referat bedah laparoscopy

30
1 BAB I PENDAHULUAN Bidang bedah senantiasa mengalami evolusi. Dengan evolusi anestesi inhalasi di Massachusetts General Hospital pada tahun 1846, bidang bedah benar-benar mengalami ekspansi. Sebelumnya, prosedur bedah dihindari, dan jika dilakukan akan dilakukan dalam waktu yang singkat. Dahulu, ahli bedah terbaik adalah ahli bedah tercepat yang dengan demikian menimbulkan rasa sakit yang paling sedikit (sebentar) pada pasiennya yang dikekang dan tidak dibius (Levitt, 2013). Sejak semula insisi bedah yang besar adalah suatu kebutuhan mutlak untuk prosedur bedah yang sukses. Ketereksposan (exposure) adalah kunci dari operasi yang aman dan sukses. Untuk operasi yang aman dan sukses, ketereksposan masih menjadi hal yang esensial, kecuali bahwa sekarang operasi dapat dilakukan dengan insisi kulit minimal dan penggunaan pendekatan akses miniatur (Levitt, 2013). Minimal acces surgery (MAS, bedah akses minimal) sudah ada sejak awal abad ke-19. Perubahan yang luar biasa terjadi pada tahun 1966 ketika Hopkins menemukan sistem lensa. Pada waktu yang hampir bersamaan, Semm mengembangkan insufflator otomatis yang berguna untuk memonitor tekanan intra-abdomen dan aliran gas. Semm

Upload: abangmpok-nisa

Post on 17-Jan-2016

123 views

Category:

Documents


19 download

DESCRIPTION

Referat Bedah laparoscopy

TRANSCRIPT

Page 1: Referat Bedah laparoscopy

1

BAB I

PENDAHULUAN

Bidang bedah senantiasa mengalami evolusi. Dengan evolusi anestesi

inhalasi di Massachusetts General Hospital pada tahun 1846, bidang bedah benar-

benar mengalami ekspansi. Sebelumnya, prosedur bedah dihindari, dan jika

dilakukan akan dilakukan dalam waktu yang singkat. Dahulu, ahli bedah terbaik

adalah ahli bedah tercepat yang dengan demikian menimbulkan rasa sakit yang paling

sedikit (sebentar) pada pasiennya yang dikekang dan tidak dibius (Levitt, 2013).

Sejak semula insisi bedah yang besar adalah suatu kebutuhan mutlak untuk

prosedur bedah yang sukses. Ketereksposan (exposure) adalah kunci dari operasi

yang aman dan sukses. Untuk operasi yang aman dan sukses, ketereksposan masih

menjadi hal yang esensial, kecuali bahwa sekarang operasi dapat dilakukan dengan

insisi kulit minimal dan penggunaan pendekatan akses miniatur (Levitt, 2013).

Minimal acces surgery (MAS, bedah akses minimal) sudah ada sejak awal

abad ke-19. Perubahan yang luar biasa terjadi pada tahun 1966 ketika Hopkins

menemukan sistem lensa. Pada waktu yang hampir bersamaan, Semm

mengembangkan insufflator otomatis yang berguna untuk memonitor tekanan intra-

abdomen dan aliran gas. Semm juga melakukan laparoskopi appendektomi yang

pertama kali pada tahun 1983 (Levitt, 2013).

Page 2: Referat Bedah laparoscopy

2

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Laparoskopi ialah pemeriksaan bagian dalam abdomen dengan menggunakan

sebuah laparoskop, yaitu suatu alat yang sebanding dengan endoskop, dimasukkan ke

rongga peritoneum untuk memeriksanya. Nama lain dari laparoskopi adalah

abdominoskopi, celioskopi, dan peritoneoskopi (Dorland, 2002).

2.2 Aplikasi Laparoskopi

Perkembangan bedah laparoskopi merepresentasikan landmark dalam bidang

bedah yang memindahkan kita dari era pembedahan perut terbuka (open abdominal

surgery) pada revolusi bedah invasive minimal (minimally invasive surgery) Dewasa

ini, pendekatan laparoskopi adalah metode yang paling sering dipilih untuk

melakukan prosedur pembedah yang rutin maupun yang kompleks seperti

cholecystectomy, appendectomy, splenectomy, adrenalectomy, dan yang lainnya

(Ballehaninna, 2014).

2.2.1 Laparoskopi Eksplorasi (Exploratory Laparoscopy)

Laparoskopi eksplorasi juga disebut laparoskopi diagnostik (diagnostic

laparoscopy), adalah metode invasive minimal untuk mendiagnosis penyakit-

penyakit intra-abdomen dengan melihat langsung organ-organ intra-abdomen.

Laparoskopi eksplorasi juga memungkinkan biopsy jaringan, pengambilan kultur, dan

beberapa macam intervensi terapetik. Ultrasonografi laparoskopi juga dapat

dilakukan saat laparoskopi eksplorasi untuk mengevaluasi organ-organ yang tidak

dapat dijangkau melalui inspeksi (Ballehaninna, 2014).

Keuntungan utama dari laparoskopi diagnostik jika dibandingkan dengan

laparotomi terbuka tradisional adalah mengurangi morbiditas, menurunkan nyeri

pascaoperasi, dan memperpendek lama rawatan di rumah sakit (Ballehaninna, 2014).

Laparoskopi diagnostik berguna untuk menegakkan diagnosis klinik yang

definitive ketika terdapat dilemma dignostik, misalnya pada pasien dengan nyeri

perut nonspesifik, trauma tumpul/tembus dengan hemodinamik stabil dan suspect

Page 3: Referat Bedah laparoscopy

3

trauma intraabdomen, dan pada pasien ICU yang sakit kritis dengan dugaan sepsis

intraabdomen atau patologi intraabdomen (Ballehaninna, 2014).

Laparoskopi diagnostic sangat berguna untuk penentuan staging kanker intra-

abdomen (esophagus, gaster, pancreas, kantung empedu, duktus biliaris,

soliter/resectable metastasis hepar, limfoma). Dengan staging yang akurat,

laparoskopi diagnostic memungkinkan seleksi pasien yang lebih baik apakah dapat

diterapi dengan reseksi kuratif, atau dengan terapi kemoterapi neoadjuvan sehingga

dapat terhindar dari laparotomi nonterapetik yang berhubungan dengan penundaan

inisiasi kemoterapi (Ballehaninna, 2014).

A. Indikasi Laparoskopi Eksplorasi

1. Nyeri Akut Abdomen (acute abdominal pain)

Nyeri akut abdomen menjadi salah satu penyebab tersering kedatangan pasien

ke unit gawat darurat. Meskipun telah dilakukan pemeriksaan laboratorium dan

radiologi, 30- 40 % dari pasien ini tidak terdiagnosis etiologinya. Jika dalam waktu

kurang dari 7 hari nyeri abdomen menetap dan tidak juga diketahui etiologinya

dengan pemeriksaan laboratorium dan radiologi standar, kondisi ini disebut

nonspecific abdominal pain (NSAP) (Ballehaninna, 2014).

Pada kondisi seperti ini laparoskopi eksplorasi merupakan pilihan yang tepat

karena kemampuannya untuk memberikan visualisasi keseluruhan cavitas abdomen,

lokalisasi patologi intra abdomen, perolehan cairan peritoneal untuk kultur atau

sitologi, kemampuan untuk irigasi cavitas peritoneal sehingga menurunkan

kontaminasi, dan dalam banyak kasus, intervensi terapetik yang spesifik seperti

cholecystectomy, appendectomy, atau reseksi kuratif dapat dilakukan. Karena

kemampuan tersebut, laparoskopi eksplorasi menghasilkan peningkatan rasio

diagnosis, mengurangi laparotomi nonterapetik, jumlah studi radiologi yang perlu

dilakukan, menurunkan kejadian penundaan inisiasi tatalaksana, serta mempersingkat

lamanya masa rawatan di rumah sakit (Ballehaninna, 2014).

2. Trauma

Laparoskopi eksplorasi berguna untuk mengevaluasi pasien trauma (tumpul

maupun tembus) dengan hemodinamik stabil. Indikasi untuk melakukan laparoskopi

Page 4: Referat Bedah laparoscopy

4

eksplorasi pada pasien trauma adalah pasien dengan sangkaan kuat luka intra

abdomen setelah work up diagnostik awal hasilnya negatif, pasien dengan trauma

tembus abdomen yang mengenai peritoneum dan diduga mengenai organ intra-

abdomen, dan pasien dengan luka tembak tangensial dengan trayek intraperitonial

yang tidak jelas (Ballehaninna, 2014).

3. Pasien intensive care unit (ICU)

Pasien ICU sering tidak stabil sehingga berisiko jika dibawa ke bagian

radiologi atau kamar operasi. Pada kondisi seperti ini bedside laparoskopi diagnostic

dengan anestesi lokal atau sedasi intravena memungkinkan untuk dilakukan di ruang

ICU.

Indikasi tersering untuk laparoskopi diagnostic pada pasien ICU adalah

dugaan terdapatnya patologi intra-abdomen pada pasien dengan sepsis yang tak dapat

dijelaskan (Ballehaninna, 2014).

Perlu diingat, tidak semua patologi abdomen dapat terdeteksi dengan

laparoskopi diagnostik. Organ-organ retroperitonium, termasuk pancreas, area

perinefrik, ginjal, bisa jadi luput dari laparoskopi eksplorasi. Eksplorasi laparoskopi

telah menunjukkan akurasi yang sangat baik untuk mendiagnosis etiologi yang lebih

sering dari sepsis yang berhubungan dengan ICU seperti iskemia usus, abses intra-

abdomen, perforasi viscus, acalculosus atau cholecystitis gangrenosa (Ballehaninna,

2014).

4. Laparoskopi staging kanker intra-abdomen

Terdapat persentase signifikan pada kanker intra-abdomen yang terbukti tidak

dapat dioperasi (inoperable) karena metastasis atau karena kanker tidak bisa diangkat

tersebab perjalanan lokal dari kanker meskipun work-up perioperatif sebelumnya

menunjukkan bahwa kanker dapat direseksi (Ballehannina, 2014).

5. Laparoskopi Diagnostic untuk Kondisi Kronis

Penyakit liver: bermanfaat untuk pasien dengan sirosis hepatis untuk

menegakkan kofirmasi histopatologi, menentukan derajat penyakit, evaluasi

dan pengambilan biosi yang sulit dilakukan perkutan. Indikasi lain termasuk

penyakit liver difus (berhubungan dengan HIV atau virus hepatitis,

Page 5: Referat Bedah laparoscopy

5

hepatomegali dengan etiologi yang tidak diketahui, atau hipertensi portal), dan

massa liver ( untuk menentukan kanker metastasis, hepatoma, atau massa

jinak). Tingkat kesuksesan dalam menegakkan diagnosis dengan laparoskopi

eksplorasi mencapai 91% dengan sensitifitas dan spesifisitasnya untuk biopsi

liver mencapai 100% dan 90 % (Ballehannina, 2014).

Testis yang tidak teraba (cryptorchidism): Pada pasien pediatric, laparoskopi

diagnostic menawarkan alternative pembedahan invasi minimal untuk

mengetahui lokasi testis dengan tingkat akurasi 99-100%. Laparoskopi juga

memberikan informasi esensial untuk rencana terapi, termasuk panjang dan

point of entry dari vas deferen, keberadaan transformasi maligna, dan status

testis kontralateral. Jika diperlukan, intervensi terapi (orchidectomy atau

orchidopexy) dapat dilakukan secara laparoskopi juga pada waktu yang

bersamaan (Ballehannina, 2014).

Nyeri pelvis kronik (chronic pelvic pain) dan infertilitas: Definisi nyeri pelvis

kronik adalah nyeri pelvis yang berlangsung lebih dari 6 bulan. Penyebabnya

bermacam-macam mulai dari endometriosis, adhesi (perlengketan), dan kista

ovarium. Keakuratannya mencapai 78-92 %. Pada kasus infertilitas,

laparoskopi diagnostic sering dikombinasikan dengan histerosalfingografi

untuk mengevaluasi patensi tuba falopii. Akurasinya untuk mengidentifikasi

penyebab infertilitas 21-68% (Ballehannina, 2014).

2.2.2 Laparoskopi Appendectomy

Tata laksana appendicitis akut terdiri dari resusitasi cairan intravena secara

agresif, pemberian antibiotic, mengkondisikan pasien nil per os (tidak memasukaan

makanan/minuman apapun per oral), pengendalian nyeri, dan appendectomy

(Shuhatovich, 2013).

Masih terjadi kontroversi dalam literature tentang teknik mana yang lebih

menguntungkan untuk appendectomy, apakah laparotomi atau laparoskopi. Untuk

mengetahui indikasi laparoskopi pada kasus appendicitis, akan lebih mudah jika kita

mengetahui kontraindikasi laparoskopi pada kasus akut appendicitis, yaitu sebagai

berikut:

Page 6: Referat Bedah laparoscopy

6

Kontraindikasi absolute:

1.Ketidakstabilan hemodinamik

2.Kurang ahli dalam pembedahan.

Kontraindikasi relative:

1. Distensi abdomen berat. Hal ini menyebabkan lapang pandang operasi terhalang

(operative view obstruction) atau mempersulit abdominal entry dan manipulasi

usus.

2. Peritonitis umum (generalized peritonitis)

3. Operasi dengan prosedur multiple sebelumnya

4. Penyakit paru yang berat

5. Kehamilan

6. Obesitas berat (Shuhatovich, 2013).

Dengan perkembangan teknologi dan meningkatnya kemahiran dokter bedah,

banyak dokter bedah yang berhasil melakukan prosedur laparoskopi meskipun

terdapat beberapa kontraindikasi relative (Shuhatovich, 2013).

Jika pada intraoperatif timbul komplikasi yang tidak dapat ditangani dengan

laparoskopi, penting untuk memahami kapan harus beralih kepada open

appendectomy. Indikasi relative untuk peralihan prosedur dari laparoskopi

appendectomy menjadi open appendectomy adalah sebagai berikut:

1. adhesi yang tebal karena inflamasi atau operasi sebelumnya

2. appendicitis perforasi/gangrenosa

3. terdapat gangrene/basis nekrotik

4. peritonitis umum

5. appendix rectocaecal

6. tidak terlihatnya appendix

7 .perdarahan yang tidak terkontrol

8. tumor appendix yang meluas ke basis

9.patologi lainnya termasuk , malrotasi, karsinoma, divertikula cecum, endometriosis,

PID, torsio kista tubo-ovaria (Shuhatovich, 2013).

Page 7: Referat Bedah laparoscopy

7

2.2.3 Herniorraphy

Secara konvensional, operasi hernia pada anak dilakukan via ligasi tinggi dari

kantung hernia. Hal ini memerlukan insisi canalis inguinalis dan diseksi dinding

abdomen, pembukaan canalis inguinalis, diseksi korda kantung hernia, ligasi tinggi

kantung hernia, dan penutupan lapisan-lapisan . Assessmen sisi kontralateral akan

menjadi dilemma dengan pendekatan seperti ini (Levitt, 2013).

Repair secara laparoskopi dilakukan via transabdominal. Kavitas peritoneal

diakses pada level umbilicus, dan trokar ditempatkan. Kavitas peritoneal kemudian

diinsufflasi dengan karbondioksida. Trokar sepanjang 2 mm kemudian diletakkan

sedikit superior dan medial dari SIAS. Kedua cincin interna kemudian diinspeksi,

dan hernia direct dan indirect dapat dilihat dengan mudah. Hernia tersebut di-repair,

dan jika hernia kontralateral terlihat, maka di-repair juga (Levitt, 2013).

Repair dilakukan dengan cara meligasi kantung hernia dari dalam setinggi

cincin interna. Laparoskopi repair hernia secara teori memiliki keuntungan untuk

kasus hernia recurrent karena lapangan pembedahan sebelumnya belum rusak. Hal

ini menghindari risiko operasi melalui jaringan scar dan risiko mencederai pembuluh

darah testis dan vas deferen. Pada pasien perempuan teknik ini juga memiliki

keuntungan karena ovarium dapat dilihat secara adekuat, khususnya pada kasus

hernia inkarserata (Levitt, 2013).

Dengan pendekatan laparoskopi, diseksi minimal atau bahkan tanpa diseksi

struktur kord terjadi sehingga kejadian cedera testis lebih rendah (Levitt, 2013).

Pada wanita, laparoscopic inversion ligation herniorrhaphy (LILH), dengan

menggunakan inverse peritoneal dan ligasi tinggi menjadi teknik yang jumlah

penggunaannya meningkat (Levitt, 2013).

2.2.4 Adhesiolysis (Tata laksana perlengketan)

Adhesi (perlengketan) dapat disebabkan infeksi sebelumnya, seperti rupture

appendix atau pelvic inflammatory disease (PID), endometriosis, atu karena operasi

sebelumnya. Adhesi dapat menyebabkan infertilitas atau nyeri pelvis kronis. Adhesi

dapat dilisis dengan diseksi tajam ataupun tumpul. Adhesi dapat kembali terjadi

setelah lisis meskipun hal ini dapat dikurangi dengan hemostasis yang baik dan

Page 8: Referat Bedah laparoscopy

8

penggunaan electrocauter yang minimal. Baru-baru ini, larutan icodextrin 4 %

terbukti dapat mengurangi reformasi adhesi dalam percobaan control-trial.(Hurd,

2013).

2.2.5 Tatalaksana Endometriosis

Laparoskopi adalah prosedur tersering yang digunakan untuk mendiagnosis

dan menatalaksana endometriosis. Dari hasil penelitian, penggunaan teknik ini telah

meningkatkan fertilitas dan menurunkan nyeri pelvis (Hurd, 2013).

2.2.6 Pengangkatan Kista Ovarium (Ovarian Cystectomy)

Indikasi cystektomi adalah jika kista berukuran 6 cm atau lebih menetap

selama 2 siklus atau lebih pada wanita premenopause atau wanita yang tidak sedang

hamil dapat dilakukan dengan laparotomi atau laparoskopi. Jika ditemukan

keganasan, laparotomi kemungkinan lebih hati-hati dan sebaiknya dipilih

dibandingkan dengan laparoskopi (Hurd, 2013).

2.2.7 Penatalaksanaan Kehamilan Ektopik

Laparoskopi merupakan pendekatan bedah pilihan pada kebanyakan kasus

kehamilan ektopik. Salpingostomy atau salpingectomy dapat dilakukan untuk

mengangkat embryo dan ketuban (Hurd, 2013).

2.2.8 Penatalaksanaan Patologi Ginekologi Lainnya

Pengangkatan ovarium (oophorectomy), pengangkatan miometrium

(myomectomy), dan pengangkatan uterus (hysterectomy) dapat dilakukan secara

laparoskopi. Tiga dasar pendekatan histerektomi adalah laparoscopic-assisted

vaginal hysterectomy (LAVH), laparoscopic hysterectomy (LH), dan laparoscopic

supracervical hysterectomy (LSH) (Hurd, 2013).

2.2.9 Pengangkatan Organ Padat (solid organ)

Laparoskopi dapat diaplikasikan pada splenektomi dan nefrektomi. Pasien

biasanya akan segera membaik setelah operasi, dan kebanyakan dapat pulang dalam

waktu 48 jam pascaoperasi (Levitt, 2013).

Pada nefrektomi digunakan pendekatan transperitoneal atau retroperitoneal.

Pendekatan retroperitoneal benar-benar menghindari peritoneum sehingga dapat

menurunkan komplikasi. Insidensi ileus pascaoperasi dan perlengketan pascaoperasi

Page 9: Referat Bedah laparoscopy

9

juga dapat terhindarkan. Hal ini uga ideal bagi pasien yang pernah menjalani operasi

abdomen sebelumnya (Levitt, 2013).

Pada transpantasi ginjal, laparoscopic donor nephrectomy telah memperbaiki

operasi bagi donor dan telah meningkatkan keberhasilan transplantasi ginjal (Levitt,

2013).

2.2.10 Prosedur Urologi Lainnya

Pyeloplasty, bladder reconstruction, dan ureteral reimplantation juga dapat

dilakukan secara laparoskopi (Levitt, 2013).

2.3 Indikasi Laparoskopi

Hampir semua operasi ginekologi dapat dilakukan secara laparoskopi pada

pasiaen yang diseleksi secara hati-hati dan di tangan dokter bedah yang memiliki

keterampilan dalam pembedahan invasi minimal (minimally invasive surgery).

Kemajuan teknologi dan ketersediaan peralatan laparoskopi dan sumber energi telah

memungkinkan banyak jenis operasi yang dapat dilakukan secara laparoskopi, mulai

dari ligasi tuba yang sederhana, sampai prosedur uroginecologi dan oncologi yang

rumit (Bardawil, 2013).

2.4 Kontraindikasi Laparoskopi

Kontraindikasi absolute operasi laparoskopi di antaranya:

1. Kurangnya keterampilan (skill) dokter bedah

2. Ruangan operasi dengan peralatan yang tidak adekuat

3. Syok

4. Peningkatan tekanan intracranial yang nyata

5. Ablasio retina

Kontraindikasi relatif operasi laparoskopi di antaranya:

1. Status kardiopulmoner yang lemah

2. Ventriculoperitoneal shunt

3. Kehamilan

4. Massa yang besar di pelvis (Bardawil, 2013).

Page 10: Referat Bedah laparoscopy

10

2.5 Komplikasi Laparoskopi

Meskipun operasi laparoskopi secara umum mengurangi nyeri dan morbiditas,

masih terdapat potensi komplikasi serius, seperti yang terdapat pada operasi insisional

standar (Ballehennina, 2014).

Komplikasi laparoskopi di antaranya emboli gas yang fatal, permasalahan

akibat hiperkarbia, crepitus pasca operasi, dan pneumothorax (Ballehennina, 2014).

2.6 Persiapan Pasien

2.6.1 Anestesia

Laparoskopi secara rutin dilakukan dibawah anestesi umum. Selama

laparoskopi gas CO2 dimasukkan ke kavitas peritoneal, biasanya pada tekanan 15

mmHg. Hal ini penting untuk mengoptimalkan penglihatan lapang pandang.

Peningkatan tekanan intra abdomen memberi pengaruh signifikan pada sistem

kardiovaskular dan pernapasan. MAP dapat berubah dan dapat terjadi hipotensi

maupun hipertensi dan aritmia jantung (Bardawil, 2013).

Peningkatan tekanan intraabdomen mengurangi volume paru, menurunkan

komplians paru, dan meningkatkan tekanan jalan napas. Posisi pasien dalam posisi

Trendelenberg meningkatan risiko aspirasi. Risiko-risiko tersebut membuat anestesi

regional menjadi lebih berisiko pada kebanyakan operasi laparoskopi (Bardawil,

2013).

Meskipun demikian, anestesi regional digunakan pada laparoskopi

preperitoneal dan pada laparoskopi cholecystectomy. Laparoskopi isobaric (tanpa

gas) tidak memengaruhi tekanan intra-abdomen dan mungkin idealnya dilakukan

dengan anestesi regional (Bardawil, 2013).

2.6.2 Posisi Pasien

Untuk kasus ginekologik, laparoskopi biasanya dilakukan dengan pasien

dalam posisi litotomi rendah. Posisi ini memungkinkan akses bebas terhadap

perineum dan vagina untuk meletakkan manipoulator uterus untuk membantu

pengangkatan uterus dan melihat ke organ-organ pelvis (Bardawil, 2013).

Sebelum memulai operasi laparoskopi, pasien yang obesitas dan memiliki

riwayat PPOK/COPD ditempatkan pada posisi Trendelenberg yang curam (steep

Page 11: Referat Bedah laparoscopy

11

Trendelenberg) untuk mengevaluuasi apakah mereka dapat menoleransi posisi

demikian (posisi Trendelenberg saat laparoskopi) (Bardawil, 2013).

Gambar 2.1 Posisi Trandelenberg

Page 12: Referat Bedah laparoscopy

12

2.7 Peralatan

Gambar 2.2 setting ruangan Laparoskopi

2.7.1 Peralatan Visualisasi

Komponen yang penting untuk membentuk gambar laparoskopi di antaranya

laparoskop, kamera video, sumber cahaya, dan monitor display. Laparoskop yang

paling sering digunakan lensanya 0 atau 30 derajat, dengan diameter 10 mm (kisaran

1,5-12 mm) (Ballehennina, 2014; Bardawil, 2013).

Gambar 2.3. Instrumen Laparoskopi Gambar 2.4 Sumber cahaya

2.7.2 Peralatan untuk melakukan Pneumoperitoneum

Insufflasi adalah memasukkan gas ke dalam cavitas peritoneum yang

dimaksudkan untuk mempermudah melihat bagian dalam abdomen. Ketegangan

yang dipertahankan biasanya adalah 15 mmHg. Sistem insufflant terdiri dari

insufflators, tubing, dan gas untuk insufflasi (biasanya CO2, karena sifatnya yang

sangat larut dalam darah, cepat dibuang oleh paru, dan tidak mendukung

pembakaran). Insufflasi dapat dilakukan melalui metode tertutup (Verres needle) atau

metode terbuka (Hasson cannula) (Ballehennina, 2014).

Page 13: Referat Bedah laparoscopy

13

Gambar 2.5 Verres needle Gambar 2.6 Hasson Trokar

2.8 Teknik Laparoskopi

2.8.1 Membuat Pneumoperitoneum

Setelah pasien diposisikan dengan benar, dan telah di-drapping, tahap

selanjutnya adalah membuat pneumoperitoneum. Tahapan ini merupakan tahapan

yang kritis karena lebih dari 50 % komplikasi laparoskopi terjadi selama tahapan ini.

Dokter bedah harus memutuskan pertama kali di mana trokar harus

diletakkan. Trokar awal digunakan untuk membuat pneumoperitoneum dan untuk

memasukkan laparoskop untuk survey awal cavitas abdomen. Tempat yang paling

sering digunakan untuk meletakkan trokar adalah pada umbilicus, di atas umbilicus

pada midline, atau pada kuadran kiri lateral (Palmer’s point) (Bardawil, 2013).

Gambar 2.7. Tempat-tempat yang direkomendasikan untuk memasang trokar awal

(bulatan biru).

Page 14: Referat Bedah laparoscopy

14

2.8.2 Teknik Open Entry

Teknik open-entry pertama kali diperkenalkan oleh Hasson pada tahun 1971.

Teknik ini dilakukan pada umbilicus. Insisi kulit dapat dibuat vertical di dalam

umbilicus atau semilunar sepanjang margo inferior umbilicus. Fasia kemudian

diklem, dan ditembus. Insisi kemudian diperluas secara vertical antara 10-12 mm.

Insisi horizontal memiliki risiko mencederai otot rectus dan perdarahan. Kemudian

peritoneum diidentifikasi dan ditembus. Hason trokar kemudian dimasukkan dan

cavitas abdomen diinsufflasi (Bardawil, 2013).

Gambar 2.8. Posisi trokar pada cholecystectomy pada seorang anak berusia 12 tahun.

2.8.3 Teknik Close Entry

Teknik close-entry lebih sering digunakan. Teknik ini menggunakan Veress

needle. Entry Trokar direk dapat dengan scope atau tanpa scope. Yang tanpa scope

tergolong blind. Verres needle dapat digunakan di titik entri mana saja, tetapi

biasanya digunakan pada umbilicus atau Palmer’s point. Hindari midlind blind entry

di atas umbilicus untuk mencegah cedera pembuluh darah (Bardawil, 2013).

2.8.4 Penutupan insisi

Page 15: Referat Bedah laparoscopy

15

Biasanya fasia tidak ditutup jika insisi lebih kecil dari pada 10 mm. akan

tetapi ada laporan kasus hernia usus melalui trokar 5mm, sehingga beberapa ahli

merekomendasikan untuk menutup semua port site. Untuk menghindari

permasalahan, semua trokar dilepaskan dibawah penglihatan langsung sebelum me-

release pneumoperitoneum (Bardawil, 2013).

NO Nama No. CM Diagnosis Tindakan

Page 16: Referat Bedah laparoscopy

16

1. MAHAMMAD SULAIMAN 0-82-29-75Acute appendicitis with generalized

peritonitis;Apendektomi Laparoskopi

2. IRFANSYAH 0-81-37-77Unspecified appendicitis;

Apendektomi Laparoskopi

3. NURASI 0-83-36-20 Acute appendicitis; Apendektomi Laparoskopi

4. FARRA FAHDHIENIE 0-85-07-25 Acute appendicitis; Apendektomi Laparoskopi

5. TGK MUHAMMAD K 0-86-64-54 Other appendicitis; Apendektomi Laparoskopi

6. FITRI YANTI 0-86-97-21 Acute appendicitis; Apendektomi laparoskopi

7 T.JASMIRUDDIN 0-87-40-45 Acute appendicitis; Apendektomi laparoskopi

8. MARDIANA 0-80-76-18 Acute appendicitis; Apendektomi laparoskopi

9. ASYIAH 0-87-31-54 Acute appendicitis; Apendektomi laparoskopi

10. MUNAYAH NOFSA 0-87-62-23 Acute appendicitis; Apendektomi laparoskopi

11. WARNITA 0-88-32-73 Other appendicitis; Apendektomi laparoskopi

12. SAIFUL RIZA 0-88-60-76 Other appendicitis; Apendektomi laparoskopi

13. FAJARUDIN 0-88-95-94Other appendicitis;

Unspecified appendicitis;

Apendektomi laparoskopi

14. M IMAN MUSTAQIN 0-88-43-10 - Apendektomi laparoskopi

15. YASSER YAMANI 0-88-97-13Unspecified appendicitis;

Apendektomi laparoskopi

16. MUSNIDAR 0-72-30-05 Other appendicitis; Apendektomi laparoskopi

17. RAHIMIN 0-89-77-85Peritonsillar

abscess;Apendektomi laparoskopi

18. MUZAIMAH 0-89-46-15 Other appendicitis; Apendektomi laparoskopi

19. SIDIK ROSADI 0-89-80-58Unspecified appendicitis;

Laparaskopik Kolesistektomi

Apendektomi laparoskopi

BAB IIIDATA PENELITIAN

Berikut ini merupakan rekapitulasi jumlah pasien yang dilakukan tindakan

laparoskopi di RSUD Zainoel Abidin periode 1 Januari 2011 hingga 31 Desember

2013. Data kami peroleh dari rekapitulasi pelayanan/tindakan di kamar operasi (OK)

RSUD Zainoel Abidin.

Page 17: Referat Bedah laparoscopy

17

BAB IV

PEMBAHASAN

12

4

7

11 1 1

Diagnosis Pasien Laparoskopi RSUDZA 2011-2013

Acute Appendicitis Unspecified AppendicitisOther Appendicitis Acute Appendicitis With Generalized PeritonitisPeritoncilar Abscess Other Appendicitis: Unspecified AppendicitisNo diagnostic

20. ANISAH 0-90-65-48 Other appendicitis; Apendektomi laparoskopi

21. EVI PRIYANTI 0-90-70-81 Other appendicitis; Apendektomi laparoskopi

22. FIKI ASFIA 0-89-33-84 Acute appendicitis; Apendektomi laparoskopi

23. SITI SARAH 0-88-87-81 Acute appendicitis; Apendektomi laparoskopi

24. NURBAINI 0-92-04-76 Acute appendicitis; Apendektomi laparoskopi

25. NELLY SURIANI 0-89-44-53Unspecified appendicitis;

Apendektomi laparoskopi

26. YUSNIAR AGUSTINA 0-67-75-55 Acute appendicitis; Apendektomi laparoskopi

27. NENENG WILDA 0-94-17-80 Acute appendicitis; Apendektomi laparoskopi

Page 18: Referat Bedah laparoscopy

18

Dari total 6435 pasien yang dioperasi pada tahun 2011, yang dilakukan

tindakan laparoskopi sebanyak 9 pasien, dengan keseluruhan tindakan berupa

appendectomy laparoskopi.

Dari total 6292 pasien yang dioperasi pada tahun 2012, yang dilakukan

tindakan laparoskopi sebanyak 15 pasien, dengan keseluruhan tindakan berupa

appendectomy laparoskopi dan 1 pasien dilakukan juga cholecystectomy laparoskopi.

Dari total 7239 pasien yang dioperasi pada tahun 2013, yang dilakukan

tindakan laparoskopi sebanyak 3 pasien, dengan keseluruhan tindakan berupa

appendectomy laparoskopi.

Page 19: Referat Bedah laparoscopy

19

BAB VKESIMPULAN

Jumlah total pasien yang dilakukan tindakan laparoskopi di RSUD Zainoel

Abidin sejak januari 2011 hingga Desember 2013 adalah 27 pasien, sedangkan

jumlah keseluruhan pasien operasi sebanyak 19.966 pasien, atau jumlah tindakan

laparoskopi hanya 0,135 % dari keseluruhan jumlah operasi di RSUD Zainoel

Abidin.

Hal ini tidak sejalan dengan literature yang menyatakan bahwa laparoskopi

dewasa ini menjadi prosedur yang paling banyak digunakan karena berbagai

kelebihannya yaitu mengurangi morbiditas, menurunkan nyeri pascaoperasi,

memperpendek lama rawatan di rumah sakit, dan lebih baik secara kosmetik.

DAFTAR PUSTAKA

Page 20: Referat Bedah laparoscopy

20

Ballehaninna, U. 2014. Exploratory Laparoscopy. Available online at

http://emedicine.medscape.com/article/1582228 Diakses tanggal 28/5/2014.

Bardawil, T.2013. Operative Laparoscopy. Available online at http://emedicine.

medscape.com/article/1848486. Diakses tanggal 28/5/2014.

Dorland, 2002. Kamus Kedoteran Dorland edisi 29. Jakarta: EGC.

Hurd, W. 2013. Gynecologic Laparoscopy. Available online at

http://emedicine.medscape.com/article/265201. Diakses tanggal 28/5/2014.

Levitt, M. 2013. Minimal Access Surgery. Available online at

http://emedicine.medscape.com/article/938198 Diakses tanggal 28/5/2014.

Shuhatovich, 2013. Laparoscopic Appendectomy. Available online at

http://emedicine.medscape.com/article/1582228 Diakses tanggal 28/5/2014.