bab iii kepemimpinan nabi muhammad saw. dalam...
TRANSCRIPT
49
BAB III
KEPEMIMPINAN NABI MUHAMMAD SAW. DALAM PENDIDIKAN
A. Karakteristik dan Tipe Kepemimpinan Nabi Muhammad saw.
Allah memerintahkan pada manusia, khususnya orang-orang yang
beriman, agar taat dan patuh kepada Rasulullah saw. Ketaatan dan kepatuhan
pada beliau sebagai manusia pilihan Allah SWT. merupakan perwujudan
kepemimpinan Allah SWT. secara nyata di muka bumi ini. Kepribadiannya
sebagai pemimpin di dalam pola pikir, bersikap dan berperilaku, merupakan
pancaran isi kandungan al-Quran sehingga sepatutnya diteladani. Untuk itu
bukan beliau yang memerintahkan atau menganjurkan agar mengambil suri
teladan dari perkataan, perbuatan dan diamnya, tetapi justru datangnya dari
Allah SWT.
Derajat kepemimpinan beliau sebagai perwujudan kepemimpinan
spriritual Allah SWT., jauh berbeda dengan kepemimpinan manusia biasa
meskipun kedudukannya sebagai kepala negara yang ada di dunia ini.
1. Karakteristik Kepemimpinan Nabi Muhammad Saw.
Dalam suatu telaah terhadap seratus tokoh berpengaruh di dunia,
Muhammad saw diakui sebagai seorang tokoh yang paling berpengaruh
dan menduduki rangking pertama. Ketinggian itu dilihat dari berbagai
perspektif, misalnya sudut kepribadian, jasa-jasa dan prestasi beliau dalam
menyebarkan ajaran Islam pada waktu yang relatif singkat. Kesuksesan
beliau dalam berbagai bidang merupakan dimensi lain kemampuan sebagai
leader dan manajer yang menambah keyakinan akan kebenaran Rasul.1
Dikatakan leader karena beliau selalu tampil di muka, menampilkan
keteladanan, dan kharisma sehingga mampu mengarahkan, membimbing
dan menjadi panutan. Dikatakan manajer karena beliau pandai mengatur
pekerjaan atau bekerja sama dengan baik, melakukan perencanaan,
memimpin dan mengendalikannya untuk mencapai sasaran.
1 M. Abdurrahman, Dinamika Masyarakat Islam dalam Wawasan Fikih, (Bandung:
Remaja Rosda Karya, 2002), hlm. 33
50
Umat Islam memandang Muhammad saw bukan hanya sebagai
pembawa agama terakhir (Rasul) – yang sering disebut orang sebagai
pemimpin spiritual, tetapi sebagai pemimpin umat, pemimpin agama,
pemimpin negara, komandan perang, qadi (hakim), suami yang adil, ayah
yang bijak sekaligus pemimpin bangsa Arab dan dunia.2 Peran yang sangat
komplek ini telah diperankan dengan baik oleh Nabi Muhammad saw.,
sehingga menjadi dasar bagi umatnya sampai akhir zaman. Hal ini
menunjukkan bahwa peran Nabi Muhammad saw. sebagai pemimpin umat
sangat besar pengaruhnya. Perwujudan kepemimpinan beliau dengan
memberi pendidikan dan pengajaran yang baik kepada umat dengan
keteladanan yang baik (uswatun hasanah).
Pada dasarnya Islam memandang bahwa setiap manusia merupakan
pemimpin. Sehingga setiap umat Islam sebagai pemimpin yang beriman
harus berusaha secara maksimal untuk meneladani kepemimpinan
Rasulullah sebagai konkretisasi kepemimpinan Allah SWT., untuk itu
Allah SWT. memfirmankan agar mentaati Rasulullah, baik berdasarkan
sabda dan perilakunya, maupun diamnya beliau dalam menghadapi dan
menyelesaikan berbagai masalah kehidupan.
Hal ini sesuai dengan firman Allah surat An-Nisa’:64
وما أرسلنا من رسول إال ليطاع بإذن الله ولو أنهم إذ ظلموا أنفسهم جاءوك فاستغفروا الله واستغفر لهم الرسول لوجدوا الله
)64:النساء(توابا رحيما
“Dan kami tidak mengutus seseorang Rasul, melainkan untuk ditaai dengan seizin Allah. Sesungguhnya jikalau mereka ketika menganiaya dirinya datang kepadamu, lalu memohon ampun kepada Allah, dan Rasul-pun memohonkan ampun untuk mereka, tentulah mereka mendapati Allah maha penerima taubat lagi maha penyayang”.3 (Q.S. An-Nisa:64).
Firman Allah di atas dengan jelas memerintahkan agar setiap umat
Islam mematuhi dan taat pada perintah Allah dan Rasulullah. Allah SWT
juga menerangkan bahwa setiap Rasul yang diutus oleh-Nya kedunia ini
2 Ibid. 3 Soenaryo, et.al., Al-Quran dan Terjemahannya, (Semarang: Al-Wa’ah, 1993), hlm. 129
51
dari dahulu sampai kepada Nabi Muhammad saw wajib ditaati dengan izin
(perintah) Allah karean tugas risalah mereka adalah sama yaitu untuk
menujukan umat manusia kejalan yang benar dan kebahgiaan hidup
didunia dan akhirat.4
Diterangkan pula dalam sebuah hadits bahwa Nabi Muhammad
senantiasa menganjurkan setiap orang untuk mentaati pemimpinya, selama
mereka tidak menyuruh berbuat maksiat dan kemungkaran terhadap Allah.
عن ابي هریرة عن رسول اهللا صلعم انه قال من ا طا عنى فقد ومن اطاع اميرى فقد . اطاع اهللا ومن عصا نى فقد عصى اهللا
)رواه البخارى(اطاع عنى ومن عص أ ميرى فقد عصانى “Dari Abi Hurairah dari rasulullah sesungguhnya telah berkata : dia yang tat kepadaku berarti mentaati Allah dan dia yang tidak patuh padaku berarti tidak mentaati Allah. Dan dia yang mentaati Amir berarti mentaati Aku, dan yang tidak mentaati Amir berarti tidak mematuhi aku” (HR. Muslim).5
Baik dari surat An-Nisa’ ayat 64 maupun hadits diatas
menerangkan bahwa kita diperintahkan untuk taat kepada pemimpin yang
harus disandarkan pada izin Allah, ini berarti setiap ketaatan orang pada
pemimpinya, rakyat pada pemerintah dan anak pad orang tua semata-mata
karena izin Allah
Selanjutnya di bawah ini akan diketengahkan usaha mencari dan
menggali sesuatu yang dapat dan harus diteladani dari kepemimpinan Nabi
Muhammad saw. , yaitu:
a. Kepribadian yang Tangguh
Nabi Muhammad saw. adalah sosok yang sangat kuat baik
pada masa kecilnya, dewasanya bahkan sampai wafatnya menunjukkan
4 Departemen Agama RI, Al-Qur'an dan Tafsirnya, Juz II, (Semarang, Wicaksana, 1993),
hlm. 211 5Imam Muslim, Shahih Muslim, Juz III, (Beirut: darKutul Ilmiyah, 1992), hlm. 1466
52
sikap yang sangat kuat teguh pendirian (istiqamah). Sejak pertamanya
beliau tidak terpengaruh oleh kondisi masyarakat di sekitar yang
terkenal kebobrokan dan kejahiliahannya, menyembah berhala dan
patung. Kepribadian itulah yang menjadi dasar atau landasan yang
kokoh bagi seorang pemimpin, karena hal itu bermakna juga sebagai
seseorang yang memiliki prinsip hidup yang kokoh dan kuat.6
b. Kepribadian dan Akhlak Terpuji.
Kepribadian yang terpuji ini memiliki beberapa sifat yang
terhimpun dalam pribadi Nabi Muhammad disebut sifat wajib Rasul
meliputi shiddiq, amanah, tabligh dan fathanah. Bertolak dari sini
dapat dikatakan bahwa Rasul (termasuk Muhammad) pasti tidak
memiliki sifat-sifat sebaliknya, yang disebut sifat-sifat mustahil – sifat
dimaksud yakni kiz’b, khiyanah, kitman dan baladah. Namun Rasul
sebagai manusia pasti memiliki sifat jaiz, yakni sifat-sifat kemanusiaan
yang tidak menurunkan derajat atau martabat beliau sebagai utusan
Allah. Dalam sifat jaiz ini Rasul tidak dapat menghindar dari ujian dan
cobaan Allah SWT. seperti rasa sedih, sabar, dan tabah.
Sifat wajib dan sifat jaiz yang dimiliki Rasul tanpa memiliki
sifat mustahil, sangat menunjang pelaksanaan kepemimpinan yang
beliau laksanakan. Kondisi itu mengakibatkan kepemimpinan Nabi
Muhammad berbeda prinsipil dari kepemimpinan manusia biasa.7
Dalam segala hal, akhlak Nabi Muhammad adalah Al-Qur'an
sebagaimana komentar yang diungkapkan oleh Nasih Ulwan yang
dikutip oleh Slamet Untung mengatakan bahwa Muhammad adalah
refleksi hidup keutaman Al-Qur'an, ilustrasi dimanis tentang petunjuk-
petunjuk Al-Qur'an yang abadi.8
Dalam rangka menciptakan standar al-akhlakul al-karimah
yang tinggi, Muhammad mengajar manusia dengan menggunakan
6 Hadari Nawawi, Kepemimpinan Menurut Islam, (Yogyakarta: Gajahmada University press, 1993), hlm. 273
7 Ibid., hlm. 276 8Slamet Untung, Muhammad Sang Pendidik, (Semarang: CV. Pustak Rizky Putra, 2005),
hlm. 75
53
keteladanan dalam keseluruhan metodenya, hal ini dapat dilihat dari
seluruh perilaku beliau yang merefleksikan nilai-nilai pendidikan.
Dengan mengambil keteladanan dari kehidupan Nabi saw berkaitan
dengan pendidikan akhlak Nabi, beliau sendiri menegaskan dalam
salah satu hadits yang sudah dikenal luas dikalangan pengikutnya :
عن ابى هریرة قال قال رسول اهللا صلعم انما بعثت ال تمم )رواه احمد(صالح االخالق
“Tidaklah aku diutus kecuali untuk menyempurnakan akhlak.” (H.R. Ahmad)9
Dari poin ini dapat dipahami bahwa inti dari kepemimpinan
pendidikan Nabi Muhammad adalah penanaman dan pengembangan
sistem akidah, ubudiyah dan muamalah yang berorientasi pada
akhlakul karimah.10
c. Kepribadian yang Sederhana.
Beliau mengajarkan pada umatnya untuk hidup sederhana
dan tidak berlebih-lebihan. Ini bukan berarti beliau mengerjakan
kemiskinan pada manusia, tetapi beliau menyuruh umat Islam untuk
selalu tampil sederhana dengan melakukan sedekah pada orang lain
dan saling membantu. Sikap hidup sederhana Nabi Muhammad saw.
beliau tunjukkan dalam hidup sehari-harinya. Entah dalam keadaan
damai ataupun perang di antara para pengikutnya atau di antara orang-
orang kafir dan musuh-musuhnya, Nabi Muhammad saw. selalu
menjadi teladan. Beliau memperlakukan orang dengan penuh
kesopanan dalam semua kesempatan. Setelah memperoleh
kemenangan beliau lebih sederhana, peramah dan pemurah hati,
bahkan memberikan maaf dan pengampunan pada musuh-musuhnya.
Pada masa penaklukan kota Makkah beliau memaafkan hampir semua
musuhnya yang telah menganiayanya dan para sahabatnya selama 13
tahun. Bahkan sebagai kepala negara, rutinitas hariannya sangat
9Imam Ahmad, Musnad Imam Ahmad Ibnu Hanbal, Juz. II (Beirut: Darul Fikr, t.th),
hlm.381 10Slamet Untung, op, cit, hlm. 76
54
sederhana dan merefleksikan sikapnya yang rendah hati. Beliau
memperbaiki dan menjahit pakaiannya yang sobek dan menambal
sepatunya sendiri. Beliau biasa memerah susu kambing piaraannya dan
membersihkan lantai rumahnya yang sederhana.11 Sikap ini benar-
benar menunjukkan betapa sederhananya Nabi dalam hidupnya,
meskipun beliau seorang pemimpin besar.
Kepemimpinan Nabi Muhammad saw. berjalan di atas nilai-
nilai Islam yang berhasil menanamkan keimanan, ketakwaan,
kesetiaan dan semangat juang untuk membela kebenaran dan
mempertahankan hak selain beroleh bantuan Allah SWT.
Pada titik ini memang layak dimunculkan pertanyaan di mana
letak kunci kesuksesan kepemimpinan Nabi Muhammad saw. selain
memang mendapat petunjuk, bantuan dan perlindungan Allah SWT.
Ada beberapa kunci yang dapat diteladani oleh umatnya, yaitu:
1) Akhlak Nabi yang terpuji tanpa cela
2) Karakter Nabi yang tahan uji, tangguh, ulet, sederhana, dan
bersemangat baja.
3) Sistem dakwah yang menggunakan metode imbauan yang diwarnai
dengan hikmah kebijaksanaan.
4) Tujuan perjuangan Nabi yang jelas menuju ke arah menegakkan
keadilan dan kebenaran serta menghancurkan yang batil, tanpa
pamrih kepada harta, kekuasaan dan kemuliaan duniawi.
5) Prinsip persamaan.
6) Prinsip kebersamaan.
7) Mendahulukan kepentingan dan keselamatan pengikut.
8) Memberikan kebebasan berkreasi dan berpendapat serta
pendelegasian wewenang.
9) Tipe kepemimpinan karismatis dan demokratis.12
11 Abdul Wahid Khan, Rasulullah di Mata Sarjana Barat, (Yogyakarta: Mitra Pustaka,
2002), hlm. 75 12 Nourouzzaman Shiddiqi, Jeram-jeram Peradaban Muslim, (Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 1996), hlm. 102-105
55
Keberhasilan Nabi Muhammad saw. dalam memimpin umat
dikarenakan tingkah laku beliau yang selalu berdasarkan Al-Quran dan
ditunjang beberapa sifat yang melekat padanya. Adapun sifat utama
yang melekat pada diri pribadinya yaitu:
1) Kehormatan kelahirannya.
2) Bentuk dan potongan tubuh yang sempurna.
3) Perkataan yang fasih dan lancar.
4) Kecerdasan akal yang sempurna.
5) Ketabahan dan keberanian.
6) Tidak terpengaruh oleh duniawi.
7) Hormat dan respek terhadap dirinya.13
2. Tipe kepemimpinan Nabi Muhammad saw. dalam Pendidikan.
Kepemimpinan Nabi Muhammad saw. dijalankan dengan kerelaan
dan ketulusan hati demi kaumnya dan seluruh umat manusia.
Kepemimpinan itu tidak sekedar dilaksanakan dalam suasana damai atau
setelah umat Islam mengalami kejayaan, tetapi juga pada saat berhadapan
dengan masyarakat jahiliyah yang kejam dan bengis bahkan pada saat-saat
menyerang atau diserang dalam peperangan dengan orang-orang kafir.
Uraian di atas menunjukkan bahwa kepemimpinan Nabi
Muhammad saw. pada dasarnya bersifat situasional. Dalam situasi yang
berbeda-beda beliau selalu menampilkan kepemimpinan yang tepat dan
bijaksana, karena didasari oleh keagungan kepribadian yang beliau miliki.
Dilihat dari teori-teori kepemimpinan sekarang ini berarti kepemimpinan
situasional yang beliau jalankan, selalu berubah-ubah tipenya karena harus
disesuaikan dengan situasi yang dihadapinya. Tipe-tipe yang dijalankan
Nabi Muhammad dimaksud adalah:
a. Kepemimpinan Otoriter.
Perwujudan kepemimpinan otoriter Nabi Muhammad saw.
tampak dalam sikap beliau ketika menghadapi orang-orang kafir dan
13 E.K. Imam Munawir, Asas-asas Kepemimpinan dalam Islam, (Surabaya: Usaha
Nasional, t.th.), hlm. 195
56
dalam memberikan hukuman serta pelaksanaan petunjuk dan tuntutan
Allah SWT. lainnya. Aturan yang ada tidak boleh dibantah, jika telah
diwahyukan oleh Allah SWT. tidak dibenarkan dan tidak
diperbolehkan memberi saran, pendapat kreativitas, dan inisiatif,
artinya suatu perintah harus dilaksanakan dan larangan harus
ditinggalkan. Wujud ibadah yang tidak dapat ditawar-tawar, misalnya
shalat, puasa, zakat, haji. Kesemuanya harus dilaksanakan sesuai
ketentuan syariat. Sifat Nabi yang otoriter tampak ketika beliau
menyuruh semua orang untuk meninggalkan semua bentuk
kemusyrikan dengan cara menanamkan keyakinan dan kepercayaan
penuh terhadap Allah SWT. Nabi menjadi eksponen dari lima pilar
Islam dan dengan demikian beliau melakukan perubahan revolusioner
dalam kehidupan manusia. Kelima pilar itu yakni:
1) Deklarasi atau pernyataan bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan
Muhammad utusan Allah.
2) Melaksanakan shalat lima waktu di masjid bagi kaum lelaki, di
rumah/di masjid bagi kaum perempuan.
3) Membayar zakat 2,5 % dari semua penghasilan dalam setahun
yang diberikan kepada fakir miskin dan wanita janda agar memiliki
kesabaran pengorbanan dan dengan demikian membersihkan harta
kekayaannya.
4) Berpuasa di bulan Ramadhan sebulan penuh agar meraih kebaikan
dan kebenaran.
5) Menunaikan ibadah haji, sekali seumur hidup.14
Kelima pilar tersebut dalam ajaran Islam dikenal dengan
rukun Islam. Dalam melaksanakan kelima pilar Islam ini Nabi
Muhammad saw. melandaskan pada syariat Islam, yang tidak bisa
ditawar-tawar lagi, artinya setiap orang Islam wajib mengerjakan
rukun Islam itu dengan tidak boleh ditawar-tawar, atau ditinggalkan
kecuali karena adanya halangan tertentu. Misalnya, pelaksanaan shalat
14 Abdul Wahid Khan, Op.Cit., hlm. 124
57
fardhu lima kali sehari semalam, waktunya sudah tetap tidak boleh
dipertukarkan, rakaat masing-masing tidak boleh dikurangi atau
ditambah dan lain-lain. Demikian pula dengan puasa, zakat, dan ibadah
haji ketentuan pelaksanaannya telah diatur oleh Allah dan
pelaksanaannya tidak boleh lain, karena jika berbeda mengerjakannya
berarti salah dan kategorinya merupakan pelanggaran dan dosa. Oleh
karena itu kepemimpinan Nabi Muhammad saw. merupakan bentuk
konkret dari kepemimpinan Allah SWT., maka yang berlaku di muka
bumi selalu dilaksanakan sebagaimana mestinya. Untuk itu Allah
SWT. telah memberikan petunjuk dan tuntunan yang jelas, dengan
menutup sama sekali pemberian saran, pendapat, inisiatif, kreativitas15
dan lain-lain.
b. Kepemimpinan Laissez Faire
Dalam menyeru umat manusia terlihat kepemimpinan Nabi
Muhammad saw. yang bersifat laissez faire bebas. Beliau tidak
memaksa dengan kekerasan, setiap manusia diberi kebebasan memilih
agama yang akan dipeluknya. Beliau hanya diperintahkan Allah SWT.
untuk menyeru dan memperingatkan keberuntungan bagi yang
mendengar dan kerugian bagi yang sombong dan angkuh menolak
seruan beliau. Jika ada yang menolak beriman kepadanya, beliau tidak
memaksanya namun tetap memberi peringatan kepada mereka. Hal ini
senada dengan firman Allah surat Al-Baqarah ayat 256:
ال إآراه في الدین قد تبين الرشد من الغي فمن یكفر بالطاغوت ویؤمن بالله فقد استمسك بالعروة الوثقى ال انفصام لها والله
)256:البقرة(سميع عليم
“Tidak ada paksaan dalam menganut agama, sebab sudah jelas jalan yang benar dari jalan yang salah. Barang siapa yang ingkar kepada taghut hanya percaya kepada Allah, berarti ia berpegang pada tali yang berbuhul kuat yang tidak mungkin putus. Allah maha mendengar dan maha mengetahui”.16 (Q.S. Al-Baqarah: 256)
15 Hadari Nawawi, Op.Cit., hlm. 283 16 Soenaryo, et.al., Op.Cit., hlm. 63
58
... وقل الحق من ربكم فمن شاء فليؤمن ومن شاء فليكفر )29:الكهف(
“Dan katakanlah: kebenaran itu datangnya dari Tuhanmu. Maka barang siapa yang mau beriman, berimanlah dan barang siapa yang kafir, kafirlah”.17 (Q.S. Al-Kahfi: 29)
Kedua ayat di atas dengan jelas menggambarkan
kepemimpinan Nabi Muhammad saw. dalam menyeru umat bersifat
laissez faire, dengan melarang untuk menggunakan jalan kekerasan
dan pemaksaan trrhadap orang-orang yang bukan muslim untuk
memaksa mereka masuk Islam.18 Namun apabila seseorang telah
menyatakan dirinya beriman, maka kepemimpinan beliau berkembang
menjadi bersifat konsultatif, pengayoman dan karismatis. Beliau
memberi kesempatan pada umatnya untuk meminta petunjuk sebagai
perwujudan kepemimpinan konsultatif. Beliau juga berusaha
mengayomi umatnya yang menghadapi masalah-masalah kehidupan.
Keikhlasan dan ketulusan beliau dalam menjalankan kepemimpinan
dan mendidik umat tidak mengharapkan upah, sehingga semakin
menambah kharisma di lingkungan umat Islam di masa hidupnya,
sekarang dan masa mendatang.
Meskipun demikian, didalam kepemimpinan tersebut tetap
terdapat kebebasan karena pengawasan langsung dari Allah, dan
pengawasan yang dilakukan Nabi Muhammad hanya bersifat
menumbuhkan tanggung jawab pribadi. Kebebasan yang diberikan
Nabi Muhammad terhadap umatnya dalam mencapi tingkaty keimanan
yakni melalui usaha serta kesanggupan mereka dan tanggung jawabnya
masing-masing disisi Allah.
Setiap manusia harus bertanggung jawab sendiri atas
pilihanya menjadi beriman atau sebaliknya tenggelam dalam
17 Ibid., hlm. 448 18Departemen Agama RI, Al-Qur'an dan Tafsirnya, (Jakarta, 1984), hlm. 459
59
kekafiran.19 Hasil pilihannya itu yang akan diwujudkan menjadi
tingkah laku untuk dipertanggung jawabkan dirinya masing-masing,
untuk itu pengawasan terhadap pilihan dan perilaku manuisa berada
langsung ditangan Allah. Tentang hal ini disebutkan dalam firman
Allah surat Az-Zumar :41.
إنا أنزلنا عليك الكتاب للناس بالحق فمن اهتدى فلنفسه ومن )41:الزمر) (ضل فإنما یضل عليها وما أنت عليهم بوآيل
“Sesungguhnya kami telah menurunkan kepadamu kitab suci yang membawa kebenaran untuk manusia. Maka barang siapa mengikuti petunjuk hasilnya untuk diri sendiri dan barang siapa yang sesat, dia menyesatkan dirinya sendiri, sedang engkau bukanlah seorang wakil mereka.” (Q.S. Az-Zumar : 41).20 Selanjutnya dalam surat al-Baqarah 286 :
ال یكلف الله نفسا إلا وسعها لها ما آسبت وعليها ما اآتسبت )286:البقرة (
“Allah tidak membebani kewajiban kepada seseorang kecuali sesuai dengan kesanggupannya, hasil kerjanya yang baik untuknya sendiri, dan yang tidak baik menjadi tanggungannya sendiri pula.”(Q.S. Al-Baqarah : 286).21
c. Kepemimpinan Demokratis.
Islam menjadikan musyawarah sebagai peraturan untuk
meneliti dan memeriksa pendapat agar memperoleh petunjuk yang
terbaik.22 Islam juga menjamin kebebasan berpendapat bagi tiap orang
selam pendapat itu tidak bertentangan dengan akidah dan syariat Islam.
Contoh pemimpin yang paling ideal dan efektif tidak bisa
lepas dari sosok seorang Nabi besar Muhammad saw. Beliau di dalam
kepemimpinan yang bersifat situasional, tidak sedikit langkah-langkah
dan prinsip-prinsip demokrasi beliau wujudkan dan kembangkan.
Perilaku demokratis itu beliau wujudkan dalam bentuk
hubungan silaturrahmi dengan para sahabat. Antara beliau dengan
19 Hadari Nawawi, Kepemimpinan Menurut Islam, op, cit, hlm. 285 20 Sunariyo, Al-Qur'an dan Terjemahnya, op, cit, hlm. 751 21Ibid, hlm. 72 22Ahmad Muhammad Al-Hufiy, Keteladanan Akhlak Rasulullah, (Jakarta: Pustaka Setia,
2003), hlm. 493
60
sahabat tidak terdapat jarak, bahkan sebaliknya menampakkan
keakraban. Kebebasan menyampaikan pendapat, kritik atau saran tetap
beliau terima sebagai tanda kepemimpinan Nabi Muhammad saw.
yang bersifat demokratis.
Kepemimpinan Rasulullah saw. yang bersifat demokratis
terlihat pada kecenderungan beliau menyelenggarakan musyawarah,
terutama jika menghadapi masalah yang belum ada wahyunya dari
Allah SWT., kesediaan beliau sebagai pemimpin untuk mendengarkan
pendapat, bukan saja dinyatakan dalam sabdanya, tetapi terlihat dalam
praktik kepemimpinannya. Karena dalam musyawarah terdapat tukar-
menukar pikiran dan masing-masing orang dapat mengemukakan
pendapatnya serta menyimak pendapat orang lain.
Musyawarah seringkali dijadikan indikasi demokrasi.23 Oleh
karean itu musyawarah diperintahkan dalam kitab suci Al-Qur'an yang
disepadankan dengan iman atau percaya kepada Allah, menjauhi
segala dosa, melaksanakan sholat dan infaq dijalan-Nya sertya berjihad
untuk menegakkan kebenaran dan menjujung tinggi kalimat Allah .24
Dalam ajaran Islam, musyawarah merupakan salah satu bentuk
kegiatan umat yang sangat dianjurkan oleh Allah SWT. sebab,
musyawarah merupakan pengakuan akan keterbatasan manusia
terhadap kelemahan dan kekurangan yang dimilikinya.
Anjuran untuk bermusyawarah ditegaskan dalam firman
Allah surat Ali Imran ayat 159, bunyinya:
فبما رحمة من الله لنت لهم ولو آنت فظا غليظ القلب النفضوا من حولك فاعف عنهم واستغفر لهم وشاورهم في األمر فإذا
: آل عمران (لمتوآلين عزمت فتوآل على الله إن الله یحب ا159(
“Maka disebabkan rahmat dari allahlah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka, sekiranya kamu bersikap keras dan berhati keras,
23 Ali Anwar Yusuf, Wawasan Islam, (Bandung: Pustaka Setia, 2002), hlm. 109 24Ahmad Muhammad Al-Hufiy, loc, cit,
61
tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu, karena itu maafkanlah mereka dalam suatu urusan”.25 (Q.S. Ali Imran: 159)
Hal senada juga disebutkan dalam firman Allah surat As-Syura ayat
38:
والذین استجابوا لربهم وأقاموا الصلاة وأمرهم شورى بينهم )38: الشورى (ومما رزقناهم ینفقون
“dan (bagi) orang-orang yang menerima (mematuhi) seruan Tuhannya dan mendirikan sholat sedang urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarah antara mereka dan mereka menafkahkan sebagian dari rizki yang Kami berikan kepada mereka.”(Q.S.Asy-Syura :38).26
Dengan mengutip perkataan al-Hasan, al-Maraghi dalam tafsirnya
mengatakan bahwa musyawarah dapat melembutkan hati orang banyak
mengasah otak dan menjadi jalan menuju kebenaran dan tidak ada satupun
yang bermusyawarah kecuali mendapat petunjuk.27 Dengan demikian
musyawarah sangat dianjurkan dalam banyak urusan baik menyangkut
ibadah dan muamalah.
Demikianlah sikap yang nampak dalam pribadi Nabi Muhammad
saw. dalam setiap keputusannya bermusyawarah yang mengedepankan
nilai-nilai islami dari Allah.
B. Prinsip-prinsip Kepemimpinan Nabi Muhammad Saw.
Kepemimpinan yang dijalankan Nabi Muhammad saw. dalam menyeru,
mengajak umat manusia berjalan dengan pedoman dasar Islam yaitu al-Quran,
karena pada dasarnya semua yang ada pada diri beliau sebagai cerminan dari
al-Quran itu sendiri. Oleh karena itu prinsip-prinsip kepemimpinan beliau
yaitu nilai-nilai yang terkandung dalam al-Quran. Prinsip-prinsip yang
dimaksud yaitu:
1. Amanah
25 Soenaryo, et.al., Op.Cit., hlm. 103 26Ibid, hlm. 789 27Ahmad Mustofa al-Maraghi, Tafsir al-Maraghi, Juz 25, terj. K. Ansori Umar Sitanggal,
dkk, (Semarang: Toha Puta, 1986), hlm. 94
62
Prinsip amanah menjadi sendi dasar dalam menegakkan sebuah
kepemimpinan pada semua level, baik keluarga, masyarakat, bangsa dan
negara. Seorang pemimpin adalah orang yang diberi amanat dan mewakili
Allah menegakkan firman-firman-Nya di tengah-tengah manusia.
Kekuasaan pemimpin atas orang yang dipimpin merupakan amanah yang
harus dipegang, dipelihara, dan dilaksanakannya dengan penuh kejujuran.
Sebab, setiap amanah akan menuntut pertanggungjawaban.28
Sikap amanah erat kaitannya dengan kejujuran dan keadilan, karena
kejujuran akan melahirkan kepercayaan dari orang lain, sekali tidak jujur
akan sulit menimbulkan kepercayaan dari rakyat yang dipimpin dan sekali
bersikap tidak adil sulit menimbulkan kewibawaan kepemimpinan dari
rakyat.29 Oleh karenya Allah memerintahkan agar menyampaikan amanat
kepada yang berhak nmenerimanya dengan jalan yang adil tanpa
membeda-bedakan antara yang satu dengan yang lainnya, meskipun itu
terhadap keluarganya sendiri.30
Sifat amanah Nabi Muhammad saw. ini telah nampak sebelum dan
sesudah beliau diangkat menjadi Rasul. Sejak muda beliau sudah
menampakkan performa amanah ini, sehingga julukan yang disandangnya
yaitu al-amin (dapat dipercaya). Karena kejujuran dan amanah itu pula
beliau mendapat kepercayaan untuk meletakkan hajar al-aswad pada
tempatnya setelah direnovasi. Kebijaksanaan yang diambilnya yaitu
mengikutsertakan semua orang (para pemimpin kabilah) berpartisipasi
dalam kerja pembangunan, meletakkan hajar al-aswad pada tempatnya.
2. Keadilan dan Persamaan
Keadilan dan persamaan merupakan dua kata saling mengisi dan
mendukung. Kedua prinsip ini dalam sebuah kepemimpinan harus
diutamakan, karena bagi seorang pemimpin yang baik selalu
mengedepankan keadilan dan persamaan di antara anggota-anggotanya,
28 Ali Anwar Yusuf, Op.Cit., hlm. 103 29 Mahfudh Syamsul Hadi, K.H. Zainuddin MZ., Figur Da’i Berjuta Umat, (Surabaya:
Karunia, 1994), hlm. 301 30Departemen Agama RI, Al-Qur'an dan Tafsirnya, op, cit, hlm. 209
63
suksesnya suatu kepemimpinan bergantung pada seberapa jauh seseorang
mampu bertindak adil dalam memutuskan perkara.31 Pemimpin harus
mengetahui mana yang mendapat hukuman, ganjaran, teguran dan
pemecatan. Keadilan dalam hal pendidikan berarti terjaminnya keamanan
individu (pendidik) dan golongan dalam merealisasikan kemaslahatan,
memajukan dan mengatur hubungan dengan orang lain agar tujuan
pendidikan dapat tercapai.
Yang dimaksud dengan adil disini adalah meberikan hak orang lain
kepada yang berhak tanpa membeda-bedakan orang-orang yang berhak itu,
dan melakukan tindakan terhadap orang yang salah sesuai dengan
kejahatan dan kelalaiannya tanpa mempersukarnya atau bersikap pilh
kasih kepadanya.32 Banyak ayat Al-Qur'an yang membicarakan tentang
keadilan diantaranya dalam suarat An-Nahl ayat 90 :
إن الله یأمر بالعدل واإلحسان وإیتاء ذي القربى وینهى عن )90: النحل (كر والبغي یعظكم لعلكم تذآرون الفحشاء والمن
“sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan memberi kepada kaum kerabat dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran.”(Q.S. An-Nahl : 90).33
Lebih tegas lagi Allah menekankan tentang pentingnya berlaku adil
meskipun terhadap musuh dan melarang menganiaya seseorang karean
menuruti kemarahan, dalam firman berikut, surat al-maidah ayat 8 :
یا أیها الذین آمنوا آونوا قوامين لله شهداء بالقسط وال یجرمنكم شنآن قوم على أال تعدلوا اعدلوا هو أقرب للتقوى واتقوا الله إن
)8: المائدة (الله خبير بما تعملون“Hari orang-orang yang beriman, hendaklah kamu menjadi orang-orang yang selalu menegakkan (keadilan) karean Allah, menjadi saksi yang adil dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap kaum mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adilah, karena adil itu lebih dekat kepada
31 M. Abdurrahman, Op.Cit., hlm. 52 32Ahmad Muhammad Al-Hufiy, Keteladanan Akhlak Rasulullah saw, op, cit, hlm. 182 33Soenaryo, op, cit, hlm. 415
64
taqwa. Dan bertaqwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.”(Q.S. Al-Maidah : 8).34
Dari kedua ayat diatas jelas terlihat bahwa Allah sangat
menganjurkan untuk berbuat adil terhadap siapapun tanpa harus
memandang derajad orang lain dan dimanapun dia berada. Keadilan
adalah neraca kebenaran, sebab manakala terjadi ketidakadilan terhadap
suatu umat, apapun sebabnya maka akan lenyap kepercayaan umum dan
tersebarlah berbagai macam kerusakan dan terpecah belahlah segala
hubungan dalam masyarakat,
Masalah keadilan merupakan syarat tegaknya suatu kepemimpinan
yang harus ditegakkan tanpa pandang bulu, karean keadilan lebih dekat
dengan taqwa, dan terhindar dari murka Allah.35
Al-Quran mewajibkan umat Islam agar memutuskan setiap perkara
dengan adil dan tidak berat sebelah serta menepati janji. Karenanya,
seluruh umat manusia bukan saja para penguasanya, memiliki tanggung
jawab untuk mewujudkan keadilan. Dalam peranannya sebagai pemimpin
umat Nabi Muhammad saw. sendiri melaksanakan prinsip ini, untuk itu
dalam kebijaksanaan beliau dalam memimpin ditunjuklah seorang qadhi,
yaitu mereka yang taqwa kepada Allah, salih, tidak berkelakuan tercela,
memahami syariat dan telah dilatih dengan baik.36 Inilah sikap yang Nabi
tunjukkan pada umatnya dalam segala sendi kehidupan.
Sejalan dengan prinsip keadilan, maka persamaan juga menjadi
prinsip yang harus dikedepankan, apabila seorang pemimpin tidak
memperhatikan hal ini, maka dapat dikatakan bahwa pemimpin itu tidak
adil, sebab dalam prakteknya dia masih membeda-bedakan anggotanya
dalam setiap hal.
Baik al-Quran maupun hadits menunjukkan beberapa contoh
tentang bagaimana persamaan dijaga. Contoh yang ideal memang
34Ibid, hlm. 159 35Ahmad Mustofa Al-Maraghi, Tafsir Al-Maraghi, Juz. VI, terj, (Semarang: Toha Putra,
1987), hlm. 123 36 Muhammad A. Al-Buraey, Islam Landasarn Alternatif Administratif Pembangunan,
(Jakarta : Rajawali, 1986), hlm. 88
65
diwujudkan dalam kepemimpinan Nabi Muhammad saw., juga para
sahabat Nabi (khulafa ar-Rasyidin). Sejarah Islam mencatat bahwa Nabi
sebagai pemimpin agama dan sekaligus politik masyarakat muslim
pertama, bukan saja memenuhi kewajibannya membayar pajak (zakat)
sebagaimana dengan umatnya yang lain. Namun beliau juga membiarkan
dirinya dipidana karena kekhilafannya.37 Sikap-sikap inilah yang
ditunjukkan beliau ketika memimpin umatnya yang selanjutnya akan terus
diperjuangkan hingga akhir zaman.
3. Tanggung Jawab
Antara tanggung jawab dan amanah memiliki kesamaan makna,
artinya seorang pemimpin yang bertanggung jawab berarti dia telah
menjalanan amanah yang dibebankan kepadanya. Kewajiban yang dipikul
merupakan pertanggungjawaban terhadap orang yang dipimpin, oleh
karena tugas dan kewajiban seorang pepimpin memang sangat berat dan
menantang, tidak hanya bertanggung jawab terhadap dirinya sendiri, tetapi
bertanggung jawab terhadap anggota kelompoknya. Seorang pemimpin
harus dapat menjamin bahwa kemanfaatan bagi seluruh anggota menjadi
cita-cita tertingginya.38 Untuk mewujudkan sasaran tersebut, pemimpin
harus berkerja sama, tidak sewenang-wenang dan harus bersifat
manusiawi.
Prinsip ini dikemukakan Nabi Muhammad saw ketika beliau
memberi tahu para sahabatnya, bahwa setiap orang merupakan
penanggungjawab bagi semua yang ada, dan untuk itu mereka akan
diminta pertanggung jawabannya.
Sabda Nabi :
سمعت رسول اهللا : عن عبداهللا بن عمر رضي اهللا عنهما یقول . آلكم راع وآلكم مسئول عن رعيته : صلى اهللا عليه وسلم یقول
والرجل راع فى أهله وهو , اإلمام راع مسئول عن رعيته
37 Ibid., hlm. 89 38 Ibid., hlm. 378
66
مسئول عن رعيته والمرأة راعية فى بيت زوجها ومسئولة عن رواه ( ومسئول عن رعيته رعيتها والخادم راع فى مال سيده
) البخارى ومسلم Dari Abdillah Ibnu Umar meriwayatkan, saya mendengar Rasulullah Saw bersabda :”Setiap orang diantara kalian adalah pemimpin dan setiap orang diantara kalian akan ditanya mengenai mereka yang di bawah kepemimpinannya, raja adalah pemimpin dan dia akan ditanya tentang rakyatnya, dan seorang laki-laki adalah kepala rumah tangga dan dia akan ditanya mengenai mereka yang dibawah asuhannya, dan seorang wanita adalah pemimpin dirumahnya dan dia akan ditanya mengenai mereka yang dibawah asuhannya dan pelayan adalah seorang pemimpin, penjaga hak milik dan dia akan ditanya mengenai apa-apa yang diamanatkan kepadanya”. (HR. Bukhari dan Muslim).39
Dari hadist di atas, menunjukan bahwa setiap pribadi merupakan
pemimpin yang bertanggungjawab terhadap yang dipimpinnya meskipun
dalam skala yang kecil sekalipun, bahkan terhadap dirinya sendiri.
4. Akhlak dan Kepribadian
Nabi Muhammad saw dipilih oleh Allah SWT dari rumpun yang
paling mulia. Beliau telah dipelihara oleh Allah SWT, sejak kecil, remaja
hingga diangkat menjadi seorang Rasul. Allah telah mendidiknya dengan
sebaik-baiknya pendidikan dan dihiasai dengan akhlak yang mulia serta
dengan kepribadian yang memukau bagi umat manusia.
Pengajaran dan pendidikan yang diterima memancarkan cahaya
keagungan akhlak dan budi perkerti kepada seluruh alam, karena beliau
dididik dengan al-Quran yang digunakan untuk mendidik umatnya.
Kepemimpinan Nabi Muhammad saw bukan didasari bujukan,
iming-iming materi, atau dengan kekuasaan. Tetapi berjalan di atas
landasan moral force (ahklak yang baik).40 Beliau hanya bermodal
akhlakul karimah sehingga dalam prakteknya beliau sangat disegani oleh
para pengikutnya bahkan para musuhnya sekalipun. Apa yang diajarkan
39 Mustofa Muhammad Imarah, Jawahirul Bukhari, (Beirut Libanon : Darul Fikr, 1994),
hlm. 89 40 Mahfud Syamsul Hadi, op, cit., hlm. 304
67
Nabi Muhammad saw. merupakan persoalan yang berkaitan dengan materi
pendidikan dan menjadi karakteristik selanjutnya dari pendidikan Nabi
Muhammad saw. Secara umum Nabi Muhammad saw mengajarkan pesan-
pesan Tuhan yang terdapat di dalam al-Quran. Perhatian Muhammad yang
besar terhadap pendidikan al-Quran menguatkan pendapat bahwa al-Quran
merupakan kitab yang lengkap dan sempurna, yang memuat persoalan
agama.41 Diutusnya Muhammad saw pada sisinya yang lain yaitu sebagai
penyempurna akhlak manusia. Dalam hal ini berarti bahwa Allah
sebelumnya telah membekali Nabi dengan akhlak sehingga nantinya
menjadi teladan bagi umatnya dalam mendidik generasi-genarasi
berikutnya.
Nabi Muhamad saw mengajarkan akhlak dalam kaitannya dengan
pendidikan maupun masyarakat, karena pada dasarnya pendidikan akhlak
merupakan pendidikan Nabi yang menjadi jiwa pendidik muslim pada
tahap berikutnya. Dalam rangka menciptakan manusia dengan standar
akhlak al-Karimah yang tinggi Muhammad mengajar manusia yaitu para
sahabat dengan menggunakan keteladanan sebagai metode
komprehensifnya. Hal ini dapat dipahami dari sebuah perilaku Rasul saw.
Yang merefleksikan citra etika-edukatif. Oleh karena itu, Allah
memerintahkan kepada manusia untuk berusaha mentaati segala apa yang
diperintahkan olehnya dan menjauh segala apa yang dilarangnya.
Mengambil keteladanan dari kehidupan Rasul berkaitan dengan
pendidikan akhlak Nabi, beliau sendiri menegaskan di dalam salah satu
haditsnya sebagaimana telah dikenal di kalangan pengikutnya, bahwa
“tidaklah aku diutus kecuali untuk menyempurnakan al-Akhlak al-
Karimah”.
Dari point ini dapat dipahami bahwa materi inti pendidikan
Muhammad yaitu penanaman dan pengembangan sistem akidah, ubudiyah
dan muamalah yang berorientasi pada al-Akhlak al-Karimah.
41 Muhammad A. al-Syaibani, Falsafah Pendidikan Islam, Terj. Hasan Langgulung
(Jakarta: Bulan Bintang, 1979), hlm. 266,
68
5. Sistem Dakwah yang Dipakai
Tugas Nabi Muhammad saw. sangat berat, beliau berperan sebagai
utusan Allah (Rasul), yang bertugas menyeru dan memberi peringatan
pada manusia, bertugas sebagai pemimpin umat, pendidik dan juru
dakwah.
Dalam bedakwah beliau menggunakan metode imbauan yang
diwarnai oleh hikmah kebijaksanaan. Nabi dalam menyeru manusia agar
beriman kepada Allah, tidak pernah menggunakan jalan kekuasaaan dan
pemaksaan.
Nabi yang agung dan cakap ini memberikan pada umatnya suatu
tujuan yang benar dan tepat dalam ajaran sucinya yang menenggelamkan
dan mencairkan semua pandangan hidup yang ada dalam lautan
kebenaran.42
Sifat imabauan yang komunikatif ini ada tanpa paksaan terlihat pada
kebijakan Nabi dalam memberikan sebagian harta berupa hadiah, yang
diambilkan dari harta zakat kepada pemuka-pemuka kabilah yang masih
dalam taraf mualaf.
Nabi Muhammad saw. menggunakan sistem dakwah yang
mengedepankan hikmah kebijaksanaan, akhirnya beliau dalam waktu yang
terbilang singkat, yakni kurang lebih berdakwah selama 23 tahun di
Makkah maupun di Madinah telah mencapai sukses besar yang diakui oleh
umat sedunia.
C. Tugas dan Tanggungjawab Kepemimpinan Nabi Muhammad saw dalam
Pendidikan.
1. Kepemimpinan Nabi Muhammad dan mendidik keluarga
Nabi Muhammad saw. berperan sebagai seorang Rasul Allah
bertugas menyampaikan risalah, memberi peringatan dan petunjuk kepada
manusia agar manusia itu beriman kepada Allah swt. Tugas ini sama
artinya Nabi Muhammad saw. menjadi seorang pendidik dan memimpin
42Afzalur Rahman, Nabi Muhammad Sebagai Seorang Pemimpin Militer, Terj. Annas
Siddik, (Bumi Aksara : Jakarta, 1991), hlm. 74
69
umatnya, Allah meminta beliau agar membina masyarakat, dengan
perintah untuk berdakwah.43 Sebagai guru beliau memulai pendidikannya
kepada anggota keluarga yang terdekat, dilanjutkan pada orang-orang yang
berada disekitarnya, termasuk para pemuka Quraisy.
Kegiatan pendidikan Nabi Muhammad pada keluarga termasuk
dalam periode dakwah dalam rumah tangga, yang masih bersifat pribadi
yaitu dengan cara menyampaikan kepada seorang demi seorang atau lebih
dikenal dengan istilah afrad.44 Rasulullah menerima wahyu ke dua surat
al-Mudatsir ayat 7 setelah diangkat menjadi Rasul. Dan orang yang
pertama kali menerima pendidikannya yaitu Khadijah isteri beliau,
kemudian disusul oleh Ali bin Abi Thalib, dan budak beliau Zaid bin
Haritsah. Kemudian disusul beberapa orang seperti Abu Bakar al-Siddiq,
Utsman bin Affan, Zubair bin Awwam, Sa’ad bin Waqash, Abdurahman
bin Auf, Tholhah bin Ubaidillah, Abu Ubaidillah bin Jarrah, Arqam bin
Abi Arqam, Fatimah binti Khatab bersama suaminya Sa’ad bin Zaid Al-
Adawi dan beberapa pengikutnya dari Suku Qurays inilah yang kemudian
disebut Al-Sabiqun Al-Awalun.45 Mereka inilah yang pertama-tama
menerima pendidikan dan pengajaran langsung dari Nabi Muhammad
saw.
Sejarah mencatat bahwa tugas Rasulullah tersebut dapat dilakukan
oleh Nabi dengan hasil yang memuaskan. Hal ini tidak dapat dilepaskan
dari metode yang digunakan Nabi dalam mendidik dan berdakwah pada
umatnya yaitu dengan cara menyayanginya, keteladanan yang baik,
mengatasi penderitaan dan masalah yang dihadapi oleh umat dengan
memberi contoh dan sebagainya yang menjadi perhatian masyarakat.46
43 Abuddin Nata, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta : Logos Wacana Ilmu, 1997), hlm.
66. 44 Sulistio, “Membangun Ilmu dan Tekik Dakwah”, Studi tentang Beberapa Aspek
Penunjang Keberhasilan Dakwah, Bulettin Risalah Dakwah, Fakultas Dakwah IAIN Walisongo Semarang. 80, Jan-Juni, 2000, hlm. 65
45 Q.S. 56:10 Kata As Sabiqunal Awalun berarti orang yang pertama kali masuk Islam lihat, Sukarno dan Ahmad Supardi, Sejarah dan Filsafat Pendidikan Islam, (Bandung: Angkasa, 1983), hlm. 29
46 Abbuddin Nata, Loc., Cit
70
Beberapa penyakit yang menimpa remaja muslim saat ini adalah
tingkah laku mereka yang jauh dari akhlak mulia serta tanggungjawab
terhadap dunia Islam. Inilah buah kurangnya pembinaan orang tua dan
kelalaian mereka terhadap sebuah tanggungjawab yang besar. Maka
perhatian Rasulullah yang paling besar setalah dakwah tauhid dan
pemurnian akidah, adalah mendidik jiwa dan membersihkannya.47
Dalam hal itu beliau tidak meninggalkan kewajibannya sebagai
seorang bapak. Kesibukan beliau dalam menyampaikan risalah tidak
membuat beliau melalaikan keluarga dan anak-anak. Allah berfirman surat
asy-Syu’ara’ ayat 214 :
)214: الشعراء (وأنذر عشيرتك الأقربين“Dan berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu yang paling dekat ” (Q.S. Asy-Su’ara : 214).48
Ayat tersebut dengan tegas memerintahkan kepada setiap orang
untuk dapat memberi peringatan kepada anggota keluarganya yang
terdekat, sebab bagimanapun juga mereka merupakan amanat yang harus
dijaga dengan cara memberikan bimbingan dan pendidikan yang baik.
Pesan-pesan Nabi Muhammad saw. dalam menanamkan pendidikan
dan memberi pengajaran kepada keluarganya, terutama terhadap isteri,
anak-anak dan kerabat-kerabat dekatnya yaitu keteladanan yang tampak
dalam pribadi Rasulullah sebagai seorang suami, seorang ayah dan sebagai
sahabat bagi saudaranya.
Peran itu beliau tunjukan dalam tugasnya sebagai berikut :
a. Nabi berperan sebagai suami
Dalam mendidik dan memberi pengajaran pada keluarganya
terutama kepada para isterinya yang nantinya menjadi Umahatul
Mukminin (ibunya orang-orang mukminin). Nabi Muhammad saw.
menunjukan sikap yang sangat baik, beliau sebagai seorang suami bagi
para istri memperlihatakan kepribadiannya yang tegas, periang
47 Musthafa Husain Attar, Keagungan Akhlak dan Pribadi Rasulullah, terj. Irawan
Raihan, (Solo : Pustaka Arafah, 2003), hlm. 159. 48 Soenaryo, op. cit., hlm. 589
71
(candanya), dan kelembutan pada mereka. Sikap-sikap inilah yang
ditanamkan Rasul dalam memimpin para isterinya dengan memberikan
pendidikan yang baik. Beliau dengan para isteri selalu bersikap lemah-
lembut bercanda bersama mereka sopan santun dan sabar terhadap
kesalahan-kesalahan mereka, namun kesemuannya ini tidak
menghalangi Nabi saw untuk bertindak tegas terhadap mereka pada
waktu tertentu, ini dapat diketahui dengan menyimak pendapat bahwa
“Tarbiyah tak akan berhasil kecuali menempatkan sopan santun pada
tempatnya dan amuk marah juga pada waktunya”.49
Satu kisah yang menyatakan bahwa Nabi pernah menunjukan
kemarahan kepada isterinya yaitu, ketika mereka hendak meminta
Nabi menambah perhiasan bagi mereka. Peristiwa itu yang membuat
kemarahan Nabi pada isteri-isterinya hingga turun surat Al-Ahzab ayat
28-29 sebagai peringatan bagi Nabi untuk bertindak tegas pada
isterinya. Demikianlah pendidikan yang senantiasa ditanamkan Nabi
saw dalam memperingatkan isterinya dengan disertai akhlak mulia,
penuh kelembutan, namun tetap tegas.
b. Nabi sebagai Seorang Ayah
Budaya bangsa Arab yang sangat mengagung-agungkan anak
seorang laki-laki dari pada anak perempuan menjadi sorotan tersendiri
bagi Nabi Muhammad untuk dihilangkan. Beliau tidak pernah
menunjukan sikap yang berbeda terhadap anak laki-laki dan
perempuan dengan lebih megistimewakan dan menganakemaskan anak
laki-laki, bagi Nabi mereka adalah sama, sehingga keduannya juga
harus mendapat pendidikan dan pengajaran yang sama.
Nabi Muhammad saw banyak dikaruniai anak perempuan dan
hanya anak laki-laki dari isterinya Khadijah, namun itupun meninggal
pada waktu masih kecil. Untuk itu yang menjadi tumpuan Nabi
Muhammad saw terhadap anaknya tidak lain hanya putri-putrinya.
49 Mahmud Mahdi Al-Istambuli dan Mustafa Abd Nasr Al-Shalbi, Wanita-wanita
Shalihah Dalam Cahaya Kenabian, (Yogyakarta: Mitra Pustaka, 2002), hlm. 89
72
Dalam melaksanakan tugas seorang ayah, beliau memberikan
pengajaran kepada anak-anak melalui nasehat dan teladan yang baik.
Maka ketika beliau melihat tangan Amr bin Umi Salamah anak asuh
Rasulullah berputar-putra di atas hidangan, beliau memperhatikan
seraya bersabda “nak, bacalah asma Allah dan makanlah dari yang
dekat”50
Perhatian beliau terhadap putri-putrinya, juga sedemikian
besar, hal ini tampak pada saat Fatimah putrinya hendak meminta
kepada Rasulullah seorang pembantu dalam menyelesaikan
pekerjaannya disebabkan tangannya yang melepuh. Dengan jiwa yang
sabar Rasulullah justru menyarankan kepada putrinya tersebut untuk
bertasbih agar kuat badannya dan meringankan penyakitnya.51
Kelembutan dan kasih sayang Nabi sebagai ayah bagi putri-putrinya
dan sebagai bapak bagi anak-anak kecil begitu dirasakan oleh para
orang tua yang menjadi teladan dalam mendidik dan mengajar anak-
anak generasi mereka selanjutnya dengan menanamkan nilai Islami
berupa kasih sayang, ketegasan, kesabaran dan sebagainya.
2. Kepemimpinan Nabi Muhammad Saw Dalam Mendidik Umat
Awal terjadinya pendidikan Islam semenjak Muhammad diangkat
sebagai Rasulallah di kota Mekkah beliau sendiri sebagai gurunya.
Pendidikan masa itu merupakan prototype yang terus-menerus
dikembangkan oleh umat Islam untuk kepentingan umat pada zamannya.
Pada masa inilah pendidikan Islam dimulai. Muhammad mulai
tugasnya membersihkan tauhid dari syirik dan penyembahan terhadap
berhala,52 sehingga mutiara tauhid yang telah pudar cahayanya pada masa
itu menjadi cermerlang kembali dan menyinari seluruh segi warisan yang
ada.
50 Musthafa Husein Attar, op. cit., hlm. 161 51 Ibid., hlm. 160 52 Zuhairini, et, al, Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1992), hlm. 15
73
Pelaksanaan pendidikan Islam pada masa pembinaan awal oleh
Nabi saw., dilaksanakan berdasarkan petunjuk dan bimbingan Allah.
Muhammad menerima petunjuk (wahyu) dari Allah dan menyampaikan
kepada umatnya, kemudian Muhammad memberikan penjelasan tentang
maksud dan pengertian wahyu-wahyu Allah yang disampaikan tersebut,
dan sekaligus beliau memberikan petunjuk serta teladan bagaimana
melaksanakannya dalam kehidupan sehari-hari, kemudian Muhammad
memerintahkan kepada umatnya agar memperhatikan dan meneladani
pelaksanaan dan praktek-praktek wahyu-wahyu tersebut, sehingga
akhirnya menjadi landasan bagi system kehidupan umatnya.53
Untuk memberikan penjelasan berikutnya pada poin di atas yang
penulis maksud dengan umat di sini lebih terfokus pada pendidikan yang
dilakukan Nabi pada para sahabat yang nantinya diteruskan pada umat
selanjutnya.
Dalam menjalankan pembinaan pendidikan dan pengajaran kepada
para sahabat, Nabi menggunakan metode ceramah, menyampaikan wahyu
yang baru saja diterimanya dan memberikan penjelasan-penjelasan serta
keterangan-keterangannya, berdialog dan berdiskusi tanya jawab yang
berkaitan dengan aqidah atau muamalah serta ibadah.54
Lapangan tugas yang dihadapi Nabi semakin terbentang luas,
beliau bukan hanya mengajarkan masalah keagamaan tetapi juga masalah
hidup dan kehidupan secara menyeluruh, baik menyangkut perorangan
maupun yang menyangkut kemasyarakatan dan pemerintahan. Beliau
merupakan pribadi guru dalam segala hal, apa yang beliau katakan
dipandang sebagai pelajaran yang harus ditaati dan dipatuhi dalam
mencapai tersiarnya agama Islam khususnya pengajaran pendidikan yang
dibina oleh Nabi, maka tidak cukup hanya dilakukan dengan dakwah saja
akan tetapi harus ada pembinaan pendidikan secara berlanjut, untuk missi
seperti ini Nabi telah membina dan menggembleng para sahabatnya
53 Ibid, hlm. 17 54 Sukarno dan Ahmad Supardi, Sejarah dan Filsafat Pendidikan Islam, (Bandung:
Angkasa, 1983), hlm. 31
74
menjadi guru yang memiliki semangat bakat dan kemampuan serta
kesanggupan serta kesanggupan untuk menunaikan tugasnya menjadi
pembimbing dan pembinaan serta pengajar bagi para pemeluk Islam yang
baru, untuk itu Nabi memberi tugas kepada Musa bin Umair untuk
menjadi pengajar bagi mereka yang baru masuk Islam.
Keberhasilan Nabi dalam mendidik sahabatnya yang nantinya
menjadi pengganti dan penerus dalam syiar Islam selanjutnya sebetulnya
banyak dipengaruhi faktor-faktor berikut :
a. Dasar-dasar ajaran Islam yang rasional dan fitrah mudah ditangkap dan
dipahami orang.
b. Sikap dan pribadi Nabi baik sebelum dan sesudah diangkat menjadi
Rasul.
c. Sikap permusuhan dan tantangan dari kaum Quraisy sendiri
merupakan propaganda gratis bagi kemajuan dakwah Islam.55
Sebagai seorang pemimpin dalam pendidikan Nabi Muhammad
saw. memberikan pendidikan dan mengajarkan segala hal kepada
keluarga, sahabat, dan umatnya dengan menerapkan prinsip-prinsip
kepemimpinan yang tepat, sehingga bila dinilai kepemimpinan yang
dijalankan Nabi saw. ternyata telah menerapkan prinsip-prinsip leadership
modern yang saat ini dikembangkan oleh para pemimpin.
55 Ibid, hlm.37