gaya bahasa perbandingan dalam kumpulan...

251

Click here to load reader

Upload: doandang

Post on 23-Mar-2019

300 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: GAYA BAHASA PERBANDINGAN DALAM KUMPULAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31986/3/IHDA... · bahasa perbandingan tersebut terhadap pembelajaran bahasa dan sastra

GAYA BAHASA PERBANDINGAN DALAM

KUMPULAN CERPEN MURJANGKUNG CINTA YANG

DUNGU DAN HANTU-HANTU KARYA AS LAKSANA

DAN IMPLIKASINYA TERHADAP PEMBELAJARAN

BAHASA DAN SASTRA DI SMA

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan untuk Memenuhi Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd.)

Oleh

Ihda Auliaunnisa

NIM. 1110013000111

JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2016

Page 2: GAYA BAHASA PERBANDINGAN DALAM KUMPULAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31986/3/IHDA... · bahasa perbandingan tersebut terhadap pembelajaran bahasa dan sastra

LEMBAR PENGESAHAN

GAYA BAHASA PERBANDINGAN DALAM

KUMPULAN CERPEN MURTANGKUNG CINTA YANG

DUNGU DAN HANTU.HANTUKARYA AS LAKSANA

DAN IMPLIKASINYA TERHADAP PEMBELAJARAN

BAIIASA DAN SASTRA DI SMA

Skripsi

Dajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbi-vah dan Keguruan untuk Memenuhi S-varat

Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd.)

Oleh

Ihda AuliaunnisaNrM. 1110013000111

JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA

F'AKULTAS ILMU TARBTYAII DAN KEGURUAN

I]NIYERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATUI]LAH

JAKARTA

2016

Page 3: GAYA BAHASA PERBANDINGAN DALAM KUMPULAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31986/3/IHDA... · bahasa perbandingan tersebut terhadap pembelajaran bahasa dan sastra

LEMBAR PENGESAHAN

Skripsi berjudul "Gaya Bahasa Perbandingan. dalam Kumpulan CerpenMurjangkung Cinta ysng Dungu dan Hantu-hantu Karya AS Laksana danImplikasinya terhadap Pembelajaran Bahasa dan Sastra di SMA", disusunoleh Ihda Auliaunnisa, NIM 1110013000111, diajukan kepada Fakultas IlmuTarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta,

dan telah dinyatakan LULUS dalam ujian munaqosah pada tanggal 9 Juni 2016 dihadapan dewan penguji. Oleh karena itu, penulis berhak memperoleh gelarSarjana Pendidikan (S.Pd.) dalam bidang Pendidikan Bahasa dan Sastra

Indonesia.

Jakarta, 9 Juni 2016

Tanda TanganP anitia Ujian Munaqosah

Ketua Panitia (Ketua JurusanlProdi)

Makyun Subuki. M. Hum.NIP.19800305 200901 1 01s

Sekretaris Jurusan

Dona Aii Karunia Putra. M.A.NIP. 19840409 20tt0t I 01s

Penguji 1

Ahmad Bahtiar. M. Hum.NrP. 197601182009L2 I 002

Penguji 2

Novi Diah Harvanti. M. Hum.NrP. 19841126 20ts03 2 007

Tanggal

13 1,*t; aaL

19 tw; Aorc

tO tr., Lr }.tL....(./.........

l3 )ul^ zotc

engetahui,

Page 4: GAYA BAHASA PERBANDINGAN DALAM KUMPULAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31986/3/IHDA... · bahasa perbandingan tersebut terhadap pembelajaran bahasa dan sastra

KEMENTE.RIAN AGAMA.@) Im{JAKARTA

'@i rTHT*"*,r, cisrat ri4t?rnexwro

FORM (FR)

No. Dolqmen : FITK-FR-AKD-089

Tgl.Terbit : lMaret2OlONo- Revisi: : 01

Hal vtSURAT PERNYATAAN KARYA SENDIRI

Saya yang bertanda tangan di bawah ini,

Nama 'Ihrlo Arrliq.rnnica

TempalTgl.Lahir : Bekasi, 24 Juli 1992

NIM :1110013000111

Jurusan / Prodi : Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

Judul Skripsi : Gaya Bahasa Perbandingan dalam Kumpulan Cerpen

Murj angkung C int a yang Dungt dan H antu-hantu Karya AS

Laksana dan Impilikasinya terhadap Pembelajaran Bahasa dan

Sastra di SMA

Dosen Pembimbing: Rosida Erowati, M. Hum.

dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang saya huat benar-benar hasil ktrytsendiri

dan saya bertanggungjawab secara akademis atas apa yang saya tulis.

Pernyataan ini dibuat sebagai salah satu syarat menempuh Ujian Munaqasah.

iswa Ybs.Jakarta, Mei 2016

Page 5: GAYA BAHASA PERBANDINGAN DALAM KUMPULAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31986/3/IHDA... · bahasa perbandingan tersebut terhadap pembelajaran bahasa dan sastra

i

ABSTRAK

Ihda Auliaunnisa. 1110013000111. Skripsi. “Gaya Bahasa Perbandingan dalam

Kumpulan Cerpen Murjangkung Cinta yang Dungu dan Hantu-Hantu Karya AS

Laksana dan Implikasinya terhadap Pembelajaran Bahasa dan Sastra di SMA”. Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan

Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Dosen Pembimbing:

Rosida Erowati, M. Hum. 2016.

Kumpulan cerpen Murjangkung Cinta yang Dungu dan Hantu-Hantu karya AS

Laksana ini menampilkan kekhasan gaya bahasa yang digunakan pengarang dalam

memperkuat penyajian sebuah cerita. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui

penggunaan gaya bahasa perbandingan dalam kumpulan cerpen Murjangkung Cinta

yang Dungu dan Hantu-Hantu karya AS Laksana, serta implikasi penggunaan gaya

bahasa perbandingan tersebut terhadap pembelajaran bahasa dan sastra di SMA.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif dengan analisis isi,

sedangkan pendekatan yang digunakan adalah pendekatan stilistika. Teknik penelitian

yang digunakan adalah teknik simak catat yakni membaca kumpulan cerpen

Murjangkung Cinta yang Dungu dan Hantu-Hantu, kemudian mencatat hasil temuan

gaya bahasa perbandingan dalam kumpulan cerpen tersebut.

Berdasarkan hasil penelitian ditemukan 168 data dari tiga jenis gaya bahasa

perbandingan yang paling dominan, antara lain gaya bahasa: 1) perumpamaan 81

kalimat, 2) metafora 43 kalimat, dan 3) personifikasi 44 kalimat. Gaya bahasa yang

terdapat dalam keseluruhan cerpen Murjangkung Cinta yang Dungu dan Hantu-

Hantu berfungsi memperkuat penyampaian struktur naratif. Gaya bahasa

perbandingan dalam kumpulan cerpen Murjangkung Cinta yang Dungu dan Hantu-

Hantu karya AS Laksana dapat diimplikasikan ke dalam pembelajaran bahasa dan

sastra Indonesia kelas X semester 1 dengan kompetensi dasar menganalisis

keterkaitan unsur intrinsik suatu cerpen dengan kehidupan sehari-hari.

Kata Kunci: Cerita Pendek, Gaya Bahasa Perbandingan, Murjangkung Cinta yang

Dungu dan Hantu-Hantu

Page 6: GAYA BAHASA PERBANDINGAN DALAM KUMPULAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31986/3/IHDA... · bahasa perbandingan tersebut terhadap pembelajaran bahasa dan sastra

ii

ABSTRACT

Ihda Auliaunnisa. 1110013000111. Thesis. “The Comparison of Language Style

in the Collection of Short Stories Murjangkung Cinta yang Dungu dan Hantu-

Hantu Written by AS Laksana and Its Implication towards Language and

Literature Learning in the Senior High School”. Indonesian Language and

Literature Education Department, Faculty of Tarbiyah and Teaching, Syarif

Hidayatullah State Islamic University Jakarta. Supervisor: Rosida Erowati, M. Hum.

2016.

The collection of short stories Murjangkung Cinta yang Dungu dan Hantu-Hantu

written by AS Laksana shows a characteristic language style that is used by an author

to strengthen the address of story. This research aims to determine the using of

language style comparison in the short story collection Murjangkung Cinta yang

Dungu dan Hantu-Hantu written by AS Laksana as well as the consequence of the

use of language style comparison towards the learning of language and literature in

the senior high school.

The method used in this study is a qualitative content analysis, while the approach

used is a stylistic approach. The research technique used is a look-through and note-

technique which means reading the short story collection Murjangkung Cinta yang

Dungu dan Hantu-Hantu, then writing down the results of language style comparison

in the set of short stories.

Based on the results of research, it is found 168 data from three types of the most

dominant of the language style comparison, such as: 1) 81 sentences of parables, 2)

43 sentences of metaphor, and 3) 44 sentences of personification. The language style

contained in the whole short story of Murjangkung Cinta yang Dungu dan Hantu-

Hantu worked to strengthen the address of narrative structure. Language style

comparison in the collection short stories of Murjangkung Cinta yang Dungu dan

Hantu-Hantu written by of AS Laksana can be implemented into the language and

literature learning in the first-semester of the 10th

grade with the basic competence to

analyze the correlation of the intrinsic aspects of short stories and the daily activities.

Keywords: Short Story, Language Style Comparison, Murjangkung Cinta yang

Dungu dan Hantu-Hantu

Page 7: GAYA BAHASA PERBANDINGAN DALAM KUMPULAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31986/3/IHDA... · bahasa perbandingan tersebut terhadap pembelajaran bahasa dan sastra

iii

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahi robbil ‘alamin, segala puji bagi Allah SWT atas limpahan

rahmat, nikmat, dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi

ini. Selawat dan salam semoga tercurah kepada Nabi Muhammad SAW, keluarga,

sahabat, serta para pengikutnya yang setia hingga akhir zaman.

Dalam penyelesaian penelitian yang berjudul “Gaya Bahasa Perbandingan

dalam Kumpulan Cerpen Murjangkung Cinta yang Dungu dan Hantu-Hantu

Karya AS Laksana dan Implikasinya terhadap Pembelajaran Bahasa dan Sastra di

SMA, penulis banyak menerima bantuan, petunjuk, saran, serta bimbingan dari

berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih

kepada:

1. Prof. Dr. Ahmad Thib Raya, M.A., Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan

Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Makyun Subuki, M. Hum., Ketua Jurusan Pendidikan Bahasa dan

Sastra Indonesia.

3. Dona Aji Putra, M.A., Sekretaris Jurusan Pendidikan Bahasa dan

Sastra Indonesia

4. Rosida Erowati, M. Hum., dosen pembimbing skripsi yang telah

meluangkan banyak waktu, memberikan arahan dan motivasi, serta

membimbing penulis dengan sabar.

5. Dosen-dosen Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, khususnya

Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia yang selama ini

membekali penulis dengan ilmu pengetahuan.

6. H. Endang Supratmansyah dan Hj. Saodah Hamzein selaku orang tua,

kakak, adik, dan keponakan-keponakan yang lucu dan selalu dirindu,

serta keluarga besar H. Muhammad Zein yang selalu mendoakan setiap

saat untuk keberhasilan penulis, memberikan dorongan, baik moral

maupun materi, dan memotivasi penulis dalam proses penyelesaian

skripsi ini.

Page 8: GAYA BAHASA PERBANDINGAN DALAM KUMPULAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31986/3/IHDA... · bahasa perbandingan tersebut terhadap pembelajaran bahasa dan sastra

iv

7. Kak Naila Mufidah, Nurfayerni, Rahma Dzul Prihatini yang telah

menjadi keluarga penulis selama menetap di Ciputat dan banyak

memberi motivasi serta bantuannya kepada penulis. Naila Saadah,

Nurfitria Harnia, Anggraini Prastikasari, Lia Kholilah dan Bahtar

Piliang yang telah menjadi orang-orang terdekat bagi penulis selama

ini dan selama proses penyelesaian skripsi ini.

8. Teman-teman PBSI angkatan 2010, Himpunan Mahasiswa Islam

(HMI) Ciputat, kelompok Tari Saman Pojok Seni Tarbiyah, Persatuan

Mahasiswa Bekasi Jakarta Raya, keluarga besar HMJ PBSI, keluarga

besar SMP-SMK Madinatul ‘Ilmi, dan keluarga besar Teater el Na’ma

Indonesia yang telah banyak memberikan pengalaman luar biasa

kepada penulis.

9. Berbagai pihak yang tidak dapat disebutkan satu-persatu, terima kasih

atas partisipasinya dalam proses penyelesaian skripsi ini.

Terima kasih atas doa, semangat, bantuan, serta

bimbingannya kepada penulis. Semoga Allah swt membalas kebaikan

kalian. Penulis berharap adanya saran dan kritik yang membangun

terhadap skripsi ini. Penulis juga berharap karya tulis ini dapat

memberikan sumbangsih bagi penelitian di bidang sastra serta bagi

pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia.

Jakarta, Mei 2016

Penulis

Page 9: GAYA BAHASA PERBANDINGAN DALAM KUMPULAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31986/3/IHDA... · bahasa perbandingan tersebut terhadap pembelajaran bahasa dan sastra

v

DAFTAR ISI

ABSTRAK……………………………………………………….. i

ABSTRACT……………………………………………………… ii

KATA PENGANTAR …………………………………………... iii

DAFTAR ISI……………………………………………………… v

BAB I PENDAHULUAN………………………………………… 1

A. Latar Belakang Masalah…………………………………... 1

B. Identifikasi Masalah………………………………………. 6

C. Pembatasan Masalah………………………………………. 6

D. Rumusan Masalah…………………………………………. 7

E. Tujuan Penelitian………………………………………….. 7

F. Manfaat Penelitian…………..…………………………….. 7

G. Metode Penelitian……………………………………......... 8

BAB II LANDASAN TEORI……………………………………. 12

A. Hakikat Stilistika………………………………………….. 12

1. Pengertian Stilistika………………………………....... 12

2. Pendekatan Stilistika………………………………….. 14

B. Hakikat Gaya Bahasa……………………………………... 16

1. Pengertian Gaya Bahasa……………………………… 16

2. Jenis-jenis Gaya Bahasa……………………………… 18

3. Gaya Bahasa Perbandingan…………………………… 19

C. Hakikat Cerpen……………………………………………. 21

1. Pengertian Cerpen…………………………………….. 21

Page 10: GAYA BAHASA PERBANDINGAN DALAM KUMPULAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31986/3/IHDA... · bahasa perbandingan tersebut terhadap pembelajaran bahasa dan sastra

vi

2. Ciri-ciri Cerpen……………………………………...... 23

3. Unsur Intrinsik Cerpen……………………………...... 25

D. Pembelajaran Sastra………………………………………. 30

E. Penelitian yang Relevan…………………………………... 31

BAB III PROFIL AS LAKSANA……………………………….. 35

A. Biografi AS Laksana………………………………………. 35

B. Karya AS Laksana………………………………………… 36

C. Pemikiran AS Laksana……………………………………. 43

BAB IV HASIL TEMUAN DAN

PEMBAHASAN…………………………………………………. 45

A. Struktur Naratif dalam Kumpulan Cerpen Murjangkung

Cinta yang Dungu dan Hantu-Hantu Karya AS

Laksana…………………………………………………… 45

B. Gaya Bahasa Perbandingan yang terdapat dalam Kumpulan

Cerpen Murjangkung Cinta yang Dungu dan Hantu-Hantu

Karya AS Laksana………………….……………………… 118

C. Analisis Gaya Bahasa Perbandingan dalam Kumpulan Cerpen

Murjangkung Cinta yang Dungu dan Hantu-Hantu Karya

AS Laksana………………………………………………… 197

D. Fungsi Gaya Bahasa Perbandingan dalam Kumpulan Cerpen

Murjangkung Cinta yang Dungu dan Hantu-Hantu Karya

AS Laksana………………………………………………… 199

E. Implikasi………………………………………………........ 202

BAB V PENUTUP………………………………………………... 205

A. Simpulan…………………………………………………… 205

B. Saran………………………………………………………... 206

DAFTAR PUSTAKA……………………………………………… 207

LAMPIRAN………………………………………………………... 211

Page 11: GAYA BAHASA PERBANDINGAN DALAM KUMPULAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31986/3/IHDA... · bahasa perbandingan tersebut terhadap pembelajaran bahasa dan sastra

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Gaya bahasa merupakan perangkat estetik utama dalam bercerita. Ia

mengemban tugasnya dalam memperkuat penyajian sebuah cerita.

Penggunaan gaya bahasa dalam karya sastra sebenarnya telah banyak

diteliti. Pendekatan stilistika yang menjadi payung dalam penelitian gaya

bahasa di antaranya telah dilakukan oleh Mujiyanto pada tahun 20071 dan

Handayani pada tahun 20102. Secara garis besar hasil penelitian tersebut

mengungkapkan penggunaan gaya bahasa dalam sebuah karya serta fungsi

dan makna yang terkait dengan gaya bahasa tersebut. Dalam penelitian

tersebut dinyatakan bahwa gaya bahasa sebagai sarana pengarang

menyampaikan gagasan dalam sebuah cerita. Ia juga berperan penting dalam

menciptakan fungsi puitik dan estetik dalam sebuah karya. Penelitian

mengenai gaya bahasa ini masih berpeluang untuk terus dilakukan seiring

terus berkembangnya karya sastra guna mengungkap fungsi puitik dan

estetik dalam sebuah karya serta mengetahui gaya khas dari pengarang itu

sendiri.

Gaya bahasa lahir dari ide atau gagasan pengarang yang kemudian

memberikan keindahan dalam sebuah tulisan. Tulisan tersebut kemudian

diolah oleh pengarang sehingga menghasilkan efek tertentu yang

menjadikan sebuah tulisan menjadi khas. Sebuah karya dengan gaya bahasa

yang variatif membuat sebuah cerita menjadi lebih kuat dan kaya makna.

Penggambaran objek yang konkret juga didapat dari pemilihan gaya bahasa

yang tepat. Hal itulah yang membuat gaya bahasa menjadi pokok penting

bagi sebuah karya dalam menghidupkan cerita serta menggambarkan

1 Yant Mujiyanto, “Pemanfaatan Gaya Bahasa dalam “Sesobek Buku Harian Indonesia”

Antologi Puisi Emha Ainun Najib (Studi Stilistika)”, Tesis, Universitas Sebelas Maret, Surakarta,

2007, tidak dipublikasikan. 2 Retno Dwi Handayani, “Stilistika Novel Sirah Karya Ay Suharyana”, Skripsi,

Universitas Sebelas Maret, Surakarta, 2010, tidak dipublikasikan.

Page 12: GAYA BAHASA PERBANDINGAN DALAM KUMPULAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31986/3/IHDA... · bahasa perbandingan tersebut terhadap pembelajaran bahasa dan sastra

2

peristiwa secara lebih imajinatif lagi, seperti yang terlihat pada kutipan

berikut:

Bila malam menjejak, memanjang sampai mau beranjak di

penghujung lain, seiring dengan pasang naik, dari zona pesisir

sebelum jalan membelok ke pedalaman, dari salah satu rumah yang

dialingi pohon-pohon bakau dari tangan lautan itu akan bangkit

tembang pilu mirip lolong. (Kiriman Laut yang Terlambat — Beni

Setia)

Bayangkan saja wujudnya sebagai perpaduan antara sosok

mahasiswa teladan dan penari sirkus yang menakjubkan. Maksudku,

jika ia diam ia akan tampak seperti mahasiswa teladan, jika ia

bergoyang kau akan sepakat bahwa ia sesegar penari di sirkus-sirkus

oriental; ia mampu meliukkan pinggulnya dengan getar yang

meringkus nyali para istri setengah baya dan mengundang simpati

para suami setengah buaya. (Cerita Untuk Anak-Anakmu — AS

Laksana)

Kedua kutipan di atas berasal dari pengarang yang berbeda. Pada

kutipan pertama memperlihatkan kemampuan pengarang dalam memilih

gaya bahasa yang padat yang tidak hanya mampu membawa pembacanya

lebih imajinatif tetapi juga membuat penggambaran cerita menjadi lebih

kuat. Pilihan diksi yang menggabungkan majas personifikasi, klimaks, dan

metafor membuat suasana yang digambarkan kian terasa nyata. Pembaca

akan dibawa merasakan kesunyian malam pesisir pantai yang dingin diiringi

ratapan tangis dari kejauhan yang muncul di tengah malam yang kian pekat.

Pada kutipan kedua memperlihatkan gaya yang khas, lucu, menggelitik,

tampak mengejek, dan juga seperti tidak ada jarak antara pengarang dan

pembaca. Pilihan diksi sehari-hari, ditambah struktur kalimat yang

sederhana, terasa mengalir ketika membacanya. Dengan pemilihan gaya

bahasa yang tepat, penggambaran tokoh yang dipilih pengarang menjadi

lebih kuat.

Apabila dikaitkan dengan pembelajaran di sekolah, siswa dituntut

untuk bisa membaca sekaligus menganalisis sebuah karya sebagai bentuk

apresiasi karya sastra. Dalam mengkaji unsur intrinsik, misalnya,

pembelajaran gaya bahasa mampu memotivasi minat siswa untuk membaca,

Page 13: GAYA BAHASA PERBANDINGAN DALAM KUMPULAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31986/3/IHDA... · bahasa perbandingan tersebut terhadap pembelajaran bahasa dan sastra

3

sehingga lama kelamaan siswa juga memiliki ketertarikan untuk menulis.

Dalam hal ini, gaya bahasa berperan penting untuk meningkatkan

keterampilan berbahasa siswa dalam membaca dan menulis serta melatih

daya imajinasinya dalam menggambarkan peristiwa-peristiwa pada sebuah

cerita.

Salah satu sastrawan kontemporer yang dikenal dengan

kemahirannya meramu bahasa adalah AS Laksana. Ia piawai menceritakan

kisah-kisahnya sehingga terasa lucu sekaligus ironis. Dalam bercerita,

Laksana sering menggunakan teknik mendongeng, yang kemudian melekat

sebagai gaya tulisannya. Setidaknya dua hal yang menjadi ciri khas cerpen-

cerpen AS Laksana yang terkumpul dalam buku kumpulan cerpennya yang

pertama, Bidadari yang Mengembara. Dua hal itu adalah (permainan)

intertekstualitas dan kuatnya parodi.3 Kekhasan lainnya dalam hal pemilihan

diksi sehari-sehari dan main-main, susunan kalimatnya yang sederhana

namun tetap terasa mengalir dan mengena menjadi keunikan pengarang.

Dalam khasanah sastra Indonesia, kemampuan Laksana dapat

dibandingkan dengan sastrawan angkatan sebelumnya, Hamsad Rangkuti.

Cerpen-cerpen Hamsad dikenal dengan kepadatan berceritanya. Dengan

imajinasinya yang liar, Hamsad seringkali menampilkan peristiwa sehari-

hari yang disulap menjadi cerita yang apik. Hal itu juga terasa dalam cerpen-

cerpen Laksana. Selain menampilkan imajinasi yang liar, gaya bercerita

kedua sastrawan berbeda angkatan ini terasa begitu mengalir. Pilihan diksi

sehari-hari yang digunakan mampu mengajak pembaca menikmati rangkaian

cerita yang dibangunnya. Kemampuan keduanya dalam menggabungkan

berbagai gaya bahasa seperti asosiasi, metafora, maupun perumpamaan

dalam sebuah cerita menjadikan karya-karya mereka berkesan. Akan tetapi,

yang membedakan keduanya adalah kekuatan interteks yang menjadi

kekhasan dalam karya-karya Laksana. Kekuatan interteks inilah yang

membuat pembaca menjadi begitu dekat dengan cerita-cerita yang

3 A. Zaim Rofiqi, “Cerita-Cerita yang Mengembara”, dalam Jurnal Kalam vol. 22,

(Jakarta: Yayasan Kalam, 2005), h. 197-205.

Page 14: GAYA BAHASA PERBANDINGAN DALAM KUMPULAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31986/3/IHDA... · bahasa perbandingan tersebut terhadap pembelajaran bahasa dan sastra

4

dihadirkan pengarang karena berbagai tradisi sastra yang ada dapat

dijumpai, seperti kisah nabi, mitos, sejarah, maupun dongeng yang

ditabrakkan dengan kondisi kekinian dan dengan cara parodi.

Sementara itu, jika dibandingkan dengan sastrawan seangkatannya,

misalnya Agus Noor, Laksana memiliki keunikan tersendiri. Membaca karya

Agus Noor, kita seperti membaca realitas sosial dalam teks fiksi. Lain

halnya ketika membaca karya-karya Laksana yang banyak mengisahkan

peristiwa kehidupan sehari-hari hingga kehidupan dunia fantastis yang

mencengangkan. Realitas sosial memang menjadi garis jelas dalam karya-

karya Agus Noor. Dunia yang dibangun lewat bahasa yang digunakan

pengarang angkatan 2000 ini berhasil menciptakan suasana yang suram dan

memprihatinkan. Selain itu, sarkasme dan diksi kekerasan selalu muncul di

beberapa tema kekerasan yang diangkatnya. Pada beberapa cerpen yang lain,

Agus Noor juga banyak bermain dengan nada satir dan pertanyaan-

pertanyaan segar. Hal itu berbanding terbalik dengan karya-karya Laksana

yang jika dilihat hampir semua cerpennya bersentuhan dengan daerah abu-

abu antara mitos dan sejarah. Begitupula kekhasan bahasa yang ia

digunakan, terasa ringan dan mudah dicerna pembaca. Humor yang pekat,

menyengat, dan sinis merupakan unsur penting dari gaya bercerita Laksana.

Pilihan diksi sehari-hari yang digunakan pengarang juga mampu

memberikan makna yang berbeda dari bahasa sehari-hari sehingga pembaca

dapat mengungkapkan pesan dalam cerita dengan gaya yang variatif dan

lebih mengena. Dalam hal ini, Laksana tidak hanya mampu menceritakan

kisah dengan bahasa yang sederhana tetapi juga piawai mengolah itu semua

menjadi hiburan dan perenungan.

Murjangkung kembali memperagakan kepiawaian Laksana sebagai

pendongeng yang mahir meramu humor dan tragedi, memadukan sikap

serius dan main-main, mengocok nalar dan kegilaan, memadukan keajaiban

dan keremehan, mengacluk kenyataan dan khayalan, Walhasil, tergelarlah

Page 15: GAYA BAHASA PERBANDINGAN DALAM KUMPULAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31986/3/IHDA... · bahasa perbandingan tersebut terhadap pembelajaran bahasa dan sastra

5

sederet kisah yang tidak hanya amat menghibur, tapi juga memercikkan

bunga api pemikiran kritis. Renyah, tapi tetap mendalam.4

Berkaitan dengan pembahasan yang penulis ambil, fokus dari

penelitian ini adalah gaya bahasa perbandingan dalam kumpulan cerpen

Murjangkung Cinta yang Dungu dan Hantu-Hantu karya AS Laksana dan

implikasinya pada pembelajaran bahasa dan sastra di SMA. Secara

sederhana, penelitian ini berupaya mendeskripsikan penggunaan gaya

bahasa perbandingan yang ada dalam kumpulan cerpen yang diterbitkan

oleh GagasMedia pada awal 2013. Karya ini memuat 20 cerpen, antara lain;

(1) Bagaimana Murjangkung Mendirikan Kota dan Mati Sakit Perut, (2)

Otobiografi Gloria, (3) Dongeng Cinta yang Dungu, (4) Perempuan dari

Masa Lalu, (5)Bagaimana Kami Selamat dari Kompeni dan Sebagainya, (6)

Seto Menulis Peri, Pelangi, dan Para Putri, (7)Teknik Mendapatkan Cinta

Sejati, (8) Dua Perempuan di Satu Rumah, (9) Bukan Ciuman Pertama, (10)

Tuhan, Pawang Hujan, dan Pertarungan yang Remis, (11) Kisah Batu

Menangis, (12) Seorang Utusan Memotong Telinga Raja Jawa, (13) Lelaki

Beristri Batu, (14) Efek Sayap Kupu-Kupu, (15) Ibu Tiri Bergigi Emas, (16)

Seorang Lelaki Telungkup di Kuburan, (17) Malam Saweran, (18) Cerita

Untuk Anak-Anakmu, (19) Kuda, dan (20) Peristiwa Kedua, Seperti Komidi

Putar.

Dalam penelitian ini, penulis akan mendeskripsikan isi pesan atau

makna dari gaya bahasa yang terdapat dalam data kalimat dan hasil analisis

tersebut digunakan untuk menggambarkan struktur naratif cerita. Dalam

penelitian ini, penulis menggunakan pendekatan stilistika serta teori gaya

bahasa dari Henry Guntur Tarigan yang difokuskan pada gaya bahasa

perbandingan yang paling dominan yaitu perumpamaan, metafora, dan

personifikasi serta fungsi penggunaan gaya bahasa tersebut dalam

penyampaian struktur naratif cerita.

4 Arif Reza Prasetyo, “Laksana Menulis Sejarah Hantu”, dalam Majalah Tempo, edisi 5

Mei 2013, h. 90.

Page 16: GAYA BAHASA PERBANDINGAN DALAM KUMPULAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31986/3/IHDA... · bahasa perbandingan tersebut terhadap pembelajaran bahasa dan sastra

6

Melalui penelitian ini, pembelajaran yang dapat diterapkan di SMA

adalah pemahaman mengenai gaya bahasa sebagai salah satu unsur

pembangun dalam cerpen. Selain itu, siswa juga bisa mengaplikasikan

pemahamannya mengenai penggunaan gaya bahasa tersebut dalam

kehidupan sehari-hari. Berdasarkan latar belakang di atas, maka penelitian

ini diberi judul “Gaya Bahasa Perbandingan dalam Kumpulan Cerpen

Murjangkung Cinta yang Dungu dan Hantu-Hantu karya AS Laksana dan

Implikasinya Terhadap Pembelajaran Bahasa dan Sastra di SMA”.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka dapat

diidentifikasi beberapa masalah sebagai berikut:

1. Gaya bahasa merupakan perangkat bercerita yang memiliki peranan

penting dalam sebuah karya.

2. Pembelajaran gaya bahasa berperan penting dalam meningkatkan

keterampilan berbahasa siswa.

3. Karya-karya AS Laksana memiliki gaya bahasa yang khas sehingga

perlu penelitian yang lebih mendalam.

4. Belum adanya penelitian sastra mengenai gaya bahasa yang terdapat

dalam kumpulan cerpen Murjangkung Cinta yang Dungu dan Hantu-

Hantu karya AS Laksana.

C. Pembatasan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah di atas, maka untuk menghindari

pembahasan yang terlalu luas penulis akan memfokuskan pembahasan pada

penggunaan gaya bahasa berupa gaya bahasa perbandingan (gaya bahasa

perumpamaan, metafora, dan personifikasi) yang terdapat dalam kumpulan

cerpen Murjangkung Cinta yang Dungu dan Hantu-Hantu karya AS

Laksana. Oleh karena itu, penulis dapat mengangkat permasalahan tersebut

menjadi sebuah skripsi yang berjudul “Gaya Bahasa Perbandingan dalam

Kumpulan Cerpen Murjangkung Cinta Yang Dungu Dan Hantu-Hantu

Page 17: GAYA BAHASA PERBANDINGAN DALAM KUMPULAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31986/3/IHDA... · bahasa perbandingan tersebut terhadap pembelajaran bahasa dan sastra

7

Karya AS Laksana dan Implikasinya terhadap Pembelajaran Bahasa dan

Sastra di SMA”.

D. Rumusan Masalah

1. Bagaimana penggunaan gaya bahasa perbandingan dalam kumpulan

cerpen Murjangkung Cinta yang Dungu dan Hantu-Hantu karya AS

Laksana?

2. Bagaimana implikasinya terhadap pembelajaran bahasa dan sastra di

SMA?

E. Tujuan Penelitian

1. Mengetahui penggunaan gaya bahasa perbandingan dalam kumpulan

cerpen Murjangkung Cinta yang Dungu dan Hantu-Hantu karya AS

Laksana.

2. Mengetahui implikasi penggunaan gaya bahasa perbandingan tersebut

terhadap pembelajaran bahasa dan sastra di SMA.

F. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoretis

Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan khazanah

ilmu pengetahuan studi sastra Indonesia, khususnya mengenai penggunaan

gaya bahasa perbandingan dan pembelajaran sastra di SMA.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi peneliti, hasil penelitian ini dapat menjadi jawaban dari masalah

yang dirumuskan. Selain itu, dapat menjadikan motivasi bagi penulis

untuk mengadakan penelitian lain yang lebih baik.

b. Bagi guru, hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan rujukan

untuk mengadakan penelitian mengenai kajian tentang gaya bahasa.

Tidak hanya dalam kajian ilmu sastra, tetapi juga dalam bidang-bidang

ilmu yang lain.

Page 18: GAYA BAHASA PERBANDINGAN DALAM KUMPULAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31986/3/IHDA... · bahasa perbandingan tersebut terhadap pembelajaran bahasa dan sastra

8

c. Bagi siswa, hasil penelitian ini dapat menjadi salah satu bahan acuan

dalam pembelajaran bahasa dan sastra, khususnya mengenai gaya bahasa

perbandingan dalam cerpen.

d. Bagi institusi, hasil penelitian ini sebagai sumbangan penelitian

mengenai gaya bahasa perbandingan dan diharapkan dapat menjadi

pedoman atau acuan dalam pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia.

G. Metodologi Penelitian

1. Metode Penelitian

Metode merupakan cara-cara, strategi untuk memahami realitas,

langkah-langkah sistematis untuk memecahkan rangkaian sebab akibat

berikutnya.5 Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode

deskriptif. Dalam metode deskriptif, data yang dikumpulkan berupa kata-

kata, gambar, dan bukan angka-angka.6 Dengan demikian, laporan penelitian

akan berisi kutipan-kutipan data untuk memberi gambaran penyajian laporan

tersebut.

Bentuk penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah bentuk

kualitatif. Penelitian kualitatif dilakukan dengan cara memanfaatkan cara-

cara penafsiran yang menyajikannya dalam bentuk deskripsi. Tujuan dari

penelitian kualitatif ini adalah untuk menyajikan penafsiran secara

sistematis, faktual, dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat, serta

hubungan antarfenomena yang diselidiki.

Sementara itu, pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini

adalah pendekatan stilistika. Stilistika adalah ilmu yang mengkaji wujud

keunikan dan kekhasan pemakaian bahasa yang digunakan dalam karya

sastra. Jadi, pendekatan ini dipandang sebagai pendekatan yang cocok dan

dapat digunakan pada saat seorang peneliti menganalisis berbagai masalah

yang berkaitan dengan gaya bahasa.

5 Nyoman Kutha Ratna, Teori, Metode, dan Teknik Penelitian Sastra, (Yogyakarta:

Pustaka Pelajar, 2007), h. 34. 6 Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya,

2009), h. 11.

Page 19: GAYA BAHASA PERBANDINGAN DALAM KUMPULAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31986/3/IHDA... · bahasa perbandingan tersebut terhadap pembelajaran bahasa dan sastra

9

Metode penelitian kualitatif yang digunakan penulis yaitu analisis isi.

Menurut Ratna, metode analisis isi ini menekankan pada isi pesan. Dasar

penafsiran dalam metode kualitatif memberikan perhatian pada situasi

alamiah, maka dasar penafsiran dalam metode analisis isi memberikan

perhatian pada isi pesan. Oleh karena itulah, metode analisis isi dilakukan

dalam dokumen-dokumen yang padat isi. Dalam karya sastra, misalnya,

dilakukan untuk meneliti gaya tulisan seorang pengarang.7

Jadi, dalam penelitian ini penulis menggunakan bentuk penelitian

deskriptif kualitatif dengan metode analisis isi. Penelitian ini berupaya

mendeskripsikan isi pesan gaya bahasa perbandingan serta fungsinya dalam

penyampaian struktur naratif cerita yang terdapat dalam kumpulan cerpen

Murjangkung Cinta yang Dungu dan Hantu-Hantu karya AS Laksana.

Kemudian hasil analisis tersebut diimplikasikan dalam pembelajaran bahasa

dan sastra di SMA.

2. Objek Penelitian

Sesuai dengan tujuan penelitian, yang menjadi objek penelitian ini

adalah “Gaya Bahasa Perbandingan dalam Kumpulan Cerpen Murjangkung

Cinta yang Dungu dan Hantu-Hantu karya AS Laksana dan Implikasinya

Terhadap Pembelajaran Bahasa dan Sastra di SMA”

3. Data dan Sumber Data

a. Data

Data adalah keterangan atau bahan nyata yang dapat dijadikan

dasar kajian (analisis atau kesimpulan).8 Data merupakan penguat yang

nyata dalam sebuah kajian atau analisis. Data dicari dan dikumpulkan

untuk mendapatkan jawaban terhadap masalah yang dikaji. Data

penelitian ini berupa kutipan kalimat yang terdapat dalam kumpulan

7 Ratna, op. cit., h. 49.

8 Kamus Besar Bahasa Indonesia Offline 1.5.1

Page 20: GAYA BAHASA PERBANDINGAN DALAM KUMPULAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31986/3/IHDA... · bahasa perbandingan tersebut terhadap pembelajaran bahasa dan sastra

10

cerpen Murjangkung Cinta yang Dungu dan Hantu-Hantu karya AS

Laksana.

b. Sumber Data

Sumber data dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data

sekunder. Data primer dalam penelitian ini adalah cerpen Murjangkung

Cinta yang Dungu dan Hantu-Hantu yang diterbitkan pada 2013 oleh PT

GagasMedia, Jakarta, dengan tebal 216 halaman. Sementara itu, data

sekunder adalah data pelengkap dalam penelitian. Data sekunder dalam

penelitian ini yaitu buku, artikel, dan penelitian-penelitian sebelumnya

yang terkait dengan objek penelitian.

4. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang dilakukan penulis adalah:

1. Membaca dan memahami secara cermat kumpulan cerpen Murjangkung

Cinta yang Dungu dan Hantu-Hantu karya AS Laksana;

2. Mencatat kalimat yang termasuk dalam gaya bahasa perbandingan;

3. Hasil poin 2 digunakan sebagai data untuk menganalisis gaya bahasa

perbandingan dan fungsi dalam penyampaian struktur naratif yang

terdapat dalam kumpulan cerpen Murjangkung Cinta yang Dungu dan

Hantu-Hantu karya AS Laksana;

4. Hasil poin 3 digunakan untuk mengimplikasikan gaya bahasa

perbandingan dalam kumpulan cerpen Murjangkung Cinta yang Dungu

dan Hantu-Hantu karya AS Laksana pada pembelajaran bahasa dan

sastra di SMA.

5. Teknik Analisis Data

Teknik analisis data yang dilakukan penulis adalah:

1. Data dibaca

Penulis melakukan pembacaan teks sastra secara terus menerus dari awal

hingga akhir hingga memahami isi cerpen Murjangkung Cinta yang

Dungu dan Hantu-Hantu karya AS Laksana.

2. Data ditandai

Page 21: GAYA BAHASA PERBANDINGAN DALAM KUMPULAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31986/3/IHDA... · bahasa perbandingan tersebut terhadap pembelajaran bahasa dan sastra

11

Setelah melakukan pembacaan, penulis menandai ha-hal yang

berhubungan langsung dengan penelitian yang dipilih, yakni mengenai

jenis-jenis gaya bahasa yang terkandung dalam cerpen Murjangkung

Cinta yang Dungu dan Hantu-Hantu karya AS Laksana.

3. Data dikelompokkan

Setelah melakukan penandaan, penulis mengelompokkan data gaya

bahasa perbandingan dalam cerpen Murjangkung Cinta yang Dungu dan

Hantu-Hantu karya AS Laksana.

4. Data dianalisis

Setelah melakukan pengelompokkan, penulis menganalisis data terkait

gaya bahasa perbandingan dalam cerpen Murjangkung Cinta yang

Dungu dan Hantu-Hantu karya AS Laksana. Hasil analisis tersebut

digunakan untuk menggambarkan fungsi dalam penyampaian struktur

naratif cerita yang terdapat dalam kumpulan cerpen Murjangkung Cinta

yang Dungu dan Hantu-Hantu karya AS Laksana. Kemudian penulis

menjabarkan implikasinya terhadap pembelajaran bahasa dan sastra di

SMA.

5. Penyajian

Setelah data dianalisis, penulis menyajikan uraian mengenai gaya bahasa

perbandingan dalam cerpen Murjangkung Cinta yang Dungu dan Hantu-

Hantu karya AS Laksana dan implikasinya terhadap pembelajaran

bahasa dan sastra di SMA.

6. Data disimpulkan

Setelah melakukan penyajian, penulis menyimpulkan hasil penelitian

mengenai gaya bahasa perbandingan dalam cerpen Murjangkung Cinta

yang Dungu dan Hantu-Hantu karya AS Laksana dan implikasinya

terhadap pembelajaran bahasa dan sastra di SMA.

Page 22: GAYA BAHASA PERBANDINGAN DALAM KUMPULAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31986/3/IHDA... · bahasa perbandingan tersebut terhadap pembelajaran bahasa dan sastra

35

BAB III

PROFIL AS LAKSANA

A. Biografi AS Laksana

AS Laksana adalah salah satu sastrawan kontemporer yang telah banyak

menghasilkan karya, terutama cerpen. Pria yang sering disapa Sulak ini lahir di

Semarang, Jawa Tengah, 25 Desember 1968. Laksana menamatkan sekolah dasar

sampai sekolah menengah atas di Semarang, lalu hijrah ke Yogyakarta untuk

kuliah di jurusan Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas

Gadjah Mada. Setelah lulus, ia pindah ke Jakarta dan bekerja di tabloid Detik.

Namun, Detik diberedel pemerintah pada 21 Juni 1994. Ia mengkaji peristiwa itu.

Menurutnya, Detik diberedel karena memberi ruang pada orang-orang yang tidak

disukai pemerintah, seperti Petisi 50. Ada wawancara dua halaman dengan orang-

orang semacam ini. Ketika diberedel, laporan utama Detik justru mengupas

tentang mie instan beracun, yang jauh dari politik dan aktivitas menentang

pemerintah. Setelah Detik berakhir, Laksana bekerja berturut-turut di dua

media, Detak dan Tabloid Investigasi, dan akhirnya memilih tidak terikat penuh

di media mana pun.1 Pernah pula Laksana bekerja pada PT Ekapraya Film. Juga ia

pernah mendirikan dan memimpin Yayasan Akubaca yang antara lain

menerbitkan sejumlah buku terjemahan dari karya sastra dunia.2

Sewaktu korannya masih hidup, hampir setiap minggu Laksana menulis

kolom di koran yang dikelolanya, Podium. Ketika korannya dilarang terbit,

kolom-kolomnya kemudian dibukukan dengan judul Podium, dan diberi

pengantar oleh sesama korban pemberangusan: penyair Goenawan Mohamad.

Tahun 2004, bersama tiga kawannya, Laksana memelopori pendirian

Sekolah Menulis Jakarta School. Menurutnya, sekolah semacam ini perlu ada

karena di sekolah formal murid-murid tidak pernah benar-benar mendapatkan

pelajaran menulis. Padahal menulis adalah cara terbaik untuk memperbaiki cara

1 Linda Christanty, “Metafor Kehidupan AS Laksana”, dalam Majalah Dewi, edisi Mei

2013, h. 122. 2 Hawe Setiawan, “Menggambar Sulak”, dalam Harian Republika, edisi Minggu, 15

Agustus 2004.

Page 23: GAYA BAHASA PERBANDINGAN DALAM KUMPULAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31986/3/IHDA... · bahasa perbandingan tersebut terhadap pembelajaran bahasa dan sastra

36

berpikir, menurutnya. Ketika menulis, orang menggunakan seluruh proses berpikir

seperti mengingat, mengamati, menilai, berlogika, dan sebagainya. Mungkin

belum banyak orang yang menyadari perlunya belajar menulis, tetapi jika ada

orang yang ingin belajar menulis, mereka tahu ke mana harus menghubungi.3

Laksana juga aktif mengajar di kelas-kelas menulis yang diselenggarakan

berbagai lembaga di Jawa dan di luar Jawa. Sejumlah anak muda yang mengikuti

kelas menulisnya kini membentuk generasi penulis baru di Indonesia.

Selain menulis, Laksana juga mendalami Ericksonian Hypnosis.

Menurutnya, menulis dan hypnosis adalah wilayah yang berhimpitan. Keduanya

bersandar pada kekuatan kata. Latar belakang sebagai penulis cerita memudahkan

Laksana mendalami Ericksonian Hypnosis. Sebaliknya, mendalami Ericksonian

Hypnosis membuatnya benar-benar memahami kekuatan cerita.4 Laksana

menyematkan teknik hipnosis itu ke dalam karya-karyanya.

Sejak 2009, Laksana rutin mengisi halaman surat kabar Jawa Pos. Ia

menulis tentang apa saja, termasuk “Surat kepada Presiden” yang menuai

tanggapan terbanyak dari pembaca. Ada yang mendukung kritiknya terhadap

kepala negara, ada pula yang tidak senang. Kolomnya yang muncul setiap

minggu dan bertajuk „Ruang Putih‟ itu merupakan kolom media terpopuler di

Indonesia.

B. Karya AS Laksana

Selain menulis karya fiksi, mantan wartawan yang juga penekun

Ericksonian Hypnosis ini juga menulis esai, skenario, kolom, karya nonfiksi, dan

terjemahan. Karya-karyanya tersebut antara lain Podium DeTIK (Sipress, 1995),

kumpulan kolom yang ia tulis tiap minggu di tabloid DeTIK (1993-1994), Skandal

Bank Bali (Detak, 1999), Bidadari yang Mengembara (KataKita, 2004), Cinta

Silver, novel adaptasi dari film Cinta Silver (GagasMedia, 2005), Creative

Writing : Tips dan Strategi Menulis Cerpen dan Novel (Mediakita, 2007), 101 Hal

3Jakarta School, “Tentang Pengajar AS Laksana”,http://jakartaschool.com/pengajardetail,

diakses pada13 Juni 2015, pukul 14.25 WIB. 4 AS Laksana, Murjangkung Cinta yang Dungu dan Hantu-Hantu, (Jakarta: GagasMedia,

2013).

Page 24: GAYA BAHASA PERBANDINGAN DALAM KUMPULAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31986/3/IHDA... · bahasa perbandingan tersebut terhadap pembelajaran bahasa dan sastra

37

yang Wajib Diketahui untuk Mahir Menulis (2012), Medan Perang (cerita

bersambung di Koran Tempo), Ular di Tapak Tangan (cerita bersambung di

Suara Merdeka), Pola Sugesti dan Strategi Terapi Milton Erickson, Literature

Ericksonian Hypnosis (tranceFormasi, 2010), Keajaiban di Ujung Jari Anda

(tranceFormasi, 2010), The Art of Ericksonian Hypnosis: Prinsip-Prinsip

Mendasar dan Penerapannya (tranceFormasi, 2012). Karyanya yang terbaru Si

Janggut Mengencingi Herucakra diluncurkan awal September 2015.

Karya-karya terjemahannya antara lain: Snow Country (Daerah Salju)

(terjemahan Yasunari Kawabata, GagasMedia, 2009), Hati yang Meracau

(terjemahan Edgar Allan Poe, Akubaca, 2002), Setan Angka: Sebuah Petualangan

Matematika (terjemahan Hans Magnus Enzensberger, Transmedia, 2007) The

Godfather (terjemahan skenario Francis Ford Coppola dan Mario Puzzo,

Akubaca, 2003), Dunia yang Bahagia (terjemahan Kahlil Gibran), Yakuza Moon:

Memoar Putri Yakuza (terjemahan Shoko Tendo, GagasMedia, 2004), After The

Affair (terjemahan Janish Abrahms Spring dan Michael Spring, Transmedia,

2006), Menulis Skenario dalam 21 Hari (terjemahan Viki King).

Cerpennya pernah dimuat dalam antologi Anjing-Anjing Menyerbu

Kuburan: Cerpen Pilihan Kompas 1997 (1997), dan Derabat: Cerpen Pilihan

Kompas 1999 (1999).5 Tiga cerpennya Seorang Ibu yang Menunggu (1996),

Menggambar Ayah (1998), dan Dua Perempuan di Satu Rumah (2010) terpilih

dalam kumpulan cerpen terbaik Kompas. Dua cerpennya Sumur Keseribu Tiga

dimuat dalam buku Kumpulan Cerita Terbaik Pena Kencana (2008), dan cerpen

Tuhan, Pawang Hujan, dan Pertarungan yang Remis dimuat dalam buku yang

sama edisi 2009.

Buku pertama yang ia tulis, Bidadari yang Mengembara, berhasil

memukau Majalah Tempo sehingga terpilih sebagai buku sastra terbaik pada tahun

2004. Karya ini dipuji berbahasa cemerlang. Sang penulis disebut mahir

berakrobat dengan tata bahasa, piawai meramu humor, kelisanan, dan budaya

massa dalam prosa. Buku ini telah mengantarkan Laksana dalam deretan cerpenis

Indonesia yang cukup berpengaruh.

5 Tim Penyusun, Ensiklopedi Sastra Indonesia Edisi Revisi, (Bandung: Titian Ilmu, 2009), h. 105.

Page 25: GAYA BAHASA PERBANDINGAN DALAM KUMPULAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31986/3/IHDA... · bahasa perbandingan tersebut terhadap pembelajaran bahasa dan sastra

38

Tahun 2006 Laksana pernah membacakan cerpen Burung di Langit dan

Sekaleng Lem, yang terdapat dalam kumpulan cerpen Bidadari yang

Mengembara, di Festival Sastra Winternachten, Den Haag, Belanda. Ia juga

pernah menulis skenario untuk sinetron serial Laksamana Cheng Ho (Episode di

Tanah Jawa), satu skenario yang difilmkan oleh sutradara Malaysia.6 Sempat pula

ia menjadi asisten sutradara untuk film dokumenter Sakura di Bumi Nusantara

garapan Eros Djarot yang bekerja sama dengan NHK Jepang.7

Sejak kumpulan cerpen pertamanya, Bidadari yang Mengembara, terbit

pada 2004, Laksana cukup lama tak menerbitkan buku fiksi. Di awal 2013,

Laksana menerbitkan kumpulan cerita baru, Murjangkung, Cinta yang Dungu dan

Hantu-Hantu. Salah satu cerpennya, Bagaimana Murjangkung Mendirikan Kota

dan Mati Sakit Perut pernah dimuat di koran Tempo dan merupakan petikan

novel yang belum rampung, Kisah Murjangkung Menguasai Separuh Dunia dari

Batavia. Murjangkung juga terpilih sebagai nominasi karya fiksi dan masuk lima

besar dalam Khatulistiwa Literary Award 2013.

Cerpen-cerpen lain dalam Murjangkung kembali memperagakan

kepiawaian Laksana sebagai pendongeng yang mahir meramu humor dan tragedi,

memadukan sikap serius dan main-main, mengocok nalar dan kegilaan,

memadukan keajaiban dan keremehan, mengacluk kenyataan dan khayalan,

Walhasil, tergelarlah sederet kisah yang tidak hanya amat menghibur, tapi juga

memercikkan bunga api pemikiran kritis. Renyah, tapi tetap mendalam.8

Selain dikenal sebagai cerpenis, Laksana juga dikenal sebagai esais. Selain

piawai berbahasa dengan cerpen, ia juga piawai berbahasa dengan esai. Cara

berbahasanya di beberapa bagian nyaris serupa. Hal terpenting yang perlu

dipahami dari cerpen-cerpennya adalah teknik (men)dongeng sebagai gaya khas

Laksana. Membaca karya-karya Laksana, kita seperti berada di dalam dunia

dongeng. Dunia yang jauh dari bayangan nyata kehidupan sehari-hari. Seolah-olah

6 Jakarta School, op. cit.

7 Korrie Layun Rampan, Angkatan 2000 dalam Sastra Indonesia, (Jakarta: PT Grasindo,

2000), h. 164. 8 Arif Reza Prasetyo, “Laksana Menulis Sejarah Hantu”, dalam Majalah Tempo, edisi 5

Mei 2013, h. 90.

Page 26: GAYA BAHASA PERBANDINGAN DALAM KUMPULAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31986/3/IHDA... · bahasa perbandingan tersebut terhadap pembelajaran bahasa dan sastra

39

tak ada jarak antara pengarang dan pembaca, Laksana menempatkan dirinya

seperti pendongeng yang pandai memikat pembacanya. Meskipun pada saat

bersamaan pembaca mengetahui bahwa cerita yang dihadirkan pengarang

barangkali hanya bualan atau tak akurat. Sebagaimana umumnya dongeng, kita

dapat menemukan amanat dan nasihat yang disampaikan secara tersirat. Melalui

karya-karyanya, Laksana menyibak peristiwa-peristiwa masa lampau yang

memberikan pesan moral bagi kehidupan sekarang.

Dalam cerita-ceritanya, kepiawaian dan kemahirannya sebagai

pendongeng berhasil meramu antara humor dan tragedi dengan kemampuan

berbahasanya yang sudah terjaga. Bahasa Laksana yang ringan dan mudah

dilumat dalam pikiran pembaca membuat cerita-ceritanya mengalir dan mengena.

Pilihan diksi sehari-hari dan main-main yang digunakan pengarang mampu

memberikan makna yang berbeda dari bahasa sehari-hari. Susunan kalimatnya

yang sederhana memudahkan pembaca memahami maksud pesan yang terdapat

dalam sebuah cerita. Tak luput, pengarang juga memperhatikan hal detail,

mengenai betapa ia menciptakan “kedekatan” dengan pembaca, sehingga Laksana

mengisahkan cerita dengan menjadikan kata aku sebagai perantara orang pertama.

Hal ini terbukti membuat pembaca lebih menjiwai apa yang ingin dihidupkan

pengarang dalam karyanya.9 Selain itu, Laksana juga memperlihatkan

kemampuannya dalam menulis dengan cara sinis dan satir yang membuat

pembaca bisa tersenyum sekaligus berpikir. Ia piawai menceritakan kisah yang

sangat sederhana, namun mampu membuatnya menjadi bahan perenungan.

Dalam karya-karyanya, Laksana menampilkan tokoh-tokoh yang biasa

menghiasi kehidupan kita. Tokoh-tokoh ganjil dengan sebutan-sebutan

antonomasia, seperti si cacing, kadal, belatung, kondom dan sebagainya. Tokoh

dalam cerita digambarkan dengan tragis, ganjil, penuh dendam, dan kebencian

terhadap sesama. Karakter tokoh yang diciptakan pengarang dibangun bukan

berdasarkan ciri fisiknya melainkan melalui prilaku ataupun kecenderungan

9 Umar Fauzi Ballah, “Dongeng dan Bahasa AS Laksana”, dalam Harian Kompas, edisi

30 Maret 2014, h. 19.

Page 27: GAYA BAHASA PERBANDINGAN DALAM KUMPULAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31986/3/IHDA... · bahasa perbandingan tersebut terhadap pembelajaran bahasa dan sastra

40

psikologisnya. Karena tokoh merupakan penyampai ide cerita, Laksana membuat

karakter tokohnya kuat dan melekat di hati pembacanya.

Cerita-cerita Laksana mengungkap sosok-sosok yang berada di tepi

peristiwa penting atau momen sejarah, atau para pemain utama yang tidak terdiri

dari orang-orang mulia atau semacam pahlawan, melainkan sosok-sosok tragis-

jenaka dan kelabu, yang biasa menghiasi keseharian kita. Menurutnya, nama

Murjangkung sering ia dengar dari orang-orang waktu Laksana masih kecil.

Mereka menyebut Jan Pieterzon Coen itu Murjangkung. Ia mendirikan kota

Batavia dan gubernur jenderal VOC (Vereniging Ost Indische Compagnie). Kota

ini menjadi pusat pengendalian seluruh koloni VOC di seluruh dunia.10

Permainan intertekstualitas merupakan salah satu unsur yang cukup

menonjol dalam karya-karya Laksana. Seperti yang terlihat dalam Bidadari yang

Mengembara, permainan intertekstualitas juga banyak ditemukan dalam

Murjangkung. Beberapa cerita dalam dua kumpulan cerpen tersebut memaksa

pembaca bergerak bolak-balik dari teks yang sedang dibaca ke jaringan luas teks-

teks lain yang telah ada dalam tradisi sastra dunia.

Sebagai misal dapat dilihat Seorang Ibu yang Menunggu yang terdapat

dalam Bidadari yang Mengembara. Bila dikaitkan dengan teks-teks lain dari

pelbagai tradisi lain, misalnya konsep kompleks Oedipus dalam tradisi Freudian.

Kisah Oedipus dalam Yunani Kuno menceritakan pengembaraan dan akhirnya

kepulangan sang tokoh yang dengan tanpa kesengajaannya mengawini ibunya

sendiri. Tampak siratan makna dalam teks itu dengan “Seorang Ibu yang

Menunggu”. Sang anak “mengembara” selama berminggu-minggu dan pulang

hanya untuk melihat “jalan” dimana bayi keluar dan masuk. Kecenderungan

Oedipus yang diidap oleh sang anak dalam cerita ini semakin terasa ketika di

akhir cerita ia bersikeras melihat “jalan” itu meski sang Ibu menolak.11

Dalam

cerpen berjudul Otobiografi Gloria yang terdapat dalam Murjangkung, Laksana

menyisipkan (setidaknya) dua kisah yang familiar bagi kita, yakni kisah tentang

Nabi Isa AS dan kisah tentang Nabi Ibrahim AS. Kisah kelahiran Nabi Isa dalam

10

Christanty, op. cit. h. 122. 11

Rofiqi, op. cit. h. 90.

Page 28: GAYA BAHASA PERBANDINGAN DALAM KUMPULAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31986/3/IHDA... · bahasa perbandingan tersebut terhadap pembelajaran bahasa dan sastra

41

sejarah kenabian yang sampai saat ini masih menjadi ingatan kuat. Isa lahir dari

seorang ibu tanpa suami. Ketika itu, malaikat mendatangi Maryam dan

menitipkan benih ke rahimnya. Hal itu tampak pada cerita Otobiografi Gloria. Si

Cacing, perempuan lajang yang hamil mengandung Gloria. Dengan gigih, ibu

Gloria menolak untuk menyebutkan nama ayah dari janin yang dikandungnya. Ia

berkilah bahwa dulu ada perempuan yang melahirkan bayi tanpa suami dan si

anak tumbuh menjadi nabi. Namun, si Cacing meragukan siapa yang

mendatanginya ketika itu, seorang lelaki ataukah mungkin malaikat. Kisah

lainnya yang begitu melekat kuat dalam ingatan kita adalah peristiwa

penyembelihan Ibrahim terhadap anaknya, Ismail. Hal itu tampak pada bagian

pembunuhan Gloria, anak haram yang baru berusia satu bulan. Namun, tidak

seperti yang terjadi pada Ismail, ketika itu nyawa Gloria tidak dapat ditukar

dengan hewan apa pun hingga nyawanya terbang jauh ke surga.

Permainan yang disuguhkan Laksana dalam beberapa ceritanya semata-

mata tidak hanya menyisipkan kisah-kisah itu tetapi juga melakukan sesuatu

terhadapnya. Apa yang dilakukannya itu biasanya adalah berupa penyelewengan,

pengganjilan, dan hal itu dapat dipahami sebagai sebuah olok-olok (atau guyonan)

Laksana terhadap kisah-kisah (yang disisipkannya) itu. Laksana

menjungkirbalikkan ingatan pembacanya tentang sejarah, mitos, hingga kebenaran

kitab suci yang sudah ada. Ironisnya, Laksana menjadikan hal itu sebagai sebuah

ejekan.

Lewat permainan intertekstualitas, Laksana mengutip, menyindir,

meledek, mengembangkan, menyelewengkan, atau menjungkirbalikkan sejarah

klasik (kolonialisme) dan mitos lama (kisah nabi-nabi, cerita rakyat, reinkarnasi,

legenda, klenik) ataupun sejarah kontemporer (pembantaian preman era Orde

Baru 1980-an, militerisme) dan mitos modern (buku motivasi, kejamnya ibu tiri,

spekulasi ilmiah, teknologi informasi, spiritualitas ala new age).12

Unsur lain yang cukup menonjol sekaligus dapat dianggap sebagai ciri

khas gaya bercerita Laksana adalah kuatnya parodi. Jika pada umumnya parodi

ditunjukkan untuk mengguncang posisi mapan seorang penulis atau aliran

12

Prasetyo, op. cit. h. 90.

Page 29: GAYA BAHASA PERBANDINGAN DALAM KUMPULAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31986/3/IHDA... · bahasa perbandingan tersebut terhadap pembelajaran bahasa dan sastra

42

penulis13

, dalam Bidadari yang Mengembara parodi ditunjukan pada cerita-cerita

yang sudah mapan. Hampir semua cerita dari luar yang diintegrasikan,

diparodikan untuk kemudian dikuliti dari “amanat luhur” yang mereka emban.

Cerita-cerita dalam Bidadari yang Mengembara berkembang sedemikan rupa

sehingga pembaca kesulitan menemukan pesan yang biasanya melekat pada

cerita-cerita yang diparodikan.14

Demikian halnya yang terjadi pada cerpen-cerpen

lainnya, Laksana “mengejek” lewat tema-tema yang diangkatnya—yang

umumnya menggarap tema-tema kelam dan tragis: riwayat konyol penguasa

kolonial (Bagaimana Murjangkung Mendirikan Kota dan Mati Sakit Perut), anak

haram (Otobiografi Gloria), perselingkuhan suami-istri (Seto Menulis Peri,

Pelangi, dan Para Putri), aib syahwat wakil rakyat (Cerita Untuk Anak-anakmu),

hubungan gelap antara majikan dan pembantu rumah tangga (Peristiwa Kedua

dan Seperti Komidi Putar), keyakinan beragama (Teknik Mendapatkan Cinta

Sejati), banci (Dua Perempuan di Satu Rumah), drama asmara cengeng (Kisah

Batu Menangis)—dengan gaya humornya yang sinis.

Humor yang pekat, menyengat, cenderung gelap, dan sinis merupakan

unsur penting dari gaya literer khas dan unik karya fiksi Laksana. Humor Laksana

dilandasi pikiran kritis. Itu sebabnya, kelucuan cerpen-cerpennya sering muncul

dari komentar tentang suatu keadaan atau kejadian yang disuarakan oleh narator

atau tokoh cerita. Ia cukup jeli menangkap segi-segi yang terasa lucu sekaligus

ironis dari hidup kita. Daya khayal Laksana cenderung liar. Adakalanya kisah-

kisah yang dituturkannya seperti meneruskan keliaran dongeng purba.15

Dengan kekhasannya itu, Laksana mampu membuat para pembaca

terhenyak sekaligus berpikir kembali saat membaca cerita-cerita yang

disajikannya. Ia menceritakan kisah yang sangat sederhana, namun tetap bisa

menjadi renungan untuk kita bersama. Laksana juga berusaha mempertemukan

antara pembaca dan cerita yang disampaikannya dengan bahasanya yang indah.

13

The New Encyclopedia Britannica dalam Jurnal Kalam vol. 22, (Jakarta: Yayasan

Kalam, 2005), h. 205. 14

Rofiqi, op. cit., h. 205. 15

Setiawan, op. cit.

Page 30: GAYA BAHASA PERBANDINGAN DALAM KUMPULAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31986/3/IHDA... · bahasa perbandingan tersebut terhadap pembelajaran bahasa dan sastra

43

C. Pemikiran AS Laksana

Laksana banyak mengisahkan tema-tema sederhana yang diangkat dari

peristiwa kehidupan sehari-hari hingga kehidupan dunia fantastis yang sulit

dipercaya. Berkat kemahirannya, tema-tema tersebut diolah menjadi sebuah cerita

yang selalu bisa dinikmati. Membaca karya-karya Laksana, kita bisa melihat

gagasan-gagasan ingin disuarakannya. Hal itu kemudian menjadi ciri khas karya-

karyanya. Dalam hal ini, Laksana ingin membuktikan tesis kreatifnya bahwa

dalam menulis cerita kita bisa memetik gagasan apa pun dan dari manapun, yang

terpenting adalah bagaimana mengolah gagasan-gagasan tersebut menjadi cerita

yang menarik. Menurutnya, gagasan klise pun bisa menarik jika diolah dengan

baik. Begitu pula sebaliknya, gagasan cemerlang akan terasa hambar jika

diceritakan dengan gaya yang biasa-biasa saja.

Berbekal kekuatan imajinasi dan daya nalar kritisnya, Laksana

menggerakkan cerita agar gagasan seklise apa pun tak menjadi kisah klise, supaya

komedi tak berhenti sebatas lelucon, dan tragedi tak sekadar mengumbar

keharuan. Di tangannya, klise tak lagi membosankan karena selalu menyentilkan

kejutan segar, humor tak jatuh menjadi banyolan dangkal karena senantiasa

menyisakan gaung renungan.16

Dengan gaya ungkap yang ringan dan lincah tapi bertenaga dan terjaga

bahasanya, Laksana memetik dan mengolah gagasan cerita dari mana saja:

riwayat konyol penguasa kolonial, drama asmara cengeng, anak haram,

perselingkuhan suami-istri, aib syahwat wakil rakyat, hubungan gelap antara

majikan dan pembantu rumah tangga, keyakinan beragama, kemiskinan, banci,

tsunami, dan sebagainya.17

Prinsip kreatif Laksana ketika menulis cerita diisyaratkan dalam cerpen

Cerita untuk Anak-Anakmu. Di sela-sela narasi berbau gosip infotainmen perihal

retaknya rumah tangga seorang biduanita dangdut bersosok ”perpaduan antara

mahasiswa teladan dan penari sirkus oriental” dengan lelaki anggota DPR ”yang

kalem dan tampan meski ada bekas-bekas cacar air di wajahnya”, narator cerita ini

16

Prasetyo, op. cit. h. 90. 17

Ibid.

Page 31: GAYA BAHASA PERBANDINGAN DALAM KUMPULAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31986/3/IHDA... · bahasa perbandingan tersebut terhadap pembelajaran bahasa dan sastra

44

sempat menyitir kiat populer buku-buku teknik menulis bahwa “apa saja bisa

ditulis” dan “gagasan untuk sebuah cerita bisa berasal dari mana pun”. Lalu

“urusan selanjutnya adalah bagaimana menggerakkan cerita”. Sebab, “gagasan

yang klise pun, konon, akan menjadi cerita yang menarik jika diolah secara

baik”.18

Melalui karya-karyanya, Laksana ingin membuktikan bahwa yang

terpenting dalam menulis sebuah cerita bukanlah isi ceritanya itu sendiri,

melainkan cara menceritakannya. Pesona cerita tidak ditentukan oleh apa

kisahnya, tapi bagaimana kisah itu dituturkan.

Cerpen-cerpen dalam Murjangkung tak berpretensi untuk genit dan kaya

aksesori. Murjangkung tidak berniat menjadi film dalam teks. Murjangkung ingin

mengatakan bahwa: teks fiksi sebaiknya membuka kran imajinasi para pembaca

untuk memiliki dunia dan atmosfer cerita yang khas, sesuai dengan warna yang ia

hadirkan dalam kanvas pembacaannya yang murni. Murjangkung (hanya)

menawarkan tema, konflik, dan tokoh-tokoh sebagai gerbang imajinasi dalam

kerangka yang sumir, termasuk dialog-dialog yang dibangunnya.19

Karya sastra, sebagaimana fungsinya, yakni menghibur sekaligus

mengajarkan sesuatu. Dalam karya-karyanya, Laksana mampu menarik itu semua.

Ia menebar banyak imajinasi yang luar biasa. Ia juga memberi ruang kepada

pembaca untuk menafsirkan apa yang dihadirkan pengarang dalam sebuah cerita.

Cerita-ceritanya tidak hanya amat menghibur tetapi juga memberi banyak

pelajaran sekaligus bahan perenungan bagi pembacanya.

18

Prasetyo, op. cit. h. 90. 19

Benny Arnas, “Murjangkung dan Bisikan AS Laksana”, dalam Harian Jawa Pos, edisi

Minggu, 31 Maret 2013.

Page 32: GAYA BAHASA PERBANDINGAN DALAM KUMPULAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31986/3/IHDA... · bahasa perbandingan tersebut terhadap pembelajaran bahasa dan sastra

45

BAB IV

HASIL TEMUAN DAN PEMBAHASAN

A. Struktur Naratif dalam Kumpulan Cerpen Murjangkung Cinta yang

Dungu dan Hantu-Hantu Karya AS Laksana

Di bawah ini akan dipaparkan analisis struktur naratif dari dua puluh

cerpen yang terdapat dalam kumpulan cerpen Murjangkung Cinta yang Dungu

dan Hantu-Hantu karya AS Laksana.

1. Cerpen Bagaimana Murjangkung Mendirikan Kota dan Mati Sakit

Perut (kode : C1)

Cerpen Bagaimana Murjangkung Mendirikan Kota dan Mati Sakit

Perut menarik secara penyajiannya karena cerpen ini bercerita tentang

dongeng para penjajah. Plot yang digunakan dalam cerita berjalan maju

secara kronologis. Tema penjajahan yang menjadi gagasan utama cerpen

ini disampaikan dengan unik dengan pemilihan alur yang cermat. Tema

tersebut terlihat sejak pembukaan cerita.

Ini cerita tentang para pemabuk, tetapi kau bisa

membacanya dengan pikiran tenang menurut caramu sendiri. (h.1)

Mereka datang 243 tahun sebelum negeri mereka

menemukan kakus. Mula-mula mereka singgah untuk mengisi air

minum dan membeli arak dari kampung Pecinan di tepi barat sungai;

lima tahun kemudian mereka kembali merapatkan kapal mereka ke

pantai dan menetap di sana seterusnya. Tuan Murjangkung, raksasa

berkulit bayi yang memimpin pendaratan, membeli dari Sang

Pangeran tanah enam ribu meter persegi di tepi timur sungai. (h. 2)

Pada kutipan di atas, terdapat dua narator yang bercerita; orang

pertama dan orang ketiga maha tahu. Kehadiran narator “aku” di awal

cerita berperan semacam dalang cerita, sosok narator yang

memperkenalkan diri, tapi tak ada hubungannya dengan cerita: ia tak

menjadi tokoh atau punya keterkaitan dengan jalannya kisah. Narator

menempatkan posisinya sebagai pendongeng dalam cerita sehingga

Page 33: GAYA BAHASA PERBANDINGAN DALAM KUMPULAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31986/3/IHDA... · bahasa perbandingan tersebut terhadap pembelajaran bahasa dan sastra

46

pembaca atau pendengar menjadi tidak berjarak bahkan menjadi begitu

dekat dengan cerita.

Tokoh Murjangkung merupakan tokoh utama cerita ini. Ia

digambarkan sebagai pemimpin pendaratan yang kaku dan taat beribadah.

Namun, di mata musuhnya, Sang Pangeran, Murjangkung dianggap lucu

karena perawakannya yang tinggi besar namun kulitnya merah seperti

bayi. “Tak perlu khawatir terhadap bayi-bayi itu itu,” katanya. “Kulit

mereka saja masih merah” (h. 3). Penggambaran tokoh ini seperti sebuah

ejekan penulis terhadap karakter Murjangkung. Sebagai pemimpin

pendaratan, Murjangkung tidak takut kepada siapapun, termasuk kepada

Sang Pangeran.

Tokoh utama tambahan dalam cerita ini adalah Pangeran. Tokoh

Pengeran digambarkan sebagai penguasa tanah dan rawa-rawa serta

penduduk yang tinggal di atas tanah dan rawa-rawa itu. Sebagai penguasa

ia tidak takut kepada siapa pun, termasuk Murjangkung dan pengikutnya

yang menetap di tempat kekuasaannya. Ia juga penguasa yang licik. Untuk

menghancurkan Murjangkung yang ternyata tak selucu dugaannya, ia

bersekutu dengan pendatang baru yang singgah di tempatnya, bajak laut

tua dan sepupunya. Penggambaran tokoh pangeran ini dibuat mirip dengan

penggambaran penguasa-penguasa yang licik, yang ingin memeras dan

mengusik ketenangan pendatang baru yang ingin menetap di daerah

kekuasannya. Sang Pangeran hanya bisa berani mengejek lawannya,

namun ketika perang dimulai dan meriam pun mulai ditembakkan, tanpa

sekutu di barisannya ia tidak mampu melawan dengan kekuatannya

sendiri.

Latar waktu yang digunakan dalam cerita ini terjadi 243 tahun

sebelum negeri mereka (para pendatang) menemukan kakus (h. 2). Latar

tempatnya adalah Kampung Pecinan di tepi sungai tepi timur dan tepi

barat sungai (h. 2). Tempat tersebut awalnya hanya tanah dan rawa-rawa

kemudian menjadi sebuah kota yang banyak dihuni oleh penduduk dari

berbagai macam ras. Melalui penggambaran latar ini, terlihat sebab akibat

Page 34: GAYA BAHASA PERBANDINGAN DALAM KUMPULAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31986/3/IHDA... · bahasa perbandingan tersebut terhadap pembelajaran bahasa dan sastra

47

yang jelas dari penggambaran alur cerita. Akibat pertempuran antara

Murjangkung dan Sang Pangeran, maka Murjangkung pun keluar sebagai

pemenang dan menjadi penguasa di kota baru yang ia dirikan. Hal itu

digambarkan dengan latar sebuah kota yang dirancang Murjangkung,

dimana kota tersebut ia digunakan untuk mengendalikan separuh dunia.

Latar sosial yang menjadi penting dalam cerita ini adalah masa penjajahan

Belanda ketika VOC datang ke Batavia untuk membangun sebuah

pemerintahan di bawah pimpinan Jan Pieterszoon Coen (h. 2-5). Dalam

cerita ini, Murjangkung disebut sebagai penggambaran gubernur jenderal

VOC tersebut.

Dan, di antara dua kelompok yang saling mencaci itu,

seciprat ludah sudah cukuplah untuk mengobarkan pertempuran. Ini

bukan kiasan, sebab perintah penghancuran, yang dikeluarkan oleh

Murjangkung konon disebabkan oleh semburan ludah yang

melayang dari seberang sungai dan hinggap tepat di dahinya. (h. 5)

Kota berjalan tertib dan, terus terang saja, menjemukan. Di

dalam pagar, kau tahu, hanya ada beberapa gelintir perempuan. Para

pemabuk yang tinggal di sana merasa sangat kesepian dan

menunjukkan gejala-gejala mengkhawatirkan. Untuk mengatasi

berjangkitnya perilaku ganjil di kalangan anak-anak buahnya,

Murjangkung mempesembahkan kepada mereka sebuah gereja. (h. 8)

Kutipan di atas menunjukkan adanya dua konflik yang terjadi dalam

cerita. Pertama, tahapan konflik yang terjadi antara Murjangkung dan

Pangeran yang disebabkan semburan ludah yang hinggap di dahi

Murjangkung dan akhirnya Murjangkung berhasil menghancurkan

lawannya. Kedua, tahapan konflik setelah Murjangkung menjadi penguasa

di kota yang ia dirikan. Masalah muncul dari penduduk kota dalam pagar

yang tinggal di dalamnya. Mereka resah karena Murjangkung

menghendaki didirikannya rumah ibadah padahal mereka menginginkan

rumah bordil untuk memenuhi kebutuhan biologis mereka. Narator

menggambarkan kesepian yang dirasakan para pemabuk sudah

menunjukkan perilaku yang ganjil. Murjangkung pun akhirnya membuat

kanal agar para penghuni dalam pagar bisa plesiran dan mencari

perempuan di luar pagar untuk mereka jadikan nyai. Namun ternyata

Page 35: GAYA BAHASA PERBANDINGAN DALAM KUMPULAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31986/3/IHDA... · bahasa perbandingan tersebut terhadap pembelajaran bahasa dan sastra

48

pembuatan kanal itu menambah masalah baru. Penduduk kota yang

semakin banyak dan perilaku penduduk yang jorok dengan membuang

sampah dan tahi di kanal membuat kota menjadi sarang bau dan penyakit.

Klimaksnya banyak orang di dalam pagar yang mati oleh malaria,

termasuk Murjangkung sendiri akhirnya mati terserang disentri.

Pada pengaluran ini terlihat pola pemunculan solusi dalam cerita.

Konflik yang terjadi setelah Murjangkung menjadi penguasa adalah

penduduk kota dalam pagar yang kesepian lantaran hanya ada beberapa

gelintir perempuan. Konflik meningkat setelah kota tersebut terserang

berbagai macam penyakit akibat perilaku penduduk kota yang jorok

hingga banyak merenggut banyak korban termasuk Murjangkung sendiri.

Yang tidak mudah ia tangani justru sampah dan tahi yang dibuang di

kanal oleh anak-anak buahnya sendiri. Kota segera menjadi sarang

bau dan penyakit. Banyak orang di dalam pagar yang mati oleh

malaria, terutama opsir-opsir muda yang baru datang dari negeri

mereka. Beberapa yang lain sempoyongan dihajar disentri dan beri-

beri. (h. 11)

Kehadiran Murjangkung Jr. sebagai pengganti Murjangkung

sekaligus menjadi solusi bagi keberlangsungan kota tersebut. Situasi

genting ini selesai ketika Murjangkung Jr., karena takut terserang disentri,

memindahkan pusat pemerintahan ke tempat lain dan membuat sebuah

patung untuk mengenang jasa Murjangkung.

Dalam cerita ini, seringkali narator berusaha mengajak dan

berinteraksi secara langsung kepada pembaca atau pendengar dengan

penggunaan klausa “kau tahu”. Klausa ini juga seringkali muncul pada

cerpen lain. Narator sekaligus berperan sebagai tukang cerita. Pembaca

pun mudah terbawa dengan cerita yang dihadirkan, namun akan susah

masuk ke dalam dunia rekaan yang diciptakan pengarang, sebab pembaca

akan tersadar bahwa kisah cerita ini hanya dongeng dari sang narator.

Page 36: GAYA BAHASA PERBANDINGAN DALAM KUMPULAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31986/3/IHDA... · bahasa perbandingan tersebut terhadap pembelajaran bahasa dan sastra

49

2. Cerpen Otobiografi Gloria (kode: C2)

Cerpen Otobiografi Gloria menarik secara penyajiannya karena

berkisah tentang dunia surealis. Arwah Gloria sebagai tokoh utama

menceritakan kembali kehidupan keluarganya sebelum ia dilahirkan hingga ia

mati dibunuh kakeknya sendiri. Ketidaksiapan menerima takdir merupakan

tema yang menjadi gagasan utama dalam cerita ini yang disampaikan dengan

pemilihan pengaluran yang apik. Tema tersebut terlihat sejak pembukaan dan

pertengahan cerita.

Setelah malam itu, kau tahu, nenekku harus menjalani lagi

seluruh hal yang ia sendiri sudah bosan melakukannya dan ia

menjalaninya sendirian karena kakekku sudah tidak lagi

menemaninya. Lelaki itu masih hidup, tetapi ia tidak mungkin

meninggalkan kerangkeng yang mengurungnya. (h. 13)

Aku akan mundur ke masa tiga tahun sebelum aku lahir.

Pada waktu itu anak kedua sudah tujuh tahun menikah dan ia tidak

pernah hamil, sementara keinginan Bob dan Leli untuk memperoleh

cucu makin tak tertahankan. Karena tidak bisa hanya menunggu, Bob

dan Leli kemudian rajin mengunjungi rumah orang-orang sakti dan

senang bertandang ke tempat-tempat keramat. Di rumah-rumah

orang sakti mereka mendapatkan pelbagai mantra dan nasihat tentang

apa yang harus dimakan oleh anak mereka yang tidak kunjung hamil;

di tempat-tempat keramat mereka memanjatkan doa. (h. 15)

Tokoh Gloria merupakan tokoh utama cerita ini. Ia digambarkan

sebagai seorang anak hasil hubungan gelap yang belum sempat menghirup

udara bebas (h. 16). Tokoh ini mati dibunuh kakeknya sendiri sebulan

setelah kelahirannya. Dalam cerita, tokoh Gloria tidak banyak memiliki

karakter khusus karena kemunculannya yang hanya di akhir cerita.

Namun, dalam posisi inilah ia melihat, mengalami, dan menceritakan

banyak peristiwa yang terjadi dalam keluarganya. Penggambaran tokoh

Gloria ini berhubungan dengan pola penceritaan yang muncul pada akhir

cerita. Gloria menyebutkan bahwa ia merasuki dan meminjam tangan si

pengarang, AS Laksana, untuk menuliskan kisah ini (h. 22). Hal inilah

yang menjadi kelemahan cerita, posisi pencerita menjadi bias. Siapa

sesungguhnya yang menjadi narator dalam cerita, Gloria ataukah si

pengarang itu sendiri.

Page 37: GAYA BAHASA PERBANDINGAN DALAM KUMPULAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31986/3/IHDA... · bahasa perbandingan tersebut terhadap pembelajaran bahasa dan sastra

50

Tokoh utama tambahan di cerita ini adalah Bob. Tokoh Bob

digambarkan sebagai kakek yang merindukan kehadiran seorang cucu (h.

13). Bersama istrinya, Leli, ia mempunyai kebiasaan mengunjungi tempat

keramat dan rumah orang sakti agar anak keduanya, yang sudah tujuh

tahun menikah, dikaruniai momongan. Tokoh ini dapat dikatakan tidak

bisa menerima takdir. Ia membunuh cucu pertama dari anaknya yang

hamil tidak wajar. Bob merupakan tokoh utama tambahan, namun bisa

dibilang kemunculannya selalu ada dari awal hingga akhir cerita.

Tokoh tambahan lainnya adalah Leli, paman, bibi, dan ibu Gloria.

Tokoh Leli digambarkan sebagai nenek yang pantang menyerah (h. 21).

Bahkan setelah Bob dipenjara, ia tetap mengunjungi tempat keramat dan

rumah orang sakti sendirian. Paman Gloria, anak pertama Bob dan Leli,

digambarkan seorang gali yang terus membujang sampai di hari

kematiannya (h.14). Tidak seperti kedua orangtuanya, paman Gloria

adalah tokoh yang bisa bersikap wajar dan menerima kenyataan yang

terjadi. Terbukti ketika ibu Gloria hamil, ia menerima dengan senang hati

calon kemenakan yang dikandung adiknya itu. Tokoh lainnya adalah Bibi

Gloria, anak kedua Bob dan Leli. Ia digambarkan sebagai harapan kedua

orangtuanya yang dapat memberikan mereka cucu. Ia tidak pernah hamil

meskipun telah lama menikah (h. 14). Ibu Gloria, anak ketiga Bob dan

Leli, digambarkan sebagai anak yang lugu dan polos. Tokoh ini belum

pernah menikah hingga usia dua puluh delapan tahun dan seterusnya (h.

14). Ia hamil tanpa suami. Ibu Glorialah yang membuat Bob kalap dan

murung karena sampai hari kelahiran Gloria, ia tidak memberitahu siapa

lelaki yang telah menghamilinya. Pada penggambaran tokoh tidak ada

perubahan yang signifikan, tetapi hal itu justru terlihat pada penggambaran

latar.

Latar tempat dalam cerita terjadi di lereng bukit Semarang yang

merupakan tempat tinggal Bob dan Leli (h. 13). Sementara itu latar waktu

yang digunakan dalam cerita ini berawal dari Bob, kakek Gloria, dipenjara

karena membunuh cucunya. Namun, Leli, istrinya, dengan harapan suatu

Page 38: GAYA BAHASA PERBANDINGAN DALAM KUMPULAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31986/3/IHDA... · bahasa perbandingan tersebut terhadap pembelajaran bahasa dan sastra

51

hari anaknya akan hamil, tetap gigih menjalani aktivitas yang ia sendiri

sebenarnya sudah bosan melakukannya. Setelah itu, cerita mundur tiga

tahun sebelum Gloria lahir. Secara keseluruhan cerita mundur tiga belas

tahun setelah Gloria dilahirkan. Hal itu terlihat di akhir cerita, “Namaku

Gloria (itu nama yang kupilih sendiri karena ibuku belum sempat

menemaniku), kini tiga belas tahun, seorang remaja cantik yang tumbuh

sedih di tempatku” (h. 22-23).

“Coba tanyakan kepada kawan-kawanmu, barangkali ada

yang mau menikah dengan si Cacing,” kata Bob kepada pamanku.

Betapa kalapnya kakekku. Memasrahkan ibuku kepada kawan-

kawan pamanku berarti menyerahkan nasibnya dan nasibku kelak, di

tangan gali. (h. 16)

Aku menyaksikan paras dengki beberapa orang ketika

melihat aku lahir dengan wajah cantik. Mungkin mereka berharap

menyaksikan sesuatu yang menggemparkan di hari kelahiranku;

kurasa mereka akan lebih suka jika aku lahir sebagai seekor kura-

kura atau bajing. Hal itu akan membuat mereka makin gigih

menggunjingkan dosa keluargaku. Sebetulnya ingin kukatakan

kepada mereka, “Kalian tidak usah dengki,” tetapi aku bisa menahan

diri. (h. 19-20)

Narator menggambarkan kondisi yang terjadi dengan teknik

penggambaran tidak langsung, di mana narator menunjukkan bagaimana

tokoh itu berbicara tentang dirinya, perilaku tokohnya, serta gambaran

lingkungan kehidupannya. Dari kutipan di atas pun dapat terlihat

lingkungan kehidupan keluarga Gloria yang memandang bahwa hamil di

luar nikah merupakan dosa besar dan dalil tersebut sering digunakan untuk

menggunjingkan perilaku orang-orang yang telah melenceng dari norma

agama. Dalam hal ini, pengarang berusaha menyisipkan pesan itu melalui

tokoh Gloria.

Kutipan di atas juga merupakan tahapan memasuki konflik.

Penyebab konflik terjadi pada saat si Cacing, ibu Gloria, hamil dan tidak

mau menyebutkan siapa lelaki yang telah menghamilinya. Bob kalap dan

sesungguhnya tidak siap menerima gunjingan dari tetangganya. Namun

akibatnya membuat Bob putus asa bahkan ia mengurung diri di kamar

hingga sebulan ketika Gloria lahir. Konflik semakin meningkat ketika

Page 39: GAYA BAHASA PERBANDINGAN DALAM KUMPULAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31986/3/IHDA... · bahasa perbandingan tersebut terhadap pembelajaran bahasa dan sastra

52

akhirnya Bob tidak siap menerima takdir yang sudah digariskan untuknya

hingga ia pun membunuh Gloria, cucu pertamanya yang baru berusia satu

bulan namun tak pernah diharapkan kehadirannya.

Aku memahami apa yang ia lakukan; kakekku hanya

menjalankan sebuah ilham. Tapi aku mati malam itu, sebab ia bukan

nabi dan karena itu tak ada malaikat yang datang ke pekarangan

untuk menukar tubuhku dengan kambing atau kelinci atau binatang

apa pun. Nyawaku terbang ke langit dengan membawa satu

keinginan: menceritakan kisah ini kepadamu. (h. 21)

Pada pengaluran ini juga terlihat pola kemunculan solusi dalam

cerita. Matinya Gloria sekaligus menjadi solusi bagi Bob. Ia yang telah

membunuh cucunya sendiri akhirnya merasa bahwa inilah takdir yang

harus diterimanya. Ia sangat mengharapkan kehadiran seorang cucu tetapi

tidak dengan cara yang demikian. Maka untuk menyelesaikan masalah itu

ia akhirnya membunuh Gloria. Di akhir cerita Bob dipenjara akibat

perbuatannya, namun Leli masih tetap terus mendatangi tempat keramat

dan orang sakti. Paman Gloria mati enam bulan setelah Gloria lahir akibat

penembakan misterius sedangkan ibu Gloria mati tujuh tahun setelah

Gloria dibunuh. Tokoh Gloria muncul di akhir cerita untuk meluruskan

cerita tentang keluarganya karena orang-orang menganggap neneknya gila.

Untuk itu ia menuliskannya dengan merasuki dan meminjam jemari AS

Laksana.

Dalam cerita ini, anak merupakan proyeksi sebuah harapan. Setiap

anak yang dilahirkan adalah suci. Ia tidak pernah memilih untuk dilahirkan

tetapi takdirlah yang memilihnya. Begitupun ketika sudah tumbuh besar,

takdirlah yang akan menentukan akan menjadi apa dan siapa anak itu

nantinya.

3. Cerpen Dongeng Cinta yang Dungu (kode: C3)

Cerpen Dongeng Cinta yang Dungu ini menarik secara penyajian

karena berkisah tentang dongeng dengan alur cerita yang absurd dan

surealis. Plot yang digunakan berjalan maju secara kronologis. Tema

Page 40: GAYA BAHASA PERBANDINGAN DALAM KUMPULAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31986/3/IHDA... · bahasa perbandingan tersebut terhadap pembelajaran bahasa dan sastra

53

percintaan yang rumit sekaligus dungu yang menjadi gagasan utama dalam

cerpen ini disampaikan dengan unik dengan pemilihan pengaluran yang

terkadang tidak masuk akal. Tema tersebut terlihat sejak pembukaan dan

pertengahan cerita ini.

Fira ingin menyelinap keluar rumah dari pintu belakang dan

melakukan apa yang sudah direncanakannya. Ia ingin berjalan-jalan

sendiri siang itu, karena itulah ia mengambil cuti tiga hari. Selama

tiga hari, ia ingin melakukan hal-hal yang disukainya, membebaskan

diri sejenak dari gunjingan di kantor yang mulai menjemukan. Si

belatung, orang tertinggi di perusahaan tempatnya bekerja dan

sekaligus menantu orang yang mendirikan perusahaan, terus

membelitnya dan tak rela membiarkanya sendirian di ruang kerjanya.

(h. 26)

Sampai beberapa jam ia seperti itu dan, ketika lewat tengah

malam, tiba-tiba ia merasa dirinya terangkat pelan-pelan, makin

tinggi menembus langit-langit dan atap rumah. Pada saat itu atap

rumah tampak bening di matanya sehingga, ketika ia sudah melayang

tinggi di atas atap rumanya, matanya tetap bisa mengamati tubuhnya

yang sedang pulas di tempat tidur. Di udara terbuka, Fira menjadi

seperti capung yang bisa mengambang di tempat dan melesat tiba-

tiba, hinggap dari dahan ke dahan dan piknik ke gumpal-gumpal

awan. Ini pakansi yang menyenangkan. (h. 28)

Dalam cerita ini narator berusaha menggambarkan tokoh-tokohnya

dengan teknik penggambaran tidak langsung, di mana narator

menunjukkan karakteristik dan perilaku tokohnya, jalan pikirannya, serta

gambaran lingkungan kehidupannya. Dari kutipan di atas dapat terlihat

karakteristik tokoh Fira dan si Belatung atau Pak Abu. Dengan demikian,

penggambaran ini dapat membangkitkan imajinasi pembaca tentang tokoh-

tokoh yang hadir dalam cerita.

Tokoh Fira merupakan tokoh utama cerita ini. Ia digambarkan

sebagai karwayan yang bekerja di salah satu perusahaan. Ia membenci

bosnya karena sering mengganggu kehidupan pekerjaan maupun

kehidupan pribadinya (h. 26). Untuk itu, ia selalu menghindar, namun

bosnya selalu menemukan celah untuk mengganggu kehidupannya.

Penggambaran tokoh seperti ini terasa wajar bagi seorang karyawan

perempuan.

Page 41: GAYA BAHASA PERBANDINGAN DALAM KUMPULAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31986/3/IHDA... · bahasa perbandingan tersebut terhadap pembelajaran bahasa dan sastra

54

Tokoh utama tambahan di cerita ini adalah si Belatung, bos tokoh

Fira. Si Belatung digambarkan sebagai bos yang mata keranjang. Ia cinta

lokasi pada Fira, bawahannya di tempat mereka bekerja. Tokoh ini sering

mendatangi ruang kerja Fira dan melibatkannya dalam urusan mengada-

ada bahkan tidak penting sama sekali (h. 26). Tokoh Belatung ini

digambarkan sebagai tokoh yang menjengkelkan, terutama bagi tokoh

utama. Tokoh ini adalah gambaran lelaki hidung belang yang tidak tahu

malu.

Latar waktu yang digunakan dalam cerita tidak digambarkan secara

detil dan tidak ada perubahan yang signifikan. Sebaliknya, penggambaran

latar tempat yang dipilih pengarang terlihat sangat imajinatif. Selain

tempat seperti ruang kerja di kantor, di kamar, pemilihan latar tempat yang

begitu imajinatif terlihat pada bagian berupa udara terbuka di mana tokoh-

tokohnya dapat bermain-main di atas dahan pohon hingga berpiknik dan

bersembunyi di balik gumpalan awan-awan menimbulkan imajinasi bagi

pembaca (h.28). Hal itu diperkuat dengan roh tokoh Fira, yang mengalami

kejadian aneh saat itu, ia digambarkan bisa terbang, melesat tiba-tiba, dan

melayang-layang di atas ketinggian. Bahkan, roh tokoh Fira pun bisa

melihat jasadnya yang tengah terbaring dan mengelilingi kampung dari

atas ketinggian (h. 28 dan 31).

Dari penggambaran latar yang sudah dijelaskan sebelumnya, terlihat

sebuah alur sebab akibat yang jelas melalui gambaran latar ini. Akibat

tokoh Fira tertidur pulas dan saat itu terjadi peristiwa aneh; tubuhnya

terangkat pelan-pelan, makin tinggi menembus langit-langit, dan roh Fira

keluar dari jasadnya. Pada saat yang sama, si Belatung memasuki jasad

Fira yang ditinggal rohnya. Maka terjadilah pertukaran antara roh Fira

dengan jasad si Belatung dan roh si Belatung dengan jasad Fira, yang

digambarkan dengan perubahan kebiasaan hidup sehari-hari mereka.

Benar-benar Fira tidak menyangka bahwa malam itu

nyawanyalah yang terbang meninggalkan tubuhnya. Kau tahu,

rencana Fira berantakan siang itu sehingga ia tak jadi berjalan-jalan

sendiri semaunya. “Aku datang ke ruanganmu dan kau tidak ada,”

Page 42: GAYA BAHASA PERBANDINGAN DALAM KUMPULAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31986/3/IHDA... · bahasa perbandingan tersebut terhadap pembelajaran bahasa dan sastra

55

kata si belatung yang datang kepadanya. “Kutanyakan pada

sekretaris, katanya kau cuti. Aku tahu bahwa urusan kantor mungkin

membuatmu jenuh. Karena itulah aku kemari untuk menemanimu

jalan-jalan ke mana pun kau suka.” (h. 27-28)

Keputusan itu membuat mereka selalu berdua ke mana-

mana; makan siang atau makan mala; menonton bioskop atau

sekedar jalan-jalan ke mal. Jika tidak ada acara ke mana pun, ia

selalu mengantarnya pulang, sekadar memastikan bahwa tubuhnya

selamat sampai di rumah. Pernah suatu siang ia begitu kangen

kepada tubuhnya dan ingin kembali ke tubuh lamanya. Maka

dipeluklah tubuh itu dari belakang saat ia sedang bekerja di depan

komputer. (h. 33-34)

Kutipan di atas merupakan penghantar memasuki tahapan konflik.

Peristiwa pertukaran antara roh Fira dengan si Belatung akibat Fira

menghindari si Belatung yang dianggap terus mengganggu hingga segala

sesuatunya berbalik dan tidak lagi seperti sediakala. Fira harus hidup

serumah dengan istri si Belatung dan menggantikan posisi bosnya di

kantor. Sedangkan si Belatung menggantikan posisi Fira sebagai karyawan

di perusahaannya. Peristiwa pertukaran roh itu membuat Fira merasakan

kerinduan yang mendalam terhadap tubuhnya sendiri, karena itu pada

setiap kesempatan ia selalu mendatangi ruangan di mana tubuh aslinya

bekerja. Konflik semakin meningkat setelah istri si Belatung mengajukan

gugatan cerai karena merasa suaminya telah berselingkuh dan sudah tak

lagi memberikan nafkah batin terhadapnya (h. 34). Pada tahapan ini

terlihat pola cerita yang berjalan sangat absurd dan bahkan tidak masuk

akal. Hal itu juga didukung dari gagasan utama yang diusung dalam cerita

yakni sebuah dongeng percintaan yang dungu. Dalam dunia nyata, cerita

ini sudah keluar dari nalar manusia namun pengarang mampu

menghadirkan dunia rekaan yang penuh dengan berbagai kemungkinan

sehingga pembaca merasakan beragam sensasi yang dapat dilihat dari

tokoh, deskripsi, maupun akhir cerita yang tak mesti merupakan mata

rantai yang utuh dan padu.

Timbulnya rasa cinta dari pertukaran kedua jasad tersebut sekaligus

menjadi solusi bagi kedua tokoh. Situasi genting yang dialami si Belatung

Page 43: GAYA BAHASA PERBANDINGAN DALAM KUMPULAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31986/3/IHDA... · bahasa perbandingan tersebut terhadap pembelajaran bahasa dan sastra

56

adalah gugatan cerai istrinya dan pemecatannya sebagai bos karena

perusahaan yang dipimpinnya adalah milik mertuanya. Situasi ini selesai

ketika dongeng cinta yang dungu antara Fira dan si Belatung berakhir

manis bahkan menggelikan, yang lelaki selalu tampil dengan gaya

perempuan, yang perempuan selalu bergaya lelaki (h. 35). Mereka

kemudian menikah untuk menyatukan jasad mereka yang tertukar.

Dalam cerita ini, pembaca dihadapkan dengan sebuah dongeng yang

isinya hanya bualan, atau setidaknya, pengarang secara jelas menunjukkan

bahwa cerita yang dituturkannya tidak sepenuhnya akurat. Akan tetapi,

justru pada titik itulah terlihat karakteristik pengarangnya. Pengarang

betul-betul menguasai apa yang akan ditulisnya dan menjadikannya

sebagai humor yang bisa dinikmati.

4. Cerpen Perempuan dari Masa Lalu (kode: C4)

Cerpen Perempuan dari Masa Lalu menarik secara penyajian, karena

cerita ini masuk dalam golongan realisme tetapi dibangun dengan

sejumlah kebetulan—sesuatu yang seringkali dianggap “haram”

terkandung dalam sebuah fiksi. Tema tentang bayangan masa lalu yang

menjadi gagasan utama dalam cerpen ini disampaikan dengan unik dengan

pemilihan pengaluran yang cermat. Tema tersebut terlihat sejak

pembukaan cerita ini.

Mengikuti anjuran sebuah buku, Seto mengunci diri di

dalam kamar, memejamkan mata, dan membayangkan adegan-

adegan yang bisa jadi adalah kehidupan masa lalunya. “Mungkin

Anda adalah gadis kecil yang terjatuh dari pohon atau mati terbenam

di kolam,” kata buku itu. “Atau Anda, di masa prasejarah, adalah

anggota dari suku yang gemar menyiksa orang tua yang sakit-sakitan

dan suka mengorbankan orang-orang cacat pada dewa kegelapan.”

(h. 37)

Setelah beberapa kali mengunci diri dan membayangkan

adegan yang itu-itu juga, Seto bertemu pada suatu sore dengan

perempuan di halte Palbatu. Ini bukan halte yang ia biasa gunakan

untuk menunggu bis kota dari rumah ke tempat kerja atau

sebaliknya; ia di halte itu karena baru pulang dari rumah teman.

Perempuan itu baru sekali dilihatknya, tetapi Seto merasa sangat

kenal. Dan, catatlah satu hal, mereka bertemu di halte, sebuah tempat

Page 44: GAYA BAHASA PERBANDINGAN DALAM KUMPULAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31986/3/IHDA... · bahasa perbandingan tersebut terhadap pembelajaran bahasa dan sastra

57

serupa dangau di kehidupan lalu. Dengan orang-orang lain di halte

yang sama, Seto juga baru sekali itu bertemu dan ia tetap merasa

tidak kenal. (h. 38)

Kutipan di atas menunjukkan bahwa plot dalam cerita ini berjalan

maju secara kronologis. Narator menceritakan pertemuan Seto dengan

perempuan yang diyakininya sebagai kekasih di masa lalu, yang serba

kebetulan.

Tokoh Seto merupakan tokoh utama cerita ini. Nama Seto ini

seringkali dijadikan tokoh di beberapa cerpen lain. Tokoh ini digambarkan

memiliki kepriadian yang aneh. Penggambaran tokoh Seto terasa seperti

dibuat-buat. Kebiasaannya membaca buku-buku ternyata berpengaruh

pada pola pikirnya. Tokoh Seto menjadi lebih sering berimajinasi, bahkan

sering membayangkan hal-hal yang bersifat fantastis dan tidak masuk akal.

Tokoh Seto seringkali membayangkan adegan-adegan yang bisa jadi

adalah kehidupan masa lalunya yang secara kebetulan terjadi dalam

kehidupannya yang sekarang (h. 37-38).

Tokoh utama tambahan di cerita ini adalah tokoh perempuan. Tokoh

perempuan digambarkan sebagai kekasih di kehidupan masa lalu tokoh

utama. Tokoh perempuan ini merupakan perempuan biasa yang ditemui

Seto di sebuah halte dan mereka belum pernah bertemu sebelumnya.

Penggambaran tokoh ini terlalu dipaksakan karena sebagai perempuan

yang bertemu lelaki yang baru dikenalnya tentunya akan bersikap biasa

dan wajar. Namun, dalam cerita tokoh ini tak sungkan memberikan alamat

rumahnya kepada Seto, orang yang baru ditemuinya di halte (h. 40). Di

akhir cerita, tokoh ini muncul sebagai seorang pelacur yang kemudian

bercinta dengan Seto.

Dua hari kemudian, dengan niat merebut kembali

kekasihnya, Seto melacak rumah perempuan itu sesuai alamat yang

diberikan kepadanya dan ia menemukan sebuah rumah yang

kelihatannya telah menjadi sarang nasib buruk sepanjang waktu. Di

terasnya ada tiga anak kecil yang tampak kurang sehat dan mungkin

kurang mandi; mereka sedang menggelesor di lantai. Butir-butir nasi

berceceran di lantai dan semut-semut berbaris mengangkuti butir-

Page 45: GAYA BAHASA PERBANDINGAN DALAM KUMPULAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31986/3/IHDA... · bahasa perbandingan tersebut terhadap pembelajaran bahasa dan sastra

58

butir nasi tersebut—sebentar lagi binatang-binatang itu mungkin

akan mengangkut ketiga anak itu ke liang mereka. (h. 40-41)

Ia meninggalkan rumah itu, tidak membeli rokok dan tidak

kembali lagi. Dua jam mencari alamat, dan disambut oleh orang-

orang yang meruapkan bau tahi kelelawar, Seto merasa semangatnya

padam untuk mengulangi kehidupan masa lalunya. Tiba-tiba ia

ikhlas jika perempuan itu tidak menjadi kekasihnya—toh hanya

perempuan yang ia temui di halte. Kebetulan saja ia iseng

menyampaikan bahwa di kehidupan lalu mereka adalah sepasang

kekasih. (h. 41)

Latar waktu yang digunakan dalam cerita tidak digambarkan secara

detil dan tidak ada perubahan yang signifikan. Sementara itu,

penggambaran latar tempat terlihat lebih detil, di mana pengarang

menggambarkan tempat-tempat yang sudah umum seperti halte, terminal,

dan rumah kumuh. Pada penggambaran ini terlihat bahwa pengarang

menempatkan tokoh-tokohnya pada level masyarakat rendah, seperti

gambaran lingkungan rumah yang kumuh, bau, dan tidak sedap dipandang

yang ditempati ketiga anak dan seorang perempuan tua (h. 40-41) atau

tokoh Seto yang sering menggunakan fasilitas umum seperti halte dan

terminal. Dari penggambaran latar ini terlihat sebuah alur, yakni sebab

akibat yang jelas. Akibat pertemuan tokoh Seto dengan perempuan yang

diyakininya sebagai kekasih di masa lalu di sebuah halte, maka timbullah

rasa penasaran Seto hingga ia pun mencari alamat rumah perempuan yang

baru pertama kali ditemuinya itu.

Pada kutipan di atas juga merupakan tahapan memasuki konflik.

Penyebab peristiwa pertemuan tokoh Seto dengan tokoh perempuan yang

diyakininya sebagai kekasihnya di masa lalu itu berujung pada rasa

penasaran tokoh Seto terhadap perempuan yang baru pertama kali

ditemuinya itu. Dari pertemuan itu, Seto melacak alamat rumah yang

diberikan langsung oleh perempuan itu. Seto hanya menemukan tiga anak

kecil dan perempuan tua yang tinggal dalam sebuah rumah kumuh dan tak

terurus. Tokoh Seto yang merasa bahwa ia telah masuk ke dalam sarang

nasib buruk akhirnya kecewa karena tidak menemukan perempuan itu.

Page 46: GAYA BAHASA PERBANDINGAN DALAM KUMPULAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31986/3/IHDA... · bahasa perbandingan tersebut terhadap pembelajaran bahasa dan sastra

59

Bagi Seto, pertemuan dengan perempuan itu merupakan bagian dari

tahapan konflik. Namun, peristiwa utama yang dialami Seto adalah

peristiwa penyadaran itu sendiri. Pada kutipan di atas terlihat bahwa tokoh

Seto kembali tersadar bahwa apa yang sedang dilakukannya merupakan

sebuah kebetulan saja. Ia pasrah dan merasa tak perlu lagi menaklukkan

rasa penasarannya kepada perempuan itu. Ia hanya mencoba mengulangi

kehidupan masa lalunya namun pasrah dengan kenyataan yang ia hadapi.

“Kenapa kau tidak kembali lagi” Tanya gadis itu pada suatu

sore dalam perjumpaan yang tak terduga. O, apa yang terjadi di

kehidupan lalu mungkin memang akan selalu mengubermu di

kehidupan sekarang. Kau tahu, Seto benar-benar ingin melupakan

gadis itu, tetapi ia bertemu lagi dengannya di deretan kakus umum

terminal Lebak Bulus. Ia hendak kencing dan perempuan itu juga

dan pertemuan itu sungguh tak terhindarkan.

“Aku tiba-tiba pusing,” kata Seto.

“Aku menunggumu hingga malam,” kata perempuan itu. (h. 42)

Pada kutipan di atas terlihat bahwa konflik semakin meningkat

ketika Seto bertemu kembali dengan perempuan itu secara tak sengaja di

sebuah terminal. Tokoh Seto yang sudah bertekad membuang jauh-jauh

bayangan perempuan itu harus memutar kembali adegan bersama kekasih

di masa lalunya yang sekarang bertemu kembali dengannya. Pertemuan

yang kebetulan itu membuat kedekatan di antara mereka kian akrab.

Pada pengaluran ini terlihat pola kemunculan solusi dalam cerita.

Munculnya kesadaran ini sekaligus menjadi solusi bagi tokoh Seto.

Konflik Seto adalah bertemu dengan perempuan itu di sebuah halte dan

mereka kemudian berpisah. Konflik meningkat setelah Seto bertemu

kembali di sebuah terminal dan mereka pun kian akrab setelah mencoba

saling mengenal satu sama lain. Situasi ini selesai ketika Seto akhirnya

mengulang apa yang terjadi di masa lalu dengan bercinta dengan

perempuan itu (h. 43). Setelah mengulang apa yang terjadi di masa

lalunya, Seto tersadar, pertemuan tak sengaja dengan perempuan itu

membuat Seto berpikir bahwa perempuan pelacur seperti itu akan selalu

ada ketika dibutuhkan.

Page 47: GAYA BAHASA PERBANDINGAN DALAM KUMPULAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31986/3/IHDA... · bahasa perbandingan tersebut terhadap pembelajaran bahasa dan sastra

60

Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya bahwa cerita ini bermula

dari sebuah kebetulan dan pengaluran ini pun seringkali tidak masuk akal,

namun tetap bisa dinikmati oleh pembaca. Barangkali karena kejadian-

kejadian di dalam cerita bersifat fantastis dan jauh dari bayangan

kehidupan sehari-hari. Seperti beberapa cerpen lainnya, dalam cerpen ini

pun banyak ditemukan rangkaian peristiwa yang tak terduga, nyeleneh,

dan susah dipercaya—karena bisa dianggap cerita ini dibangun dalam

dunia surealis.

5. Cerpen Bagaimana Kami Selamat dari Kompeni dan Sebagainya (kode:

C5)

Cerpen Bagaimana Kami Selamat dari Kompeni dan Sebagainya

menarik secara penyajian karena pembaca dapat menemukan cerita di

dalam cerita. Cerita yang bertemakan tentang seorang yang berprofesi

sebagai pencerita ini disampaikan dengan unik dengan pemilihan

pengaluran yang apik. Tema tersebut terlihat sejak pembukaan cerita.

Setiap tukang cerita pastilah berniat memukau orang sejak kalimat

pertama. Itu pula niatku meski pada akhirnya hanya bisa kudapatkan

kalimat pertama yang amat sepele: Kata sahibul hikayat, orang-orang

Cina menyukai hujan lebat di tahun baru. Dan konon mereka akan

meratap setahun penuh jika hujan lebat tidak turun di awal tahun.

Mereka menanam prasangka baik pada hujan awal tahun. Air yang

jatuh deras dari langit mereka bayangkan sebagai uang berlimpah,

mengguyur atap rumah dan membeceki pekarangan. (h. 45)

Kutipan di atas menunjukkan bahwa sudut pandang yang digunakan

adalah orang pertama sebagai tokoh utama. Narator menceritakan kisahnya

sebagai seorang pencerita dengan menggunakan plot yang berjalan maju

secara kronologis.

Latar tempat yang digunakan di cerita ini terjadi di beberapa tempat

di antaranya di rumah keluarga tokoh Aku, pekarangan, dan di depan

kantor pos. Latar waktu yang digunakan dalam cerita ini tidak

digambarkan dengan detil dan tidak ada perubahan yang signifikan.

Perubahan signifikan justru terlihat pada penggambaran tokoh.

Page 48: GAYA BAHASA PERBANDINGAN DALAM KUMPULAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31986/3/IHDA... · bahasa perbandingan tersebut terhadap pembelajaran bahasa dan sastra

61

Tokoh Aku merupakan tokoh utama dalam cerita ini. Ia digambarkan

sebagai seorang pewaris cerita turun-temurun dari keluarganya. Tokoh ini

adalah pencerita yang cerdas. Ia satu-satunya penerus yang menjadikan

tradisi turun-temurunnya itu sebagai sumber penghasilan (h. 53).

Penggambaran tokoh ini terasa apa adanya dan seperti tak dibuat-buat.

Tokoh utama tambahan dalam cerita ini adalah tokoh ayah, Tokoh

ayah digambarkan sebagai orang yang selalu bersungguh-sungguh (h. 50).

Tokoh ini digambarkan memiliki banyak cerita. Ia mampu memikat

banyak orang dengan cerita-ceritanya namun ia tidak pernah mendapat

pekerjaan.

Tokoh tambahan lainnya adalah tokoh kakek dan nenek. Tokoh

kakek digambarkan sebagai seorang tukang kayu yang memiliki banyak

cerita (h. 53). Kebalikan dari anaknya, ia tidak mampu memikat orang-

orang. Tokoh ini hanya seorang PKI. Sementara itu, tokoh nenek

digambarkan sebagai orang yang paling sabar di antara keluarga tokoh

Aku. Ia suka menanam apa saja termasuk pohon jambu. Tokoh ini

dianggap galak oleh teman-teman tokoh Aku terutama jika ada anak yang

memanjat pohon jambunya (h. 47). Penggambaran tokoh-tokoh ini terasa

unik namun tetap terasa wajar. Dalam hal ini perubahan signifikan terlihat

pada penggambaran tokoh. Melalui penggambaran tokoh ini pengarang

menggariskan alur sebab akibat yang jelas. Akibat tokoh Aku yang sering

menertawakan cerita temannya yang gagap, maka tokoh Aku pun merasa

prihatin terhadap apa yang dialami ayahnya. Orang-orang yang datang

mendengarkan cerita ayahnya tampak senang di depannya namun tokoh

aku tahu bahwa di belakang ayahnya mereka tertawa. Seperti apa yang ia

lakukan terhadap si gagap.

Kami tertawa meskipun ia tidak keliru. Guru agama kami juga

mengatakan begitu; dulu ada bayi yang bisa bicara begitu ia keluar

dari rahim ibunya. Kami percaya pada guru agama tetapi tidak pada

si gagap dan kami tertawa-tawa mendengar cerita tentang ayahnya

yang sudah bicara sejak lahir dan kini menjadi gagap karena dililit

hantu. (h. 49)

Page 49: GAYA BAHASA PERBANDINGAN DALAM KUMPULAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31986/3/IHDA... · bahasa perbandingan tersebut terhadap pembelajaran bahasa dan sastra

62

Aku kerap mendengar ia menceritakan itu semua kepada orang-orang

yang datang ke rumah kami sehabis magrib; mereka tampak senang

di depannya, tetapi aku tahu bahwa di belakang ayahku mereka

tertawa. Itu seperti kami meminta si gagap bercerita dan kemudian

menertawainya. Kadang-kadang aku ingin menyuruh ayahku

berhenti bercerita dan mengatakan bahwa orang-orang itu, yang

tampaknya senang mendengar ceritanya, sesungguhnya suka

meledek di belakang punggung. (h. 50)

Kutipan di atas merupakan tahapan memasuki konflik. Konflik tokoh

Aku adalah selalu menertawai temannya yang bercerita dengan cara yang

gagap. Walaupun cerita itu sudah sering didengar tokoh Aku, namun ia

senang lalu menertawainya temannya sesudah ia menyelasaikan ceritanya.

Konflik semakin meningkat setelah tokoh Aku merasakan sendiri ketika

ayahnya bercerita di depan orang-orang yang datang ke rumahnya. Tokoh

Aku merasa bahwa apa yang dilakukan orang-orang itu sesungguhnya

sama dengan apa yang ia lakukan terhadap temannya yang gagap. Di situ

tokoh Aku merasa prihatin karena tak bisa mengatakan kepada ayahnya

bahwa orang-orang itu memang terlihat senang mendengarkan ceritanya,

namun sesungguhnya di belakang ayahnya mereka tertawa-tawa.

Pada pengaluran ini terlihat pola kemunculan solusi dalam cerita.

Konflik awal tokoh Aku adalah perbuatannya sendiri yang sering

menertawakan temannya yang gagap ketika sedang bercerita. Konflik

meningkat setelah tokoh Aku merasa prihatin terhadap ayahnya yang

mendapat perlakukan yang sama seperti apa yang ia lakukan terhadap

temannya yang gagap itu. Munculnya ide cemerlang untuk memanfaatkan

warisan cerita yang ia dapat dari pendahulunya sekaligus menjadi solusi

tokoh Aku. Tokoh aku mencoba menuntaskan masalahnya dengan

bercerita warisan turun-temurun itu kepada temannya. Ketika ia tertarik

menulis puisi dan menggambar, tokoh Aku pun menggabungkan keduanya

untuk mendapatkan uang berlimpah dari sana. Plot berakhir ketika tokoh

Aku merangkum semua cerita yang telah ia ceritakan dan ia pun meminta

upah dari hasil kerjanya kepada lawan bicaranya (pembaca).

Page 50: GAYA BAHASA PERBANDINGAN DALAM KUMPULAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31986/3/IHDA... · bahasa perbandingan tersebut terhadap pembelajaran bahasa dan sastra

63

6. Cerpen Seto Menulis Peri, Pelangi, dan Para Putri (kode: C6)

Cerpen Seto Menulis Peri, Pelangi, dan Para Putri disampaikan

dengan menarik dengan pemilihan pengaluran yang apik. Plot yang

digunakan dalam cerita adalah pola sorot balik. Tema yang menjadi

gagasan utama cerita ini adalah cara untuk menjadi anak emas. Tema

tersebut terlihat sejak pembukaan cerita.

Pada suatu hari, ketika segala hal menjadi terang, dan

begitu pun matamu, kau bisa mendapati seorang mayor bertingkah

mencurigakan di rumahnya sendiri. Di rumah Mayor itu Seto pernah

datang sebagai juru selamat; ia membebaskan seorang berandal

tanggung, anak si Mayor, dari keroyokan para bajingan depan

losmen gara-gara urusan perempuan. “Tinggallah di sini,” kata Pak

Mayor ketika Seto mengantar pulang si anak yang lebam. (h. 55)

Selain menjadi anjing kampung seminggu sekali, ia

mencuci mobil Pak Mayor setiap pagi dan mengawal si berandal

setiap malam. Tak sampai sebulan menemani si berandal, Seto tahu

persis bahwa anak kedua Pak Mayor ini memang doyan kelayapan ke

tempat pelacuran dan selalu mengatakan kepada ayahnya bahwa ia

belajar di rumah teman. Anak pertama si Mayor kuliah di Bandung,

tak ada urusan untuk disinggung-singgung di sini. Anak ketiga

seorang perempuan kelas satu SMA, Tari namanya, suka mendekam

di kamar, dan belum waktunya disinggung di sini. Lagi pula ini

cerita tentang bagaimana cara si berandal menjadi anak emas Pak

Mayor. (h. 56)

Pada kutipan di atas menunjukkan bahwa plot menggunakan pola

sorot balik. Narator orang ketiga maha tahu menggambarkan tokoh Seto

yang pernah datang sebagai juru selamat di keluarga si Mayor. Kedatangan

tokoh Seto sekaligus sebagai pengantar memasuki cerita tentang keluarga

si Mayor. Ia berperan sebagai tokoh yang melihat dan menyaksikan

peristiwa yang terjadi di rumah si Mayor.

Tokoh Mayor merupakan tokoh utama di cerita ini. Ia digambarkan

sebagai suami sekaligus jenderal berpangkat yang suka main perempuan

(h. 57). Di depan anak istrinya, ia adalah ayah yang tegas. Namun setelah

anaknya, Pramono, mengetahui kisah perselingkuhannya, ia menjadi

sering salah tingkah di depan istrinya atau dapat dikatakan takut kalau

Page 51: GAYA BAHASA PERBANDINGAN DALAM KUMPULAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31986/3/IHDA... · bahasa perbandingan tersebut terhadap pembelajaran bahasa dan sastra

64

rahasianya terbongkar. Penggambaran karakteristik tokoh ini terasa wajar

dan kuat dari segi psikologisnya.

Tokoh utama tambahan di cerita ini adalah Pramono. Tokoh

Pramono digambarkan sebagai anak emas dalam keluarga si Mayor.

Seperti ayahnya, sejak SMA Pramono sudah suka kelayapan dan sering

mengunjungi tempat-tempat pelacuran, bahkan ia sudah dua kali terkena

sipilis (h. 56-57). Semenjak mengantongi rahasia perselingkuhan ayahnya,

ia menjadi berandal yang licik dan suka memeras ayahnya agar

mendapatkan perlakuan istimewa di keluarga itu. Penggambaran tokoh ini

terasa berlebihan bagi seorang anak ingusan, namun tetap terasa natural.

Tokoh tambahan lainnya adalah Seto dan Suhartini. Seto

digambarkan sebagai tokoh yang melihat langsung keadaan yang terjadi

dalam keluarga Pak Mayor. Ia adalah gali yang menjadi juru selamat (h.

56). Tokoh ini tinggal di rumah si Mayor setelah menyelamatkan anak si

Mayor dari keroyokan preman gara-gara urusan perempuan. Posisi Seto

sebagai orang yang berjasa bagi keluarga Mayor membuat ia mengikuti

semua yang diminta keluarga itu, termasuk menemani si Mayor lari pagi

dan mengawal Pramono setiap malam (h. 56). Dapat dikatakan, kehadiran

tokoh ini hanya sebagai pengantar dan penutup cerita. Namun, mempunyai

peran penting karena dari posisinyalah semua masalah yang terjadi dalam

keluarga Mayor dapat terlihat. Sementara itu tokoh Suhartini digambarkan

sebagai istri yang cemburuan dan suka menuduh (h. 59-60). Tokoh ini

digambarkan sebagai istri yang mudah tersulut emosi, terlebih ketika anak

dan suaminya bersikap tidak wajar dan aneh di depannya. Penggambaran

tokoh Suhartini ini terasa wajar dan kuat karakternya dari awal hingga

akhir cerita.

Latar tempat yang sering muncul dalam cerita adalah Semarang dan

rumah Pak Mayor. Sementara itu, latar waktu dalam cerita terjadi lima

bulan selama Seto berada di rumah keluarga Pak Mayor (h. 64). Namun,

peristiwa terciumnya kisah perselingkuhan si Mayor sudah terjadi dua

tahun sebelum Seto tinggal di rumah keluarga Mayor (h. 59). Dari

Page 52: GAYA BAHASA PERBANDINGAN DALAM KUMPULAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31986/3/IHDA... · bahasa perbandingan tersebut terhadap pembelajaran bahasa dan sastra

65

penggambaran latar inilah, pengarang menggariskan sebuah alur sebab

akibat yang jelas. Akibat rahasia tokoh utama yang berselingkuh dengan

perempuan lain tercium anaknya, maka terjadilah sebuah rencana yang

disusun Pramono untuk menjadikannya anak emas di rumah itu.

Dari tempat yang tak mereka ketahui, ada sepasang mata

berandal tanggung yang terus menguntit. Ketika mereka pulang

dengan mobil masing-masing, Pramono mengikuti perempuan itu

sampai ke pagarrumahnya di Kaligarang. Peristiwa itu terjadi dua

tahun sebelum Seto tinggal di rumah Pak Mayor. Saat itu si berandal

baru beberapa bulan masuk SMA dan sudah suka kelayapan. (h. 59)

Itu serbuan tak terduga di hari Minggu malam, sehari

setelah kencan pertama. Si Mayor mengatakan sesuatu tetapi tak

jelas dan ia seperti buru-buru menelan kembali setiap kata yang ia

keluarkan.

“Kau ngomong apa?” Tanya Suhartini

“Aku memang suka bernyanyi, kau tahu itu,” jawab si Mayor.

“Aku tidak tahu itu.”

“Jadi kau mencurigaiku?”

“Tingkahmu mencurigakan.” (h. 60)

Kutipan di atas masuk ke dalam tahapan konflik. Peristiwa

pembuntutan yang dilakukan Pramono terhadap ayah dan wanita

selingkuhannya berlanjut pada terjadinya ancaman dan pemerasan

Pramono agar ia menjadi anak emas di rumah itu. Hal itu semakin

diperparah ketika Suhartini, istri si Mayor, mulai curiga dengan tingkah

aneh suaminya dan menuduh bahwa si Mayor tengah kasmaran. Si

berandal pun memanfaatkan keributan itu untuk memeras ayahnya.

Namun, peristiwa utama yang dialami si Mayor adalah peristiwa

perselingkuhannya yang telah tercium anaknya. Jika rahasia si Mayor

terbongkar, maka akan semakin memperburuk keadaan. Konflik semakin

meningkat ketika Pramono dengan licik terus memancing dan memeras si

Mayor dengan semakin gencar memperlihatkan kepada ayahnya betapa

dekat ia dengan ibunya (h. 62). Hal itu membuat si Mayor ketar-ketir dan

semakin naik pitam, namun ia tetap tak bisa berbuat apa-apa untuk

menghalangi itu.

Page 53: GAYA BAHASA PERBANDINGAN DALAM KUMPULAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31986/3/IHDA... · bahasa perbandingan tersebut terhadap pembelajaran bahasa dan sastra

66

“Sudah lama tidak kudengar Ayah bernyanyi-nyanyi lagi,”

katanya. “Ibu terlalu berlebihan, sih.”

O, bajingan anak ini! Pak Mayor seperti ada cecak pada

cangkir kopi yang diseruputnya. Suhartinni seperti disulut dan tiba-

tiba suhu tengkuknya naik dan ia merasakan lagi dorongan untuk

mengamuk. (h. 63)

Pada pengaluran ini terlihat pola kemunculan solusi dalam cerita.

Tokoh Seto muncul dan membeberkan situasi akhir yang terjadi di rumah

keluarga Mayor sebelum ia pergi meninggalkan rumah itu. Dengan

menjadikan Pramono sebagai anak emas di rumah itu sekaligus menjadi

solusi bagi si Mayor. Situasi genting yang dialami oleh si Mayor adalah

ketakutannya sendiri terhadap istri akan rahasia perselingkuhannya yang

bisa saja dibongkar anaknya. Situasi ini selesai ketika Pramono benar-

benar berhasil menjadi anak emas di rumah itu dan si Mayor tetap bisa

main perempuan. Tidak hanya Pramono, Seto pun menjadi anak emas istri

si Mayor (h. 64). Plot berakhir ketika Seto pergi meninggalkan rumah itu

dan dan meninggalkan buku catatan puisi, peri dan pelangi.

Cerpen ini memiliki beberapa kelemahan, misalnya di awal cerita

pengarang menggunakan persona ketiga “dia” maha tahu, namun ada

narator lain yang muncul di akhir cerita sebagai “aku”, yang besar

kemungkinan adalah Seto. Mungkin saja kehadiran tokoh Seto yang

awalnya sebagai pengantar narator memasuki cerita tentang keluarga si

Mayor ingin menyuarakan apa yang disaksikannya di rumah itu sebelum ia

pergi dan mengakhiri cerita tentang keluarga si Mayor, atau mungkin ini

memang pola pengarang saja yang kebetulan menggunakan narator lain.

Dalam cerita ini, tokoh Pramono, sebagai anak, merupakan proyeksi

si Mayor, sebagai ayah. Keberadaan keluarga dalam cerita ini penting

sebagai gambaran bahwa sifat dan tabiat seorang anak merupakan

cerminan orang tuanya.

Page 54: GAYA BAHASA PERBANDINGAN DALAM KUMPULAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31986/3/IHDA... · bahasa perbandingan tersebut terhadap pembelajaran bahasa dan sastra

67

7. Cerpen Teknik Mendapatkan Cinta Sejati (kode: C7)

Cerpen Teknik Mendapatkan Cinta Sejati menarik secara

penyajiannya karena disampaikan dengan pemilihan pengaluran unik dan

plot yang digunakan berjalan maju secara kronologis. Cerpen ini masih

mengangkat tema percintaan yang menjadi gagasan utama. Tema tersebut

terlihat sejak pembukaan cerita ini.

Jika harus membenci orang yang sangat kau cintai, apa yang

akan kau lakukan? Pertanyaan itu datang Senin pagi ketika Seto baru

bangun tidur. Masih samar benda-benda, masih remang pikirannya,

dan tampang dungu adiknya bercokol di depan mata. Seto tahu

bahwa adiknya akan tampak seperti itu kapan saja, dan mungkin

selamanya. (h. 65)

Kalau saja adiknya sedikit berakal, Seto merasa akan

gampang menjawab pertanyaan yang diajukannya pagi itu. Ia akan

bilang, “Pindah agama saja.”

Itu bukan jawaban main-main. Seto pernah berpindah agama

tiga kali sejak berhenti kuliah: semua agama baik, kau tahu. Dengan

berpindah agama, kau sekadar berpindah dari suatu kebaikan ke

kebaikan lain. Lagi pula semua agama bisa dijalankan begitu-begitu

saja. Ia tak perlu ke masjid ketika Islam, tidak pernah ke gereja

ketika Kristen, tidak pernah bertapa ketika menganut kepercayaan.

(h. 66)

Pada kutipan di atas menujukkan bahwa sudut pandang yang

digunakan adalah “dia” maha tahu namun seperti cerpen lainnya,

pengarang menunjukkan kekhasannya dengan menyapa pembaca dengan

penggunaan klausa “kau tahu”. Posisi penceritaan seperti ini seringkali

menjadi kelemahan, yang seolah menggunakan sudut pandang orang

ketiga, menjadi batal karena kehadiran “kau” yang tidak lain disapa sang

narator, pendongeng, sebagai “aku” yang tersembunyi.

Tokoh Seto merupakan tokoh utama dalam cerita ini. Tokoh Seto

digambarkan sebagai lelaki 36 tahun yang memiliki kepribadian yang

aneh. Sejak berhenti kuliah, ia sering berpindah agama untuk sekadar

berpindah dari satu kebaikan ke kebaikan lain (h. 66). Hal lain yang

membuat ia pindah agama adalah karena soal perempuan. Hal itu untuk

membuktikan bahwa cintanya ditolak karena berbeda agama bukan oleh

Page 55: GAYA BAHASA PERBANDINGAN DALAM KUMPULAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31986/3/IHDA... · bahasa perbandingan tersebut terhadap pembelajaran bahasa dan sastra

68

sebab yang lain (h. 74). Tokoh ini juga pernah memeluk tiga agama

sekaligus karena terinspirasi dari sebuah novel. Ia digambarkan

mempunyai penyakit yang seringkali kumat. Penggambaran tokoh ini

terasa sangat aneh dan seperti dibuat-buat. Tokoh ini digambarkan sering

menulis makalah untuk bahan diskusi (h. 70), sehingga dapat dikatakan

bahwa ia adalah orang yang memiliki wawasan terbuka. Namun, semenjak

putus kuliah lalu berpindah-pindah agama dengan alasan-alasan yang tidak

masuk akal membuat tokoh ini seperti memiliki kejiwaan yang tidak

waras.

Tokoh utama tambahan di cerita ini adalah Sasi. Bagi kakaknya,

Seto, umurnya 19 tahun, tapi 22 tahun menurut akta kelahiran (h. 66).

Tokoh Sasi ini digambarkan sebagai gadis lugu yang sering melontarkan

pertanyaan berbelit-belit kepada kakaknya, sehingga ia dianggap bodoh

bahkan dijuluki si Kerbau oleh Seto. Sasi begitu menyayangi kakaknya.

Setelah kedua orang tuanya meninggal, ia rela membatalkan rencana

studinya ke luar negeri demi merawat kakaknya. Penggambaran tokoh ini

terasa natural bagi seorang gadis lugu sekaligus seorang adik perempuan.

Pengarang mampu menggambarkan karakter tokoh ini dengan kuat.

Latar tempat yang digunakan dalam cerita tidak digambarkan dengan

detil dan tidak ada perubahan yang signifikan. Sedangkan penggambaran

latar waktu dalam cerpen ini berhubungan dengan alur. Walaupun alur

berjalan maju secara kronologis, pengarang sesekali menceritakan masa

lalu para tokohnya, seperti masa kecil Sasi atau masa lalu Seto yang

memutuskan berpindah-pindah agama, dan kemudian kembali lagi pada

pola pengaluran semula. Melalui gambaran latar ini, pengarang

menggariskan sebab akibat yang jelas. Akibat pertanyaan Sasi mengenai

apa yang harus ia lakukan ketika harus membenci orang yang sangat

dicintainya, maka jawaban Seto agar adiknya pindah agama saja membuat

ia terperangkap karena adiknya terus mengejarnya sampai ia mendapatkan

jawaban yang membuatnya puas.

Page 56: GAYA BAHASA PERBANDINGAN DALAM KUMPULAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31986/3/IHDA... · bahasa perbandingan tersebut terhadap pembelajaran bahasa dan sastra

69

Si kerbau melanjutkan, “Sebenarnya aku sendiri sudah tahu

apa yang harus kulakukan. Tapi kau kakakku, aku ingin tahu

pendapatmu. Ayah bilang ia orang yang tidak baik. Apakah aku

keliru mencintai orang yang tidak baik?”

“Lakukan saja yang harus kau lakukan,” kata Seto sedikit melunak.

“Sebenarnya aku rela menjadi istri kedua,” kata adiknya, “tetapi

agamanya tidak membolehkan ia beristri dua.”

Kurasa di sinilah letak persoalannya. Seto kembali

mengeras. Baru saja si kerbau membuatnya bungkam dan agak

terharu ketika mengatakan, “Kau kakakku, kan?” Tetapi sebentar

kemudian anak itu sudah mengeluarkan pernyataan yang terdengar

bebal. (h. 72)

Kutipan di atas merupakan tahapan memasuki konflik. Peristiwa

ketika Sasi menanyakan kepada kakaknya perihal apa yang dilakukannya

ketika harus membenci orang yang sangat dicintainya berlanjut pada

pernyataan Seto yang dijawab sekenanya agar adiknya pindah agama saja.

Dalam tahapan ini, konflik utamanya terdapat dalam diri Seto. Ia merasa

bahwa dirinya menjadi bulan-bulanan adiknya yang bebal itu. Keadaan

semakin runyam ketika ia terus dikejar pertanyaan sampai adiknya benar-

benar menemukan jawaban. Konflik semakin meningkat setelah Seto

menyesali jawabannya pindah agama yang ia sampaikan sambil lalu. Si

Kerbau itu rupanya tak mampu membedakan salah benar. Peristiwa

penyesalan Seto kemudian mengingatkan ia dengan masa lalunya ketika

berpindah agama untuk menghindari penolakan dari perempuan karena

perbedaan agama, bukan karena sebab yang lain. Seto kembali

membayangkan bahwa masalah adiknya sebenarnya sama dengan apa

yang pernah dialaminya. Hanya saja, untuk menghindari penolakan, Seto

memilih untuk berpindah-pindah agama. Seto pun menyayangkan adiknya

yang sedikit berakal.

Kalau saja adiknya tidak bebal….

Mestinya urusan itu bisa menjadi diskusi yang menarik. Seto bisa

menjelaskan dengan amat jernih mengenai pindah agama dan alasan-

alasan pendukungnya. Ia akan memberikan alasan yang valid dan

realistis, di luar kenyataan bahwa semua agama baik, dengan contoh

kasus dirinya sendiri. Memang harus diakui bahwa keputusan Seto

untuk berpindah-pindah agama mulanya didasari oleh peristiwa yang

Page 57: GAYA BAHASA PERBANDINGAN DALAM KUMPULAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31986/3/IHDA... · bahasa perbandingan tersebut terhadap pembelajaran bahasa dan sastra

70

sangat remeh. Itu gejala yang lazim dalam munculnya berbagai

bentuk pencerahan. (h. 73)

Pada pengaluran ini terlihat pola kemunculan solusi dalam cerita.

Konflik awal Seto adalah pertanyaan adiknya yang dijawabnya sambil lalu

membuat ia terus dikejar. Konflik meningkat setelah Sasi terus-menerus

mengejarnya dengan pertanyaan yang berbelit-belit hingga penyesalan

Seto atas jawaban yang sudah terlanjur dikeluarkannya itu. Pelajaran dari

masa lalu Seto sekaligus menjadi solusi bagi Seto Sendiri. Pengalaman

Seto tersebut ternyata mampu menjadi jawaban yang cukup melegakan

bagi Sasi. Plot berakhir ketika narator mengisahkan sedikit tentang tokoh

Sasi yang rela meninggalkan kehidupannya demi merawat sang kakak

yang sakit-sakitan.

8. Cerpen Dua Perempuan di Satu Rumah (kode: C8)

Cerpen Dua Perempuan di Satu Rumah menarik secara penyajiannya

karena cerpen ini menggunakan pola sorot balik yang diceritakan oleh dua

narator; “aku” sebagai tokoh tambahan dan “aku” sebagai tokoh utama.

Tema keluarga broken home yang menjadi gagasan utama disampaikan

dengan menarik dan dengan pemilihan alur yang cermat. Tema tersebut

terlihat sejak pembukaan dan pertengahan cerita.

Sampai tiba hari kematiannya, Oktober 1984, Seto sudah

melakukan enam perbuatan tak pantas, memecahkan tempurung lutut

anak buahnya yang berkhianat, dan menulis 37 puisi yang

menyedihkan. Ia ditembak mati pada dini hari dan mayatnya dibuang

di dekat petak-petak tambak di pesisir utara Semarang dan

kelihatannya sengaja ditaruh di tempat yang mudah dilihat orang.

Ketika hari terang, tiga orang yang berangkat mengail menemukan

mayat Seto terbungkus karung. Umurku 5 tahun ketika

pemberantasan misterius berlangsung dan ibuku 26 tahun. Sebulan

setelah melewati usia 30, ibuku meninggal, sebagian karena sedih

dan sebagian karena penyakit parah di tenggorokannya. (h. 77)

Kurasa ibuku menganggap urusan-urusan yang demikian

itu sangat penting dan sepertinya Ayah tidak beranggapan begitu.

Karena itulah mereka kadang-kadang ribut. Tetapi mereka tetap

pasangan yang baik dan seterusnya tetap berpasangan secara baik

meskipun ayahku kemudian mengubah dirinya dan aku bingung

Page 58: GAYA BAHASA PERBANDINGAN DALAM KUMPULAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31986/3/IHDA... · bahasa perbandingan tersebut terhadap pembelajaran bahasa dan sastra

71

harus memanggilnya apa. Ia masuk ke rumah sakit suatu hari, setelah

berhasil menjual tanah warisan orang tuanya, dan pulang ke rumah

sebagai perempuan. Ia tak pernah berpikir itu akan memberiku

banyak kesulitan. (h. 80)

Kutipan di atas menunjukkan bahwa cerita berjalan mundur atau

sorot balik. Pada bagian pembuka, narator pertama menceritakan

kehidupan Seto yang berakhir tragis. Seto mati karena menjadi korban

penembakan misterius. Kemudian memasuki masa kecilnya Seto, narator

kedua yang juga tokoh utama mengisahkan perjalanan hidupnya hingga ia

menjadi kepala preman yang kasar.

Latar tempat dalam cerita digambarkan terjadi pada beberapa tempat

seperti tambak pesisir utara Semarang, rumah Seto, sekolah, rumah sakit,

dan tempat mangkal banci. Sedangkan latar waktu dikisahkan telah terjadi

25 tahun setelah kematian Seto. Hal itu dikisahkan oleh narator pertama.

Seto mati pada Oktober 1984, ketika itu usia Seto 30 tahun. Ketika

peristiwa pemberasan misterius terjadi anak Seto berusia 5 tahun dan baru

menuliskan cerita kehidupan Seto ketika berusia 30 tahun. Narator kedua,

menceritakan kehidupan Seto kecil hingga menjadi kepala preman yang

kasar. Latar sosial yang menjadi fakta dalam cerita adalah peristiwa

pemberantasan misterius yang terjadi pada tahun 1984.

Tokoh Seto merupakan tokoh utama cerita ini. Ia digambarkan

sebagai seorang anak korban broken home. Seto kecil begitu membenci

ibunya yang cerewet (h. 79). Oleh sebab itu, ia tidak pernah merasa dekat

dengan ibunya. Sebaliknya, ia lebih dekat dengan ayahnya yang

penyayang dan lemah lembut. Tokoh ini tinggal dalam keluarga yang tidak

harmonis dan hal itu berpengaruh bagi pertumbuhannya. Setelah ayahnya

menjadi perempuan Seto berubah menjadi anak yang pemarah bahkan ia

menjadi perokok yang congkak sejak SMP. Hingga dewasa, ia sering

membuat keributan di tempat mangkal para banci (h. 85). Seto yang juga

kepala preman, mati pada usia 30 tahun setelah tewas ditembak dalam

peristiwa pemberantasan misterius. Penggambaran tokoh ini terbilang kuat

Page 59: GAYA BAHASA PERBANDINGAN DALAM KUMPULAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31986/3/IHDA... · bahasa perbandingan tersebut terhadap pembelajaran bahasa dan sastra

72

dan dalam, pengarang mampu menggambarkan karakteristik seorang anak

yang lugu dan polos yang kemudian berubah menjadi anak yang brutal.

Tokoh utama tambahan di cerita ini adalah ayah Seto. Tokoh ayah

Seto digambarkan sebagai ayah yang penyayang dan lemah lembut. Tidak

seperti istrinya, ayah Seto selalu berbicara dengan nada yang lebih rendah.

Ayah Seto adalah orang terdekat Seto di rumah. Namun tanpa sebab yang

pasti, tokoh ini memutuskan menjadi perempuan dan semenjak itulah

kedekatannya dengan Seto semakin jauh. Penggambaran tokoh ini terasa

natural, pengarang juga mampu memberikan karakter yang kuat pada

tokoh ini.

Tokoh tambahan lainnya adalah ibu Seto, Aku, dan istri Seto. Tokoh

ibu Seto digambarkan sebagai ibu Seto sekaligus istri. Penggambaran

tokoh seperti ini hampir sama di beberapa cerpen lainnya. Tokoh ini

digambarkan sebagai ibu dan istri yang cerewet namun tokoh ini berubah

menjadi seorang yang pendiam dan tidak pedulian setelah sang suami

memutuskan menjadi perempuan. Sementara itu tokoh Aku digambarkan

sebagai anak Seto. Tokoh ini muncul sebagai narator di awal cerita yang

menceritakan akhir kisah hidup ayahnya. Ketika pemberantasan misterius

terjadi, tokoh Aku baru berusia 5 tahun. Sedangkan tokoh istri Seto tidak

banyak digambarkan dengan detil. Ketika Seto mati dalam pemberantasan

misterius, ia berusia 26 tahun. Istri Seto meninggal dalam usia 30 karena

memendam kesedihan atas meninggalnya Seto dan karena penyakit di

tenggorokannya. Penggambaran ketiga tokoh di atas terasa wajar dan

terasa seperti tidak dibuat-buat sehingga pembaca dengan mudah

mengenali setiap karakter tokohnya.

Perubahan signifikan terjadi pada pola penggambaran tokoh-

tokohnya. Melalui gambaran tokoh ini, pengarang menggariskan sebuah

alur sebab akibat yang jelas. Akibat ayah Seto berubah menjadi

perempuan, membuat Seto mengalami konflik batin. Ia tidak lagi

menemukan sosok ayah di rumahnya, ibunya pun menjadi pendiam dan

Page 60: GAYA BAHASA PERBANDINGAN DALAM KUMPULAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31986/3/IHDA... · bahasa perbandingan tersebut terhadap pembelajaran bahasa dan sastra

73

tidak lagi peduli, maka Seto semakin jauh dengan ayahnya dan tumbuh

menjadi anak yang pemarah, liar, dan kasar.

Di awal-awal perubahannya, aku masih sering keliru

memanggilnya ayah. Tetapi sebutan itu tak cocok lagi untuknya dan

aku tak menemukan sebutan baru. Aku menjauhinya karena tak

menemukan sebutan yang tepat untuknya. (h. 80-81)

Empat hari aku menginap di rumah sakit.

“Kenapa Ayah menjadi banci?” tanyaku kepada Ibu ketika ia

menjengukku. Aku sudah pernah menanyakan hal yang sama

sebelumnya tetapi Ibu hanya menyodorkan suara getirnya dan itu

bukan jawaban.

Tanyakan sendiri padanya. (h. 84)

Sejak SMP aku bergaul dengan teman-teman yang suka

merokok dengan congkak di rumah. Ibuku tidak peduli apa yang

kulakukan. Ia benar-benar sudah mencabut semua larangan. Ayahku

mengingatkan bahwa belum saatnya aku merokok. Kukatakan

padanya, “Kau bukan ayahku. Apa pedulimu?

Ia tak bisa apa-apa.” (h. 85)

Kutipan di atas merupakan tahapan memasuki konflik. Peristiwa

berubahnya ayah Seto menjadi perempuan menjadi penyebab Seto

mengalami konflik batin. Ia tidak lagi mempunyai orang terdekat di

rumahnya yang selama ini diwakili ayahnya. Ia bingung dan tak

menemukan sebutan yang pantas untuk ayahnya. Ibunya pun menjadi

pendiam dan tidak mampu memberi alasan mengapa ayahnya menjadi

banci. Konflik dalam diri Seto meningkat setelah ia sering dikucilkan

teman-temannya di sekolah karena ayahnya berbeda. Semenjak itu, ia

menjadi anak yang pemarah dan semakin menjauhi ayahnya. Seto pun

tumbuh sesukanya. Ia sering merokok dengan congkak di rumahnya.

Bahkan ibunya sendiri tidak peduli dan ayahnya tak bisa berbuat apa-apa.

Konflik semakin meningkat setelah Seto menjadi preman dan suka

membuat keributan dan melakukan kekerasan di tempat mangkal banci.

Dan seterusnya ia tak bisa melakukan apa-apa ketika aku tumbuh

sesukaku dan mulai mabuk dan membuat keributan di tempat

mangkal para banci. Ada dua alasanku untuk melakukan hal ini.

Pertama, para banci itu akan melengking-lengking berisik sekali.

Aku senang mendengar mereka berisik karena ibuku tak lagi berisik

dan aku merindukan keberisikannya. Kedua, aku mau ayah

menjauhiku. (h. 85)

Page 61: GAYA BAHASA PERBANDINGAN DALAM KUMPULAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31986/3/IHDA... · bahasa perbandingan tersebut terhadap pembelajaran bahasa dan sastra

74

Pada pengaluran ini terlihat pola kemunculan solusi dalam cerita.

Konflik dalam diri Seto adalah pergolakan batin dalam dirinya karena

perubahan ayahnya. Konflik dalam diri Seto memuncak setelah

lingkungan di rumah dan di sekolahnya berubah. Perubahan sikap Seto

menjadi anak yang pemarah dan liar sekaligus menjadi solusi bagi Seto

sendiri. Seto menuntaskan solusi yang ia temukan dengan perubahan

perilakunya. Situasi ini selesai ketika Seto menjadi kepala preman yang

suka membuat keributan dan melakukan kekerasan di tempat mangkal para

banci.

Dalam cerita ini, terlihat bagaimana pengaruh lingkungan hidup bagi

pertumbuhan seorang anak. Keberadaan keluarga bagi seorang anak

menjadi model pertama yang akan ditiru anak. Bagaimanapun, setiap

keputusan yang diambil orang tua, baik maupun buruk, pasti akan

memberikan dampak pada anak.

9. Cerpen Bukan Ciuman Pertama (kode: C9)

Cerpen Bukan Ciuman Pertama menarik secara penyajiannya karena

disampaikan dengan apik dan dengan pemilihan alur yang cermat. Tema

yang diusung adalah misteri ciuman lelaki dengan sebelah mata mengatup

menjadi gagasan utama cerita ini. Tema tersebut terlihat sejak pembukaan

dan pertengahan cerita.

Kami berpapasan di tikungan dekat rumah dan saling

bertatapan sebentar—mata kanannya tidak membuka. (h. 87)

Istriku sudah menulis daftar segala tindakan yang tidak

boleh dilakukan baik oleh perempuan hamil maupun oleh lelaki yang

istrinya sedang hamil, dan setiap saat daftar itu bisa bertambah

panjang sebab ia menyimak apa saja omongan orang. Tapi aku tak

sengaja berpapasan dengan orang itu di tikungan sebelum rumah, dan

tak pernah menyangka akan bertemulagi dengannya kurang lebih

satu jam kemudian. (h. 87-88)

Kutipan di atas menunjukkan bahwa cerita dikisahkan narator “aku”

sebagai tokoh utama. Cerpen ini menggunakan plot yang berjalan maju

secara kronologis.

Page 62: GAYA BAHASA PERBANDINGAN DALAM KUMPULAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31986/3/IHDA... · bahasa perbandingan tersebut terhadap pembelajaran bahasa dan sastra

75

Latar tempat yang digunakan di cerita ini terjadi di tikungan jalan

dan di rumah tokoh Aku. Sementara itu latar waktu yang digunakan dalam

cerita terjadi dalam satu hari ketika tokoh Aku bertemu dengan lelaki

dengan sebelah mata mengatup itu hingga beberapa bulan sampai anak

keempat tokoh Aku lahir. Perubahan signifikan bukan pada penggambaran

latar tapi justru terlihat pada penggambaran tokoh.

Tokoh Aku merupakan tokoh utama di cerita ini. Tokoh ini

digambarkan memiliki kepribadian yang tidak masuk akal. Tokoh ini suka

membaca buku-buku motivasi dan efek bacaan tersebut ternyata

mempengaruhi pola pikirnya (h. 92). Ia menjadi sering berimajinasi dan

berpikir liar, sehingga seringkali tokoh ini mempunyai masalah dengan

jalan pikirannya sendiri, seperti menilai negatif apa yang tidak sesuai

dengan dirinya. Penggambaran tokoh ini terasa unik, namun pengarang

tetap mampu menggambarkan karakter serta jalan pikiran tokoh dengan

kuat.

Tokoh utama tambahan cerita ini adalah lelaki dengan sebelah mata

mengatup dan istri. Tokoh lelaki dengan sebelah mata mengatup

digambarkan sebagai tokoh yang misterius. Tokoh ini dianggap sedang

menjalani laku tertentu yang bisa memberikan nasib baik kepada bayi

sejak hari pertama dilahirkan (h. 93-94). Ia kemudian mendatangi rumah-

rumah untuk bisa mengusap serta mencium perut perempuan yang sedang

hamil. Penggambaran tokoh ini terasa unik namun tetap terlihat wajar.

Walaupun sosoknya misterius tetapi karakteristik tetap terasa kuat.

Sementara itu tokoh istri dalam cerita ini tidak digambarkan dengan detil.

Tokoh ini digambarkan sebagai perempuan yang percaya terhadap mitos-

mitos, terutama saat dirinya hamil (h. 87-88).

Melalui penggambaran tokoh inilah, terutama penggambaran jalan

pikiran tokoh utama, pengarang menggariskan sebuah alur sebab akibat

yang jelas. Akibat pola pikir tokoh Aku yang sering berimajinasi dan liar,

maka tokoh Aku pun jadi sering menghubung-hubungkan ajaran atau

pesan buku yang ia baca dengan kehidupannya.

Page 63: GAYA BAHASA PERBANDINGAN DALAM KUMPULAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31986/3/IHDA... · bahasa perbandingan tersebut terhadap pembelajaran bahasa dan sastra

76

Orang yang datang kepadaku, aku sangat yakin, adalah

orang yang cenderung berbelit-belit. Matanya yang terpejam sebelah

menunjukkan bahwa ia dijauhi nasib baik sejak lahir. Segala yang

melekat padanya membuatku lekas menarik kesimpulan bahwa dia

bukan orang yang dimaksudkan oleh bab tiga. (h. 92)

Anakku yang keempat lahir dengan mata kiri terpejam. Ia

dan orang itu seperti bayangan masing-masing cermin—yang satu

mata kiri, yang satu mata kanan. Aku benci sekali kepada istriku dan

kepada orang itu. Aku tidak mau percaya bahwa bayi itu anakku.

“Jadi kau pikir ini anak siapa?” istriku melengking.

“Bukan anakku. Aku tak percaya ia anakku.”

“Kau gila.” (h. 95)

Kutipan di atas menunjukkan tahapan memasuki konflik. Penyebab

konflik utama tokoh Aku adalah jalan pikirannya sendiri. Peristiwa

pertemuan tokoh Aku dengan tokoh lelaki dengan sebelah mata mengatup

membuat ia terus berpikir liar. Ia selalu mempercayai serta menghubung-

hubungkan pesan buku yang ia baca dengan kehidupannya. Tokoh Aku

menganggap bahwa tokoh lelaki dengan sebelah mata mengatup yang

mendatanginya adalah penyakit. Seperti ajaran dari buku yang ia baca

bahwa sebuah penyakit harus segera dibasmi dan dijauhi. Konflik

meningkat ketika tokoh Aku terus berprasangka buruk terhadap lelaki itu.

Kedatangan lelaki itu dianggap punya maksud lain, bahkan lelaki itu

dianggap penjual jimat dan tukang hipnotis. Tokoh Aku sejujurnya tidak

menyukai lelaki itu tetapi istrinya justru mengizinkannya mengusap dan

mencium perutnya. Konflik semakin meningkat setlah anak keempat itu

lahir dan dan semakin lama semakin mirip dengan si lelaki dengan sebelah

mata mengatup. Saat itulah, tokoh Aku semakin yakin bahwa

prasangkanya selama ini benar, sehingga ia menyimpulkan:

Lama-lama aku tahu mereka sendirilah yang gila. Mereka berdua

pasti sudah main gila di belakangku. Aku berpikir untuk

meninggalkan rumah ketika anak keempat itu makin lama makin

mirip dengan orang yang mengelus dan mencium perut istriku. (h.

96)

Pada pengaluran ini terlihat pola kemunculan solusi dalam cerita.

Konflik awal tokoh Aku adalah pola pikirnya sendiri. Efek bacaan

Page 64: GAYA BAHASA PERBANDINGAN DALAM KUMPULAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31986/3/IHDA... · bahasa perbandingan tersebut terhadap pembelajaran bahasa dan sastra

77

membuat ia berpikir liar dan seringkali ajaran dari buku yang ia baca

dihubung-hubungkan dengan kehidupannya. Konflik meningkat setelah

tokoh aku terus berprasangka buruk terhadap lelaki dengan sebelah mata

mengatup mengelus dan mencium perut istrinya yang tengah hamil.

Munculnya prasangka dan dugaan-dugaan baru tentang lelaki itu dan

istrinya sekaligus menjadi solusi bagi tokoh Aku. Setelah anaknya terlahir

dan semakin lama semakin mirip dengan lelaki itu, tokoh Aku terus

mengungkung dirinya dengan prasangka dan dugaan-dugaan bahwa ia

telah dikhianati istrinya. Adegan-adegan si lelaki mengelus dan mencium

perut istrinya membuat tokoh Aku semakin yakin bahwa itu bukan usapan

pertama dan ciuman pertama (h. 96).

Pengaluran yang dibangun dari jalan pikiran tokoh utama ini

membuat cerita ini menarik secara penyajiannya. Dari awal hingga akhir

cerita, pengarang mampu menggambarkan bagaimana jalan pikiran tokoh

utama yang mudah sekali terpesona dan percaya pada ajaran buku yang ia

baca. Hal itu rupanya mempengaruhi pola berpikirnya terhadap sesuatu

hingga ia pun seringkali menghubung-hubungkan dengan kehidupannya.

10. Cerpen Tuhan, Pawang Hujan, dan Pertarungan yang Remis (kode:

C10)

Cerpen Tuhan, Pawang Hujan, dan Pertarungan yang Remis

menarik secara penyajiannya karena disampaikan dengan unik dan

pemilihan pengaluran yang apik. Cerpen ini mengusung tema tentang

perlawanan terhadap takdir menjadi gagasan utama dalam cerita ini. Tema

ini terlihat sejak pembukaan cerita ini.

Fakta pertama, gadis itu cantik dan itu membuat Alit kikuk

dan membuatnya tiba-tiba menyadari betapa pentingnya bakat. Fakta

berikutnya, para penjual motivasi selalu mengatakan kepadamu

bahwa untuk menjadi ini dan itu kau tidak memerlukan bakat. Alit

pernah meyakininya ketika ia memutuskan belajar sulap, tetapi

belakangan ia tidak terlalu percaya pada bujukan itu. Ia kembali

yakin pada bakat. “Jika bakatmu adalah pawang kera,” katanya, “kau

pasti akan lebih beruntung menjadi pawang kera ketimbang

memaksakan diri menjadi penulis atau menjadi tukang ketik. (h. 96)

Page 65: GAYA BAHASA PERBANDINGAN DALAM KUMPULAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31986/3/IHDA... · bahasa perbandingan tersebut terhadap pembelajaran bahasa dan sastra

78

Kutipan di atas menunjukkan bahwa cerpen ini dikisahkan dengan

narator “dia” maha tahu. Dalam cerpen ini dan seperti beberapa cerpen

yang lain narator terkadang menyapa pembaca dengan sapaan “kau” yang

merupakan salah satu pola pengarang untuk mewakili dialog tokoh dan

kemudian narator kembali lagi pada pola penceritaan semula. Kutipan di

atas juga menunjukkan bahwa plot yang digunakan berjalan maju secara

kronologis.

Tokoh Alit merupakan tokoh utama cerita ini. Nama Alit ini

seringkali dijadikan tokoh beberapa cerpen dalam kumpulan cerpen ini.

Tokoh ini digambarkan sebagai pesulap yang kemudian berubah haluan

menjadi pawang hujan karena seorang gadis. Tokoh ini digambarkan

sebagai lelaki yang tidak percaya diri. Ia terobsesi pada perempuan sejak

ia menjadi pesulap hingga menjadi pawang hujan yang berbakat. Sejak

gadis itu masih ingusan hingga tumbuh menjadi gadis matang. Namun ia

tidak pernah berani mengungkapkan cintanya hingga gadis itu jatuh ke

pelukan si bandot tua. Tokoh ini pada akhirnya yang menentang dan

melawan takdir Tuhan karena kekecewaannya terhadap keputusan-Nya.

Penggambaran tokoh ini terasa unik. Dalam penggambaran tokoh ini

pengarang mampu menggambarkan setiap perubahan karakter tokoh

dengan kuat dan dalam.

Tokoh tambahan dalam cerita ini adalah si gadis kusam. Tokoh gadis

kusam ini digambarkan sebagai tokoh yang lugu dan polos. Setelah

beranjak dewasa, tokoh ini berubah menjadi perempuan cantik dan

semakin pandai memikat perhatian lelaki. Penggambaran tokoh ini

terkesan dipaksakan. Dari penggambaran fisik maupun penampilan tokoh

ini biasa saja dan jauh dari kesan cantik, namun pengarang seolah

menggambarkan si gadis kusam ini mempunyai sejuta pesona yang dapat

meluluhkan hati setiap lelaki yang melihatnya.

Tokoh tambahan lainnya adalah pawang hujan dan tokoh Aku.

Tokoh pawang hujan digambarkan sebagai guru Alit yang sakti dan sudah

Page 66: GAYA BAHASA PERBANDINGAN DALAM KUMPULAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31986/3/IHDA... · bahasa perbandingan tersebut terhadap pembelajaran bahasa dan sastra

79

tua. Setelah mewarisi ilmu kepawangannya kepada Alit, tokoh ini

meninggal. Sementara itu tokoh Aku digambarkan tidak mempunyai

hubungan dengan jalannya cerita. Ia hanya muncul di akhir cerita dan

menyelesaikan plot dari tokoh utama. Perubahan signifikan tidak terlihat

pada penggambaran tokoh-tokohnya, tetapi justru terlihat pada

penggambaran latar.

Latar tempat yang digunakan dalam cerita ini terjadi di beberapa

tempat, antara lain di markas tentara, di rumah pawang hujan, tempat

pemakaman, dan di sungai. Latar tempat digambarkan dengan detil oleh

pengarang, seperti gambaran ketika Alit gagal melakukan atraksi sulapnya

di markas tentara (h. 98-99) dan gambaran ketika Alit mengusir kumpulan

awan yang mendatangi pemakaman gurunya (h. 101). Tidak hanya itu,

pengarang juga mampu menggambarkan suasana ketika Alit melakukan

atraksi sulapnya di depan para prajurit. Dalam atraksinya Alit mendapati

siksaan selama satu jam yang terasa seperti bertahun-tahun tanpa

ditertawai atau ditepuki tangan. Di pemakaman pun suasana yang

digambarkan terasa sangat menegangkan ketika Alit bertarung

menghadapi kumpulan awan yang menyesaki pemakaman gurunya. Pada

penggambaran inilah terlihat imajinasi pengarangnya tentang peristiwa

yang terjadi pada tokoh Alit.

Latar waktu dalam cerita terjadi selama beberapa tahun. Saat berusia

24 tahun, Alit jatuh cinta pada pandangan pertama dengan gadis kusam—

usianya baru tiga belas—yang menonton pertunjukannya. Ketika

menginjak usia yang ke 32, Alit menyadari bahwa usia gadis itu sudah

hampir 21. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa waktu dalam

cerita berlangsung kurang lebih 11 tahun, selama itu pula Alit memendam

cintanya terhadap gadis itu. Pengarang menggariskan sebuah alur yang

jelas melalui penggambaran latar ini. Akibat ketidakpercayaan diri tokoh

utama dalam mengutarakan cintanya kepada si gadis kusam, maka gadis

itu pun jatuh ke pangkuan si bandot tua. Obsesi dan rasa cinta tokoh utama

Page 67: GAYA BAHASA PERBANDINGAN DALAM KUMPULAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31986/3/IHDA... · bahasa perbandingan tersebut terhadap pembelajaran bahasa dan sastra

80

itu membuat ia kecewa dan menganggap bahwa Tuhan telah membuat

keputusan yang keliru, karena itu ia ingin melawan keputusan-Nya.

Ia ingin sekali mendatangkan hujan deras semalaman untuk

menggagalkan pesta pernikahan gadis itu. Tentu saja ia tidak

melakukannya; itu akan menyalahi sumpahnya sebagai pawang

hujan dan itu bukan tindakan terpuji. Tetapi apa gunanya

mempertahankan sumpah dan tindakan terpuji jika gadis itu jatuh ke

tangan duda tua? (h. 102)

Tuhan telah menyakitinya dalam urusan perjodohan, maka

Alit memutuskan bertarung dengan Tuhan di wilayah lain yang Dia

merasa paling berkkuasa—soal kematian. Ia bersumpah tak akan

pernah membiarkan kematiannya menjadi urusan Tuhan; ia hanya

mau mati karena ia sendiri yang menghendaki kematiannya. Karena

itu pada suatu malam ia terjun dari jembatan, menenggelamkan diri

di sungai keruh. Dan ia tidak mati. (h. 104-105)

Kutipan di atas menunjukkan tahapan memasuki bagian konflik.

Penyebab konflik tokoh utama adalah ketika Alit diminta mengusir hujan

pada pesta pernikahan gadis pujaannya dengan duda tua. Bagi tokoh Alit,

tugas yang harus ia lalui itu membuatnya sadar bahwa bakat

kepawangannya adalah bakat keliru yang diberikan Tuhan. Bakatnya itu

tak mampu memikat hati gadis pujaannya. Konflik semakin meningkat

setelah Alit semakin kecewa terhadap Tuhan karena dianggapnya telah

memberikan keputusan yang keliru dengan menjodohkan gadis itu dengan

bandot tua. Maka, Alit pun melawan Tuhan dan keputusan-Nya yang

keliru dengan menghendaki kematiannya sendiri. Ia terjun dan

menenggelamkan diri ke sungai. Namun ia tidak mati dan menganggap

bahwa Tuhan telah bertindak curang dengan mendatangkan pengemis

untuk menyelematkan nyawanya.

Setelah pertarungan yang remis itu, Alit tidak pernah lagi

berniat mencabut nyawa sendiri. Dua hari ia dirawat oleh si

pengemis. Pada hari ketiga ia meninggalkan sang utusan itu dan

berjalan sepanjang sungai ke arah hulu dan di sebuah dataran tinggi

ia merencanakan lagi pertarungan berikutnya. (h. 105)

Pada pengaluran ini terlihat pola kemunculan solusi dalam cerita.

Konflik utama Alit adalah kekecewaannya terhadap gadis itu karena lebih

Page 68: GAYA BAHASA PERBANDINGAN DALAM KUMPULAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31986/3/IHDA... · bahasa perbandingan tersebut terhadap pembelajaran bahasa dan sastra

81

memilih si bandot tua daripada dirinya dan Alit pun menyesali bakat

kepawanganannya. Konflik meningkat setelah Alit menyadari bahwa

Tuhan telah membuat keputusan yang keliru, maka ia pun memutuskan

bertarung dengan Tuhan namun pertarungan itu berakhir remis.

Munculnya rencana-rencana baru untuk melawan Tuhan sekaligus menjadi

solusi bagi Alit. Situasi genting setelah pertarungan yang remis itu, Alit

tetap ingin melawan Tuhan dan keputusan-Nya yang keliru dengan

membuat sebuah rencana untuk pertarungan berikutnya. Situasi ini selesai

ketika narator lain muncul di akhir cerita dan mengakhiri cerita Alit dan

perlawanannya dengan Tuhan.

Pada pola penceritaan ini mengandung beberapa kelemahan,

misalnya, narator yang muncul di akhir cerita, tiba-tiba saja muncul dan

menutup cerita. Tokoh Aku yang tidak ada hubungannya dengan jalannya

cerita menjelaskan bahwa dirinya hanya tukang sulap yang tidak berbakat

dan sama sekali tidak mengusai tipuan untuk menurunkan hujan. Namun

tetap mendukung rencana Alit dan masih tetap menunggu kadatangannya.

Tokoh Aku yang muncul di akhir ini bisa jadi hanya tokoh tambahan yang

memang sengaja dihadirkan pengarang untuk menuntaskan solusi tokoh

utama. Pada titik ini cerita berakhir tidak padu. Namun, seperti beberapa

cerpen lainnya, pengarang tetap mampu memberikan akhir cerita yang

tidak harus sesuai dengan mata rantai yang padu.

11. Cerpen Kisah Batu Menangis (kode: C11)

Cerpen Kisah Batu Menangis menarik secara penyajiannya karena

bercerita tentang sebuah dongeng yang disampaikan oleh narator “aku”

sebagai tokoh utama. Cerpen ini disampaikan dengan menarik dan dengan

pemilihan pengaluran yang apik. Tema yang diusung dalam cerpen ini

adalah ketabahan dan kerelaan seorang suami. Tema tersebut terlihat sejak

pembukaan dan pertengahan cerita.

Sekarang akan kusampaikan kepadamu sebongkah batu

yang menangis. Ia mungkin menyampaikan cerita agar kau lebih

berhati-hati. Maksudku, kau pasti akan merasa serba tak enak jika

Page 69: GAYA BAHASA PERBANDINGAN DALAM KUMPULAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31986/3/IHDA... · bahasa perbandingan tersebut terhadap pembelajaran bahasa dan sastra

82

suatu saat burung penguinmu ditonton orang di mana-mana dan

dijadikan bahan ketawaan. (h. 107)

Sebetulnya aku merasa sakit hati setiap kali ia mengutuk

bekas suaminya itu. Sebetulnya aku merasa sakit hati setiap kali ia

mengutuk bekas suaminya itu. Menurutku ia tak pantas terus

menerus membicarakan lelaki itu di depanku, apa pun alasannya.

Bagaimanapun, sekarang akulah suaminya. Dan kemarahan

perempuan itu, yang tak pernah reda, membuatku merasa tak berarti.

Aku merasa bahwa ia tak sopan terus menyebut-nyebut lelaki itu di

hadapanku, tetapi ia berkali-kali melakukannya. (h. 113)

Kutipan di atas menunjukkan bahwa plot dalam cerita ini

menggunakan pola campuran. Dongeng ini bermula saat narator

menceritakan sebuah kisah batu yang bisa menangis. Kisah tersebut

merupakan kisah nyata dari pengalaman hidup tokoh utama, narator itu

sendiri. Kemudian sesuai dengan plot yang digunakan, seringkali narator

bolak-balik menceritakan masa lalu tokoh istri maupun tokoh Aku hingga

akhirnya mereka menikah dan cerita berakhir.

Latar tempat yang digunakan dalam cerita ini terjadi di dua tempat,

yakni peristiwa atraksi mesum antara si lelaki dengan pasangannya yang

terjadi di rumah makan dan peristiwa menyelinapnya tokoh Aku setelah

meninggalkan istrinya dan ia menangis sepanjang malam dalam sebuah

gua di kaki bukit. Sementara itu, latar waktu yang digunakan dalam cerita

ini terjadi kurang lebih sepuluh tahun sejak tokoh Aku menikah.

Tokoh Aku merupakan tokoh utama dalam cerita ini. Tokoh Aku

digambarkan mempunyai kepribadian yang lemah. Tokoh ini digambarkan

sebagai suami yang lemah jika berhadapan dengan istrinya. Ia selalu tabah

ketika istrinya terus-menerus menyakitinya. Tokoh ini digambarkan

mengalami konflik batin. Perjalanan hidupnya digambarkan dengan tragis.

Selama menikah dengan perempuan itu, tokoh Aku tidak pernah

merasakan kebahagiaan dan ketentraman. Ia hanya mengalami konflik

batin yang terus-menerus.

Tokoh utama tambahan dalam cerita ini adalah istri dan si lelaki.

Tokoh istri digambarkan sebagai perempuan sundal yang juga pasangan

atraksi penguin si lelaki (h. 111). Ia kemudian dinikahi sebagai istri ketiga

Page 70: GAYA BAHASA PERBANDINGAN DALAM KUMPULAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31986/3/IHDA... · bahasa perbandingan tersebut terhadap pembelajaran bahasa dan sastra

83

setelah si lelaki menceraikan istri keduanya. Mereka pun bercerai setelah

si lelaki berselingkuh. Tokoh istri ini digambarkan terus-menerus meracau,

mengumpat, dan mengutuk pengkhianatan yang dilakukan bekas suaminya

sampai ia menikah lagi dengan tokoh Aku. Penggambaran tokoh ini terasa

kuat dalam dari segi psikologisnya. Sementara itu tokoh lelaki

digambarkan sebagai pegawai negeri kecil-kecilan yang suka selingkuh

dan melakukan atraksi penguin dengan beberapa perempuan. Tokoh ini

telah empat kali menikah, dan menceraikan ketiga istrinya yang

sebelumnya. Penggambaran tokoh ini terasa wajar dan seperti tak dibuat-

buat.

Perubahan signifikan justru terlihat pada pola penggambaran tokoh.

Melalui penggambaran tokoh ini, pengarang menggariskan sebuah alur

sebab akibat yang jelas. Akibat tokoh istri yang terus-menerus meracau,

mengumpat, dan mengutuk bekas suaminya membuat tokoh Aku

mengalami konflik batin. Ia merasa sakit hati setiap kali istrinya mengutuk

bekas suaminya dan kemarahan perempuan itu karena pengkhianatan

bekas suaminya, membuat tokoh Aku merasa tak berarti. Ia tak mampu

melawan dan berbuat apa-apa untuk menghentikan kicauan istrinya.

Tentang istri ketiganya, orang yang kuketahui riwayatnya, ia

masih mengamuk bertahun-tahun setelah kejadian itu, bahkan

bertahun-tahun setelah mereka bercerai. Perempuan itu terus

menyambar-nyambar dengan mulutnya yang tak terkendalikan. Aku

mendengar setiap amukannya sebab ia kemudian menjadi istriku dan

terus meracau, mengutuk bahwa setiap lelaki tak ada bedanya. Ketika

atraksi pejabat dan penyanyi dangdut itu menyebar, ia juga menyalak.

“Pejabat atau kere sama saja,” katanya. “Istri pejabat itu munafik-fik-

fik-fik!” (h. 112)

Enam tahun setelah peristiwa tersebut, aku bertemu lagi

dengan perempuan yang kucintai. Ia tampak menyedihkan tetapi

kepada perempuan itu aku membuktikan bahwa rasa cinta bisa abadi.

Aku hampir menangis bertemu lagi dengannya di sebuah rumah

makan dan kami menikah dua bulan kemudian. Kami menjalani

rumah tangga dengan cara tersendat-sendat dan aku selalu ingin

menangis sepanjang sembilan tahun sejak pernikahan setiap kali

mendengar ia mencaci maki bekas suaminya. (h. 115-116)

Page 71: GAYA BAHASA PERBANDINGAN DALAM KUMPULAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31986/3/IHDA... · bahasa perbandingan tersebut terhadap pembelajaran bahasa dan sastra

84

Kutipan di atas merupakan tahapan memasuki konflik. Penyebab

konflik batin tokoh utama adalah isteri yang dicintainya terus mengutuk

bekas suaminya di hadapannya selama mereka menikah. Bagi tokoh Aku,

ia tidak lagi mempedulikan masa lalu istrinya namun kemarahan istrinya

yang tak pernah reda itu membuatnya tak bisa berbuat apa-apa. Ia pun

merasa tak berarti karena tak mampu membahagiakan perempuan yang

sangat dicintainya. Konflik semakin meningkat setelah tokoh Aku tak

mampu lagi menahan bahwa dirinya pun tersakiti oleh sikap istrinya itu.

Selama sembilan tahun menikah, tokoh Aku terus menangis dan tak

pernah menemukan kebahagiaan ataupun ketenteraman dalam hidupnya.

Pada pengaluran ini terlihat pola kemunculan solusi dalam cerita.

Konflik awal tokoh Aku adalah ketidakberdayaaannya menghadapi

istrinya yang terus-menerus mengungkit masa lalu di hadapannya dengan

mulut yang tidak terkendalikan. Konflik semakin meningkat setelah tokoh

Aku terus menangis selama kurang lebih sepuluh tahun pernikahan dan

selama itu pula ia tidak pernah mendapat kebahagiaan. Penderitaan yang

terjadi selama bertahun-tahun itu membuatnya mengalami konflik batin

yang terus meningkat hingga klimaks, sehingga ia menyimpulkan:

Pernikahan kami sudah hampir sepuluh tahun, dan umurku

sebentar lagi 65. Sudah saatnya aku memikirkan ketenteraman seperti

resi-resi zaman dulu, menghabiskan air mata di tempat yang sunyi.

Maka aku menyelinap malam-malam ke selatan, ke sebuah gua di

kaki bukit. (h. 116)

Munculnya keputusan untuk mengakhiri penderitaan dan pergi untuk

mencari ketenteraman sekaligus menjadi solusi bagi tokoh Aku. Setelah

menjalani pernikahan hampir sepuluh tahun, barulah tokoh Aku

menuntaskan solusi yang telah ia temukan. Plot berakhir ketika keinginan

tokoh Aku terkabul. Ia terus menangis sepanjang malam di dalam gua dan

ketika terbangun keesokan harinya ia berubah menjadi sebongkah batu

berbentuk kelinci yang terus menangis.

Pada pengaluran ini, terlihat kemampuan pengarang dalam

menghadirkan gambaran kisah klise perselingkuhan pejabat publik yang

Page 72: GAYA BAHASA PERBANDINGAN DALAM KUMPULAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31986/3/IHDA... · bahasa perbandingan tersebut terhadap pembelajaran bahasa dan sastra

85

diceritakan narator pada pembukaan cerita, yang kurang lebih memiliki

hubungan dengan masa lalu tokoh istri. Kisah perselingkuhan publik figur

ini sekaligus pengantar bagi narator untuk menceritakan konflik utama

yang terjadi pada tokoh utama dengan tokoh lainnya.

Dalam cerita ini, tokoh Aku merupakan gambaran sebuah

penerimaan. Sedangkan, tokoh istri merupakan gambaran sebuah

ketidakbersyukuran. Menarik untuk dilihat bahwa cinta sebenarnya bisa

hadir dan tumbuh jika satu dan yang lainnya saling menerima kekurangan

maupun kelebihan yang sudah melekat dalam diri pribadi masing-masing.

12. Cerpen Seorang Utusan Memotong Telinga Raja Jawa (kode: C12)

Cerpen Seorang Utusan Memotong Telinga Raja Jawa menarik

secara penyajiannya karena dibangun dengan alur cerita yang tidak masuk

akal. Tema tentang kekecewaan terhadap masa lalu yang menjadi gagasan

utama cerpen ini disampaikan dengan apik. Tema tersebut terlihat sejak

pembukaan cerita.

Akhirnya bisa kusampaikan kabar ini, kabar baik yang

tertunda sekian lama, kabar baik mengenai pekerjaan besar yang

tertunda sekian lama. Kau tahu, setiap pekerjaan besar memang

selalu menuntut kesabaran dan ia bisa dimulai dari peristiwa yang

amat sepele: sebuah pertemuan tak sengaja dengan teman lama—

teman baik di waktu lalu, yang agak menjemukan setelah beberapa

tahun tak ketemu. (h. 117)

Setelah pertemuan itu, aku beberapa kali ke Jakarta untuk

urusan pekerjaan tetapi tidak pernah mampir ke rumah Seto

meskipun ia memberiku alamat. Aku benci nama kampungnya; ia

seperti memberi perasaan tidak enak yang aku sendiri susah

menjelaskannya. Kuceritakan hal ini kepada Jiwo, si mungil yang

dipanggil Kadal ketika kami SMP dan tetap mungil ketika kami

sama-sama kuliah di Yogya. Oleh teman-teman di kampusnya ia

dipanggil Kondom; aku tidak sekampus dengannya dan tetap

memanggilnya Kadal. Kadal kembali ke Semarang tanpa

menamatkan kuliah; ia memanjangkan rambutnya dan menjadi

cenayang di Kampung Kali. Sekarang orang-orang memanggilnya

Simbah. (h. 118)

Page 73: GAYA BAHASA PERBANDINGAN DALAM KUMPULAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31986/3/IHDA... · bahasa perbandingan tersebut terhadap pembelajaran bahasa dan sastra

86

Kutipan di atas menunjukkan bahwa cerita ini menggunakan sudut

pandang persona pertama, “aku” sebagai tokoh utama. Plot dalam cerita

ini berjalan maju secara kronologis.

Tokoh Aku merupakan tokoh utama di cerita ini. Ia digambarkan

memiliki kepribadian yang sulit ditebak. Tokoh ini digambarkan sebagai

tokoh yang seringkali menilai sikap dan gerak-gerik teman-teman lamanya

yang sudah lama tak dijumpainya, termasuk Seto dan si Kadal. Tokoh ini

digambarkan begitu mencintai kampung halamannya, walaupun Semarang

tidak banyak memberikan kebahagiaan tetapi ia tetap tak bisa

meninggalkannya (h. 123). Penggambaran tokoh ini terasa aneh dan

terkadang tidak masuk akal, namun tetap terasa natural.

Tokoh utama tambahan di cerita ini Jiwo alias si Kadal. Tokoh Jiwo

alias si Kadal digambarkan sebagai teman lama tokoh Aku yang bertubuh

mungil. Ia adalah seorang cenayang yang dipanggil Simbah di

kampungnya. Tokoh ini digambarkan tidak waras karena seringkali

berbicara seperti orang yang mengigau. Penggambaran tokoh ini dibuat

begitu tragis namun karakternya tetap terasa natural.

Tokoh tambahan lainnya adalah tokoh Seto dan nenek. Tokoh Seto

digambarkan sebagai teman lama tokoh Aku yang selalu tampak runyam

dan membosankan. Mereka bertemu lagi 22 tahun kemudian di salah satu

toko buah. Sementara itu tokoh nenek digambarkan sebagai nenek tokoh

Aku yang mulai sakit-sakitan. Ia hidup sebatang kara dan dirawat cucunya

sendiri. Penggambaran tokoh di atas terasa unik dan terkadang

digambarkan dengan tragis namun pengarang tetap mampu memberikan

karakteristik yang kuat bagi tokoh-tokoh di atas. Perubahan signifikan

bukan pada penggambaran tokoh, tetapi justru terlihat pada penggambaran

latarnya.

Latar waktu terjadi setelah pertemuan tokoh Aku dengan teman

lamanya, Seto, 22 tahun kemudian. Peristiwa pertemuan itu, berlanjut pada

pertemuan-pertemuan lain antara Seto dan Jiwo alias si Kadal, hingga

cerita berakhir. Latar tempat yang digunakan dalam cerita ini terjadi di

Page 74: GAYA BAHASA PERBANDINGAN DALAM KUMPULAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31986/3/IHDA... · bahasa perbandingan tersebut terhadap pembelajaran bahasa dan sastra

87

beberapa tempat, di antaranya: peristiwa pertemuan antara tokoh Aku

dengan Seto di toko buah dekat Pekojan (h. 117), peristwa kunjungan

tokoh Aku ke Jakarta untuk urusan pekerjaan, (h. 118), peristiwa saat

tokoh Aku teringat kota kelahirannya, Semarang (h. 122), dan peristiwa di

bus kota dalam perjalanan menuju Lebak Bulus (h. 125). Melalui

gambaran latar ini pengarang menggariskan sebuah alur sebab akibat yang

jelas. Akibat pertemuan tokoh Aku dengan teman lamanya, si Kadal,

dendam di masa lalunya tiba-tiba membangkitkan ingatannya, maka

terjadilah peristiwa pengirisan telinga salah satu anak jalanan yang tengah

beraksi di bus kota sebagai balas dendam untuk mengobati rasa pedih

berabad-abad silam.

“Aku merasa di masa lalu aku adalah tentara Mongol,”

kataku sekenanya. “Aku benci kepada Raja Jawa yang telah mengiris

hidungku.” (h. 120)

Ia menyarankan aku agar segera meninggalkan tanah Jawa.

Sebab, katanya, tempat ini memberikan kenangan buruk kepadaku

dan mungkin ada dorongan dalam diriku untuk selalu membenci

orang Jawa—sebuah dorongan yang lahir begitu saja karena

pengalaman buruk di kehidupan masa laluku. (h. 121)

Aku benci pada si juru deklamasi. Aku benci pada si

penadah uang. Aku benci pada si pengasah sembilu; orang ini

membuatku rusuh. Demi segala yang tak masuk akal tentang

kehidupan lalu atau apa pun, mau apa dia? Tanpa sadar aku meraba

hidungku, merasakan bangkitnya kengerian yang sepertinya sudah

kupendam sangat lama. Aku merasakan hawa dingin merambat naik

dari bokong ke kepala dan membekukan otakku. Entah aku utusan

itu atau bukan, entah ia Kertanegara atau siapa pun, tak akan

kubiarkan ia mengiris cuping hidungku. Tidak untuk kali kedua. (h.

126)

Kutipan di atas merupakan tahapan memasuki konflik. Penyebab

konflik awal tokoh Aku adalah peristiwa pertemuannya dengan si Kadal

membuatnya harus meladeni kegilaan temannya itu. Ucapan tokoh Aku

bahwa di masa lalu ia adalah tentara Mongol ditanggapi sungguh-sungguh

oleh si Kadal. Hal itu membuat si Kadal menyarankan agar tokoh Aku

meninggalkan tanah Jawa, karena tempat itu banyak memberikan

kenangan buruk. Bagi tokoh Aku, saran itu merupakan sebuah

Page 75: GAYA BAHASA PERBANDINGAN DALAM KUMPULAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31986/3/IHDA... · bahasa perbandingan tersebut terhadap pembelajaran bahasa dan sastra

88

kemusykilan karena Semarang adalah kampung halamannya. Ia tak

mungkin meninggalkan tempat itu. Konflik semakin meningkat setelah

tokoh Aku pergi memenuhi undangan Seto dan dalam perjalanan, tiga

orang yang mengaku sebagai bajingan yang baru dibebaskan dari penjara

meminta-minta kepada penumpang bus. Perbuatan ketiga anak jalanan itu

membuat tokoh Aku merasakan dendam di masa lalunya kembali

membangkitkan kengerian yang sepertinya sudah dipendamnya sejak

lama.

Demi keadilan seharusnya kupotong hidungnya, tetapi kau akan sulit

melakukannya di bis kota. Daun telinga lebih gampang dan itu pun

lumayan untuk mengobati rasa pedih berabad-abad. Dengan

sepotong telinga di genggamanku, kini aku bisa tenteram pulang ke

tempat asalku. O, tidak! Bagaimanapun hidung dibalas hidung. Tetap

harus kupotong sebanyak-banyaknya hidung orang Jawa. (h. 126)

Pada pengaluran ini terlihat pola kemunculan solusi dalam cerita.

Konflik awal tokoh Aku adalah pertemuannya dengan si Kadal. Konflik

meningkat setelah perbuatan ketiga anak jalanan yang meminta-minta di

depan penumpang bus tiba-tiba membangkitkan kemarahan tokoh Aku. Ia

teringat dendam di masa lalunya yang belum sempat terbayarkan.

Munculnya ingatan akan masa lalu tokoh Aku yang dianggapnya tidak

masuk akal itu sekaligus menjadi solusi baginya. Setelah teringat dengan

masa lalunya yang tidak masuk akal itu, barulah tokoh Aku menuntaskan

solusi yang telah ia temukan. Plot berakhir ketika akhirnya tokoh Aku

melampiaskan kemarahannya dengan mengiris telinga satu di antara ketiga

anak jalanan itu. Ia pulang dengan luka yang sedikit telah terobati, namun

ia tetap menginginkan keadilan dan membalaskan rasa dendam sakit

hatinya.

Pengaluran ini memiliki beberapa kelemahan yang membuat cerita

terkesan kurang padu atau utuh, karena cerita memiliki fokus yang

penceritaan yang berbeda. Misalnya dari sisi pemunculan peristiwa di

akhir. Dengan alasan yang tak masuk akal, tokoh Aku tiba-tiba merasa

seperti seorang utusan yang mempunyai kehidupan masa lalu yang

Page 76: GAYA BAHASA PERBANDINGAN DALAM KUMPULAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31986/3/IHDA... · bahasa perbandingan tersebut terhadap pembelajaran bahasa dan sastra

89

mengerikan. Padahal di awal cerita, tokoh Aku hanya membual kepada si

Kadal bahwa di kehidupan lalu ia adalah tentara Mongol dan benci kepada

Raja Jawa yang telah mengiris hidungnya. Hal itu yang membuat cerita

seolah seperti tidak masuk akal dan berakhir tidak padu jika dilihat dari

konflik utama di awal cerita.

13. Cerpen Lelaki Beristri Batu (kode: C13)

Cerpen Lelaki Beristri Batu menarik secara penyajiannya karena

cerita ini dikisahkan oleh dua narator yakni “aku” tokoh utama dan “dia”

maha tahu. Cerpen ini disampaikan dengan apik dengan pemilihan alur

yang cermat. Tema yang menjadi gagasan utama cerpen ini adalah cinta

berbalas pengkhianatan. Tema ini terlihat sejak pembukaan dan

pertengahan cerita.

Aku tahu banyak tentangnya. Salah satunya, ia pernah

menyimpan rajah penghasilan Nabi Sulaiman, penguasa jin dan

semut-semut, di bawah bantalnya. Tetapi mereka pasti menertawaiku

jika aku menceritakan apa yang sesungguhnya dan aku tidak suka

menjadi bahan tertawaan orang. Sampai sekarang aku terus

mengunci mulutku, meski aku tak akan berkeberatan menyampaikan,

jika ada yang bertanya, apa yang telah terjadi pada suatu siang ketika

pengkhianat itu datang lagi menemuinya. (h. 129)

“Maafkan aku,” kata orang itu saat kembali dari khianat

pertamanya.

Sebuah klise, kau tahu, tetapi terdengar seperti nyanyian

top hit di telinganya.

Dan ia menjawabnya dengan cara yang klise: dengan

anggukan kepala, dengan paras sayu yang penuh rasa syukur, dengan

air mata haru dan penerimaan yang ternyata keliru? (h. 131)

Kutipan di atas menunjukkan bahwa cerpen ini dikisahkan dengan

dua narator. Narator pertama “aku” sebagai tokoh utama digunakan pada

bagian awal dan akhir cerita, selebihnya narator “dia” maha tahulah yang

mengambil alih cerita. Kutipan di atas juga menunjukkan bahwa plot

menggunakan pola sorot balik.

Latar tempat yang digunakan dalam cerita ini banyak terjadi di

rumah tokoh Aku. Sedangkan latar waktu yang digunakan dalam cerita

Page 77: GAYA BAHASA PERBANDINGAN DALAM KUMPULAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31986/3/IHDA... · bahasa perbandingan tersebut terhadap pembelajaran bahasa dan sastra

90

terjadi beberapa waktu (tidak digambarkan dengan detil perkiraan

waktunya) setelah peristiwa kematian tokoh Aku dan ditemukannya dua

patung batu: satu perempuan dewasa dan satu gadis kecil (h. 136).

Tokoh lelaki merupakan tokoh utama cerita ini. Ia digambarkan

memiliki kepribadian yang lemah. Ia juga digambarkan sebagai suami

yang pemaaf dan tidak punya prinsip. Hal itu terbukti setelah berkali-kali

dikhianati istrinya, ia tetap memaafkan, bahkan ia tak tahu harus

menjawab ya atau tidak ketika si pengkhianat itu meminta maaf kepadanya

(lihat h. 132). Penggambaran tokoh ini dibuat sangat tragis. Walaupun

posisinya sebagai suami, namun tokoh Aku sendiri seringkali pasrah dan

tidak mempunyai sikap dalam mengambil keputusan. Di akhir cerita,

tokoh lelaki ini mati pada usia lima puluh dua dan ia terlahir kembali

menjadi aku, seorang gadis bernama Utari yang cantik seperti ibunya (h.

137). Menarik untuk dilihat bahwa tokoh Aku inilah yang muncul di awal

cerita sebagai narator yang membuka cerita dan di akhir cerita ia muncul

lagi dan menjelaskan jati dirinya yang sebenarnya.

Jika dicermati, tokoh Aku yang muncul di akhir ini mungkin saja

tokoh istri, si pengkhianat. Ia mengatakan bahwa bertahun-tahun setelah

kelahirannya ia dipikat seorang pemuda namun kemudian ia dikhianati dan

ia membayangkan pemuda itu menjadi batu (lihat h. 137). Bisa jadi,

bukan hanya si lelaki yang dikhianati, tetapi juga sang istri atau mungkin

saja kematian si lelaki pun sama seperti istri dan anaknya yang berubah

menjadi patung batu, walaupun di cerita ini tidak digambarkan penyebab

kematian si lelaki, atau bisa jadi pengarang menciptakan tokoh Aku ini

yang kebetulan saja bernasib sama, dikhianati pasangannya. Di akhir cerita

ini tokoh Aku berusaha meluruskan cerita keliru tentangnya yang sudah

terlanjur beredar di masyarakat.

Tokoh utama tambahan dalam cerita ini adalah si pengkhianat. Ia

digambarkan sebagai istri sekaligus pengkhianat yang telah berkali-kali

meninggalkan suaminya dan berkali-kali datang untuk meminta maaf.

Penggambaran tokoh ini dibuat begitu memuakkan bagi tokoh utama. Kata

Page 78: GAYA BAHASA PERBANDINGAN DALAM KUMPULAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31986/3/IHDA... · bahasa perbandingan tersebut terhadap pembelajaran bahasa dan sastra

91

maaf yang terlontar dari mulutnya sudah seperti sebuah klise. Perubahan

signifikan justru terjadi pada pola penggambaran tokoh-tokohnya. Melalui

penggambaran latar ini pengarang menggariskan sebuah alur sebab akibat

yang jelas. Akibat pengkhianatan yang sudah berkali-kali diterima oleh

tokoh Aku, maka ia pun menjadi tidak berdaya lantaran pengkhianatan itu

sudah begitu menyakitkannya, hingga ia pun melampiaskan dengan

meminum alkohol terus-menerus.

Siang itu, ketika si pengkhianat datang lagi kepadanya

untuk kali kedua, ia mencoba menguatkan hati lempungnya dan

menganggap bahwa orang itu tidak pernah ada. Hanya saja,

bagaimanapun, orang itu ada dan melangkah makin dekat kepadanya

dan sekali lagi meminta maaf. Kepalanya nyaris mengangguk lagi,

tetapi ia terus menguatkan batang lehernya.

“Kau tak sudi memaafkan aku?” tanya orang itu lagi.

(h.131-132)

Maka ia menjadi pemabuk yang menuangkan alkohol ke

kerongkongannya tiap hari dan membiarkan alkohol itu mengobati

luka hatinya. Anaknya terjatuh dua kali di jalanan, mula-mula

terseret sepeda motor dan kemudian tertubruk becak yang melaju di

turunan, dan luka-lukanya menjadi koreng yang tidak sembuh

berminggu-minggu kemudian. (h. 135)

Kutipan di atas merupakan tahapan memasuki konflik. Penyebab

konflik tokoh si lelaki adalah pengkhianatan yang telah berkali-kali

dilakukan istrinya namun si pengkhianat itu masih berani datang untuk

meminta maaf kepadanya. Pada pengkhianatan yang pertama, tokoh Aku

terpedaya oleh permintaan maaf si pengkhianat itu. Ia mencoba

menumbuhkan rasa cinta di hatinya, namun untuk kali kedua dan

seterusnya ia mencoba menguatkan hatinya agar tidak lagi terpedaya dan

menganggap bahwa perempuan itu tidak pernah ada. Si pengkhianat pun

berkali-kali datang kembali kepada si lelaki untuk mendapatkan maaf

darinya. Pada titik inilah, tokoh lelaki terlihat tidak mempunyai sikap

terhadap masalah yang dihadapinya. Ia tidak tahu harus menjawab ya atau

tidak, ia bahkan tidak sanggup memandang ke arah mata si pengkhianat

itu. Konflik semakin meningkat, setelah pengkhianatan yang berkali-

berkali itu membuat tokoh lelaki berubah menjadi pemabuk untuk

Page 79: GAYA BAHASA PERBANDINGAN DALAM KUMPULAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31986/3/IHDA... · bahasa perbandingan tersebut terhadap pembelajaran bahasa dan sastra

92

mengobati luka di hatinya. Akibatnya, puteri semata wayangnya juga

menjadi korban. Anak itu terlantar dan tak terurus.

Pada pengaluran ini terlihat pola kemunculan solusi dalam cerita.

Konflik awal tokoh lelaki adalah cintanya dibalas pengkhianatan yang

bertubi-tubi dilakukan si pengkhianat. Rasa sakit hatinya membuat tokoh

lelaki yang lemah itu tak tahu harus menerima atau menolak permintaan

maafnya. Konflik meningkat setelah pengkhianatan yang berkali-kali itu

membuat si lelaki menjadi sering mabuk-mabukan. Ketidakberdayaannya

terhadap pengkhianatan yang berkali-kali diterimanya membuat tokoh Aku

mengalami konflik batin yang terus meningkat hingga klimaks, hingga ia

pun menyerah.

“Aku minta maaf kepadamu, entah kau sudi memaafkan

aku atau tidak,” kata orang itu.

Leher yang kaku melemah. Hati yang seperti lempung tak

pernah mampu menyangga kepala agar tetap mendongak. Lelaki itu

akhirnya masuk ke dalam rumah dengan kepala merunduk.

Perempuan itu, si pengkhianat yang pulang lagi, melangkah tersendat

mengikuti lelaki yang merunduk dan dia tak pernah pergi lagi sejak

itu. (h. 136)

Munculnya rasa pasrah dan menyerah ini sekaligus menjadi solusi

bagi tokoh lelaki. Ia mengunci si pengkhianat dalam sebuah kamar

bersama puterinya. Plot berakhir ketika pada hari kematian tokoh lelaki,

orang-orang menemukan dua patung batu di kamar pembantu yang

tergembok. Setelah plot si lelaki berakhir, muncullah tokoh Aku yang

tidak lain adalah tokoh lelaki itu sendiri. Tokoh Aku muncul di akhir dan

meluruskan cerita keliru yang terlanjur beredar di masyarakat. Ia

mengungkapkan bahwa cerita yang sesungguhnya adalah lelaki itu mati

dan terlahir menjadi Aku, gadis cantik bernama Utari. Ia menjelaskan

bahwa pengkhianat itu dikurungnya dan dibayangkannya menjadi batu

agar tidak bisa lari darinya, dan ia menjadi batu. Tokoh Aku pun

mengalami hal yang sama, setelah bertahun-tahun kelahirannya, ia dipikat

seorang pemuda namun kemudian ia dikhianati dan ia membayangkan

pemuda itu menjadi batu.

Page 80: GAYA BAHASA PERBANDINGAN DALAM KUMPULAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31986/3/IHDA... · bahasa perbandingan tersebut terhadap pembelajaran bahasa dan sastra

93

Dalam cerita ini, menarik untuk dilihat bahwa persoalan cinta

seringkali menjadi masalah yang kompleks. Tokoh lelaki merupakan

proyeksi sebuah kesetiaan sedangkan tokoh perempuan merupakan

proyeksi sebuah pengkhianatan. Dalam hal ini, untuk menumbuhkan rasa

cinta di hati sesungguhnya bukan perkara mudah. Sekali saja dikhianati,

rasa itu tidak akan kembali lagi seperti semula.

14. Cerpen Efek Sayap Kupu-Kupu (kode: C14)

Cerpen Efek Sayap Kupu-Kupu menarik secara penyajian karena

disampaikan dengan apik dan dengan pemilihan pengaluran yang cermat.

Tema yang menjadi gagasan utama dalam cerita ini adalah efek dari

peristiwa atau sesuatu serta dampak yang menyertainya. Tema tersebut

terlihat sejak pembukaan cerita ini.

[…]

Dan, karena perkawananku dekat sekali dengan Alit, aku jadi

teringat dengan peristiwa lima tahun lalu. Ketika itu, pukul dua dini

hari, Alit sempoyongan keluar dari tempat minum yang baru pertama

kali dikunjunginya. Dua jam kemudian, ayahnya meninggal di

sebuah kontrakan empat ratus kilometer jauhnya dari kamar

kontrakan Alit. Kurasa efek kupu-kupu bekerja juga pada peristiwa

dini hari itu. Dan adegan kematian itulah yang nanti akan mengakhiri

cerita ini, yang dimulai hari Rabu malam lima bulan sebelumnya.

[…]

Pada hari Rabu malam itu polisi meringkus seorang germo di sebuah

mal di Jakarta. Alit membaca beritanya Kamis pagi dengan kepala

lunglai di sandaran kursi bambu di teras kamar kontrakan; mulutnya

menguap berkali-kali. Kau tahu, Alit masih senormal bertahun-tahun

sebelumnya, dengan perangkat yang menegang di pagi hari, dan

tetap melakukan kerajinan tangan setiap pagi sembari

membayangkan ayahnya merengek-rengek didatangi malaikat yang

siap mencabut nyawa dengan cara sesakit-sakitnya. Itu sebuah siasat

untuk dua tujuan: (1) agar ia bisa menikmati pekerjaan tangannya

lebih lama dan (2) karena ayahnya pantas diperlakukan seperti itu.

(h. 140)

Kutipan di atas menunjukkan bahwa plot menggunakan pola sorot

balik. Dalam cerpen ini narator “aku” tidak terlibat dalam cerita. Ia hanya

menceritakan peristiwa secara mundur yakni lima bulan sebelum kematian

Page 81: GAYA BAHASA PERBANDINGAN DALAM KUMPULAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31986/3/IHDA... · bahasa perbandingan tersebut terhadap pembelajaran bahasa dan sastra

94

ayah Alit. Narator seperti ini beberapa kali hadir dalam cerpen yang lain,

dimana narator hanya muncul di awal dan akhir cerita.

Tokoh Alit merupakan tokoh utama di cerita ini. Tokoh ini

digambarkan tidak menyukai ayahnya. Hal itu dibuktikan dengan

kebiasaannya melakukan kerajinan tangan setiap pagi sambil

membayangkan ayahnya merengek kesakitan ketika malaikat pencabut

nyawa datang kepadanya. Selain itu, tokoh ini digambarkan sebagai

seorang kakak yang awalnya cuek namun berubah menjadi kakak yang

begitu peduli terhadap adiknya. Penggambaran tokoh ini terasa wajar dan

terasa natural.

Tokoh utama tambahan dalam cerita ini adalah Ambar. Tokoh

Ambar adalah adik dari tokoh Alit. Tokoh Ambar digambarkan sebagai

germo yang cerdas dan keras kepala. Germo yang masih duduk di kelas

dua SMA memiliki prinsip hidup yang jelas (h. 144-145), bahkan

kehidupannya pun selalu menjadi perhatian banyak orang. Penggambaran

tokoh ini begitu kuat dan dalam. Pengarang mampu menggambarkan

kekuatan karakter tokoh ini dengan detil namun tetap seperti tidak dibuat-

buat.

Tokoh tambahan lainnya adalah Aku, ayah Alit, polisi, dan

wartawan. Tokoh Aku merupakan kawan dekat Alit. Ia berperan sebagai

narator yang menceritakan tentang peristiwa yang terjadi pada Alit,

ayahnya, Ambar. Walaupun ia tidak terlibat dalam cerita, tetapi posisinya

menjadi penting karena dari sudut pandang tokoh Aku inilah cerita

dipaparkan. Sementara itu, tokoh ayah Alit dalam cerita ini tidak

digambarkan dengan detil ia begitu dibenci anaknya, Alit. Tokoh ini

kemudian mati tanpa sebab yang pasti. Adapun tokoh polisi digambarkan

sebagai polisi yang detil dan juga teliti. Sedangkan tokoh wartawan

digambarkan sebagai pemburu berita yang selalu dapat menemukan celah

dalam mengorek informasi dari sumbernya.

Latar tempat yang digunakan dalam cerita ini terjadi di beberapa

tempat, antara lain di teras kamar, warung, penjara, kampung dekat

Page 82: GAYA BAHASA PERBANDINGAN DALAM KUMPULAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31986/3/IHDA... · bahasa perbandingan tersebut terhadap pembelajaran bahasa dan sastra

95

pelabuhan, dan di rumah besar di Jalan Jambu. Latar waktu dalam cerita

sudah terjadi lima tahun yang lalu, namun dalam fakta cerita terjadi lima

bulan sebelum kematian ayah Alit. Perubahan signifikan justru terlihat

pada penggambaran latar ini. Pengarang menggariskan sebuah alur sebab

akibat yang jelas melalui penggambaran latar ini. Akibat kasus yang

menimpa Ambar, maka tokoh Alit pun bisa bertemu kembali dengan

adiknya yang sudah lama terpisah. Pertemuan itu juga yang membuat Alit

tahu kabar tentang ayahnya.

Dunia yang sempit, kau tahu, hanya akan membawa seseorang

berkisar di antara orang-orang yang itu-itu juga. Dan itu membuat

kehidupan kadang terasa sebagai sebuah telenovela, dengan

persoalan yang silang susup di situ-situ juga, atau seperti film-film

India. Germo bernama AMB itu adik Alit. Satu-satunya adiknya

yang hidup; dua adiknya yang lain meninggal pada tahun terjadi

gerhana. (h. 143)

“Untukmu, dari ayah,” kata Ambar. “Ia datang dua minggu lalu,

pagi-pagi, dan langsung pulang sorenya. Sebelum pulang Ayah

bilang, “Katakan pada Alit, kalau ia datang lagi menjengukmu,

bahwa aku sehat sampai sekarang, meskipun setiap hari ada orang

yang mengirimkan kepadaku seekor makhluk bersayap yang

mencoba merampas nyawaku. Aku bisa merasakan itu dan aku masih

kuat menghadapinya. (h. 148)

Kutipan di atas merupakan tahapan memasuki konflik. Peristiwa

ditangkapnya Ambar karena telah memasarkan sembilan bunga seruni di

mal yang ditonton Alit di televisi berlanjut pada kerinduan yang tiba-tiba

dirasakan Alit terhadap adiknya yang sudah lama terpisah. Bagi Alit, ia

merasa menyesal karena tidak dekat dengan adiknya sejak dulu namun ia

bangga dengan adiknya sekarang. Walau hanya seorang germo, tetapi

jawaban dari wawancaranya membuktikan bahwa adiknya sangat cerdas.

Bagi Alit, peristiwa penangkapan itu membuat ia bisa bertemu kembali

dengan adiknya. Hingga ia pun bisa mengetahui kondisi dan keberadaan

ayahnya yang tinggal secara terpisah dengan anaknya. Pada bagian ini

konflik meningkat setelah pesan dari ayahnya yang disampaikan melalui

Ambar membuat Alit terus memikirkannya. Ternyata apa yang ia

bayangkan—ayahnya merengek-rengek didatangi malaikat yang siap

Page 83: GAYA BAHASA PERBANDINGAN DALAM KUMPULAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31986/3/IHDA... · bahasa perbandingan tersebut terhadap pembelajaran bahasa dan sastra

96

mencabut nyawanya dengan cara sesakit-sakitnya (h. 140)—pada setiap

pagi itu betul-betul mendatangi ayahnya. Bagi Alit, peristiwa penangkapan

Ambar hingga ia bisa bertemu dengan adiknya itu merupakan bagian dari

tahapan konflik, sedangkan peristiwa yang dialami oleh Alit adalah

ketakutannya sendiri terhadap apa yang ia bayangkan pada setiap pagi

merupakan tahapan dari klimaks.

Pada pengaluran ini juga terlihat pola kemunculan solusi dalam

cerita. Konflik awal Alit adalah ia bisa bertemu lagi dengan adiknya yang

sudah lama terpisah, hingga ia tahu kondisi dan keberadaan ayahnya

melalui pertemuan itu. Konflik meningkat setelah Alit terus memikirkan

pesan ayahnya yang ia dengar dari adiknya, Ambar. Munculnya rasa takut

dalam diri Alit membuat ia mengalihkan rasa takutnya dengan

menghabiskan waktu malamnya di tempat minum. Hal itu sekaligus

menjadi solusi bagi Alit. Situasi ini selesai ketika tiba-tiba saja muncul

dalam diri Alit rasa bersalah dan ia membayangkan bisa meminta maaf

kepada ayahnya disertai ribuan malaikat turun dari langit menaburkan

bunga-bunga kepada ayahnya itu. Plot Alit berakhir setelah Alit

meninggalkan tempat minum itu dan di tempat yang lain, ayahnya benar-

benar pergi untuk selamanya.

Pada pengaluran ini mengandung beberapa kelemahan, misalnya alur

cerita yang sempat terfokus di tokoh Ambar namun disadari narator sendiri

hingga kemudian fokus cerita kembali lagi pada tokoh Alit. Dalam hal ini,

narator secara terang-terangan menyebutkan bahwa ia telah melantur dan

mengembalikan fokus cerita seperti semula.

15. Cerpen Ibu Tiri Bergigi Emas (kode: C15)

Cerpen Ibu Tiri Bergigi Emas secara penyajiannya menggunakan

plot yang berjalan mundur atau sorot balik. Tema tentang kepergian Alit

yang dirahasiakan yang menjadi gagasan utama disampaikan dengan apik

dan dengan pemilihan pengaluran yang cermat. Tema tersebut terlihat

sejak pembukaan cerita.

Page 84: GAYA BAHASA PERBANDINGAN DALAM KUMPULAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31986/3/IHDA... · bahasa perbandingan tersebut terhadap pembelajaran bahasa dan sastra

97

Aku bertandang ke rumah Alit pada hari Minggu dua bulan

setelah ia meninggalkan Semarang dan menemukan di rumah itu

seorang lelaki muram tengah membaca surat yang tampaknya sudah

ia baca berulang-ulang. Punggungnya merosot di sandaran kursi dan

ia seperti sudah duduk di sana beberapa waktu sebelum wahyu

pertama diturunkan. Pukul sebelas istrinya datang dari pasar

menjinjing barang-barang belanjaan. Perempuan itu bukan ibu Alit.

Ia datang belakangan dan menjadi nyonya rumah menggantikan ibu

Alit yang pergi pada hari Jumat dan berjanji akan pulang pada hari

Senin namun tidak pernah kembali pada hari apa pun. (h. 151)

Kutipan di atas menunjukkan bahwa pola penceritaan yang

digunakan dalam cerita ini adalah pola sorot balik. Narator “aku” yang

tidak mempunyai keterkaitan dengan jalannya cerita menceritakan masalah

yang terjadi antara Alit dan ayahnya.

Tokoh Alit merupakan tokoh utama di cerita ini. Ia digambarkan

sebagai anak yang polos dan lugu. Sebagai anak kecil, ia selalu bergantung

pada ibunya. Sejak ditinggal ibunya pergi, setiap malam tokoh Alit

menjadi sering takut dengan hantu-hantu (h. 158). Penggambaran tokoh ini

terasa wajar dan seperti tidak dibuat-buat. Hal itu menunjukkan kedekatan

pengarang dengan dunia anak.

Tokoh utama tambahan lainnya di cerita ini adalah ayah Alit. Tokoh

ayah Alit digambarkan memiliki kepribadian yang tertutup. Tokoh ini

merupakan suami yang temperamental. Ia sering memukul istrinya

terutama setelah anak keempatnya mati disusul anak keduanya (h. 156).

Tokoh ayah Alit ini juga digambarkan sebagai ayah yang tidak peduli

dengan kondisi anaknya. Setelah istrinya pergi meninggalkan rumah, Alit

sering meminta agar ia menjemput ibunya namun ayah Alit tak pernah

mendengarkan permintaan anaknya itu.

Tokoh tambahan lainnya adalah ibu Alit, ibu tiri, dan tokoh Aku.

Tokoh ibu digambarkan sebagai istri yang penurut. Ia juga digambarkan

sebagai ibu yang penyayang sekaligus percaya terhadap mitos. Tokoh ini

menjadi korban kekerasan dalam rumah tangga oleh suaminya sendiri (h.

156-157). Ibu Alit dianggap sebagai penyebab kematian kedua anak

Page 85: GAYA BAHASA PERBANDINGAN DALAM KUMPULAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31986/3/IHDA... · bahasa perbandingan tersebut terhadap pembelajaran bahasa dan sastra

98

mereka. Tokoh ini akhirnya pergi meninggalkan rumah dan posisinya

digantikan dengan ibu tiri bergigi emas. Sementara itu tokoh ibu tiri

bergigi emas digambarkan sebagai istri kedua ayah Alit. Ia digambarkan

sebagai ibu yang baik dan juga penyayang terhadap anak tirinya, Alit.

Tokoh ini yang kemudian menggantikan posisi ibu Alit membacakan

cerita setiap malam sebelum Alit tidur namun karena sering menemani

anak tirinya tidur, terutama di saat suaminya tidak ada atau pergi ke luar

kota, tokoh ini pun kemudian memiliki hubungan khusus dengan anak

tirinya (h. 160). Tokoh lainnya adalah tokoh Aku. Tokoh tambahan

sekaligus narator ini digambarkan sebagai seseorang yang dekat dengan

Alit. Tokoh ini memposisikan diri sebagai saksi cerita yang meceritakan

kepergian Alit yang misterius itu. Tokoh ini muncul di awal dan di akhir

cerita dan menjelaskan bahwa ia tidak tahu penyebab kepergian Alit dan

isi surat yang ditinggalkan Alit untuk ayahnya. Perubahan signifikan

dalam cerita ini bukan pada penggambaran tokoh, tetapi justru terlihat

pada penggambaran latar.

Latar tempat yang digunakan dalam cerita ini terjadi di beberapa

tempat. Banyak peristiwa dalam cerita yang terjadi di rumah Alit, selain

itu juga terjadi di perjalanan dari Purwodadi menuju Semarang, di

kampung dekat pelabuhan, dan di perempatan di ujung kampung. Latar

sosial dalam fakta cerita adalah peristiwa gerhana matahari yang kemudian

dihubung-hubungan dengan mitos kelahiran dan kematian seorang bayi.

Dalam cerita ini juga disinggung soal peristiwa pemberantasan misterius

yang terjadi beberapa bulan setelah peristiwa gerhana. Dalam fakta

sejarah, pada tahun 1983 memang terjadi gerhana matahari yang

bertepatan dengan peristiwa pemberantasan misterius pada masa orde

baru. Sementara itu latar waktu dalam cerita mundur dari Alit kecil hingga

ia lulus SMA dan pergi meninggalkan rumah dengan sepucuk surat untuk

ayahnya. Melalui penggambaran latar ini pengarang menggariskan sebuah

alur sebab akibat yang jelas. Akibat ibu Alit pergi meninggalkan rumah,

maka Alit pun menjadi sering ketakutan dimakan hantu-hantu. Ia terus

Page 86: GAYA BAHASA PERBANDINGAN DALAM KUMPULAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31986/3/IHDA... · bahasa perbandingan tersebut terhadap pembelajaran bahasa dan sastra

99

memimpikan ibunya kembali ke rumah, namun ibunya tak pernah

kembali. Ibu tirinyalah yang menggantikan posisi ibunya hingga ia

memutuskan pergi meninggalkan rumah.

“Kenapa kau membawa pakaian banyak sekali?”

“Hanya pakaian-pakaian kotor. Aku tak sempat mencucinya di

rumah, jadi akan kucuci di rumah nenek.”

“Biasanya kau tak membawa pakaian kotor kalau ke rumah

nenek.”

“Alit melihat tas menggembung dan air matanya makin deras

melihat tas itu menelan semua pakaian ibunya. Tapi air mata anak

kecil itu tidak sanggup menahan kehendak ibunya untuk pergi. (h.

157)

“Jemputlah ibu agar hantu-hantu tidak memakanku,” kata Alit pada

ayahnya.

Ketika Alit naik keas empat, ayahnya menjemput dan membawa

perempuan lain, yakni perempuan bergigi emas.

“Sejak hari ini aku ibumu,” kata perempuan itu. (h. 159)

Kutipan di atas merupakan tahapan memasuki konflik. Penyebab

konflik Alit adalah kepergian ibunya yang disebabkan perlakuan kasar

ayahnya. Bagi tokoh Alit, ibunya adalah tempatnya bergantung. Posisi

ibunya melebihi ayahnya yang dapat melindunginya terutama ketika

menjelang malam. Konflik semakin meningkat setelah Alit semakin sering

merasa ketakutan karena tak ada ibu di sampingnya. Berkali-kali ia

membujuk ayahnya agar menjemput ibunya pulang namun tak pernah

ditanggapi, hingga akhirnya ayahnya justru membawa perempuan lain

yang tidak lain adalah ibu tiri Alit. Upaya perempuan itu untuk

menggantikan posisi ibu Alit rupanya berhasil namun kedekatan mereka

bukan karena Alit menganggap perempuan itu ibu tirinya, tetapi karena hal

lain yang lebih dari itu. Mereka ternyata mempunyai hubungan khusus,

sebab itulah ibu tiri Alit sering menemani Alit tidur ketika suaminya tidak

di rumah.

Pada pengaluran ini terlihat pola kemunculan solusi dalam cerita.

Konflik awal tokoh Alit adalah ketakutannya karena kepergian ibunya

yang tak pernah kembali. Konflik meningkat setelah Alit meminta

ayahnya membawa ibunya pulang namun tak pernah ditanggapi, di situlah

Page 87: GAYA BAHASA PERBANDINGAN DALAM KUMPULAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31986/3/IHDA... · bahasa perbandingan tersebut terhadap pembelajaran bahasa dan sastra

100

Alit semakin sering ketakutan dimakan hantu-hantu. Dari konflik inilah,

Alit menjadi dekat dengan ibu tirinya. Setiap malam ibu tirinya menemani

dan mendongenginya sebelum tidur ketika suaminya tak di rumah. Di sini

terlihat bahwa keduanya seperti memiliki hubungan khusus.

Beberapa bulan setelah lulus SMA, Alit meninggalkan

rumah. Aku tak tahu apakah sampai lulus SMA Alit selalu tidur

dengan ibu tirinya setiap kali ayahnya sedang di luar kota. Ia pamit

kepadaku sehari sebelum pergi dan hanya mengatakan bahwa ia

harus pergi. “Perempuan itu orang baik,” katanya, “dan ia istri

ayahku.” (h. 160)

Kepergian Alit sekaligus menjadi solusi bagi Alit sendiri. Ia pergi

meninggalkan rumah setelah beberapa bulan lulus SMA dan dari

kepergiannya itu ia meninggalkan sepucuk surat untuk ayahnya. Di sinilah

baru terlihat kelemahan cerita. Di awal cerita, sang narator, “aku” maha

tahu setelah meriwayatkan kehidupan keluarga Alit secara rinci, di akhir

cerita justru mengaku tidak tahu tentang masalah penting yang membelit

hubungan antara Alit dan ayahnya.

Dalam cerita ini, sosok ibu hadir dengan kelemahlembutannya dan

kasih sayangnya. Seorang anak laki-laki sudah pasti membutuhkan kasih

sayang dari seorang ibu untuk membangun karakter mentalnya.

16. Cerpen Seorang Lelaki Telungkup di Kuburan (kode: C16)

Cerpen Seorang Lelaki Telungkup di Kuburan secara penyajiannya

mengusung tema tentang kekeliruan yang menjadi sebuah kebenaran yang

menjadi gagasan utama. Cerpen ini disampaikan dengan pemilihan alur

yang cermat. Tema tersebut sudah terlihat sejak pembukaan cerita.

Harus kukatakan kepadamu sejak awal bahwa ini bukan

cerita yang kukarang sendiri. Aku hanya berusaha menyelam ke

dalam diri seseorang yang tak kukenal dan mencoba menuturkan

kisahnya menurut apa yang kurasakan. Ingatkan aku jika ada bagian-

bagian yang meleset, sebab orang itu sudah mati. Orang-orang

menemukan mayatnya menelungkup di gundukan makam anak dan

istrinya. Aku tentu saja berharap bahwa apa yang kututurkan ini

tidak mengandung kekeliruan. Sebab, aku tidak ingin melakukan

kekeliruan kepada orang yang sudah mati. Satu hal lagi yang perlu

Page 88: GAYA BAHASA PERBANDINGAN DALAM KUMPULAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31986/3/IHDA... · bahasa perbandingan tersebut terhadap pembelajaran bahasa dan sastra

101

kusampaikan, jika selanjutnya kau menemukan sebutan “aku” pada

tuturan ini maka sebutan itu kugunakan untuk mewakili orang itu….

(h. 161)

Kudengar kabar itu ketika aku sedang menunggui istriku di

kamar bersalin. Pagi-pagi hanya kabar tentang gempa yang tak

terlalu merisaukanku. Kubayangkan orang-orang sempoyongan

sebentar karena tanah yang mereka pijak menjadi sedikit goyah, tapi

setelah itu segalanya akan kembali seperti semula. Malamnya

kudengar kabar tentang air laut yang tumpah ke daratan; sederas

ketuban yang pecah dari rahim perempuan. Tapi keduanya berbeda.

(h. 162)

Kutipan di atas menunjukkan bahwa plot yang digunakan dalam

cerita ini menggunakan pola sorot balik. Ada dua narator yang hadir dalam

cerita. Pertama, narator “aku” yang tidak mempunyai hubungan dengan

jalannya cerita. Kedua, narator “aku” sebagai tokoh utama dalam cerita.

Kutipan di atas menunjukkan bahwa pengantar cerita dikisahkan narator

pertama dan setelah itu cerita dikendalikan oleh narator kedua yang juga

tokoh utama.

Tokoh Aku merupakan tokoh utama dalam cerita ini. Tokoh Aku

digambarkan sebagai seorang keturunan Aceh yang menikah dengan gadis

Jawa. Tokoh yang juga digambarkan sebagai ayah satu anak yang

mempunyai hubungan yang tidak baik dengan ayahnya. Tokoh ini

digambarkan juga membenci tetangganya yang mempunyai kebiasaan

aneh. Di akhir cerita, tokoh Aku dianggap mati sambil memeluk gundukan

dengan nisan bertuliskan nama anak dan istrinya, padahal yang mati

adalah tetangganya. Hal itu kemudian menjadi cerita yang keliru di

masyarakat. Penggambaran tokoh terasa wajar dan terasa seperti tidak

dibuat-buat.

Tokoh utama tambahan dalam cerita ini adalah tokoh tetangga.

Tokoh tetangga digambarkan sebagai tokoh yang mempunyai kebiasaan

aneh (h. 168). Ia pernah menanam sesuatu di pekarangan rumah dan

menancapkan nisan di kedua ujungnya. Tokoh ini digambarkan sebagai

tetangga yang membosankan. Di akhir cerita tokoh ini digambarkan mati

telungkup memeluk kedua gundukan dengan nisan bertuliskan nama istri

Page 89: GAYA BAHASA PERBANDINGAN DALAM KUMPULAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31986/3/IHDA... · bahasa perbandingan tersebut terhadap pembelajaran bahasa dan sastra

102

dan anak tokoh Aku, hingga orang-orang pun beranggapan bahwa tokoh

Akulah yang meninggal.

Tokoh tambahan lainnya adalah tokoh lelaki tua, tokoh ibu, tokoh

Ayah, serta tokoh Farah dan Faridah. Tokoh lelaki tua digambarkan

sebagai seorang suami dengan empat orang istri. Tokoh ini digambarkan

sedang menanti-nanti kelahiran anak pertama dari istri keempatnya saat

usianya menginjak sekitar enam puluh tahun, namun seperti sudah delapan

puluh (h. 164). Tokoh lainnya adalah tokoh ibu. Tokoh ibu yang

digambarkan sebagai orang tua tokoh Aku yang ramah dan perhatian.

Setelah tokoh Aku sekolah di Yogja dan menikah dengan orang Jawa,

tokoh ibulah yang sering memberikan perhatian terhadap anak lelaki satu-

satunya itu. Sementara itu tokoh ayah digambarkan kebalikan dari tokoh

ibu. Ia orang yang sangat rapi (h. 170) dan sedikit bicara, terutama sejak

tokoh Aku sekolah di Yogja hingga menikah dengan gadis Jawa. Tokoh

ini kecewa dengan keputusan anaknya itu hingga tidak sudi menginjakkan

kaki di tanah Jawa. Tokoh Farah dan Farida digambarkan sebagai adik

tokoh Aku. Kedua tokoh ini digambarkan sebagai gadis yang periang dan

penurut. Penggambaran tokoh-tokoh ini terasa wajar dan natural.

Latar tempat yang digunakan dalam cerita ini terjadi di beberapa

tempat, di antaranya di klinik bersalin, rumah tokoh Aku, dan pekarangan

rumah. Latar waktu yang digunakan dalam cerita ini adalah pada saat

terjadi peristiwa tsunami Aceh. Perubahan signifikan terjadi pada

perubahan latar. Melalui penggambaran latar ini pengarang menggariskan

sebuah alur sebab akibat yang jelas. Akibat rasa sebal tokoh Aku terhadap

tetangganya yang membosankan itu, maka ketika tetangganya itu mati,

kesebalannya pun semakin meningkat karena ulahnya yang aneh itu

membuat orang-orang menceritakan hal-hal yang keliru mengenai dirinya.

Aku sudah lama tak bicara dengan ayah. Tapi setiap aku

menelepon ke rumah, Ibu selalu menyampaikan pesan di akhir

percakapan kami. Aku tahu apakah itu hanya upaya Ibu untuk

memberi kesan bahwa Ayah tetap menaruh perhatian padaku atau

memang Ayah benar-benar berbicara padaku melalui Ibu. (h. 166)

Page 90: GAYA BAHASA PERBANDINGAN DALAM KUMPULAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31986/3/IHDA... · bahasa perbandingan tersebut terhadap pembelajaran bahasa dan sastra

103

Tetanggaku ini betah membicarakan apa saja dan aku tidak

betah mendengarkan omongannya, tapi aku tahu bahwa pernyataan

seperti itu tidak mungkin disampaikan langsung di depan orangnya.

(h. 169)

Ia meninggal. Orang ini memang menyebalkan baik ketika

hidup maupun setelah mati. Aku baru tahu saat itu bahwa rupanya ia

menuliskan nama anak dan istriku pada masing-masing nisan yang ia

tancapkan di gundukan. Nama anakku untuk gundukkan tempat ia

menanam kepala kerbau. Nama istriku untuk gundukan tempat ia

menanam kambing hidup-hidup. Apa maksudnya? (h. 172-173)

Kutipan di atas menunjukkan adanya dua konflik yang terjadi dalam

cerita. Pertama, konflik tokoh Aku dengan ayahnya; kedua, konflik tokoh

Aku dengan tetangganya. Konflik yang terjadi antara tokoh Aku dan

ayahnya adalah saat tokoh Aku kembali teringat dengan keluarganya

setelah kejadian tsunami Aceh. Hal itu juga yang membuat tokoh Aku

mengingat konfliknya dengan ayahnya. Ayahnya tak mau lagi bicara

dengannya semenjak ia kuliah di Yogya dan menikahi perempuan Jawa.

Konflik antara tokoh Aku dan ayahnya merupakan konflik bawahan.

Sedangkan konflik utama tokoh Aku adalah dengan tetangganya sendiri.

Tokoh Aku tidak menyukai tetangganya yang mempunyai kebiasaan aneh

yang dibawanya dari kampung. Tokoh Aku menganggap tetangganya

bukan hanya membosankan tetapi juga menyebalkan bahkan hingga ia

meninggal. Konflik semakin meningkat setelah tokoh tetangga yang

mempunyai kebiasaan aneh itu mati telungkup memeluk dua gundukan

tanah yang dibuatnya. Kematian tokoh tetangga itu membuat orang-orang

menceritakan hal yang keliru sebab mereka menganggap tokoh Akulah

yang mati memeluk kedua gundukan dengan nisan bertuliskan nama istri

dan anaknya.

Pada pengaluran ini terlihat pola kemunculan solusi dalam cerita.

Konflik utama tokoh Aku adalah ia sebal dengan tetangganya yang

memiliki kebiasaan aneh. Konflik semakin meningkat setelah tokoh Aku

semakin sebal ketika mengetahui tetangganya mati telungkup sambil

memeluk kedua gundukan dengan nisan bertuliskan nama istri dan

Page 91: GAYA BAHASA PERBANDINGAN DALAM KUMPULAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31986/3/IHDA... · bahasa perbandingan tersebut terhadap pembelajaran bahasa dan sastra

104

anaknya. Semenjak itu orang-orang menceritakan hal yang keliru tentang

tetangganya yang meninggal itu.

Orang-orang kembali menceritakan hal-hal yang keliru mengenai

tetanggaku yang meninggal. Selain itu, kurasa mereka pun tak

mampu mengenali orang secara benar. Mereka mengira aku yang

meninggal. Bagaimana mungkin? (h. 173)

Munculnya ketidakpedulian dalam diri tokoh Aku sekaligus menjadi

solusi baginya. Ia memasrahkan cerita keliru yang telah beredar luas di

masyarakat. Ia dinggap mati karena rentetan peristiwa yang menimpanya.

Mulai dari tsunami yang menimpa tanah kelahirannya, disusul kematian

anak dan istrinya, dan hilangnya keluarga tokoh Aku dalam peristiwa

tsunami itu. Plot tokoh Aku berakhir ketika ia memilih pergi mengantar

keluarganya ke tempat penampungan daripada merawat jenazah

tetangganya.

17. Cerpen Malam Saweran (kode: C17)

Cerpen Malam Saweran mengangkat tema tentang suami yang

kesepian yang menjadi gagasan utama. Cerita ini diceritakan dengan apik

dan dengan pemilihan pengaluran yang cermat. Tema ini terlihat sejak

pembukaan cerita ini.

[…]

Silakan. Di sini aku hanya ingin menyampaikan apa yang kutahu dan

meyakinkanmu bahwa tidak semua laporan itu hasil karangan si

wartawan. Setidaknya ada satu yang aku yakin ditulis berdasarkan

kejadian, yakni tulisan ke-11 yang berjudul Nonton Penari Bugil,

Nyawer Lima Juta. Kau tahu, akulah si penyawer yang dirahasiakan

nama dan jabatannya oleh wartawan itu.

[…]

Kau boleh membenciku dengan segala alasan yang terpikirkan

olehmu, tetapi aku bisa menjelaskan apa yag kulakukan. Aku

menjadi penyawer karena gagal menjadi suami yang bahagia dan

karena itu gagal membuat istriku bahagia. Perempuan yang kucintai

selalu menyakitiku dan ia membuatku kesepian dengan menyalak tak

putus-putus. (h. 176)

Page 92: GAYA BAHASA PERBANDINGAN DALAM KUMPULAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31986/3/IHDA... · bahasa perbandingan tersebut terhadap pembelajaran bahasa dan sastra

105

Kutipan di atas menunjukkan bahwa plot yang digunakan dalam

cerita ini menggunakan pola sorot balik. Narator sebagai tokoh utama

menceritakan kisah pengalamannya menjadi penyawer hingga masalah

rumah tangganya yang menjadi penyebab ia menjadi seorang penyawer.

Latar tempat yang digunakan dalam cerita ini tidak digambarkan

dengan detil. Sedangkan latar waktu yang digunakan dalam cerita mundur

sejak hasil laporan wartawan mengenai tokoh Aku diturunkan, tepatnya

sejak tokoh Aku menjalani hampir dua puluh satu tahun pernikahan.

Tokoh Aku merupakan tokoh utama di cerita ini. Tokoh Aku

digambarkan sebagai penyawer yang nama dan jabatannya dirahasiakan

oleh wartawan. Tokoh ini digambarkan sebagai suami yang mengalah jika

ribut dengan istrinya. Tokoh ini selalu merasa telah gagal membuat

istrinya bahagia. Oleh sebab itulah ia sering pergi ke tempat hiburan

malam karena merasa kesepian. Penggambaran tokoh suami dengan nasib

yang tragis seperti ini mirip dengan beberapa tokoh di cerpen lain, seperti;

kesepian, tidak bahagia, lemah, tidak berani melawan istri, dan

sebagainya.

Tokoh utama tambahan di cerita ini adalah tokoh istri. Tokoh istri

digambarkan sebagai istri yang cerewet dan selalu menuduh suaminya

dengan prasangka buruk sejak putrinya berusia dua tahun dan tumbuh

menjadi perempuan yang tidak sewajarnya. Anak itu tampak kelaki-lakian

hingga usianya menginjak dua puluh satu tahun. Penggambaran tokoh ini

pun seringkali muncul dalam cerpen lain, seperti; istri yang cerewet,

cemburuan, suka menyakiti dan menuduh suami, dan selalu membuat

suami tidak betah. Perubahan signifikan justru terlihat pada penggambaran

tokoh ini. Melalui penggambaran tokoh ini pengarang menggariskan

sebuah alur sebab akibat yang jelas. Akibat tokoh istri yang berubah

menjadi cerewet dan sering menuduhnya dengan keji, maka tokoh Aku

pun merasa kesepian. Ia merasa telah gagal dalam membahagiakan

istrinya. Untuk itu, ia pun mencari kebahagiaan lain dengan mendatangi

tempat-tempat hiburan malam.

Page 93: GAYA BAHASA PERBANDINGAN DALAM KUMPULAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31986/3/IHDA... · bahasa perbandingan tersebut terhadap pembelajaran bahasa dan sastra

106

Terus terang, aku ingin menjahit mulutnya.

Tentu tak bisa kusampaikan keinginanku ini kepadanya. Tak

bisa kusampaikan apa pun. Karena itu aku lebih suka pulang larut

malam atau dini hari ketika ia sudah tidur. Itu caraku mengalah dan

selama ini aku lebih suka diam menerima lolongannya, tetapi justru

ia menganggapku orang yang ribut. Aku tidak habis pikir bagaimana

ia bisa menyuruhkan tidak usah berpanjang lidah; kupikir aku tidak

pernah mengulurkan lidahku di hadapannya. Dan kapan aku

mengajukan dalih-dalih? (h. 177)

Anak kami lahir pada waktunya. Perempuan. Agak

menyalahi isyarat yang dipercaya orang, tetapi tidak sepenuhnya

begitu: sejak berumur dua tahun, kau tahu, ia tampak kelaki-lakian.

Aku tidak terganggu oleh hal ini, namun istriku risau pada tabiat

anak kami. Ketika anak itu delapan tahun, istriku seperti orang

bangun tidur dan ia tidak melamun lagi; ia berubah menjadi seorang

penuduh dan mulai bicara bukti-bukti. Ia tekun menyerangku dan

semakin sengit ketika anak kami berumur dua puluh satu tahun dan

tetap kelaki-lakian. (h. 182-183)

Kutipan di atas merupakan tahapan memasuki konflik. Penyebab

konflik yang terjadi pada tokoh Aku adalah peristiwa pertengkaran yang

disebabkan anak perempuan mereka yang semakin hari tumbuh menjadi

kelaki-lakian. Sejak itu, tokoh istri berubah menjadi cerewet dan sering

menuduhnya dengan tuduhan yang keji. Hal itu membuat tokoh Aku

mengalami konflik batin. Bagi tokoh Aku, peristiwa pertengkaran hingga

membuatnya mengalami konflik batin merupakan tahapan konflik. Konflik

semakin meningkat setelah tokoh Aku mengalami konflik batin yang

terus-menerus hingga klimaks. Bagi tokoh Aku, diam dan mengalah

merupakan jalan terbaik daripada terus ribut dengan istrinya namun hal itu

membuatnya kesepian. Alasan itulah yang membuat tokoh Aku

mendatangi tempat-tempat hiburan malam hingga pulang dini hari karena

ia merasa gagal membahagiakan istri dan dirinya sendiri.

Pada pengaluran ini terlihat pola kemunculan solusi. Konflik awal

tokoh Aku adalah istrinya yang cerewet terus menyudutkan dan

menuduhnya dengan tuduhan yang keji. Konflik meningkat setelah tokoh

Aku mengalami konflik batin karena kesepian dan gagal membahagiakan

dirinya dan istrinya. Munculnya kesadaran untuk membahagiakan dirinya

Page 94: GAYA BAHASA PERBANDINGAN DALAM KUMPULAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31986/3/IHDA... · bahasa perbandingan tersebut terhadap pembelajaran bahasa dan sastra

107

sekaligus menjadi solusi bagi tokoh Aku dengan pergi ke tempat hiburan

malam (h. 184). Plot tokoh Aku berakhir ketika laporan soal nyawer

muncul di koran dan tokoh Aku diam-diam menginginkan istrinya

membaca laporan khusus yang memuat dirinya itu lalu ia berharap istrinya

menyerangnya dengan sengit.

18. Cerpen Cerita untuk Anak-Anakmu (kode: C18)

Cerpen Cerita untuk Anak-Anakmu menarik secara penyajiannya

karena bercerita tentang dongeng picisan belaka, berisi kisah cinta

penyanyi dangdut yang menikah dengan seorang anggota DPR lalu

meminta cerai. Cerita ini dikisahkan narator “aku” tokoh utama yang

sekaligus berperan sebagai pendongeng. Tema kecantikan dan kekuasaan

yang menjadi gagasan utama disampaikan dengan unik dan dengan

pemilihan pengaluran yang apik. Tema tersebut terlihat sejak pembukaan

dan pertengahan cerita.

Kuharap anak-anakmu menyukai cerita ini. Aku sudah

mengubah banyak sehingga ia tidak sama dengan apa yang

kupikirkan semula. Kau tahu, dulu aku tegang sekali melihat anak-

anakmu khusyuk mengunyah televisi. Aku menganggap benda itu

keparat dan kau justru menyuruh anak-anakmu bersahabat

dengannya.

[…]

Maka janganlah menaruh curiga pada apa yang sebentar lagi

kututurkan kepada mereka; aku sudah mempertimbangkan cerita ini

matang-matang dan yakin bahwa ia tidak akan mengacaukan isi

kepala anak-anakmu. Anggap saja ini upaya tulusku untuk mendekati

mereka dan merangkul mereka. (h. 185-186)

Anak-anak sekalian, perempuan itu memang pantas

dijadikan istri oleh siapa saja. Dan, sebaliknya, tak siapa saja pantas

menjadikannya istri. Namun politisi yang memiliki kursi adalah

orang yang juga bernasib baik dan selalu pantas melakukan apa aja.

Tak sulit baginya untuk melamar penyanyi dangdut sebagai istri. Tak

sulit juga bagi penyanyi dangdut untuk mendapatkan politisi. Kalian

tahu, saat itu adalah masa kejayaan penyanyi dangdut di panggung

politik. (h. 188)

Kutipan di atas menunjukkan adanya dua plot yang mengisahkan dua

tokoh berbeda. Plot pertama mengisahkan tokoh Aku sekaligus

Page 95: GAYA BAHASA PERBANDINGAN DALAM KUMPULAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31986/3/IHDA... · bahasa perbandingan tersebut terhadap pembelajaran bahasa dan sastra

108

pendongeng yang menggerakkan dongeng yang ia ciptakan. Plot kedua

mengisahkan dongeng tokoh penyanyi dangdut dan anggota DPR. Plot

pertama berjalan maju secara kronologis. Sedangkan pada plot kedua

menggunakan pola campuran. Berbeda dengan cerpen lainnya, hanya di

cerpen ini pendongeng menyapa pembacanya dengan sapaan “kalian tahu”

yang memang tepat karena narator sedang mendongeng kepada anak-anak.

Namun ternyata, tetap muncul klausa “kau tahu” pada paragraf yang lain.

Hal ini tentunya menjadi kekhasan tersendiri bagi pengarang.

Tokoh Aku merupakan tokoh utama di cerita ini. Ia digambarkan

sebagai pendongeng sekaligus penggerak dalam cerita dongeng yang

diciptakan. Sebagai tokoh yang menggerakkan dongeng, di sela-sela cerita

tokoh ini pun membeberkan proses kreatif dari dongeng yang ia ciptakan.

Penggambaran tokoh ini terasa unik. Tidak seperti cerpen lainnya, dalam

cerpen ini pendongeng mempunyai hubungan dengan jalannya cerita.

Latar yang digunakan dalam cerita ini berbeda. Dalam plot tokoh

Aku, latar waktu maupun latar tempat tidak digambarkan dengan detil dan

tidak ada perubahan signifikan. Begitu pula dengan penggambaran latar

tempat yang digunakan dalam plot tokoh penyanyi dangdut dan anggota

DPR juga tidak digambarkan dengan detil dan tidak ada perubahan

signifikan. Sedangkan latar waktu yang digunakan terjadi setelah

pemilihan umum berlangsung. Pasangan tersebut menikah namun bercerai

setelah enam bulan bersama.

Tokoh utama tambahan dalam cerita ini adalah penyanyi dangdut

dan anggota DPR. Tokoh penyanyi dangdut juga merupakan tokoh ciptaan

si pendongeng. Ia digambarkan memiliki paras yang cantik dan tubuh

yang molek. Tokoh ini sudah menyanyi sejak umur tiga belas tahun, mulai

dari panggung-panggung dangdut hingga layar televisi. Tokoh ini juga

digambarkan bernasib baik karena mendapatkan jodoh anggota DPR yang

baru memenangi jatah kursi namun dalam tempo enam bulan mereka

bercerai tanpa sebab yang pasti. Sementara itu tokoh anggota DPR

merupakan tokoh ciptaan si pendongeng. Ia adalah lelaki yang kalem dan

Page 96: GAYA BAHASA PERBANDINGAN DALAM KUMPULAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31986/3/IHDA... · bahasa perbandingan tersebut terhadap pembelajaran bahasa dan sastra

109

tampan meski ada bekas-bekas cacar air di wajahnya. Tokoh ini

digambarkan sebagai politisi yang bernasib baik karena telah memenangi

jatah kursi dalam pemilihan umum dan kemudian jatuh hati pada seorang

penyanyi dangdut.

Perubahan signifikan justru terlihat pada penggambaran tokoh.

Melalui penggambaran tokoh ini, pengarang menggariskan sebuah alur

sebab akibat yang jelas. Akibat kegamangan tokoh Aku mengenai karakter

dongeng yang ia ciptakan, maka akhirnya ia menemukan pencerahan dari

sebuah pertanyaan yang ia temukan dari buku teknik menulis. Bagi tokoh

Aku, kalimat-kalimat itu membuatnya teguh dan memutuskan bahwa

dongeng perselisihan antara penyanyi dangdut dan anggota DPR layak

dijadikan dongeng untuk anak-anak.

Maka, didukung suratan takdir dan pandangan yang jernih,

kedua orang yang sama-sama bernasib baik itu pun menikah.

Setengah tahun utuh tak ada berita tentang mereka dan pada bulan

ketujuh perempuan itu mengumumkan perbuatan tak baik yang

dilakukan oleh suaminya. (h. 189)

“Sebetulnya saya ragu-ragu memutuskan menikah

dengannya,” perempuan itu memberikan pengakuan lain tetapi tetap

tanpa penjelasan yang memadai tentang apa yang membuatnya ragu-

ragu. Sesungguhnya saya pun ragu-ragu menceritakan dongeng anak

seperti ini. Sebuah dongeng tanpa peri dan putri, dan hanya

menyodorkan tokoh utama anggota DPR dan penyanyi dangdut,

apakah ia bisa menjadi dongeng yang menidurkan anak-anakmu? (h.

190)

Kutipan di atas merupakan tahapan memasuki konflik dari kedua

plot utama: plot milik tokoh Aku dan milik si penyanyi dangdut dan

anggota DPR. Konflik awal tokoh Aku adalah keraguannya sendiri

terhadap dongeng yang ia ciptakan. Tokoh yang ia ciptakan, yakni tokoh

penyanyi dangdut dan anggota DPR membuatnya ragu, apakah tokoh-

tokoh tersebut benar-benar bisa dijadikan dongeng untuk anak-anak.

Sedangkan konflik tokoh penyanyi dangdut adalah perceraiannya dengan

suami yang menikahinya selama enam bulan pernikahan. Dalam

keraguannya inilah tokoh Aku sempat putus asa karena tokoh anggota

DPR yang ia ciptakan kurang menarik simpati dan baginya profesi ini

Page 97: GAYA BAHASA PERBANDINGAN DALAM KUMPULAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31986/3/IHDA... · bahasa perbandingan tersebut terhadap pembelajaran bahasa dan sastra

110

tidak enak dituliskan apalagi dijadikan tokoh utama dalam sebuah cerita.

Namun, pertanyaan yang ia temukan dalam buku teknik menulis—“Apa

saja bisa ditulis”, “Gagasan untuk sebuah cerita bisa berasal dari mana

pun.” (lihat h. 190)—membuatnya tercerahkan sehingga ia pun

memutuskan bahwa kedua tokoh yang ia ciptakan layak dijadikan dongeng

untuk anak-anak tergantung bagaimana ia menyampaikan cerita tersebut

kepada pembaca atau pendengar.

Bagi tokoh Aku, keraguan dan keputusasaan yang ia rasakan hingga

menemukan pencerahan merupakan bagian dari tahapan konflik dan

klimaks. Pada plot tokoh penyanyi dangdut dan anggota DPR, narator

lebih dulu mengisahkan klimaks mereka berdua. Peristiwa pengakuan tak

tahan di depan wartawan yang dilakukan tokoh penyanyi dangdut

merupakan bagian tahapan klimaks yang dijadikan pembuka cerita.

Sedangkan perceraiannya dengan anggota DPR masuk ke tahapan konflik

yang muncul pada pertengahan cerita.

Pada pengaluran ini juga terlihat pola kemunculan solusi dalam

cerita. Konflik awal tokoh Aku adalah keraguannya dalam memutuskan

karakter tokoh dongeng yang ia ciptakan. Konflik pun meningkat setelah

tokoh Aku menemukan pencerahan dari buku yang ia baca. Sedangkan

konflik awal si penyanyi dangdut dan anggota DPR adalah perceraiannya.

Konflik meningkat setelah tokoh istri membuat pengakuan di depan

wartawan sehingga si pendongeng pun mencoba mengakhiri dongeng

picisan antara penyanyi dangdut dan dengan anggota DPR dengan

menyimpulkan akhir kisah hidup mereka:

Dari hamparan pelbagai kemungkinan itu, anak-anakku sekalian, aku

tetap memilih merangkul kalian. Seluruh upayaku untuk mengolah

anggota DPR dan penyanyi dangdut ini semata-mata kutujukan demi

menyelami isi kepala kalian. Dan akan kulanjutkan sedikit lagi agar

kalian bisa tidur pulas setelah ini.

Munculnya sebuah harapan dari dongeng yang ia ciptakan sekaligus

menjadi solusi bagi tokoh Aku. Pencerahan yang ia temukan, membuatnya

tersadar bahwa gagasan klise pun bisa diolah menjadi segala kemungkinan

Page 98: GAYA BAHASA PERBANDINGAN DALAM KUMPULAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31986/3/IHDA... · bahasa perbandingan tersebut terhadap pembelajaran bahasa dan sastra

111

agar cerita tetap menarik. Plot tokoh Aku berakhir ketika ia mengharapkan

agar dongeng yang ia ciptakan bisa menyelami isi kepala pembacanya,

dalam hal ini anak-anak. Plot si penyanyi dangdut dan anggota DPR

selesai ketika tokoh Aku menutup dan menuntaskan akhir dari dongeng

yang ia ciptakan. Seperti dalam dongeng anak-anak, dongeng antara

penyanyi dangdut dan anggota DPR itu pun berakhir bahagia.

Dalam cerpen ini, menarik untuk dilihat bahwa kita dapat

menemukan cerita di dalam cerita dan dongeng di dalam dongeng. Sang

narator sempat menyitir kiat populer buku-buku teknik menulis bahwa

”apa saja bisa ditulis” dan ”gagasan untuk sebuah cerita bisa berasal dari

mana pun”. Lalu ”urusan selanjutnya adalah bagaimana menggerakkan

cerita”. Sebab, ”gagasan yang klise pun, konon, akan menjadi cerita yang

menarik jika diolah secara baik”.

19. Cerpen Kuda (kode: C19)

Cerpen Kuda menarik secara penyajiannya karena disampaikan

dengan menarik dan dengan pemilihan alur yang cermat. Cerpen ini

mengangkat tema tentang seorang penjudi yang tanpa sadar jatuh cinta

kepada seorang pelacur. Tema tersebut terlihat sejak pembukaan cerita.

“Perempuan itu menyebutnya kuda. Maka ia merasa dirinya

sebagai kuda berbulu putih, kuda yang biasa ditunggangi oleh

tokoh utama dalam film-film koboi: agak jinak, tapi pada saatnya

bisa berlari tak kenal letih untuk menopang sang penunggang yang

harus menyelesaikan tugas berat menghabisi para perampok dan

lelaki-lelaki kasar. Ia menyukai gambaran diri yang seperti itu.

“Naiklah ke punggungku katanya,”katanya. (h. 195)

Lelaki itu penjudi yang baik dan ia segera membuat

beberapa orang bangkrut. Lalu perempuan itu muncul, mengenakan

gaun yang terbuka hingga ke bagian lembah kedua gunungnya, dan

ia merangkul lelaki itu. Alit merasakan napasnya berat. Perempuan

itu menyebut dirinya kuda dua pekan lalu dan Alit kembali ke

tempat itu tetap membayangkan diri sebagai kuda, tetapi

perempuan itu seperti tidak melihatnya. (h. 197)

Page 99: GAYA BAHASA PERBANDINGAN DALAM KUMPULAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31986/3/IHDA... · bahasa perbandingan tersebut terhadap pembelajaran bahasa dan sastra

112

Kutipan di atas menunjukkan bahwa cerpen ini dikisahkan oleh

narator ketiga maha tahu. Sementara itu plot yang digunakan berjalan maju

secara kronologis.

Tokoh Alit merupakan tokoh utama dalam cerita ini. Ia digambarkan

sebagai seorang penjudi yang bangkrut. Sebagai orang yang bernasib sial,

ia sinis pada si pemenang judi. Ia sinis karena kalah di meja judi sekaligus

kalah mempertahankan perempuan pelacur yang akhirnya jatuh ke pelukan

si pemenang judi itu. Penggambaran tokoh ini terasa begitu tragis. Dari

awal hingga akhir cerita tokoh Alit mengalami konflik batin karena

cintanya terhadap perempuan pelacur itu.

Tokoh utama tambahan di cerita ini adalah tokoh perempuan pelacur

dan tokoh lelaki kaya. Tokoh perempuan digambarkan sebagai seorang

pelacur (h. 197). Sebagai wanita penghibur, mangsa yang sering

digodanya adalah lelaki hidung belang dan para pemenang judi. Sementara

itu tokoh lelaki digambarkan sebagai lelaki kaya sekaligus pemenang judi.

Penampilannya yang mewah disertai ketiga para penjilatnya membuat

tokoh ini begitu memuakkan di mata tokoh Alit (h. 196). Penggambaran

tokoh-tokoh ini terasa wajar dan terasa seperti tidak dibuat-buat.

Latar tempat yang digunakan dalam cerita ini banyak terjadi di

tempat judi. Sedangkan latar waktu yang digunakan dalam cerita ini terjadi

hampir dua puluh tahun sejak pertama kali tokoh Alit bertemu dengan

perempuan pelacur itu di tempat judi. Perubahan signifikan justru terlihat

pada penggambaran latar. Melalui penggambaran latar ini pengarang

menggariskan sebuah alur sebab akibat yang jelas. Akibat kebangkrutan

tokoh Alit di meja judi, maka perempuan pelacur yang pernah

dikencaninya pun berpaling ke lelaki kaya, si pemenang judi. Tokoh Alit

tak bisa berbuat apa-apa karena kebangkrutannya dan ia hanya bisa

mengutuki perempuan pelacur itu yang telah pergi meninggalkan dirinya

di saat dirinya kalah dan tak berdaya.

Situasi peperangan merambat pelan-pelan di ruangan,

merambat di dada yang sesak. Alit mendengar ringkik setan di

telinganya. Ia ingin sekali menjambak perempuan itu atau menarik

Page 100: GAYA BAHASA PERBANDINGAN DALAM KUMPULAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31986/3/IHDA... · bahasa perbandingan tersebut terhadap pembelajaran bahasa dan sastra

113

pakaiannya hingga perempuan itu telanjang bulat. Perempuan itu

tampaknya bangga dengan gunung-gunung yang menjulang di

dadanya, dan ia suka sekali menggeser-geserkan puncak gunungnya

ke lengan atau punggung si lelaki kaya, dan jari-jarinya terus memijit

bahu lelaki itu. (h. 197)

Dorongan yang bertentangan itu membuat kaki-kakinya

mengeras dan hawa dingin terasa menjalar dari kakinya, merambati

tulang belulangnya, dan merasakan kaki-kakinya seperti batang besi

yang berkarat, kaku dan ngilu.

[…]

Ia mengutuki pikiran yang mengada-ada. Ia mengutuki

perempuan itu dalam hatinya. Belum lama perempuan itu

menggelayuti tangannya, tetapi perempuan itu sepertinya tidak punya

kenangan sama sekali. Hanya berselang dua pekan dan perempuan

itu menyebutnya kuda pada pertemuan pertama mereka. (h. 199-200)

Kutipan di atas merupakan tahapan memasuki konflik. Penyebab

konflik tokoh utama adalah kebangkrutannya di meja judi. Tokoh Alit

mengalami konflik batin setelah dirinya kalah. Ia kalah dalam judi

sekaligus kalah mempertahankan perempuan pelacur yang terlanjur

dicintainya itu. Alit tidak pernah menduga bahwa ia akan dilupakan

secepat itu oleh perempuan pengkhianat yang baru dikencaninya dua

pekan sebelumnya. Konflik semakin meningkat setelah perempuan itu

semakin membuat perasaan Alit tersiksa. Di hadapan Alit ia terus

menggelendot si pemenang judi dan menunjukkan gelagat yang membuat

Alit tak berdaya. Namun dalam batinnya, Alit hanya bisa mengutuki

perempuan sundal itu.

Pada pengaluran ini juga terlihat pola kemunculan solusi dalam

cerita. Konflik awal tokoh Alit adalah perempuan pelacur yang terlanjur

dicintainya itu meninggalkan dirinya di saat ia bangkrut. Konflik

meningkat setelah Alit terus mengutuki pikiran yang mengada-ada sambil

terus memperhatikan tindak-tanduk perempuan itu dari kejauhan.

Dengan langkah yang payah, ketika pemandangan di depannya

makin tak tertahankan, Alit akhirnya keluar dari tempat itu. Ia datang

lagi besoknya, namun perempuan itu tak ada. Ia keluar tak lama

kemudian dengan mulut terkunci rapat-rapat, tetapi hatinya terus

meracau. Sebetulnya ia ingin berteriak dan memaki nama perempuan

Page 101: GAYA BAHASA PERBANDINGAN DALAM KUMPULAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31986/3/IHDA... · bahasa perbandingan tersebut terhadap pembelajaran bahasa dan sastra

114

itu sebelum keluar, tetapi tidak melakukan apa yang ia inginkan. (h.

200-201)

Munculnya keputusan untuk pergi meninggalkan tempat judi itu

sekaligus menjadi solusi bagi tokoh Alit. Alit tak tahan melihat

pemandangan di depannya sehingga ia pun menyerah, walaupun

sesungguhnya ia ingin sekali memaki perempuan itu. Plot berakhir ketika

Alit masih terus mengunjungi tempat judi itu, namun ia tidak menemukan

perempuan itu. Hingga hampir dua puluh tahun sejak pertemuan

pertamanya itu, Alit masih tetap mengunjungi tempat itu namun tak

pernah menemukan perempuan itu.

Dalam cerita ini, menarik untuk dilihat bahwa siapa pun berhak jatuh

cinta kepada orang yang dicintainya, termasuk tokoh Alit yang terlanjur

mencintai perempuan pelacur. Melihat bahwa seorang pelacur pada

dasarnya tidak pernah menyangkut-pautkan soal hati dan perasaan ke

dalam profesi atau pekerjaannya, maka seharusnya seorang lelaki bijak

dalam mencintai seseorang.

20. Cerpen Peristiwa Kedua, Seperti Komidi Putar (kode: C20)

Cerpen Peristiwa Kedua, Seperti Komidi Putar menarik secara

penyajianya karena cerita ini masuk dalam kategori surealisme. Cerpen ini

disampaikan dengan menarik dan dengan pemilihan alur yang cermat.

Tema tentang seorang pembantu yang menjadi korban hasrat seksual

majikan menjadi gagasan utama dalam cerpen ini. Tema tersebut terlihat

sejak pembukaan cerita.

Dua tahun sebelum si pemimpin dilahirkan, seseorang

melintasi pekarangan dalam gerak mengambang, seperti hantu atau

orang kelelahan. Rumah itu agak terpencil dari rumah-rumah lain

dan perempuan itu seperti tiba-tiba ada di sana. Ia seperti muncul

begitu saja dari balik pohon. Umurnya paling banter 26 tahun,

namun, dengan pakaian amat tua, ia seperti datang dari masa silam.

(h. 203)

Maka, begitulah, dua hari kemudian perempuan itu kembali datang

di waktu magrib dan diterima bekerja dan bersetubuh dua tahun

kemudian dengan lelaki yang membukakan pintu untuknya. (h. 204)

Page 102: GAYA BAHASA PERBANDINGAN DALAM KUMPULAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31986/3/IHDA... · bahasa perbandingan tersebut terhadap pembelajaran bahasa dan sastra

115

Kutipan di atas menunjukkan bahwa cerpen ini dikisahkan oleh

narator orang ketiga maha tahu. Narator menceritakan kisah ini dengan

menggunakan plot yang berjalan mundur atau sorot balik.

Tokoh perempuan merupakan tokoh utama dalam cerita ini. Tokoh

perempuan digambarkan sebagai seorang pembantu yang bekerja di rumah

majikannya yang sekarang. Tokoh ini digambarkan terlahir kembali

sebagai perempuan berusia 26 tahun, usianya ketika melahirkan anak

lelakinya dan mati beberapa jam setelah persalinan (h. 210). Tokoh ini

digambarkan sebagai korban hasrat seksual majikannya. Sebelumnya, ia

pernah bekerja di rumah majikan yang pertama, ayah majikan lelaki yang

sekarang, lalu ia disetubuhi hingga hamil dan ia harus kehilangan nyawa

setelah melahirkan anak itu. Setelah terlahir kembali menjadi perempuan

26 tahun, ia pun kembali menjadi korban yang sama. Ia disetubuhi hingga

hamil oleh anaknya sendiri, majikan lelaki yang sekarang. Tokoh ini pun

mati sembilan bulan kemudian setelah melahirkan anak kedua yang juga

cucunya sendiri. Penggambaran tokoh ini terasa tidak masuk akal dan

terkesan dibuat-buat. Dalam hal ini, tokoh yang sudah mati dihidupkan

kembali oleh pengarang. Walaupun terasa tidak masuk akal namun

pengarang tetap mampu memberikan karakteristik yang kuat pada tokoh

ini.

Tokoh utama tambahan di cerita ini adalah majikan lelaki dan

majikan perempuan. Tokoh majikan lelaki digambarkan memiliki

kepribadian yang pemurung (h. 207). Dibanding istrinya, ia selalu

berbicara dengan nada suara yang lebih rendah. Sementara itu tokoh

majikan perempuan digambarkan sebagai istri sekaligus wanita yang gila

kerja (lihat. h. 206). Dibanding suaminya, ia juga lebih cerewet dan selalu

berbicara dengan nada yang lebih tinggi, termasuk kepada suaminya.

Penggambaran tokoh ini terasa seperti tidak dibuat-buat, namun

karakternya terasa kuat.

Page 103: GAYA BAHASA PERBANDINGAN DALAM KUMPULAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31986/3/IHDA... · bahasa perbandingan tersebut terhadap pembelajaran bahasa dan sastra

116

Latar tempat yang digunakan dalam cerita ini banyak terjadi di

rumah. Sedangkan latar waktu yang digunakan terjadi 2 tahun sebelum si

pemimpin, anak sekaligus cucu tokoh pembantu dilahirkan. Perubahan

signifikan justru terlihat pada penggambaran latar. Melalui penggambaran

latar inilah pengarang menggariskan alur sebab akibat yang jelas. Akibat

persetubuhannya dengan majikan lelaki yang sekarang, maka hal itu

membuat tokoh pembantu mengalami konflik batin. Peristiwa

persetubuhan itu membangkitkan ingatannya tentang kejadian waktu

silam. Ketika melihat foto masa kecil majikan lelaki yang sekarang, ia

kembali teringat dengan majikan lelaki yang pertama, ayah majikan lelaki

yang sekarang, yang juga pernah menyetubuhinya berkali-kali hingga

hamil.

Rambut lelaki itu, kau tahu, terlalu cepat beruban. Itu

seperti rambut ayahnya, majikan lama yang meninggal tiga tahun

lalu, yang dulu mengetuk pintu kamarnya pada malam kedua istrinya

dirawat di rumah sakit. Dan ia mengetuk lagi pada malam

berikutnya, dan mengetuk lagi. Ketukan berakhir ketika istrinya

pulang setelah sepuluh hari dirawat. (h. 207-208)

Perempuan itu tidak bisa mengatakan kepada majikan lelaki

yang sekarang bahwa ia ibunya. Ia ingin mengatakannya, tetapi pada

saat yang sama ia tidak bisa melakukannya. Ia datang ke rumah itu

sebagai perempuan 26 tahun—usianya ketika ia melahirkan anak itu

dan mati beberapa jam setelah persalinan. Bagaimana ia bisa

menyampaikan kepada lelaki 40 tahun bahwa ia ibunya? Bahkan

ketika lelaki itu di puncak birahi, perempuan itu tetap tidak bisa

mengatakan bahwa ia ibunya. Ia tidak mau menjadi ibu yang tak tahu

diri, yang datang menemui anaknya hanya untuk menceritakan

bahwa ia hasil hubungan gelap seorang majikan dengan

pembantunya. (h. 210)

Kutipan di atas merupakan tahapan memasuki konflik. Peristiwa

persetubuhan tokoh pembantu dengan majikan lelaki yang sekarang terjadi

setelah tokoh pembantu bekerja di rumah itu. Peristiwa inilah yang

membuat tokoh pembantu mengalami konflik batin. Tokoh pembantu

kembali teringat kejadian masa silam. Anak itu adalah hasil hubungan

gelapnya bersama majikan lelaki yang pertama, lelaki yang memberikan

perhatian padanya namun tidak mungkin menikahinya. Konflik semakin

Page 104: GAYA BAHASA PERBANDINGAN DALAM KUMPULAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31986/3/IHDA... · bahasa perbandingan tersebut terhadap pembelajaran bahasa dan sastra

117

meningkat setelah tokoh pembantu merasa sedih karena ia tidak bisa

menjelaskan majikan lelaki yang sekarang bahwa ia ibunya. Pada

pengaluran ini terlihat pola kemunculan solusi dalam cerita. Konflik awal

tokoh pembantu adalah persetubuhannya dengan anaknya sendiri. Konflik

meningkat setelah peristiwa persetubuhannya itu mengingatkannya dengan

majikan lelaki yang pertama, yang juga pernah menyetubuhinya hingga

hamil.

Maka ia hanya diam ketika majikan lelaki menanggalkan

pakaiannya dan mencucup putingnya. Pembantu itu memejamkan

mata, ia merasa sedang menyusui bayinya, anak yang tak pernah

menjadi miliknya. Dan dengan mata terpejam ia melihat majikan

lama, lelaki yang memberi perhatian kepadanya namun tidak

mungkin menikahinya. Ia merasa majikan yang pertama itulah yang

sedang memasukinya. (h. 211)

Munculnya kembali ingatan tentang majikan pertamanya sekaligus

menjadi solusi bagi tokoh pembantu. Persetubuhannya dengan anaknya

sendiri, membuat tokoh pembantu seolah seperti menjalani kewajibannya

kepada anak yang tak pernah menjadi miliknya. Tokoh pembantu merasa

bahwa saat itu majikan pertamalah yang memasuki majikan lelaki yang

sekarang. Plot berakhir ketika tokoh majikan perempuan mencium

kejanggalan di dalam rumahnya. Si pembantu pergi pun meninggalkan

rumah itu sebelum perutnya semakin membesar dan perempuan itu mati

sembilan bulan setelah melahirkan anak kedua yang juga cucunya.

Cerpen ini merupakan sebuah cerita yang akhirnya membuat

pembacanya menjadi benar-benar menjadi „dungu‟. Dimana pengarang

menghadirkan kisah akhir zaman tentang para budak yang melahirkan

majikannya sendiri yang tercantum dalam dalil kitab suci. Cerita tersebut

mampu dihadirkan pengarang dengan kondisi sekarang ini. Penggambaran

ini seperti tidak dibuat-buat.

Dalam cerita ini, menarik untuk dilihat bahwa dampak hubungan

gelap sealu berimbas pada anak, salah satunya anak tidak mengetahui

identitas diri dan orangtuanya. Orang tua tak pernah tahu kelak akan

seperti apa nasib dari anak hasil hubungan gelap ini. Bisa jadi, kelak

Page 105: GAYA BAHASA PERBANDINGAN DALAM KUMPULAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31986/3/IHDA... · bahasa perbandingan tersebut terhadap pembelajaran bahasa dan sastra

118

mungkin anak itu akan menjadi seorang pemimpin seperti yang terjadi

dalam cerita ini.

B. Gaya Bahasa Perbandingan yang terdapat dalam Kumpulan Cerpen

Murjangkung Cinta yang Dungu dan Hantu-Hantu Karya AS Laksana

Berikut ini akan dipaparkan analisis penggunaan gaya bahasa

perbandingan dari dua puluh cerpen yang terdapat dalam kumpulan cerpen

Murjangkung Cinta yang Dungu dan Hantu-hantu karya AS Laksana.

1. Metafora

1.1. “Tuan Murjangkung, raksasa berkulit bayi yang memimpin pendaratan

membeli dari Sang Pangeran tanah enam ribu meter persegi di tepi timur

sungai.” (C1, h. 2)

Ungkapan metaforis tersebut orisinal kreasi pengarang dan tidak

ada pada karya sastra yang lain. Bentuk “raksasa berkulit bayi” dengan

gaya metaforis pada data di atas merupakan pelukisan tokoh

Murjangkung sebagai pemimpin pendaratan yang berbadan tinggi dan

besar namun kulitnya merah seperti kulit bayi. Ungkapan tersebut tentu

berbeda efeknya jika dilukiskan dengan kalimat biasa, misalnya “Tuan

Murjangkung berbadan tinggi dan besar namun kulitnya merah seperti

bayi”. Dalam ungkapan “raksasa berkulit bayi” terdapat unsur “ejekan”

yang dilekatkan pada tokoh Tuan Murjangkung. Jika dilihat, dalam

metafora tersebut pengarang terkesan memutarbalikkan karakter

pemimpin yang seram, yang bertujuan untuk diparodikan sehingga terasa

ada kesan lucu dan satir bagi pembaca. Penggambaran tokoh

Murjangkung yang digunakan pengarang disebut sebagai penggambaran

Jan Pieterszoon Coen, gubernur jenderal VOC yang pada saat itu

memiliki daerah kekuasaan di Batavia. Gaya metaforis di atas

sekaligus berfungsi mengkonkretkan penggambaran fisik tokoh

Murjangkung yang disamakan dengan “raksasa berkulit bayi”.

Page 106: GAYA BAHASA PERBANDINGAN DALAM KUMPULAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31986/3/IHDA... · bahasa perbandingan tersebut terhadap pembelajaran bahasa dan sastra

119

1.2. “Setelah memenangi pertempuran, Murjangkung segera memeriksa

pembukuan dan menghukum anak-anak buahnya yang menjadi lemah

akal selama dalam pengepungan.” (C1, h. 7)

Pada data di atas, metafor “anak buah” digunakan untuk

melukiskan anggota kelompok yang berada di bawah seorang pemimpin

dan “lemah akal” digunakan untuk melukiskan kondisi dimana

seseorang terganggu pertumbuhan daya pikirnya. Dengan gaya bahasa

“anak buah” dan “lemah akal”, pembaca dapat membayangkan lebih

jelas gambaran anggota kelompok yang dalam kondisi terganggu

pertumbuhan daya pikirnya. Jika dilihat, makna yang ditimbulkan dari

metafora tersebut masih berkaitan dengan data sebelumnya, di mana

tokoh Murjangkung yang digambarkan sebagai “raksasa berkulit bayi”

namun pada kenyataannya memiliki pasukan yang lemah akal, sehingga

kesan yang ditimbulkan bagi pembaca adalah rasa miris terhadap

kenyataan tersebut. Fungsi ungkapan metaforis pada kalimat di atas

adalah menghidupkan penggambaran karakter tokoh Murjangkung

yang seram namun ternyata memiliki pasukan yang lemah akal.

1.3. “Jadi lebih baik kubangun rumah bordil ketimbang rumah Tuhan?”

hardik Murjangkung.” (C1, h. 8)

Metafor “rumah bordil” diartikan sebagai rumah pelacuran

sedangkan “rumah Tuhan” diartikan sebagi gereja atau tempat ibadah.

Data di atas melukiskan kemarahan tokoh Tuan Murjangkung karena

keinginan anak buahnya itu dianggapnya tidak masuk akal. Mereka

merasa kesepian dan menginginkan adanya para perempuan di gedong

itu, namun Tuan Murjangkung rupanya tidak mengerti, yang mereka

kehendaki justru bukanlah tempat ibadah melainkan rumah pelacuran.

Makna yang terkandung dalam gaya metafora di atas dapat diartikan

sebagai upaya seorang pemimpin yang berusaha memberikan solusi

terhadap masalah anak buah (rakyatnya), yakni dengan memenuhi

kebutuhan rohani mereka. Namun yang terjadi sebaliknya, yang mereka

inginkan adalah terpenuhinya kebutuhan biologis mereka. Kebutuhan

Page 107: GAYA BAHASA PERBANDINGAN DALAM KUMPULAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31986/3/IHDA... · bahasa perbandingan tersebut terhadap pembelajaran bahasa dan sastra

120

rohani bagi mereka tidak bisa dijalankan jika tidak diimbangi dengan

kebutuhan biologis, sehingga upaya tersebut sia-sia karena sang

pemimpin tidak mampu memahami apa yang dibutuhkan anak buahnya.

Penggunaan gaya metaforis pada kalimat di atas sekaligus berfungsi

menghidupkan penggambaran watak tokoh Murjangkung yang

sedang marah dengan anak buahnya.

1.4. “Dua hari kemudian, dengan niat merebut kembali kekasihnya, Seto

melacak rumah perempuan itu sesuai alamat yang diberikan kepadanya

dan ia menemukan sebuah rumah yang kelihatannya telah menjadi

sarang nasib buruk sepanjang waktu.” (C4, h. 40)

Ungkapan “sarang nasib buruk” yang digunakan pada kutipan di

atas orisinal kreasi pengarang. Makna “sarang nasib buruk” dengan gaya

metaforis pada data di atas menyiratkan tentang kondisi tempat yang

kumuh dan tidak terurus, tempat yang diisi orang-orang kurang sehat,

dan tidak enak dipandang, bahkan terkesan menjijikan. Penggunaan gaya

metafora tersebut akan berbeda efeknya jika tanpa menggunakan variasi

bahasa dengan gaya bahasa metaforis. Jika ungkapan “sarang nasib

buruk” disubtitusikan dengan makna sebenarnya, misalnya “… tempat

yang kumuh dan tidak terurus, tempat yang diisi orang-orang kurang

sehat, dan tidak enak dipandang”, maka pembaca tidak akan menemukan

nilai estetis dalam tuturan tersebut. Gaya metafora pada data di atas

berfungsi mengabstrakkan penggambaran latar tempat dalam

cerita yakni sebuah rumah yang kumuh dan menjijikan yang

diabstrakkan dengan “sarang nasib buruk”.

1.5. “Lihatlah, ketika jauh dari rumahnya, ketika tak ada manusia-manusia

kelelawar yang merusak mata, perempuan itu benar-benar kekasih yang

menggembirakan, baik di kehidupan lalu atau sekarang.” (C4, h. 42)

Pada data tersebut, yang dimaksud ungkapan “manusia-manusia

kelelawar” adalah orang-orang yang hidup atau mencari makan di

malam hari. Makna gaya metafora di atas menyiratkan bahwa orang

yang sedang jatuh cinta akan selalu bergembira ketika bertemu dengan

Page 108: GAYA BAHASA PERBANDINGAN DALAM KUMPULAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31986/3/IHDA... · bahasa perbandingan tersebut terhadap pembelajaran bahasa dan sastra

121

orang yang dicintainya, terlebih jika tidak ada yang menggangu

keintiman mereka berdua. Melalui gaya metaforis di atas pengarang

terkesan menggambarkan kegembiraan hati tokoh Alit karena bertemu

kembali dengan perempuan, kekasih dari kehidupan masa lalunya. Gaya

metaforis dalam kalimat tersebut juga berfungsi menghidupkan

gambaran perasaan tokoh Alit yang sedang berbahagia karena

bertemu kembali dengan kekasih dari kehidupan masa lalunya.

1.6. “Seorang temanku pernah dibelit oleh lidah panjang yang tinggal di

pohon-pohon nangka.” (C5, h. 48)

Ungkapan pengarang “lidah panjang” merujuk pada makna hantu

atau siluman. Makna ungkapan metaforis tersebut menyiratkan

kepercayaan orang terdahulu yang mempercayai bahwa hantu atau

siluman biasanya menghuni pohon-pohon tertentu di kampung mereka.

Pelukisan hantu atau siluman dengan ungkapan “lidah panjang”

mempunyai kesan lebih konkret daripada hanya dilukiskan dengan

makna sebenarnya. Melalui gaya metafora tersebut, suasana

digambarkan pengarang juga mampu membuat pembaca merasakan

imaji suasana yang menyeramkan tentang bayangan makhluk dengan

lidah yang menjulur yang dipercayai tinggal di pohon-pohon tertentu

seperti pohon nangka. Dapat dikatakan bahwa fungsi gaya bahasa

metafora dalam kalimat tersebut adalah mengkonkretkan

penggambaran imaji suasana menyeramkan yang dirasakan oleh

pembaca.

1.7. “Kadang-kadang aku ingin menyuruh ayahku berhenti bercerita dan

mengatakan bahwa orang-orang itu, yang tampaknya senang mendengar

ceritanya, sesungguhnya suka meledek di belakang punggung.” (C5, h.

50)

Metafor “belakang punggung” merujuk pada arti tidak mau

melihat. Makna ungkapan metaforis di atas menyiratkan tentang sindiran

pengarang terhadap perilaku orang-orang yang berpura-pura manis di

hadapan seseorang namun suka mengejek dan menertawai di belakang

Page 109: GAYA BAHASA PERBANDINGAN DALAM KUMPULAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31986/3/IHDA... · bahasa perbandingan tersebut terhadap pembelajaran bahasa dan sastra

122

tanpa sepengetahuan orang tersebut. Melalui metafor tersebut, terasa ada

kesan miris yang ingin ditampilkan pengarang dari penggambaran batin

tokoh Aku yang merasa bahwa perbuatan orang-orang terhadap ayahnya

itu merupakan “karma” baginya karena ia juga seringkali mengejek si

gagap, temannya, ketika sedang bercerita. Fungsi gaya bahasa

metafora dalam kalimat tersebut adalah mengkonkretkan

penggambaran batin tokoh Aku yang prihatin terhadap apa yang

telah dilakukan orang-orang terhadap ayahnya.

1.8. “Di rumah Mayor itu Seto pernah datang sebagai juru selamat; ia

membebaskan seorang berandal tanggung, anak si Mayor, dari

keroyokan para bajingan depan losmen gara-gara urusan perempuan.”

(C6, h. 55)

Makna gaya metaforis di atas menyiratkan tentang seseorang yang

telah berjasa karena menjadi penyelamat bagi nyawa orang lain. Melalui

metafor tersebut, pengarang berusaha melukiskan karakter tokoh Seto

yang gagah berani karena telah menyelamatkan nyawa Pramono,

sehingga pelukisan tersebut pun menjadi lebih kuat. Ungkapan “juru

selamat” yang digunakan pengarang menjadi berbeda dan lebih menarik

daripada hanya menggunakan makna sebenarnya, misalnya “…

penyelamat”. Dengan demikian, fungsi ungkapan metaforis pada

kalimat di atas adalah mengkonkretkan penggambaran karakter

tokoh Seto yang gagah berani.

1.9. “Selain menjadi anjing kampung seminggu sekali, ia mencuci mobil

Pak Mayor setiap pagi dan mengawal si berandal setiap malam.” (C6, h.

56)

Ungkapan “anjing kampung” merujuk pada arti anjing yang tidak

dipelihara secara khusus, namun dalam metafora di atas menyiratkan

sebuah ejekan yang ditujukan pengarang terhadap tokoh Seto. Pengarang

menggambarkan tokoh Seto yang selalu bersikap sopan namun

diperlakukan seperti pembantu oleh Pak Mayor, walaupun sesungguhnya

ia bukanlah pembantu di rumah itu. Hal itulah yang menimbulkan kesan

Page 110: GAYA BAHASA PERBANDINGAN DALAM KUMPULAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31986/3/IHDA... · bahasa perbandingan tersebut terhadap pembelajaran bahasa dan sastra

123

miris bagi pembaca. Penggunaan gaya bahasa metafora pada kalimat

di atas berfungsi mengkonkretkan penggambaran karakter tokoh

Seto yang selalu bersikap sopan kepada Pak Mayor.

1.10. “Lagi pula ini cerita tentang bagaimana cara si berandal menjadi anak

emas Pak Mayor.” (C6, h. 56)

Bentuk ungkapan “anak emas” dengan gaya metaforis pada data di

atas melukiskan tentang tokoh Pramono yang menjadi anak kesayangan

ayahnya. Makna ungkapan metaforis ini menyiratkan tentang seorang

anak yang menjadi kesayangan bukan lantaran anak tersebut memiliki

prestasi atau mempunyai kelebihan dibanding anak lainnya. Akan tetapi,

lantaran anak itu memegang kunci rahasia milik ayahnya sehingga

terkesan ada sebuah ironi yang digambarkan pengarang terhadap tokoh

Pramono. Dengan ungkapan metaforis “anak emas” pembaca akan

menemukan kesan yang berbeda dari penggambaran tokoh tersebut.

Pemilihan ungkapan tersebut tentu akan berbeda efeknya jika hanya

diekspresikan dengan kalimat biasa, misalnya “… anak kesayangan”.

Fungsi gaya bahasa metafora dalam kutipan tersebut adalah

mengabstrakkan penggambaran karakter tokoh Pramono sebagai

anak berandal.

1.11. “Tentara setengah tua itu beberapa kali mendengar ucapan temannya

bahwa seorang lelaki, jika tidak menjadi raja di rumahnya sendiri,

niscaya akan menjadi setan di jalanan.” (C6, h. 57)

Ungkapan orisinal kreasi pengarang pada metafor “raja di rumah

sendiri” diartikan sebagai penguasa tertinggi sedangkan ungkapan “setan

di jalanan” berarti orang yang berperangai buruk. Gaya metaforis ini

bermaksud menyiratkan tentang sifat seorang lelaki yang sewaktu-waktu

dapat berperilaku dan bersifat seperti raja dan setan. Di rumah, seorang

lelaki bisa saja seperti raja yang memiliki sifat berwibawa, bijaksana,

dan tegas di mata anggota keluarga lainnya. Namun ketika di luar rumah,

ia bisa juga menjadi orang yang sangat berbeda bahkan bisa saja

melakukan hal buruk seperti gampang menggoda perempuan lain. Hal

Page 111: GAYA BAHASA PERBANDINGAN DALAM KUMPULAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31986/3/IHDA... · bahasa perbandingan tersebut terhadap pembelajaran bahasa dan sastra

124

itulah yang ditampilkan pengarang lewat karakter Pak Mayor. Pengarang

menggunakan ungkapan “raja di rumahnya sendiri” dan “setan di

jalanan” sebagai bahan olok-olok bagi karakter si Mayor. Penggunaan

gaya bahasa metafora di atas berfungsi mengkonkretkan

penggambaran karakter tokoh Pak Mayor yang seringkali terlihat

baik-baik namun sebenarnya ia menyimpan kebohongan.

1.12. “Dari sini kau bisa tahu mengapa para pemburu gosip mudah sekali

mendapatkan mangsa.” (C6, h. 60)

Bentuk “pemburu gosip” diartikan sebagai pencari gosip. Makna

ungkapan metaforis di atas melukiskan tentang alasan mengapa para

pencari gosip mudah sekali mendapatkan mangsanya karena yang

mereka butuhkan hanyalah menaruh kecurigaan-kecurigaan pada

narasumber mereka. Ungkapan tersebut berfungsi menghidupkan

karakter tokoh Suhartini yang mudah menaruh rasa curiga kepada

suaminya. Penggunaan ungkapan “pemburu gosip” yang dipilih

pengarang terasa lebih hidup daripada hanya diekspresikan dengan

kalimat biasa, misalnya “… pencari gosip”.

1.13. “Rahang Pak Mayor menegang. Ia ingin menampar kutu busuk itu,

tetapi tangannya tak bergerak.” (C6, h. 62)

Ungkapan “kutu busuk” diartikan sebagai orang yang tidak tahu

diri. Makna ungkapan metaforis di atas menyiratkan tentang watak

seorang anak yang tidak sedikitpun memiliki rasa takzim kepada

ayahnya. Dalam hal ini sebenarnya Pramono merupakan cerminan

ayahnya, Pak Mayor, yang suka main perempuan sehingga karakter

tersebut melekat pada diri Pramono hingga akhirnya ia pun tidak

memiliki rasa hormat kepada ayahnya sendiri. Dengan penggambaran ini

pembaca dapat merasakan sebuah sindiran yang sengaja ditampilkan

pengarang melalui kedua tokoh ayah dan anak tersebut. Adapun gaya

bahasa metafora pada kalimat di atas sebenarnya berfungsi

mengkonkretkan penggambaran perasaan tokoh Pak Mayor yang

naik pitam karena merasa dipermainkan anaknya sendiri.

Page 112: GAYA BAHASA PERBANDINGAN DALAM KUMPULAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31986/3/IHDA... · bahasa perbandingan tersebut terhadap pembelajaran bahasa dan sastra

125

1.14. “Sasi tak pernah sampai hati meninggalkan kakaknya sendirian—

beberapa kali Seto pingsan di kamar mandi.” (C7, h. 75-76)

Bentuk ungkapan “sampai hati” memiliki arti tega. Makna gaya

metaforis di atas menyiratkan sifat kasih sayang adik terhadap kakak

lelakinya. Hal itu digambarkan pengarang melalui tokoh Sasi yang

dengan kerelaannya mengorbankan masa depannya demi merawat

kakaknya yang sakit-sakitan. Pengarang mengibaratkannya dengan

ungkapan “sampai hati”. Demikian jujur pelukisan ketulusan hati

seorang adik kepada kakaknya dengan gaya metafora tersebut. Gaya

bahasa metafora di atas berfungsi menghidupkan penggambaran

watak tokoh Sasi yang begitu menyanyangi kakaknya.

1.15. “Ibu menjaga tertib di rumah kami dengan mulut yang ribut.” (C7, h.

78)

Metafor “mulut yang ribut” memiliki arti cerewet. Makna

ungkapan di atas menyiratkan tentang seorang ibu yang cerewet dan

berisik ketika mengatur segala urusan dan tata tertib yang ada di

rumahnya. Karakter yang dipilih pengarang ini seolah menunjukkan

bahwa ibu seringkali dilekatkan dengan karakternya yang cerewet, suka

mengatur, dan sebagainya. Gaya metaforis di atas sekaligus berfungsi

mengkonkretkan penggambaran watak tokoh ibu yang cerewet.

Penggunaan ungkapan “mulut yang ribut” ini tentu terasa lebih konkret

daripada hanya menggunakan kalimat biasa, misalnya “… cerewat atau

berisik”.

1.16. “Bahkan ada kemungkinan, ketika kau berhasil menjadikan dirimu

magnet uang, kau akan bisa menyadap kepeng-kepeng yang sudah

terpendam berabad-abad di perut bumi.” (C9, h. 90)

Ungkapan “magnet uang” mengandung arti sumber kesuksesan.

Makna ungkapan metaforis di atas menyiratkan bahwa jika seseorang

memiliki banyak uang atau dapat dikatakan seseorang itu berhasil dalam

hal tertentu maka hal itu akan menimbulkan daya tarik bagi orang lain.

Gaya metaforis yang digunakan pengarang di atas berfungsi

Page 113: GAYA BAHASA PERBANDINGAN DALAM KUMPULAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31986/3/IHDA... · bahasa perbandingan tersebut terhadap pembelajaran bahasa dan sastra

126

mengkonkretkan penggambaran batin tokoh aku yang terpengaruh

dengan ajakan dari buku yang ia baca. Pemilihan ungkapan di atas

yang terasa lebih konkret dan memberi nilai estetis daripada hanya

menggunakan kalimat biasa, misalnya “…sumber kesuksesan”.

1.17. “Yang ada di tanganku sekarang ini adalah buku lain yang mengajariku

menjauhi kemurungan dan kegelapan pikiran—keduanya adalah

penyakit menular.” (C9, h. 92)

Makna “penyakit menular” dengan gaya metaforis pada data di

atas bermaksud menyiratkan tentang kebiasaan buruk yang bisa

mempengaruhi yang lain. Melalui ungkapan di atas pengarang berusaha

menunjukkan bahwa sebuah buku atau bacaan mampu mempengaruhi

cara berpikir seseorang termasuk berpikir sesat sekalipun. Hal itulah

yang ditampilkan pengarang lewat tokoh Aku. Di mana tokoh Aku

menjadi sering berpikir liar bahkan seringkali terpengaruh dengan ajakan

dari buku-buku motivasi yang ia baca. Pelukisan dengan metafora di atas

mampu menimbulkan kesan lebih mengena bagi pembaca. Fungsi gaya

bahasa metafora pada data tersebut adalah mengkonkretkan

penggambaran batin tokoh Aku yang terpengaruh dengan ajakan

dari buku yang ia baca.

1.18. “Mereka berdua sudah main gila di belakangku.” (C9, h. 96)

Metafor “main gila” bermaksud menyiratkan tentang perbuatan

selingkuh yang dilakukan pasangan yang tidak sah. Jika dilihat, makna

ungkapan metaforis ini masih memiliki keterkaitan dengan data

sebelumnya. Melalui gaya metaforis, pengarang melukiskan batin tokoh

Aku yang marah karena merasa telah dibohongi istrinya. Ia menganggap

bahwa istrinya telah berselingkuh dengan si lelaki dengan sebelah mata

mengatup setelah anaknya yang keempat lahir mirip dengan lelaki itu.

Pemilihan ungkapan “main gila” tentu akan berbeda efeknya jika tanpa

menggunakan variasi bahasa dengan gaya bahasa metaforis. Jika

ungkapan “main gila” ini disubtitusikan dengan makna sebenarnya,

maka pembaca tidak akan menemukan nilai estetis dan kesan yang lebih

Page 114: GAYA BAHASA PERBANDINGAN DALAM KUMPULAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31986/3/IHDA... · bahasa perbandingan tersebut terhadap pembelajaran bahasa dan sastra

127

hidup dalam tuturan tersebut. Fungsi gaya bahasa metafora pada data

tersebut adalah menghidupkan penggambaran batin tokoh Aku

marah merasa telah dibohongi istrinya.

1.19. “Fakta berikutnya, para penjual motivasi selalu mengatakan kepadamu

bahwa untuk menjadi ini dan itu kau tidak memerlukan bakat.” (C9, h.

97)

Bentuk “penjual motivasi” dengan gaya metaforis di atas

merupakan pelukisan khas tentang seorang motivator yang memberi

motivasi kepada orang lain. Ungkapan ini merupakan bentuk sindiran

pengarang terhadap profesi motivator yang saat ini sedang menjamur.

Ungkapan yang dipilih pengarang ini terasa miris karena jika melihat

fenomena di masyarakat, seorang motivator seringkali menjadikan

ucapannya sebagai barang jualan untuk mempengaruhi pembaca atau

pendengarnya agar bertindak melakukan sesuatu. Adapun penggunaan

gaya bahasa metafora di atas berkaitan dengan penggambaran tokoh Alit.

Di mana pengarang berusaha menghidupkan penggambaran

karakter tokoh Alit yang mudah percaya dengan bujukan “para

penjual motivasi”. Ungkapan pengarang ini terasa lebih mengena bagi

pembaca daripada hanya menggunakan kalimat biasa.

1.20. “Tetapi apa gunanya mempertahankan sumpah dan tindakan terpuji jika

gadis itu jatuh ke tangan duda tua?” (C10, h. 102)

Maksud metafora pada data di atas melukiskan tentang kondisi

dimana seseorang tidak bisa mempertahankan apa yang dimilikinya.

Dalam hal ini pengarang berusaha melukiskan perasaan tokoh Alit yang

pasrah dan hanya bisa menyesal karena sekuat apa pun ia

mempertahankan sumpahnya sebagai pawang hujan, gadis yang

dicintainya itu tetap akan menikah dengan duda tua. Penggambaran

perasaan tokoh Alit dengan gaya metafora ini terasa begitu miris

digambarkan pengarang. Ungkapan “jatuh ke tangan” tentu berbeda

efeknya jika kalimat tersebut hanya dilukiskan dengan kalimat biasa,

misalnya “… dirampas duda tua”. Fungsi gaya bahasa metafora di

Page 115: GAYA BAHASA PERBANDINGAN DALAM KUMPULAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31986/3/IHDA... · bahasa perbandingan tersebut terhadap pembelajaran bahasa dan sastra

128

atas adalah menghidupkan penggambaran perasaan tokoh dalam

cerita.

1.21. “Dan keduanya, baik politisi maupun bandot sangatlah mudah jatuh

cinta, namun Alit tidak percaya bahwa bidadarinya akan jatuh cinta pada

bandot tua yang mendekatinya.” (C10, h. 104)

Metafor “bandot tua” merupakan pelukisan khas tentang lelaki tua

yang masih gemar perempuan. Gaya metaforis di atas mengandung

makna tersirat yang sengaja digunakan pengarang sebagai bentuk

sindiran terhadap sifat seorang politisi yang tidak ada bedanya dengan

bandot tua yakni sama-sama gemar perempuan. Gaya metaforis tersebut

juga berkaitan dengan penggambaran batin tokoh Alit yang sinis dan

tidak suka dengan duda tua yang sedang mendekati gadis yang

dicintainya. Jika ungkapan “bandot tua” disubtitusikan dengan makna

sebenarnya, yaitu lelaki tua yang masih gemar perempuan, maka

ungkapan tersebut tidak akan terasa mengena bagi pembaca. Fungi gaya

bahasa metafora pada data tersebut adalah menghidupkan

penggambaran batin tokoh dalam cerita.

1.22. “Maksudku, kau pasti akan merasa serba tak enak jika suatu saat burung

penguinmu ditonton orang di mana-mana dan dijadikan bahan

ketawaan.” (C11, h. 107)

Burung penguin merupakan burung laut yang pandai berenang

tetapi tidak dapat terbang, namun pada kalimat di atas sebenarnya

ungkapan di atas menyiratkan persamaan burung penguin dengan

kemaluan laki-laki. Dalam hal ini pengarang ingin menunjukkan sifat

lelaki hidung belang yang mudah sekali tergoda dengan perempuan lain.

Pengarang mengibaratkannya dengan “burung penguin”. Adapun

penggunaan gaya bahasa metafora di atas berkaitan dengan

penggambaran tokoh lelaki yang sering melakukan atraksi mesum

dengan beberapa perempuan. Di mana pengarang berusaha

mengkonkretkan penggambaran karakter tokoh lelaki yang

digambarkan sebagai lelaki hidung belang. Penggambaran yang

Page 116: GAYA BAHASA PERBANDINGAN DALAM KUMPULAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31986/3/IHDA... · bahasa perbandingan tersebut terhadap pembelajaran bahasa dan sastra

129

dipilih pengarang ini terkesan satir namun metafor yang digunakan

membuat penggambaran karakter tokoh menjadi lebih konkret.

1.23. “Dengan kegemaran menyelam yang tak terkendalikan itu, suatu saat

atraksi penguinmu bisa menjadi tontonan banyak orang.” (C11, h. 108)

Bentuk “atraksi penguin” dengan gaya metaforis di atas

menyiratkan tentang pertunjukan mesum yang dilakukan pasangan yang

tidak sah. Ungkapan yang dipilih pengarang ini terkesan menyindir

perilaku pejabat atau publik figur yang seringkali meresahkan

masyarakat yang ditampilkan pengarang melalui kejadian rekaman

mesum yang tersebar di berbagai media. Ironisnya potret sosial yang ada

di masyarakat itu digambarkan oleh pengarang dengan humor dan satir

yang menusuk. Gaya metaforis yang digunakan pengarang ini tentu akan

efeknya berbeda jika hanya dilukiskan dengan kalimat biasa, misalnya

“…pertunjukan mesum”. Fungsi gaya bahasa metafora di atas juga

masih memiliki keterkaitan dengan data sebelumnya yakni

mengkonkretkan penggambaran karakter tokoh lelaki sebagai

lelaki hidung belang.

1.24. “Sampai sekarang aku terus mengunci mulutku, meski aku tak akan

berkeberatan menyampaikan, jika ada yang bertanya, apa yang telah

terjadi pada suatu siang ketika pengkhianat itu datang lagi menemuinya.”

(C13, h. 129)

Bentuk “mengunci mulut” merujuk pada arti tidak dapat berkata-

kata. Makna ungkapan dengan gaya metaforis di atas menyiratkan

tentang seseorang yang mengetahui sebuah rahasia orang lain dan

berusaha menutup rahasia tersebut. Metafor tersebut menggambarkan

batin tokoh Aku yang tidak ingin membongkar rahasia orang lain kecuali

jika ada bertanya kepadanya. Ungkapan “mengunci mulut” yang

digunakan pengarang tentu mempunyai efek yang lebih konkret jika

tanpa menggunakan variasi bahasa dengan gaya bahasa metaforis. Jika

ungkapan tersebut dilukiskan dengan makna yang sebenarnya, misalnya

“… tidak dapat berkata-kata” maka pembaca tidak akan merasakan

Page 117: GAYA BAHASA PERBANDINGAN DALAM KUMPULAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31986/3/IHDA... · bahasa perbandingan tersebut terhadap pembelajaran bahasa dan sastra

130

kesan lebih konret pada tuturan tersebut. Fungsi gaya bahasa metafora

pada data tersebut adalah mengkonkretkan penggambaran batin

tokoh dalam cerita.

1.25. “Dan ia menelan bulat-bulat sanjungan itu.” (C13, h. 131)

Ungkapan “menelan bulat-bulat” diartikan sebagai menerima

sesuatu bulat-bulat tanpa memikirkannya lebih dahulu. Gaya metaforis

pada data di atas bermaksud menyiratkan seseorang yang mudah sekali

terpedaya dengan ucapan orang lain. Hal itu ditampilkan pengarang

lewat tokoh Aku yang gampang sekali terpedaya oleh ucapan maaf yang

keluar dari mulut tokoh pengkhianat. Melalui gaya metaforis ini

pengarang juga menggambarkan tokoh Aku yang tidak bisa bersikap

tegas dalam menyelesaikan sebuah masalah. Variasi bahasa dengan gaya

metaforis di atas tentunya terasa lebih hidup bagi pembaca daripada

hanya dilukiskan dengan kalimat biasa. Fungsi gaya bahasa metafora

pada kalimat di atas adalah menghidupkan penggambaran karakter

tokoh aku yang tidak mempunyai sikap tegas.

1.26. “Kurasa efek kupu-kupu bekerja juga pada peristiwa dini hari itu.”

(C14, h. 140)

Ungkapan “efek kupu-kupu” ialah metafor yang diciptakan Edward

Lopez, seorang pakar meteorologi yang sering melakukan eksperimen.

Makna ungkapan “efek kupu-kupu” dengan gaya metaforis di atas

menyiratkan tentang sebuah kejadian kecil di suatu tempat yang dapat

menimbulkan efek besar di tempat lain yang sangat jauh. Dalam

penggambaran ini, pengarang berusaha menggambarkan batin Aku yang

merasakan firasat bahwa peristiwa dini hari yang terjadi pada tokoh Seto

dan kematian ayahnya saling memiliki keterkaitan. Ungkapan “efek

kupu-kupu” ini tentunya mempunyai efek yang lebih menarik dan hidup

bagi pembaca daripada tidak menggunakan variasi bahasa dengan gaya

bahasa metaforis. Penggunaan gaya bahasa metafora pada data

tersebut berfungsi menghidupkan penggambaran batin tokoh dalam

cerita.

Page 118: GAYA BAHASA PERBANDINGAN DALAM KUMPULAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31986/3/IHDA... · bahasa perbandingan tersebut terhadap pembelajaran bahasa dan sastra

131

1.27. “Germo yang dibacanya itu—wartawan menyebutnya AMB—mengelola

dan memasarkan sembilan bunga seruni di mal tempat ia ditangkap.”

(C14, h. 140)

Maksud ungkapan “bunga seruni” dengan gaya metaforis pada data

di atas menyiratkan tentang gadis-gadis belia yang menjajakan dirinya

sebagai pelacur. Ungkapan yang digunakan pengarang ini menyiratkan

tentang kecantikan serta keindahan gadis-gadis belia yang dipasarkan

tokoh Ambar yang diibaratkan dengan “bunga seruni”. Adapun

penggunaan gaya bahasa metafora di atas berkaitan dengan

penggambaran tokoh Ambar. Di mana gaya bahasa metafora ini

digunakan pengarang untuk menghidupkan penggambaran

karakter tokoh Ambar sebagai germo yang cerdas dan memiliki

prinsip hidup yang jelas.

1.28. “Namun wartawan kriminal itu tetap bisa menulis berita dengan baik

sekalipun tak berhasil menemui kunci-kunci peristiwa.” (C14, h. 141)

Bentuk “kunci peristiwa” merujuk pada arti seseorang yang dapat

membongkar rahasia atau yang menjadi sumber informasi. Makna

kutipan di atas menyiratkan tentang seseorang yang menjadi sumber

informasi utama terkait masalah yang melibatkannya. Adapun pada

perumpamaan ini pengarang sebenarnya ingin menggambarkan karakter

tokoh wartawan yang mampu memanfaatkan setiap peristiwa yang

terjadi di sekitarnya untuk dijadikan berita. Ungkapan yang digunakan

pengarang ini terasa lebih hidup bagi pembaca. Hal ini tentu akan

berbeda efeknya jika ungkapan tersebut hanya dilukiskan dengan kalimat

biasa, misalnya “… menemui orang yang menjadi sumber informasi”.

Fungsi gaya bahasa metafora pada data tersebut adalah

menghidupkan penggambaran karakter tokoh dalam cerita.

1.29. “Lima masih sebesar kutu dan tiga sudah menjadi kucing liar.” (C15, h.

154)

Bentuk “kucing liar” pada gaya metafora di atas melukiskan

tentang seorang anak yang nakal. Melalui ungkapan “kucing liar”

Page 119: GAYA BAHASA PERBANDINGAN DALAM KUMPULAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31986/3/IHDA... · bahasa perbandingan tersebut terhadap pembelajaran bahasa dan sastra

132

pengarang terkesan ingin menggambarkan potret sosial kehidupan

orang-orang kampung yang memiliki banyak anak, yang jarak antara

anak satu dengan yang lainnya begitu dekat sehingga tumbuh kembang

mereka dibiarkan tidak terurus dengan baik. Penggambaran yang dipilih

pengarang ini terasa lebih konkret dan metafor “kucing liar” ini mampu

menumbuhkan imajinasi bagi pembaca. Hal ini tentu akan berbeda

efeknya jika penggambaran tersebut tidak menggunakan gaya bahasa

metaforis. Fungsi gaya bahasa metafora pada data tersebut adalah

mengkonkretkan penggambaran latar sosial dalam cerita.

1.30. “Ia menjadi pembantu rumah tangga di Jakarta dan pulang setahun sekali

setiap lebaran, membawa selusin pakaian baru, memamerkan bahasa

Jawa yang tersendat-sendat dan lebih senang menggunakan bahasa

Jakarta yang kocar-kacir di ujung lidahnya.” (C15, h. 154)

Ungkapan “kocar-kacir” pada data di atas merujuk pada arti tidak

beraturan. Makna gaya metaforis di atas menyiratkan tentang seorang

pembantu yang bangga menggunakan bahasa Jakarta yang ala kadarnya.

Seperti data sebelumnya, pada perumpamaan ini pengarang terkesan

menggambarkan potret sosial kehidupan masyarakat desa, di mana

sekarang banyak pemuda-pemudi yang lebih memilih merantau ke kota

bahkan ke luar negeri daripada meneruskan pekerjaan orangtua mereka

di kampung. Penggunaan ungkapan “kocar-kacir” ini terasa lebih

menarik dan hidup bagi pembaca daripada hanya dilukiskan dengan

kalimat biasa, misalnya “… yang tidak beraturan”. Fungsi gaya bahasa

metafora pada data tersebut adalah menghidupkan penggambaran

latar sosial dalam cerita.

1.31. “Sesuatu yang mencemaskan terjadi ketika bayi keempat memasuki usia

tiga bulan dalam kandungan. Matahari dimakan raksasa.” (C15, h. 154)

Bentuk “matahari dimakan raksasa” merupakan pelukisan khas

tentang peristiwa gerhana matahari. Melalui gaya metafora di atas,

pengarang berusaha menggambaran kepercayaan di masyarakat bahwa

peristiwa gerhana matahari menyebabkan seorang ibu yang mengandung

Page 120: GAYA BAHASA PERBANDINGAN DALAM KUMPULAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31986/3/IHDA... · bahasa perbandingan tersebut terhadap pembelajaran bahasa dan sastra

133

akan melahirkan bayi yang kelak akan menjadi raksasa. Dengan

ungkapan “matahari dimakan raksasa” ini, pembaca akan memperoleh

kesan lebih hidup mengenai peristiwa gerhana matahari yang saat itu

begitu ditakuti masyarakat, terutama para ibu yang sedang mengandung.

Gaya bahasa metafora pada data tersebut terutama berfungsi

menghidupkan penggambaran latar peristiwa gerhana matahari

dan juga menghidupkan penggambaran latar sosial mengenai

kepercayaan masyarakat terhadap peristiwa gerhana matahari

dengan kelahiran seorang bayi.

1.32. “Ia berkali-kali banting setir membawa pembicaraan ke hal-hal yang

tidak saling berhubungan.” (C16, h. 169)

Bentuk “banting setir” dengan gaya metaforis di atas merujuk pada

arti berubah haluan. Ungkapan di atas menyiratkan tentang seseorang

yang sebal dengan lawan bicaranya yang selalu berbicara apa saja namun

ia sendiri tidak betah mendengarnya. Melalui metafor ini, pengarang

menggambarkan kedongkolan dalam batin tokoh Aku yang sebenarnya

tidak betah mendengar omongan tetangganya hingga akhirnya obrolan

mereka menjadi tersendat-tersendat. Jika ungkapan di atas hanya

diekspresikan dengan kalimat biasa, misalnya “…berubah haluan” maka

lukisan dengan gaya metafora tersebut tentunya tidak akan menarik bagi

pembaca. Fungsi gaya bahasa metafora di atas adalah

mengkonkretkan penggambaran batin tokoh Aku yang dongkol dan

tidak betah berbicara dengan tetangganya.

1.33. “Kau tak perlu mengelak. Tak perlu berdalih. Tak perlu berpanjang

lidah.” (C17, h. 177)

Bentuk “panjang lidah” dengan gaya metafora di atas merujuk pada

sifat seseorang yang suka mengomel atau mengadukan hal kepada orang

lain. Gaya metaforis yang digunakan pengarang ini terkesan

menggambarkan watak tokoh istri yang berubah setelah ia menikah. Ia

menjadi sering menuduh dan menyudutkan suaminya dengan mengomel

terus-menerus. Ungkapan “lidah panjang” ini tentu akan berbeda

Page 121: GAYA BAHASA PERBANDINGAN DALAM KUMPULAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31986/3/IHDA... · bahasa perbandingan tersebut terhadap pembelajaran bahasa dan sastra

134

efeknya jika tanpa menggunakan variasi bahasa dengan gaya bahasa

metaforis. Jika ungkapan tersebut disubtitusikan dengan makna

sebenarnya maka pembaca tidak akan merasakan kesan yang lebih

konkret dari penggambaran tokoh di atas. Fungsi gaya bahasa

metafora pada data tersebut adalah mengkonkretkan

penggambaran watak tokoh istri yang suka mengomel terus-

menerus.

1.34. “Ketika lelaki menjadi binatang pengerat, setiap orang menyalahkan

istrinya.” (C17, h. 183)

Ungkapan “binatang pengerat” pada gaya metaforis di atas

merujuk pada arti aib atau cela. Makna ungkapan di atas masih memiliki

keterkaitan dengan data sebelumnya yakni menyiratkan tentang watak

seorang istri yang berubah setelah ia menikah. Melalui metafor di atas,

pengarang melukiskan watak tokoh istri yang cerewet, sering menuduh

suaminya dengan tuduhan yang keji bahkan menganggap suaminya telah

menjadi aib bagi keluarganya. Selain memberikan daya pikat tersendiri

bagi pembaca, pemilihan ungkapan di atas juga mampu membuat

pembaca merasakan kesan lebih konkret mengenai penggambaran tokoh

di atas. Gaya bahasa metafora pada data tersebut adalah

mengkonkretkan penggambaran watak tokoh dalam cerita.

1.35. “Seusai pemilihan umum, setelah beberapa orang yang mengurusi

penyelenggaraan pemilihan itu digiring ke sel-sel penjara, perempuan itu

mendapatkan jodoh di hari berikut—seorang anggota DPR yang baru

memenangi jatah kursi jatuh hati kepadanya.” (C18, h. 187-188)

Bentuk “jatah kursi” merujuk pada arti jabatan. Ungkapan

metaforis di atas bermaksud menyiratkan tentang seorang perempuan

yang tidak hanya cantik namun juga memiliki nasib baik. Melalui gaya

metaforis “jatah kursi” ini, pengarang terkesan menyindir bahwa

perempuan cantik cenderung memiliki nasib yang lebih baik daripada

perempuan buruk rupa. Hal itulah yang ditampilkan pengarang lewat

tokoh penyanyi dangdut yang tidak sukar mendapatkan jodoh seorang

Page 122: GAYA BAHASA PERBANDINGAN DALAM KUMPULAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31986/3/IHDA... · bahasa perbandingan tersebut terhadap pembelajaran bahasa dan sastra

135

politisi yang baru saja mendapatkan jatah kursi. Ungkapan yang dipilih

pengarang ini terasa lebih hidup dan mengena bagi pembaca daripada

hanya menggunakan kalimat biasa, misalnya “… memenangi jabatan”.

Gaya bahasa metafora pada data tersebut terutama berfungsi

menghidupkan penggambaran fisik tokoh serta berfungsi

menghidupkan penggambaran latar waktu dalam cerita.

1.36. “Ia tidak menyeruduk suaminya dengan semua rinci tentang apa saja

yang membuatnya mengibarkan bendera putih hanya dalam tempo

enam bulan pernikahan.” (C18, h. 189)

Ungkapan “bendera putih” merupakan bentuk gaya metafora yang

diartikan sebagai tanda menyerah. Kutipan di atas bermaksud

menggambarkan karakter tokoh penyanyi dangdut yang terus membuka

aib suaminya sendiri kepada wartawan karena perbuatan tidak baik yang

dilakukan kepadanya hingga akhirnya ia meminta cerai. Penggunaan

gaya metafora ini tentu memiliki efek yang berbeda dan terasa lebih

konkret daripada hanya dilukiskan dengan kalimat biasa, misalnya

“…mengibarkan tanda menyerah”. Fungsi gaya bahasa metafora pada

data tersebut adalah mengkonkretkan penggambaran karakter

tokoh dalam cerita.

1.37. “Alit berharap nyala korek api membakar bibir empal lelaki itu. Dan

kemudian lelaki itu marah lalu menghantamkan apa saja yang

dipegangnya ke paras para penjilat yang menyertainya.” (C19, h. 196)

Bentuk “bibir empal” diartikan sebagai dower atau berbibir tebal

sedangkan metafor “penjilat” adalah orang yang suka berbuat sesuatu

untuk mencari muka. Kutipan tersebut menyiratkan tentang tokoh lelaki

kaya yang datang ke sebuah tempat judi dengan lagak yang menyebalkan

serta dikelilingi para penjilatnya. Melalui metafora ini pengarang

sebenarnya ingin menggambarkan batin tokoh Alit yang jijik dan sinis

terhadap lelaki kaya serta ketiga penjilatnya yang datang ke tempat judi.

Ia membayangkan keempat orang itu bisa menjadi tontonan yang bagus

di tengah arena judi. Penggunaan gaya metafora “bibir empal” dan

Page 123: GAYA BAHASA PERBANDINGAN DALAM KUMPULAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31986/3/IHDA... · bahasa perbandingan tersebut terhadap pembelajaran bahasa dan sastra

136

“penjilat” di atas terasa lebih konkret dan berbeda efeknya daripada

hanya dilukiskan dengan kalimat biasa. Fungsi gaya bahasa metafora

pada data tersebut adalah mengkonkretkan penggambaran batin

tokoh dalam cerita.

1.38. “Lalu perempuan itu muncul, mengenakan gaun yang terbuka hingga ke

bagian lembah kedua gunungnya, dan ia merangkul lelaki itu.” (C19, h.

196)

Ungkapan “lembah kedua gunung” merujuk pada arti belahan

payudara perempuan. Makna ungkapan dengan gaya metaforis di atas

menyiratkan tentang seorang perempuan yang memakai gaun dengan

belahan dada yang sangat rendah sehingga tampak belahan payudaranya.

Gaya metafora yang digunakan ini berfungsi mengkonkretkan

penggambaran tokoh perempuan pelacur yang mengenakan

pakaian yang terbuka yang digunakan untuk menggoda para

tamunya. Pengarang mengibaratkannya dengan “lembah kedua

gunungnya”. Begitu jelas penggambaran yang dipilih pengarang tersebut

sehingga terasa lebih konkret dan mengena bagi pembaca.

1.39. “Perempuan itu tampaknya bangga dengan gunung-gunung yang

menjulang di dadanya, dan ia suka sekali menggeser-geserkan puncak

gunungnya ke lengan atau punggung si lelaki kaya, dan jari-jarinya

terus memijit bahu lelaki itu.” (C19, h. 197)

Metafor “puncak gunung” merupakan pelukisan khas tentang

payudara perempuan. Kutipan di atas menyiratkan tentang sikap seorang

pelacur ketika menggoda tamu atau pelanggannya dengan menggeser-

geserkan payudaranya ke lengan atau punggung lelaki kaya. Melalui

metafor di atas, pengarang sebenarnya ingin menggambarkan bagaimana

batin tokoh Alit yang sinis dan cemburu melihat pelacur yang pernah

dikencaninya itu melayani laki-laki lain. Ungkapan “puncak gunung”

yang digunakan pengarang ini berfungsi mengkonkretkan

penggambaran batin tokoh sehingga pembaca akan memperoleh

kesan yang lebih jelas dan mampu menumbuhkan imajinasinya.

Page 124: GAYA BAHASA PERBANDINGAN DALAM KUMPULAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31986/3/IHDA... · bahasa perbandingan tersebut terhadap pembelajaran bahasa dan sastra

137

1.40. “Ia lari darimu dan menusuk punggungmu justru pada saat kau

bangkrut dan tak berdaya.” (C19, h. 198)

Bentuk “menusuk punggung” diartikan sebagai perbuatan

menyakiti perasaan orang lain. Makna gaya metafora pada data di atas

manyiratkan tentang seseorang yang dikhianati oleh teman kencannya.

Dalam hal ini, pengarang berusaha menggambarkan perasaan tokoh Alit

yang menderita setelah jatuh bangkrut dan ia pun harus merasakan sakit

hati karena ditinggal perempuan pelacur yang pernah dikencaninya.

Pengarang mengibaratkannya dengan “menusuk punggung”, sehingga

terasa oleh pembaca kesan yang lebih konkret dari penggambaran

tersebut. Fungsi gaya bahasa metafora pada data tersebut adalah

mengkonkretkan penggambaran perasaan tokoh dalam cerita.

1.41. “Lelaki yang bangkrut, kau tahu, sering membangun dunia yang

muram.” (C19, h. 198)

Bentuk “membangun dunia yang muram” dengan gaya metaforis

pada data di atas menyiratkan tentang seseorang yang baru saja bangkrut

di meja judi dan dikhianati oleh perempuan yang pernah dikencaninya.

Melalui metafor tersebut, pengarang menggambarkan paras dan perasaan

tokoh Alit yang menjadi sering bersedih dan tampak murung sejak

bangkrut di meja judi dan ditinggal perempuan pelacur yang pernah

dikencaninya. Dengan ungkapan “membangun dunia yang muram”,

pembaca akan memperoleh kesan lebih hidup dan mampu

membayangkan dengan lebih jelas bagaimana kesedihan tokoh Alit

tersebut. Hal itu tentu berbeda efeknya jika ungkapan tersebut dilukiskan

dengan kalimat biasa, misalnya “… tidak terlihat gembira”. Fungsi gaya

bahasa metafora pada data tersebut adalah menghidupkan

penggambaran perasaan tokoh dalam cerita.

1.42. “Perempuan itu mengikik dan membekap mulut lelaki ingusan yang

baru sekali itu bertemu dengannya.” (C19, h. 200)

Ungkapan “lelaki ingusan” merupakan pelukisan khas tentang

lelaki yang belum berpengalaman. Ungkapan yang digunakan

Page 125: GAYA BAHASA PERBANDINGAN DALAM KUMPULAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31986/3/IHDA... · bahasa perbandingan tersebut terhadap pembelajaran bahasa dan sastra

138

pengarang tersebut berfungsi mengkonkretkan penggambaran

tokoh Alit yang tak berdaya di hadapan perempuan pelacur yang

sedang dilanda berahi. Penggunaan variasi bahasa dengan gaya

metaforis di atas terasa lebih berkesan bagi pembaca. Jika ungkapan

“lelaki ingusan” disubtitusikan dengan makna sebenarnya, yaitu lelaki

yang belum berpengalaman, maka pembaca tidak akan merasakan efek

estetis dalam tuturan tersebut.

1.43. “Kau tahu, ia tidak menyiapkan sarung taji pengaman.” (C19, h. 204)

Bentuk “sarung taji pengaman” dengan gaya metaforis merujuk

pada sesuatu yang digunakan untuk melindungi diri. Kutipan tersebut

menyiratkan tentang seseorang yang berani mengambil risiko atas

perbuatanya. Dalam ungkapan tersebut juga pengarang sebenarnya ingin

menggambarkan tokoh majikan lelaki yang dengan beraninya mengajak

pembantunya bercinta walaupun dengan cara yang tidak berterus terang.

Deng an ungkapan “sarung taji pengaman” ini tentunya terasa lebih

mengena dan memberikan efek yang lebih hidup bagi pembaca daripada

hanya dilukiskan dengan kalimat biasa. Fungsi gaya bahasa metafora

pada data di atas adalah menghidupkan penggambaran karakter

tokoh majikan lelaki yang berani mengambil risiko atas perbuatan

yang ia lakukan.

Simpulan

Gaya bahasa metafora yang terdapat dalam kumpulan cerpan

Murjangkung Cinta yang Dungu dan Hantu-hantu karya AS Laksana

berfungsi mengkonkretkan, menghidupkan, dan mengabstrakkan

penggambaran tokoh dan latar dalam cerita. Gaya bahasa metafora terdapat 23

fungsi mengkonkretkan, 18 fungsi menghidupkan, dan 2 fungsi

mengabstakkan. Dapat disimpulkan bahwa fungsi yang paling banyak

digunakan adalah mengkonkretkan dan dengan adanya fungsi seperti ini

memberi penguatan pada penyampaian struktur naratif cerita.

Page 126: GAYA BAHASA PERBANDINGAN DALAM KUMPULAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31986/3/IHDA... · bahasa perbandingan tersebut terhadap pembelajaran bahasa dan sastra

139

2. Perumpamaan

2.1. “Dan ketika kau menemukan tempat setenang kakusmu, kau bisa

menarik napas panjang dan merasa lega.” (C1, h. 1)

Pada data perumpamaan di atas, ketenangan dalam sebuah tempat

disamakan dengan ketenangan ketika berada di dalam kakus. Kakus

tidak hanya tempat seseorang untuk buang air kecil maupun besar, tetapi

suasana tenang dan lega seketika hadir ketika seseorang secara tuntas

melepaskan seluruh tenaga untuk membuang sampah yang sudah

menumpuk di perutnya. Pengarang mengibaratkannya dengan setenang

kakus. Pengibaratan tersebut tentu lebih menarik sehingga memiliki daya

pikat bagi pembaca. Makna tersirat dari gaya perumpamaan tersebut

dapat diartikan sebagai sebuah upaya yang bisa dilakukan jika seseorang

mungkin membutuhkan ketenangan ketika hendak membaca sebuah

cerita. Gaya bahasa perumpamaan di atas juga berfungsi

mengkonkretkan penggambaran latar suasana dalam cerita yakni

ketenangan yang muncul ketika menghindari kebisingan agar bisa

menikmati sedikit waktu. Ketenangan dalam sebuah tempat

menjadi lebih konkret ketika dibandingan seperti ketenangan ketika

berada di kakus.

2.2. “Mereka menikmati arak kampung Pecinan yang jika dibubuhi kismis

dan disimpan beberapa hari akan berubah warnanya menjadi serupa

anggur bangsa Portugis.” (C1, h. 2)

Perumpamaan pada data di atas menggunakan kata “serupa” yang

menunjukkan bahwa warna arak kampung Pecinan disamakan dengan

anggur bangsa Portugis. Makna yang terdapat dalam gaya perumpamaan

di atas bermaksud menggambarkan kebiasaan tokoh Murjangkung dan

rombongannya—sejak kedatangan mereka ke negeri-negeri timur—yang

suka berpesta foya dengan menikmati arak kampung Pecinan.

Penggunaan gaya perumpamaan di atas juga berfungsi

menghidupkan penggambaran karakter tokoh dalam cerita yakni

Page 127: GAYA BAHASA PERBANDINGAN DALAM KUMPULAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31986/3/IHDA... · bahasa perbandingan tersebut terhadap pembelajaran bahasa dan sastra

140

karakter Murjangkung dan anak-anak buahnya yang suka mabuk-

mabukan.

2.3. “Mereka lucu-lucu, seperti bayi tapi tinggi sekali,” kata Sang Pangeran

setelah Murjangkung dan beberapa pemabuk datang menemuinya di hari

pendaratan.” (C1, h. 3)

Pada perumpamaan di atas, Sang Pangeran menyamakan bentuk

fisik rombongan Tuan Murjangkung dengan bayi yang lucu-lucu tapi

tinggi sekali. Melalui pemanfaatan citraan visual, pembaca mampu

mengimajinasikan dengan jelas bagaimana penggambaran tokoh dengan

penggunaan gaya bahasa tersebut. Hal itu juga semakin konkret dengan

ditambahkannya “mereka lucu-lucu” dan “tapi tinggi sekali”, yang

memperjelas citraan pembaca. Makna dalam gaya bahasa tersebut masih

berkaitan dengan ejekan yang sengaja dilekatkan pengarang kepada

tokoh Murjangkung dan rombongannya. Hal itu dapat diartikan sebagai

penjungkirbalikkan karakter seorang pemimpin yang seram. Dalam hal

ini, Murjangkung (sosok yang disebut sebagai penggambaran JP Coen),

sengaja diparodikan oleh pengarang sehingga karakter tersebut tidak

lagi menimbulkan kesan menakutkan akan tetapi menjadi lebih lucu.

Gaya perumpamaan di atas juga berfungsi mengkonkretkan

penggambaran fisik tokoh Murjangkung serta rombongan dengan

bayi tapi tinggi sekali.

2.4. “Ia mengusap cairan di dahinya dan mencium bau bacin pada cairan itu

dan, seperti mendapatkan perintah langsung dari Tuhan, Tuan Mur

seketika menyerukan komando, “Tembakkan meriam!”. (C1, h. 5)

Perumpamaan pada kalimat di atas menggunakan kata “seperti”

yang menunjukkan bahwa perintah Tuan Murjangkung kepada

pasukannya disamakan dengan perintah Tuhan. Gaya perumpamaan

tersebut dapat diartikan sebagai bentuk kemarahan seseorang karena

diperlakukan tidak sepantasnya oleh lawannya. Hal itulah yang memicu

terjadinya sebuah pertempuran hingga akhirnya Murjangkung

menyerukan perintah kepada anak buahnya untuk menembakkan meriam

Page 128: GAYA BAHASA PERBANDINGAN DALAM KUMPULAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31986/3/IHDA... · bahasa perbandingan tersebut terhadap pembelajaran bahasa dan sastra

141

ke musuhnya. Pengarang memanfaatkan citraan visual dan perasaan

untuk menguatkan penggambaran kemarahan tokoh Murjangkung,

sehingga pembaca pun akan memperoleh kesan hidup dan mampu

membayangkan dengan jelas melalui penggambaran tersebut. Hal itu

juga semakin konkret dengan ditambahkannya “Tembakkan meriam!”,

yang memperjelas citraan pembaca. Penggunaan gaya perumpamaan

di atas berfungsi menghidupkan watak tokoh Murjangkung yang

sedang marah.

2.5. “Dulu, ia pernah berpacaran dengan penari balet, seorang perempuan

setinggi galah yang mampu berdiri dengan satu ujung kaki dalam waktu

beberapa lama.” (C2, h. 18)

Kata “setinggi” pada perumpamaan di atas digunakan pengarang

untuk membandingkan tinggi perempuan penari balet dengan galah yang

biasa digunakan untuk menjolok buah-buahan. Makna yang terkandung

dalam metafora tersebut menyiratkan sebuah ejekan pengarang terhadap

tokoh Bob. Ejekan tersebut berupa kisah masa lalu Bob yang pernah

berpacaran dengan seorang penari balet. Bagaimana bisa seorang penari

balet bertemu bahkan jatuh cinta dengan lelaki yang sejak lama

mendekam di pelosok selatan Semarang? Sehingga hal itu pun terasa

seperti olok-olokan pengarang terhadap tokoh Bob. Gaya

perumpamaan di atas sekaligus berfungsi mengkonkretkan

penggambaran latar sosial yakni kehidupan tokoh Bob yang berasal

dari level masyarakat kelas rendah.

2.6. “Kakekku mendekam saja di kamarnya, seperti pertapa-pertapa yang

mengubur diri dalam gua menunggu mukjizat diturunkan.” (C2, h. 19)

Gaya bahasa di atas pun termasuk ke dalam gaya bahasa

perumpamaan yang menyamakan tokoh kakek dengan pertapa-pertapa

yang mengubur diri di dalam gua. Kutipan di atas melukiskan kondisi

tokoh Bob yang mendekam di dalam kamar dalam waktu yang lama.

Makna gaya perumpamaan pada data tersebut menyiratkan sosok

manusia yang tidak siap menerima takdir dan cara demikian (mengubur

Page 129: GAYA BAHASA PERBANDINGAN DALAM KUMPULAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31986/3/IHDA... · bahasa perbandingan tersebut terhadap pembelajaran bahasa dan sastra

142

diri) ternyata tidak akan bisa menyesaikan masalah yang dihadapinya.

Hal itulah yang menimbulkan kesan ironi bagi pembaca. Fungsi gaya

perumpamaan di atas adalah mengkonkretkan penggambaran

watak tokoh kakek yang tidak siap menerima takdir yang sudah

digariskan untuknya.

2.7. “Nenekku orang yang paling tahan di dalam keluarga kami, kami tetap

memelihara keinginannya untuk punya cucu. Seperti seorang

pengkhianat yang memikul kutuk, sampai hari ini ia terus mendatangi

tempat-tempat keramat dan dukun-dukun dan ia melakukannya sendirian

karena kakekku tidak bisa menemaninya.” (C2, h. 22)

Data di atas menunjukkan gaya bahasa perumpamaan yang

menyamakan watak dan perilaku tokoh nenek dengan seorang

pengkhianat yang memikul kutuk. Makna gaya perumpamaan di atas

menyiratkan tentang seseorang yang tegar dan tetap bertahan menjaga

keinginannya agar bisa tercapai, walaupun sebenarnya ia sudah bosan

menjalaninya dan tidak tahu kapan hal itu bisa tercapai. Pengarang

mengibaratkannya “seperti pengkhianat memikul kutuk”. Pelukisan

tokoh nenek dengan perumpamaan tersebut terkesan ironis dan tragis.

Penggunaan gaya bahasa perumpamaan di atas berfungsi

mengkonkretkan penggambaran watak tokoh nenek yang tegar dan

terus berusaha mewujudkan apa yang diinginkannya.

2.8. “Gadis itu merasakan kulit kepalanya seperti mau mengelupas dan

otaknya mengeras seketika.” (C3, h. 25)

Pada data di atas tokoh Fira menyamakan kulit kepalanya seperti

akan mengelupas. Perumpamaan tersebut menyiratkan tentang luapan

kekesalan seseorang karena suatu hal yang membuat segala rencana

yang sudah diaturnya menjadi berantakan. Dengan perumpamaan di atas,

pembaca akan merasakan kesan yang lebih konkret yang ditimbulkan

dari perbandingan eskplisit yang digunakan pengarang. Gaya

perumpamaan di atas juga berfungsi mengkonkretkan gambaran

perasaan tokoh Fira yang kesal yang dapat dilihat dari

Page 130: GAYA BAHASA PERBANDINGAN DALAM KUMPULAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31986/3/IHDA... · bahasa perbandingan tersebut terhadap pembelajaran bahasa dan sastra

143

pengibaratan yang digunakan pengarang yakni “seperti mau

mengelupas”.

2.9. “Namun tentu saja Fira tidak sembarangan mengatakan kepada

atasannya itu agar jangan jatuh cinta kepadanya. Itu akan tampak seperti

lelucon dan ia akan kelihatan seperti gadis tolol yang gampang

berprasangka.” (C3, h. 26)

Gaya bahasa di atas juga termasuk perumpamaan. Pada data

tersebut tokoh Fira menyamakan perasaan yang dirasakannya terhadap

bosnya dengan sebuah lelucon dan gadis tolol. Gaya perumpamaan

tersebut bermaksud menyiratkan narsisme seseorang yang merasa bahwa

pesona yang ada pada dirinya telah membuat orang lain tergila-gila

padanya. Perumpamaan di atas berfungsi mengkonkretkan

gambaran batin tokoh Fira yang mengatakan bahwa ia tidak akan

sembarangan mengatakan sesuatu kepada bosnya termasuk agar

jangan jatuh cinta padanya. Dengan memanfaatkan citraan perasaan,

apa yang dirasakan dalam batin tokoh Fira menimbulkan kesan yang

lebih konkret bagi pembaca.

2.10. “Di udara terbuka, Fira menjadi seperti capung yang mengambang di

tempat dan melesat tiba-tiba, hinggap dari dahan ke dahan dan piknik ke

gumpal-gumpal awan.” (C3, h. 28)

Capung adalah serangga bersayap. Namun pada perumpamaan di

atas tokoh Fira membandingkan dirinya dengan capung. Gaya

perumpamaan tersebut bermaksud menyiratkan sebuah tempat yang

berada dalam dunia surealis. Di mana manusia bisa terbang, melayang,

bahkan hinggap dari dahan ke dahan hingga ke gumpal-gumpal awan.

Hal yang tidak mungkin terjadi pada kehidupan manusia yang

sesungguhnya namun digambarkan oleh pengarang dengan sangat

imajinatif sehingga terkesan begitu nyata bagi pembaca. Penggunaan

gaya perumpamaan di atas berfungsi menghidupkan latar tempat

dalam cerita. Dengan pemanfaatan citraan visual, pembaca pun akan

Page 131: GAYA BAHASA PERBANDINGAN DALAM KUMPULAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31986/3/IHDA... · bahasa perbandingan tersebut terhadap pembelajaran bahasa dan sastra

144

memperoleh kesan lebih hidup dan dapat mengimajinasikan dengan

lebih jelas tempat peristiwa dalam cerita.

2.11. “Tubuh itu sedang berbaring di tempat tidur, bersebelahan dengan

istrinya, seorang perempuan dengan muka mengkilat dan alis seperti

kawat yang melengkung tipis sekali.” (C3, h. 32)

Pada perumpamaan di atas, pengarang menggunakan

perumpamaan dengan benda yang terbuat dari logam yang berbentuk

tipis sekali. Makna perumpamaan tersebut menyiratkan gambaran

seorang istri yang gemar merias diri. Hal itu terlihat dari gambaran fisik

tokoh yang menimbulkan kesan bahwa wajas asli tokoh istri yang tanpa

riasan akan terlihat ketika ia sedang tidur. Fungsi gaya bahasa

perumpamaan yang digunakan pada kutipan di atas adalah

mengkonkretkan penggambaran fisik tokoh istri yang ditekankan

pada perbandingan alis tokoh dengan sebuah kawat. Penggambaran

tokoh yang dipilih pengarang tersebut terasa lebih konkret karena

pembaca mampu membayangkan dengan jelas bagaimana bentuk alis

tokoh dengan perumpamaan di atas.

2.12. “Dan, catatlah satu hal, mereka bertemu di halte, sebuah tempat serupa

dangau di kehidupan lalu.” (C4, h. 38)

Pada data di atas, pengarang menggunakan perumpamaan serupa

dangau di kehidupan lalu karena pengarang berusaha menyamakan

sebuah tempat yakni halte dengan dangau di kehidupan masa lalu tokoh.

Gaya perumpamaan di atas bermaksud menyiratkan bahwa sebuah halte,

tempat yang biasanya digambarkan sebagai tempat umum dengan

kebisingannya yang mampu memekakkan telinga namun disamakan oleh

pengarang dengan sebuah tempat yang begitu tenang seperti dangau

yang jauh dari suasana keriuhan. Penggunaan gaya perumpamaan di

atas berfungsi mengkonkretkan penggambaran latar tempat

maupun suasana dalam cerita yakni sebuah halte yang

dibandingkan dengan sebuah dangau. Dengan memanfaatkan citraan

Page 132: GAYA BAHASA PERBANDINGAN DALAM KUMPULAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31986/3/IHDA... · bahasa perbandingan tersebut terhadap pembelajaran bahasa dan sastra

145

visual, penggambaran latar tempat dan suasana dalam cerita menjadi

lebih konkret sehingga mampu membangkitkan imajinasi pembaca.

2.13. “Rambut mereka jarang dan bau tubuh mereka sesengit bau gua-gua

lembab di mana kekelawar bersarang dan membuang tahi.” (C4, h. 41)

Kata “seperti” pada perumpamaan di atas digunakan pengarang

untuk menyamakan aroma tubuh ketiga anak dengan bau gua lembap

tempat kelelawar bersarang dan membuang tahi. Gaya perumpamaan

pada data di atas bermaksud menyiratkan tentang lingkungan kehidupan

masyarakat kelas rendah yang ditampilkan pengarang melalui tokoh

ketiga anak yang kurang terawat itu. Fungsi gaya perumpamaan di

atas adalah mengkonkretkan penggambaran fisik tokoh ketiga anak

yang kotor dan bau. Dengan gaya metafor ini, pembaca akan

memperoleh kesan lebih konkret dan mampu membayangkan dengan

jelas penggambaran tokoh ketiga anak tersebut dengan memanfaatkan

citraan penglihatan dan penciuman.

2.14. “Setiap pagi kami seperti sekawanan burung yang terbang gugup

mencari tempat hinggap di kakus umum. Kau harus mengantungi kerikil

jika mulasmu tidak tertahankan; dengan begitu sampah di perutmu tidak

akan bobol di jalanan. Ini seperti arak-arakan yang menyedihkan. Aku

tak ingin setiap pagi mengikuti arak-arakan itu.” (C5, h. 46)

Pada perumpamaan di atas, tokoh Aku menyamakan ia dan

keluarganya dengan sekawanan burung dan kegiatan yang mereka

lakukan setiap paginya disamakan dengan arak-arakan yang

menyedihkan. Jika dilihat, makna gaya perumpamaan di atas

menyiratkan tentang ironi kehidupan keluarga miskin. Hanya untuk

membuang tahi mereka sekeluarga harus menyusuri perjalanan jauh

untuk mencari tempat hinggap di kakus umum. Gaya perumpamaan di

atas digambarkan pengarang dengan begitu ironis sehingga terasa bagi

pembaca penderitaan yang dirasakan tokoh-tokohnya. Perumpamaan

pada kutipan di atas terutama berfungsi menghidupkan

penggambaran latar suasana, di samping penggambaran latar

Page 133: GAYA BAHASA PERBANDINGAN DALAM KUMPULAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31986/3/IHDA... · bahasa perbandingan tersebut terhadap pembelajaran bahasa dan sastra

146

waktu dan tokoh dalam cerita. Pengarang memanfaatkan citraan visual

dan perasaan untuk menghidupkan latar waktu maupun suasana sehingga

pembaca pun akan merasa miris dengan kondisi tokoh Aku dan

keluarganya yang setiap paginya harus berjalan jauh sambil menahan

mulas demi mencari kakus yang nyaman untuk mereka pakai.

2.15. “Kate-kate itu mengatakan bahwa mereka adalah saudara tua, tapi tabiat

mereka seperti saudara tiri yang bengis dalam cerita-cerita mengharukan

yang pernah kudengar.” (C5, h. 51)

Pada perumpamaan di atas, pengarang menyamakan tabiat saudara

tua dengan saudara tiri. Kutipan tersebut menggambarkan cerita turun-

temurun yang diwariskan keluarga kepada tokoh Aku. Di mana cerita

tersebut mengisahkan tentang kekejaman dan kebengisan para tentara

kate yang menginjakkan kaki di kampung mereka. Namun sebenarnya

kutipan tersebut menyiratkan tentang tentara-tentara Jepang yang pada

masa pendudukan Jepang mengaku sebagai saudara tua orang Indonesia

namun pada kenyataannya tabiat mereka berkebalikan dengan sifat

seorang saudara. Adapun gaya perumpamaan pada kalimat di atas

berfungsi mengkonkretkan penggambaran batin tokoh Aku yang

tidak suka dengan cerita tentang para kate yang menginjakkan kaki

di kampungnya dan membentak-bentak orangtua tokoh Aku.

2.16. “Pak Mayor hanya berlari setiap Minggu pagi dan Seto, demi kesopanan,

membuntutinya seperti anjing kampung.” (C6, h. 56)

Data di atas pun termasuk ke dalam gaya bahasa perumpamaan

yang menyamakan sikap tokoh Seto dengan anjing kampung. Jika

dilihat, makna perumpamaan di atas masih berhubungan dengan data

sebelumnya yakni menyiratkan sebuah ejekan yang ditujukan pengarang

terhadap tokoh Seto. Pembaca pun dapat merasakan sebuah ironi di sini

ketika pengarang menggunakan perumpamaan seperti anjing kampung.

Dengan pemanfaatan citraan visual, pembaca dapat mengimajinasikan

dengan jelas bagaimana sikap tokoh Seto terhadap Pak Mayor sehingga

penggambaran tersebut mampu memberikan kesan yang lebih konkret.

Page 134: GAYA BAHASA PERBANDINGAN DALAM KUMPULAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31986/3/IHDA... · bahasa perbandingan tersebut terhadap pembelajaran bahasa dan sastra

147

Fungsi gaya bahasa perumpamaan pada data tersebut adalah

mengkonkretkan penggambaran karakter tokoh Seto.

2.17. “Si Mayor mengatakan sesuatu tetapi tak jelas dan ia seperti buru-buru

menelan kembali setiap kata yang ia keluarkan.” (C6, h. 59-60)

Perumpamaan pada data di atas menggunakan kata “seperti” yang

menunjukkan bahwa sikap tokoh Mayor disamakan dengan orang yang

buru-buru menelan kembali setiap kata yang telah dikeluarkan. Kutipan

di atas bermaksud menyiratkan tentang seseorang yang

menyembunyikan kebohongannya. Ketika sebuah pertanyaan yang

menjurus dengan hal yang disembunyikannya itu dilontarkan kepadanya,

maka ia pun langsung kaget dan bersikap kikuk. Hal itulah yang

ditampilkan pengarang melalui karakter Pak Mayor. Perasaan tokoh

Mayor digambarkan begitu kaget terhadap pertanyaan yang dilontarkan

istrinya, sehingga terasa begitu menohok. Melalui pemanfaatan citraan

visual dan perasaan, pembaca mampu membayangkan dengan jelas

bagaimana ekspresi tokoh Mayor yang kaget dan berbicara dengan

kalimat yang terburu-buru. Penggunaan gaya bahasa perumpamaan

di atas berfungsi menghidupkan penggambaran perasaan tokoh Pak

Mayor yang kaget dan takut yang berlebihan.

2.18. “Si Mayor merasa seperti keledai tua yang ditunggangi pencoleng kecil

tetapi ia tidak bisa apa-apa.” (C6, h. 62)

Pada data di atas, pengarang menggunakan perumpamaan seperti

keledai tua karena pengarang berusaha menyamakan si Mayor dengan

keledai tua. Makna kutipan di atas masih berkaitan dengan data

sebelumya. Pada kutipan di atas pengarang menyiratkan kondisi

seseorang yang sedang berada di ujung tanduk. Betapa tidak berdayanya

tokoh Mayor di hadapan anak kesayangannya sendiri lantaran ia takut

rahasia perselingkuhannya tercium oleh istrinya. Dengan perumpamaan

tersebut, pembaca akan memperoleh kesan yang lebih konkret tentang

kondisi si Mayor saat itu yang tidak mampu berbuat apa-apa di hadapan

anaknya. Gaya bahasa perumpamaan dalam data tersebut terutama

Page 135: GAYA BAHASA PERBANDINGAN DALAM KUMPULAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31986/3/IHDA... · bahasa perbandingan tersebut terhadap pembelajaran bahasa dan sastra

148

berfungsi mengkonkretkan penggambaran perasaan tokoh Mayor

yang naik pitam karena dipermainkan anaknya namun ia tak bisa

bisa berbuat apa-apa.

2.19. “Suhartini seperti disulut dan tiba-tiba suhu tengkuknya naik dan ia

merasakan lagi dorongan untuk mengamuk.” (C6, h. 63)

Pada perumpamaan di atas, emosi tokoh Suhartini disamakan

seperti disulut oleh panasnya api. Perumpamaan di atas bermaksud

menyiratkan tentang perasaan seseorang yang terpancing emosi.

Penggambaran perasaan tokoh Suhartini yang terbakar emosi tersebut

terasa lebih kuat karena pembaca dapat membayangkan dengan lebih

jelas bagaimana tokoh Suhartini terpancing oleh ucapan anaknya.

Fungsi gaya bahasa perumpamaan di atas selain mengkonkretkan

penggambaran perasaan tokoh Suhartini yang sedang terbakar

emosi.

2.20. “Pak Mayor duduk tegak dan waswas dan melipat tangan, seperti murid

sekolah menyembunyikan ujung kuku hitamnya di hari Senin ketika

guru berkeliling dengan penggaris besar.” (C6, h. 63)

Data di atas menunjukkan gaya bahasa perumpamaan yang

menyamakan sikap tokoh Mayor dengan murid sekolah yang

menyembunyikan ujung kuku hitamnya di hari Senin ketika guru

berkeliling dengan penggaris besar. Makna gaya perumpamaan di atas

menyiratkan tentang ketakutan seseorang kalau rahasianya terbongkar

dan ia pun takut menghadapi akibatnya jika rahasianya benar-benar

terbongkar. Hal itu digambarkan pengarang lewat kekhawatiran tokoh

Pak Mayor saat istrinya mulai mencium kecurigaan dari pembicaraan ia

dengan anaknya. Peristiwa tersebut terasa lebih menegangkan ketika

digambarkan dengan gaya perumpamaan di atas. Gaya bahasa

perumpamaan pada kalimat tersebut terutama berfungsi

mengkonkretkan penggambaran perasaan tokoh Mayor yang was-

was dan juga mengkonkretkan suasana tegang yang muncul akibat

ketakutan yang berlebihan.

Page 136: GAYA BAHASA PERBANDINGAN DALAM KUMPULAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31986/3/IHDA... · bahasa perbandingan tersebut terhadap pembelajaran bahasa dan sastra

149

2.21. “Ketika bangun untuk kali kedua, dilihatnya si kerbau masih duduk

seperti duduk semula, seperti batu tua, seperti kutukan dari masa

prasejarah.” (C7, h. 67-68)

Pada perumpamaan di atas, pengarang menyamakan kondisi duduk

Sasi yang mematung dengan batu tua dan kutukan dari masa prasejarah.

Perumpamaan pada kutipan di atas bermaksud menyiratkan keengganan

seseorang menjawab pertanyaan dari seorang yang dianggap

menyebalkan. Dalam hal ini, Seto menjadi bulan-bulanan adiknya, Sasi.

Sasi terus meminta jawaban dari kakaknya tentang apa yang harus

dilakukannya ketika ia harus membenci orang yang sangat dicintainya.

Dari penggambaran ini terlihat bahwa Seto merasa jengkel karena

memiliki adik yang bodoh, gigih, sekaligus menyebalkan, sehingga

terkesan bahwa perumpamaan yang dipilih pengarang ini memandang

rendah tokoh Sasi. Penggunaan gaya perumpamaan di atas berfungsi

mengkonkretkan penggambaran perasaan tokoh Seto yang jengkel

terhadap tingkah adiknya yang menyebalkan.

2.22. “Sehari sebelumnya ia seperti hidup tanpa tulang. Pada suatu pagi,

ketika ia kencing, ia merasa lantai kamar mandinya goyah dan debur

jantungnya meracau dan kepalanya seperti kesemutan.” (C7, h. 68)

Data di atas pun termasuk ke dalam gaya bahasa perumpamaan

yang menyamakan kondisi tubuh tokoh Seto dengan hidup tanpa tulang

dan sakit di kepalanya disamakan dengan kesemutan. Makna gaya

perumpamaan di atas menyiratkan tentang pengalaman seseorang yang

pernah merasakan kekuatan tubuhnya berada di titik paling rendah. Hal

itulah yang digambarkan pengarang pada kondisi tubuh tokoh Seto yang

seringkali lemas. Melalui pemanfaatan citraan visual dan perasaan,

pembaca akan memperoleh kesan lebih konkret serta mampu

mengimajinasikan dengan lebih jelas bagaimana rasa sakit yang dialami

tokoh Seto saat itu dengan gaya perumpamaan ini. Fungsi gaya bahasa

perumpamaan pada data tersebut adalah mengkonkretkan

penggambaran fisik tokoh Seto yang lemah dan sakit-sakitan.

Page 137: GAYA BAHASA PERBANDINGAN DALAM KUMPULAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31986/3/IHDA... · bahasa perbandingan tersebut terhadap pembelajaran bahasa dan sastra

150

2.23. “Kau bisa mengatakan bahwa Sasi kini menjalani hidup serupa perawan

suci, dengan satu-satunya anak lelaki yang usianya 14 tahun lebih tua

darinya.” (C7, h. 76)

Perumpamaan pada data di atas menggunakan kata “serupa” yang

menunjukkan bahwa tokoh Sasi disamakan dengan perawan suci.

Perumpamaan pada data di atas bermaksud menyiratkan tentang seorang

gadis yang masih bersih namun memilih mengorbankan masa depannya

demi merawat seseorang yang bukan anaknya. Pelukisan tersebut

ditampilkan pengarang melalui tokoh Sasi yang dengan segenap kasih

sayangnya memilih jalan untuk tidak menikah demi merawat kakaknya

yang sakit-sakitan. Gaya perumpamaan yang dipilih pengarang terasa

jujur dan apa adanya sehingga pembaca pun akan memperoleh kesan

yang seperti tidak dibuat-buat dari penggambaran tokoh tersebut. Dapat

dikatakan bahwa gaya perumpamaan di atas berfungsi

mengkonkretkan penggambaran watak tokoh Sasi yang rela

mengorbankan kebahagiannya demi orang yang disayanginya.

2.24. “Dalam dua tahun terakhir hidupnya, ia tidak bisa bicara dan tampak

seperti cacing.” (C8, h. 78)

Pada perumpamaan di atas kondisi tubuh tokoh istri disamakan

dengan seekor cacing. Kutipan di atas bermaksud menyiratkan tentang

penderitaan yang dialami seseorang hingga membuat kehidupannya

berakhir tragis. Penggambaran tokoh ibu ini digambarkan pengarang

dengan tragis karena penderitaan yang dialaminya tidak hanya membuat

dirinya sakit tetapi juga tubuhnya makin lama makin kurus sehingga

terasa begitu mengenaskan. Dengan mengaktifkan citraan visual,

penggambaran tokoh ibu mampu membuat pembaca menimbulkan kesan

yang lebih konkret. Fungsi gaya bahasa perumpamaan pada kalimat

tersebut adalah mengkonkretkan penggambaran fisik tokoh ibu

yang sakit dan makin lama makin kurus.

Page 138: GAYA BAHASA PERBANDINGAN DALAM KUMPULAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31986/3/IHDA... · bahasa perbandingan tersebut terhadap pembelajaran bahasa dan sastra

151

2.25. “Ayahku orang baik dan ia bilang ibuku orang baik, tetapi kadang

mereka ribut juga—biasanya ibu memulai: kenapa kau tidak menelepon?

Kenapa makan pagimu tadi seperti anak cacingan?” (C8, h. 80)

Pada data di atas, pengarang menggunakan perumpamaan seperti

anak cacingan karena pengarang berusaha menyamakan cara makan

tokoh ayah dengan anak cacingan. Makna gaya perumpamaan di atas

bermaksud menggambarkan cara makan yang dilakukan tokoh ayah

yang seperti orang bermalas-malasan dan tidak berselera. Namun dibalik

makna di atas, pengarang sebenarnya ingin memperlihatkan watak tokoh

ibu yang sesungguhnya. Ia tidak hanya cerewet terhadap anaknya tetapi

juga kepada suaminya. Gaya perumpamaan di atas berfungsi

menghidupkan penggambaran watak tokoh ibu yang cerewet.

2.26. “Di sana aku merasa seperti berada di dalam kepungan kuku-kuku

hantu.” (C8, h. 81)

Gaya bahasa di atas juga termasuk perumpamaan. Pada data

tersebut pengarang menyamakan sebuah rumah dengan sebuah tempat

yang menjadi kepungan kuku-kuku hantu. Perumpamaan di atas

bermaksud menyiratkan tentang sebuah tempat yang dianggap memiliki

aura mistis. Dengan perumpamaan di atas, pengarang menghadirkan

imaji suasana angker dan menyeramkan yang diwakili oleh sebuah

tempat yang menjadi kepungan kuku hantu. Penggunaan gaya bahasa

perumpamaan pada data tersebut berfungsi mengkonkretkan

penggambaran suasana angker dan menyeramkan sehingga terasa

lebih nyata bagi pembaca.

2.27. “Ayahku hampir setinggi ambang pintu dan kini ia tampak seperti

perempuan raksasa.” (C8, h. 82)

Kata “setinggi” pada perumpamaan di atas digunakan pengarang

untuk menyamakan postur tubuh tokoh ayah dengan tinggi ambang pintu

dan kata “seperti” digunakan untuk menyamakan penampilan tokoh ayah

dengan perempuan raksasa. Makna perumpamaan di atas menyiratkan

tentang kebingungan seorang anak ketika melihat ayahnya berubah

Page 139: GAYA BAHASA PERBANDINGAN DALAM KUMPULAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31986/3/IHDA... · bahasa perbandingan tersebut terhadap pembelajaran bahasa dan sastra

152

menjadi perempuan. Melalui penggambaran ini, terasa ada sebuah ironi

yang ditampilkan pengarang bahwa seorang anak seringkali menjadi

korban dari setiap keputusan yang diambil orangtua. Dalam hal ini,

tokoh ayah yang memilih berubah menjadi perempuan membuat Seto

bingung harus memanggil apa kepada ayahnya yang secara fisik berubah

total. Adapun penggunaan gaya bahasa perumpamaan di atas

berfungsi mengkonkretkan penggambaran fisik tokoh ayah yang

disamakan dengan perempuan raksasa.

2.28. “Kaca depan jendela penuh debu, juga meja plastik di teras dan daun-

daun tanaman dalam pot, dan istriku sedang tiduran di ruang tamu ketika

aku masuk rumah—ia tampak seperti sudah berumur 38 atau 39 tahun

meskipun sesungguhnya belum 34 tahun.” (C8, h. 88)

Gaya bahasa di atas termasuk ke dalam gaya bahasa perumpamaan

yang menyamakan usia tokoh istri yang baru 34 namun seperti berumur

38 atau 39 tahun. Gaya bahasa di atas bermaksud menyiratkan tentang

wajah seorang istri yang sedang hamil namun tampak lebih tua dari usia

yang sebenarnya karena efek remang cahaya sore yang memantul ke

wajahnya. Dengan gaya bahasa perumpamaan di atas, pembaca dapat

mengimajinasikan dengan lebih konkret penggambaran tokoh istri

melalui pemanfaatan citraan visual. Penggunaan gaya bahasa

perumpamaan pada kalimat tersebut berfungsi mengkonkretkan

penggambaran fisik tokoh istri yang terlihat lebih tua dari umur

yang sebenarnya.

2.29. “Seperti wabah, kata bab tiga, keberhasilan adalah sesuatu yang

menular. Begitu juga pikiran gelap dan kemurungan.” (C9, h. 89)

Perumpamaan pada data di atas menggunakan kata “seperti” yang

menunjukkan bahwa keberhasilan disamakan seperti wabah. Lebih dari

itu, makna perumpamaan di atas menyiratkan bahwa kata atau kalimat

motivasi yang menggebu-gebu seringkali dijadikan para motivator agar

pembacanya terdorong untuk menjalani hidup dengan lebih semangat

dan dengan gairah yang tak pernah padam. Melalui penggambaran ini

Page 140: GAYA BAHASA PERBANDINGAN DALAM KUMPULAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31986/3/IHDA... · bahasa perbandingan tersebut terhadap pembelajaran bahasa dan sastra

153

pengarang terkesan menyindir fenomena tersebut. Penggunaan gaya

bahasa perumpamaan pada data di atas masih memiliki keterkaitan

dengan data sebelumnya yakni mengkonkretkan penggambaran

batin tokoh Aku yang terpengaruh dengan ajakan dari buku

motivasi yang ia baca.

2.30. “Buku semacam itu benar-benar seperti kaus lapuk yang akan membuat

pikiranmu adem.” (C9, h. 90)

Gaya bahasa di atas merupakan gaya perumpamaan yang

menyamakan buku motivasi dengan kaus lapuk. Kutipan di atas

menggambarkan batin tokoh Aku yang merasakan ketenteraman setelah

membaca buku-buku motivasi yang berisi tentang keberhasilan orang-

orang sukses. Makna perumpamaan yang terkandung pada kutipan di

atas melukiskan bahwa pesan atau ajaran dalam buku motivasi seringkali

memikat pembacanya dengan kata-kata atau kalimat-kalimatnya yang

menyihir. Melalui penggambaran ini, pengarang seolah ingin

menunjukkan bahwa dalam kenyataannya kata-kata atau kalimat

motivasi hanyalah sebuah ilusi. Ia tidak bisa menjanjikan atau mengubah

kondisi seseorang menjadi lebih baik sehingga terkesan ada sebuah ironi

yang ingin disampaikan pengarang. Dapat disimpulkan bahwa gaya

bahasa perumpamaan pada data tersebut berfungsi

mengkonkretkan penggambaran perasaan tokoh Aku yang menjadi

lebih tentram setelah membaca buku motivasi.

2.31. “Aku terus menunduk. Tetapi wajahnya, dengan sebelah mata mengatup,

seperti ada di lantai teras.” (C9, h. 94)

Penggunaan gaya perumpamaan di atas mengumpamakan

bayangan wajah tokoh lelaki dengan sebelah mata mengatup seperti

berada di lantai teras. Melalui perumpamaan ini pengarang sebenarnya

ingin menyindir perilaku orang-orang yang mudah sekali menilai orang

lain hanya dari penampilan luarnya saja, padahal penampilan luar tidak

menentukan kebaikan atau keburukan sifat atau perilaku seseorang. Hal

itu ditampilkan tokoh Aku yang takut ketika bertemu dengan tokoh

Page 141: GAYA BAHASA PERBANDINGAN DALAM KUMPULAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31986/3/IHDA... · bahasa perbandingan tersebut terhadap pembelajaran bahasa dan sastra

154

lelaki dengan sebelah mata mengatup padahal ketakutan tersebut berasal

dari pikirannya sendiri yang kerap berpikir negatif kepada orang lain.

Fungsi gaya bahasa perumpamaan di atas adalah mengkonkretkan

karakter tokoh dalam cerita.

2.32. “Aku merasa sudah menghindar. Mata kanannya seperti mengapung di

mana-mana.” (C9, h. 95)

Gaya bahasa di atas juga termasuk perumpamaan. Tokoh Aku

menyamakan mata kanan si lelaki dengan sebelah mengatup seperti

mengapung di mana-mana. Makna pada kutipan di atas juga masih

berhubungan dengan data sebelumnya. Di mana ketakutan yang

dirasakan tokoh Aku itu timbul akibat gelapnya pikiran tokoh Aku

terhadap si lelaki dengan sebelah mata mengatup sehingga semakin

membuat hatinya gelisah. Melalui pemanfaatn citraan visual dan

perasaan, pembaca dapat membayangkan dengan jelas bagaimana

ketakutan dan ekspresi tokoh Aku ketika berusaha menghindar dari

tatapan lelaki itu. Dapat dilihat bahwa fungsi gaya bahasa

perumpamaan di atas adalah mengkonkretkan penggambaran

perasaan tokoh Aku yang ketakutan dan gelisah ketika dibayang-

bayangi wajah tokoh lelaki dengan sebelah mata mengatup.

2.33. “Aku tak bisa menjawab. Mata kanannya seperti terus melekat di

pelupukku.” (C9, h. 95)

Gaya bahasa di atas juga termasuk gaya perumpamaan yang

membandingkan mata kanan tokoh lelaki dengan sebelah mata mengatup

seperti terus melekat di pelupuk tokoh Aku. Makna kutipan di atas juga

masih memiliki keterkaitan dengan data sebelumnya. Pengarang melalui

gaya perumpamaan di atas juga menggambarkan perasaan tokoh Aku

yang terus dihantui rasa takut hingga ia sendiri tidak mampu menjawab

pertanyaan yang dilontarkan istrinya. Melalui pemanfaatan citraan

visual, pembaca dapat merasakan dengan lebih konkret bagaimana

perasaan tokoh Aku yang saat itu benar-benar ketakutan dengan tokoh

lelaki dengan sebelah mata mengatup. Gaya bahasa perumpamaan

Page 142: GAYA BAHASA PERBANDINGAN DALAM KUMPULAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31986/3/IHDA... · bahasa perbandingan tersebut terhadap pembelajaran bahasa dan sastra

155

pada data di atas juga berfungsi mengkonkretkan penggambaran

perasaan tokoh Aku yang ketakutan.

2.34. “Ia dan orang itu seperti bayangan masing-masing di cermin—yang satu

mata kiri, yang satu mata kanan.” (C9, h. 95)

Pada data di atas, pengarang menggunakan perumpamaan seperti

bayangan masing-masing cermin karena pengarang berusaha

menyamakan anak tokoh Aku dengan lelaki dengan sebelah mata

mengatup. Gaya perumpamaan di atas bermaksud menyiratkan

gambaran batin seseorang yang benci sekaligus marah karena merasa

telah dikhianati. Jika dilihat, makna gaya perumpamaan tersebut masih

berkaitan dengan data sebelumnya. Efek bacaan membuat tokoh Aku

seringkali terpengaruh bahkan menghubung-hubungkan anaknya yang

lahir dengan sebelah mata mengatup dengan tokoh lelaki dengan sebelah

mata mengatup yang telah mengusap dan mencium perut istrinya.

Fungsi gaya perumpamaan di atas juga mengkonretkan gambaran

batin tokoh Aku yang benci dan marah karena merasa telah

dikhianati istrinya.

2.35. “Kecantikan gadis itu bertahan di pelupuk mata Alit hingga bertahun-

tahun kemudian dan Alit yakin bahwa kecantikan seperti halnya bakat,

adalah anugerah Tuhan.” (C10, h. 98)

Gaya perumpamaan pada data di atas menyamakan kecantikan

dengan bakat. Kutipan di atas bermaksud menyiratkan tentang seseorang

yang terus menyimpan rasa kagumnya terhadap gadis pujaannya

bertahun-tahun lamanya hingga setiap kali bertemu, ia tetap merasa

kikuk di hadapan gadis itu. Dengan gaya perumpamaan ini pengarang

juga menggambarkan bagaimana perasaan tokoh Alit yang sedang jatuh

cinta sehingga penggambaran tersebut terasa lebih hidup. Gaya

perumpamaan pada data di atas adalah menghidupkan

penggambaran perasaan tokoh Alit yang sedang jatuh cinta.

Page 143: GAYA BAHASA PERBANDINGAN DALAM KUMPULAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31986/3/IHDA... · bahasa perbandingan tersebut terhadap pembelajaran bahasa dan sastra

156

2.36. “Selama pertunjukkan, yang berlangsung satu jam namun terasa seperti

bertahun-tahun, para prajurit terus memasang tampang kaku seperti

ketika mereka sedang berbaris.” (C10, h. 99)

Gaya bahasa di atas merupakan gaya perumpamaan yang

menyamakan waktu satu jam seperti bertahun-tahun dan tampang kaku

para prajurit disamakan seperti sedang berbaris. Makna kutipan di atas

menyiratkan sebuah ironi di mana seorang pesulap yang berusaha

mempertontonkan atraksi terbaiknya tetapi justru penampilannya tidak

menghibur sama sekali di hadapan penonton. Lebih dari itu, pengarang

melalui gaya perumpamaan di atas juga menggambarkan perasaan tokoh

Alit yang malu dan kecewa karena trik sulapnya tidak menghibur sama

sekali. Hal itulah yang menimbulkan rasa miris bagi pembaca. Melalui

citraan visual dan perasaan, pembaca pun dapat membayangkan dengan

jelas bagaimana perasaan tokoh Alit dengan perumapaan ini. Gaya

bahasa perumpamaan pada data di atas terutama berfungsi

mengkonkretkan penggambaran latar waktu. Selain latar waktu,

perumpamaan di atas juga mengkonkretkan penggambaran

perasaan tokoh Alit yang malu dan kecewa karena atraksi sulapnya

tidak menarik bagi penonton.

2.37. “Lelaki itu menatap anak muda di depannya, seperti memeriksa susunan

tulang belulang rangkanya.” (C10, h. 99)

Pada perumpamaan di atas, pengarang membuat perbandingan

tatapan tokoh pawang hujan seperti sedang memeriksa susunan tulang

belulang rangka manusia. Kutipan di atas bermaksud mengungkapkan

tentang reaksi seorang guru ketika pertama kali bertemu dengan calon

muridnya. Fungsi perumpamaan di atas adalah mengkonkretkan

penggambaran karakter tokoh pawang hujan yang mengamati

penampilan Alit saat pertemuan pertama mereka. Dengan

mengaktifkan citraan visual, pembaca dapat mengimajinasikan dengan

jelas penggambaran karakter tokoh pawang hujan dengan perumpamaan

yang dipilih pengarang ini.

Page 144: GAYA BAHASA PERBANDINGAN DALAM KUMPULAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31986/3/IHDA... · bahasa perbandingan tersebut terhadap pembelajaran bahasa dan sastra

157

2.38. “Alit percaya pada kata-katanya: ia pawang sakti dan, kau tahu,

tampangnya seperti setan.” (C10, h. 100)

Kata “seperti” pada perumpamaan di atas digunakan pengarang

untuk menyamakan tampang tokoh guru Alit dengan setan.

Perumpamaan pada data di atas melukiskan tentang tampang seseorang

yang terlihat sangat menyeramkan. Perumpamaan di atas merupakan

lukisan penggambaran wajah tokoh pawang hujan yang dianggap tokoh

Alit seperti setan. Penggambaran yang dipilih pengarang ini terasa ada

kesan ejekan yang sengaja dilekatkan pada tokoh pawang hujan. Dengan

memanfaatkan citraan visual, pengarang berusaha

mengkonkretkan penggambaran fisik tokoh pawang hujan dengan

kata “seperti setan” sehingga efek bagi pembaca menjadi lebih jelas.

2.39. “Ia akan membuat awan-awan saling cakar seperti anak-anak kucing

atau melengok selucu banci.” (C10, h. 100)

Pada data di atas, pengarang menggunakan perumpamaan seperti

anak-anak kucing dan selucu banci karena pengarang berusaha

menyamakan pertunjukan awan-dengan anak-anak kucing yang saling

cakar atau mampu melengok selucu banci. Makna gaya perumpamaan di

atas menyiratkan tentang imajinasi seseorang yang ingin melakukan

sebuah pertunjukan luar ruang ketika kelak ia menjadi pawang hujan

sakti. Gaya perumpamaan ini juga berfungsi menghidupkan latar

suasana yang akan terjadi jika kelak pertunjukan luar ruang itu

memang benar-benar bisa dikendalikan oleh tokoh Alit sehingga

terasa bagi pembaca kesan yang lebih hidup. Melalui pemanfaatan

citraan visual, penggambaran tersebut juga mampu menumbuhkan

imajinasi pembaca.

2.40. “Kau tahu, mereka seperti kaum usiran yang kembali untuk merayakan

kematian orang yang selama hidup telah mencampakkan mereka.” (C10,

h. 101)

Gaya bahasa di atas juga termasuk perumpamaan. Pada data

tersebut pengarang menyamakan kumpulan awan dengan kaum usiran.

Page 145: GAYA BAHASA PERBANDINGAN DALAM KUMPULAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31986/3/IHDA... · bahasa perbandingan tersebut terhadap pembelajaran bahasa dan sastra

158

Gaya perumpamaan di atas bermaksud menyiratkan sebuah ironi yang

ditampilkan pengarang lewat tokoh pawang hujan. Di mana hujan

merupakan karunia Tuhan yang diturunkan sebagai bentuk kasih

sayangnya kepada alam termasuk manusia, namun dalam hal ini

pengarang sesungguhnya ingin menyampaikan bahwa pawang hujan

digambarkan sebagai simbol perlawanan terhadap takdir Tuhan.

Menolak hujan berarti melawan takdir Tuhan dan itu sama halnya

dengan mengkufurkan nikmat Tuhan. Adapun dari perumpamaan di atas,

pengarang sebenarnya ingin menggambarkan suasana ketika proses

pemakaman pawang hujan yang diiringi kerumunan awan yang akan

menjadi hujan. Penggambaran suasana dengan perumpamaan tersebut

menjadi lebih hidup dan terasa lebih nyata bagi pembaca. Fungsi gaya

bahasa perumpamaan pada kutipan tersebut adalah menghidupkan

latar suasana dalam cerita.

2.41. “Alit sudah hampir 32 saat itu dan pada hari Sabtu sore ia melihat si

gadis, usianya sudah hampir 21, tampak seperti bidadari yang dijatuhi

kutukan.” (C10, h. 101-102)

Gaya perumpamaan di atas menyamakan tokoh gadis yang telah

menginjak dewasa dengan bidadari yang dijatuhi kutukan. Makna

kutipan tersebut melukiskan tentang seorang gadis yang telah beranjak

dewasa namun ironis ia lebih memilih duda tua untuk dijadikan

suaminya sehingga terkesan ada sebuah olok-olok atau ejekan yang ingin

disampaikan pengarang. Gaya perumpamaan pada kalimat di atas

berfungsi mengkonkretkan penggambaran tokoh gadis kusam yang

bernasib malang.

2.42. “Pada saat penguinnya menyelam, lelaki itu tetap menampilkan paras

muka seperti orang yang sedang makan.” (C11, h. 111)

Pada perumpamaan di atas paras lelaki yang sedang melakukan

atraksi penguin disamakan dengan orang yang sedang makan. Gaya

bahasa tersebut melukiskan tentang seseorang yang begitu menikmati

atraksi mesumnya di tempat makan yang menyediakan dangau-dangau

Page 146: GAYA BAHASA PERBANDINGAN DALAM KUMPULAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31986/3/IHDA... · bahasa perbandingan tersebut terhadap pembelajaran bahasa dan sastra

159

untuk para pengunjung. Metafor ini terkesan menyindir perilaku orang-

orang yang tidak punya malu ketika berbuat sesuatu yang melanggar

norma di masyarakat. Ironisnya hal itulah yang ditampilkan pengarang

lewat tokoh lelaki yang juga seorang pegawai negeri. Ia digambarkan

melakukan atraksi mesum dengan beberapa perempuan yang bukan

istrinya di tempat umum sehingga terasa ada sebuah sindiran halus yang

diselipkan pengarang dari penggambaran tersebut. Fungsi gaya bahasa

perumpamaan pada data tersebut adalah mengkonkretkan

penggambaran paras tokoh lelaki yang terlihat begitu menikmati

atraksi mesumnya.

2.43. “Apa sebenarnya salah saya?” tanyanya, seperti bayi baru lahir yang

dikutuk oleh nasib buruk pada hari pertama ia dilahirkan, seperti orang

suci yang dihukum karena mengajarkan kebenaran.” (C11, h. 112)

Pada perumpamaan di atas, pengarang menggunakan perbandingan

sebuah pertanyaan dengan bayi baru lahir yang dikutuk oleh nasib buruk

pada hari pertama ia dilahirkan, dan orang suci yang dihukum karena

mengajarkan kebenaran. Kutipan di atas menyiratkan tentang seseorang

yang hanya bisa meratapi nasib buruknya ketika perbuatan tak pantasnya

diketahui banyak orang. Melalui perumpamaan di atas, pengarang

berusaha mengkonkretkan penggambaran perasaan tokoh lelaki yang

hanya bisa meratapi nasib buruknya ketika atraksi penguinnya jadi bahan

tontonan di muka umum. Fungsi gaya bahasa perumpamaan pada

kutipan di atas adalah mengkonkretkan penggambaran perasaan

tokoh dalam cerita.

2.44. “Istriku terus mencaci. Aku seperti tenggelam dalam pusaran yang keruh

dan membuatku sulit bernapas.” (C11, h. 113)

Pada data di atas, pengarang menggunakan perumpamaan seperti

tenggelam dalam pusaran yang keruh dan membuatku sulit bernapas

karena pengarang berusaha menyamakan tokoh Aku seperti jatuh ke

dalam penderitaan yang bertubi-tubi. Kutipan di atas menyiratkan

tentang kondisi seorang suami yang sudah tidak berdaya ketika istrinya

Page 147: GAYA BAHASA PERBANDINGAN DALAM KUMPULAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31986/3/IHDA... · bahasa perbandingan tersebut terhadap pembelajaran bahasa dan sastra

160

terus-menerus mencacinya. Melalui perumpamaan tersebut pengarang

menggambarkan ketidakberdyaan tokoh Aku atas perlakuan istrinya

yang seringkali menyakiti hatinya. Gaya perumpamaan ini berfungsi

mengkonkretkan penggambaran batin tokoh Aku begitu menderita

sehingga jika pembaca mengaktifkan citraan perasaan maka

pembaca akan merasa kesan yang lebih konkret terhadap

penderitaan yang dialami tokoh Aku.

2.45. “Sudah saatnya aku memikirkan ketenteraman seperti resi-resi zaman

dulu, menghabiskan air mata di tempat sunyi.” (C11, h. 116)

Pada perumpamaan di atas ketenteraman yang diinginkan tokoh

Aku disamakan seperti resi-resi zaman dulu. Perumpamaan di atas

bermaksud menyiratkan tentang seseorang yang sudah menyerah dengan

masalah yang membelenggu dirinya. Melalui perumpamaan tersebut

pengarang juga menggambarkan kondisi batin tokoh Aku yang ingin

terbebas dari semua masalah yang selama ini telah merenggut

kebahagiannya. Hal tersebut merupakan bentuk perlawanan tokoh Aku

yang digambarkan selama ini hanya bisa menerima dan pasrah dengan

penderitaan yang dialaminya. Fungsi gaya bahasa perumpamaan di

atas adalah mengkonkretkan penggambaran batin tokoh dalam

cerita.

2.46. “Mungkin aku tertidur 300 tahun seperti orang-orang dari cerita lama.”

(C11, h. 116)

Kata “seperti” pada perumpamaan di atas digunakan pengarang

untuk melukiskan tokoh Aku yang tertidur di gua selama 300 tahun. Hal

itu disamakan dengan orang-orang dari cerita lama. Makna kutipan di

atas bermaksud menyiratkan tentang seseorang yang ingin mencari

ketenangan di dalam gua namun sesuatu yang aneh terjadi setelah ia

bangun dari tidurnya. Melalui perumpamaan ini pengarang juga

menggambaran batin tokoh Aku yang keget karena tiba-tiba segala

sesuatunya berubah setelah ia bangun dari tidur panjangnya sehingga

terasa oleh pembaca kesan yang lebih hidup dari peristiwa yang dialami

Page 148: GAYA BAHASA PERBANDINGAN DALAM KUMPULAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31986/3/IHDA... · bahasa perbandingan tersebut terhadap pembelajaran bahasa dan sastra

161

tokoh Aku. Fungsi bahasa perumpamaan pada kalimat di atas

berfungsi mengkonkretkan penggambaran batin tokoh dalam

cerita.

2.47. “Nenekku batuk-batuk dan bertingkah seperti orang ngidam; ia minta

dibelikan mangga matang pohon.” (C12, h. 118)

Perumpamaan pada data di atas menggunakan kata “seperti” yang

menunjukkan bahwa tingkah tokoh nenek disamakan dengan orang

ngidam. Makna kutipan di atas menyiratkan tentang seseorang yang

bersikap lebih manja dari biasanya ketika sedang sakit. Penggambaran

tokoh nenek dengan pengibaratan tersebut terkesan lucu karena biasanya

ngidam itu melekat dengan perempuan yang hamil muda. Dengan

memanfaatkan citraan visual pembaca pun dapat mengimajinasikan

dengan jelas bagaimana tingkah tokoh nenek yang saat itu yang seperti

orang ngidam. Fungsi gaya bahasa perumpamaan pada tersebut

adalah mengkonkretkan penggambaran karakter tokoh nenek yang

manja.

2.48. “Aku benci nama kampungnya; ia seperti memberi perasaan tidak enak

yang aku sendiri susah menjelaskannya.” (C12, h. 118)

Gaya bahasa di atas juga termasuk gaya perumpamaan yang

membandingkan nama sebuah kampung seperti memberi perasaan tidak

enak. Kutipan di atas bermaksud menyiratkan tentang kebencian

seseorang yang tiba-tiba muncul tanpa alasan yang jelas. Perumpamaan

ini juga berfungsi mengkonkretkan penggambaran batin tokoh Aku

yang merasa bingung dengan perasaannya sendiri. Ia benci ketika

mendengar nama kampung tempat tinggal Seto, padahal ia belum pernah

mengunjungi kampung itu. Penggambaran tersebut terasa lebih mengena

bagi pembaca dan pembaca pun akan memperoleh kesan lebih konkret

mengenai gambaran batin tokoh Seto melalui gaya perumpamaan di atas.

2.49. “Ia menyambutku seperti orang yang hidup lagi sehabis mati dan kami

bercakap-cakap hingga dini hari. Ia tampak seperti orang mengigau.”

(C12, h. 122)

Page 149: GAYA BAHASA PERBANDINGAN DALAM KUMPULAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31986/3/IHDA... · bahasa perbandingan tersebut terhadap pembelajaran bahasa dan sastra

162

Pada perumpamaan di atas, tokoh Aku menyamakan temannya

seperti orang yang hidup lagi sehabis mati dan seperti orang mengigau.

Makna gaya perumpamaan di atas melukiskan seseorang yang bertindak

aneh dan tidak wajar ketika bertemu dengan teman lamanya. Melalui

gaya perumpamaan tersebut, pengarang juga menggambarkan batin

tokoh Aku yang merasa aneh dengan tingkah tokoh Kadal yang tidak

seperti biasanya. Penggunaan gaya bahasa perumpamaan pada

kutipan di atas berfungsi mengkonkretkan penggambaran batin

tokoh dalam cerita.

2.50. “Sebuah klise, kau tahu, tetapi terdengar seperti nyanyian top hit di

telinganya.” (C13, h. 131)

Data di atas termasuk gaya bahasa perumpamaan. Pengarang

menyamakan sebuah klise yang terdengar seperti nyanyian top hit.

Makna perumpamaan di atas menyiratkan tentang seseorang yang sudah

muak terhadap tingkah maupun ucapan yang keluar dari mulut seorang

pengkhianat. Dari perumpamaan tersebut, pengarang terkesan

menggambarkan batin tokoh Aku yang sudah muak terhadap permintaan

maaf dari istri yang telah berkali-kali mengkhianatinya. Penggunaan

gaya bahasa perumpamaan pada kutipan tersebut berfungsi

mengkonkretkan penggambaran batin tokoh dalam cerita.

2.51. “Di waktu-waktu lain, ia menciptakan adegan setampan kartu pos.”

(C13, h. 132)

Pada perumpamaan di atas pengarang menyamakan sebuah adegan

setampan kartu pos. Data di atas bermaksud menyiratkan tentang tokoh

Aku yang berusaha menumbuhkan rasa cinta di dalam hatinya dengan

membayangkan sejumlah melodrama setelah pengkhianatan pertama

yang dilakukan oleh istrinya. Melalui perumpamaan ini pengarang

berusaha menggambarkan bagaimana perasaan tokoh Aku yang

sebenarnya sakit hati namun ia berpura-pura tegar dan terus meyakinkan

dirinya bahwa hanya dialah sebaik-baik tempat pulang bagi istrinya.

Penggambaran yang terkesan ironis ini dipilih pengarang untuk

Page 150: GAYA BAHASA PERBANDINGAN DALAM KUMPULAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31986/3/IHDA... · bahasa perbandingan tersebut terhadap pembelajaran bahasa dan sastra

163

mengkonretkan penggambaran karakter tokoh Aku yang lemah dan

tidak bisa menerima kenyataan yang sebenarnya.

2.52. “Hati yang seperti lempung tak pernah mampu menyangga kepala agar

tetap mendongak.” (C13, h. 136)

Pengarang menggunakan gaya perumpamaan di atas untuk

menyamakan hati dengan lempung. Makna kutipan di atas masih

memiliki keterkaitan dengan data sebelumnya, di mana pengarang

berusaha menggambarkan karakter tokoh Aku yang lemah dan tidak

tegas dalam bersikap. Melalui perumpamaan ini pula pengarang terkesan

menyindir karakter tokoh Aku sebagai suami yang tidak memiliki

prinsip. Dengan tangan terbuka, tokoh Aku yang berkali-kali dikhianati

itu tetap menerima kepulangan si pengkhianat. Penggambaran yang

dipilih pengarang tersebut terasa lebih konkret dan mengena bagi

pembaca. Fungsi gaya bahasa perumpamaan pada data tersebut

adalah mengkonkretkan penggambaran karakter tokoh dalam

cerita.

2.53. “Mereka hidup seperti itu selamanya, sampai lelaki itu mati pada usia

lima puluh dua, tetapi kelihatan sudah sangat renta dan seperti orang

yang mati pada usia enam puluh sembilan.” (C13, h. 136)

Gaya bahasa di atas juga termasuk perumpamaan yang

menyamakan tokoh lelaki yang terlihat sangat renta dan mati pada usia

lima puluh dua namun disamakan dengan orang yang mati pada usia

enam puluh sembilan. Makna gaya perumpamaan di atas menyiratkan

tentang seseorang yang mati dalam usia yang relatif tua namun kondisi

tubuhnya terlihat sudah sangat renta. Melalui perumpamaan di atas,

pengarang berusaha menggambarkan kondisi fisik tokoh Aku yang

kelihatan sudah sangat renta dari umur yang sebenarnya. Penggunaan

gaya bahasa perumpamaan pada data tersebut berfungsi

mengkonkretkan penggambaran fisik tokoh dalam cerita.

2.54. “Semuanya ranum dan “pas susunya” seperti bunyi sebuah iklan.” (C14,

h. 140)

Page 151: GAYA BAHASA PERBANDINGAN DALAM KUMPULAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31986/3/IHDA... · bahasa perbandingan tersebut terhadap pembelajaran bahasa dan sastra

164

Pada kalimat di atas, pengarang menggunakan perumpamaan

seperti bunyi sebuah iklan karena pengarang berusaha menggambarkan

bunyi “pas susunya” dengan bunyi sebuah iklan. Jika dilihat, makna

perumpamaan di atas masih memiliki keterkaitan dengan data

sebelumnya yakni menyiratkan tentang kematangan usia gadis-gadis

pelacur yang dipasarkan tokoh Ambar. Melalui penggambaran ini,

pengarang sebenarnya ingin melukiskan karakter tokoh Ambar sebagai

germo belia yang cerdas dan mampu memasarkan gadis-gadis belia yang

cantik. Penggambaran yang dipilih pengarang ini terasa lebih hidup dan

mampu membangkitkan imajinasi pembaca. Fungsi gaya bahasa

perumpamaan pada data tersebut adalah menghidupkan

penggambaran karakter tokoh dalam cerita.

2.55. “Si polisi, dengan kepekaannya pada detail, menerima kartu wartawan

yang disodorkan dan membolak-baliknya beberapa kali seperti sedang

menggangsir sebuah rahasia yang disembunyikan.” (C14, h. 141)

Gaya perumpamaan di atas menyamakan tingkah tokoh polisi

dengan orang yang sedang menggangsir sebuah rahasia yang

disembunyikan. Melalui perumpamaan di atas, pengarang

menggambarkan karakter tokoh polisi yang teliti dan penuh kehati-hatian

ketika mengamati sebuah benda, dalam hal ini memeriksa kartu seorang

wartawan. Dengan mengaktifkan citraan visual, gaya perumpamaan di

atas membuat pembaca dapat membayangkan dengan jelas bagaimana

tokoh polisi melakukan tugasnya sehingga penggambaran tersebut terasa

lebih konkret bagi pembaca. Penggunaan gaya bahasa perumpamaan

pada kalimat tersebut berfungsi mengkonkretkan penggambaran

karakter tokoh dalam cerita.

2.56. “Dunia yang sempit, kau tahu, hanya akan membawa seorang berkisar di

antara orang-orang yang itu-itu juga. Dan itu membuat kehidupan

kadang terasa sebagai sebuah telenovela, dengan persoalan yang silang

susup di situ-situ juga, atau seperti film India.” (C14, h. 143)

Page 152: GAYA BAHASA PERBANDINGAN DALAM KUMPULAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31986/3/IHDA... · bahasa perbandingan tersebut terhadap pembelajaran bahasa dan sastra

165

Pada perumpamaan di atas, dunia yang sempit disamakan seperti

sebuah telenovela atau film India. Kutipan di atas bermaksud

menyiratkan bahwa persoalan hidup yang hanya bergerak disitu-situ juga

dan dengan orang yang itu-itu juga membuat hidup terasa sempit dan

membosankan. Fungsi gaya bahasa perumpamaan pada kalimat di

atas sebenarnya adalah mengkonkretkan penggambaran perasaan

tokoh Alit yang kangen dan tidak menyangka bahwa ia bisa melihat

Ambar, adik satu-satunya di stasiun televisi setelah bertahun-tahun

berpisah. Penggambaran yang dipilih pengarang tersebut terasa lebih

konkret dan memiliki daya pikat yang lebih menarik lagi bagi pembaca.

2.57. “Sampai mereka berpisah, Alit masih melihat bekas luka di bawah

rambut tipis adiknya karena pukulan centong nasi, seperti bekas luka di

kepala Sangkuriang.” (C14, h. 143)

Pada perumpamaan di atas, pengarang membuat perbandingan

bekas luka di kepala tokoh Ambar dengan bekas luka di kepalanya

Sangkuriang. Perumpamaan di atas menyiratkan tentang bekas luka di

pelipis tokoh Ambarwati akibat pukulan centong nasi yang dilakukan

Seto dulu sebelum mereka berpisah. Melalui gaya perumpamaan ini,

pengarang terkesan menggambarkan fisik tokoh Ambar yang memiliki

bekas luka di pelipis. Dengan mengaktifkan citraan visual, pembaca

akan memperoleh kesan yang lebih kongkret lagi. Gaya bahasa

perumpamaan pada kalimat tersebut berfungsi mengkonkretkan

penggambaran fisik tokoh yang memiliki bekas luka di pelipis.

2.58. “Punggungnya merosot di sandaran kursi dan ia seperti sudah duduk di

sana beberapa waktu sebelum wahyu pertama diturunkan.” (C15, h. 151)

Kalimat di atas dikategorikan sebagai gaya bahasa perumpamaan

karena terdapat kata pembanding seperti, sebab membandingkan dua hal

secara langsung yaitu posisi punggung yang merosot di sandaran kursi

seperti sudah duduk di sana beberapa waktu sebelum wahyu pertama

diturunkan. Dalam penggambaran ini, pengarang terkesan ingin

menggambarkan posisi punggung yang merosot di sandaran kursi

Page 153: GAYA BAHASA PERBANDINGAN DALAM KUMPULAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31986/3/IHDA... · bahasa perbandingan tersebut terhadap pembelajaran bahasa dan sastra

166

menandakan bahwa seseorang telah duduk dalam waktu yang lama.

Adapun gaya perumpamaan yang digunakan pengarang ini

berfungsi mengkonkretkan penggambaran karakter tokoh ayah

yang tetap setia menunggu kedatangan anaknya yang pergi

meninggalkan rumah dan sepucuk surat untuknya. Perumpamaan

yang digunakan pengarang ini memberikan kesan yang lebih hidup

daripada hanya dilukiskan dengan kalimat biasa.

2.59. “Di kampung baru mereka, anak-anak tetangga tumbuh seperti kutu:

kecil-kecil dan jumlahnya banyak sekali. […] Lima masih sebesar kutu

dan tiga sudah menjadi kucing liar.” (C15, h. 154)

Kutu merupakan serangga parasit tidak bersayap yang mengisap

darah binatang atau manusia namun pada gaya perumpamaan di atas

anak-anak masih kecil dan tumbuh dalam jumlah yang banyak

disamakan oleh pengarang seperti kutu. Jika dilihat, makna kutipan di

atas masih memiliki keterkaitan dengan data sebelumnya. Di mana

sebenarnya pengarang ingin menggambarkan potret sosial kehidupan

orang-orang kampung yang miskin, berpendidikan rendah, menikah pada

usia muda, bahkan memiliki banyak anak yang jarak antara satu dan

lainnya begitu dekat. Penggambaran tersebut mampu membuat pembaca

memperoleh kesan yang lebih konkret dan pembaca pun dapat

mengimajinasikan dengan jelas bagaimana potret sosial yang

ditampilkan pengarang dengan mengaktifkan citraan visual.

Penggunaan gaya bahasa perumpamaan pada kalimat tersebut

berfungsi mengkonkretkan penggambaran latar sosial dalam cerita.

2.60. “Mayat-mayat itu seperti hujan deras yang jatuh dari langit, tercampak

di selokan, nyelip di sela alang-alang, atau tercabik-cabik di ujung

gang.” (C15, h. 155)

Gaya perumpamaan di atas menyamakan mayat-mayat yang

berjatuhan dengan hujan deras. Melalui perumpamaan di atas pengarang

berusaha menggambarkan suasana saat terjadi peristiwa pemberantasan

misterius. Saat peristiwa itu terjadi, mayat-mayat berserakan di mana-

Page 154: GAYA BAHASA PERBANDINGAN DALAM KUMPULAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31986/3/IHDA... · bahasa perbandingan tersebut terhadap pembelajaran bahasa dan sastra

167

mana. Mereka bergelimpangan di setiap sudut tempat bahkan berjatuhan

seperti hujan deras yang tidak dapat ditahan ataupun dihitung jumlahnya.

Penggambaran tersebut terasa lebih nyata sehingga pembaca pun dapat

mengimajinasikan dengan jelas bagaimana penggambaran suasana saat

peristiwa itu terjadi. Fungsi gaya bahasa perumpamaan pada data

tersebut adalah menghidupkan penggambaran latar suasana ngeri

dan menyeramkan yang muncul akibat banyaknya korban yang

jatuh dalam peristiwa pemberantasan misterius.

2.61. “Malamnya kudengar kabar tentang air laut yang tumpah ke daratan;

sederas ketuban yang pecah dari rahim perempuan.” (C16, h. 162)

Pada gaya perumamaan di atas pengarang menyamakan dua hal

secara eksplisit dengan kata “sederas”. Air laut yang tumpah disamakan

dengan ketuban yang pecah dari rahim perempuan. Makna

perumpamaan tersebut menyiratkan peristiwa gelombang tsunami Aceh

yang begitu dahsyat. Dahsyatnya gelombang air laut saat itu berhasil

menghancurkan tanah Aceh. Penggambaran dengan gaya perumpamaan

di atas mampu membuat pembaca memperoleh kesan lebih konkret

sehingga dapat membayangkan dengan jelas bagaimana derasnya

gelombang air saat peristiwa tsunami Aceh terjadi. Fungsi gaya

perumpamaan pada data tersebut adalah mengkonkretkan

penggambaran latar peristiwa gelombang tsunami Aceh yang begitu

dahsyat.

2.62. “Seperti gabus yang menari-nari di pucuk-pucuk gelombang, ia akhirnya

terseret ke sebuah pantai dan menonjok dagu orang pertama yang

menggendongnya.” (C16, h. 163)

Data di atas dikategorikan sebagai gaya perumpamaan sebab

membandingkan dua hal secara eksplisit yaitu seorang bayi dengan

gabus. Perumpamaan di atas menggambarkan seorang bayi yang terseret

dan terombang-ambing oleh gelombang laut tsunami. Pengarang melalui

penggambaran tersebut terkesan menggambarkan peristiwa tsunami

Aceh yang saat itu menelan banyak korban. Hal itu ditampilkan lewat

Page 155: GAYA BAHASA PERBANDINGAN DALAM KUMPULAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31986/3/IHDA... · bahasa perbandingan tersebut terhadap pembelajaran bahasa dan sastra

168

terombang-ambing dan terseretnya korban dalam arus gelombang

tsunami yang begitu dahsyat. Penggambaran tersebut membuat pembaca

merasakan kesan yang lebih konkret dan dapat mengimajinasikan

peristiwa tersebut dengan lebih jelas sehingga seolah-olah terasa nyata.

Fungsi gaya perumpamaan pada data tersebut juga

mengkonkretkan penggambaran latar peristiwa dalam cerita.

2.63. “Langit gelap, sehingga memang tampak seperti hari Minggu yang tidak

cerah.” (C16, h. 167)

Pada perumpamaan di atas langit mendung pada hari Senin

disamakan seperti hari Minggu yang tidak cerah. Melalui perumpamaan

di atas, pengarang menggambarkan suasana mendung yang saat itu

terjadi pada hari Senin sehingga terasa seperti hari Minggu yang tidak

cerah. Dengan mengaktifkan citraan visual, pembaca dapat

membayangkan dengan jelas bagaimana suasana yang digambarkan

pengarang sehingga mampu membuat pembaca memperoleh kesan yang

lebih nyata. Penggunaan gaya perumpamaan pada data tersebut

berfungsi menghidupkan penggambaran latar suasana dalam cerita.

2.64. “Ibu datang dari barat ketika matahari sudah sangat rendah. Seperti di

film-film yang kau tonton, ia berjalan dengan latar belakang warna

jingga.” (C16, h. 169-170)

Data di atas dikategorikan sebagai gaya perumpamaan sebab

membandingkan dua hal secara eksplisit yaitu kedatangan tokoh ibu

ketika senja dengan adegan sebuah film. Gaya perumpamaan pada data

di atas menyiratkan tentang sebuah rumah yang berada di ujung lorong

buntu yang jalan masuknya dari barat. Adapun sebenarnya pengarang

ingin menggambarkan suasana ketika tokoh ibu dengan keluarganya

memasuki lorong buntu menuju rumah anaknya. Gaya perumpamaan

di atas juga berfungsi mengkonkretkan penggambaran latar

suasana dan waktu yang terjadi saat senja hadir dengan latar

berwarna jingga. Melalui pemanfaatan citraan visual, penggambaran

Page 156: GAYA BAHASA PERBANDINGAN DALAM KUMPULAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31986/3/IHDA... · bahasa perbandingan tersebut terhadap pembelajaran bahasa dan sastra

169

tersebut terasa lebih konkret dan mampu menumbuhkan imajinasi

pembaca.

2.65. “Dan gadis itu, dalam gerak yang seperti melamun, selalu kubawa ke

mana pun aku pergi dan aku menggandeng tangannya ketika kami

melintas di antara teman-teman.” (C17, h. 182)

Pada data di atas pengarang menggunakan perbandingan “seperti”

yang menunjukkan bahwa tingkah tokoh istri disamakan seperti orang

yang melamun. Jika dilihat, makna kutipan di atas masih memiliki

keterkaitan dengan data sebelumnya. Melalui perumpamaan ini,

pengarang terkesan menggambarkan watak tokoh istri yang pendiam

sebelum dipersunting oleh suaminya bahkan ia juga bertingkah seperti

orang yang tidak sadarkan diri. Dengan mengaktifkan citraan visual

pembaca akan memperoleh kesan lebih konkret dari penggambaran

tersebut. Gaya bahasa perumpamaan pada data tersebut berfungsi

mengkonkretkan penggambaran watak tokoh dalam cerita.

2.66. “Ketika anak itu delapan tahun, istriku seperti orang bangun tidur dan ia

tidak melamun lagi; ia berubah menjadi seorang penuduh dan mulai

bicara bukti-bukti.” (C17, h. 183)

Kutipan di atas juga termasuk gaya perumpamaan. Kata “seperti”

digunakan pengarang untuk menyamakan tingkah tokoh istri dengan

orang yang bangun tidur. Makna kutipan di atas juga masih memiliki

keterkaitan dengan data sebelumnya. Gaya perumpamaan di atas yang

dipilih pengarang ini terkesan menggambarkan watak tokoh istri yang

berubah drastis menjadi seorang penuduh dan cerewet setelah anaknya

tumbuh dengan tingkah yang kelaki-lakian. Penggambaran yang dipilih

pengarang di atas terasa lebih konkret bagi pembaca. Fungsi gaya

bahasa perumpamaan pada data tersebut adalah mengkonkretkan

penggambaran watak tokoh dalam cerita.

2.67. “Maksudku, jika ia diam ia akan tampak seperti mahasiswa teladan, jika

ia bergoyang kau akan sepakat bahwa ia sesegar penari di sirkus-sirkus

oriental; ia mampu meliukkan pinggulnya dengan getar yang meringkus

Page 157: GAYA BAHASA PERBANDINGAN DALAM KUMPULAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31986/3/IHDA... · bahasa perbandingan tersebut terhadap pembelajaran bahasa dan sastra

170

nyali para istri setengah baya dan mengundang simpati para suami

setengah buaya.” (C18, h. 187)

Kutipan di atas juga termasuk gaya perumpamaan. Kata “seperti”

digunakan pengarang untuk menyamakan diamnya tokoh penyanyi

dangdut dengan mahasiswa teladan dan kata “sesegar” digunakan

pengarang untuk menyamakan goyangan tokoh penyanyi dangdut

dengan segarnya penari di sirkus-sirkus oriental. Gaya perumpamaan di

atas menggambarkan kecantikan dan kemolekan tubuh tokoh penyanyi

dangdut. Pengarang mengibaratkannya seperti mahasiswa teladan dan

sesegar penari sirkus oriental. Begitu konkret penggambaran tokoh

penyanyi dangdut dengan gaya perumpamaan tersebut sehingga terkesan

ada sebuah paradoks yang berusaha ditampilkan pengarang lewat

penggambaran tokoh di atas. Gaya bahasa perumpamaan pada

tersebut berfungsi mengkonkretkan penggambaran fisik tokoh

dalam cerita.

2.68. “Parasnya menjadi mulus dan ia tampak seperti pangeran yang baru

lepas dari cengkraman sihir.” (C18, h. 193)

Data di atas dikategorikan sebagai gaya perumpamaan sebab

membandingkan dua hal secara eksplisit yaitu paras tokoh lelaki yang

disamakan seperti pangeran yang baru lepas dari cengkraman sihir.

Kutipan di atas menyiratkan tentang seseorang yang baru saja

melakukan operasi bekas cacar di wajahnya. Dalam hal ini, pengarang

berusaha menggambarkan paras tokoh anggota DPR yang menjadi

tampan kembali setelah melakukan operasi bekas cacar di wajahnya.

Penggambaran tersebut terasa lebih konkret dan mengena sehingga

membuat pembaca dapat mengimajinasikan dengan jelas bagaimana

paras si tokoh setelah melakukan operasi bekas cacar dengan

mengaktifkan citraan visual. Fungsi gaya bahasa perumpamaan pada

tersebut adalah mengkonkretkan penggambaran fisik tokoh dalam

cerita.

Page 158: GAYA BAHASA PERBANDINGAN DALAM KUMPULAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31986/3/IHDA... · bahasa perbandingan tersebut terhadap pembelajaran bahasa dan sastra

171

2.69. “Perempuan itu beringsut, merapatkan dirinya, seperti kucing

menggesekkan bulu-bulunya ke kaki majikan.” (C19, h. 195)

Data di atas dikategorikan sebagai gaya perumpamaan sebab

membandingkan dua hal secara eksplisit yaitu tingkah tokoh perempuan

pelacur dengan kucing. Kutipan di atas menyiratkan tentang seorang

perempuan yang dilanda birahi. Pada perumpamaan ini pengarang juga

menggambarkan bagaimana tokoh perempuan pelacur yang sedang

dilanda berahi itu menunjukkan rasa berahinya dengan menggesekkan

tubuhnya ke tubuh tokoh Alit. Gaya perumpamaan di atas juga

berfungsi mengkonkretkan penggambaran tokoh perempuan

pelacur yang sedang dilanda berahi. Dengan memanfaatkan citraan

visual, perumpamaan tersebut mampu menimbulkan imajinasi bagi

pembaca.

2.70. “Angin dari baling-baling ruangan seperti menghembuskan panas yang

menyiksa.” (C19, h. 198)

Pada data di atas angin baling-baling diumpamakan seperti

menghembuskan panas yang menyiksa. Gaya perumpamaan di atas

bermaksud menyiratkan perasaan seseorang yang cemburu dan begitu

tersiksa setelah melihat perempuan yang pernah dikencaninya berkhianat

dengan lelaki lain. Gaya perumpamaan pada kalimat di atas

berfungsi mengkonkretkan penggambaran suasana memanas yang

muncul akibat cemburu buta tokoh Alit terhadap perempuan

pelacur yang mengkhianatinya yang pada akhirnya membuat

dirinya tersiksa. Penggambaran suasana yang ditampilkan pengarang

ini tentunya terasa lebih konkret bagi pembaca sehingga dengan

memanfaatkan citraan perasaan pembaca mampu menumbuhkan

imajinasinya mengenai suasana yang digambarkan tersebut.

2.71. “Dorongan yang saling bertentangan itu membuat kaki-kakinya

mengeras dan hawa dingin terasa menjalar dari kakinya, merambati

tulang belakangnya, dan ia merasakan kaki-kakinya seperti batang besi

yang berkarat, kaku dan ngilu.” (C19, h. 199)

Page 159: GAYA BAHASA PERBANDINGAN DALAM KUMPULAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31986/3/IHDA... · bahasa perbandingan tersebut terhadap pembelajaran bahasa dan sastra

172

Data di atas dikategorikan sebagai gaya bahasa perumpaman

karena terdapat kata pembanding seperti sebab membandingkan dua hal

secara langsung yakni kaki tokoh Alit dengan batang besi yang berkarat.

Makna kutipan di atas menyiratkan perasaan seseorang yang tidak

berdaya setelah perempuan yang pernah dikencaninya memperlihatkan

gerak-gerik mesum dengan lelaki lain di hadapannya. Pada

perumpamaan ini pengarang berusaha menggambarkan bagaimana

perasaan tokoh Alit yang mencoba menahan rasa cemburunya namun

pada akhirnya ia tidak berdaya setelah perempuan pelacur itu ternyata

semakin memperlihatkan kenakalannya dengan si lelaki kaya pemenang

judi. Dengan mengaktifkan citraan perasaan dan gerak, penggambaran

tersebut terasa lebih konkret dan mampu membuat pembaca merasakan

apa yang dirasakan tokoh Alit saat itu. Fungsi gaya bahasa

perumpamaan pada data tersebut adalah mengkonkretkan

penggambaran perasaan tokoh dalam cerita.

2.72. “Dua tahun sebelum si pemimpin dilahirkan, seseorang melintasi

pekarangan dalam gerak mengambang, seperti hantu atau orang yang

kelelahan.” (C20, h. 203)

Data di atas dikategorikan sebagai gaya bahasa perumpaman

karena terdapat kata pembanding seperti. Sebab membandingkan dua hal

secara langsung yaitu langkah tokoh perempuan dengan hantu atau orang

kelelahan. Kutipan di atas bermaksud menyiratkan tentang seseorang

yang kelelahan setelah berjalan menyusuri jalanan kampung. Pada

perumpamaan di atas, pengarang berusaha menggambarkan latar waktu

dalam cerita. Di mana dua tahun sebelum tokoh perempuan dihamili dan

melahirkan seorang anak dari majikan lelakinya, ia diterima bekerja dan

bersetubuh dengan majikan lelakinya. Perumpamaan yang dipilih

pengarang tersebut terasa lebih konkret bagi pembaca serta mampu

membuat pembaca membangkitkan imajinasinya dengan mengaktifkan

citraan visual. Gaya bahasa perumpamaan pada kutipan tersebut

Page 160: GAYA BAHASA PERBANDINGAN DALAM KUMPULAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31986/3/IHDA... · bahasa perbandingan tersebut terhadap pembelajaran bahasa dan sastra

173

berfungsi mengkonkretkan penggambaran latar waktu dalam

cerita.

2.73. “Umurnya paling banter 26 tahun, namun, dengan pakaian amat tua, ia

seperti datang dari masa silam.” (C20, h. 203)

Data di atas juga termasuk gaya bahasa perumpamaan yang

menyamakan tokoh perempuan seperti datang dari masa silam. Makna

kutipan di atas menyiratkan tentang seseorang yang terlihat lebih tua dari

umur yang sebenarnya karena pakaian yang dikenakannya.

Perumpamaan yang digunakan pengarang ini berfungsi

mengkonkretkan penggambaran fisik tokoh perempuan terlihat tua

karena pakaian yang dikenakannya. Walaupun sebenarnya ia

memang datang dari masa lalu dan terlahir kembali menjadi perempuan

26 tahun. Dengan memanfaatkan citraan visual, penggambaran tersebut

terasa lebih konkret dan mampu menumbuhkan imajinasi bagi pembaca.

2.74. “Suaranya murung, seperti gerimis yang gagal menjadi hujan.” (C20, h.

203)

Pada data di atas, pengarang menggunakan perumpamaan seperti

suara murung burung puter karena pengarang berusaha menggambarkan

suara murung burung puter dengan suara gerimis yang gagal menjadi

hujan. Penggunaan perumpamaan ini terutama berfungsi

mengkonkretkan penggambaran batin tokoh perempuan yang tidak

suka mendengar suara murung yang dihasilkan burung puter serta

mengkonkretkan suasana sunyi di jalanan yang terjadi setelah

gerimis menjelang malam. Selain memberikan kesan yang lebih

konkret, penggambaran suasana yang dipilih pengarang tersebut

membuat pembaca dapat merasakan suasana yang dihadirkan dalam

cerita.

2.75. “Usia lelaki itu 40 tahunan, seusia dengan pakaian yang dikenakan

perempuan pengetuk pintu.” (C20, h. 204)

Data di atas juga termasuk gaya bahasa perumpamaan yang

menyamakan usia tokoh majikan lelaki dengan pakaian yang dikenakan

Page 161: GAYA BAHASA PERBANDINGAN DALAM KUMPULAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31986/3/IHDA... · bahasa perbandingan tersebut terhadap pembelajaran bahasa dan sastra

174

tokoh pembantu. Kutipan di atas menyiratkan tentang seorang lelaki

yang sudah memasuki usia lanjut. Penggunaan gaya perumpamaan ini

juga membuat penggambaran penampilan tokoh majikan lelaki terasa

lebih hidup dan memberikan efek yang lebih mengena lagi bagi

pembaca. Gaya bahasa perumpamaan pada data tersebut adalah

mengkonkretkan penggambaran fisik tokoh dalam cerita.

2.76. “Kelak kau akan tahu bahwa pembantu lama itu sebetulnya berniat

kembali, tetapi ia seperti lupa jalan.” (C20, h. 204)

Pada gaya bahasa perumpamaan di atas, pembantu lama yang

sebetulnya berniat kembali disamakan dengan orang yang lupa jalan.

Kutipan di atas menyiratkan tentang seseorang pembantu yang pulang ke

kampung halamannya namun hingga bertahun-tahun kemudian ia tidak

pernah kembali lagi ke rumah di tempatnya bekerja. Pengarang

mengibaratkannya seperti lupa jalan. Melalui perumpamaan di atas,

pengarang menggambarkan latar waktu dalam cerita saat pertama kali

tokoh perempuan mendatangi rumah tokoh majikan lelaki untuk mencari

pekerjaan. Fungsi gaya bahasa perumpamaan pada data tersebut

adalah mengkonkretkan penggambaran latar waktu dalam cerita.

2.77. “Majikan perempuan selalu bernada tinggi, seperti memerintah, bahkan

pada saat ia tidak menyebut-nyebut iblis dalam pembicaraannya.” (C20,

h. 205)

Pada perumpamaan di atas pengarang menyamakan nada suara

tokoh majikan perempuan dengan nada suara orang memerintah. Makna

perumpamaan di atas menyiratkan tentang karakter seseorang yang

cerewet dan selalu berbicara dengan nada yang tinggi. Hal itulah yang

ditampilkan pengarang lewat tokoh majikan perempuan yang sering

berbicara dengan nada tinggi kepada suaminya. Perumpamaan yang

digunakan di atas berfungsi mengkonkretkan penggambaran

karakter tokoh dalam cerita sehingga terasa bagi pembaca kesan

yang lebih nyata.

Page 162: GAYA BAHASA PERBANDINGAN DALAM KUMPULAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31986/3/IHDA... · bahasa perbandingan tersebut terhadap pembelajaran bahasa dan sastra

175

2.78. “Ia tetap orisinil: melengking dan memerintah dan bicara kepada suami

seperti seorang pelatih kepada anak asuhannya.” (C20, h. 205)

Gaya bahasa di atas juga termasuk gaya perumpamaan yang

menyamakan nada bicara tokoh majikan perempuan seperti seorang

pelatih kepada anak asuhannya. Makna kutipan di atas juga masih

memiliki keterkaitan dengan data sebelumnya yakni menggambarkan

karakter seseorang yang cerewet dan selalu berbicara dengan nada yang

tinggi. Penggunaan gaya bahasa perumpamaan pada data tersebut

berfungsi mengkonkretkan penggambaran karakter tokoh majikan

perempuan yang selalu berbicara dengan nada yang tinggi.

2.79. “Perempuan itu mendekap foto seperti mendekap anak yang tak pernah

menjadi miliknya.” (C20, h. 207)

Perumpamaan pada data di atas menggunakan kata “seperti” yang

menunjukkan bahwa cara tokoh perempuan mendekap foto disamakan

seperti mendekap seorang anak yang tak pernah menjadi miliknya. Gaya

perumpamaan di atas bermaksud menyiratkan tentang kerinduan seorang

ibu kepada anak yang tak pernah menjadi miliknya. Penggunaan

perumpamaan di atas juga menggambarkan perasaan tokoh perempuan

yang sedih karena ia begitu merindukan anaknya namun ia tidak bisa

mengatakan pada anaknya bahwa ia ibunya. Dengan mengaktifkan

citraan perasaan, penggambaran tersebut terasa lebih konkret dan

mampu membuat pembaca mengimajinasikan kesedihan yang dirasakan

tokoh dalam cerita. Gaya bahasa perumpamaan di atas berfungsi

mengkonkretkan penggambaran perasaan tokoh dalam cerita.

2.80. “Sekarang, pada usia 40-an, lelaki itu tampak seperti orang yang selalu

merenung. Tepatnya, ia selalu seperti sedang memikirkan sesuatu yang

membuat wajahnya tampak murung.” (C20, h. 207)

Pada perumpamaan di atas pengarang menyamakan tokoh lelaki

seperti orang yang selalu merenung dan seperti orang yang memikirkan

sesuatu. Makna yang terkandung dalam kutipan di atas menyiratkan

tentang seseorang yang memiliki raut wajah murung, diam, dan tidak

Page 163: GAYA BAHASA PERBANDINGAN DALAM KUMPULAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31986/3/IHDA... · bahasa perbandingan tersebut terhadap pembelajaran bahasa dan sastra

176

bergairah sehingga terlihat seperti orang yang banyak pikiran.

Penggunaan gaya perumpamaan ini juga berfungsi

mengkonkretkan gambaran kepribadian tokoh majikan lelaki yang

seringkali tampak murung sehingga pembaca akan memperoleh

kesan lebih mengena dari penggambaran tersebut.

2.81. “Rambut lelaki itu, kau tahu, terlalu cepat beruban. Itu seperti rambut

ayahnya, majikan lama yang meninggal tiga tahun lalu, yang dulu

mengetuk pintu kamarnya pada malam kedua istrinya dirawat di rumah

sakit.” (C20, h. 207-208)

Kutipan di atas juga termasuk gaya perumpamaan. Kata “seperti”

digunakan pengarang untuk menyamakan rambut tokoh majikan lelaki

yang seperti rambut ayahnya. Kutipan di atas menyiratkan tentang

kemiripan antara anak dan ayah. Gaya perumpamaan ini digunakan

pengarang untuk menggambarkan fisik tokoh majikan lelaki yang

memiliki rambut yang cepat sekali beruban seperti ayahnya.

Penggambaran tersebut terasa lebih konkret bagi pembaca sehingga

dengan mengaktifkan citraan visual, pembaca dapat membayangkan

dengan jelas bagaimana kemiripan keduanya dengan perumpamaan di

atas. Fungsi gaya bahasa perumpamaan pada tersebut adalah

mengkonkretkan penggambaran fisik tokoh dalam cerita.

Simpulan

Gaya bahasa perumpamaan yang terdapat dalam kumpulan cerpan

Murjangkung Cinta yang Dungu dan Hantu-hantu karya AS Laksana

berfungsi mengkonkretkan dan menghidupkan penggambaran tokoh dan latar

dalam cerita. Gaya bahasa perumpamaan terdapat 69 fungsi mengkonkretkan

dan12 fungsi menghidupkan. Dapat disimpulkan bahwa fungsi yang paling

banyak digunakan adalah mengkonkretkan dan dengan adanya fungsi seperti

ini memberi penguatan pada penyampaian struktur naratif cerita.

Page 164: GAYA BAHASA PERBANDINGAN DALAM KUMPULAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31986/3/IHDA... · bahasa perbandingan tersebut terhadap pembelajaran bahasa dan sastra

177

3. Personifikasi

3.1. “Mereka lalu mengikhlaskan nasib pada angin muson yang mendorong

kapal mereka menyusuri pantai negeri-negeri timur dan memikat hati

para penduduk di tempat-tempat mereka singgah.” (C1, h. 3)

Pada personifikasi di atas angin muson dianggap memiliki

kemampuan seperti manusia yang dapat mendorong sebuah kapal.

Kutipan tersebut melukiskan awal mula perjalanan Murjangkung dan

rombongannya yang telah bangkrut di negeri mereka sendiri hingga

akhirnya nasiblah yang membawa mereka berlayar mengikuti ke mana

perginya angin. Gaya bahasa di atas menyiratkan tentang bagaimana

awal mula para penjajah dari Barat yang singgah di Indonesia hingga

akhirnya mereka menempati suatu wilayah dan mendirikan sebuah

pemerintahan. Penggunaan gaya personifikasi pada data di atas juga

berfungsi menghidupkan penggambaran latar waktu yakni ketika

Murjangkung dan rombongan memulai perlayarannya ke negeri

seberang.

3.2. “Pertanyaan itu menabraknya tanpa diduga.” (C4, h. 43)

Berdasarkan personifikasi di atas pertanyaan dianggap bisa

melakukan tindakan menabrak, padahal tindakan tersebut hanya bisa

dilakukan oleh benda hidup atau bernyawa seperti manusia. Makna gaya

personifikasi di atas menyiratkan perasaan seseorang yang kaget dengan

pertanyaan tak terduga yang dilontarkan kepadanya sehingga ia hanya

diam dan tak bisa berkata apa-apa. Penggunaan gaya bahasa tersebut

sekaligus berfungsi menghidupkan gambaran perasaan tokoh Seto

yang kaget karena sebuah pertanyaan dari keluar dari mulut tokoh

perempuan, kekasih di kehidupan lalunya. Penggambaran yang

dipilih pengarang ini mampu memberi efek estetis dan kesan lebih hidup

berupa pemilihan kata yang digunakan pengarang yaitu “pertanyaan itu

menabraknya”. Hal itu tentu akan berbeda efeknya jika dilukiskan

dengan kalimat biasa, misalnya “pertanyaan itu membuatnya kaget”.

Page 165: GAYA BAHASA PERBANDINGAN DALAM KUMPULAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31986/3/IHDA... · bahasa perbandingan tersebut terhadap pembelajaran bahasa dan sastra

178

3.3. “Sebab cinta memang cenderung memamerkan dirinya sendiri, kadang

di depan orang yang tidak tepat.” (C6, h. 60)

Cinta merupakan benda abstrak namun pada data di atas dianggap

bisa memiliki sifat seperti manusia yang bisa memamerkan dirinya

sendiri. Makna kutipan di atas menyiratkan tentang kondisi seseorang

yang sedang jatuh cinta yang tanpa terasa sering mengumbar rasa

bahagianya di depan orang lain sehingga orang lain pun dapat dengan

mudah menebak apa yang sedang dialaminya. Pengarang dengan

personifikasi di atas menggambarkan bagaimana perasaan si Mayor

yang sedang kasmaran sehingga tanpa sengaja ia pun sering

menunjukkan gelagat yang tidak biasa yang menimbulkan kecurigaan

bagi istrinya. Penggambaran tersebut terasa lebih hidup bagi pembaca

karena pembaca dapat merasakan bagaimana perasaan yang dialami

tokoh Mayor saat itu. Penggunaan gaya personifikasi di atas

berfungsi menghidupkan gambaran perasaan tokoh Mayor yang

sedang dimabuk cinta.

3.4. “Aku sedang membaca puisi-puisi murungnya di kamarku dan tidak

bisa tidur hingga larut malam dan merasakan desakan takdir untuk

menuliskan cerita ini.” (C8, h. 78)

Puisi merupakan teks sastra yang bahasanya terikat oleh rima,

irama, matra, serta penyusunan larik dan bait tetapi pada kalimat di atas

puisi diberi sifat insani seolah-olah mempunyai sifat murung. Gaya

personifikasi di atas bermaksud menyiratkan tentang kegelisahan

seorang anak setelah membaca kisah hidup orangtuanya yang sangat

mengenaskan. Kisah hidup tokoh Seto yang mengenaskan itu ditulis

dalam puisi yang membuat tokoh Aku merasakan perasaan yang tak

tenang setelah membaca puisi-puisi peninggalan ayahnya. Selain mampu

memberi efek estetis berupa pemilihan kata yang dipilih pengarang, gaya

personifikasi di atas mampu memberikan kesan yang lebih hidup karena

puisi seolah bisa mengundang kesedihan. Penggunaan gaya

personifikasi di atas berfungsi menghidupkan penggambaran

Page 166: GAYA BAHASA PERBANDINGAN DALAM KUMPULAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31986/3/IHDA... · bahasa perbandingan tersebut terhadap pembelajaran bahasa dan sastra

179

perasaan tokoh Aku yang gelisah setelah membaca puisi

peninggalan ayahnya.

3.5. “Buku-buku semacam itu tidak mengajarimu keganasan.” (C9, h. 90)

Buku adalah benda mati yang tidak bisa bertindak seperti manusia

tetapi pada data di atas buku diberi ciri insani seolah-olah bisa mengajar.

Makna gaya personifikasi di atas menggambarkan bahwa buku-buku

motivasi selalu berisi tentang ajaran atau pesan agar pembacanya

tergerak melakukan sesuatu yang positif. Melalui gaya bahasa di atas

pengarang juga berusaha menggambarkan perasaan tokoh Aku yang

bergelora setelah membaca pesan dari buku motivasi yang ia baca

sehingga penggambaran tersebut mampu membuat pembaca

menumbuhkan imajinasinya. Fungsi gaya bahasa personifikasi di atas

adalah menghidupkan penggambaran batin tokoh Aku yang

terpengaruh dengan ajakan buku motivasi yang ia baca.

3.6. “Jadi kau tidak perlu berpayah-payah memburu ke mana perginya uang;

uang itu sendirilah yang akan mengubermu tanpa kenal letih ke mana

kau pergi.” (C9, h. 90)

Pada personifikasi di atas benda mati seperti uang diberi ciri insani

sehingga seolah-olah bisa menguber seperti manusia. Makna kutipan di

atas masih berkaitan dengan kutipan sebelumnya, di mana uang atau

keberhasilan mampu menjadi daya tarik bagi orang lain. Gaya

personifikasi di atas juga masih memiliki keterkaitan dengan data

sebelumnya yakni berfungsi menghidupkan penggambaran batin

tokoh Aku yang terpengaruh setelah membaca pesan yang ia baca

dari buku motivasi. Dengan gaya personifikasi tersebut, cerita yang

ditampilkan pengarang menjadi lebih hidup dan kaya makna.

3.7. “Daging, tulang-belulang, dan penampilanku tetap tidak bisa memikat

segerombolan uang untuk berebut datang kepadaku.” (C9, h. 90)

Kutipan di atas juga termasuk gaya bahasa personifikasi.

Pengarang memberi ciri insani pada kata “uang” yang merupakan benda

mati, sehingga seolah-olah bisa berebut seperti halnya manusia. Jika

Page 167: GAYA BAHASA PERBANDINGAN DALAM KUMPULAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31986/3/IHDA... · bahasa perbandingan tersebut terhadap pembelajaran bahasa dan sastra

180

dilihat, makna yang terkandung pada gaya personifikasi di atas masih

berkaitan dengan data sebelumnya. Kutipan tersebut bermaksud

menyiratkan bahwa penampilan bukanlah penentu keberhasilan

seseorang. Gaya bahasa personifikasi di atas juga berfungsi

menghidupkan penggambaran batin tokoh Aku yang terpengaruh

dengan pesan dari buku motivasi yang ia baca. Melalui gaya

personifikasi ini, pembaca akan merakasan kesan yang lebih hidup.

Begitupula dengan diksi yang dipilih pengarang mampu menimbulkan

efek estetis dalam kalimat tersebut.

3.8. “Memang pernah juga kubaca buku yang mengajariku bahwa kita

berbuat baik kepada orang-orang yang tidak membalas kebaikan kita,

maka alam yang akan membalas kebaikan kita itu.” (C9, h. 92)

Alam yang terdiri dari tumbuhan, hewan, dan benda mati dianggap

memiliki sifat insani seperti manusia. Makna kutipan di atas masih

berkaitan dengan data sebelumnya di mana pesan dalam sebuah bacaan

atau buku mampu mempengaruhi cara berpikir seseorang. Gaya

personifikasi di atas juga berfungsi menghidupkan penggambaran

batin tokoh Aku yang merasa bahwa pesan dari buku lama yang ia

baca ternyata tidak relevan lagi dengan kehidupannya sekarang.

Dengan penggunaan gaya personifikasi di atas, penggambaran batin

yang digunakan pengarang terasa lebih hidup dan juga mampu

menumbuhkan imajinasi bagi pembaca.

3.9. “Tetapi sejak anak keempat itu lahir mirip dengannya, adegan di pintu

itu semakin mengangguku.” (C9, h. 96)

Berdasarkan personifikasi di atas, pengarang menjadikan kata

“adegan” seolah-olah mampu bertindak seperti manusia yang bisa

mengganggu. Kutipan di atas menyiratkan tentang ingatan seseorang

akan suatu kejadian yang tidak mengenakkan. Penggunaan gaya

bahasa personifikasi di atas berfungsi menghidupkan

penggambaran batin tokoh Aku yang kecewa dan marah karena

merasa telah dikhianati istrinya. Efek pemilihan gaya personifikasi di

Page 168: GAYA BAHASA PERBANDINGAN DALAM KUMPULAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31986/3/IHDA... · bahasa perbandingan tersebut terhadap pembelajaran bahasa dan sastra

181

atas mampu membuat gambaran batin tokoh Aku menjadi lebih jelas dan

terasa lebih hidup.

3.10. “Tidak sulit jika kau punya bakat,” kata orang tua itu, suaranya

menyusup dari celah-celah gusi yang sudah gundul.” (C10, h. 99)

Suara adalah bunyi yang dikeluarkan dari mulut manusia tetapi

pada kalimat di atas dianggap bisa menyusup seperti manusia. Makna

personifikasi di atas menyiratkan tentang penggambaran tokoh pawang

hujan yang mempunyai susunan gigi yang ompong. Dengan gaya

personifikasi, penggambaran yang dipilih pengarang tersebut terasa lebih

hidup dan tuturan tersebut pun mampu menimbulkan efek estetis bagi

pembaca. Dengan mengaktifkan citraan gerak, pembaca pun dapat

mengimajinasikan bagaimana suara itu menyusup di antara celah gusi

tokoh pawang hujan yang sudah gundul. Fungsi gaya bahasa

personifikasi di atas adalah menghidupkan penggambaran fisik

tokoh pawang hujan yang memiliki susunan gigi yang ompong.

3.11. “Maka penampilan kelima Alit adalah bertarung menghadapi awan-

awan yang datang menyesaki pemakaman gurunya.” (C10, h. 101)

Berdasarkan personifikasi di atas awan diberi ciri insani yakni bisa

datang menyesaki proses pemakaman seperti manusia. Ungkapan di atas

masih memiliki keterkaitan dengan data sebelumnya. Dalam hal ini

pengarang ingin menggambarkan bagaimana suasana saat pemakaman si

pawang hujan yang diiringi dengan datangnya kumpulan awan-awan

sehingga terasa oleh pembaca kesan lebih hidup yang ditimbulkan dari

pertarungan Alit yang melawan kumpulan awan yang akan menjadi

hujan di pemakaman gurunya. Dengan mengaktifkan citraan visual,

penggambaran tersebut terasa lebih nyata dan mampu menumbuhkan

imajinasi bagi pembaca. Gaya personifikasi di atas berfungsi

menghidupkan penggambaran latar suasana dalam cerita.

3.12. “Pertarungan berlangsung alot dan Alit akhirnya mampu mengusir

barisan awan yang datang untuk membenamkan jenazah si pawang

tua.” (C10, h. 101)

Page 169: GAYA BAHASA PERBANDINGAN DALAM KUMPULAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31986/3/IHDA... · bahasa perbandingan tersebut terhadap pembelajaran bahasa dan sastra

182

Kutipan di atas juga termasuk gaya bahasa personifikasi. Pada data

di atas kumpulan awan diberi ciri insani seolah-olah seperti manusia

yang bisa datang untuk membenamkan jenazah manusia. Jika dilihat

makna pada gaya perseonifikasi di atas masih memiliki keterkaitan

dengan data sebelumnya. Melalui pemanfaatan citraan visual, pembaca

pun akan lebih mudah mengimajinasikan gambaran suasana yang

dihadirkan pengarang dalam cerita. Penggunaan gaya bahasa

personifikasi pada kalimat di atas juga berfungsi menghidupkan

penggambaran latar suasana dalam cerita.

3.13. “Sungguh Tuhan telah memberinya bakat yang tidak berguna, bakat

yang tak mampu menarik hati gadis pujaannya, bakat yang tak

mampu menyelamatkan gadis itu dari pesona si bandot.” (C10, h. 104)

Berdasarkan personifikasi di atas pengarang menjadikan kata

“bakat” seolah-olah bisa bertindak yakni mampu menarik hati seorang

gadis dan tak mampu menyelamatkan seorang gadis dari godaan duda

tua. Makna yang terkandung pada gaya personifikasi di atas melukiskan

tentang kekecewaan seseorang terhadap Tuhannya karena ia merasa

telah diberikan bakat yang keliru. Hal itulah yang ditampilkan pengarang

lewat perasaan tokoh Alit yang kecewa kepada Tuhannya karena

kegagalannya merebut hati gadis yang sangat dicintainya. Gaya

personifikasi di atas berfungsi menghidupkan penggambaran

perasaan tokoh Alit yang kecewa dengan keputusan Tuhannya.

3.14. “Cukup baginya menurunkan hujan lebat dua hari di hulu sungai dan

banjir akan menyapu kolong jembatan dan menyeret pengemis utusan

Tuhan ke lautan. Cukup pula baginya jika banjir itu menghajar bandot

tua dan gadis pesulap yang sedang berbulan madu.” (C10, h. 105)

Kutipan di atas termasuk gaya bahasa personifikasi. Banjir sebagai

peristiwa alam dianggap bisa melakukan aktivitas manusia seperti

menyapu, menyeret, dan menghajar. Makna kutipan di atas masih

memiliki keterkaitan dengan data sebelumnya. Dalam hal ini pengarang

berusaha menggambarkan bagaimana perasaan tokoh Alit yang saat itu

Page 170: GAYA BAHASA PERBANDINGAN DALAM KUMPULAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31986/3/IHDA... · bahasa perbandingan tersebut terhadap pembelajaran bahasa dan sastra

183

sedang kacau dan kecewa sehingga ia pun berkeinginan untuk melawan

takdir Tuhan. Gaya personifikasi di atas terutama berfungsi

menghidupkan penggambaran perasaan tokoh. Selain tokoh, gaya

personifikasi di atas juga berfungsi menghidupkan penggambaran

latar peristiwa yakni peristiwa banjir yang dahsyat yang

dibayangkan tokoh Alit sehingga penggambaran tersebut terasa

lebih hidup bagi pembaca.

3.15. “Sekarang akan kusampaikan kepadamu sebongkah batu yang

menangis. Ia mungkin menyampaikan cerita agar kau lebih berhati-

hati.” (C11, h. 107)

Batu merupakan benda mati tetapi pada kalimat di atas batu

dianggap mempunyai ciri insani seperti manusia yang bisa menangis dan

menyampaikan cerita. Kutipan di atas bermaksud menyiratkan cerita

tentang batu menangis yang bisa menyampaikan pesan kepada siapa pun

agar berhati-hati dan berpikir sebelum mengambil tindakan. Gaya

personifikasi pada kalimat di atas berfungsi menghidupkan batin

tokoh Aku yang menjadi waspada setelah mendengar pesan yang

didapatnya dari batu menangis. Penggunaan gaya personifikasi di atas

mampu memberikan nilai estetis dalam tuturan tersebut sehingga

penggambaran batin tokoh yang dilukiskan pengarang terasa lebih hidup.

3.16. “Ia menyarankan aku agar segera meninggalkan tanah Jawa. Sebab,

katanya, tempat ini memberikan kenangan buruk kepadaku dan

mungkin ada dorongan dalam diriku untuk selalu membenci orang

Jawa—sebuah dorongan yang lahir begitu saja karena pengalaman buruk

di kehidupan masa laluku.” (C12, h. 121)

Pada data di atas pengarang menginsankan sebuah tempat yakni

tanah Jawa yang seolah-olah bisa memberi kenangan buruk. Kutipan di

atas bermaksud menyiratkan tentang ucapan orang yang tidak waras

yang membuat orang yang mendengarnya terus memikirkan ucapan

tersebut. Gaya personifikasi yang digunakan pengarang ini berfungsi

menghidupkan penggambaran batin tokoh Aku yang menganggap

Page 171: GAYA BAHASA PERBANDINGAN DALAM KUMPULAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31986/3/IHDA... · bahasa perbandingan tersebut terhadap pembelajaran bahasa dan sastra

184

teman lamanya, si Kadal, telah gila. Alasannya si Kadal agar ia

meninggalkan kampung halamannya dianggap tidak masuk akal.

Penggambaran dengan menggunakan gaya personifikasi ini terasa lebih

hidup dan mengena bagi pembaca dan pilihan diksi yang digunakan

pengarang juga mampu memberikan efek keindahan pada tuturan

tersebut.

3.17. “Semarang tidak memberiku pacar yang memuaskan dan penghasilan

yang baik tetapi aku tidak bisa meninggalkannya.” (C12, h. 123)

Pada data di atas pengarang menginsankan kata “Semarang” yang

merupakan nama sebuah kota tetapi pada data di atas seolah-olah bisa

memberikan pacar yang memuaskan. Kutipan di atas menggambarkan

batin tokoh Aku yang tengah gundah gulana karena teringat dengan

saran teman lamanya, si Kadal. Tokoh Aku benar-benar mencintai tanah

kelahiranny. Bahkan dalam kondisi apa pun ia tidak akan pernah

meninggalkannya. Penggambaran tokoh Aku yang begitu mencintai

tanah kelahirannya itu digambarkan pengarang dengan jujur dan apa

adanya sehingga terasa menyentuh bagi pembaca. Gaya bahasa

personifikasi di atas memberi efek estetis berupa pemilihan kata yang

dipilih pengarang serta mampu menumbuhkan imajinasi bagi pembaca.

Gaya personifikasi di atas berfungsi menghidupkan penggambaran

batin tokoh dalam cerita.

3.18. “Namun aku sudah lama sekali berada di kota ini dan langit malam

tidak kunjung menurunkan kepadaku mukjizat itu.” (C12, h. 125)

Data di atas menunjukkan bahwa langit malam seolah-olah bisa

menurunkan mukjizat, padahal mukjizat hanya bisa diturunkan Tuhan

kepada manusia pilihan-Nya. Makna kutipan di atas menyiratkan tentang

batin tokoh Aku yang tengah gundah gulana karena merindukan

kehadiran seorang kekasih di kehidupannya. Penggunaan personifikasi

di atas berfungsi menghidupkan penggambaran batin tokoh Aku yang

tengah gundah gulana sehingga pembaca mampu memperoleh kesan

yang lebih hidup dari kegalauan yang dialami tokoh Aku. Fungsi gaya

Page 172: GAYA BAHASA PERBANDINGAN DALAM KUMPULAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31986/3/IHDA... · bahasa perbandingan tersebut terhadap pembelajaran bahasa dan sastra

185

bahasa personifikasi di atas adalah menghidupkan penggambaran

batin tokoh dalam cerita.

3.19. “Aku merasakan hawa dingin merambat naik dari bokong ke kepala

dan membekukan otakku.” (C12, h. 126)

Pada gaya personifikasi di atas hawa dingin seolah-olah bisa

melakukan aktivitas gerak seperti benda hidup yakni merambat naik.

Personifikasi di atas bermaksud menyiratkan tentang perasaan tokoh

Aku yang tersulut amarahnya karena ulah anak-anak jalanan yang

meminta-minta sambil mengasah sembilu di hadapan para penumpang

bus. Melalui citraan gerak, penggambaran luapan emosi si tokoh yang

tengah naik pada kalimat di atas terasa lebih hidup bagi pembaca. Gaya

bahasa personifikasi di atas berfungsi menghidupkan

penggambaran perasaan tokoh Aku yang sedang tersulut

marahnya.

3.20. “Daun telinga lebih gampang dan itu pun lumayan untuk mengobati

rasa pedih berabad-abad.” (C12, h. 126)

Pada data di atas pengarang menginsankan daun telinga sehingga

seolah-olah bisa mengobati rasa pedih. Makna gaya personifikasi di atas

menyiratkan perasaan seseorang yang merasa puas setelah berhasil

menuntaskan masalah yang selama ini mengganggunya. Kutipan di atas

juga menggambarkan batin tokoh Aku yang merasa puas karena ia telah

menebus dendam masa lalunya dengan memotong daun telinga seorang

anak jalanan. Personifikasi yang dipilih pengarang di atas terasa lebih

konkret dan hidup karena dengan penggambaran tersebut pembaca

mampu membayangkan dengan lebih jelas bagaimana gambaran batin

yang dirasakan tokoh Aku saat itu. Gaya bahasa personifikasi di atas

berfungsi mengkonkretkan penggambaran batin tokoh dalam

cerita.

3.21. “Aku tahu bagaimana pengkhianat itu datang kepadanya dengan langkah

tersendat dan aku tahu ketika itu angin mengantarkan debu-debu dan

bau kandang ke teras rumah.” (C13, h. 129)

Page 173: GAYA BAHASA PERBANDINGAN DALAM KUMPULAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31986/3/IHDA... · bahasa perbandingan tersebut terhadap pembelajaran bahasa dan sastra

186

Berdasarkan personifikasi di atas angin seolah-olah bisa melakukan

aktivitas seperti manusia yakni mengantarkan. Jika dilihat, makna

kutipan di atas masih memiliki keterkaitan dengan data sebelumnya. Di

mana pengarang berusaha menggambarkan suasana memanas yang saat

itu muncul akibat kedatangan seorang pengkhianat yang ingin

mengucapkan permintaan maaf kepada suaminya setelah berkali-kali

mengkhianatinya. Selain memberi efek estetis, pemilihan kata yang

dipilih pengarang tersebut terasa lebih hidup dan mampu membuat

gambaran peristiwa terasa lebih nyata. Gaya bahasa personifikasi di

atas berfungsi menghidupkan penggambaran latar suasana dalam

cerita.

3.22. “Ia pun tidak akan tergerak untuk menolong jika hari itu sebuah mobil

angkutan umum, yang jalannya selalu pecicilan, menyerempet orang

itu dan membuatnya terlempar ke got dengan tulang patah-patah.” (C13,

h. 130)

Sifat pecicilan yang melekat pada sifat manusia pada personifikasi

di atas dilekatkan pada mobil angkutan umum. Pengarang menginsankan

mobil angkutan dengan sifat pecicilan. Kutipan di atas bermaksud

menyiratkan tentang kebencian seseorang terhadap orang yang telah

mengkhinatinya berulang kali. Gaya personifikasi di atas berfungsi

menghidupkan penggambaran perasaan tokoh Aku yang sudah

muak dan tidak sudi melihat kehadiran si tokoh pengkhianat di

hadapannya. Gaya personifikasi yang dipilih pengarang ini juga

terkesan membuat cerita menjadi lebih hidup dan menimbulkan efek

estetis dalam tuturan tersebut.

3.23. “Bayangkanlah hasil akhir,” nasihat itu tak pernah ia baca pada sebuah

buku yang mengabarkan keajaiban demi keajaiban di tiap lembar

halamannya.” (C13, h. 132)

Buku merupakan benda mati tetapi pada kalimat di atas buku

seolah-olah bisa mengabarkan keajaiban seperti aktivitas yang dilakukan

manusia. Makna gaya personifikasi di atas bermaksud menyiratkan

Page 174: GAYA BAHASA PERBANDINGAN DALAM KUMPULAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31986/3/IHDA... · bahasa perbandingan tersebut terhadap pembelajaran bahasa dan sastra

187

tentang keadaan tokoh Aku yang tetap berusaha menumbuhkan rasa

cinta ketika kali pertama ia dikhianati istrinya. Pesan dalam sebuah buku

yang pernah ia baca membuatnya bangkit dan berusaha melupakan

pengkhianatan pertama yang dilakukan kepadanya. Dalam hal ini,

pengarang sebenarnya ingin menggambarkan watak tokoh Aku yang

tidak bisa menerima kenyataan bahwa istrinya telah mengkhianatinya.

Untuk itu ia berusaha dan berpura-pura tegar untuk melupakan rasa sakit

hatinya. Pemilihan kata dalam gaya personifikasi di atas membuat

tuturan tersebut terasa lebih hidup dan efeknya menjadi lebih berkesan

bagi pembaca. Fungsi gaya bahasa personifikasi di atas adalah

menghidupkan penggambaran watak tokoh dalam cerita.

3.24. “Maka ia menjadi pemabuk yang menuangkan alkohol ke

kerongkongannya tiap hari dan membiarkan alkohol itu mengobati luka

hatinya.” (C13, h. 135)

Pada personifikasi di atas alkohol diinsankan seperti manusia yang

dapat melakukan aktivitas mengobati. Makna kutipan di atas

menyiratkan tentang seseorang yang melampiaskan rasa sakit hatinya

dengan meminum alkohol. Pada perumpamaan ini, pengarang

menggambarkan perasaan tokoh Aku yang hancur dan kecewa karena

pengkhianatan yang telah berulang kali diterimanya. Melalui

pemanfaatan citraan perasaan, penderitaan yang digambarkan pengarang

terasa lebih hidup dan mampu menumbukan imajinasi pembaca.

Penggunaan gaya bahasa personifikasi pada kalimat di atas

berfungsi menghidupkan penggambaran perasaan tokoh dalam

cerita.

3.25. “Hari sebelumnya kursi tua di teras rumahnya berkhianat.” (C13, h.

135)

Berdasarkan personifikasi di atas, kata “kursi tua” yang merupakan

benda mati diinsankan seperti memiliki sifat manusia. Gaya

personifikasi di atas menyiratkan tentang kursi yang digunakan tokoh

Aku yang patah sehari sebelum kedatangan si pengkhianat. Tokoh Aku

Page 175: GAYA BAHASA PERBANDINGAN DALAM KUMPULAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31986/3/IHDA... · bahasa perbandingan tersebut terhadap pembelajaran bahasa dan sastra

188

tidak menganggap patahnya kaki kursi tersebut sebagai firasat buruk

bahwa si pengkhianat akan datang besoknya. Melalui gaya personifikasi

ini pengarang terkesan ingin menggambarkan kemalangan nasib tokoh

Aku yang tidak hanya dikhianati istri tetapi juga kursi di rumahnya.

Gaya personifikasi yang dipilih pengarang ini tidak hanya membuat

tuturan menjadi lebih hidup tetapi juga mampu menumbuhkan imajinasi

pembaca. Fungsi gaya bahasa personifikasi di atas adalah

menghidupkan gambaran penokohan dalam cerita.

3.26. “Pertanyaan ini meloncat dari pikiran Edward Lopez, si peramal cuaca

yang tekun melakukan percobaan, pada tahun 1960.” (C14, h. 139)

Pada personifikasi di atas pengarang menginsankan sesuatu yang

abstrak yaitu sebuah pertanyaan yang seolah-olah bisa meloncat. Adapun

gaya personifikasi di atas terkesan menggambarkan batin tokoh Aku

yang tertarik dengan berita-berita politik dan menemukan salah satu

pertanyaan gila dari buku yang ia beli di tukang loak mengenai

percobaan Edward Lopez. Gaya personifikasi yang dipilih pengarang ini

memiliki efek estetis berupa pemilihan kata yang dipilih pengarang serta

membuat penggambaran batin tokoh menjadi lebih hidup. Fungsi gaya

bahasa personifikasi di atas adalah menghidupkan penggambaran

batin tokoh dalam cerita.

3.27. “Di musim hujan, air jatuh dari langit dan tak lari ke mana-mana.”

(C15, h. 154)

Data di atas termasuk gaya personifikasi karena kata yang

acuannya bukan manusia tetapi diberi ciri insani. Berlari merupakan

tindakan yang dilakukan oleh manusia atau makhluk hidup lainnya

namun pada data di atas air diibaratkan seperti manusia yang bisa berlari.

Gaya bahasa personifikasi di atas digunakan pengarang untuk

menghidupkan penggambaran kondisi sebuah kampung yang

menjadi tempat tinggal baru keluarga Alit, yang selalu terandam air

di musim apa pun. Selain memberi efek keindahan, penggambaran latar

Page 176: GAYA BAHASA PERBANDINGAN DALAM KUMPULAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31986/3/IHDA... · bahasa perbandingan tersebut terhadap pembelajaran bahasa dan sastra

189

tempat dengan gaya personifikasi di atas terasa lebih hidup bagi

pembaca.

3.28. “Ia merasakan air mata yang merambat pelan-pelan di pipinya.” (C15,

h. 157)

Data di atas juga termasuk gaya bahasa personifikasi. Air mata

merupakan air yang keluar dari mata namun pada gaya personifikasi di

atas seolah bisa merambat seperti benda hidup. Pada kutipan di atas,

gaya personifikasi berfungsi menghidupkan penggambaran

perasaan sedih yang mendalam yang dirasakan tokoh Alit ketika

melihat ibunya mengemas pakaian. Ketika melihat ibunya itu seolah

Alit akan ditinggal selamanya oleh ibunya. Dengan gaya personifikasi di

atas, perasaan tokoh digambarkan pengarang terasa lebih hidup dan juga

menimbulkan efek estetis dalam tuturan tersebut.

3.29. “Alit melihat tas ibunya menggembung dan air matanya makin deras

melihat tas itu menelan semua pakaian ibunya.” (C15, h. 157)

Pada data di atas pengarang menginsankan benda mati yakni

sebuah tas yang bisa melakukan tindakan menelan seperti manusia.

Maksud personifikasi di atas menyiratkan tentang sebuah tas yang bisa

dimasukkan pakaian dalam jumlah yang banyak. Pengarang melalui

gaya personifikasi di atas juga menggambarkan perasaan tokoh Alit yang

begitu sedih melihat ibunya akan pergi meninggalkannya. Fungsi gaya

bahasa di atas adalah menghidupkan penggambaran perasaan

tokoh dalam cerita.

3.30. “Ketuban yang pecah di kamar bersalin mengabarkan awal

kehidupan, sedangkan air laut mengirimkan bau kematian.” (C16, h.

162)

Pada personifikasi di atas ketuban dan air laut dianggap bisa

melakukan aktivitas seperti manusia yakni memberi kabar dan

mengirimkan sesuatu. Makna gaya personifikasi di atas menyiratkan

tentang hubungan antara air ketuban yang pecah dengan air laut.

Walaupun sama-sama air, tapi keduanya menandakan hal berbeda. Air

Page 177: GAYA BAHASA PERBANDINGAN DALAM KUMPULAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31986/3/IHDA... · bahasa perbandingan tersebut terhadap pembelajaran bahasa dan sastra

190

ketuban yang pecah menandakan kelahiran nyawa seseorang yang

disimbolkan dengan kebahagiaan, sedangkan peristiwa tsunami

menandakan sebuah bencana yang disimbolkan dengan kesedihan.

Melalui penggambaran ini, terasa ada sebuah paradoks yang ingin

ditampilkan pengarang lewat peristiwa persalinan seorang ibu dan

gelombang tsunami Aceh. Di mana, setelah kelahiran akan ada kematian.

Begitupula sebaliknya, akan ada suka dan duka yang selalu menghiasi

kehidupan manusia. Penggunaan gaya metafor di atas sebenarnya

berfungsi menghidupkan penggambaran latar peristiwa yakni

peristiwa gelombang tsunami Aceh yang bersamaan dengan

persalinan istri tokoh Aku.

3.31. “Ia mendadak saja mengirimkan gelombang besar yang menyapu tanah

kelahiranku.” (C16, h. 162)

Data di atas merupakan gaya personifikasi yang memberi ciri

insani pada kata “gelombang besar”. Menyapu merupakan tindakan yang

dapat dilakukan manusia untuk membersihkan lantai atau halaman

rumah yang kotor namun pada data di atas gelombang besar diberi ciri

insani seperti manusia. Kutipan di atas bermaksud menyiratkan tentang

batin seseorang yang tidak mampu menerima cobaan berat yang

dibebankan oleh Tuhan kepadanya. Melalui penggambaran ini,

pengarang berusaha menggambarkan batin tokoh Aku yang merasa risau

dan pasrah atas peristiwa tsunami yang menghantam kampung

halamannya. Dalam personifikasi ini, diksi yang dipilih pengarang

memberikan efek estetis dalam tuturan tersebut dan membuat cerita

menjadi lebih hidup. Gaya bahasa personifikasi di atas berfungsi

menghidupkan penggambaran batin tokoh dalam cerita.

3.32. “Ia hanya ingin mempertahankan sebuah wilayah agar tidak lepas,

kadang dengan rundingan, sering dengan peluru, namun lalai bahwa air

laut suatu ketika bisa mengamuk dan menyapu tanah yang

diperebutkan.” (C16, h. 164-165)

Page 178: GAYA BAHASA PERBANDINGAN DALAM KUMPULAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31986/3/IHDA... · bahasa perbandingan tersebut terhadap pembelajaran bahasa dan sastra

191

Berdasarkan gaya personifikasi di atas air laut seolah-olah bisa

bertindak seperti manusia yang bisa mengamuk dan menyapu. Makna

kutipan di atas masih menyiratkan peristiwa tsunami yang terjadi di

Aceh. Melalui gaya personifikasi ini pengarang terkesan menyindir

pemerintah yang hanya ingin mempertahankan wilayah kedaulatannya

namun seringkali abai dan tidak siaga ketika bencana datang

menghantam salah satu wilayahnya seperti tsunami yang terjadi Aceh.

Pemilihan gaya personifikasi di atas terasa lebih mengena karena

penggambaran peristiwa yang ditampilkan pengarang terasa lebih nyata.

Dengan mengaktifkan citraan visual, pembaca juga akan merasakan

kesan yang lebih hidup dari penggambaran tersebut. Gaya bahasa

personifikasi di atas berfungsi menghidupkan penggambaran latar

peristiwa dalam cerita.

3.33. “Ikan-ikan mengecoh semua orang ketika laut susut,” kata Farida.

“Mereka menggelepar-gelepar menggoda kami dan bersekongkol

dengan takdir untuk menarik kami sampai jauh sekali ke tepi air. (C16,

h. 171)

Data di atas merupakan gaya personifikasi karena ditemukan kata

yang acuannya bukan manusia tetapi diberi ciri insani. Ikan yang

merupakan binatang yang hidup di air tetapi pada data di atas dianggap

seperti manusia yang bisa mengecoh, menggoda, dan bersekongkol.

Gaya personifikasi di atas sebenarnya menggambarkan latar suasana

sesaat sebelum tsunami menghantam tanah Aceh. Pengarang

menggambarkan suasana air laut yang tiba-tiba susut kemudian disusul

dengan naiknya ikan-ikan ke permukaan pantai. Dengan memanfaatkan

citraan visual, pembaca akan memperoleh kesan lebih hidup dan lebih

jelas dari peristiwa yang digambarkan pengarang. Fungsi gaya bahasa

personifikasi di atas menghidupkan penggambaran latar suasana

keriuhan orang-orang yang turun memunguti ikan ketika laut susut

sebelum gelombang tsunami mengamuk tak lama setelah itu.

Page 179: GAYA BAHASA PERBANDINGAN DALAM KUMPULAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31986/3/IHDA... · bahasa perbandingan tersebut terhadap pembelajaran bahasa dan sastra

192

3.34. “Anakku lahir pada hari Minggu saat air laut melumat tanah

kelahiranku.” (C16, h. 173)

Pada gaya personifikasi di atas, air laut dianggap bisa melakukan

tindakan atau aktivitas manusia seperti melumat. Jika dilihat, makna

kutipan di atas masih memiliki keterkaitan dengan data sebelumnya

yakni menggambarkan latar peristiwa tsunami di Aceh yang terjadi pada

hari Minggu. Gaya personifikasi yang digunakan pengarang ini

sebenarnya menggambarkan kedongkolan batin tokoh Aku terhadap

tetangganya yang menceritakan hal-hal yang keliru tentangnya termasuk

mengira bahwa dirinya meninggal karena rentetan peristiwa yang

membuatnya murung hingga akhirnya meninggal. Efek pemilihan gaya

personifikasi di atas terasa lebih bernyawa sehingga pembaca akan

merasakan kesan yang lebih hidup dari pemanfaatan gaya bahasa

tersebut. Fungsi gaya bahasa personifikasi di atas adalah

menghidupkan penggambaran batin tokoh dalam cerita.

3.35. “Apa lagi yang hendak kau katakan?” itu satu contoh bagaimana ia

menyalak. “Bukti-bukti sudah bicara.” (C17, h. 176)

Berdasarkan personifikasi di atas bukti-bukti yang merupakan

benda abstrak diberi ciri insani sehingga dianggap bisa berbicara. Jika

dilihat, makna kutipan tersebut masih memiliki keterkaitan dengan data

sebelumnya, yakni menyiratkan tentang watak seorang istri yang

berubah setelah ia menikah. Gaya bahasa personifikasi di atas

berfungsi menghidupkan penggambaran tokoh istri yang wataknya

berubah menjadi sering menuduh suaminya setelah anak

perempuannya tumbuh menjadi anak yang kelaki-lakian. Selain

memberikan efek estetis berupa pemilihan katanya, gaya personifikasi

yang digunakan pengarang ini juga terasa lebih hidup bagi pembaca.

3.36. “Kau tahu, pencerahan memang tak terjadi seketika; ia merambat pelan-

pelan ke batok kepala seperti serangga sampai akhirnya kau menyadari

bahwa kau tidak perlu menjadi eksentrik untuk merebut seorang

perempuan dari lelaki yang dipacarinya.” (C17, h. 179-180)

Page 180: GAYA BAHASA PERBANDINGAN DALAM KUMPULAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31986/3/IHDA... · bahasa perbandingan tersebut terhadap pembelajaran bahasa dan sastra

193

Data di atas merupakan gaya personifikasi karena ditemukan kata

yang acuannya bukan manusia tetapi diberi ciri insani. Pencerahan

seolah-olah dianggap seperti makhluk hidup yang bisa merambat.

Kutipan di atas bermaksud menyiratkan seseorang yang mendapatkan

inspirasi ketika melakukan sebuah perjalanan. Melalui personifikasi di

atas, pengarang terkesan menggambarkan batin tokoh Aku yang merasa

bahagia setelah mendapatkan pencerahan untuk bisa merebut hati

seorang perempuan dari lelaki yang dipacarinya. Melalui pemanfaatan

citraan gerak, penggambaran yang dipilih pengarang tersebut terasa lebih

hidup bagi pembaca. Penggunaan gaya personifikasi pada kalimat di

atas berfungsi menghidupkan penggambaran batin tokoh dalam

cerita.

3.37. “Seluruh dunia kurasa memanjatkan puji syukur karena gadis cantik

itu akhirnya mencampakkan lelaki yang cuma pas-pasan.” (C17, h. 180)

Pada gaya personifikasi di atas, dunia dan seisinya diberi ciri insani

sehingga seolah-olah seperti manusia yang bisa memanjatkan puji

syukur kepada Tuhannya. Gaya personifikasi di atas mengandung makna

tersirat yang sengaja digunakan pengarang sebagai bentuk sindiran

kepada orang-orang yang sering tertawa di atas penderitaan orang lain.

Hal itulah yang ditampilkan pengarang lewat tokoh Aku yang merasa

puas dan bangga setelah berhasil menyingkirkan lelaki pas-pasan dari

gadis cantik yang dipacarinya dengan bantuan seorang dukun. Gaya

bahasa personifikasi di atas berfungsi menghidupkan

penggambaran batin tokoh Aku yang puas dan bangga setelah

berhasil merebut hati seorang gadis dari kekasihnya.

3.38. “Alit merasa bahwa rumah judi itu tidak menyenangkan ketika malam

kian larut.” (C19, h. 196)

Pada gaya personifikasi di atas rumah dianggap memiliki sifat

insani yakni memiliki sifat tidak menyenangkan. Makna gaya

personifikasi di atas menyiratkan tentang batin seseorang yang

merasakan firasat buruk saat berkunjung ke rumah judi untuk kali kedua.

Page 181: GAYA BAHASA PERBANDINGAN DALAM KUMPULAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31986/3/IHDA... · bahasa perbandingan tersebut terhadap pembelajaran bahasa dan sastra

194

Pada personifikasi ini, pengarang menggambarkan batin tokoh Alit yang

merasakan firasat buruk saat berkunjung ke tempat judi untuk kali

kedua. Tokoh Alit merasakan bahwa seorang lelaki kaya, pendatang baru

di rumah judi itu, akan segera membuat beberapa penjudi lainnya

bangkrut. Pemilihan diksi dalam gaya personifikasi di atas mampu

memberikan kesan yang lebih hidup bagi pembaca. Gaya personifikasi

di atas berfungsi menghidupkan penggambaran batin tokoh dalam

cerita.

3.39. “Situasi peperangan merambat pelan-pelan di ruangan, merambat di

dada yang sesak.” (C19, h. 197)

Pada personifikasi di atas situasi peperangan dianggap seperti

makhluk hidup yang bisa merambat. Makna kutipan di atas sebenarnya

masih memiliki keterkaitan dengan data sebelumnya. Pada personifikasi

di atas, pengarang ingin menggambarkan bagaimana perasaan tokoh Alit

yang memanas dan tersulut emosi setelah melihat perempuan pelacur

yang pernah dikencaninya berpaling saat dirinya bangkrut dan memilih

lelaki kaya pemenang judi. Melalui pemanfaatan citraan gerak,

penggambaran perasaan yang dialami tokoh Alit terasa lebih hidup bagi

pembaca. Fungsi personifikasi di atas adalah menghidupkan

penggambaran perasaan tokoh dalam cerita.

3.40. “Lukisan jelek yang konon bisa mendatangkan rezeki berlimpah di

ruangan itu. Ia merasakan semak-semak tumbuh di dadanya, ia

merasakan rumput-rumput liar dan tanaman berduri menyakiti

jantungnya.” (C19, h. 197)

Pada data di atas, lukisan merupakan benda mati yang diberi ciri

insani sehingga seolah-olah bisa mendatangkan rezeki dan tanaman

berduri seolah-olah dianggap bisa melakukan aktivitas manusia seperti

menyakiti. Jika dilihat, makna gaya personifikasi di atas masih memiliki

keterkaitan dengan data sebelumnya. Kutipan di atas juga berfungsi

menghidupkan penggambaran perasaan tokoh Alit yang semakin

tersiksa setelah melihat perempuan pelacur yang pernah

Page 182: GAYA BAHASA PERBANDINGAN DALAM KUMPULAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31986/3/IHDA... · bahasa perbandingan tersebut terhadap pembelajaran bahasa dan sastra

195

dikencaninya sedang asyik bercumbu dengan lelaki kaya pemenang

judi. Penggambaran yang dipilih pengarang ini terasa lebih hidup dan

juga mampu membuat pembaca membayangkan dengan jelas apa yang

dirasakan tokoh Alit dengan mengaktifkan citraan perasaan.

3.41. “Alit merasakan tarian serigala di pelupuk matanya, mungkin tarian

para jahanam yang mengejeknya.” (C19, h. 198)

Berdasarkan gaya personifikasi di atas tarian diberi ciri insani

sehingga seolah-olah bisa mengejek seperti manusia. Makna kutipan

tersebut sebenarnya masih memiliki keterkaitan dengan data

sebelumnya. Melalui personifikasi ini, pengarang ingin melukiskan

perasaan tokoh Alit yang sedang dibakar cemburu. Gerak-gerik mesum

si perempuan pelacur dan si lelaki kaya pemenang judi itu seolah

mengejak kebangkrutan tokoh Alit. Fungsi gaya personifikasi di atas

menghidupkan penggambaran perasaan tokoh dalam cerita.

3.42. “Dan ia menyukai lagu-lagu nostalgia, yakni jenis lagu yang tidak

pernah bisa menyingkirkan kemurungan pada wajahnya.” (C20, h.

207)

Lagu adalah ragam suara yang berirama tetapi pada personifikasi di

atas lagu memiliki sifat insani yang seolah bisa menyingkirkan

kemurungan. Kutipan di atas masih memiliki keterkaitan dengan data

sebelumnya, yakni menyiratkan tentang seseorang yang memiliki raut

wajah murung, diam, dan tidak bergairah sehingga terlihat seperti orang

yang banyak pikiran. Penggambaran tokoh di atas digunakan pengarang

untuk menggambarkan bahwa lagu-lagu nostalgia yang disukai tokoh

majikan lelaki akan membuat wajahnya semakin terlihat murung.

Penggunaan gaya bahasa personifikasi di atas terasa lebih mengena bagi

pembaca serta mampu membuat penggambaran tokoh menjadi lebih

hidup. Fungsi gaya bahasa personifikasi di atas menghidupkan

penggambaran kepribadian tokoh dalam cerita.

3.43. “Nyala lilin menaikkan birahi. Lelaki itu tampak menggigil dalam

cahaya lilin dan burung puter di teras memperdengarkan suara

Page 183: GAYA BAHASA PERBANDINGAN DALAM KUMPULAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31986/3/IHDA... · bahasa perbandingan tersebut terhadap pembelajaran bahasa dan sastra

196

dengkurnya yang menyedihkan—suara yang memanggil hantu-hantu

datang.” (C20, h. 210)

Pada personifikasi di atas lilin yang merupakan benda mati diberi

ciri insani seolah bisa menaikkan berahi. Sementara itu, burung puter

diberi ciri insani seolah bisa mengeluarkan suara dengkur yang

menyedihkan dan bisa memanggil hantu-hantu datang. Makna gaya

personifikasi di atas menyiratkan tentang keadaan tokoh majikan lelaki

yang sedang berada di puncak berahi. Selain itu, gaya bahasa

personifikasi di atas yang digunakan pengarang terkesan

menggambarkan suasana sunyi dan suhu ruangan tiba-tiba berubah

menghangat akibat lampu padam dan kondisi di luar rumah hujan deras

disertai petir. Penggambaran tersebut terasa menjadi lebih hidup dan

berkesan bagi pembaca karena pembaca mampu menumbuhkan

imajinasinya tentang kondisi tokoh serta suasana yang digambarkan

dalam cerita. Gaya bahasa personifikasi pada kalimat di atas

terutama berfungsi menghidupkan penggambaran tokoh dan latar

suasana dalam cerita.

3.44. “Perempuan itu merasakan pikirannya lumpuh sesaat.” (C20, h. 211)

Data di atas merupakan gaya personifikasi karena ditemukan kata

yang acuannya bukan manusia tetapi diberi ciri insani. Pikiran adalah

akal atau ingatan manusia namun pada data di atas seolah bisa lumpuh

seperti manusia. Pada kutipan di atas, pengarang berusaha

menggambarkan jalan pikiran tokoh perempuan yang menghadapi

kebuntuan setelah secara tidak langsung majikannya meminta

dihangatkan olehnya. Pengarang menggambarkan bagaimana

kekhawatiran si tokoh perempuan menghadapi situasi sulit seperti itu.

Walaupun ia sendiri sebenarnya tahu cara menghadapi majikan lelaki

yang kedinginan dan ia tahu cara menghangatkannya namun ia tidak

pernah berpikir bahwa ia akan melakukan cara itu kepada anaknya

sendiri. Melalui gaya personifikasi ini, penggambaran jalan pikiran

tokoh terasa lebih kuat dan mengena bagi pembaca serta pemilihan kata

Page 184: GAYA BAHASA PERBANDINGAN DALAM KUMPULAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31986/3/IHDA... · bahasa perbandingan tersebut terhadap pembelajaran bahasa dan sastra

197

yang dipilih pengarang mampu menimbulkan efek estetis. Fungsi gaya

bahasa personifikasi pada kalimat di atas adalah menghidupkan

penggambaran tokoh dalam cerita.

Simpulan

Gaya bahasa perumpamaan yang terdapat dalam kumpulan cerpan

Murjangkung Cinta yang Dungu dan Hantu-hantu karya AS Laksana

berfungsi mengkonkretkan dan menghidupkan penggambaran tokoh dan latar

dalam cerita. Gaya bahasa perumpamaan terdapat 1 fungsi mengkonkretkan

dan 43 fungsi menghidupkan. Dapat disimpulkan bahwa fungsi yang paling

banyak digunakan adalah menghidupkan dan dengan adanya fungsi seperti ini

memberi penguatan pada penyampaian struktur naratif cerita.

C. Analisis Gaya Bahasa Perbandingan dalam Kumpulan Cerpen

Murjangkung Cinta yang Dungu dan Hantu-Hantu Karya AS Laksana

Berdasarkan hasil analisis data-data yang diuraikan sebelumnya,

diperoleh sebanyak 168 data berupa kalimat yang menyatakan gaya bahasa

perbandingan yang terdapat dalam kumpulan cerpen Murjangkung Cinta yang

Dungu dan Hantu-Hantu karya AS Laksana. Masing-masing rincian jumlah

data kalimat dari tiap jenis gaya bahasa perbandingan sebagai berikut:

1. Metafora berjumlah 43 kalimat.

2. Perumpamaan berjumlah 81 kalimat.

3. Personifikasi berjumlah 44 kalimat.

Hasil analisis gaya bahasa di atas dapat dilihat dengan jelas melalui

tabel berikut ini.

Distribusi Frekuensi dan Persentase Penggunaan Gaya Bahasa Perbandingan

dalam Kumpulan Cerpen Murjangkung Cinta yang Dungu dan Hantu-Hantu

Karya AS Laksana

Page 185: GAYA BAHASA PERBANDINGAN DALAM KUMPULAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31986/3/IHDA... · bahasa perbandingan tersebut terhadap pembelajaran bahasa dan sastra

198

No. Gaya Bahasa

Frekuensi

Penggunaan

Data (x)

Frekuensi

Relatif

X/ΣX

Persentase

X/ΣX x

100%

1. Metafora 43 0,256 25,6%

2. Perumpamaan 81 0,482 48,2%

3. Personifikasi 44 0,262 26,2%

Jumlah 168 100%

Hasil analisis di atas menunjukkan bahwa gaya bahasa perbandingan

yang banyak digunakan dalam kumpulan cerpen Murjangkung Cinta yang

Dungu dan Hantu-Hantu karya AS Laksana adalah gaya bahasa

perumpamaan. Gaya bahasa tersebut paling banyak mendominasi dalam

keseluruhan cerpen dengan hasil 48,2 % atau sebanyak 81 data kalimat.

Adapun gaya bahasa dominan lainnya secara berurutan meliputi metafora

dengan hasil 25,6% atau sebanyak 43 data kalimat, dan personifikasi dengan

hasil 26,2% atau sebanyak 44 data kalimat. Perumpamaan dalam cerpen ini

terkesan menyamakan dan membandingkan sesuatu yang sama dengan hal

yang lain dengan pengetahuan luas yang dimiliki oleh pengarang. Hal tersebut

yang menjadi ciri khas dari AS Laksana.

Dari ketiga jenis gaya bahasa perbandingan, terlihat gaya bahasa

perumpamaan tampil paling dominan dalam cerpen ini. Pemanfaatan gaya

bahasa perumpamaan dalam cerpen ini bertujuan agar sebuah tuturan menjadi

lebih hidup dan komunikatif, mengkonkretkan hal-hal yang bersifat abstrak,

memperjelas makna yang disampaikan oleh pengarang, serta mampu

menciptakan gambaran yang jelas dalam imajinasi pembaca.

Adapun gaya bahasa metafora dalam cerpen ini bertujuan untuk

memberikan daya tarik pada sebuah cerita melalui lambang dan simbol yang

dihadirkan pengarang. Gaya bahasa metafora juga turut menumbuhkan

imajinasi bagi pembaca sehingga citraan dan lambang yang digunakan tidak

hanya mewakili perasaan dan gagasan pengarang, tetapi juga dapat

Page 186: GAYA BAHASA PERBANDINGAN DALAM KUMPULAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31986/3/IHDA... · bahasa perbandingan tersebut terhadap pembelajaran bahasa dan sastra

199

menciptakan daya pikat dan kedalaman makna yang dapat menghidupkan

cerita.

Sementara itu, penggunaan gaya personifikasi dalam cerpen ini

bertujuan untuk menciptakan efek estetis dalam cerita serta untuk mengiaskan

benda-benda mati bertindak, berbuat, dan berbicara seperti manusia sehingga

menambah nilai keindahan dalam cerita. Selain itu, efek estetis yang

ditimbulkan dari kehadiran gaya bahasa personifikasi ini turut membuat

suasana dalam cerita menjadi lebih hidup serta mampu membangkitkan

imajinasi pembaca.

D. Fungsi Gaya Bahasa Perbandingan dalam Kumpulan Cerpen

Murjangkung Cinta yang Dungu dan Hantu-Hantu Karya AS Laksana

Bahasa beserta unsur-unsurnya, baik intrinsik maupun ekstrinsik,

merupakan dua unsur yang saling berkaitan dan saling membangun. Pemilihan

gaya bahasa yang tepat, indah, dan bervariasi, berfungsi menguatkan

penyampaian struktur naratif cerita sehingga memudahkan pembaca

memahami isi atau pesan dalam sebuah karya. Itulah sebabnya gaya bahasa di

sini tidak hanya dimaksudkan untuk memperoleh efek atau motif tertentu

tetapi juga memudahkan pembaca memahami isi atau cerita yang ditampilkan

pengarang melalui unsur-unsur pembangun di dalamnya. Analisis fungsi gaya

bahasa perbandingan dalam kumpulan cerpen Murjangkung Cinta yang

Dungu dan Hantu-Hantu karya AS Laksana dapat dilihat dengan jelas melalui

tabel berikut.

Distribusi Frekuensi dan Persentase Fungsi Penggunaan Gaya Bahasa dalam

Kumpulan Cerpen Murjangkung Cinta yang Dungu dan Hantu-Hantu Karya

AS Laksana

No. Fungsi Gaya Bahasa

Frekuensi

Penggunaan

Data (x)

Frekuensi

Relatif X/ΣX

Persentase

X/ΣX x

100%

1. Mengkonkretkan 100 0,595 59,5%

Page 187: GAYA BAHASA PERBANDINGAN DALAM KUMPULAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31986/3/IHDA... · bahasa perbandingan tersebut terhadap pembelajaran bahasa dan sastra

200

2. Mengabstrakkan 2 0,011 1,20%

3. Menghidupkan 66 0,392 39,2%

Jumlah 168 100%

Hasil analisis di atas menunjukkan bahwa AS Laksana banyak

menggunakan fungsi mengkonkretkan dalam kumpulan cerpen Murjangkung

Cinta yang Dungu dan Hantu-Hantu. Fungsi mengkonkretkan inilah yang

paling banyak mendominasi dengan hasil 59,5% dari data kalimat atau

sebanyak 100 data kalimat. Selanjutnya secara berurutan fungsi yang paling

dominan lainnya dalam keseluruhan cerpen ini adalah fungsi menghidupkan

dengan hasil 39,2% atau sebanyak 66 data kalimat, dan fungsi

mengabstrakkan dengan hasil 1,20% atau sebanyak 2 data kalimat.

Dalam kumpulan cerpen Murjangkung Cinta yang Dungu dan

Hantu-Hantu, terdapat tiga gaya bahasa perbandingan yang digunakan AS

Laksana. Ketiga gaya bahasa tersebut memberi peranan penting dalam

penyampaian struktur naratif cerita, khususnya tokoh dan penokohan serta

latar dalam sebuah cerita. Untuk mengenalkan tokoh beserta wataknya dengan

cara khusus, pengarang menggunakan gaya bahasa yang dimaksudkan untuk

membangkitkan daya imajinatif pembacanya. Begitupula dengan

penggambaran latar akan menjadi lebih hidup dan terasa nyata menggunakan

gaya bahasa. Gaya bahasa perbandingan dalam keseluruhan cerpen ini

berfungsi mengkonkretkan, mengabstrakkan, dan menghidupkan unsur-unsur

pembangun yang terdapat di dalamnya.

Gaya bahasa perumpamaan dalam cerpen ini menempati posisi yang

paling dominan. Gaya bahasa perumpamaan dalam cerpen ini turut

memberikan peranannya dalam penyampaian struktur naratif cerita. Pada

contoh berikut memperlihatkan bahwa gaya bahasa perumpamaan mampu

mengkonkretkan penggambaran fisik tokoh dalam sebuah cerita seperti dalam

kalimat, “Mereka lucu-lucu, seperti bayi tapi tinggi sekali,” kata Sang

Pangeran setelah Murjangkung dan beberapa pemabuk datang menemuinya di

Page 188: GAYA BAHASA PERBANDINGAN DALAM KUMPULAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31986/3/IHDA... · bahasa perbandingan tersebut terhadap pembelajaran bahasa dan sastra

201

hari pendaratan”.1 Pemakaian gaya perumpamaan dalam menggambarkan fisik

tokoh pada kalimat tersebut mampu menciptakan gambaran yang konkret

dalam imajinasi pembaca. Ada sebuah ejekan yang ingin disampaikan

pengarang dalam karakter tokoh sehingga menimbulkan kesan lebih lucu bagi

pembaca.

Adapun gaya bahasa metafora dalam cerpen ini tidak hanya

memberikan daya tarik melalui variasi bahasa yang digunakan pengarang

tetapi juga mengandung kedalaman makna melalui simbol yang ditampilkan

pengarang sehingga cerita yang disajikan terasa lebih hidup. Seperti halnya

gaya bahasa perumpamaan, pemanfaatan lambang-lambang metafora pada

contoh kalimat berikut ini juga memberikan peranan dalam mengabstrakkan

penggambaran latar tempat dalam cerita, seperti dalam kalimat, “Dua hari

kemudian, dengan niat merebut kembali kekasihnya, Seto melacak rumah

perempuan itu sesuai alamat yang diberikan kepadanya dan ia menemukan

sebuah rumah yang kelihatannya telah menjadi sarang nasib buruk sepanjang

waktu.”2 Ungkapan yang menyiratkan tentang kondisi tempat yang kumuh dan

tidak terurus, tempat yang diisi orang-orang kurang sehat, dan tidak enak

dipandang, bahkan menjijikan ini terasa lebih abstrak jika dibandingkan

dengan metafor “sarang nasib buruk”.

Personifikasi dalam cerpen ini mampu menciptakan efek estetis

dengan ragam kalimat yang lebih indah dan bervariatif sehingga cerita yang

disajikan lebih menarik dan tidak monoton. Misalnya ketika menggambarkan

latar peristiwa gelombang tsunami yang terjadi di Aceh, pengarang

menggunakan gaya bahasa personifikasi untuk menghidupkan penggambaran

latar cerita sehingga peristiwa yang digambarkan terasa lebih nyata, seperti

dalam kalimat berikut, “Ia hanya ingin mempertahankan sebuah wilayah agar

tidak lepas, kadang dengan rundingan, sering dengan peluru, namun lalai

1 Ibid., h. 3.

2 Ibid., h. 40.

Page 189: GAYA BAHASA PERBANDINGAN DALAM KUMPULAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31986/3/IHDA... · bahasa perbandingan tersebut terhadap pembelajaran bahasa dan sastra

202

bahwa air laut suatu ketika bisa mengamuk dan menyapu tanah yang

diperebutkan.3

Dari keseluruhan cerpen, masing-masing gaya bahasa mempunyai

makna yang berbeda, akan tetapi memiliki fungsi yang sama yaitu

memperkuat penyampaian struktur naratif cerita. Efek motif tertentu yang

dihasilkan dari gaya bahasa memberikan kekuatan pada isi cerita sehingga

memudahkan pembaca dalam memahami maksud atau gagasan yang ingin

disampaikan pengarang. Kaitannya dengan pembelajaran gaya bahasa,

pemakaian gaya bahasa yang menarik dan variatif akan mendorong siswa

lebih kreatif dalam keterampilan bahasa dan sastra Indonesia.

E. Implikasi

Sastra dalam pembelajaran erat hubungannya dengan pembelajaran

bahasa. Sastra membantu meningkatkan empat komponen keterampilan

berbahasa siswa yaitu, menyimak, berbicara, membaca, dan menulis. Melalui

sastra pula, siswa mampu mengembangkan cipta, rasa, dan karsa, serta

kemampuan lainnya yang didapat setelah membaca karya sastra.

Pembelajaran bahasa Indonesia dengan menggunakan karya sastra

akan tampak lebih menyenangkan. Hal itu tentunya didukung oleh

kemampuan guru dalam menciptakan strategi pengajaran yang baik dan juga

didorong oleh minat guru sebagai pengajar terhadap sastra. Seorang guru yang

mampu menyampaikan pengajaran sastra dengan komunikatif dan

menyenangkan akan merangsang minat baca siswa terhadap sastra sehingga

siswa mampu mengaitkan dan menerapkan nilai-nilai kehidupan yang

diperoleh setelah membaca karya sastra. Demikian pula harapannya agar

peningkatan pemahaman siswa tidak hanya dalam bidang bahasa atau sastra,

namun juga terhadap ilmu-ilmu interdisipliner lain yang terkait.

Dari berbagai macam judul cerpen yang sudah ada, kumpulan cerpen

Murjangkung Cinta yang Dungu dan Hantu-Hantu karya AS Laksana bisa

menjadi salah satu pilihan bahan ajar dalam pembelajaran cerpen. Kompetensi

3 Ibid., h. 164-165.

Page 190: GAYA BAHASA PERBANDINGAN DALAM KUMPULAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31986/3/IHDA... · bahasa perbandingan tersebut terhadap pembelajaran bahasa dan sastra

203

dasar yang dapat diimplikasikan pada pembelajaran sastra adalah menganalisis

unsur intrinsik dan keterkaitannya dengan kehidupan sehari-hari.

Pembelajaran unsur intrinsik ini dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam

mengapresiasi karya sastra yang bertujuan meningkatkan proses penalaran dan

daya imajinasi siswa, serta melatih kepekaan terhadap lingkungan sekitar.

Pembahasan mengenai gaya bahasa perbandingan yang terdapat

dalam kumpulan cerpen Murjangkung Cinta yang Dungu dan Hantu-Hantu

karya AS Laksana ini berkaitan erat dengan analisis terhadap unsur

pembangun lainnya yang terdapat dalam cerpen. Maksud berkaitan erat di sini

adalah gaya bahasa bertujuan dalam menggambarkan keseluruhan isi cerita.

Adapun pembahasan gaya bahasa ini tidak hanya berhenti sampai pada

analisis terhadap unsur intrinsik cerita, tetapi juga siswa dapat menerapkannya

dalam kehidupan sehari-hari.

Dalam kegiatan menganalisis unsur intrinsik cerpen, pembelajaran

gaya bahasa ini dapat melatih siswa dalam meningkatkan keterampilan

berbahasa seperti membaca dan menulis. Dalam kegiatan membaca, gaya

bahasa menjadi sarana penting agar siswa bisa memahami isi cerita yang

disampaikan oleh pengarang. Dengan memahami gaya bahasa dalam sebuah

karya, berguna untuk menambah wawasan dan melatih cara berpikir serta daya

imajinasi siswa dalam menganalisis sebuah karya dengan lebih seksama

sehingga keterampilan membaca dan menulis siswa dapat terlatih secara

bersamaan. Tidak hanya itu, minat siswa pun diharapkan akan terdorong untuk

membaca karya sastra yang lebih bervariatif lagi, sehingga diharapkan pula

dapat meningkatkan pemahaman akan gaya bahasa dalam sebuah karya serta

kehalusan rasa berbahasa siswa.

Pembelajaran gaya bahasa yang dikemas dengan menarik tidak

hanya membuat pengetahuan siswa semakin luas tetapi juga meninggalkan

kesan yang tak terlupakan bagi siswa sehingga penerapannya akan lebih

mudah dalam kehidupan sehari-hari siswa. Terkait dengan hal itu, penggunaan

gaya bahasa yang terdapat dalam kumpulan cerpen Murjangkung Cinta yang

Dungu dan Hantu-Hantu karya AS Laksana ini dapat digunakan sebagai salah

Page 191: GAYA BAHASA PERBANDINGAN DALAM KUMPULAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31986/3/IHDA... · bahasa perbandingan tersebut terhadap pembelajaran bahasa dan sastra

204

satu referensi tambahan dalam materi gaya bahasa dalam pembelajaran sastra

sebagai salah satu unsur pembangun cerpen.

Page 192: GAYA BAHASA PERBANDINGAN DALAM KUMPULAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31986/3/IHDA... · bahasa perbandingan tersebut terhadap pembelajaran bahasa dan sastra

205

BAB V

PENUTUP

A. Simpulan

Berdasarkan analisis data yang telah dilakukan pada kumpulan cerpen

Murjangkung Cinta yang Dungu dan Hantu-Hantu karya AS Laksana, maka

diperoleh hasil simpulan sebagai berikut:

1. Dalam keseluruhan kumpulan cerpen Murjangkung Cinta yang Dungu dan

Hantu-Hantu karya AS Laksana diperoleh sebanyak 168 data berupa

kalimat yang menyatakan penggunaan bahasa. Kalimat-kalimat tersebut

mencakup tiga jenis gaya bahasa perbandingan. Gaya bahasa tersebut di

antaranya (a) metafora berjumlah 43 kalimat, (b) perumpamaan berjumlah

81 kalimat, (c) personifikasi berjumlah 44 kalimat. Dari ketiga gaya

bahasa perbandingan tersebut, gaya bahasa yang paling dominan

digunakan oleh pengarang adalah gaya bahasa perumpamaan sebanyak 81

data kalimat atau 48,2% data kalimat dari keseluruhan cerpen. Dengan

banyaknya penggunaan gaya perumpamaan oleh pengarang, dapat

disimpulkan bahwa gaya penceritaan AS Laksana memliki kekhasan

dalam menyamakan sesuatu dengan hal lain. Adapun gaya bahasa yang

digunakan pengarang berfungsi memperkuat penyampaian struktur naratif

cerita seperti penggambaran tokoh dan penokohan maupun latar dalam

cerita.

2. Implikasi penggunaan gaya bahasa yang terdapat dalam kumpulan cerpen

Murjangkung Cinta yang Dungu dan Hantu-Hantu karya AS Laksana ini

dapat diterapkan dalam pembelajaran gaya bahasa pada siswa kelas X

semester 1 dalam aspek membaca, dengan standar kompetensi memahami

wacana sastra melalui kegiatan membaca puisi dan cerpen, dan

kompetensi dasar menganalisis keterkaitan unsur intrinsik suatu cerpen

dengan kehidupan tersebut. Dengan kompetensi tersebut, siswa diharapkan

mampu mengidentifikasi unsur intrinsik dalam cerpen (khususnya gaya

bahasa) serta mampu mengaitkannya dengan kehidupan sehari-hari, seperti

Page 193: GAYA BAHASA PERBANDINGAN DALAM KUMPULAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31986/3/IHDA... · bahasa perbandingan tersebut terhadap pembelajaran bahasa dan sastra

206

melatih proses berpikir, menumbuhkan gagasan, serta membangkitkan

kehalusan rasa bahasa siswa yang dihasilkan melalui kegiatan membaca.

B. Saran

Berdasarkan simpulan yang telah diuraikan di atas, ada beberapa saran

yang diajukan oleh penulis sebagai berikut.

1. Diharapkan kumpulan cerpen Murjangkung Cinta yang Dungu dan Hantu-

Hantu karya AS Laksana ini dapat dijadikan bahan pembelajaran sastra,

terutama gaya bahasa. Hal ini bertujuan agar siswa dapat mengetahui

fungsi gaya bahasa dalam karya sastra khususnya cerpen.

2. Penelitian terhadap gaya bahasa dalam cerpen ini diharapkan dapat

menambah perbendaharaan materi guru mengenai kajian tentang gaya

bahasa dan juga menjadi pedoman atau acuan dalam pembelajaran bahasa

dan sastra di sekolah.

3. Penulis mengharapkan agar penelitian tentang gaya bahasa dapat terus

dilakukan secara kontinu agar dapat mengetahui karakteristik atau ciri

khas seorang sastrawan yang satu dengan yang lain. Selain itu penelitian

ini juga diharapkan dapat dilakukan secara berkesinambungan agar dapat

lebih mendalami dan mengetahui keterkaitan antara gaya bahasa secara

umum dengan keseluruhan inti cerita.

Page 194: GAYA BAHASA PERBANDINGAN DALAM KUMPULAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31986/3/IHDA... · bahasa perbandingan tersebut terhadap pembelajaran bahasa dan sastra

207

DAFTAR PUSTAKA

Aminuddin. Pengantar Apresiasi Karya Sastra. Bandung: Sinar Baru,

1988.

. Stilistika Pengantar Memahami Bahasa dalam Karya Sastra.

Semarang: IKIP Semarang Press, 1995. Cet. Ke-1.

Barry, Peter. Pengantar Komprehensif Teori Sastra dan Budaya.

Yogyakarta: Jalasutra, 2010.

Chaer, Abdul. Linguistik Umum. Jakarta: Rineka Cipta, 2007. Cet. Ke-3.

Coupland, Nikolas. Style: Language Variation and Identity. New York:

Cambridge University Press, 2007.

Esten, Mursal. Kesusastraan Pengantar Teori dan Sejarah. Bandung:

Angkasa, 2000.

Fananie, Zainuddin. Telaah Sastra. Surakarta: Muhammadiyah University

Press, 2002.

Handayani, Retno Dwi. “Stilistika Novel Sirah Karya Ay Suharyana”,

Skripsi, Universitas Sebelas Maret. Surakarta: 2010. Tidak

dipublikasikan.

Hawthorn, Jeremy. Studying the Novel: an Introduction. New York: Great

Britain, 1989.

Keraf, Gorys. Diksi dan Gaya Bahasa. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama,

2010.

Kridalaksana, Harimurti. Kamus Linguistik Edisi Keempat. Jakarta:

Gramedia Pustaka Utama, 1982.

Laksana, AS. Murjangkung Cinta yang Dungu dan Hantu-Hantu. Jakarta:

GagasMedia, 2013.

Minderop, Albertine. Metode Karakterisasi Telaah Fiksi. Jakarta: Yayasan

Pustaka Obor Indonesia, 2011.

Moleong, Lexy J. Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: PT Remaja

Rosdakarya, 2009.

Page 195: GAYA BAHASA PERBANDINGAN DALAM KUMPULAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31986/3/IHDA... · bahasa perbandingan tersebut terhadap pembelajaran bahasa dan sastra

208

Mujiyanto, Yant. “Pemanfaatan Gaya Bahasa dalam “Sesobek Buku

Harian Indonesia” Antologi Puisi Emha Ainun Najib (Studi

Stilistika)”. Tesis. pada Universitas Sebelas Maret. Surakarta:

2007. Tidak dipublikasikan.

Nurgiyantoro, Burhan. Stilistika. Yogyakarta: Gadjah Mada University

Press, 2014.

. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gadjah Mada University

Press, 2005.

Oktaviani, Uhtia Fajrihati. “Makna Keluarga dalam Balutan Cerita

Fantastik Pada Kumpulan Cerpen Bidadari Yang Mengembara

Karya AS Laksana”. Skripsi pada Universitas Airlangga. Surabaya:

2012. Tidak dipublikasikan.

Priyatni, Endah Tri. Membaca Sastra dengan Ancangan Literasi Kritis.

Jakarta: Bumi Aksara, 2010.

Purba, Antilan. Sastra Indonesia Kontemporer. Yogyakarta: Graha Ilmu,

2012.

Purwaningrum, Ayuningtyas. “Tokoh dalam Kumpulan Cerpen Bidadari

yang Mengembara Karya AS Laksana dan Kelayakannya Sebagai

Bahan Ajar di SMA”. Skripsi pada Universitas Lampung.

Lampung: 2015. Tidak dipublikasikan.

Rahmanto, B. Metode Pengajaran Sastra. Yogyakarta: Kanisius. 1988.

Rampan, Korrie Layun. Angkatan 2000 dalam Sastra Indonesia. Jakarta:

PT Grasindo, 2000.

Ratna, Nyoman Kutha. Stilistika Kajian Puitika Bahasa, Sasra, dan

Budaya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009. Cet. 1.

. Teori, Metode, dan Teknik Penelitian Sastra. Yogyakarta:

Pustaka Pelajar, 2007.

Semi, M. Atar. Anatomi Sastra. Padang: Angkasa Raya, 1988.

. Metode Penelitian Sastra. Bandung: Angkasa, 1990.

Siswanto,Wahyudi. Pengantar Teori Sastra. Jakarta: Grasindo, 2008.

Page 196: GAYA BAHASA PERBANDINGAN DALAM KUMPULAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31986/3/IHDA... · bahasa perbandingan tersebut terhadap pembelajaran bahasa dan sastra

209

Sudjiman, Panuti. Bunga Rampai Stilistika. Jakarta: Pustaka Utama

Grafiti, 1993.

Tarigan, Henry Guntur. Membaca Sebagai Suatu Keterampilan

Berbahasa. Bandung: Angkasa, 2008.

. Pengajaran Gaya Bahasa. Bandung: Angkasa, 1985.

. Prinsip-prinsip Dasar Sastra. Bandung: Angkasa, 2011.

Teeuw, A. Sastra dan Ilmu Sastra Pengantar Teori Sastra. Jakarta:

Pustaka Jaya, 1984.

Tim Penyusun. Ensiklopedi Sastra Indonesia Edisi Revisi. Bandung: Titian

Ilmu, 2009.

Waridah, Ernawati. EYD & Seputar Kebahasa-Indonesiaan. Jakarta:

Kawan Pustaka, 2010.

Widjojoko dan Endang Hidayat. Teori dan Sejarah Sastra Indonesia.

Bandung: UPI Press, 2006.

Zaidan, Abdul Rozak, dkk. Kamus Istilah Sastra. Jakarta: Balai Pustaka,

1994.

Jurnal

Rofiqi, Zaim A. “Cerita-Cerita yang Mengembara”. Kalam vol. 22.

Jakarta: Yayasan Kalam, 2005.

Majalah dan Surat Kabar

Arnas, Benny. “Murjangkung dan Bisikan AS Laksana”. Harian Jawa Pos,

31 Maret 2013.

Ballah, Umar Fauzi. “Dongeng dan Bahasa AS Laksana”. Harian Kompas,

30 Maret 2014.

Christanty, Linda. “Metafor Kehidupan AS Laksana”. Majalah Dewi, Mei

2013.

Prasetyo, Arif Reza. “Laksana Menulis Sejarah Hantu”. Majalah Tempo, 5

Mei 2013.

Page 197: GAYA BAHASA PERBANDINGAN DALAM KUMPULAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31986/3/IHDA... · bahasa perbandingan tersebut terhadap pembelajaran bahasa dan sastra

210

Setiawan, Hawe. “Menggambar Sulak". Harian Republika, 15 Agustus

2004.

Sumber Internet dan lainnya

Jakarta School. “Tentang Pengajar AS Laksana”,

http://jakartaschool.com/pengajardetail, diakses pada 13 Juni 2015.

Khuratul Aini, “Kepercayaan Rakyat yang terdapat dalam Kumpulan

Cerpen Murjangkung Cinta yang Dungu dan Hantu-Hantu Karya

AS Laksana”, http://ejournal-s1.stkip-pgri-sumbar.ac.id/, diakses

pada 5 Mei 2015, pukul 12.30 WIB.

Kamus Besar Bahasa Indonesia Offline 1.5.1

Page 198: GAYA BAHASA PERBANDINGAN DALAM KUMPULAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31986/3/IHDA... · bahasa perbandingan tersebut terhadap pembelajaran bahasa dan sastra

211

LAMPIRAN

Lampiran 1

Lampiran 2

Lampiran 3

Page 199: GAYA BAHASA PERBANDINGAN DALAM KUMPULAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31986/3/IHDA... · bahasa perbandingan tersebut terhadap pembelajaran bahasa dan sastra

Lampiran 1

Sinopsis 20 Cerita dalam Kumpulan Cerpen Murjangkung Cinta yang Dungu

dan Hantu-Hantu Karya AS Laksana

1. Bagaimana Murjangkung Mendirikan Kota dan Mati Sakit Perut

Cerpen ini mengisahkan dongeng para pemabuk yang singgah ke

negeri seberang setelah bangkut di negeri mereka sendiri. Murjangkung, si

raksasa berkulit bayi, bersama pemabuk lainnya memutuskan untuk menetap

dan mendirikan sebuah rumah gedong di tanah yang dibelinya dari Sang

Pangeran, penguasa tanah dan rawa-rawa di tepi sungai barat. Di tahun

berikutnya, Murjangkung memancing keributan atas tanah yang ditempatinya.

Sang Pangeran marah dan mereka saling melempar caci maki dari gedong

yang saling berseberangan. Perang pun tidak dapat dihindarkan. Hingga

akhirnya Murjangkung menang dan menjadi penguasa di kota baru yang ia

dirikan. Seiring berjalannya waktu, penduduk kota itu semakin banyak dan

akibat perilaku penduduk kota yang jorok, kota tersebut menjadi bau dan

diserang penyakit. Murjangkung sendiri akhirnya mati lantaran terserang

disentri. Murjangkung Jr., pengganti Murjangkung, karena takut terserang

disentri kemudian memindahkan pusat pemerintahan kota ke tanah lapang. Di

sana, ia mendirikan monumen patung untuk mengenang jasa Murjangkung.

2. Otobiografi Gloria

Dikisahkan, Gloria adalah bayi yang hanya sempat menghirup

oksigen di dunia dalam waktu sekejap. Nenek dan kakeknya sangat rindu

hadirnya bayi dan terobsesi ingin memiliki cucu. Mereka pun akhirnya

mendatangi orang sakti dan tempat-tempat keramat. Anak pertama adalah

bujang lapuk, dan hidup membujang hingga ia mati. Anak kedua menikah

dengan pria yang agak berumur, sudah 7 tahun menikah tetapi belum

dikaruniai anak. Sedangkan anak ketiga, belum menikah namun hamil tanpa

suami. Kakek Gloria, kalap dan semakin putus asa karena anak ketiga, si

Page 200: GAYA BAHASA PERBANDINGAN DALAM KUMPULAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31986/3/IHDA... · bahasa perbandingan tersebut terhadap pembelajaran bahasa dan sastra

Cacing, tetap tutup mulut mengenai lelaki yang telah menghamilinya. Setelah

anak haram itu lahir, si kakek membunuh cucu pertama karena menjalani

sebuah ilham. Bahkan anak itu pun belum sempat diberi nama. Saat kakek dan

ibunya meninggal, mereka tidak bertemu di dunia lain.

3. Dongeng Cinta yang Dungu

Dongeng ini bermula dari kebencian Fira terhadap si Belatung,

bosnya di tempat ia bekerja. Ia mulai mengganggu Fira di kantor, bahkan

kehidupannya di luar kantor. Pada suatu hari, ketika ia sedang tidur, Fira

merasakan roh dalam tubuhnya terpisah dari jasadnya. Ia terbang ke awan dan

menemukan si Belatung. Fira bersembunyi di balik awan agar tak diganggu

bosnya, namun rupanya si Belatung menemukan jasad Fira yang tengah

terbaring lalu memasukinya. Mereka pun bertukar sepasang tubuh, hingga

akhirnya mereka menikah agar dapat menyatukan jasad dan roh mereka yang

tertukar. Sebuah percintaan yang membingungkan, antara harus mencintai

jasadnya sendiri atau mencintai seseorang yang berada dalam jasad tersebut.

4. Perempuan dari Masa Lalu

Berawal dari kebiasaannya membayangkan setiap adegan di masa

lalu, pada suatu hari di sebuah halte, Seto bertemu dengan perempuan yang

baru sekali dilihatnya, tetapi ia merasa sangat kenal. Hingga kejadian itu terus

berulang, dan untuk ketiga kalinya ia bertemu perempuan di sebuah halte yang

ia yakini sebagai kekasihnya di masa lalu, keduanya berbincang meskipun lalu

terpisah. Pada suatu hari, secara tak sengaja Seto bertemu perempuan itu di

sebuah terminal. Di sebuah kamar sewaan mereka pun bercinta. Mereka pun

kembali mengingat-ingat kejadian yang pernah mereka alami berdua di masa

lalu.

5. Bagaimana Kami Selamat dari Kompeni dan Sebagainya

Cerpen ini mengisahkan tokoh Aku yang mewarisi bakat

keluarganya sebagai pencerita. Aku adalah satu-satunya keturuanan yang

Page 201: GAYA BAHASA PERBANDINGAN DALAM KUMPULAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31986/3/IHDA... · bahasa perbandingan tersebut terhadap pembelajaran bahasa dan sastra

menjadikan tradisi keluarganya itu sebagai sumber penghasilan. Aku

mengumpulkan berbagai cerita secara turun-temurun dari keluarganya, di

antaranya seperti kisah tentang Cina dan hujan, tentang kakus dan neneknya,

tentang siluman dan jin Sulaiman, tentang kompeni yang bermain ayunan dan

tentang kakek Aku yang tidak menjadi nabi.

6. Seto Menulis Peri, Pelangi, dan Para Putri

Seto menjadi juru selamat bagi keluarga Pak Mayor, sebab ia telah

menyelamatkan nyawa anaknya, Pramono, pada suatu peristiwa

pengkroyokan. Ia diminta tinggal di rumah keluarga itu. Si Mayor memiliki

tiga orang anak, namun hanya Pramonolah yang menjadi anak emasnya. Si

berandal itu ternyata mengetahui perselingkuhan ayahnya dengan perempuan

lain. Semenjak itu, Pramono menjadi anak liar dan suka main perempuan

seperti ayahnya. Bahkan, ia pernah dua kali terkena sipilis. Seto kerap kali

mengikuti kegiatan Mayor dan sering diajak mengikuti kehidupan malam

Pramono. Hingga Seto tau apa yang tejadi dalam keluarga Mayor berpangkat

itu—runyam dan baik-baik saja. Ia pergi dari rumah itu dan meninggalkan

catatan puisi tentang peri, pelangi, dan para putri.

7. Teknik Mendapatkan Cinta Sejati

Seto tidak pernah memimpikan akan memiliki adik yang sangat

dungu, Sasi, si Kerbau maha tidak tahu dan ia pemburu yang pantang

menyerah. Suatu pagi, Sasi bertanya mengenai apa yang harus ia lakukan

untuk mendapatkan cinta dari pria yang telah beristri dan berbeda keyakinan

pula dengannya. Seto menjawab sambil lalu “Pindah agama saja!”, namun

jawaban asbunnya ternyata ditanggapi serius oleh adiknya. Tiap saat ia

dilempari pertanyaan yang membuatnya semakin tidak nyaman. Sayangnya

adiknya sedikit berakal. Menurutnya, jawaban apapun yang ia keluarkan tak

akan mampu membuat adiknya paham. Hingga akhirnya Seto menjelaskan

tentang pengalamannya berpindah-pindah agama untuk menghindari

penolakan dari seorang perempuan. Namun adiknya ternyata tetap saja dungu.

Page 202: GAYA BAHASA PERBANDINGAN DALAM KUMPULAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31986/3/IHDA... · bahasa perbandingan tersebut terhadap pembelajaran bahasa dan sastra

Berbeda dengan Seto, Sasi begitu menyayangi kakaknya. Ia rela meninggalkan

bangku kuliahnya dan menghabiskan sisa hidupnya demi merawat Seto yang

sakit-sakitan.

8. Dua Perempuan di Satu Rumah

Seto lahir dari keluarga broken home. Kehidupan masa lalunya yang

pahit membuat ia tumbuh menjadi gali yang ganas dan ia harus mati

mengenaskan. Ayahnya memutuskan menjadi perempuan sejak ia kecil. Di

sekolah, Seto selalu diejek karena ayahnya berbeda dengan ayah teman-

temannya. Sejak itu, Seto semakin menjauhi ayahnya meskipun ia tidak

pernah membencinya. Seto tumbuh sesukanya. Ia menjadi anak liar dan suka

mabuk-mabukan. Ibunya, yang dulu cerewet menjadi pendiam dan tidak

peduli. Begitupun ayahnya yang tak mampu berbuat apa-apa terhadap

perubahan sikap Seto. Namun mereka tetap hidup dalam satu atap. Seto

semakin sering membuat keributan dan melakukan kekerasan di tempat

mangkal para banci lantaran lengkingan suara banci membuat ia merindukan

ibunya yang dulu, yang selalu cerewet, dan sebab itu ia juga berharap agar

ayahnya menjauhi dan membencinya.

9. Bukan Ciuman Pertama

Cerpen ini mengisahkan tentang Aku yang sering membaca buku-

buku motivasi. Ia begitu meyakini pesan yang ia baca dari buku-buku tentang

keberhasilan orang-orang sukses. Pada suatu hari, seorang lelaki dengan

sebelah mata mengatup mendatangi rumahnya dan meminta izin kepadanya

agar ia bisa mengusap dan mencium perut istrinya yang sedang hamil anak

keempat. Lelaki itu mengaku sedang menjalani laku tertentu demi

menyelamatkan nyawa bayi yang akan lahir. Namun, buku yang ia baca

mengajarkannya agar menjauhi penyakit seperti lelaki dengan sebelah mata

mengatup yang mendatangi rumahnya hingga Aku pun terus berprasangka

buruk terhadap lelaki itu karena ia meyakini pesan dari buku yang ia baca.

Akan tetapi sang istri akhirnya mengizinkan lelaki itu mencium dan mengusap

Page 203: GAYA BAHASA PERBANDINGAN DALAM KUMPULAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31986/3/IHDA... · bahasa perbandingan tersebut terhadap pembelajaran bahasa dan sastra

perutnya. Setelah anak keempat mereka lahir dan mirip dengan lelaki itu, Aku

pun semakin meyakini firasat yang selama ini menghantuinya bahwa istrinya

telah main gila dengan lelaki itu.

10. Tuhan, Pawang Hujan, dan Pertarungan yang Remis

Alit, pesulap yang merasa gagal karena seringkali kikuk ketika

berhadapan dengan gadis kusam yang sering menonton atraksi sulapnya. Ia

memutuskan meninggalkan bakat sulapnya dan menemukan bakat lain sebagai

pawang hujan. Namun di tengah perjalanannya sebagai pawang hujan, ia

merasa Tuhan telah memberikan bakat yang salah terhadapnya. Bakat yang

tidak mampu menarik hati gadis pujaan hatinya. Alit kecewa kepada gadis

kusam itu karena menikah dengan si bandot tua. Tuhan dianggapnya telah

melakukan keputusan yang keliru, hingga ia memutuskan untuk bertarung

dengan Tuhan. Namun pertarungan berakhir remis. Alit tidak mati atas

kehendaknya sendiri, Tuhan pun menggagalkan upayanya untuk bunuh diri.

11. Kisah Batu Menangis

Cerpen ini mengisahkan tokoh Aku yang harus merasakan

penderitaan sepanjang kehidupan perkawinannya. Sang istri terus memaki,

mencaci, dan mengutuk bekas suaminya selama mereka menjalani kehidupan

rumah tangga. Kemarahan perempuan itu tak pernah reda dan membuat tokoh

Aku merasa tak berarti. Perempuan itu dulunya pernah menikah dan

perkawinan mereka bubar setelah suaminya berselingkuh. Selama sembilan

tahun menikah Aku selalu ingin menangis. Aku pun memilih pergi dan

mencari ketenteraman di usianya yang semakin senja. Lalu Aku pun

menyelinap ke sebuah gua dan sepanjang malam ia terus menangis, namun

segalanya berubah ketika Aku terbangun keesokan harinya. Aku menjadi

sebongkah batu kecil berbentuk kelinci yang meneteskan air mata sepanjang

hari.

Page 204: GAYA BAHASA PERBANDINGAN DALAM KUMPULAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31986/3/IHDA... · bahasa perbandingan tersebut terhadap pembelajaran bahasa dan sastra

12. Seorang Utusan Memotong Telinga Raja Jawa

Aku adalah lelaki yang selalu berpikir liar. Aku memiliki beberapa

teman lama seperti Seto dan Jiwo alias Kadal. Seto dianggap sebagai teman

yang membosankan sedangkan Kadal, teman ketika mereka SMP, dianggap

tidak waras. Suatu kali Aku berkata sekenanya pada si Kadal bahwa di masa

lalu ia adalah tentara Mongol dan ia membenci raja Jawa. Namun, si Kadal

ternyata menanggapi omongannya dengan menyuruhnya meninggalkan tanah

Jawa. Namun, Aku tak pernah meladeninya. Semarang adalah tanah

kelahirannya, bagaimanapun Aku tetap tak bisa meninggalkan tempat yang

sudah memberikannya banyak kenangan. Dalam sebuah perjalanan bis menuju

Jakarta ada tiga anak jalanan yang meminta-minta sambil mengasah sembilu.

Tiba-tiba Aku teringat akan kekecewaannya di masa lalu. Aku pun tak mampu

menahan amarahnya, lalu memotong telinga kanan salah satu di antara mereka

untuk mengobati rasa pedih yang sudah dipendamnya sejak lama.

13. Lelaki Beristri Batu

Cerpen ini mengisahkan tentang cinta seorang suami (Aku) yang

berbalas pengkhianatan dari istrinya. Ketika pertama kali dikhianati, tokoh

Aku berusaha memaafkan kesalahan itu, namun setelah pengkhianatan

seterusnya tokoh Aku sudah muak permintaan maaf yang keluar dari mulut si

pengkhianat itu. Untuk mengobati luka hatinya itu, Aku menjadi pemabuk

yang sering menuangkan alkohol dan putrinya pun menjadi tidak terurus.

Pengkhianat itu datang kembali untuk meminta maaf dan tak pernah pergi lagi

sejak itu, namun rasa kasih Aku sudah ludes terhadap perempuan itu. Pada

hari kematian lelaki itu, orang-orang menemukan perempuan itu beserta

anaknya menjadi dua buah patung batu di kamar pembantu yang tergembok.

14. Efek Sayap Kupu-Kupu

Cerpen ini mengisahkan tokoh Alit yang tidak menyukai ayahnya.

Setiap pagi ia membayangkan ayahnya merengek-rengek didatangi malaikat

yang siap mencabut nyawa dengan cara sesakit-sakitnya. Penangkapan

Page 205: GAYA BAHASA PERBANDINGAN DALAM KUMPULAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31986/3/IHDA... · bahasa perbandingan tersebut terhadap pembelajaran bahasa dan sastra

Ambar, germo yang baru duduk di kelas dua SMA, yang tersiar di salah satu

stasiun televisi merupakan sebuah kebetulan yang akhirnya membawa Alit

bertemu dengan adiknya yang telah lama terpisah. Pertemuan Alit dengan

Ambar pun membuat Alit tahu kondisi dan keberadaan ayahnya. Apa yang ia

bayangkan setiap pagi itu ternyata benar-benar mendatangi ayahnya. Sudah

berapa kalikah? Alit pun ketakutan dan memikikirkan hal itu hingga pada

suatu pagi setelah ia keluar dari tempat minum, ayahnya meninggal di tempat

lain yang jauh sekali. Efek kupu-kupu pun bekerja pada peristiwa dini hari itu.

15. Ibu Tiri Bergigi Emas

Kepergian Alit yang dirahasiakan menyisakan tanda tanya besar. Ia

pergi dari rumah dan meninggalkan sepucuk surat untuk ayahnya. Sejak SD ia

harus kehilangan kasih sayang seorang ibu. Ibunya pergi dari rumah setelah

menerima ribuan tamparan dari ayahnya. Penyebabnya adalah kematian kedua

adik Alit yang dianggap sebagai kesalahan ibunya. Hingga SD, Alit terus

mengharapkan ayahnya membawa ibunya kembali, namun bukan ibunyalah

yang dibawa pulang melainkan perempuan bergigi emas. Perempuan itu

adalah ibu tiri Alit yang menggantikan posisi ibunya mendongengkan cerita

sebelum ia tidur. Hingga ia SMA, ibu tirinya terus mendongeng ketika

ayahnya tidak ada atau di luar kota. Setelah lulus SMA, Alit pergi dari rumah

tanpa alasan yang pasti. Isi surat yang ditinggalkan itulah yang menjadi

rahasia yang hanya dipegang Alit dan ayahnya.

16. Seorang Lelaki Telungkup di Kuburan

Cerpen ini mengisahkan tentang tokoh Aku yang dianggap telah mati

oleh para tetangganya karena rentetan peristiwa yang menimpanya. Salah satu

tetangganya memiliki kebiasaan aneh yang ia bawa dari kampungnya. Ia

membuat dua buah gundukan seperti kuburan. Pada gundukan pertama, ia

menanam kepala kerbau dan pada gundukan kedua ia menanam kambing

hidup-hidup. Suatu hari, orang itu meninggal dengan telungkup memeluk dua

gundukan dan tokoh Aku baru menyadari bahwa tetangganya menancapkan

Page 206: GAYA BAHASA PERBANDINGAN DALAM KUMPULAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31986/3/IHDA... · bahasa perbandingan tersebut terhadap pembelajaran bahasa dan sastra

nisan atas nama istri dan anaknya di kedua gundukan itu. Hal itu membuat

orang-orang menceritakan hal-hal yang keliru mengenai tetangganya yang

meninggal. Mereka mengira tokoh Akulah yang meninggal.

17. Malam Saweran

Cerpen ini mengisahkan kehidupan perkawinan tokoh Aku yang

kemudian kecewa karena ia merasa telah gagal membahagiakan istrinya.

Setelah anak perempuan mereka tumbuh dan tampak kelaki-lakian, istrinya

berubah menjadi seorang penuduh. Ia selalu meracau dan mengungkung

dirinya dengan berbagai prasangka yang ada di pikirannya. Hal itu membuat

tokoh Aku kesepian. Untuk mengisi kesepiannya itu, ia sering mendatangi

tempat hiburan malam dan menjadi penyawer untuk membahagiakan dirinya.

18. Cerita untuk Anak-Anakmu

Cerpen ini mengisahkan sebuah dongeng kehidupan anggota DPR

dan penyanyi dangdut. Pasangan ini bertemu dalam satu panggung kampanye.

Setelah si politisi memenangkan jatah kursi, ia menyatakan cinta dan melamar

si penyanyi dangdut karena jatuh cinta pada pinggulnya yang indah. Mereka

pun menjadi pasangan yang saling melengkapi di panggung-panggung

kampanye. Namun dalam tempo enam bulan, perempuan itu minta cerai tanpa

sebab yang pasti. Melalui kuasa hukumnya politisi itu menangkis semua

pertanyaan wartawan tentang penyebab perceraian mereka. Dongeng pun

berakhir. Mereka akhirnya bercerai dan masing-masing hidup bahagia

selamanya.

19. Kuda

Alit, penjudi yang bangkrut, yang tanpa sadar jatuh cinta kepada

seorang pelacur. Perempuan pelacur yang menyebut dirinya kuda itu

meninggalkannya setelah ia bangkrut di meja judi. Alit terbakar cemburu

melihat perempuan itu menggelendot manja dengan si lelaki kaya pemenang

judi. Perempuan itu memperlihatkan gerak-gerik mesum di hadapan Alit

Page 207: GAYA BAHASA PERBANDINGAN DALAM KUMPULAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31986/3/IHDA... · bahasa perbandingan tersebut terhadap pembelajaran bahasa dan sastra

namun ia tak bisa berbuat apa-apa terhadap orang di depan mata yang

berkhianat kepadanya. Alit terus mengutuki perempuan itu dalam hatinya

namun ia tetap menaruh harapan kepada perempuan itu. Setelah beberapa

minggu, ia mendatangi lagi rumah judi itu, namun ia tak menemukan

perempuan itu. Hingga hampir dua puluh tahun setelah pertemuan pertamanya

di rumah judi itu, Alit tetap tak menemukan perempuan itu.

20. Peristiwa Kedua, Seperti Komidi Putar

Cerpen ini mengisahkan kehidupan seorang pembantu yang menjadi

korban hasrat nafsu majikannya. Majikan lelaki di tempatnya bekerja sekarang

adalah anaknya. Anak itu adalah hasil hubungan gelap dengan majikan yang

terdahulu, ayah dari majikannya saat ini. Perempuan itu datang ke rumah itu

sebagai perempuan muda 26 tahun—usianya ketika ia melahirkan anak itu dan

mati beberapa jam setelah persalinan. Majikan lelakinya yang saat ini

melakukan hal sama seperti majikannya terdahulu. Ia meniduri pembantunya,

ibunya sendiri, saat istrinya bekerja di luar kota hingga hamil. Namun istrinya

rupanya mencium kejanggalan yang terjadi di rumahnya. Sebelum

menunjukkan gejala mual-mual, perempuan itu pergi dari rumah itu dan

melahirkan anak kedua yang juga cucunya.

Page 208: GAYA BAHASA PERBANDINGAN DALAM KUMPULAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31986/3/IHDA... · bahasa perbandingan tersebut terhadap pembelajaran bahasa dan sastra

Lampiran 2

Kartu Data Gaya Bahasa Perbandingan dalam Kumpulan Cerpen Murjangkung Cinta

yang Dungu dan Hantu-Hantu Karya AS Laksana

Gaya Bahasa Kalimat Halaman

1. Cerpen Bagaimana Murjangkung Mendirikan Kota dan Mati Sakit Perut

Metafora Tuan Murjangkung, raksasa berkulit bayi yang

memimpin pendaratan membeli dari Sang Pangeran

tanah enam ribu meter persegi di tepi timur sungai.

2

Setelah memenangi pertempuran, Murjangkung

segera memeriksa pembukuan dan menghukum anak-

anak buahnya yang menjadi lemah akal selama

dalam pengepungan.

7

“Jadi lebih baik kubangun rumah bordil ketimbang

rumah Tuhan?” hardik Murjangkung.

8

Perumpamaan Dan ketika kau menemukan tempat setenang

kakusmu, kau bisa menarik napas panjang dan merasa

lega.

1

Mereka menikmati arak kampung Pecinan yang jika

dibubuhi kismis dan disimpan beberapa hari akan

berubah warnanya menjadi serupa anggur bangsa

Portugis.

2

“Mereka lucu-lucu, seperti bayi tapi tinggi sekali,”

kata Sang Pangeran setelah Murjangkung dan

beberapa pemabuk datang menemuinya di hari

pendaratan.

3

Ia mengusap cairan di dahinya dan mencium bau

bacin pada cairan itu dan, seperti mendapatkan

perintah langsung dari Tuhan, Tuan Mur seketika

5

Page 209: GAYA BAHASA PERBANDINGAN DALAM KUMPULAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31986/3/IHDA... · bahasa perbandingan tersebut terhadap pembelajaran bahasa dan sastra

menyerukan komando, “Tembakkan meriam!”

Personifikasi Mereka lalu mengikhlaskan nasib pada angin muson

yang mendorong kapal mereka menyusuri pantai

negeri-negeri timur dan memikat hati para penduduk

di tempat-tempat mereka singgah.

3

2. Cerpen Otobiografi Gloria

Perumpamaan Dulu, ia pernah berpacaran dengan penari balet,

seorang perempuan setinggi galah yang mampu

berdiri dengan satu ujung kaki dalam waktu beberapa

lama.

18

Kakekku mendekam saja di kamarnya, seperti

pertapa-pertapa yang mengubur diri dalam gua

menunggu mukjizat diturunkan.

19

Nenekku orang yang paling tahan di dalam keluarga

kami, kami tetap memelihara keinginannya untuk

punya cucu. Seperti seorang pengkhianat yang

memikul kutuk, sampai hari ini ia terus mendatangi

tempat-tempat keramat dan dukun-dukun dan ia

melakukannya sendirian karena kakekku tidak bisa

menemaninya.

22

3. Cerpen Dongeng Cinta yang Dungu

Perumpamaan Gadis itu merasakan kulit kepalanya seperti mau

mengelupas dan otaknya mengeras seketika.

25

Namun tentu saja Fira tidak sembarangan mengatakan

kepada atasannya itu agar jangan jatuh cinta

kepadanya. Itu akan tampak seperti lelucon dan ia

akan kelihatan seperti gadis tolol yang gampang

berprasangka.

26

Di udara terbuka, Fira menjadi seperti capung yang

mengambang di tempat dan melesat tiba-tiba, hinggap

28

Page 210: GAYA BAHASA PERBANDINGAN DALAM KUMPULAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31986/3/IHDA... · bahasa perbandingan tersebut terhadap pembelajaran bahasa dan sastra

dari dahan ke dahan dan piknik ke gumpal-gumpal

awan.

Tubuh itu sedang berbaring di tempat tidur,

bersebelahan dengan istrinya, seorang perempuan

dengan muka mengkilat dan alis seperti kawat yang

melengkung tipis sekali.

32

2. Cerpen Perempuan Dari Masa Lalu

Metafora Dua hari kemudian, dengan niat merebut kembali

kekasihnya, Seto melacak rumah perempuan itu sesuai

alamat yang diberikan kepadanya dan ia menemukan

sebuah rumah yang kelihatannya telah menjadi sarang

nasib buruk sepanjang waktu.

40

Lihatlah, ketika jauh dari rumahnya, ketika tak ada

manusia-manusia kelelawar yang merusak mata,

perempuan itu benar-benar kekasih yang

menggembirakan, baik di kehidupan lalu atau

sekarang.

42

Perumpamaan Dan, catatlah satu hal, mereka bertemu di halte,

sebuah tempat serupa dangau di kehidupan lalu.

38

Rambut mereka jarang dan bau tubuh mereka sesengit

bau gua-gua lembab di mana kekelawar bersarang dan

membuang tahi.

41

Personifikasi Pertanyaan itu menabraknya tanpa diduga. 43

3. Cerpen Bagaimana Kami Selamat dari Kompeni dan Sebagainya

Metafora Seorang temanku pernah dibelit oleh lidah panjang

yang tinggal di pohon-pohon nangka.

48

Kadang-kadang aku ingin menyuruh ayahku berhenti

bercerita dan mengatakan bahwa orang-orang itu,

yang tampaknya senang mendengar ceritanya,

sesungguhnya suka meledek di belakang punggung.

50

Page 211: GAYA BAHASA PERBANDINGAN DALAM KUMPULAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31986/3/IHDA... · bahasa perbandingan tersebut terhadap pembelajaran bahasa dan sastra

Perumpamaan Setiap pagi kami seperti sekawanan burung yang

terbang gugup mencari tempat hinggap di kakus

umum. Kau harus mengantungi kerikil jika mulasmu

tidak tertahankan; dengan begitu sampah di perutmu

tidak akan bobol di jalanan. Ini seperti arak-arakan

yang menyedihkan. Aku tak ingin setiap pagi

mengikuti arak-arakan itu.

46

Kate-kate itu mengatakan bahwa mereka adalah

saudara tua, tapi tabiat mereka seperti saudara tiri

yang bengis dalam cerita-cerita mengharukan yang

pernah kudengar.

51

4. Cerpen Seto Menulis Peri, Pelangi, dan Para Putri

Metafora Di rumah mayor itu Seto pernah datang sebagai juru

selamat; ia membebaskan seorang berandal tanggung,

anak si mayor, dari keroyokan para bajingan depan

losmen gara-gara urusan perempuan.

55

Selain menjadi anjing kampung seminggu sekali, ia

mencuci mobil Pak Mayor setiap pagi dan mengawal

si berandal setiap malam.

56

Lagi pula ini cerita tentang bagaimana cara si berandal

menjadi anak emas Pak Mayor.

56

Tentara setengah tua itu beberapa kali mendengar

ucapannya bahwa seorang lelaki, jika tidak menjadi

raja di rumahnya sendiri, niscaya akan menjadi setan

di jalanan.

57

Dari sini kau bisa tahu mengapa para pemburu gosip

mudah sekali mendapatkan mangsa.

60

Rahang Pak Mayor menegang. Ia ingin menampar

kutu busuk itu, tetapi tangannya tak bergerak.

62

Perumpamaan Pak Mayor hanya berlari setiap Minggu pagi dan Seto, 56

Page 212: GAYA BAHASA PERBANDINGAN DALAM KUMPULAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31986/3/IHDA... · bahasa perbandingan tersebut terhadap pembelajaran bahasa dan sastra

demi kesopanan, membuntutinya seperti anjing

kampung.

Si Mayor mengatakan sesuatu tetapi tak jelas dan ia

seperti buru-buru menelan kembali setiap kata yang ia

keluarkan.

59-60

Si Mayor merasa seperti keledai tua yang ditunggangi

pencoleng kecil tetapi ia tidak bisa apa-apa.

62

Suhartini seperti disulut dan tiba-tiba suhu

tengkuknya naik dan ia merasakan lagi dorongan

untuk mengamuk.

63

Pak Mayor duduk tegak dan waswas dan melipat

tangan, seperti murid sekolah menyembunyikan ujung

kuku hitamnya di hari Senin ketika guru berkeliling

dengan penggaris besar.

63

Personifikasi Sebab cinta memang cenderung memamerkan

dirinya sendiri, kadang di depan orang yang tidak

tepat.

60

5. Cerpen Teknik Mendapatkan Cinta Sejati

Metafora Sasi tak pernah sampai hati meninggalkan kakaknya

sendirian—beberapa kali Seto pingsan di kamar

mandi.

75-76

Perumpamaan Ketika bangun untuk kali kedua, dilihatnya si kerbau

masih duduk seperti duduk semula, seperti batu tua,

seperti kutukan dari masa prasejarah.

67-68

Sehari sebelumnya ia seperti hidup tanpa tulang. Pada

suatu pagi, ketika ia kencing, ia merasa lantai kamar

mandinya goyah dan debur jantungnya meracau dan

kepalanya seperti kesemutan.

68

Kau bisa mengatakan bahwa Sasi kini menjalani

hidup serupa perawan suci, dengan satu-satunya anak

76

Page 213: GAYA BAHASA PERBANDINGAN DALAM KUMPULAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31986/3/IHDA... · bahasa perbandingan tersebut terhadap pembelajaran bahasa dan sastra

lelaki yang usianya 14 tahun lebih tua darinya.

6. Cerpen Dua Perempuan di Satu Rumah

Metafora Ibu menjaga tertib di rumah kami dengan mulut yang

ribut.

78

Perumpamaan Dalam dua tahun terakhir hidupnya, ia tidak bisa

bicara dan tampak seperti cacing.

77

Ayahku orang baik dan ia bilang ibuku orang baik,

tetapi kadang mereka ribut juga—biasanya ibu

memulai: kenapa kau tidak menelepon? Kenapa

makan pagimu tadi seperti anak cacingan?

80

Di sana aku merasa seperti berada di dalam kepungan

kuku-kuku hantu.

81

Ayahku hampir setinggi ambang pintu dan kini ia

tampak seperti perempuan raksasa.

82

Personifikasi Aku sedang membaca puisi-puisi murungnya di

kamarku dan tidak bisa tidur hingga larut malam dan

merasakan desakan takdir untuk menuliskan cerita ini.

78

7. Cerpen Bukan Ciuman Pertama

Metafora Bahkan ada kemungkinan, ketika kau berhasil

menjadikan dirimu magnet uang, kau akan bisa

menyadap kepeng-kepeng yang sudah terpendam

berabad-abad di perut bumi.

90

Yang ada di tanganku sekarang ini adalah buku lain

yang mengajariku menjauhi kemurungan dan

kegelapan pikiran—keduanya adalah penyakit

menular.

92

Mereka berdua sudah main gila di belakangku. 96

Perumpamaan Kaca depan jendela penuh debu, juga meja plastik di

teras dan daun-daun tanaman dalam pot, dan istriku

sedang tiduran di ruang tamu ketika aku masuk

88

Page 214: GAYA BAHASA PERBANDINGAN DALAM KUMPULAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31986/3/IHDA... · bahasa perbandingan tersebut terhadap pembelajaran bahasa dan sastra

rumah—ia tampak seperti sudah berumur 38 atau 39

tahun meskipun sesungguhnya belum 34 tahun.

Seperti wabah, kata bab tiga, keberhasilan adalah

sesuatu yang menular. begitu juga pikiran gelap dan

kemurungan.

89

Buku semacam itu benar-benar seperti kaus lapuk

yang akan membuat pikiranmu adem.

90

Aku terus menunduk. Tetapi wajahnya, dengan

sebelah mata mengatup, seperti ada di lantai teras.

94

Aku merasa sudah menghindar. Mata kanannya

seperti mengapung di mana-mana.

95

Aku tak bisa menjawab. Mata kanannya seperti terus

melekat di pelupukku.

95

Ia dan orang itu seperti bayangan masing-masing di

cermin—yang satu mata kiri, yang satu mata kanan.

95

Personifikasi Buku-buku semacam itu tidak mengajarimu

keganasan.

90

Jadi kau tidak perlu berpayah-payah memburu ke

mana perginya uang; uang itu sendirilah yang akan

mengubermu tanpa kenal letih ke mana kau pergi.

90

Daging, tulang-belulang, dan penampilanku tetap

tidak bisa memikat segerombolan uang untuk

berebut datang kepadaku.

91

Memang pernah juga kubaca buku yang mengajariku

bahwa kita berbuat baik kepada orang-orang yang

tidak membalas kebaikan kita, maka alam yang akan

membalas kebaikan kita itu.

92

Tetapi sejak anak keempat itu lahir mirip dengannya,

adegan di pintu itu semakin mengangguku.

96

8. Cerpen Tuhan, Pawang Hujan, dan Pertarungan yang Remis

Page 215: GAYA BAHASA PERBANDINGAN DALAM KUMPULAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31986/3/IHDA... · bahasa perbandingan tersebut terhadap pembelajaran bahasa dan sastra

Metafora Fakta berikutnya, para penjual motivasi selalu

mengatakan kepadamu bahwa untuk menjadi ini dan

itu kau tidak memerlukan bakat.

97

Tetapi apa gunanya mempertahankan sumpah dan

tindakan terpuji jika gadis itu jatuh ke tangan duda

tua?

102

Dan keduanya, baik politisi maupun bandot sangatlah

mudah jatuh cinta, namun Alit tidak percaya bahwa

bidadarinya akan jatuh cinta pada bandot tua yang

mendekatinya.

104

Perumpamaan Kecantikan gadis itu bertahan di pelupuk mata Alit

hingga bertahun-tahun kemudian dan Alit yakin

bahwa kecantikan seperti halnya bakat, adalah

anugerah Tuhan

98

Selama pertunjukkan, yang berlangsung satu jam

namun terasa seperti bertahun-tahun, para prajurit

terus memasang tampang kaku seperti ketika mereka

sedang berbaris.

99

Lelaki itu menatap anak muda di depannya, seperti

memeriksa susunan tulang belulang rangkanya.

99

Alit percaya pada kata-katanya: ia pawang sakti dan,

kau tahu, tampangnya seperti setan.

100

Ia akan membuat awan-awan saling cakar seperti

anak-anak kucing atau melengok selucu banci.

100

Kau tahu, mereka seperti kaum usiran yang kembali

untuk merayakan kematian orang yang selama hidup

telah mencampakkan mereka.

101

Alit sudah hampir 32 saat itu dan pada hari Sabtu

sore ia melihat si gadis, usianya sudah hampir 21,

tampak seperti bidadari yang dijatuhi kutukan.

101-102

Page 216: GAYA BAHASA PERBANDINGAN DALAM KUMPULAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31986/3/IHDA... · bahasa perbandingan tersebut terhadap pembelajaran bahasa dan sastra

Personifikasi “Tidak sulit jika kau punya bakat,” kata orang tua itu,

suaranya menyusup dari celah-celah gusi yang

sudah gundul.

99

Maka penampilan kelima Alit adalah bertarung

menghadapi awan-awan yang datang menyesaki

pemakaman gurunya.

101

Pertarungan berlangsung alot dan Alit akhirnya

mampu mengusir barisan awan yang datang untuk

membenamkan jenazah si pawang tua.

101

Sungguh Tuhan telah memberinya bakat yang tidak

berguna, bakat yang tak mampu menarik hati gadis

pujaannya, bakat yang tak mampu menyelamatkan

gadis itu dari pesona si bandot

104

Cukup baginya menurunkan hujan lebat dua hari di

hulu sungai dan banjir akan menyapu kolong

jembatan dan menyeret pengemis utusan Tuhan ke

lautan. Cukup pula baginya jika banjir itu menghajar

bandot tua dan gadis pesulap yang sedang berbulan

madu.

105

9. Cerpen Kisah Batu Menangis

Metafora Maksudku, kau pasti akan merasa serba tak enak jika

suatu saat burung penguinmu ditonton orang di

mana-mana dan dijadikan bahan ketawaan.

107

Dengan kegemaran menyelam yang tak terkendalikan

itu, suatu saat atraksi penguinmu bisa menjadi

tontonan banyak orang.

108

Perumpamaan Pada saat penguinnya menyelam, lelaki itu tetap

menampilkan paras muka seperti orang yang sedang

makan

111

“Apa sebenarnya salah saya?” tanyanya, seperti bayi 112

Page 217: GAYA BAHASA PERBANDINGAN DALAM KUMPULAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31986/3/IHDA... · bahasa perbandingan tersebut terhadap pembelajaran bahasa dan sastra

baru lahir yang dikutuk oleh nasib buruk pada hari

pertama ia dilahirkan, seperti orang suci yang

dihukum karena mengajarkan kebenaran.

Istriku terus mencaci. Aku seperti tenggelam dalam

pusaran yang keruh dan membuatku sulit bernapas.

113

Sudah saatnya aku memikirkan ketenteraman seperti

resi-resi zaman dulu, menghabiskan air mata di tempat

sunyi.

116

Mungkin aku tertidur 300 tahun seperti orang-orang

dari cerita lama.

116

Personifikasi Sekarang akan kusampaikan kepadamu sebongkah

batu yang menangis. Ia mungkin menyampaikan

cerita agar kau lebih berhati-hati.

107

10. Cerpen Seorang Utusan Memotong Telinga Raja Jawa

Perumpamaan Nenekku batuk-batuk dan bertingkah seperti orang

ngidam; ia minta dibelikan mangga matang pohon.

118

Aku benci nama kampungnya; ia seperti memberi

perasaan tidak enak yang aku sendiri susah

menjelaskannya.

118

Ia menyambutku seperti orang yang hidup lagi

sehabis mati dan kami bercakap-cakap hingga dini

hari. Ia tampak seperti orang mengigau.

122

Personifikasi Ia menyarankan aku agar segera meninggalkan tanah

Jawa. Sebab, katanya, tempat ini memberikan

kenangan buruk kepadaku dan mungkin ada

dorongan dalam diriku untuk selalu membenci orang

Jawa—sebuah dorongan yang lahir begitu saja karena

pengalaman buruk di kehidupan masa laluku.

121

Semarang tidak memberiku pacar yang memuaskan

dan penghasilan yang baik tetapi aku tidak bisa

123

Page 218: GAYA BAHASA PERBANDINGAN DALAM KUMPULAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31986/3/IHDA... · bahasa perbandingan tersebut terhadap pembelajaran bahasa dan sastra

meninggalkannya.

Namun aku sudah lama sekali berada di kota ini dan

langit malam tidak kunjung menurunkan kepadaku

mukjizat itu.

125

Aku merasakan hawa dingin merambat naik dari

bokong ke kepala dan membekukan otakku.

126

Daun telinga lebih gampang dan itu pun lumayan

untuk mengobati rasa pedih berabad-abad

126

13.Lelaki Beristri Batu

Metafora Sampai sekarang aku terus mengunci mulutku, meski

aku tak akan berkeberatan menyampaikan, jika ada

yang bertanya, apa yang telah terjadi pada suatu siang

ketika pengkhianat itu datang lagi menemuinya.

129

Dan ia menelan bulat-bulat sanjungan itu 131

Perumpamaan Sebuah klise, kau tahu, tetapi terdengar seperti

nyanyian top hit di telinganya.

131

Di waktu-waktu lain, ia menciptakan adegan

setampan kartu pos.

132

Hati yang seperti lempung tak pernah mampu

menyangga kepala agar tetap mendongak.

136

Mereka hidup seperti itu selamanya, sampai lelaki itu

mati pada usia lima puluh dua, tetapi kelihatan sudah

sangat renta dan seperti orang yang mati pada usia

enam puluh sembilan

136

Personifikasi Aku tahu bagaimana pengkhianat itu datang

kepadanya dengan langkah tersendat dan aku tahu

ketika itu angin mengantarkan debu-debu dan bau

kandang ke teras rumah.

129

Ia pun tidak akan tergerak untuk menolong jika hari

itu sebuah mobil angkutan umum, yang jalannya

130

Page 219: GAYA BAHASA PERBANDINGAN DALAM KUMPULAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31986/3/IHDA... · bahasa perbandingan tersebut terhadap pembelajaran bahasa dan sastra

selalu pecicilan, menyerempet orang itu dan

membuatnya terlempar ke got dengan tulang patah-

patah.

“Bayangkanlah hasil akhir,” nasihat itu tak pernah ia

baca pada sebuah buku yang mengabarkan keajaiban

demi keajaiban di tiap lembar halamannya.

132

Maka ia menjadi pemabuk yang menuangkan alkohol

ke kerongkongannya tiap hari dan membiarkan

alkohol itu mengobati luka hatinya.

135

Hari sebelumnya kursi tua di teras rumahnya

berkhianat.

135

14. Cerpen Efek Sayap Kupu-kupu

Metafora Kurasa efek kupu-kupu bekerja juga pada peristiwa

dini hari itu.

140

Germo yang dibacanya itu—wartawan menyebutnya

AMB—mengelola dan memasarkan sembilan bunga

seruni di mal tempat ia ditangkap.

140

Namun wartawan kriminal itu tetap bisa menulis

berita dengan baik sekalipun tak berhasil menemui

kunci-kunci peristiwa.

141

Perumpamaan Semuanya ranum dan pas “susunya” seperti bunyi

sebuah iklan.

140

Si polisi, dengan kepekaannya pada detail, menerima

kartu wartawan yang disodorkan dan membolak-

baliknya beberapa kali seperti sedang menggangsir

sebuah rahasia yang disembunyikan.

141

Dunia yang sempit, kau tahu, hanya akan membawa

seorang berkisar di antara orang-orang yang itu-itu

juga. Dan itu membuat kehidupan kadang terasa

sebagai sebuah telenovela, dengan persoalan yang

143

Page 220: GAYA BAHASA PERBANDINGAN DALAM KUMPULAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31986/3/IHDA... · bahasa perbandingan tersebut terhadap pembelajaran bahasa dan sastra

silang susup di situ-situ juga, atau seperti film India.

Sampai mereka berpisah, Alit masih melihat bekas

luka di bawah rambut tipis adiknya karena pukulan

centong nasi, seperti bekas luka di kepala

Sangkuriang.

143

Personifikasi Pertanyaan ini meloncat dari pikiran Edward Lopez,

si peramal cuaca yang tekun melakukan percobaan,

pada tahun 1960.

139

15. Cerpen Ibu Tiri Bergigi Emas

Metafora Lima masih sebesar kutu dan tiga sudah menjadi

kucing liar

154

Ia menjadi pembantu rumah tangga di Jakarta dan

pulang setahun sekali setiap lebaran, membawa

selusin pakaian baru, memamerkan bahasa Jawa yang

tersendat-sendat dan lebih senang menggunakan

bahasa Jakarta yang kocar-kacir di ujung lidahnya.

154

Sesuatu yang mencemaskan terjadi ketika bayi

keempat memasuki usia tiga bulan dalam kandungan.

Matahari dimakan raksasa.

155

Perumpamaan Punggungnya merosot di sandaran kursi dan ia seperti

sudah duduk di sana beberapa waktu sebelum wahyu

pertama diturunkan.

151

Di kampung baru mereka, anak-anak tetangga tumbuh

seperti kutu: kecil-kecil dan jumlahnya banyak sekali.

[…] Lima masih sebesar kutu dan tiga sudah menjadi

kucing liar.

154

Mayat-mayat itu seperti hujan deras yang jatuh dari

langit, tercampak di selokan, nyelip di sela alang-

alang, atau tercabik-cabik di ujung gang.

155

Personifikasi Di musim hujan, air jatuh dari langit dan tak lari ke 154

Page 221: GAYA BAHASA PERBANDINGAN DALAM KUMPULAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31986/3/IHDA... · bahasa perbandingan tersebut terhadap pembelajaran bahasa dan sastra

mana-mana.

Ia merasakan air mata yang merambat pelan-pelan di

pipinya.

157

Alit melihat tas ibunya menggembung dan air

matanya makin deras melihat tas itu menelan semua

pakaian ibunya.

157

16. Cerpen Seorang Lelaki Telungkup di Kuburan

Metafora Ia berkali-kali banting setir membawa pembicaraan

ke hal-hal yang tidak saling berhubungan.

169

Perumpamaan Malamnya kudengar kabar tentang air laut yang

tumpah ke daratan; sederas ketuban yang pecah dari

rahim perempuan.

162

Seperti gabus yang menari-nari di pucuk-pucuk

gelombang, ia akhirnya terseret ke sebuah pantai dan

menonjok dagu orang pertama yang

menggendongnya.

163

Langit gelap, sehingga memang tampak seperti hari

Minggu yang tidak cerah.

167

Ibu datang dari barat ketika matahari sudah sangat

rendah. Seperti di film-film yang kau tonton, ia

berjalan dengan latar belakang warna jingga.

169-170

Personifikasi Ketuban yang pecah di kamar bersalin

mengabarkan awal kehidupan, sedangkan air laut

mengirimkan bau kematian.

162

Ia mendadak saja mengirimkan gelombang besar

yang menyapu tanah kelahiranku.

162

Ia hanya ingin mempertahankan sebuah wilayah agar

tidak lepas, kadang dengan rundingan, sering dengan

peluru, namun lalai bahwa air laut suatu ketika bisa

mengamuk dan menyapu tanah yang diperbutkan.

164-165

Page 222: GAYA BAHASA PERBANDINGAN DALAM KUMPULAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31986/3/IHDA... · bahasa perbandingan tersebut terhadap pembelajaran bahasa dan sastra

“Ikan-ikan mengecoh semua orang ketika laut

susut,’ kata Farida. “Mereka menggelepar-gelepar

menggoda kami dan bersekongkol dengan takdir

untuk menarik kami sampai jauh sekali ke tepi air.

171

Anakku lahir pada hari Minggu saat air laut melumat

tanah kelahiranku.

173

17. Cerpen Malam Saweran

Metafora Kau tak perlu mengelak. Tak perlu berdalih. Tak perlu

berpanjang lidah.”

177

Ketika lelaki menjadi binatang pengerat, setiap orang

menyalahkan istrinya.

183

Perumpamaan Dan gadis itu, dalam gerak yang seperti melamun,

selalu kubawa ke mana pun aku pergi dan aku

menggandeng tangannya ketika kami melintas di

antara teman-teman.

182

Ketika anak itu delapan tahun, istriku seperti orang

bangun tidur dan ia tidak melamun lagi; ia berubah

menjadi seorang penuduh dan mulai bicara bukti-

bukti.

183

Personifikasi “Apa lagi yang hendak kau katakan?” itu satu contoh

bagaimana ia menyalak. “Bukti-bukti sudah bicara.

176

Kau tahu, pencerahan memang tak terjadi seketika; ia

merambat pelan-pelan ke batok kepala seperti

serangga sampai akhirnya kau menyadari bahwa kau

tidak perlu menjadi eksentrik untuk merebut seorang

perempuan dari lelaki yang dipacarinya.

179-180

Seluruh dunia kurasa memanjatkan puji syukur

karena gadis cantik itu akhirnya mencampakkan lelaki

yang cuma pas-pasan.

180

18. Cerpen Cerita Untuk Anak-anakmu

Page 223: GAYA BAHASA PERBANDINGAN DALAM KUMPULAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31986/3/IHDA... · bahasa perbandingan tersebut terhadap pembelajaran bahasa dan sastra

Metafora Seusai pemilihan umum, setelah beberapa orang yang

mengurusi penyelenggaraan pemilihan itu digiring ke

sel-sel penjara, perempuan itu mendapatkan jodoh di

hari berikut—seorang anggota DPR yang baru

memenangi jatah kursi jatuh hati kepadanya.

187-188

Ia tidak menyeruduk suaminya dengan semua rinci

tentang apa saja yang membuatnya mengibarkan

bendera putih hanya dalam tempo enam bulan

pernikahan.

189

Perumpamaan Maksudku, jika ia diam ia akan tampak seperti

mahasiswa teladan, jika ia bergoyang kau akan

sepakat bahwa ia sesegar penari di sirkus-sirkus

oriental; ia mampu meliukkan pinggulnya dengan

getar yang meringkus nyali para istri setengah baya

dan mengundang simpati para suami setengah buaya.

187

Parasnya menjadi mulus dan ia tampak seperti

pangeran yang baru lepas dari cengkraman sihir.

193

19. Cerpen Kuda

Metafora Alit berharap nyala korek api membakar bibir empal

lelaki itu. Dan kemudian lelaki itu marah lalu

menghantamkan apa saja yang dipegangnya ke paras

para penjilat yang menyertainya.

196

Lalu perempuan itu muncul, mengenakan gaun yang

terbuka hingga ke bagian lembah kedua gunungnya,

dan ia merangkul lelaki itu.

196

Perempuan itu tampaknya bangga dengan gunung-

gunung yang menjulang di dadanya, dan ia suka sekali

menggeser-geserkan puncak gunungnya ke lengan

atau punggung si lelaki kaya, dan jari-jarinya terus

memijit bahu lelaki itu.

197

Ia lari darimu dan menusuk punggungmu justru pada 198

Page 224: GAYA BAHASA PERBANDINGAN DALAM KUMPULAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31986/3/IHDA... · bahasa perbandingan tersebut terhadap pembelajaran bahasa dan sastra

saat kau bangkrut dan tak berdaya.

Lelaki yang bangkrut, kau tahu, sering membangun

dunia yang muram.

198

Perempuan itu mengikik dan membekap mulut lelaki

ingusan yang baru sekali itu bertemu dengannya.

200

Perumpamaan Perempuan itu beringsut, merapatkan dirinya, seperti

kucing menggesekkan bulu-bulunya ke kaki majikan.

195

Angin dari baling-baling ruangan seperti

menghembuskan panas yang menyiksa.

198

Dorongan yang saling bertentangan itu membuat kaki-

kakinya mengeras dan hawa dingin terasa menjalar

dari kakinya, merambati tulang belakangnya, dan ia

merasakan kaki-kakinya seperti batang besi yang

berkarat, kaku dan ngilu.

199

Personifikasi Alit merasa bahwa rumah judi itu tidak

menyenangkan ketika malam kian larut.

196

Situasi peperangan merambat pelan-pelan di

ruangan, merambat di dada yang sesak.

197

Lukisan jelek yang konon bisa mendatangkan rezeki

berlimpah di ruangan itu. Ia merasakan semak-semak

tumbuh di dadanya, ia merasakan rumput-rumput liar

dan tanaman berduri menyakiti jantungnya.

197

Alit merasakan tarian serigala di pelupuk matanya,

mungkin tarian para jahanam yang mengejeknya.

198

20.Cerpan Peristiwa Kedua, Seperti Komidi Putar

Metafora Kau tahu, ia tidak menyiapkan sarung taji pengaman. 204

Perumpamaan Dua tahun sebelum si pemimpin dilahirkan, seseorang

melintasi pekarangan dalam gerak mengambang,

seperti hantu atau orang yang kelelahan.

203

Umurnya paling banter 26 tahun, namun, dengan 203

Page 225: GAYA BAHASA PERBANDINGAN DALAM KUMPULAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31986/3/IHDA... · bahasa perbandingan tersebut terhadap pembelajaran bahasa dan sastra

pakaian amat tua, ia seperti datang dari masa silam.

Suaranya murung, seperti gerimis yang gagal menjadi

hujan.

203

Usia lelaki itu 40 tahunan, seusia dengan pakaian

yang dikenakan perempuan pengetuk pintu.

204

Kelak kau akan tahu bahwa pembantu lama itu

sebetulnya berniat kembali, tetapi ia seperti lupa jalan.

204

Majikan perempuan selalu bernada tinggi, seperti

memerintah, bahkan pada saat ia tidak menyebut-

nyebut iblis dalam pembicaraannya.

205

Ia tetap orisinil: melengking dan memerintah dan

bicara kepada suami seperti seorang pelatih kepada

anak asuhannya.

205

Perempuan itu mendekap foto seperti mendekap anak

yang tak pernah menjadi miliknya.

207

Sekarang, pada usia 40-an, lelaki itu tampak seperti

orang yang selalu merenung. Tepatnya, ia selalu

seperti sedang memikirkan sesuatu yang membuat

wajahnya tampak murung.

207

Rambut lelaki itu, kautahu, terlalu cepat beruban. Itu

seperti rambut ayahnya, majikan lama yang

meninggal tiga tahun lalu, yang dulu mengetuk pintu

kamarnya pada malam kedua istrinya dirawat di

rumah sakit.

207-208

Personifikasi Dan ia menyukai lagu-lagu nostalgia, yakni jenis lagu

yang tidak pernah bisa menyingkirkan kemurungan

pada wajahnya.

207

Nyala lilin menaikkan birahi. Lelaki itu tampak

menggigil dalam cahaya lilin dan burung puter di

teras memperdengarkan suara dengkurnya yang

210

Page 226: GAYA BAHASA PERBANDINGAN DALAM KUMPULAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31986/3/IHDA... · bahasa perbandingan tersebut terhadap pembelajaran bahasa dan sastra

menyedihkan—suara yang memanggil hantu-hantu

datang.

Perempuan itu merasakan pikirannya lumpuh sesaat. 211

Page 227: GAYA BAHASA PERBANDINGAN DALAM KUMPULAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31986/3/IHDA... · bahasa perbandingan tersebut terhadap pembelajaran bahasa dan sastra

Lampiran 3

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN

(RPP)

NAMA SEKOLAH SMA.......................

MATA PELAJARAN Bahasa dan Sastra Indonesia

KELAS /SEMESTER X (sepuluh) / 1 (ganjil)

ASPEK PEMBELAJARAN Membaca

STANDAR KOMPETENSI Memahami wacana sastra melalui kegiatan

membaca puisi dan cerpen

KOMPETENSI DASAR Menganalisis keterkaitan unsur intrinsik dengan

kehidupan sehari-hari

Indikator Pencapaian Kompetensi Nilai Budaya dan

Karakter Bangsa

Kewirausahaan/

Ekonomi Kreatif

Mampu mengidentifikasi unsur-

unsur intrinsik (tema, penokohan,

gaya bahasa, amanat) dari cerita

pendek yang telah dibaca.

Mampu mengaitkan unsur intrinsik

(tema, penokohan, gaya bahasa,

amanat) dengan kehidupan sehari-

hari.

Kreatif

Bersahabat/

komunikatif

Gemar membaca

Tekun

Tanggung jawab

Rasa hormat dan

perhatian

Keorisinilan

Kepemimpinan

ALOKASI WAKTU 4 x 45 menit (2 pertemuan)

TUJUAN PEMBELAJARAN

TUJUAN Mampu mengidentifikasi unsur-unsur intrinsik (tema, penokohan,

gaya bahasa, amanat) dari cerita pendek yang telah dibaca.

Mampu mengaitkan unsur intrinsik (tema, penokohan, gaya bahasa,

amanat) dengan kehidupan sehari-hari..

MATERI POKOK

PEMBELAJARAN Pengertian cerpen

Unsur-unsur intrinsik dalam cerpen

Cara menentukan unsur-unsur intrinsik (tema, penokohan, gaya

bahasa, amanat) serta implementasinya dengan kehidupan sehari-hari

METODE PEMBELAJARAN

Tanya jawab

Ceramah

Diskusi kelompok

CTL (Contextual Teaching and Learning)

Penugasan dan resitasi

SUMBER BELAJAR

Pustaka rujukan Bahasa dan Sastra Indonesia Untuk SMA/MA kelas X karya Sri

Utami, dkk., terbitan Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan

Nasional tahun 2008 halaman 51-56.

Kumpulan cerpen Murjangkung Cinta yang Dungu dan Hantu-

Hantu karya AS Laksana terbitan gagasMedia tahun 2013.

Page 228: GAYA BAHASA PERBANDINGAN DALAM KUMPULAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31986/3/IHDA... · bahasa perbandingan tersebut terhadap pembelajaran bahasa dan sastra

Pengantar Apresiasi Karya Sastra karya Aminuddin terbitan

Sinar Baru tahun 1988.

Kesusastraan Pengantar Teori dan Sejarah karya Mursal Esten

terbitan Angkasa tahun 2000.

Pengantar Teori Sastra karya Wahyudi Siswanto, terbitan

Grasindo tahun 2008.

Teori Pengkajian Fiksi karya Burhan Nurgiyantoro, terbitan

Gajah Mada University Press tahun 2013.

Pengajaran Gaya Bahasa karya Henry Guntur Tarigan terbitan

Angkasa tahun 1985.

Diksi dan Gaya Bahasa karya Gorys Keraf terbitan Gramedia

Pustaka Utama tahun 2010.

KEGIATAN PEMBELAJARAN

TAHAP KEGIATAN GURU KEGIATAN SISWA ALOKASI

WAKTU

Pertemuan ke 1

PEMBUKA

Guru mengucapkan salam

dan menanyakan kabar

peserta didik.

Guru dan peserta didik

berdoa bersama sebelum

pembelajaran.

Guru melakukan absensi

kelas.

Guru memberikan

informasi kompetensi,

meteri, tujuan, manfaat,

dan langkah pembelajaran

yang akan dilaksanakan.

Peserta didik menjawab

salam dan kabar dari

guru.

Peserta didik dipimpin

oleh ketua kelas berdoa

bersama guru.

Peserta didik

menyebutkan teman

sekelas yang tidak hadir.

Peserta didik diharapkan

menyimak apa yang

disampaikan guru terkait

informasi kompetensi,

meteri, tujuan, manfaat,

dan langkah

pembelajaran yang akan

dilaksanakan.

10 menit

INTI Eksplorasi

Guru membuka schemata

peserta didik mengenai

materi cerpen yang akan

menjadi fokus

pembahasan:

Masih ingatkah

kalian dengan tugas

sebelumnya yakni

membaca cerpen

Bagaimana

Murjangkung

Mendirikan Kota dan

Mati Sakit Perut

karya AS Laksana?

“Apa yang terlintas di

Peserta didik diharapkan

menjawab dengan

antusias.

Peserta didik menyimak

penjelasan dari guru.

Peserta didik mencatat

hal-hal penting dari

penjelasan guru mengenai

beberapa unsur intrinsik

yaitu tema, penokohan,

gaya bahasa, dan amanat

cerita yang akan menjadi

fokus pembahasan.

Peserta didik membentuk

kelompok diskusi dengan

15 menit

Page 229: GAYA BAHASA PERBANDINGAN DALAM KUMPULAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31986/3/IHDA... · bahasa perbandingan tersebut terhadap pembelajaran bahasa dan sastra

pikiran kalian ketika

mendengar kata

Murjangkung?”

“Kalau Murjangkung

adalah seorang tokoh,

kira-kira bagaimana

gambaran karakter

atau ciri khas

fisiknya?

“Kira-kira seperti apa

cerita yang ada dalam

cerpen Bagaimana

Murjangkung

Mendirikan Kota dan

Mati Sakit Perut

karya AS Laksana

ini?

Guru memberikan umpan

balik terhadap jawaban

peserta didik.

Guru menjelaskan secara

lebih mendetail beberapa

unsur-unsur intrinsik

yaitu tema, penokohan,

gaya bahasa, dan amanat

cerita yang akan menjadi

fokus pembahasan.

Guru memfasilitasi

peserta didik untuk

membentuk kelompok

diskusi dengan memilih

potongan kertas berwarna

dan bernomor.

Elaborasi

Guru membantu peserta

didik untuk

mengelaborasi informasi

yang didapat dengan

memberi tugas secara

berkelompok:

untuk menjelaskan

unsur intrinsik (tema,

penokohan, gaya

bahasa, amanat) pada

cerpen Bagaimana

Murjangkung

Mendirikan Kota dan

Mati Sakit Perut karya

AS Laksana yang telah

mengambil potongan

kertas berwarna dan

bernomor.

Tiap kelompok

diharapkan fokus dalam

berdiskusi dan

memastikan anggota

kelompok dapat

mengerjakan tugas yang

diberikan:

menjelaskan unsur

intrinsik (tema,

penokohan, gaya

bahasa, amanat) pada

cerpen Bagaimana

Murjangkung

Mendirikan Kota dan

Mati Sakit Perut karya

40 menit

Page 230: GAYA BAHASA PERBANDINGAN DALAM KUMPULAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31986/3/IHDA... · bahasa perbandingan tersebut terhadap pembelajaran bahasa dan sastra

dibaca dengan bukti

kutipan yang

meyakinkan.

untuk mengidentifikasi

keterkaitan antar unsur

intrinsik (tema,

penokohan, gaya

bahasa, amanat) pada

cerpen Bagaimana

Murjangkung

Mendirikan Kota dan

Mati Sakit Perut karya

AS Laksana yang telah

dibaca.

Guru memberitahu waktu

pengerjaan tugas

kelompok dan

mengingatkan agar tepat

waktu dalam

menyelesaikannya.

Konfirmasi

Guru menanyakan kepada

tiap kelompok kendala

apa saja yang didapat saat

proses penyelesaian

tugas.

AS Laksana yang

telah dibaca dengan

bukti kutipan yang

meyakinkan.

mengidentifikasi

keterkaitan antar unsur

intrinsik (tema,

penokohan, gaya

bahasa, amanat) pada

cerpen Bagaimana

Murjangkung

Mendirikan Kota dan

Mati Sakit Perut karya

AS Laksana yang

telah dibaca.

Tiap kelompok dapat

mengatur proses

penyelesaian tugas

dengan tepat waktu.

Tiap kelompok

mengemukakan kendala

yang didapat saat proses

penyelesaian tugas.

10 menit

PENUTUP

Guru menyimpulkan hasil

pembelajaran dan

mengingatkan tugas untuk

pertemuan selanjutnya

yakni mempresentasikan

hasil diskusi.

Guru meminta ketua kelas

memimpin doa.

Peserta didik diharapkan

menyimak apa yang

disampaikan guru terkait

simpulan hasil

pembelajaran dan

informasi tugas untuk

pertemuan selanjutnya.

Peserta didik berdoa.

10 menit

Pertemuan ke 2

Page 231: GAYA BAHASA PERBANDINGAN DALAM KUMPULAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31986/3/IHDA... · bahasa perbandingan tersebut terhadap pembelajaran bahasa dan sastra

PEMBUKA Guru mengucapkan salam

dan menanyakan kabar

peserta didik.

Guru dan peserta didik

berdoa bersama sebelum

pembelajaran.

Guru melakukan absensi

kelas.

Guru memberikan

informasi kompetensi,

meteri, tujuan, manfaat,

dan langkah pembelajaran

yang akan dilaksanakan.

Peserta didik menjawab

salam dan kabar dari

guru.

Peserta didik dipimpin

oleh ketua kelas berdoa

bersama guru.

Peserta didik

menyebutkan teman

sekelas yang tidak hadir.

Peserta didik diharapkan

menyimak apa yang

disampaikan guru terkait

informasi kompetensi,

meteri, tujuan, manfaat,

dan langkah

pembelajaran yang akan

dilaksanakan.

10 menit

INTI

Eksplorasi

Guru membuka schemata

peserta didik mengenai

pelajaran sebelumnya

dengan memberi

pertanyaan:

“Masih ingatkah kalian

dengan pelajaran

sebelumnya tentang

cerpen Bagaimana

Murjangkung

Mendirikan Kota dan

Mati Sakit Perut karya

AS Laksana?”

“Unsur-unsur apa saja

yang kalian temukan

dalam cerpen tersebut?”

“Cerpen Bagaimana

Murjangkung

Mendirikan Kota dan

Mati Sakit Perut karya

AS Laksana bertemakan

apa? Bagaimana cara

menentukan tema dalam

sebuah cerpen?”

“Masih ingatkah kalian

dengan karakter tokoh

Murjangkung?

Bagaimana cara

menentukan tokoh dan

penokohan dalam

sebuah cerpen?”

“Menarikkah gaya

Peserta didik diharapkan

menjawab dengan

antusias.

Peserta didik diharapkan

menyimak penjelasan

dari guru.

10 menit

Page 232: GAYA BAHASA PERBANDINGAN DALAM KUMPULAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31986/3/IHDA... · bahasa perbandingan tersebut terhadap pembelajaran bahasa dan sastra

bahasa yang digunakan

pengarang dalam cerpen

Bagaimana

Murjangkung

Mendirikan Kota dan

Mati Sakit Perut karya

AS Laksana?

Bagaimana cara

menentukan gaya

bahasa dalam sebuah

cerpen?”

“Seperti apa pesan atau

pelajaran yang bisa

kalian ambil dalam

cerpen Bagaimana

Murjangkung

Mendirikan Kota dan

Mati Sakit Perut karya

AS Laksana? Dan

bagaimana cara

menentukan amanat

dalam sebuah cerpen?”

Guru memberikan umpan

balik terhadap jawaban

peserta didik.

Elaborasi

Guru meminta peserta

didik untuk berkumpul

dengan kelompok yang

telah ditentukan pada

minggu sebelumnya.

Guru memanggil salah satu

nomor peserta didik di

setiap kelompok.

Guru memberikan nilai,

ulasan dan tanggapan atas

setiap hasil presentasi

kelompok.

Konfirmasi

Guru meminta peseta didik

mengungkapkan manfaat

yang dapat diambil dari

pembelajaran hari ini.

Peserta didik berkumpul

dengan kelompok

masing-masing.

Secara bergantian, nomor

yang dipanggil

melaporkan hasil

diskusinya.

Kelompok lain diberi

kesempatan untuk

memberikan tanggapan.

Peserta didik

mengungkapkan manfaat

yang dapat diambil dari

pembelajaran hari ini

dengan aktif.

40 menit

10 menit

PENUTUP

Guru memberikan “Kuis

Uji Kecocokan” untuk

mengukur pemahaman

mengenai konsep-konsep

Peserta didik menjawab

“Kuis Uji Kecocokan”

untuk mengukur

pemahaman mengenai

10 menit

Page 233: GAYA BAHASA PERBANDINGAN DALAM KUMPULAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31986/3/IHDA... · bahasa perbandingan tersebut terhadap pembelajaran bahasa dan sastra

yang telah dipelajari.

Guru meminta ketua kelas

memimpin doa.

konsep-konsep yang telah

dipelajari.

Peserta didik berdoa.

PENILAIAN

TEKNIK

DAN

BENTUK

Tugas:

Peserta didik diminta membaca cerpen Bagaimana Murjangkung

Mendirikan Kota dan Mati Sakit Perut karya AS Laksana dua minggu

sebelum materi pembelajaran.

Peserta didik diminta berdiskusi untuk memahami unsur intrinsik (tema,

penokohan, gaya bahasa, amanat) pada cerpen Bagaimana Murjangkung

Mendirikan Kota dan Mati Sakit Perut karya AS Laksana

Secara kelompok peserta didik diminta untuk mengidentifikasi dan

menganalisis keterkaitan unsur intrinsik (tema, penokohan, gaya bahasa,

amanat) pada cerpen Bagaimana Murjangkung Mendirikan Kota dan

Mati Sakit Perut karya AS Laksana serta implementasinya dengan

kehidupan sehari-hari.

Observasi kinerja/Demontrasi:

Tiap kelompok mempresentasikan hasil diskusi secara bergantian.

Kelompok lain menyimak dan menanggapi setiap hasil presentasi

kelompok.

Tes tulis:

Peserta didik menjawab “Kuis Uji Kecocokan” untuk mengukur

pemahaman mengenai konsep-konsep yang telah dipelajari.

Jakarta, 25 Mei 2016

Mengetahui,

Kepala Sekolah Guru Bahasa Indonesia

........................... ...................................

NIP./NIK. NIP./NIK.

Uraian Materi

A. Hakikat Cerpen

1. Pengertian Cerpen

Cerpen termasuk ke dalam prosa fiksi. Pengertian prosa fiksi tersebut adalah

kisahan atau cerita yang diemban oleh pelaku-pelaku tertentu dengan pemeranan,

latar, serta tahapan dan rangkaian cerita tertentu yang bertolak dari hasil imajinasi

pengarangnya sehingga menjalin suatu cerita.1

Cerpen, sesuai dengan namanya, adalah cerita yang pendek. Akan tetapi,

berapa ukuran panjang pendek itu memang tidak ada aturannya, tak ada satu

kesepakatan di antara para pengarang dan para ahli. Edgar Allan Poe dalam

1 Aminuddin, Pengantar Apresiasi Karya Sastra, (Bandung: Sinar Baru, 1988), h. 66.

Page 234: GAYA BAHASA PERBANDINGAN DALAM KUMPULAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31986/3/IHDA... · bahasa perbandingan tersebut terhadap pembelajaran bahasa dan sastra

Nurgiyantoro berpendapat bahwa cerpen adalah sebuah cerita yang selesai dibaca

dalam sekali duduk, kira-kira berkisar dua jam, suatu hal yang kiranya tak mungkin

dilakukan sebuah novel.2

2. Unsur Intrinsik Cerpen

Mengidentifikasi tema, penokohan, gaya bahasa dan amanat dalam cerpen

yang dibaca:

a. Tema

Tema adalah ide yang mendasari cerita.3 Menurut Esten, tema adalah sesuatu

yang menjadi pikiran, sesuatu yang menjadi persoalan bagi pengarang. Tema

merupakan persoalan yang diungkapkan dalam sebuah cipta sastra.4 Mengutip

pendapat Aminuddin dalam Siswanto tentang pengertian tema yakni:

Seorang pengarang memahami cerita yang akan dipaparkan sebelum

melaksanakan proses kreatif penciptaan, sementara pembaca baru dapat

memahami tema bila mereka telah selesai memahami tema bila mereka telah

selesai memahami unsur-unsur yang menjadi media pemapar tema tersebut,

menyimpulkan makna yang dikandungnya serta mampu menghubungkan

dengan tujuan penciptaan pengarangnya.5

Dengan demikian, tema menjiwai seluruh bagian cerita. Dalam menentukan

tema, harus menyimpulkan keseluruhan cerita sehingga menghasilkan gagasan yang

menopang sebuah cerita.

b. Tokoh dan penokohan

Tokoh cerita (character) menurut Abrams dalam Nurgiyantoro adalah orang-

orang yang ditampilkan dalam karya naratif, atau drama yang oleh pembaca

ditafsirkan memiliki kualitas moral dan kecenderungan tertentu seperti yang

diekspresikan dalam ucapan dan apa yang dilakukan dalam tindakannya.6 Sedangkan

dalam Siswanto, Sukada dan Aminuddin menyebutkan bahwa tokoh adalah pelaku

yang mengemban peristiwa dalam prosa rekaan, sehingga peristiwa tersebut menjalin

suatu cerita. Sedangkan cara sastrawan menampilkan tokoh disebut penokohan.7

Tokoh dan penokohan merupakan unsur intrinsik yang saling terikat. Keduanya

saling berkaitan dan kehadirannya menjadi penting dalam sebuah prosa naratif.

Dalam penokohan, dikenal dua cara atau metode yang digunakan pengarang

untuk menggambarkan tokoh cerita yaitu:8

1) Metode diskursif atau metode analitik

Metode pelukisan tokoh cerita dilakukan dengan memberi deskripsi,

uraian, atau penjelasan secara langsung.

2) Metode dramatis atau metode tidak langsung

2 Burhan Nurgiyantoro, Teori Pengkajian Fiksi, (Yogyakarta: Gadjah Mada University

Press, 2005), h. 10. 3 Wahyudi Siswanto, Pengantar Teori Sastra, (Jakarta: Grasindo, 2008), h. 161..

4 Mursal Esten, Kesusastraan Pengantar Teori dan Sejarah, (Bandung; Angkasa, 2000),

cet. ke-3, h. 20. 5 Siswanto, op. cit., h. 161.

6 Nurgiyantoro, op. cit., h. 165.

7 Siswanto, op. cit., h. 142.

8 Nurgiyantoro, op. cit., h. 194.

Page 235: GAYA BAHASA PERBANDINGAN DALAM KUMPULAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31986/3/IHDA... · bahasa perbandingan tersebut terhadap pembelajaran bahasa dan sastra

Metode pelukisan tokoh cerita dilakukan secara tak langsung yakni dengan

beberapa teknik antara lain: (a) teknik cakapan, (b) teknik tingkah laku, (c) teknik

pikiran dan perasaan, (d) teknik arus kesadaran, (e) teknik reaksi tokoh, (f) teknik

reaksi tokoh lain, (g) teknik pelukisan latar, dan (h) teknik pelukisan fisik.

Ditinjau dari peranan dan keterlibatannya dalam cerita, tokoh dapat

dibedakan atas tokoh primer (utama), tokoh sekunder (tokoh bawahan), tokoh

komplementer (tambahan). Dilihat dari perkembangan kepribadian tokoh, dapat

dibedakan atas tokoh dinamis dan tokoh statis. Dilihat dari watak yang dimiliki oleh

tokoh, dapat dibedakan atas tokoh protagonis dan tokoh antagonis.9

c. Gaya Bahasa

Dalam karya sastra, istilah gaya mengandung pengertian cara seorang

pengarang menyampaikan gagasannya dengan menggunakan media bahasa yang

indah serta harmonis serta mampu menuansakan makna dan suasana yang dapat

menyentuh daya intelektual dan emosi pembaca.10

Stile, (style, gaya bahasa), adalah

cara pengucapan bahasa dalam prosa, atau bagaimana seorang pengarang

mengungkapkan sesuatu yang akan dikemukakan. Stile ditandai dengan ciri-ciri

formal kebahasaan seperti pilihan kata, bentuk-bentuk bahasa figuratif, penggunaan

kohesi dan lain-lain.11

Jika dilihat dari segi bahasa, gaya bahasa adalah cara menggunakan bahasa.12

Gaya bahasa memungkinkan seseorang dapat menilai pribadi, watak, dan

kemampuan seseorang yang mempergunakan bahasa itu. Semakin baik gayanya,

semakin baik pula penilaian orang terhadapnya; semakin buruk gaya bahasa

seseorang, semakin buruk pula penilaian diberikan padanya.

Tarigan, membagi jenis gaya bahasa menjadi empat macam, yaitu (1) gaya

bahasa perbandingan yang meliputi perumpamaan, metafora, personifikasi,

depersonifikasi, alegori, antitesis, pleonasme atau tautologi, perifrasis, antisipasi atau

prolepsis, dan koreksio atau epanortosis; (2) gaya bahasa pertentangan yang meliputi

hiperbola, litotes, ironi, oksimoron, paronomasia, paralipsis, zeugma dan silepsis,

satire, inuendo, antifrasis, paradoks, klimaks, antiklimaks, apostrof, anastrof atau

inversi, apofasis atau preterisio, histeron proteron, hipalase, sinisme, serta sarkasme;

3) gaya bahasa pertautan yang meliputi metonimia, sinekdoke, alusi, eufemisme,

eponim, epitet, antonomasia, erotesis, paralelism, elipsis, gradasi, asindeton, serta

polisindeton, dan 4) gaya bahasa perulangan yang meliputi aliterasi, asonansi,

antanaklasis, kiasmus, epizeukis, tautotes, anafora, epistrofa, simploke, mesodilopsis,

epanalepsis, serta anadiplosis.13

d. Amanat

Amanat adalah gagasan yang melandasi karya sastra; pesan yang ingin

disampaikan pengarang kepada pembaca atau pendengar.14

Pesan yang terkandung

dalam karya sastra mencerminkan pandangan hidup pengarang yang bersangkutan,

biasanya tertuang secara tersirat.

9 Siswanto, op. cit., h. 143.

10 Aminuddin, op. cit., h. 72.

11 Nurgiyantoro, op. cit., h. 276.

12 Gorys Keraf, Diksi dan Gaya Bahasa, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2010), h.

113. 13

Henry Guntur Tarigan, Pengajaran Gaya Bahasa, (Bandung: Angkasa, 1985), h. 6. 14

Nurgiyantoro, op.cit., h. 162.

Page 236: GAYA BAHASA PERBANDINGAN DALAM KUMPULAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31986/3/IHDA... · bahasa perbandingan tersebut terhadap pembelajaran bahasa dan sastra

Lembar Kerja Siswa

(LKS)

Kelompok ke- :

Anggota kelompok :

Analisislah unsur tema, tokoh dan penokohan, gaya bahasa, dan amanat dari cerpen

Bagaimana Murjangkung Mendirikan Kota dan Mati Sakit Perut Karya AS Laksana:

No. Unsur

Intrinsik Jawaban Bukti

1.

2.

3.

4.

Tema

Tokoh dan

penokohan

Gaya Bahasa

Amanat

Jawaban Lembar Kerja Siswa (LKS)

No. Unsur

Intrinsik Jawaban Bukti

1.

2.

Tema

Tokoh dan

penokohan

a)

Murjangkung

Penjajahan yang dilakukan

seorang penguasa hingga ia bisa

mendirikan sebuah kota

pemerintahan di tanah

jajahannya.

Pengarang menggambarkan

tokoh utama sebagai pemimpin

pendaratan yang dijuluki

raksasa berkulit bayi.

Tuan Murjangkung

digambarkan sebagai pengrajin

perak yang bangkrut. Tokoh ini

bertabiat kaku dan taat

beribadah, sehingga ia

dipercaya memimpin pelayaran

Mereka datang 243 tahun sebelum

negeri mereka menemukan kakus.

Mula-mula mereka singgah untuk

mengisi air minum dan membeli arak

dari kampung Pecinan di tepi barat

sungai; lima tahun kemudian mereka

kembali merapatkan kapal mereka ke

pantai dan menetap di sana

seterusnya. Tuan Murjangkung,

raksasa berkulit bayi yang memimpin

pendaratan, membeli dari Sang

Pangeran tanah enam ribu meter

persegi di tepi timur sungai. (h. 2)

Tuan Murjangkung, raksasa berkulit

bayi yang memimpin pendaratan,

membeli dari Sang Pangeran tanah

enam ribu meter persegi di tepi timur

sungai. (AS Laksana, h. 2)

Murjangkung sendiri adalah pengrajin

perak yang jatuh melarat sebelum

usianya tua. Karena bertabiat kaku

dan taat ke gereja, ia dipercaya

maskapai untuk memimpin pelayaran

yang diawaki oleh para saudagar

Page 237: GAYA BAHASA PERBANDINGAN DALAM KUMPULAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31986/3/IHDA... · bahasa perbandingan tersebut terhadap pembelajaran bahasa dan sastra

b) Pangeran

para saudagar yang bangkrut di

negeri mereka dan berlayar ke

negeri seberang.

Pengarang menggambarkan

Murjangkung sebagai sosok

pemimpin yang seram dan tidak

selucu julukannya “raksasa

berkulit bayi”.

Pengarang juga

menggambarkan sosok

pemimpin yang berusaha

memenuhi segala kebutuhan

rakyatnya, baik kebutuhan

rohani maupun biologis.

Pangeran digambarkan sebagai

penguasa tanah dan rawa-rawa

serta penduduk yang tinggal di

atas tanah dan rawa-rawa itu.

Pangeran digambarkan tidak

takut kepada siapa pun.

Pangeran juga digambarkan

pengarang sebagai sosok

penguasa yang selalu

meremehkan orang lain.

Pangeran juga digambarkan

sebagai tokoh tambahan yang

licik, yang selalu memancing

keributan dengan tokoh utama.

putus asa itu. (AS Laksana, h. 3)

“Kau membuatku kesal,” kata

Murjangkung. Dan dia mengarahkan

pucuk-pucuk meriamnya ke istana

kayu Sang Pangeran. (AS Laksana, h.

4)

“Mereka kesepian, Tuan Mur,” kata

salah seorang anak buahnya.

“Aku tahu,” kata Murjangkung.

“Karena itulah kuhadirkan Tuhan bagi

mereka.”

“Mereka menghendaki perempuan.”

“Jadi lebih baik kubangun rumah

bordil ketimbang rumah Tuhan?”

hardik Murjangkung. (AS Laksana, h.

8)

Sang pangerang—penguasa tanah luas

dan rawa-rawa dan nyawa beberapa

ribu penduduk yang tinggal di atas

tanah dan rawa-rawa itu—sungguh

tidak menyimpan gentar secuil pun

terhadap Murjangkung dan para

pemabuk yang mengiringinyaa. (AS

Laksana, h. 3)

“Mereka lucu-lucu, seperti bayi tapi

tinggi sekali,” kata Sang Pangeran

setelah Murjangkung dan beberapa

pemabuk datang menemuinya di hari

pendaratan. Beberapa orang

kepercayaan Sang Pangeran

mengingatkan agar ia berhati-hati

menghadapi rombongan itu, tetapi

Sang Pangeran tertawa. “Tak perlu

khawatir terhadap bayi-bayi itu,”

katanya. “Kulit mereka saja masih

merah.” (AS Laksana, h. 3)

Maka, ia dan Murjangkung membuat

pemufakatan yang berjalan mulus

pada mulanya dan memancing

keributan pada tahun berikutnya.

“Aku sudah membeli tanah ini dan

tidak perlu membayar apa-apa lagi

kepadamu,” kata Murjangkung.

Page 238: GAYA BAHASA PERBANDINGAN DALAM KUMPULAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31986/3/IHDA... · bahasa perbandingan tersebut terhadap pembelajaran bahasa dan sastra

3.

Gaya Bahasa

Metafora

Ungkapan “raksasa berkulit

bayi” dengan gaya metaforis

pada data di atas merupakan

pelukisan tokoh Murjangkung

sebagai pemimpin pendaratan

yang berbadan tinggi dan besar

namun kulitnya merah seperti

kulit bayi.

Dalam ungkapan “raksasa

berkulit bayi” terdapat unsur

“ejekan” yang dilekatkan pada

tokoh Tuan Murjangkung. Jika

dilihat, dalam metafora tersebut

pengarang terkesan

memutarbalikkan karakter

pemimpin yang seram, yang

bertujuan untuk diparodikan

sehingga terasa ada kesan lucu

dan satir bagi pembaca.

Pada data tersebut, metafor

“anak buah” digunakan untuk

melukiskan anggota kelompok

yang berada di bawah seorang

pemimpin dan “lemah akal”

digunakan untuk melukiskan

kondisi dimana seseorang

terganggu pertumbuhan daya

pikirnya.

Pada data di atas, metafor “anak

buah” digunakan untuk

melukiskan anggota kelompok

yang berada di bawah seorang

pemimpin dan “lemah akal”

digunakan untuk melukiskan

kondisi dimana seseorang

terganggu pertumbuhan daya

pikirnya.

Metafor ini masih berkaitan

dengan penggambaran tokoh, di

Sang pangeran tidak senang. “AKu

hanya menyewakan tanah ini,’

balasnya. “Sekarang kau harus

membayar lagi uang sewanya untuk

setahun mendatang atau

kuperintahkan orang-orangku untuk

membongkar rumah gedongmu.” (AS

Laksana, h. 4)

Tuan Murjangkung, raksasa berkulit

bayi yang memimpin pendaratan

membeli dari Sang Pangeran tanah

enam ribu meter persegi di tepi timur

sungai. (AS Laksana, h. 2)

Setelah memenangi pertempuran,

Murjangkung segera memeriksa

pembukuan dan menghukum anak-

anak buahnya yang menjadi lemah

akal selama dalam pengepungan. (AS

Laksana, h. 7)

Page 239: GAYA BAHASA PERBANDINGAN DALAM KUMPULAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31986/3/IHDA... · bahasa perbandingan tersebut terhadap pembelajaran bahasa dan sastra

Perumpamaan

mana tokoh Murjangkung yang

digambarkan sebagai “raksasa

berkulit bayi” namun pada

kenyataannya memiliki pasukan

yang lemah akal, sehingga

kesan yang ditimbulkan bagi

pembaca adalah rasa miris

terhadap kenyataan tersebut.

Metafor “rumah bordil”

diartikan sebagai rumah

pelacuran sedangkan “rumah

Tuhan” diartikan sebagi gereja

atau tempat ibadah.

Makna yang terkandung dalam

gaya metafora tersebut dapat

diartikan sebagai upaya seorang

pemimpin yang berusaha

memberikan solusi terhadap

masalah anak buah (rakyatnya),

yakni dengan memenuhi

kebutuhan rohani mereka,

namun yang terjadi sebaliknya,

yang mereka butuhkan justru

kebutuhan biologis.

Kata setenang pada data

tersebut digunakan untuk

mendeskripsikan ketenangan

sebuah tempat.

Makna tersirat dari gaya

perumpamaan tersebut dapat

diartikan sebagai sebuah upaya

yang bisa dilakukan jika

seseorang mungkin

membutuhkan ketenangan

ketika hendak membaca sebuah

cerita. Tenang dalam konteks

ini menyangkut ketenangan

dalam pikiran maupun suasana.

Perumpamaan pada data

tersebut menggunakan kata

“serupa” yang menunjukkan

bahwa warna arak kampung

Pecinan disamakan dengan

anggur bangsa Portugis.

Makna yang terdapat dalam

gaya perumpamaan tersebut

bermaksud menggambarkan

“Jadi lebih baik kubangun rumah

bordil ketimbang rumah Tuhan?”

hardik Murjangkung. (AS Laksana, h.

8)

Dan ketika kau menemukan tempat

setenang kakusmu, kau bisa menarik

napas panjang dan merasa lega. (AS

Laksana, h. 1)

Mereka menikmati arak kampung

Pecinan yang jika dibubuhi kismis

dan disimpan beberapa hari akan

berubah warnanya menjadi serupa

anggur bangsa Portugis. (AS Laksana,

h. 2)

Page 240: GAYA BAHASA PERBANDINGAN DALAM KUMPULAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31986/3/IHDA... · bahasa perbandingan tersebut terhadap pembelajaran bahasa dan sastra

4.

Personifikasi

Amanat

kebiasaan para pemabuk—sejak

kedatangan mereka ke negeri-

negeri timur—yang suka

berpesta foya menjalani

kehidupan dengan menikmati

arak kampung Pecinan.

Pada perumpamaan tersebut,

Sang Pangeran menyamakan

bentuk fisik rombongan Tuan

Murjangkung dengan bayi yang

lucu-lucu tapi tinggi sekali.

Perumpamaan tersebut dapat

diartikan sebagai

penjungkirbalikkan karakter

seorang pemimpin yang seram.

Dalam hal ini, Murjangkung

sengaja diparodikan oleh

pengarang sehingga karakter

tersebut tidak lagi menimbulkan

kesan menakutkan akan tetapi

menjadi lebih lucu.

Perumpamaan pada kalimat

tersebut menggunakan kata

“seperti” yang menunjukkan

bahwa perintah Tuan

Murjangkung kepada

pasukannya disamakan dengan

perintah Tuhan.

Gaya perumpamaan tersebut

dapat diartikan sebagai bentuk

kemarahan seseorang karena

diperlakukan tidak sepantasnya

oleh lawannya.

Pada data personifikasi tersebut

angin muson dianggap memiliki

kemampuan seperti manusia

yang dapat mendorong sebuah

kapal. Gaya bahasa tersebut

menyiratkan tentang bagaimana

awal mula para penjajah dari

Barat yang singgah di Indonesia

hingga akhirnya mereka

menempati suatu wilayah dan

mendirikan sebuah

pemerintahan.

Melakukan penjajahan atau

“Mereka lucu-lucu, seperti bayi tapi

tinggi sekali,” kata Sang Pangeran

setelah Murjangkung dan beberapa

pemabuk datang menemuinya di hari

pendaratan. (AS Laksana, h. 3)

Ia mengusap cairan di dahinya dan

mencium bau bacin pada cairan itu

dan, seperti mendapatkan perintah

langsung dari Tuhan, Tuan Mur

seketika menyerukan komando,

“Tembakkan meriam!”. (AS Laksana,

h. 5)

Mereka lalu mengikhlaskan nasib

pada angin muson yang mendorong

kapal mereka menyusuri pantai

negeri-negeri timur dan memikat hati

para penduduk di tempat-tempat

mereka singgah. (AS Laksana, h. 3)

Begitulah riwayat ringkas

Page 241: GAYA BAHASA PERBANDINGAN DALAM KUMPULAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31986/3/IHDA... · bahasa perbandingan tersebut terhadap pembelajaran bahasa dan sastra

penghancuran dengan kekuatan

senjata ternyata lebih mudah

daripada mendidik perilaku atau

mental seseorang.

penghancuran dan bagaimana

Murjangkung akhirnya menjadi

penguasa di kota baru yang ia dirikan.

(AS Laksana, h. 5)

Yang tidak mudah ia tangani justru

sampah dan tahi yang dibuang di

kanal oleh anak-anak buahnya sendiri.

Kota segera menjadi sarang bau

penyakit. Banyak orang di dalam

pagar yang mati oleh malaria,

terutama opsir-opsir muda yang baru

datang dari negeri mereka. Beberapa

orang dihajar disentri dan beri-beri. .

(AS Laksana, h. 11)

Page 242: GAYA BAHASA PERBANDINGAN DALAM KUMPULAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31986/3/IHDA... · bahasa perbandingan tersebut terhadap pembelajaran bahasa dan sastra

Penilaian Kelompok

Kelompok ke- :

Anggota kelompok :

Kelas :

Tanggal penilaian :

No. Aspek-aspek yang dinilai Nilai

A B C D

1. Antusiasme peserta kelompok dalam

penyusunan tugas.

2. Kemampuan bekerjasama atau berdiskusi.

3. Ketuntasan menyelesaikan tugas.

4. Keberanian dalam mengemukakan pendapat.

5. Tingkat perhatian pada kelompok lain yang

sedang mempresentasikan hasil diskusi.

Petunjuk:

Lembar ini diisi oleh guru untuk menilai kelompok dalam menyelesaikan tugas dan

mengemukakan pendapat. Berilah tanda ceklis (√) pada kolom skor sesuai dengan sikap

sosial yang ditunjukkan oleh peserta didik dalam kelompok dengan kriteria sebagai

berikut:

Baik sekali (A) : skor 81-90

Baik (B) : skor 71-80

Cukup (C) : skor 61-70

Kurang (D) : skor 51-60

“Kuis Uji Kecocokan”

Pengertian Tema

Perbedaan Tokoh

dan Penokohan

Jenis-jenis Gaya

Bahasa

Metode yang

Digunakan untuk

Menentukan Tokoh

Cerita

Pengertian Amanat

Page 243: GAYA BAHASA PERBANDINGAN DALAM KUMPULAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31986/3/IHDA... · bahasa perbandingan tersebut terhadap pembelajaran bahasa dan sastra

Jawaban “Kuis Uji Kecocokan”

Pedoman penskoran:

Jumlah benar x 20 = 100

Pengertian Tema

Perbedaan Tokoh

dan Penokohan

Jenis-jenis Gaya

Bahasa

Metode yang

Digunakan untuk

Menentukan

Tokoh Cerita

Pengertian

Amanat

1) Gaya bahasa pertautan

2) Gaya bahasa perbandingan

3) Gaya bahasa perulangan

4) Gaya bahasa pertentangan

1) Metode diskursif atau metode analitik

2) Metode dramatis atau metode tidak langsung

Pesan dalam karya sastra yang mencerminkan

pandangan hidup pengarang yang ingin disampaikan

kepada pembaca atau pendengar.

Ide atau gagasan dalam sebuah cerita yang berisi

berbagai persoalan yang diungkapkan pengarang

dalam sebuah karya sastra.

Tokoh adalah pembawa peristiwa dalam cerita rekaan

sehingga terjalin suatu cerita, sedangkan cara

pengarang dalam menampilkan tokoh disebut sebagai

penokohan.

Page 244: GAYA BAHASA PERBANDINGAN DALAM KUMPULAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31986/3/IHDA... · bahasa perbandingan tersebut terhadap pembelajaran bahasa dan sastra

IIJI REFERENSI

Seluruh referensi yang digunakan dalam penelitian dengan .ludul "GAYA

BAHASA PERBANDINGAN DALAM KLMPULAN CERPEN

llllf)LtLl1-'L, It^f/t /''l\r'i'7 Er.{l!&-, t\T!\!/af r nr\r TI ,l^-t'IITT TT)l^-f.T.T z IzAT)\r,|ittLJil,J,lrYUJ\t-JiY\J L.ljYJr'1 -Ir'1jl(J 1-lt,.,-ir\/(_r tJjaj\ 1]1'7;V 1 \-t-jlt1;\ j l; 1\-a-1-t\ t fL

AS LAKSANA DAN IMPLIKASINYA TERFLADAP PEMBELA.IARAN

BAHASA DAN SASTRA DI SMA" yang disusun oleh lhda Auliaunnisa,

NIM 1110013000111, Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia,

Fakultas llmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas lslam Negeri Syarif

Hidayatullah .Iakarta, telah disetujui kebenarannya oleh dosen pembimbing

skripsi pada 2016.

1030 200801 2 00

Page 245: GAYA BAHASA PERBANDINGAN DALAM KUMPULAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31986/3/IHDA... · bahasa perbandingan tersebut terhadap pembelajaran bahasa dan sastra

LIJI REFERENSI

Nama : ihda Auliaunnisa

NIrv{ :11t00t3000111

Fakultas : Ilmu Tarbiyah datr Keguruan

Judul Skripsi . Gaya Bahasa Perbandingan dalam Kumpulan

Cerpen il{urjangkuttg Cinta l,ang Dungu dan Hanta-

Hantu Karya AS Laksana dan Implikasinya

terhadap Pembelaiaran Bahasa dan Sastra di S1\f4,

Dosen Pembimbing . Rosida Erowati, M. Hum.

No. Judul BukuPar*f

Pembimbing.l Amiarrr{rlia Danoantn*,1an,tt'i,rti Y,zn,t, Qaclr",r

r 1c{r -t

!.

Bandung: Sinar Baru, 1988. s2. St ilist ika P erugantur l",femohami Bahttsu

detlum Kawa S.a,r'rrre Semarang: IKIP Semarang

Press, 1995 Cet 1

J- Barr-v- Peter. Penganttu' Komprelrcnsil' Teori

S*stra rktn Buduyu. Yogyakarta: Jalasstra, 201 0. 4,+ Chaer, Abdul. Lingui.sf ik {Jtnmt. Jakarta: Rineka

Crpta, ;UI,)'|. L:et. Ke-j At

5 Coupland, Nikolas. Sry,/e; Language L'uriulion

untl ldenlitv. Nerv York; Carnbridge University

Press, 2007.

6. Esten, Mursal. KesususlroLtn Pengmztttr I'eori

-J-=== o -: -* -7- E)-* l--*---- A -,-1-^--,' /).trlr\

uLd{t |}{fL[t ac/J. L}.Ltr(}tlrrH. -srrul!dt)(t, rri^^i.

Fananie, Zainuddin. Telaah Sastra. Surakarta: ,$

Page 246: GAYA BAHASA PERBANDINGAN DALAM KUMPULAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31986/3/IHDA... · bahasa perbandingan tersebut terhadap pembelajaran bahasa dan sastra

Muhamrnadiyah University Press, 2A02 -

8 Handayani, Retno Dwi. "Stilistika Novel Siralt

Karya Ay Suharyana", Skrip,ti, Universitas

Sebelas Maret. Surakarta: 2010. Tidak

iiipubiikasikan. &9. Ha*.thorn, Jeremy. Stutly'ing the Arore/: afl

Intt"oductirtn. Nerv York: Great Britaiil, 1989. 410. Kera-f. Gorys. Diksi dan Ga,t;tt Buhasu. Jakarta.

Gramedia Pustaka Utama, 2010. &.l

1 Ir-ri dal a.l:s.ar.a. If ari m *Jti - K *n *:: !. i * gt : i.:: : i k E d i,l. i

Keempat. .Jakarta. Gramedia Pustaka Utam4

1982.

12. I-aksana, LS- |t4urjangkung {)inm vang Dungu

d*n Huntu-Hcmltt. Jakarta: GagasMedia, 2013.

\\of

13. Minderop. Albertine. l,letodc Kurakterisctsi

'l'eluah P:iksi- .lakarta. Yayasan Pustaka Obor

Indonesia, 201 I.

ir+ Moieong, Lexy J. *ietotioiogt Patrcirttun

Kualrtutil, Bandring: PT Remaja Rosdakarya,

2009

15. Mujiyanto, Yant. '-Pemanfaatan Gaya Bahasa

dalam "Sesohek Buku Harinn Indone,sin"

A-+^l^; D,,;-; E.*L^ !\if.,- \r^iil. /Q+,,,1;Jlrrrulusl a HJa lirlrlu r lrirurl r !d-llL, 1u1uur

Stilistika)". Iesr.t. pada Universitas Sebelas

Maret. Surakarta: ?007 . Tidak dipublikasikan.

16. Nurgi-vantoro. Burhan. Stilistiku. Yogyakarta:

Gadiah Mada University Press, 2Aru.

t7 Teori Peng,kajian Flktr Yogyakarta: $

Page 247: GAYA BAHASA PERBANDINGAN DALAM KUMPULAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31986/3/IHDA... · bahasa perbandingan tersebut terhadap pembelajaran bahasa dan sastra

Gadjah hdada University Press, 2005.

18. Oktaviani, Uhtia Fa.jrihati. "Makna Keluarga

dalarn Balutan Cerita Fantastik Pada Kurnpulan

Cerpen Bitlatlari Yang il,{engembaru Karya AS

Lal'saita". iikrip,ri pada Univsrsitas Airiatgga.

3012 tidak dipublikasikan.

19 Priyatni, Endah Tri. Alembaca Sastro tlengtn

Anc*ngmt Littra,si Kritrs'. Jakarta: Bumi Aksara,

2010. &20. Prrrhe Anf.ilan \ttclyrt lnrlnnoritt K-t*tlptunrn pr

Yogyakarta: Graha Ilmu, ZAD.

2t Punvaningrum. Ayuningtyas. "Tokoh dalarn

Kumpulan Cerpen Biladari ydmg ln'lengemharct

Karya AS Laksana dan Kelayakannya Sebagai

Bahan Aiar di SMA", Skripsi pada Unil.ersitas

Lampung. 201 5. tidak dipublikasikan.

?1 Rahnranto, B. A,'{etode Pengaiuran Sa,r/ra,

Yog-_vakana. Kanisius. i 98 8. s23 Rampan, Korrie Layun. Angkufan 2{)00 clalunt

.\'asfrcr lnclrsnes'itt. Jakarta. PT Grasindo. ?000. +1A:-a - Ratna, Nyoman Kutha. Stilistika Kajiun I'tritiktt

Bahusct, Srz,srrr, clan Buclayu. Yogyakarta:

D,:ctot-a Doloi^. 1AOO {--+ 11 r.JHns ! vjuJsr L ua. l .

s25. .l-cori, l,'{etode, dan I'eknik l'enalitiutt

Sustrn. Yogl,akarta: Pustaka Pelajar, 2007. )i-26, Serni, N{. Atar. ,4nntonti .\.a,sfru. Padang:

Angkasa Raya. 1988.

27. lt{etode Penelilintt .Sa.ilra. Banduns:C

Page 248: GAYA BAHASA PERBANDINGAN DALAM KUMPULAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31986/3/IHDA... · bahasa perbandingan tersebut terhadap pembelajaran bahasa dan sastra

Aagkasa, 1990.

28- Sisrvanto,Wahl.udi. Pengantor I'ectri Sustru.

Jakarta: Grasindo. 2008. d29. Sudjiman. Panuti. Bungu Rmnpui Stilistika.

iaka*ii: Fustutku Uiama Graf-rti, i99i, 430. Tarigan, Henry Guntur. !'fembaca Seltagai Suultt

Ketertnnpiltn Berbulrusa. Bandung: Angkasa,

2008.

31. P enga-i urun (iulitt Bahu.Ett. Bandung:

Anrl'-oca l QR{

32.

-'l _) .

Prinsiyt-prin.rip L)asar .\ilslru

Bandung: Angliasa" 201 L

Teeurv, A. ,Sa.rlra tluz llrnu Suslt'tt Pengunlar

I.eori Sct:;trrz. Jakarta: Pustaka Jaya, 1984.

34. Tirr Pem,usutn. En,siklopedi Sctstru Intlone,sict

Etli,si Ret,i.sl. Bandung. Titian llmu, 2009. 435. Waridah" Ernawati. tiYL) & Seputar Kehahosa-

I rttlont s ittttru. J akarta, Kawan Pustaka" ZU t U. A36. Widjojoko dan Endang Hidayat. l'ertri dun

Seiuruh Scr,sfrrr Indone,sict. Bandung. IIPI Press,

?006. &5t. Zaidan, Abdul Rozak, dkk. Karzu's l.stilah Scr.stru.

I ^l--J^- Tl^1- : Tf---^r^l-^ 1 {}{-\,1J(ll\(ltl.r- tfdl{tt r ta5t.tl\<l, .l 77't. }

38 Rofiqi, Zaim A. Cerita-Cerita yang

Mengembara. Kulam vol. 22. Jakarta: Yayasan

Katam,2005.&

39. Arnas, Benny. Mu4angkung dan Bisikan AS

I a,ksana- ,Ilwq f)os.31 1421s1 ?01i &

&

Page 249: GAYA BAHASA PERBANDINGAN DALAM KUMPULAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31986/3/IHDA... · bahasa perbandingan tersebut terhadap pembelajaran bahasa dan sastra

40. Ballah, Umar Fauzi. Dongeng dan Bahasa AS

Lalisana. Kornpas" 30 Maret 2014. 441. Christanty, Linda. Metafor Kehidupan AS

Laksana. Dewi,Mei 201 3. B+t Frase'r_yo, Arii R.ei.a. Laksana ivlenuiis Sejarah

Hantu, Tentpo, 5 lr,{ei 20 13.

43 Setiau'an, Hawe. Menggambar Sulak, Republika,

l-5 Agustus 2004 d,-44. Jakarta School. "Tentang Pengajar AS Laksana",

hff n. 1..'i ql-o rf * onhnn.l nnm,.rcn ra r or Acf q il - rf i a_t:SgS

pada 13 Juni 2015.

45 Khuratul Aini, "Kepercayaan Raki,at yang

terdapat dalam Kumpulan Cerpn l'lurjungktmg

Cinfu yutrg Dt.ltgu dnn Hantu-HanIz.r Karya AS

L ak sana".http. /Eiqlrrr}a]: s 1 .stkip:p.eri -

sumbar.ac.idl, diakses pada 5 Mei 2015.

$46. Kurnu,s Be.s'ar Buhus'a Indonesiu AlJline 1.5.1 )-

Page 250: GAYA BAHASA PERBANDINGAN DALAM KUMPULAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31986/3/IHDA... · bahasa perbandingan tersebut terhadap pembelajaran bahasa dan sastra

KEMENTERIAN AGAMAUlN JAKARTAFITKJl. lr H. Juanda No 95 Ciputat 1912 lndonesia

FoRM (FR)

No. Dokumen : FITK-FR-AKD-081

Tgl. Terbit : 1 Maret 2010

No. Revisi: : 01

Ha 111

SURAT BIMBINGAN SKRIPSI

Nomor : Un.0 l/F. I lKM .0l.3l ........1 ........Lamp. :.......,...,...Hal : Bimbingan Skripsi

Nama

NIM

Jurusan

Semester

Judul Skripsi

Tembusan:l. Dekan FITK2. Mahasiswa ybs.

Jakarta, I Maret 2014

Kepada Yth.

Rosida Erowati, M. Hum.Pembimbing SkripsiFakultas Ilmu Tarbiyah dan KeguruanUIN Syarif HidayatullahJakarta.

As s alamu' alaikum wr.wb.

Dengan ini diharapkan kesediaan Saudara untuk menjadi pembimbing VII(materi/teknis) penulisan slcipsi mahasiswa:

Ihda Auliaunnisa

1110013000111

Pendidikan Bahasa dan Sastra lndonesia

8 (delapan)

"Gaya Bahasa Perbandingan dalam Kumpulan Cerpen

Murjanglamg Cinla yang Dungu dan Hantu-Hantu Karya AS Laksana fl6 Implikasinya

Terhadap Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia di SMA"

Judul tersebut telah disetujui oleh Jurusan yang bersangkutan pada tanggal 03 Maret 2014,abstraksi/outline terlampir. Saudara dapat melakukan perubahan redaksional pada judultersebut. Apabila perubahan substansial dianggap perlu, mohon pembimbing menghubungiJurusan terlebih dahulu.

Bimbingan skripsi ini diharapkan selesai dalam waktu 6 (enam) bulan, dan dapatdiperpanjang selama 6 (enam) bulan berikutnya tanpa surat perpanjangan.

Atas perhatian dan kerja sama Saudara, kami ucapkan terima kasih.

Wassalamu' alailatm wr.wb.

dan Sastra

ZA.,M.Pd.

a.n. Dekan

t99703 2 001

Page 251: GAYA BAHASA PERBANDINGAN DALAM KUMPULAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31986/3/IHDA... · bahasa perbandingan tersebut terhadap pembelajaran bahasa dan sastra

BIODATA PENULIS

Ihda Auliaunnisa lahir di Bekasi, 24 Juli 1992. Masa-masa

kecil hingga remajanya dilaluinya di Bekasi. Pendidikan

formal pertamanya ditempuh di TK Attaqwa 07 Wates,

Bekasi pada tahun 1997-1998. Kemudian pada tahun 1998-

2004 mengenyam pendidikan di MI Attaqwa 16 Wates dan MTs Attaqwa 05

Wates pada tahun 2004-2007. Setelah itu, pada 2007-2010 penulis berhasil

menyelesaikan pendidikannya di MAN 1 Kota Bekasi. Hingga akhirnya, menjadi

mahasiswa S1 jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia di UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta.

Sejak kuliah, penulis pernah berkecimpung di dunia keorganisasian

(beberapa masih digeluti oleh penulis) di antaranya Himpunan Mahasiwa Islam

Ciputat, kelompok tari saman Pojok Seni Tarbiyah (POSTAR), Persatuan

Mahasiswa Bekasi Jakarta Raya, Himpunan Mahasiswa Jurusan Pendidikan

Bahasa dan Sastra Indonesia. Penulis juga pernah beberapa kali terlibat dalam

pementasan teater yang diproduksi oleh Teater el Na’ma Indonesia yang berlokasi

di Ciputat.

Penulis pun sejak masih kuliah pernah menimba pengalaman menjadi

pelatih Tari Saman di beberapa sekolah di Jakarta dan Ciputat. Beberapa kali juga

pernah menjadi guru privat dan sekolah di SMP-SMK Madinatul ‘Ilmi Legoso,

Ciputat. Banyak pengalaman berharga yang penulis dapatkan di bidang

pendidikan ini. Oleh sebab itu, penulis pun bercita-cita menjadi penebar ilmu di

manapun penulis berada kelak. (email: [email protected])