caolonn referat migrain.docx
DESCRIPTION
MIGRAINREFERATMEDICALNEUROLOGIHEADACHETRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
Sakit kepala adalah salah suatu keluhan yang sering dikemukakan dalam
praktek ilmu penyakit saraf. Menurut International Headache Society, sakit
kepala dibagi menjadi dua kategori utama, yaitu sakit kepala primer dan sakit
kepala sekunder. Sakit kepala primer adalah sakit kepala tanpa penyebab yang
jelas dan tidak berhubungan dengan penyakit lain. Contohnya adalah sakit kepala
tipe tension, migraine, dan cluster. Sedangkan sakit kepala sekunder adalah sakit
kepala yang disebabkan oleh penyakit lain seperti akibat infeksi virus, adanya
massa tumor, cairan otak, darah, serta stroke.
Migraine adalah nyeri kepala berulang dengan manifestasi serangan selama
4-72 jam. Karekteristik nyeri kepala unilateral, berdenyut, intensitas sedang atau
berat, bertambah berat dengan aktivitas fisik yang rutin dan diikuti dengan nausea
dan/atau fotofobia dan fonofobia. Migraine secara umum dibagi menjadi 2 yaitu
migraine klasik dan migraine umum dimana migraine umum 5 kali lebih sering
terjadi daripada migraine klasik. 1
Migraine dapat terjadi pada 18% dari wanita dan 6% dari pria sepanjang
hidupnya. Prevalensi tertinggi berada diantara umur 25-55 tahun. Migraine timbul
pada 11% masyarakat Amerika Serikat yaitu kira-kira 28 juta orang. Migraine
lebih sering terjadi pada anak laki-laki dibandingkan dengan anak perempuan
sebelum usia 12 tahun, tetapi lebih sering ditemukan pada wanita setelah pubertas,
yaitu paling sering pada kelompok umur 25-44 tahun.2
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. DEFINISI
Nyeri kepala berulang dengan manifestasi serangan selama 4-72 jam.
Karekteristik nyeri kepala unilateral, berdenyut, intensitas sedang atau berat,
bertambah berat dengan aktivitas fisik yang rutin dan diikuti dengan mual
dan/atau fotofobia dan fonofobia.1
2.2. EPIDEMIOLOGI
Migraine dapat terjadi pada 18% dari wanita dan 6% dari pria sepanjang
hidupnya. Prevalensi tertinggi berada diantara umur 25-55 tahun. Migraine timbul
pada 11% masyarakat Amerika Serikat yaitu kira-kira 28 juta orang.2 Prevalensi
migraine ini beranekaragam bervariasi berdasarkan umur dan jenis kelamin.
Migraine dapat tejadi dari mulai kanak-kanak sampai dewasa. Migraine lebih
sering terjadi pada anak laki-laki dibandingkan dengan anak perempuan sebelum
usia 12 tahun, tetapi lebih sering ditemukan pada wanita setelah pubertas, yaitu
paling sering pada kelompok umur 25-44 tahun. Onset migraine muncul pada usia
di bawah 30 tahun pada 80% kasus. Migraine jarang terjadi setelah usia 40 tahun.
Wanita hamil pun tidak luput dari serangan migraine yang biasanya menyeang
pada trimester I kehamilan. Risiko mengalami migraine semakin besar pada orang
yang mempunyai riwayat keluarga penderita migraine.3
2.3. ANATOMI DAN FISIOLOGI
Struktur kepala yang sensitif terhadap nyeri dalam kranium adalah sinus
venosus contohnya sinus sagitalis, arteri meningea media dan anterior, dura pada
2
basal tengkorak, trigeminal, nervus vagus dan glosofaringeal, arteri carotid interna
proksimal dan cabang-cabang dekat sirkulus willisi, periaqueductal gray matter
batang otak, nukleus sensori dari thalamus. Thalamus bertindak sebagai pusat
sensori yang primitif dimana individu dapat secara samar merasakan nyari,
tekanan, raba, getar, dan suhu yang ekstrim, tetapi tidak dapat ditentukan
tempatnya. Sedangkan parenkim otak sendiri tidak sensitif terhadap nyeri.
Aliran darah yang menuju otak berasal dari dua buah arteri karotis dan
sebagian berasal dari arteri vertebralis.
1. Arteria Karotis
Arteria karotis komunis bercabang menjadi arteri karotis interna dan
eksterna. Arteri karotis eksterna mendarahi wajah, tiroid, lidah, dan faring.
Cabang dari arteri karotis eksterna adalah arteri meningea media yang
memperdarahi srtuktur-struktur dalam di daerah wajah dan mengirimkan satu
cabang yang besar ke dura mater. Arteri karotis interna masuk ke dalam tengkorak
dan menjadi arteri serebri anterior dan media. Arteri karotis interna juga
mempercabangkan arteri oftalmika yang masuk ke dalam orbita dan mendarahi
mata dan isi orbita lainnya, bagian-bagian hidung dan sinus-sinus udara.
Arteri serebri media menyuplai darah untuk bagian lobus temporalis,
parietalis, dan frontalis korteks serebri dan membentuk penyebaran pada
permukaan lateral. Arteri ini merupakan sumber darah utama girus pre-sentralis
dan post-sentralis. Korteks audiotorius, somestetik, motorik, dan pramotorik
disuplai oleh arteri ini seperti juga korteks asosiasi yang berkaitan dengan fungsi
integrasi yang lebih tinggi pada lobus sentralis tersebut.
3
Arteri serebri anterior memberi suplai darah pada struktur-struktur seperti
nukleus kaudatus dan putamen ganglia basalis, bagian-bagian kapsula interna dan
korpus kalosum, dan bagian-bagian lobus frontalis dan perietalis serebri, termasuk
korteks somestetik dan korteks motorik.
2. Arteri vertebralis
Arteri vertebralis adalah cabang dari arteri subklavia yang masuk rongga
tengkorak melalui foremen magnum. Kedua arteri vertebralis kanan dan kiri
nantinya akan bersatu membentuk arteri basilaris yang terus berjalan sampai
setinggi otak tengah dan bercabang menjadi dua membentuk sepasang arteri
serebri posterior. Cabang-cabang sistem vertebrobasiliaris ini memperdarahi
medula oblongata, pons, serebelum, midbrain, dan sebagian diensefalon. Arteri
serebri posterior dan cabang-cabangnya mendarahi sebagian diensefalon, sebagian
lobus oksipitalis dan temporalis, apparatus koklearis, dan organ-organ vestibular.
Arteri karotis interna setelah masuk rongga tengkorak akan memberi cabang
yaitu arteri serebri anterior, arteri serebri media, arteri komunikans posterior,
arteri khoroidea, arteri hipofise superior dan arteri hipofise inferior. Kedua arteri
vertebralis bergabung membentuk arteri basilaris otak belakang dan arteri ini
berhubungan dengan kedua arteri karotis interna yang juga berhubungan satu
dengan lainnya membentuk suatu sirkulus Willisi.
2.4. ETIOLOGI
Penyebab pasti migraine tidak diketahui, namun 70-80% penderita migraine
memiliki anggota keluarga dekat dengan riwayat migraine juga. Risiko terkena
migraine meningkat 4 kali lipat pada anggota keluarga para penderita migraine
dengan aura.1,3 Namun, dalam migraine tanpa aura tidak ada keterkaitan genetik
4
yang mendasarinya, walaupun secara umum menunjukkan hubungan antara
riwayat migraine dari pihak ibu. Migraine juga meningkat frekuensinya pada
orang-orang dengan kelainan mitokondria seperti MELAS (mitochondrial
myopathy, encephalopathy, lactic acidosis, and strokelike episodes). Pada pasien
dengan kelainan genetik CADASIL (cerebral autosomal dominant arteriopathy
with subcortical infarcts and leukoencephalopathy) cenderung timbul migrane
dengan aura.
2.5. KLASIFIKASI
Secara umum migraine dibagi menjadi dua, yaitu:
1. Migraine dengan aura
Migraine dengan aura disebut juga sebagai migraine klasik. Diawali
dengan adanya gangguan pada fungsi saraf, terutama visual, diikuti oleh nyeri
kepala unilateral, mual, dan kadang muntah, kejadian ini terjadi berurutan dan
manifestasi nyeri kepala biasanya tidak lebih dari 60 menit yaitu sekitar 5-20
menit.
2. Migraine tanpa aura
Migraine tanpa aura disebut juga sebagai migraine umum. Sakit kepalanya
hampir sama dengan migraine dengan aura. Nyerinya pada salah satu bagian sisi
kepala dan bersifat pulsatil dengan disertai mual, fotofobia dan fonofobia. Nyeri
kepala berlangsung selama 4-72 jam.
2.6. PATOFISIOLOGI
1. Teori Vaskular
Vasokontriksi intrakranial di bagian luar korteks berperan dalam terjadinya
migren dengan aura. Pendapat ini diperkuat dengan adanya nyeri kepala disertai
5
denyut yang sama dengan jantung. Pembuluh darah yang mengalami konstriksi
terutama terletak di perifer otak akibat aktivasi saraf nosiseptif setempat. 3,4
Teori ini dicetuskan atas observasi bahwa pembuluh darah ekstrakranial
mengalami vasodilatasi sehingga akan teraba denyut jantung. Vasodilatasi ini
akan menstimulasi orang untuk merasakan sakit kepala. Dalam keadaan yang
demikian, vasokonstriktor seperti ergotamin akan mengurangi sakit kepala,
sedangkan vasodilator seperti nitrogliserin akan memperburuk sakit kepala. 3,4
2. Teori Neurovaskular dan Neurokimia
Teori vaskular berkembang menjadi teori neurovaskular yang dianut oleh
para neurologist di dunia. Pada saat serangan migraine terjadi, nervus trigeminus
mengeluarkan CGRP (Calcitonin Gene-related Peptide) dalam jumlah besar. Hal
inilah yang mengakibatkan vasodilatasi pembuluh darah multipel, sehingga
menimbulkan nyeri kepala. CGRP adalah peptida yang tergolong dalam anggota
keluarga calcitonin yang terdiri dari calcitonin, adrenomedulin, dan amilin.
Seperti calcitonin, CGRP ada dalam jumlah besar di sel C dari kelenjar tiroid.
Namun CGRP juga terdistribusi luas di dalam sistem saraf sentral dan perifer,
sistem kardiovaskular, sistem gastrointestinal, dan sistem urologenital. Ketika
CGRP diinjeksikan ke sistem saraf, CGRP dapat menimbulkan berbagai efek
seperti hipertensi dan penekanan pemberian nutrisi. Namun jika diinjeksikan ke
sirkulasi sistemik maka yang akan terjadi adalah hipotensi dan takikardia.
CGRP adalah peptida yang memiliki aksi kerja sebagai vasodilator poten.
Aksi keja CGRP dimediasi oleh 2 reseptor yaitu CGRP 1 dan CGRP 2. Pada
prinsipnya, penderita migraine yang sedang tidak mengalami serangan mengalami
6
hipereksitabilitas neuron pada korteks serebral, terutama di korteks oksipital, yang
diketahui dari studi rekaman MRI dan stimulasi magnetik transkranial.
Hipereksitabilitas ini menyebabkan penderita migraine menjadi rentan
mendapat serangan, sebuah keadaan yang sama dengan para pengidap epilepsi.
Pendapat ini diperkuat fakta bahwa pada saat serangan migraine, sering terjadi
alodinia (hipersensitif nyeri) kulit karena jalur trigeminotalamus ikut tersensitisasi
saat episode migraine.
Mekanisme migraine berwujud sebagai refleks trigeminal vaskular yang
tidak stabil dengan cacat segmental pada jalur nyeri. Cacat segmental ini yang
memasukkan aferen secara berlebihan yang kemudian akan terjadi dorongan pada
kortibular yang berlebihan. Dengan adanya rangsangan aferen pada pembuluh
darah, maka menimbulkan nyeri berdenyut. 3,4
3. Teori Cortical Spreading Depression (CSD)
Patofisiologi migraine dengan aura dikenal dengan teori cortical spreading
depression (CSD). Aura terjadi karena terdapat eksitasi neuron di substansia nigra
yang menyebar dengan kecepatan 2-6 mm/menit. Penyebaran ini diikuti dengan
gelombang supresi neuron dengan pola yang sama sehingga membentuk irama
vasodilatasi yang diikuti dengan vasokonstriksi. Prinsip neurokimia CSD ialah
pelepasan Kalium atau asam amino eksitatorik seperti glutamat dari jaringan
neural sehingga terjadi depolarisasi dan pelepasan neurotransmiter lagi. 3,4
2.7. MANIFESTASI KLINIS
1. Migraine tanpa aura
7
Serangan dimulai dengan nyeri kepala berdenyut di satu sisi dengan
durasi serangan selama 4-72 jam. Nyeri bertambah berat dengan aktivitas fisik
dan diikuti dengan nausea dan atau fotofobia dan fonofobia. 2,3
2. Migraine dengan aura
Sekitar 10-30 menit sebelum sakit kepala dimulai (suatu periode yang
disebut aura), gejala-gejala depresi, mudah tersinggung, gelisah, mual atau
hilangnya nafsu makan muncul pada sekitar 20% penderita. Penderita yang
lainnya mengalami hilangnya penglihatan pada daerah tertentu (bintik buta atau
skotoma) atau melihat cahaya yang berkelap-kelip. Ada juga penderita yang
mengalami perubahan gambaran, seperti sebuah benda tampak lebih kecil atau
lebih besar dari sesungguhnya. Beberapa penderita merasakan kesemutan atau
kelemahan pada lengan dan tungkainya. Biasanya gejala-gejala tersebut
menghilang sesaat sebelum sakit kepala dimulai, tetapi kadang timbul bersamaan
dengan munculnya sakit kepala. 2,3
Nyeri karena migraine bisa dirasakan pada salah satu sisi kepala atau di
seluruh kepala. Kadang tangan dan kaki teraba dingin dan menjadi kebiru-biruan.
Pada penderita yang memiliki aura, pola dan lokasi sakit kepalanya pada setiap
serangan migran adalah sama. Migraine bisa sering terjadi selama waktu yang
panjang tetapi kemudian menghilang selama beberapa minggu, bulan bahkan
tahun. 2,3 Migraine dengan aura dapat dibagi menjadi empat fase, yaitu:
a. Fase I Prodromal
Sebanyak 50% pasien mengalami fase prodromal ini yang berkembang
pelan-pelan selama 24 jam sebelum serangan. Gejala: kepala terasa ringan, tidak
8
nyaman, bahkan memburuk bila makan makanan tertentu seperti makanan manis,
mengunyah terlalu kuat, sulit/malas berbicara.
b. Fase II Aura
Berlangsung lebih kurang 30 menit, dan dapat memberikan kesempatan bagi
pasien untuk menentukan obat yang digunakan untuk mencegah serangan yang
dalam. Gejala dari periode ini adalah gangguan penglihatan (silau/fotofobia),
kesemutan, perasaan gatal pada wajah dan tangan, sedikit lemah pada ekstremitas
dan pusing.
Periode aura ini berhubungan dengan vasokonstriksi tanpa nyeri yang
diawali dengan perubahan fisiologi awal. Aliran darah serebral berkurang, dengan
kehilangan autoregulasi lanjut dan kerusakan responsivitas CO2.
c. Fase III sakit kepala
Fase sakit kepala berdenyut yang berat dan menjadikan tidak mampu yang
dihubungkan dengan fotofobia, mual dan muntah. Durasi keadaan ini bervariasi,
beberapa jam dalam satu hari atau beberapa hari.
d. Fase IV pemulihan
Periode kontraksi otot leher dan kulit kepala yang dihubungkan dengan sakit
otot dan ketegangan lokal. Kelelahan biasanya terjadi, dan pasien dapat tidur
untuk waktu yang panjang. 2,3
2.8. DIAGNOSIS
1. Migraine tanpa aura
a. Sekurang-kurangnya terjadi 5 serangan yang memenuhi kriteria B-D.
b. Serangan nyeri kepala berlangsung selama 4-72 jam (tidak diobati atau
tidak berhasil diobati).
9
c. Nyeri kepala mempunyai sedikitnya dua diantara karakteristik berikut:
Lokasi unilateral
Kualitas berdenyut
Intensitas nyeri sedang atau berat
Keadaan bertambah berat oleh aktifitas fisik atau penderita
menghindari aktivitas fisik rutin (seperti berjalan atau naik tangga).
d. Selama nyeri kepala disertai salah satu dibawah ini:
Mual dan/atau muntah
Fotofobia dan fonofobia
e. Tidak berkaitan dengan kelainan yang lain.
2. Migraine dengan aura
Aura tipikal terdiri dari gejala visual dan/atau sensoris dan/atau berbahasa.
Yang berkembang secara bertahap, durasi tidak lebih dari 1 jam, bercampur
gambaran positif dan negatif, kemudian menghilang sempurna yang memenuhi
kriteria migraine tanpa aura.
Kriteria diagnostik:
a. Sekurang-kurangnya terjadi 2 serangan yang memenuhi criteria B-D.
b. Adanya aura yang terdiri paling sedikit satu dari dibawah ini tetapi tidak
dijumpai kelemahan motorik:
Gangguan visual yang reversibel seperti : positif (cahaya yang
berkedip-kedip, bintik-bintik atau garis-garis) dan negatif
(hilangnya penglihatan).
Gangguan sensoris yang reversible termasuk positif (pins and
needles), dan/atau negatif (hilang rasa/baal).
10
Gangguan bicara disfasia yang reversibel
c. Paling sedikit dua dari dibawah ini:
Gejala visual homonim dan/atau gejala sensoris unilateral
paling tidak timbul satu macam aura secara gradual > 5 menit
dan /atau jenis aura yang lainnya > 5 menit.
masing-masing gejala berlangsung > 5 menit dan < 60 menit.
d. Nyeri kepala memenuhi kriteria B-D
e. Tidak berkaitan dengan kelainan lain.
2.9. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan Laboratorium
Dilakukan untuk menyingkirkan sakit kepala yang diakibatkan oleh
penyakit struktural, metabolik, dan kausa lainnya yang memiliki gejala hampir
sama dengan migraine. Selain itu, pemeriksaan laboratorium dapat menunjukkan
apakah ada penyakit komorbid yang dapat memperparah sakit kepala dan
mempersulit pengobatannya. 5
2. Pencitraan
CTscan dan MRI dapa dilakukan dengan indikasi tertentu, seperti: pasien
baru pertama kali mengalami sakit kepala, ada perubahan dalam frekuensi serta
derajat keparahan sakit kepala, pasien mengeluh sakit kepala hebat, sakit kepala
persisten, adanya pemeriksaan neurologis abnormal, pasien tidak merespon
terhadap pengobatan, sakit kepala unilateral selalu pada sisi yang sama disertai
gejala neurologis kontralateral. 5
11
3. Pungsi Lumbal
Indikasinya adalah jika pasien baru pertama kali mengalami sakit kepala,
sakit kepala yang dirasakan adalah yang terburuk sepanjang hidupnya, sakit
kepala rekuren, onset cepat, progresif, kronik, dan sulit disembuhkan. Sebelum
dilakukan LP seharusnya dilakukan CT scan atau MRI terlebih dulu untuk
menyingkirkan adanya massa lesi yang dapat meningkatkan tekanan intracranial. 5
2.10. PENATALAKSANAAN
1. Terapi Abortif dilakukan antara lain dengan pemberian terapi farmakologis
sebagai berikut:
a. Sumatriptan
b. Zolmitriptan
c. Eletriptan
d. Rizatriptan
e. Naratriptan
f. Almotriptan
g. Frovatriptan
h. Analgesik opioid seperti meperidin
i. Cafergot yaitu kombinasi antara ergotamin tartat 1 mg dan kafein 100 mg.
Pada terapi abortif para penderita migraine pada umumnya mencari tempat
yang tenang dan gelap pada saat serangan migraine terjadi karena fotofobia dan
fonofobia yang dialaminya. Serangan juga akan sangat berkurang jika pada saat
serangan penderita istirahat atau tidur. 4,5,6
2. Terapi Profilaktif
12
Tujuan dari terapi profilaktif adalah untuk mengurangi frekuensi berat dan
lamanya serangan, meningkatkan respon pasien terhadap pengobatan, serta
pengurangan disabilitas. Terapi preventif yang dilaksanakan mencakup pemakaian
obat dimulai dengan dosis rendah yang efektif dinaikkan pelan-pelan sampai dosis
efektif. Efek klinik tercapai setelah 2-3 bulan pengobatan, pemberian edukasi
supaya pasien teratur memakai obat, diskusi rasional tentang pengobatan, efek
samping obat. Pasien juga dianjurkan untuk menulis headache diary yang berguna
untuk mengevaluasi serangan, frekuensi, lama, beratnya serangan, disabilitas dan
respon terhadap pengobatan yang diberikan. 4,5,6
Pasien harus memperhatikan pencetus dari serangan migraine yang dialami,
seperti kurang tidur, setelah memakan makanan tertentu misalnya kopi, keju,
coklat, MSG, akibat stress, perubahan suhu ruangan dan cuaca, kepekaan terhadap
cahaya terang, kelap kelip, perubahan cuaca, dan lain-lain. Selanjutnya, pasien
diharapkan dapat menghindari faktor-faktor pencetus timbulnya serangan
migraine. Disamping itu, pasien dianjurkan untuk berolahraga secara teratur untuk
memperlancar aliran darah. Olahraga yang dipilih adalah yang membawa
ketenangan dan relaksasi seperti yoga dan senam. Olahraga yang berat seperti lari,
tenis, basket, dan sepak bola justru dapat menyebabkan migraine. 4,5,6
2.11. PROGNOSIS
Untuk banyak orang, migraine dapat remisi dan menghilang secara utuh
pada akhirnya, terutama karena faktor penuaan/usia. Penurunan kadar estrogen
setelah menopause bertanggungjawab atas remisi ini bagi beberapa wanita.
Walaupun demikian, migraine juga dapat meningkatkan faktor risiko seseorang
terkena stroke, baik bagi pria maupun wanita terutama sebelum usia 50 tahun.
13
Sekitar 19% dari seluruh kasus stroke terjadi pada orang-orang dengan riwayat
migraine. Migrain dengan aura lebih berisiko untuk terjadinya stroke khususnya
pada wanita. Selain itu, migraine juga meningkatkan risiko terkena penyakit
jantung. Para peneliti menemukan bahwa 50% pasien dengan Patent Foramen
Ovale menderita migraine dengan aura dan operasi perbaikan pada pasien Patent
Foramen Ovale dapat mengontrol serangan migraine.8
14
BAB III
PENUTUP
1. Migraine adalah nyeri kepala berulang dengan manifestasi serangan selama 4-
72 jam. Karekteristik nyeri kepala unilateral, berdenyut, intensitas sedang
atau berat, bertambah berat dengan aktivitas fisik yang rutin dan diikuti
dengan nausea dan/atau fotofobia dan fonofobia. Migraine secara umum
dibagi menjadi 2 yaitu migraine klasik dan migraine umum dimana migraine
umum 5 kali lebih sering terjadi daripada migraine klasik.1
2. Migraine lebih sering terjadi pada anak laki-laki dibandingkan dengan anak
perempuan sebelum usia 12 tahun, tetapi lebih sering ditemukan pada wanita
setelah pubertas, yaitu paling sering pada kelompok umur 25-44 tahun.3,9
3. Migraine biasanya disebabkan oleh faktor genetik dimana 70-80% penderita
migraine memiliki anggota keluarga inti dengan riwayat migraine.3 Migraine
dapat dipicu oleh keadaan kurang tidur, stress, perubahan pola makan, setelah
makan makanan tertentu, akibat perubahan suhu, dan sebagainya.
4. Penatalakasanaan migraine mencakup penatalaksanaan abortif dan profilaktif,
baik secara medikamentosa dan non-medikamentosa. Tujuan dari tatalaksana
migraine adalah untuk meredakan serangan migraine serta mencegah
serangan yang berikutnya atau menurunkan frekuensi kekambuhan. Obat
pilihan dalam terapi abortif untuk saat ini adalah golongan triptan, seperti
sumatriptan. Sedangkan untuk terapi profilaktif dapat digunakan golongan
beta-blocker, calcium channel blocker, antidepresan, dan antikonvulsan.4,7
15