-ORGANISASI-2017-WARAN-

11.12.2017.png, diakses pada 04 Februari 2019.

Page 61: HAKIM PEREMPUAN PADA MAHKAMAH TINGGI SYARIAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45164/1/AHMAD ZULFI... · 1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya, yang diajukan

48

adalah perempuan pertama di Malaysia yang dilantik sebagai hakim pada

Mahkamah Rayuan Syariah. Selain pada Mahkamah Rayuan Syariah, Negeri

Terengganu juga melantik tiga orang perempuan untuk ditugaskan menjadi

hakim pada Mahkamah Rendah Syariah, mereka adalah Noor Afzan binti

Adam, Nurul Huda binti Abd Rahman dan Siti Salwa binti Mustapa.51

Selanjutnya pada Negeri Melaka ada dua hakim perempuan pada

Mahkamah Rendah Syariah. Satu orang pernah bertugas menjadi hakim pada

Mahkamah Rendah Syariah Melaka Tengah yang bernama Jamiah binti

Husin.52

Dan satu orang yang masih bertugas menjadi hakim pada Mahkamah

Rendah Syariah Jasin yang bernama Aisah binti Saleh.53

D. Hakim Perempuan pada Fatwa Ulama di Malaysia

Fatwa secara etimologi dapat diartikan dengan petuah, nasihat,

jawaban yang diberikan seorang mufti yang berkaitan dengan Hukum Islam.54

Secara terminologi fatwa dapat diartikan dengan penjelasan berkaitan dengan

Hukum Allah tentang sesuatu berdasarkan dalil syarak bagi orang yang

ditanya akan hal tersebut.55

Wahbah al-Zuhaylî mendefinisikan fatwa dengan

penjelasan hukum syarak yang terjadi pada kejadian-kejadian terkini dan

fatwa itu lebih khusus daripada ijtihad.56

51 Tauliah Hakim Rayuan Syarie Wanita Pertama Di Malaysia & Negeri

Terengganu, Buletin JKST, (Kuala Terengganu), 2016-2017, h.5.

52

Profil Mahkamah Rendah Syariah Melaka Tengah, dalam

http://www.mahsyariahmelaka.gov.my/index.php/ms/profil-korporat/info-

bahagian/mahkamah/mrs-daerah-melaka-tengah, diakses pada 04 Februari 2019.

53

Profil Mahkamah Rendah Syariah Jasin, dalam

http://mahsyariahmelaka.gov.my/index.php/ms/profil-korporat/info-

bahagian/mahkamah/mrs-daerah-jasin, diakses pada 04 Februari 2019.

54

Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, h. 475.

Lihat juga Basiq Djalil, Peradilan Islam, (Jakarta: Amzah, 2012), h. 105.

55

Mohd Farid bin Mohd Shahran, “Fatwa dalam Usul fiqah seta Kepentingannya

dalam Lingkungan Semasa” dalam Mohd Farid bin Mohd Shahran dan Mohamad A‟sim

bin Ismail, Fatwa dan Perbezaan Pandangan: Cabaran dan Penyelesaian, (Kuala Lumpur:

IKIM Press, 2018), h.40.

56

Wahbah al-Zuhaylî, Qadhayâ al-Fiqh wa al-Fikr al-Mu‟âsir, (Damaskus: Dâr

al-Fikr, 2012), jilid 2, h. 140.

Page 62: HAKIM PEREMPUAN PADA MAHKAMAH TINGGI SYARIAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45164/1/AHMAD ZULFI... · 1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya, yang diajukan

49

Di Malaysia fatwa dijadikan sebagai pandangan resmi negara yang

berkaitan dengan Hukum Islam. Institusi fatwa di Malaysia terbagi menjadi

dua jenis yaitu Jawatankuasa Majlis Kebangsaan Bagi Hal Ehwal Ugama

Islam Malaysia (Jawatankuasa Fatwa MKI) dan Jawatankuasa Fatwa Negeri

(JFN). Sebagaimana sistem pemerintahan Malaysia adalah federal maka

kewenangan mengeluarkan fatwa adalah kewenangan masing-masing negeri

kecuali Wilayah Persekutuan. Sedangkan Jawatankuasa Fatwa MKI berperan

sebagai penyelaras dalam hal kefatwaan khususnya membahas isu yang

mempunyai kepentingan nasional.57

Isu pelantikan perempuan sebagai hakim pada Mahkamah Syariah di

Malaysia sudah menjadi kontroversi. Dikarenakan perbedaan pendapat di

kalangan ulama klasik dan kontemporer menjadi alasan kontroversi tersebut.

Berkembangnya kajian-kajian tentang kesetaraan gender dan juga banyaknya

perempuan yang menjadi akademisi bahkan politisi membuat masyarakat

Malaysia mempertanyakan keberadaan perempuan dalam lembaga kehakiman

syariah di Malaysia karena dalam lembaga kehakiman sivil (umum) sudah

banyak perempuan yang menjadi hakim. Oleh karena itu, banyak institusi

fatwa baik institusi kebangsaan maupun negeri-negeri mengeluarkan fatwa

tentang hukum perempuan dilantik sebagai hakim pada Mahkamah Syariah.

Fatwa yang pertama tentang hukum melantik perempuan menjadi

hakim Mahkamah Syariah adalah fatwa kebangsaan yang di keluarkan oleh

Jawatankuasa Fatwa Majlis Kebangsaan Bagi Hal Ehwal Ugama Islam

Malaysia yang bersidang pada 4-6 April 2006 yang memutuskan bahwa

perempuan harus dilantik sebagai hakim di Mahkamah Syariah dalam kasus

57 Abdul Shukor bin Husin, “Institusi Kefatwaan di Malaysia Cabaran

Pemerkasaan” dalam Mohd Farid bin Mohd Shahran dan Mohamad A‟sim bin Ismail,

Fatwa dan Perbezaan Pandangan: Cabaran dan Penyelesaian, h.6-8.

Page 63: HAKIM PEREMPUAN PADA MAHKAMAH TINGGI SYARIAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45164/1/AHMAD ZULFI... · 1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya, yang diajukan

50

selain hudud dan qisâs. Untuk pemilihan dan pelantikan hakim tersebut

hendaklah dibuat dengan penuh teliti dan teratur.58

Selain fatwa kebangsaan tersebut, lembaga fatwa di negeri-negeri

yang berada dalam Federasi Malaysia juga mengeluarkan fatwa tentang

hukum melantik perempuan sebagai hakim di Mahkamah Syariah. Negeri-

negeri tersebut adalah sebagai berikut:

1. Negeri Kedah

Persidangan Jawatankuasa Fatwa Negeri Kedah yang bersidang

pada 11 November 1989 menghasilkan fatwa bahwa perempuan tidak

boleh dilantik menjadi hakim dan juga tidak boleh diangkat menjadi

pemimpin di bidang apapun.59

Fatwa tersebut telah dihapus dengan fatwa yang diputuskan atas

sidang Jawatankuasa Fatwa Negeri Kedah yang bersidang pada 26

September 2010 dimana hasil pada sidang itu mengeluarkan fatwa bahwa

perempuan harus dilantik sebagai hakim di Mahkamah Syariah dan hanya

boleh menjadi hakim pada perkara mal (perdata) saja. Fatwa ini

berlandaskan pada kebutuhan saat ini dan juga pendapat dari Muhammad

Said Ramadhan al-Buthy dan Dr. Yusuf al-Qaradhawi.60

2. Negeri Selangor

Persidangan Jawatankuasa Fatwa Negeri Selangor yang bersidang

pada 26-27 Juni 2006 mengeluarkan fatwa bahwa perempuan tidak harus

memegang jabatan sebagai hakim di Mahkamah Syariah. Keputusan ini

merujuk kepada Q.S. al-Nisâ (04): 34 dan Hadis Nabi Muhammad SAW

58 Jabatan Kemajuan Islam Malaysia (JAKIM), Kompilasi Pandangan Hukum

Muzakarah Jawatankuasa Fatwa Majlis Kebangsaan Bagi Hal Ehwal Ugama Islam

Malaysia, (Selangor: JAKIM, 2015), h. 212.

59

E-Sumber Maklumat Fatwa Jabatan Kemajuan Islam Malaysia (JAKIM),

dalam http://e-smaf.islam.gov.my/e-smaf/index.php/main/mainv1/fatwa/pr/10635,

diakses pada 01 Februari 2019.

60

E-Sumber Maklumat Fatwa Jabatan Kemajuan Islam Malaysia (JAKIM),

dalam http://e-smaf.islam.gov.my/e-smaf/fatwa/fatwa/find/pr/12201, diakses pada 01

Februari 2019

Page 64: HAKIM PEREMPUAN PADA MAHKAMAH TINGGI SYARIAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45164/1/AHMAD ZULFI... · 1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya, yang diajukan

51

yang artinya: “Tidaklah akan berbahagia kaum yang menyerahkan

urusannya kepada perempuan” (H.R. al-Bukhâri, al-Tirmidzi, al-Nasâi).61

Fatwa tersebut sudah tidak berlaku karena fatwa terbaru dari hasil

sidang Jawatankuasa Fatwa Negeri Selangor yang bersidang pada 12 April

2016 yang memutuskan bahwa perempuan yang menjabat sebagai hakim

di Mahkamah Syariah hanya boleh mengadili perkara mal (perdata) saja

tidak dibolehkan mengadili perkara jinayah berat (al-Dima‟).62

3. Negeri Sarawak

Lembaga fatwa Negeri Sarawak bersidang pada sidang yang ke-10

pada 18 September 2006 dan mengeluarkan fatwa bahwa Lembaga Fatwa

Negeri Sarawak setuju kepada fatwa kebangsaan hasil Muzakarah

Jawatankuasa Fatwa Majlis Kebangsaan Bagi Hal Ehwal Ugama Islam

yang ke 74 bahwa perempuan harus dilantik menjadi hakim di Mahkamah

Syariah dalam perkara selain hudud dan qisâs dan untuk pemilihan dan

pelantikan hakim tersebut hendaklah dibuat dengan penuh teliti dan

teratur.63

4. Wilayah Persekutuan

Fatwa Wilayah Persekutuan pada tahun 2006 mengeluarkan fatwa

bahwa perempuan harus dilantik menjadi hakim di Mahkamah Syariah

dalam perkara selain hudud dan qisâs. Untuk pemilihan dan pelantikan

hakim tersebut dibuat dengan penuh teliti dan teratur. Fatwa ini

61 Hukum Pelantikan Hakim Syarie Wanita, Jabatan Mufti Negeri Selangor dalam

http://www.muftiselangor.gov.my/fatwa-personalisation/fatwa-tahunan/keputusan-fatwa-

xwarta/2006/725-hukum-pelantikan-hakim-syar-ie-wanita, diakses pada 01 Februari

2019.

62

Fatwa Hukum Pelantikan Hakim Syarie Wanita, Jabatan Mufti Negeri Selangor

dalam http://www.muftiselangor.gov.my/fatwa-personalisation/fatwa-tahunan/keputusan-

fatwa-xwarta/2016/664-fatwa-hukum-pelantikan-hakim-syar-ie-wanita, diakses pada 01

Februari 2019.

63

E-Sumber Maklumat Fatwa Jabatan Kemajuan Islam Malaysia (JAKIM),

dalam http://e-smaf.islam.gov.my/e-smaf/fatwa/fatwa/find/pr/11409, diakses pada 01

Februari 2019.

Page 65: HAKIM PEREMPUAN PADA MAHKAMAH TINGGI SYARIAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45164/1/AHMAD ZULFI... · 1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya, yang diajukan

52

diwartakan (disahkan) pada 03 Januari 2007 dalam Warta Kerajaan Seri

Paduka Baginda.64

5. Negeri Kelantan

Fatwa yang dihasilkan dari sidang Mesyuarat Jemaah Ulama

Majlis Agama Islam dan Adat Istiadat Melayu Kelantan yang diadakan

pada 30 April 2008 yaitu perempuan harus menjadi hakim dalam perkara

tertentu selain hudud dan qisâs.65

6. Negeri Pahang

Jabatan Mufti Negeri Pahang yang bersidang pada 09 Oktober

2012 dimana sidang tersebut dinamakan Mesyuarat Jawatankuasa

Perunding Hukum Syarak Negeri Pahang Kali ke-7 menghasilkan fatwa

bahwa hukum pelantikan perempuan sebagai hakim di Mahkamah Syariah

adalah harus tetapi hanya untuk perkara mal (perdata) saja.

Fatwa ini merujuk kepada Q.S. al-Nisâ (04): 34 yang menyatakan

kepemimpinan laki-laki diatas perempuan. Menurut fatwa ini hal tersebut

bukanlah nash yang qath‟i jika dihukumi untuk melantik perempuan

sebagai hakim karena selanjutnya Allah berfirman dalam ayat itu bahwa

laki-laki memberikan nafkah sebagian harta mereka. Hal tersebut juga

didukung oleh ayat lain yaitu Q.S. al-Baqarah (02): 228.

Selain merujuk pada ayat tersebut, fatwa ini juga merujuk kepada

pendapat Imam al-Tabari yang berpendapat bahwa Q.S. al-Nisâ (04): 34

menunjukkan kepada kepemimpinan laki-laki dalam hal kekeluargaan,

tidak sampai kelayakan perempuan menjadi hakim. Menurut beliau

perempuan harus dilantik menjadi hakim karena tidak ada larangan

perempuan untuk berijtihad dan mengeluarkan fatwa.66

64 E-Fatwa Mufti Wilayah Persekutuan, dalam

http://efatwa.muftiwp.gov.my/fatwa/58f12a7f42a9ee0593b5f81b1bb017c9?, diakses pada

01 Februari 2019.

65

E-Sumber Maklumat Fatwa Jabatan Kemajuan Islam Malaysia (JAKIM),

dalam http://e-smaf.islam.gov.my/e-smaf/fatwa/fatwa/find/pr/10807, diakses pada 01

Februari 2019.

66

Bahagian Fatwa Jabatan Mufti Negeri Pahang, dalam

http://mufti.pahang.gov.my/index.php/perkhidmatan/bahagian-fatwa/keputusan-fatwa/22-

Page 66: HAKIM PEREMPUAN PADA MAHKAMAH TINGGI SYARIAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45164/1/AHMAD ZULFI... · 1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya, yang diajukan

53

7. Negeri Sabah

Fatwa yang dihasilkan dari sidang Muzakarah Majlis Fatwa Negeri

Sabah dimana telah bersidang di Hotel Promenade, Kota Kinabalu, Sabah

pada tanggal 02-04 Desember 2013. Pada sidang tersebut, majlis setuju

bahwa perempuan tidak harus dilantik menjadi hakim di Mahkamah

Syariah karena tidak memenuhi syarat-syarat yang ditetapkan oleh Jumhur

Fuqaha. Dan juga setuju bahwa ada beberapa ulama yang berpandangan

bahwa perempuan harus dilantik sebagai hakim di Mahkamah Syariah

dalam perkara selain hudud dan qisâs.

Oleh karena itu, muzakarah mengeluarkan fatwa bahwa perempuan

harus dilantik menjadi hakim di Mahkamah Syariah hanya pada perkara

mal (perdata) saja, kecuali yang berkaitan dengan Wali Hakim.67

8. Negeri Pulau Pinang

Berbeda dengan negeri-negeri yang lain, Mesyuarat Jawatankuasa

Fatwa Negeri Pulau Pinang yang bersidang pada 22-23 April 2016

memfatwakan bahwa:

a. Tidak setuju dengan saran melantik perempuan sebagai hakim di

Mahkamah Syariah dan tetap memelihara keputusan Mesyuarat

Jawatankuasa Fatwa Negeri Pulau Pinang Bil. 4/2012 tanggal 17 Juli

2012.

b. Melantik perempuan sebagai hakim bukanlah penyelesaian untuk

menangani isu-isu yang ada dan pelantikan tersebut belum menjadi

kebutuhan pada saat ini.

c. Menyarankan kepada Jabatan Kehakiman Syariah Malaysia agar

menambahkan jumlah hakim dan mengutamakan laki-laki sebagai

hakim di Mahkamah Syariah dan juga memaksimalkan waktu tugas

keputusan-fatwa-2012/67-hukum-perlantikan-hakim-syarie-wanita-kmjphs, diakses pada

01 Februari 2019.

67

E-Sumber Maklumat Fatwa Jabatan Kemajuan Islam Malaysia (JAKIM),

dalam http://e-smaf.islam.gov.my/e-smaf/index.php/main/mainv1/fatwa/pr/16036,

diakses pada 01 Februari 2019.

Page 67: HAKIM PEREMPUAN PADA MAHKAMAH TINGGI SYARIAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45164/1/AHMAD ZULFI... · 1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya, yang diajukan

54

para hakim seperti percobaan pada waktu malam yang pernah

dilaksanakan di Mahkamah Syariah di Negeri Selangor.68

Selain negeri-negeri yang disebutkan yaitu Negeri Perak, Negeri

Perlis, Negeri Sembilan, Negeri Melaka, Negeri Terengganu dan Negeri

Johor penulis tidak mendapatkan tentang data tersebut akan tetapi Negeri

Melaka dan Negeri Terengganu sudah melantik perempuan sebagai hakim

pada Mahkamah Syariah di negeri tersebut.

68 E-Sumber Maklumat Fatwa Jabatan Kemajuan Islam Malaysia (JAKIM),

dalam http://e-smaf.islam.gov.my/e-smaf/index.php/main/mainv1/fatwa/pr/10526,

diakses pada 01 Februari 2019.

Page 68: HAKIM PEREMPUAN PADA MAHKAMAH TINGGI SYARIAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45164/1/AHMAD ZULFI... · 1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya, yang diajukan

55

BAB IV

HAKIM PEREMPUAN PADA MAHKAMAH TINGGI

SYARIAH SELANGOR

A. Sejarah Pelantikan Hakim Perempuan pada Mahkamah Syariah

Selangor

Isu pelantikan perempuan sebagai hakim di Mahkamah Syariah

Negeri-negeri di Malaysia telah lama diperbincangkan. Sejak Malaysia

meratifikasi Convention on the Elimination all Forms of Discrimination

Against Women (CEDAW) pada tahun 1995, Malaysia mulai terbuka akan

pentingnya peran perempuan dalam suatu negara dan mulai merubah regulasi-

regulasi yang mendiskriminasi perempuan.1

Perdebatan dan pembahasan isu hakim perempuan di Mahkamah

Syariah ini telah berkembang di Malaysia sejak tahun 2000. Diantaranya

yaitu sesi percambahan fikiran (Brain Storming) yang dianjurkan oleh

Yayasan Pembangunan Wanita yang menyediakan masukan pada diskusi

Bengkel Wanita 2000 yang diadakan pada 17-18 Agustus 2000. Diantara

salah satu hasil diskusinya yaitu memberikan saran agar melantik hakim

perempuan pada Mahkamah Syariah di Malaysia.2

Selanjutnya yang menjadi cikal bakal banyak pegiat kesetaraan gender

di Malaysia menyarankan agar perempuan dilantik di Mahkamah Syariah

adalah kasus Aida Melly Tan Mutalib pada tahun 2003 dimana kasus tersebut

diselesaikan Mahkamah Syariah pada waktu 8 tahun padahal kasus tersebut

hanya masalah perceraian dan nusyuz. Hal ini membuktikan bahwa

kurangnya hakim pada Mahkamah Syariah terutama perempuan.3

1 Fadilla Shaharom, “Ratifikasi CEDAW di Malaysia: Kesan Menurut Undang-

undang dan Hukum Syarak”, Journal of Shariah Law Research, 2, 2, (2017), h. 208-213.

2 Zaini Nasohah dkk, “Analisis Literatur Isu Pelantikan Hakim Syarie di

Malaysia”, International Journal of Islamic and Civilizational Studies, 03, 01 (2016), h.

64.

3 Zaini Nasohah dkk, “Analisis Literatur Isu Pelantikan Hakim Syarie di

Malaysia”, h. 64.

Page 69: HAKIM PEREMPUAN PADA MAHKAMAH TINGGI SYARIAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45164/1/AHMAD ZULFI... · 1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya, yang diajukan

56

Sebelum dikeluarkannya fatwa oleh Jawatankuasa Majlis Kebangsaan

Bagi Hal Ehwal Ugama Islam Malaysia yang mengharuskan perempuan

dilantik di Mahkamah Syariah pada tahun 2006. Penulis mendapatkan

beberapa penelitian yang membahas tentang hakim perempuan di Mahkamah

Syariah Malaysia, dimana penulisan ini berisi tentang prospek dilantiknya

perempuan sebagai hakim di Mahkamah Syariah di Malaysia. Penelitian

tersebut diantaranya:

1. Tahun 2004, tesis yang ditulis oleh Norizan Awang yang berjudul

Perlantikan Wanita Sebagai Hakim Menurut Islam: Suatu Kajian

Berasaskan Kepada Realiti Semata.4 Dan jurnal yang ditulis oleh Siti

Zalikhah binti Mohd Nor yang berjudul Hakim Wanita: Satu Paradoks.

2. Tahun 2006, jurnal yang ditulis oleh Sheikh Ghazali bin Haji Abdul

Rahman yang berjudul Kriteria Pelantikan Hakim Syarie Wanita.5

Pada tanggal 28-30 November 2005, sidang Ahli Jawatankuasa Panel

Kajian Syariah ke 53 menghasilkan keputusan bahwa perempuan harus

dilantik menjadi hakim pada Mahkamah Syariah selain perkara hudud dan

qisâs karena perubahan taraf hidup seperti pendidikan yang membuat

perempuan layak dilantik menjadi hakim.6

Pada tanggal 4-6 April 2006 keputusan tersebut dibahas dalam sidang

Jawatankuasa Fatwa Kebangsaan dan menjadikan keputusan tersebut menjadi

fatwa nomor 1/73/2006 dimana fatwa tersebut menyebutkan perempuan harus

dilantik sebagai hakim di Mahkamah Syariah dalam kasus selain hudud dan

4 Norizan Awang, “Perlantikan Wanita Sebagai Hakim Menurut Islam: Suatu

Kajian Berasaskan Kepada Realiti Semata”, (Skripsi S-1 Akademi Pengajian Islam,

Universitas Malaya, 2004)

5 Zaini Nasohah dkk, “Analisis Literatur Isu Pelantikan Hakim Syarie di

Malaysia”, h. 69-70.

6 Siti Maszuriyat binti Aziz, “Persepsi Klien dan Pegawai Mahkamah Terhadap

Pengendalian Kes oleh Hakim Syarie Wanita di Mahkamah Syariah Wilayah

Persekutuan”, (Skripsi S-1 Fakultas Pengajian Islam, Universitas Kebangsaan Malaysia,

2017), h. 59.

Page 70: HAKIM PEREMPUAN PADA MAHKAMAH TINGGI SYARIAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45164/1/AHMAD ZULFI... · 1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya, yang diajukan

57

qisâs. Untuk pemilihan dan pelantikan hakim tersebut hendaklah dibuat dengan

penuh teliti dan teratur.7

Setelah fatwa tersebut dikeluarkan, tidak ada satu perempuan pun

yang dilantik menjadi hakim pada Mahkamah Syariah di Malaysia. Hingga

pada tanggal 19-21 Februari 2009 makalah yang berjudul “Perlantikan Hakim

Syarie Wanita: Suatu Keperluan Semasa” yang disediakan BDP pada Rapat

Ketua Hakim Syarie ke-48. Pada Rapat Ketua Hakim Syarie Seluruh

Malaysia ke-49 pada tanggal 14-16 Juni 2009 menyetujui pelantikan

perempuan sebagai hakim dan pelantikan tersebut dimulai dari Mahkamah

Syariah Wilayah Persekutuan. Selanjutnya pada Rapat Ketua Hakim Syarie

Seluruh Malaysia ke-50 yang diadakan pada tanggal 2-4 Desember 2009

memutuskan bahwa Mahkamah Syariah Wilayah Persekutuan akan melantik

hakim perempuan pada Mahkamah Rendah Syariah dengan melantik pegawai

syariah Gred LS 44.8

Pada tahun 2010, Majlis Agama Islam Wilayah Persekutuan pada

tanggal 25 Januari 2010 menyetujui saran pelantikan 2 orang perempuan

untuk dilantik pada Mahkamah Syariah Wilayah Persekutuan dan

menyarankan kepada Jabatan Kehakiman Syariah Malaysia (JKSM) agar

membuat rapat dengan Jabatan Peguam Negara mengenai hal tersebut dan hal

ini tertulis dalam notulen rapat khusus MAIWP nomor 1/2010.9

Pada tanggal 29-31 Maret diadakan Rapat Ketua Hakim Syarie

Seluruh Malaysia ke-51 yang menghasilkan keputusan bahwa pegawai

syariah telah diberikan tugas menjadi Pendaftar Tinggi Syariah di Mahkamah

Syariah Wilayah Persekutuan yang selanjutnya akan dilantik menjadi hakim.

7 Jabatan Kemajuan Islam Malaysia (JAKIM), Kompilasi Pandangan Hukum

Muzakarah Jawatankuasa Fatwa Majlis Kebangsaan Bagi Hal Ehwal Ugama Islam

Malaysia, (Selangor: JAKIM, 2015), h. 212.

8 Siti Maszuriyat binti Aziz, “Persepsi Klien dan Pegawai Mahkamah Terhadap

Pengendalian Kes oleh Hakim Syarie Wanita di Mahkamah Syariah Wilayah

Persekutuan”, h. 59.

9 Siti Maszuriyat binti Aziz, “Persepsi Klien dan Pegawai Mahkamah Terhadap

Pengendalian Kes oleh Hakim Syarie Wanita di Mahkamah Syariah Wilayah

Persekutuan”, h. 60.

Page 71: HAKIM PEREMPUAN PADA MAHKAMAH TINGGI SYARIAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45164/1/AHMAD ZULFI... · 1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya, yang diajukan

58

Dan pelantikan tersebut disetujui oleh Yang di-Pertuan Agong (Raja

Malaysia) pada tanggal 4 Mei 2010.10

Dan dua orang perempuan bernama

Suraya Ramli menjadi hakim Mahkamah Rendah Syariah Putra Jaya dan

Rafidah Abdul Razak dilantik menjadi hakim Mahkamah Rendah Syariah

Kuala Lumpur pada tanggal 4 Juli 2010.11

Setelah pelantikan tersebut banyak negeri-negeri mulai mengeluarkan

fatwa tentang pelantikan perempuan sebagai hakim di Mahkamah Syariah.

Diantaranya Negeri Kedah pada tanggal 26 September 2010 yang

mengeluarkan fatwa bahwa perempuan harus dilantik sebagai hakim di

Mahkamah Syariah dan hanya boleh menjadi hakim pada perkara mal

(perdata) saja. 12

Setelah Negeri Kedah, Negeri Pahang mengeluarkan fatwa pada

tanggal 09 Oktober 2012 dimana fatwa tersebut mengatur bahwa hukum

pelantikan perempuan sebagai hakim di Mahkamah Syariah adalah harus

tetapi hanya untuk perkara mal (perdata) saja.13

Pada tahun 2013 Negeri Sabah dalam sidang Muzakarah Majlis Fatwa

Negeri Sabah yang bersidang pada tanggal 02-04 Desember 2013

menghasilkan fatwa bahwa perempuan tidak harus dilantik menjadi hakim di

Mahkamah Syariah karena tidak memenuhi syarat-syarat yang ditetapkan

oleh Jumhur Fuqaha. Dan juga setuju bahwa ada beberapa ulama yang

berpandangan bahwa perempuan harus dilantik sebagai hakim di Mahkamah

Syariah dalam perkara selain hudud dan qisâs. Oleh karena itu, muzakarah

10 Siti Maszuriyat binti Aziz, “Persepsi Klien dan Pegawai Mahkamah Terhadap

Pengendalian Kes oleh Hakim Syarie Wanita di Mahkamah Syariah Wilayah

Persekutuan”, h. 60.

11

Vaudine England, Malaysian groups welcome first Islamic women judges

dalam https://www.bbc.com/news/10567857 diakses pada 18 Februari 2019.

12

E-Sumber Maklumat Fatwa Jabatan Kemajuan Islam Malaysia (JAKIM),

dalam http://e-smaf.islam.gov.my/e-smaf/fatwa/fatwa/find/pr/12201, diakses pada 01

Februari 2019

13

Bahagian Fatwa Jabatan Mufti Negeri Pahang, dalam

http://mufti.pahang.gov.my/index.php/perkhidmatan/bahagian-fatwa/keputusan-fatwa/22-

keputusan-fatwa-2012/67-hukum-perlantikan-hakim-syarie-wanita-kmjphs, diakses pada

01 Februari 2019.

Page 72: HAKIM PEREMPUAN PADA MAHKAMAH TINGGI SYARIAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45164/1/AHMAD ZULFI... · 1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya, yang diajukan

59

mengeluarkan fatwa bahwa perempuan harus dilantik menjadi hakim di

Mahkamah Syariah hanya pada perkara mal (perdata) saja, kecuali yang

berkaitan dengan Wali Hakim.14

Pada Mei tahun 2015, Negeri Selangor mengubah atau

mengamandemen Enakmen Pentadbiran Agama Islam 2003. Diantara pasal-

pasal yang diubah yaitu pasal yang mengatur tentang Mahkamah Tinggi

Syariah yaitu seksyen 58 dan sekyen 66 sebagaimana sudah penulis uraikan

perubahannya pada sub-bab sebelum ini.15

Dan perubahan tersebut beralasan

karena Sultan Selangor dan Ketua Jabatan Kehakiman bercita-cita ingin

melantik perempuan menjadi hakim di Mahkamah Tinggi Syariah Selangor.

Jika Enakmen tersebut tidak diubah, maka tidak ada yang memenuhi syarat

untuk dilantik menjadi hakim di Mahkamah Tinggi Syariah karena harus

memangku jabatan menjadi hakim pada Mahkamah Rendah Syariah selama

10 tahun.16

Pada 12 April 2016, Negeri Selangor juga mengubah fatwanya yang

tidak mengharuskan perempuan dilantik menjadi hakim pada Mahkamah

Syariah (Fatwa tahun 2006).17

Jawatankuasa Fatwa Negeri Selangor

mengubah fatwa tersebut dengan memutuskan bahwa dibolehkannya

perempuan dilantik sebagai hakim pada Mahkamah Syariah di Negeri

Selangor dengan hanya boleh mengadili perkara mal (perdata) saja tidak

14 E-Sumber Maklumat Fatwa Jabatan Kemajuan Islam Malaysia (JAKIM),

dalam http://e-smaf.islam.gov.my/e-smaf/index.php/main/mainv1/fatwa/pr/16036,

diakses pada 01 Februari 2019.

15

Musa Awang, Perkemas Enakmen Islam Negeri dalam

https://www.bharian.com.my/rencana/komentar/2018/02/384652/perkemas-enakmen-

islam-negeri diakses pada 18 Februari 2019.

16

Nenney Sushaidah binti Shamsuddin, Hakim Mahkamah Tinggi Syariah

Selangor, Wawancara Pribadi, Shah Alam, 7 Desember 2018.

17

Hukum Pelantikan Hakim Syarie Wanita, Jabatan Mufti Negeri Selangor dalam

http://www.muftiselangor.gov.my/fatwa-personalisation/fatwa-tahunan/keputusan-fatwa-

xwarta/2006/725-hukum-pelantikan-hakim-syar-ie-wanita, diakses pada 01 Februari

2019.

Page 73: HAKIM PEREMPUAN PADA MAHKAMAH TINGGI SYARIAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45164/1/AHMAD ZULFI... · 1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya, yang diajukan

60

dibolehkan mengadili perkara jinayah berat (al-Dima‟).18

Alasan perubahan

fatwa ini telah penulis uraikan pada sub-bab sebelumnya.

Setelah melewati perjalanan yang panjang, akhirnya pada tanggal 27

Juni 2016 Sultan Selangor yaitu Sultan Sharafuddin Idris Shah melalntik dua

orang perempuan yaitu Nenney Shushaidah binti Shamsuddin dan Noor Huda

binti Roslan sebagai hakim Mahkamah Tinggi Syariah Selangor. Kedua

hakim tersebut adalah hakim perempuan pertama pada Mahkamah Tinggi

Syariah di Malaysia.19

B. Kedudukan Hukum Hakim Perempuan Pada Mahkamah Tinggi Syariah

Selangor

Kedudukan hukum atau keabsahan perempuan menjadi hakim pada

Mahkamah Tinggi Syariah Selangor jika diklasifikasikan menjadi beberapa

perspektif maka dapat diuraikan kedalam tiga perspektif, yaitu:

1. Hukum Islam

Sebagaimana telah diuraikan pada BAB II tentang hukum

melantik perempuan menjadi hakim dalam khazanah fikih Islam bahwa

mayoritas ulama baik klasik maupun kontemporer melarangnya.

Beberapa alasan ulama tersebut melarang perempuan menjadi hakim

yaitu:

a. Berdalil dengan Q.S. al-Nisâ (04): 34 yang berbunyi:

أ ب أفما ث ثعغ ع ثعؼ ٱلل ب فؼ ع ٱغبء ث جبي ل ٱش

Artinya: “Laki-laki adalah pemimpin bagi perempuan dengan apa

yang Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas

sebagian yang lain (Perempuan).”

b. Hadis tentang kepemimpinan perempuan, yaitu:

18 Fatwa Hukum Pelantikan Hakim Syarie Wanita, Jabatan Mufti Negeri Selangor

dalam http://www.muftiselangor.gov.my/fatwa-personalisation/fatwa-tahunan/keputusan-

fatwa-xwarta/2016/664-fatwa-hukum-pelantikan-hakim-syar-ie-wanita, diakses pada 01

Februari 2019.

19

Selangor Lantik Hakim Wanita Mahkamah Tinggi Syriah Pertama di Malaysia

dalam http://www.jakess.gov.my/v4/index.php/info-jabatan/arkib/berita/450-selangor-

lantik-hakim-wanita-mahkamah-tinggi-syariah-pertama-di-malaysia diakses pada 18

Februari 2019.

Page 74: HAKIM PEREMPUAN PADA MAHKAMAH TINGGI SYARIAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45164/1/AHMAD ZULFI... · 1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya, yang diajukan

61

شأح ا ش ا أ ٠فخ ل

Artinya: “Tidaklah akan berbahagia kaum yang menyerahkan

urusannya kepada perempuan”. (H.R. Ahmad, al-Bukhȃri, al-

Tirmîdzi dan al-Nasȃˋi).20

c. Qiyas dari larangan perempuan menjadi imam salat.

Dalam hal ini, perlu untuk mendeskripsikan hasil analisis penulis

terhadap hukum melantik perempuan menjadi hakim dalam perspektif

hukum Islam karena hukum bisa saja berubah sebagaimana kaidah yang

dipopulerkan oleh Ibnu Qayyim al-Jauziyyah (w. 751 H) yang artinya:

“Berubahnya fatwa disebabkan berubahnya waktu, tempat, keadaan, niat,

dan kebiasaan (adat)”.21

Dalam memahami Q.S. al-Nisâ (04):34 beberapa ulama tafsir

menafsirkan ayat tersebut secara umum. Mereka berpendapat bahwa ayat

tersebut menjelaskan bahwa laki-laki harus menjadi pemimpin untuk

perempuan pada semua bidang kehidupan.

Sebab turun ayat tersebut adalah ketika datang seorang

perempuan kepada Nabi Muhammad SAW mengadu bahwa suaminya

menampar ia di wajahnya dan perempuan tersebut ingin meminta Nabi

Muhammad SAW untuk menerapkan qisâs terhadap suaminya. Maka

Nabi SAW menyetujuinya untuk melaksanakan hukuman qisâs terhadap

suami perempuan tersebut. Lalu Allah SWT menurunkan ayat ini dan

Nabi SAW tidak melaksanakan hukuman qisâs terhadap suami

perempuan tersebut.22

20

Ahmad bin Hanbal, al-Musnad, (Beirut: Dâr al-Kutub al-„Ilmiyyah, 2008) jilid

8, h. 263. Lihat Muhammad bin Ismail al-Bukhȃri, Sahih al-Bukhȃri, (Beirut: Dar al-

Kutub al-„Alamiyah, 1998), jilid 3, h. 151. Lihat Abi „Isa Muhammad bin „Isa, al-Jâmi‟

al-Sahih, (Kairo: Dâr al-„Alamiyah, 2017) h. 431. Lihat Ahmad bin Syu'aib al-Nasȃˋi,

Sunan al-Nasȃˋi, (Kairo: Dâr al-„Alamiyah, 2017) h. 667.

21

Syamsu al-Dîn Abi „Abdillah Muhammad bin Qayyim al-Jauziyyah, I‟lâm al-

Muwaqi‟in „an Rabb al-„Alamȋn, (Damaskus: Maktabah Dâr al-Bayân, 2000), jilid 2, h.

13.

22

Wahbah al-Zuhaylȋ, al-Tafsȋr al-Munȋr fi al-„Aqȋdah wa al-Syarȋ‟ah wa al-

Minhaj, (Damaskus: Dâr al-Fikr, 2003), jilid 3, cet. 2, h. 57.

Page 75: HAKIM PEREMPUAN PADA MAHKAMAH TINGGI SYARIAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45164/1/AHMAD ZULFI... · 1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya, yang diajukan

62

Jika melihat kepada sebab turunnya ayat ini, maka dapat dipahami

ayat tersebut turun perihal masalah keluarga dan pemimpin yang

dimaksud pada kata qawwâmûn adalah pemimpin keluarga. Penulis

berpendapat bahwa ulama yang menafsirkan ayat tersebut secara umum

karena berdasar kepada kaidah fikih yang berbunyi:

اعجبسح ثع افع ال ثخظص اغجت

Artinya: “Tolak ukur suatu hukum adalah keumuman lafaznya

bukan kekhususan sebabnya”.23

Diantara ulama tafsir yang berpendapat demikian yaitu: Imam

Ibnu Katsȋr (w. 774 H) berpendapat bahwa laki-laki lebih baik dari

perempuan, oleh sebab itu kenabian hanya khusus untuk laki-laki

termasuk kekuasaan tertinggi negara dan hakim.24

Imam al-Syaukanȋ (w. 1255 H) berpendapat ayat ini sebagai tanda

kelebihan laki-laki dibanding perempuan dimana Allah memberikan

kepada laki-laki kelebihan untuk menjadi khalifah, raja, hakim,

pemimpin dan berperang.25

Imam Wahbah al-Zuhaylȋ menjelaskan bahwa laki-laki adalah

pemimpin bagi perempuan, juga pembesarnya, dan hakim atas adab

perempuan jika melenceng. Ia melanjutkan bahwa laki-laki menjadi

pemimpin atas perempuan dengan menjaga perempuan maka wajib bagi

laki-laki untuk berjihad sedangkan perempuan tidak. Dan bagian waris

laki-laki dua kali lipat dari perempuan karena laki-laki menanggung

beban mengeluarkan nafkah atas perempuan.26

23 Tâj al-Dȋn „Abdul Wahâb bin „Ali al-Subki, al-Asybah wa al-Nadâir, (Beirut:

Dâr al-Kutub al-„Ilmiyyah, 1991), jilid 2, h.134.

24

„Imad al-Dȋn Abi al-Fadâ‟ Ismail bin „Umar, Tafsȋr al-Quran al-„Adȋm,

(Beirut: Dâr al-Kutub al-‟Ilmiyyah, 2012), jilid 1, cet. 3, h. 446.

25

Muhammad bin „Ali al-Syaukânî, Fath al-Qâdir, (Kairo: Dâr al-Hadits, 2007),

jilid 1, h. 215.

26

Wahbah al-Zuhaylȋ, al-Tafsȋr al-Munȋr fi al-„Aqȋdah wa al-Syarȋ‟ah wa al-

Minhaj, jilid 3, cet. 2, h. 57.

Page 76: HAKIM PEREMPUAN PADA MAHKAMAH TINGGI SYARIAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45164/1/AHMAD ZULFI... · 1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya, yang diajukan

63

Kesimpulan dari pendapat-pendapat tersebut yaitu hanya laki-laki

yang dapat dilantik menjadi hakim karena kelebihan yang telah Allah

SWT berikan kepadanya.

Selain daripada pendapat diatas, terdapat ulama tafsir yang

menafsirkan ayat tersebut secara khusus atau menjadikan sebab turun

ayat sebagai pertimbangan menetapkan hukum. Penulis berpendapat

bahwa ulama yang menafsirkan ayat tersebut secara khusus berlandaskan

kepada kaidah fikih yang berbunyi:

اع ٠خض ثبمشائ

Artinya: “Nash yang bersifat umum dapat dikhususkan dengan

petunjuk (qarinah) yang lain”.27

Dalam menerapkan kaidah ini kepada Q.S. al-Nisâ (04):34 maka

banyak sekali indikasi (qarinah) yang menjelaskan ayat tersebut adalah

ayat yang mengatur tentang kepemimpinan laki-laki dalam keluarga. Hal

ini sejalan dengan pendapat beberapa ulama, diantaranya:

Imam Ibnu Jarîr al-Tabarî (w. 310 H) menafsirkan ayat tersebut

dengan menjelaskan bahwa laki-laki adalah pemimpin atas istri mereka

dalam mendidik istri mereka dan wajib memberikan hak-hak istri

mereka. Ia melanjutkan bahwa kelebihan yang diberikan Allah kepada

laki-laki adalah karena laki-laki memberikan mahar kepada perempuan

dan menafkahi kehidupan perempuan.28

Imam Ibnu al-„Arabȋ (w. 543 H) berpendapat bahwa Allah

melebihkan laki-laki karena kepemimpinan laki-laki untuk memberikan

mahar dan nafkah untuk istri, membaguskan kehidupan dan pakaian istri,

memerintahkan istri untuk taat kepada Allah, dan menyempurnakan

syi‟âr Islam seperti salat dan puasa.29

27 Badr al-Dȋn bin Bahâdir al-Zarkasyi, Bahr al-Muhit fi Ushul al-Fiqh, (Beirut:

Dâr al-Kutub al-„Ilmiyyah, 2013), jilid 3, cet.3, h. 511.

28

Abi Ja‟far Muhammad bin Jarȋr al-Tabarȋ, Jâmi‟ al-Bayân „an Ta‟wil ay al-

Quran, (Kairo: Hijr, 2001), jilid 6, h. 687.

29

Abi Bakr Muhammad bin „Abdullah al-„Arabȋ, Ahkam al-Quran, (Beirut: Dâr

al-Kutub al-„Ilmiyyah, 2003), jilid 1, cet. 3, h.530.

Page 77: HAKIM PEREMPUAN PADA MAHKAMAH TINGGI SYARIAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45164/1/AHMAD ZULFI... · 1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya, yang diajukan

64

Imam al-Qurtubȋ menafsirkan ayat tersebut sebagai kewajiban

laki-laki terhadap istri mereka, sehingga ketika istri sudah menjaga hak-

hak suami maka diperbolehkan kepada seorang laki-laki untuk berbuat

buruk kepadanya sebagaimana yang diatur pada akhir ayat tersebut. Ia

melanjutkan bahwa kepemimpinan laki-laki pada ayat tersebut adalah

kepada keluarganya dimana laki-laki mendidik istrinya, menahannya

dalam rumah dan mencegahnya dari perbuatan buruk. Dan kelebihan

yang Allah berikan untuk laki-laki dengan kelebihan nafkah, akal,

kekuatan dalam urusan jihad, kelebihan dalam pembagian harta waris,

dan memerintahkan kebaikan dan melarang keburukan.30

M. Quraish Shihab menafsirkan ayat tersebut dengan berpendapat

bahwa kata al-rijâl dalam al-Quran tidak selalu diterjemahkan dengan

arti laki-laki. Banyak ulama yang memahami kata al-rijâl dengan arti

para suami. Jika kata tersebut diterjemahkan dengan arti laki-laki tentu

saja konsiderannya tidak demikian karena lanjutan ayat tersebut jelas

berbicara tentang kehidupan rumah tangga. Dan kelebihan laki-laki yang

dberikan Allah kepadanya adalah kelebihan fisik dan psikis.31

Jika merujuk kepada penafsiran yang kedua terhadap Q.S. al-Nisâ

(04):34 maka ayat tersebut tidak dapat dijadikan dalil terhadap

pelarangan perempuan menjadi hakim karena ayat tersebut mengatur

tentang keluarga.

Selain berdalil kepada Q.S. al-Nisâ (04):34, ulama yang melarang

perempuan menjadi hakim berhujjah dengan hadis yang berbunyi:

شأح ا ش ا أ ٠فخ ل

30 Abi „Abdillah bin Muhammad al-Qurtubȋ, al-Jâmi‟ li Ahkam al-Quran, (Kairo:

Dâr al-Hadits, 2010), jilid 5, h. 152.

31

M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah: Pesan, Kesan, dan Keserasian al-Quran,

(Jakarta: Lentera Hati, 2012), jilid 2, cet.5, h. 513.

Page 78: HAKIM PEREMPUAN PADA MAHKAMAH TINGGI SYARIAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45164/1/AHMAD ZULFI... · 1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya, yang diajukan

65

Artinya: “Tidaklah akan berbahagia kaum yang menyerahkan

urusannya kepada perempuan”. (H.R. Ahmad, al-Bukhȃri, al-

Tirmîdzi dan al-Nasȃˋi).32

Jika dilihat secara tekstual, hadis ini tergolong hadis misogini

yaitu hadis yang mengandung pemahaman kebencian terhadap

perempuan.33

Ulama yang memahami hadis tersebut secara tekstual

menghukumi bahwa segala urusan yang masuk dalam ranah publik tidak

boleh diserahkan kepada perempuan. Dan urusan pada kata amrahum

berarti segala bidang kehidupan termasuk menjadi pemimpin dan hakim.

Dalam memahami hadis tersebut menjadi dasar pelarangan

perempuan dilantik menjadi hakim, penulis mengklasifikasikan menjadi

dua pemahaman yaitu memahami dari tekstual hadis dan memahami

kontekstual hadis.

Memahami hadis tersebut secara tekstual, penulis menganggap

pendapat ulama-ulama yang melarang perempuan menjadi hakim

sebagaimana penulis uraikan pada BAB II adalah pemahaman tekstual

terhadap hadis tersebut.

Untuk memahami hadis tersebut secara kontekstual, penulis

memahami hadis tersebut dengan mempertimbangkan aspek sejarah dan

aspek kaidah fikih.

Dalam memahami hadis tersebut dari aspek sejarah dapat dilihat

dari hadis lengkap tersebut yang berbunyi:

أث ثىشح لبي ع ج ا أ٠ب ع ع١ ط للا سعي للا عزب خ ع ثى مذ فع للا

ب لبي ع فألبر ذك ثأطذبة اج أ ب وذد أ ثعذ ع ع١ ط للا ثػ سعي للا

شأح ا ش ا أ ٠فخ ل ذ وغش لبي ث ىا ع١ فبسط لذ أ أ

Artinya: “dari Abu Bakrah dia berkata; Sungguh Allah telah

memberikan manfaat kepadaku dengan suatu kalimat yang pernah

aku dengar dari Rasulullah, -yaitu pada waktu perang Jamal tatkala

32

Ahmad bin Hanbal, al-Musnad, jilid 8, h. 263. Lihat Muhammad bin Ismail al-

Bukhȃri, Sahih al-Bukhȃri, jilid 3, h. 151. Lihat Abi „Isa Muhammad bin „Isa, al-Jâmi‟

al-Sahih, h. 431. Lihat Ahmad bin Syu'aib al-Nasȃˋi, Sunan al-Nasȃˋi, h. 667.

33

Ahmad Fudhaili, Perempuan di Lembaran Suci: Kritik atas Hadis-hadis Sahih,

(Jakarta: Trans Pustaka, 2013), h. 138.

Page 79: HAKIM PEREMPUAN PADA MAHKAMAH TINGGI SYARIAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45164/1/AHMAD ZULFI... · 1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya, yang diajukan

66

aku hampir bergabung dengan para penunggang unta lalu aku ingin

berperang bersama mereka.- Dia berkata; Tatkala sampai kepada

Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, bahwa penduduk Persia

telah di pimpin oleh seorang anak perempuan putri raja Kisra, beliau

bersabda: Suatu kaum tidak akan beruntung, jika dipimpin oleh

seorang wanita.” (H.R. Ahmad, al-Bukhȃri, al-Tirmîdzi dan al-

Nasȃˋi).34

Hadis tersebut disampaikan oleh Abu Bakrah ketika perang jamal

(perang unta) karena konflik antara „Ali bin Abi Tâlib dan „Aisyah

mengenai penyelesaian kasus pembunuhan Utsman bin „Affan. Karena

konflik tersebut terjadi antara dua orang yang dekat dengan Rasulullah

SAW membuat sahabat dilema untuk mendukung siapa. Abu Bakrah

awalnya berada pada kubu „Aisyah akan tetapi ia teringat peristiwa

pengangkatan putri Kisra sebagai raja yang dikomentari oleh Nabi

Muhammad SAW dengan sabda “Suatu kaum tidak akan beruntung, jika

dipimpin oleh seorang wanita.” Dan karena hadis ini Abu Bakrah

menarik dukungannya dari „Aisyah karena menganggap „Aisyah akan

kalah karena kemenangan (al-falah) adalah abadi.35

Sebab munculnya hadis (asbab al-wurud) tersebut adalah ketika

diangkatnya seorang perempuan yang bernama Buran sebagai raja Persia

dan kejadian tersebut terjadi pada tahun 9 Hijriah. Sebab diangkatnya

Buran menjadi raja adalah karena meninggalnya kakeknya Kisra dan

ayahnya Syairuwiyah. Kisra telah mengetahui ia akan dibunuh oleh

anaknya Syairuwiyah maka ia menyuruh pembantu setianya untuk

membunuh Syairuwiyah setelah ia meninggal. Setelah enam bulan dari

meninggalnya Kisra, Syairuwiyah pun meninggal karena diracun. Setelah

membunuh ayahnya, Syairuwiyah juga membunuh semua saudaranya

karena ambisi menjadi raja, maka yang menggantikannya pun adalah

34

Ahmad bin Hanbal, al-Musnad, jilid 8, h. 263. Lihat Muhammad bin Ismail al-

Bukhȃri, Sahih al-Bukhȃri, jilid 3, h. 151. Lihat Abi „Isa Muhammad bin „Isa, al-Jâmi‟

al-Sahih, h. 431. Lihat Ahmad bin Syu'aib al-Nasȃˋi, Sunan al-Nasȃ´i, h. 667.

35

Ahmad bin „Ali al-Asqalânȋ, Fath al-Bârȋ Syarh Sahih al-Bukhȃri, (Beirut: Dâr

al-Kutub al-„Ilmiyyah, 2012), jilid 14, cet.4, h. 46.

Page 80: HAKIM PEREMPUAN PADA MAHKAMAH TINGGI SYARIAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45164/1/AHMAD ZULFI... · 1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya, yang diajukan

67

anak perempuannya yang bernama Buran. Hal inilah yang menyebabkan

Nabi SAW mengomentari kepemimpinan Buran dengan hadis tersebut.36

Dalam melihat aspek sejarah hadis, Prof. Madya. Dr. Irwan

Subeni, Lc, P.hD, ketua Institut Pengurusan dan Penyelidikan Fatwa

Sedunia (INFAD) Universitas Sains Islam Malaysia (USIM) berpendapat

bahwa ada tiga kriteria menilai hadis yaitu apakah hadis tersebut hadis

tabligh (hadis sekedar penyampaian), hadis Imâmah (hadis tentang

kepemimpinan), atau hadis al-Qada (hadis tentang peradilan).

Menurutnya hadis tersebut adalah hadis tabligh dimana sebab muncul

hadis itu Nabi Muhammad SAW hanya memberikan komentar terhadap

raja perempuan Persia yang bernama Buran.37

Sejalan dengan pendapat

Iwan Subeni, penulis melihat klasifikasi yang diberikan ulama hadis

berbeda-beda dan hanya Imam al-Nasâ‟i yang menulis hadis tersebut

pada pembahasan peradilan (Kitab al-Qada), sedangkan Imam al-

Bukhârî menulis hadis tersebut pada pembahasan peperangan (Kitab al-

Maghâzi) dan pembahasan fitnah (Kitab al-Fitan) dan Imam al-Tirmidzi

menulis hadis tersebut dalam pembahasan fitnah (Kitab al-Fitan).

Aspek sejarah yang membuktikan bahwa hadis tersebut hanyalah

hadis tabligh adalah ketika Umar bin Khattab mengangkat seorang

perempuan yang bernama al-Syifâ menjadi wilayatul hisbah atau auditor

di pasar.38

Jika hadis tersebut adalah hadis yang melarang menyerahkan

urusan kepada perempuan tentu Abu Bakrah akan menyampaikan hadis

tersebut ketika itu. Dan juga dalam hadis, Nabi Muhammad SAW

mendoakan Ummu Harâm binti Milhân agar meninggal dalam

36 Abi al-„Ulâ Muhammad „Abdu al-Rahmân bin „Abdu al-Rahîm al-

Mubârakfurî, Tuhfah al-Ahwadzi bi Syarh al-Jâmi‟ al-Tirmidzi, (Kairo: Dâr al-Hadîts,

2001), jilid 6, h.135. Lihat Syamsu al-Dȋn Muhammad bin Yûsuf al-Kirmânȋ, Syarh al-

Kirmânȋ „ala Sahih al-Bukhârî, (Beirut: Dâr al-Fikr, 2010), jilid 23, h. 173.

37

Irwan Subeni, Ketua Institut Pengurusan dan Penyelidikan Fatwa Sedunia

(INFAD) Universitas Sains Islam Malaysia (USIM), Wawancara Pribadi, 23 Oktober

2018.

38

Abu Muhammad Ali bin Ahmad, al-Muhalla bi al-Hujaji wa al-âtsar, (Riyadh:

Bait al-Afkâr al-Dauliyah, 2003), h. 1581.

Page 81: HAKIM PEREMPUAN PADA MAHKAMAH TINGGI SYARIAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45164/1/AHMAD ZULFI... · 1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya, yang diajukan

68

peperangan di jalan Allah yang terjadi di Laut.39

Jika hadis yang

diriwayatkan Abu Bakrah tersebut adalah larangan Nabi Muhammad

SAW memberikan urusan kepada perempuan, maka Nabi Muhammad

SAW tidak akan mendoakan Ummu Harâm binti Milhân ikut

peperangan.

Selanjutnya aspek kaidah fikih dalam memahami hadis tersebut

secara konstektual adalah dengan memahami kaidah ta‟arudh al-adillah

(kontradiksi diantara dalil).40

Dalam hal hukum menyerahkan urusan

kepada perempuan dalam hadis tersebut yang berimplikasi pada larangan

perempuan menjadi pemimpin dan hakim bertentangan dengan

pemahaman terhadap Q.S. al-Taubah (09): 71 yang berbunyi:

٠ ىش ٱ ع ٠ عشف ثٱ ش ١بء ثعغ ٠أ أ ذ ثعؼ ؤ ٱ ؤ ٱ م١

سع ٱلل ٠ط١ع ح و ٱض ٠ؤر ح ٱظ

Artinya: “Dan orang-orang yang beriman, laki-laki dan

perempuan, sebagian mereka adalah penolong bagi sebagian yang

lain. Mereka menyuruh kepada yang ma‟ruf dan mencegah dari yang

munkar, mendirikan salat, menunaikan zakat dan mereka taat kepada

Allah dan Rasul-Nya”.

Secara umum, ayat tersebut dipahami sebagai gambaran tentang

kewajiban melakukan kerja sama antara laki-laki dan perempuan dalam

segala urusan yang dilukiskan dalam kalimat menyuruh mengerjakan

yang ma‟ruf dan mencegah mengerjakan yang munkar.41

Pemahaman terhadap dua dalil (Q.S. al-Taubah (09): 71 dengan

hadis riwayat Abu Bakrah) menjadi kontradiksi. Wahbah al-Zuhaylî

memungkinkan terjadi kontradiksi antara ayat al-Quran dengan hadis.42

39 Muhammad bin Ismail al-Bukhȃri, Sahih al-Bukhȃri, jilid 2, h. 250. Lihat

Mâlik bin Anas, Muwatta‟, (Beirut: Dâr al-Kutub al-„Ilmiyyah, 2009), h. 237.

40

Abdul Wahab Khallaf, al-Ijtihâd fi al-Syarȋ‟ah al-Islâmiyyah, Penerjemah:

Rohidin Wahid, Ijtihad Dalam Syariat Islam, (Jakarta: Pustaka al-Kautsar, 2015), h. 117.

41

Ahmad Fudhaili, Perempuan di Lembaran Suci: Kritik atas Hadis-hadis Sahih,

h.138.

42

Wahbah al-Zuhaylî, al-Wajȋz fi Usul al-Fiqh, (Kairo: Dâr al-Fikr, 2014), cet.

12, h. 244.

Page 82: HAKIM PEREMPUAN PADA MAHKAMAH TINGGI SYARIAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45164/1/AHMAD ZULFI... · 1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya, yang diajukan

69

Karena kontradiksi tersebut, penulis mengaplikasikan kaidah fikih yang

berbunyi:

ب ثجذ ثبض أ ب ثجذ ثبألخجبس

Artinya: “Apa yang sudah ditetapkan oleh nash lebih utama

dengan apa yang sudah ditetapkan dengan hadis”.43

Berdasarkan kaidah fikih tersebut, penulis memahami hadis

riwayat Abu Bakrah bahwa hadis tersebut tidak untuk diaplikasikan

terhadap hukum melantik perempuan sebagai hakim.

Adapun kaidah fikih lain yang dapat dijadikan bahan analisis

memahami hadis riwayat Abu Bakrah secara konteksual adalah kaidah:

رظشف اإلب ع اشع١ز ؽ ثبظذخ

Artinya: “Kebijakan penguasa atas rakyatnya harus didasarkan

atas kemaslahatan mereka”.44

Menurut penulis, kaidah tersebutlah sebagai dasar dikeluarkan

fatwa yang membolehkan melantik perempuan sebagai hakim pada

Mahkamah Syariah di Malaysia karena melihat kemaslahatan yang

terjadi di negara tersebut. Irwan Subeni menjelaskan bahwa pelantikan

perempuan sebagai hakim pada Mahkamah Syariah di Malaysia

beralasan kepada keadilan dimana demi mencapai keadilan di semua

golongan Jabatan Kehakiman Syariah Malaysia perlu untuk melantik

perempuan sebagai hakim, karena sebelum adanya fatwa membolehkan

perempuan dilantik sebagai hakim pada Mahkamah Syariah, hakim pada

lembaga tersebut hanya laki-laki.45

Alasan yang ketiga ulama-ulama melarang perempuan menjadi

hakim adalah karena qiyas dari larangan perempuan menjadi imam salat

sebagaimana telah diuraikan pada BAB II. Menurut Djazimah Muqoddas

qiyas seperti itu tidak dapat diterapkan dalam menghukumi perempuan

43 Tâj al-Dȋn „Abdul Wahâb bin „Ali al-Subki, al-Asybah wa al-Nadâir, jilid 2, h.

197.

44

Jalâl al-Dȋn al-Suyuti, al-Asybah wa al-Nadâir fi Qawâid wa Furû‟ Fiqh al-

Syâfi‟i, (Beirut: Dâr al-Kutub al-„Ilmiyyah, 2015), cet.3, h. 185.

45

Irwan Subeni, Ketua Institut Pengurusan dan Penyelidikan Fatwa Sedunia

(INFAD) Universitas Sains Islam Malaysia (USIM), Wawancara Pribadi, 23 Oktober

2018.

Page 83: HAKIM PEREMPUAN PADA MAHKAMAH TINGGI SYARIAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45164/1/AHMAD ZULFI... · 1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya, yang diajukan

70

sebagai hakim karena qiyas tersebut termasuk qiyas ma‟a al-Fâriq

(Menganalogikan sesuatu dengan hal yang lain yang tidak layak

dianalogikan dengannya) atau menggunakan illat yang sama secara jelas

dari segi wujud hukumnya (qiyas jali). Karena perkara salat adalah

perkara ibadah sedangkan perkara pelantikan hakim adalah perkara

muamalah.46

Selain ulama-ulama yang melarang perempuan dilantik menjadi

hakim, ulama golongan Hanafiyah membolehkan perempuan menjadi

hakim dalam semua perkara kecuali hudud dan qisâs sebagaimana yang

telah penulis uraikan pada BAB II. Hal inilah yang mendasari pelantikan

perempuan sebagai hakim pada Mahkamah Syariah di Malaysia. Perkara

yang boleh diadili orang seorang hakim perempuan pada Mahkamah

Syariah adalah seluruh perkara pada Mahkamah Syariah sekalipun

perkara tersebut jinayah (pidana Islam) karena jinayah yang diterapkan di

Malaysia tidak mencapai batas hudud hanya mencapai ta‟zir seperti

penjara, denda, atau cambuk akan tetapi jumlah hukumannya berbeda

dengan yang ditetapkan nash.47

2. Regulasi Negeri Selangor

Dalam regulasi Negeri Selangor pelantikan perempuan sebagai

hakim diatur dalam Seksyen 58, Enakmen 1 Tahun 2003, Enakmen

Pentadbiran Agama Islam Selangor 2003 yang berbunyi:

“(1) Duli Yang Maha Mulia Sultan, selepas berunding dengan, atas

nasihat Majlis, dan Ketua Hakim Syarie, boleh melantik Hakim-Hakim

Mahkamah Tinggi Syariah.

(2) Seseorang adalah layak dilantik di bawah subseksyen (1) jika—

(a) dia seorang warganegara; dan

(b) dia—

(i) selama tidak kurang daripada sepuluh tahun sebelum

pelantikannya, telah memegang jawatan Hakim Mahkamah

Rendah Syariah atau Kadhi atau Pendaftar atau Pendakwa

Syarie sesuatu Negeri atau pada suatu masa memegang mana-

46 Djazimah Muqoddas, Kontroversi Hakim Perempuan Pada Peradilan Islam di

Negara-negara Muslim, (Yogyakarta: LKiS, 2011), h. 217.

47

Mohd Norhusairi, Dosen Senior Fakulti Syariah dan Undang-undang Akademi

Pengajian Islam Universiti Malaya, Wawancara Pribadi, 25 Oktober 2018.

Page 84: HAKIM PEREMPUAN PADA MAHKAMAH TINGGI SYARIAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45164/1/AHMAD ZULFI... · 1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya, yang diajukan

71

mana satu daripada jawatan itu dan pada masa yang lain

memegang mana-mana yang lain pula; atau

(ii) selama tidak kurang dari sepuluh tahun sebelum

pelantikannya telah menjadi Peguam Syarie sesuatu Negeri atau

pada suatu masa sebelum itu di manamana Negeri.

(3) Orang yang, sebelum sahaja seksyen ini mula berkuat kuasa,

memegang jawatan Hakim Mahkamah Tinggi Syariah di bawah

Enakmen terdahulu dan melaksanakan fungsi-fungsi kehakiman

hendaklah, apabila seksyen ini mula berkuat kuasa, terus memegang

jawatan sebagai Hakim Mahkamah Tinggi Syariah seolah-olah dia telah

dilantik di bawah subseksyen (1).

(4) Tiap-tiap pelantikan di bawah subseksyen (1) hendaklah disiarkan

dalam Warta.”

Jika merujuk kepada kepada regulasi ini, maka tidak akan ada

perempuan yang dilantik menjadi hakim karena tidak ada yang

memenuhi syarat terutama pada ayat (2) poin (b) karena belum ada

perempuan yang memangku jabatan Hakim Mahkamah Rendah Syariah,

Pendaftar, maupun Pendakwa Syariah selama 10 tahun. Melihat keadaan

tersebut, pada 13 Mei 2015 dilakukan amandemen kepada beberapa

Enakmen termasuk Seksyen 58 ayat (2) poin (b)(i) sehingga seksyen

tersebut berbunyi:

(2) Seseorang adalah layak dilantik di bawah subseksyen (1) jika—

(a) dia seorang warganegara; dan

(b) dia—

(i) selama tidak kurang daripada sepuluh tahun sebelum

pelantikannya, telah memegang jawatan Hakim Mahkamah

Rendah Syariah atau Kadhi atau Pendaftar atau Pendakwa

Syarie sesuatu Negeri atau Pegawai Syariah dalam Skim

Perkhidmatan Awam Am Persekutuan atau Negeri pada suatu

masa memegang mana-mana satu daripada jawatan itu dan pada

masa yang lain memegang mana-mana yang lain pula; atau

(ii) selama tidak kurang dari sepuluh tahun sebelum

pelantikannya telah menjadi Peguam Syarie sesuatu Negeri atau

pada suatu masa sebelum itu di manamana Negeri.

Jika seseorang memenuhi syarat pada Seksyen 58, Enakmen

Pentadbiran Agama Islam Selangor 2003 Pindaan 2015 tersebut dan lulus

pada seleksi pencalonan menjadi hakim pada Mahkamah Tinggi Syariah

Selangor, maka boleh dilantik menjadi hakim pada badan peradilan

tersebut. Dan pada regulasi tersebut tidak ada syarat khusus untuk jenis

kelamin apa saja yang dapat memenuhi syarat.

Page 85: HAKIM PEREMPUAN PADA MAHKAMAH TINGGI SYARIAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45164/1/AHMAD ZULFI... · 1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya, yang diajukan

72

Jika merujuk kepada regulasi tersebut, maka kedua hakim

perempuan Mahkamah Tinggi Syariah Selangor yang dilantik pada

tanggal 27 Juni 2016 memenuhi persyaratan. Adapun syarat yang

terpenuhi yaitu keduanya adalah warga negara Malaysia sebagaimana

yang diatur pada ayat (2)(a). Sedangkan syarat yang diatur pada ayat

(2)(b) dapat dianalisis dari pengalaman kerja kedua hakim tersebut, yaitu:

a. Nenney Shuhaidah binti Shamsuddin, lahir pada tanggal 26

November 1975 di Kota Banting Negeri Selangor memulai karirnya

pada 2 Juli 2001 sebagai Pegawai Syariah Gred LS41 di Biro

Bantuan Guaman Syariah Selangor. Kemudian pada 3 Oktober 2005

ia naik pangkat ke Gred LS44 sebagai Penolong Pengarah Bahagian

Latihan, Jabatan Kehakiman Syariah Malaysia, Putrajaya. Kemudian

pada 18 Agustus 2008 naik pangkat menjadi Gred LS48 sebagai

Ketua Penolong Pengarah Bahagian Pentadbiran Keurusetiaan dan

Rekod, Jabatan Kehakiman Syariah Malaysia, Putrajaya. Kemudian

pada 16 Desember 2012 pindah ke Jabatan Peguam Negara sebagai

Pegawai Kanan Syarie Persekutuan. Terakhir pada 27 Juni 2016

dilantik menjadi hakim pada Mahkamah Tinggi Syariah Selangor.48

b. Noor Huda binti Roslan, lahir pada 30 Agustus 1976 di Kota Banting

Negeri Selangor memulai karirnya sebagai guru di Sekolah Rendah

Agama Jenjarom, Selangor pada tahun 1999 selanjutnya pada tahun

2000-2002 ia menjadi Peguam Syarie (Pengacara di Mahkamah

Syariah) di kantor hukum Tuan Zuri & Co. yang melayani wilayah

Negeri Selangor, Wilayah Persekutuan, Negeri Sembilan, dan

Melaka. Pada tahun 2002 ia dilantik menjadi Penolong Pengarah

Penyelidikan (Gred L3/LS41) Cawangan Penyelidikan Jabatan

Kehakiman Syariah Malaysia. Pada tanggal 16 Juli 2003 ia menjadi

Peguam Syarie Persekutuan (Gred LS41) Jabatan Peguam Negara

dan naik pangkat menjadi Gred LS44 pada tanggal 1 Maret 2007.

48 Nenney Sushaidah binti Shamsuddin, Hakim Mahkamah Tinggi Syariah

Selangor, Wawancara Pribadi, Shah Alam, 7 Desember 2018.

Page 86: HAKIM PEREMPUAN PADA MAHKAMAH TINGGI SYARIAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45164/1/AHMAD ZULFI... · 1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya, yang diajukan

73

Selanjutnya pada tanggal 15 Juli 2010 ia dilantik menjadi Ketua

Penolong Pengarah Bahagian Pendaftaran, Keurusetiaan dan Rekod

Jabatan Kehakiman Syariah Malaysia. Pada tanggal 15 Oktober 2010

ia dilantik sebagai Ketua Pendaftar Jabatan Kehakiman Syariah

Negeri Selangor dengan Gred LS48 hingga dilantiknya ia menjadi

Hakim Mahkamah Tinggi Syariah Selangor pada 27 Juni 2016.49

3. Fatwa Negeri Selangor

Sebagaimana sudah dijelaskan pada BAB III bahwa negeri

selangor pada tahun 2006 Jawatankuasa Fatwa Negeri Selangor tidak

mengharuskan perempuan dilantik menjadi hakim pada Mahkamah

Syariah.50

Kemudian pada 12 April 2016 Jawatankuasa Fatwa Negeri

Selangor mengeluarkan fatwa bahwa dibolehkannya perempuan dilantik

sebagai hakim pada Mahkamah Syariah di Negeri Selangor dengan hanya

boleh mengadili perkara mal (perdata) saja tidak dibolehkan mengadili

perkara jinayah berat (al-Dima‟).51

Pada fatwa yang dikeluarkan Jawatankuasa Fatwa Negeri

Selangor tahun 2006 dikeluarkan atas beberapa alasan yang menjadi latar

belakang keluarnya fatwa tersebut, yaitu:

a. Muzakarah Jawatankuasa Fatwa Majlis Kebangsaan Bagi Hal Ehwal

Ugama Islam Malaysia ke-73 yang memutuskan bahwa perempuan

harus dilantik sebagai hakim di Mahkamah Syariah dalam kasus

selain hudud dan qisâs.

b. Hakim perempuan di Mahkamah Sivil sudah banyak.

49 Selangor Lantik Hakim Wanita Mahkamah Tinggi Syariah Pertama di

Malaysia, Buletin JAKESS, (Shah Alam), 2016, h. 6.

50

Hukum Pelantikan Hakim Syarie Wanita, Jabatan Mufti Negeri Selangor dalam

http://www.muftiselangor.gov.my/fatwa-personalisation/fatwa-tahunan/keputusan-fatwa-

xwarta/2006/725-hukum-pelantikan-hakim-syar-ie-wanita, diakses pada 01 Februari

2019.

51

Fatwa Hukum Pelantikan Hakim Syarie Wanita, Jabatan Mufti Negeri Selangor

dalam http://www.muftiselangor.gov.my/fatwa-personalisation/fatwa-tahunan/keputusan-

fatwa-xwarta/2016/664-fatwa-hukum-pelantikan-hakim-syar-ie-wanita, diakses pada 01

Februari 2019.

Page 87: HAKIM PEREMPUAN PADA MAHKAMAH TINGGI SYARIAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45164/1/AHMAD ZULFI... · 1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya, yang diajukan

74

c. Malaysia belum pernah melantik perempuan sebagai hakim pada

Mahkamah Syariah.

d. Ada pihak yang mendesak pelantikan perempuan sebagai hakim

pada Mahkamah Syariah.52

Alasan fatwa tersebut tidak membolehkan perempuan dilantik

menjadi hakim pada Mahkamah Syariah yaitu:

a. Fatwa tersebut berhujjah kepada pendapat ulama klasik sebagaimana

penulis jelaskan pada BAB II.

b. Fatwa tersebut beristidlal kepada Q.S. al-Nisâ (04): 34 dan hadis

yang diriwayatkan oleh Abu Bakrah seabagaimana yang telah

dibahas sebelumnya.

c. Dalil aqli yang digunakan fatwa tersebut yaitu menganggap larangan

melantik perempuan sebagai hakim di Mahkamah Syariah adalah

bentuk Sadd al-Zari‟ah (upaya untuk menetapkan larangan terhadap

suatu kasus hukum yang pada dasarnya mubah).53

Juga menganggap

bahwa hakim bertugas dengan memerlukan komitmen, kekuatan

pendirian, ketabahan, tidak mudah dipengaruhi oleh orag lain

sedangkan perempuan adalah manusia yang emosional.

d. Menggunakan metode qiyas bahwa jabatan hakim lebih besar

daripada Imam Salat.

e. Survei Online Berita Harian yang menghasilkan bahwa 34.02% dari

28.718 responden menyetujui untuk melantik perempuan sebagai

hakim di Mahkamah Syariah sedangkan 65.98% tidak

menyetujuinya.54

Selain daripada alasan-alasan tersebut, penulis mengira fatwa

tersebut dikeluarkan karena regulasi atau Enakmen Negeri Selangor

52 Khairi Amri bin Ahmad, Penolong Mufti Unit Buhuts Jabatan Mufti Negeri

Selangor, Wawancara Pribadi, 25 Oktober 2018.

53

Asmawi, Perbandingan Ushul Fiqh, (Jakarta: AMZAH, 2013), cet.2, h.142.

54

Khairi Amri bin Ahmad, Penolong Mufti Unit Buhuts Jabatan Mufti Negeri

Selangor, Wawancara Pribadi, 25 Oktober 2018.

Page 88: HAKIM PEREMPUAN PADA MAHKAMAH TINGGI SYARIAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45164/1/AHMAD ZULFI... · 1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya, yang diajukan

75

mengatur bahwa fatwa yang dikeluarkan haruslah mengutamakan

pendapat yang dapat diterima (Qoul Mu‟tamad) Mazhab Syafi‟i.55

Adapun fatwa yang dikeluarkan Jawatankuasa Fatwa Negeri

Selangor pada tahun 2016 beralasan dengan latar belakang dan dalil yang

sama dengan fatwa tahun 2006, hanya saja perbedaannya terletak pada

dalil aqli yang digunakan serta kepentingan yang mendesak dan

berubahnya keadaan hukum dan sosial pada Masyarakat Negeri Selangor.

Maka diputuskan dalam fatwa tersebut bahwa perempuan boleh dilantik

menjadi hakim di Mahkamah Syariah hanya perkara mal (perdata) saja

tidak dibolehkan mengadili perkara jinayah berat (al-Dima‟).56

C. Kewenangan Serta Peran Hakim Perempuan pada Mahkamah Tinggi

Syariah Selangor

Kewenangan Mahkamah Tinggi Syariah dibagi menjadi dua jenis

perkara yaitu perkara Jinayah (Pidana Islam) dan perkara Mal (Perdata).

Dalam perkara Jinayah, Mahkamah Tinggi Syariah Selangor mempunyai

wewenang memeriksa dan memutuskan Perkara Jinayah yang diatur dalam

Enakmen Jenayah Syariah (Selangor) 1995 [En. No. 9/1995] atau regulasi

lain yang mengatur tentang itu. Perkara Jinayah yang menjadi kewenangan

Mahkamah Tinggi Syariah Selangor yaitu:

1. Perkara banding

2. Pengawasan dan pemeriksaan perkara mahkamah rendah syariah

3. Perzinahan

4. Perbuatan yang mendekati zina

5. Hubungan seksual sesama jenis

6. Hubungan seksual yang bertentangan dengan Hukum Islam.

55 Seksyen 54 ayat (1), Enakmen 1 Tahun 2003, Enakmen Pentadbiran Agama

Islam Negeri Selangor 2003.

56

Khairi Amri bin Ahmad, Penolong Mufti Unit Buhuts Jabatan Mufti Negeri

Selangor, Wawancara Pribadi, 25 Oktober 2018.

Page 89: HAKIM PEREMPUAN PADA MAHKAMAH TINGGI SYARIAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45164/1/AHMAD ZULFI... · 1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya, yang diajukan

76

Dalam perkara Mal (Perdata), Mahkamah Tinggi Syariah Selangor

mempunyai wewenang mendengar dan memutuskan pada perkara sebagai

berikut:

1. Pertunangan, perkawinan, rujuk, perceraian, fasakh, nusyuz, dan perkara

yang berkaitan dengan suami istri.

2. Penghapusan atau gugatan harta yang muncul dari perkara yang

disebutkan pada nomor 1.

3. Nafkah dan hadanah.

4. Pembagian atau gugatan harta bersama.

5. Wasiat.

6. Sengketa harta ketika hidup.

7. Wakaf atau nazar.

8. Waris

9. Penentuan ahli waris dan bagiannya.

10. Penetapan orang yang murtad.

11. Penetapan orang yang sudah mati.

12. Pengurusan masjid-masjid.

13. Perkara lain yang diatur oleh regulasi lainnya.57

Dalam menangani perkara, hakim perempuan mempunyai peran dan

wewenang yang sama dengan hakim laki-laki di Mahkamah Tinggi Syariah

Selangor. Kasus-kasus jinayah (pidana Islam) yang ditangani oleh hakim

tersebut tidak sampai kepada hudud karena regulasi mengaturnya tidak sama

seperti yang diatur dalam al-Quran. 58

Contoh perkara jinayah (pidana Islam) yang diputuskan oleh hakim

perempuan yaitu perkara persediaan persetubuhan luar nikah (zina) dalam

putusan nomor 110400-114-0015-2017 dengan terpidana laki-laki yang

berinisial ASB dan 10300-114-0016-2017 dengan terpidana perempuan yang

berinisial DL yang dihukumi denda sebesar R.M. 4000 jika tidak

57 Seksyen 61, Enakmen 1 Tahun 2003, Enakmen Pentadbiran Agama Islam

Negeri Selangor 2003.

58

Nenney Sushaidah binti Shamsuddin, Hakim Mahkamah Tinggi Syariah

Selangor, Wawancara Pribadi, Shah Alam, 7 Desember 2018.

Page 90: HAKIM PEREMPUAN PADA MAHKAMAH TINGGI SYARIAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45164/1/AHMAD ZULFI... · 1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya, yang diajukan

77

dilaksanakan maka dihukumi dengan penjara 90 hari, jika penjara tidak

sanggup maka dicambuk sebanyak 6 kali. Hal tersebut membuktikan bahwa

pelaksanaan jinayah (pidana Islam) di Negeri Selangor adalah ta‟zir bukan

hudud karena hukuman yang diterapkan berbeda.

Pada perkara mal (perdata), Nenney Sushaidah seorang hakim

perempuan di Mahkamah Tinggi Syariah Selangor memberikan contoh

perkara poligami. Semenjak ia dilantik pada tahun 2016, ia sudah menangani

kurang lebih 200 perkara tentang poligami baik perkara izin poligami maupun

menjatuhkan hukuman kepada orang yang berpoligami tanpa izin Mahkamah

Syariah.59

Dalam menjalankan tugasnya sebagai hakim, Nenney Sushaidah

menjunjung tinggi keadilan karena seorang hakim mempunyai

pertanggungjawaban kepada Allah SWT dan jika salah dalam memutuskan

maka akan dihukum dengan masuk neraka. Jika banyak yang menganggap

bahwa perempuan mempunyai emosional yang tak terkendali dibandingkan

laki-laki, ia hanya menjawab: “Ketika saya duduk sebagai hakim, saya

bukanlah laki-laki dan saya bukan perempuan. Saya adalah seorang hakim”.

Sebagai contoh ia tidak larut dalam emosional yang tidak terkendali adalah

selama ia menjadi hakim pada Mahkamah Tinggi Syariah Selangor ia telah

mengizinkan 90% perkara izin poligami jika yang mengajukan memenuhi

syarat yang diatur oleh regulasi di Negeri Selangor. Jika ia mengikuti

emosinya sebagai perempuan, tentu ia tidak berikan izin kepada perkara-

perkara izin poligami tersebut karena tidak tega melihat perempuan dimadu.60

59 Nenney Sushaidah binti Shamsuddin, Hakim Mahkamah Tinggi Syariah

Selangor, Wawancara Pribadi, Shah Alam, 7 Desember 2018.

60

Nenney Sushaidah binti Shamsuddin, Hakim Mahkamah Tinggi Syariah

Selangor, Wawancara Pribadi, Shah Alam, 7 Desember 2018.

Page 91: HAKIM PEREMPUAN PADA MAHKAMAH TINGGI SYARIAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45164/1/AHMAD ZULFI... · 1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya, yang diajukan

78

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan mulai dari BAB I sampai dengan BAB IV,

maka penulis dapat menyimpulkan bahwa awal perkembangan kesetaraan

gender di Malaysia yang berimplikasi kepada pelantikan perempuan menjadi

hakim pada Mahkamah Syariah adalah pada tahun 1995 Malaysia

meratifikasi CEDAW menjadi regulasi negara tersebut. Setelah itu, mulai

bermunculan gerakan-gerakan untuk menghapus diskriminasi terhadap

perempuan terutama dalam menempati jabatan publik. Kemajuan tersebut

sudah terlihat dari banyaknya hakim perempuan pada Mahkamah Sivil di

Malaysia. Hal ini menyebabkan banyaknya protes secara langsung maupun

tidak langsung dan mendesak pemerintah untuk membuat regulasi atau fatwa

yang membolehkan perempuan menjadi hakim pada Mahkamah Syariah.

Setelah pemerintah federasi (pemerintah pusat) membolehkan bahkan

melantik perempuan sebagai hakim pada Mahkamah Syariah, banyak negeri-

negeri yang turut melantik perempuan sebagai hakim pada Mahkamah

Syariah di negeri-negeri di Malaysia.

Melihat sejarah perkembangan pelantikan hakim perempuan pada

Mahkamah Syariah di Malaysia dan khususnya di Selangor terlihat adanya

terjadi perubahan hukum dan sosial. Malaysia dan Negeri Selangor menganut

mazhab syafi‟i dimana mazhab tersebut melarang melantiknya perempuan

menjadi hakim. Adanya fatwa yang mengharuskan perempuan dilantik

menjadi hakim pada Mahkamah Syariah merupakan bukti berubahnya hukum

dan sosial yang terjadi disana.

Kedudukan hukum hakim perempuan pada Mahkamah Tinggi Syariah

Selangor didasarkan pada hukum Islam dimana dengan memahami perbedaan

pendapat antara ulama dan dapat menghasilkan kesimpulan hukum akan

kebolehan melantik perempuan menjadi hakim pada Mahkamah Tinggi

Syariah Selangor. Selain hukum Islam, kedudukan hukum tersebut juga

mendapatkan legitimasi dari regulasi maupun fatwa negeri tersebut. Hakim

Page 92: HAKIM PEREMPUAN PADA MAHKAMAH TINGGI SYARIAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45164/1/AHMAD ZULFI... · 1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya, yang diajukan

79

perempuan pada Mahkamah Tinggi Syariah Selangor telah memenuhi syarat

yang disyaratkan Seksyen 58, Enakmen Pentadbiran Agama Islam (Selangor)

2003. Adapun legitimasi dari fatwa dapat dilihat dalam fatwa yang

dikeluarkan Jabatan Mufti Negeri Selangor yang difatwakan tahun 2016

tentang pelantikan hakim perempuan pada Mahkamah Syariah.

Kewenangan hakim perempuan pada Mahkamah Tinggi Syariah

Selangor terbagi menjadi dua yaitu mengadili perkara jinayah dan mal.

Perkara jinayah yang diperiksa dan diadili adalah perkara zina, hubungan

sesama jenis, hubungan seksual yang bertentangan dengan ajaran Islam.

Adapun perkara mal atau perdata hakim perempuan tersebut mengadili

perkara-perkara rumah tangga atau hukum privat.

B. Saran

Berdasarkan penelitian, pembahasan, dan kesimpulan penulisan ini.

Maka penulis perlu untuk memberikan saran-saran sebagai bahan

pertimbangan di kemudian hari. Saran-saran tersebut penulis tuju kepada:

1. Pemerintah Federasi Malaysia maupun Raja atau Sultan negeri-negeri di

Malaysia agar memberikan peluang lebih luas lagi kepada perempuan

untuk menempati jabatan publik di Malaysia demi terjalinnya kedamaian

karena tidak ada diskriminasi antar gender.

2. Seluruh ketua hakim syarie negeri-negeri di Malaysia agar melantik

hakim perempuan pada lembaga peradilan yang dipimpinnya demi

menegakkan keadilan dan kesetaraan di hadapan hukum.

3. Hakim perempuan yang bertugas di Peradilan Islam negara mana pun

penulis sarankan agar membaca penelitian ini sebagai bahan referensi

kedudukan hukum perempuan menjadi hakim.

4. Akademisi, hasil penelitian ini dapat menjadi landasan untuk melakukan

penelitian selanjutnya. Penulis melihat hal-hal yang dapat diteliti dari

tema ini untuk dibahas lebih lanjut adalah meneliti perkembangan hakim

perempuan pada peradilan Islam di dunia Islam.

Page 93: HAKIM PEREMPUAN PADA MAHKAMAH TINGGI SYARIAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45164/1/AHMAD ZULFI... · 1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya, yang diajukan

80

DAFTAR PUSTAKA

„Isa, Abi „Isa Muhammad bin. al-Jâmi‟ al-Sahih. Kairo: Dâr al-„Alamiyah, 2017.

„Umar, „Imad al-Dȋn Abi al-Fadâ‟ Ismail bin. Tafsȋr al-Quran al-„Adȋm. cet. 3.

Beirut: Dâr al-Kutub al-„Ilmiyyah, 2012.

Ahmad, Abu Muhammad Ali bin. al-Muhalla bi al-Hujaji wa al-âtsar. Riyadh:

Bait al-Afkâr al-Dauliyah, 2003.

Ahmad, Muwaffiq al-Dîn Abi Muhammad „Abdullah bin. al-Mughnî. cet.5.

Riyadh: Dâr al-„Alim al-Kutub, 2005.

--------------. al-Muqni'. Jeddah: Maktabah al-Siwâdî, 2000.

al-„Arabȋ, Abi Bakr Muhammad bin „Abdullah. Ahkam al-Quran. cet. 3. Beirut:

Dâr al-Kutub al-„Ilmiyyah, 2003.

al-Asqalânȋ, Ahmad bin „Ali. Fath al-Bârȋ Syarh Sahîh al-Bukhârȋ. cet.4. Beirut:

Dâr al-Kutub al-„Ilmiyyah, 2012.

al-Asy‟ats, Abi Dâwud Sulaiman bin. Sunan Abî Dâwud. cet. 3. Beirut: Dâr al-

Kutub al-„Ilmiyyah, 2011.

al-Bugha, Mustafa Dib. Dkk. al-Fiqh al-Manhajî „ala Madzhab al-Imâm al-

Syafi‟i. Damaskus: Dâr al-Qalam. 1996.

al-Bukhȃri, Muhammad bin Ismail. Sahih al-Bukhȃri. Beirut: Dâr al-Kutub al-

„Ilmiyyah, 1998.

al-Ghazâlî, Muhammad bin Muhammad. al-Wajîz. Beirut: Dâr al-Kutub al-

„Ilmiyyah, 2004.

al-Hajjâj, Abi al-Husain Muslim bin. Sahih Muslim. cet. 3. Beirut: Dâr al-Kutub

al-„Ilmiyyah, 2008. al-Husni, Taqiy al-Dîn Abi Bakr bin Muhammad. Kifâyah al-Akhyâr fi Halli

Ghayah al-Ikhtisâr. Mansoura: Syuruq li al-Tarjamah wa al-Nasyr, 2013.

Ali, Zainuddin. Metode Penelitian Hukum. cet.6. Jakarta: Sinar Grafika, 2015.

al-Jauziyyah, Syamsu al-Dîn Abi „Abdillah Muhammad bin Qayyim. I‟lâm al-

Muwaqi‟in „an Rabb al-„Alamȋn. Damaskus: Maktabah Dâr al-Bayân,

2000.

al-Kâsânî, „Alâuddin Abi Bakr bin Mas‟ûd. Badâiˋ al-Sanâiˋ fi Tartîbi al-Syarâiˋ.

cet.2. Beirut: Dâr al-Kutub al-„Ilmiyyah, 2003.

al-Khirâqî Abi al-Qâsim „Umar bin al-Husain. Matan al-Khîraqî. Tanta: Dâr al-

Sahâbah, 1993.

al-Kirmânȋ, Syamsu al-Dȋn Muhammad bin Yûsuf. Syarh al-Kirmânȋ „ala Sahih

al-Bukhârî. Beirut: Dâr al-Fikr, 2010.

al-Majjâjî, Muhammad Sakhâl. al-Muhadzab min al-Fiqh al-Mâlikî wa Adillatihi.

Damaskus: Dâr al-Qalam, 2010.

al-Mâwardî, Abi al-Hasan „Ali bin Muhammad. al-Ahkâm al-Sultâniyah. Kairo,

Dâr al-Hadîts, 2006.

--------------. al-Hâwi al-Kabîr Jilid 16. Beirut: Dâr al-Kutub al-„Ilmiyyah, 1994.

al-Misri, Zainuddin bin Ibrâhim. Bahru al-Râiq Syarh Kanzu al-Daqâiq. Beirut:

Dâr al-Kutub al-„Ilmiyyah, 1997.

Page 94: HAKIM PEREMPUAN PADA MAHKAMAH TINGGI SYARIAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45164/1/AHMAD ZULFI... · 1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya, yang diajukan

81

al-Mubârakfurî, Abi al-„Ulâ Muhammad „Abdu al-Rahmân bin „Abdu al-Rahîm.

Tuhfah al-Ahwadzi bi Syarh al-Jâmi‟ al-Tirmidzi. Kairo: Dâr al-Hadîts,

2001.

al-Nafrâwî, Ahmad bin Ghanîm. al-Fawâkih al-Dawânî „ala Risâlah Ibnu Abi

Zaid al-Qayrawânî. Beirut: Dâr al-Kutub al-„Ilmiyyah, 1997.

al-Nasȃˋi, Ahmad bin Syu'aib. Sunan al-Nasȃˋi. Kairo: Dâr al-„Alamiyah, 2017.

al-Nasafiy, Abu al-Barâkât Abdilah bin Ahmad. Kanzu al-Daqâiq. Madinah: Dâr

al-Sirâj, 2011.

al-Nawawî, Abi Zakariyya Muhyiddin bin Syaraf. al-Majmu‟ Syarh al-Muhadzab.

Beirut: Dâr al Fikr, 2005.

--------------. Minhâj al-Thâlibîn wa „Umdah al-Muftîn. Beirut: Dâr al-Minhâj,

2005.

al-Qarâfî, Syihâbuddîn bin Ahmad. al-Dzakhîrah. Beirut: Dâr al-Gharb al-Islâmî,

1994.

al-Qardawî, Yûsuf. Hadyu al-Islâm Fatâwi Mu‟âsirah, Penerjemah: As‟ad Yasin,

Fatwa-fatwa Kontemporer. Jakarta: Gema Insani, 1995.

al-Qurtubȋ, Abi „Abdillah bin Muhammad. al-Jâmi‟ li Ahkam al-Quran. Kairo:

Dâr al-Hadits, 2010.

al-Râfi‟i, Abi al-Qâsim „Abdu al-Karîm bin Muhammad. al-„Azîz Syarh al-Wajîz.

Beirut: Dâr al-Kutub al-„Ilmiyyah, 1997.

--------------. al-Muharrar. Beirut: Dâr al-Kutub al-„Ilmiyyah, 2005.

al-Rajrâji, Abi al Hasan „Ali bin Sa‟îd. Manâhij al-Tahsil wa Natâˋiju Latâˋif al-

Taˋwîl. Beirut: Dâr Ibnu Hazm, 2007.

al-Ramli, Syamsuddin Muhammad bin Abi al-„Abbâs. Nihâyah al-Muhtâj ila

Syarh al-Minhâj. cet.3. Beirut: Dâr al-Kutub al-„Ilmiyyah, 2003.

al-Sîwâsî, Kamâluddin Muhammad bin „Abdu al-Wâhid. Syarh Fath al-Qadîr.

Beirut: Dâr al-Kutub al-„Ilmiyyah, 2003.

al-Subki, Tâj al-Dȋn „Abdul Wahâb bin „Ali. al-Asybah wa al-Nadâir. Beirut: Dâr

al-Kutub al-„Ilmiyyah, 1991.

al-Suyuti, Jalâl al-Dȋn. al-Asybah wa al-Nadâir fi Qawâid wa Furû‟ Fiqh al-

Syâfi‟i. cet.3. Beirut: Dâr al-Kutub al-„Ilmiyyah, 2015.

al-Syanqîtî, Muhammad bin Muhammad Sâlim Lawâmi‟. al-Durari fi Hatki

Astâri al-Mukhtasar. Nouakhchout: Dâr al-Ridwân, 2015.

al-Syarbaini, Syamsuddin Muhammad al-Khatib. Mughni al-Muhtaj ila Ma‟rifah

Ma‟ani al-Minhaj. Kairo: al-Quds, 2012.

al-Syaukânî, Muhammad bin „Ali. Fath al-Qâdir. Kairo: Dâr al-Hadits, 2007.

al-Syîrâzî, Abu Ishâq. al-Muhadzab. Damaskus: Dâr al-Qalam, 1996.

al-Tabarȋ, Abi Ja‟far Muhammad bin Jarȋr. Jâmi‟ al-Bayân „an Ta‟wil ay al-

Quran. Kairo: Hijr, 2001.

al-Zarkasyi, Badr al-Dȋn bin Bahâdir. Bahr al-Muhit fi Ushul al-Fiqh. cet. 3.

Beirut: Dâr al-Kutub al-„Ilmiyyah, 2013.

al-Zarkasyî, Syamsu al-Dîn Abu „Abdillah Muhammad. Syarh al-Zarkasyî „ala

Matan al-Khiraqî. cet.3. Makkah: Maktabah al-Asadî, 2009.

al-Zuhaylî, Muhammad. al-Mu‟tamad fi al-Fiqh al-Syafi‟i. cet.3. Damaskus: Dâr

al-Qalam, 2011.

Page 95: HAKIM PEREMPUAN PADA MAHKAMAH TINGGI SYARIAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45164/1/AHMAD ZULFI... · 1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya, yang diajukan

82

--------------. Fiqh al-Qada wa al-Da‟wa wa al-Itsbât. cet.2. Dubai: University of

Sharjah, 2008.

al-Zuhaylî, Wahbah. al-Fiqh al-Islam wa Adillatuh. cet.2. Damaskus: Dâr al-Fikr,

1985.

--------------. al-Tafsȋr al-Munȋr fi al-„Aqȋdah wa al-Syarȋ‟ah wa al-Minhaj. cet. 2.

Damaskus: Dâr al-Fikr, 2003.

--------------. al-Wajȋz fi Usul al-Fiqh. cet.12. Kairo: Dâr al-Fikr, 2014.

--------------. Qadhayâ al-Fiqh wa al-Fikr al-Mu‟âsir. Damaskus: Dâr al-Fikr,

2012.

Anas, Mâlik bin. Muwatta‟. Beirut: Dâr al-Kutub al-„Ilmiyyah, 2009.

Asmawi. Perbandingan Ushul Fiqh. Cet.2. Jakarta: AMZAH, 2013.

Baderin, Mashood A. International Human Rights and Islamic Law. New York:

Oxford University, 2005.

Bakr, Burhânuddin Abi al-Hasan „Ali bin Abi. al-Hidâyah syarh Bidâyah al-

Mubtadî. Karachi: Idârah al-Qurân wa al-„Ulûm al-Islâmiyyah, 1995.

Cruz, Peter de. Comparative Law in a Changing World. Penerjemah Narulita

Yusron. Perbandingan Sistem Hukum: Civil Law, Common Law, dan

Socialist Law. Bandung: Nusa Media, 2010.

Departemen Pendidikan Nasional. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta:

Gramedia Pustaka Utama, 2008.

Djalil, Basiq. Peradilan Islam. Jakarta: Amzah, 2012.

Fudhaili, Ahmad. Perempuan di Lembaran Suci: Kritik atas Hadis-hadis Shahih.

Jakarta: Trans Pustaka, 2013.

Hanbal, Ahmad bin. al-Musnad. Beirut: Dâr al-Kutub al-„Ilmiyyah, 2008.

HS, Salim dan Erlies Septiana Nurbani. Perbandingan Hukum Perdata. Jakarta:

Rajawali Pers, 2014.

Ibrâhim, Abi Ishâq Burhân al-Dîn. al-Mubdi‟ Syarh al-Muqni‟. Beirut: Dâr al-

Kutub al-„Ilmiyyah, 1997.

Ismail, Mohd Farid bin Mohd Shahran dan Mohamad A‟sim bin. “Fatwa dan

Perbezaan Pandangan: Cabaran dan Penyelesaian”. Kuala Lumpur: IKIM

Press, 2018.

Jabatan Kemajuan Islam Malaysia (JAKIM). Kompilasi Pandangan Hukum

Muzakarah Jawatankuasa Fatwa Majlis Kebangsaan Bagi Hal Ehwal

Ugama Islam Malaysia. Selangor: JAKIM, 2015.

Jabatan Perkhidmatan Penerangan Malaysia. MALAYSIA: Buku Rasmi Tahunan

2001. Ipoh: Percetakan Zainon Kasim, 2001.

Khallaf, Abdul Wahab. al-Ijtihâd fi al-Syarȋ‟ah al-Islâmiyyah, Penerjemah:

Rohidin Wahid, Ijtihad Dalam Syariat Islam. Jakarta: Pustaka al-Kautsar,

2015.

Kurnia, Titon Slamet. Pengantar Sistem Hukum Indonesia. Bandung: Alumni,

2009.

Madkur, Muhammad Salâm. al-Qada fi al-Islâm. Kairo: Dâr al-Nahdah al-

„Arabiyyah, t.t.

Manan, Abdul. Reformasi Hukum Islam di Indonesia. cet.3. Jakarta: Rajawali

Pers, 2013.

Mandzur, Ibnu. Lisan al-„Arab. Kairo: Dar al-Hadits, 2003.

Page 96: HAKIM PEREMPUAN PADA MAHKAMAH TINGGI SYARIAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45164/1/AHMAD ZULFI... · 1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya, yang diajukan

83

Marzuki, Peter Mahmud. Penelitian Hukum. cet.12. Jakarta: Kencana, 2016.

Munawwir, Ahmad Warson. Kamus Al-Munawwir Arab-Indonesia. cet.14.

Surabaya: Pustaka Progresif, 1997.

Muqoddas, Djazimah. Kontroversi Hakim Perempuan Pada Peradilan Islam di

Negara-negara Muslim. Yogyakarta: LKiS, 2011.

Nordin, Mardiana dan Hasnah Hussin. Pengajian Malaysia. cet.6. Shah Alam:

Oxford Fajar, 2018.

Oxford. Dictionary of Law. cet.7. Great Bitain: Oxford University Press, 2009.

Raharjo, Handri. Sistem Hukum Indonesia. Yogyakarta: Pustaka Yustisia, 2016.

Rahman, Ghazali bin Haji Abdul. “Isu dan Permasalahan Terkini Mahkamah

Syariah” dalam Zulkifli bin Hasan et al. Amalan Kehakiman dan Guaman

Syarie di Malaysia, (Nilai: Kolej Universiti Islam Malaysia, 2007), h. 2.

Rumokoy, Donald albert dan Frans Maramis. Pengantar Ilmu Hukum. cet.4.

Jakarta: Rajawali Pers, 2017.

Sâbiq, Sayyid. Fiqh al-Sunnah. cet.21. Kairo: Dâr al-Fath li al-I‟lâm al-„Arabi,

2009.

Saebani, Beni Ahmad dan Ali Wati. Perbandingan Hukum Tata Negara.

Bandung: Pustaka Setia, 2016.

Shihab, M. Quraish. Tafsir al-Misbah: Pesan, Kesan, dan Keserasian al-Quran.

cet. 5. Jakarta: Lentera Hati, 2012.

--------------. Wawasan al-Quran: Tafsir Tematik Atas Pelbagai Persoalan Umat.

Bandung: Mizan, 2014.

Strong, C.F. Modern Political Constitution: An Introduction to the Comparative

Study of Their History and Exiting Form, Penerjemah SPA Teamwork,

Konstitusi-konstitusi Politik Modern: Studi Perbandingan Tentang Sejarah

dan Bentuk-bentuk Konstitusi Dunia. cet.2. Bandung: Nusa Media, 2008.

Suherman, Ade Maman. Pengantar Perbandingan Sistem Hukum. Jakarta:

Rajawali Pers, 2004.

Tâhir, Al-Habib bin. al-Fiqh al-Mâlikî wa Adillatuhu. Beirut: al-Ma‟ârif, 2009.

Yaacob, Abdul Monir. Kehakiman Islam dan Mahkamah Syariah. Selangor:

Univision Press, 2015.

Yazîd, Abi „Abdillah Muhammad bin. Sunan Ibnu Mâjah. Kairo: Dâr al-

„Alamiyyah, 2017.

Yusuf, Muri. Metode Penelitian: Kuantitatif, Kualitatif, dan Penelitian

Gabungan. cet.3. Jakarta: Prenamedia, 2016.

Zaydân, „Abdul Karîm. Nizâm al-Qadha fi al-Syarî‟ah al-Islâmiyyah. Amman:

Maktabah al-Batsâir, 1989.

Jurnal dan Buletin

Abdelkader, Engy. “To Judge or Not to Judge: A Comparative Analysis of Islamic

Jurisprudential Approaches to Female Judges in The Muslim World

(Indonesia, Egypt and Iran)”. Fordham International Law Journal. Vol.

37, 2, (2014).

Ahdiah, Indah. “Peran-peran Perempuan dalam Masyarakat”, Jurnal Academica

Fisip Untad, Vol. 05, 02, (2013).

Page 97: HAKIM PEREMPUAN PADA MAHKAMAH TINGGI SYARIAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45164/1/AHMAD ZULFI... · 1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya, yang diajukan

84

Dikuraisyin, Basar. “Sistem Hukum dan Peradilan Islam di Malaysia”, Jurnal

Terateks, Vol. 01, 3, (2017). Muhammad, Razimah Wan. “Woman and Shari‟ah Court: A Study of Malaysia

and Indonesia”. International Journal of cross-Cultural Studies. Vol. 1, 2,

(2015).

Nasohah, Zaini dkk. “Analisis Literatur Isu Pelantikan Hakim Syarie di

Malaysia”. International Journal of Islamic and Civilizational Studies.

Vol. 03, 01, (2016).

Nurlaelawati, Euis dan Arskal Salim. “Gendering the Islamic Judiciary: Female

Judges in the Religious Courts of Indonesia”. Al-Jami‟ah. Vol. 51, 2,

(2013).

Riyanto, Asim. “Sistem Hukum Negara-negara Asia Tenggara”, Jurnal Hukum

dan Pembangunan, Vol. 37, 2 (2007). Selangor Lantik Hakim Wanita Mahkamah Tinggi Syariah Pertama di Malaysia.

Buletin JAKESS. Shah Alam. 2016.

Shaharom, Fadilla. “Ratifikasi CEDAW di Malaysia: Kesan Menurut Undang-

undang dan Hukum Syarak”. Journal of Shariah Law Research. Vol. 2, 2,

(2017).

Tauliah Hakim Rayuan Syarie Wanita Pertama di Malaysia & Negeri Terengganu.

Buletin JKST. Kuala Terengganu. 2016-2017.

Yusrizal. “Studi Komparatif Pelaksanaan Peradilan Islam di Negara Malaysia dan

Saudi Arabia”. De Lega Lata. Vol. 2, 2, (2017).

Skripsi dan Tesis

Awang, Norizan. “Perlantikan Wanita Sebagai Hakim Menurut Islam: Suatu

Kajian Berasaskan Kepada Realiti Semata”. Skripsi S-1 Akademi

Pengajian Islam, Universitas Malaya, 2004.

Aziz, Siti Maszuriyat binti. “Persepsi Klien dan Pegawai Mahkamah Terhadap

Pengendalian Kes oleh Hakim Syarie Wanita di Mahkamah Syariah

Wilayah Persekutuan”. Skripsi S-1 Fakultas Pengajian Islam, Universitas

Kebangsaan Malaysia, 2017.

Hamid, Luqman bin Abdul. “Hakim Wanita (Studi Komparatif Hanafi dan

Mazhab Syafi‟i)”. Skripsi S-1 Fakultas Syariah dan Ilmu Hukum,

Universitas Islam Negeri Sultan Islam Syarif Kasim Riau, 2013.

Majemi, Fatimah binti. “Prospek Pelantikan Hakim Wanita di Mahkamah-

mahkamah Syariah di Malaysia”. Skripsi S-1 Fakultas Pengajian Islam,

Universitas Kebangsaan Malaysia, 2016.

MS, Nuruzzaman. “Hakim Perempuan Dalam Prespektif Hukum Islam (Posisi

Hakim Perempuan Dalam Memutuskan Kasus Pidana Menurut Majelis

Ulama Indonesia, Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama)”. Tesis S-2

Program Pascasarjana Ilmu Hukum, Universitas Muhammadiyah

Surakarta, 2014.

Syahfaruddin, Puthut. “Kedudukan Hakim Perempuan (Studi Komparatif Imam

Abu Hanifah dan Ibnu Hazm)”. Skripsi S-1 Fakultas Syariah dan Hukum,

Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2016.

Page 98: HAKIM PEREMPUAN PADA MAHKAMAH TINGGI SYARIAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45164/1/AHMAD ZULFI... · 1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya, yang diajukan

85

Internet

Awang, Musa. Perkemas Enakmen Islam Negeri. Dalam

https://www.bharian.com.my/rencana/komentar/2018/02/384652/perkema

s-enakmen-islam-negeri. diakses pada 18 Februari 2019.

Bahagian Fatwa Jabatan Mufti Negeri Pahang. Dalam

http://mufti.pahang.gov.my/index.php/perkhidmatan/bahagian-

fatwa/keputusan-fatwa/22-keputusan-fatwa-2012/67-hukum-perlantikan-

hakim-syarie-wanita-kmjphs. diakses pada 01 Februari 2019.

BBC 100 Women 2018: Who is The List?, dalam

https://www.bbc.com/news/world-46225037 diakses pada 10 Desember

2018.

E-Fatwa Mufti Wilayah Persekutuan. Dalam

http://efatwa.muftiwp.gov.my/fatwa/58f12a7f42a9ee0593b5f81b1bb017c9

?. diakses pada 01 Februari 2019.

England, Vaudine. Malaysian groups welcome first Islamic women judges. Dalam

https://www.bbc.com/news/10567857. diakses pada 18 Februari 2019.

E-Sumber Maklumat Fatwa Jabatan Kemajuan Islam Malaysia (JAKIM). Dalam

http://e-smaf.islam.gov.my/e-

smaf/index.php/main/mainv1/fatwa/pr/10635. diakses pada 01 Februari

2019.

E-Sumber Maklumat Fatwa Jabatan Kemajuan Islam Malaysia (JAKIM). dalam

http://e-smaf.islam.gov.my/e-smaf/fatwa/fatwa/find/pr/11409. diakses

pada 01 Februari 2019.

E-Sumber Maklumat Fatwa Jabatan Kemajuan Islam Malaysia (JAKIM). Dalam

http://e-smaf.islam.gov.my/e-smaf/fatwa/fatwa/find/pr/10807. diakses

pada 01 Februari 2019.

E-Sumber Maklumat Fatwa Jabatan Kemajuan Islam Malaysia (JAKIM). Dalam

http://e-smaf.islam.gov.my/e-smaf/fatwa/fatwa/find/pr/12201. diakses

pada 01 Februari 2019

E-Sumber Maklumat Fatwa Jabatan Kemajuan Islam Malaysia (JAKIM). Dalam

http://e-smaf.islam.gov.my/e-

smaf/index.php/main/mainv1/fatwa/pr/16036. diakses pada 01 Februari

2019.

E-Sumber Maklumat Fatwa Jabatan Kemajuan Islam Malaysia (JAKIM). Dalam

http://e-smaf.islam.gov.my/e-

smaf/index.php/main/mainv1/fatwa/pr/10526. diakses pada 01 Februari

2019.

Fatwa Hukum Pelantikan Hakim Syarie Wanita. Jabatan Mufti Negeri Selangor.

dalam http://www.muftiselangor.gov.my/fatwa-personalisation/fatwa-

tahunan/keputusan-fatwa-xwarta/2016/664-fatwa-hukum-pelantikan-

hakim-syar-ie-wanita. diakses pada 01 Februari 2019.

Hukum Pelantikan Hakim Syarie Wanita. Jabatan Mufti Negeri Selangor. Dalam

http://www.muftiselangor.gov.my/fatwa-personalisation/fatwa-

Page 99: HAKIM PEREMPUAN PADA MAHKAMAH TINGGI SYARIAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45164/1/AHMAD ZULFI... · 1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya, yang diajukan

86

tahunan/keputusan-fatwa-xwarta/2006/725-hukum-pelantikan-hakim-syar-

ie-wanita. diakses pada 01 Februari 2019.

Laman berita JAKESS. “Selangor Lantik Hakim Wanita Mahkamah Tinggi

Syariah Pertama di Malaysia”. dalam

http://www.jakess.gov.my/v4/index.php/info-jabatan/arkib/berita/450-

selangor-lantik-hakim-wanita-mahkamah-tinggi-syariah-pertama-di-

malaysia. diakses pada 05 September 2018.

Pitakasar, Ajeng Rizki. “Malaysia Tugaskan Hakim Wanita Pertama di

Pengadilan Syariah”. dalam https://khazanah.republika.co.id/berita/dunia-

islam/islam-mancanegara/10/07/10/123981-malaysia-tugaskan-hakim-

wanita-pertama-di-pengadilan-syariah. diakses pada 14 Februari 2019.

Profil Mahkamah Rendah Syariah Jasin. Dalam

http://mahsyariahmelaka.gov.my/index.php/ms/profil-korporat/info-

bahagian/mahkamah/mrs-daerah-jasin. diakses pada 04 Februari 2019.

Profil Mahkamah Rendah Syariah Melaka Tengah. Dalam

http://www.mahsyariahmelaka.gov.my/index.php/ms/profil-korporat/info-

bahagian/mahkamah/mrs-daerah-melaka-tengah. diakses pada 04 Februari

2019.

Struktur Organisasi Jabatan Kehakiman Syariah Negeri Sabah. Dalam

http://sabah.jksm.gov.my/wp-content/uploads/CARTA-ORGANISASI-

2017-WARAN-11.12.2017.png. diakses pada 04 Februari 2019.

Struktur Organisasi Mahkamah Rendah Syariah Ampang. Dalam

http://www.jakess.gov.my/v4/index.php/info-jabatan/mahkamah-rendah-

syariah/ampang. diakses pada 04 Februari 2019.

Struktur Organisasi Mahkamah Rendah Syariah Gombak Barat. Dalam

http://www.jakess.gov.my/v4/index.php/info-jabatan/mahkamah-rendah-

syariah/gombak-barat. diakses pada 04 Februari 2019.

Struktur Organisasi Mahkamah Rendah Syariah Gombak Timur. Dalam

http://www.jakess.gov.my/v4/index.php/info-jabatan/mahkamah-rendah-

syariah/gombak-timur. diakses pada 04 Februari 2019.

Struktur Organisasi Mahkamah Rendah Syariah Jerantut. Dalam

http://pahang.jksm.gov.my/images/korporat/cartaorganisasi/mrs/11%20car

ta%20mrs%20jerantut.pdf. diakses pada 04 Februari 2019.

Struktur Organisasi Mahkamah Rendah Syariah Padang Terap. Dalam

http://kedah.jksm.gov.my/userfiles/files/Daerah/Padang%20Terap/CART

A%20ORGANISASI%20MRSPT%202019.pdf. diakses pada 04 Februari

2019.

Struktur Organisasi Mahkamah Rendah Syariah Pekan. Dalam

http://pahang.jksm.gov.my/images/korporat/cartaorganisasi/mrs/3%20cart

a%20mrs%20pekan.pdf. diakses pada 04 Februari 2019.

Struktur Organisasi Mahkamah Rendah Syariah Petaling Jaya. Dalam

http://www.jakess.gov.my/v4/index.php/info-jabatan/mahkamah-rendah-

syariah/petaling-jaya. diakses pada 04 Februari 2019.

Struktur Organisasi Mahkamah Rendah Syariah Shah Alam. Dalam

http://www.jakess.gov.my/v4/index.php/info-jabatan/mahkamah-rendah-

syariah/shah-alam. diakses pada 04 Februari 2019.

Page 100: HAKIM PEREMPUAN PADA MAHKAMAH TINGGI SYARIAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45164/1/AHMAD ZULFI... · 1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya, yang diajukan

87

Struktur Organisasi Mahkamah Rendah Syariah Yan. Dalam

http://kedah.jksm.gov.my/userfiles/files/Direktori/Yan/FORMAT%20CA

RTA%20UPDATE%201.pdf. diakses pada 04 Februari 2019.

Struktur Organisasi Mahkamah Syariah Wilayah Persekutuan Kuala Lumpur.

Dalam

http://www.mswp.gov.my/images/files/CartaOrganisasi/Carta%20Organis

asi%20MSWP%20KL%20-%20sehingga%2031072018.pdf. diakses pada

04 Februari 2019.

Undang-undang

Akta 505. Akta Pentadbiran Undang-undang Islam Wilayah Persekutuan.

Enakmen 1 Tahun 2003. Enakmen Pentadbiran Agama Islam Negeri Selangor

2003.

Enakmen 1 Tahun 2003. Enakmen Pentadbiran Agama Islam Negeri Selangor

2003.

Enakmen 10 Tahun 2003. Enakmen Pentadbiran Agama Islam Negeri Sembilan

2003.

Enakmen 16 Tahun 2003. Enakmen Pentadbiran Agama Islam Negeri Johor 2003.

Enakmen 3 Tahun 1982. Enakmen Pentadbiran Mahkamah Syariah Kelantan

1982.

Enakmen 3 Tahun 1991. Enakmen Pentadbiran Undang-undang Islam 1991

Negeri Pahang.

Enakmen 3 Tahun 1991. Enakmen Pentadbiran Undang-undang Islam 1991

Negeri Pahang.

Enakmen 3 Tahun 2001. Enakmen Mahkamah Syariah Terengganu 2001.

Enakmen 4 Tahun 2004. Enakmen Pentadbiran Agama Islam Negeri Perak 2004.

Enakmen 4 Tahun 2004. Enakmen Pentadbiran Agama Islam Negeri Pulau Pinang

2004.

Enakmen 4 Tahun 2006. Enakmen Pentadbiran Agama Isam Negeri Perlis 2006.

Enakmen 6 Tahun 2004. Enakmen Mahkamah Syariah 2004 (Negeri Sabah).

Enakmen 7 Tahun 2002. Enakmen Pentadbiran Agama Islam Negeri Melaka

2002.

Enakmen 8 Tahun 2008. Enakmen Mahkamah Syariah Kedah Darul Aman 2008.

Ordinan 42 Tahun 2001. Ordinan Mahkamah Syariah Sarawak 2001.

Perlembagaan Persekutuan Malaysia.

Wawancara

Wawancara Pribadi dengan Khairi Amri bin Ahmad, Penolong Mufti Unit

Buhuts Jabatan Mufti Negeri Selangor, Shah Alam, 25 Oktober 2018.

Wawancara Pribadi dengan Irwan Subeni, Ketua Institut Pengurusan dan

Penyelidikan Fatwa Sedunia (INFAD) Universitas Sains Islam Malaysia

(USIM), Nilai, 23 Oktober 2018. Wawancara Pribadi dengan Mohd Norhusairi, Dosen Senior Fakulti Syariah dan

Undang-undang Akademi Pengajian Islam Universiti Malaya, Kuala

Lumpur, 25 Oktober 2018.

Page 101: HAKIM PEREMPUAN PADA MAHKAMAH TINGGI SYARIAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45164/1/AHMAD ZULFI... · 1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya, yang diajukan

88

Wawancara Pribadi dengan Nenney Sushaidah binti Shamsuddin, Hakim

Mahkamah Tinggi Syariah Selangor, Shah Alam. 7 Desember 2018.