penyelesaian sengketa harta bersama dalam...

97
PENYELESAIAN SENGKETA HARTA BERSAMA DALAM PERCERAIAN (Analisis Terhadap Putusan Pengadilan Tinggi Agama Jakarta Perkara No: 42/Pdt.G/2015/PTA.JK) SKRIPSI Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H) Oleh: IVAN NIM 1110044100017 PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA (AHWAL SYAKHSHIYYAH) FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1438 H/2017 M

Upload: dotu

Post on 30-Jun-2019

223 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: PENYELESAIAN SENGKETA HARTA BERSAMA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41582/1/IVAN-FSH.pdf · Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi Salah

PENYELESAIAN SENGKETA HARTA BERSAMA DALAM

PERCERAIAN

(Analisis Terhadap Putusan Pengadilan Tinggi Agama Jakarta

Perkara No: 42/Pdt.G/2015/PTA.JK)

SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi Salah

Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H)

Oleh:

IVAN

NIM 1110044100017

PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA

(AHWAL SYAKHSHIYYAH)

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1438 H/2017 M

Page 2: PENYELESAIAN SENGKETA HARTA BERSAMA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41582/1/IVAN-FSH.pdf · Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi Salah
Page 3: PENYELESAIAN SENGKETA HARTA BERSAMA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41582/1/IVAN-FSH.pdf · Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi Salah

i

Page 4: PENYELESAIAN SENGKETA HARTA BERSAMA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41582/1/IVAN-FSH.pdf · Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi Salah

ii

ii

Page 5: PENYELESAIAN SENGKETA HARTA BERSAMA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41582/1/IVAN-FSH.pdf · Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi Salah

iii

iii

ABSTRAK

Ivan. NIM 1110044100017. ”Penyelesaian Sengketa Harta Bersama

Dalam Perceraian (Analisis Terhadap Putusan Pengadilan Tinggi Agama

Jakarta Perkara No: 42/Pdt.G/2015/PTA.JK)”. Program Studi Hukum

Keluarga (Ahwal Syakhsyiyyah), Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas

Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 1438 H/ 2017 M. ix + 82 halaman +

5 halaman lampiran.

Tujuan penulisan skripsi ini adalah untuk mengetahui mengapa Hakim

menetapkan 1/3 bagian untuk suami dan 2/3 bagian untuk istri dari harta

bersama dalam putusan Nomor 42/Pdt.G/2015/PTA.Jk, tinjauan hukum

positif, dan tinjauan fikih terhadap putusan tersebut.

Skripsi menggunakan metode penelitian kualitatif, penelitian

kepustakaan, dan studi lapangan dan dengan pendekatan kualitatif. Sumber

data primer berupa wawancara Hakim Pengadilan Tinggi Agama Jakarta dan

data sekunder dari berbagai literatur keilmuan. Dan tehnik penulisannya

berpedoman pada buku pedoman penulisan skripsi Fakultas Syariah dan

Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Skripsi ini menyimpulkan bahwa pertama, pertimbangan hakim dalam

membagi harta bersama adalah berlandasan dari rasa keadilan. Kedua tidak

berbenturan dengan hukum positif di Indonesia, baik dengan KUHPer,

Undang-Undang Perkawinan, Kompilasi hukum Islam, dan peraturan lainnya.

Ketiga telah sesuai dan tidak bertentangan dengan hukum islam atau fikih.

Kata Kunci : Harta Bersama, Banding, Pengadilan Tinggi Agama

Pembimbing : Dr. Moh. Ali Wafa, SH., S.Ag., M,Ag

Daftar Pustaka : Tahun 1974-2008

Page 6: PENYELESAIAN SENGKETA HARTA BERSAMA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41582/1/IVAN-FSH.pdf · Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi Salah

iv

iv

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Alhamdulillah Puji Syukur senantiasa penulis panjatkan kehadirat Allah Swt.

yang telah melimpahkan rahmat dan nikmat kepada semua hambanya.

Sholawat dan salam senantiasa tercurahkan kepada Nabi Muhammad Saw.,

nabi akhir zaman dan pembawa rahmat bagi makhluk semesta alam.

Tidak ada kata yang pantas penulis ungkapkan kepada pihak-pihak yang telah

membantu proses pembuatan skripsi ini, tidak lain hanyalah ucapan terima

kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Dr. Asep Saepudin Jahar, MA., Dekan Fakultas Syariah dan Hukum UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Dr. Abdul Halim, MA. Dan Arip Purkon, MA., Ketua dan Sekretaris

Program Studi Hukum Keluarga (Ahwal Syakhshiyyah).

3. Dr. Moh Ali Wafa, SH., S.Ag., M.Ag., Dosen Penasehat Akademik dan

Pembimbing skripsi yang tak pernah lelah membimbing, mengarahkan,

dan mengkritik penulis dalam penyelesaian skripsi ini.

4. Seluruh Dosen di Fakultas Syariah dan Hukum yang telah membimbing

dan mendidik kami selama kuliah di UIN SyarifHidayatullah Jakarta.

5. Segenap Karyawan Fakultas Syariah dan Hukum, pegawai perpustakaan

UIN Fakultas Syariah dan Hukum yang telah memberikan layanan

akademik kepda penulis.

6. Kedua orang tua saya, Mukhlis dan Maryani, S.Pd., kedua adik saya Gita

dan Bayu Oktara, saudara-saudara saya tercinta yang selalu menyemangati

saya, serta seluruh Keluarga Besar saya ucapkan terima kasih atas segal

ado‟a, dorongan, kasih sayangnya selama ini yang luar biasa selama saya

kuliah sehingga saya dapat menyelesaikan skripsi ini.

7. Kepada seseorang yang selalu mendampingi saya selama ini, Nanda

Khairunnisa Jusuf, yang selalu memberikan semangat, dorongan dan

dukungan yang tidak pernah ada henti-hentinya.

8. Kepada sahabat dan semua teman-temanku mahasiswa /i Program Studi

Sarjana Hukum (S.H) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang tidak bisa

saya sebutkan satu persatu, terima kasih atas semua dukungan , bantuan,

dorongan semangat dan menjadi mitra diskusi selam penulis menjadi

mahasiswa sehingga penyelesaian skripsi ini. Semoga kitabisa menjadi

Sarjana Hukum (S.H) yang sukses, berguna bagi agama, nusa, dan bangsa.

9. Kepada teman-teman band, Sadam, Bang Umam, bang Edi (SBH), R-B

(Azis Hari Purnomo), FOX, The Rest Area, Serta Sumatra Squad.

Page 7: PENYELESAIAN SENGKETA HARTA BERSAMA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41582/1/IVAN-FSH.pdf · Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi Salah

v

v

10. Teman seperjuangan dalam menulis skripsi, Adam Setiawan, Ubaidillah,

Ibrahim, Ania Fitriah, serta Saudara Muhsin Dumbela yang sangat

semangat membantu dalam penyelesaian skripsi ini. Teman-teman dari

dalam dan luar kampus, Irfan Helmi, Bang Bocay, Bang Bedeng, Danil

Adepi, teman-teman Kosan Aliansi Radikal.

11. Kawan-kawan KKN Kharisma yang sampai saat ini masih sering

berkumpul untuk menjaga tali silaturahmi.

12. Semua pihak baik secara langsung maupun tidak langsung ikut membantu

proses penyusunan skripsi ini. Semoga Allah Swt. membalas semua amal

kebaikannya dengan balasan yang lebih dari apa yang telah diberikan.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih jauh dari kata

sempurna, baik dari segi materi, metodologi, dan analisisnya. Karenanya,

kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan demi

kesempurnaan skripsi ini.

Akhirnya hanya kepada Allah Swt. penulis berharap semoga apa yang tertulis

dalam skripsi ini bisa bermanfaat khususnya bagi penulis dan para pembaca

pada umumnya. Amin Y.R.A.

Jakarta, 20 April 2017.

Penulis

Ivan

NIM: 1110044100017

Page 8: PENYELESAIAN SENGKETA HARTA BERSAMA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41582/1/IVAN-FSH.pdf · Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi Salah

vi

vi

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL

PERSETUJUAN PEMBIMBING

LEMBAR PENGESAHAN PANITIA PENGUJI ......................................... i

LEMBAR PERNYATAAN ............................................................................ ii

ABSTRAK ...................................................................................................... iii

KATA PENGANTAR .................................................................................... iv

DAFTAR ISI ................................................................................................... vi

BAB I PENDAHULUAN .................................................................... 1

A. Latar Belakang Masalah ...................................................... 1

B. Batasan dan Rumusan Masalah ......................................... 11

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ......................................... 11

D. Metode Penelitian .............................................................. 13

E. Tinjauan Kajian Terdahulu ............................................... 15

F. Sistematika Penulisan ........................................................ 17

BAB II HARTA BERSAMA DALAM PERKAWINAN ................ 18

A. Pengertian Harta Bersama ................................................. 18

B. Dasar Hukum Harta Bersama ............................................ 22

C. Ruang Lingkup Harta Bersama ......................................... 25

D. Macam-macam Harta Bersama ......................................... 30

E. Terbentuknya Harta Bersama ............................................ 33

F. Hak dan Tanggung Jawab Suami Istri Terhadap

Harta Bersama .................................................................. 33

G. Pembagian Harta Bersama Dalam Perceraian ................... 36

BAB III GAMBARAN UMUM PENGADILAN TINGGI

AGAMA JAKARTA ............................................................. 42

A. Sejarah Pengadilan Tinggi Agama Jakarta ....................... 42

B. Tugas-tugas Pokok Pengadilan Tinggi Agama

Jakarta ............................................................................... 45

Page 9: PENYELESAIAN SENGKETA HARTA BERSAMA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41582/1/IVAN-FSH.pdf · Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi Salah

vii

vii

C. Kewenangan Absolut Pengadilan Tinggi

Agama Jakarta ................................................................... 46

D. Prosedur Pengajuan Perkara di Pengadilan

Tinggi Agama Jakarta ....................................................... 47

BAB IV PENETAPAN HARTA BERSAMA DALAM

PERSPEKTIF HUKUM POSITIF DAN FIKIH ............... 52

A. Pertimbangan Hakim Dalam Menetapkan

Harta Bersama 1/3 Bagian Untuk Suami dan

2/3 Bagian Untuk Istri ....................................................... 52

B. Tinjauan Hukum Positif Terhadap Putusan

No 42/Pdt.G/2015/PTA.JK .............................................. 61

C. Tinjauan Fikih Terhadap Putusan No

42/Pdt.G/2015/PTA.JK ..................................................... 71

BAB V PENUTUP .............................................................................. 80

A. Kesimpulan ....................................................................... 80

B. Saran-saran ........................................................................ 81

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 82

LAMPIRAN-LAMPIRAN

Page 10: PENYELESAIAN SENGKETA HARTA BERSAMA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41582/1/IVAN-FSH.pdf · Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi Salah

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Membahas tentang perkawinan kuat hubungan dengan kehidupan kita

sebagai makhluk sosial, dimana dalam unsur terkecil suatu organisasi

masyarakat itu adalah sebuah keluarga. Keluarga yang lahir dari sebuah proses

perkawinan dan menjalani hidup berkeluarga yang menghendaki adanya

kehidupan lahir batin yang seimbang.1 Hukum perkawinan mengatur

hubungan antara seorang laki-laki dengan seorang wanita, mulai dari akad

pernikahan hingga pernikahan itu berakhir karena kematian atau perceraian.

Bangsa Indonesia yang berasaskan pancasila telah memiliki peraturan tentang

perkawinan nasional yaitu Undang-undang No. 1 Tahun 1974, yang telah

dimuat dalam lembaran negara No. 1 Tahun 1974, yang sifatnya dikatakan

menampung sendi-sendi dan memberikan landasan hukum perkawinan yang

selama ini menjadi pegangan dan berlaku bagi berbagai golongan masyarakat

yang berbeda.2

Banyak sekali definisi yang diungkapkan oleh para pakar. Namun dari

definisi-definisi tersebut jika ditarik kata-kata kuncinya akan mengerucut

kepada satu defini yang memberikan irisan sebagai definisi perkawinan. Dan

dihasilkanlah definisi perkawinan menurut undang-undang yakni perkawinan

adalah ikatan lahir batin antara seorang laki-laki dengan seorang perempuan

sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang

bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.3 Akan tetapi,

kenyataan yang terjadi di lapangan tidak selalu sesuai harapan. Banyak

pasangan suami istri yang akhirnya memilih meja hijau untuk mengakhiri

1 Surojo Wignodipuro, Pengantar dan Azas-azas Hukum Adat, (Jakarta: Gunung

Agung, 1982), h.149

2Hilman Hadi Kusuma, Hukum Perkawinan Indonesia Menurut Perundang-

undangan, Hukum Adat dan Hukum Agama, (Bandung: Mandar Maju, 1990), h.2

3Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, Pasal 1, Direktorat

Pembinaan Badan Peradilan Agama Islam. DEPAG RI, 2001.

Page 11: PENYELESAIAN SENGKETA HARTA BERSAMA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41582/1/IVAN-FSH.pdf · Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi Salah

2

2

“mitsaqan ghalizhan” yang telah mereka sepakati di depan penghulu ketika

bersumpah setia sehidup semati. Banyak hal yang menyebabkan suami istri

terganggu keharmonisan keluarga mereka yang akhirnya berbuntut perceraian,

baik karena meninggal dunia atau faktor lain seperti : faktor biologis,

psikologis, ekonomis serta perbedaan pandangan hidup dan sebagainya,

seringkali merupakan pemicu timbulnya konflik dalam perkawinan.

Jika konflik di atas dapat diselesaikan dengan baik, maka daftar perkara

permohonan atau gugatan perceraian di pengadilan tidak akan menumpuk.

Namun sebaliknya, jika konflik-konflik tersebut tidak dapat diselesaikan,

maka akan timbul perceraian sebagai jalan keluar terakhir yang akan

ditempuhnya. Perceraian menurut hukum Islam pada prinsipnya dilarang, hal

ini dapat dilihat pada isyarat sabda Nabi Muhammad SAW, bahwa talak atau

perceraian adalah perbuatan halal namun dibenci oleh Allah.

Menelaah tersebut diatas, rasanya talak adalah suatu perbuatan yang

dibenci Allah namun halal untuk dilakukan jika berada dalam kondisi yang

sangat terdesak oleh suatu faktor,dan faktor-faktor tersebut tentunya bisa

menimbulkan dampak negatif bagi kedua belah pihak. Talak atau cerai

menjadi pilihan jika bahtera kehidupan rumah tangga tidak dapat lagi

dipertahankan keutuhan dan kesinambungannya, dengan pertimbangan jika

tetap dipertahankan akan menimbulkan mudharat yang lebih besar lagi.

Setelah terjadi perceraian bukan berarti persoalan-persoalan rumah tangga

langsung berakhir, justru dengan adanya perceraian banyak persoalan yang

harus diselesaikan oleh suami istri, salah satunya adalah mengenai persoalan

harta bersama dan pengaturannya.4 Salah satu isi Kompilasi Hukum Islam

khususnya dalam buku I tentang Perkawinan, membahas perihal harta

kekayaan dalam perkawinan. Permasalahan ini dianggap penting untuk

dicantumkan dalam KHI, mengingat dunia perkawinan selain berbicara

mengenai ketenangan hidup juga tidak terlepas dari segala kemungkinan yang

pahit dalam kehiupan yang rumah tangga. Perceraian, salah satu sengketa

4Ahmad Rofiq, Hukum Islam di Indonesia, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,

1995), h.269

Page 12: PENYELESAIAN SENGKETA HARTA BERSAMA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41582/1/IVAN-FSH.pdf · Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi Salah

3

rumah tangga yang terburuk yang mungkin terjadi bagi siapa saja, perlu

mendapat antisipasi dan pembelajaran sebelumnya agar para pasangan suami-

istri merasa siap dalam menghadapi konflik-konflik yang mungkin terjadi

dikemudian hari, termasuk masalah pembagian harta bersama ketika terjadi

perceraian.

Manakala sebuah ijab kabul nikah telah dinyatakan di depan pejabat

berwenang, maka suami istri telah terikat dalam sebuah ikatan perjanjian,

perjanjian tentang hak dan kewajiban masing-masing. Selama terikat dalam

tali perkawinan, jika mereka sama-sama bekerja dan memiliki penghasilan

berupa harta, maka harta tersebut di dalam perundang-undangan kita diakui

sebagai harta bersama. Harta kekayaan dalam perkawinan bisa berupa harta

yang dihasilkan istri maupun yang dihasilkan suami pada saat perkawinan

juga berupa harta bawaan suami istri sebelum perkawinan.

Hukum positif Indonesia sangat mengakui adanya harta bawaan atau harta

masing-masing suami istri. Harta tersebut bisa diperoleh dari harta bawaan

sebelum menikah atau harta yang didapat melalui hibah dan hadiah. Undang-

undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (selanjutnya disebut

Undang-undang Perkawinan) Pasal 35 ayat (1) menyatakan: “Harta bersama

adalah harta yang diperoleh selama perkawinan”. Sedangkan pasal 35 ayat

(2) menyatakan: “Harta bawaan dari masing-masing suami dan istri dan

harta benda yang diperoleh masing-masing sebagai hadiah atau warisan,

adalah di bawah penguasaanmasing-masing sepanjang para pihak tidak

menentukan lain.”5

Setelah “Lex Superior” menegaskan tentang harta bersama, di dalam

Inpres Nomor 1 Tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam (KHI) pasal 85

disebutkan, adanya harta bersama dalam perkawinan itu tidak menutup

kemungkinan adanya harta milik masing-masing suami atau istri. Dalam pasal

86 KHI disebutkan, pada dasarnya tidak ada percampuran antara harta suami

5Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, Pasal 35,

Direktorat Pembinaan Badan Peradilan Agama Islam. DEPAG RI, 2001.

Page 13: PENYELESAIAN SENGKETA HARTA BERSAMA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41582/1/IVAN-FSH.pdf · Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi Salah

4

dan harta istri. Harta istri tetap menjadi milik istri dan dikuasai sepenuhnya

oleh istri, begitu juga sebaliknya. Dalam pasal 88 disebutkan, jika terjadi

perselisihan tentang harta bersama antara suami istri, penyelesaiannya adalah

di pengadilan.6 Dari kenyataan tersebut di atas dapat\ disimpulkan bahwa,

yang termasuk harta kekayaan dalam perkawinan adalah:

1. Harta bersama suami istri.

2. Harta pribadi masing-masing suami istri.

Percampuran harta bersama yang ada di Indonesia ini hanyalah kebiasaan

turun-temurun yang telah lama dipraktekkan masyarakat Indonesia. Konsep

ini kemudian didukung oleh hukum Islam dan hukum positif yang berlaku di

negara kita.7

Beberapa peraturan tentang harta bersama dapat kita jabarkan dengan

beberapa peraturan perundang-undangan berikut ini:.

1. Undang-undang Perkawinan No. 1 Tahun 1974 pasal 35 ayat (1),

disebutkan bahwa yang dimaksud dengan harta bersama adalah “Harta

benda yang diperoleh selama masa perkawinan”. Artinya, harta kekayaan

yang diperoleh sebelum terjadinya perkawinan tidak disebut sebagai harta

bersama.

2. Kitab Undang-undang Hukum Perdata pasal 119, disebutkan bahwa

“Sejak saat dilangsungkannya perkawinan, maka menurut hukum terjadi

harta bersama antara suami istri, sejauh tentang hal itu tidak diadakan

ketentuan-ketentuan lain dalam perjanjian perkawinan. Harta bersama

itu, selama perkawinan berjalan, tidak boleh ditiadakan atau diubah

dengan suatu persetujuan antara suami istri.”

3. Kompilasi Hukum Islam pasal 85, disebutkan bahwa “Adanya harta

bersama di dalam perkawinan itu tidak menutup kemungkinan adanya

harta milik masing-masing suami istri.”Di dalam pasal ini disebutkan

6Rahmat Hakim, Hukum Perkawinan Islam, cet. ke-1 (Bandung: Pustaka Setia,

2000), h.146

7Happy Susanto, Pembagian Harta Gono-Gini Setelah Terjadinya Perceraian,

(Jakarta: Visimedia, 2003), h.8

Page 14: PENYELESAIAN SENGKETA HARTA BERSAMA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41582/1/IVAN-FSH.pdf · Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi Salah

5

adanya harta bersama dalam perkawinan, akan tetapi tidak menutup

kemungkinan adanya harta milik masing-masing suami-istri.

Fikih atau Hukum Islam mengakui adanya hak milik perorangan, baik

mengenai pengurusan dan pemanfaatannya maupun untuk melakukan

perbuatan-perbuatan hukum terhadapnya. Disamping diberikannya

kesempatan kepada suami istri untuk menentukan dalam perjanjian

perkawinan mereka apakah harta bawaan atau harta penghasilan tiap orang

dipisah atau digabungkan atau dikongsikan. Oleh karenanya apabila terjadi

perceraian antara suami istri, harta kekayaan tersebut dibagi menurut hukum

Islam dengan kaidah hukum “Tidak ada kemudharatan dan tidak boleh

memudharatkan”. Dari kaidah hukum ini jalan terbaik untuk menyelesaikan

harta bersama adalah dengan membagi harta tersebut secara adil yang

tentunya jika berada di negara hukum sepatutnya kita mengikuti aturan hukum

yang berlaku.8

Pendapat para Ulama yang masyhur dalam ilmu fikih, baik dari kalangan

Syafi‟iyyah maupun yang lain tidak ditemukan pembahasan harta bersama

atau harta gono gini, karena mereka tidak mengakui adanya harta bersama

kecuali hukum adat yang memang sudah mengakar di dalam masyarakat.

Dalam Al-Quran dan sunnah, harta bersama tidak diatur dan tidak ada

pembahasannya. Harta kekayaan istri tetap menjadi milik istri dan dikuasai

penuh olehnya demikian juga sebaliknya, harta suami tetap menjadi milik

suami dan dikuasai sepenuhnya.9 Di dalam kitab-kitab fikih Imam Madzhab

hanya ditemukan bahwa harta istri dan suami terpisah dan tidak ada

penggabungan harta bersama. Dasar hukumnya adalah Q.S. al-Nisa‟ (4): 32,

yaitu:

8Bahder Johan Nasution dan Sri Warjiati, Hukum Perdata Islam,(Surabaya:

Mandar Maju, 1997),h.34

9Hilman Hadi Kusuma, Hukum Perkawinan Indonesia Menurut Perundang-

Undangan Hukum Adat dan Hukum Agama, (Bandung, Mandar Maju, 2007), h.127

Page 15: PENYELESAIAN SENGKETA HARTA BERSAMA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41582/1/IVAN-FSH.pdf · Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi Salah

6

Artinya:“Dan janganlah kamu iri hati terhadap apa yang dikaruniakan Allah

kepada sebahagian kamu lebih banyak dari sebahagian yang lain. (karena)

bagi orang laki-laki ada bahagian dari pada apa yang mereka usahakan, dan

bagi Para wanita (pun) ada bahagian dari apa yang mereka usahakan, dan

mohonlah kepada Allah sebagian dari karunia-Nya. Sesungguhnya Allah

Maha mengetahui segala sesuatu.”

Tetapi kalau dilihat dari sisi teknisnya harta bersama suami istri itu bisa

digolongkan pada bentuk kerjasama, atau dalam istilah fikih muamalah dapat

dikategorikan sebagai syirkah, yaitu akad antara dua pihak yang saling

berserikat dalam hal modal dan keuntungan, dimana jika salah satu rugi maka

semua juga ikut rugi dan jika untung maka semua ikut untung.10

Atau bisa

juga disebut perkongsian antara suami istri dan telah banyak dibahas dalam

kitab-kitab fikih, tetapi tidak dalam bab nikah melainkan pada bab buyu’.

Syirkah digolongkan sebagai suatu usaha yang sah oleh para ahli hukum Islam

sepanjang tidak ada kecurangan atau ketidakadilan yang dilakukan oleh pihak-

pihak tertentu.

Syirkah adalah kerjasama antara sua orang atau lebih yang bersedia

menanggung apapun resiko yang akan terjadi dan bersedia pula membagi

keuntungan jika ada di kemudian hari: Pada dasarnya syirkah terbagi menjadi

dua, yaitu syirkah amlak dan syirkah uqud.11

Fuqaha hanafiyyah membedakan

jenis syirkah menjadi tiga macam, yaitu syirkah al-amwal, a’mal dan wujuh,

dan masing-masing bisa bercorak muwafadhah dan inan. Sedangkan fuqaha

Hanabilah membedakan menjadi lima macam, yaitu syirkah inan,

muwafadhah, abdan, wujuh dan mudharabah. Adapun fuqaha Malikiyah dan

10Sayid Sabiq, Fiqh as-Sunnah, Jilid III, (Beirut: Dar al Fikr, 1983), h.294

11

Ghufron A. Mashadi, Fiqh Muamalah Kontekstual, (Jakarta: PT. Raja

Grafindo), h.93

Page 16: PENYELESAIAN SENGKETA HARTA BERSAMA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41582/1/IVAN-FSH.pdf · Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi Salah

7

Syafi‟iyah membedakan menjadi empat jenis, yaitu inan, muwafadhah, abdan

dan wujuh.

Syirkah dibagi menjadi dua kategori: Pertama, syirkah al-amwal, al-a‟mal

atau al-abdan dan al-wujuh. Pembagian syirkah ini dalam kategori materi

syirkah, sedangkan syirkah inan, muwafadhah dan mudharabah dalam

pembagian dari segi posisi dan komposisi saham.12

Hukum Islam tidak mengenal harta bersama, Hukum Islam hanya

menjelaskan tentang perkongsian namun tetap juga mengakui harta masing-

masing pihak. Dimana di dalam sebuah keluarga suami berkewajiban

memberikan nafkah kepada istri. Berdasarkan firman Allah SWT dalam Q.S.

al-Nisa (4):34, wanita diwajibkan menjaga apa yang telah diberikan laki-laki

(suami) kepadanya dengan sebaik mungkin.

Akan tetapi karena menurut agama Islam dengan perkawinan menjadilah

sang istri syarikat al-rajuli fi al-hayati (kongsi sekutu seorang suami dalam

melayani bahtera hidup). Maka antara suami istri terjadilah syirkah al-

mufawwadlah atau perkongsian tak terbatas. Jika selama perkawinan

memperoleh harta, maka harta tersebut adalah harta syirkah yaitu harta

bersama yang menjadi milik bersama dari suami istri. Oleh karena masalah

pencarian bersama suami istri adalah termasuk perkongsian atau syirkah,

maka untuk mengetahui hukumnya perlu dibahas lebih dahulu tentang

macam-macam perkongsian sebagaimana telah dibicarakan oleh para ulama

dalam kitab fikih.13

Di dalam Undang-undang kekuasaan kehakiman, peradilan agama adalah

salah satu badan peradilan yang tugas dan kewenangan pokoknya yaitu,

memeriksa, memutuskan, menyelesaikan perkara-perkara perdata bidang:

perkawinan, kewarisan, wasiat, hibah, wakaf, sedekah, dan ekonomi syariah.

Dengan demikian, kewenangan Peradilan Agama tersebut sekaligus dikaitkan

12Abdurrahman al-Jaziri, Kitab al-Fiqh Ala Madzahib al-Arba’ah, (Beirut: Daar

al-Fikr, Juz III, (terjemahan), 1990 M/1410 H), h.79

13

Abdul Manan, Aneka Masalah Hukum Perdata Islam di Indonesia, cet. ke-1

(Jakarta, PT Kencana Prenada Media Group, 2006), h.111

Page 17: PENYELESAIAN SENGKETA HARTA BERSAMA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41582/1/IVAN-FSH.pdf · Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi Salah

8

dengan asas personalitas keislaman, yaitu yang dapat ditundukkan ke dalam

kekuasaan lingkungan Peradilan Agama, hanya mereka yang beragama

Islam.14

Pun juga sama dengan Pengadilan Tinggi Agama sebagai salah satu

pilar peradilan dilingkungan Mahkamah Agung, salah satu badan pelaksana

kekuasaan kehakiman harus mampu memberikan pelayanan hukum kepada

masyarakat pencari keadilan secara prima, yang sejalan dengan visi

Mahkamah Agung.15

Kewenangan absolut/absolute competentie adalah kekuasaan peradilan

yang berhubungan dengan jenis perkara atau jenis pengadilan atau tingkat

pengadilan,dalam perbedaannya dengan jenis perkara atau jenis pengadilan

atau tingkat pengadilan lainnya. Kekuasaan pengadilan di lingkungan

Peradilan Agama adalah memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara

tertentu di kalangan golongan rakyat tertentu, yaitu orang-orang yang

beragama Islam.16

Pengadilan Tinggi Agama Jakarta sebagai pengadilan tingkat banding bagi

seluruh pengadilan agama tingkat pertama yang ada di Jakarta memiliki

kewenangan absolut yang telah ditetapkan oleh Undang-undang salah satunya

mengenai harta bersama. Kompetensi Peradilan Agama diatur dalam pasal 49

sampai dengan pasal 53 UU No. 7 tahun 1989 tentang Peradilan Agama.

Wewenang tersebut terdiri atas wewenang relatif dan wewenang absolut.

Wewenang relatif Peradilan Agama merujuk pasal 66 dan pasal 73 UU No.7

tahun 1989 tentang Peradilan Agama, sedang wewenang absolut berdasarkan

pasal 49 UU No. 7 tahun 1989. Perkara yang menjadi kewenangan absolut

Pengadilan Agama yakni : perkawinan, waris, wasiat, hibah, wakaf, zakat,

infaq, shadaqoh, dan ekonomi syariah.

Didalam Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Perubahan atas

Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama Pasal 49,

14

Sulaikin Lubis, dkk, Hukum Acara Perdata Peradilan Agama di Indonesia, cet.

ke-1,(Jakarta: Prenada Media Group, 2006), h. 106 15

Dikutip dari www.pta-jakarta.go.id(Tanggal 05Februari 2017 Pukul 12.35 wib) 16

M. Yahya Harahap, Kedudukan Kewenangan dan Acara Peradilan Agama,

(Jakarta: Sinar Grafika, 2003), h.56

Page 18: PENYELESAIAN SENGKETA HARTA BERSAMA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41582/1/IVAN-FSH.pdf · Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi Salah

9

dalam penjelasannya disebutkan bahwa, kewenangan Peradilan Agama

diperluas meliputi: perkawinan, waris, wasiat, hibah, wakaf, zakat, infak,

sedekah, dan ekonomi syari‟ah.17

Peradilan Agama dalam hukum acara peradilan agama berwenang untuk

mengadili perkara keluarga dalam ruang lingkup keislaman baik orangnya

maupun sumber-sumber hukumnya, contohnya dalam bidang perkawinan dan

maslah harta baik waris, hibah , zakat, wakaf, harta bersama, dan ekonomi

syariah. Perkara-perkara dalam bidang perkawinan berlaku hukum acara

perdata khusus dan selebihnya berlaku hukum acara perdata pada umumnya.

Hukum acara khusus ini meliputi kewenangan relatif Pengadilan Agama,

pemanggilan, pemeriksaan, pembuktian dan biaya perkara serta pelaksanaan

putusan.18

Meskipun dalam hukum Islam tidak mengatur masalah harta bersama,

bukan berarti Peradilan Agama tidak berwenang untuk menangani masalah

harta bersama. Karena dalam hukum positif telah mengatur tegas tugas dan

wewenang Peradilan Agama. Perselisihan masalah harta bersama dalam

perkawinan pernah diproses oleh Pengadilan Tinggi Agama Jakarta pada

tingkat banding. Pada tahun 2015 Pengadilan Tinggi Agama Jakarta telah

menangani perselisihan pembagian harta bersama yaitu dalam putusan Nomor

42/Pdt.G/2015/PTA.JK.

Perkara harta bersama yang telah ditangani di tingkat banding tentu harus

berpedoman kepada hukum acara, khusus di bidang peradilan agama maka

acuannya adalah UU Nomor 3 Tahun 2006 sebagai hasil amandemen dari UU

Nomor 7 Tahun 1989. Hakim sebagai wakil Tuhan harus menjunjung tinggi

nila-nilai keadilan, putusannya harus berpegang kepada minimal tiga tujuan

penting peradilan yakni keadilan, kepastian hukum dan kebermanfaatan. Dan

Hakim harus bisa menggali dan menemukan hukum jika dalam suatu kasus

dirasa belum ada pasal-pasal yang bisa dijadikan dasar hukum, sesuai amanat

17Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 Pasal 49 tentang Perubahan atas

Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama

18

Mukti Arto, Praktek Perkara Perdata pada Pengadilan Agama, cet. ke-2

(Yogyakarta:Pustaka Pelajar, 1998), h.9

Page 19: PENYELESAIAN SENGKETA HARTA BERSAMA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41582/1/IVAN-FSH.pdf · Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi Salah

10

Pasal 62 Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama

menyatakan: “Segala penetapan dan putusan pengadilan, selain harus

memuat alasan-alasan dan dasar-dasarnya juga harus memuat pasal-pasal

tertentu dari peraturan-peraturan yang bersangkutan atau sumber hukum

tidak tertulis yang dijadikan dasar untuk mengadili.”

Dalam syari‟at Islam seorang hakim dianjurkan untuk berlaku adil dalam

memutus suatu putusan. Segala keputusan yang diambil harus

dipertimbangkan dengan baik. Pertimbangan yang baik harus sesuai dengan

aturan-aturan yang ditetapkan oleh syara‟, dan diharapkan pertimbangan

hakim harus dihubungkan dengan kemaslahatan masyarakat. Hakim sebagai

penegak keadilan harus memutuskan suatu perkara sesuai yang ditetapkan

oleh syari‟at. Syari‟at mengajarkan dalam menyelesaikan perselisihan hakim

tidak mengikuti hawa nafsu karena ingin menyimpang dari kebenaran.

Apabila hukum ditegakkan secara adil sesuai dengan ajaran syari'at, maka

akan tercipta perdamaian dalam masyarakat. Perselisihan harta bersama yang

ditangani oleh hakim juga harus diselesaikan secara adil tanpa memihak salah

satu pihak. Penentuan status dan kepemilikan harta bersama harus dilakukan

secara teliti dan adil sesuai yang telah ditetapkan oleh undang-undang dan

tidak menyimpang dari ketentuan syara‟. Hal inilah yang membuat penulis

berkeinginan untuk mengkaji secara mendalam tentang putusan hakim

terhadap kasus sengketa harta bersama yang terjadi di lingkungan Pengadilan

Tinggi Agama Jakarta pada tingkat banding. Berangkat dari latar belakang

masalah tersebut di atas, maka penulis mengadakan penelitian tentang

sengketa harta bersama dengan judul, “PENYELESAIAN SENGKETA

HARTA BERSAMA DALAM PERCERAIAN (Analisis Terhadap

Putusan Pengadilan Tinggi Agama Jakarta Perkara No.

42/Pdt.G/2015/PTA.JK).”

Page 20: PENYELESAIAN SENGKETA HARTA BERSAMA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41582/1/IVAN-FSH.pdf · Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi Salah

11

B. Batasan dan Rumusan Masalah

1. Batasan Masalah

Agar pembahasan skripsi ini lebih terarah, maka penulis memberikan

batasan lingkup permasalahan pada pembagian harta bersama dalam pokok

bahasan analisis terhadap putusan Pengadilan Tinggi Agama Jakarta

Perkara No: 42/Pdt.G/2015/PTA.JK.

2. Rumusan Masalah

Di dalam Kompilasi Hukum Islam atau Inpres Nomor 1 Tahun 1991

pasal 97: “Janda atau duda cerai masing-masing berhak seperdua dari

harta bersama sepanjang tidak ditentukan lain dalam perjanjian

perkawinan.” Artinya ketika telah putus perkawinan, maka harta bersama

harus dibagi ½ untuk masing-masing suami dan istri. Akan tetapi, pada

tingkat banding di Pengadilan Tinggi Agama Jakarta, hakim dalam

putusannya nomor 42/Pdt.G/2015/PTA.JK menetapkan harta bersama, 1/3

bagian untuk suami dan 2/3 bagian untuk istri.

Penulis merinci rumusan masalah tersebut dalam beberapa

pertanyaan sebagai berikut:

a. Mengapa hakim menetapkan harta bersama 1/3 bagian untuk suami

dan 2/3 bagian untuk istri dalam putusan nomor

42/Pdt.G/2015/PTA.JK ?

b. Bagaimana tinjauan hukum positif terhadap putusan nomor

42/Pdt.G/2015/PTA.JK ?

c. Bagaimana tinjauan fikih terhadap putusan nomor

42/Pdt.G/2015/PTA.JK ?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Adapun hasil yang hendak dicapai dari penelitian ini adalah

terjawabnya semua permasalahan yang dirumuskan, yaitu:

Page 21: PENYELESAIAN SENGKETA HARTA BERSAMA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41582/1/IVAN-FSH.pdf · Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi Salah

12

a. Untuk mengetahui mengapa hakim menetapkan harta bersama 1/3

bagian untuk suami dan 2/3 bagian untuk istri dalam putusan nomor

42/Pdt.G/2015/PTA.JK

b. Untuk mengetahui tinjauan hukum positif terhadap putusan nomor

42/Pdt.G/2015/PTA.JK

c. Untuk mengetahui tinjauan hukum fikih terhadap putusan nomor

42/Pdt.G/2015/PTA.JK

2. Manfaat Penelitian

Berdasarkan latar belakang diatas, hasil studi ini diharapkan

bermanfaat untuk penulis pada khususnya dan bagi masyarakat pada

umumnya, yaitu:

a. Secara Akademik

Menambah ilmu pengetahuan dibidang hukum perdata serta

mengembangkan ilmu dibidang syariah, khususnya dalam bidang

perkawinan mengenai pembagian harta bersama diakibatkan karena

perceraian.

b. Secara Lembaga Pustaka

Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan ilmiah

dalam memperkaya studi analisis yurisprudensi.

c. Secara Pribadi

Untuk memperluas pengetahuan hukum bagi penulis, khususnya

mengenai Keperdataan Islam dibidang kewarisan serta meningkatkan

kualitas penulis dalam membuat karya tulis ilmiah serta untuk

memenuhi salah satu syarat guna memperoleh gelar S1 dalam bidang

hukum Islam.

d. Secara Umum

Pengembangan wawasan hukum terhadap perkara-perkara yang ada

pada perkawinan yaitu perkara pembagian harta bersama diakibatkan

karena perceraian.

Page 22: PENYELESAIAN SENGKETA HARTA BERSAMA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41582/1/IVAN-FSH.pdf · Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi Salah

13

D. Metode Penelitian

Metode penelitian yang ditempuh oleh penulis dalam menyelesaikan

skripsi ini adalah dengan menggunakan metode penulisan, sebagai berikut:

1. Jenis Penelitian

a. Kualitatif

Penelitian kualitatif adalah prosedur penelitian yang menghasilkan

data deskriptif berupa ucapan, tulisan, atau perilaku yang dapat diamati

dari subjek itu sendiri (hakim yang menetapkan perkara yang penulis

teliti).

b. Penelitian Kepustakaan

Penulisan ini dilakukan dengan menggunakan pengkajian dari buku-

buku yang mengacu dan berhubungan dengan pembahasan skripsi ini

yang dianalisis data-datanya.

c. Studi Lapangan

Untuk memperoleh informasi yang akurat dan obyektif dari tempat

penelitian dengan cara observasi langsung.

2. Jenis Data

a. Data Primer

Data primer yaitu melakukan wawancara dengan hakim yang

memutuskan perkara yang penulis teliti.

b. Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh dari buku-buku, internet dan

beberapa hasil penelitian yang berhubungan dengan perkara

pembagian atau penyelesaian harta bersama dalam perceraian yang

diselesaikan dengan pandangan hakim serta pandangan-pandangan

hukum positif dan hukum Islam terkait harta bersama.

Studi kepustakaan (library reseach), yaitu untuk memperoleh landasan

teoritis yang ada kaitannya dengan judul penulis yang dibahas, dimana

penelitian yang dilakukan dengan cara mengkaji buku-buku, makalah,

artikel maupun website.

Page 23: PENYELESAIAN SENGKETA HARTA BERSAMA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41582/1/IVAN-FSH.pdf · Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi Salah

14

3. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data dalam penulisan skripsi ini dilakukan dengan

cara sebagai berikut:

a. Menganalisis putusan Pengadilan Tinggi Agama Jakarta Nomor

42/Pdt.G/2015/PTA.JK dan studi dokumentasi dengan cara menelusuri

buku-buku serta literatur yang berkaitan dengan permasalahan yang

dibahas.

b. Wawancara, yaitu dengan mengumpulkan data yang dilakukan penulis

dengan jalan mengadakan dialog langsung dengan responden yang

telah dipilih sebelumnya yaitu hakim Pengadilan Tinggi Agama

Jakarta.

c. Studi kepustakaan, yaitu mengumpulkan data dari berbagai literatur-

literatur ilmiah kemudian menganalisis dan menjadikan pendukung

penelitian.

4. Teknik Pengolahan Data

Dalam pengolahan data, dilakukan dengan cara mengedit data, lalu

data yang sudah diedit tadi dikelompokkan dan diberikan pengkodean dan

disusun berdasarkan kategorisasi serta diklasifikasikan berdasarkan

permasalahan yang dirumuskan secara deduktif. Dari data yang diperoleh

selanjutnya dianalisis secara kualitatif.

5. Teknik Analisis Data

Bahan yang telah diperoleh, lalu diuraikan dan dihubungkan

dengan sedemikian rupa sehingga menjadi sistematis dalam menjawab

permasalahan yang telah dirumuskan. Data-data tersebut lalu dianalisis,

sehingga membantu sebagai dasar acuan dan pertimbangan hukum yang

berguna.

6. Teknik Penulisan Skripsi

Teknik penulisan yang digunakan adalah deskriptif analisis, yaitu

dengan cara menggambarkan permasalahan yang didasari pada data-data

yang ada, lalu dianalisis lebih lanjut untuk kemudian diambil kesimpulan.

Page 24: PENYELESAIAN SENGKETA HARTA BERSAMA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41582/1/IVAN-FSH.pdf · Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi Salah

15

Adapun pedoman yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah buku

Pedoman Penulisan Skripsi Fakultas Syari‟ah dan Hukum Universitas

Islam Negeri Syarif Hidayatullah tahun 2012 serta penulisan ayat al-

Qur‟an dan al-Hadits ditulis satu spasi, termasuk terjemahan al-Qur‟an dan

al-Hadits dalam penulisannya diketik satu spasi meskipun kurang dari

enam baris dan penulisan skripsi ini menggunakan ejaan yang

disempurnakan (EYD), kecuali nama pengarang dan daftar pustaka ditulis

diawal.

E. Tinjauan Kajian Terdahulu

1. Rhezza Pahlawi, Akhwal Al-Syakhshiyah Konsentrasi Peradilan Agama

Tahun 2013, Penyelesaian Sengketa Harta Bersama melalui Pengadilan

Agama dan Pengadilan Negeri di Jakarta Selatan.

Mengetahui bagaimana hakim Pengadilan Agama dan Pengadilan

Negeri memutus perkara harta bersama. Pada penelitian ini penulis

memilih objek penelitian berupa putusan Perkara Nomor:

2803/Pdt.G/2011/PA.JS di Pengadilan Agama Jakarta Selatan dengan

Perkara Nomor: 402/Pdt.G/2000/PN.Jak.Sel di Pengadilan Negeri Jakarta

Selatan. Dalam penelitian ini, penulis menggunakan gabungan antara

penelitian hukum normatif dan penelitian yuridis empiris.Skripsi ini lebih

mengacu kepada praktik penyelesaian sengketa harta bersama di

Pengadilan Agama Jakarta Selatan dan Pengadilan Negeri di Jakarta

Selatan.

2. Marlianita, Akhwal Al-Syakhshiyah Konsentrasi Peradilan Agama Tahun

2014, Penyelesaian Gugatan Harta Bersama Pasca Perceraian di

Pengadilan Agama Jakarta Selatan.

Mengetahui bagaimana hakim Pengadilan Agama Jakarta Selatan

menyeselesaikan perkara sengketa harta bersama. Skripsi ini lebih

mengacu kepada praktik penyelesaian sengketa harta bersama di

Pengadilan Agama Jakarta Selatan.

Page 25: PENYELESAIAN SENGKETA HARTA BERSAMA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41582/1/IVAN-FSH.pdf · Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi Salah

16

3. Miftah Ulhaq T,Akhwal Al-Syakhshiyah Konsentrasi Peradilan Agama

Tahun 2009, Sita marital terhadap harta bersama yang berada dalam

hipotik bank: analisis putusan Pengadilan Agama Tanjungkarang nomor

225/Pdt.G/2006/PA.Tnk.

Menyajikan analisis putusan pengadilan agama Tanjungkarang

nomor 225/Pdt.G/2006/PA.Tnk tentang sita marital terhadap harta

bersama menurut hukum yang berlaku. Skripsi ini lebih mengacu kepada

praktik penyelesaian sengketa harta bersama di Pengadilan Agama

Tanjung Karang.

4. Siti Mushofah, Akhwal Al-Syakhshiyah Konsentrasi Peradilan Agama

Tahun 2008, Proses Pembagian Harta Bersama Melalui Perdamaian Di

Depan Sidang: analisis Putusan No.1585/Pdt.G/2007/PA.JT.

Menyajikan analisis putusan No.1585/Pdt.G/2007/PA.JT tentang

Proses Pembagian Harta Bersama Melalui Perdamaian Di Depan Sidang.

Skripsi ini lebih mengacu kepada praktik penyelesaian sengketa harta

bersama di Pengadilan Agama Jakarta Timur.

Dari review yang saya lakukan, terlihat bahwa para peneliti memang

sudah banyak yang membahas mengenai masalah pembagian harta bersama

akibat putusnya perkawinan. Dari kasus peneliti diatas, maka penulis sangat

membedakan penelitian dalam masalah harta bersama ini yaitu berdasarkan

putusan Pengadilan Tinggi Agama Jakarta Tahun 2015. Ketidakserasian

dalam penerapan pembagian harta bersama di Pengadilan Agama, menarik

sekali bagi penulis untuk membahasnya, dikarenakan penelitian-penelitian

yang telah dilakukan sebelum pembahasan skripsi ini memberikan inspirasi

pada penulis untuk mengkaji lebih lanjut ditinjau dari segi mana dan apa yang

menjadi dasar seorang hakim dalam memutuskan pembagian harta bersama.

Penulis ingin lebih fokus dengan analisis terhadap Putusan Pengadilan

Tinggi Agama Jakarta Perkara No: 42/Pdt.G/2015/PTA.JK tentang

penyelesaian harta bersama dalam perceraian agar pembahasan skripsi ini

tidak melebar. Dengan demikian penulis menggaris bawahi bahwasanya

bahasan ini tidak ada kesamaan isi dan pertimbangan hakim karena

Page 26: PENYELESAIAN SENGKETA HARTA BERSAMA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41582/1/IVAN-FSH.pdf · Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi Salah

17

berdasarkan data yang diperoleh di Pengadilan Tinggi Agama Jakarta.

F. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan dalam skripsi ini dibagi dalam lima bab, yaitu

sebagai berikut:

Bab pertama merupakan pendahuluan yang berisi latar belakang

masalah, batasan dan rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, metode

penelitian, kajian tinjauan terdahulu, dan sistematika penulisan.

Bab kedua berisikan tinjauan umum tentang harta bersama dalam

perkawinan yang meliputi pengertian harta bersama, dasar hukum harta

bersama, ruang lingkup harta bersama, macam-macam harta bersama,

terbentuknya harta bersama, hak dan tanggung jawab suami istri terhadap

harta bersama, dan pembagian harta bersama dalam perceraian.

Bab ketiga berisikan gambaran umum Pengadilan Tinggi Agama Jakarta

yang meliputi sejarah PTA Jakarta, tugas-tugas pokok PTA Jakarta,

kewenangan absolut PTA Jakarta, dan prosedur pengajuan perkara di PTA

Jakarta.

Bab keempat mengenai analisis penulis terhadap sengketa harta

bersama pada putusan nomor 42/Pdt.G/2015/PTA.JK yang meliputi gambaran

umum putusan nomor 42/Pdt.G/2015/PTA.JK, tinjauan hukum positif

terhadap putusan nomor 42/Pdt.G/2015/PTA.JK, dan tinjauan fikih terhadap

putusan nomor 42/Pdt.G/2015.PTA.JK.

Bab kelima merupakan bab penutup yang berisikan kesimpulan dan

saran-saran.

Page 27: PENYELESAIAN SENGKETA HARTA BERSAMA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41582/1/IVAN-FSH.pdf · Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi Salah

18

BAB II

HARTA BERSAMA DALAM PERKAWINAN

A. Pengertian Harta Bersama

Sumber hukum Islam pertama yakni Al-Qur‟an tidak memberikan

batas-batas yang jelas tentang bagaimana harta bersama itu, bagaimana hak

istri, dan bagaimana hak suami, di dalamnya hanya menyebutkan peranan

penting suami dalam memberi nafkah kepada keluarga. Dalam waktu yang

sama Al-Qur‟an dan hadits juga tidak menegaskan bahwa harta benda yang

diperoleh suami dalam perkawinan, secara langsung istri juga ikut berhak

atasnya. Dalam menentukan apakah harta benda yang diperoleh selama

perkawinan berlangsung menjadi harta bersama atau tidak, termasuk masalah

ijtihadiyyah, masalah yang termasuk dalam daerah wewenang manusia untuk

menentukannya, bersumber kepada jiwa ajaran Islam.19

Hak bagi masing –masing suami dan istri, di dalam hukum Islam sangat

dijamin. Apa yang menjadi milik istri tetap menjadi miliknya sebaliknya juga

seperti itu bagi suami. Suami yang menerima pemberian, warisan, dan

sebagainya tanpa ikut sertanya istri berhak menguasai sepenuhnya harta yang

diterimanya itu. Demikian pula halnya istri yang menerima pemberian,

warisan, mahar dan sebagainya tanpa ikut sertanya suami berhak menguasai

sepenuhnya harta benda yang diterimanya itu.

Segala harta benda yang dibawa masing-masing pihak sebelum

pernikahan baik harta bergerak maupun tidak bergerak menjadi hak masing-

masing pihak selama tidak ada hal lain yang diperjanjikan di dalam perjanjian

19Ahmad Azhar Basyir, M.A, Hukum Perkawinan Islam, (Yogyakarta: UII Press,

2000), h.66

Page 28: PENYELESAIAN SENGKETA HARTA BERSAMA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41582/1/IVAN-FSH.pdf · Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi Salah

19

pernikahan.20

Apabila kita memperhatikan ketentuan hukum Islam yang

menyangkut hak istri atas nafkah yang wajib dipenuhi suaminya, sebagaimana

ditentukan baik dalam Al-Qur‟an maupun dalam hadits, pada dasarnya hukum

Islam menentukan bahwa harta milik istri selama dalam perkawinan adalah

berupa harta yang berasal dari suami sebagai nafkah hidupnya. Kecuali itu

apabila suami memberikan sesuatu kepada istri berupa harta benda yang

menurut adat kebiasaan khusus menjadi milik istri, seperti mesin jahit, alat-

alat rias, dan sebagainya, harta benda itu menjadi milik istri. Adapun harta

benda yang menurut adat kebiasaan tidak khusus milik istri seperti perabot

rumah tangga, meja kursi , almari dan sebagainya, tetap menjadi milik suami.

Ketentuan ini berlaku apabila yang bekerja mencukupkan kebutuhan keluarga

hanya suami, istri tidak ikut sama sekali.

Di dalam kebanyakan literatur fikih yang bertanggung jawab secara

hukum untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga, menyediakan peralatan

rumah tangga seperti tempat tidur, perabot dapur dan sebagainya adalah

suami. Istri dalam hal ini tidak mempunyai tanggung jawab, sekalipun mahar

yang diterimanya cukup besar, lebih besar daripada pembelian peralatan

rumah tangga tersebut. Hal ini karena mahar itu menjadi hak perempuan

sebagai imbalan dari penyerahan dirinya kepada suami. Jadi mahar adalah hak

mutlak bagi istri bukan bagi ayahnya atau suaminya, sehingga tidak ada

seorangpun yang lebih berhak selain dirinya. Islam mengajarkan agar dalam

pembelanjaan harta untuk kepentingan-kepentingan yang bukan rutin, selalu

dimusyawarahkan antara suami dan istri.

20Soermiyati, Hukum Perkawinan Islam Dan Undang-Undang Perkwinan,

(Yogyakarta: Liberty, 1997), h.102

Page 29: PENYELESAIAN SENGKETA HARTA BERSAMA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41582/1/IVAN-FSH.pdf · Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi Salah

20

Sangat penting bagi suami istri untuk saling terbuka dalam

berumahtangga, terbuka dalam segala hal apalagi menyangkut harta. Karena di

kebanyakan permasalahan rumah tangga itu berawal dari ketidakterbukaan

pihak di dalamnya, maka lahirlah kecurigaan yang berujung pada

ketidakpercayaan. Apalagi bagi pasangan yang tidak mencantumkan

perjanjian harta bersama dan batas-batasnya ketika mereka menikah. Pada

dasarnya tidak ada percampuran antara harta suami dan harta istri karena

perkawinan. Harta istri tetap menjadi hak istri dan dikuasai penuh olehnya,

demikian juga harta suami tetap menjadi hak suami dan dikuasai penuh

olehnya. Harta bawaan masing-masing suami dan istri dan harta yang

diperoleh masing-masing sebelum perkawinan adalah dibawah penguasaan

masing-masing sepanjang para pihak tidak menentukan lain dalam perjanjian

kawin.21

Di dalam pasal 1 huruf (f) Kompilasi Hukum Islam disebutkan

bahwa harta kekayaan dalam perkawinan atau syirkah adalah harta yang

diperoleh baik sendiri-sendiri atau bersama suami istri selama dalam ikatan

perkawinan berlangsung dan selanjutnya disebut harta bersama tanpa

mempersoalkan terdaftar atas nama siapapun.22

Dari pengertian harta bersama di atas, jelaslah bahwa harta bersama

adalah harta kekayaan yang diperoleh selama perkawinan di luar warisan atau

hadiah, maksudnya adalah harta yang diperoleh atas usaha mereka atau

sendiri-sendiri selama masa ikatan setelah terjadinya suatu perkawinan yang

21Slamet Abidin Aminuddin, Fikih Munakahat I, (Bandung: Pustaka Setia,

1999), h.182

22

Ahmad Azhar Basyir, Hukum Perkawinan Islam, (Yogyakarta: UII Press,

2000), h.15

Page 30: PENYELESAIAN SENGKETA HARTA BERSAMA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41582/1/IVAN-FSH.pdf · Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi Salah

21

akan membawa konsekuensi terhadap kedudukan harta benda, baik harta tetap

maupun harta yang bergerak yang diperoleh sepanjang perkawinan adalah

menjadi hak bersama antara suami istri tanpa membedakan ataupun

mempermasalahkan siapa yang bekerja, siapa yang memperoleh uang yang

digunakan untuk membeli harta benda tersebut dan juga tanpa mempersoalkan

harta benda tersebut diatasnamakan suami maupun istri.23

Mengenai pengertian harta bersama disamping terdapat dalam

Kompilasi Hukum Islam, juga terdapat dalam pasal 35 Undang-undang No. 1

Tahun 1974 tentang Perkawinan, ayat (1) menyatakan: “Harta benda yang

diperoleh selama perkawinan menjadi harta bersama”, sedang ayat (2)

menyatakan:“Harta bawaan dari masing-masing suami dan istri dan harta

benda yang diperoleh masing-masing sebagai hadiah atau warisan adalah di

bawah penguasaan masing-masing sepanjang para pihak tidak menentukan

lain.”24

Dari ketentuan pasal 35 Undang-undang tentang Perkawinan sebagaimana

tersebut diatas, mengandung makna suatu perkawinan yang diselenggarakan

tanpa perjanjian kawin mengakibatkan timbulnya harta persatuan atau harta

bersama/harta gono-gini.

23Ahnad Rofiq, Hukum Islam Di Indonesia, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,

1995), h.200

24

Undang-Undang No. 1 Tahun 1974, Direktorat Pembinaan Badan Peradilan

Agama Islam, Direktorat Jenderal Pembinaan Kelembagaan Agama Islam DEPAG RI tahun

2001

Page 31: PENYELESAIAN SENGKETA HARTA BERSAMA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41582/1/IVAN-FSH.pdf · Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi Salah

22

B. Dasar Hukum Harta Bersama

Pada dasarnya tidak ada percampuran harta kekayaan dalam perkawinan

antara suami dan istri. Konsep harta bersama pada awalnya berasal dari adat-

istiadat atau tradisi yang berkembang di Indonesia. Konsep ini kemudian

didukung oleh hukum Islam dan hukum positif yang berlaku di negara kita.25

Dasar hukum tentang harta bersama dapat ditelusuri melalui Undang- undang

dan peraturan berikut.

a. Undang-undang Perkawinan No. 1 Tahun 1974 pasal 35 ayat (1),

disebutkan bahwa yang dimaksud dengan harta bersama adalah “Harta

benda yang diperoleh selama masa perkawinan”. Artinya, harta kekayaan

yang diperoleh sebelum terjadinya perkawinan tidak disebut sebagai harta

bersama.

b. Kitab Undang-undang Hukum Perdata pasal 119, disebutkan bahwa

“Sejak saat dilangsungkannya perkawinan, maka menurut hukum terjadi

harta bersama antara suami istri, sejauh tentang hal itu tidak diadakan

ketentuan-ketentuan lain dalam perjanjian perkawinan. Harta bersama

itu, selama perkawinan berjalan, tidak boleh ditiadakan atau diubah

dengan suatu persetujuan antara suami istri.”

c. Kompilasi Hukum Islam pasal 85, disebutkan bahwa “Adanya harta

bersama di dalam perkawinan itu tidak menutup kemungkinan adanya

25Happy Susanto, Pembagian Harta Gono-Gini Setelah Terjadinya Perceraian,

(Jakarta: Visimedia, 2003), h.8

Page 32: PENYELESAIAN SENGKETA HARTA BERSAMA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41582/1/IVAN-FSH.pdf · Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi Salah

23

harta milik masing-masing suami istri.”Di dalam pasal ini disebutkan

adanya harta bersama dalam perkawinan, akan tetapi tidak menutup

kemungkinan adanya harta milik masing-masing suami-istri.

Dalam Hukum Islam mengakui adanya harta yang merupakan hak milik

bagi setiap orang, baik mengenai pengurusan dan penggunaannya maupun

untuk melakukan perbuatan-perbuatan hukum atas harta tersebut. Disamping

itu juga diberi kemungkinan adanya suatu serikat kerja antara suami-istri

dalam mencari harta kekayaan. Oleh karenanya apabila terjadi perceraian

antara suami istri, harta kekayaan tersebut dibagi menurut hukum Islam

dengan kaidah hukum “Tidak ada kemudharatan dan tidak boleh

memudharatkan”. Dari kaidah hukum ini jalan terbaik untuk menyelesaikan

harta bersama adalah dengan membagi harta tersebut secara adil.26

Dalam Hukum Islam, baik kelompok Syafi‟iyah maupun para ulama yang

paling banyak diikuti oleh ulama lain, tidak ada satupun yang sudah

membahas masalah harta bersama dalam perkawinan. Dalam Al-Quran dan

sunnah, harta bersama tidak diatur dan tidak ada pembahasannya. Harta

kekayaan istri tetap menjadi milik istri dan dikuasai penuh olehnya demikian

juga sebaliknya.27

Dalam kitab-kitab fikih imam mahzab, hanya ditemui pembahasan bahwa

masing-masing harta suami istri terpisah tidak ada penggabungan harta setelah

pernikahan terjadi, suami hanya berkewajiban menafkahi istri. Dasar

hukumnya adalah Q.S. al-Nisa‟ (4): 32, yaitu:

26Bahder Johan Nasution dan Sri Warjiati, Hukum Perdata Islam,(Surabaya:

Mandar Maju, 1997),h.34

27

Hilman Hadi Kusuma, Hukum Perkawinan Indonesia Menurut Perundang-

Undangan Hukum Adat dan Hukum Agama, (Bandung, Mandar Maju, 2007), h.127

Page 33: PENYELESAIAN SENGKETA HARTA BERSAMA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41582/1/IVAN-FSH.pdf · Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi Salah

24

Artinya:“Dan janganlah kamu iri hati terhadap apa yang dikaruniakan Allah

kepada sebahagian kamu lebih banyak dari sebahagian yang lain. (karena)

bagi orang laki-laki ada bahagian dari pada apa yang mereka usahakan, dan

bagi Para wanita (pun) ada bahagian dari apa yang mereka usahakan, dan

mohonlah kepada Allah sebagian dari karunia-Nya. Sesungguhnya Allah

Maha mengetahui segala sesuatu.”

Jika dilihat dari sisi teknisnya kepemilikan harta secara bersamaan antara

suami dan istri dalam kehidupan perkawinan dapat disamakan dengan bentuk

kerja sama, atau dalam istilah fikih muamalah dapat dikategorikan sebagai

syirkah, yaitu akad antara dua pihak yang saling berserikat dalam hal modal

dan keuntungan.28

Atau bisa juga disebut kerjasama antara suami istri dan

telah banyak dibahas dalam kitab-kitab fikih, tetapi tidak dalam bab nikah

melainkan pada bab buyu’. Para ahli hukum islam menggolongkan syirkah

sebagai suatu usaha yang sah oleh para ahli hukum Islam sepanjang tidak ada

kecurangan atau ketidakadilan yang dilakukan oleh pihak-pihak tertentu.

Macam-macam syirkah: Pada dasarnya syirkah terbagi menjadi dua, yaitu

syirkah amlak dan syirkah uqud.29

Fuqaha hanafiyyah membedakan jenis

syirkah menjadi tiga macam, yaitu syirkah al-amwal, a’mal dan wujuh, dan

28Sayid Sabiq, Fiqh as-Sunnah, Jilid III, (Beirut: Dar al Fikr, 1983), h.294

29

Ghufron A. Mashadi, Fiqh Muamalah Kontekstual, (Jakarta: PT. Raja

Grafindo), h.93

Page 34: PENYELESAIAN SENGKETA HARTA BERSAMA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41582/1/IVAN-FSH.pdf · Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi Salah

25

masing-masing bisa bercorak muwafadhah dan inan. Sedangkan fuqaha

Hanabilah membedakan menjadi lima macam, yaitu syirkah inan,

muwafadhah, abdan, wujuh dan mudharabah. Adapun fuqaha Malikiyah dan

Syafi‟iyah membedakan menjadi empat jenis, yaitu inan, muwafadhah, abdan

dan wujuh.

Dari macam-macam syirkah di atas, dibagi menjadi dua kategori: Pertama,

syirkah al-amwal, al-a‟mal atau al-abdan dan al-wujuh. Pembagian syirkah ini

dalam kategori materi syirkah, sedangkan syirkah inan, muwafadhah dan

mudharabah dalam pembagian dari segi posisi dan komposisi saham.30

C. Ruang Lingkup Harta Bersama

Hak kepemilikan harta suami atau istri tidaklah menjadi berkurang atau

hilang di dalam perkawinan. Setiap suamidan istri tetap mempunyai hak

penuh terhadap hartanya. Akan tetapi, sebaiknya suami istri mengadakan

perjanjian percampuran harta kekayaan yang diperoleh selama dalam

hubungan perkawinan atas usahasendiri-sendiri atau atas usaha bersama-

sama.31

Terjadinya percampuran harta dapat dilaksanakan dengan mengadakan

perjanjian secara tertulis atau diucapkan sebelum atau sesudah berlangsungnya

akad nikah dalam suatu perkawinan, baik untuk harta yang diperoleh selama

perkawinan ataupun bawaan masing-masing. Dapat pula ditetapkan dengan

peraturan perundangan, bahwa harta yang diperoleh atas usaha salah seorang

30Abdurrahman al-Jaziri, Kitab al-Fiqh Ala Madzahib al-Arba’ah, (Beirut: Daar

al-Fikr, Juz III, (terjemahan), 1990 M/1410 H), h.79

31

Soemiyati, Hukum perkawinan, Hukum Perkawinan Islam Dan Undang-

Undang Perkawinan (Yogyakarta: Liberty, 1997), h.100

Page 35: PENYELESAIAN SENGKETA HARTA BERSAMA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41582/1/IVAN-FSH.pdf · Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi Salah

26

suami atau istri atau kedua-duanya dalam masa adanya hubungan perkawinan

adalah harta bersama.32

Percampuran harta kekayaan suami istri dapat pula terjadi dengan

kenyataan kehidupan suami istri itu. Dengan cara memang telah terjadi

percampuran harta kekayaan, apabila kenyataan suami istri itu bersatu dalam

mencari hidup dan membiayai hidup. Mencari hidup tidak hanya diartikan

mereka yang bergerak keluar rumah berusaha dengan nyata. Akan tetapi,

harus juga dilihat dari sudut pembagian kerja dalam keluarga.33

Di dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 pasal 35 ayat (1), bahwa

harta bersama meliputi harta-harta yang diperoleh suami istri sepanjang

perkawinan saja. Harta yang diperoleh sebelum perkawinan dan sesudah

perceraian menjadi harta pribadi masing-masing. Hadiah, hibah, wasiat dan

warisan menjadi harta pribadi kecuali para pihak berkehendak untuk

memasukkan ke dalam harta bersama. .34

Menurut Yahya Harahap, tentang ruang lingkup harta bersama yang

diperoleh selama perkawinan, dan untuk memperjelas status kepemilikan harta

dalam perkawinan, termasuk dalam harta bersama atau harta pribadi,dibagi

menjadi beberapa ruang lingkup, yaitu:35

32Sayuti Thalib, Hukum Kekeluargaan, (Jakarta: PT Raja Grafindo, 1998), h.84

33

Sayuti Thalib, Hukum Kekeluargaan,(Jakarta: PT. Raja Grafindo, 1998) h.85

34

Undang-Undang No. 1 Tahun 1974, Direktorat Pembinaan Badan Peradilan

Agama Islam, Direktorat Jenderal Pembinaan Kelembagaan Agama Islam DEPAG RI tahun

2001

35

Yahya Harahap, Kedudukan Kewenangan Dan Acara Peradilan Agama,

(Jakarta: Sinar Grafika, 2003), h.275-278

Page 36: PENYELESAIAN SENGKETA HARTA BERSAMA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41582/1/IVAN-FSH.pdf · Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi Salah

27

1. Harta Yang Dibeli Selama Perkawinan

Setiap barang yang dibeli selama perkawinan, harta tersebut menjadi

harta bersama suami istri tanpa mempersoalkan apakah suami atau istri

yang membeli, apakah harta tersebut terdaftar atas nama suami atau istri.

Apa saja yang dibeli selama perkawinan berlangsung otomatis menjadi

harta bersama. Tidak menjadi persoalan siapa di antara suami istri yang

membeli. Juga tidak menjadi persoalan atas nama suami atau istri harta

tersebut terdaftar. Juga tidak peduli apakah harta itu terletak dimanapun.

Yang penting, harta tersebut dibeli dalam masa perkawinan, dengan

sendirinya menurut hukum menjadi obyek harta bersama.

Akan tetapi, jika uang yang digunakan untuk membeli barang tersebut

berasal dari harta pribadi suami atau istri dan tidak ada perjanjian

perkawinan sebelumnya, dan uang pembelian barang tersebut secara murni

berasal dari harta pribadi, barang yang dibeli tidak termasuk obyek harta

bersama. Harta seperti itu menjadi milik pribadi suami atau istri.36

2. Harta Yang Dibeli Dan Dibangun Sesudah Perceraian Yang Dibiayai

Dari Harta Bersama

Dalam menentukan suatu barang termasuk obyek harta bersama,

ditentukan oleh asal-usul uang biaya pembelian atau pembangunan barang

yang bersangkutan, meskipun barang itu dibeli atau dibangun sesudah

terjadi perceraian. Misalnya suami istri selama perkawinan berlangsung

mempunyai harta dan tabungan, kemudian terjadi perceraian. Semua harta

36

Yahya Harahap, Kedudukan Kewenangan Dan Acara Peradilan Agama, (Jakarta:

Sinar Grafika, 2003), h.275

Page 37: PENYELESAIAN SENGKETA HARTA BERSAMA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41582/1/IVAN-FSH.pdf · Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi Salah

28

dan tabungan dikuasai suami dan belum dilakukan pembagian. Dari

tabungan tersebut suami membeli atau membangun rumah. Dalam kasus

ini, rumah yang dibeli atau dibangun oleh suami sesudah terjadi

perceraian, namun jika uang pembelian atau biaya pembangunan berasal

dari harta bersama, maka barang hasil pembelian atau pembangunan yang

demikian tetap masuk kedalam obyek harta bersama.37

3. Harta Yang Dapat Dibuktikan Dan Diperoleh Selama Perkawinan

Semua harta yang diperoleh selama perkawinan dengan sendirinya

menjadi harta bersama. Namun dalam sengketa perkara harta bersama,

tidak semulus dan sesederhana itu.

Biasanya pada setiap perkara harta bersama, pihak yang digugat selalu

mengajukan bantahan bahwa harta yang digugat bukan harta bersama,

tetapi harta pribadi. Hak pemilikan tergugat bisa dialihkannya berdasarkan

atas hak pembelian, warisan atau hibah. Apabila tergugat mengajukan

dalih yang seperti itu, maka untuk menentukan apakah suatu barang

termasuk harta bersama atau tidak ditentukan oleh kemampuan dan

keberhasilan penggugat membuktikan bahwa harta-harta yang digugat

benar-benar diperoleh selama perkawinan berlangsung, dan uang

pembeliannya tidak berasal dari uang pribadi.38

4. Penghasilan Pribadi Suami Istri

37

Yahya Harahap, Kedudukan Kewenangan Dan Acara Peradilan Agama, (Jakarta:

Sinar Grafika, 2003), h.276 38

Yahya Harahap, Kedudukan Kewenangan Dan Acara Peradilan Agama, (Jakarta:

Sinar Grafika, 2003), h.277

Page 38: PENYELESAIAN SENGKETA HARTA BERSAMA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41582/1/IVAN-FSH.pdf · Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi Salah

29

Di dalam harta bersama, semua penghasilan suami atau istri, baik

yang diperoleh darikeuntungan melalui perdagangan masing-masing

ataupun hasil perolehanmasing-masing pribadi menjadi harta bersama.

Jadi sepanjang penghasilan pribadi suami atauistri tidak terjadi pemisahan,

maka dengan sendirinya terjadi penggabungan ke dalam harta bersama.

Penggabungan penghasilan pribadi suami atau istri ini terjadi demi hukum,

sepanjang suami atau istri tidak menentukan lain dalam perjanjian

perkawinan.39

5. Penghasilan Harta Bersama Dan Harta Bawaan

Penghasilan yang tumbuh dari harta bersama atau berasal dariharta

bersama akan menjadi harta bersama. Akan tetapi, bukan hanya yang

tumbuh dari harta bersama yang menjadi obyek harta bersama diantara

suami istri, namun juga termasuk penghasilan yang tumbuh dari harta

pribadi suami istri akan jatuh menjadi obyek harta bersama. Dengan

demikian, fungsi harta pribadi dalam perkawinan, ikut menopang dan

meningkatkan kesejahteraan keluarga. Sekalipun hak dan kepemilikan

harta pribadi mutlak berada di bawah kekuasaan pemiliknya, namun harta

pribadi tidak terlepas dari fungsinya dan dari kepentingan keluarga.

Barang pokoknya memang tidak diganggu gugat, tapi hasil yang

tumbuh dari padanya jatuh menjadi obyek harta bersama. Ketentuan ini

berlaku sepanjang suami istri tidak menentukan lain dalam perjanjian

perkawinan. Jika dalam perjanjian perkawinan tidak diatur mengenai hasil

39

Yahya Harahap, Kedudukan Kewenangan Dan Acara Peradilan Agama, (Jakarta:

Sinar Grafika, 2003), h.277

Page 39: PENYELESAIAN SENGKETA HARTA BERSAMA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41582/1/IVAN-FSH.pdf · Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi Salah

30

yang timbul dari harta pribadi seluruh hasil yang diperoleh dari harta

pribadi suami istri jatuh menjadi harta bersama. Misalnya rumah yang

dibeli dari harta pribadi, bukan jatuh menjadi harta pribadi, tetapi jatuh

menjadi harta bersama. Oleh karena itu, harus dibedakan harta yang dibeli

dari hasil penjualan harta pribadi dengan harta yeng diperoleh dari hasil

yang timbul dari harta pribadi. Dalam hal harta yang dibeli dari hasil

penjualan harta pribadi, tetapi secara mutlak menjadi harta pribadi.40

D. Macam-macam Harta Bersama

Harta bersama diperoleh dari berbagai sumber, yang secara garis besar

dapat dibagi dalam 3 bagian:41

1. Harta yang memang telah dimiliki oleh masing-masing pasangan suami

dan istri sebelum mereka menikah atau yang disebut dengan harta bawaan.

2. Harta yang diperoleh suami istri pada saat mereka menikah, tetapi harta

tersebut diperoleh mereka bukan secara bersama atau sendiri melainkan

harta tersebut diperoleh dari hibah atau hadiah dari orang lain.

3. Harta yang diperoleh suami istri setelah mereka menikah dan harta

tersebut diperoleh secara bersama-sama ataupun oleh salah satu pihak

yang disebut harta pencaharian.

40

Yahya Harahap, Kedudukan Kewenangan Dan Acara Peradilan Agama, (Jakarta:

Sinar Grafika, 2003), h.278 41

Soemiyati, Hukum Perkawinan Islam Dan Undang-Undang Perkawinan,

(Yogyakarta: Liberty, 1997) h.99

Page 40: PENYELESAIAN SENGKETA HARTA BERSAMA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41582/1/IVAN-FSH.pdf · Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi Salah

31

Hukum positif di Indonesia mengatur harta bersama tersebut di dalam

Undang-Undang perkawinan No. 1 Tahun 1974 pasal 35 dan 36 sebagai

berikut:42

Pasal 35:

1) Harta benda yang diperoleh selama perkawinan menjadi harta benda

bersama;

2) Harta bawaan dari masing-masing suami istri dan harta benda yang

diperoleh masing-masing sebagai hadiah atau warisan adalah dibawah

penguasaan masing-masing sepanjang para pihak tidak menentukan lain.

Pasal 36:

1) Mengenai harta bersama suami istri dapat bertinak atas persetujuan kedua

belah pihak;

2) Mengenai harta bawaan masing-masing, suami dan istri mempunyai hak

sepenuhnya untuk melakukan perbuatan hukum mengenai harta bendanya;

Adanya harta bersama dalam perkawinan itu tidak menutup kemungkinan

adanya harta milik masing-masing suami atau istri. Hal itu ditegaskan di

dalam pasal 85 Kompilasi Hukum Islan. Adapun jenis-jenis harta bersama di

dalam pasal 91 Kompilasi Hukum Islam dinyatakan sebagai berikut:

1) Harta bersama sebagaimana tersebut dalam pasal 85 di atas dapat berupa

benda berwujud atau tidak berwujud.

2) Harta bersama yang berwujud dapat meliputi benda tidak bergerak, benda

bergerak, dan surat-surat berharga.

3) Harta bersama yang tidak berwujud dapat berupa hak maupun kewajiban.

42

Undang-Undang No. 1 Tahun 1974, Direktorat Pembinaan Badan Peradilan

Agama Islam, Direktorat Jenderal Pembinaan Kelembagaan Agama Islam DEPAG RI tahun

2001

Page 41: PENYELESAIAN SENGKETA HARTA BERSAMA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41582/1/IVAN-FSH.pdf · Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi Salah

32

4) Harta bersama dapat dijadikan sebagai barang jaminan oleh salah satu

pihak atas persetujuan pihak yang lainnya.43

Di dalam pasal 100 dan pasal 121 persatuan harta kekayaan meliputi:

“Harta kekayaan suami dan istri, baik yang bergerak maupun yang tidak

bergerak, yang sekarang maupun yang kemudian, termasuk juga yang

diperoleh dengan cuma-cuma (warisan, hibah); segala beban suami dan

istri yang berupa hutang suami dan istri, baik sebelum maupun sepanjang

perkawinan”.44

Jika ditelaah lebih dalam, pasal 91 KHI memberikan

makna dalam bahwa harta bersama adalah berupa benda milik suami istri

yang mempunyai nilai ekonomi dan nilai hukum, yaitu mempunyai nilai

kegunaan dan ada aturan hukum yang mengatur. Harta bersama dapat

berupa benda berwujud yang meliputi benda bergerak dan tidak bergerak

serta harta bersama dapat berbentuk surat-surat berharga dan harta

bersama dapat berupa benda tidak berwujud berupa hak dan kewajiban.

E. Terbentuknya Harta Bersama

Harta bersama adalah harta yang diperoleh selama perkawinan, yang ini

telah diamanatkan oleh pasal 35 UU Nomor 1 Tahun 1974, ini mengartikan

syirkah atau harta bersama itu terbentuk sejak tanggal terjadinya perkawinan

sampai perkawinan itu putus. Ketentuan tentang satu barang atau benda masuk

kedalam harta persatuan atau tidak ditentukan oleh faktor selama perkawinan

43

Abdurrahman, Kompilasi Hukum Islam Di Indonesia, (Surabaya: Mandar Maju,

1997) h.135 44

Ali Afandi, “Hukum Waris, Hukum Keluarga Dan Hukum Pembuktian”, (Jakarta:

PT. Rineka Cipta, 1997), h.167

Page 42: PENYELESAIAN SENGKETA HARTA BERSAMA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41582/1/IVAN-FSH.pdf · Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi Salah

33

antara suami dan istri berlangsung, barang menjadi harta bersama kecuali

harta yang diperoleh berupa warisan, wasiat dan hibah oleh satu pihak, harta

ini menjadi harta pribadi yang menerimanya.

Pasal 1 fjo pasal 85 Kompilasi Hukum Islam menyebutkan bahwa harta

bersama adalah harta yang diperoleh sepanjang perkawinan, baik benda itu

terdaftar atas nama suami ataupun sebaliknya atas nama istri. Akan tetapi akan

menjadi barang pribadi apabila harta yang dipergunakan untuk membeli benda

tersebut mengunakan harta pribadi suami atau istri dengan kata lain harta yang

dibeli dengan harta yang berasal dari barang pribadi adalah milik pribadi. Bisa

juga terjadi suami istri memiliki harta bersama setelah terjadi perceraian,

dengan ketentuan bahwa uang yang dipergunakan untuk membeli benda itu

berasal dari atau harta bersama semasa perkawinan terdahulu, sehingga ini

juga akan tetap dibagi sama banyak.

F. Hak dan Tanggung Jawab Suami Istri Terhadap Harta Bersama

Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974mengatur hak dan kewajiban

terhadap harta bersama pada pasal 36 ayat 1 mnjelaskan bahwa: “Mengenai

harta bersama, suami istri dapat bertindak atas prsetujuan kedua belah”.

Sedangkan pada ayat 2 disebutkan bahwa: “Mengenai harta bawaan masing-

masing, suami dan istri mempunyaihak sepenuhnya untuk melakukan

perbuatan hukum mengenai harta bendanya”.

Dalam KHI pasal 89 dan 90 dijelaskan bahwa suami berkewajiban

menjaga harta bersama, harta istri, maupun hartanya sendiri. Namun juga

memberi tanggung jawab kepada istri untuk turut menjaga harta bersama,

Page 43: PENYELESAIAN SENGKETA HARTA BERSAMA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41582/1/IVAN-FSH.pdf · Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi Salah

34

harta suami, dan hartanya sendiri. Jadi dalam pasal 89 dan 90 KHI ini

menjelaskan tentang pemeliharaan harta bersama.

Dilihat dari ketentuan perundangan-undangan di atas, maka yang menjadi

tujuan pemeliharaan harta bersama itu adalah semata-mata adalah untuk

menegakkan rumah tangga yang saling membantu satu pihak dengan pihak

lainnya agar terwujud keluarga harmonis.

Suami istri akan terkait dengan pihak ketiga dalam hal penggunaan harta

bersama jika dalam pernikahan mereka salah satu pihak mengingatkan diri

dengan pihak ketiga baik utang ataupun piutang, baik utang bersama maupun

utang pribadi. Problem yang muncul kemudian adalah tanggung jawab

terhadap utang tersebut. Untuk mempertegas pembahasan mengenai

utang dalam perkawinan, lebih dahulu perlu dipahami makna utang dalam

kapasitas pribadi masing-masing suami istri ataupun utang bersama selama

perkawinan.

Ada perbedaan antara utang bersama dan utang pribadi. Utang bersama

adalah utang yang dibuat oleh salah satu pihak baik suami atau istri yang

digunakan untuk keperluan rumah tangga. Utang pribadi merupakan utang

yang dibuat oleh suami atau istri yang digunakan untuk kepentingan pribadi

dan bukan untuk keperluan bersama atau keperluan sehari-hari untuk

keluarga.45

Berdasarkan hal tersebut, perihal tanggung jawab utang piutang masing-

masing suami istri dapat timbul antara lain bahwa utang-utang yang

45

J. Satrio, Hukum Harta Perkawinan, cet. ke-3 (Jakarta: Citra Aditya Bakti, 1993),

h.74-75

Page 44: PENYELESAIAN SENGKETA HARTA BERSAMA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41582/1/IVAN-FSH.pdf · Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi Salah

35

membebani dari masing-masing sebelum perkawinan, utang-utang yang dibuat

oleh suami istri untuk keperluan pribadinya dan utang-utang sesudah adanya

perceraian. Utang pribadi suami istri tersebut dibayar dengan menggunakan

harta pribadi masing-masing. Hal ini dipertegas dengan ketentuan pasal 93

ayat (1) KHI, bahwa “Pertanggungjawaban terhadap utang suami atau istri

dibebankan pada hartanya masing-masing.”

Dalam harta bersama pastinya ada yang dinamakan dengan pengeluaran .

pengeluaran ini biasanya diperuntukkan untuk keperluan sehari-hari, baik

untuk kebutuhan primer, sekunder, ataupun tersier. Pengeluaran bersama

adalah pengeluaran yang diperlukan untuk menghidupi keluarga yang

bersangkutan, termasuk didalamnya pengeluaran kebutuhan sehari-hari,

pengeluaran untuk kesehatan dan pengobatan serta pendidikan anak-

anak. Dengan demikian, harta bersama menanggung utang bersama.

Kompilasi Hukum Islam menjelaskan bahwa apabila harta bersama tidak

memadai untuk menutup tanggungan utang bersama maka dapat diambil dari

harta pribadi suami. Apabila harta pribadi suami tidak mencukupi, dibebankan

pada harta pribadi istri.

Kewajiban suami mempergunakan harta pribadinya untuk menutup utang

bersama sebelum mempergunakan harta pribadi istri dalam hal tidak

mencukupinya harta bersama, menurut penulis adalah terkait dengan

kedudukan suami sebagai kepala keluarga. Dengan kedudukan tersebut, suami

wajib melindungi istri dan memenuhi kebutuhan hidup berumah tangga sesuai

dengan kemampuannya. Artinya suami dengan penghasilannya menanggung

Page 45: PENYELESAIAN SENGKETA HARTA BERSAMA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41582/1/IVAN-FSH.pdf · Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi Salah

36

nafkah, tempat kediaman bagi istri, biaya rumah tangga, biaya perawatan dan

biaya pengobatan bagi istri dan anak, dan biaya pendidikan bagi anak.

Maka dianggap wajar bila harta bersama untuk menutup utang bersama

tidak cukup maka untuk menutup utang yang masih tersisa tadi itu harus

ditutup dengan harta pribadi suami. Jadi pelunasan utang bersama tersebut

sebenarnya lebih dibebankan kepada harta pribadi suami.

Tetapi hukum tidak hanya membebankan pelunasan utang tersebut

kepada salah satu pihak saja, melainkan kepada kedua belah pihak, mengingat

jika utang tersebut dipakai untuk keperluan keluarga. Hal ini dimaksudkan

agar kehidupan rumah tangga dapat kokoh.

G. Pembagian Harta Bersama Dalam Perceraian

Harta bersama antara suami istri baru dapat dibagi apabila hubungan

perkawinan itu sudah terputus. Hubungan perkawinan itu dapat terputus

karena kematian, perceraian, dan juga putusan pengadilan.46

Undang-undang

Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan pasal 37 mengatakan “Bila

perkawinan putus kerena perceraian harta bersama diatur menurut hukumnya

masing-masing” yang dimaksud dengan hukum masing-masing ditegaskan

dalam penjelasan pasal 37 ialah hukum agama, hukum adat dan hukum-

hukum lainnya.47

Dalam pasal 37 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tidak

menegaskan berapa bagian masing-masing antar suami atau istri, baik cerai

mati maupun cerai hidup, tetapi dalam Kompilasi Hukum Islam pasal 96 dan

46

Moh. Idris Ramulyo, Hukum Perkawinan Hukum Kewarisan, Hukum Acara

Peradilan Agama Dan Zakat, (Jakarta: PT. Raja Grafindo,1998) h.35 47

UU No.1 Tahun 1974, Direktorat Pembinaan Badan Peradilan Agama Islam,

Direktorat Jenderal Pembinaan Kelembagaan Agama Islam DEPAG RI tahun 2001

Page 46: PENYELESAIAN SENGKETA HARTA BERSAMA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41582/1/IVAN-FSH.pdf · Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi Salah

37

97 mengatur tentang pembagian syirkah ini baik cerai hidup maupun cerai

mati, yaitu masing-masing mendapat separuh dari harta bersama sepanjang

tidak ditentukan dalam perjanjian kawin. Selengkapnya pasal 96 Kompilasi

Hukum Islam berbunyi: “Apabila terjadi cerai mati maka separoh harta

bersama menjadi hak pasangan yang hidup lebih lama. Pembagian harta

bersama bagi seorang suami atau istri yang istri atau suaminya hilang harus

ditangguhkan sampai adanya kepastian matinya yang hakiki atau matinya

secara hukum atas dasar putusan Pengadilan Agama.”

Sedangkan pasal 97 Kompilasi Hukum Islam menyatakan, “Janda atau

duda yang cerai hidup masing-masing berhak seperdua dari harta bersama

sepanjang tidak ditentukan lain dalam perjanjian kawin”.48

Dari kedua pasal

di atas, dapat disimpulkan bahwa harta bersama atau syirkah akan dibagi sama

banyak atau seperdua bagian antara suami dan istri, hal ini dapat dilakukan

langsung atau dengan bantuan pengadilan.

Al-Qur'an maupun hadits tidak menjelaskan dengan tegas bahwa harta

yang diperoleh selama perkawinan menjadi milik suami sepenuhnya, dan juga

tidak menjelaskan dengan tegas bahwa harta yang diperoleh selama masa

perkawinan itu menjadi harta gono gini. Sehingga masalah ini merupakan

masalah yang perlu ditentukan dengan cara ijtihad, yaitu dengan

menggunakan akal pikiran manusia dan dengan sendirinya pemikiran tersebut

harus sesuai dengan hukum Islam.

48

Abdurrahman, Kompilasi Hukum Islam Di Indonesia, (Surabaya: Mandar Maju,

1997) h.145

Page 47: PENYELESAIAN SENGKETA HARTA BERSAMA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41582/1/IVAN-FSH.pdf · Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi Salah

38

Menurut hukum perkawinan Islam, istri mempunyai hak nafkah yang

wajib dipenuhi oleh suami. Maka pada dasarnya harta yang menjadi hak istri

selama dalam hubungan perkawinan adalah nafkah yang diperoleh dari

suaminya untuk hidupnya. Kecuali itu, mungkin juga ada pemberian-

pemberian tertentu dari suami, misalnya perhiasan, alat-alat rumah tangga,

pakaian yang biasanya langsung dipakai oleh istri.49

Di dalam hukum Islam tidak membahas secara rinci masalah harta gono gini

suami istri dalam perkawinan, melainkan hanya dalam garis besarnya saja.

Sehingga menimbulkan penafsiran yang berbeda. Para pakar hukum Islam di

Indonesia, ketika merumuskan pasal 85-97 KHI, setuju untuk mengambil

syirkah abdan sebagai landasan merumuskan kaidah-kaidah tentang harta gono

gini suami istri. Kebolehan dalam melakukan syirkah ini sesuai dengan firman

Allah SWT dalam Q.S. Shad (38) : 24, yaitu :

Artinya: “Dan sesungguhnya kebanyakan dari orang-orang yang berserikat

itu sebahagian mereka berbuat lalim kepada sebahagian yang lain, kecuali

orang orang yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh; dan amat

sedikitlah mereka ini.”

Para perumus KHI melakukan pendekatan dari jalur syirkahabdan dengan

hukum adat.50

Cara pendekatan ini tidak bertentangan dengan kebolehan

49

Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata Tentang Gugatan, Persidangan,

Penyitaan, Pembuktian, dan Putusan Pengadilan (Jakarta : PT. Raja Grafindo, 1998), h.102 50

Abdurrahman, Kompilasi Hukum Islam di Indonesia, (Surabaya : Mandar Maju,

1997), h. 98

Page 48: PENYELESAIAN SENGKETA HARTA BERSAMA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41582/1/IVAN-FSH.pdf · Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi Salah

39

menjadikan ’urf sebagai sumber hukum dan sejiwa dengan kaidah al-adatu al-

muhakkamah. 45 Pendapat tersebut memang bisa dibenarkan bahwasanya

sebuah kebiasaan atau ’urf bisa dijadikan sebagai dasar pengambilan hukum

Islam. Jadi hukum Islam tidak menjelaskan tentang adanya harta gono gini.

Namun dalam KHI yang merupakan acuan bagi hakim Pengadilan Agama

untuk memutuskan perkara bagi yang beragama Islam.

Gugatan harta bersama bisa diajukan bersamaan dengan permohonan atau

gugatan perceraian dan bisa juga setelah perceraian berkekuatan hukum tetap

(inkracht). Dalam sengketa harta bersama selama ini yang diajukan ke

Pengadilan Agama kebanyakan kumulatif (samenvoeging van vordering).51

Gugatan harta bersama diajukan bersamaan dengan permohonan/gugatan

perceraian. Hal ini dibolehkan sebgaimana yang disebutkan dalam pasal 86

ayat (1) Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 berikut : “ Gugatan soal

penguasaan anak, nafkah anak, nafkah istri, dan harta bersama suami istri

dapat diajukan bersama-sama dengan gugatan perceraian ataupun sesudah

putusan perceraian memperoleh kekuatan hukum tetap.”

Maka dari itu, gugatan ditinjau dari segi kuantitas terbagi dua, yakni

gugatan konvensi dan gugatan kumulasi.

1. Gugatan konvensi adalah gugatan yang berisi satu tuntutan, satu

penggugat dan satu tergugat. misalnya perkara gugatan perceraian

antara suami dan istri (satu lawan satu), maka yang diminta kepada

hakim adalah menjatuhkan talak kepada keduanya.

51

Wawancara Penulis dengan Dr. H. A. Choiri, S.H., M.H, Hakim Tinggi Pengadilan

Tinggi Agama Jakarta, pada hari kamis tanggal 6 April 2017, pukul 10.00 WIB.

Page 49: PENYELESAIAN SENGKETA HARTA BERSAMA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41582/1/IVAN-FSH.pdf · Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi Salah

40

2. Gugatan kumulasi (samenvoeging) adalah gugatan yang berisi

beberapa tuntutan atau beberapa penggugat atau beberapa tergugat.

Gugatan kumulasi (commulatie) dibagi dua, yakni kumulasi

subyektif (lebih dari satu penggugat atau tergugat) dan kumulasi

obyektif (lebih dari satu tuntutan). Contoh kumulasi subyektif

banyak terjadi dalam masalah kewarisan, beberapa penggugat

melawan satu tergugat atau sebaliknya. Contoh kumulasi obyektif

misalnya perkara perceraian, namun yang diminta di dalam

gugatannya disertakan dengan pembagian harta bersama.52

52

Dikutip dari laman www.lawiindonesia.wordpress.com (Tanggal 15 Februari 2017

Pukul 16.00)

Page 50: PENYELESAIAN SENGKETA HARTA BERSAMA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41582/1/IVAN-FSH.pdf · Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi Salah

41

BAB III

GAMBARAN UMUM PENGADILAN TINGGI AGAMA JAKARTA

A. Sejarah Pengadilan Tinggi Agama Jakarta

Pengadilan Tinggi Agama sebagai salah satu pilar peradilan dilingkungan

Mahkamah Agung, salah satu badan pelaksana kekuasaan kehakiman harus

mampu memberikan pelayanan hukum kepada masyarakat pencari keadilan secara

prima, yang sejalan dengan visi Mahkamah Agung.53

Namun sedikit orang yang

mengetahui sejarah berdiri lembaga peradilan tersebut. Penting untuk mengetahui

asal muasal lahirnya lembaga peradilan tersebut.

Sejarah terbentuknya PTA Jakarta tidak terlepas dari terbentuknya Peradilan

Agama itu sendiri. Secara yuridis formal, Peradilan Agama sebagai suatu Badan

Peradilan yang terkait dalam sistem kenegaraan lahir di Indonesia (Jawa dan

Madura) berdasarkan suatu Keputusan Raja Belanda (Konninklijk Besluit), yakni

Raja Willem II tanggal 19 Januari 1882 Nomor 24 yang dimuat dalam Staatsblad

1882 Nomor 152, terdiri dari 7 pasal. Keputusan Raja Belanda itu baru dinyatakan

berlaku setelah ada desakan dari umat Islam pada tanggal 1 Agustus 1882.54

Kemudian pemerintah Belanda pada tahun 1937 mengeluarkan Staatsblad

1937 Nomor 610 tentang Pembentukan Mahkamah Islam Tinggi (Hof voor

Islamietische Zaken) untuk Jawa dan Madura, berkedudukan di Jakarta, mulai

berlaku 1 Januari 1938. Kantor tersebut resmi dibuka pada tanggal 7 Maret 1938

M. bertepatan tanggal 5 Muharam 1357 H., bertempat di Gedung CikiniNo. 8,

53

Dikutip dari www.pta-jakarta.go.id(Tanggal 02 Februari 2017 Pukul 12.35 wib) 54

Dikutip dari www.pta-jakarta.go.id(Tanggal 02 Februari 2017 Pukul 12.35 wib)

Page 51: PENYELESAIAN SENGKETA HARTA BERSAMA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41582/1/IVAN-FSH.pdf · Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi Salah

42

Jakarta, menjabat sebagai ketua adalah K.H.Moehammad Isa. Peresmian tersebut

dihadiri oleh Wakil Direktur Van justitie sebagai wakil pemerintah dan wakil

wakil dari lapisan masyarakat.55

Tahun 1941, K.H. Moehammad Isa meninggal dunia. Kemudian Gubernur

Jenderal Hindia Belanda mengeluarkan surat keputusan Nomor 6 tanggal 11

Agustus 1941 yang berisi pengangkatan K.H.Moehammad Adnan, seorang

penghulu di Surakarta sebagai Ketua MIT di Jakarta.56

Kemudian, karena situasi Jakarta yang tidak kondusif, Menteri Kehakiman

melalui Surat Keputusan Menteri Kehakiman Nomor 2 tanggal 2 Januari 1946

yang berisi bahwa mulai 1 Januari 1946 memindahkan MIT di Jakarta ke

Surakarta untuk waktu yang tidak dapat ditentukan lamanya. Atas dasar surat

keputusan tersebut, K.H.Moehammad Adnan memindahkan MIT tersebut ke

Surakarta.57

Setelah pengakuan kedaulatan RI oleh Belanda pada tanggal 27 Desember

1949, suasana negeri mulai kondusif. Pusat pemerintahan RI kembali berpusat di

Jakarta dan kantor serta lembaga negara kembali dipindahkan ke Jakarta. Tetapi

MIT tidak kembali dipindahkan ke Jakarta, ia tetap berada di Surakarta dan

menjadi terkenal dengan nama MIT Surakarta.58

55

Dikutip dari www.pta-jakarta.go.id(Tanggal 02 Februari 2017 Pukul 12.35 wib) 56

Dikutip dari www.pta-jakarta.go.id(Tanggal 02 Februari 2017 Pukul 12.35 wib) 57

Dikutip dari www.pta-jakarta.go.id(Tanggal 02 Februari 2017 Pukul 12.35 wib) 58

Dikutip dari www.pta-jakarta.go.id(Tanggal 02 Februari 2017 Pukul 12.35 wib)

Page 52: PENYELESAIAN SENGKETA HARTA BERSAMA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41582/1/IVAN-FSH.pdf · Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi Salah

43

Pada tahun 1976, Menteri Agama mengeluarkan Surat Keputusan Menteri

Agama Nomor 71 Tahun 1976 tanggal 16 Desember 1976 tentang Pembentukan

Cabang Mahkamah Islam Tinggi Surakarta di Bandung dan Surabaya.59

Kemudian tahun 1980, Menteri Agama mengeluarkan Surat Keputusan

Menteri Agama Nomor 6 Tahun 1980 tentang Penyeragaman Penyebutan, dimana

untuk tingkat banding menggunakan nomenklatur Pengadilan Tinggi Agama dan

untuk tingkat pertama menjadi Pengadilan Agama. Dalam hal ini MIT Surakarta

menjadi Pengadilan Tinggi Agama Surakarta.Tahun 1985, Menteri Agama

mengeluarkan Surat Keputusan Menteri Agama Nomor 61 Tahun 1985 tanggal 16

Juli 1985 tentang Pemindahan Mahkamah Islam Tinggi dari Surakarta ke Ibukota

Negara di Jakarta.60

Keputusan itu baru terlaksana dengan diresmikan Pengadilan Tinggi Agama

Jakarta pada tanggal 30 Oktober 1987, dengan ketuanya Drs. H. M. Taufik. Maka

sejak tahun 1987, secara otomatis Pengadilan Agama yang sudah ada di DKI

Jakarta menjadi berada di bawah Pengadilan Tinggi Agama Jakarta.Pada saat itu

PTA Jakarta menempati gedung milik Kementerian Agama RI, yang beralamat di

Jalan Cemara Nomor 42, Jakarta Pusat. Dan hingga sekarang telah menempati

gedung sendiri di Jalan Radin Inten II Kecamatan Duren Sawit, Jakarta Timur.61

Pengadilan Tinggi Agama Jakarta mencanangkan visi yaitu “Terwujudnya

Pengadilan Tinggi Agama Jakarta yang Agung.” Sedangkan misi yang merupakan

sesuatu yang harus diemban atau dilaksanakan sesuai visi yang ditetapkan agar

tujuan organisasi dapat terlaksana dan terwujud dengan baik dari Pengadilan

59

Dikutip dari www.pta-jakarta.go.id(Tanggal 02 Februari 2017 Pukul 12.35 wib) 60

Dikutip dari www.pta-jakarta.go.id(Tanggal 02 Februari 2017 Pukul 12.35 wib) 61

Dikutip dari www.pta-jakarta.go.id(Tanggal 02 Februari 2017 Pukul 12.35 wib)

Page 53: PENYELESAIAN SENGKETA HARTA BERSAMA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41582/1/IVAN-FSH.pdf · Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi Salah

44

Tinggi Agama Jakarta adalah sebagaiberikut:

1. Mewujudkan peradilan yang sederhana, cepat, biaya ringan dan

transparansi.

2. Meningkatkan kuantitas dan kualitas Sumber Daya Aparatur Peradilan

dalamrangka peningkatan pelayanan pada masyarakat

3. Melaksanakan tertib administrasi dan manajemen peradilan yang efektif

danefisien.

4. Mengupayakan tersedianya sarana prasarana dan profesional.62

B. Tugas-tugas Pokok Pengadilan Tinggi Agama Jakarta

Tugas-tugas pokok Pengadilan Tinggi Agama Jakarta adalah sebagai berikut :

1. Pengadilan Tinggi Agama bertugas dan berwenang mengadili perkara

yang menjadi kewenangan Pengadilan Agama dalam tingkat banding.

Sebagaimana telah diatur dalam Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989

jo. Undang-undang Nomor 3 tahun 2006, tentang Perubahan atas

Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama yakni

menyangkut perkara-perkara: perkawinan, waris, wasiat, hibah, wakaf,

zakat, infaq, shadaqoh, dan ekonomi syariah.

2. Memberikan pelayanan yustisial bagi perkara banding.

3. Memberikan pelayanan di bidang administrasi perkara banding dan

administrasi peradilan lainnya.

62

Dikutip dari www.pta-jakarta.go.id(Tanggal 02 Februari 2017 Pukul 12.35 wib)

Page 54: PENYELESAIAN SENGKETA HARTA BERSAMA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41582/1/IVAN-FSH.pdf · Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi Salah

45

4. Memberikan keterangan, pertimbangan dan nasehat tentang Hukum

Islam pada instansi pemerintah di daerah hukumnya, apabila diminta

sebagaimana diatur dalam pasal 52 Undang-undang Nomor 3 Tahun

2006 tentang perubahan atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989

tentang Peradilan Agama.

5. Mengadakan pengawasan atas pelaksanaan tugas dan perilaku hakim,

panitera, sekretaris dan jurusita di daerah hukumnya.

6. Mengadakan pengawasan terhadap jalannya peradilan di tingkat

Pengadilan Agama dan menjaga agar peradilan diselenggarakan dengan

seksama dan sewajarnya.

7. Memberikan pelayanan administrasi umum kepada semua unsur di

lingkungan Pengadilan Tinggi Agama dan Pengadilan Agama.

8. Melaksanakan tugas-tugas pelayanan lainnya seperti hisab rukyat dan

sebagainya.63

C. Kewenangan Absolut Pengadilan Tinggi Agama Jakarta

Kewenangan absolut (absolute competentie) adalah kekuasaan peradilan

yang berhubungan dengan jenis perkara atau jenis pengadilan atau tingkat

pengadilan,dalam perbedaannya dengan jenis perkara atau jenis pengadilan

atau tingkat pengadilan lainnya. Kekuasaan pengadilan di lingkungan

Peradilan Agama adalah memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara

63

Dikutip dari www.pta-jakarta.go.id(Tanggal 02 Februari 2017 Pukul 12.35 wib)

Page 55: PENYELESAIAN SENGKETA HARTA BERSAMA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41582/1/IVAN-FSH.pdf · Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi Salah

46

perdata tertentu di kalangan golongan rakyat tertentu, yaitu orang-orang yang

beragama Islam.64

Berbicara tentang kewenangan absolut Pengadilan Tinggi Agama Jakarta,

tidak terlepas dengan kewenangan absolut Pengadilan Agama itu sendiri.

Hanya saja yang membedakannya adalah Pengadilan Tinggi Agama

menyelesaikan sengketa pada tahap banding.

Wewenang (kompetensi) Peradilan Agama diatur dalam pasal 49 sampai

dengan pasal 53 UU No. 7 tahun 1989 tentang Peradilan Agama. Wewenang

tersebut terdiri atas wewenang relatif dan wewenang absolut. Wewenang

relatif Peradilan Agama merujuk pada pasal 118 HIR atau pasal 142 RB.g. jo.

pasal 66 dan pasal 73 UU No.7 tahun 1989 tentang Peradilan Agama, sedang

wewenang absolut berdasarkan pasal 49 UU No. 7 tahun 1989. Perkara yang

menjadi kewenangan absolut Pengadilan Agama yakni : perkawinan, waris,

wasiat, hibah, wakaf, zakat, infaq, shadaqoh, dan ekonomi syariah.

D. Prosedur Pengajuan Perkara di Pengadilan Tinggi Agama Jakarta

Prosedur atau alur pengajuan perkara di Pengadilan Tinggi Agama Jakarta

sebagai berikut :

1. Pihak berperkara datang ke Pengadilan Agama dengan membawa surat

gugatan atau permohonan

2. Pihak berperkara menghadap petugas Meja I dan menyerahkan surat

gugatan atau permohonan,minimal 5 (lima) rangkap.Untuk surat

64

M. Yahya Harahap, Kedudukan Kewenangan dan Acara Peradilan Agama,

(Jakarta: Sinar Grafika, 2003), h.56

Page 56: PENYELESAIAN SENGKETA HARTA BERSAMA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41582/1/IVAN-FSH.pdf · Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi Salah

47

gugatan ditambah sejumlah Tergugat. Dokumen yang perlu diserahkan

kepada Meja I adalah :

a. Surat kuasa khusus (dalam hal Penggugat atau Pemohon

menguasakan kepada pihak lain).

b. Fotokopi kartu tanda advokat bagi yang menggunakan jasa

advokat.

c. Surat kuasa insidentil harus ada keterangan tentang hubungan

keluarga dari kepala desa/lurah dan/atau surat izin khusus dari

atasan bagi PNS/POLRI/TNI.

3. Petugas Meja I (dapat) memberikan penjelasan yang dianggap perlu

berkenaan dengan perkara yang diajukan dan menaksir panjar biaya

perkara yang kemudian ditulis dalam Surat Kuasa Untuk Membayar

(SKUM).Besarnya panjar biaya perkara diperkirakan harus telah

mencukupi untuk menyelesaikan perkara tersebut, didasarkan pada

pasal 182ayat (1) HIR atau pasal 90 Undang-

undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2006 tentang perubahan

atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama

dan terahir Undang-undang Nomor 50 Tahun 2009.

Catatan yang perlu diketahui oleh pihak berperkara :

a. Bagi yang tidak mampu dapat diijinkan berperkara secara Prodeo

(cuma-cuma). Ketidakmampuan tersebut dibuktikan dengan

melampirkan surat keterangan dari lurah atau kepala desa setempat

yang dilegalisasi oleh camat.

Page 57: PENYELESAIAN SENGKETA HARTA BERSAMA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41582/1/IVAN-FSH.pdf · Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi Salah

48

b. Bagi yang tidak mampu maka panjar biaya perkara ditaksir Rp.0,00

dan ditulis dalam Surat Kuasa Untuk Membayar

(SKUM),didasarkan pasal 237-245 HIR.

c. Dalam tingkat pertama,para pihak yang tidak mampu atau

berperkara secara prodeo ini ditulis dalam surat gugatan atau

permohonan bersama-sama (menjadi satu) dengan gugatan

perkara.Dalam posita surat gugatan atau permohon untuk

berperkara secara prodeo dan dalam petitumnya.

4. Petugas Meja I menyerahkan kembali surat gugatan atau permohonan

kepada pihak berperkara disertai dengan Surat Kuasa Untuk

Membayar (SKUM) dalam rangkap 3 (tiga).

5. Pihak berperkara menyerahkan kepada pemegang kas (kasir) surat

gugatan atau permohonan tersebut dan Surat Kuasa Untuk Membayar

(SKUM).

6. Pemegang kas menyerahkan asli Surat Kuasa Untuk Membayar

(SKUM) kepada pihak berperkara sebagai dasar penyetoran panjar

biaya perkara ke bank.

7. Pihak berperkara datang ke loket layanan bank dan mengisi slip

penyetoran panjar biaya perkara.Pengisian data dalam slip bank

tersebut sesuai dengan Surat Kuasa Untuk Membayar (SKUM),seperti

nomor urut,dan besarnya biaya penyetoran.Kemudian pihak berperkara

menyerahkan slip bank yang telah diisi dan menyetorkan uang sebesar

yang tertera dalam slip bank tersebut.

Page 58: PENYELESAIAN SENGKETA HARTA BERSAMA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41582/1/IVAN-FSH.pdf · Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi Salah

49

8. Setelah pihak berperkara menerima slip bank yang telah divalidasi dari

petugas layanan bank,pihak berperkara menunjukan slip bank tersebut

dan menyerahkan Surat Kuasa Untuk Membayar (SKUM) kepada

pemegang kas.

9. Pemegang kas setelah meneliti slip bank kemudian menyerahkan

kembali kepada pihak berperkara.Pemegang kas kemudian memberi

tanda lunas dalam Surat Kuasa Untuk Membayar (SKUM) dan

menyerahkan kembali kepada pihak berperkara asli dan tindasan

pertama Surat Kuasa Untuk Membayar (SKUM) serta surat gugatan

atau permohonan yang bersangkutan.

10. Pihak berperkara menyerahkan kepada petugas Meja II surat gugatan

atau permohonan sebanyak jumlahtergugat ditambah 2(dua) rangkap

serta tindasan pertama Surat Kuasa Untuk Membayar (SKUM).

11. Petugas Meja II mendaftar/mencatat surat gugatan atau permohonan

dalam register bersangkutan serta memberi nomor register pada surat

gugatan atau permohonan tersebut yang diambil dari nomor

pendaftaran yang diberikan oleh pemegang kas.

12. Petugas Meja II menyerahkan kembali 1 (satu) rangkap surat gugatan

atau permohonan yang telah diberi nomor register kepada pihak

berperkara.65

Pihak/pihak-pihak berperkara akan dipanggil oleh jurusita/jurusita

pengganti untuk menghadap ke persidangan setelah ditetapkan Susunan

65

Dikutip dari www.pta-jakarta.go.id(Tanggal 02 Februari 2017 Pukul 12.35 wib)

Page 59: PENYELESAIAN SENGKETA HARTA BERSAMA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41582/1/IVAN-FSH.pdf · Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi Salah

50

Majelis Hakim (PMH) dan hari sidang pemeriksaan perkaranya (PHS).

Selanjutnya dalam proses persidangan hanya memutus perkara tersebut.66

66

Dikutip dari www.pta-jakarta.go.id(Tanggal 02 Februari 2017 Pukul 12.35 wib)

Page 60: PENYELESAIAN SENGKETA HARTA BERSAMA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41582/1/IVAN-FSH.pdf · Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi Salah

51

BAB IV

PENETAPAN HARTA BERSAMA DALAM PERSPEKTIF

HUKUM POSITIF DAN FIKIH

A. Pertimbangan Hakim Dalam Menetapkan Harta Bersama 1/3 Bagian

Untuk Suami dan 2/3 Bagian Untuk Istri

1. Kasus Posisi

Pengadilan Tinggi Agama Jakarta pada tanggal 3 November 2014 telah

menerima permohonan banding atas putusan Pengadilan Agama Jakarta

Selatan Nomor 1675/Pdt.G/2013/PA.JS dan mendapatkan nomor perkara

42/Pdt.G/2015/PTA.JK dari Pembanding yang identitasnya sebagai

berikut:

a. Pembanding, umur 47 tahun, agama Islam, pekerjaan swasta,

bertempat tinggal di Jakarta Selatan. Dahulu sebagai Tergugat.

Penggugat Rekonvensi. Sekarang Pembanding.

Melawan Terbanding yang identitasnya sebagai berikut :

b. Terbanding, umur 50 tahun, agama Islam, pekerjaan pegawai negeri

sipil, bertempat tinggal di Padang. Dahulu sebagai Penggugat/Tergugat

Rekonvensi. Sekarang Terbanding.

Pembanding dan Terbanding sudah resmi bercerai berdasarkan akta

cerai yang dikeluarkan Pengadilan Agama Jakarta Selatan tanggal 11

April 2013. Itu artinya bahwa gugatan harta bersama Nomor

1675/Pdt.G/2013/PA.JS bukan gugatan kumulasi.

Page 61: PENYELESAIAN SENGKETA HARTA BERSAMA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41582/1/IVAN-FSH.pdf · Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi Salah

52

Berdasarkan keterangan dari Hakim TInggi Pengadilan Tinggi Agama

Jakarta, Dr. H. A. Choiri, S.H., M.H , nama-nama orang yang berperkara

sengaja dianonim (disamarkan) untuk menjaga nama baik dan juga hal-hal

lain nanti yang bisa merugikan kedua pihak di kemudian hari. Maka dari

itu juga penulis menganonim nama-nama Pembanding dan Terbanding.

Gugatan harta bersama pada putusan Nomor 1675/Pdt.G/2013/PA.JS

yang bertindak sebagai Penggugat adalah Terbanding yang tidak lain

adalah suami Pembanding. Di dalam putusan tersebut terbanding tidak

menerima putusan Pengadilan Agama Jakarta Selatan yang memutuskan

bagian untuknya 1/2 dari harta bersama karena menganggap putusan

tersebut tidak memenuhi unsur keadilan, dimana Pembanding lebih

mempunyai andil dalam mendapatkan harta bersama tersebut selama

perkawinan. Harta bersama yang dimaksud adalah sebagai berikut:

1. Sebidang tanah seluas 216 M2

beserta bangunan seluas 300 M2 atas

nama Fauziah S. yang berlokasi di Jalan Peninggaran Timur III No.

23C Kelurahan Kebayoran Lama Utara, Kecamatan Kebayoran Lama,

Kota Jakarta Selatan, dengan batas-batas sebagai berikut :

a. Sebelah Utara : berbatasan dengan tanah milik bapak Sumarno;

b. Sebelah Timur : berbatasan dengan tanah milik bapak H. Sri

Widodo;

c. Sebelah Selatan : berbatasan dengan Jalan Peninggaran Timur III;

d. Sebelah Barat : berbatasan dengan tanah bapak Asniwar Said;

Page 62: PENYELESAIAN SENGKETA HARTA BERSAMA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41582/1/IVAN-FSH.pdf · Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi Salah

53

2. Sebidang tanah seluas 220 M2

beserta bangunan seluas 300 M2

atas

nama Fauziah S. di Jalan Peninggaran Timur III No. 23C Kelurahan

Kebayoran Lama Utara, Kecamatan Kebayoran Lama, Kota Jakarta

Selatan, dengan batas-batas sebagai berikut :

a. Sebelah Utara : berbatasan dengan tanah bapak H. Muhaimin;

b. Sebelah Selatan : berbatasan dengan Jalan Peninggaran Timur

III;

c. Sebelah Barat : brbatas dengan tanah milik bapak H. Somad;

d. Sebelah Timur : berbatasan dengan tanah bapak Muhammad

Nur;

3. 1 (satu) unit mobil/kendaraan roda 4, merk SUZUKI Mini Bus, tahun

1996, warna biru, Nomor Polisi B-2927 RR atas nama Syamsul Bahri;

4. 1 (satu) unit mobil/kendaraan roda 4, merk SUZUKI Futura, tahun

2007, warna merah metalik, No. Polisi B-1235 GB atas nama Fauziah

S;

5. 1 (satu) unit mobil/kendaraan roda 4, merk SUZUKI Carry, tahun

2003, warna biru, No. Polisi B-8238 EN atas nama Fauziah S;

6. Uang muka dan uang cicilan pembayaran 1 (satu) mobil merk

HONDA CRV 20 AT, tahun 2011, warna abu-abu metalik, Nomor

Polisi B-1321 SJE atas nama Fauziah S sejumlah Rp. 222.983.911,-

(dua ratus dua puluh dua juta sembilan ratus delapan puluh tiga ribu

sembilan ratus sebelas rupiah).

Page 63: PENYELESAIAN SENGKETA HARTA BERSAMA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41582/1/IVAN-FSH.pdf · Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi Salah

54

Sehingga ketika putusan telah dibacakan pada tanggal 28 Oktober 2014,

yang pada saat itu Pembanding hadir, Pembanding langsung mengajukan

permohonan banding pada tanggal 3 November 2013. Itu artinya

permohonan banding dari Pembanding dapat diterima karena masih dalam

tenggang waktu yakni 14 hari. Dan juga Pembanding memenuhi syarat

legal standing sebagai orang yang mempunyai hak berperkara dalam

putusan ini, berdasarkan pasal 61 Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006

dan perubahan kedua dengan Undang-undang Nomor 50 Tahun 2009.

Oleh karena itu permohonan banding dari Pembanding dapat diterima oleh

Pengadilan Tinggi Agama. Kemudian memori banding telah diberitahukan

kepada Terbanding pada tanggal 6 November 2014 dan Terbanding

mengajukan kontra memori bandingnya pada tanggal 18 November 2014.

Dan kontra memori bandingnya telah disampaikan kepada Pembanding

pada tanggal 21 November 2014.

2. Duduk Perkara

Tentang duduk perkaranya atau motif Pembanding mengajukan

gugatan ke Pengadilan Tinggi Agama Jakarta adalah sebagai berikut :

a. Pembanding tidak menerima putusan Pengadilan Agama Jakarta

Selatan yang menetapkan sebidang tanah dan beberapa unit mobil

sebagai harta bersama dan menghukum Pembanding untuk

menyerahkan ½ dari harta bersama tersebut ke Pembanding.

b. Kemudian Pembanding mengajukan memori banding pada PTA

Jakarta dan mendapat nomor perkara 42/Pdt.G/2015/PTA.JK

Page 64: PENYELESAIAN SENGKETA HARTA BERSAMA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41582/1/IVAN-FSH.pdf · Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi Salah

55

3. Pertimbangan Hakim

Dalam memutuskan perkara ini, Majelis Hakim

mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut :

a. Bahwa berdasarkan bukti-bukti yang telah disertakan di dalam

persidangan oleh Pembanding, terbukti Pembanding dengan menunjukkan

SHM atas nama Pembanding, telah membeli sebidang tanah di Kebayoran

Lama seluas 216 M2

dan bangunan permanen 300 M2. Kemudian tanah

seluas 220 M2

dan bangunan seluas 300 M2

juga atas nama Pembanding.

Kemudian sejumlah unit mobil yang surat-suratnya atas nama Pembanding.

Semuanya telah terbukti sah adalah milik Pembanding.

b. Majelis Hakim Pengadilan Tinggi Agama Jakarta berpendapat

bahwa bedasarkan pasal 35 ayat (1) Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974

jo. pasal 1 huruf (f) Kompilasi Hukum Islam, harta bersama adalah harta

yang diperoleh masing-masing suami dan istri atau yang diperoleh bersama

suami dan istri. Oleh karena tanah, rumah, dan sejumlah unit mobil tersebut

dibeli oleh Pembanding pada saat terikat perkawinan dengan Terbanding,

maka harta tersebut termasuk harta bersama.

c. Majelis Hakim Pengadilan Tinggi Agama Jakarta setelah melihat

bukti dan menimbang secara seksama, berkesimpulan bahwa tanah yang

disebutkan di atasdan bangunan permanen di atas tanah serta sejumlah unit

mobil tersebut yang terletak di Jakarta Selatan adalah harta bersama

Pembanding dan Terbanding.

Page 65: PENYELESAIAN SENGKETA HARTA BERSAMA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41582/1/IVAN-FSH.pdf · Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi Salah

56

d. Pihak Pembanding lah yang menjalankan usaha catering dengan

omset per bulan lebih dari Rp. 30.000.000.,-. Yang hasilnya digunakan

untuk menafkahi keluarga Pembanding dan Terbanding.

e. Majelis Hakim menimbang berdasarkan fakta-fakta tersebut akan

tidak adil jika dalam pembagian harta bersama tersebut menerapkan pasal

97 Kompilasi Hukum Islam yakni dibagi dengan bagian yang sama untuk

Pembanding dan Terbanding. Oleh karena itu pasal 97 Kompilasi Hukum

Islam tersebut harus dipahami bahwa harta bersama dibagi dua antara suami

dan istri jika kebutuhan rumah tangga semuanya ditanggung oleh karena

kewajibannya, sebagaimana diatur dalam pasal 34 Undang-undang

Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 jo. pasal 80 ayat (2) Kompilasi Hukum

Islam, di samping itu sesuai dengan substansi Al-Qur‟an Surat An-Nisa ayat

32. Majelis Hakim menimbang berdasarkan Kompilasi Hukum Islam pasal

229 wajib memahami nilai-nilai hukum yang hidup dan tumbuh di dalam

masyarakat. Memahami bahwa keadilan tidak mempunyai batas ruang dan

waktu. Sedangkan Undang-undang mempunyai batas (parsial) karena dibuat

oleh manusia, sehingga sangat mungkin suatu Undang-undang atau

peraturan tidak bisa digunakan pada suatu perkara yang kasuistis seperti ini.

f. Majelis Hakim menimbang, walaupun mengesampingkan pasal 97

Kompilasi Hukum Islam (asas legal formal), hakim sebagai pembuat hukum

(judge made law) harus lebih jeli lagi melihat dasar-dasar keadilan

berdasarkan nuraninya. Dimana dalam kasus ini hakim melihat pihak

Page 66: PENYELESAIAN SENGKETA HARTA BERSAMA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41582/1/IVAN-FSH.pdf · Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi Salah

57

Pembanding yang lebih banyak berkontribusi dalam mengumpulkan harta

bersama dan mempunyai itikad baik untuk menafkahi keluarga.

g. Terhadap pertimbangan-pertimbangan tersebut di atas, Majelis

Hakim Pengadilan Tinggi Agama Jakarta menetapkan pembagian harta

bersama masing-masing untuk Pembanding 2/3 bagian dan untuk

Terbanding 1/3 bagian.

4. Amar Putusan

Majelis Hakim Pengadilan Tinggi Agama Jakarta mengadili

perkara Nomor 42/Pdt.G/2015/PTA.JK yang isinya sebagai berikut :

a. Menerima permohonan banding dari Pembanding. Pembanding

memenuhi syarat legal standing sebagai orang yang berhak berperkara

dalam perkara Nomor 42/Pdt.G/2015/PTA.JK. Tidak obscur liebel dan

sudah sesuai dengan kewenangan relatif Pengadilan Tinggi Agama Jakarta.

b. Pengadilan Tinggi Agama Jakarta membatalkan dan melakukan

perbaikan putusan Pengadilan Agama Jakarta Selatan Nomor

1675/Pdt.G/2013/PA.JS.

c. Menetapkan bahwa:

1. Sebidang tanah seluas 216 M2

beserta bangunan seluas 300 M2 atas

nama Fauziah S. yang berlokasi di Jalan Peninggaran Timur III No. 23C

Kelurahan Kebayoran Lama Utara, Kecamatan Kebayoran Lama, Kota

Jakarta Selatan, dengan batas-batas sebagai berikut :

a. Sebelah Utara : berbatasan dengan tanah milik bapak Sumarno;

Page 67: PENYELESAIAN SENGKETA HARTA BERSAMA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41582/1/IVAN-FSH.pdf · Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi Salah

58

b. Sebelah Timur : berbatasan dengan tanah milik bapak H. Sri

Widodo;

c. Sebelah Selatan : berbatasan dengan Jalan Peninggaran Timur III;

d. Sebelah Barat : berbatasan dengan tanah bapak Asniwar Said;

2. Sebidang tanah seluas 220 M2

beserta bangunan seluas 300 M2

atas

nama Fauziah S. di Jalan Peninggaran Timur III No. 23C Kelurahan

Kebayoran Lama Utara, Kecamatan Kebayoran Lama, Kota Jakarta Selatan,

dengan batas-batas sebagai berikut :

a. Sebelah Utara : berbatasan dengan tanah bapak H. Muhaimin;

b. Sebelah Selatan : berbatasan dengan Jalan Peninggaran Timur III;

c. Sebelah Barat : brbatas dengan tanah milik bapak H. Somad;

d. Sebelah Timur : berbatasan dengan tanah bapak Muhammad Nur;

3. 1 (satu) unit mobil/kendaraan roda 4, merk SUZUKI Mini Bus,

tahun 1996, warna biru, Nomor Polisi B-2927 RR atas nama Syamsul Bahri;

a. 1 (satu) unit mobil/kendaraan roda 4, merk SUZUKI Futura, tahun

2007, warna merah metalik, No. Polisi B-1235 GB atas nama Fauziah S;

b. 1 (satu) unit mobil/kendaraan roda 4, merk SUZUKI Carry, tahun

2003, warna biru, No. Polisi B-8238 EN atas nama Fauziah S;

c. Uang muka dan uang cicilan pembayaran 1 (satu) mobil merk

HONDA CRV 20 AT, tahun 2011, warna abu-abu metalik, Nomor Polisi

B-1321 SJE atas nama Fauziah S sejumlah Rp. 222.983.911,- (dua ratus

dua puluh dua juta sembilan ratus delapan puluh tiga ribu sembilan ratus

sebelas rupiah).

Page 68: PENYELESAIAN SENGKETA HARTA BERSAMA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41582/1/IVAN-FSH.pdf · Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi Salah

59

Adalah harta bersama Pembanding dan Terbanding.

e. Menetapkan 2/3 bagian dari harta bersama untuk Pembanding dan

1/3 untuk Terbanding.

f. Menghukum Pembanding untuk membagi harta bersama tersebut

dan menyerahkan 1/3 bagian kepada Terbanding, jika tidak dapat dibagi

secara natura/riil harta bersama tesebut dijual secara lelang di depan

umum dan hasilnya 1/3 bagian diserahkan kepada Terbanding.

Menurut penulis, apa yang telah diputuskan oleh hakim telah benar

meskipun tidak sesuai dengan KHI karena tujuan dari hukum adalah

keadilan dan keadilan adalah segalanya. Pada pembahasan bab 2 di poin

Harta Yang Dibeli Selama Perkawinan, penulis menjelaskan tentang uang

yang digunakan untuk membeli barang tersebut berasal dari harta pribadi

suami atau istri, jika uang pembelian barang tersebut secara murni berasal

dari harta pribadi, maka barang yang dibeli tidak termasuk obyek harta

bersama.Dan pada pembahasan bab 2 tentang terbentuknya Harta Bersama

adalah bahwa akan menjadi barang pribadi apabila harta yang dipergunakan

untuk membeli benda tersebut menggunakan harta pribadi suami atau istri

dengan kata lain harta yang dibeli dengan harta yang berasal dari barang

pribadi adalah milik pribadi. Dan pada pertimbangan hakim dalam

memutuskan perkara tersebut dengan berdasarkan bukti-bukti di dalam

persidangan semuanya telah terbukti sah milik pembanding dengan barang

yang dibeli adalah milik pribadi.

Page 69: PENYELESAIAN SENGKETA HARTA BERSAMA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41582/1/IVAN-FSH.pdf · Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi Salah

60

Majelis hakim juga telah menimbang secara seksama tidak adil jika

menerapkan pasal 97 KHI karena kewajiban suami untuk menafkahi

keluarganya tidak dilakukan.

B. Tinjauan Hukum Positif Terhadap Putusan No 42/Pdt.G/2015/PTA/JK

Penegakkan hukum harus memperhatikan tiga hal, yaitu : kepastian hukum

(rechtsicherheit), kemanfaatan (zweckmassigkeit), dan keadilan

(gerechttigkeit). Demikian, jika hakim hendak memutuskan perkara, maka

pijakannya harus pada tiga unsur tersebut.67

Dalam perkara Nomor 42/Pdt.G/2015/PTA.JK yang akan penulis bahas ini

sesuai dengan kewenangan absolut yang tertuang di dalam pasal 49 ayat (1)

Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama yang telah

beberapa kali diamandemen. Hakim harus menggunakan tiga unsur di atas,

kepastian hukum (rechsicherheit), kemanfaatan (zweckmassigkeit), dan

keadilan (gerechttigkeit). Karena pada saat bercerai masing-masing pihak

suami istri akan meminta bagian masing-masing.

Dalam Bab VII pasal 35 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 dan pasal

119 Kitab Undang-undang Hukum Perdata, tentang harta benda dalam

perkawinan, diatur sebagai berikut :

“Harta benda yang diperoleh selama perkawinan menjadi harta

bersama” (Pasal 35 ayat (1))

67

Sudikno Mertokusumo, Bab-bab Tentang Penemuan Hukum, (Bandung: PT. Citra

Aditya Bakti, 1993), h.2

Page 70: PENYELESAIAN SENGKETA HARTA BERSAMA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41582/1/IVAN-FSH.pdf · Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi Salah

61

“Sejak saat dilangsungkan perkawinan, maka menurut hukum terjadi

harta bersama menyeluruh antara suami-istri, sejauh tentang hal itu tidak

ditentukan lain dalam perjanjian perkawinan”

Jelaslah bahwa harta yang diperoleh selama perkawinan berlangsung,

menjadi harta bersama. Pasal 35 ayat (1) UUP dan pasal 119 BW (Burgerlijk

Wetboek) menjadi landasan hukum yang dipakai oleh Majelis Hakim

Pengadilan Agama Jakarta Selatan, yang dikuatkan lagi oleh Majelis Hakim

Pengadilan Tinggi Jakarta untuk menetapkan dua bidang tanah 300 M2 dan

220 M2

yang terletak di Kebayoran Lama dan sejumlah unit mobil sebagai

harta bersama, karena dibeli pada saat Pembanding dan Terbanding telah

terikat perkawinan. Namun putusan belum inkracht, pihak Pembanding (yang

dulu sebagai tergugat) tidak puas dengan putusan Hakim Pengadilan Agama

Jakarta Selatan yang tertuang dalam putusan Nomor 1675/Pdt.G/2013/PA.JS ,

lalu mengajukan banding kepada Pengadilan Tinggi Agama Jakarta.

Pembanding mengklaim bahwa tanah tersebut dibeli dengan jerih payahnya

sesuai dengan SHM yang beratasnamakan Pembanding dan juga sejumlah

mobil yang surat-suratnya atas nama Pembanding, namun dikarenakan

dibelinya tanah dan mobil tersebut pada saat perkawinan, maka tanah tersebut

merupakan harta bersama.

Dalam perkawinan tidak ada percampuran harta kekayaan antara suami

dan istri. Kompilasi Hukum Islam pasal 86 ayat (1), menegaskan bahwa

“Pada dasarnya tidak ada percampuran antara harta istri dan suami karena

Page 71: PENYELESAIAN SENGKETA HARTA BERSAMA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41582/1/IVAN-FSH.pdf · Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi Salah

62

perkawinan”. Pada ayat (2) disebutkan bahwa “Pada dasarnya harta istri

tetap menjadi hak istri dan dikuasai penuh olehnya, demikian juga harta

suami tetap menjadi hak suami dan dikuasai penuh olehnya”. Jelas menurut

pasal diatas tidak ada percampuran harta kekayaan.Oleh karena itu, penting

adanya perjanjian perkawinan jika suatu hari terpaksa membagi harta bersama

karena perceraian.

Di Indonesia konsep harta bersama pada awalnya berasal dari adat istiadat

atau tradisi. Walaupun kata “gono-gini” berasal dari konsep adat jawa, namun

ternyata di daerah lain juga dikenal dengan konsep yang sama dengan istilah-

istilah yang berbeda, seperti “hareuta sirakeat” dari Aceh, “harta suarang”

dari bahasa Minangkabau, “guna kaya” dari bahasa Sunda, dan “duwe gabro”

dari Bali.68

Kompilasi Hukum Islam (Inpres Nomor 1 Tahun 1991) pasal 85

disebutkan bahwa : “Adanya harta bersama dalam perkawinan itu tidak

menutup kemungkinan ada harta masing-masing suami dan istri”.Pasal ini

telah menyebutkan adanya harta bersama dalam perkawinan. Dengan kata

lain, Kompilasi Hukum Islam mendukung adanya harta bersama dalam

perkawinan, walaupun sudah menikah tetap tidak tertutup kemungkinan ada

harta masing-masing dari suami dan istri.69

68

Happy Susanto, Pembagian Harta Gono-gini Saat Terjadi Perceraian, (Jakarta :

Transmedia Pustaka, 2008), h.10 69

Happy Susanto, Pembagian Harta Gono-gini Saat Terjadi Perceraian, (Jakarta :

Transmedia Pustaka, 2008), h.13

Page 72: PENYELESAIAN SENGKETA HARTA BERSAMA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41582/1/IVAN-FSH.pdf · Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi Salah

63

Penulis tertarik membahas tentang dasar hukum adanya harta masing-

masing dalam harta bersama, yakni Kompilasi Hukum Islam (Inpres Nomor 1

Tahun 1991) pasal 85 disebutkan bahwa : “Adanya harta bersama dalam

perkawinan itu tidak menutup kemungkinan ada harta masing-masing suami

dan istri”.Dalam perkara Nomor 42/Pdt.G/2015/PTA.JK, Pembanding dalam

hal ini adalah istri dari Terbanding yang sebelum melaksanakan pernikahan,

Pembanding mempunyai usaha catering yang sangat besar dan sangat maju,

bahkan menurut keterangan dari narasumber, Pembanding bisa mendapatkan

keuntungan dalam sebulan mencapai Rp. 30.000.000.00-. Pembanding yang

menafkahi keluarga bahkan untuk membiayai 3 anak mereka untuk sekolah.

Terbanding pun ikut diayomi oleh Pembanding dari hasil usahanya yang

Pembanding jalankan. Seharusnya jika mengacu pada peran dan tanggung

jawab suami-istri, apa yang dimiliki istri baik itu dari harta bawaan atau harta

bersama, tidak wajib untuk dipakai menghidupi keluarga. Hanya dalam hal ini,

Pembanding mempunyai itikad baik dalam menghidupi keluarga.

Tanggung jawab suami memberi nafkah tertuang dalam pasal 34 ayat (1)

UU Perkawinan. Dalam pasal tersebut dikatakan bahwa suami wajib

melindungi istrinya dan memberikan segala sesuatu keperluan hidup berumah

tangga sesuai dengan kemampuannya. Hal serupa juga telah diatur di dalam

BW (KUHPer), yaitu pada pasal 107 ayat (2). Kemudian Kompilasi Hukum

Islam menguatkannya dalam pasal 80 ayat (2) jo. ayat (4), yaitu bahwa suami

wajib melindungi istrinya dan memberikan segala sesuatu keperluan hidup

Page 73: PENYELESAIAN SENGKETA HARTA BERSAMA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41582/1/IVAN-FSH.pdf · Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi Salah

64

berumah tangga sesuai dengan kemampuannya. Sesuai dengan

penghasilannya, suami menanggung :

1. Nafkah, kiswah dan tempat kediaman bagi istri.

2. Biaya rumah tangga, biaya perawatan dan biaya pengobatan bagi istri

dan anak

3. Biaya pendidikan bagi anak70

Sebagai seorang kepala rumah tangga suami harus transparansi pendapatan

kepada keluarganya. Agar kedepannya masing-masing pihak suami danistri

saling mengerti dengan adanya beban nafkah.

Ikatan perkawinan mengkondisikan adanya harta bersama suami dan istri,

sebagaimana tertuang dalam pasal 35 ayat (1), namun bukan berarti dalam

perkawinan hanya ada harta bersama atau gono-gini yang diakui, hal ini

sebagaimana yang tercantum dalam pasal 85 KHI yang menyatakan tidak

menutup kemungkinan ada harta masing-masing suami dan istri dalam harta

bersama tersebut. Harta bersama dalam perkawinan ada tiga macam sebagai

berikut :

1. Harta gono-gini

Berdasarkan Kompilasi Hukum Islam pasal 91 ayat (1), harta gono-gini bisa

berupa benda berwujud dan tidak berwujud. Suami dan istri harus mengatur

dengan sebaik-baiknya tentang harta gono-gini, sebagaimana diatur dalam

70

Diakses dari hukumonline.com pada hari kamis 3 April 2017 pukul 01.11

Page 74: PENYELESAIAN SENGKETA HARTA BERSAMA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41582/1/IVAN-FSH.pdf · Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi Salah

65

KHI pasal 89, sebagai berikut : “Suami bertanggung jawab menjaga harta

bersama, harta istri, maupun hartanya sendiri”.

2. Harta bawaan

Undang-undang Perkawinan pasal 35 ayat (2) mengatur, “Harta bawaan

masing-masing suami dan istri serta harta benda yang diperoleh masing-

masing sebagai hadiah atau warisan, adalah di bawah penguasaan masing-

masing sepanjang para pihak tidak menentukan lain”. Berdasarkan

ketentuan ini, suami maupun istri berhak memiliki sepenuhnya harta

bawaannya masing-masing, asalkan tidak ditentukan lain dalam perjanjian

perkawinan. Pernyataan yang sama juga diperkuat dalam KHI pasal 87 ayat

(1) Harta bawaan bukan termasuk dalam harta bersama. KHI pasal 87 ayat

(2) harta masing-masing pasangan tidak bisa diotak-atik oleh

pasangannyayang lain. Tetapi harta bawaan dapat menjadi harta bersama

asalkan ditentukan dalam perjanjian perkawinan.

3. Harta perolehan

Seperti halnya harta bawaan, harta perolehan juga menjadi milik pribadi

masing-masing pasangan. Harta ini diperoleh setelah terjadinya

perkawinan.Dasarnya Undang-undang Perkawinan pasal 35 ayat (2).

Contohnya hadiah, hibah dan warisan.71

Ada dua macam hak dalam harta bersama, yaitu hak milik dan hak guna,

artinya mereka berdua sama-sama berhak menggunakan harta bersama

71

Ismail Muhammad Syah, Pencarian Bersama Suami-istri; Adat Gono-gini dari

Sudut Hukum Islam, (Jakarta : Bulan Bintang, 1965), h.16

Page 75: PENYELESAIAN SENGKETA HARTA BERSAMA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41582/1/IVAN-FSH.pdf · Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi Salah

66

tersebut dengan syarat harus mendapat persetujuan dari pasangannya.Jika

suami hendak menggunakan harta bersama, dia harus meminta persetujuan

istrinya. Demikian juga sebaliknya, jika istri hendak menggunakan harta

bersama, maka dia harus izin kepada suaminya.

Undang-undang Perkawinan pasal 36 ayat (1) menyebutkan bahwa :

“Mengenai harta bersama suami atau istri dapat bertindak atas persetujuan

kedua belah pihak”.

Jika penggunaan harta gono-gini tidak mendapat persetujuan dari salah

satu pihak keduanya, tindakan tersebut dianggap melanggar hukum karena

merupakan tindak pidana yang bisa saja dituntut secara hukum. Dasarnya

dalam KHI pasal 92 : “Suami atau istri tanpa persetujuan pihak lain tidak

diperbolehkan menjual atau memindahkan harta bersama”

Suami atau istri juga diperbolehkan menggunakan harta bersama sebagai

barang jaminan asalkan mendapat persetujuan dari salah satu pihak. Tentang

hal ini, KHI pasal 91 ayat (4) mengatur bahwa : “Harta bersama dapat

dijadikan jaminan oleh salah satu pihak atas persetujuan pihak lain”

Dalam perkara Nomor 42/Pdt.G/2015/PTA.JK, Terbanding yang dalam

hal ini adalah suami dari Pembanding diketahui ternyata memiliki deposito

yang disembunyikan dari Pembanding. Jika deposito itu ada pada saat

perkawinan masih berlangsung, maka deposito tersebut juga seharusnya

menjadi harta bersama sesuai ketentuan KHI pasal 35. Namun rupanya

Terbanding hendak mengelabui Pembanding hingga saat perceraian

Page 76: PENYELESAIAN SENGKETA HARTA BERSAMA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41582/1/IVAN-FSH.pdf · Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi Salah

67

Pembanding tidak mengetahui pasti berapa penghasilan Terbanding per bulan,

rekening tabungan, dan rekening koran.

Harta bersama jika ingin disimpan di bank atau dipindahkan atau

digunakan untuk apa saja, seharusnya dengan persetujuan kedua belah pihak.

Demikian juga ketentuan hukum harta bersama yang terkait dengan utang,

KHI pasal 93 ayat (1) menyebutkan bahwa : “Pertanggungjawaban terhadap

utang suami atau istri dibebankan kepada hartanya masing-masing”.

Maksudnya utang yang secara khusus dimiliki oleh suami atau istri menjadi

tanggung jawab masing-masing. Misalnya, salah satu dari mereka mempunyai

utang sebelum mereka menikah, maka utang itu menjadi tanggung jawabnya

sendiri.

Dalam kasus di atas, Pembanding dan Terbanding memiliki hutang

bersama di bank BRI sejumlah Rp. 134.000.000,-, yang seharusnya hutang

tersbut dilunasi bersama, namun pada kenyataannya si Pembanding lah yang

melunasi sendiri hutang tersebut hingga lunas.

Sebenarnya walaupun hutang tersebut dipakai Terbanding untuk

menafkahi keluarga Pembanding dan Terbanding tetap saja hukum

menyerahkan beban pelunasannya kepada Terbanding yang dalam hal ini

sebagai suami Pembanding. Ketentuan tersebut telah diatur dalam Kompilasi

Hukum Islam. Jika utang tersebut untuk kepentingan keluarga, dalam KHI

pasal 93 ayat (2), bahwa : “Pertanggungjawaban terhadap utang yang

dilakukan untuk kepentingan keluarga, dibebankan kepada harta suami”.

Page 77: PENYELESAIAN SENGKETA HARTA BERSAMA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41582/1/IVAN-FSH.pdf · Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi Salah

68

Berdasarkan wawancara penulis dengan salah seorang hakim Pengadilan

Tinggi Agama Jakarta,Dr. H. A. Choiri, S.H., M.H., mengatakan bahwa dalam

menyelesaikan kasus harta bersama ini Majelis Hakim merujuk kepada nash-

nash Al-Qur‟an, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974, dan Kompilasi

Hukum Islam sebagai hukum terapan dan hukum positif di Pengadilan

Agama.72

Dalam putusan perkara Nomor 42/Pdt.G/2015/PTA.JK, Majelis

Hakim telah berusaha memberikan keadilan dalam hal pembagian harta

bersama. Dimana istri mendapatkan 2/3 harta bersama, sedangkan suami

hanya 1/3 harta bersama. meskipun suami tidak mempunyai andil terhadap

perolehan harta bersama tetapi masih mendapat bagian 1/3 dari harta bersama

dengan pertimbangan karena suami sebagai kepala rumah tangga telah

mengayomi keluarga antara lain memberikan izin istri untuk bekerja dan

suami telah mengurusi anak.73

Dari uraian diatas, penulis dalam hal ini sudah cukup memberikan

keadilan bagi Pembanding dan Terbanding dalam perkara tersebut. Harta

bersama dibagi ½ bagian untuk masing-masing pihak jika dalam kondisi

normal, yaitu suami memberi nafkah kepada keluarga, dan istrinya mengurus

rumah tangga. Namun dalam hal ini, perkara tersebut bisa disebut kasuistis.

Kita harus melihat sejauh mana peranan suami dan istri dalam mengumpulkan

harta bersama tersebut dan bagaimana mereka melaksanakan kewajiban-

72Wawancara Penulis dengan Dr. H. A. Choiri, S.H., M.H, Hakim Tinggi Pengadilan

Tinggi Agama Jakarta, pada hari kamis tanggal 6 April 2017, pukul 10.00 WIB. 73Wawancara Penulis dengan Dr. H. A. Choiri, S.H., M.H, Hakim Tinggi Pengadilan

Tinggi Agama Jakarta, pada hari kamis tanggal 6 April 2017, pukul 10.00 WIB.

Page 78: PENYELESAIAN SENGKETA HARTA BERSAMA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41582/1/IVAN-FSH.pdf · Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi Salah

69

kewajiban mereka sebagai suami-istri. Walaupun tidak sesuai dengan pasal 97

Kompilasi Hukum Islam, hakim lebih mengedepankan keadilan.

Tidak boleh dilupakan kewajiban hakim yang tercantum dalam pasal 28

Undang-undang RI No. 4 Tahun 2004 tentang Kekuasan Kehakiman, yaitu

menggali, mengikuti dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang

hidup dalam masyarakat. Sebagai “wakil Tuhan”, hakim mempunyai

wewenang untuk membuat hukum, yang biasa disebut “Judge made Law”.

Maka dari itu, setiap putusan pasti diawali dengan kalimat “DEMI

KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA”.74

Memang keadilan merupakan tujuan pokok Peradilan Agama, yaitu

menyelenggarakan peradilan agama, menegakkan hukum dan keadilan.

Konsep di atas sesuai dengan hasil wawancara dengan Dr.H. A. Choiri, S.H.,

M.H.75

Sebagaimana diketahui tujuan hukum dalam kaidah-kaidah hukum,

yaitu:

1. Hukum melindungi kebebasan setiap warga negaranya

2. Setiap warga negara harus diperlakukan sama dihadapan hukum

3. Hukum harus menegakkan kebenaran dan rasa keadilan dalam

kehidupan masyarakat.76

Agar peraturan-peraturan hukum dapat berlangsung terus menerus dan

diterima oleh seluruh anggota masyarakat, maka peraturan-peraturan hukum

74

Sudikno Mertokusumo, Hukum Acara Perdata Indonesia, (Yogyakarta : Liberty,

2006), h.21 75Wawancara Penulis dengan Dr. H. A. Choiri, S.H., M.H, Hakim Tinggi Pengadilan

Tinggi Agama Jakarta, pada hari kamis tanggal 6 April 2017, pukul 10.00 WIB. 76

Ahmad Kamil, Kaidah-Kaidah Hukum Yurisprudensi, (Jakarta; Prenada Media,

2005), h.21

Page 79: PENYELESAIAN SENGKETA HARTA BERSAMA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41582/1/IVAN-FSH.pdf · Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi Salah

70

yang ada harus sesuai dan tidak boleh bertentangan dengan asas-asas

keadilan.77

Dengan demikian, hukum itu bertujuan menjamin adanya kepastian

hukum dalam masyarakat dan hukum itu harus pula bersendikan pada

keadilan, yaitu asas-asas keadilan dari masyarakat.78

Oleh karena itu, penulis

dapat menarik kesimpulan bahwa putusan hakim dalam perkara No.

42/Pdt.G/2015/PTA.JK sudah benar dan telah memenuhi rasa keadilan,

meskipun tidak sesuai dengan yang diatur dalam KHI karena tujuan dari

hukum adalah keadilan dan keadilan adalah segala-galanya. Keberanian

tersebut telah dipraktekkan dengan memahami bahwa pasal 97 KHI yakni

janda atau duda cerai mendapat setengah adalah jika dalam ketentuan standar

normal, dalam arti suami yang mencukupi semua kebutuhan keluarga, baik

sandang, pangan, tempat tinggal dan kebutuhan lainnya sedangkan istri

sebagai ibu rumah tangga mengerjakan pekerjaan kerumah tanggaan, seperti

memasak, mengasuh anak, mengurus kebersihan rumah dan lain-lainnya.

C. Tinjauan Fikih Terhadap Putusan No 42/Pdt.G/2015/PTA.JK

Pada dasarnya menurut hukum Islam, harta suami istri terpisah. Masing-

masing memiliki hak untuk membelanjakan atau menggunakan hartanya

dengan sepenuhnya tanpa boleh diganggu oleh pihak lain, baik merupakan

harta bawaan masing-masing atau harta yang diperoleh salah seorang suami

istri atas usahanya sendiri-sendiri maupun harta yang diperoleh oleh salah

seorang mereka karena hadiah atau hibah atau warisan sesudah mereka

77

Sudarsono, Pengantar Ilmu Hukum, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1991), h.48 78

Titik Triwulan Tutik, Pengantar Ilmu Hukum, (Jakarta: Prestasi Pustaka, 2006),

h.34

Page 80: PENYELESAIAN SENGKETA HARTA BERSAMA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41582/1/IVAN-FSH.pdf · Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi Salah

71

menikah. Al Qur‟an tidak mengatur lembaga harta bersama dalam

perkawinan. Dalam kitab fikih pun tidak menyebut tegas mengenai harta

bersama selama perkawinan yang disebut sebagai harta kekayaan perkawinan.

Hal tersebut sesuai dengan firman Allah SWT dalam Q.S. al-Nisa‟ (4) : 32,

yaitu :

Artinya: “Dan janganlah kamu iri hati terhadap apa yang dikaruniakan

Allah kepada sebahagian kamu lebih banyak dari sebahagian yang lain.

(karena) bagi orang laki-laki ada bahagian dari pada apa yang mereka

usahakan, dan bagi Para wanita (pun) ada bahagian dari apa yang mereka

usahakan, dan mohonlah kepada Allah sebagian dari karunia-Nya.

Sesungguhnya Allah Maha mengetahui segala sesuatu.”

Menurut ayat tersebut jelaslah bagi laki-laki akan mendapat harta

merekasesuai dengan jerih payahnya dan begitu pula bagi perempuan akan

mendapatkanhaknya sesuai dengan jerih payahnya. Maka, ketika terjadi

perceraian masing-masing suami dan istri berhak mendapatkan apa yang

mereka telah usahakan.

Konsep harta bersama, sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, hanya

merupakan produk hukum adat, yang kemudian dikonsepkan di dalam hukum

positif Indonesia.

Di dalam hukum Islam atau fikih sendiri, membolehkan kebiasaan

masyarakat atau adat yang baik yang tidak bertentangan dengan syariat Islam

diadopsi menjadi hukum positif. Di dalam ushul fikih adat kebiasaan disebut

Page 81: PENYELESAIAN SENGKETA HARTA BERSAMA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41582/1/IVAN-FSH.pdf · Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi Salah

72

“‟Urf”. “‟Urf” ini bisa menjadi sandaran hukum sesuai dengan kaidah yang

menyatakan :

مة العادةمحك

Artinya : “Sebuah adat kebiasaan bisa dijadikan sandaran hukum”.

Namun adat kebiasaan ini tidak serta merta harus diadopsi menjadi hukum

positif. Adat tersebut harus memenuhi syarat-syarat, yaitu :

1. „Urf berlaku umum

2. Tidak bertentangan dengan nash syar‟i

3. „Urf tersebut sudah berlaku sejak lama, bukan kebiasaan yang baru

saja terjadi

4. Tidak bertentangan dengan tashrih.

Oleh karena itu, sah-sah saja jika dalam perkawinan suami-istri bersepakat

mengadakan persatuan harta.

Harta bersama di dalam fikih bisa disebut sebagai hasil syirkah. Ada dua

pendapat yang mengenai harta bersama (syirkah) dalam Islam. Ada pendapat

yang menyatakan harta bersama dapat terjadi dalam perkawinan Islam.

Dengan adanya pernikahan, terjadi perkongsian terbatas (syarikatur rajuli

filhayati), yaitu kongsi sekutu seorang suami dalam melayari bahtera hidup,

maka antara suami istri dapat terjadi syirkah Abdaan (perkongsian tidak

terbatas), syirkah di bidang pemberian jasa atau melakukan pekerjaan

(perkongsian tenaga). Kekayaan bersatu karena syirkah seakan-akan

merupakan harta kekayaan tambahan akibat usaha/ pekerjaan bersama. Ada

juga yang berpendapat bahwa Islam tidak mengenal harta bersama kecuali

Page 82: PENYELESAIAN SENGKETA HARTA BERSAMA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41582/1/IVAN-FSH.pdf · Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi Salah

73

dengan tegas dilakukannya syirkah, hal ini bersandar pada pendapat yang

mengatakan bahwa tidak ada harta bersama, harta yang menjadi hak istri tetap

menjadi milik istri dan tidak dapat diganggu gugat termasuk oleh suami,

begitu pula apa yang diusahakan oleh suami keseluruhannya tetap menjadi hak

milik suami kecuali bila ada syirkah, perjanjian bahwa harta suami-istri

tersebut bersatu. Dalam Al Qur‟an surat An Nisaa ayat 32 hanya menegaskan

bahwa perempuan dan laki-laki sama-sama berlaku atau berusaha dan untuk

memperoleh rezeki dari usahanya. Tidak menyebutkan adanya harta bersama.

Ahli-ahli yang berpendapat bahwa tidak ada harta bersama dalam Islam di

antaranya adalah Satria Effendi dan Abdullah Siddik. Sedangkan ahli-ahli

yang menyatakan adanya harta bersama dalam Islam, salah seorang di

antaranya adalah Sayuti Thalib.79

Masalah syirkah atau harta bersama asal

mulanya dari hukum adat. Hal ini kemudian diatur dalam Kompilasi Hukum

Islam, dalam Bab XIII.

Ketika terjadi sengketa harta bersama, hakim diharapkan bisa memberikan

keadilan bagi pihak-pihak yang bersengketa. Masalah ini sangatlah sensitif

karena berkaitan dengan kepemilikan harta benda. Hakim harus pandai

menggunakan pisau hukumnya jika tidak mau mencederai keadilan. Hal itu

diperintahkan Allah di dalam Q.S. al-Nahl (16) : 90, yaitu :

Artinya: “Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) Berlaku adil dan berbuat

kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan

79

Sayuti Thalib, Hukum Kekeluargaan. (Jakarta: PT. Raja Grafindo, 1998), h. 54

Page 83: PENYELESAIAN SENGKETA HARTA BERSAMA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41582/1/IVAN-FSH.pdf · Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi Salah

74

keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar

kamu dapat mengambil pelajaran.”

Juga firman Allah dalam Q.S. al-Nisa‟ (4) : 58, yaitu :

Artinya: “Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada

yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di

antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah

memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah

Maha mendengar lagi Maha melihat.”

Dalam setiap putusan pengadilan, pada bagian paling awal dari putusan

tersebut pasti diselipkan kalimat “DEMI KEADILAN BERDASARKAN

KETUHANAN YANG MAHA ESA”. Yang berarti bahwa keadilan harus

ditegakkan sesuai dengan perintah Tuhan Yang Maha Esa, yakni Allah SWT.

Tuhan menginginkan keadilan ditegakkan dengan seadil-adilnya sesuai firman

di atas. Dan sesuai dengan kaidah amar dalam ushul fikih “al-ashlu fil amri lil

wujub”, pada dasarnya perintah menunjukkan adanya suatu kewajiban. Maka

oleh karena itu, wajib hukumnya bagi kita menegakkan keadilan.

Pada putusan Nomor 42/Pdt.G/2015/PTA.JK, hakim PTA Jakarta telah

berusaha memberikan keadilan bagi para pihak. Hal itu dilihat dari prosesnya

yang panjang, ketika Pembanding (yang dulunya Tergugat) tidak puas dengan

putusan hakim PA Jakarta Selatan Nomor 1675/Pdt.G/2015/PA.JS lalu

mengajukan banding ke PTA Jakarta. Dan menurut penulis, setelah menelaah

Page 84: PENYELESAIAN SENGKETA HARTA BERSAMA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41582/1/IVAN-FSH.pdf · Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi Salah

75

kasus ini, hal itu telah sesuai dengan asas-asas keadilan. Baik dilihat dari

hukum positif maupun hukum Islam/fikih.

Putusan hakim yang paling mencolok adalah ketika hakim memutuskan

pembagian harta bersama untuk istri atau Pembanding 2/3 dan untuk suami

(Terbanding) 1/3. Tentunya hakim mempunyai dasar-dasar yang kuat. Salah

satunya adalah di dalam mengumpulkan atau membeli tanah yang menjadi

harta bersama tersebut, lebih banyak andil dari Pembanding atau istri. Dan di

dalam kehidupan rumah tangga pun, istri lebih banyak menafkahi keluarga

daripada suami yang seharusnya mengambil tugas memberi nafkah.

Menurut penulis, pembagian harta bersama tersebut telah cukup adil mengingat

seharusnya suami lah yang menafkahi keluarga, namun pada kenyataannya

tidak demikian. Hal ini sesuai yang difirmankan Allah SWT dalam Q.S. al-

Tholaq (65) : 7, yaitu :

Artinya: hendaklah orang yang mampu memberi nafkah menurut

kemampuannya. dan orang yang disempitkan rezkinya hendaklah memberi

nafkah dari harta yang diberikan Allah kepadanya. Allah tidak memikulkan

beban kepada seseorang melainkan sekedar apa yang Allah berikan

kepadanya. Allah kelak akan memberikan kelapangan sesudah kesempitan.

Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-Asqalani berkata : “ Memberi nafkah kepada

keluarga merupakan perkara yang wajib atas suami. Syariat menyebutnya

sebagai sedekah, untuk menghindari anggapan bahwa para suami yang telah

menunaikan kewajiban mereka (memberi nafkah) tidak akan mendapat

balasan apa-apa. Mereka mengetahui balasan apa yang diberikan kepada

orang yang bersedekah. Oleh karena itu, nafkah kepada keluarga juga adalah

Page 85: PENYELESAIAN SENGKETA HARTA BERSAMA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41582/1/IVAN-FSH.pdf · Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi Salah

76

sedekah. Sehingga tidak boleh memberikan sedekah kepada orang lain,

sebelum mereka mencukupinafkah keluarga sendiri.”80

Dari dalil-dalil di atas jelaslah bahwa yang harus memberi nafkah kepada

keluarga adalah suami. Namun di dalam perkara istri yang lebih dominan

memberi nafkah bagi keluarga daripada suami seperti halnya putusan

Pengadilan Tinggi Agama Jakarta Nomor 42/Pdt.G/2015/PTA.JK adalah hal

kasuistis, yang pembagian harta bersama juga tidak mungkin dibagi sama rata.

Istri atau dalam perkara tersebut disebut Pembanding, masih menafkahi

keluarga karena gerakan dari hati nuraninya. Tidak melihat atau menuntut

bahwa itu adalah tugas suami atau Terbanding. Ternyata kebaikan

Pembanding disia-siakan dan seolah-olah Pembanding hanya dimanfaatkan

sebagai “kuda tunggangan” untuk memperkaya diri sendiri, yang terbukti

ternyata Terbanding mempunyai deposito dan tabungan ratusan juta yang

tidak diketahui Pembanding.

Dalam keluarga sudah seharusnya saling bantu-membantu. Istri jika

diperlukan bisa membantu suami dalam mencari nafkah, sebaliknya suami jika

diperlukan bisa membantu istri dalam urusan rumah tangga.

Diketahui juga bahwa ternyata Terbanding mempunyai utang yang

dibawanya sebelum menikah dengan Pembanding. Dan utang tersebut dilunasi

dengan uang dari harta bersama Pembanding dan Terbanding selama dua

tahun menikah. Padahal dalam KHI pasal 93 ayat (2) jelas diterangkan bahwa

utang masing-masing harus ditanggung oleh masing-masing dan utang

keluarga dibebankan kepada harta suami. Namun pada kasus ini, Pembanding

80

Ibnu Hajar al-Asqalani, Fath Al-Bari Bisyarhi Shahih Al-Bukhari, Jilid IX, h. 498.

Page 86: PENYELESAIAN SENGKETA HARTA BERSAMA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41582/1/IVAN-FSH.pdf · Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi Salah

77

membantu melunasinya dengan harta bersama, yang dalam harta bersama

tersebut banyak dari hasil jerih payah Pembanding. Allah SWT tidak akan

menyia-nyiakan orang yang meringankan beban orang lain, terlebih lagi itu

adalah suami dari Pembanding sendiri. Allah SWT berfirman dalam Q.S. al-

Baqarah (2) : 280, yaitu :

Artinya: “Dan jika (orang yang berhutang itu) dalam kesukaran, Maka

berilah tangguh sampai Dia berkelapangan. dan menyedekahkan (sebagian

atau semua utang) itu, lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui.”

Dari uraian di atas, jelas dalam putusan Pengadilan Tinggi Agama Jakarta

Nomor 42/Pdt.G/2015/PTA.JK, hakim telah menimbang dari sudut pandang

hukum positif dan hukum Islam atau fikih. Dalam hukum positif telah dikaji

dari berbagai Undang-undang dan peraturan lainnya, sedangkan dari hukum

Islam atau fikih telah dikaji dari dalil-dalil al-Qur‟an, hadits, maupun pendapat

Ulama.

Maka dari itu, penulis telah menemukan jawaban bahwa dilihat dari

hukum positif maupun fikih, putusan Nomor 42/Pdt.G/2015/PTA.JK telah

cukup memberikan keadilan bagi para pihak yang bersengketa.

Page 87: PENYELESAIAN SENGKETA HARTA BERSAMA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41582/1/IVAN-FSH.pdf · Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi Salah

78

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan dari uraian diatas maka penulis dapat menarik kesimpulan

menjadi beberapa bagian, sebagai berikut:

Dasar pertimbangan Majelis Hakim Pengadilan Tinggi Agama Jakarta

dalam membagi harta bersama adalah dengan berlandasan dari rasa keadilan,

sehingga sikap hakim dalam memutuskan perkara tersebut lebih kepada

hukum yang timbul pada masyarakat (KHI pasal 229). Artinya hal tersebut

berdasarkan pada standar normal yakni suami yang seharusnya mencukupi

kebutuhan rumah tangga baik sandang, pangan, tempat tinggal maupun

kebutuhan rumah tangga lainnya dengan dibantu istri yang mengurusi rumah

tangga.

Putusan Nomor 42/Pdt.G/2015/PTA.JK telah sesuai dan tidak berbenturan

dengan hukum positif di Indonesia, baik dengan KUHPer, Undang-undang

Perkawinan, Kompilasi Hukum Islam, dan peraturan lainnya. Hakim membagi

harta bersama tersebut berdasarkan kewajiban nafkah, yang menyatakan

seharusnya suami yang memberi nafkah bagi keluarga.

Putusan Nomor 42/Pdt.G/2015/PTA.JK telah sesuai dan tidak

bertentangan dengan hukum Islam atau fikih. Dalam Q.S. al-Tholaq (65) : 7,

Allah mewajibkan nafkah oleh suami kepada anak dan istrinya. Begitu pula

dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim dan

pendapat dari Al-Hafizh Ibnu Hajar al-Asqalani dalam Kitab Fathul Bari‟.

Page 88: PENYELESAIAN SENGKETA HARTA BERSAMA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41582/1/IVAN-FSH.pdf · Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi Salah

79

B. Saran-saran

1. Diharapkan Majelis Hakim Pengadilan Agama mempunyai keberanian

satulangkah lebih maju untuk tidak menjadi corong undang-undang atau

berani mengesampingkan undang-undang demi mengutamakan keadilan

dan harus mencermati lebih seksama dalam menilai dan menafsirkan

undang-undang yang akan dijadikan pijakan hukum dalam mengambil

keputusan dengan menyesuaikan perkara yang sedang ditangani.

2. Hakim dalam memberikan putusan, perlu memperhatikan dengan

sungguh-sungguh faktor yang harusnya diterapkan, yaitu keadilan,

kemashlahatan, kepastian hukumnya, dan manfaat yang tidak

bertentangan dengan hukum syara’.

3. Agar kepada masyarakat yang ingin melakukan perkawinan supaya

membuat perjanjian mengenai pembagian harta bersama, agar ketika

terjadi perceraian tidak terjadi perselisihan dalam pembagian harta

bersama serta pemerintah diharapkan dapat melakukan penyuluhan

kepada masyarakat tentang ketentuan pembagian harta bersama menurut

hukum positif dan hukum Islam.

Page 89: PENYELESAIAN SENGKETA HARTA BERSAMA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41582/1/IVAN-FSH.pdf · Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi Salah

80

DAFTAR PUSTAKA

Al- Qur‟an al-Karim.

A. Mashadi, Ghufron.Fiqh Muamalah Kontekstual. Jakarta: PT. Raja

Grafindo, 1998.

Abdurrahman.Kompilasi Hukum Islam Di Indonesia. Surabaya: Mandar Maju,

1997.

Afandi,Ali. Hukum Waris, Hukum Keluarga Dan Hukum Pembuktian.

Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1997.

al-Jaziri,Abdurrahman.Kitab al-Fiqh Ala Madzahib al-Arba’ah. Beirut: Daar

al-Fikr. Juz III.Terjemahan, 1990/1410.

Aminuddin, Slamet Abidin.Fikih Munakahat I. Bandung: Pustaka Setia, 1999.

Arto,Mukti.Praktek Perkara Perdata pada Pengadilan Agama. Yogyakarta:

Pustaka Pelajar, 1998.

Basyir, Ahmad Azhar.Hukum Perkawinan Islam. Yogyakarta: UII Press, 2000.

Harahap, M.Yahya.Hukum Acara Perdata tentang Gugatan.Persidangan

PenyitaanPembuktian dan Putusan Pengadilan.Jakarta: Sinar Grafika,

2005.

Harahap,M. Yahya.Kedudukan Kewenangan Dan Acara Peradilan Agama.

Jakarta: Sinar Grafika, 2003.

Hakim, Rahmat. Hukum Perkawinan Islam. Bandung: Pustaka Setia, 2000.

J. Satrio. Hukum Harta Perkawinan. cet. ke-3 Jakarta: Citra Aditya Bakti, 1993.

Kamil, Ahmad.Kaidah-Kaidah Hukum Yurisprudensi. Jakarta: Prenada Media,

2005.

Koesnoe, Moh.Kedudukan Kompilasi Hukum Islam Dalam Sistem Hukum

Nasional. Varia Peradilan, 1995.

Kompilasi Hukum Islam. Direktorat Pembinaan Badan Peradilan Agama Islam.

Direktorat Jenderal Pembinaan Kelembagaan Agama Islam DEPAG RI

tahun 2001.

Page 90: PENYELESAIAN SENGKETA HARTA BERSAMA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41582/1/IVAN-FSH.pdf · Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi Salah

81

Kusuma, Hilman Hadi.Hukum Perkawinan Indonesia Menurut Perundang

Undangan Hukum Adat dan Hukum Agama. Bandung. Mandar Maju,

1990.

Lubis,Sulaikin. Hukum Acara Perdata Peradilan Agama di Indonesia.Jakarta:

Prenada Media Group, 2006.

Lumbuun, Gayus.Menerobos Goa Hantu Peradilan Indonesia. Jakarta: Business

Information Service, 2004.

Manan,Abdul.Aneka Masalah Hukum Perdata Islam di Indonesia. Jakarta: PT

Kencana Prenada Media Group, 2006.

Mertokusumo, Sudikno.Bunga Rampai Ilmu Hukum. Yogyakarta: Liberty, 1984.

Mertokusumo, Sudikno.Bab-Bab Tentang Penemuan Hukum.Bandung: PT. Citra

Aditya Bakti. 1993.

Mertokusumo, Sudikno.Hukum Acara Perdata Indonesia. Yogyakarta: Liberty,

2006.

Nasution, Bahder Johan dan Sri Warjiati.Hukum Perdata Islam. Surabaya:

Mandar Maju, 1997.

Ramulyo, Moh. Idris.Hukum Perkawinan Hukum Kewarisan. Hukum Acara

Peradilan Agama Dan Zakat. Jakarta: PT. Raja Grafindo, 1998.

Rofiq, Ahmad.Hukum Islam Di Indonesia. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,

1995.

Sabiq, Sayid.Fiqh as-Sunnah. Beirut: Dar al Fikr, 1983.

Soermiyati,Hukum Perkawinan Islam Dan Undang-Undang Perkawinan.

Yogyakarta: Liberty, 1997.

Susanto, Happy. Pembagian Harta Gono-gini Saat Terjadi Perceraian. Jakarta :

Transmedia Pustaka, 2008.

Syah, Ismail Muhammad. Pencarian Bersama Suami-istri; Adat Gono-gini dari

Sudut Hukum Islam. Jakarta : Bulan Bintang, 1965

Sudarsono.Pengantar Ilmu Hukum. Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1991.

Susanto, Happy.Pembagian Harta Gono-Gini Setelah Terjadinya Perceraian.

Jakarta: Visimedia, 2003.

Page 91: PENYELESAIAN SENGKETA HARTA BERSAMA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41582/1/IVAN-FSH.pdf · Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi Salah

82

Thalib, Sayuti. Hukum Kekeluargaan. Jakarta: PT. Raja Grafindo, 1998.

Tutik, Titik Triwulan.Pengantar Ilmu Hukum. Jakarta: Prestasi Pustaka, 2006.

Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006 Pasal 49 tentang Perubahan atas Undang-

undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama.

Undang-Undang No. 1 Tahun 1974. Direktorat Pembinaan Badan Peradilan

Agama Islam. Direktorat Jenderal Pembinaan Kelembagaan Agama Islam

DEPAG RI tahun 2001.

Wignodipuro,Surojo.Pengantar dan Azas-azas Hukum Adat.Jakarta: Gunung

Agung, 1982.

www.hukumonline.com

www.pta-jakarta.go.id

Page 92: PENYELESAIAN SENGKETA HARTA BERSAMA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41582/1/IVAN-FSH.pdf · Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi Salah

83

LAMPIRAN

Page 93: PENYELESAIAN SENGKETA HARTA BERSAMA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41582/1/IVAN-FSH.pdf · Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi Salah

84

Page 94: PENYELESAIAN SENGKETA HARTA BERSAMA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41582/1/IVAN-FSH.pdf · Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi Salah

85

Page 95: PENYELESAIAN SENGKETA HARTA BERSAMA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41582/1/IVAN-FSH.pdf · Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi Salah

HASIL WAWANCARA

PENGADILAN TINGGI AGAMA JAKARTA

Nama Responden : Dr. H. A. Choiri, S.H., M.H

Jabatan : Hakim Pengadilan Tinggi Agama Jakarta

Hari/Tanggal : Kamis/6 April 2017

Tempat : Pengadilan Tinggi Agama Jakarta

1. Bagaimana proses penyelesaian perkara harta bersama selama ini yang anda

tangani sebagai seorang hakim ?

Jawab : Penyelesaian perkara harta bersama di Pengadilan Agama sesuai

dengan prosedur persidangan, gugatan diajukan ke pengadilan, lalu pihak-

pihak dipanggil sesuai hukum acara, dipanggil di hari sidang, di damaikan

ketua majelis, jika tidak berhasil diupayakan kembali dengan mediasi, lalu di

mulai persidangan, dibaca gugatannya, diberi kesempatan kepada tergugat

untuk menjawab, replik duplik, pembuktian oleh masing-masing pihak,

musyawarah majelis lalu dibaca keputusannya. Akan tetapi, berbeda dengan

pemeriksaan perkara di Pengadilan Tinggi Agama yang hanya memeriksa

perkara berdasarkan berkas perkara tanpa memanggil para pihak untuk dating

menghadiri persidangan

2. Dalam menyelesaikan perkara harta bersama ini, butuh waktu berapa lama?

Dan perlu berapa kali sidang?

Jawab : Jika ada hambatan maka proses persidangan akan lama,dapat puluhan

kali sidang, tetapi jika prosesnya lancer maka ada juga yang hanya beberapa

kali sidang.

3. Apakah dalam menyelesaikan perkara harta bersama banyak hambatan yang

menyebabkan terulurnya waktu dalam memutuskan perkara?

Jawab : hambatannya pada bantuan panggilan (juru panggil), seperti dalam

perkara ini yang tergugat tinggalnya di wilayah depok, walaupun PA Jaksel

dengan depok itu berbatasan tetapi juru panggil PA Jaksel tidak boleh

menurut hukum acara, maka harus meminta bantuan kepada PA Depok untuk

Page 96: PENYELESAIAN SENGKETA HARTA BERSAMA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41582/1/IVAN-FSH.pdf · Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi Salah

memanggil tergugat sehingga permohonan bantuan ini yang menjadikan

perkara itu menjadi lama.

4. Bagaimana perhitungan hakim dalam memutuskan perkara harta bersama

dalam perkara ini? Faktor-faktor apa saja yang dapat menyebabkan

pembagian harta bersama diberikan 1/3 kepada suami dan 2/3 kepada istri?

Jawab : dalam kasus ini, istrinya adalah seorang pengusaha catering,

suaminya PNS di padang, dan gaji suaminya hanya untuk si suami

tersebut,tidak pernah ada bagian yang diberikan kepada istrinya, ada 3 anak

dan yang menanggung semua keperluan anaknya dari sekolah sampai kuliah

adalah istrinya. Ada 2 rumah dan itu adalah hasil jerih payah istrinya.

Sehingga demikian yang dominan mencari nafkah di rumah tangga itu adalah

istrinya.

5. Apa yang menjadi pertimbangan majelis hakim, sehingga harta bersama

diberikan 1/3 kepada suami dan 2/3 kepada istri?

Jawab : karena ada alasan-alasan seharusnya nafkah di dalam rumah tangga

itu adalah menjadi kewajiban suami, karena suami tidak melaksanakan

kewajiban hukumnya itu menjadi alasan hakim untuk membagi harta bersama

menjadi 1/3 untuk suami dan 2/3 untuk istri.

6. Bagaimana tinjauan hukum positif dan hukum islam dalam memutuskan

permohonan gugatan pembagian harta bersama dalam putusan tersebut?

Jawab : dalam segi hukum positif tidak berbenturan dengan hukum positif di

Indonesia, baik dengan KUHPer, Undang-undang perkawinan, Kompilasi

Hukum Islam, dan hukum lainnya. Hal itu berdasarkan beberapa landasan

hukum yaitu tentang kewajiban suami dalam mencari nafkah untuk keluarga,

namun pada kenyataannya pada perkara tersebut istri banyak yang

menanggung beban untuk menafkahi keluarganya.

Dalam segi hukum islam juga telah sesuai dan tidak bertentangan dengan

hukum islam atau fikih. Dalam hadist yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari

dan Imam Muslim dan pendapat dari Al-hafizh Ibnu Hajar al-Asqalani.

7. Bagaimana pengalaman anda selama menjadi hakim dalam memutuskan

perkara harta bersama?

Jawab : saya sedang menangani perkara, dan ini juga sama tentang pembagian

harta bersama, faktor pekerjaan, tetapi pembagiannya ¼ untuk suami dan ¾

Page 97: PENYELESAIAN SENGKETA HARTA BERSAMA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41582/1/IVAN-FSH.pdf · Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi Salah

untuk istri, karena selama persidangan suaminya tidak pernah hadir, artinya

putusan dijatuhkan dengan verstek,

Jakarta, 6 April 2017