case bedah shabrina
DESCRIPTION
caseTRANSCRIPT
BAB I
LAPORAN KASUS
I. IDENTIFIKASI
Nama : RW
Jenis kelamin : Perempuan
Umur : 32 tahun
Status : Menikah
Pendidikan : Ibu Rumah Tangga
Alamat : Desa Batu Ampar Kel Sirah Pulau Padang, OKI
Agama : Islam
Bangsa : Indonesia
MRS : 11 Juli 2013
II. ANAMNESIS (Autoanamnesis, 17 Juli 2013)
Keluhan Utama
Luka bakar kimia
Riwayat Perjalanan Penyakit
± 2 jam SMRS penderita disiram cuka para oleh suaminya pada bagian
wajah, leher, dada dan kedua lengan. Rasa perih dan penglihatan kabur pada
mata (-).
III. PEMERIKSAAN FISIK (17 Juli 2013)
Survei Primer
1. Keadaan umum : sedang
2. Kesadaran : compos mentis
A. Baik
B. RR : 22 x/mnt
C. TD : 130/80 mmHg
N : 92 x/mnt
1
Survei sekunder :
Kepala & wajah : lihat status lokalis
Mata : konjungtiva tidak pucat, sklera tidak ikterik,
Leher : pembesaran KGB (-)
THT : sekret (-)
Dada : simetris
Jantung : HR 92 x/mnt, murmur (-), gallop (-)
Paru : vesikuler (+) normal, ronki -/-, wheezing -/-
Abdomen : datar, lemas, NT (-), tdk teraba massa, BU (+) normal,
H/L tidak teraba membesar.
Ekstremitas atas : lihat status lokalis
Status Lokalis:
- Regio Fasial : 6 %
- Regio Trunkus Anterior : 7 %
- Regio Extremitas Superior Dextra : 5 %
- Regio Extremitas Superior Sinistra : 5 %
Jumlah : 23 %
Regio Facial Regio Trunkus Anterior
2
Regio Extremitas Superior Dextra
Regio Extremitas Suuperior Sinistra
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Laboratorium tanggal 17 Juli 2013
Hematologi :
o Hemoglobin : 13,4 (n : 13,4-19,6 g/dl)
o Hematokrit : 39* (n : 51-55 %)
o Leukosit : 12,6 (n : 6-17,5 103/mm3)
o Trombosit : 355 (n: 217-497 103/µL)
o LED : 120* (n: < 20 mm/jam)
Kimia klinik :
o BSS : 129 (n: < 200 mg/dL)
o Protein total : 7,0 (n: 4,6-7,0 g/dL)
o Albumin : 3,8 (n: 3,8-5,4 g/dL)
o Globulin : 3,2 (n: 2,6-3,6 g/dL)
o Na : 141 (n: 135-155 mEq/L)
o K : 4,5 (n: 3,6-5,5 mEq/L)
3
V. DIAGNOSIS KERJA
Luka bakar kimia 23 % grade III
VI. PENATALAKSANAAN
- IVFD RL gtt 20 x/menit
- Irigasi
- Inj. Ceftriaxon 2x1
- Inj. Ranitidin 2x1 amp
- Inj. Ketorolac 3x1 amp
VII. PROGNOSIS :
quo ad vitam : bonam
quo ad functionam : dubia et bonam
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
DEFINISI
Luka bakar adalah luka yang disebabkan oleh panas (api, cairan panas,
arus listrik,radiasi) bahan kimia, dan penyebab lain dengan akibat serangan yang
mengenai kulit, mukosa dan jaringan lebih dalam. Luka bakar merupakan suatu
jenis trauma dengan morbiditas dan mortalitas tinggi yang memerlukan
penatalaksanaan khusus sejak awal (fase syok) sampai fase lanjut.
PATOFISIOLOGI
Akibat pertama luka bakar adalah shok karena kaget dan kesakitan,
pembuluh kapiler yang terkena suhu tinggi rusak, aliran listrik akan merangsang
jaringan atau organ yang yang dilalui, misalnya
- Otot
Otot yang teraliri listrik akan kontraksi, sehingga telapak tangan yang
memegang listrik tidak akan melepaskan kabel, diafragma akan lumpuh sehingga
penderita berhenti bernapas bila berkepanjangan akan terjadi hipoksi
- Jantung
Terjadi fibrilasi sampai “cardiac arrest” dan asidosis. Pada resusitasi harus
diberi bicarbonas natricus.
- Tulang
Akibat tulang yang dialiri panas, otot disekitarnya akan terbakar .
Mioglobin akan keluar melalui urin dan urin berwarna hitam
Meningkatnya permeabilitas menyebabkan oedem dan menimbulkan
bullae. Hal ini menyebabkan berkurangnya volume cairan intravaskuler, tubuh
kehilangan cairan antar ½-1% blood volume setiap 1% luka bakar. Kerusakan
kulit akibat luka bakar menyebabkan kehilangan cairan karena penguapan yang
meningkat (insensible water loss meningkat).
5
Bila luka bakar terjadi lebih dari 20% akan terjadi shok hipovolemik
dengan gejala-gejala seperti gelisah, pucat, nadi kecil dan cepat, tekanan darah
menurun.jumlah produksi urine yang turun pada luka bakar dapat mengakibatkan
kegagalan ginjal.
Pada luka bakar yang mengenai muka dapat terjadi kerusakan mukosa
jalan napas karena gas, asap atau uap panas yang tersisa. Gejala yang timbul
adalah sesak napas, takipnue, stridor, suara serak, dan berdahak berwarna gelap
karena berjelaga.
Dapat juga terjadi keracunan gas co2, tanda-tanda keracunan yang ringan
adalah lemas, bingung, pusing, mual, dan muntah.
Pada luka bakar yang berat terjadi ileus paralitik. Pada edema yang luas
dan mendadak akibat luka bakar dapat terjadi gangguan sirkulasi karena
perubahan permebilitas pembuluh darah. Koloid dengan berat 300.000 dapat
keluar dari pembuluh darah menyebabkan menurunnya tekanan onkotik. Hal ini
menyebabkan mudahnya cairan ke luar dari pembuluh darah. Perubahan tekanan
onkotik juga menyebabkan potensial membrane sel menurun akibat na dan air
masuk kedalam sel dan kalium keluar sel, hal ini menyebabkan peristaltik usus
menurun.
DIAGNOSIS
Diagnosis luka bakar ditegakkan berdasarkan:
1. Etiologi
2. Luas
3. Kedalaman
ETIOLOGI LUKA BAKAR
1. Luka Bakar Panas (thermal)
Luka bakar panas (thermal) disebabkan oleh karena terpapar atau kontak
dengan api, cairan panas atau objek-objek panas lain.
6
2. Luka Bakar Kimia (chemical)
Luka bakar kimia (chemical) disebabkan oleh kontaknya jaringan kulit
dengan asam atau basa kuat. Konsentrasi zat kimia, lamanya kontak dan
banyaknya jaringan yang terpapar menentukan luasnya injuri karena zat
kimia ini. Luka bakar kimia dapat terjadi misalnya karena kontak dengan
zat-zat pembersih yang sering dipergunakan untuk keperluan rumah
tangga dan berbagai zat kimia yang digunakan dalam bidang industri,
pertanian dan militer. Lebih dari 25.000 produk zat kimia diketahui dapat
menyebabkan luka bakar kimia
3. Luka Bakar Listrik (Electric)
Luka bakar listrik (electric) disebabkan oleh panas yang digerakan dari
energi listrik yang dihantarkan melalui tubuh. Berat ringannya luka
dipengaruhi oleh lamanya kontak, tingginya voltage dan cara gelombang
elektrik itu sampai mengenai tubuh.
4. Luka Bakar Radiasi
Luka bakar radiasi disebabkan oleh terpapar dengan sumber radioaktif.
Tipe injuri ini seringkali berhubungan dengan penggunaan radiasi ion pada
industri atau dari sumber radiasi untuk keperluan terapeutik pada dunia
kedokteran. Terbakar oleh sinar matahari akibat terpapar yang terlalu lama
juga merupakan salah satu tipe luka bakar radiasi.
LUKA BAKAR KIMIA
Luka bakar juga dapat disebabkan oleh kontak langsung dengan zat kimia
asam atau basa, luka bakar kimia asam menyebabkan nekrosis koagulasi, kulit
yang kontak,tampak kering, teraba keras dan kasar, warna coklat kehitaman,
kecuali karena asam nitrit akan bewarna kuning kehijauan, karena adanya reaksi
xantho protein. Sedangkan luka bakar kimia basa menyebabkan nekrosis
lequefaktif, kulit yang kontak tampak basa, lunak dan oedematous, warna merah
kecoklatan dan teraba licin. Luka bakar kimia basa umumnya lebih serius
dibandingkan dengan asam, karena basa dapat menembus jaringan lebih dalam.
Segera bersihkan zat kimia dan rawat luka, karena berat-ringannya luka bakar
7
kimia tergantung dari lamanya waktu kontak, konsentrasi dan jumlahnya. Guyur
zat kimia dengan air sebanyak-banyaknya, bila perlu gunakan penyemprot air
selama paling sedikit 20-30 menit. Zat penawar kimia jangan digunakan karena
reaksi zat kimia dengan penawarnya dapat menimbulkan panas dan menghasilkan
kerusakan jaringan yang lebih parah.
A. Klasifikasi bahan kimia yang dapat menyebabkan luka bakar:
1. Bersifat asam
a. asam sulfat ,biasanya digunakan membersihkan toilet, pembersih logam.
Konsentrasinya lebih kental dan padat dibandingkan air, dapat
menghasilkan pasnas bila diencerkan.
b. asam nitrit
c. asam hidrofluorit
d. asam hidroclorit, merupakan asam lemah, bila kontak dengan kulit
dalam bentuk yang telah diencerkan, tidak akan langsung menyebabkan
luka bakar nyeri.
e. asam fosfat
f. asam asetat
g. asam cloroasetat, bersifat korosif, terutama asam monocloroasetat yang
dapat menyebabkan depresi saluran pernapasan.
h. fenol dan cresol
2. Bersifat basa
a. sodium hydroxide dan potassium hydroxide
b. kalsium hydroxide
c. kalsium oxide
d. amoniak, biasanya digunakan dalam pembersih dan detergen, sangat
bersifat higroskopis, menyebabkan luka bakar yang berat.
e. sodium karbonat
f. litium hidrat
8
3. Oksidan
- klorat, kromate, peroksida dan manganat.
B. Berat / ringannya trauma tergantung :
1. Bahan
2. Konsentrasi
3. Volume
4. Lama kontak
5. Mekanisme trauma
C. Penatalaksanaan :
1. Bebaskan pakaian yang terkena
2. Irigasi dengan air yang kontinu
3. Hilangkan rasa nyeri
4. Perhatikan airway, breathing dan circulation
5. Identifikasi bahan penyebab.
6. Perhatikan bila mengenai mata.
7. Penanganan selanjutnya sama seperti penanganan luka bakar
LUAS LUKA BAKAR
Perhitungan luka bakar berdasarkan “rules of nine” dari Wallace:
- Kepala, leher 9%
- Lengan, tangan 2x9%
- Paha, betis, kaki 4x9%
- Dada, perut, punggung, bokong 4x9%
- Genitalia 1%
9
Gambar 1. rule of nine, luas luka bakar
Untuk anak umur 5 tahun(menurut Lund and Browder):
- Kepala 14%
- Tungkai, kaki 16%
- Bagian yang lain sama dengan dewasa
Gambar 1.2 modifikasi rule of nine menurut Lund and Browder
10
Bayi 1 tahun(menurut Lund and Browder):
- Kepala, leher 18%
- Tungkai,kaki 14%
- Bagian lain sama dengan dewasa
Gambar 1.3 modifikasi rule of nine menurut Lund and Browder
Untuk luka bakar yang distribusinya tersebar, rumus luas permukaan
telapak tangan (tidak termasuk jari-jari) penderita sama dengan 1% luas
permukaan tubuhnya.
KEDALAMAN LUKA BAKAR
1. Luka bakar derajat I (luka bakar superficial)
luka bakar ini merupakan luka bakar teringan dimana kerusakan hanya
terjadi pada epidermis. Kulit yang mengalami luka bakar derajat I tampak
kering, kemerahan dikarenakan vasodilatasi kulit, dan nyeri karena ujung-
ujung saraf sensorik teriritasi. Dalam 2 hingga 3 hari biasanya kemerahan dan
rasa nyeri pada kulit akan berkurang. Luka bakar derajat ini akan sembuh
tanpa jaringan parut dalam waktu 5 – 7 hari, dimana epitelium yang rusak
11
akan mengelupas. Luka bakar derajat I umumnya terjadi dikarenakan sengatan
matahari.
Gambar 2. Luka bakar
derajat I
2. Luka bakar derajat II (luka bakar dermis)
Luka bakar derajat dua meliputi epidermis dan sebagian dermis tetapi
masih ada element epitel yang tersisa, seperti sel epitel basal, kelenjar sebasea,
kelenjar keringat, dan folikel rambut. Dengan adanya sisa epitel yang sehat
ini, luka dapat sembuh sendiri dalam 10 – 21 hari. Oleh karena kerusakan
kapiler dan ujung syaraf di dermis, luka derajat ini tampak lebih pucat dan
merah, tergantung ada tidaknya aliran darah ke dermis, serta lebih nyeri
dibandingkan luka bakar superficial. Pada luka bakar derajat II dasar luka
terletak lebih tinggi di atas permukaan kulit normal. Juga timbul bula berisi
cairan eksudat yang keluar dari pembuluh karena permeabilitas dindingnya
meninggi. Luka bakar derajat II dibedakan menjadi :
a. Derajat II dangkal
12
Dimana kerusakan mengenai bagian superficial dari dermis dan
penyembuhan terjadi secara spontan dalam 10-14 hari. Apendises kulit seperti
folikel rambut, kelenjar keringat, dan kelenjar sebacea masih utuh. Luka bakar
derajat ini jarang menyebabkan parut hipertrofik, namun seringkali
menyebabkan perubahan warna kulit yang mencolok. Luka bakar derajat II
dangkal seringkali disebabkan tumpahan atau semburan air panas, dan paparan
api dalam jangka waktu pendek.
b. Derajat II dalam
Dimana kerusakan mengenai hampir seluruh bagian dermis.
Permukaan luka bakar biasanya tampak bercak-bercak putih dan pink
dikarenakan perbedaan aliran darah ke dermis (bagian putih memiliki sedikit
bahkan tidak ada aliran darah, dan bagian pink memiliki aliran darah).
Penderita sering mengeluh rasa tidak nyaman dibandingkan sensasi nyeri.
Penyembuhan terjadi lebih lama tergantung bagian dari dermis yang memiliki
kemampuan reproduksi sel-sel kulit (epitel, stratum germinativum, kelenjar
keringat, kelenjar sebasea, dsb) yang tersisa. Biasanya penyembuhan terjadi
dalam waktu lebih dari satu bulan. Pada penderita luka bakar derajat II dalam
sering terjadi parut hipertrofik dan kontraktur.4,5
13
Gambar 3. Luka bakar derajat II (a. Luka bakar derajat II dangkal ; b. Luka bakar derajat
II dalam)
3. Luka bakar derajat III
Luka bakar derajat III meliputi seluruh kedalaman kulit, mungkin
subkutis, atau organ yang lebih dalam. Kulit yang terbakar berwarna abu-abu
dan pucat, kering, letaknya lebih rendah serta dengan atau tanpa bula.
Penderita luka bakar derajat III tidak merasakan nyeri dikarenakan rusaknya
ujung-ujung saraf sensorik. Pada luka bakar derajat III dapat terbentuk eskar,
yang merupakan suatu struktur intak namun nonvital berasal dari koagulasi
protein pada lapisan epidermis dan dermis yang apabila dibiarkan selama
beberapa hari hingga beberapa minggu akan terpisah dari jaringan di
bawahnya yang viabel. Oleh karena tidak ada lagi apendises kulit yang hidup
dan dapat sembuh hanya dengan kontraktur luka, epitelialisasi tepi luka dan
cangkok kulit.
Gambar 4. Luka bakar
derajat III
KLASIFIKASI LUKA
BAKAR
1. Luka bakar ringan
a. Luka bakar dengan luas < 15 % pada dewasa
b. Luka bakar dengan luas < 10 % pada anak-anak dan usia lanjut
14
c. Luka bakar dengan luas < 2 % pada segala usia
2. Luka bakar sedang (moderate burn)
a. Luka bakar dengan luas 15 – 25 % pada dewasa, dengan luka bakar derajat
III kurang dari 10 %
b. Luka bakar dengan luas 10 – 20 % pada anak usia < 10 tahun atau dewasa
> 40 tahun, dengan luka bakar derajat III kurang dari 10 %
c. Luka bakar dengan derajat III < 10 % pada anak maupun dewasa yang
tidak mengenai muka, tangan, kaki, dan perineum
3. Luka bakar berat (major burn)
a. Derajat II-III > 20 % pada pasien berusia di bawah 10 tahun atau di atas
usia 50 tahun
b. Derajat II-III > 25 % pada kelompok usia selain disebutkan pada butir
pertama
c. Luka bakar pada muka, telinga, tangan, kaki, dan perineum
d. Adanya cedera pada jalan nafas (cedera inhalasi) tanpa memperhitungkan
luas luka bakar
e. Luka bakar listrik tegangan tinggi
f. Disertai trauma lainnya
INDIKASI RAWAT INAP PASIEN LUKA BAKAR
Menurut American Burn Association, seorang pasien diindikasikan untuk
dirawat inap bila:
1. Luka bakar derajat III > 5%
2. Luka bakar derajat II > 10%
3. Luka bakar derajat II atau III yang melibatkan area kritis (wajah, tangan,
kaki, genitalia, perineum, kulit di atas sendi utama) risiko signifikan
untuk masalah kosmetik dan kecacatan fungsi
4. Luka bakar sirkumferensial di thoraks atau ekstremitas
5. Luka bakar signifikan akibat bahan kimia, listrik, petir, adanya trauma
mayor lainnya, atau adanya kondisi medik signifikan yang telah ada
sebelumnya
15
6. Adanya trauma inhalasi
FASE LUKA BAKAR
Untuk mempermudah penanganan luka bakar maka dalam perjalanan
penyakitnya dibedakan dalam 3 fase yaitu akut, subakut dan fase lanjut. Namun
demikian pembagian fase menjadi tiga tersebut tidaklah berarti terdapat garis
pembatas yang tegas diantara ketiga fase ini. Dengan demikian kerangka berpikir
dalam penanganan penderita tidak dibatasi oleh kotak fase dan tetap harus
terintegrasi. Langkah penatalaksanaan fase sebelumnya akan berimplikasi klinis
pada fase selanjutnya.
1. Fase akut / fase syok / fase awal.
Fase ini mulai dari saat kejadian sampai penderita mendapat perawatan di
IRD /Unit luka bakar. Pada fase ini penderita luka bakar, seperti penderita trauma
lainnya, akan mengalami ancaman dan gangguan airway (jalan napas), breathing
(mekanisme bernafas) dan gangguan circulation (sirkulasi). Gangguan airway
tidak hanya dapat terjadi segera atau beberapa saat setelah terjadi trauma , inhalasi
dalam 48-72 jam pasca trauma. Cedera inhalasi merupakan penyebab kematian
utama penderita pada fase akut. Pada fase ini dapat terjadi juga gangguan
keseimbangan sirkulasi cairan dan elektrolit akibat cedera termal/panas yang
berdampak sistemik. Adanya syok yang bersifat hipodinamik dapat berlanjut
dengan keadaan hiperdinamik yang masih berhubungan akibat problem
instabilitas sirkulasi.
2. Fase Subakut
Fase ini berlangsung setelah fase syok berakhir atau dapat teratasi. Luka
yang terjadi dapat menyebabkan beberapa masalah yaitu :
a. Proses inflamasi atau infeksi.
b. Problem penutupan luka
c. Keadaan hipermetabolisme.
16
3. Fase Lanjut
Fase ini penderita sudah dinyatakan sembuh tetapi tetap dipantau melalui
rawat jalan. Problem yang muncul pada fase ini adalah penyulit berupa parut yang
hipertrofik, keloid, gangguan pigmentasi, deformitas dan timbulnya kontraktur.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan:
1. Pemeriksaan darah rutin dan kimia darah
2. Urinalisis
3. Pemeriksaan keseimbangan elektrolit
4. Analisis gas darah
5. Radiologi – jika ada indikasi ARDS
6. Pemeriksaan lain yang dibutuhkan untuk menegakkan diagnosis SIRS dan
MODS
PENATALAKSANAAN LUKA BAKAR
Penanganan luka bakar secara umum :
Nilai keamanan tempat kejadian dan keselamatan diri penolong
Identifikasi sumber dan hentikan proses luka bakar
Lepaskan pakaian dan perhiasan
Lakukan penilaian dini
Tentukan derajat luka bakar dan luas luka bakar
Tutup luka bakar
Jaga suhu tubuh penderita
Rujuk ke fasilitas kesehatan
Penanganan dibagian emergensi
Perawatan di bagian emergensi merupakan kelanjutan dari tindakan yang
telah diberikan pada waktu kejadian. Penanganan luka (debridemen dan
pembalutan) tidaklah diutamakan bila ada masalah-masalah lain yang mengancam
17
kehidupan pasien, maka masalah inilah yang harus diutamakan. Perawatan di
bagian emergensi terhadap luka bakar meliputi :
a) Bebaskan pakaian yang terbakar
b) Reevaluasi ABC (jalan nafas, kondisi pernafasan, sirkulasi) dan trauma
lain yang mungkin terjadi. Menilai kembali keadaan jalan nafas, kondisi
pernafasan, dan sirkulasi untuk lebih memastikan ada tidaknya kegawatan
dan untuk memastikan penanganan secara dini. Selain itu melakukan
penilaian ada tidaknya trauma lain yang menyertai cedera luka bakar
seperti patah tulang, adanya perdarahan dan lain-lain perlu dilakukan agar
dapat dengan segera diketahui dan ditangani. Bila ditemukan adanya
trauma inhalasi, dapat dilakukan intubasi pada trauma inhalasi tanpa
distres pernafasan, atau krikotiroidotomi pada trauma inhalasi dengan
distres pernafasan.
b) Resusitasi cairan (penggantian cairan yang hilang)
Resusitasi cairan diberikan dengan tujuan preservasi perfusi yang adekuat
dan seimbang di seluruh pembuluh darah vaskular regional, sehingga
iskemia jaringan tidak terjadi pada setiap organ sistemik. Selain itu cairan
diberikan agar dapat meminimalisasi dan eliminasi cairan bebas yang tidak
diperlukan, optimalisasi status volume dan komposisi intravaskular untuk
menjamin survival/maksimal dari seluruh sel, serta meminimalisasi
respons inflamasi dan hipermetabolik dengan menggunakan kelebihan dan
keuntungan dari berbagai macam cairan seperti kristaloid, hipertonik,
koloid, dan sebagainya pada waktu yang tepat. Dengan adanya resusitasi
cairan yang tepat, kita dapat mengupayakan stabilisasi pasien secepat
mungkin kembali ke kondisi fisiologik dalam persiapan menghadapi
intervensi bedah seawal mungkin. Resusitasi cairan dilakukan dengan
memberikan cairan pengganti.
Cara Baxter :
Dewasa hari 1 : berat badan x % luas luka bakar x 4cc ringer laktat per
24 jam
Anak hari 1 : ringer laktat : dextran = 17:3
18
Berat badan(kg) x % luas luka bakar x 2cc (RL:D) +
kebutuhan faal
Kebutuhan faal:
1 tahun : berat badan x 100cc
1-3 tahun : berat badan x 75cc
3-5 tahun : berat badan x 50cc
Pemberian cairan :
1. ½ volume cairan diberikan 8 jam pertama
2. ½ volume sisa diberikan 16 jam berikutnya.
Dewasa hari 2 : koloid : 500-2000cc + glukosa 5% , untuk
mempertahankan cairan
Anak hari 2 : sesuai kebutuhan faal
c) Pemasangan kateter urine
Pemasangan kateter harus dilakukan untuk mengukur produksi urine setiap
jam. Output urine merupakan indikator yang reliable untuk menentukan
keadekuatan dari resusitasi cairan.
d) Pemasangan nasogastric tube (NGT)
Pemasangan NGT bagi pasien luka bakar 20 % -25 % atau lebih, atau pada
paasien tidak sadar, perlu dilakukan untuk mencegah emesis dan
mengurangi resiko terjadinya aspirasi. Disfungsi ganstrointestinal akibat
dari ileus dapat terjadi umumnya pada pasien tahap dini setelah luka bakar.
Oleh karena itu semua pemberian cairan melalui oral harus dibatasi pada
waktu itu.
e) Pemeriksaan vital signs dan laboratorium
Vital signs merupakan informasi yang penting sebagai data tambahan
untuk menentukan adekuat tidaknya resusitasi. Pemeriksaan laboratorium
dasar akan meliputi pemeriksaan gula darah, BUN (blood ures nitrogen),
kreatinin, elektrolit serum, dan kadar hematokrit. Kadar gas darah arteri
(analisa gas darah), COHb juga harus diperiksa, khususnya jika terdapat
19
injuri inhalasi. Tes-tes laboratorium lainnya adalah pemeriksaan x-ray
untuk mengetahui adanya fraktur atau trauma lainnya mungkin perlu
dilakukan jika dibutuhkan. Monitoring EKG terus menerus haruslah
dilakukan pada semua pasien dengan luka bakar berat, khususnya jika
disebabkan oleh karena listrik dengan voltase tinggi, atau pada pasien
yang mempunyai riwayat iskemia jantung atau dysrhythmia.
f) Managemen nyeri
Managemen nyeri seringkali dilakukan dengan pemberian dosis ringan
morfin atau meperidine dibagian emergensi. Umumnya untuk
menghilangkan rasa nyeri dari luka bakar digunakan morfin dalam dosis
kecil secara intravena (dosis dewasa awal : 0,1-0,2 mg/kg dan
‘maintenance’ 5-20 mg/70 kg setiap 4 jam, sedangkan dosis anak-anak
0,05-0,2 mg/kg setiap 4 jam). Tetapi ada juga yang menyatakan pemberian
methadone (5-10 mg dosis dewasa) setiap 8 jam merupakan terapi
penghilang nyeri kronik yang bagus untuk semua pasien luka bakar
dewasa. Jika pasien masih merasakan nyeri walau dengan pemberian
morfin atau methadone, dapat juga diberikan benzodiazepine sebagai
tambahan. Sedangkan analgetik oral diberikan untuk digunakan oleh
pasien rawat jalan.
g) Profilaksis tetanus
h) Cegah Infeksi
i) Perawatan luka
Perawatan luka untuk luka bakar ringan terdiri dari membersihkan luka
(cleansing) yaitu debridemen jaringan yang mati; membuang zat-zat yang
merusak (zat kimia, tar, dll); dan pemberian/penggunaan krim atau salep
antimikroba topikal dan balutan secara steril. Penting untuk melakukan
latihan ROM (range of motion) secara aktif untuk mempertahankan fungsi
sendi agar tetap normal dan untuk menurunkan pembentukan edema dan
kemungkinan terbentuknya scar. Tindakan debridement dan pencucian
luka dikerjakan setelah sirkulasi stabil, umumnya setelah hari kedua atau
ketiga. Tujuan debridement dan pencucian luka adalah untuk memutus
20
rantai perkembangan SIRS, MODS, dan sepsis. Selanjutnya dipikirkan
proses penutupan luka dalam rangkaian proses penyembuhan.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam perawatan luka, yakni:
Jenis perawatan luka tertutup atau terbuka
Luka bakar dapat dirawat dengan menggunakan metode
balutan terbuka maupun tertutup. metode terbuka digunakan/dioleskan
krim antimikroba secara merata dan dibiarkan terbuka terhadap udara
tanpa dibalut. Krim tersebut dapat diulang penggunaannya sesuai
kebutuhan, yaitu setiap 12 jam sesuai dengan aktivitas obat tersebut.
kelebihan dari metode ini adalah bahwa luka dapat lebih mudah
diobservasi, memudahkan mobilitas dan ROM sendi, dan perawatan
luka menjadi lebih sederhana/mudah. Sedangkan kelemahan dari
metode ini adalah meningkatnya kemungkinan terjadinya hipotermia,
dan efeknya psikologis pada klien karena seringnya dilihat.
Pada perawatan luka dengan metode tertutup, memerlukan
bermacam-macam tipe balutan yang digunakan. Balutan disiapkan
untuk digunakan sebagai penutup pada cream yang digunakan. Dalam
menggunakan balutan hendaknya hati-hati dimulai dari bagian distal
kearah proximal untuk menjamin agar sirkulasi tidak terganggu.
Keuntungan dari metode ini adalah mengurangi evavorasi cairan dan
kehilangan panas dari permukaan luka , balutan juga membantu dalam
debridemen. Sedangkan kerugiannya adalah membatasi mobilitas
menurunkan kemungkinan efektifitas latihan ROM. Pemeriksaan luka
juga menjadi terbatas, karena hanya dapat dilakukan jika sedang
mengganti balutan saja.
Aplikasi antiseptikum dan antibiotik
Penggunaan silver nitrate soaks dilaporkan mengurangi evaporative
loss dan tidak memiliki pengaruh terhadap proses kemotaksis sel-sel
granulosit.
21
Krim silver sulfadiazine dan mafenide dapat menginduksi timbulnya
asidosis metabolik dan menekan proses kemotaksis sel-sel
granulosit, proses inflamasi yang hebat dan hambatan reepitelisasi.
Cerium nitrate memiliki efek mengurangi absorbsi toksin dari area
lokal (luka) dan memperbaiki kondisi imunosupresi melalui
perbaikan sistem imunitas seluler.
j) Pengumpulan data (anamnesis)
Perlu ditanyakan tentang kejadian kecelakaan luka bakar tersebut.
Informasi yang diperlukan meliputi waktu, tingkat kesadaran pada waktu
kejadian, apakah ketika terjadi pasien berada di ruang tertutup atau
terbuka, adakah truma lainya, dan bagaimana mekanisme traumanya. Jika
pasien terbakar karena zat kimia, tanyak tentang zat kimia apa yang
menjadi penyebabnya, konsentrasinya, lamanya terpapar dan apakah
dilakukan irigari segera setelah injuri. Sedangkan jika pasien menderita
luka bakar karena elektrik, maka perlu ditanyakan tentang sumbernya, tipe
arus dan voltagenya yang dapat digunakan untuk menentukan luasnya
injuri. Informasi lain yang diperlukan adalah tentang riwayat kesehatan
pasien masa lalu seperti kesehatan umum pasien. Informasi yang lebih
khusus adalah berkaitan dengan penyakit-penyakit jantung, pulmoner,
endokrin dan penyakit ginjal karena itu semua mempunyai implikasi
terhadap treatment. Disamping itu perlu pula diketahui tentang riwayat
alergi pasien, baik terhadap obat maupun yang lainnya.
Resusitasi nutrisi
Pada pasien luka bakar, pemberian nutrisi secara enteral sebaiknya
dilakukan sejak dini dan pasien tidak perlu dipuasakan. Bila pasien tidak sadar,
maka pemberian nutrisi dapat melalui naso-gastric tube (NGT). Nutrisi yang
diberikan sebaiknya mengandung 10-15% protein, 50-60% karbohidrat dan 25-
30% lemak. Pemberian nutrisi sejak awal ini dapat meningkatkan fungsi
kekebalan tubuh dan mencegah terjadinya atrofi vili usus. Dengan demikian
22
diharapkan pemberian nutrisi sejak awal dapat membantu mencegah terjadinya
SIRS dan MODS.
Terapi pembedahan pada luka bakar
1. Eksisi dini
Eksisi dini adalah tindakan pembuangan jaringan nekrosis dan debris
(debridement) yang dilakukan dalam waktu kurang dari 7 hari (biasanya hari
ke 5-7) pasca cedera termis. Dasar dari tindakan ini adalah:
a. Mengupayakan proses penyembuhan berlangsung lebih cepat. Dengan
dibuangnya jaringan nekrosis, debris dan eskar, proses inflamasi tidak
akan berlangsung lebih lama dan segera dilanjutkan proses fibroplasia.
Pada daerah sekitar luka bakar umumnya terjadi edema, hal ini akan
menghambat aliran darah dari arteri yang dapat mengakibatkan terjadinya
iskemi pada jaringan tersebut ataupun menghambat proses penyembuhan
dari luka tersebut. Dengan semakin lama waktu terlepasnya eskar, semakin
lama juga waktu yang diperlukan untuk penyembuhan.
b. Memutus rantai proses inflamasi yang dapat berlanjut menjadi komplikasi
– komplikasi luka bakar (seperti SIRS). Hal ini didasarkan atas jaringan
nekrosis yang melepaskan “burn toxic” (lipid protein complex) yang
menginduksi dilepasnya mediator-mediator inflamasi.
c. Semakin lama penundaan tindakan eksisi, semakin banyaknya proses
angiogenesis yang terjadi dan vasodilatasi di sekitar luka. Hal ini
mengakibatkan banyaknya darah keluar saat dilakukan tindakan operasi.
Selain itu, penundaan eksisi akan meningkatkan resiko kolonisasi mikro –
organisme patogen yang akan menghambat pemulihan graft dan juga eskar
yang melembut membuat tindakan eksisi semakin sulit. Tindakan ini
disertai anestesi baik lokal maupun general dan pemberian cairan melalui
infus. Tindakan ini digunakan untuk mengatasi kasus luka bakar derajat II
dalam dan derajat III. Tindakan ini diikuti tindakan hemostasis dan juga
“skin grafting” (dianjurkan “split thickness skin grafting”). Tindakan ini
23
juga tidak akan mengurangi mortalitas pada pasien luka bakar yang luas.
Kriteria penatalaksanaan eksisi dini ditentukan oleh beberapa faktor, yaitu:
- Kasus luka bakar dalam yang diperkirakan mengalami penyembuhan
lebih dari 3 minggu.
- Kondisi fisik yang memungkinkan untuk menjalani operasi besar.
- Tidak ada masalah dengan proses pembekuan darah.
- Tersedia donor yang cukup untuk menutupi permukaan terbuka yang
timbul.
Eksisi dini diutamakan dilakukan pada daerah luka sekitar batang
tubuh posterior. Eksisi dini terdiri dari eksisi tangensial yaitu suatu teknik
yang mengeksisi jaringan yang terluka lapis demi lapis sampai dijumpai
permukaan yang mengeluarkan darah (endpoint), dan eksisi fasial yaitu
teknik yang mengeksisi jaringan yang terluka sampai lapisan fascia.
2. Skin grafting
Skin grafting adalah metode penutupan luka sederhana. Tujuannya:
a. Menghentikan evaporate heat loss
b. Mengupayakan agar proses penyembuhan terjadi sesuai dengan waktu
c. Melindungi jaringan yang terbuka
Skin grafting harus dilakukan secepatnya setelah dilakukan eksisi pada
luka bakar pasien. Kulit yang digunakan dapat berupa kulit produk sintesis,
kulit manusia yang berasal dari tubuh manusia lain yang telah diproses
maupun berasal dari permukaan tubuh lain dari pasien (autograft). Daerah
tubuh yang biasa digunakan sebagai daerah donor autograft adalah paha,
bokong dan perut. Teknik mendapatkan kulit pasien secara autograft dapat
dilakukan secara split thickness skin graft atau full thickness skin graft.
Bedanya dari teknik – teknik tersebut adalah lapisan-lapisan kulit yang
diambil sebagai donor. Untuk memaksimalkan penggunaan kulit donor
tersebut, kulit donor tersebut dapat direnggangkan dan dibuat lubang – lubang
pada kulit donor (seperti jaring-jaring dengan perbandingan tertentu, sekitar
24
1 : 1 sampai 1 : 6) dengan mesin. Metode ini disebut mess grafting. Ketebalan
dari kulit donor tergantung dari lokasi luka yang akan dilakukan grafting, usia
pasien, keparahan luka dan telah dilakukannya pengambilan kulit donor
sebelumnya. Pengambilan kulit donor ini dapat dilakukan dengan mesin
‘dermatome’ ataupun dengan manual dengan pisau Humbly atau Goulian.
Sebelum dilakukan pengambilan donor diberikan juga vasokonstriktor (larutan
epinefrin) dan juga anestesi.
Prosedur operasi skin grafting sering menjumpai masalah yang
dihasilkan dari eksisi luka bakar pasien, dimana terdapat perdarahan dan
hematom setelah dilakukan eksisi, sehingga pelekatan kulit donor juga
terhambat. Oleh karenanya, pengendalian perdarahan sangat diperlukan.
Adapun beberapa faktor yang mempengaruhi keberhasilan penyatuan kulit
donor dengan jaringan yang mau dilakukan grafting adalah:
- Kulit donor setipis mungkin
- Pastikan kontak antara kulit donor dengan bed (jaringan yang
dilakukan grafting), hal ini dapat dilakukan dengan cara :
o Cegah gerakan geser, baik dengan pembalut elastik (balut
tekan)
o Drainase yang baik
o Gunakan kasa adsorben
PROGNOSIS
Prognosis dan penanganan luka bakar terutama tergantung pada dalam
dan luasnya permukaan luka bakar, dan penanganan sejak awal hingga
penyembuhan. Selain itu faktor letak daerah yang terbakar, usia dan keadaan
kesehatan penderita juga turut menentukan kecepatan penyembuhan.
Penyulit juga mempengaruhi prognosis pasien. Penyulit yang timbul
pada luka bakar antara lain gagal ginjal akut, edema paru, SIRS, infeksi dan
sepsis, serta parut hipertrofik dan kontraktur.
KOMPLIKASI
25
Syok karena kehilangan cairan
Sepsis
Kontraktur
Hipertrofi jaringan parut
BAB III
26
ANALISIS KASUS
Seorang wanita berumur 32 tahun berinisial RW dirujuk ke RSMH
dengan keluhan luka bakar kimia pada wajah, leher, dada dan kedua lengan.
Dari riwayat perjalanan penyakit didapatkan bahwa kurang lebih 2 jam
SMRS penderita mengaku disiram cuka para pada bagian wajah, leher, dada dan
kedua lengan oleh suaminya.
Pasien datang dalam fase akut luka bakar kimia. Tindakan pertama adalah
pemerikasaan dan penanganan ABCD pasien. Selanjutkan pada pemeriksaan fisik
status generalis didapatkan penderita tampak sakit sedang, vital sign dalam
keadaan normal, KGB, paru-paru, jantung, thorax dan abdomen tidak ditemukan
kelainan. Pada pemeriksaan sekunder didapatkan luka bakar kimia yang mengenai
wajah sebanyak 7 %, leher sebanyak 6 % dan masing-masing lengan 5 %.
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan adalah pemeriksaan darah
lengkap. Hasil pemerikasaan darah didapatkan volume hemoglobin, trombosit dan
leukosit masih dalam batas normal, dengan jumlah hematokrit yang menurun dan
LED yang meningkat. Pada pemeriksaan kimia klinik menunjukkan hasil masih
dalam batas normal.
Diagnosis pasien ini adalah luka bakar kimia berat 23 % yang disebabkan
oleh cuka para.
Penatalaksanaan yang dilakukan antara lain pemasangan IVFD RL gtt 20
x/menit, irigasi, injeksi ceftriaxon 2x1, injeksi ranitidin 2x1, injeksi ketorolac 3x.
Prognosis pada kasus ini untuk quo ad vitam adalah bonam dan quo ad
functionamnya adalah dubia et bonam.
DAFTAR PUSTAKA
27
1. Ahmadsyah I, Prasetyono TOH. Luka. Dalam: Sjamsuhidajat R, de Jong
W,editor. Buku ajar ilmu bedah. Edisi 2. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC; 2005. h. 73-5.
2. American College Of Surgeon Committee On Trauma.2004.ATLS.
3. Asosiasi Luka Bakar Indonesia. 2005. Petunjuk Praktis Penatalaksanaan Luka
Bakar. Jakarta: Komite Medik Asosiasi Luka Bakar Indonesia.
4. Moenadjat Y. Luka bakar. Edisi 2. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2003.
5. Heimbach DM, Holmes JH. Burns. In: Brunicardi FC, Andersen DK, Billiar
TR, Dunn DL, Hunter JG, Pollock RE, editors. Schwartz’s principal surgery.
8th ed. USA: The McGraw-Hill Companies; 2007.
6. Noer, M. Sjaifuddin,Dkk. 2006. Penanganan Luka Bakar. Surabaya :
Airlangga University Press
28