etika keperawatan

44
Etika Keperawatan: Permasalahan Etika Keperawatan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemajuan pengetahuan dan teknologi di bidang kesehatan berdampak besar terhadap peningkatan mutu pelayanan keperawatan. Pelayanan keperawatan yang dilaksanakan oleh tenaga profesional, dalam melaksanakan tugasnya dapat bekerja secara mandiri dan dapat pula bekerja sama dengan profesi lain. Perawat dituntut untuk melaksanakan asuhan keperawatan untuk pasien/klien baik secara individu, keluarga, kelompok, dan masyarakat dengan memandang manusia secara biopsikososial spiritual yang komperhensif. Sebagai tenaga yang profesional, dalam melaksanakan tugasnya diperlukan suatu sikap yang menjamin terlaksananya tugas tersebut dengan baik dan bertanggungjawab secara moral. Masalah, merupakan suatu bagian yang tak dapat dipisahkan dari segala segi kehidupan. Tidak ada satupun benda ataupun subjek hidup yang bersih tanpa masalah, namun ada yang tersembunyi namun ada juga yang lebih dominan oleh masalahnya. Begitupun dalam praktik keperawatan, terdapat beberapa isu yang bisa jadi merupakan masalah dalam praktik keperawatan kita. Baik merupakan perbuatan dari

Upload: srihariani

Post on 18-Jul-2016

91 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

Etika Keperawatan

TRANSCRIPT

Page 1: Etika Keperawatan

Etika Keperawatan: Permasalahan Etika Keperawatan

BAB I

PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang

Kemajuan pengetahuan dan teknologi di bidang kesehatan berdampak besar

terhadap peningkatan mutu pelayanan keperawatan.  Pelayanan keperawatan yang

dilaksanakan oleh tenaga profesional, dalam melaksanakan tugasnya dapat bekerja

secara mandiri dan dapat pula bekerja sama dengan profesi lain.

Perawat dituntut untuk melaksanakan asuhan keperawatan untuk pasien/klien

baik secara individu, keluarga, kelompok, dan masyarakat dengan memandang

manusia secara biopsikososial spiritual yang komperhensif.  Sebagai tenaga yang

profesional, dalam melaksanakan tugasnya diperlukan suatu sikap yang menjamin

terlaksananya tugas tersebut dengan baik dan bertanggungjawab secara moral.

Masalah, merupakan suatu bagian yang tak dapat dipisahkan dari segala segi

kehidupan.  Tidak ada satupun benda ataupun subjek hidup yang bersih tanpa

masalah, namun ada yang tersembunyi namun ada juga yang lebih dominan oleh

masalahnya.

Begitupun dalam praktik keperawatan, terdapat beberapa isu yang bisa jadi

merupakan masalah dalam praktik keperawatan kita. Baik merupakan perbuatan

dari pihak yang tidak bertanggung jawab, ataupun segala hal yang terjadi

disebabkan oleh pertimbangan etis.

1.2  Tujuan Penulisan

         Tujuan Umum

Berdasarkan latar belakang di atas, perlu kiranya kami menyusun

sebuah tulisan tentang bioetis medis, sebagai sesuatu yang hidup dan

terus dilakukan di lingkungan medis, yang seyoganya adalah dunia kita

sendiri.

         Tujuan Khusus

  Mengetahui secara lebih spesifik tentang bioetis medis dan isu

permasalahan praktik keperawatan

Page 2: Etika Keperawatan

  Mengetahui sejauh mana pemahaman mahasiswa tentang

masalah praktik keperawatan

  Memenuhi tugas pembuatan makalah pada mata ajar etika

keperawatan

1.3  Rumusan Masalah

         Bagaimana permasalahan keperawatan muncul dalam praktik

keperawatan?

         Bagaimana peran undang-undang dan aturan pemerintah dalam

pelayanan praktik keperawatan?

         Apa yang harus kita lakukan untuk mempertimbangkan permasalahan

etik dalam praktik keperawatan?

Page 3: Etika Keperawatan

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Isu Bioetik Dalam Keperawatan

Bioetik adalah studi tentang isu etika dalam pelayanan kesehatan (Hudak & Gallo,

1997).Dalam pelaksanaannya etika keperawatan mengacu pada bioetik sebagaimana

tercantum dalam sumpah janji profesi keperawatan dan kode etik profesi

keperawatan.

Bioetik adalah etika yang menyangkut kehidupan dalam lingkungan tertentu atau

etika yang berkaitan dengan pendekatan terhadap asuhan kesehatan.  Dalam

pelaksanaanya, etika keperawatan mengacu pada bioetik yang terdiri dari tiga

pendekatan, yaitu: pendekatan teleologik, pendekatan deontologik, dan pendekatan

intiutionism

A.    Kelalaian Perawat dalam menjalankan Tugas

Dalam menjalankan tugas keprofesiannya, perawat bisa saja melakukan

kesalahan yang dapat merugikan klien sebagai penerima asuhan keperawatan,bahkan

bisa mengakibatkan kecacatan dan lebih parah lagi mengakibatkan kematian,

terutama bila pemberian asuhan keperawatan tidak sesuai dengan standar praktek

keperawatan. kejadian ini di kenal dengan malpraktek dan hal ini merupakan

kelalaian perawat dalam menjalankan tugas.

B.     Bioetika keperawatan

Keperawatan merupakan salah satu profesi yang mempunyai bidang garap

pada kesejahteraan manusia yaitu dengan memberikan bantuan kepada individu yang

sehat maupun yang sakit untuk dapat menjalankan fungsi hidup sehari-harinya. Salah

satu yang mengatur hubungan antara perawat pasien adalah etika. Istilah etika dan

moral sering digunakan secara bergantian.

Etika dan moral merupakan sumber dalam merumuskan standar dan prinsip-

prinsip yang menjadi penuntun dalam berprilaku serta membuat keputusan untuk

melindungi hak-hak manusia. Etika diperlukan oleh semua profesi termasuk juga

keperawatan yang mendasari prinsip-prinsip suatu profesi dan tercermin dalam

standar praktek profesional. (Doheny et all, 1982).

Page 4: Etika Keperawatan

Profesi keperawatan mempunyai kontrak sosial dengan masyarakat, yang

berarti masyarakat memberi kepercayaan kepada profesi keperawatan untuk

memberikan pelayanan yang dibutuhkan. Konsekwensi dari hal tersebut tentunya

setiap keputusan dari tindakan keperawatan harus mampu dipertanggungjawabkan

dan dipertanggunggugatkan dan setiap penganbilan keputusan tentunya tidak hanya

berdasarkan pada pertimbangan ilmiah semata tetapi juga dengan mempertimbangkan

etika.

Etika adalah peraturan atau norma yang dapat digunakan sebagai acuan bagi

perlaku seseorang yang berkaitan dengan tindakan yang baik dan buruk yang

dilakukan seseorang dan merupakan suatu kewajiban dan tanggungjawanb moral.

(Nila Ismani, 2001).

Bioetik adalah studi tentang isu etika dalam pelayanan kesehatan (Hudak &

Gallo, 1997).Dalam pelaksanaannya etika keperawatan mengacu pada bioetik

sebagaimana tercantum dalam sumpah janji profesi keperawatan dan kode etik

profesi keperawatan.

Kemajuan ilmu dan teknologi terutama di bidang biologi dan kedokteran telah

menimbulkan berbagai permasalahan atau dilema etika kesehatan yang sebagian

besar belum teratasi ( catalano, 1991).

Etik merupakan suatu pertimbangan yang sistematis tentang perilaku benar

atau salah, kebajikan atau kejahatan yang berhubungan dengan perilaku. Etika

merupakan aplikasi atau penerapan teori tentang filosofi moral kedalam situasi nyata

dan berfokus pada prinsip-prinsip dan konsep yang membimbing manusia berpikir

dan bertindak dalam kehidupannya yang dilandasi oleh nilai-nilai yang dianutnya.

Banyak pihak yang menggunakan istilah etik untuk mengambarkan etika suatu

profesi dalam hubungannya dengan kode etik profesional seperti Kode Etik PPNI

atau IBI.

Nilai-nilai (values) adalah suatu keyakinan seseorang tentang penghargaan

terhadap suatu standar atau pegangan yang mengarah pada sikap/perilaku seseorang.

Sistem nilai dalam suatu organisasi adalah rentang nilai-nilai yang dianggap penting

dan sering diartikan sebagai perilaku personal. Moral hampir sama dengan etika,

biasanya merujuk pada standar personal tentang benar atau salah. Hal ini sangat

Page 5: Etika Keperawatan

penting untuk mengenal antara etika dalam agama, hukum, adat dan praktek

professional.

Perawat atau bidan memiliki komitmen yang tinggi untuk memberikan asuhan

yang berkualitas berdasarkan standar perilaku yang etis dalam praktek asuhan

profesional. Pengetahuan tentang perilaku etis dimulai dari pendidikan perawat atau

bidan, dan berlanjut pada diskusi formal maupun informal dengan sejawat atau

teman. Perilaku yang etis mencapai puncaknya bila perawat atau bidan mencoba dan

mencontoh perilaku pengambilan keputusan yang etis untuk membantu memecahkan

masalah etika. Dalam hal ini, perawat atau bidan seringkali menggunakan dua

pendekatan: yaitu pendekatan berdasarkan prinsip dan pendekatan berdasarkan

asuhan keperawatan /kebidanan.

C.     Pendekatan berdasarkan prinsip

Pendekatan berdasarkan prinsip, sering dilakukan dalam bio etika untuk

menawarkan bimbingan untuk tindakan khusus. Beauchamp Childress (1994)

menyatakan empat pendekatan prinsip dalam etika biomedik antara lain:

a)      Sebaiknya mengarah langsung untuk bertindak sebagai penghargaan terhadap

kapasitas otonomi setiap orang.

b)      Menghindarkan berbuat suatu kesalahan.

c)      Bersedia dengan murah hati memberikan sesuatu yang bermanfaat dengan segala

konsekuensinya.

d)     Keadilan menjelaskan tentang manfaat dan resiko yang dihadapi

Dilema etik muncul ketika ketaatan terhadap prinsip menimbulkan penyebab

konflik dalam bertindak. Contoh; seorang ibu yang memerlukan biaya untuk

pengobatan progresif bagi bayinya yang lahir tanpa otak dan secara medis dinyatakan

tidak akan pernah menikmati kehidupan bahagia yang paling sederhana sekalipun. Di

sini terlihat adanya kebutuhan untuk tetap menghargai otonomi si ibu akan pilihan

pengobatan bayinya, tetapi dilain pihak masyarakat berpendapat akan lebih adil bila

pengobatan diberikan kepada bayi yang masih memungkinkan mempunyai harapan

hidup yang besar. Hal ini tentu sangat mengecewakan karena tidak ada satu metoda

pun yang mudah dan aman untuk menetapkan prinsip-prinsip mana yang lebih

penting, bila terjadi konflik diantara kedua prinsip yang berlawanan. Umumnya,

Page 6: Etika Keperawatan

pendekatan berdasarkan prinsip dalam bioetik, hasilnya terkadang lebih

membingungkan. Hal ini dapat mengurangi perhatian perawat atau bidan terhadap

sesuatu yang penting dalam etika. Terutama kemajuan di bidang biologi dan

kedokteran, telah menimbulkan berbagai permasalahan atau dilema etika kesehatan

yang sebagian besar belum teratasi (cakalano, 1991). Kemajuan teknologi kesehatan

saat ini telah meningkatkan kemampuan bidang kesehatan dalam mengatasi kesehatan

dan memperpanjang usia. Jumlah golongan usia lanjut yang semakin banyak,

keterbatasan tenaga perawat, biaya perawatan yang semakin mahal, dan keterbatasan

sarana kesehatan, telah menimbulkan etika keperawatan bagi individu perawat.

Beberapa pengertian yang berkaitan dengan dilema etik:

1)      Etik

Etik adalah norma-norma yang menentukan baik-buruknya tingkah laku manusia,

baik secara sendirian maupun bersama-sama dan mengatur hidup ke arah tujuannya

( Pastur scalia, 1971 ).

2)      Etik Keperawatan

Etik keperawatan adalah norma-norma yang dianut oleh perawat dalam bertingkah

laku dengan pasien, keluarga, kolega, atau tenaga kesehatan lainnya di suatu

pelayanan keperawatan yang bersifat professional. Prilaku etik akan dibentuk oleh

nilai-nilai dari pasien, perawat dan interaksi sosial dalam lingkungan.

3)      Kode Etik Keperawatan

kode etik adalah suatu tatanan tentang prinsip-prinsip umum yang telah diterima oleh

suatu profesi. Kode etik keperawatan merupakan suatu pernyataan komprehensif dari

profesi yang memberikan tuntutan bagi anggotanya dalam melaksanakan praktek

keperawatan, baik yang berhubungan dengan pasien, keluarga masyarakat, teman

sejawat, diri sendiri dan tim kesehatan lain, yang berfungsi untuk ;

a.      Memberikan dasar dalam mengatur hubungan antara perawat, pasien,

tenaga kesehatan lain, masyarakat dan profesi keperawatan.

b.      Memberikan dasar dalam menilai tindakan keperawatan.

c.       Membantu masyarakat untuk mengetahui pedoman dalam

melaksanakan praktek keperawatan.

Page 7: Etika Keperawatan

d.      Menjadi dasar dalam membuat kurikulum pendidikan keperawatan

( Kozier& Erb, 1989 ).

4)      Dilema Etik

Dilema etik adalah suatu masalah yang melibatkan dua ( atau lebih ) landasan

moral suatu tindakan tetapi tidak dapat dilakukan keduanya. Ini merupakan

suatu kondisi dimana setiap alternatif memiliki landasan moral atau prinsip.

Pada dilema etik ini sukar untuk menentukan yang benar atau salah dan dapat

menimbulkan stress pada perawat karena dia tahu apa yang harus dilakukan,

tetapi banyak rintangan untuk melakukannya. Dilema etik biasa timbul akibat

nilai-nilai perawat, klien atau lingkungan tidak lagi menjadi kohesif sehingga

timbul pertentangan dalam mengambil keputusan. Menurut Thompson &

Thompson (1985 ) dilema etik merupakan suatu masalah yang sulit dimana

tidak ada alternatif yang memuaskan atau situasi dimana alternatif yang

memuaskan atau tidak memuaskan sebanding. Dalam dilema etik tidak ada

yang benar atau yang salah. Untuk membuat keputusan yang etis, seorang

perawat tergantung pada pemikiran yang rasional dan bukan emosional.

2.2  Masalah Etis Yang Langsung

1. Berkata jujur, dalam konteks ini ada yang disebut depresi – membuat orang

percaya terhadap sesuatu hal yang tidak benar, menipu, berbohong. Contoh :

perawat memberi obat placebo.

  Freel, konsep jujur (veracity) merupakan prinsip etis tetapi menjadi bersifat

mutlak karena alasan tertentu karena pasien tidak dapat menerima

kenyataan,.

  Veatch & fry, hal ini yang sebenarnya dan tidak bohong, pasti akan

meninggal.

2. Abortus

  Pro : penghentian kehamilan yang tidak diinginkan secara spontan atau

rekayasa.

  Anti : pembunuhan manusia yang tidak bersalah.

Page 8: Etika Keperawatan

Abortus atau lebih dikenal dengan istilah keguguran adalah pengeluaran hasil

konsepsi sebelum janin dapat hidup di luar rahim. Janin belum mampu hidup

di luar rahim, jika beratnya kurang dari 500 g, atau usia kehamilan kurang dari

20 minggu karena pada saat ini proses plasentasi belum selesai. Pada bulan

pertama kehamilan yang mengalami abortus, hampir selalu didahului dengan

matinya janin dalam rahim. 

Keguguran atau abortus disebabkan oleh banyak faktor, antara lain:

1.    Kelainan sel telur ibu, biasanya terjadi di awal kehamilan.

2.    Kelainan anatomi organ reproduksi ibu, misalnya mengalami kelainan

atau gangguan pada rahim.

3.    Gangguan sirkulasi plasenta akibat ibu menderita suatu penyakit, atau

kelainan pembentukan plasenta.

4.    Ibu menderita penyakit berat seperti infeksi yang disertai demam

tinggi, penyakit jantung atau paru yang kronik, keracunan, mengalami

kekurangan vitamin berat, dll.

5.    Antagonis Rhesus ibu yang merusak darah janin.

Pandangan (megan, 1991)

  lonservatif- salah dengan alasan apapun, berhubungan dengan moral

  moderat- dapat dilakukan dengan pertimbangan moral yang kuat, fetus

belum jadi : pemerkosaan, kegagalan kontrasepsi.

  Liberal- boleh dilakukan berdasarkan permintaan karena berpandangan,

fetus belum menjadi manusia.

Di Amerika, Inggis, Australia – tidak diperbolehkan. Di Indonesia- melanggar

hukum KUHP PASAL 346-349 “ barang siapa melakukan dengan sengaja

yang menyebabkan keguguran atau matinya kandungan, dapat dikenai

penjara”.

3. Eutanasia

Asal-usul kata eutanasia

Page 9: Etika Keperawatan

Kata eutanasia berasal dari bahasa Yunani yaitu "eu" (= baik) and "thanatos"

(maut, kematian) yang apabila digabungkan berarti "kematian yang baik".

Hippokrates pertama kali menggunakan istilah "eutanasia" ini pada "sumpah

Hippokrates" yang ditulis pada masa 400-300 SM.

Sumpah tersebut berbunyi: "Saya tidak akan menyarankan dan atau

memberikan obat yang mematikan kepada siapapun meskipun telah

dimintakan untuk itu".

Dalam sejarah hukum Inggris yaitu common law sejak tahun 1300 hingga saat

"bunuh diri" ataupun "membantu pelaksanaan bunuh diri" tidak

diperbolehkan.

Eutanasia dalam dunia modern

Sejak abad ke-19, eutanasia telah memicu timbulnya perdebatan dan

pergerakan di wilayah Amerika Utara dan di Eropa Pada tahun 1828 undang-

undang anti eutanasia mulai diberlakukan di negara bagian New York, yang

pada beberapa tahun kemudian diberlakukan pula oleh beberapa negara

bagian.

Setelah masa Perang Saudara, beberapa advokat dan beberapa dokter

mendukung dilakukannya eutanasia secara sukarela.

Kelompok-kelompok pendukung eutanasia mulanya terbentuk di Inggris pada

tahun 1935 dan di Amerika pada tahun 1938 yang memberikan dukungannya

pada pelaksanaan eutanasia agresif, walaupun demikian perjuangan untuk

melegalkan eutanasia tidak berhasil digolkan di Amerika maupun Inggris.

Pada tahun 1937, eutanasia atas anjuran dokter dilegalkan di Swiss sepanjang

pasien yang bersangkutan tidak memperoleh keuntungan daripadanya.

Pada era yang sama, pengadilan Amerika menolak beberapa permohonan dari

pasien yang sakit parah dan beberapa orang tua yang memiliki anak cacat

yang mengajukan permohonan eutanasia kepada dokter sebagai bentuk

"pembunuhan berdasarkan belas kasihan".

Pada tahun 1939, pasukan Nazi Jerman melakukan suatu tindakan

kontroversial dalam suatu "program" eutanasia terhadap anak-anak di bawah

Page 10: Etika Keperawatan

umur 3 tahun yang menderita keterbelakangan mental, cacat tubuh, ataupun

gangguan lainnya yang menjadikan hidup mereka tak berguna. Program ini

dikenal dengan nama Aksi T4 ("Action T4") yang kelak diberlakukan juga

terhadap anak-anak usia di atas 3 tahun dan para jompo / lansia.

Eutanasia pada masa setelah perang dunia

Setelah dunia menyaksikan kekejaman Nazi dalam melakukan kejahatan

eutanasia, pada era tahun 1940 dan 1950 maka berkuranglah dukungan

terhadap eutanasia, terlebih-lebih lagi terhadap tindakan eutanasia yang

dilakukan secara tidak sukarela ataupun karena disebabkan oleh cacat

genetika.

Praktik-praktik eutanasia di dunia

Praktik-praktik eutanasia pernah yang dilaporkan dalam berbagai tindakan

masyarakat:

         Di India pernah dipraktikkan suatu kebiasaan untuk melemparkan orang-

orang tua ke dalam sungai Gangga.

         Di Sardinia, orang tua dipukul hingga mati oleh anak laki-laki tertuanya.

         Uruguay mencantumkan kebebasan praktik eutanasia dalam undang-undang

yang telah berlaku sejak tahun 1933.

         Di beberapa negara Eropa, praktik eutanasia bukan lagi kejahatan kecuali di

Norwegia yang sejak 1902 memperlakukannya sebagai kejahatan khusus.

         Di Amerika Serikat, khususnya di semua negara bagian, eutanasia

dikategorikan sebagai kejahatan. Bunuh diri atau membiarkan dirinya dibunuh

adalah melanggar hukum di Amerika Serikat.

         Satu-satunya negara yang dapat melakukan tindakan eutanasia bagi para

anggotanya adalah Belanda. Anggota yang telah diterima dengan persyaratan

tertentu dapat meminta tindakan eutanasia atas dirinya. Ada beberapa warga

Amerika Serikat yang menjadi anggotanya. Dalam praktik medis, biasanya

tidak pernah dilakukan eutanasia aktif, namun mungkin ada praktik-praktik

medis yang dapat digolongkan eutanasia pasif.

Page 11: Etika Keperawatan

Eutanasia menurut hukum di berbagai negara

Sejauh ini eutanasia diperkenankan yaitu dinegara Belanda, Belgia serta

ditoleransi di negara bagian Oregon di Amerika, Kolombia dan Swiss dan di

beberapa negara dinyatakan sebagai kejahatan seperti di Spanyol, Jerman dan

Denmark

Dalam ajaran Islam

Seperti dalam agama-agama Ibrahim lainnya (Yahudi dan Kristen), Islam

mengakui hak seseorang untuk hidup dan mati, namun hak tersebut

merupakan anugerah Allah kepada manusia. Hanya Allah yang dapat

menentukan kapan seseorang lahir dan kapan ia mati (QS 22: 66; 2: 243).

Oleh karena itu, bunuh diri diharamkan dalam hukum Islam meskipun tidak

ada teks dalam Al Quran maupun Hadis yang secara eksplisit melarang bunuh

diri. Kendati demikian, ada sebuah ayat yang menyiratkan hal tersebut, "Dan

belanjakanlah (hartamu) di jalan Allah, dan janganlah kamu menjatuhkan

dirimu sendiri ke dalam kebinasaan, dan berbuat baiklah, karena

sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik." (QS 2: 195),

dan dalam ayat lain disebutkan, "Janganlah engkau membunuh dirimu

sendiri," (QS 4: 29), yang makna langsungnya adalah "Janganlah kamu saling

berbunuhan." Dengan demikian, seorang Muslim (dokter) yang membunuh

seorang Muslim lainnya (pasien) disetarakan dengan membunuh dirinya

sendiri.

Eutanasia dalam ajaran Islam disebut qatl ar-rahmah atau taisir al-maut

(eutanasia), yaitu suatu tindakan memudahkan kematian seseorang dengan

sengaja tanpa merasakan sakit, karena kasih sayang, dengan tujuan

meringankan penderitaan si sakit, baik dengan cara positif maupun negatif.

Pada konferensi pertama tentang kedokteran Islam di Kuwait tahun 1981,

dinyatakan bahwa tidak ada suatu alasan yang membenarkan dilakukannya

eutanasia ataupun pembunuhan berdasarkan belas kasihan (mercy killing)

dalam alasan apapun juga

Page 12: Etika Keperawatan

Berdasarkan hukum di Indonesia maka eutanasia 340, 345, dan 359 KUHP

yang juga dapat dikatakan memenuhi unsur-unsur delik dalam perbuatan

eutanasia. Dengan demikian, secara formal hukum yang berlaku di negara kita

memang tidak mengizinkan tindakan eutanasia oleh siapa pun.

Ketua umum pengurus besar Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Farid Anfasal

Moeloek dalam suatu pernyataannya yang dimuat oleh majalah Tempo Selasa

5 Oktober 2004 menyatakan bahwa : Eutanasia atau "pembunuhan tanpa

penderitaan" hingga saat ini belum dapat diterima dalam nilai dan norma yang

berkembang dalam masyarakat Indonesia. "Euthanasia hingga saat ini tidak

sesuai dengan etika yang dianut oleh bangsa dan melanggar hukum positif

yang masih berlaku yakni KUHP.

4. penghentian pemberian makanan, cairan

ANA menyatakan bahwa tindakan penghentian dan pemberian makan kepada

pasien oleh perawat secara hokum diperbolehkan, dengan pertimbangan

tindakan ini menguntungkan pasien (kozier Erz.1991)

5. transplantasi organ

Est Tansil, 1991: Tindakan transplantasi tidak menyalahi semua agama dan

kepercayaan kepada tuhan YME, asalkan penentuan saat mati dan

penyelenggaran jenazah terjamin dan tidak terjadi penyalahgunaan.

Masalah Etik dan Moral dalam Transplantasi

Beberapa pihak yang ikut terlibat dalam usaha transplantasi adalah (a) donor

hidup, (b) jenazah dan donor mati, (c) keluarga dan ahli waris, (d) resepien,

(e) dokter dan pelaksana lain, dan (f) masyarakat. Hubungan pihak – pihak itu

dengan masalah etik dan moral dalam transplantasi akan dibicarakan dalam

uraian dibawah ini.

a. Donor Hidup

Adalah orang yang memberikan jaringan / organnya kepada orang lain

( resepien ). Sebelum memutuskan untuk menjadi donor, seseorang harus

mengetahui dan mengerti resiko yang dihadapi, baik resiko di bidang medis,

pembedahan, maupun resiko untuk kehidupannya lebih lanjut sebagai

Page 13: Etika Keperawatan

kekurangan jaringan / organ yang telah dipindahkan. Disamping itu, untuk

menjadi donor, sesorang tidak boleh mengalami tekanan psikologis.

Hubungan psikis dan emosi harus sudah dipikirkan oleh donor hidup tersebut

untuk mencegah timbulnya masalah.

b. Jenazah dan donor mati

Adalah orang yang semasa hidupnya telah mengizinkan atau berniat dengan

sungguh – sungguh untuk memberikan jaringan / organ tubuhnya kepada yang

memerlukan apabila ia telah meninggal kapan seorang donor itu dapat

dikatakan meninggal secara wajar, dan apabila sebelum meninggal, donor itu

sakit, sudah sejauh mana pertolongan dari dokter yang merawatnya. Semua itu

untuk mencegah adanya tuduhan dari keluarga donor atau pihak lain bahwa

tim pelaksana transplantasi telah melakukan upaya mempercepat kematian

seseorang hanya untuk mengejar organ yang akan ditransplantasikan

c. Keluarga donor dan ahli waris

Kesepakatan keluarga donor dan resipien sangat diperlukan untuk

menciptakan saling pengertian dan menghindari konflik semaksimal mungkin

atau pun tekanan psikis dan emosi di kemudian hari. Dari keluarga resepien

sebenarnya hanya dituntut suatu penghargaan kepada donor dan keluarganya

dengan tulus. Alangkah baiknya apabila dibuat suatu ketentuan untuk

mencegah timbulnya rasa tidak puas kedua belah pihak.

d. Resipien

Adalah orang yang menerima jaringan / organ orang lain. Pada dasarnya,

seorang penderita mempunyai hak untuk mendapatkan perawatan yang dapat

memperpanjang hidup atau meringankan penderitaannya. Seorang resepien

harus benar – benar mengerti semua hal yang dijelaskan oleh tim pelaksana

transplantasi. Melalui tindakan transplantasi diharapkan dapat memberikan

nilai yang besar bagi kehidupan resepien. Akan tetapi, ia harus menyadari

bahwa hasil transplantasi terbatas dan ada kemungkinan gagal. Juga perlu

didasari bahwa jika ia menerima untuk transplantasi berarti ia dalam

percobaan yang sangat berguna bagi kepentingan orang banyak di masa yang

akan datang.

Page 14: Etika Keperawatan

e. Dokter dan tenaga pelaksana lain

Untuk melakukan suatu transplantasi, tim pelaksana harus mendapat

parsetujuan dari donor, resepien, maupun keluarga kedua belah pihak. Ia

wajib menerangkan hal – hal yang mungkin akan terjadi setelah dilakukan

transplantasi sehingga gangguan psikologis dan emosi di kemudian hari dapat

dihindarkan. Tanggung jawab tim pelaksana adalah menolong pasien dan

mengembangkan ilmu pengetahuan untuk umat manusia. Dengan demikian,

dalam melaksanakan tugas, tim pelaksana hendaknya tidak dipengaruhi oleh

pertimbangan – pertimbangan kepentingan pribadi.

f. Masyarakat

Secara tidak sengaja masyarakat turut menentukan perkembangan

transplantasi. Kerjasama tim pelaksana dengan cara cendekiawan, pemuka

masyarakat, atau pemuka agama diperlukan unutk mendidik masyarakat agar

lebih memahami maksud dan tujuan luhur usaha transplantasi. Dengan adanya

pengertian ini kemungkinan penyediaan organ yang segera diperlukan, atas

tujuan luhur, akan dapat diperoleh.

Transplantasi Ditinjau dari Aspek Hukum

Pada saat ini peraturan perundang – undangan yang ada adalah Peraturan

Pemerintah No. 18 tahun 1981, tentang Bedah Mayat Klinis dan Bedah Mayat

Anatomis serta Transplantasi Alat atau Jaringan Tubuh Manusia.

1.      Prinsip-Prinsip Moral Dalam Praktek Keperawatan

Prinsip moral merupakan masalah umum dalam melakukan sesuatu sehingga

membentuk suatu sistem etik. Prinsip moral berfungsi untuk membuat secara spesifik

apakah suatu tindakan dilarang, diperlukan atau diizinkan dalam situasi tertentu.

( John Stone, 1989 ).

Fry (1991) menjelaskan bahwa dalam praktik keperawatan, ada beberapa konsep

penting yang harus termaktub dalam standar praktik keperawatan, diantaranya yaitu:

1.         Advokasi

Menurut ANA (1985) advokasi adalah melindungi klien atau masyarakat

terhadap pelayanan kesehatan dan keselamatan praktik tidak sah yang tidak

Page 15: Etika Keperawatan

kompeten dan melanggar etika yang dilakukan oleh siapapun. Fry (1987)

sendiri mendefinisikan sebagai dukungan aktif terhadap setiap hal yang

memiliki dampak/penyebab penting. Sementara itu Gadow (1983)

mengatakan bahwa advokasi merupakan dasar falsafah dan ideal keperawatan

yang melibatkan bantuan perawat secara aktif kepada individu secara bebas

untuk menentukan nasib sendiri.

Peran perawat sebagai advokat klien adalah memberi informasi dan

bantuan kepada klien atas keputusan yang telah dibuat klien. Hal ini berarti

perawat memberikan penjelasan/informasi sesuai kebutuhan klien. Menurut

Kohnke (1982), perawat dalam memberikan bantuan memiliki dua peran yaitu

peran aksi dan nonaksi.peran aksi berarti perawat memberikan keyakinan

kepada klien bahwa mereka memiliki hak dan tanggung jawab dalam

memnentukan pilihan atau keputusan sendiri tanpa tekanan pengaruh orang

lain. Sedangkan peran nonaksi mengandung arti bahwa sebagai advokat,

perawat harus menahan diri untuk tidak mempengaruhi klien. Dalam

menjalankan peran sebagai advokat, perawat harus menghargai klien sebagai

individu yang memiliki berbagai karakteristik. Perawat harus memberikan

perlindungan terhadap martabat dan nilai manusiawi klien selama dalam

keadaan sakit.

2.      Pesponsibilitas dan Akuntabilitas

Responsibilitas (tanggung jawab) adalah eksekusi terhadap tugas yang

berhubungan dengan peran tertentu dari perawat . perawat yang selalu

bertanggung jawab dalam melaksanakan tindakannya akan mendapatkan

kepercayaan dari klien atau profesi lain. Sehingga ia akan tetap kompeten

dalam pengetahuan dan keterampilan serta selalu menunjukan keinginan

untuk bekerja berdasarkan kode etik profesi.

Akuntabilitas (tanggung gugat) mengandung arti dapat

mempertanggungjawabkan suatu tindakan yang dilakukan, dan menerima

konsikuensi dari tindakan tersebut (Kozier, erb, 1991). Mengandung dua

komponen utama yaitu tanggung jawab dan tanggung gugat (Fry, 1990) dan

dipandang dalam suatu tingkatan hierarki, dimulai dari tingkat individu,

Page 16: Etika Keperawatan

institusi/profesional, serta sosial (Sulliva, decker, 1998) perawat bertanggung

gugat terhadap dirinya, profesi , klien, sesama karyawan, dan masyarakat.

Agar dapat bertanggung gugat, perawata harus bertindak profesional serta

sesuai dengan kode etik profesinya. Akunsibilatas dilakukan untuk

mengevaluasi efektifikasi perawat dalam melakukan praktik keperawatan.

3.         Loyalitas

Merupakan suatu konsep yang meliputi simpati, peduli dan berhubungan

dengan timbal balik terhadap pihak yang secara profesional berhubungan

dengan perawata.

Untul mencapai kualitas asuhan keperawatan yang tinggi dan hubungan

dengan pihak yang harmonis, loyalitas harus dipertahankan oleh setiap

perawat baik kepada klien, teman sejawat, institusi, maupun profesi. Untuk

mewujudkannya, Tabbner mengajukan berbagai argumerntasi:

      Masalah klien tidak boleh didiskusikan dengan klien lain, karena

informasi klien harus didiskusikan secara profesional.

      Perawat harus menhindari pembicaraab yang tidak manfaat.

      Perawat harus menghargai dan memberikan bantuan kepada teman

sejawat

      Perawat harus menunjukan loyalitasnya kepada profesi dengan

berprilaku secara tepat pada saat bertugas.

2.        Prinsip Etis Dalam Pelayanan Keperawatan

Lima prinsip penting dalam bidang keperawatan yang dikembangkan oleh Fry (1991) meliputi :

1.         Kemurahan Hati (Beneficence)Inti dari prinsip ini adalah tanggung jawab untuk melakukan kebaikan yang menguntungkan klien dan menghindari perbuatan yang merugikan atau membahayakan klien. Tetapi dengan kemajuan ilmu dan teknologi, resiko yang membahayakan klien dapat terjadi sehingga akan menimbulkan konflik atau dilema. Untuk itu diperlukan sistem klarifikasi nilai sebelum seseorang memutuskan suatu tindakan. Megan (1989) mengelompokan tujuh proses penilaian ke dalam tiga kelompok yaitu:a.    Menghargai

           Menjunjung dan menghargai nila/keyakinan dan perilaku seseorang

Page 17: Etika Keperawatan

           Menegaskan di depan umum jika diperlukanb.    Memilih

           Memilih dari berbagai alternative           Memilih setelah mempertimbangkan konsekuensinya           Memilih secara bebas

c.    Bertindak           Bertindak           Bertindak sebagai pola, konsistensi, dan repetisi (mengulang yang

telah disepakati)

Langkah-langkah di atas dapat digunakan perawat untuk membantu pasien dalam mengambil keputusan melalui proses mengidentifikasi bidang konflik, memilih dan menentukan berbagai alternatif, menetapkan tujuan dan pada akhirnya melakukan tindakan.

2.         Keadilan (Justice)Beauchamp dan Childress memandang bahwa mereka yang sederajat harus diperlakukan sederajat, sedangkan yang tidak sederajat diperlakukan secara tidak sederajat, sesuai dengan kebutuhan mereka. Dengan kata lain ketika seseorang mempunyai kebutuhan kesehatan yang besar, maka ia harus mendapatkan sumber kesehatan yang besar pula.

3.         Kemandirian (Otonomi)Prinsip otonomi menyatakan bahwa setiap individu mempunyai kebebasan untuk menentukan tindakan atau keputusan berdasarkan rencana yang mereka pilih (Veatch dan Fry, 1987). Penerapan prinsip ini dipengaruhi oleh banyak hal, seperti tingkat kesadaran, usia, penyakit, ekonomi, lingkungan rumah sakit, tersedianya informasi dan lain-lain.

4.         Kejujuran (Veracity)Menurut Veatch dan Fry (1987), prinsip ini didefinisikan dengan menyatakan yang sebenarnya atau tidak bohong. Hasil penelitian menjelaskan bahwa pada klien dalam keadaan terminal, klien ingin diberi tahu tentang kondisinya secara jujur (Veatch, 1978). Kejujuran harus dimiliki perawat saat berhubungan dengan klien, karena kejujuran merupakan dasar terbinanya hubungan saling percaya antara perawat dengan klien.

5.         Ketaatan (Fidelity)Prinsip ini didefinisikan oleh Veatch dan Fry sebagai tanggung jawab untuk tetap setia pada suatu kesepakatan. Dalam konteks hubungan perawat-klien meliputi tanggungjawab menjaga janji, mempertahankan konfidensi, dan memberikan perhatian/kepedulian. Kesetiaan perawat terhadap janji-janji tersebut mungkin tidak akan mengurangi penyakit atau mencegah kematian klien, tetapi akan mempengaruhi kehidupan serta kualitas kehidupan klien.

3.    Dilema Etik

Page 18: Etika Keperawatan

Dilemma dapat diartikan sebagai konflik antara nilai pribadi dengan kewajiban

professional (Ismani, 12001). Contoh kasus yang serinmg terjadi diantaranya:

a.       Atasan membutuhkan bantuan perawat dalam melaksanakn praktik aborsi terapeutik.

Hal ini bertentangan dengan nilai pribadinya. Namun demikian, perawat tetap

menjalankan tugasnya karena bagaimanapun juga, kesejahteraan pasien adalah hal

yang paling esensial, meskipun dalam dirinya terjadi konflik / dilemma.

b.      Memperpanjang kehidupan pasien yang tidak respontif dengan menggunakan mesin

(ex : ventilator, dll).

c.       Perawat tidak memberikan transfuse darah karena keyakinan agama yang dianut oleh

pasien.

Dengan berubahnya lingkup praktik keperawatan dan IPTEK di bidang medis,

tanggung jawab keperawatan akan menjadi konflik dengan nilai-nilai pribadi perawat.

Untuk itu diperlukan sistem klarifikasi nilai yaitu suatu proses dimana individu

memperoleh jawaban atau nilai mereka sendiri terhadap beberapa situasi melalui

proses pengembangan nilai individu. Proses klarifikasi nilai ini lebih memperhatika

proses penilaiaan, bukan berdasarkan isi penilaiaannya. Louis Ranths dan Jhon

Dewey merumuskan proses penilaiaan ini dalam tujuh proses yang dikelompokkan

menjadi 3 bagian, yaitu :

-          Menghargai

1.      Menjungjung dan memnghargai keyakinan dan perilaku seseorang.

2.      Menegaskannya di depan umum bila diperlukan.

-          Memilih

3.      Memilih dari berbagai alternative.

4.      Memilih setelah mempertimbangkan konsekuensinya.

5.      Memilih secara bebas.

-          Bertindak

6.      Bertindak

7.      Bertindak sesuai pola, konsistensi, dan repetisi (mengulang yang telah

disepakati).

Page 19: Etika Keperawatan

Dengan ketujuh langkah tersebut, perawat dapat menjelaskan nilai mereka sendiri

dan dapat mempertinggi pertumbuhan pribadinya. Langkah ini dapat diterapkan pada

situasi pasien yang berbeda-beda, dimana perawat dapat mebantu pasien dalam

mengidentifikasi bidang-bidang konflik, memilih dan menetukan berbagai alterbatif,

menetapkan tujuan, serta melakukan tindakan (Coletta, 1978).

4.    Kerangka Proses Pemecahan Masalah Dilema Etik

Beberapa kerangka model pembuatan keputusan etis keperawatan dikembangkan

dengan mengacu pada kerangka pembuatan kepurusan etika medis (murphy dan

murphy, 1976; Borody, 1981).  Beberapa kerangka disusun berdasarkan posisi

falsafah praktik keperawatan (Benjamin dan Curtis, 1986; Aroskar, 1980), sementara

model-model lain dikembangkan berdasarkan proses pemecahan masalah seperti

yang diajarkan di pendidikan keperawatan (Bergman, 1973; Curtin, 1987; Jameton,

1984; Thompson dan Thompson, 1985).

Berikut ini merupakan contoh kerangka model pembuatan keputusan:

      Model Jameton yang ditulis oleh Fry:

  Tahap 1, tinjau ulang situasi yang dihadapi

  Tahap 2, kumpulkan informasi tambahan

  Tahap 3, identifikasi aspek etis dari masalah yang dihadapi

  Tahap 4, ketahui atau bedakan posisi pribadi dan posisi moral

profesional

  Tahap 5, Identifikasi posisi moral dan keunikan individu yang berlainan

  Tahap 6, identifikasi konflik-konflik nilai bila ada

  Tahap 7, gali siapa yang harus membuat keputusan

  Tahap 8, identifikasi rentang tindakan dan hasil yang diharapkan

  Tahap 9,Tentukan tindakan dan laksanakan

  Tahap 10, Evaluasi hasil dari keputusan/tindakan

      Model keputusan bioetis ( Thompson & Thompson) keputusan

bioetik ;

Page 20: Etika Keperawatan

o   Meninjau situasi untuk menentukan masalah kesehatan, keputusan

yang diperlukan, komponen etis dan petunjuk individual.

o   Mengumpulkan informasi tambahan untuk mengklasifikasi situasi.

o   Mengidentifikasi Issue etik.

o   Menentukan posisi moral pribadi dan professional.

o   Mengidentifikasi posisi moral dari petunjuk individual yang terkait.

o   Mengidentifikasi konflik nilai yang ada

5.    Strategi Penyelesaian Masalah Etik

Dalam menghadapi dan mengatasi permasalahan etis, antara perawat dan

dokter tidak menutup kemungkinan terjadi perbedaan pendapat.Bila ini berlanjut

dapat menyebabkan masalah komunikasi dan kerjasama, sehingga menghambat

perawatan pada pasien dan kenyamanan kerja.(Mac Phail, 1988).

Salah satu cara menyelesaikan permasalahan etis adalah dengan melakukan

rounde ( Bioetics Rounds ) yang melibatkan perawat dengan dokter. Rounde ini tidak

difokuskan untuk menyelesaikan masalah etis tetapi untuk melakukan diskusi secara

terbuka tentang kemungkinan terdapat permasalahan etis.

6.     Peran Undang-Undang Dan Aturan Pemerintah Dalam Praktik

Keperawatan

Praktik keperawatan adalah tindakan mandiri perawat melalui kolaborasi dengan

sistem klien dan tenaga kesehatan lain dalam memberikan asuhan keperawatan sesuai

lingkup wewenang dan tanggung jawabnya pada berbagai tatanan pelayanan,

termasuk praktik keperawatan individual dan berkelompok (RUU keperawatan Pasal

1 ayat 2)

2.4 Pembuatan Keputusan Masalah Etis

  Faktor-faktor yang mempengaruhi pembuatan keputusan (robert, h 35)

1)      faktor agama dan adat-istiadat

2)      faktor social

3)      faktor IMTEK

4)      faktor legislasi dan keputusan yuridis

5)      faktor  keuangan

Page 21: Etika Keperawatan

6)      faktor pekerjaan

  teori dasar / prinsip-prinsip etis

            Merupakan penuntun untuk membuat keputusan etis praktik prifesional,

Digunakan bila terjadi konflik antara prinsip-prinsip dan atura-aturan. Klasifikasi : 1.

teleology , 2. Deontologi dan 3. Intiuotiosom

Teori etik digunakan dalam pembuatan keputusan bila terjadi konflik antara

prinsip dan aturan.  Secara garis besar teori etik ini dapat diklasifikasikan menjadi:

1.    Teleologi

      Menjelaskan fenomena berdasarkan akibat yang dihasilkan atau konsekuensi

yang dapat terjadi.

      Menekankan pada pencapaian hasil dengan kebaikan maksimal dan

ketidakbaikan sekecil mungkin bagi manusia (Kelly, 1987).

      Dapat dibedakan menjadi:

1)   rute utilitarianisme, berprinsip bahwa manfaat atau nilai suatu tindakan

tergantung pada sejauh mana tindakan tersebut memberikan kebaikan atau

kebahagiaan pada manusia.

2)   Act utilitarianisme, tidak melibatkan aturan umum tetapi berupaya

menjelaskan pada suatu situasi tertentu dengan pertimbangan terhadap

tindakan apa yang dapat memberikan kebaikan sebanyak-banyaknya dan

ketidakbaikan sekecil-kecilnya.

teleologi – yunani, etos =akhir

teleology – utilitarianisme, yaitu dasar yang dihasilkan / konsekuensi

yangterjadi.

Penekanan : pencapaian hasil akhir yang terjadi

Kelly,’87 : pencapaian hasil dengan kebaikan maksimal. Dan ketidak baikan

sekecil mungkin bagi manusia.

Teleology : rule utilitarianisme –manfaa / nilai suatu tindakan bergantung

pada sejauhmana tindakan tersebut membawa Act utilitarianismebersifat

terbatas.

Teleology :

Page 22: Etika Keperawatan

Rule utilitarianisme : manfaat / nilai suatu tindakan bergantung pada sejauhmana

tindakan tersebut memberikan kebaikan dan kebahagian kepada manusia.

Act utilitarianisme ; bersifat lebih terbatas. Tidak melibatkan aturan umum tetatpi

berupaya dan mempertimbangkan terhadap sesuatu tindakan dapat memberikan

kebaikan sebanyak-banyaknya atau ke tidak baikan sekecil-kecilnya. Contoh ;

bayi lahir cacat- lebih baik meninggal.

Teleologi berasal dari akar kata Yunani τέλος, telos, yang berarti akhir, tujuan,

maksud, dan λόγος, logos, perkataan. Teleologi adalah ajaran yang menerangkan

segala sesuatu dan segala kejadian menuju pada tujuan tertentu. Istilah teleologi

dikemukakan oleh Christian Wolff, seorang filsuf Jerman abad ke-18. Teleologi

merupakan sebuah studi tentang gejala-gejala yang memperlihatkan keteraturan,

rancangan, tujuan, akhir, maksud, kecenderungan, sasaran, arah, dan bagaimana

hal-hal ini dicapai dalam suatu proses perkembangan. Dalam arti umum,

teleologi merupakan sebuah studi filosofis mengenai bukti perencanaan, fungsi,

atau tujuan di alam maupun dalam sejarah. Dalam bidang lain, teleologi

merupakan ajaran filosofis-religius tentang eksistensi tujuan dan "kebijaksanaan"

objektif di luar manusia.

 Etika Teleologis

Dalam dunia etika, teleologi bisa diartikan sebagai pertimbangan moral akan baik

buruknya suatu tindakan dilakukan. Perbedaan besar nampak antara teleologi

dengan deontologi. Secara sederhana, hal ini dapat kita lihat dari perbedaan

prinsip keduanya. Dalam deontologi, kita akan melihat sebuah prinsip benar dan

salah. Namun, dalam teleologi bukan itu yang menjadi dasar, melainkan baik dan

jahat. Ketika hukum memegang peranan penting dalam deontologi, bukan berarti

teleologi mengacuhkannya. Teleologi mengerti benar mana yang benar, dan

mana yang salah, tetapi itu bukan ukuran yang terakhir. Yang lebih penting

adalah tujuan dan akibat. Betapapun salahnya sebuah tindakan menurut hukum,

tetapi jika itu bertujuan dan berakibat baik, maka tindakan itu dinilai baik. Ajaran

teleologis dapat menimbulkan bahaya menghalalkan segala cara. Dengan

demikian tujuan yang baik harus diikuti dengan tindakan yang benar menurut

Page 23: Etika Keperawatan

hukum. Hal ini membuktikan cara pandang teleologis tidak selamanya terpisah

dari deontologis. Perbincangan "baik" dan "jahat" harus diimbangi dengan

"benar" dan "salah".Lebih mendalam lagi, ajaran teleologis ini dapat

menciptakan hedonisme, ketika "yang baik" itu dipersempit menjadi "yang baik

bagi saya".

Teleologi adalah setiap filosofis yang menyatakan bahwa akun menyebabkan

akhir ada di alam , yang berarti bahwa desain dan tujuan analog dengan yang

ditemukan dalam tindakan manusia yang melekat juga di seluruh alam. Kata

berasal dari bahasa Yunani τέλος , telos, akar: - ". akhir, tujuan" τελε, Kata sifat

"teleologis" memiliki penggunaan yang lebih luas, misalnya dalam diskusi di

mana teori-teori etika tertentu atau jenis program komputer (seperti " teleo-

reaktif "program) kadang-kadang digambarkan sebagai teleologis karena

melibatkan bertujuan gol.

Teleologi kemudian dieksplorasi oleh Plato dan Aristoteles , dengan Santo

Anselmus sekitar 1000 Masehi, dan kemudian oleh Immanuel Kant dalam

bukunya Critique Penghakiman . Itu penting untuk filsafat spekulatif Hegel .

Suatu hal, proses atau tindakan teleologis ketika demi akhir, yaitu, telos atau

menyebabkan akhir . Secara umum dapat dikatakan bahwa ada dua jenis

penyebab akhir, yang dapat disebut finalitas intrinsik dan ekstrinsik finalitas.

       Suatu hal atau tindakan memiliki finalitas ekstrinsik bila demi sesuatu yang

eksternal pada dirinya sendiri. Misalnya, Aristoteles berpendapat bahwa

hewan adalah untuk kepentingan manusia, hal yang eksternal bagi mereka.

Manusia juga menunjukkan finalitas ekstrinsik ketika mereka mencari sesuatu

yang luar dirinya (misalnya, kebahagiaan seorang anak). Jika hal eksternal

tidak ada tindakan yang tidak akan menampilkan finalitas.

       Suatu hal atau tindakan memiliki finalitas intrinsik bila demi sesuatu yang

tidak eksternal untuk dirinya sendiri. Sebagai contoh, orang mungkin

mencoba untuk menjadi bahagia hanya demi menjadi bahagia, dan bukan

demi apa pun di luar itu.

Dalam ilmu pengetahuan modern penjelasan teleologis yang sengaja dihindari,

karena apakah mereka benar atau salah diperdebatkan berada di luar kemampuan

Page 24: Etika Keperawatan

persepsi dan pemahaman manusia untuk menghakimi. Beberapa disiplin ilmu,

terutama dalam biologi evolusi, masih cenderung menggunakan bahasa yang

muncul teleologis ketika mereka menggambarkan kecenderungan alami terhadap

kondisi akhir tertentu, tetapi argumen ini dapat selalu diulang di non-teleologis

bentuk.

1)    Deontologi

  Kant berpendapat bahwa benar atau salahnya tindakan bukan

ditentukan oleh hasil akhir atau konsekuensi dari suatu tindakan,

melainkan oleh nilai moral tindakan tersebut.

  Kant berpendapat bahwa prinsip moral atau yang terkait dengan

tugas harus bersifat universal, tidak kondisional, dan imperatif.

  Dua aturan yang diformulasikan oleh kant:

1)      Manusia harus selalu bertindak sehingga aturan yang

merupakan dasar berperilaku dapat menjadi suatu hukum

moral universal.

2)      Manusia tidak boleh memperlakukan orang lain secara

sederhana sebagai suatu makna, tetapi harus sebagai hasil

akhir terhadap dirinya sendiri.

Contoh penerapan deontologi:

a.       Perawat yang yakin bahwa klien harus diberi tahu yang

sebenarnya terjadi meskipun kenyataan tersebut menyyakitkan.

b.      Perawat menolak membantu pelaksanaan abortus karena

keyakinan agamnya yang melarang tindakan membunuh.

Teori ini secara lebih luas dikembangkan menjadi lima prinsip

penting:  kemurahan hati, keadilan, otonomi, kejujuran, dan

ketaatan.

Etika deontologi deontologi atau (dari bahasa Yunani δέον, Deon, "kewajiban,

kewajiban", dan-λογία, -logia ) adalah sebuah pendekatan untuk etika bahwa

para hakim moralitas dari suatu tindakan berdasarkan kepatuhan tindakan untuk

aturan atau aturan. Deontologists melihat aturan dan tugas.

Page 25: Etika Keperawatan

Kadang-kadang digambarkan sebagai "tugas" atau "kewajiban" atau "aturan" -.

Berbasis etika, karena aturan "mengikat Anda untuk tugas Anda" Istilah

"deontologi" pertama kali digunakan dengan cara ini pada tahun 1930, di CD

Broad 's buku, Lima Jenis Teori Etis.

Etika deontologi umumnya kontras dengan konsekuensialis atau teleologis teori

etika, menurut mana kebenaran dari suatu tindakan ditentukan oleh konsekuensi-

konsekuensinya. Namun, ada perbedaan antara etika deontologi dan absolutisme

moral . Deontologists yang juga moral yang absolutis percaya bahwa beberapa

tindakan yang salah tidak peduli apa konsekuensi mengikuti dari mereka.

Immanuel Kant , misalnya, berpendapat bahwa satu-satunya benar-benar baik

adalah baik akan, dan jadi faktor penentu tunggal apakah suatu tindakan secara

moral benar adalah kehendak, atau motif dari orang yang melakukannya. Jika

mereka bertindak atas pepatah yang buruk, misalnya "Saya akan berbohong",

maka tindakan mereka salah, bahkan jika beberapa konsekuensi yang baik datang

dari itu. Non-absolut deontologists, seperti WD Ross , berpendapat bahwa

konsekuensi dari suatu tindakan seperti berbohong mungkin kadang-kadang

membuat berbohong yang tepat untuk dilakukan. Kant dan teori Ross dibahas

lebih rinci di bawah. Jonathan Baron dan Mark Spranca menggunakan istilah

Nilai Dilindungi ketika mengacu pada nilai-nilai diatur oleh aturan deontologis.

Kata ini deontologi berasal dari kata Yunani untuk tugas (Deon) dan ilmu (atau

studi) (logo). Dalam filsafat moral kontemporer, deontologi adalah salah satu

jenis teori normatif tentang yang pilihan secara moral diperlukan, dilarang, atau

diperbolehkan. Dengan kata lain, deontologi jatuh dalam domain teori moral

yang membimbing dan menilai pilihan kita tentang apa yang harus kita lakukan

(teori deontic), berbeda dengan (aretaic [kebajikan] teori) yang - fundamental,

setidaknya - membimbing dan menilai apa jenis orang (dalam hal karakter) kita

dan harus. Dan dalam domain tersebut, deontologists - orang yang berlangganan

teori deontologi moralitas - berdiri dalam oposisi terhadap consequentialists.

Teori deontologi

Page 26: Etika Keperawatan

Berbeda dengan teori konsekuensialis, teori deontologi menilai moralitas dari

pilihan dengan kriteria yang berbeda dari negara urusan pilihan-pilihan

membawa. Secara kasar, deontologists dari semua garis berpendapat bahwa

beberapa pilihan tidak bisa dibenarkan oleh efek mereka - bahwa tidak peduli

seberapa baik secara moral konsekuensi mereka, beberapa pilihan secara moral

dilarang. Pada rekening deontologis moralitas, agen tidak bisa membuat pilihan

yang salah tertentu, bahkan jika dengan melakukan sehingga jumlah pilihan yang

salah akan diminimalkan (karena agen lain akan dilarang untuk berkecimpung

dalam pilihan yang salah yang serupa). Untuk deontologists, apa yang membuat

pilihan yang tepat adalah sesuai dengan norma moral. Norma-norma tersebut

harus ditaati oleh masing-masing hanya agen moral; seperti norma-keepings

tidak dimaksimalkan oleh agen masing-masing. Dalam hal ini, untuk

deontologists, Kanan memiliki prioritas di atas yang Baik. Jika suatu tindakan

yang tidak sesuai dengan Hak, tidak dapat dilakukan, tidak peduli baik itu

mungkin menghasilkan (termasuk bahkan Baik yang terdiri dari bertindak sesuai

dengan Kanan). Fry, 1991. Deontologi ada 5 prinsip:

a)         Kemurahan hati

b)        Keadilan

c)         Otonomi

d)        Kejujuran

e)         Ketaatan

2)    INTIUTIONISM

Pendekatan ini menyatakan pandangan atau sifat manusia dalam mengetahui hal

yang benar dan salah.  Hal tersebut terlepas dari pemikiran rasional atau

irasionalnya suatu keadaan.

Contoh: seorang perawat sudah tentu mengtahui bahwa menyakiti pasien

merupakan tindakan yang tidak benar.  Hal tersebut tidak perlu diajarkan lagi

kepada perawat karena sudah mengacu pada etika dari seorang perawat yang

diyakini dapat membedakan mana yang baik dan mana yang buruk untuk

dilakukan.

Page 27: Etika Keperawatan

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

1.      Bioetik adalah studi tentang isu etika dalam pelayanan kesehatan (Hudak

& Gallo, 1997).Dalam pelaksanaannya etika keperawatan mengacu pada

bioetik sebagaimana tercantum dalam sumpah janji profesi keperawatan

dan kode etik profesi keperawatan.

2.      Dilema etik muncul ketika ketaatan terhadap prinsip menimbulkan

penyebab konflik dalam bertindak.

3.      dalam praktinya, seorang perawat harus memiliki prinsi-prinsip Autonomi,

Benefesience, Justice, Veracity, Avoiding Killing, Fedelity

4.      Salah satu cara menyelesaikan permasalahan etis adalah dengan

melakukan rounde ( Bioetics Rounds ) yang melibatkan perawat dengan

dokter. Rounde ini tidak difokuskan untuk menyelesaikan masalah etis

tetapi untuk melakukan diskusi secara terbuka tentang kemungkinan

terdapat permasalahan etis.

5.      Perbedaan besar nampak antara teleologi dengan deontologi. Secara

sederhana, hal ini dapat kita lihat dari perbedaan prinsip keduanya. Dalam

deontologi, kita akan melihat sebuah prinsip benar dan salah. Namun,

dalam teleologi bukan itu yang menjadi dasar, melainkan baik dan jahat.

3.2 Saran

1.      Isu bioetik dalam  praktik keperawatan tentu saja bukan barang langka,

yang bisa didapatkan oleh calon perawat sekalipun.  Dengan

mempelajarinya secara rinci, dan dengan mengatahui akibat yang dapat

ditimbulkannya. Maka tidaklah bisa dikatakan seorang perawat yang baik,

apabila masih melakukan tindakan di luar batas yang diperbolehkan.

2.      Dengan adanya bahasan menganai isu bioetik seperti ini, kita akan

diingatkan batapa kejinya perbuatan yang melanggar aturan itu.  Dan kita

juga diajarkan tentang bagaimana menyikapi segala bentuk dilema dalam

Page 28: Etika Keperawatan

praktik keseharian kita. Semoga makalah ini dapat menjadi acuan, atau

referensi dalam pengajaran mata kuliah etika keperawatan.