disiplin pendidikan dalam perspektif...
TRANSCRIPT
DISIPLIN PENDIDIKAN DALAM
PERSPEKTIF ISLAM
DISIPLIN PENDIDIKAN DALAM PERSPEKTIF ISLAM
Dr. Ir. Nurbaiti, M.Pd.
DISIPLIN PENDIDIKAN DALAM PERSPEKTIF ISLAM
Penulis: Dr. Ir. Nurbaiti, M.Pd.
Editor: Drs. Ahmad Azhar, MA
Layout: Tiaz Rifqi Fakhrurrasi, MT
Design Cover: Tiaz Rifqi Fakhrurrasi, MT
Katalog Dalam Terbitan
Disiplin Pendidikan Dalam Perspektif Islam –/
Dr. Ir. Nurbaiti, M.Pd..–
Tangerang: CV Qalbun Salim, 2020.
xii, 159 hal.; 20,5 cm
ISBN : 978-602-53168-3-8
1. Buku I. Judul
2. Majalah Ilmiah
3. Standar
ISBN 978-602-53168-3-8
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang memperbanyak dan menerjemahkan sebagian
atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari penerbit
Diterbitkan:
CV Qalbun Salim
Tangerang, Telp. 021-68004616
v
ABSTRAK
Dr. Ir. Nurbaiti, M.Pd. Disiplin Pendidikan Dalam Perspektif Islam. Jakarta, 2020.
Disiplin dalam perspektif Islam, merupakan salah
satu cara untuk meningkatkan kualitas pendidikan,
meskipun penerapan disiplin akan selalu berdampingan
dengan pemberian sanksi.
Terlepas dari beberapa perbedaan pendapat tentang
dampak negative dari pemberian sanksi dalam
menerapkan sikap disiplin, namun selama penerapan
sanksi hanya untuk menimbulkan efek jera dan tidak
menimbulkan penderitaan pada siswa, maka pemberian
sanksi dalam menciptakan kedisiplinan pendidikan
diperbolehkan.
Kata Kunci :
Disiplin, Pendidikan, Perspekif Islam, Pemberian Sanksi, Kualitas Pendidikan.
vii
ABSTRACT
Dr. Ir. Nurbaiti, M.Pd. Educational Discipline in Islamic
Perspective. Jakarta, 2020.
Discipline in an Islamic perspective is a way to improve
the quality of education, although the application of
discipline can do by giving punishment, but it is allowed
to increasing discipline and without causing suffering to
students.
Keywords :
Discipline, Education, Islamic Perspective, Punishment, Quality of Education.
ix
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT,
karena berkat rahmat dan karuniaNya penulis dapat
menyelesaikan penulisan buku ini, selanjutnya s}alawat
dan salam penulis haturkan kepada nabi Muhammad
SAW.
Penulisan buku ini berdasarkan pada hasil penelitian
di Pondok Pesantren Lirboyo, Jawa Timur yang penulis
lakukan pada tahun 2013, dengan harapan buku ini dapat
menjadi landasan berfikir akan pentingnya arti dan
penerapan disiplin dalam pendidikan.
Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan
terima kasih banyak pada semua pihak yang telah
membantu demi kelancaran penelitian yang penulis
lakukan.
Selanjutnya penulis menyadari, buku ini masih
memiliki banyak kekurangan, oleh karena itu penulis
menerima kritik dan saran yang membangun demi
kesempurnaan penulisan buku.
Jakarta, Mei 2020
Penulis
xi
DAFTAR ISI
ABSTRAK ........................................................................ v
ABSTRACT .................................................................... vii
KATA PENGANTAR ..................................................... ix
DAFTAR ISI .................................................................... xi
BAB I PENDAHULUAN ................................................. 1
A.Latar Belakang Masalah ................................................ 1
B. Tujuan Penulisan Buku................................................. 9
BAB II. PEMAKSAAN DALAM PENDIDIKAN ......... 11
A. Pemaksaan dan Pembebasan Pendidikan Dalam
Perspektif Islam .......................................................... 11
B. Tujuan Pendidikan Islam ............................................ 17
C. Pendidikan Humanistik Dan Pendidikan Behavioristik.
.................................................................................... 20
1. Pendidikan Humanistik Dalam Berbagai Perspektif. 20
DISIPLIN PENDIDIKAN DALAM PERSPEKTIF ISLAM
xii
2. Pendidikan Humanistik Dalam Perspektif Liberalisme,
Eksitensialisme, Marxisme dan Dalam Perspektif
Agama Islam. .............................................................. 24
3. Pendidikan Behavioristik ........................................... 30
BAB III PRESTASI BELAJAR SISWA ........................ 33
A. Pembelajaran di Pondok Pesantren ............................ 35
B. Aktivitas Pembelajaran di Pondok Pesantren ............ 37
C. Pembelajaran di Sekolah ............................................ 41
D. Prestasi Belajar Santri Pondok Pesantren .................. 43
1. Ranah Kognitif Santri PPST Ar-Risalah ................... 43
a. Prestasi Belajar Santri Pondok Pesantren Ranah
Kognitif ...................................................................... 45
b. Upaya PPST Ar-Risalah Dalam Meningkatkan Ranah
Kognitif Santri. .......................................................... 48
2. Ranah Afektif Santri PPST Ar-Risalah ..................... 49
3. Ranah Psikomotorik Santri Pondok Pesantren ........... 50
E. Kontribusi Pemberian Sanksi terhadap Prestasi Belajar
.................................................................................... 54
BAB IV PEMBERIAN SANKSI DALAM DISIPLIN
PENDIDIKAN ................................................................ 65
1. Pelaksanaan Tata Tertib ............................................. 76
A. Suasana Belajar dalam Kelas ..................................... 92
DISIPLIN PENDIDIKAN DALAM PERSPEKTIF ISLAM
xiii
B. Kontribusi Kedisiplinan terhadap Suasana Belajar
Yang kondusif ............................................................. 93
BAB V KEDISIPLINAN SISWA DAN PRESTASI
BELAJAR ..................................................................... 107
C. Kontribusi Kedisiplinan Terhadap Prestasi Belajar
Siswa ......................................................................... 110
BAB VIPENUTUP ....................................................... 113
DAFTAR PUSTAKA ................................................... 115
GLOSARIUM ............................................................... 129
INDEKS ........................................................................ 135
RIWAYAT HIDUP PENULIS ..................................... 143
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan bukan hanya proses mentransfer ilmu
dari guru kepada siswa, tetapi pendidikan merupakan
proses mendidik yang bertujuan menjadikan siswa insan
yang sempurna, yaitu insan yang memiliki keseimbangan
seluruh aspek yang dimilikinya, baik aspek spiritual,
aspek moral dan aspek lainnya secara seimbang.
Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Hamm yang
menyatakan bahwa pendidikan adalah setiap usaha yang
ditujukan untuk mendidik dan membangun semua aspek
kehidupan manusia, baik aspek moral, emosional dan lain
sebagainya. (Hamm, 2012),
sehingga penentu
keberhasilan pendidikan tidak hanya salah satu aspek
kepribadian siswa saja.
Dengan demikian pendidikan dapat didefinisikan
sebagai usaha yang dilakukan agar terjadi keseimbangan
kepribadian pada semua aspek hidup manusia. Hal yang
DISIPLIN PENDIDIKAN DALAM PERSPEKTIF ISLAM
2
berkaitan dengan keberhasilan pendidikan adalah tujuan
akhir (goal) pendidikan.
Tujuan akhir (goal) pendidikan seperti dinyatakan
oleh Badhshah et.al (2011) adalah agar terjadi
keseimbangan antara perkembangan fisik dan mental
manusia. (Badhshah et.al., 2011). Ini berarti, kedua aspek
yang dimiliki manusia yaitu aspek fisik dan mental harus
dikembangkan secara seimbang (balance), karena baik
aspek fisik maupun mental mempunyai peranan yang
sama dalam membentuk sikap seseorang.
Banyak faktor yang dapat menentukan keberhasilan
pendidikan, salah satunya adalah kedisiplinan siswa yang
diterapkan lembaga pendidikan, dimana guru merupakan
salah satu yang menjadi pelaksana dan melakukan kontrol
atau pengawas dalam penerapan kedisiplinan di lembaga
pendidikan.
Agbenyega (2006) menyatakan, guru sebagai
pendidik, mempunyai kewajiban membimbing siswa atas
dasar norma-norma yang berlaku, baik norma agama,
adat, hukum dan kebiasaan-kebiasaan lain. Untuk hal
tersebut maka siswa perlu ada yang mengontrol, karena
proses belajar mengajar tidak akan efektif jika tidak ada
yang mengontrol (Agbenyega, 2006).
Bentuk kontrol yang dilakukan sekolah terhadap
siswa dapat dilihat melalui sikap kedisiplinan. Melalui
sikap disiplin prestasi belajar siswa dapat meningkat,
karena melalui sikap disiplin siswa, maka tercipta suasana
belajar yang kondusif. Disiplin siswa dapat dilihat melalui
ketaatan siswa dalam melaksanakan disiplin sekolah.
Disiplin sekolah didefinisikan oleh Kilimci sebagai
semua kebijakan sekolah untuk mencegah siswa
DISIPLIN PENDIDIKAN DALAM PERSPEKTIF ISLAM
3
melakukan pelanggaran terhadap peraturan yang telah
ditentukan (Kilimci,S., 2009).
Penerapan disiplin yang efektif terhadap seluruh
siswa dapat menciptakan lingkungan belajar yang
produktif. Dengan adanya lingkungan belajar yang
produktif dan kondusif, dapat tercipta prestasi belajar
yang tinggi.
Hal yang sebaliknya jika siswa tidak disiplin.
Dampak dari sikap siswa yang tidak disiplin menurut
Nakpodia adalah guru menjadi gelisah dan tidak tenang
pada saat mengajar (Nakpodia, 2010).
Hal ini disebabkan karena sikap siswa yang tidak
disiplin dapat mengganggu aktivitas belajar mengajar,
sehingga tujuan pembelajaran menjadi tidak tercapai.
Penerapan disiplin di sekolah bertujuan agar siswa dapat
menaati peraturan yang telah ditentukan, sehingga
prestasi belajar menjadi baik.
Jika berbicara masalah disiplin, maka akan selalu
berdampingan dengan pemberian sanksi, karena sikap
disiplin dapat diciptakan melalui pemberian sanksi,
seperti dinyatakan oleh Hurlock bahwa konsep umum
dari disiplin adalah sama dengan sanksi (Hurlock,1978).
Selanjutnya Nakpodia menyatakan, untuk mencegah
terjadinya sikap siswa yang tidak disiplin, perlu adanya
sanksi, sehingga pendekatan yang dapat dilakukan untuk
menciptakan sikap disiplin adalah dengan sanksi fisik,
skorsing dan pengusiran siswa dari dalam kelas
(Nakpodia, 2010).
Namun Arif, et.al., (2007) tidak setuju dengan adanya
pemberian sanksi fisik kepada siswa, karena
DISIPLIN PENDIDIKAN DALAM PERSPEKTIF ISLAM
4
bagaimanapun sanksi fisik dapat memberikan dampak
negatif terhadap siswa, bahkan siswa di Pakistan merasa
takut datang ke sekolah karena adanya sanksi fisik
(Arif,et.al., 2007)
Dengan demikian, pemberian sanksi menurut
pernyataan tersebut dapat memberikan dampak negative
terhadap siswa. Namun menurut Ormond pemberian
sanksi dalam proses pembelajaran dianggap penting,
karena belajar merupakan proses perubahan tingkah laku
dan sanksi dapat merangsang stimulus siswa dalam
berprilaku (Ormond, 2008).
Hal ini sesuai dengan pernyataan Mut}t}aha>ri (1920-
1979) yang menyatakan, pemberian sanksi bukan
merupakan faktor pendorong pengembangan potensi anak.
Namun sanksi tetap diperlukan untuk mencegah sikap
vandalisme ( Mut}t}aha>ri, 2003). Sanksi dengan kadar yang
sesuai diperlukan untuk menekan kecenderungan
membandel atau vandalisme.
Hal yang sama juga dinyatakan oleh al- Fawzan.
Ibnu Khaldun (1332 -1406) seperti dinyatakan oleh al-
Fawzan, menolak pemberian sanksi kepada siswa karena
dianggap berbahaya, dapat merusak moral dan
mempengaruhi karakternya, serta berdampak pada
perilaku peserta didik yang tidak diinginkan, namun
pemberian sanksi fisik diperbolehkan asalkan untuk
memodifikasi perilaku tertentu dan sebagai sarana untuk
mencegah siswa melakukan kesalahan (al- Fawzan,2007).
Latif menyatakan, pada dasarnya Ibnu Sina (980-
1037) tidak berkenan menggunakan sanksi dalam
kegiatan pengajaran. Hal ini didasarkan pada sikapnya
yang sangat menghargai martabat manusia. Namun dalam
DISIPLIN PENDIDIKAN DALAM PERSPEKTIF ISLAM
5
keadaan terpaksa sanksi dapat dilakukan dengan cara
yang amat hati-hati dan Ibnu Sina sangat membatasi
dalam pelaksanaan sanksi (sanksi). Hal ini
mengindikasikan, pemberian sanksi untuk menciptakan
kedisiplinan pendidikan dalam perspektif Islam
diperbolehkan (Latif,A., 2014).
Dengan demikian, menurut Mut}t}aha>ri, Ibnu
Khaldun, dan Ibn Sina, meskipun sanksi dapat
memberikan dampak negatif, namun sanksi tetap dapat
diberikan dengan kadar tertentu dan untuk mencapai
tujuan pendidikan. Hal ini berarti, dalam pendidikan
sanksi tetap perlu dilaksanakan.
Terlepas dari dampak negatif yang ditimbulkannya,
pemberian sanksi tetap diperlukan dengan beberapa
alasan, yaitu : sanksi diberikan setelah semua cara lain
yang digunakan tidak mampu merubah perilaku buruk
siswa, pemberian sanksi harus hati-hati, karena jika tidak,
dapat mempengaruhi jiwa dan kepribadian siswa dan
pemberian sanksi disesuaikan dengan pelanggaran yang
dilakukan.
Pemberian sanksi dalam menegakkan disiplin
pendidikan terkait dengan keadaan manusia, baik dari
aspek psikologis, sosiologis maupun agama Islam. Secara
psikologis, manusia pada dasarnya merupakan individu
yang terdiri dari beberapa dimensi dan unsur penyusun
dalam dirinya.
Manusia seperti yang dinyatakan oleh Hagin terdiri
dari 3 dimensi, yaitu dimensi roh, dimensi jiwa dan
dimensi raga. Dimensi roh berkaitan dengan alam roh,
yaitu bagian dari manusia yang mengenal Allah, dimensi
jiwa, berkaitan dengan alam mental, intelek, kepekaan
DISIPLIN PENDIDIKAN DALAM PERSPEKTIF ISLAM
6
dan kemauan manusia dan dimensi raga, berkaitan dengan
dunia fisik (Hagin, 1995)
Dengan demikian, dalam diri manusia selain memiliki
raga juga memiliki jiwa dan roh. Ketiga unsur tersebut
harus dikembangkan secara seimbang. Keseimbangan
yang terjadi pada semua unsur manusia tersebut
menyebabkan manusia bisa menjadi manusia yang
seutuhnya.
Menurut Sigmund Freud (1856–1939) sebagaimana
dinyatakan oleh Liang, manusia jika ditinjau secara
psikologis, terdiri dari tiga unsur penyusun, yaitu : Id, ego
dan superego. (Liang,Y., 2011). Selanjutnya Ahmed
menyatakan, Id merupakan aktivitas dari otak bawah
sadar (unconscious) dan mendominasi dari aspek lainnya,
ego merupakan otak sadar (conscious) dan superego
merupakan otak prasadar (preconscious) (Ahmed,S.,
2012).
Allah memperingatkan manusia tentang adanya
pahala Sesuai dengan QS An Nahl (16) : 97. dan Allah
juga akan memberikan azab Sesuai dengan QS An Nahl
(16) : 97 bagi setiap perbuatan salah. Keadaan ini
menunjukkan bahwa manusia memerlukan batasan atas
apa yang dilakukannya.
Dengan demikian, manusia bukanlah makhluk dengan
kebebasan yang tak terbatas. Adanya sanksi dalam
rangka menyentuh aspek ego dan superego yang terdapat
dalam diri manusia.
Dari uraian yang telah dipaparkan, jelas terlihat
bahwa disiplin dalam pendidikan baik secara umum
maupun perspektif agama penting untuk dilaksanakan
demi untuk meningkatkan prestasi belajar siswa meskipun
DISIPLIN PENDIDIKAN DALAM PERSPEKTIF ISLAM
7
pelaksanaan kediplinan selalu berdampingan dengan
pemberian sanksi.
Berdasarkan pemaparan yang dituliskan, maka
penulis ingin menyatakan, bahwa prestasi belajar dapat
tercapai melalui pemaksaan dan secara sederhana dapat
dinyatakan bahwa pendidikan adalah pemaksaan.
Pemaksaan dalam pendidikan dengan bentuk-bentuk
manusiawi bukanlah merupakan sebuah pelanggaran
terhadap hak asasi manusia, karena pada dasarnya,
manusia terdiri dari dua sisi dalam dirinya, yaitu sisi baik
dan sisi buruk. Adanya pemaksaan dalam pendidikan
dalam rangka membangun aspek atau sisi baik manusia.
Hal ini sesuai dengan pernyataan Shariati (1933-
1977), dalam pandangan Islam, manusia pada dasarnya
terdiri dari dua unsur penyusun yang berbeda pada saat
diciptakan (Shari’ati, 1986).
Kedua unsur yang terdapat dalam diri manusia
tersebut adalah ruh tuhan Pernyataan ini terdapat dalam
QS Al Hijr(15) : 29 dan tanah liat yang hitam dan kotor
(s}als}a>l ka al fakhkha>r = lumpur) (Pernyataan ini terdapat
dalam QS Al-Rahman(55):14).
Makna simbolis dari keadaan ini adalah, karena
manusia diciptakan tuhan dari dua unsur yang berbeda,
menyebabkan timbulnya sikap manusia yang berbeda
pula, sehingga manusia merupakan makhluk yang perlu
diarahkan untuk berbuat baik.
Demikian juga menurut Mut}t{aha>ri (1920-1979),
manusia pada dasarnya mempunyai dua sisi dalam
dirinya, yaitu sisi terang dan sisi gelap, sehingga manusia
mempunyai potensi untuk menjadi baik dan menjadi jahat
DISIPLIN PENDIDIKAN DALAM PERSPEKTIF ISLAM
8
secara bersamaan. (Mut}t{aha>ri,1986). Dengan demikian,
fungsi dari sanksi dalam hal ini untuk mencegah manusia
berbuat jahat.
Penelitian dan pernyataan yang telah penulis
paparkan bertentangan dengan teori yang dikemukakan
oleh Carmelo Tropiano, yang menyatakan bahwa
pendidikan adalah proses pembebasan. dan adanya
penekanan dalam pembelajaran merupakan bentuk
penindasan pada siswa.
Penelitian ini sesuai dengan teori pedagogi
behaviorisme yang dinyatakan oleh John B. Watson
(1879–1958). Ellias menyatakan, dalam pembelajaran
menurut teori behaviorisme, adanya kontrol yang sangat
kuat terhadap tujuan, materi, lingkungan dan pegukuran
hasil belajar (Ellias,J.L., 1994)
Teori ini banyak dikritik dan dianggap sebagai
pedagogi penindasan, karena proses pembelajaran ini
merupakan model pembelajaran yang tidak menghargai
kondisi anak, keinginan anak dan minat dari pembelajar.
Pedagogi ini menurut para tokoh humanis secara
psikologis menindas siswa, karena menghambat
kreativitas dan pengembangan potensi anak.
Teori yang dikemukakan Carmelo Tropiano tidak
sesuai dengan model pembelajaran behaviorisme yang
pertama kali dikemukakan oleh John Broudus Watson
(1878-1958), dan pernyataan Amy Chua (2011)
Amy Chua menyatakan, pendidikan harus dilakukan
dengan cara pemaksaan agar dihasilkan anak-anak yang
sukses (Chua, 2011)
DISIPLIN PENDIDIKAN DALAM PERSPEKTIF ISLAM
9
Pemaksaan pendidikan dilakukan Amy Chua
terhadap kedua anaknya. Meskipun kedua anak Amy
Chua mempunyai karakter dan kemampuan yang berbeda,
keduanya sama-sama dapat meraih prestasi tinggi berkat
adanya pendidikan dengan cara pemaksaan.
B. Tujuan Penulisan Buku
Buku ini ditulis dengan tujuan untuk memaparkan
bahwa pada dasarnya keberhasilan pendidikan dapat
dicapai melalui penerapan disiplin. Meskipun ketika
penerapan disiplin akan selalu berdampingan dengan
pemberian sanksi.
Pemberian sanksi menurut beberapa ahli dalam
pendidikan dapat memberikan dampak buruk bagi siswa,
namun dalam perspektif Islam, pemberian sanksi dalam
pendidikan selama masih bersifat manusiawi dan tidak
menimbulkan penyiksaan, perlu untuk dilakukan.
DISIPLIN PENDIDIKAN DALAM PERSPEKTIF ISLAM
10
11
BAB II
PEMAKSAAN DALAM PENDIDIKAN
A. Pemaksaan dan Pembebasan Pendidikan Dalam
Perspektif Islam
Rasyid menyatakan, Islam merupakan agama rahmat li al-’a>lami<n, yaitu agama yang menjadi pegangan hidup
manusia dan merahmati seluruh alam (Rasyid, 2016).
Dalam ajaran Islam terdapat pranata sosial, politik,
ekonomi, budaya dan pendidikan. Pernyataan ini sesuai
dengan QS Saba’ (34) : 28.
Islam melarang praktik-praktik penindasan dan
ketidakadilan. Islam juga memberi ruang bagi terciptanya
kebebasan kepada manusia, sehingga Islam disebut
sebagai agama pembebas kaum mustad}’afi>n. Pernyataan
ini sesuai dengan surah Al-Qashas (28) : 5
Menurut Evirianti, kebebasan merupakan hak asasi
manusia dan setiap orang berhak untuk mendapatkan dan
mempertahankan hak asasi yang diinginkannya, namun
hak asasi manusia dalam Islam bukanlah produk historis
yang muncul dari ideologi manusia, tetapi hak asasi
manusia dalam perspektif Islam merupakan sebuah
DISIPLIN PENDIDIKAN DALAM PERSPEKTIF ISLAM
12
konsep yang memiliki dimensi teologis dan akan
bertanggung jawab kepada Tuhan (Evirianti, 2018).
Al-Maududi menyatakan, Kebebasan manusia
merupakan hak yang diberikan Allah pada tiap individu,
sehingga manusia sebagai makhluk individu memiliki hak
untuk memperoleh kebebasan (Al-Maududi, 1980).
Kedua pernyataan tersebut diperkuat oleh Firman
Allah dalam QS Al Shams (91), ayat 7-10 yang
menyatakan bahwa dalam pemahaman dari al-Qur’an,
manusia sejak awal penciptaannya diberikan kemampuan
untuk menentukan pilihan dan manusia juga merupakan
makhluk yang bertanggung jawab. Allah juga tidak
memaksakan kehendakNya kepada manusia, manusia
diberi kebebasan untuk menentukan pilihan, namun Allah
memberitahukan tentang akibat dari tiap perbuatan yang
dilakukan manusia. Pernyataan ini sesuai dengan QS al-
Baqarah (2) : 256.
Kaseem menyatakan, dalam pandangan Islam, sejak
awal penciptaannya, manusia diberi kemampuan untuk
membedakan antara yang benar dengan yang salah dan
memilih antara yang bersih dan kotor (Kaseem, A
S.2012). Hal senada juga dinyatakan oleh Bishop yang
menyatakan bahwa kebebasan merupakan sesuatu yang
melekat sejak manusia dilahirkan. (Bishop, PS, 2007)
Namun menurut Carl Roger (1902-1987), setiap
orang mempunyai kebutuhan akan anggapan positif, yaitu
anggapan yang bernilai bagi dirinya sendiri. Carl Roger
juga menyatakan bahwa konsep diri manusia bersifat
tersirat dan terpadu, dalam diri manusia terdiri dari apa
yang diinginkan, dicita-citakan atau apa yang seharusnya
dianggap demikian.
DISIPLIN PENDIDIKAN DALAM PERSPEKTIF ISLAM
13
Selanjutnya Shari’ati (1933–1977) juga
mendefinisikan bahwa manusia adalah makhluk berfikir,
memiliki kehendak bebas, makhluk kreatif, mempunyai
cita-cita, merindukan sesuatu yang ideal dan merupakan
makhluk moral (Shariati, 2017 dan Shariati, 1980).
Dengan demikian, pada fitrahnya manusia adalah
mahkluk bebas dan berhak mendapatkan kebebasan,
karena manusia memiliki berbagai macam potensi positif
dalam dirinya, namun dalam perspektif Islam kebebasan
manusia bukanlah kebebasan tanpa batas, tetapi
kebebasan yang harus mempertanggung jawabkan atas
apa yang dilakukannya.
Imarah menyatakan, dalam pandangan Islam,
kebebasan manusia merupakan hal yang sangat penting,
karena hanya dengan kebebasan, manusia dapat
mempunyai arti dalam hidupnya (‘Imarah, 1990), namun
menurut Madani, kebebasan dalam agama Islam, ibarat
kekang yang diberikan pada kuda yang sedang berlari,
tidak ada ayat dalam Al-Qur’an yang benar-benar
menyatakan tentang kebebasan pada manusia, kecuali
ayat yang berhubungan dengan kebebasan pada
perbudakan. Ini berarti, dalam agama, Islam kebebasan
selalu dikaitkan dengan keadilan (Madani, 2011). Dengan
demikian kebebasan menurut Madani merupakan
kemampuan seseorang dalam melakukan pengendalian
diri.
Pernyataan Madani ini dapat diartikan bahwa Allah
memberikan kebebasan kepada manusia, namun Allah
mewajibkan umat manusia untuk dapat melakukan
pengendalian ini. Hal ini disebabkan kebebasan manusia
dalam Islam tidak hanya untuk kepentingan kemanusiaan,
tetapi juga bernuansa teosentris, sebagai bentuk
DISIPLIN PENDIDIKAN DALAM PERSPEKTIF ISLAM
14
pertanggungjawaban dan pengendalian diri. Oleh karena
itu dalam perspektif Islam, mengingat kondisi yang
terdapat dalam diri manusia, maka untuk berbuat baik,
manusia memang perlu dipaksa, demikian juga dalam
pendidikan.
Pemaksaan dalam pendidikan bertujuan untuk
meningkatkan hasil belajar siswa baik dari segi kognitif,
afektif maupun psikomotorik dan pemaksaan dalam
pendidikan juga bertujuan untuk memperbaiki karakter
siswa.
Al-Ghazali menyatakan, dalam pendidikan,
pengetahuan dimanfaatkan dengan tujuan untuk menjaga
keseimbangan alam semesta ini dengan melestarikan
kehidupan manusia dan alam sekitarnya, juga sekaligus
sebagai sebuah aplikasi dari tugas penciptaan manusia di
muka bumi (Al-Ghazali, 2014).
Menurut Rayan, Pendidikan Islam berdasarkan
konsep dasar manusia sebagai individu, masyarakat dan
dunia. Dalam pendidikan Islam, hubungan diantara
semuanya terjadi secara seimbang dan harmonis dan
untuk hal tersebut perlu adanya aturan agar tercipta
kehidupan yang harmonis (Rayan, 2012).
Azra menyatakan, manusia dalam pandangan Islam
adalah makhluk rasional dan sekaligus mempunyai hawa
nafsu kebinatangan, sehingga manusia bisa menjadi
pribadi yang dekat dengan Tuhan, tetapi jika manusia
tidak mampu mengendalikan nafsu kebinatangannya bisa
menjadi makhluk yang paling hina (Azra, 2012).
Seperti telah dinyatakan sebelumnya, pada prinsipnya
dalam pandangan agama Islam, manusia adalah makhluk
bebas, namun kebebasan manusia bukanlah kebebasan
DISIPLIN PENDIDIKAN DALAM PERSPEKTIF ISLAM
15
tanpa batas, tetapi kebebasan yang tetap pada kendali
yang telah ditentukan oleh Allah SWT. Hal ini
mengindikasikan, dalam pendidikan Islam, manusia
tidaklah diberi kebebasan tanpa batasan, tetapi kebebasan
yang perlu dipertanggungjawabkan. Oleh karena itu perlu
adanya pembatasan terhadap kebebasan, agar manusia
terhindar dari perbuatan jahat. Salah satu cara membatasi
kebebasan melalui pemaksaan.
Hal ini sesuai dengan pernyataan Anderson bahwa
ada dua pendekatan yang digunakan dalam pemaksaan,
yaitu pemaksaan sebagai penekanan terhadap kemauan
dan pemaksaan (sanksi) sebagai penegakan (Anderson,
2010).
Hal yang sama juga dinyatakan oleh Suseno, pada
prinsipnya ada tiga cara membatasi kebebasan manusia,
yaitu melalui pemaksaan atau pemerkosaan fisik, melalui
tekanan atau manipulasi fisik dan melalui pewajiban dan
larangan (Suseno, 1998)
Dari pemaparan yang telah disampaikan, dapat
dimaknai bahwa salah satu cara pembatasan pembebasan
adalah melalui pemaksaan, sehingga pendidikan bukan
merupakan pembebasan tetapi pemaksaan. Hal ini sesuai
dengan pernyataan Durkheim seperti dinyatakan oleh
Hoenish bahwa pendidikan merupakan gambaran dan
refleksi dari masyarakat. Pendidikan bisa terjadi melalui
perubahan sosial pada masyarakat dan perubahan sosial
bisa terjadi melalui pemaksaan (Hoenish, 2005).
Pemaksaan dalam pendidikan menurut Osipian
merupakan alat yang digunakan untuk mengontrol siswa
(Osipian, AL, 2008). Namun Nelson mempunyai
pandingan berbeda, Nelson mendefinisikan pendidikan
DISIPLIN PENDIDIKAN DALAM PERSPEKTIF ISLAM
16
sebagai aktivitas yang dilakukan untuk pengembangan
dan kebebasan akademik (Nelson, J.L. 2003) hal ini sesuai
dengan Tropiano yang menyatakan, pendidikan
merupakan pembebasan.
Hal yang sama juga dinyatakan oleh Kadenyi dan
Kariuki yang menyatakan, pendidikan harus
membebaskan manusia dari situasi yang membelenggu
dan menghambat pengembangan dirinya (Kadenyi dan
Kariuki, 2011)
Senada dengan hal tersebut, Arnold Dodge juga
menyatakan, dalam proses pembelajaran siswa harus
diberikan kebebasan. Hal yang sama juga dinyatakan oleh
Osman bahwa pendidikan merupakan akivitas
membebaskan. Pendidikan yang membebaskan menurut
Osman, dibutuhkan agar siswa menjadi manusia
seutuhnya yang memungkinkan siswa menjadi kritis,
mampu bertindak dan mengubah keadaan (Dodge, 2009).
Pendidikan yang membebaskan dicirikan dengan guru
memberikan kesempatan kepada siswa untuk berfikir
secara kritis dan mendorong siswa menjadi kreatif,
sehingga siswa tumbuh menjadi individu yang
bertanggung jawab. Hal ini sesuai dengan pendapat Pring.
Ciri-ciri pendidikan membebaskan seperti yang
dinyatakan oleh Pring adalah: mengembangkan
kecerdasan untuk meningkatkan daya pemikiran dan
pemahaman, perkembangan intelektual tidak hanya
didasarkan pada pengetahuan praktis, tetapi juga filosofis,
siswa belajar didasarkan pada ketertarikan dan siswa
mempunyai tanggung jawab dalam belajar (Pring,2005).
Pembebasan pendidikan menurut Hruby merupakan
sebuah model pendidikan yang masing-masing orang
DISIPLIN PENDIDIKAN DALAM PERSPEKTIF ISLAM
17
diberi kebebasan menentukan tujuan pembelajarannya
sesuai dengan kemuannya sendiri (Hruby, 2008)
Pembebasan pendidikan menurut Ohan merupakan
pendidikan yang memberikan dampak kebebasaan kepada
seseorang untuk melakukan keinginannya(Ohan, 2012)
Hal ini tidak sesuai dengan pembebasan pendidikan
menurut agama Islam. Pembebasan pendidikan dalam
perspekif Islam adalah pendidikan yang sesuai dengan
tujuan pendidikan dalam Islam.
B. Tujuan Pendidikan Islam
Pendidikan Islam merupakan sistem pendidikan yang
dapat memberi kemampuan seseorang untuk menjalani
hidupnya sesuai dengan visi agama Islam, yaitu hanya
menyembah Allah.(Sesuai dengan QS Az-zariyat :56)
Ja>bir, Ali menyatakan bahwa tujuan pendidikan
dalam Islam terdiri dari empat tingkatan, pertama, tujuan
pada tingkat penghambaan manusia pada Allah SWT,
kedua: pada tingkat individu, untuk menciptakan karakter
Islam, ketiga: Pembangunan komunitas muslim atau
nation-building dan keempat: tujuan yang berkisar
mencapai manfaat agama dan sekuler ‘Ali. Ja>bir.
Muhammad Bn Sa>lim (2006).
Hal ini mengindikasikan bahwa tujuan akhir
pendidikan dalam Islam menyangkut seluruh aspek hidup
manusia, baik berupa hubungan antara manusia dengan
sang Kha>liq (Allah SWT) maupun hubungan manusia
dengan sesamanya.
DISIPLIN PENDIDIKAN DALAM PERSPEKTIF ISLAM
18
Menurut Al-Atas, pendidikan adalah proses
menanamkan sesuatu ke dalam diri sesorang, dengan
tujuan akhir menjadi manusia sempurna (insān kāmil). Insān kāmil, bisa diartikan sebagai manusia yang
mengabdikan diri hanya beribadah kepada Allah. (Al-
Atas, 2014). Hal ini sesuai dengan tujuan Allah
menciptakan makhlukNya. Pernyataan ini sesuai dengan
QS Al-Dzariya>t (51) :56 Mut}t}aha>ri (1920-1979) mendefinisikan insān kāmil
sebagai insan yang memiliki keseimbangan seluruh nilai-
nilai insaninya. Hal ini berarti, insān kāmil bukanlah
manusia taat, saleh, bijaksana dan penuh kasih. Insān kāmil adalah manusia yang semua nilai-nilai
kemanusiaannya tumbuh dan berkembang secara harmoni
dan seimbang. (Mut}t}aha>ri, M., 2014 dan 1978)
Dengan demikian, pendidikan dalam perspektif Islam
dapat didefinisikan sebagai usaha sadar manusia dengan
tujuan mengembangkan seluruh potensi dasar manusia,
agar tercipta hubungan yang baik antara manusia dengan
Sang Kha>liq (h}abl min Allah) dan manusia dengan
sesamanya (h}abl min al-na>s).
Pendidikan yang membebaskan bukanlah pendidikan
dengan memberikan kebebasan sepenuhnya kepada siswa,
tetapi pendidikan yang membebaskan adalah pendidikan
yang mendorong siswa untuk mendekati Allah dan
mampu mengembangkan semua potensi yang dimilikinya.
Tujuan dari pembebasan pendidikan menurut A.
Storss dan Inderbitzin adalah untuk menolong siswa agar
tumbuh menjadi individu yang dengan sengaja dalam
melakukan pembelajaran, kehidupan dan menjadi individu
yang bertanggung jawab (Stross, A., 2006).
DISIPLIN PENDIDIKAN DALAM PERSPEKTIF ISLAM
19
Berdasarkan uraian tersebut, pada prinsipnya
pendidikan merupakan proses pembebasan, namun
terdapat perbedaan dalam memberikan arti kebebasan.
Sebagian berpendapat bahwa pendidikan dengan
pembebasan adalah pendidikan dimana para peserta didik
diberikan kebebasan dalam menentukan berlangsungnya
proses pendidikan.
Tetapi sebagian lain berpendapat, pendidikan
pembebasan adalah pendidikan dengan memberikan
kesempatan kebebasan kepada siswa untuk
mengembangkan potensi yang dimilikinya agar menjadi
manusia yang bertanggung jawab.
Badhsah dan lain-lain menyatakan, sistem pendidikan
menurut Islam bersifat fleksibel dan dinamis (Badhsah,
2011) sedangkan proses pembelajaran pembebasan
menurut Osman adalah proses pembelajaran dengan
membawa situasi belajar disesuaikan dengan kebudayaan,
kemampuaan belajar siswa dan mengubah kurikulum yang
digunakan merupakan jantung dari pembebasan
pendidikan (Osman, 2013)
Pembebasan pendidikan dalam penelitian ini
bukanlah pendidikan yang memberi kebebasan kepada
siswa dalam menentukan aktivitas proses belajar
mengajar sesuai dengan kemauannya sendiri, tetapi
pembebasan pendidikan adalah pendidikan yang berusaha
mengembangkan potensi yang dimiliki manusia, dengan
memberikan kebebasan dalam berfikir, berkehendak dan
berbuat agar siswa menjadi individu yang bertanggung
jawab, dengan menjunjung tinggi nilai kemanusiaan dan
kemuliaan sehingga siswa tumbuh menjadi manusia yang
bertanggung jawab dan mampu mendekati Tuhan.
DISIPLIN PENDIDIKAN DALAM PERSPEKTIF ISLAM
20
C. Pendidikan Humanistik Dan Pendidikan
Behavioristik.
1. Pendidikan Humanistik Dalam Berbagai Perspektif.
Lamont menyatakan, humanisme merupakan sarana
manusia untuk memperoleh kehidupan yang lebih baik.
Hal yang sama juga dinyatakan oleh Shari’ati (1933–
1977), humanisme merupakan aliran filsafat yang
mempunyai tujuan pokok untuk keselamatan dan
kesempurnaan manusia, sehingga humanisme merupakan
ungkapan sekumpulan nilai ilahiyah yang ada dalam diri
manusia (Lamont, 1997)
Humanisme dalam pandangan Sartre (1905-1980),
manusia menjadi penentu terhadap dirinya, tidak ada
legislator kecuali manusia sendiri, manusialah yang harus
memutuskan untuk dirinya sendiri (Satre, 1948)
Pernyataan Shariati dan Satre meskipun keduanya
mengatas namakan kemanusiaan, tetapi mempunyai dua
sudut pandang yang berbeda. Menurut Shariati dalam
humanisme ada nilai-nilai ketuhanan, sedangkan menurut
Satre justru dalam humanisme tidak ada nilai-nilai
ketuhanan.
Pada dasarnya pendidikan humanistik adalah
pendidikan yang mengutamakan hak-hak asasi manusia.
Aslan dan Kepenecki menyatakan, pendidikan hak asasi
manusia dapat didefinisikan sebagai pendidikan yang
ditawarkan dalam rangka untuk menggugah kesadaran
untuk kognisi, perlindungan, pemanfaatan dan
peningkatan hak asasi manusia oleh siswa dalam suasana
pendidikan formal (Aslan dan Kepenecki, 2008).
DISIPLIN PENDIDIKAN DALAM PERSPEKTIF ISLAM
21
Pendidikan yang selama ini terjadi menurut Rowan,
dapat menjadi pengalaman yang tidak menyenangkan
bagi siswa, karena siswa dipaksa untuk melakukan
pembelajaran sesuai dengan yang telah ditentukan. Pada
pendidikan humanistik siswa yang menentukan proses
pembelajaran dan pendidik hanya sebagai fasilitator
saja(Rowan, 2005).
Prabhavanty dan Mahalaksmi menyatakan, dalam
proses pembelajaran humanistik, guru berfungsi sebagai
fasilitator (Prabhavanty dan Mahalaksmi, 2012). Hal yang
sama juga dinyatakan oleh Henson. Dalam pembelajaran
humanistik, pembelajaran berpusat pada siswa, siswa
terlibat dalam program pembelajaran (Henson, 2003).
Dengan demikian, dalam pembelajaran humanistik
guru bukanlah satu-satunya sumber pengetahuan bagi
siswa, sehingga siswa dianggap sebagai botol kosong
yang siap diisi oleh pengetahuan yang dimiliki guru.
Dalam pembelajaran humanistik, siswa diberikan
kesempatan untuk mengembangkan potensi yang
dimilikinya dan dalam proses pembelajaran, guru hanya
sebagai fasilitator.
Knight menyatakan, Prinsip-prinsip pembelajaran
humanistik mencakup keterpusatan pada anak, peran guru
yang tidak otoritatif, pemfokusan pada subjek didik yang
terlibat aktif, dan sisi-sisi pendidikan yang kooperatif dan
demokratif (Knight, 2004).
Selanjutnya Chen dan Schmidtke menyatakan
pembelajaran dengan pendekatan humanis biasanya
terlihat dalam hal: metode pengajaran, lingkungan belajar,
dan cara instruktur memberi siswa kebebasan dan
menggunakan kerja tim atau pembelajaran proyek
DISIPLIN PENDIDIKAN DALAM PERSPEKTIF ISLAM
22
(Chen,P and Schmidtke, 2017)
Pendekatan yang digunakan dalam pendidikan
humanis menurut Nata adalah pendekatan individualistis,
yaitu pendekatan yang menyatakan bahwa setiap manusia
memiliki bakat dan kecenderungan, oleh karena itu
mereka harus diberi kebebasan sebebas-bebasnya tanpa
ada tekanan dan paksaan dari luar (Nata, 2009)
Teknik pendekatan individual menurut Gaza,
merupakan pendekatan yang bersifat personal dengan
menitikberatkan perlakuan pada satu orang siswa.
Pendekatan ini lebih menekankan pada pendekatan
komunikasi verbal, dan pendekatan ini akan sangat efektif
jika dilakukan guru secara kontinu dan tetap berpaku pada
perilaku yang akan dibentuk (Gaza, M.,2011)
Pendekatan humanistik merupakan pendekatan
dengan teori pembelajaran konstruktivisme, yaitu proses
pembelajaran dengan memberikan kesempatan kepada
siswa untuk membangun materi yang telah dipelajari
dengan pengalaman yang dimilikinya.
Slavin mendefinisikan teori konstruktivisme sebagai
teori dimana peserta didik secara individual menemukan
dan mentransformasikan informasi yang kompleks,
memeriksakan informasi yang baru terhadap aturan yang
lama dan merevisinya jika aturan tersebut sudah tidak lagi
bekerja (Slavin, 1994).
Dengan demikian, dalam pembelajaran ini siswa
tidak hanya sebagai penerima pengetahuan, tetapi juga
diberikan kebebasan untuk mengembangkan kemampuan
yang dimilikinya.
Dalam pembelajaran konstruktivisme menurut
DISIPLIN PENDIDIKAN DALAM PERSPEKTIF ISLAM
23
Henson, siswa harus membangun pemahanam yang
diperoleh melalui pembelajaran ke dalam pengalamannya
sendiri (Henson, 2003)
Weegar and Pacis menyatakan bahwa menurut teori
belajar konstruktivisme, anak-anak dapat
mengembangkan pengetahuan melalui partisipasi aktif
dalam pembelajaran. Hal ini membuat siswa menjadi aktif
dalam proses belajar mengajar tersebut(Weegar dan
Pacis., 2012).
Pembelajaran konstruktivisme berbeda dengan
pembelajaran tradisional. Dahar menyatakan, dalam
pembelajaran tradisional, untuk menjadikan murid tahu
tentang apa yang kita ketahui dengan memindahkan
pengetahuan secara utuh dari fikiran guru ke murid,
sedangkan dalam pembelajaran konstruktivisme, pengetahuan dibangun dalam fikiran murid (Dahar, 2006).
Pembelajaran konstruktivisme juga berbeda dengan
pembelajaran behaviorisme atau pendekatan prilaku.
Pendekatan prilaku belajar konstruktivisme menurut
Psunder, pemberian sanksi sebagian besar dihindari
karena konsekuensinya hampir tidak dapat diprediksi.
Siswa aktif dalam proses belajar mengajar yang aktif,
pembangunan pengetahuan berasal dari learning by doing.
Larochelle et.al. menyatakan, guru dalam
pembelajaran pada teori konstruktivisme berhasil
merubah kebiasaan siswa dan siswa merekonstruksikan
beberapa alternatif keadaan. Guru mengajarkan kepada
siswa beberapa konteks, kemudian fikiran siswa dan guru
didistribusikan dalam tindakan dan siswa diberi
kebebasan dalam merekonstruksikan kembali. Dalam
pembelajaran ini, hal yang terpenting bukan hanya
DISIPLIN PENDIDIKAN DALAM PERSPEKTIF ISLAM
24
pengetahuan, tetapi juga kemampuan siswa menciptakan
beberapa kemungkinan dari materi yang disampaikan
guru. (Larochelle, et.al., 1998).
Pembelajaran menurut teori konstruktivisme, siswa
diajak untuk berfikir secara kreatif sehingga siswa tidak
hanya secara pasif menerima pengetahuan yang diberikan
oleh guru.
Berdasarkan hal tersebut dapat disimpulkan, yang
dimaksud dengan pendidikan humanistik dalam penelitian
ini adalah pendidikan yang memanusiakan manusia
dengan mengoptimalkan potensi-potensi yang dimiliki
manusia dan untuk menjadikannya manusia yang
sempurna.
Sampai saat ini, menurut Shari’ati, ada empat
pemikiran penting, yang meskipun bertentangan satu
sama lain, namun mengklaim sebagai pemilik humanisme,
yaitu 1. Liberalisme barat 2. Marxisme, 3.
Eksistensialisme dan 4. Agama. Ali Shari’ati, Marxism and Other Western Fallacies (Shariati, 2014).
Keempat pemikiran tersebut mengklaim pemikiran
mereka sebagai pemikiran humanistik, karena semua
pemikiran tersebut didasarkan pada kebebasan manusia.
2. Pendidikan Humanistik Dalam Perspektif Liberalisme,
Eksitensialisme, Marxisme dan Dalam Perspektif
Agama Islam.
Faham humanistik memandang, pendidikan sebagai
proses memanusiakan manusia. Pendidikan idealnya harus
membantu peserta didik tumbuh dan berkembang menjadi
pribadi-pribadi yang lebih manusiawi, berguna dan
berpengaruh di dalam masyarakatnya, bertanggung jawab,
DISIPLIN PENDIDIKAN DALAM PERSPEKTIF ISLAM
25
bersifat proaktif dan kooperatif.
Melihat realitas tersebut, maka sudah selayaknyalah
pendidikan dikembalikan pada hakikat sesungguhnya,
yaitu proses memanusiakan manusia dan merubah
paradigma pendidikan yang memandang peserta didik
sebagai objek.
Berikut dibahas pendidikan humanistik berdasarkan
pandangan beberapa faham, yaitu aliran pendidikan
humanistik menurut faham liberal, faham marxis, faham
ekstensialis dan faham agama Islam.
a. Pendidikan Humanistik Menurut Faham Liberal
Humanisme liberal menurut Deshmukh, lahir dari ide
sekelompok filsafat dan politik yang menegaskan,
kebebasan dan kemandirian merupakan subyek diri
individu, sehingga dia mengasumsikan, pada dasarnya
manusia adalah bebas dan semua yang dilakukan manusia
didasarkan pada pengalamannya (Deshmukh, 2011)
Menurut Lynch, pada masyarakat Liberal, pendidikan
merupakan komoditas pasar, sehingga sekolah dikelola
murni sebagai bisnis (Lynch, 2006). Menurut Guttman
untuk mendapatkan pendidikan terbaik, maka teori
pendidikan liberal dan konservative harus diterapkan
(Guttman, 1998)
Kebebasan menurut Nelson untuk menguji dan
melakukan kritik merupakan bagian yang paling penting
bagi budaya demokrasi, sehingga tujuan utama
pendidikan adalah kebebasan akademik (Nelson, 2003).
Oleh karena itu menurut Parker, sekolah sebaiknya
menggunakan sistem demokrasi deliberative dengan
alasan, mempunyai missi yang jelas dan mempunyai
DISIPLIN PENDIDIKAN DALAM PERSPEKTIF ISLAM
26
kurikulum yang sesuai dengan tujuan pendidikan.
Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan
bahwa pendidikan humanistik menurut faham liberal,
merupakan pendidikan dimana anak didik dijadikan
komoditas pasar, sehingga pendidikan dikelola secara
bisnis. Tujuan pendidikan dalam faham ini lebih kepada
keuntungan semata dan manajemen yang digunakan juga
manajemen perusahaan.
b. Pendidikan Humanistik Menurut Faham Marxis (1818
– 1883)
Manusia dalam Marxisme menurut Shariati (1933–
1977), dalam Marxism and Other Western Fallacies,
merupakan makhluk terbelenggu dan terikat syarat. Max
menolak kapitalisme yang menjadikan manusia bebas
tanpa syarat, mengingkari kelas, pemerintahan dan
menolak milik pribadi (Shariati,2014).
Menurut Hambali dan Aisah dalam Eksistensi
Manusia dalam filsafat Pendidikan menurut konsep Marx
(1818–1883) manusia hendaknya merdeka, manusia harus
bebas dari (free from) dan bebas untuk (free to). Oleh
karena itu manusia harus membebaskan dirinya dari
keterasingan (alienasi) yang disebabkan oleh kapitalisme
(Hambali dan Aisah, 2011).
Dengan demikian, Max (1818 –1883) memandang
manusia sebagai pribadi yang merdeka dan bebas tanpa
syarat apapun. Ismail dan Basir dalam Karl Marx dan
Konsep Kelas Sosial menyatakan, Marx (1818–1883)
meneliti sejarah manusia dari dua aspek, yaitu dari aspek
ekonomi dan aspek social.
Menurut Soyomukti, elemen-elemen filsafat
DISIPLIN PENDIDIKAN DALAM PERSPEKTIF ISLAM
27
Marxisme adalah materialisme-dialektika historis,
ekonomi sebagai basis dan menguliti eksploitasi
kapitalisme (Soyomukti, 2008)
Selanjutnya menurut Ismail dan Basir, Marx
menggambarkan kapitalisme dengan menonjolkan
keadaan buruh yang sengsara dan tertindas dan
membayangkan masyarakat tanpa kelas melalui
pembentukan “Negara Komunis” (Ismail dan Basir, 2012).
Dengan demikian falsafah Marxisme adalah
membentuk negara sosialis agar hak-hak ekonomi dan
politik kaum buruh dapat dikembalikan dan menekankan
keperluan memelihara kebebasan dan kemerdekaan.
Pada falsafah Marxisme, hak-hak manusia termasuk
kaum buruh diutamakan. Tujuan pendidikan Marxis
menurut Soyomukti, untuk mewujudkan kembali
kesadaran masyarakat tuntutan-tuntutan kemanusiaannya
sehingga pendidikan menurut Max merupakan proses
pembebasan dan humanisasi (Soyomukti, 2008).
Dengan demikian pendidikan menurut faham Marx
adalah agar dia hidup sesuai dngan memberikan
kebebasan kepada manusia dengan kebebasan sebebas-
bebasnya tanpa ada batasan yang ditentukan.
c. Pandangan Humanistik Menurut Faham
Eksistensialis
Jamalzadeh dan Tavassoli menyatakan, menurut
Eksistensialis, manusia adalah pencipta dirinya sendiri.
Manusia sebagai satu-satunya pemegang kebenaran,
sehingga kebebasan manusia adalah kebebasan penuh,
kesempurnaan manusia tergantung kepada kemauan dan
kebebasannya, penerimaan manusia sebagai bagian dari
DISIPLIN PENDIDIKAN DALAM PERSPEKTIF ISLAM
28
alam merupakan hal yang menghalangi manusia dan
kebebasan(Jamalzadeh dan Tavassoli, 2011).
Menurut Eksistensialis, tidak ada yang bisa
memberikan batasan terhadap kebebasan manusia. karena
manusia satu-satunya pemegang kebenaran dan tidak ada
satupun yang dapat menghalangi kebebasan manusia.
Dalam faham ini tidak mengakui adanya kekuasan Allah
sebagai penguasa alam semesta.
Selanjutnya Shariati (1933–1977) menyatakan,
menurut Eksistensialisme segala perwujudan yang ada di
alam ini baru bisa dinyatakan mempunyai eksistensi
sesudah ditentukan esensinya, kecuali manusia. Esensi
manusia baru ada sesudah adanya eksistensi manusia itu
sendiri. Dengan kata lain, manusia adalah tuhan yang
menciptakan dirinya sendiri(Shariati, 2014).
Suseno mendefinisikan kebebasan eksistensial adalah
kemampuan manusia untuk menentukan tindakannya
sendiri, karena tindakan merupakan suatu yang menyatu
dengan manusia(Suseno, 1998).
Dengan demikian dapat disimpulkan, pendidikan
eksistensialis adalah pendidikan yang memberikan
kebebasan pada privasi masing-masing siswa dengan
pemberian kurikulum yang bersifat liberal.
d. Pendidikan Humanistik Menurut Agama Islam
Gerakan pendidikan humanistik menurut Dosset
dikembangkan di barat sebagai penolakan terhadap
metode pembelajaran gereja yang kaku (Dosset, 2005).
Gerakan humanis dalam Islam klasik dikembangkan
dari keprihatinan filologis kehilangan bahasa dan
DISIPLIN PENDIDIKAN DALAM PERSPEKTIF ISLAM
29
melibatkan revitalisasi tata bahasa dan leksikografi.
Gerakan ini akan berkembang dan ditandai oleh dua ciri
yaitu kefasihan dalam pidato dan komposisi sastra yang
meniru model klasik Arab.
Menurut Jamalzadeh dan Tavasolli, Humanisme
dalam pandangan Islam menempatkan manusia sebagai
makhluk ciptaan Allah yang memiliki jiwa ilahi dan
memiliki sifat bersih. Manusia mempunyai tempat
sebagai utusan tuhan (khali>fatulla>h fi> al ard}) dan bahkan
malaikat bersujud di hadapannya. Manusia memiliki
kebebasan untuk menentukan jalan hidupnya, manusia
adalah makhluk yang mempunyai pengetahuan dan
manusia adalah makhluk yang bertanggung
jawab(Jamalzadeh dan Tavasolli, 2011).
Hal yang sama juga dinyatakan oleh Husein. Ada
kekeliruan tentang humanisme, karena selama ini
humanisme diartikan sebagai anti agama, padahal
humanisme lahir karena agama, mereka keberatan dengan
pencitraan Allah yang terkesan tidak peduli dengan
penderitaan manusia. Menurut Islam manusia adalah
makhluk bebas, namun dia akan diminta pertanggung
jawaban atas apa yang telah dilakukannya. Mahmoud
Husein dalam The Muslim phase of humanism(Hussein,
2011).
Kaseem menyatakan, kebebasan dalam Al-Qur’an
berarti kesatuan antara objektif dan subyektif, sosial dan
alami, individual dan plural dan pengajaran dalam Islam
berarti keselarasan antara kekuatan-kekuatan fitrah yang
pada akhirnya mengisi pada tingkat individual dan sosial
(Kaseem, 2012).
Menurut Taher, manusia adalah makhluk bebas dan
DISIPLIN PENDIDIKAN DALAM PERSPEKTIF ISLAM
30
berkehendak, namun dalam kehidupan beragama manusia
tidak pernah terlepas dari etika dalam masyarakat. Ada
tiga tahap untuk mendapatkan kehidupan beretika, yaitu
melalui iman, melakukan pelayanan dan bersyukur kepada
Allah SWT (Taher, 2012)
Dengan demikian humanisme dalam pandangan
Islam, menghargai manusia sesuai fitrahnya sebagai
makhluk yang memiliki kebebasan dalam menentukan
jalan hidupnya, namun kebebasan manusia adalah
kebebasan yang harus memberikan pertanggung jawaban
atas perbuatannya di hadapan Allah.
3. Pendidikan Behavioristik
Pembelajaran behavioristik menurut Slavin,
merupakan pembelajaran yang menekankan pada
perubahan perilaku yang dapat diamati, teori
pembelajaran yang termasuk kedalam pembelajaran
behavioristik adalah teori dari Ivan Pavlov (1849-1936),
Thorndike (1874-1949) dan Skinner (1904-1990). Ketiga
teori tersebut berdasarkan kepada perubahan tingkah
laku(Slavin, 1994).
Nata juga menyatakan, menurut teori behavioristik
manusia tidak memiliki apa-apa dari sejak kelahirannya,
perkembangan manusia ditentukan oleh lingkungannya,
baik lingkungan keluarga, sekolah, masyarakat, manusia,
alam, budaya serta religi yang membentuknya. Islam
tidak sefaham dengan pandangan behavioristik, karena
manusia dianggap sebagai tong kosong, makhluk tidak
berjiwa atau seperti robot yang digerakkan sepenuhnya
oleh keinginan sang dalang (Nata,2011).
Tingkah laku manusia Menurut Dymond et al.,
DISIPLIN PENDIDIKAN DALAM PERSPEKTIF ISLAM
31
dibedakan oleh berbagai kompleksitas, variasi dan
prestasi. Menurut Jones dan Brader-Araje, dalam
pendidikan behavioristik guru bertanggung jawab untuk
merekonstruksi lingkungan dan menentukan pendekatan
yang tepat untuk digunakan dalam menentukan tingkah
laku siswa (Dymond, 2003).
Rostami dan Khadjooi menyatakan, orientasi
Pembelajaran behavioristik khususnya dalam
pengembangan kompetensi dan untuk menunjukkan
keterampilan psikomotor dan melakukan pengamatan
pada tingkah laku yang dapat diukur, sehingga menurut
pembelajaran behavioristik latihan yang bersifat
pengulangan akan menjadi kebiasaan. (Rostami dan
Khadjooi, 2010).
Naisaban menyatakan, bentuk pembelajaran dari
psikologi behavioristik adalah pembelajaran “operant conditioning” yang dikemukakan oleh BP Skinner (1904-
1990) (Naisaban, 2004). Menurut Walker, teori psikologi
Skinner terdiri atas 1) Operant conditioning, yaitu suatu
system mengenai pengkondisian tingkah laku operant
melalui studi mengenai belajar dan 2)Kepribadian, yaitu
menolak semua teori yang mengatakan bahwa bahwa
tingkah laku manusia didasarkan pada self, ego dan
sebagainya (Walker, 2008).
Dalam teori operant conditioning menurut Gaza,
fungsi penguatan (penguat perilaku) menyebabkan
perilaku yang dikehendaki dapat terbentuk dengan baik,
yaitu dengan cara memunculkan perilaku yang
dikehendaki sehingga ada kecenderungan anak untuk
mengulangi perilaku itu kembali (Gaza,M.,2011)
Menurut Nata kegiatan pembelajaran melalui operant
DISIPLIN PENDIDIKAN DALAM PERSPEKTIF ISLAM
32
condiotioning merupakan upaya untuk menciptakan
lingkungan yang menimbulkan inisiatif pada siswa untuk
melakukan kegiatan pembelajaran (Nata, 2009)
Imarah menyatakan, dalam pandangan Islam,
kebebasan manusia merupakan hal yang sangat penting,
karena hanya dengan kebebasan, manusia dapat
mempunyai arti dalam hidupnya (Imarah, 1990).
33
BAB III
PRESTASI BELAJAR SISWA
Prestasi belajar siswa merupakan salah satu penentu
kualitas pendidikan, karena prestasi belajar siswa
merupakan hasil pengukuran kemampuan siswa setelah
mengikuti proses pembelajaran dalam periode tertentu,
sehingga prestasi belajar siswa merupakan output dari
proses pembelajaran.
Ankomah menyatakan, salah satu faktor yang
menentukan kualitas pendidikan adalah output dari proses
pembelajaran (Ankomah, 2005). Selanjutnya Pickard
menyatakan, ada tiga ranah yang diukur dalam
menentukan hasil dari proses pembelajaran, yaitu
pengukuran terhadap ranah kognitif (kecerdasan siswa),
ranah afektif (sikap siswa selama pembelajaran) dan ranah
psikomotorik (ranah keterampilan siswa) (Pickard, 2007).
Hubungan antara ketiga ranah tersebut dapat dilihat pada
gambar 3.1
DISIPLIN PENDIDIKAN DALAM PERSPEKTIF ISLAM
34
Sumber : EDqual Project-Ghana, Literature Review, 2005.
Gambar 3.1 Ranah Kognitif, Afektif dan Psikomotorik
Siswa
Dari gambar 3.1 terlihat bahwa dalam proses
pembelajaran ketiga ranah siswa baik kognitif, afektif
maupun psikomotorik harus berhasil ditingkatkan secara
seimbang. Hal ini berarti, ketika seorang siswa mampu
menguasai materi pembelajaran dalam salah satu ranah
saja, pembelajaran dikatakan belum berhasil. Keefektifan
dalam pembelajaran dapat dilihat dari pencapaian
keberhasilan ketiga ranah tersebut.
Banyak faktor yang mempengaruhi prestasi belajar,
baik berupa faktor internal maupun faktor eksternal. Huitt
dan lain-lain menyatakan, faktor yang mempengaruhi
prestasi belajar dapat berupa variabel yang berasal dari
rumah dan sekolah (Huitt,2009). Variabel-variabel yang
dapat mempengaruhi prestasi belajar siswa dapat dilihat
pada gambar 3.2.
Affective
Procedural
Skill and
Cognitive
DISIPLIN PENDIDIKAN DALAM PERSPEKTIF ISLAM
35
Sumber : The Athens Institute for Education and Research
(ATINER), 2009.
Gambar 3.2 Variabel yang mempengaruhi Prestasi Belajar
Dari gambar 3.2 terlihat, kualitas input siswa
dipengaruhi oleh keadaan rumah dan sekolah, sedangkan
kualitas output siswa berupa prestasi belajar dan prestasi
belajar siswa tidak hanya dipengaruhi oleh input siswa,
tetapi juga variabel-variabel lain selama proses
pembelajaran di kelas.
A. Pembelajaran di Pondok Pesantren
Kegiatan belajar mengajar merupakan bentuk
penyelenggaraan pendidikan dengan memadukan kegiatan
Rumah Sekolah
Input Kelas Variabel proses-proses kelas
Proses di Kelas
- Strategi Mengajar
- Perilaku guru
- Perilaku siswa
- Proses belajar
mengajar
- karakteristik guru
- karakteristik siswa
Prestasi Belajar siswa
DISIPLIN PENDIDIKAN DALAM PERSPEKTIF ISLAM
36
pendidikan yang berkesinambungan dan sistematis agar
diperoleh hasil sesuai dengan yang diinginkan. Salah satu
faktor yang mempengaruhi kegiatan pembelajaran adalah
lingkungan belajar. Lingkungan belajar yang kondusif
ditentukan oleh tingkat kedisiplinan siswa dalam belajar.
Penyelenggaraan pembelajaran di pondok pesantren
berdasarkan observasi dan wawancara penulis dengan
pengurus Pondok Pesantren Ar-Risalah, Lirboyo Jawa
timur, secara garis besarnya terdiri dari pendidikan
formal dan pendidikan non-formal.
Pendidikan formal terdiri dari pendidikan umum,
pendidikan al-Qur’an dan pendidikan diniyah. Pendidikan
non-formal terdiri dari pendidikan ekstrakurikuler dan
kegiatan organisasi pondok. Pendidikan ekstrakurikuler merupakan kegiatan dari Departemen Apresiasi Kesenian
dan yang mengelola kegiatan ekstrakurikuler secara
menyeluruh dengan mengambil waktu pada malam Jum’at
dan Jum’at pagi.
Kegiatannya meliputi kelompok jam’i >yah, barzanji, mana>qib, tahli>l, bahthul masa>’il, kursus bahasa Arab,
Inggris, Mandarin, Jepang, kaligrafi Arab, s}alawat rebana, nashi>d, dan drum band. Kegiatan organisasai
pondok pesantren dan pengurus asrama dengan aktifitas
kegiatan yang meliputi: aktifitas asrama, koperasi,
bimbingan belajar, jam’i >yah dan pengajian sistem
bandongan.
Pendidikan non-formal lainnya adalah pendidikan
keorganisasian atau yang biasa dikenal dengan Organisasi
Siswa Intra Sekolah (OSIS). Pendidikan ini dibawah
naungan lembaga pendidikan SMP dan SMA dan
mengelola kegiatan kesenian, bahasa, dan jurnalistik,
DISIPLIN PENDIDIKAN DALAM PERSPEKTIF ISLAM
37
dengan menerbitkan buletin untuk tingkat SMA dan
majalah dinding untuk tingkat SMP.
B. Aktivitas Pembelajaran PPST Ar-Risalah Lirboyo,
Jawa Timur
Aktivitas pembelajaran di Pondok pesantren Salafi
Ar-Risalah Lirboyo dilakukan sesuai dengan jadwal yang
telah ditentukan, sehingga model pendidikan yang
diterapkan adalah model pedagogy behaviorisme yang
merupakan bentuk kebalikan dari pedagogy konstruktivisme. Pembelajaran dilakukan dengan adanya
pengontrolan yang ketat terhadap semua aktivitas siswa,
juga diterapkan pemberian hukuman terhadap aktivitas
siswa yang tidak sesuai dengan peraturan yang telah
ditetapkan.
Sesuai dengan pernyataan Hassad bahwa Perbedaan
utama antara pendekatan pembelajaran behaviorisme
dengan pembelajaran konstruktivisme adalah: pada
pembelajaran dengan pendekatan behaviorisme, berpusat
di sekitar transmisi pengetahuan dari instruktur kepada
siswa (siswa pasif dan pendekatan top-down atau
instruktur terpusat), sedangkan pada pendekatan
pembelajaran konstruktivisme difokuskan pada
pembangunan pengetahuan oleh siswa (siswa aktif dan
pendekatan berpusat pada siswa)(Hassad, 2011).
Sedangkan Ellias menyatakan bahwa salah satu ciri
pembelajaran dengan pendekatan behaviorisme adanya
kontrol yang sangat kuat terhadap tujuan, materi,
lingkungan dan pegukuran hasil belajar. Teori ini banyak
dikritik dan dianggap sebagai pedagogi penindasan,
karena dianggap sebagai pembelajaran yang tidak
DISIPLIN PENDIDIKAN DALAM PERSPEKTIF ISLAM
38
menghargai kondisi anak, keinginan anak dan minat dari
pembelajar (Ellias, JL., 1994).
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh
Tetteh menunjukkan bahwa siswa yang dalam proses
pembelajarannya dilakukan kontrol yang ketat
menunjukkan hasil belajar yang tinggi dibandingkan
dengan siswa yang dalam proses pembelajarannya tidak
dilakukan kontrol (Tetteh, 2017).
1. Pembelajaran Pendidikan Al-Qur’an.
Pembelajaran pendidikan Al-Qur’an merupakan salah
satu bentuk pembelajan yang juga dilaksanakan di Pondok
pesantren, selain aktivitas pembelajaran di sekolah.
Penetapan tata tertib pembelajaran Pendidikan Al-Qur’an
juga sama dengan tata tertib pembelajaran yang
ditetapkan secara umum di Pondok Pesantren.
Berdasarkan hasil observasi dan wawancara penulis
dengan pengurus Pondok Pesantren Ar-Risalah Lirboyo,
Jawa Timur, diperoleh temuan bahwa Pendidikan Al-
Qur’an yang diselenggarakan di Pondok Pesantren ini
terdiri dari tiga jenjang yaitu jenjang Ibtida>iy>ah, thana>wiyah, a>liyah dan i’da>iyah. Jenjang i’da>iy>ah
merupakan jenjang sebelum memasuki jenjang pendidikan
yang sesungguhnya. Jenjang i’daiyah (kelas persiapan)
diberikan bagi santri yang belum mampu membaca Al-
Qur’an.
Pada jenjang ibtida>iyah anak didik dikenalkan
tentang dasar-dasar ilmu yang berkaitan dengan al-Qur’an
yang meliputi : huruf hijaiyah, ilmu tajwid serta melatih
materi tilawah ar-Risalah, do’a-do’a, hafalan juz ‘Amma, al-Wāqiah, Yāsin, al-Mulk, al-Sajdah, al-Dukhān dan al-Kahfi. Pada jenjang thana>wiyah siswa sudah fasih dan
DISIPLIN PENDIDIKAN DALAM PERSPEKTIF ISLAM
39
lancar membaca al-Qur’an 30 Juz, pada jenjang a>liyah
siswa sudah menghafal 30 Juz Al-Qur’an dan mempelajari
‘ulu>m al-Qur’an.
a. Tata Tertib
Dalam melaksanakan pembelajaran, meskipun santri
dalam kondisi yang bukan di sekolah, tetapi santri
diharuskan memakai pakaian seragam yang telah
ditentukan, tidak diperbolehkan untuk melakukan ghosob,
salah membawa kitab dan ketentuan-ketentuan tata tertib
lainnya.
Selama pembelajaran, biasanya ada saja santri yang
melakukan pelanggaran, terutama jika santri merasa
mengantuk. Jika santri mengantuk, maka santri
diperintahkan untuk berdiri di sudut ruang kelas.
Pelanggaran-pelanggaran terhadap tata tertib yang lain
jarang terjadi. Selama proses belajar mengajar terlihat
berjalan dengan tertib dan tidak ada kegaduhan.
Dengan demikian pembelajaran di Pondok Pesantren
ini berjalan dengan tertib dan aman, karena diterapkannya
sanksi bagi pelanggaran yang dilakukan terhadap tata
tertib.
b. Kurikulum Pembelajaran AlQur’an di Pondok
Pesantren
Menurut Hamdani, kurikulum merupakan ide yang
dikembangkan pada level nasional dalam bentuk dokumen
yang dapat dikembangkan di daerah tersebut(Hamdani,
2013). Kurikulum yang digunakan pada pondok
pesantren ini seperti terlihat pada tabel 3.1 berikut:
DISIPLIN PENDIDIKAN DALAM PERSPEKTIF ISLAM
40
Tabel 3.1. Kurikulum Pendidikan Al-Qur’an PPST Ar-
Risalah
Mata Pelajaran Kurikulum
Al-Qur’an al-Qur’an Rosm Uthma>ni
Ilmu Al-Qur’an Fath}an Mana>n, Jaza>riyah
Sumber : Data Administrasi PPST Ar-Risalah
Dalam pembelajaran mata pelajaran al-Qur’an
kurikulum yang digunakan adalah Al-Qur’an Rosm Uthma>ni dan buku standard tajwid Pondok Pesantren
Salafiyah Terpadu Ar-risalah, yang bertujuan untuk
meningkatkan kualitas santri dalam membaca al-Qur’an
dengan baik dan benar sesuai dengan ilmu tajwid yang
mu’tabar. Dalam kurikulum ini juga digunakan Fath}an Mana>n dan Jaza>riyah untuk mepelajari ilmu al-Qur’annya.
c. Metode Pembelajaran Al-Qur’an di Pondok Pesantren
Pendidikan pada pembelajaran al-Qur’an di pondok
pesantren ini terdiri mulai tingkat ibtida>iyah (3 tahun),
thana>wiyah (3 tahun), a>liyah (3 tahun) dan i’da>iy>ah (1
tahun). ketiga tingkatan ini memakai sistem semester dua
kali setiap 1 tahun. bagi santri yang sudah
mengkhatamkan 30 juz bin Naz{or dengan baik, bisa
mengikuti wisuda dan mendapatkan ijazah. Metode
pembelajaran yang digunakan adalah metode sorogan,
tadarus dan tahfiz.
Metode sorogan dalam pembelajaran al-Qur’an
merupakan sistem membaca al-Qur’an secara individual,
pada prakteknya seorang murid mendatangi guru yang
akan membacakan al-Qur’an dan dengan cara ini setiap
DISIPLIN PENDIDIKAN DALAM PERSPEKTIF ISLAM
41
murid mempunyai kesempatan untuk belajar secara
langsung kepada kiyai atau pembantu kiyai.
Menurut Hamdani, pembelajaran dengan metode
sorogan diterapkan pada siswa baru yang memerlukan
bimbingan secara individual. Metode tadarus adalah
metode membaca al-Qur’an secara berkelompok, dimana
seseorang membaca dan yang lain mendengarkan
(Hamdani, 2013).
C. Pembelajaran di Sekolah
Kegiatan sekolah untuk santri PPST Ar-Risalah
dimulai pada pukul 07.00 pagi. Untuk menciptakan
suasana belajar yang kondusif, maka sekolah memberikan
tata tertib sekolah yang harus dipatuhi oleh siswa, baik
yang berhubungan dengan kebersihan kelas maupun
kebersihan lingkungan sekolah. Hal ini dilakukan karena
suasana belajar yang kondusif baru bisa tercipta jika
suasana kelas dan lingkungan sekolah juga baik.
1. Tata Tertib
Sebelum pembelajaran dimulai siswa diharuskan
untuk menciptakan lingkungan belajar yang kondusif
yaitu dengan melakukan aktivitas yang telah ditentukan
oleh tata tertib sekolah, tata tertib tersebut adalah dengan
membentuk piket kebersihan kelas dan lingkungan.
Selama kegiatan belajar mengajar, santri dan guru
berpedoman pada tata tertib yang dilakukan oleh pondok
pesantren, baik penggunaan fasilitas laboratorium,
olahraga maupun fasilitas lain yang ada di kelas.
DISIPLIN PENDIDIKAN DALAM PERSPEKTIF ISLAM
42
2. Kurikulum
Ada banyak konsepsi dan definisi dari kurikulum,
yaitu kurikulum sebagai konten, sebagai pengalaman
belajar, sebagai tujuan perilaku, sebagai rencana
pengajaran, dan sebagai pendekatan non teknis
(Lunenburg, 2011).
Kurikulum mengikuti kurikulum Departemen
Pendidikan Nasional, SMP Ar-Risalah juga memasukkan
beberapa mata pelajaran tambahan sebagai program
unggulan yaitu Bahasa Jepang dan Bahasa Arab, dengan
tujuan agar outputnya siap mengahadapi era globalisasi
yang mana tuntunan berbahasa asing mutlak diperlukan.
3. Metode Mengajar
Guru pasti dihadapkan pada metode pembelajaran.
Menurut Mar’i dan al-Hilah. Metode pembelajaran terdiri
dari metode ceramah, diskusi, pertanyaan kelas, proyek,
pembelajaran kooperatif dan instruksi individual (Mar’i
dan Al-Hilah, 2002).
Metode pembelajaran yang dilakukan di PPST Ar-
Risalah sangat bervariasi, mulai dari metode ceramah,
metode muh}a>waroh, metode muza>karah, metode majlis
ta’lim, metode problem solving dan metode karya wisata.
Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan metode
pembelajaran di PPST Ar-Risalah tidak monoton.
Metode pembelajaran di PPST Ar-Risalah
disesuaikan dengan materi pelajaran, waktu pembelajaran
dan situasi dalam pembelajaran. Sehingga metode
pembelajaran untuk masing-masing mata pelajaran
berbeda-beda.
DISIPLIN PENDIDIKAN DALAM PERSPEKTIF ISLAM
43
D. Prestasi Belajar Santri Pondok Pesantren
Prestasi belajar santri PPST Ar-Risalah Lirboyo.
Jawa Timur ditentukan penilaiannya berdasarkan ranah
kognitif, afektif dan psikomotorik. Berikut disajikan
tentang penilaian ketiga ranah tersebut.
1. Ranah Kognitif Santri PPST Ar-Risalah
Menurut Huitt, ranah kognitif terdiri dari enam
tahapan, yaitu : 1). menghafal, berupa kemampuan siswa
dalam membuat definisi, 2). memahami, yaitu
kemampuan siswa menjelaskan kembali 3). terapan, yaitu
kemampuan siswa mendemontrasikan, 4). analisis, yaitu
kemampuan siswa membandingkan 5). sintesis berupa
kemampuan mengkombinasikan materi-materi yang
sudah diajarkan menjadi sesuatu yang baru. dan 6).
evaluasi, kemampuan siswa melakukan penilaian (Huitt,
2011).
Aktivitas santri dalam pempelajaran di PPST A-
Risalah selain menyentuh aspek kognitif menghafal,
memahami dan mengaplikasikan materi yang diajarkan,
pihak pondok juga menerapkan pembelajaran untuk aspek
analisis, sistesis dan evaluasi.
Menurut Mary J. Pickard . Gambaran tentang
taksonomi kognitif menurut Bloom bisa dilihat pada
gambar 3.6. Penyusunan ranah ini mulai dari berfikir yang
sederhana sampai kepada yang paling komplek (Pickard,
2007).
DISIPLIN PENDIDIKAN DALAM PERSPEKTIF ISLAM
44
Sumber : The eLearning Guild Research (2013)
Gambar 3.2 Taksonomi Bloom
Dari gambar 3.2 Taksonomi Bloom, terlihat adanya
hirarki dalam ranah kognitif. Penyusunan ini berdasarkan
dari aktivitas yang paling mudah hingga kepada aktivitas
yang paling sulit. Dalam pengukuran tingkat ranah
kognitif, soal – soal yang diberikan kepada santri harus
memenuhi keenam aspek dalam aspek kognitif Bloom
ini.
Munzenmaier dan Nancy dalam Perspectives Bloom’s
Taxonomy menyatakan, dalam ranah kognitif siswa
menurut Bloom, Pengetahuan adalah kemampuan untuk
menghapal materi yang telah disampaikan oleh guru,
pemahaman adalah kemampuan sesorang untuk
memahami setelah sesuatu yang dipelajari diingat,
penerapan adalah kemampuan seseorang untuk
menggunakan ide-ide umum, analisis adalah kemampuan
seseorang menguraikan materi yang dipelajari dan
menghubungkan antara bagian satu dengan yang lain,
sintesis yaitu kemampuan siswa untuk memadukan
bagian-bagian yang telah dipelajari hingga menjadi suatu
Pengetahuan
Pemahaman
Penerapan
Analisis
Sintesis
Evaluasi
DISIPLIN PENDIDIKAN DALAM PERSPEKTIF ISLAM
45
pola terstruktur dan evaluasi adalah kemampuan siswa
untuk membuat suatu pertimbangan untuk suatu situasi (
Munzenmaier dan 2013)
Pertanyaan-pertanyaan tentang materi yang diajarkan
di PPST Ar-Risalah untuk tingkat pengetahuan lebih
kepada hapalan, tingkat pemahaman, santri tidak hanya
mampu menghapal materi yang diberikan guru, tetapi
lebih kepada memahami materi yang dihapalkan. Pada
tingkat penerapan santri mengetahui bagaimana santri
mampu menerapkan materi yang telah dihapal dan
dipahami ke dalam aktivitas sehari-hari.
Tingkat analisis pada ranah ini menunjukkan
kemampuan santri dalam mengkaji lebih dalam materi
yang sudah mampu diterapkan. Untuk tingkat sintesis
ditunjukkan dengan kemampuan santri dalam
menghasilkan suatu materi baru berdasarkan hal yang
sudah ada dan untuk tingkat evaluasi memberikan
penilaian terhadap materi yang telah dipelajari.
a. Prestasi Belajar Santri Pondok Pesantren Ranah
Kognitif
Seperti halnya Bloom, Thomas C. Reeves juga
menyatakan, taksonomi ranah kognitif dalam
pembelajaran berjenjang, yaitu terdiri dari : remembering, understanding, applying, analysing, evaluating and creating (Reeves, 2006).
Antara Reeves dan Bloom mempunyai kesamaan
dalam menentukan keberhasilan belajar siswa, yaitu
sama-sama menyatakan bahwa keberhasilan belajar siswa
dalam aspek kognitif adalah terdiri dari beberapa
DISIPLIN PENDIDIKAN DALAM PERSPEKTIF ISLAM
46
tingkatan. Dan baik menurut taxonomy Bloom maupun
Reeves, menghafal adalah aktivitas pembelajaran ranah
kognitif terendah. Namun menghafal adalah aktivitas
yang harus dilakukan agar dapat meningkat kepada
aktivitas belajar yang lebih tinggi.
PPST Ar-Risalah mewajibkan santri untuk
menghapal dan setelah itu santri wajib mengaplikasikan
materi yang sudah diajarkan dan dihapal tersebut dalam
bentuk kehidupan sehari-hari. Hal ini disebabkan PPST
Ar-Risalah Lirboyo Jawa Timur ini berusaha untuk
meningkatkan keberhasilan belajar santri dalam semua
ranah pembelajaran santri.
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dan
dilanjutkan dengan perhitungan dengan menggunakan
SPSS, diperoleh hasil rata-rata prestasi belajar santri
PPST Ar-Risalah dengan mengukur aspek kognitif santri
pada mata pelajaran matematika, Ilmu Pengetahuan Alam
(Sains), Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris.
Adapun hasil perhitungan dengan menggunakan
SPSS tersebut dari skor maksimum test 100. diperolehan
nilai santri sebagai berikut : Nilai tertinggi (maksimum)
adalah 76, nilai terendah (minimum) sebesar 39, standard
deviasi (Sd) sebesar 9.65 dan rerata (mean) sebesar 55.70.
Prestasi belajar tersebut selengkapnya dapat terlihat pada
tabel 3.2 dan gambar 3.3.
DISIPLIN PENDIDIKAN DALAM PERSPEKTIF ISLAM
47
Tabel 3.2 Prestasi Belajar Santri PPST Ar-Risalah
Nilai Frekuensi
36-42 8
43-49 12
50-56 9
57-63 22
64-70 8
71-77 5
Jumlah 64
Gambar 3.3 Prestasi Belajar Santri PPST Ar-Risalah
8 12
9
22
8 5
0
5
10
15
20
25
36-42 43-49 50-56 57-63 64-70 71-77
Frekuensi
Nilai
Frekuensi
DISIPLIN PENDIDIKAN DALAM PERSPEKTIF ISLAM
48
Dari tabel 3.2 dan gambar 3.3 terlihat bahwa nilai
santri menyebar secara merata antara nilai 39 sampai
dengan 77. Nilai rata-rata dengan frekuensi tertinggi yaitu
22, berada antara 57 sampai 63. nilai terendah antara 36-
42 sebanyak 8 siswa dan nilai tertinggi berada antara 71-
77 sebanyak 5 siswa.
Dari tabel dan gambar tersebut juga terlihat, nilai
santri menyebar secara normal, hal ini ditandai dengan
jumlah santri yang berdistribusi normal (membentuk
lonceng) antara prestasi belajar yang rendah, sedang dan
tinggi. Sebagian besar prestasi belajar santri berada pada
kriteria sedang, sedangkankan jumlah santri dengan
prestasi belajar rendah dan tinggi relative sedikit.
Nilai kognitif santri SLTP PPST Ar-Risalah untuk
mata pelajaran umum tidak termasuk kategori tinggi. Hal
ini disebabkan santri lebih terfokus pada mata pelajaran
agama dan pendidikan karakter yang diterapkan oleh
pondok pesantren serta padatnya materi agama yang
diajarkan di pondok pesantren tersebut.
b. Upaya PPST Ar-Risalah Dalam Meningkatkan
Ranah Kognitif Santri.
Dari hasil observasi penulis di PPST Ar-Risalah pada
Oktober 2013. PPST Ar-Risalah berusaha untuk
mencerdaskan ranah kognitif santri, baik berupa
kemampuan hapalan (knowledge), pemahaman
(comprehenship), penerapan (aplication), analisis
(analysis), sintesis (Syntesis) dan evaluasi (evaluation).
Dari hasil Wawancara dengan Kepala Sekolah SLTP
PPST Ar-Risalah, Lirboyo Jatim pada Oktober 2013.
Kriteria Ketuntasan Minimal yang ditentukan oleh
DISIPLIN PENDIDIKAN DALAM PERSPEKTIF ISLAM
49
sekolah untuk setiap mata pelajaran ditentukan
berdasarkan perhitungan dan ketentuan standard PPST
Ar-Risalah.
Bagi santri yang tidak tuntas untuk mata pelajaran
tertentu maka dilakukan remedial untuk memperbaiki
nilai yang diperoleh. Santri diwajibkan menghafal dan
memahami materi yang sudah diajarkan, baik pelajaran
agama maupun pelajaran umum. Santri juga diwajibkan
menghafal ayat-ayat al-Qur’an dan doa-doa sesuai dengan
yang telah ditentukan oleh PPST Ar-Risalah, sehingga
setiap hari aktivitas santri adalah menghafal.
2. Ranah Afektif Santri PPST Ar-Risalah
Belajar merupakan suatu kegiatan direncanakan yang
kompleks, dengan tujuan meningkatkan kualitas dan
kuantitas tingkah laku manusia dalam bentuk kognitif,
afektif dan psikomotoriknya, sehingga perlu adanya
pembelajaran yang berhubungan dengan pembentukkan
sikap dan nilai.
Hasil observasi di PPST Ar-Risalah pada bulan
Oktober 2013.Pembelajaran di PPST Ar-Risalah selain
meningkatkan kemampuan kognitif siswa, juga
meningkatkan ranah afektifnya, karena pembelajaran
afektif membantu siswa untuk memahami masalah-
masalah yang berhubungan dengan prinsip-prinsip kerja
kognitif, sosial dan keterampilan.
Shaphed menyatakan, pendidik untuk sekolah
lanjutan perlu untuk mengidentifikasi hasil belajar ranah
afektif yang berupa nilai-nilai, sikap dan perilaku
(Shaphed, 2010)
DISIPLIN PENDIDIKAN DALAM PERSPEKTIF ISLAM
50
Pembelajaran afektif menurut Neuman dan
Friedman melibatkan perubahan dalam perasaan, sikap
dan nilai-nilai yang membentuk pemikiran dan perilaku.
(Neuman dan Friedman, 2010). Demikian juga pada
pembelajaran di PPST Ar-Risalah.
Jakaria menyatakan pendidikan karakter bukan
hanya membentuk siswa secara komprehensif menjadi
pintar dan baik secara pribadi, tetapi juga membentuk
mereka menjadi aktor yang baik untuk perubahan dalam
hidupnya sendiri, yang pada gilirannya akan
menyumbangkan perubahan dalam tatanan sosial yang
lebih adil, baik, dan manusiawi (Jakaria, 2012).
Pengembangan ranah efektif pada nilai tidak bisa
dipisahkan dari ranah kognitif dan psikomotorik, karena
masalah nilai adalah masalah emosional dan arena itu
dapat berubah, berkembang, sehingga bisa dibina.
Perkembangan nilai-nilai atau moral tidak akan
terjadi sekaligus tetapi melalui tahap-tahap tertentu.
Tahapan-tahapan yang dilalui dalam proses pembentukan
sikap dapat terjadi melalui proses pembiasaan dan
modelling.
3. Ranah Psikomotorik Santri Pondok Pesantren
a. Ranah Psikomotorik Santri Pondok Pesantren
Ranah psikomotorik adalah ranah keterampilan
(skill), ranah ini berkaitan dengan kemampuan seseorang
menerima pembelajaran tertentu. Hasil dari ranah
psikomotorik ini sebenarnya adalah bentuk kelanjutan
dari ranah kognitif dan afektif dalam bentuk
kecenderungan berprilaku.
DISIPLIN PENDIDIKAN DALAM PERSPEKTIF ISLAM
51
Menurut Reeves, ranah psikomotorik terdiri dari :
komunikasi non diskursif, gerakan keterampilan,
kemampuan fisik, kemampuan persepsi, gerakan dasar,
gerakan reflektif (Reeves, 2006). Hal ini seperti terlihat
pada gambar 3.10.
Sumber : International Journal Learning Technology, 2006
Gambar 3.4. Ranah psikomotorik menurut Reeves.
Hasil belajar psikomotor ini sebenarnya merupakan
kelanjutan dari hasil belajar kognitif (memahami sesuatu)
dan dan hasil belajar afektif (yang baru tampak dalam
bentuk kecenderungan-kecenderungan berperilaku).
Ranah psikomotor berhubungan dengan hasil belajar
yang pencapaiannya melalui keterampilan manipulasi
yang melibatkan otot dan kekuatan fisik. Ranah
psikomotor adalah ranah yang berhubungan aktivitas
fisik, misalnya; menulis, memukul, melompat dan lain
sebagainya.
gerakan keterampilan
Kemampuan Fisik
kemampuan persepsi
gerakan dasar
gerakan
reflektif.
komunikasi non diskursif
DISIPLIN PENDIDIKAN DALAM PERSPEKTIF ISLAM
52
Pembinaan AlQur’an di PPST Ar-Risalah Lirboyo
Jawa Timur terdiri dari tarti>l al-Qur’an dan tilāwah al-Qur’an, tarti>l al-Qur’an yaitu pembelajaran tentang
qiro>’ah al- Qur’an secara tartil dan tila>wah al-Qur’an, adalah qiro>’ah al- Qur’an dengan irama. Pembelajaran ini
dibina oleh Umi Ustadhah Hj. F dan pelaksanaannya pada
setiap hari Jum’at. Untuk setiap Jum’at legi dilaksanakan
pembacaan shalawat Barzanji dan S}alawat Rebana.
b. Penilaian Ranah Hasil belajar Psikomotorik Santri
Hasil belajar psikomotor mencakup: (1) kemampuan
menggunakan alat dan sikap kerja, (2) kemampuan
menganalisis suatu pekerjaan dan menyusun urut-urutan
pengerjaan, (3) kecepatan mengerjakan tugas, (4)
kemampuan membaca gambar dan atau simbol, (5)
keserasian bentuk dengan yang diharapkan dan atau
ukuran yang telah ditentukan.
Dari penjelasan tersebut dapat disimpukan, dalam
penilaian hasil belajar psikomotor atau keterampilan
harus mencakup persiapan, proses, dan produk. Penilaian
dapat dilakukan pada saat proses berlangsung yaitu pada
waktu peserta didik melakukan praktik, atau sesudah
proses berlangsung dengan cara mengetes peserta didik.
PPST Ar-Risalah dalam rangka memberikan nilai
psikomotorik dilakukan dengan tiga cara, yaitu secara
pengamatan langsung, memberikan test kepada siswa
setelah pembelajaran dan melihat hasil setelah
pembelajaran selesai dilaksanakan.
Namun sebagian besar penilaian psikomotorik di
PPST Ar-Risalah melalui observasi atau pengamatan.
Observasi sebagai alat penilaian banyak digunakan untuk
DISIPLIN PENDIDIKAN DALAM PERSPEKTIF ISLAM
53
mengukur tingkah laku individu ataupun proses terjadinya
suatu kegiatan yang dapat diamati, baik dalam situasi
yang sebenarnya maupun dalam situasi buatan.
Dengan kata lain, observasi dapat mengukur atau
menilai hasil dan proses belajar atau psikomotorik.
Misalnya tingkah laku peserta didik ketika praktik,
kegiatan diskusi peserta didik, partisipasi peserta didik
dalam simulasi, dan penggunaan alins ketika belajar.
Observasi dilakukan pada saat proses kegiatan itu
berlangsung. Pengamat terlebih dahulu harus menetapkan
kisi-kisi tingkah laku apa yang hendak
diobservasinya,lalu dibuat pedoman agar memudahkan
dalam pengisian observasi.
Pengisian hasil observasi dalam pedoman yang dibuat
sebenarnya bisa diisi secara bebas dalam bentuk uraian
mengenai tingkah laku yang tampak untuk diobservasi,
bisa pula dalam bentuk memberi tanda cek (√) pada
kolom jawaban hasil observasi.
Tes untuk mengukur ranah psikomotorik yang
digunakan oleh PPST Ar-Risalah adalah untuk mengukur
keterampilan santri atau kinerja (performance) yang telah
dikuasai oleh santri berupa tes paper and pencil, tes
identifikasi, tes simulasi, dan tes unjuk kerja.
Selain melalui observasi, PPST Ar-Risalah juga
melakukan penilaian hasil belajar santri malalui beberapa
tahapan berikut, yaitu : (1) pengamatan langsung dan
penilaian tingkah laku peserta didik selama proses
pembelajaran praktik berlangsung, (2) sesudah mengikuti
pembelajaran, yaitu dengan jalan memberikan tes kepada
peserta didik untuk mengukur pengetahuan, keterampilan,
DISIPLIN PENDIDIKAN DALAM PERSPEKTIF ISLAM
54
dan sikap, (3) beberapa waktu sesudah pembelajaran
selesai dan kelak dalam lingkungan kerjanya.
Penilaian hasil belajar psikomotor juga dilakukan
Melalui: (1) kemampuan menggunakan alat dan sikap
kerja, (2) kemampuan menganalisis suatu pekerjaan dan
menyusun urut-urutan pengerjaan, (3) kecepatan
mengerjakan tugas, (4) kemampuan membaca gambar dan
atau simbol, (5) keserasian bentuk dengan yang
diharapkan dan atau ukuran yang telah ditentukan.
Dari penjelasan yang telah dipaparkan, dapat
disimpulkan bahwa dalam penilaian hasil belajar
psikomotor atau keterampilan harus mencakup persiapan,
proses, dan produk. Penilaian dapat dilakukan pada saat
proses berlangsung yaitu pada waktu peserta didik
melakukan praktik, atau sesudah proses berlangsung
dengan cara mengetes peserta didik.
E. Kontribusi Pemberian Sanksi terhadap Prestasi
Belajar
Ranah kognitif merupakan ranah yang berkaitan
dengan kegiatan mental (otak). Salah satu cara untuk
menentukan keberhasilan ranah kognitif adalah dengan
melakukan evaluasi belajar melalui test, baik berupa lisan
maupun tulisan. Dalam hal tersebut santri dituntut untuk
memperoleh nilai yang baik dalam prestasi belajar.
Dalam pembelajaran di PPST Ar-Risalah, santri
dituntut untuk mempunyai nilai yang baik, jika setelah
dilakukan evaluasi, santri mempunyai nilai dibawah
standart yang telah ditentukan, maka santri akan
dikenakan sanksi berupa jalan sambil jongkok.
DISIPLIN PENDIDIKAN DALAM PERSPEKTIF ISLAM
55
Pada pembelajaran diniyah santri diwajibkan
menguasai materi yang telah diajarkan pada waktu
sebelumnya dan jika santri tidak menguasai materi
tersebut, maka santri dikenakan sanksi fisik, baik berupa
push up, scott jump atau berdiri di sudut ruangan.
Dengan demikian, PPST Ar-Risalah menggunakan
pembelajaran dengan kedisiplinan tinggi untuk
meningkatkan meningkatkan prestasi belajar santri.
Adanya penerapan kedisiplinan dalam pendidikan tidak
pernah terlepas dari pemberian sanksi. Besarnya
kontribusi pemberian sanksi terhadap prestasi belajar
dantri di PPST Ar-Risalah Lirboyo,Jawa Timur, dihitung
berdasarkan persamaan statistika dengan menggunakan
program SPSS.
Dari hasil perhitungan statistic dengan program
SPSS diperoleh hasil bahwa pemberian sanksi dalam
pembelajaran di PPST Ar-Risalah Lirboyo, Jawa Timur
memberikan korelasi yang postif dan signifikans terhadap
prestasi belajar. hal ini terlihat dari hasil perhitungan
statistic dengan SPSS pada Tabel 3.3
Tabel 3.3 Nilai r dan r2 PemberianSanksi Terhadap Prestasi
Belajar Santri
Model R
R
Square
Adjusted R
Square Std. Error of the Estimate
1 .145a .021 .005 9.535
a. Predictors: (Constant), Sanksi
Pada tabel 3.3 terlihat bahwa diperoleh hasil r =
0.145 dan r2 = 0.021. perhitungan ini menunjukkan bahwa
DISIPLIN PENDIDIKAN DALAM PERSPEKTIF ISLAM
56
pemberian sanksi secara langsung mempunyai korelasi
(hubungan) yang positif dansignifikans sebesar 0.145.
Dengan demikian, jika pemberian sanksi
ditingkatkan, maka prestasi belajar juga menigkat secara
langsung, sedangkan nilai kontribusi sebesar 2.10%, ini
menunjukkan bahwa prestasi belajar siswa dapat
terjelaskan oleh pemberian sanksi sebesar 2.10 % dan
selebihnya dapat dijelaskan oleh variable lain.
Selanjutnya pada tabel 3.4, disajikan tentang tingkat
signifikansi dari pemberian sanksi terhadap prestasi
belajar santri. Dari tabel tersebut juga terlihat nilai F =
1.328 pada tingkat signifikansi 0.254. Hal ini dapat
dijelaskan bahwa pemberian sanksi secara langsung
mempunyai korelasi yang positif dan signifikans terhadap
prestasi belajar santri.dengan demikian dengan
meningkatnya pemberian sanksi terhadap santri maka
prestasi belajar santri juga meningkat secara signifikans.
Adapun nilai koefisien regresi dapat dilihat pada tabel
3.5,pada tabel tersebut terlihat nilai a = 54.411 dan nilai
b= 0.018. dengan demikian persamaan regresinya menjadi
y = 54.544 + 0.018X.
Tabel 3.4 ANOVAa Pemberian Sanksi Terhadap Prestasi Belajar Santri
Model
Sum of
Squares df
Mean
Square F Sig.
1 Regression 120.719 1 120.719 1.328 .254b
Residual 5636.718 62 90.915 Total 5757.438 63
a. Dependent Variable: Prestasi
b. Predictors: (Constant), Sanksi
DISIPLIN PENDIDIKAN DALAM PERSPEKTIF ISLAM
57
Tabel 3.5 Coefficientsa
Model
Unstandardized
Coefficients
Standardized
Coefficients
t Sig. B Std. Error Beta
1 (Constant) 54.411 1.573 34.588 .000
Sanksi .018 .015 .145 1.152 .254
a. Dependent Variable: Prestasi
Dari persamaan tersebut terlihat bahwa jika tidak ada
variable pemberian sanksi maka nilai prestasi belajar santri
adalah 54.544 dan jika pemberian sanksi dinaikkan
sebanyak satu satuan, maka prestasi belajar menjadi
meningkat sebanyak 0.018 satu satuan. Pernyataan ini
dapat dilihat pada gambar 3.5.
Gambar 3.5 Korelasi Pemberian Sanksi Terhadap Prestasi
Belajar Santri
DISIPLIN PENDIDIKAN DALAM PERSPEKTIF ISLAM
58
Dari gambar 3.5 terlihat bahwa pemberian sanksi,
dengan tanpa melibatkan variabel lain, memberikan
korelasi yang positif dan signifikans terhadap prestasi
belajar santri. Hal ini berarti bahwa untuk meningkatkan
prestasi belajar, perlu adanya pemberian sanksi. Semakin
tinggi sanksi yang diberikan, semakin tinggi prestasi
belajar yang diraih santri.
F. Pembentukkan Perilaku dan Sikap Siswa dalam
Belajar.
Pondok pesantren sejak masa berdirinya, yaitu abad
ke 15 sampai saat ini memberikan kontribusi positif dan
signifikan terhadap pembangunan karakter bangsa.
Pengembangan karakter nasional yang koheren dilakukan
melalui proses sosialisasi, pendidikan dan pembelajaran di
pondok pesantren. Oleh karena itu pesantren mempunyai
ciri sebagai lembaga yang mengembangkan pendidikan
karakter.
Menurut Park pendidikan karakter sangat penting,
karena karakter kekuatan vital yang memainkan peranan
penting untuk perkembangan positif dan kesejahteraan
sosial. Kekuatan ini dapat dibudidayakan dan diperkuat
oleh pola asuh yang tepat, sekolah, berbagai program
pembangunan pemuda, dan masyarakat yang sehat.
Dengan demikian karakter seseorang dapat dibentuk
melalui pola asuh yang tepat( Park, 2006)
Pengajaran dalam domain afektif menurut Allen dan
Friedman diperlukan untuk memfasilitasi pembangunan
dalam nilai-nilai, etika, estetika, dan perasaan siswa
pekerjaan sosial. Hal ini bisa dibilang tipe yang paling
rumit dari mengajar karena mengintegrasikan kognisi,
perilaku, dan perasaan(Allen dan Friedman, 2010).
DISIPLIN PENDIDIKAN DALAM PERSPEKTIF ISLAM
59
PPST Ar-risalah dalam rangka memberntuk perilaku
santri, meggunakan 5 metode yaitu : Metode keteladanan
(Uswah h}asanah), metode Latihan dan Pembiasaan,
metode nasehat (mau’iz}ah), metode kedisiplinan dan
metode Pemberian sanksi (Sanksi).
Dari uraian tersebut dapat disimpulkan, dalam
pembelajaran di PPST Ar-Risalah menerapkan sanksi sebagai cara pemaksaan pembelajaran kepada para santri.
Pemaksaan ini dilakukan dengan maksud agar santri
terbiasa melakukan perbuatan baik.
Pemaksaan dalam pendidikan dimaksudkan sebagai
bentuk pembiasaan. Menurut Pierce dan Cheney,
pembiasaan (habituasi) adalah proses perilaku yang telah
terjadi karena sejarah filogenetik, hal ini dapat terjadi
melalui pengulangan suatu kejadian. Secara fisiologi
pembiasaan atau habituasi bisa terjadi karena telah
adanya pembangunan busur refleks pada diri seseorang
(Pierce dan Ceney. 2004).
Dengan demikian pemaksaan dalam pendidikan
merupakan suatu cara pembatasan kebebasan siswa
melalui pemberian sanksi terhadap pelanggaran yang
dilakukan, memberitahukan tentang apa yang boleh dan
tidak boleh dilakukan melalui kewajiban dan larangan dan
adanya kontrol yang ketat terhadap aktivitas siswa.
Belajar membentuk sikap melalui pembiasaan itu
juga dilakukan oleh Skinner melalui teorinya operant conditioning. Pembentukkan sikap yang dilakukan
Skinner menekankan pada proses peneguhan respon anak.
Setiap kali anak menunjukkan prestasi yang baik
diberikan penguatan (penguatan) dengan cara
memberikan hadiah atau perilaku yang menyenangkan.
Lama-kelamaan anak berusaha meningkatkan sikap
DISIPLIN PENDIDIKAN DALAM PERSPEKTIF ISLAM
60
positifnya.
Pemaksaan pendidikan di PPST dalam rangka
membentuk sikap afektif dalam proses belajar mengajar
dilakukan dengan melakukan beberapa tahapan, yaitu
tahapan receiving, responding, valuing, organizing dan characterization.
Tahapan receiving dilakukan antara lain dengan
mewajibkan santri memperhatikan guru pada saat
pembelajaran, bagi santri yang tidak menyimak akan
dikenakan sanksi. Seperti yang terjadi pada Mohammad
Fahmi yang dilempar dengan benda karena mengobrol di
dalam kelas.
Hal yang sama juga dinyatakan oleh beberapa santri
yang mendapatkan sanksi karena pada saat pembinaan
santri, dianggap tidak memperhatikan materi yang
disampaikan guru. Keadaan ini menunjukkan bahwa
pada saat proses belajar mengajar santri tidak boleh
melakukan aktivitas lain selain menyimak,
memperhatikan dan belajar.
PPST Ar-Risalah, pada tingkat receiving atau attending, juga mengarahkan peserta didik untuk
memiliki keinginan memperhatikan suatu fenomena
khusus atau stimulus tertentu, agar peserta didik senang
melakukan perbuatan baik, misalnya melaksanakan
ibadah wajib dan ibadah sunah. Ibadah sunnah
dilaksanakan seperti ibadah wajib, yaitu dilakukan secara
rutin dan terkoordinir. Hal ini terlihat, tidak hanya pada
pelaksanaan s}alat sunnah yang dilakukan seperti s}alat wajib, tetapi pelaksanaan puasa sunnah.
Ranah afektif tingkat kedua adalah responding.
Responding merupakan partisipasi aktif peserta didik,
DISIPLIN PENDIDIKAN DALAM PERSPEKTIF ISLAM
61
yaitu sebagai bagian dari perilakunya. Pada tingkat ini
peserta didik tidak saja memperhatikan fenomena khusus
tetapi ia juga sudah memberikan reaksi. Hasil
pembelajaran pada ranah ini menekankan pada
pemerolehan respons, berkeinginan memberi respons, atau
kepuasan dalam memberi respons.
Pembentukan sikap santri untuk tingkat responding
terlihat dari setiap santri diwajibkan untuk memberikan
respon terhadap materi pembelajaran. PPST Ar-Risalah
mengadakan pembelajaran agar santri memiliki
kemampuan responding dilakukan melalui metode
diskusi, baik pada saat pembelajaran di kelas maupun
pada saat pembelajaran di pondok pesantren.
Pembelajaran di pondok pesantren dilakukan metode
diskusi pada mata pelajaran bahthul masa>’il, yaitu
membahas masalah – masalah yang diberikan oleh
pondok-pesantren. Pembelajaran ini dilakukan setiap
kamis malam. Namun bahthul masa>il hanya
diperuntukkan bagi santri untuk tingkat SLTA,
sedangkan untuk SLTP harus belum ada pembelajaran
bahthul masa>il.
Valuing melibatkan penentuan nilai, keyakinan atau
sikap yang menunjukkan derajat internalisasi dan
komitmen. Derajat rentangannya mulai dari menerima
suatu nilai, sampai pada tingkat komitmen. Hal ini
dilakukan PPST Ar-Risalah, yaitu melalui pembinaan
penanaman nilai terhadap suatu aktivitas pembelajaran,
ibadah dan kehidupan keseharian santri. Santri tidak
hanya diwajibkan mentaati sejumlah peraturan, tetapi
juga ditanamkan tentang nilai-nilai yang terkandung di
dalamnya.
DISIPLIN PENDIDIKAN DALAM PERSPEKTIF ISLAM
62
Valuing atau penilaian didasarkan pada internalisasi
dari seperangkat nilai yang spesifik. Hasil belajar pada
tingkat ini berhubungan dengan perilaku yang konsisten
dan stabil berkaitan dengan nilai yg dianut. Dalam tujuan
pembelajaran, penilaian ini diklasifikasikan sebagai sikap
dan apresiasi.
Hal ini juga dinyatakan oleh para santri PPST Ar-
Risalah, yang sebelum melakukan pembelajaran di PPST
Ar-Risalah sangat tidak disiplin, baik dalam meletakkan
barang, mengatur aktivitas pembelajaran dan beribadah,
setelah sekolah di PPST tumbuh menjadi anak yang
disiplin baik dalam hal mengatur barang-barang miliknya
sendiri maupun ibadah wajib dan sunah seperti yang
diajarkan di PPST Ar-risalah.
Sedangkan beberapaorang tua, penulis sudah
melakukan wawancara dan diperoleh hasil bahwa setelah
anaknya sekolah di PPST Ar-Risalah, tumbuh menjadi
anak yang tidak egois, taat beribadah dan disiplin.
Penggunaan sanksi yang digunakan dalam
meningkatkan ranah afektif siswa, menunjukkan adanya
kemampuan yang dapat dimiliki siswa antara lain
menunjukkan penerimaan dengan mengiyakan,
mendengarkan, dan menanggapi sesuatu (receiving),
berperan serta dalam diskusi melalui kegiatan
menanggapi (responding), mendukung atau menentang
suatu gagasan (valuing), mendiskusikan permasalahan,
merumuskan masalah, menyimpulkan suatu gagasan
(organization), dan kemampuan dalam mencari
penyelesaian suatu masalah (characterization).
Kelima aspek kemampuan yang diperoleh melalui
penerapan sanksi dalam pembelajaran merupakan aspek-
DISIPLIN PENDIDIKAN DALAM PERSPEKTIF ISLAM
63
aspek kemampuan siswa dalam ranah afektif. Oleh karena
itu, penggunaan sanksi dalam proses belajar mengajar
dapat meningkatkan kemampuan afektif siswa.
G. Kendala Dalam Pembelajaran Afektif
Pembelajaran di PPST Ar-Risalah, sama seperti hal
yang tejadi di tempat lainnya dalam hal pembelajaran
afektif, yaitu mendapat kendala. Pembentukkan sikap
peserta didik merupakan aspek yang sangat penting,
disamping aspek pembentukkan kemampuan intelektual
untuk membentuk kecerdasan peserta didik dan
pembentukkan keterampilan untuk mengembangkan
kompetensi agar peserta didik memiliki kemampuan
motorik.
Proses pendidikan bukan hanya membentuk
kecerdasan dan memberikan ketrampilan tertentu saja,
akan tetapi juga membentuk dan mengembangkan sikap
agar anak berperilaku sesuai dengan norma-norma yang
berlaku di masyarakat.
Dalam pendidikan di sekolah, proses pembelajaran
sikap kadang-kadang terabaikan. Hal ini disebabkan
proses pembelajaran sikap berkaitan dengan pembentukan
nilai-nilai yang terdapat dalam diri santri. Adapun
penyebab dari kendala dalam pembelajaran afektif adalah
sebagai berikut.
Pertama, selama ini proses pendidikan sesuai dengan
kurikulum yang berlaku cenderung diarahkan untuk
pembentukkan intelektual. Dengan demikian,
keberhasilan proses pendidikan dan proses pembelajaran
di sekolah ditentukkan oleh kriteria kemampuan
intelektual (kemampuan kognitif). Akibatnya, upaya yang
DISIPLIN PENDIDIKAN DALAM PERSPEKTIF ISLAM
64
dilakukan setiap guru diarahkan kepada bagaimana agar
anak dapat menguasai sejumlah pengetahuan sesuai
dengan standart isi kurikulum yang berlaku, oleh karena
kemampuan intelektual identik dengan penguasaan materi
pelajaran.
Hal ini dapat dilihat dari berbagai macam bentuk
evaluasi yang dilakukan baik evaluasi tingkat sekolah,
tingkat wilayah, maupun evaluasi nasional diarahkan pada
kemampuan anak menguasai materi pelajaran.
Kedua, sulitnya melakukan kontrol karena banyak
faktor yang dapat mempengaruhi perkembangan sikap
seseorang. Pengembangan kemampuan sikap bukan hanya
ditentukan oleh faktor guru, akan tetapi juga faktor-faktor
lain terutama faktor lingkungan.
Hal tersebut mengindikasikan bahwa walaupun di
sekolah, guru berusaha memberikan contoh yang baik,
akan tetapi manakala tidak didukung oleh lingkungan
anak baik lingkungan sekolah maupun lingkungan
masyarakat, maka pembentukan sikap akan sulit
dilaksanakan.
H. Upaya-Upaya yang Dilakukan PPST Ar-Risalah
Dalam Meningkatkan Prestasi Belajar.
Prestasi meningkat bukan hanya dambaan setiap
siswa maupun orang tua murid, guru pun memiliki
harapan akan peningkatan prestasi belajar siswa yang
dibinanya. Akan tetapi tidak banyak guru memiliki ilmu
atau kemampuan tentang strategi peningkatan prestasi
belajar siswa.
65
BAB IV
PEMBERIAN SANKSI DALAM DISIPLIN
PENDIDIKAN
Dalam ilmu pendidikan, disiplin merupakan cara
menjaga kelangsungan kegiatan pendidikan. Hal ini
disebabkan disiplin merupakan cara menciptakan suasana
pembelajaran yang kondusif, sehingga proses
pembelajaran bisa berjalan secara efektif.
Metode pembelajaran dengan menerapkan sikap
disiplin ini identik dengan pemberian hukuman atau
sanksi. Pemberian sanksi bertujuan untuk menumbuhkan
kesadaran siswa bahwa apa yang dilakukan tersebut tidak
benar, sehingga ia tidak mengulanginya lagi.
Pembentukan sikap lewat kedisiplinan ini
memerlukan ketegasan dan kebijaksanaan. Ketegasan
mengharuskan seorang pendidik memberikan sanksi bagi
pelanggar, sementara kebijaksanaan mengharuskan
pendidik berbuat adil dan arif dalam memberikan sanksi,
tidak terbawa emosi atau dorongan lain. Begitu penting
pemberian sanksi dalam membentuk kedisiplinan siswa,
sehingga kedisiplinan selalu bersamaan dengan pemberian
sanksi.
DISIPLIN PENDIDIKAN DALAM PERSPEKTIF ISLAM
66
Berikut disajikan tentang kontribusi penerapan
pembelajaran dengan pemberian sanksi dalam
meningkatkan kedisiplinan siswa dan tentang kontribusi
penerapan sikap disiplin siswa terhadap prestasi belajar.
A. Kontribusi Pemberian Sanksi dalam Meningkatkan
Kedisiplinan Siswa
Sanksi merupakan salah satu upaya yang dapat
dilakukan untuk menciptakan kedisiplinan dalam belajar.
Dengan demikian, pemberian sanksi dapat digunakan
untuk meningkatkan kedisiplinan siswa. Dari hasil
penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa
sanksi mempunyai derajat keeratan hubungan yang cukup
tinggi dengan tingkat kedisiplinan siswa di sekolah
(r=0.255), ini menunjukkan bahwa perlu adanya
pemberian sanksi dalam meningkatkan kedisiplinan siswa.
Nilai koefisien determinasi atau besarnya nilai
kontribusi pemberian sanksi terhadap kedisiplinan siswa
dapat dilihat melalui nilai koefisien determinasi yang
dapat diperoleh melalui perhitungan sebagai berikut:
Koefisien Determinasi (KD) =r2 x 100%.
Dari hasil penelitian diperoleh hasil, nilai Koefisien
Determinasi (KD) pemberian sanksi terhadap kedisiplinan
siswa sebesar 6.50 %. Hal ini berarti 6.5% kedisiplinan
siswa dapat dijelaskan oleh variable pemberian sanksi dan
sisanya yaitu sebesar 93.50% dijelaskan oleh variable lain.
Hubungan antara pemberian sanksi dengan tingkat
kedisiplinan siswa merupakan hubungan yang positif, ini
berarti dengan semakin tinggi tingkat pemberian sanksi,
maka tingkat kedisiplinan menjadi semakin tinggi pula.
DISIPLIN PENDIDIKAN DALAM PERSPEKTIF ISLAM
67
Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Hurlock yang
menyatakan, konsep umum dari disiplin adalah sama
dengan sanksi (Hurlock, 1997). Hal ini juga
mengindikasikan bahwa pemberian sanksi dan disiplin
dua hal yang selalu berdampingan dan tidak bisa
dipisahkan.
Berikut disajikan tabel hasil perhitungan nilai
koefisien korelasi( r ) dan nilai r 2 dari hasil penelitian
antara variable pemberian sanksi terhadap kedisiplinan
siswa.
Tabel 4.1 Model Summary
Model R R Square
Adjusted R
Square
Std. Error of the
Estimate
1 .255a .065 .050 1086.808
a. Predictors: (Constant), Sanksi
Tabel4.2 ANOVAa
Model
Sum of
Squares df Mean Square F Sig.
1 Regression 5092927.51 1 5092927.51 4.31 .042b
Residual 73231447.48 62 1181152.379 Total 78324375.00 63
a. Dependent Variable: Kedisiplinan
b. Predictors: (Constant), Sanksi
Tabel4.3 Coefficientsa
Model
Unstandardized
Coefficients
Standardized
Coefficients
t Sig. B
Std.
Error Beta
1 (Constant) 5341.369 179.307 29.789 .000
Sanksi 3.598 1.733 .255 2.076 .042
a. Dependent Variable: Kedisiplinan
DISIPLIN PENDIDIKAN DALAM PERSPEKTIF ISLAM
68
Dari tabel 4.1, 4.2 dan 4.3 terlihat bawa pemberian
sanksi mempunyai korelasi yang positif dan signifikans
terhadap kedisiplinan siswa, dengan demikian semakin
tinggi pemberian sanksi,maka semakin tinggi tingkat
kedisiplinan. Hal ini juga sesuai dengan pernyataan
Harlock,bahwa kedisiplinan selalu bersamaan dengan
pemberian sanksi (Hurlock, 1997).
Selanjutnya kontribusi pemberian sanksi terhadap
tingkat kedisiplinan santri sebesar 6.5%. artinya bahwa
kedisiplinan dapat dijelaskan oleh pemberian sanksi
sebesar 6.5%, selebihnya dijelaskan oleh variable lain.
Nilai koefisien regeresi yang diperoleh adalah a =
5341.369 dan b = 3.598. Nilai tersebut signifikans pada F
= 4.31pada taraf signifikansi 0.042. Adapun Hubungan
antara pemberian sanksi dengan kedisiplinan siswa seperti
terlihat pada gambar 4.1.
Gambar 4.1 Hubungan antara Sanksi dengan Kedisiplinan Siswa
DISIPLIN PENDIDIKAN DALAM PERSPEKTIF ISLAM
69
Dari gambar 4.1 terlihat bahwa pemberian sanksi
(Punishment) dapat meningkatkan kedisiplinan siswa,
sehingga setiap kenaikan nilai pada pemberian sanksi,
mengakibatkan kenaikan nilai pula pada tingkat
kedisiplinan. Hal ini disebabkan dengan adanya
pemberian sanksi, siswa akan berusaha untuk berhati-hati
dalam bersikap dan berusaha untuk tidak melanggar tata
tertib yang ada, sehingga kedisiplinan akan tercipta.
Pernyataan ini tersebut sesuai dengan pernyataan
Compos bahwa untuk menerapkan kedisiplinan maka
perlu adanya penerapan sanksi, karena dengan begitu
siswa akan merasa takut dan tunduk yang pada akhirnya
akan tumbuh rasa tanggung jawab (Compos, 2002).
Seperti dinyatakan oleh beberapa santri di PPST Ar-
Risalah, adanya sanksi membuat santri menjadi hati-hati
dalam bersikap. Adanya sanksi juga membuat santri
merasa takut untuk melanggar aturan yang telah
ditetapkan. Hal ini menunjukkan bahwa pemberian sanksi
dapat meningkatkan tingkat kedisiplinan santri.
Pemberian sanksi selama dilakukan dengan batas-
batas kemanusiaan dan tidak menimbulkan penderitaan
pada para santri, diperbolehkan untuk dilakukan.
Seperti pernyataan latif bahwa menurut Ibn Sina,
pemberian sanksi dalam pendidikan, selama dalam batas
kemanusiaan dan tidak menimbulkan penderitaan pada
siswa dan dengan tujuan mendisiplinkan siswa boleh
dilakukan (Latif, 2014).
DISIPLIN PENDIDIKAN DALAM PERSPEKTIF ISLAM
70
B. Upaya – Upaya Pondok Pesantren Dalam
Meningkatkan Kedisiplinan Siswa.
Menurut Kilimci, kedisiplinan siswa merupakan hal
yang penting agar siswa mentaati peraturan-peraturan
yang telah ditetapkan, karena sikap siswa yang tidak
disiplin dapat menyebabkan terciptanya lingkungan
belajar yang tidak aman dan akan memberikan
penampilan yang buruk bagi siswa (Kilimci, 2009).
Dengan demikian, sanksi dalam pendidikan biasanya
diberikan dalam rangka meningkatkan kedisiplinan siswa.
Menurut Nakpodia, pendekatan yang dapat digunakan
dalam rangka menciptakan kedisiplinan adalah sanksi
fisik, skorsing dan pengusiran siswa dari kelas (Nakpodia,
2010)
Pondok Pesantren Salafiyah Terpadu Ar-Risalah
dalam rangka menciptakan kedisiplinan siswa
memberikan sanksi baik dalam bentuk sanksi fisik
maupun non fisik sanksi bagi setiap pelanggaran yang
dilakukan. Namun sanksi fisk yang diberikan tidak pada
tempat-tempat yang membahayakan.
Dari hasil wawancara yang penulis lakukan,
Pemberian sanksi fisik yang biasa diberikan di PPST Ar-
Risalah Lirboyo, Jawa Timur dalam bentuk : dijewer,
disiram air, berdiri di sudut ruangan, skot jump, push up
dan lari mengelilingi lapangan.ada juga santri yang
sampai ditampar, yaitu jika pelanggaran dilakukan oleh
santri yang merangkap sebagai pengurus pondok dan
kesalahan yang dilakukan berulang-ulang.
Memberikan sanksi fisik diperbolehkan asalkan
memenuhi kriteria tertentu, yaitu membolehkan guru
untuk memukul siswanya jika melakukan kesalahan.
DISIPLIN PENDIDIKAN DALAM PERSPEKTIF ISLAM
71
memukul hanya untuk mendidik bukan balas dendam dan
dalam memberikan sanksi fisik, harus menghindari
memukul wajah. Selain itu, ada juga sanksi yang bersifat
psikis yaitu sanksi yang diterapkan pada peserta didik
bukan dengan pukulan atau sanksi, namun dengan
memberikan kegiatan yang menggunakan pikiran dan
tenaga sebagai gantinya sanksi yaitu dengan
memebersihkan kamar mandi atau juga dengan
memeberikan tugas mengerjakan sesuatu yaitu tugas
materi yang berkaitan dengan sanksinya.
Jadi, konsep sanksi yang diberikan di PPST Ar-
Risalah meskipun berbentuk pemaksaan tapi tidak
berbentuk kekerasan. Karena kekerasan yang berlebihan
dalam pendidikan dapat menjadikan anak bersikap
penakut, lemah, malas, tidak semangat, menyeretnya
untuk berdusta dan lari dari tugas.
C. Mendidik melalui kedisiplinan
PPST Ar-Risalah memberikan berbagai peraturan
yang harus dilaksanakan santri pada saat pembelajaran di
dalam kelas. Dari hasil wawancara dengan santri
diperoleh hasil, santri yang tidak disiplin akan diberikan
sanksi baik berupa sanksi fisik maupun sanksi non fisik.
Adapun tujuan dari pemberian sanksi adalah agar santri
bersikap disiplin pada saat pembelajaran.
Ketika belajar di kelas santri tidak mempunyai
kebebasan untuk melakukan aktivitas, semua yang
dilakukan harus sesuai dengan aturan dan norma-norma
yang telah ditetapkan oleh pondok pesantren.
Tingginya sikap kedisiplinan yang diterapkan oleh
pondok pesantren terhadap aktivitas santri bertujuan
DISIPLIN PENDIDIKAN DALAM PERSPEKTIF ISLAM
72
untuk menciptakan suasa belajar yang kondusif dan agar
tujuan pendidikan yang telah ditentukan PPST Ar-Risalah
dapat tercapai.
D. Mendidik Melalui Pemberian Sanksi.
Metode penerapan sanksi merupakan metode utama
dalam pembelajaran di PPST Ar-Risalah. Semua
pelanggaran yang dilakukan pasti akan dikenakan sanksi.
Menurut Nakpodia Untuk mencegah terjadinya sikap
siswa yang tidak disiplin maka perlu adanya
sanksi(Nakpodia, 2010).
Secara umum model pembelajaran yang dgunakan di
PPST Ar-Risalah menganut teori behaviorisme. Rosyada
menyatakan, teori behaviorisme merupakan teori
pendidikan yang memandang bahwa belajar merupakan
proses perubahan tingkah laku kepada kebaikan dan
kegagalan dalam pembelajaran dianggap sebagai
kesalahan yang perlu dihukum (Rosyada, 2009).
Dari hasil wawancara penulis dengan pengasuh PPST
Arrisalah pada Oktober 2013 diperoleh temuan bahwa
pemberian sanksi terhadap kesalahan yang dilakukan
santri bertujuan untuk mendidik santri untuk menjauhi
kejahatan dan untuk mendidik santri bahwa semua yang
dilakukan manusia perlu dipertanggungjawabkan.
Metode ini mengarah kepada memberikan tekanan
upaya menjauhi kejahatan atau dosa. Di pesantren,
metode ini biasanya diterapkan dalam pengajian-
pengajian, baik sorogan maupun bandongan. Sanksi di
PPST Ar-Risalah dikenal dengan istilah ta’zir. Ta’zi>r diberikan kepada santri yang melakukan pelanggaran.
DISIPLIN PENDIDIKAN DALAM PERSPEKTIF ISLAM
73
sanksi yang diberikan berupa sanksi fisik dan sanksi non
fisik.
Sanksi fisik diberikan bagi santri yang mempunyai
prestasi buruk adalah dengan memerintahkan santri
berjalan sambil berjongkok sejauh beberapa meter.
Sanksi non fisik yang diberikan guru kepada santri yang
tidak berprestasi adalah santri tidak mendapatkan
perhatian guru. Oleh karena itu para santri melakukan
persaingan untuk memperolah prestasi yang tinggi.
Bahkan seorang santri merasa takut untuk melakukan
kesalahan dalam kelas, karena setiap pelanggaran akan
dikenakan sanksi.
Bentuk pelanggaran kedisiplinan santri PPST Ar-
Risalah yang berhubungan dengan prestasi belajar antara
lain adalah : keterlambatan masuk ke dalam kelas, tidak
mengerjakan tugas yang diberikan guru, tidak membawa
buku sesuai dengan mata pelajaran, tidak tertib dan
melakukan kegaduhan di dalam kelas serta tidak
memperhatikan guru pada saat menjelaskan. Pelanggaran
yang paling sering terjadi adalah santri mengantuk pada
saat belajar dan sanksi yang diberikan adalah berdiri di
sudut ruangan kelas.
DISIPLIN PENDIDIKAN DALAM PERSPEKTIF ISLAM
74
75
BAB V
DISIPLIN DAN SUASANA BELAJAR YANG
KONDUSIF
Kedisiplinan siswa merupakan sikap siswa dalam
mematuhi pelaksanaan tata tertib yang ditentukan.
Disiplin sekolah didefinisikan oleh Kilimci sebagai semua
kebijakan yang ditentukan sekolah untuk mencegah siswa
melakukan pelanggaran terhadap peraturan dan
pelaksanaan disiplin dengan baik, dapat menciptakan
suasana belajar yang kondusif dan produktif (Kilimci,
2009).
Dengan demikian, penerapan disiplin yang efektif
terhadap seluruh siswa dapat menciptakan lingkungan
belajar yang produktif, karena melalui sikap siswa yang
disiplin, maka akan tercipta suasana belajar yang
kondusif.
Untuk mendukung pernyataan tersebut, berikut
dituliskan tentang pelaksanaan disiplin yang dapat
menciptakan suasana belajar yang kondusif dan produktif
di PPST Ar-Risalah, Lirboyo, Jawa Timur.
DISIPLIN PENDIDIKAN DALAM PERSPEKTIF ISLAM
76
A. Kegiatan Harian Pondok Pesantren
Kegiatan harian di Pondok Pesantren Salafiyah
Terpadu (PPST) Ar-Risalah merupakan kegiatan yang
terjadi baik pada aktivitas di pondok pesantren maupun
aktivitas pada saat belajar mengajar. Kegiatan harian di
PPST Ar-Risalah ini telah terjadi sejak pukul 03.30 atau
sebelum subuh,yang dimulai dengan Qiya>m al lail atau
s}alah malam.
Kegiatan harian PPST Ar-Risalah tidak terlepas dari
pelaksanaan tata tertib yang telah ditetapkan pondok
pesantren. Pelanggaran terhadap tata tertib akan
dikenakan sanksi baik berupa sanksi fisik maupun sanksi
non fisik sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan.
1. Pelaksanaan Tata Tertib
Tata tertib merupakan sejumlah aturan tertulis yang
harus dipatuhi. Pelanggaran terhadap tata tertib perlu
mendapatkan sanksi. Hal ini disebabkan tujuan dari
dibuatnya tata tertib adalah untuk mendisiplinkan siswa.
Nakpodia menyatakan, untuk mencegah terjadinya sikap
siswa yang tidak disiplin, perlu adanya punishment atau
sanksi (Nakpodia, 2010).
Tata tertib yang terdapat di PPST Ar-Risalah, terbagi
kepada tata tertib pondok pesantren dan tata tertib di
sekolah.
a. Tata Tertib Pondok Pesantren
Pelaksanaan tata tertib di PPST Ar-Risalah
merupakan sikap anggota sekolah dalam melaksanakan
tata tertib yang telah ditentukan. Tata tertib Pondok
DISIPLIN PENDIDIKAN DALAM PERSPEKTIF ISLAM
77
Pesantren Salafiyah Terpadu (PPST){ terdiri dari tata
tertib santri, tata tertib guru dan tata tertib wali santri.
Pelaksanaan tata tertib ini bertujuan untuk
menegakkan kedisiplinan yang telah ditentukan oleh
PPST Ar-Risalah. Al Ra’i menyatakan, disiplin sekolah
bertujuan untuk memperkuat proses pendidikan dan
menghilangkan hambatan yang menghalangi tercapainya
tujuan tersebut (Al-Ra’i, 2013).
Dari hasil wawancara dengan pengurus PPST Ar-
Risalah diperoleh temuan bahwa pelaksanaan penegakan
tata tertib di PPST ini dilakukan melalui pengontrolan
ketat terhadap semua aktivitas santri. Pihak pondok tidak
segan-segan memberikan sanksi (punishment) bagi setiap
pelanggaran yang terjadi dan santri dianggap melakukan
pelanggaran terhadap tata tertib apabila santri tidak
melaksanakan kewajiban atau santri melakukan kegiatan
larangan.
Sanksi pada PPST Ar-Riasalah bervariasi mulai dari
teguran, denda berupa uang sampai kepada sanksi fisik. Selanjutnya Straus mengartikan sanksi fisik sebagai
penggunaan kekuatan fisik yang menimbulkan
pengalaman rasa sakit pada anak, tetapi tidak sampai
melukai dengan tujuan sebagai koreksi atau control
terhadap tingkah laku anak (Straud and Inderbitzin,
2006).
Dari uraian tersebut dapat disimpulkan, setiap
pelanggaran terhadap tata tertib di PPST Ar-Risalah
dikenakan sanksi, baik sanksi fisik maupun sanksi non
fisik, namun sanksi tersebut tidak sampai melukai santri.
Karena sanksi yang diberikan bertujuan hanya sebagai
kontrol terhadap perilaku santri.
DISIPLIN PENDIDIKAN DALAM PERSPEKTIF ISLAM
78
1) Tata Tertib Santri
Kegiatan harian pondok dimulai sejak pukl 03.30
WIB. Pada jam tersebut seluruh santri dibangunkan untuk
segera mempersiapkan diri melaksanakan s}alat malam
atau qiya>m al lail, s{alat tersebut dilaksanakan secara
bersama dan rutin dilakukan setiap malam. s}alat malam
yang dilakukan meliputi : S}alat ha>jat, s}alat tahajjud dan
dilanjutkan dengan s}alat s}ubuh berjamaah.
Suasana yang cukup religius dirasakan pada lokasi
tersebut. Santri memulai aktivitas dengan s}alat sunnah
berjamaah, dilanjutkan dengan s}alat s}ubuh berjamaah.
Pada saat melaksanaan s}alat ini santri tidak boleh datang
terlambat, tidak boleh mengantuk atau melakukan
aktivitas lain yang tidak ada hubungan dengan ibadah.
Jika santri melakukan pelanggaran, maka akan
mendapat sanksi, yaitu berupa berdiri di sudut ruangan,
scott jump atau bahkan push up. Lamanya sanksi
tergantung pada pelanggaran yang dilakukan santri.
Pengurus pondok pesantren melakukan pengontrolan
ketat terhadap semua aktivitas santri, sejak santri masih
berada di pondok pesantren maupun pada saat santri
sedang melakukan proses belajar mengajar di sekolah
dengan tujuan tercipta kedisiplinan.
Adanya kontrol yang ketat menunjukkan bahwa
pembelajaran di PPST ini menggunakan teori
pembelajaran behaviorisme, yaitu teori yang menyatakan
agar proses pembelajaran dapat berhasil, maka perlu
adanya kontrol yang ketat.
Hal ini diharapkan santri menjadi pribadi yang
memiliki kedisiplinan yang tinggi. Sesuai dengan
DISIPLIN PENDIDIKAN DALAM PERSPEKTIF ISLAM
79
pernyataan Hamdawi, Pendidikan dan pendisiplinan
bertujuan untuk memelihara sosialisasi pelajar dengan
benar. Sehingga pendidikan diharapkan juga berkontribusi
terhadap pelestarian nilai-nilai dan kebiasaan masyarakat
dalam membentuk warga negara yang baik (Hamdawi,
2014).
Santri diwajibkan untuk istirahat berupa tidur siang.
Kegiatan ini dilakukan sebelum para santri pondok
pesantren melanjutkan kegiatan pada Pendidikan
Diniyyah yang dilaksanakan setelah s}alat as}ar hingga
maghrib.
Istirahat siang harus dilakukan santri dan jika santri
tidak melaksanakan aktivitas ini maka santri akan terkena
sanksi. Hal ini dilakukan agar santri tidak merasa
kelelahan secara fisik untuk melanjutkan aktivitas
berikutnya, karena bagaimanapun fisik membutuhkan
istirahat.
Tata tertib pondok pesantren selain diterapkan
terhadap aktivitas pondok, juga terhadap pakaian yang
dikenakan santri. Pakaian yang dikenakan santri harus
selalu seragam dan sesuai dengan aturan yang telah
ditentukan pondok.
Santri tidak diperkenankan memakai pakaian bebas,
bahkan baju yang dipakai untuk tidur harus seragam.
Alat-alat yang digunakan untuk s}alat tidak boleh terkesan
mewah, tidak diperkenankan memakai kosmetik dan
menggunakan mukena yang berharga mahal menurut
pondok.
Hal ini juga menunjukkan, santri dididik untuk hidup
dengan pola hidup sederhana. Hal lain yang tidak boleh
dilakukan santri adalah melakukan komunikasi dengan
DISIPLIN PENDIDIKAN DALAM PERSPEKTIF ISLAM
80
keluarga, baik melalui telepon maupun alat komunikasi
lainnya. Hal ini dimaksudkan agar santri tumbuh menjadi
pribadi yang mandiri.
Pihak pondok melarang santri melakukan komunikasi
dengan keluarga, kecuali pada saat yang telah ditentukan,
yaitu pada waktu sambangan dan liburan sekolah, dengan
tujuan agar santri lebih fokus dalam melakukan
pembelajaran dan tidak manja.
Jika santri sakit, maka pihak pondok pesantren yang
akan melakukan penanganan, tanpa memberitahukan
kabar tersebut kepada pihak keluarga, pihan pondok
pesantren melakukan hal tersebut sudah berdasarkan
kesepakatan dengan pihak wali santri, pada saat mereka
menyekolahkan anaknya di PPST Ar-Risalah ini dan
berdasarkan hasil observasi yang telah dilakukan
(Oktober 2013), PPST Ar-Risalah mempunyai Rumah
Sakit sendiri.
Seluruh peraturan yang telah ditentukan oleh pondok
pesantren harus dilakukan santri dan jika melakukan
pelanggaran terhadap peraturan yang telah ditentukan,
maka akan diberikan sanksi baik berupa sanksi fisik
maupun sanksi non fisik.
Sanksi fisik atau corporal punishment yang diberikan
kepada santri berupa santri dijewer, dilarang masuk ke
dalam kelas (belajar di luar), berdiri di sudut ruangan,
disiram air, push up, lari keliling lapangan dan ta’zir atau
dipukul dengan rotan.
Pemberian sanksi terhadap pelanggaran tata tertib
menunjukkan bahwa pendidikan di PPST Ar-Risalah
dilakukan dengan cara pemaksaan, bahkan pihak pengurus
mengakui, pendidikan yang diterapkan di PPST ini
DISIPLIN PENDIDIKAN DALAM PERSPEKTIF ISLAM
81
bergaya otoriter, dengan alasan pendidikan di PPST Ar-
Risalah dilakukan pada siswa usia remaja (mulai SD kelas
V sampai dengan SLTA), karena mereka berada pada
masa pemberontak dan labil, sehingga perlu arahan agar
proses pembelajaran bisa berhasil.
Menurut Vanderstaay, pendidikan dengan gaya
otoriter berasal dari John Dewey yang menyatakan,
pendidikan dengan gaya otoriter terjadi sejak masyarakat
demokratis mau mengakui prinsip otoritas
eksternal.Sebaliknya, secara sosiologis gaya mengajar
guru yang otoriter berdasarkan dari pandangan Emile
Durkheim yang menyatakan bahwa sekolah merupakan
pengalaman pertama bagi anak dan merupakan gambaran
dari masyarakat (Vanderstay, 2009). Oleh karena itu perlu
adanya gaya mengajar yang otoriter agar anak mendapat
pengalaman yang ideal secara universal.
Berdasarkan pemaparan yang telah dituliskan dapat
disimpulkan bahwa pendidikan di PPST Ar-Risalah
menggunakan pemaksaan. Pemaksaan dalam pendidikan
dimaksudkan untuk meningkatkan prestasi siswa, karena
semua anak meskipun mempunyai perbedaan secara
individual tetapi mereka mempunyai kesamaan, yaitu
anak bisa berhasil jika melakukan kerja keras.
Sesuai dengan pernyataan Chua, pada dasarnya
semua anak bisa dijadikan sukses dan untuk memperoleh
kesuksesan harus melakukan kerja keras, masalahnya
anak-anak biasanya tidak mau bekerja, sehingga disinilah
peran orang tua dalam mengarahkannya (Chua,A.,2011).
Demikian juga dengan pernyataan Mut}t}aha>ri,
meskipun sanksi bukan merupakan faktor pendorong
pengembangan potensi anak, namun pada masyarakat
DISIPLIN PENDIDIKAN DALAM PERSPEKTIF ISLAM
82
kosmopolitan, sanksi tetap diperlukan untuk mencegah
sikap membandel atau vandalism (Mut}t}aha>ri,2014 dan
2003).
Pemaksaan dalam pendidikan di PPST Ar-Risalah
dimaksudkan untuk memberikan pengajaran agar santri
terbiasa melakukan perbuatan baik. Pernyataan ini sesuai
dengan QS Al-Nisaa’(4) : 58 bahwa pada dasarnya
manusia bisa dibiasakan, oleh karena itu Islam memberi
nasihat agar selalu membiasakan diri dalam kebaikan.
Sesuai pernyataan Pierce and Cheney bahwa
pembiasaan (habituasi) adalah proses perilaku yang telah
terjadi karena sejarah filogenetik, hal ini dapat terjadi
melalui pengulangan suatu kejadian. Secara fisiologi
pembiasaan atau habituasi bisa terjadi karena telah
adanya pembangunan busur refleks pada diri seseorang
(Pirce and Cheney, 2004)
Demikian juga dengan pernyataan Rostami dan
Khadjooi yang menyatakan, dalam pengembangan
kompetensi dan untuk menunjukkan keterampilan
psikomotor menurut pembelajaran behavioristik perlu
adanya latihan yang bersifat pengulangan, sehingga akan
menjadi kebiasaan (Rostami dan Khadjooi, 2010).
Pembiasaan dalam pendidikan mempunyai peran
yang sangat penting. Pembiasaan pendidikan sesuai
dengan teori behaviorisme Ivan Pavlop (1849 – 1936),
yaitu seluruh perilaku manusia adalah hasil dari belajar.
Menurut Raygor pembelajaran melalui pemaksaan
merupakan bentuk pembelajaran yang paling sederhana
dan agar pemaksaan yang diinginkan berhasil, maka
memerlukan stimulus secara berulang-ulang
(Raygor,2005).
DISIPLIN PENDIDIKAN DALAM PERSPEKTIF ISLAM
83
Pemberian sanksi juga menunjukkan bahwa pesantren
ini merupakan lembaga pendidikan yang memberikan
sikap ramah terhadap anak, karena pemaksaan dalam
bentuk sanksi yang diberikan dalam rangka memberikan
perlindungan terhadap anak dan agar anak menjadi insa>n ka>mil.
Selain itu PPST Ar-Risalah selalu memenuhi semua
kebutuhan santrinya, mulai dari kebutuhan primer sampai
pada kebutuhan skunder, sehingga di PPAT Ar-Risalah
semua kebutuhan santri terpenuhi.
Hal ini memberikan dampak pada tingkat konsentrasi
santri yang tinggi. Karena konsentrasi santri tidak terbagi
pada pemenuhan kebutuhan sehari-hari. Hal ini sesuai
dengan pernyataan Oluremi, pendidikan ramah anak
adalah pendidikan dimana staf pendidikan bersikap ramah
pada anak, lingkungan yang sehat dan aman bagi anak
serta semua kebutuhan anak terpenuhi(Oluremi, 2012).
Sanksi terhadap pelanggaran kewajiban dan larangan
ini sudah ditentukan oleh pondok pesantren. Meskipun
pihak pondok sudah menentukan dan menjelaskan tentang
sanksi yang diberikan terhadap setiap pelanggaran, tetapi
tetap saja banyak santri yang terkena sanksi.
2) Tata Tertib Guru
Ketentuan kedisiplinan tidak hanya diterapkan pada
siswa, tetapi juga pada guru. Hal ini bertujuan agar proses
belajar mengajar dapat berjalan dengan baik dan tujuan
pembelajaran dapat dicapai.
Dari wawancara dengan siswa PPST Ar-Risalah,
diperoleh keterangan bahwa seluruh guru-guru pada PPST
Ar-Risalah mempunyai kedisiplinan yang tinggi. Hal ini
DISIPLIN PENDIDIKAN DALAM PERSPEKTIF ISLAM
84
terlihat dari kedatangan guru yang tidak pernah
terlambat. Guru-guru pada PPST tidak pernah
menggunakan HP selama proses belajar mengajar, mereka
juga tidak ada yang merokok dan selalu berpakaian dan
berpenampilan rapih.
Dalam hal pembelajaran, meskipun bersifat fleksibel,
namun tetap mengacu pada silabus pembelajaran,
sehingga proses belajar mengajar menjadi terarah dan
materi yang disampaikan dapat mudah dicerna oleh santri.
3) Tata Tertib Wali Santri
Tata tertib yang diterapkan di PPST Ar-Risalah
dalam rangka menjalin hubungan kerjasama antara pihak
sekolah dengan keluarga santri dalam menciptakan
kedisiplinan.
Menurut Osher,D. et.al, tiga hal penting yang harus
diciptakan dalam rangka membentuk kedisiplinan sekolah
adalah kerja sama dengan keluarga siswa, kompetensi
budaya dan linguistik serta kemampuan siswa dalam
memberikan reaksi (Osher, D. et.al, 2010).
Wali santri diberikan waktu berkunjung atau yang di
lingkungan Pondok Pesantren Ar-Risalah Lirboyo dengan
nama sambangan. Waktu berkunjung wali santri sebanyak
4 kali, yaitu, waktu sambangan dua kali dan dua kali pada
saat liburan sekolah.
Liburan sekolah pada saat maulid nabi Muhammad
SAW yaitu selama 15 hari dan pertengahan ramadhan.
Waktu berkunjung wali santri atau sambangan adalah 3
bulan sekali. Pada waktu melakukan sambangan ada
beberapa peraturan yang berupa kewajiban yang harus
DISIPLIN PENDIDIKAN DALAM PERSPEKTIF ISLAM
85
ditaati baik ketika santri akan memasuki liburan sekolah
maupun pada saat kunjungan. Bila larangan, akan
dikenakan sanksi.
Sebelum bertemu dengan santri, maka dilakukan
pemeriksaan terhadap isi dari tas wali santri, jika terdapat
makanan, permen, kopi atau makanan lainnya, maka
makanan tersebut dititipkan terlebih dahulu di pengurus
pondok, dan jika waktu kunjungan selesai akan
dikembalikan kepada wali santri, hal ini dilakukan karena
menurut peraturan pondok pesantren ini, wali santri
dilarang membawakan makanan, uang dan kebutuhan
sehari-hari lainnya kepada santri.
Beberapa larangan terhadap wali santri adalah
membawa HP ke dalam lingkungan pondok pesantren
pada saat sambangan, menemui santri diluar jam
sambangan, menemui wali santri tanpa sepengetahuan
pengurus pondok, memasuki asrama, membawakan uang,
makanan dan keperluan santri lainnya, mengajak santri
keluar lokasi pondok, shalat jum’at bersama santri dan
berhubungan dengan santri (internet, telepon, sms dan
berkirim surat).
Untuk mencegah terjadi pelanggaran terhadap
ketentuan yang telah ditentukan, maka pada saat
memasuki lokasi pondok pesantren dilakukan
pemeriksaan terhadap barang bawaan wali santri dan jika
kedapatan wali santri membawa barang yang dilarang
oleh pondok pesantren, maka barang tersebut disita,
disimpan oleh pihak pondok pesantren dan kemudian
barang tersebut dikembalikan lagi pada saat selesai
melakukan sambangan.
DISIPLIN PENDIDIKAN DALAM PERSPEKTIF ISLAM
86
b. Tata Tertib Sekolah
Secara umum dibuatnya tata tertib sekolah
mempunyai tujuan utama agar semua warga sekolah
mengetahui apa tugas, hak dan kewajiban serta
melaksanakan dengan baik sehingga kegiatan sekolah
dapat berjalan dengan lancar.
Prinsip tata tertib sekolah adalah diharuskan,
dianjurkan dan ada yang tidak boleh dilakukan dalam
pergaulan di lingkungan sekolah. Sanksi selalu diberikan
bagi santri yang melakukan pelanggaran tata tertib. Tata
tertib ini sangat berkaitan dengan disiplin.
Tata tertib sekolah dibuat dengan tujuan 1. Agar
siswa mengetahui tugas, hak dan kewajibannya, 2. Agar
siswa mengetahui hal–hal yang diperbolehkan dan
kreatifitas meningkat serta terhindar dari masalah–
masalah yang dapat menyulitkan dirinya dan 3.
Agar siswa mengetahui dan melaksanakan dengan
baik dan sungguh–sungguh seluruh kegiatan yang telah
diprogramkan oleh sekolah baik intrakurikuler maupun
ektrakurikuler. Tata tertib yang dibuat pihak PPST dalam
rangka menciptakan suasana belajar yang kondusif adalah
datang 5 menit sebelum pembelajaran dimulai, tidak
membuat kegaduhan, tidak mengobrol pada saat belajar,
tidak bercanda, tidak mengganggu teman dan tidak
mengantuk. Dan jika hal tersebut dilanggar, maka santri
akan menerima sanksi.
Bentuk pelanggaran beserta sanksi yang diberikan
dalam rangka menciptakan suasana belajar yang kondusif
antara lain, push up, lari keliling lapang dan berdiri di
sudut ruangan.
DISIPLIN PENDIDIKAN DALAM PERSPEKTIF ISLAM
87
B. Pelanggaran Tata Tertib
1. Pelanggaran Tata Tertib Pondok Pesantren
Tata tertib Pondok Pesantren Salafiyah Terpadu
(PPST) Ar-Risalah dibuat agar penyelenggaraan proses
belajar mengajar bisa berjalan dengan tertib, aman dan
nyaman sehingga tujuan pembelajaran dapat dicapai.
Akan tetapi pada kenyataannya, sering terjadi
pelanggaran terhadap tata tertib tersebut. Pelanggaran
terjadi baik pada tata tertib murid, tata tertib guru dan
tata tertib wali santri.
a. Pelanggaran Tata Tertib Santri
Pelanggaran tata tertib santri yang paling banyak
terjadi pada aktivitas di pondok pesantren, sedangkan di
sekolah pelanggaran hampir tidak terjadi. Pelanggaran di
pondok pesantren terjadi baik pada saat santri makan,
ibadah maupun belajar. Menurut pengakuan seorang
santri, pada saat pembelajaran di sekolah jarang terjadi
sanksi, karena jarang terjadi pelanggaran tata tertib,
tetapi pelanggaran tata tertib paling banyak terjadi pada
saat aktivitas pondok. Pelanggaran juga terjadi pada saat
makan.
Peraturan pondok dalam hal makan menentukan,
selain santri diberikan ketentuan makan 3 kali sehari,
diantara waktu-waktu makan tersebut santri diberikan
snack. Pada saat makan ada tata tertib yang harus
dipatuhi, yaitu apapun makanan yang disediakan pondok
kepada santri, makanan tersebut harus habis dan tidak ada
yang tersisa serta harus habis dalam waktu tujuh menit.
Ketentuan-ketentuan tersebut jika dilanggar, maka
santri akan terkena sanksi. Hal ini tentu saja merupakan
hal yang sulit untuk santri, mengingat adanya perbedaan
DISIPLIN PENDIDIKAN DALAM PERSPEKTIF ISLAM
88
individual dan latar belakang santri, tetapi bagi pondok
pesantren melanggar peraturan, berarti dikenakan sanksi.
Oleh karena itu untuk menghindari sanksi, maka ada kerja
sama sesama santri, yaitu yang masih merasa lapar
membantu menghabiskan makanan santri lain yang sudah
merasa kenyang.
Hal ini dapat diartikan sebagai pemaksaan dalam
menerapkan kedisiplinan. Namun sebenarnya tujuan pihak
pondok adalah menerapkan bahwa makan dan minum
hanya dilakukan sesuai dengan kebutuhan tubuh saja.
Demikian juga dengan ketentuan tentang waktu tidur.
Santri diharuskan untuk tidur pada jam 22.00 WIB
atau jam 10 malam, meskipun pada jam tersebut santri
belum mengantuk atau sudah mengantuk sebelum jam
tersebut santri tetap harus tidur pada jam 22.00. Dalam
hal ini, banyak santri yang terkena sanksi terutama santri
dari tingkat SLTP.
Berdasarkan hasil wawancara dengan pengurus PPST
Ar-Risalah Lirboyo, Jawa Timur sebenarnya siswa SLTA
juga banyak yang melakukan pelanggaran, namun mereka
mampu menyembunyikannya, sehingga yang banyak
terkena sanksi adalah santri dari tingkat SLTP.
Adanya peraturan yang ketat tentang waktu tidur
dimaksudkan agar santri memperoleh waktu istirahat
yang cukup, sehingga tidak ada keterlambatan dan
ngantuk pada saat aktivitas pembelajaran di siang hari.
2. Pelanggaran Tata Tertib Sekolah
a. Pelanggaran Tata Tertib Santri
Aktivitas pembelajaran di kelas mulai terjadi pada
pukul 05.30, yaitu pada pendidikan di MQA (Madrasah
DISIPLIN PENDIDIKAN DALAM PERSPEKTIF ISLAM
89
Qur’an Ar-Risalah) dan dilanjutkan dengan pendidikan
umum pada pukul 07.30. Sebelum aktivitas pembelajaran
di kelas, dilakukan pengecekan terhadap seragam yang
digunakan santri, jika pakaian yang dikenakan tidak
sesuai dengan nama santri, maka santri akan terkena
sanksi, karna sudah melakukan ghasab. Ada beberapa
santri yang terkena sanksi untuk hal tersebut. Setelah
pemeriksaan terhadap perlengkapan santri, santri
diwajibkan hadir di kelas tepat waktu.
Setiap pagi santri diwajibkan sampai ke kelas 5 menit
sebelum pembelajaran dimulai dan untuk hal tersebut
pengurus asrama segera memberi peringatan, namun
dalam pelaksanaannya sering terdapat siswa yang
terlambat masuk ke dalam kelas.
Apabila ini terjadi maka santri dilarang masuk kelas
atau belajar di luar kelas, namun dari hasil wawancara
terhadap beberapa santri di PPST Ar-Risalah diperoleh
temuan bahwa santri putri hampir tidak pernah ada yang
terlambat datang ke sekolah namun santri putra masih
sering ada yang terlambat.
Mengantuk adalah manusiawi, tetapi di PPST Ar-
Risalah mengantuk pada saat belajar dan aktivitas pondok
adalah sebuah kesalahan yang harus dikenakan sanksi.
Dalam pembelajaran di kelas, pelanggaran yang paling
sering terjadi adalah mengantuk.
Ketika santri mengantuk, guru akan langsung
memerintahkan santri berdiri di sudut ruangan. Berdiri di
sudut ruangan dapat dikategorikan sebagai sanksi fisik,
namun keadaan tersebut tidak menimbulkan rasa sakit,
melukai apalagi membahayakan keselamatan santri.
Larangan terhadap memakai pakaian yang dinilai
mewah juga dilakukan oleh pihak PPST Ar-Risalah,
DISIPLIN PENDIDIKAN DALAM PERSPEKTIF ISLAM
90
dengan tujuan agar santri memiliki sifat kesederhanaan
dan kebersamaan. Dari hasil temuan peneliti terdapat
seorang santri yang memakai mukena dengan renda perak,
dan ketika mukena itu dipakai, langsung ditegur oleh
pihak pondok, serta diberi peringatan agar mukena
tersebut tidak dipakai lagi Tujuan dari sanksi ini adalah
agar santri memiliki sikap kesederhanaan dan tidak ada
kesenjangan ekonomi antara satu santri dengan santri
lainnya.
Selain tata tertib tersebut, melaksanakan ibadah
umroh juga tidak dizinkan. Dalam hal ini, pihak pondok
pesantren memberikan alasan, menuntut ilmu adalah
wajib, sedangkan melaksanakan ibadah umroh tidak wajib
hukumnya, apalagi untuk anak dalam usia sekolah.
Dengan demikian adanya sanksi yang diterapkan
dalam upaya PPST untuk meningkatkan kedisiplinan
santri. Sesuai dengan pernyataan Foucoult, bentuk dari
mekanisme disiplin adalah adanya pengamatan yang ketat
terhadap semua aktivitas, sehingga semua gerakan
diamati, semua peristiwa dicatat, adanya pelaksanaan
kekuasaan dan selalu dilakukan pemeriksaan (Foucault,
M., 1995).
Hal ini mengindikasikan, kedisiplinan di PPST Ar-
Risalah sangat diperhatikan. Sesuai dengan pernyataan
Aminah, Masalah kedisiplinan di sekolah menjadi hal
yang sangat penting, karena timbulnya kekerassan di
sekolah dan munculnya sikap membandel siswa sebagai
akibat dari ketidak disiplinan (Aminah, Q., 2014).
DISIPLIN PENDIDIKAN DALAM PERSPEKTIF ISLAM
91
b. Pelanggaran Tata Tertib Guru
Tata tertib guru dibuat dengan tujuan agar
menjadi pedoman bagi guru dalam melaksanakan
tugas, tanggung jawab, dan kewajibannya selaku pengajar
dan pendidik di PPST Ar-Risalah, Lirboyo, Jatim demi
tercapai tujuan pendidikan nasional berdasarkan Pancasila
dan UUD 1945.
Tata tertib guru dibuat dengan mengacu ketentuan-
ketentuan yang digariskan oleh Pemerintah Pusat yaitu
Departemen Pendidikan Nasional dan Pemerintah
Provinsi setempat serta ketentuan-ketentuan lain yang
berlaku. Guru bertanggung jawab kepada kepala sekolah
dan mempunyai tugas melaksanakan kegiatan proses
belajar mengajar secara efektif dan efisien.
Tata tertib guru yang ada di PPST Ar-Risalah
meliputi tugas dan tanggung jawab guru dalam hal
pembuatan program pengajaran, melaksanakan aktivitas
pembelajaran dan dalam hal melakukan evaluasi
pembelajaran.
Selain tata tertib tersebut, dalam tata tertib guru di
PPST Ar-Risalah, guru dilarang menggunakan HP selama
dalam aktivitas belajar mengajar, harus lebih dahulu tiba
di sekolah dibandingkan dengan santrinya dan tidak
diperkenankan merokok.
Guru-guru yang mengajar di PPST tidak pernah
mengalami keterlambatan pada saat mengajar, berpakaian
selalu rapi, tidak pernah merokok dan tidak menggunakan
HP pada saat pembelajaran mereka juga cukup menguasai
materi yang akan diajarkan, kecuali guru biologi dan guru
kesenian, serasa kurang mampu membuat pelajaran
menarik dan kurang menguasai materi.
DISIPLIN PENDIDIKAN DALAM PERSPEKTIF ISLAM
92
C. Suasana Belajar dalam Kelas
Pondok Pesantren Salafiyah Terpadu (PPST) Ar-
Risalah berusaha menciptakan lingkungan belajar yang
kondusif. Upaya ini dilakukan pondok dengan tujuan
untuk memaksimalkan potensi siswa dalam proses belajar
mengajar.
Sesuai dengan pendapat Zakaria dan Daud, yang
menyatakan, penciptaan lingkungan pembelajaran yang
kondusif merupakan salah satu faktor penting yang dapat
memaksimalkan kesempatan belajar. Lingkungan belajar
yang kondusif dapat tercipta jika siswa dapat belajar
dengan rasa nyaman dan bebas (Zakaria, S dan Daud, S.,
2009)
Dari hasi penelitian diperoleh hasil, suasana belajar di
PPST Ar-Risalah terlihat kondusif, yaitu dengan tidak
tendengar adanya suara-suara yang mengganggu, tidak
banyak orang berlalu-lalang. Jumlah siswa dalam satu
kelas juga tidak banyak, yaitu maksimal 16 siswa disertai
dengan adanya penataan ruang yang cukup rapih. Hal ini
dimaksudkan agar siswa merasa lebih aman dan nyaman
serta fokus dalam menerima materi pelajaran yang
diberikan.
Suasana saat belajar dapat mempengaruhi efisiensi
waktu belajar. Suasana yang kurang kondusif, bisa
menimbulkan ketidak-fokusan dalam belajar, dan
menyebabkan materi yang dipelajari tidak dapat dicerna
dan dipahami dengan baik dan cepat oleh otak.
Menurut Lewis dan lain-lain, ada dua hal utama yang
menyebabkan suasana belajar yang kondusif itu penting,
pertama agar di masyarakat siswa menjadi warga negara
yang bertanggung jawab dan agar tujuan pembelajaran
dapat berhasil dengan baik (Lewis, R et.al., 2005).
DISIPLIN PENDIDIKAN DALAM PERSPEKTIF ISLAM
93
Banyak faktor yang mempengaruhi dalam
menciptakan suasana belajar yang kondusif, antara lain
jumlah siswa dalam satu kelas tidak terlalu banyak dan
kedisiplinan pada saat proses pembelajaran. Keunggulan
dari Pondok Pesantren salafiyah Terpadu adalah sangat
memperhatikan kenyamanan siswa saat pembelajaran,
sehingga kapasitas satu kelas maksimal hanya 20 siswa
dan bahkan saat ini masing-masing kelas maksimal hanya
terdiri dari 16 siswa.
Sesuai dengan pernyataan Ehrenberg dan lain-lain,
ukuran kelas bukan menyatakan perbandingan antara guru
dan siswa yang diajarkannya, tetapi ukuran kelas lebih
mengacu pada jumlah sebenarnya yang diajarkan guru
dalam proses belajar mengajar dan ukuran kelas yang baik
adalah maksimal 20 siswa(Ehrenberg et.al, 2001).
Ukuran kelas yang tidak terlalu besar dapat
membantu dalam menciptakan kedisiplinan kelas dan
kedisiplinan sangat mempengaruhi terciptanya suasana
belajar yang kondusif.
Nakpodia menyatakan, untuk menciptakan suasana
belajar yang kondusif, perlu diterapkannya kedisiplinan.
Untuk mencegah terjadinya sikap siswa yang tidak
disiplin, perlu adanya sanksi. Pendekatan yang dapat
dilakukan untuk menciptakan sikap disiplin adalah
dengan sanksi fisik, skorsing dan pengusiran siswa dari
dalam kelas(Nakpodia, 2010).
D. Kontribusi Kedisiplinan terhadap Suasana Belajar
Yang kondusif
Kedisiplinan siswa selama proses belajar mengajar
dapat menciptakan suasana belajar yang kondusif, karena
DISIPLIN PENDIDIKAN DALAM PERSPEKTIF ISLAM
94
dengan adanya sikap disiplin, maka para santri telah
memberikan bentuk ketenangan dalam belajar.
Dari hasil perhitungan terhadap penelitian yang
dilakukan di PPST Ar-Risalah Lirboyo, Jawa Timur
diperoleh hasil seperti terlihat pada tabel 4.1, 4.2 dan 4.3.
Tabel 4.1 Model Summary
Model R R Square
Adjusted R
Square
Std. Error of the
Estimate
1 .869a .755 .751 7.443
a. Predictors: (Constant), Kedisiplinan
Tabel 4.2 ANOVAa
Model
Sum of
Squares df
Mean
Square F Sig.
1 Regression 10557.527 1 10557.527 190.595 .000b
Residual 3434.332 62 55.392 Total 13991.859 63
a. Dependent Variable: SBK
b. Predictors: (Constant), Kedisiplinan
Tabel 4.3 Coefficientsa
Model
Unstandardized
Coefficients
Standardized
Coefficients
t Sig. B Std. Error Beta
1 (Constant) -13.288 4.788 -2.776 .007
Kedisiplinan 1.161 .084 .869 13.806 .000
a. Dependent Variable: SBK
Dari tabel 4.1, 4.2 dan4.3 terlihat bahwa nilai dari
koefisien korelasi kedisiplinan siswa dengan suasana
belajar yang kondusif sebesar 0.896 dan nilai r2
sebesar
0.755.
DISIPLIN PENDIDIKAN DALAM PERSPEKTIF ISLAM
95
Hal ini berarti terdapat keeratan hubungan antara
sikap siswa yang disiplin dengan suasana belajar yang
kondusif. Semakin tinggi tingkat kedisiplinan maka
semakin tercipta suasana belajar yang kondusif.
Besarnya kontribusi kedisiplinan terhadap
terbentuknya suasana belajar yang kondusif sebesar
75.50%. Hal ini berarti 75.50 suasana belajar yang
kondusif dapat terjelaskan oleh variable kedisiplinan dan
selebihnya, yaitu sebesar 24.50% dapat dijelaskan oleh
variable lain.
Keadaan ini juga mengindikasikan bahwa untuk
menciptakan suasana belajar yang kondusif, makaperlu
adanya sikap disiplin dari siswa, karena sikap siswa yang
disiplin selama proses pembelajaran dapat menciptakan
suasana kelas yang tenang.
Pada tabel 4.3, terlihat nilai a = -13.288 dan nilai b =
1.161, sehingga persamaannya menjadi y = -13.288 +
1.161X. Koefisien regresi tersebut signifikans dengan F =
190.595 dengan tingkat signifikansi pada 0.000 (Tabel
4.2).
Hal ini berarti, jika sikap siswa tidak disiplin, maka
suasana belajar hanya -13.288 dan setiap kenaikan sikap
disiplin siswa sebesar satu satuan, maka suasana belajar
yang kondusif meningkat sebesar 1.161 satuan.
Adapun gambar tentang korelasi antara kedisiplinan
siswa dan suasana belajar yang kondusif dapat terlihat
pada gambar 4.1
DISIPLIN PENDIDIKAN DALAM PERSPEKTIF ISLAM
96
Gambar 4.2 Korelasi Kedisiplinan dan Suasana Belajar
Kondusif (SBK)
Dengan demikian, Proses pembelajaran seharusnya
mampu menciptakan suasana kelas atau iklim kelas yang
kondusif untuk mendukung terciptanya kualitas proses
pembelajaran.
Pembelajaran di Pondok Pesantren Salafiyah Terpadu
Ar-Risalah cenderung satu arah, sehingga terkesan kurang
memperhatikan partisipasi aktif siswa dalam proses
pembelajaran. Guru cenderung belum menempatkan
dirinya sebagai fasilitator, motivator, dan dinamisator
dalam suatu proses pembelajaran yang lebih
menempatkan peserta didik sebagai subjek belajar.
Dalam proses belajar mengajar di PPST Ar-Risalah,
guru lebih cenderung menempatkan dirinya sebagai satu-
DISIPLIN PENDIDIKAN DALAM PERSPEKTIF ISLAM
97
satunya sumber belajar, sehingga peserta didik lebih
cenderung dinggap sebagai objek belajar yang harus
menerima segala sesuatu yang akan diberikan oleh guru.
Iklim belajar demikian tentunya kurang kondusif
untuk mengembangkan kreatifitas, daya analisis, dan
sikap kritis siswa dalam proses pembelajaran. Akibatnya
proses pembelajaran yang terjadi kurang bermakna bagi
siswa, sehingga belum mampu mengembangkan
kompetensi dan potensi kemampuan siswa secara lebih
optimal.
Namun dalam hal penciptaan suasana belajar yang
tertib dan penuh dengan keseriusan sangat terlihat di
pondok pesantren ini. Hal ini sangat terlihat ketika
selama proses belajar mengajar tidak ada terdengar suara
canda dan gelak tawa anak atau suara lain selain dari
keseriusan yang cukup tinggi. Selama proses belajar
mengajar hanya terdengar suara siswa dalam mengulangi
pelajaran yang diberikan guru.
Suasana belajar yang kondusif dapat tercipta dengan
adanya kedisiplinan yang tinggi, menurut Zakaria dan
Daud, belajar dapat dikatakan telah terjadi jika terjadi
perubahan dalam diri seseorang baik dalam hal
pengetahuan maupun tingkah laku (Zakaria dan Daud,
2010).
E. Bentuk Penerapan Sanksi Dalam Menciptakan
Suasana Belajar Yang Kondusif.
Penciptaan lingkungan pembelajaran yang kondusif
merupakan salah satu faktor penting yang dapat
memaksimalkan kesempatan pembelajaran, karena
DISIPLIN PENDIDIKAN DALAM PERSPEKTIF ISLAM
98
Suasana belajar dapat mempengaruhi efisiensi waktu
belajar.
Suasana yang kurang kondusif, bisa menimbulkan
ketidak-fokusan siswa dalam belajar, dan menyebabkan
materi yang dipelajari tidak dapat dicerna dan dipahami
dengan baik dan cepat oleh otak. oleh karena itu menurut
Djamarah, guru bertugas menciptakan, memelihara dan
memperbaiki sistem atau organisasi (Djamarah, 2000).
Yamin dan Maisah menyatakan, pendekatan yang
digunakan dalam pengelolaan kelas adalah Behavior Modification Approach, Sosio Emotional Climate Approach, Group Process Approach and Eclectic Approach (Yamin dan Maisah, 2009).
Demikian juga menurut AsiaeUniversity, agar guru
memperoleh hasil optimal dalam pembelajaran, maka
diperlukan perencaaan management klas yang efektif. Hal
ini dapat dilihat pada gambar 4.1.
Sumber : Asiae University, 2010
Gambar 4.1. Bagan Perencanaan Management Klas Yang
efektif.
Karakteristik
Siswa
Tipe
management
klas Management
Klas yang Efektif
Lingkungan
fisik
Lingkungan
pembelajaran
Aktivitas
management klas
yang efektif
Kerjasama dengan
siswa
Tata tertib
DISIPLIN PENDIDIKAN DALAM PERSPEKTIF ISLAM
99
Pembelajaran yang kondusif menurut Zakaria dan
Dud, ditentukan oleh variabel-variabel tertentu, yaitu
guru, siswa, fasilitas dan penelitian. (Zakaria dan
Daud,2009). Keadaan ini dapat dilihat pada gambar 4.2.
Sumber : The 2nd
International Conference of Teaching and
Learning, 2009.
Gambar 4.2. Bagan Pembelajaran Yang Kondusif
Suasana belajar yang kondusif di pesantren Salafi
Terpadu (PPST) Ar Risalah digunakan dengan
pendekatan sanksi. Pendekatan sanksi dimaksudkan untuk
membuat agar siswa tidak berprilaku buruk ketika
pembelajaran di kelas. Hal ini bisa terlihat dari tingginya
tingkat sanksi untuk setiap pelanggaran terhadap
peraturan yang harus dipenuhi dalam menciptakan
suasana belajar yang kondusif.
Bentuk sanksi yang diberikan terlihat fleksibel dan
situasional. Sebagai contoh misalnya jika siswa
Guru
Fasilitas
Siswa
Penelitia
n
Kualitas guru,
fasilitas dan beban
mengajar
Kualitas berfikir
kritis
Klas yang cerdas
dan nyaman
Budaya penelitian
dan sumberdaya
penelitian
Pembelajaran
kondusif
DISIPLIN PENDIDIKAN DALAM PERSPEKTIF ISLAM
100
melakukan keributan atau berkelahi dengan teman sekelas
maka akan langsung dijatuhi sanksi, dari berupa
peringatan, sanksi fisik bahkan kepada pengembalian
siswa kepada orang tuanya.
Suatu proses pembelajaran di sekolah yang penting
bukan saja materi yang diajarkan atau pun siapa yang
mengajarkan, melainkan bagaimana materi tersebut
diajarkan. Bagaimana guru menciptakan iklim kelas
(Classroom Climate) dalam proses pembelajaran tersebut.
Pembelajaran di PPST Ar-Risalah bergaya otoriter
dan menggunakan pemaksaan. Hal ini disebabkan karna
siswa-siswi PPST AR-Risalah berada pada usia remaja.
Menurut MA, santri di PPST Ar-Risalah berada pada
masa pemberontak, oleh karena itu perlu adanya
pemaksaan dalam proses pembelajaran.
Menurut Hamalik, masa remaja merupakan masa
yang penuh dengan tekanan dan ketegangan (stress and strain), mereka bukan lagi anak-anak tetapi juga belum
menjadi dewasa, mereka cenderung dan bersikap lebih
sensitif karena perannya belum tegas (Hamalik, O.,
2009).
Menurut Sunarto dan Hartono, pada masa remaja
terjadi peralihan antara anak-anak dan dewasa, Pada masa
ini tubuhnya sudah dewasa namun fikirannya belum
dewasa, sehingga sering terjadi kegelisahan,
pertentangan, ingin mencoba segala hal yang belum
diketahuinya, mengkhayal dan berfantasi dan aktivitas
berkelompok (Sunarto dan Hartono,A., 2008).Menurut
Ikorok, masa remaja adalah masa petualangan, bimbingan
dan arahan bahkan paksaan dalam pembelajaran mutlak
diperlukan (Ikorok, 2010).
DISIPLIN PENDIDIKAN DALAM PERSPEKTIF ISLAM
101
Guru yang otoriter mementingkan kerja keras
siswanya, mengontrol semua kegiatan siswanya dan
semua kegiatan diarahkan sesuai dengan rencana yang
dibuatnya, siswa menerimanya dan berlaku pasif.
Pemaksaan dalam pembelajaran di PPST dapat
dilihat dari pemberian sanksi yang diberikan untuk setiap
pelanggaran yang dilakukan siswa, baik berupa sanksi
fisik maupun sanksi non fisik.
Sanksi diperlukan untuk mendidik, menyemaikan
sifat takwa atau pengendalian diri dalam hati manusia dan
Islam menerima sanksi sebagai bagian dari sistem
pendidikan. Pemaksaan dalam bentuk sanksi dapat
terlihat dari aktivitas yang dilakukan sehari-hari sejak
santri bangun tidur sampai santri kembali tidur.
Proses pembelajaran seharusnya mampu menciptakan
suasana kelas atau iklim kelas yang kondusif untuk
mendukung terciptanya kualitas proses pembelajaran.
Namun dalam proses pembelajaran yang terjadi di PPST
Ar-Risalah cenderung satu arah, sehingga proses
pembelajaran yang terjadi kurang memperhatikan
partisipasi aktif siswa dalam proses pembelajaran.
Akibatnya proses pembelajaran yang terjadi kurang
bermakna bagi siswa, karena siswa belum mampu
mengembangkan kompetensi dan potensi kemampuan
siswa secara lebih optimal. Suasana kelas dengan gaya
seperti ini dikenal dengan gaya otoriter.
Ada tiga jenis suasana yang dihadapi siswa dalam
proses pembelajaran di sekolah berdasarkan sikap guru
terhadap anak dalam mengajarkan materi
pelajaran.suasana kelas yang otoriter, permisif dan riil.
DISIPLIN PENDIDIKAN DALAM PERSPEKTIF ISLAM
102
Suasana kelas dengan sikap guru yang “otoriter”.
Yaitu suasana kelas bila guru menggunakan kekuasaannya
untuk mencapai tujuannya tanpa lebih jauh
mempertimbangkan akibatnya bagi anak, khususnya bagi
perkembangan pribadinya.
Menurut Muhibbin Syah, sikap guru kepada siswa
terbagi kepada dua kelompok, yaitu sikap luwes dan sikap
kaku. Ciri guru luwes menggunakan pendekatan
pengajaran problematik, sedangkan guru kaku pendekatan
pengajarannya lebih kepada preskriptif atau perintah.
Menurut Knock, ciri gaya mengajar otoriter menurut
Kurt Lewin adalah banyak pemaksaan dan pemeriksaan
F. Upaya – Upaya Pondok Pesantren Dalam
Menciptakan Suasana Belajar Yang Kondusif.
Pondok pesantren Salafiyah Terpadu (PPST) Ar-
Risalah bekerja keras menciptakan lingkungan yang
kondusif untuk proses pendidikan dan pengajaran. Upaya
yang dilakukan adalah dengan menerapkan pemberian
sanksi untuk menciptakan tingkat kedisiplinan yang
cukup tinggi, karena dengan kedisplinan yang tinggi
dapat menciptakan suasana belajar yang kondusif.
Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh hasil bahwa
keeratan hubungan (r) antara kedisiplinan dengan suasana
belajar yang kondusif sebesar 0.559, ini berarti bahwa
kedisiplinan mempunyai hubungan yang erat dengan
suasana belajar yang kondusif. Nilai r2 yang diperoleh
sebesar 0.313 ini berarti 31.30 % suasana belajar yang
kondusif tercipta berkat adanya kedisiplinan siswa dan
selebihnya yaitu sebesar 68.70 ditentukan oleh variabel
DISIPLIN PENDIDIKAN DALAM PERSPEKTIF ISLAM
103
lain. Bentuk hubungan antara kedua variabel ini positif.
Ini menunjukkan bahwa semakin tinggi tingkat
kedisiplinan maka semakin tinggi juga suasana belajar
yang kondusif. Dengan demikian, Kondisi belajar yang
kondusif berkaitan dengan sikap kedisiplinan siswa
selama proses belajar mengajar.
G. Bentuk-Bentuk Sanksi dan Penentuan Bobot Point
Pelanggaran di PPST Ar-Risalah Lirboyo, Jawa
Timur Beserta
Menurut Ofoyuru and Okema, salah satu strategi
untuk menciptakan kedisiplinan siswa di SLTP adalah
dengan menggunakan sanksi fisik atau corporal punishment Namun tidak semua sanksi fisik dapat
digunakan di sekolah.
Menurut Compos sanksi fisik merupakan penggunaan
kekuatan fisik yang mengakibatkan rasa sakit tapi tidak
melukai. Memukul kepala, menampar bukan jenis sanksi
fisik yang diperbolehkan di sekolah, karena hal tersebut
dapat dikategorikan bukan sebagai sanksi fisik, tetapi
sebagai siksaan kepada siswa, karena tujuan dari sanksi
adalah untuk mendisiplinkan siswa dan bukan untuk
menyiksa (Compos, LG.,2002).
Sanksi fisik yang diterapkan di PPST Ar-Risalah
tidak sampai melukai dan membahayakan siswa. Sanksi
fisik yang diberikan di PPST Ar-Risalah menurut MA
adalah santri disuruh berdiri di sudut ruangan dalam
waktu yang lama, push up, scott jump, dijewer, disiram
air, disuruh mengambil dan memakan makanan yang
dibuang, lari keliling lapangan dan ta’zir atau dipukul.
Menurut Strauss, Pemberian sanksi fisik yang dapat
dilakukan di sekolah tidak sampai menimbulkan
DISIPLIN PENDIDIKAN DALAM PERSPEKTIF ISLAM
104
penganiayaan, karena sanksi fisik yang diberikan tidak
dalam bentuk yang berlebihan sampai menimbulkan
dampak yang menyengsarakan siswa. sanksi fisik menurut
Straus diartikan sebagai penggunaan kekuatan fisik yang
menimbulkan pengalaman rasa sakit pada anak, tetapi
tidak sampai melukai dengan tujuan sebagai koreksi atau
kontrol terhadap tingkah laku anak (Strauss, 2006).
Pemaparan santri dalam wawancara yang dilakukan
penulis pada 8 Januari 2014, sanksi yang berbentuk sanksi
fisik lebih banyak terjadi pada saat aktivitas pondok dan
pada saat pembelajaran di MQA atau istilah santri ngaji, sedangkan di sekolah sanksi lebih banyak tidak dalam
sanksi fisik, tetapi sanksi yang diberikan dalam bentuk
point.
Para santri juga menyatakan bahwa ketika di sekolah
jarang terjadi sanksi fisik (corporal punishment) tetapi
sanksi yang diberikan dalam bentuk point dan jika point
yang diperoleh siswa sudah tinggi maka akan diberikan
pemberitahuan kepada orang tua.
Kriteria bobot pelanggaran dan bobot point serta
sanksi yang diberikan terhadap pelanggaran terhadap tata
tertib terlihat pada tabel 4.4. Tabel 4.4. Kriteria jenis
pelanggaran dan Bobot point Pelanggaran Pelanggaran Santri
diPPST Ar-Risalah Lirboyo, Jawa Timur.
DISIPLIN PENDIDIKAN DALAM PERSPEKTIF ISLAM
105
No Jenis
Pelanggaran
Bobot
point Keterangan
1 Terlambat 1
Hafalan Al-
Qur’an dan
membersihkan
lingkungan
sekolah
2 Atribut 1-5 Melengkapi
atribut
3 Meninggalkan
kelas tanpa ijin 0,5/jam
Membuat
pernyataan
4
Tidak masuk
kelas, izin(i),
sakit(s) tanpa
bukti fisik
2 Membuat
pernyataan
5 Tidak masuk
Alpha (a) 5
Membuat
pernyataan
6
Melanggar
norma sosial:
berkata kotor,
berkelahi, etika
dengan guru dan
pimpinan
1-10 Membuat
pernyataan
7 Melanggar
norma agama 1-10
Membuat
pernyataan
8 Melanggar
satuan terpisah 1-10
Membuat
pernyataan
9 Melanggar tata
tertib 1
Membuat
pernyataan
10
Tidak
mengikuti
kegiatan Pra
KBM
1 Membuat
pernyataan
Sumber : Tata Tertib PPST Ar-Risalah, 2013
DISIPLIN PENDIDIKAN DALAM PERSPEKTIF ISLAM
106
Dari tabel 4.4 terlihat bahwa point yang diberikan
sekolah terhadap setiap pelanggaran berbeda-beda. Point
terbesar diperoleh siswa jika melakukan pelanggaran
terhadap norma agama. Point terendah diperoleh jika
siswa meninggalkan kelas tanpa ijin, namun inipun bisa
menjadi besar jika meninggalkan kelas dalam waktu yang
cukup lama.
107
BAB V
KEDISIPLINAN SISWA DAN PRESTASI BELAJAR
Prestasi belajar siswa merupakan salah satu factor
yang menjadi penentu kualitas pendidikan. Prestasi
belajar siswa dipengaruhi oleh banyak faktor, baik
eksternal maupun internal.
Salah satu Faktor eksternal yang mempengaruhi
prestasi belajar adalah sikap disiplin siswa, karena melalui
kedisiplinan dapat meningkatkan suasana belajar yang
kondusif, sehingga prestasi belajar menjadi meningkat.
Berikut disajikan tentang proses belajar Mengajar di
PPST Ar-Risalah, factor-faktor yang mempengaruhi
prestasi belajar siswa, kontribusi disiplin dalam
pendidikan terhadap prestasi belajar siswa dan Penerapan
Kedisiplinan Dalam Pendidikan.
A. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Prestasi Belajar
Siswa
Sebelum memaparkan tentang factor-faktor yang
mempengaruhi prestasi belajar siswa, berikut disajikan
DISIPLIN PENDIDIKAN DALAM PERSPEKTIF ISLAM
108
nilai korelasi dan kontribusi antara kedisiplinan siswa dan
prestasi belajar seperti terlihat pada tabel 5.1, 5.2 dan 5.3.
Sedangkan factor- factor yang mempengaruhinya beserta
nilai koefisien korelasinya seperti terlihat pada gambar
5.1.
Tabel 5.1 Model Summary
Model R R Square
Adjusted R
Square
Std. Error of the
Estimate
1 .544a .296 .285 8.085
a. Predictors: (Constant), Kedisiplinan
Tabel 5.2 ANOVAa
Model
Sum of
Squares df
Mean
Square F Sig.
1 Regression 1704.611 1 1704.611 26.077 .000b
Residual 4052.826 62 65.368 Total 5757.438 63
a. Dependent Variable: Prestasi
b. Predictors: (Constant), Kedisiplinan
Tabel 5.3 Coefficientsa
Model
Unstandardized
Coefficients
Standardized
Coefficients
t Sig. B
Std.
Error Beta
1 (Constant) 29.542 5.201 5.680 .000
Kedisiplinan .467 .091 .544 5.107 .000
a. Dependent Variable: Prestasi
Dari tabel 5.1,5.2 dan5.3 terlihat bahwa terdapat
korelasi positif dan signifikans antara kedisiplinan dan
prestasi belajar siswa. nilai r yang positif dansignifikans
berarti bahwa dengan meningkatnya sikap disiplin,
DISIPLIN PENDIDIKAN DALAM PERSPEKTIF ISLAM
109
mengakibatkan kenaikan prestasi belajar secara
signifikans. Dengan demikian, semakin disiplin siswa,
maka semakin tinggi prestasi belajarnya.
Sedangkan dari gambar 5.1 terlihat bahwa
kedisiplinan secara langsung mempunyai keeratan
hubungan dengan prestasi belajar siswa sebesar 0.544 dan
memberikan kontribusi terhadap prestasi belajar sebesar
29.6 %, namun kedisiplinan juga dapat menjadi variable
mediator melalui penciptaansussana belajar yang
kondusif.
Kedisiplinan mempunyai keeratan hubungan dengan
penciptaan suasana belajar yang kondusif sebesar 0.896,
dan kedisiplinan memberikan kontribusi terhadap suasana
belajar yang kondusif sebesar 75.50%.
Hal ini menunjukkan baik secara langsung maupun
melalui penciptaan suasana belajar yang kondusif,
kedisiplinan memberikan kontribusi terhadap prestasi
belajar siswa.
Gambar 5.1. Koefisien Korelasi Faktor-Faktor Yang
Mempengaruhi Prestasi Belajar Siswa
Kedisiplinan
Suasana Belajar
Kondusif
Prestasi Belajar
Siswa
r=0.896, r2=0.755
r=0.544, r2=0.296
DISIPLIN PENDIDIKAN DALAM PERSPEKTIF ISLAM
110
Seperti telah dinyatakan bahwa terdapat beberapa
factor eksternal siswa yang mempengaruhi prestasi
belajar. Hal ini menunjukkan bahwa sikap disiplin dalam
pendidikan merupakan variable langsung yang memiliki
korelasi positif dan signifikans terhadap prestasi belajar
dan variable lainnya,yaitu pemberian sanksi dan
suasanabelajar kondusif merupakan variable mediator.
B. Kontribusi Kedisiplinan Terhadap Prestasi Belajar
Siswa
Prestasi belajar merupakan hasil belajar yang dicapai
siswa setelah melakukan proses pembelajaran dan salah
satu ranah yang biasanya digunakan untuk mengukur
prestasi belajar adalah ranah kognitif.
Ranah kognitif merupakan ranah yang berkaitan
dengan kegiatan mental (otak). Salah satu cara untuk
menentukan keberhasilan ranah kognitif adalah dengan
melakukan evaluasi belajar melalui test, baik berupa lisan
maupun tulisan.
Menurut salah seorang santri yang berhasil penulis
wawancarai, dalam pembelajaran di PPST Ar-Risalah,
santri dituntut untuk mempunyai nilai yang baik, jika
santri mempunyai nilai dibawah standart yang telah
ditentukan, maka santri akan dikenakan sanksi berupa
jalan sambil jongkok.
Hal yang sama juga dinyatakan oleh salah seorang
pengurus PPST Ar-Risalah Lirboyo, Jawa Timur. Beliau
menyatakan bahwa santri diwajibkan menguasai materi
yang telah diajarkan pada waktu sebelumnya dan jika
santri tidak menguasai materi tersebut, maka santri
DISIPLIN PENDIDIKAN DALAM PERSPEKTIF ISLAM
111
dikenakan sanksi fisik, baik berupa push up, scott jump
atau berdiri di sudut ruangan. Dengan demikian PPST Ar-
Risalah menggunakan pendidikan melalui kedisiplinan
meningkatkan prestasi belajar santri.
Pemberian sanksi dalam pembelajaran di PPST Ar-
Risalah bertujuan meningkatkan kedisiplinan siswa
menjadi variable mediator atau variable penghubung bagi
sikap disiplin siswa. Hal ini dapat dimaknai bahwa
kedisiplinan dapat tercipta melalui pemberian sanksi.
Secara kuantitatif besarnya kontribusi kedisiplinan
terhadap prestasi belajar sebesar 29.6 %. Nilai ini cukup
tinggi. Dengan demikian, prestasi belajar siswa dapat
terjelaskan melalui kedisiplinan sebesar 29.6%. Hal ini
berarti bahwa untuk meningkatkan prestasi belajar, perlu
adanya kedisiplinan yang dilakukan melalui sanksi.
Penciptaan kedisiplinan yang selama ini telah
dilakukan oleh pondok pesantren adalah dengan
memberikan sanksi terhadap santri yang melakukan
kegaduhan, ngobrol, bercanda dan tidak fokus terhadap
materi pembelajaran bahkan bagi santri yang tidak
membawa kitab juga mendapat sanksi. Keadaan ini
membuat santri merasa nyaman dalam pembelajaran,
sehingga diperoleh prestasi belajar yang tinggi.
DISIPLIN PENDIDIKAN DALAM PERSPEKTIF ISLAM
112
113
BAB VI
PENUTUP
Pendidikan merupakan usaha perbaikan agar terjadi
keseimbangan kepribadian pada semua aspek hidup
manusia. untuk hal tersebut perlu adanya penerapan
disiplin dalam pendidikan.
Dalam perspektif Islam, penerapan disiplin mutlak
diperlukan baik dalam pendidikan maupun dalam hal
keseharian lainnya. Penerapan disiplin dalam pendidikan
bertujuan untuk meningkatkan prestasi belajar siswa,
karena melalui sikap disiplin siswa, maka akan tercipta
suasana belajar yang kondusif. Hal yang sebaliknya jika
siswa tidak disiplin.
Dalam menerapkan sikap disiplin pendidikan, maka
akan selalu berdampingan dengan pemberian sanksi,
karena sikap disiplin dapat diciptakan melalui pemberian
sanksi.
Terdapat beberapa pendapat tentang pemberian
sanksi dalam pendidikan, mengingat pemberian sanksi
yang kurang tepat dapat menimbulkan dampak negative
bagi siswa. namun terlepas dari hal tersebut, pemberian
sanksi dengan cara yang tepat dapat meningkatkan
kualitas pendidikan.
DISIPLIN PENDIDIKAN DALAM PERSPEKTIF ISLAM
114
115
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Azra, Azyumardi. Pendidikan Islam : Tradisi dan Modernisasi di Tengah Tantangan Millenuim III. Jakarta : Kharisma Putra Utama, 2012.
Chua, Amy. Battle Hymn of Tiger Mother. New York :
Penguin Group, 2011.
Djamarah, Syaiful Bahri. Guru dan Anak Didik dalam
Interaksi Edukatif (Jakarta: Rineka Cipta,2000).
Durkheim, Emile. Pendidikan Moral, Suatu Studi Teori dan Aplikasi Sosiologi Pendidikan. Jakarta :
Erlangga, 1990. Ellias, John L. Paulo Freire, Pedagogue of Liberation.
Florida : Kriegar Publishing Company, 1994.
Foucault, Michel. Discipline & Punish: The Birth of the Prison translated from the French by Alan
Sheridan Panopticism (New York : Vintage Books
1995), 195 – 228.
Al-Ghazali, Abu Hamid. Muhammad. Ih}ya’ ‘Ulu>m al-Di>n
www.almustafa.com, tth (diakses pada tanggal 24
Mei 2014).
DISIPLIN PENDIDIKAN DALAM PERSPEKTIF ISLAM
116
Gaza, Mamiq. Bijak Menghukum Siswa. Jogjakarta : Ar-
Ruzz Media, 2011.
Gutman, Ammy Democratic Education. New Jersey :
Princeton University Press, 1998. Hagin, Keneth E. Man on Three Dimentions. Vil 1.
Spirit, Soul and Body Series. United States :
Faith Library Publications, 1994.
Hamalik, Oemar. Psikologi Belajar & Mengajar: Membantu Guru dalam Perencanaan Pengajaran, Penilaian Perilaku dan Memberi Kemudahan Kepada Siswa dalam Belajar. Bandung : Sinar
Baru Algesindo, 2009.
Hurlock, Elizabeth B. Child Development. New York :
Mc-Graw Hill, Inc, 1978.
Knight, George R. Filsafat Pendidikan; Terj. Mahmud Arif. dalam Isu-isu Kontemporer dan Solusi Alternatif. Yogyakarta : Idea- Press, 2004.
Knock, Heinz. Saya Guru Yang Baik!?. Yogyakarta :
Kanisius, 1995.
Lamont, Corliss. The Philosophy of Humanism. Eighte
Edtion. New York : Half – Moon Foundation Inc,
1997.
‘Imarah, Muhammad. Al-Isla>m wa huqu>qu al-Insan.
Beirut: ‘Alim Al Ma’rifah, 1990.
Al Maududi, Abu A’la. Human Rights in Islam (London :
The Islamic Foundation, 1980), 19.
Mar’i, Taufiq Ahmad dan Al-Hilah Muhamad Mahmud. Tha>ra>iq al-Tadri>s al-’A>mah. Ama>n : Daar Al
Musiirah Li al-Nasyr wa al Tauzi>’, 2002.
Mut}t}aha>ri>, Murt}a>da>. Insa>n-e Ka>mil. Isfa>ha>n : Markaze Tahqiqa>t Raya>ne-i. www.Ghaemiyeh.com, tt : (diakses pada tanggal 3 mei 2014).
--------.Ya>d-e Da>shta>ha>-e Usta>d Mut}t}a>ha>ri>, Jild Aval, Harf
DISIPLIN PENDIDIKAN DALAM PERSPEKTIF ISLAM
117
Alef. Tehra>n va Qum : Sadra>, 1978.
--------. Man And Universe.Qum :Sadr Press, 2003.
translated by Mustajab Ahmad Ansari. Original
Title : Insa>n va Sar Neveshat. --------.Al-Tarbiyah wa al-Ta’li>m fi> al-Isla>m. Beirut : Da>r
al-Hadi, tt www.alameen-
iq.com/book/akhlaq/29/f.htm (diakses pada tanggal 5 mei 2014).
Nata, Abudin. Perspektif Islam Tentang Strategi Pembelajaran Jakarta : Kencana, 2009.
--------.Pemikiran Pendidikan Islam dan Barat. Jakarta :PT.
Rajagrafindo, 2011. Naisaban, Ladislaus. Para Psikolog Terkemuka di Dunia.
Jakarta: PT. Gramedia Widiasarana Indonesia,
2004.
Parker, Walter. “ Feel Free to Change Your Mind : A
Respon to The Potential for deliberative”, Democratic and Education 19,2 (2011):1-4.
Pierce, David W. and Cheney, Carl D. Behavior Analysis and Learning. Third Edition. London : Lawrence
Erlbaum Associates Publisher, 2004.
Pring, Richard. Philosophy of Education. New York :
Bookends, Ltd, Royston, 2005.
Raygor, Robin The Science of Psychology. New York :
Mc-Graw hill University, 2005.
Rosyada, Dede Pembelajaran PAIS Antara Behaviorisme Dan konstruktivisme. Jakarta : PT. Raja Grafindo
Persada, 2009.
Rowan, John. Introducing to ‘A Guide to Humanistic Psychology. New York : UK Association of
Humanistic Psychology Practitioners, 2005.
Satre, Jean Paul. Existentialism and Humanism. Trans.
Philip Mairet. London: Methuen, 1948.
DISIPLIN PENDIDIKAN DALAM PERSPEKTIF ISLAM
118
Strauss, Murray A. “Corporal Sanksi and Primary
Presention of Physical Abuse.” Child Abuse & Neglect 24, 9 (2000) ; 1109 – 1114.
Shari’ati, Ali. Marxism and Other Western Fallacies. Translated by R. Campbell. Berkeley, Calif.:
Mizan Press, 1980.
Slavin, Robert E. Educational Psychology Theory and Practice. Baltimore, Maryland: John Hopkin
Unversity,1994.
Suseno, Franz Magniz. Etika Dasar, Masalah-masalah pokok Filsafat Moral. Jakarta : Kanisius, 1989.
Soyomukti, Nurani. Metode Pendidikan Maxis Sosialis. Jakarta : Ar-Ruzz Media, 2008.
Sunarto dan Hartono, Agung. Perkembangan Peserta Didik. (Jakarta : PT. Rineka Cipta), 2008.
Yamin, Martinis dan Maisah, Manajemen Pembelajaran Kelas. Jakarta : Gaung Persada Press, 2009.
Jurnal
Ami>nah, Qazami>yah.” Al-‘Unf al-Madrasi> wa
Tas}ni>fa>tihi.” Al-Majallah al-‘Ulu>m wa al-Ijtima>’iy>ah (15 Juni, 2014). www.swma.net
(diakses pada tanggal 13 Juni 2014).
Ankomah, Yan dan lain-lain, “Implementing Quality
Education Low Income Countries,” EDqual Project-Ghana, Literature Review (December,
2005): 9-11.
Arif, Muhammad Shahbaz dan Rafi, Muhammad Shaban”
Effects of Corporal Sanksi and Psychological in
Students’ Learning and Behavior.” Journal of Theory and Practice in Education, 3(2) (2007) :
171-180.
DISIPLIN PENDIDIKAN DALAM PERSPEKTIF ISLAM
119
Al-Ra’i, Jazi>dah. “Al-Niz}a>m Al-Madrasi> Wa d}ibt} al-
’Amali>yah al-Tarbawiyah.” al-Awa>’il Awwal Mauqu’u Mukhos}os}u lit}ula>bi Al-Tauji>hi>. [email protected], 2013. (diakses pada tanggal 27
Mei 2014.
Abdul Lati>f, Mahmu>d. Al Fikr al-Tarbawi> ‘Inda Ibn Si>na>.
Abha>th wa Naz}riya>t Tarbawiyah 50 (Damascus :
21/05/2014).
Ahmed, Sofe. “Sigmund Freud’s Psychoanalytic Theory
Oedipus Complex : A Critical Study With
Reference to D.H. Lawrence’s “Sons and
Lovers”.”Internal Journal of English and Literature 3,3 (February, 2012) :60-70.
Aslan, Canan and Kepenecki Yasemin Karaman. “Human
Rights Education : A Comparison of Mother
Tongue Text Books in Turkey and France.”
Mediteranian Journal of Education Studies 13 (1)
(2008) : 101-104
Al-Atas, Syed Muhammad Naquib. “Understanding the
Concept of Education in Islam.” Harakah Daily (9
March, 2014).
Agbenyega, Joseph S. “ ’Corporal Sanksi in The School of
Ghana’ : Does Inclusive Education Suffer?.” The Australian Educational Researcher 33,3 (2006) :
107 – 122.
Anderson, Scott A.”The Enforcement Approaches To
Coercion”, Journal of Ethics & Social Philosophy 5,1 (October, 2010): 1-6.
Badshah, Syed Naeem dan lain-lain, “ Islamic Concept of
Education,” International Journal of Education and Social Science (IJESS) 1,1 (2011): 1-3
DISIPLIN PENDIDIKAN DALAM PERSPEKTIF ISLAM
120
Bishop, Philip Schuyler “Three Theories of
Individualism”. Thesis. University of South Florida Scholar Common (2007) : 1-124.
Chen, Pend and Schmidtke, Carsten. “ Humanistic
Elements in the Educational Practice at a United
States Sub-Baccalaureate Technical College.”
International Journal for Research in Vocational
Education and Training (IJRVET) 4, Issue 2
(August 2017):117-145
Chua, Amy. “Why Chinese Mother Are Superior”. The Wall Street Journal on Line: The Saturday Essay
(January 8, 2011), 1-8.
Compos, Louis Garcia.” Educate, don’t Punish!:
Awarenes Compaign Against Corporal punishment
of Children in Family.” Ministry of Labour and Social Affairs (2002), First Session.
Deshmukh, Ajay P. “Mathew Arnold and ‘Liberal
Humanism’.” International Reffered Research Journal III 32 (2011): 32-34.
Dodge, Arnold “ ‘Heuristic and NCLB Standardize Test’ :
A Convenience Lie”. International Journal of Progressive Education 5,2, (2009): 13, Retviered
From Erick.
Dossett, Rena D. “The Historical I Shawn M. Glynn dan
kawan-kawan. “ Motivation to Learn in General
Education Programs. The Journal of General Education 54,2 (2005 :152-154nfluence of
Classical Islam on Western Humanistic
Education.“ International Journal of Social Science and Humanity 4, 2 (March,2014) : 88-91
Dymond, Simond “ The Continuity Strategy, Human
Behavior, and Behavior Analysis”, The Psychological Record 53 (2003): 330-335.
DISIPLIN PENDIDIKAN DALAM PERSPEKTIF ISLAM
121
Ehrenberg, Ronald G. dan lain-lain. “Class Size and
Student Achievement” Psychology Science in The Public Interest 2,1 (May, 2001): 1-30.
Evirianti, Linda. “Religious Freedom in Indonesia: An
Islamic Human Right Perspective.” Esensia 18,1(2017):71-80.
Dahar, Ratna Wilis. Teori-Teori Belajar dan Pembelajaran (Jakarta: Erlangga, 2006).
D}uh}a> Fatah}ya>. “ Al-dawa>fi’a al-lati> Tartabit} bi’Amaliyah
Al-Ta’alum” Mausi’ah Ta’li>m wa Tadri>b (19
Agustus, 2009).
Al-Fawzan, Muhammad Ibrahim . Ibn Khaldu>n wa Fikruh
al-Tarbawi>. Saudi Arabia: King Sa’ud Univeersity,
2007. KSU Faculty Member Website (diakses
pada tanggal 25 Mei 2014).
Hambali, Yoyo dan Asiah,Siti ”Eksistensi Manusia dalam
filsafat Pendidikan: Studi Komparatif Filsafat Barat
dan Fislafat Islam”,Turats 7,1 (2011): 47.
Hamdani, HM Djaswadi Al “Introduction Curriculum
Multiculturalism Boarding School”. Journal of
Education and Practice. Vol. 4. No. 23 (2013): 61.
https://www.iiste.org/Journals/index.php/JEP/artic
le/viewFile/8392/8729
Hamdawi>,Jami>l.“Al-Tarbiyah wa al-Dimqira>ti>yah.”Al-Ra’i>siyah, Jadi>d Al-Mauqi’. Di>wa>n Al-‘Arab, 25
Maret 2009 (diakses pada tanggal 27 Mei 2014).
Hamm, Ibrahim Mohammad. “Islamic Perspective of
Education and Teachers”, European Journal of Social Science 30,2 (2012): 220-226.
Hassad, Rossi A., Constructivist and Behaviorist
Approaches: Development and Initial Evaluation
of a Teaching Practice Scale for Introductory
Statistics at the College Level,“Advancing
DISIPLIN PENDIDIKAN DALAM PERSPEKTIF ISLAM
122
Education in Quantitative Literacy,” 4,2 (2011)
:1-33. Henson, Kenneth T. “ Foundations for Learner Centered
Education : A Knowledge Base”. Journal Education 124,1 (Fall, 2003): 1-6
Hoenish,Steve “Durkheim and Educational Systems:
Essey,” Refered Academic Journal (2005) : 1-6.
Hruby, M. “Freedom in Adult Education”. Journal On Efficiency And Responsibility in Education and Science 1,2 (2008): 1-16.
Huitt, William G. dan lain-lain. “ Improving Student
Achievement 1: A Systems-based Synthesis of
Research Related to Improving Students’
Academic Performance.” . Paper presented at the 3rd International City Break Conference sponsored
by the Athens Institute for Education and
Research (ATINER), (October 16-19, 2009): 1-15.
--------. Sitasi : Bloom et al.'s taxonomy of the cognitive
domain. Educational Psychology Interactive
(1956). Valdosta, GA: Valdosta State
University.(2011).Retrieved [date], from
http://www.edpsycinteractive.org/topics/cogsys/bl
oom.html (diakses pada tanggal 16 Juli 2014): 1-3
Husein, Mahmoud. The Muslim phase of humanism . The
Unesco Courier: October-December, 2011: 22-24.
Ikorok, Maria Michael, “Adolescent Problems : The
Implications for The Nigerian Public Health
Workers”, Illorin Journal of Education (2010):1-
8.
Ismail, Indriaty dan Basir, Mohd Zuhaili Kamal. “ Karl
Marx dan Konsep Kelas Sosial,” International Journal of Islamic Thought 1 (June, 2012): 27-33.
DISIPLIN PENDIDIKAN DALAM PERSPEKTIF ISLAM
123
Ja>bir, Ali Muhammad Bn Sa>lam. “Ahda>f al-Tarbi>yah al-
Islami>yah wa Maqa>sidiha>.” Maqa>la>t Muta’alliqah 355117 (12 Juli 2006). www.alukah.net (diakses
pada tanggal 13 Juni 2014).
Jakaria, Ma’zumi. Contributions of Madrasah To The
Development of The Nation Character.”
International Journal of Scientific & Technology
Research 1, Issue 11 (December, 2012) : 37-39.
www.ijstr.org (diakses pada tanggal 16 Juli 2014).
Jamalzadeh, Abdoreza and Tavasoli, Seyedeh Sareh. “
Human Verivy Humanism, Existesionalism adn
Islam.” International Conference on Humanities, Society and Culture 20 (2011) : 389-391.
Kadenyi, Misia and Kariuki, Michael. ” Rethinking
Education for Liberation and Self-Reliance : An
Examination of Nyere’s and Plato’s Paradigm”, International Journal of Curriculum and Instruction 1,1 (April, 2011): 1-17.
Kaseem, Abdul Satar. “The Concept of Freedom in the
Qur’an”, American International Journal Of Contemporary Research 2,2 (April, 2012): 168.
Kilimci, Songul. “The Teachers’ Percepcions Corporal
Sanksi As A Method of Discipline in Elementary
School”, The Journal of International Social Research 2,8 (Summer, 2009): 238-242.
Larochelle, Marie dan lain-lain. Constructivism and Education. New York Cambridge Universiry
Press, 1998.
Lati>f, Mahmu>d Abdul. Al Fikr al-Tarbawi> ‘Inda Ibn Si>na>.
Abha>th wa Naz}riya>t Tarbawiyah 50 ( Damascus :
21/05/2014).
Lewis, Ramon dan lain-lain, “Teachers’ Classroom
Discipline in Australia, China and Israel,” In
DISIPLIN PENDIDIKAN DALAM PERSPEKTIF ISLAM
124
Teaching and Teacher Education 21 (2005), 729-
731.
Liang, Yamin. “ The Id, Ego and Superego in Pride and
Prejudice. “ International Education Studies 4,2
(May, 2011) : 165-177
Lynch, Kathleen “Neoliberalism and marketiration : the
implications for higher education”, European Educational Research Journal 5,2 (2006):1-5.
Lunenburg, Fred C. ” Theorizing about Curriculum:
Conceptions and Definitions.” International Journal Of Scholarly Academic Intellectual DiveRSITY 13, 1 (2011) : 1-6.
Madani, Abdul Hai Madani, “Freedom and Its Concept in
Islam.” International Conference on Humanities, Historical and Social Sciences 17,2 (Singapore,
2011): 116-120.
Yamin, Martinis dan Maisah, Manajemen Pembelajaran
Kelas (Jakarta : Gaung Persada Press, 2009).
Mar’i, Taufiq Ahmad dan Al-Hilah Muhamad Mahmud. Tha>ra>iq al-Tadri>s al-’A>mah. Ama>n : Daar Al
Musiirah Li al-Nasyr wa al Tauzi>’, 2002.
Munzenmaier, Cecilia and Rubin, Nancy.” Perspectives
Bloom’s Taxonomy : What’s Old is New Again.”
The eLearning Guild Research (2013) : 1-12.
Mut}t}aha>ri>, Mut}a>da. “Insa>n-e Ka>mil”. Ruzna>meh Risa>lat, 6135 (2/12/86).
Nakpodia, ED.”’Teachers Disciplinary Approaches to
Students’Discipline Problem in Nigeria Secondary
School.” International NGO Journal 5,6
(July,2010) : 144 – 157. Nelson, Jack L. “Academic Freedom, Institutional
Integrity, and Teacher Education”, Teacher Education Quarterly (winter, 2003): 63-72.
DISIPLIN PENDIDIKAN DALAM PERSPEKTIF ISLAM
125
Neuman, Allen Karen and Friedman, Bruce D. “Affective
learning: A taxonomy for teaching social work
values”. Journal of Social Work Values and Ethics
7, 2 (Fall 2010) :1-12
Ohan, Christopher “An Incompatible Method : The
Western Liberal Arts Educational Model In
Kuwait and The Arab Gulf Region”. Journal of Educational and Social Research 2,3 (September,
2012): 43-52
Osher, David dan lain-lain, “How Can We Improve
School Discipline?,” Educational Researcher 39,1
(2010) :48 – 58.
Osman, Ahmad A. “Freedom in Teaching and Learning”.
International Journal of Humanities and Social Science 3,2 (Spesial Issue, January 2013): 142-
149.
Oluremi, Olaleye Florence, “Creating A Friendly School
Learning Environment For Nigerian Children”,
European Scientific Journal 8,8 (April Edition, 2012) :
Ormond, JE, “Beyond Pavlop, Thorndike and Skinner’: Other Early Behaviorist Theories”, Pearson Education (2008) : 1 – 5.
Osipian, Ararat L. “ Corruption and Coercion : University
Autonomy Versus State Control”, European Education 20,3 (Fall, 2008): 28.
Park, N., et.al.,” Character strengths in fifty-four nations
and the fifty US states.” The Journal of Positive Psychology (July 2006) 1, 3 : 118–129
Pickard, Mary J. “The New Bloom’s Taxonomy : An
Overview for Family and Consumer Sciences.”
Journal of Family and Consumer Sciences Education . 25,1,(Spring/Summer 2007) : 45- 55.
DISIPLIN PENDIDIKAN DALAM PERSPEKTIF ISLAM
126
Prabhavathy, P. and Mahalaksmi, “NS. ELT with Spesific
Regard to Humanistic Approach,” IOSR Journal of Humanistic and Social Sciences 1, 2279-0845,
(2012): 38-39.
Pšunder,Majda and Hederih,Branka Ribič.” The
Comparison Between The Behavioral and
Constructivist Learning and Teaching.” Informatol 43,1( 2010): 34-38.
Rasyid, Muhammad Makmun. “Islam Rahmatan Lil
Alamin Perspektif Kh. Hasyim Muzadi”.Episteme
Jurnal Pengembangan Ilmu Keislaman
11,1(2016):94-116.
Rayan, Sobhi. “Islamic Philosophy of Education”.
International Journal of Humanities and Social Science 2,19 (Special Issue – October 2012): 150-
156.
Reeves, Thomas C.. “How Do You Know They Are
Learning ? : The Importance of Alignment in
Higher Education.” Int. J. Learning Technology
2,4 (2006): 294-304
Rostami, Kamran and Khadjooi, Kayvan “The
Implications of Behaviorsm and Humanism
Theories in Medical Education”. Gastroenterology and Hepatology 3,2 (2010): 68.
Shari’ati, Ali . Jihad and Shahadat. Iranian Chamber Society (April 10, 2014).
Shephard, Kerry.” Higher education’s role in ‘education
for sustainability.”Australian Universities Review
52,1(2010) : 13-22.
Storss, Debbie A. and Inderbitzin, Michelle “ Imagining a
Liberal Education : Criticcally the Learning
Process Through Simulation”, Journal of Transformative Eduation 4 (2006): 175-189.
DISIPLIN PENDIDIKAN DALAM PERSPEKTIF ISLAM
127
Strauss, Murray A. “Corporal Sanksi and Primary
Presention of Physical Abuse.” Child Abuse & Neglect 24, 9 (2000) ; 1109 – 1114.
Tahir, Ali Raza “ The Conceps of Ethical Life in Islam.:
Interdisiplinary Journal of Contemporary Research
in Business 3,9 ( JANUARY 2012 ): 1367-1368
Tetteh, Godson A.” The impact of a student’s study time
journal as a lesson and learning study.”
International Journal for Lesson and Learning
Studies 6,1 (2017) : 97 – 115.
VanderStaay, Steven L. dan lain-lain. Close to the Heart:
Teacher Authority in a Classroom Community.
The National Countil of Teachers of English
(2009) : 262-282.
Walker, Robert J. “Twelve Characteristics of an Effective
Teacher.” Educational Horizon (Fall, 2008) :61-68.
Weegar, Mary Anne and Pacis, Dina. “A Comparison of
Two Theories of Learning Behaviorism and
Constructivism as applied to Face-to-Face and
Online Learning”. E-Leader Manila (2012),6
Zakaria, Sabarudin dan Daud, Siti Nurbayah “ Creating
and Maintaining Condusive Learning at Private
Higher Learning Educations,” Proceeding of the 2nd International Conference of Teaching and Learning (ICTL) (2009), 1-8
DISIPLIN PENDIDIKAN DALAM PERSPEKTIF ISLAM
128
129
GLOSARIUM
Bandongan : Pengajian pesantren sistem
bandongan / wetonan adalah
proses belajar mengajar yang ada
di pesantren salaf di mana kyai
atau ustadh membacakan kitab,
menerjemah dan menerangkan.
Sedangkan santri atau murid
mendengarkan, menyimak dan
mencatat apa yang disampaikan
oleh kyai.
Disiplin : Perasaan taat dan patuh terhadap
nilai-nilai yang dipercaya
termasuk melakukan pekerjaan
tertentu yang menjadi tanggung
jawabnya.
Ego : Lingkungan yang menfasiliasi
manusia memenuhi Id nya dan
DISIPLIN PENDIDIKAN DALAM PERSPEKTIF ISLAM
130
dapat memisahkan antara
keinginan dari angan-angan.
Eksistensialisme : Aliran filsafat yang pahamnya
berpusat pada manusia sebagai
individu yang bertanggung jawab
atas kemauannya yang bebas tanpa
memikirkan secara mendalam
mana yang benar dan mana yang
tidak benar.
Habituasi : Proses pendidikan yang dilakukan
melalui pembiasaan
Id : Sesuatu yang alami, yang berupa
keinginan manusia terhadap
sesuatu. Id bersifat berlebihan,
tidak rasional, buta, egois dan
memanjakan diri dalam
kenikmatan.
Insān Kāmil : Manusia seutuhnya, yaitu manusia
yang mampu menyeimbangkan
seluruh potensi dasar yang
dimilikinya.
Kecerdasan Spiritual: kecerdasan tertinggi manusia yang
menjadi landasan untuk
memfungsikan IQ dan EQ.
Liberalisme : Secara umum, liberalisme
mencita-citakan suatu masyarakat
yang bebas, dicirikan oleh
kebebasan berpikir bagi para
individu. Paham liberalisme
DISIPLIN PENDIDIKAN DALAM PERSPEKTIF ISLAM
131
menolak adanya pembatasan,
khususnya dari pemerintah dan
agama.
Marxisme : Sebuah paham yang mengikuti
pandangan-pandangan dari Karl
Marx.
Marx menyusun sebuah
teori besar yang berkaitan dengan
sistem ekonomi, sistem sosial, dan
sistem politik. Marxisme
mencakup materialisme dialektis
dan materialisme historis serta
penerapannya pada kehidupan
sosial.
Mustad}’afi>n : Sebutan yang diberikan bagi kaum
yang lemah atau tertindas.
Punishment / Sanksi : sebuah cara untuk mengarahkan
sebuah tingkah laku agar sesuai
dengan tingkah laku yang berlaku
secara umum. Sanksi mengajarkan
tentang apa yang tidak boleh
dilakukan.
Pondok Pesantren Salaf, salafi atau salafiyah : Merupakan
tipe pondok pesantren tradisional
di Indonesia. Istilah ini tidak ada
hubungannya dengan gerakan
pembaruan Islam garis keras
Wahabi yang kerap disebut dengan
gerakan salafi.
DISIPLIN PENDIDIKAN DALAM PERSPEKTIF ISLAM
132
Ranah Kognitif : Ranah yang mencakup kegiatan
mental (otak) dan menurut Bloom,
semua yang menyangkut aktivitas
kegiatan otak adalah ranah
kognitif yang terdiri :
pengetahuan/hafalan/
ingatan(knowledge),
pemahaman(comprehenhension),p
enerapan(application), analisis
(analysis), sintesis (Synthesis) dan
penilaian (Evaluation).
Ranah Afektif : Ranah yang berkaitan dengan
sikap dan nilai, dan menurut
Krathwoll ranah ini terdiri dari 5
jenjang yaitu: Receiving,
responding. Valuing, organization
dan characterization by a value or
value complex.
Ranah psikomotorik : Ranah yang berkaitan dengan
keterampilan atau kemampuan
bertindak setelah seseorang
menerima pengalaman belajar
tertentu.
Remaja : Sebuah proses atau periode
pertumbuhan antara anak-anak
dan dewasa dan masa ini
merupakan masa perkembangan
baik secara psikologis maupun
emosional.
DISIPLIN PENDIDIKAN DALAM PERSPEKTIF ISLAM
133
Sambangan : Istilah yang diberikan pondok
pesantren Salafiy Terpadu (PPST)
Ar-Risalah terhadap waktu yang
diberikan wali murid untuk
melakukan kunjungan. Waktu ini
terjadi sebanyak 2 kali dalam satu
tahun, yaitu pada bulan maulid
dan waktu lain yang ditentukan
oleh pihak pondok pesantren.
Sorogan : Cara penyampaian bahan pelajaran
dimana kyai atau ustazd mengajar
santri seorang demi seorang secara
bergilir dan bergantian, santri
membawa kitab sendiri-sendiri.
Superego : Kebalikan dari Id, yaitu berupa
penyeimbang antara keinginan
manusia yang tak terbatas dengan
realitas yang ada.
Teori Konstruktivisme: Teori pembelajaran yang bersifat
generatif, yaitu tindakan mencipta
sesuatu makna dari apa yang
dipelajari. Konstruktivisme
menyebabkan seseorang
mempunyai pengetahuan dan
menjadi lebih dinamis.
Teori behaviorisme : Sebuah teori yang dicetuskan oleh
Gage dan Berliner tentang
perubahan tingkah laku sebagai
hasil dari pengalaman. Aliran ini
DISIPLIN PENDIDIKAN DALAM PERSPEKTIF ISLAM
134
menekankan pada terbentuknya
perilaku yang tampak sebagai hasil
belajar.
Teori Humanisme : Teori belajar ini berusaha
memahami perilaku belajar dari
sudut pandang pelakunya, bukan
dari sudut pandang pengamatnya.
Tujuan utama para pendidik
adalah membantu si siswa untuk
mengembangkan dirinya dan
potensi yang dimilikinya.
Vandalisme :Merupakan tingkah laku seseorang
yang cenderung membandel dan
melakukan corat-coret pada
lingkungan sekitar.
135
INDEKS
A
Afektif, 20, 39, 40, 54, 55, 56, 63,
64, 65, 67, 68
Agama, 30, 34
Agbenyega, 10, 122
Agbenyega, Joseph S., 122
Ahmed, 13, 122
aktif, 27, 29, 43, 65, 99, 104
Al Maududi, Abu A’la, 119
Alami, 35, 133
Al-Atas, Syed Muhammad
Naquib, 122
Allah, 13, 18, 19, 21, 24, 34, 35,
36
Al-Ra’i, Jazi>dah, 121
Amy Chua, 16, 84
Anderson, Scott A., 122
Ankomah, Yan, 121
Ar-Risalah, 42, 45, 47, 48, 51, 52,
53, 54, 55, 57, 58, 59, 63, 65,
66, 67, 74, 75, 76, 77, 78, 79,
80, 83, 84, 85, 86, 87, 89, 92,
93, 94, 95, 99, 103, 104, 105,
106, 113, 135
AsiaeUniversity, 100
Aslan, Canan, 122
asrama, 42, 88, 92
azab, 13
Azra, Azyumardi, 117
B
Badhshah, 9
Badshah, Syed Naeem, 122
Bahasa Inggris, 51
Baik, 10, 82, 119
Bandongan, 42, 77, 132
Basir, Mohd Zuhaili Kamal, 126
Battle Hymn of The Tiger
Mother, 117
bawah sadar, 13
bebas, 19, 21, 31, 32, 35, 58, 82,
95, 133
behaviorisme, 15, 16, 29, 43, 76,
81, 85, 136
behavioristik, 36, 37, 85
Behavioristik, 26, 36
Belajar, 41, 52, 54, 62, 64, 100,
105, 118, 124
berfikir, v, 19, 23, 26, 30, 49
Bishop, Philip Schuyler, 123
botol kosong, 27
DISIPLIN PENDIDIKAN DALAM PERSPEKTIF ISLAM
136
C
Cheney, Carl D, 120
Cheney, Carl D., 120
China, 127
Chua, Amy, 117, 123
Cipta, 118, 121
conscious, 13
Corporal punishment, 107
Culture, 126
D
Dampak, 10, 70
Daud, Siti Nurbayah, 131
deliberative, 31, 120
demokrasi, 31
demokratif, 27
Deshmukh, Ajay P., 123
dialektika, 33
Dimensi, 13
Disiplin, iii, 10, 78, 132
disiplin., 10, 16, 67, 88, 116
Dodge, Arnold, 123
Durkheim, Emile, 118
E
efektif, 10, 28, 55, 69, 78, 94, 101
ego, 13, 14, 37
eksistensialis, 34
Eksistensialis,, 33, 34
Eksistensialisme, 30, 34, 133
Eksitensialisme,, 30
ekstensialis, 31
ekstrakurikuler, 42
Ellias, John L., 118
EQ, 133
etika, 35, 63, 108
Existentialism, 120
F
fasilitator, 27, 99
fikiran, 29
filogenetik, 64, 85
Filsafat, 118, 121, 124
fisik, 9, 11, 12, 13, 22, 55, 56, 59,
74, 75, 76, 77, 79, 80, 82, 83,
92, 96, 103, 104, 106, 107,
108, 114
Fisik, 75
fitrah, 35
free from, 32
G
Gaza, Mamiq, 118
ghosob, 45, 91
guru, 9, 10, 23, 27, 28, 29, 30, 36,
46, 47, 49, 50, 64, 65, 68, 69,
75, 77, 79, 83, 86, 90, 92, 93,
94, 95, 99, 100, 101, 103, 104,
105, 108
Guru, 10, 29, 48, 86, 93, 99, 118,
119
Gutman, Ammy, 118
H
habituasi, 64, 85
Hagin, Keneth E., 118
hak asasi, 14, 18, 27
hak asasi manusia, 14, 18, 27
Hamalik, Oemar, 118
Hamm, Ibrahim Mohammad, 125
harmonis, 21
Hassad, Rossi A., 125
historis, 18, 33, 134
Hruby, M., 125
humanis, 15, 28, 34
humanisme, 26, 30, 35, 36
DISIPLIN PENDIDIKAN DALAM PERSPEKTIF ISLAM
137
humanistik, 27, 28, 30, 31
Humanistik, 26, 30, 31, 32, 33, 34
I
Ibnu Khaldun, 12
Ibnu Sina, 12
Id, 13, 127, 132, 133, 136
ideologi manusia, 18
ilmu, 9, 44, 46, 69, 93
Ilmu, 45, 51
iman, 36
Inderbitzin, Michelle, 130
individu, 13, 18, 21, 23, 24, 25,
26, 31, 57, 133
individual, 28, 35, 46, 48, 84, 90
individualistis, 28
insan, 9, 24
Insān Kāmil, 24, 133
intelek, 13
IQ, 133
Islam, ii, iii, vii, 12, 13, 14, 16,
18, 19, 20, 21, 23, 24, 25, 30,
31, 34, 35, 36, 37, 84, 104,
116, 117, 119, 120, 122, 123,
124, 126, 127, 130, 134
Ismail, Indriaty, 126
J
jiwa, 13, 35
K
Kadenyi, Misia, 126
kapitalisme, 32, 33
karakter siswa, 20
Kariuki, Michael, 126
keadilan, 20
kebebasan, 14, 18, 19, 20, 21, 22,
23, 25, 26, 28, 29, 30, 31, 33,
34, 35, 36, 38, 64, 76, 133
Kebebasan, 18, 19, 20, 31
kebiasaan, 10, 29, 37, 81, 85
kebijakan, 10, 78
kedisiplinan, iii, v, 10, 12, 14, 42,
59, 63, 69, 70, 71, 72, 73, 74,
75, 76, 77, 79, 81, 86, 87, 90,
93, 95, 96, 97, 98, 100, 105,
106, 110, 111, 112, 114
kegaduhan, 45, 77, 89, 114
kehendak bebas, 19
kelas, 11, 32, 33, 41, 44, 45, 47,
48, 65, 74, 75, 76, 77, 83, 91,
92, 95, 96, 98, 99, 100, 102,
103, 104, 105, 108
Kelas, 32, 47, 121, 126, 127
kepribadian, 9, 13, 115
Kepribadian, 37
kesadaran, 27, 33, 69
Keseimbangan, 13
keseimbangan alam semesta, 20
kesempatan, v, 23, 25, 27, 28, 46,
94, 100
Kesenian, 42
keterampilan, 37, 39, 54, 55, 56,
57, 58, 59, 67, 85, 135
Khadjooi, Kayvan, 130
Kilimci, 10, 74, 78, 127
Kilimci, Songul, 127
Knight, George R., 118
kognisi, 27, 63
kognitif, 20, 39, 40, 48, 49, 50,
51, 53, 54, 55, 56, 59, 68, 113,
135
Kognitif, 40, 48, 134
komoditas pasar, 31, 32
kompetensi, 37, 67, 85, 87, 99,
104
kompleksitas, 36
DISIPLIN PENDIDIKAN DALAM PERSPEKTIF ISLAM
138
kondusif, 10, 42, 47, 69, 76, 78,
89, 94, 95, 96, 97, 98, 99, 100,
101, 102, 104, 105, 110, 112,
113, 116
konservative, 31
konstruktivisme, 28, 29, 30, 43,
120
Konstruktivisme, 136
kontrol, 10, 15, 43, 64, 68, 80, 81,
107
kooperatif, 27, 31, 48
koperasi, 42
kreativitas, 15
kualitas pendidikan, iii, 10, 39,
110, 116
kuda, 20
kurikulum, 25, 32, 34, 45, 47, 68
L
Larangan, 92
Larochelle, Marie, 127
learning by doing., 29
liberal,, 31, 32
Liberalisme, 30, 133
lingkungan, 10, 15, 28, 36, 37,
42, 43, 47, 58, 68, 74, 78, 86,
87, 88, 94, 100, 105, 108, 137
Lingkungan, 47, 94, 132
Lirboyo, 53, 69, 87, 93
Lynch, Kathleen, 127
M
MA, 103
Madani, Abdul Hai, 127
Mahmoud Husein, 35
Maisah, 100, 121, 127
makhluk, 14, 15, 18, 19, 21, 32,
35, 36
makhluk kreatif, 19
manusia, 9, 12, 13, 14, 15, 18, 19,
20, 21, 22, 24, 25, 26, 27, 28,
30, 31, 32, 33, 34, 35, 36, 37,
38, 54, 77, 84, 85, 104, 116,
132, 133, 136
Manusia, 13, 14, 32, 33, 35, 124,
133
manusiawi, 14, 16, 31, 55, 92
Mar’i, Taufiq Ahmad, 119, 128
Marxism, 30, 32, 120
Marxisme, 30, 32, 33, 134
masyarakat, 21, 22, 31, 33, 35,
36, 68, 81, 83, 84, 95, 133
materi, 15, 28, 30, 40, 43, 44, 48,
49, 50, 51, 53, 54, 59, 65, 68,
75, 86, 94, 95, 100, 103, 105,
114
materialisme, 33, 134
Mendidik, 75, 76
Mengajar, 47, 118
mental, 9, 13, 59, 113, 134
Model, 128
moral, 9, 12, 19, 55
Moral, 118, 121
Muslim, 35, 125
Mustad}’afi>n., 134
Mut}t}ah>ri>, Murt}a>da>, 119
N
nafsu kebinatangan, 21
Naisaban, Ladislaus, 120
Nata, Abudin, 119
Nelson, Jack L., 128
Nigeria, 128
NN, 113
NU, 65, 77, 92
O
Ohan, Christopher, 128
DISIPLIN PENDIDIKAN DALAM PERSPEKTIF ISLAM
139
operant conditioning, 37, 64
Ormond, JE, 129
Osher, David, 128
Osipian, Ararat L., 22, 129
otak prasadar, 13
otak sadar, 13
otoritatif,, 27
output, 39, 41
P
Pacis, Dina, 131
Pakistan, 11
Parker, Walter, 120
partisipasi, 29, 58, 65, 99, 104
pedagogi, 15, 43
Pedagogi, 15
pemahaman, 18, 23, 50, 53, 135
pemahanam, 29
pemaksaan, 14, 16, 20, 21, 22, 63,
64, 75, 83, 84, 85, 90, 103, 105
Pemaksaan, 16, 22, 63, 64, 84,
104
Pemaksaan pendidikan, 16, 64
pembebasan, 15, 22, 23, 25, 26,
33
Pembebasan pendidikan, 23, 26
pembelajaran, 11, 15, 16, 22, 25,
27, 28, 29, 34, 36, 37, 39, 40,
41, 43, 44, 45, 46, 47, 48, 49,
50, 51, 54, 55, 56, 57, 58, 59,
60, 63, 64, 65, 66, 67, 68, 69,
70, 75, 76, 81, 82, 83, 85, 86,
89, 90, 91, 92, 94, 95, 98, 99,
100, 102, 103, 104, 107, 113,
114, 136
Pembelajaran, vii, 15, 29, 36, 37,
42, 44, 46, 54, 66, 67, 99, 101,
102, 103, 120, 121, 124, 127
pembelajaran tradisional, 29
Pembiasaan, 63, 85
Pendidikan, ii, iii, vii, 9, 18, 21,
22, 23, 25, 26, 27, 30, 31, 32,
34, 36, 42, 44, 45, 46, 47, 81,
82, 93, 110, 115, 117, 118,
120, 121, 124
pendidikan diniyah, 42
pendidikan formal, 27, 42
pendidikan humanistik, 27, 30,
31, 32, 34
pendidikan Islam,, 21
Pendidikan non-formal, 42
penekanan, 15, 21
Pengajaran, 118
pengalaman, 27, 28, 47, 80, 84,
107, 135, 136
pengendalian diri, 20, 104
pengetahuan, 20, 23, 27, 29, 30,
35, 43, 50, 58, 68, 100, 135,
136
Pengetahuan, 49, 51
pengusiran, 11, 74, 96
penindasan, 15, 18, 43
Peraturan, 90
perilaku, 12, 28, 37, 47, 54, 63,
64, 66, 80, 85, 136
perlindungan, 27, 85
perubahan perilaku, 36
perubahan tingkah laku, 11, 36,
76, 136
plural, 35
Pondok pesantren, 43
Pondok Pesantren, v, vii, 41, 42,
44, 45, 48, 50, 55, 74, 78, 79,
87, 89, 94, 95, 99, 105, 134
Pondok Pesantren Salafiy
Terpadu, 46, 74, 78, 79, 83,
89, 94, 99
potensi anak, 11, 15, 84
potensi positif, 19
preconscious, 13
DISIPLIN PENDIDIKAN DALAM PERSPEKTIF ISLAM
140
prestasi belajar, 10, 11, 14, 39,
40, 41, 51, 53, 59, 60, 61, 62,
69, 70, 77, 110, 111, 112, 113,
114, 116
PRESTASI BELAJAR, vii, 39,
110
Pring, Richard, 120
Proses, 68, 99, 104, 133
psikologi, 37
psikomotorik, 20, 39, 40, 55, 56,
57, 58, 135
Punishment, 14, 63, 70, 73, 100,
106, 107, 120, 121, 122, 123,
127, 130, 134
Q
qiya>mu al lail,, 80
R
raga, 13
Ranah kognitif, 59, 113
Ranah psikomotor, 56
rasa, 73, 80, 95, 106, 107
rasional, 21, 133
Rayan, Sobhi, 130
religi, 36
Remaja, 135
robot, 36
roh, 13
Rostami, Kamran, 130
Rosyada, Dede, 120
Rowan, John, 120
Rumah Sakit, 83
S
S}alat ha>jat, 81
Sambangan, 135
sanksi, iii, 11, 12, 13, 14, 15, 16,
21, 29, 45, 59, 60, 61, 62, 63,
64, 65, 67, 69, 70, 71, 72, 73,
74, 75, 76, 77, 79, 80, 81, 82,
83, 84, 85, 86, 87, 89, 90, 91,
92, 93, 96, 102, 103, 104, 105,
106, 107, 113, 114, 116
Sanksi, 74, 77, 83, 86, 104, 106,
134
santri, 44, 45, 46, 47, 48, 49, 50,
51, 52, 53, 54, 58, 59, 61, 62,
63, 64, 65, 66, 68, 72, 73, 74,
75, 76, 77, 79, 80, 81, 82, 83,
84, 86, 87, 88, 89, 90, 91, 92,
93, 96, 103, 104, 106, 107,
113, 114, 132, 136
Santri, 48, 52, 53, 54, 55, 62, 66,
80, 81, 82, 87, 90, 91
Satre, Jean Paul, 120
SD, 83
sejarah, 32, 64, 85
Sekolah, 42, 46, 53, 88
Shari’ati, Ali, 120, 130
sikap, 10, 11, 12, 15, 39, 54, 55,
57, 58, 64, 65, 66, 67, 68, 69,
74, 76, 78, 79, 84, 85, 92, 93,
96, 99, 104, 105, 106, 135
siswa, iii, 9, 10, 11, 12, 14, 15,
16, 20, 22, 23, 25, 26, 27, 28,
29, 30, 34, 37, 39, 40, 41, 42,
43, 44, 46, 47, 48, 49, 51, 53,
54, 57, 60, 63, 64, 67, 69, 70,
71, 72, 73, 74, 76, 78, 79, 83,
84, 86, 87, 89, 91, 92, 93, 94,
95, 96, 97, 98, 99, 100, 101,
102,103, 104, 105, 106, 107,
108, 110, 111, 112, 113, 114,
116, 137
Siswa, 41, 42, 70, 71, 74, 118
skill, 55
skorsing, 11, 74, 96
DISIPLIN PENDIDIKAN DALAM PERSPEKTIF ISLAM
141
Slavin, Robert E., 121
SLTA, 66, 83, 91
SLTP, 53, 66, 91, 106
Society, 126, 130
Songul Kilimci, 10
sorogan, 46, 77
sosial, 18, 22, 35, 54, 108, 134
Soyomukti, Nurani, 121
Spiritual, 133
Storss, Debbie A., 130
Suasana belajar yang kondusif,
100, 102
superego, 13, 14
Superego, 127, 136
T
ta’zir, 83, 106
Tata tertib, 79, 82, 87, 88, 89, 93
Tata Tertib, 44, 47, 79, 80, 86,
87, 88, 89, 90, 91, 93, 108
teguran, 80
teologis, 18
teosentris, 20
tong kosong, 36
Tuhan, 18, 21, 26
Tujuan, 9, 32, 33, 92, 137
U
unconscious, 13
W
Weegar, Mary Anne, 131
Western Fallacies, 30, 32, 120
Y
Yamin, Martinis, 121
DISIPLIN PENDIDIKAN DALAM PERSPEKTIF ISLAM
142
143
RIWAYAT HIDUP PENULIS
Penulis dilahirkan di Jakarta, pada
tanggal 9 Oktober 1964. Saat ini
penulis bekerja sebagai dosen
Metodologi Penelitian Pendidikan,
Evaluasi Pembelajaran dan Ilmu-
Ilmu Pendidikan di Universitas
Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, Dpk
STAI Al-Hikmah, Jakarta.
Penulis saat ini juga mengajar sebagai Dosen
tidak tetap di Pascasarjana Universitas Terbuka untuk
mata kuliah Metodologi Penelitian Pendidikan. Sejak
tahun 2004 sampai 2015, penulis bekerja sebagai
dosen tidak tetap untuk mata kuliah Metodologi
Penelitian Pendidikan, Evaluasi Pendidikan,
Statistika Pendidikan dan Ilmu-Ilmu Pendidikan di
STAI Madinatul Ilmi, Depok dan di PTIQ (2010)
bekerja sebagai dosen Statistika Pendidikan.
DISIPLIN PENDIDIKAN DALAM PERSPEKTIF ISLAM
144
Penulis adalah Doktor dalam bidang Pendidikan
Islam dari UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Magister
Pendidikan dalam bidang Penelitian dan Evaluasi
Pendidikan dari Universitas Muhammadiyah Prof. Dr.
Hamka (UHAMKA), Jakarta dan Sarjana Peternakan
dari Institut Pertanian Bogor.
Selain buku dengan judul Disiplin Pendidikan
Dalam Perspektif Islam ini, beberapa buku yang
merupakan karya penulis adalah : 1. Punishment dan
Pengaruhnya terhadap Kualitas Pendidikan (2014,
Penerbit : CV. Qalbun Salim, Ciputat), 2. Aceh
Gerbang Masuknya Islam ke Nusantara (2016,
Penerbit: Mahara Publishing, Tangerang), 3.
Pendidikan Humanistik Islami (2017, Penerbit CV.
Qalbun Salim, Ciputat), 4. Bias Gender Dalam Pola
Asuh Anak Perempuan Gayo (2018, CV. Qalbun
Salim), 5. Pendidikan Islam Pada Awal Islamisasi di
Asia Tenggara (2019, Penerbit PT. Raja Grafindo)
dan Statistika Penelitian Pendidikan (2019, CV.
Qalbun Salim, Ciputat).
Beberapa tulisan Penulis di Jurnal dan Tabloid
adalah: 1. Punishment dalam Pendidikan (2015,
Bayan, Jakarta) 2. Islamisasi di Aceh (2015, Bayan :
Jakarta), 3. Peran Mazhab Syiah Dalam Islamisasi di
Indonesia (Maret 2017, Tanwir Bandung). 4.
Pendidikan Aplikatif Pondok Pesantren Dan
Dampaknya Terhadap Kualitas Outcome Siswa, Studi
Kasus di Pondok Pesantren Darunnajah, Jakarta
(2017, Hikmah Jakarta)), 5.Pola Asuh Anak
DISIPLIN PENDIDIKAN DALAM PERSPEKTIF ISLAM
145
Perempuan Gayo Dalam Perspektif Gender (2019,
Hikmah, Jakarta), 6. Pendidikan Humanis Dalam
Perspektif Islam (2019, Koordinat, Jakarta), 7.
Character Building Through Reinforcement of
Islamic Learning (Tarbiya, 2019, UIN Jakarta), 8.
Pemaksaan Dalam Pendidikan dan Prestasi Belajar,
Studi: Pondok Pesantren Salaf Terpadu Ar-Risalah,
Lirboyo, Jawa Timur (2019, Hikmah, Jakarta) dan 9.
Kecanduan Bermain Game Online dan HUbungannya
Dengan Karakter Islami Siswa ) Studi Di SD Azhari
Cilandak Jakarta).