adb’s secretaryasekmadb.ac.id/akademis/jurnal/dokumen/2015/adbs0412015.pdf · dari target yang...

77

Upload: hamien

Post on 06-Mar-2019

222 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Jurnal ADB’S Secretary Vol.4, No.1, Januari 2015 i

Vol. 4 No.1 - Januari 2015 ISSN 2089-4198

ADB’S Secretary JURNAL DUNIA SEKRETARIS

Susunan Kepengurusan Jurnal Ilmiah Dunia Sekretaris :

Penanggung Jawab

:

Muller Sagala, S.E., M.M.

Mitra Bestari/Reviewer

Pimpinan Redaktur

:

:

Dr. Nicolaus Uskono, S.Sos., M.Si.

Dr. V.W. Cahyana, M.Si.

Dr. Hendrikus Passagi

Dr. Zulkifli Rangkuti

V.Y. Sri Sudarwinarti, S.Pd., M.Si.

Wakil Pimpinan Redaktur : Drs. Redemptus Sriyono D H., Bc.Th.

Redaktur : Cecilia Agustien Umbas, S.Kom., M.Pd.

Astuti Widiati, S.E

Penyunting / Editor : Ir. Markonah, ASAI, M.M.

Drs. Redemptus Sriyono D H., Bc.Th.

Muller Sagala, S.E., M.M

Desain Grafis dan Fotografer : Antonius Sugi Suhartono, S.E.

Sekretariat : M.V. Mieke Marini M.P., S.Pd

Widyastuti Listyawati, S.Sos.

Theresia Pawarti

A. Niken Budi Palupi

Alamat Redaksi : Kampus Asekma Don Bosco

Jl. Pulomas Barat V

Jakarta Timur

Telp: 021-4898774 Faks:021-4701190.

Situs http://www.asekma.ac.id

Email: [email protected]

Jurnal ADB’S Secretary Vol.4, No.1, Januari 2015 ii

PENGANTAR REDAKSI

Pembaca yang terhormat,

Buku Jurnal Dunia Sekretaris nomor Vol.4 No.1 Januari 2015 ini merupakan karya

ilmiah dari para dosen dan mahasiswa Akademi Sekretari dan Manajemen Don Bosco yang

relevan dengan dunia sekretaris. Buku Jurnal Ilmiah ini menyajikan beberapa kajian yang

menarik antara lain mengenai pentingnya mengelola faktor kepastian bagi seorang

sekretaris, bagaimana memahami job enrichment, bagaimana memanfaatkan bahasa

Inggris dalam berkomunikasi, bagaimana variable Satuan Kredit Partisipasi (SKP) untuk

mendukung program revolusi mental, dan bagaimana pentingnya motivasi sekretaris

sebagai bagian dari aset perusahaan.

Topik-topik di atas sangat relevan dalam rangka menyambut Masyarakat Ekonomi

ASEAN (MEA) dan AFTA-2015. Sebagaimana diketahui bahwa MEA dan AFTA-2015

pada dasarnya membicarakan mengenai keluar dan masuk secara bebas antar negara

terhadap arus barang, jasa, investasi, modal, dan sumber daya manusia yang professional

dan mempunyai tingkat kompetensi yang tinggi. Sangat menarik lagi ketika dikaitkan

dengan program Presiden Republik Indonesia, Joko Wiwodo, yaitu revolusi mental.

Semoga para pengguna buku Jurnal Ilmiah ini mendapatkan manfaat besar dalam

bidangnya masing-masing sekaligus untuk mendorong perkembangan profesi sekretaris

dalam dunia yang terus berubah.

Salam sukses dari Dewan Redaksi.

Jakarta, Januari 2015

Dewan Redaksi

Jurnal ADB’S Secretary Vol.4, No.1, Januari 2015 iii

Vol.4 No.1 - Januari 2015 ISSN 2089-4198

ADB’S Secretary JURNAL DUNIA SEKRETARIS

DAFTAR ISI

Hal

1) Mengelola Kepastian Untuk Meningkatkan Kinerja

Oleh: M.I.Mari Irawati, S.E.,M.M.; Muller Sagala, S.E.,M.M.

1

2) Pengayaan Pekerjaan (Job Enrichment) Bagi Sekretaris

Oleh : Astuti Widiati, S.E., M.Pd.

15

3) Indonesian Learners’ Requests In English: A Speech-Act Based

Study - How Indonesian Learners of English make requests in

everyday situations

Oleh: M.V.Mieke Marini M.P.,S.Pd.

28

4) Pengaruh SKP Terhadap Nilai IPK Studi Kasus : Mahasiswa

Asekma Don Bosco Lulusan Tahun 2014

Oleh: Muller Sagala, S.E.,M.M.

41

5) Peranan Departemen Sumber Daya Manusia Terhadap Motivasi

Sekretaris Sebagai Aset Perusahaan

Oleh : V.Y. Sri Sudarwinarti, S.Pd.,M.Si..

55

Jurnal ADB’S Secretary Vol.4, No.1, Januari 2015 1

MENGELOLA KEPASTIAN UNTUK MENINGKATKAN KINERJA

Oleh:

M.I.Mari Irawati, S.E.,M.M.

(Dosen ASEKMA Don Bosco, [email protected])

Muller Sagala, S.E.,M.M.

(Dosen ASEKMA Don Bosco, [email protected])

ABSTRACT

Uncertainty will bring bad consequences, even would create a risk. Instead of certainty

will give directions to any person to act better and will eventually be able to improve its

performance. Certainty is needed at every planned step and set out in the standard

operating procedures. The size of the achievements in the standard operating procedures

are targets to be followed and achieved. Uncertainty that occurs at each step will lead to a

slowdown in the next step, the next will degrade the quality of the performance achieved.

Control in the management process shall be activated following the steps outlined in the

operating procedures. Slowing at one point due to lack of certainty step can be evaluated

and if possible correction at that time so as to reduce the amount of deceleration that

occurs earlier. Certainty will be able to improve the performance of each person.

Certainty will go hand in hand with the management process from the planning stage to

the control phase. Standard operating procedures document is intended as a tool to ensure

the absence of uncertainty.The benefits of certainty for a secretary or personal assistant is

able to provide information to the boss for every possible deceleration or acceleration at

any point in the process. Leaders will soon make a decision corrections or any other action

which ensures an increase in performance.

Keywords: certainty, performance, risk

Jurnal ADB’S Secretary Vol.4, No.1, Januari 2015 2

PENDAHULUAN

Dalam suatu organisasi, tahap perencanaan wajib dilakukan sebagai langkah awal

menuju pencapaian tujuan. Setiap langkah pelaksanaan kegiatan juga dituntut untuk

mencapai kinerja, minimal sesuai dengan yang direncanakan. Namun dalam kenyataannya

ada kegiatan-kegiatan yang tidak sesuai dengan yang direncanakan bahkan berada di luar

dari target yang ditentukan.

Tugas manajer dalam suatu organisasi adalah mencapai tujuan organisasi yang

ditetapkan. Manajer bertugas menghasilkan produk dalam jumlah tertentu, dengan mutu

tertentu, dalam waktu tertentu, dan di bawah anggaran tertentu. (ASEKMA Don Bosco,

2010).

Salah satu penyebab tidak terpenuhinya target kinerja itu adalah adanya ketidakpastian

dalam beberapa komponen kegiatan. Ketidakpastian yang terjadi menyebabkan

terhambatnya proses penyelesaian kegiatan. Untuk itu diperlukan suatu pengelolaan

kepastian. Mengelola kepastian berarti menjalankan sejumlah kegiatan sesuai dengan

tujuan. Kepastian atau kegagalan akan berhubungan langsung dengan risiko.

Permasalahan yang dibahas dalam karya tulis ini adalah bagaimana mengelola

komponen kepastian itu sehingga dapat meningkatkan kinerja. Tujuan karya tulis ini

adalah untuk mengetahui komponen-komponen apa saja yang terkait dengan kepastian

untuk peningkatan kinerja termasuk dari seorang sekretaris.

Metode yang digunakan dalam penulisan karya ini adalah metode kepustakaan (library

research) yaitu dengan mencari literatur termasuk hasil penelitian yang berhubungan

dengan bahasan karya tulis ini.

Jurnal ADB’S Secretary Vol.4, No.1, Januari 2015 3

LANDASAR TEORI

1. Pengertian Kepastian

Kepastian adalah pengetahuan yang sempurna yang memiliki total keamanan dari

kesalahan, atau keadaan mental yang tanpa diragukan lagi. Lawan kata dari kepastian

adalah ketidakpastian. Ketidakpastian dapat dianggap sebagai suatu kekurangan

informasi yang memadai untuk membuat suatu keputusan. Ketidakpastian merupakan

suatu permasalahan karena mungkin menghalangi kita membuat suatu keputusan yang

terbaik.

Dalam persoalan hukum, kepastian hukum merupakan sesuatu hal yang mutlak

dipenuhi. Ada beberapa komponen kepastian hukum, yaitu :

a. Kepastian aturan hukum yang akan diterapkan.

b. Kepastian wewenang yaitu kepastian lingkungan jabatan atau pejabat yang

berwenang menetapkan atau mengambil suatu keputusan hukum.

c. Kepastian proses hukum, baik dalam penegakan hukum maupun pelayanan hukum.

d. Kepastian waktu dalam setiap proses hukum.

e. Kepastian pelaksanaan, seperti kepastian eksekusi putusan hakim.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kepastian adalah perihal (keadaan) pasti;

ketentuan; ketetapan. Kepastian hukum mempunyai arti perangkat hukum suatu negara

yang mampu menjamin hak dan kewajiban setiap warga negara. Dalam filsafat

pengetahuan, kepastian adalah kebenaran yang tepat, dapat diukur, tidak terpengaruh

oleh sesuatu apapun dan tidak terikat oleh ruang dan waktu.

Secara garis besar usaha pengelolaan kepastian dalam proses manajemen hampir

sama dengan bagaimana proses implementasi Just In Time dalam suatu perusahaan

Jurnal ADB’S Secretary Vol.4, No.1, Januari 2015 4

manufaktur. Vencent mengemukakan bahwa langkah-langkah strategi implementasi

Just In Time dalam sistem manufaktur adalah sebagai berikut :

a. Memperoleh komitmen dari manajemen puncak, dengan maksud agar pelaksanaan

Just In Time dapat berlangsung efektif dan efisien.

b. Membentuk komite pengarah (streering committee) atau koordinator implementasi.

Tugasnya adalah memantau proses implementasi agar sesuai dengan perencanaan

guna mencapai sasaran perbaikan terus-menerus yang diinginkan.

c. Membangun tim kerja sama dengan partisipasi total dari semua tingkatan

manajemen dan karyawan untuk bekerja sama mencapai sasaran jangka panjang,

misalnya tingkat kecacatan nol (zero defects), zero inventory, kepuasan pelanggaan

100 persen.

d. Mendefinisikan rantai proses bernilai tambah, kemudian mendefinisikan proses

kerja dengan menggunakan diagram alir proses. Berdasarkan hal ini kemudian

berusaha untuk menurunkan cycle time dari proses, menyeimbangkan lini proses

dengan tenaga kerja dan fasilitas yang ada.

e. Mengembangkan sistem belajar terus-menurus melalui pendidikan dan pelatihan

yang berfokus pada perbaikan terus-menerus terhadap proses, kualitas,

produkvititas, dan profitabilitas.

f. Mengidentifikasi hasil dari setiap proses, menggunakan diagram pareto untuk

mengidentifikasi masalah-masalah utama dalam proses, dan mengembangkan

tindakan perbaikan terus-menerus untuk menghilangkan akar penyebab masalah-

masalah dalam proses.

Jurnal ADB’S Secretary Vol.4, No.1, Januari 2015 5

g. Sistem penjadwalan liner guna mencapai kuantitas yang sama dan seimbang dari

setiap proses kerja, operasi, dan pergantian kerja (shift).

h. Mengembangkan sistem jaminan kualitas dan produkvitas yang berfokus pada

eliminasi masalah-masalah kualitas dan produktivitas. Berdasarkan hal ini,

diharapkan performance perusahaan akan meningkat terus-menurus.

i. Mengembangkan sistem audit guna melaksanakan proses auditing secara teratur

terhadap sistem Just In Time. Hal ini untuk menjamin efektifitas dan efisien

penerapan sistem Just In Time dalam perusahaan industri.

Sembilan langkah strategi di atas dapat menjamin adanya kepastian setiap titik waktu

penyerahan / penerimaan hasil dari suatu proses.

2. Indikator Kinerja dan Pengertiannya

Kinerja dalam sebuah organisasi merupakan salah satu unsur yang tidak dapat

dipisahkan dalam suatu lembaga organisasi, baik itu lembaga pemerintahan maupun

lembaga swasta. Kinerja merupakan prestasi kerja atau prestasi sesungguhnya yang

dicapai oleh seseorang. Kinerja adalah hasil atau tingkat keberhasilan seseorang secara

keseluruhan selama periode tertentu di dalam melaksanakan tugasnya dibandingkan

dengan berbagai kemungkinan, seperti standar hasil kerja, target atau sasaran atau

kriteria yang telah ditentukan terlebih dahulu dan telah disepakati bersama.

Banyak definisi kinerja yang diberikan oleh para ahli namun secara umum

mempunyai substansi yang sama. Dalam pengertian umum, kinerja adalah pelaksanaan

fungsi-fungsi yang dituntut dari seorang atau suatu perbuatan, suatu prestasi, suatu

pameran umum keterampilan. Sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia,

Jurnal ADB’S Secretary Vol.4, No.1, Januari 2015 6

kinerja adalah sesuatu yang dicapai, prestasi yang diperlihatkan, kemampuan kerja.

Kinerja merupakan bagian yang tidak terpisahkan dalam suatu proses manajemen.

Menurut Burhan, pengendalian kegiatan manusia untuk melaksanakan rencana-

rencana yang telah dibuat mencakup keseluruhan proses manajemen. Hal ini

merupakan salah satu cara menuju peningkatan kinerja yang optimal. Ada berbagai

jenis sistem pengendalian untuk melaksanakan rencana-rencana tersebut, yaitu : (a)

menentukan standar pelaksanaan; (b) penilaian pelaksanaan dibandingkan dengan

standar yang ada; dan (c) mengambil tindakan-tindakan untuk mengoreksi

penyimpangan dari standar-standar yang ada.

Untuk mengetahui optimal atau tidaknya suatu kinerja dapat dilihat dari indikator-

indikator yang timbul dan yang digunakan untuk mengukur kinerja tersebut. Ada 5

indikator yang dapat digunakan untuk mengukur kinerja yaitu :

a. Produktivitas, dapat dijelaskan bahwa produktivitas tidak hanya mengukur tingkat

efisien, tetapi juga mengukur efektivitas pelayanan. Pada umumnya dipahami

sebagai rasio antara input dari output.

b. Kualitas layanan, maksudnya bahwa kualitas dari pelayanan yang diberikan sangat

penting untuk dipertahankan secara terus menerus.

c. Responsivitas, maksudnya bahwa birokrasi harus memiliki kemampuan untuk

mengenali kebutuhan masyarakat, menyusun agenda dan prioritas pelayanan serta

mengembangkan program-program pelayanan publik sesuai dengan kebutuhan dan

aspirasi masyarakat. Masyarakat tidak perlu harus menunggu untuk dapat dilayani.

Jurnal ADB’S Secretary Vol.4, No.1, Januari 2015 7

d. Responsilibitas, maksudnya bahwa pelaksanaan kegiatan harus dilakukan sesuai

dengan prinsip-prinsip administrasi yang benar dan kebijakan birokrasi baik yang

eksplisit maupun implisit.

e. Akuntabilitas, dapat berarti pertanggungjawaban dari seseorang atau sekelompok

orang yang diberi amanat untuk menjalankan tugas tertentu kepada pihak pemberi

amanat baik secara vertikal maupun secara horizontal.

Menurut J.Paul Peter, proses pengambilan keputusan oleh konsumen didasarkan

dalam beberapa pilihan, misalnya pilihan berdasarkan produk akrab dan sering dibeli.

Pilihan berdasar produk tersebut antara lain meliputi kinerja terbaik, orang penting,

aturan promosi. Selanjutnya pilihan kinerja terbaik merupakan hal yang terkait dengan

pembahasan karya tulis ini. Kinerja terbaik adalah pilihan produk yang diperkirakan

berkinerja paling baik yang dapat memberikan tingkat kinerja tertinggi untuk

konsekuensi fungsional paling relavan.

Pemilihan suatu produk oleh seorang konsumen akan mengikuti serangkaian

proses. Hal ini dimaksud agar konsumen tersebut merasa puas ketika menggunakan

produk / jasa tersebut.

KEPASTIAN DAN MASALAHNYA

Sistem pengendalian manajemen adalah suatu rangkaian tindakan dan aktivitas yang

terjadi pada seluruh kegiatan organisasi dan berjalan secara terus menerus. Ada 5 elemen

pengendalian untuk memberikan jaminan bahwa tujuan pengendalian manajemen akan

dapat tercapai, yaitu :

a. Lingkungan pengendalian (control environment).

b. Penilaian risiko manajemen (management risk assessement).

Jurnal ADB’S Secretary Vol.4, No.1, Januari 2015 8

c. Sistem komunikasi dan informasi (information and communication system).

d. Aktivitas pengendalian (control activities).

e. Monitoring.

Tujuan perancangan pengendalian adalah :

a. Diperolehnya keandalan dan integritas informasi.

b. Kebutuhan pada kebijakan, rencana, prosedur, peraturan, dan ketentuan yang

berlaku.

c. Melindungi harta perusahaan.

d. Pencapaian kegiatan yang ekonomis dan efisien.

Terdapat beberapa metode yang sistematis untuk menghadapi lingkungan yang tidak pasti,

antara lain :

a. Memahami lingkungan usaha perusahaan.

b. Menyusun sebuah rencana.

c. Menjadi seorang pemimpin yang kuat.

d. Memperkuat tim.

e. Memahami kebutuhan perubahan yang diperlukan akan bisnis.

Dalam pengambilan suatu keputusan terdapat hal yang bersifat pasti (certainty) dan ada

hal yang bersifat tidak pasti (uncertainty). Penentuan pasti atau tidak pasti sangat berkaitan

dengan suatu kemungkinan kejadian terukur (probabilitas).

Dengan demikian kepastian merupakan suatu hal yang harus dipertimbangkan dalam

setiap perencanaan. Tingkat kemungkinan terjadi pasti atau tidak pasti akan sangat

tergantung kepada faktor internal dan faktor eksternal. Pengelolaan faktor internal dan

faktor eksternal merupakan bagian dari sistem pengendalian manajemen agar setiap

keputusan merupakan keputusan yang terbaik.

Jurnal ADB’S Secretary Vol.4, No.1, Januari 2015 9

IMPLEMENTASI KEPASTIAN DALAM KINERJA

Kegiatan audit dapat menyediakan kebutuhan perusahaan berupa informasi untuk

menjawab beberapa pertanyaan yang berkaitan dengan kualitas kinerja seperti :

a. Apakah perusahaan mampu mencapai tujuan kualitasnya?

b. Apakah prosedur-prosedur yang berlaku telah diikuti dan ditaati?

c. Apakah metode baru yang efisien telah didokumentasikan dan diterapkan?

d. Apakah catatan kualitas telah dipelihara secara memadai dan digunakan untuk

menyelesaikan masalah-masalah produksi?

e. Apakah jadwal pemeliharaan untuk pencegahan telah diikuti dengan baik?

Audit dapat memberikan manfaat kepada pihak ketiga dan pihak-pihak yang

berkepentingan terhadap sistem managemen kualitas. Manfaat dimaksud meliputi :

a. Sertifikasi organisasi, melalui :

1) Dengan menyediakan informasi kepada top management berkaitan dengan

kemampuan organisasi untuk mencapai tujuan strategisnya.

2) Dengan mengidentifikasi permasalahan yang ada, dan jika dipecahkan akan dapat

meningkatkan kinerja organisasinya.

3) Dengan mengidentifikasi kesempatan dapat menurunkan risiko yang mungkin

terjadi.

b. Bagi pelanggan, dapat meningkatkan kemampuan organisasi untuk menyediakan

produk yang sesuai dengan spesifikasi pelanggan.

c. Bagi lembaga sertifikasi, dengan meningkatkan kredibilitas pihak-pihak terkait dalam

proses sertifikasi, misalnya ISO 9001:2001. Berdasarkan manajemen kualitas ada 8

prinsip manajemen kualitas yang terdiri dari :

1) Fokus pada pelanggan

Jurnal ADB’S Secretary Vol.4, No.1, Januari 2015 10

2) Kepemimpinan

3) Keterlibatan SDM

4) Pendekatan proses

5) Pendekatan sistem dan pengelolaan

6) Perbaikan yang terus-menerus (berkelanjutan)

7) Pembuatan keputusan berdasarkan fakta

8) Hubungan yang saling menguntungkan dengan pemasok.

Selanjutnya lima klausul dari ISO 9001:2001 memberikan rujukan tentang sistem

kepastian kualitas, yang meliputi:

1) Klausul 4 tentang Sistem Manajemen Kualitas

2) Klausul 5 tentang Tanggung Jawab Manajemen

3) Klausul 6 tentang Manjemen Sumber Daya

4) Klausul 7 tentang Realisasi Produk

5) Klausul 8 tentang Pengukuran, Analisis, dan Peningkatan.

Berkaitan dengan tolok ukur kualitas (indikator) pelayanan publik, ada 10 (sepuluh)

dimensi yang harus diperhatikan yaitu sebagai berikut :

1) Penampilan fisik (tangible), yaitu bukti fisik dari jasa, bisa berupa fasilitas fisik,

peralatan yang dipergunakan, representasi fisik dari jasa.

2) Keterandalan (reliability) mencakup dua hal pokok, yaitu konsistensi kerja

(performance) dan kemampuan untuk dipercaya (dependability). Berarti aparat

pemerintah dalam memberikan jasanya harus secara tepat semenjak saat pertama (right

the first time), disamping memenuhi janjinya.

3) Daya tanggap (responsiveness), artinya kemauan atau kesiapan para aparat pemerintah

untuk memberikan jasa yang dibutuhkan masyarakat.

Jurnal ADB’S Secretary Vol.4, No.1, Januari 2015 11

4) Kemampuan (competence), artinya setiap aparat pemerintah dalam suatu Satuan Kerja

Perangkat Daerah (SKPD) memiliki keterampilan dan pengetahuan yang dibutuhkan

agar dapat memberikan jasa tertentu.

5) Kesopanan (courtesy), meliputi sikap sopan, respek, perhatian dan keramahan yang

dimiliki para contact personel (seperti resepsionis, operator telepon, dan lain-lain).

6) Kredibilitas (credibility), yaitu sifat jujur dan dapat dipercaya. Kredibilitas mencakup

nama unit pelayanan pada SKPD, reputasi unit pelayanan, karakteristik pribadi contact

personel, dan interaksi dengan pelanggan.

7) Keamanan (security), yaitu aman dari bahaya, risiko, atau keraguan. Aspek ini meliputi

keamanan secara fisik (physical safety), keamanan financial (financial security), dan

kerahasiaan (confidentiality).

8) Akses (access) meliputi kemudahan untuk dihubungi atau ditemui, lokasi layanan jasa

yang mudah dijangkau, waktu menunggu yang tidak terlalu lama, saluran komunikasi

unit layanan mudah dihubungi, dan lain-lain.

9) Komunikasi (communication), artinya memberikan informasi kepada pelanggan dalam

bahasa yang dapat mereka pahami, serta selalu mendengarkan saran dan keluhan

pelanggan.

10) Pemahaman terhadap pelanggan (understanding the customer), yaitu usaha untuk

memahami kebutuhan pelanggan.

Menurut Abdul Azis, dalam hal pelayanan keperawatan dalam sebuah rumah sakit,

indikator utamanya adalah biaya pelayanan dan jadwal pelayanan.

Dengan demikian diperlukan berbagai proses dalam manajemen termasuk

pengendalian agar pengelolaan kepastian dapat berjalan dengan baik. Dengan pengelolaan

Jurnal ADB’S Secretary Vol.4, No.1, Januari 2015 12

kepastian yang baik akan dapat meningkatkan kinerja yang optimal khususnya bagi

seorang sekretaris.

PENUTUP

Dari berbagai penjelasan di atas dapat disampaikan bahwa peningkatan kinerja

organisasi, kinerja pegawai secara individu dapat dicapai melalui pengelolaan kepastian.

Pengelolaan dimaksud merupakan bagian dari proses manajemen yang dimulai dari

perencanaan.

Setiap tujuan yang akan dicapai oleh suatu organisasi harus melalui suatu proses

perencanaan. Melalui dokumen perencanaan akan dapat diketahui kegiatan-kegiatan apa

saja yang akan dilakukan. Setiap kegiatan yang dilaksanakan akan mengacu kepada

prosedur standar yang ditentukan sehingga hasilnya diharapkan sesuai dengan yang

ditargetkan. Prosedur operasi standar memuat tolok ukur atau indikator kualitas pencapaian

kinerja.

Kinerja yang optimal dan bermutu itu dicapai ketika terdapat kesesuaian antara apa

yang direncanakan sesuai dengan apa yang dihasilkan. Kondisi ini dapat tercapai apabila

ada kepastian pada setiap langkah prosedur yang digariskan dalam prosedur operasi

standar. Setiap terjadi ketidakpastian maka akan menunda pelaksanaan kegiatan sekaligus

menciptakan risiko kegagalan pencapaian kinerja. Ketidakpastian ini perlu dihindari.

Bagi seorang sekretaris atau personal assistant dan pimpinannya, kepastian merupakan

komponen yang harus dipertimbangkan. Informasi kepastian atau ketidakpastian akan

mempermudah pimpinan untuk membuat keputusan yang cepat dan akurat. Peningkatan

kinerja organisasi, kinerja pegawai secara individu dapat dicapai melalui pengelolaan

kepastian.

Jurnal ADB’S Secretary Vol.4, No.1, Januari 2015 13

DAFTAR PUSTAKA

__________. http://www.kamusbesar.com/20033/kinerja, diakses tanggal 30 Desember

2014

Abdul Aziz, Analisis Tingkat Kepuasan Pasien Terhadap Pelayanan Keperawatan Prima

Di Rsup Dr. M. Djamil Padang Tahun 2012, di

http://www.google.co.id/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=9&cad=rja&u

act=8&ved=0CF0QFjAI&url=http%3A%2F%2Frepository.unand.ac.id%2F18632%2

F1%2FRepository.pdf&ei=e-

ybVMHIGIW9uASLyILgCQ&usg=AFQjCNFZLMKOS73-

kxwoXpdrN2W9n9nPMg&sig2=lk9mU4s63Njxe39louxAFw&bvm=bv.82001339,d.c

2E, diakses tanggal 25 Desember 2014

Akademi Sekretari dan Manajemen (ASEKMA) Don Bosco. Handbook of Modern Secretary:

Panduan Sukses Secretaris dalam Dunia Kerja Modern. Penerbit PPM. Jakarta.

2010.

Burhan N,Dr. Perencanaan Strategik. Pustaka Binaman Pressindo. Jakarta. 1994.

Ely Kartikaningdyah. Analisis Indeks Kepuasan Masyarakat Terhadap Pelayanan Publik

Pada BP2T Kota Tanjungpinang, di

http://www.google.co.id/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=3&cad=rja&u

act=8&ved=0CCsQFjAC&url=http%3A%2F%2Fp2m.polibatam.ac.id%2Fwp-

content%2Fuploads%2F2013%2F07%2FMicrosoft-Word-04-Jurnal-Integrasi-Ely-

Kartika-IKM-2.pdf&ei=e-ybVMHIGIW9uASLyILgCQ&usg=AFQjCNEumwjw3Y0-

Jurnal ADB’S Secretary Vol.4, No.1, Januari 2015 14

2JL4mWoFuJTji_Ns_A&sig2=_jGqPuqCI5e-

hzVPtYgnHg&bvm=bv.82001339,d.c2E, diakses tanggal 25 Desember 2014

J.Paul Peter and Jerry C.Olson. Consumer Behaviour: Perilaku Konsumen dan Strategi

Pemasaran, alih Bahasa Damos Sihombing. Penerbit Erlangga. Jakarta. 2000.

Vincent Gaspersz. Manajemen Produktivitas Total: Strategi Peningkatan Produktivitas

Bisnis Global. PT.Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. 1998.

http://www.kamusbesar.com/66493/kepastian, diakses 23 Desember 2014

http://www.slideshare.net/mu_dir/mengukur-kinerja-pegawai-melalui-lima-indikator,

diakses 30 November 2014

Jurnal ADB’S Secretary Vol.4, No.1, Januari 2015 15

PENGAYAAN PEKERJAAN (JOB ENRICHMENT)

BAGI SEKRETARIS

Oleh : Astuti Widiati, S.E., M.Pd.

(Dosen ASEKMA Don Bosco, [email protected])

ABSTRACT

Nowadays, Secretary’s role is enrinched with the technology support and the

ability to manage all the data to be retrieved in instance. The competency to deal with the

new more efficient technology to solve any problem around the office is essential to

become a capable and reliable partner in business. Being a reliable partner in business, a

secretary will uplifted his boss trust and change her role from regular secretary to become

trusted personal assistant. As a personal assistant, one should be able to be always

updated with the new data dan technology and never leave home without any

communication device that will make her always be connected with the office and

employer. This is a challenging and fun new role and make position as personal assistant

is so attractive.

Keyword : trust, technology and data management

1. PENDAHULUAN

Seiring dengan perkembangan teknologi dan arus kegiatan bisnis yang menuntut

efisiensi dan efektifitas yang maksimal, banyak perusahaan yang semakin

meningkatkan efisiensi dan efektivitas dari posisi kerja seorang sekretaris. Seorang

sekretaris harus mampu menata berbagai data baik yang diperlukan saat ini ataupun

yang akan diakses di saat yang akan datang.

Pola kearsipan tidak lagi pada sistim manual yang memakai peralatan fisik

kearsipan, tetapi saat ini pengaturan kearsipan dikumpulkan sebagai softcopy yang

Jurnal ADB’S Secretary Vol.4, No.1, Januari 2015 16

siap diakses kapan saja dan memberikan solusi tepat dan cepat bagi setiap pertanyaan

atau permasalahan yang ada.

Dengan penataan data dan kemampuan menyelesaikan permasalahan dengan

tepat dan cepat secara teratur maka akan meningkatkan kepercayaan pimpinan kepada

sekretarisnya. Kepercayaan yang dirawat dengan baik akan menjadi sekretaris

meningkatkan posisinya yang mana bukan lagi sebagai seorang sekretaris biasa tetapi

menjadi seorang Personal Assistant (PA) yang dapat diandalkan. Dengan PA yang

handal, pimpinan akan merasa pekerjaannya terdukung karena hal-hal kecil tidak

harus diingat oleh pimpinan tetapi sudah diatur dan diselesaikan oleh PAnya.

Pengayaan Pekerjaan (Job Enrichment) bagi seorang sekretaris akan terlihat dari

tingkat kepercayaan yang dapat diberikan oleh pimpinan yang secara bertahap dapat

menambah otoritas manajemen (peningkatan tanggungjawab secara vertikal) di dalam

diri sekretaris. Tingkat kepercayaan yang semakin meningkat akan mengubah

sekretaris menjadi seorang Personal Assistant.

Metodologi yang digunakan dalam penyusunan karya tulis ini adalah library

research. Dengan demikian pemahaman pengertian dan peran job enrichment akan

semakin luas untuk dimaknai.

2. PENGAYAAN PEKERJAAN (JOB ENRICHMENT) DAN PERANNYA

Pengayaan pekerjaan merupakan suatu cara untuk memotivasi anggota

organisasi di dalam melaksanakan pekerjaannya sehingga tercipta suatu kondisi yang

mana anggota organisasi lebih memegang kontrol dan tanggungjawab atas

pekerjaannya. Dengan motivasi kerja yang meningkat diharapkan kinerja dari

pekerjaannya juga akan meningkat.

Menurut Herzberg:

Jurnal ADB’S Secretary Vol.4, No.1, Januari 2015 17

Job enrichment arose out of Herzberg’s two-factor theory. It attempt to enrich

the job by incorporating motivating or growth factor such as increased

responsibility and involvement, opportunities for advancement and the sense of

achievement. Job enrichment aims to give the person greater autonomy and

authority over the planning, execution and control of their own work. It provides

greater opportunities for psychological growth.1

Pengayaan pekerjaan diinspirasi oleh Herzberg yaitu teori mengenai 2 faktor

pendorong motivasi (hygiene/maintenance and motivator/growth factors). Dalam hal

ini yang dibahas adalah mengenai faktor pendorong (motivator/growth factor) yang

memberi motivasi dan memperkaya pekerjaan pada anggota organisasi seperti

penambahan tanggungjawab, keterlibatan dan memperoleh kesempatan lebih serius

mengenai suatu pekerjaan sehingga adanya perasaan sukses dalam diri anggota

organisasi.

Tujuan dari pengayaan pekerjaan adalah untuk memberikan otonomi dan otoritas

yang lebih pada perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan dari suatu pekerjaan.

Selain itu juga memberikan kesempatan lebih besar dari perkembangan kepribadian

seseorang.

Menurut James L. Gibson, “job enrichment is practice of increasing discretion

individual can use to select activities and outcomes. Increases job depth and

accordingly fulfills growth and autonomy needs.”2 Pengayaan pekerjaan merupakan

suatu kegiatan yang meningkatkan kemampuan individu dalam memilih aktivitas dan

hasil dari suatu pekerjaan dengan sasaran untuk memenuhi perkembangan dan

kebutuhan otonomi individu dalam menyelesaikan suatu pekerjaan.

Menurut Fred Luthans:

Job Enrichment is concerned with designing the job that include a greater

variety of work content; require a higher level of knowledge and skill; give

worker more autonomy and responsibility in terms of planning, directing and

1 Laurie J. Mullins, Management and Organizational Behavior (Essex: Pearson, 2005), h. 714.

2James L. Gibson et. Al Organization Behavior, Structure, Processes (New York: McGraw-Hill, 2009), h. 381.

Jurnal ADB’S Secretary Vol.4, No.1, Januari 2015 18

controlling their own performance; and provide the opportunity for personal

growth and a meaningful work experience.3

Pada pengayaan pekerjaan, pekerjaan akan didesain sedemikian sehingga isi

dari pekerjaan tersebut lebih bervariasi dan memiliki bobot yang menghendaki adanya

pengetahuan dan keterampilan yang lebih baik. Kondisi ini memberi kesempatan

kepada para pekerja untuk lebih memiliki otonomi individu dan tanggungjawab dalam

hal perencanaan, pengarahaan dan pengawasan dari kinerja mereka. Pengayaan

pekerjaan mendorong kesempatan bagi individu untuk berkembang dan melihat

pekerjaan sebagai sesuatu yang bermakna.

Menurut Nelson dan Quick, “job enrichment is a job design or redesign method

aimed at increasing the motivational factors in job.”4 Pengayaan pekerjaan adalah

suatu desain pekerjaan atau mendesain ulang suatu metode pekerjaan yang ditujukan

untuk meningkatkan faktor pendorong di dalam pekerjaan.

Menurut Mc Shane and Von Glinow:

Job enrichment is the practice of giving employees more responsibilities for

scheduling, coordinating and planning their own work. Generally, people in

enriched jobs experience higher job satisfaction and work motivation, along

with lower absenteeism and turnover. Product and service quality tend to

improve because job enrichment increases job holder’s felt responsibility and

sense of ownership over product and service.5

Pengayaan pekerjaan adalah suatu kegiatan yang memberikan karyawan

tanggungjawab lebih pada penjadwalan, koordinasi dan perencanaan atas pekerjaan

mereka.

Pada umumnya mereka yang memiliki pengalaman pengayaan pekerjaan akan

memiliki kepuasan kerja dan motivasi kerja yang lebih tinggi seiring dengan makin

3 Fred Luthans, Organizational Behavior (New York: McGraw-Hill, 2011), h. 179.

4 Debra L. Nelson dan James Campbel Quick, Organizational Behavior (South Western : Thomson Corporation, 2006), h. 467.

5 Steven Mc Shane dan Mary Ann Von Glinow, Organisational Behavior (New York: McGraw Hill, 2010), h. 181.

Jurnal ADB’S Secretary Vol.4, No.1, Januari 2015 19

menurunnya tingkat absensi dan keluar masuknya karyawan. Kualitas produk dan

pelayanan semakin baik karena pengayaan pekerjaan meningkatkan perasaan tanggung

jawab dan rasa memiliki dari karyawan atas suatu produk dan pelayanan.

Menurut Gibson dan Ivancevich, “job enrichment is practice of increasing

discretion individual ; can use to select activities and outcomes; increase job depth

and accordingly fulfills growth and autonomy needs.”6 Pengayaan pekerjaan adalah

suatu kegiatan yang dapat meningkatkan kebijaksanaan individu; dapat digunakan

untuk memilih aktivitas dan hasil; meningkatkan pemahaman yang lebih dalam

mengenai suatu pekerjaan, memberikan pemenuhan kebutuhan untuk berkembang dan

otonomi.

Menurut J.M. George dan Jones:

Job enrichment is often referred to as vertical job loading because employees

are given some of the responsibilities that used to belong to their supervisors,

such as planning for how to go about completing a project of checking the

quality of one's work.7

Pengayaan pekerjaan sering mengarah pada penambahan pekerjaan secara

vertikal karena karyawan diberikan tanggungjawab yang dimiliki oleh para supervisi

seperti merencanakan bagaimana melakukan pengecekan terhadap pekerjaan dari

karyawan lain.

Menurut Mullins:

A popular and comprehensive model of job enrichment has been developed by

Hackman and Oldham (model 2.1). The model views job enrichment in terms of

increasing five core job dimensions : skill variety, task identity, task

significance, autonomy and feedback. 8

6James L. Gibson .et al. , Organizations (New York: McGraw Hill, 2009), h. 381.

7Jeniffer M. George dan Gareth R. Jones, Organizational Behavior (New Jersey : Pearson, 2005), h. 206.

8 Laurie J. Mullins, Management and Organisational Behaviour (Essex: Prentice Hall, 2005), h. 715.

Jurnal ADB’S Secretary Vol.4, No.1, Januari 2015 20

Disampaikan pada Gambar 1, gambar yang popular dan menyeluruh dari

pengayaan pekerjaan yang dibuat oleh Hackman dan Oldham. Model tersebut

memandang pengayaan pekerjaan dari lima dimensi inti yaitu skill variety, task

identity, task significance, autonomy and feedback.

Menurut Hackman dan Oldman Model Karakteristik Pekerjaan mengenai Five

Core Dimensions, adalah sebagai berikut:

The five core dimensions can be summarized as follows :

a. Skill variety – the extent to which a job entails different activities and

involved a range of different skills and talents;

b. Task identity – the extent to which a job involves completion of a whole

piece of work with a visible outcome;

c. Task significance – the extent to which a job has a meaningful impact on

other people, either inside or outside the organization;

d. Autonomy – the extent to which a job provides freedom, independence and

discretion in planning the work and determining how to undertake it;

e. Feedback – the extent to which work activities result in direct an clear

information on the effectiveness of job performance.

Lima Dimensi Inti

Ke lima dimensi inti dapat diringkas sebagai berikut:

a. Variasi keterampilan – mencakup berbagai macam pekerjaan dan berbagai

macam kemampuan dan keterampilan dalam mengerjakannya tugas.

b. Identitas pekerjaan – merupakan keadaan sejauh mana pekerjaan dikerjakan

sebagai satu kesatuan yang utuh yang jelas hasil yang ingin dicapai.

Jurnal ADB’S Secretary Vol.4, No.1, Januari 2015 21

Gambar 1 The Hackman-Oldham Job Characteristic Model of Work Motivation Sumber : Management and Organisational Behaviour, Laurie J. Mullins, h. 715

c. Makna tugas – merupakan keadaan sejauh mana pekerjaan tersebut

memberikan dampak bagi banyak orang baik di dalam maupun di luar

organisasi.

d. Otonomi – merupakan keadaan sejauh mana pekerjaan menyediakan

kebebasan, kemandirian dan kebijaksanaan dalam merencanakan suatu

pekerjaan dan bagaimana hal tersebut akan dilaksanakan.

e. Timbal balik – merupakan keadaan sejauh mana pekerjaan itu sendiri

memberikan masukan pada efektivitas dan suatu kinerja bawahan. Dalam hal

ini masukan dari pimpinan dan rekan-rekan kerja menjadi sangat berharga

Jurnal ADB’S Secretary Vol.4, No.1, Januari 2015 22

untuk lebih memperluas wawasan mengenai kinerja seseorang. Agar hasil yang

diperoleh dari umpan balik ini cukup positif maka haruslah dibangun adanya

hubungan baik antar rekan-rekan di dalam tim kerja tersebut.

Menurut Gibson and Ivancevich:

Job enrichment also involves changing the nature and style of managers’

behavior. Manager must be willing and able to delegate authority. These

significant changes in manajerial jobs coupled with changes in non managerial

jobs, suggest that a supportive work environment is a prerequisite for successful

job enrichment efforts.9

Pengayaan pekerjaan juga melibatkan gaya kepemimpinan dari atasan bahwa

seorang pimpinan harus memberikan kesempatan untuk mendelegasikan

wewenangnya. Perubahan-perubahan di bidang manajerial dan non manajerial juga

mendukung adanya lingkungan kerja yang mendukung pengayaan pekerjaan.

Menurut Slocum, “vertical Loading is the delegation to employees of

responsibilities and tasks that were formerly reserved for management or staff

specialist.”10

Peningkatan bobot pekerjaan secara vertikal merupakan pendelegasian

tanggungjawab kepada bawahan yang mana pekerjaan tersebut dulunya dikerjakan

oleh pimpinan atau staf ahli.

Menurut Robbins and Judge,“ expanding jobs vertically gives employees

responsibilities and control formerly reserved management.11

Pengembangan

pekerjaan secara vertikal memberikan tanggungjawab dan otoritas pengawasan pada

bawahan.

Robbins dan Judge menambahkan:

9James L. Gibson et. al.,Organizations (New York; McGraw Hill, 2009), h. 382.

10John W. Slocum dan Don Hellriegel, Organizational Behavior(South Western: CengageLearning,

2009), h. 141. 11

Stephen P. Robbins dan Timothy A. Judge, Organizational Behavior (Essex: Pearson, 2013), h. 278.

Jurnal ADB’S Secretary Vol.4, No.1, Januari 2015 23

Job enrichment is the vertical expansion of jobs, which increases the degree

to which the worker controls the planning, execution and evaluation of the

work.12

An enriched job organizes tasks to allow the worker to do a complete

activity, increases the employee’s freedom and independence, increases

responsibility and provides feedback so individuals can assess and correct

their own performance.13

Pengayaan pekerjaan adalah peningkatan vertikal dari pekerjaan yang mana

meningkatkan level dari pekerjaan karyawan yang meliputi perencanaan,

pelaksanaan dan evaluasi dari pekerjaan mereka.

Pekerjaan yang diperkaya memungkinkan pengaturan tugas yang

memperbolehkan karyawan untuk melakukan aktivitas secara lengkap sehingga

dapat meningkatkan kebebasan, kemandirian dan tanggungjawab karyawan. Di

samping itu juga menyediakan umpan balik sehingga karyawan secara individu

dapat menilai dan memperbaiki kinerja mereka sendiri sehingga karyawan menjadi

lebih efektif dan efisien dan lebih berinisiatif dalam meningkatkan kinerjanya.

Menurut Newstrom,“its general result is a role enrichment that encourage

growth and self actualization. The job is build in such a way that intrinsic

motivation is encouraged.”14

Pengayaan pekerjaan akan meningkatkan

pengembangan dan aktualisasi diri dari bawahan. Pekerjaan mendorong pencapaian

kinerja yang tidak hanya didorong oleh pendapatan secara materi.

Menurut Richard L. Daft, “job enrichment is a job design that incorporates

achievement, recognition, and other high-level motivations into the work.”15

Pengayaan pekerjaan adalah suatu desain pekerjaan yang berhubungan dengan

pencapaian, pengakuan dan pendukung motivasi lain ke dalam pekerjaan.

12

Stephen P. Robbins dan Timothy A. Judge ,loc.cit. h. 279. 13

Ibid. , h.278. 14

John W. Newstrom, Organizational Behavior (New York : McGrawHill, 2007), h. 238. 15

Richard L. Daft, New Era of Management (South Western: Cengage Learning, 2010) , h. 520.

Jurnal ADB’S Secretary Vol.4, No.1, Januari 2015 24

Motivasi untuk tumbuh memang harus ada pendorongnya sebagai pemicu untuk

terus memberikan tantangan dan semangat di dalam bekerja.

Gambar 2 Benefit of Job Enrichment Emerge in Three Areas

Sumber : Organizational Behavior, John W. Newstrom, h.239

Pada Gambar 2 terlihat bahwa hasil yang ingin dicapai dari pengayaan

pekerjaaan adalah terdorongnya pertumbuhan individu dan aktualisasi diri.

Job

Enrichment

Benefit

Individual :

Growth

Self-Actualization

Job Satisfaction

Organization :

Intrinsically motivated employees

Better employee performance

Less absenteeism and turn over ,

fewer grievances

Society : Full use of human resources

More effective organizations

Jurnal ADB’S Secretary Vol.4, No.1, Januari 2015 25

Pekerjaan akan dibuat sedemikian sehingga adanya dukungan motivasi dalam

pelaksanaannya sehingga ketika motivasi meningkat maka kinerja akan menjadi

lebih baik dan secara tidak langsung memenuhi kepuasan individu, makin

berpartisipasi secara aktif dan menghasilkan pekerjaan yang lebih produktif.

Hal-hal negatif dari tingkah laku anggota organisasi seperti keluar masuknya

pegawai, tingkat absen yang tinggi, berbagai keluhan dan penggunaan waktu yang

kurang efektif dapat dikurangi atau dihilangkan dengan adanya pengayaan

pekerjaan.

Dari paparan di atas dapat diambil kesimpulan bahwa pengayaan pekerjaan

adalah desain pekerjaan dengan peningkatan pekerjaan secara vertikal dengan

otoritas dan tanggungjawab tertentu. Hal ini membutuhkan tingkat pengetahuan dan

keterampilan yang lebih baik bagi pemegang pekerjaan dengan dengan indikator

(1) variasi keterampilan (2) jenis tugas (3) bobot tugas (4) otonomi dan (5) umpan

balik.

3. PENUTUP

Pengayaan pekerjaan bukanlah suatu yang sederhana bagi seorang sekretaris.

Tuntutan untuk bekerja efisien dan efektif membuat seorang sekretaris akan bekerja

di bawah tekanan yang menuntut ketangguhan pribadi seorang sekretaris.

Kemampuan dalam menata tekanan yang diberikan ini diperlukan sekretaris agar

semua tuntutan yang diminta dapat dikontrol oleh dirinya dengan baik.

Sekretaris harus melihat ini sebagai tantangan positif dan mencari berbagai cara

untuk dapat mengikuti gerak cepat pimpinan dan dunia bisnis itu sendiri. Kondisi

serba cepat sudah merupakan hal yang akan menjadi pola kerja seorang sekretaris

yang profesional. Gerak cepat memerlukan kecepatan pemikiran dan perilaku untuk

menghasilkan solusi yang akurat. Kemampuan sekretaris mengelola waktu luang

Jurnal ADB’S Secretary Vol.4, No.1, Januari 2015 26

yang ada di dalam pekerjaan rutinnya diperlukan untuk mempersiapkan berbagai

data yang diperlukan dan siap dipakai sewaktu-waktu.

Rutinitas dalam updated pengelolaan data baik pribadi pimpinan maupun

bisnis akan mempercepat mempermudah pekerjaan seorang sekretaris. Melakukan

back up semua data menjadi keharusan untuk keamanan dan kemudahan akses data,

juga kemudahan berkomunikasi yang akan dituntut oleh pimpinan untuk arus

informasi yang diperlukan. Sekretaris juga harus mengetahui penyimpanan data

virtual seperti Google Drive dan Dropbox untuk pengaksesan data tak terbatas.

Kerja keras di awal profesi sekretaris diperlukan untuk memperoleh

kepercayaan pimpinan. Dengan kepercayaan yang terus dirawat dan dipupuk, pada

akhirnya sangatlah mungkin posisi manajemen akan menjadi langkah berikutnya

bagi seorang sekretaris.

DAFTAR PUSTAKA

Debra L. Nelson dan James Campbel Quick. Organizational Behavior. Thomson

Corporation. South Western. 2006, h. 467.

Fred Luthans. Organizational Behavior. McGraw-Hill. New York. 2011, h. 179.

James L. Gibson et. Al. Organization Behavior, Structure, Processes. McGraw-Hill.

New York. 2009, h. 381.

Jeniffer M. George dan Gareth R. Jones. Organizational Behavior. Pearson. New

Jersey. 2005, h. 206.

John W. Newstrom. Organizational Behavior. McGraw-Hill. New York. 2007. h. 238.

John W. Slocum dan Don Hellriegel. Organizational Behavior. Cengage Learning.

South Western. 2009, h. 141.

Laurie J. Mullins. Management and Organizational Behavior. Pearson. Essex. 2005. h.

714.

Jurnal ADB’S Secretary Vol.4, No.1, Januari 2015 27

Richard L. Daft. New Era of Management. Cengage Learning. South Western. 2010,

h. 520.

Steven Mc Shane dan Mary Ann Von Glinow. Organizational Behavior. McGraw-Hill.

New York. 2010, h. 181.

Stephen P. Robbins dan Timothy A. Judge. Organizational Behavior. Pearson. Essex.

2013, h. 278.

Jurnal ADB’S Secretary Vol.4, No.1, Januari 2015 28

INDONESIAN LEARNERS’ REQUESTS IN ENGLISH: A Speech-Act Based Study

How Indonesian Learners of English make requests in everyday situations

Oleh : M.V.Mieke Marini M.P.,S.Pd.

(Dosen ASEKMA Don Bosco, [email protected])

ABSTRACT

Bahasa adalah sarana komunikasi yang digunakan untuk mengekspresikan ide seseorang

termasuk sekretaris dalam hidup sosialnya. Menurut ahli, pada dasarnya bahasa

adalah sarana untuk melakukan sesuatu; dan kata-kata yang digunakan untuk fungsi ini

disebut dengan ‘speech acts’. Salah satu tipe dari ‘speech acts’ adalah ‘directive’ yaitu

kata yang digunakan untuk memunculkan aksi dari yang mendengar, berbentuk perintah,

permohonan, permintaan, juga saran. Dikatakan pula bahwa salah satu unsur penting

dalam bahasa adalah norma, baik dalam konteks formal atau situasi sehari-hari. Karakter

yang digunakan dalam permohonan (request) meliputi imperative, introgative dan

declarative, dan yang paling sering digunakan, dilihat dari kesantunan dari ketiganya,

adalah introgative dan declarative. Untuk membuat kesan halus dari permohonan yang

akan disampaikan digunakan 2 (dua) modifikasi, yaitu internal dan external. Modifikasi

internal dipakai dengan mengutamakan unsur tata bahasa, dimana modifikasi eksternal

lebih mempertimbangkan konteks saat permohonan itu digunakan. Pemahaman dalam

menggunakan bahasa asing tidak terletak hanya pada bahasanya saja, tetapi latar

belakang sosial dan budaya dari tempat asli bahasa tersebut. Penelitian ini mempelajari,

bagaimana pelajar Indonesia khususnya sekretaris membuat kalimat permohonan

dalam bahasa Inggris dalam situasi sehari-hari; berfokus pada karakter permohonan serta

bentuk dan strategi kesopanaan.

Kata kunci: speech acts, politeness, internal and external modification of request.

1. INTRODUCTION

Language is a means of communication. Some works on the study of language,

by G. E. Moore, Paul Grice, John Searle and J. L. Austin, viewed language as a system

of communication that enables people to cooperate. It is stated that this definition

stresses the social functions of language and the fact that people use it to express

themselves and to manipulate objects in their environment. Language is used for various

Jurnal ADB’S Secretary Vol.4, No.1, Januari 2015 29

reasons. There is a claim made by Finegan, et al, that says “Language is principally a

tool for doing things” (1992). They describe that through language people do things

such as: propose marriage, impose a life sentence, swear to tell the truth, fire an

employee and so on. Moreover, related to this claim, Cruse says that “to communicate

we must express propositions with a particular illocutionary force, and in so doing we

perform particular kinds of action which have come to be called speech acts” (Cruse,

2004).

One main component in using the language is politeness. It is an essential part

of day-to-day communication. We use language differently in formal and casual

context. The purpose of talk will also affect its form (Holmes, 2008). Most people know

instinctively how to deal with other people of their culture and in their native language.

When speaking another language, though, especially in a different culture, one should

be aware of the differences. Holmes (2008) writes, “Being polite is a complicated

business in any language. It involves understanding not just the language, but also the

social and cultural values of the community”.

This study examines how Indonesian learners of English include secretary make

requests in everyday situations. It attempts to find the characteristics of the requests,

and discuss the findings from the view points of forms and politeness strategy.

2. BRIEF THEORETICAL VIEW

2.1 Speech Acts

Searle classifies speech acts into five basic types: assertives, directives, commissives,

expressives, and declaratives (Cruse, 2004). Assertive commit the speaker to the truth

of the express proposition, i.e. state, suggest, boast, complain, claim, report, warn.

Jurnal ADB’S Secretary Vol.4, No.1, Januari 2015 30

Directives have the intention of eliciting some sort of action on the part of the hearer,

i.e. order, command, requests, beg, advise (to), recommend, ask, and ask (to).

Commissives commit the speaker to some further action, i.e. promise, vow, offer,

undertake, contract, and threaten. Expressives make known the speaker’s

psychological attitude to a presupposed state of affairs, i.e. thank, congratulate,

condole, praise, blame, forgive, and pardon. Declaratives are said to bring about a

change in reality, i.e. resigning, dismissing, firing, marrying, divorcing, and sentencing

(in court). One element of directives is request. It is describe as (1) the act of asking

for something to be given or done, especially as a favor or courtesy; solicitation

or petition, (2) to ask or beg (someone) to do something politely or formally

(http://dictionary.reference.com/browse/request).

2.2 Requests

Directives are concerned with getting people to do things (Holmes, 2008). Requests

are fall into the group of directives (Cruse, 2004). However, not all directives are

considered into requests, as an act. Bach and Harnish (1982) distinguish requests for

information and requests for action. Searle (1969) offers a description of a request: “A

directive speech act which counts as an attempt to get the H (hearer) to do an act

which S (speaker) wants H to do, and which S believes that H is able to do; and which

it is not obvious that H will do in the normal course of events or of H’s own accord.

This notion of an “act” may include the purely verbal acts of giving information, or

granting permission”. Then, we based this study on these theories.

Jurnal ADB’S Secretary Vol.4, No.1, Januari 2015 31

2.2.1 Forms of request

As far as the form and functions of requests are concerned, requests may take the

forms of imperative, you imperative, interrogative with modal verb, interrogative

with tag, interrogative with negative modal, and declarative (Holmes, 2008).

Moreover he says, “While in general the interrogatives and declaratives are more

polite that the imperatives, a great deal of directives (requests) is depends on

intonation, tone of voice and context”. As requests are mostly used in the form of

spoken, those factors play the important role to express the politeness.

2.2.2 Modification of requests

The main function of modification is ‘to soften or intensify the impact of the

requests’ (Sifianou, 1992). It is also explained that requests can be internally and

externally modified. Internal modification is achieved by means of linguistic

elements within the same speech act which can either mitigate or intensify its force,

i.e. by using openers, hedges, and fillers. External modification is achieved by

mitigating or intensifying devices which occur in the immediate linguistic context

rather than the speech act and is realized by using commitment seeking devices and

reinforcing devices (Faerch & Kasper, 1984).

a. Internal modification

As mention above, openers, hedges, and fillers are used to modify requests

internally. Openers are the opening words or expressions which seek or assume

the addressee’s cooperation, which express the speaker gratitude or indebtedness,

and which modify the request as a whole, i.e. “would you mind…”, I would be

grateful…”, “would you..”, “do you…..” (Sifianou, 1992). Hedges may function

Jurnal ADB’S Secretary Vol.4, No.1, Januari 2015 32

as softeners to mitigate the force of requests and intensifiers to aggravate the

impact of requests, i.e. “just”, “possibly”, “rather”, “a moment”. The third form

of internal modification are fillers, considers only ‘optional lexical items or

simply ‘noises’ produced by speakers to fill in the gaps occurring in the

discourse’ (Sifianou, 1992). For instance: “excuse me”, “please”.

b. External Modification

Most of external modifiers are means by which the speaker tries to elicit the

addressee’s cooperation to support the actual request. Sifianou (1992) wrote,

“External modification in requests uses among others optional clauses or words

to soften or emphasize the force of the whole request in some way or other. Some

of the clauses are commitment seeking devices, and reinforcing devices, which

divided into three types: grounders, expanders and disarmers (Edmondson 1981).

Grounders are clauses which can either precede or follow a request and give

reasons or justifications for act requested. By giving reasons for a request, expect

the addressee to be more understanding and willing to cooperate. Grounders are

usually used by the Indonesian learners as it is the part of their culture.

2.2.3 Politeness in requests

Actually, there are different ideas about politeness as mentioned by Lakoff (1989)

and Brown and Levinson (1987). Lakoff distinguishes three kinds of politeness. First

is polite behavior, which is manifest when interlocutors adhere to politeness rules,

whether expected or not. Next, non-polite behavior, amounting to non-conforming

with politeness rules where conformity is not expected. And finally, rude behavior;

where politeness is not conveyed even though it is expected. Meanwhile, previously,

Jurnal ADB’S Secretary Vol.4, No.1, Januari 2015 33

Brown and Levinson have introduced two types of politeness: positive and negative

politeness. They define positive and negative politeness as ‘the public image that

every member wants to claim for himself’. This ‘face’ concept consists of two

aspects: positive face and negative face. Acts which may threaten face are called

Face Threatening Acts (FTA) (Brown and Levinson, 1987).

Other experiment, conducted by Clark and Schunk confirmed that it is the literal

meaning of a speech act which is crucial in conveying politeness with both requests

and responses. They claim that the more the literal meaning of a request implies the

personal benefits for the listener, within reason, the more polite is the request (Clark

and Schunk, 1980). However, this is not always true. As Holmes (2008) states, “A

gentler sit down may be more polite than a thundering I want you all sitting down

now”. Again, he shows the essence of intonation, tone of voice and context to

politeness.

3. METHODOLOGY

The subjects of this study are 40 students of the three grades of Akademi Sekretari dan

Manajemen Don Bosco, Jakarta. They were interviewed to answer the question based

on the situation (scenario) given. It is an imaginary interaction between learner and

lecturer. The situational background is arranged in such a way that there is a social

distance between learner and lecturer. Then, we coded and counted the students’

answers based on: (1) forms of requests, (2) types of openers, and (3) types of fillers.

4. RESULT AND DISCUSSION

The collected data are presented in three tables. Table 1 shows the result of requests’

forms. We found that interrogatives are the prefered forms of requests. Similarly, in

Jurnal ADB’S Secretary Vol.4, No.1, Januari 2015 34

English, requests are frequently expressed in various forms of interrogatives. This might

be the background which influences learners to use interrogatives to express requests.

When the intended requests are expressed in declaratives, it is not very clear what the

addressee is expected to do, i.e. ‘Excuse me sir, I want to talk to you’. Other

declaratives, then, contain reasons or grounders. Some examples are: (a) Good morning

Mr. I have a problem and I want to share it to you. Please help me. (b) Excuse me sir,

can you give me your time, I want to talk with you.

Table 1. Forms of Requests

Next, the following table presents the data on types of openers used by the learners:

Openers Total %

I need 1 2,5

Could you 3 7,5

Can I 17 42,5

May I 2 5

If you have time 2 5

FORMS TOTAL %

Imperatives

Interrogatives 29 72,5

Negatives

Declaratives 11 27,5

Ellipsis

Jurnal ADB’S Secretary Vol.4, No.1, Januari 2015 35

I want to 2 5

Are you free 3 7,5

Do you have time .. 10 25

Table 2. Types of Openers

The table indicates that the openers chosen by learners tend to vary. Most of them prefer

to use ‘can I’ and ‘do you’ as these examples: (a) Excuse me, Sir, I’m Ivana from class

3-2, can I have your time? I would like to discuss something important with you. (b)

Excuse me sir, do you have time for me? Only few learners use other expression such

as ‘could you’, ‘are you’, ‘may I’ , etc.

The last table shows the finding on types of fillers.

Fillers Total %

Hesitators If you don’t mind / 6 15

Cajolers Please / 8 20

Appealers Thank you / 7 17,5

Attention Excuse me / 19 47,5

Table 3. Types of Fillers

From the data in table 3, we found that the use of ‘please’ occurs 8 times. The posible

reason is that learners consider that the addressee (lecturer) as an important person. It

may indicate learners’ sense of politeness. In this case, learners seem to apply first

language culture in the interaction. The use of ‘excuse me’ in the data emphasizes that

the learners ask the addressee’s attention as it is applied in their first language.

Jurnal ADB’S Secretary Vol.4, No.1, Januari 2015 36

On the basis of the theories of politeness strategy, it can be assumed that learners mostly

seem to use negative politeness strategy. It can be identified on the use of title (Mr), title

+ first name (Mr. Agus) and the use of interrogatives. Nevertheless, the use of ‘excuse

me’, ‘please’ can also be considered supporting negative politeness strategy.

From the responses, most learners seem to want the addressee to really understand what

to do, and use additional expressions to make requests clearer to the addressee to

perform. Typical devices to modify requests externally are by attaching grounders. It is

more like a sense of obligation for learners to explicitly present the reasons why a

certain request is made. Another possibility by using all these is that learners wish to

show respect to the addressee. This reflects the polite behavior of the politeness in

request theory by Lakoff, which is manifest when learners adhere to politeness rules,

whether expected or not.

5. CONCLUSION

From this study, we might conclude that Indonesian learners of English are likely make

requests as what they apply in their first language. They find it difficult to converse with

other people without mentioning their names. It indicates that their first language has

strong influence to the learners. The use of negative politeness, which involves feelings

in terms of social distance and respecting status differences, is deliberately take account

in everyday situations. A new question arises here, based on the indication that learners

seem to want the addressee to really understand what to do, is it because the subjects are

secretarial academy’ students who need to say as clear as possible when they speak?

Need more study to find it out.

Jurnal ADB’S Secretary Vol.4, No.1, Januari 2015 37

REFERENCES:

Bach, E., and Harnish, R.M. Linguistic Communication and Speech Acts. MIT Press.

Cambridge. 1982.

Brown P., and S. Levinson. Politeness: Some Universals in Language Use. Cambridge

University Press. Cambridge. 1987.

Cruse, Alan. Meaning in Language: An Introduction to Semantics and Pragmatics. Oxford

University Press. New York. 2004.

Finegan, Edward et al. Language Its Structure and Use. Harcourt Brace Jovanovich Group

(Australia) Pty, Ltd. Marricksville. NSW. 1992.

Holmes, Janet. An Introduction to Sociolinguistics. Pearson Education Limited. Essex.

2008.

Lakoff, Robin. "The Limits of Politeness: Therapeutic and Courtroom Discourse."

Multilingua, 8 1989: 101-129.

Searle, J.R. Speech Acts: An Essay in the Philosophy of Language. Cambridge University

Press. Cambridge. 1969.

Sifianou, Maria. Politeness Phenomena in England and Greece. Oxford University Press.

Oxford. 1992.

Jurnal ADB’S Secretary Vol.4, No.1, Januari 2015 38

Note:

This paper has been presented in 2011 at the 1st International Conference on Translation

and Interpretation Studies (TransCon 2011), held by Unika Atmajaya Sekolah

Pascasarjana Program Studi Linguistik Terapan Bahasa Inggris, Jakarta.

APPENDIX:

Case :

Mr. Agus Rustanta is one of your lecturers. You plan to see him to discuss your problem.

What will you say to him?

Responses: (40 students)

1. “Morning sir, can I speak to you just a few minutes? I want to discuss you

something…….”

2. Good morning Mr. Agus, I am Jane from 2.1, are you busy right now? I want to

discuss about speaking subject, I need you help please.

3. Good morning Mr. I have a problem and I want to share it to you. Please help me…

4. Excuse me sir, can you give me your time, I want to talk with you.

5. Excuse me sir, I want to talk to you.

6. Excuse me sir, do you have time for me?

7. Excuse me sir, do you mind to talk for a while, please?

8. Excuse me sir, I’m Ivana from class 3-2, can I have your time? I would like to discuss

something important with you.

9. Excuse me sir, can I have your time?

10. Excuse me, can I have a minute, please? I need you

11. Excuse me sir, do you have time for me?

12. Excuse me Mr. Agus, do you have time? I wanna see you to discuss the problem.

Jurnal ADB’S Secretary Vol.4, No.1, Januari 2015 39

13. Excuse me sir, can I have your time to talk to you for a while?

14. Excuse me sir! Can I have your time? I would like to discuss about my problem.

15. Excuse me sir, can I have your time please? I want to talk with you just a moment.

16. Sir, excuse me, may I talk to you about my problem? I want to discuss it with you.

17. Excuse me sir, I want to talk with you.

18. Mr. Agus, do you have a time from me to discuss something?

19. Sir, I have a problem about my study, please help me to find the solution sir, thank

you.

20. Mr. Agus I want to discuss my problem, do you have any time?

21. Sorry Mr. Agus, may I talk to you? Because I have a problem something to discuss

with you.

22. Sorry Mr. Agus I want to discuss my problem, do you have any time?

23. Mr. Agus do you have a time? I want to see you for discuss my problem. Thank you.

24. Sir, can I have your time?

25. Good morning sir, do you have anytime cz I want to share about my problem.

26. Morning sir, you have a free time? I want to discuss about speaking exam for next

week. Thank you.

27. Excuse me Mr. Can I meet you now Mr. because I want to discuss you about exam

speaking. Tomorrow. Do you have time for me?

28. Excuse me sir, can we talk together, I want to discuss about my problem.

29. Good morning, I’m sorry sir bother you. I’m Maria Carolina from 3-1; I would like to

discuss my problem with you. If you have a time I want to see you right now. Thanks

before.

30. Hello good morning. I’m sorry sir can you help me please.

Jurnal ADB’S Secretary Vol.4, No.1, Januari 2015 40

31. Good morning sir, today I want to meet you to discuss about meeting in the office

right now.

32. Good afternoon sir, may I have your time? I would like to discuss about our last

meeting. Do you have a free time to talk to me? Thanks.

33. Hello good morning sir! Can I speak with you for a while? I would like to discuss

about my problem. Is that necessary for you?

34. Excuse me can I meet you tomorrow. I want to discuss about my problem for class

speaking. Are you free?

35. Good morning Mr. Agus, I’m planning to see you to discuss something about my

problem. When do you have the time to meet me? If you don’t mind, please give me

the time to meet me in your spare time.

36. Do you have time for me? Because I want to discuss about speak English. Thank you

sir.

37. Morning sir, this is about my problem, do you have any time for me? I can speak

English but I can’t speak fluently because I have problem with my confidents, what

can I do for you?

38. Good morning sir. I’m Cindy from 2-1, are you busy right now? I need to talk with

you. I have a big problem with my listening subject. I really need a solution from you.

Please help me.

39. Good morning sir. I want to discuss about my problem. Can we meet tomorrow?

Please inform me if you are available tomorrow. Thank you sir.

40. Good morning Mr. Agus. Are you available now? I want to discuss with you about my

problem. But, if you busy, maybe you can inform me when you available. Thank you.

Jurnal ADB’S Secretary Vol.4, No.1, Januari 2015 41

PENGARUH SKP TERHADAP NILAI IPK

STUDI KASUS : MAHASISWA ASEKMA DON BOSCO LULUSAN TAHUN 2014

Oleh : Muller Sagala, S.E.,M.M.

(Dosen ASEKMA Don Bosco, [email protected])

ABSTRACT

Mental revolution spirit is echoed by President Joko Widowo began responded by many

parties, including the universities. ASEKMA Don Bosco interpret this spirit as something

that should be included in the academy program. As one of the organization that produce

human resources, especially in the field of secretarial need to consider the moral element

in the curriculum. Many of the evidence presented by the Indonesia's Corruption

Eradication Commission (KPK) that there is a best graduates of the college participated in

corrupt activities. High GPA basically reflects the quality of an excellent academic results.

Given this reality, the GPA will need to be accompanied by the other value that can reflect

the values of social communication. In the case of ASEKMA Don Bosco, through the

results of the statistical analysis of data processing (data GPA and SKP - scores for

students who participate) results show that there is a correlation between the SKP with

GPA. Each increase of one unit of SKP can increase the value of 0.02 GPA. However SKP

variables can only be accounted for 28.54 percent while the rest (71.46 percent) is

influenced by other variables such attendance, assignments, and exams.

Keywords: SKP, GPA, extracurricular

PENDAHULUAN

Dalam beberapa media massa diungkapkan bahwa pembukaan program studi baru

dalam perguruan tinggi negeri maupun perguruan tinggi swasta mengacu kepada

kebutuhan pasar. Hal ini dapat berarti bahwa perguruan tinggi pada setiap daerah telah

dapat menampung siswa-siswi yang akan melanjutkan kuliah ke perguruan tinggi dan

dengan harapan lulusannya nanti akan dapat diserap oleh pasar kerja.

Disisi lain media massa juga memberikan informasi bahwa tingkat pengangguran

lulusan perguruan tinggi swasta juga masih tinggi. Tentu hal ini akan menjadi pertanyaan.

Jurnal ADB’S Secretary Vol.4, No.1, Januari 2015 42

Mengapa masih ada lulusan perguruan tinggi yang menganggur sementara pembukaan

program studi telah disesuaikan dengan kebutuhan pasar kerja.

Ada berbagai kemungkinan penyebab kondisi ini dan salah satunya adalah adanya

tuntutan pasar kerja yang tidak sekedar membutuhkan intelektual yang tinggi, tetapi harus

diimbangi dengan sikap dan perilaku lulusan.

Misalnya saja bagi profesi sekretaris, penampilan merupakan bagian dari citra

perusahaan. Citra organisasi sangat ditentukan oleh citra orang-orang yang ada di

dalamnya. Pimpinan yang berpenampilan ’amburadul’ mencerminkan betapa berantakan

organisasi yang dipimpinnya. Sebaliknya pimpinan yang berpenampilan rapi, percaya diri

akan menciptakan kesan organisasi yang benar-benar profesional. Demikian halnya dengan

penampilan sekretaris sebagai orang yang paling dekat dengan pimpinan (ASEKMA Don

Bosco, 2010).

Pemahaman umum yang ada bahwa intelektual lulusan perguruan tinggi dicerminkan

dalam nilai Indeks Prestasi Kumulatif (IPK). IPK ini didapat setelah mahasiswa yang

bersangkutan menjalankan proses perkuliahan dan telah mencapai akhir masa perkuliahan.

Semakin tinggi nilai IPK seseorang maka diasumsikan intelektual orang tersebut semakin

tinggi. Sedangkan dalam kenyataannya nilai IPK yang tinggi belum dapat menggambarkan

sikap dan perilaku yang baik. Dalam karya tulis ini, sikap dan perilaku akan dicerminkan

oleh variabel Satuan Kredit Partisipasi (SKP).

Dalam dunia kerja, para mengguna lulusan membutuhkan inteklektual dan sikap

seseorang lulusan perguruan tinggi. Hal inilah yang mendasari topik yang akan dibahas

dalam karya tulis ini. Melalui karya tulis ini ingin dibuktikan apakah ada pengaruh variabel

Satuan Kredit Partisipasi (SKP) dengan variabel nilai IPK seorang mahasiswa di

ASEKMA Don Bosco.

Jurnal ADB’S Secretary Vol.4, No.1, Januari 2015 43

Manfaat dari hasil karya tulis ini adalah setiap pihak dapat menentukan sikap

bagaimana seseorang memperlakukan variabel SKP apabila menginginkan suatu nilai IPK

yang semakin tinggi. Secara umum dapat berarti bahwa jika seseorang ingin mendapatkan

nilai IPK yang tinggi maka terlebih dahulu harus memenuhi nilai SKP secara maksimal.

LANDASAN TEORI

1. Pengertian SKP dan IPK

Peraturan Menteri Pendidikan Dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 81

Tahun 2014 Tentang Ijazah, Sertifikat Kompetensi, Dan Sertifikat Profesi Pendidikan

Tinggi, Pasal 5 menegaskan bahwa ijazah diberikan kepada lulusan perguruan tinggi

disertai paling sedikit dengan transkrip akademik dan Surat Keterangan Pendamping

Ijazah (SKPI) yang diterbitkan oleh perguruan tinggi. Pasal 1 butir 4 menyebutkan

Surat Keterangan Pendamping Ijazah adalah dokumen yang memuat informasi tentang

pencapaian akademik atau kualifikasi dari lulusan pendidikan tinggi bergelar.

Sedangkan Pasal 7 ayat (2) menyebutkan bahwa SKPI dapat memuat informasi

tambahan tentang prestasi lulusan selama berstatus mahasiswa.

Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan ini sejalan dengan perkembangan

dunia usaha yang terus berubah khususnya dalam menyongsong era Masyarakat Ekonomi

Asean 2015. Informasi tambahan tentang prestasi lulusan dalam SKPI tersebut dapat

diartikan sebagai kemampuan ber-interaksi sosial dari berbagai kegiatan dalam kegiatan

ekstra kurikuler dan non kurikuler. Kantor Koordinasi Perguruan Tinggi Swasta

Wilayah III - Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan mempertegas implementasi

Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor: 81 Tahun 2014 melalui

suratnya Nomor : 971/K3/KM/2014 tanggal 18 Desember 2014 perihal Ijazah dan

Surat Keterangan Pendamping Ijazah yang disampaikan kepada seluruh Pimpinan

Jurnal ADB’S Secretary Vol.4, No.1, Januari 2015 44

Perguruan Tinggi Swasta di lingkungan Kopertis Wilayah III. Pelaksanaan SKPI

tersebut dilakukan kepada mahasiswa yang lulus pada semester genap tahun 2014.

Sebagai dasar pemikirannya adalah bahwa mutu lulusan suatu perguruan tinggi

tidak hanya ditentukan oleh perolehan ilmu pengetahuan dan teknologi saja (dalam hal ini

diwakili oleh variabel IPK), tetapi juga melatih mahasiswa untuk selalu meningkatkan

kemampuan ber-interaksi sosial (dalam hal ini diwakili dengan variabel SKP). Kegiatan

yang mendukung kemampuan interaksi sosial tersebut akan ditampung dan dicatat dalam

Satuan Kredit Partisipasi. Satuan Kredit Partisipasi merupakan sistem penghargaan

terhadap mahasiswa atas partisipasinya dalam kegiatan ekstra kurikuler.

Satuan Kredit Partisipasi kegiatan kemahasiswaaan adalah suatu pengakuan dan

penilaian terhadap kegiatan yang diikuti mahasiswa dalam pengembangan kegiatan

kemahasiswaan. Yang dimaksud dengan kegiatan kemahasiswaan dalam definisi di

atas adalah :

a. Segala kegiatan yang diselenggarakan oleh organisasi kemahasiswaan yang sah dan

diakui oleh institusi dalam lingkungan program studi.

b. Kegiatan-kegiatan lain yang diselenggarakan oleh organisasi non-kemahasiswaan

yang diperuntukkan bagi mahasiswa dan memberikan kontribusi bagi

pengembangan kegiatan kemahasiswaan, serta melibatkan peran aktif mahasiswa

dalam kegiatan kemahasiswaan.

c. Besarnya pembobotan SKP yang diberikan sesuai dengan jenis pengembangan dan

pelaksanaan kegiatan yang diikuti.

Sedangkan tujuan dari SKP tersebut adalah :

Jurnal ADB’S Secretary Vol.4, No.1, Januari 2015 45

a. Memberikan pengalaman kepada semua mahasiswa dalam pengembangan kegiatan

kemahasiswaan dalam rangka pembentukan sikap dan mental untuk mewujudkan

sarjana yang lebih profesional dan bertanggungjawab,

b. Memberikan penghargaan atas partisipasi aktif mahasiswa dalam mengembangkan

kegiatan kemahasiswaan dalam bidang akademis maupun non akademis,

c. Meningkatkan rasa persaudaraan, kebersamaan, dan rasa cinta kepada almamater,

d. Memberikan kesempatan yang sama kepada mahasiswa dalam pengembangan

kegiatan kemahasiswaan termasuk membentuk kompetensi khusus secara individu

yang tidak dimiliki oleh orang lain,

e. Meningkatkan peranan dan partisipasi aktif mahasiswa dalam mengembangkan

kegiatan kemahasiswaan dan kepemudaan,

f. Membiasakan mahasiswa bekerja di tingkat teknis

Nilai dapat diartikan sebagai : (1) harga (dalam arti taksiran harga); (2) harga

uang (dibandingkan dengan harga uang yang lain); (3) angka kepandaian; biji; ponten;

(4) banyak sedikitnya isi; kadar; mutu ; (5) sifat-sifat (hal-hal) yang penting atau

berguna bagi kemanusiaan; (6) sesuatu yang menyempurnakan manusia sesuai dengan

hakikatnya. Sedangkan tugas adalah : (1) yang wajib dikerjakan atau yang ditentukan

untuk dilakukan; pekerjaan yang menjadi tanggung jawab seseorang; pekerjaan yang

dibebankan; (2) suruhan (perintah) untuk melakukan sesuatu. (Kamus Besar Bahasa

Indonesia, online).

IPK dapat berarti suatu tugas yang wajib dikerjakan oleh seseorang dan menjadi

tanggung jawabnya, atas perintah seseorang atau lembaga. IPK dilaksanakan secara

mandiri, mempunyai inisiatif dalam perancangan, pelaksanaan, dan dalam penulisan

Jurnal ADB’S Secretary Vol.4, No.1, Januari 2015 46

laporan IPK. Dalam studi kasus ASEKMA Don Bosco, setiap mahasiswa wajib

menyusun suatu karya tulis dalam bentuk IPK dan dibimbing oleh seorang dosen

pembimbing yang ditunjuk oleh perguruan tinggi yang bersangkutan.

Nilai IPK adalah suatu ukuran mutu dalam bentuk huruf atau angka (score,

ponten) yang didapat melalui suatu proses yang ditentukan oleh perguruan tinggi yang

bersangkutan. Kemauan bertindak seseorang untuk mengerjakan tugas yang diberikan

oleh suatu perguruan tinggi dan dibimbing oleh dosen, dapat menggambarkan wujud

tanggung jawab. Ada nilai yang berkurang atau bahkan hilang apabila mahasiswa

tersebut tidak memenuhi tanggung jawabnya untuk menyelesaikan IPK yang

ditugaskan. Tanggung jawab akan menciptakan nilai bagi mahasiswa yang

bersangkutan.

Dengan demikian dalam kondisi ini, relevansi tanggung jawab mempunyai

hubungan yang erat dengan nilai IPK. Semakin besar tingkat pemenuhan

tanggungjawabnya, semakin tinggi nilai IPK yang didapatkan, dan sebaliknya semakin

rendah tingkat pemenuhan tanggung jawabnya semakin rendah nilai IPK yang

didapatkan.

2. Peran SKP

Pada hakikatnya mahasiswa adalah insan akademik yang sedang

mengembangkan aspek intelektual dan penguasaan keilmuan. Di sisi lain mahasiswa

sebagai aset bangsa harus diberi peluang untuk mengembangkan potensi dirinya

melalui kegiatan intra-kurikuler dan ekstra-kurikuler yang mencakup pengembangan

penalaran dan keilmuan, bakat, minat dan kemampuan, upaya perbaikan kesejahteraan,

kepedulian sosial kepada masyarakat dan kegiatan penunjang yang dirancang secara

sungguh-sungguh, terarah, berkesinambungan dan didukung dengan aturan formal.

Jurnal ADB’S Secretary Vol.4, No.1, Januari 2015 47

Perkembangan masyarakat dan dunia kerja pada era global menuntut sumberdaya

manusia yang semakin kompetitif. Oleh karena itu dipandang perlu untuk

menghasilkan lulusan yang berkualitas, baik dalam bidang hard skills maupun soft

skills. Dalam proses pembelajaran, mahasiswanya didorong seoptimal mungkin untuk

menggali pengalaman dari kegiatan kemahasiswaan agar memiliki nilai lebih. Untuk

itu, perlu menghargai setiap kegiatan ektrakurikuler dan non kurikuler dalam bentuk

Sistem Kredit Prestasi.

Setiap kegiatan kemahasiswaan memiliki Satuan Kredit Partisipasi yang

berlainan tergantung pada bobot kegiatan SKP yang diikuti. Besaran SKP untuk

masing-masing kegiatan kemahasiswaan ditentukan atas besarnya usaha untuk

mengikuti aktivitas dan prestasi yang diperoleh dalam bidang-bidang kegiatan

kemahasiswaan.

Nilai SKP merupakan akumulai nilai kegiatan ekstrakurikuler dan kegiatan non

kurikuler yang dinyatakan dalam bentuk Daftar Prestasi Partisipasi (DPP) pada akhir

masa studi. DPP berisikan kegiatan wajib yang harus diikuti oleh mahasiswa dan nilai

SKP. Kegiatan wajib dan nilai minimum SKP yang telah ditentukan kepada mahasiswa

merupakan prasyarat mahasiswa untuk dapat mengikuti tugas akhir.

Distribusi DPP terdiri atas bidang organisasi kemahasiswaan; bidang minat dan

bakat; bidang penalaran dan keilmuan, bidang pengabdian kepada masyarakat, serta

kegiatan lainnya.

Predikat kelulusan ditetapkan menurut kriteria sebagai berikut : Bobot partisipasi

> 50 masuk dalam kategori ‘Sangat Memuaskan’; antara 40 – 50 masuk dalam kategori

‘Memuaskan’, dan antara 20-39 masuk dalam kategori ‘Cukup’.

Jurnal ADB’S Secretary Vol.4, No.1, Januari 2015 48

ANALISIS DAN PEMBAHASAN

Pada saat ini hampir seluruh perguruan tinggi telah menerapkan sistem SKP. Wakil

Dekan III Fakultas Ekonomi Universitas Katolik Indonesia (Unika) Atma Jaya Andre Ata

Ujan bahwa jika SKS didapatkan dari keikutsertaannya di perkuliahan, SKP diperoleh

dengan mengikuti kegiatan-kegiatan kemahasiswaan baik yang diselenggarakan oleh senat,

himpunan mahasiswa jurusan, ataupun organisasi kemahasiswaan di dalam kampus.

(http://edukasi.kompas.com, 14 Agustus 2009).

Hal serupa dilaksanakan juga di ASEKMA Don Bosco. Perilaku dan sikap serta

potensi diri para mahasiswa dalam beberapa tahun pelaksanaan SKP terbukti ada kemajuan

yang sangat pesat. Mahasiswa dapat belajar mandiri dari pengalaman bersama dan

langsung diimplementasikan dalam pergaulan sehari-hari termasuk di dalam keluarga,

sehingga pada akhirnya tercipta suatu perilaku otomatis.

Dalam hal IPK di ASEKMA Don Bosco, IPK merupakan gambaran hasil kumulatif

tugas yang harus diselesaikan oleh setiap mahasiswa ASEKMA Don Bosco untuk menutup

seluruh rangkaian proses perkuliahan. Setelah mendapatkan nilai IPK dari seluruh mata

kuliah yang diwajibkan dan dinyatakan dalam jumlah satuan kredit semester, pihak

perguruan tinggi telah dapat menentukan lulus tidaknya seorang mahasiswa.

1. Profil Data SKP

Daftar Prestasi Partisipasi seorang mahasiswa dapat memuat : (a) kegiatan

softskills; (b) kegiatan kemahasiswaan; (c) ekstrakulikuler; (d) peningkatan skills dan

kepribadian; dan (e) kegiatan lainnya.

Satuan Kredit Partisipasi dibagi dalam lima besar kelompok kegiatan yaitu :

Jurnal ADB’S Secretary Vol.4, No.1, Januari 2015 49

a. Kegiatan softskills, misalnya kunjungan Ditjen Pajak (Kantor Pelayanan Pajak),

Japan Foundation, Table manner.

b. Kegiatan kemahasiswaan, misalnya penyelenggarnaan misa awal tahun, MoM.

c. Ekstrakurikuler, dalam berbagai pilihan kegiatan.

d. Peningkatan skills dan kepribadian, antara lain menyelenggarakan misa awal

tahun.

e. Kegiatan lainnya, antara lain menjadi senat mahasiswa.

2. Analisis Peningkatan Nilai IPK

Sesuai dengan tujuan penelitian dan hipotesa yang telah disebutkan sebelumnya,

proses pembuktiannya dilakukan dengan pendekatan statistik. Dalam penelitian ini agar

hasil yang diperoleh lebih akurat dan untuk menghemat waktu, proses pengolahan

datanya menggunakan software Exell.

Untuk mendapatkan gambaran mengenai pengaruh SKP terhadap peningkatan

nilai IPK mahasiswa pada ASEKMA Don Bosco, telah dilakukan pemrosesan data

yang diperoleh dengan menggunakan alat analisis yaitu (1) koefisien korelasi

sederhana, (2) uji signifikansi dengan uji t, (3) Uji Koefisien Diterminasi Pengaruh;

dan (4) Regresi Sederhana.

Data statistik yang didapatkan dari hasil pengolahan data primer nilai IPK dan

data SKP mahasiswa ASEKMA Don Bosco lulusan tahun 2014 melalui software

Excell diperoleh hasilnya sebagai berikut :

1. Multiple R (korelasi) sebesar 0,5342

2. R Square (determinasi) sebesar 0,0254 atau 28,54 persen

Jurnal ADB’S Secretary Vol.4, No.1, Januari 2015 50

3. T-Hitung sebesar 4,6866

4. T-Tabel sebesar 2,0040

5. Intercept (a) sebesar 2,53

6. Slope (b) sebesar 0,02

a. Koefisien Korelasi Sederhana

Hasil pengujian menunjukan bahwa terdapat korelasi antara variabel SKP

yang tercermin dari harga koefisien korelasi sebesar r = 0,5342. Ini dapat diartikan

bahwa terdapat hubungan kedua variabel SKP dan nilai IPK mahasiswa tergolong

dalam kategori sedang dan mempunyai arah hubungan yang positif (korelasi yang

sempurna mendekati angka 1). Dengan kata lain apabila SKP ditingkatkan maka

nilai IPK mahasiswa akan meningkat.

b. Uji Signifikansi dengan Uji t

Hasil penelitian di atas masih perlu dilanjutkan dengan pengujian

signifikansi. Pengujian signifikansi hubungan antara akurasi SKP dengan nilai IPK

mahasiswa dapat diketahui dengan menggunakan uji t, yaitu dengan cara

membandingkan nilai t hitung dengan t tabel. Dengan kriteria pengujian yang

didasarkan pada ketentuan jika t hitung > t tabel maka korelasi variabel X (SKP)

dengan variabel Y (IPK) adalah signifikan.

Angka t hitung didapat dari hasil perhitungan dari software Excell yaitu

sebesar 4,6866. Angka t tabel didapat dari tabel t atau melalui software Excell

dengan ketentuan σ (alpha) = 0,05, derajat kebebasan 57 - 2 = 55 sehingga

diperoleh nilai t tabel sebesar 2,0040.

Jurnal ADB’S Secretary Vol.4, No.1, Januari 2015 51

Berdasarkan perhitungan di atas ternyata t hitung lebih besar dari t tabel

yaitu 4,6866 lebih besar 2,0040. Ini memberikan arti bahwa terdapat korelasi yang

signifikan dan positif antara variable SKP dan nilai IPK mahasiswa.

c. Uji Koefisien Diterminasi Pengaruh

Melalui pengukuran koefisien diterminasi pengaruh dapat diketahui seberapa

besar variable SKP dapat mempengaruhi nilai IPK menjadi naik atau turun.

Semakin besar nilai koefisien diterminasi pengaruh maka semakin besar pengaruh

SKP terhadap perubahan nilai IPK, atau sebaliknya semakin kecil nilai koefisien

diterminasi pengaruh maka semakin kecil pengaruh SKP terhadap perubahan nilai

IPK mahasiswa.

Kontribusi pengaruh variabel SKP terhadap nilai IPK mahasiswa, dihitung

dengan rumus koefisien diterminan (R Square, 0,2854 x 100%) adalah sebesar

28,54 persen. Ini memberikan arti bahwa sebesar 28,54 persen nilai IPK mahasiswa

ditentukan atau dipengaruhi oleh SKP dan sisanya sebesar 71,46 persen ditentukan

atau dipengaruhi oleh faktor lain, misalnya nilai akhir mata kuliah, absensi, dan

tugas.

d. Regresi Sederhana

Analisis koefisien regresi variabel SKP dan variabel nilai IPK mahasiswa

dapat dilakukan dengan menggunakan data sebagaimana yang tersedia. Melalui

pengukuran koefisien regresi ini dapat diketahui seberapa besar peningkatan nilai

IPK mahasiswa dengan peningkatan SKP dalam satu satuan. Dari data dalam tabel

tersebut, secara matematis persamaan regresi dapat dinyatakan bahwa :

Y = 2,53 + 0,02X

Jurnal ADB’S Secretary Vol.4, No.1, Januari 2015 52

Dimana :

Y = nilai IPK mahasiswa.

X = SKP.

Arti dari persamaan regresi di atas dapat dijelaskan bahwa :

1) Konstanta 2,53 (intercept) menunjukan bahwa nilai IPK mahasiswa

tanpa dipengaruhi oleh variable SKP, nilai IPK-nya adalah sebesar 2,53.

2) SKP (X) sebesar 0,02 (slope) menunjukan bahwa setiap SKP

ditingkatkan 1 satu satuan, maka hal tersebut juga akan meningkatkan

nilai IPK mahasiswa sebesar 0,02.

Empat analisis dalam karya tulis ini telah dihitung dengan pendekatan

statistik, dan telah diperoleh angka-angka dan penjelasan pada masing-masing alat

analisis. Penelitian ini memang dimaksud untuk mendapatkan gambaran mengenai

pengaruh SKP terhadap nilai IPK mahasiswa pada ASEKMA Don Bosco.

Berdasarkan hasil pembuktian dan pengujian hipotesis dalam penelitian ini, maka

hasil penelitian telah dijelaskan dalam beberapa alat analisis.

Analisis hubungan dan pengaruh SKP sebagai variabel bebas dan nilai IPK

mahasiswa sebagai variabel terikat menunjukan bahwa hasil SKP yang

dilaksanakan oleh ASEKMA Don Bosco mempunyai hubungan pada tingkat

sedang dan positif dengan nilai IPK mahasiswa. Dengan kata lain variabel SKP

mempunyai pengaruh yang besar terhadap nilai IPK.

Terungkap dalam penelitian ini, hubungan antara SKP tersebut dengan nilai

IPK mahasiswa dengan pendekatan kuantitatif menghasilkan nilai koefisien

korelasi sebesar r = 0,5342. Melalui uji t terbukti bahwa koefisien korelasi

Jurnal ADB’S Secretary Vol.4, No.1, Januari 2015 53

signifikan dan ini ditunjukkan oleh hasil t hitung yang lebih besar dari t tabel yaitu

4,6866 lebih besar 2,0040.

Melalui hasil perhitungan dengan koefisien determinasi, terbukti bahwa

variabel nilai IPK dipengaruhi oleh variabel SKP sebesar 28,54 persen sedangkan

sisanya sebesar 71,46 persen dipengaruhi oleh faktor-faktor lain.

Nilai IPK mahasiswa dapat dicapai lebih tinggi apabila variabel SKP

ditingkatkan. Ini terbukti bahwa setiap kenaikan satu satuan SKP dapat

mempengaruhi kenaikan nilai IPK mahasiswa sebesar 0,02.

PENUTUP

Berdasarkan pada hasil penelitian dan pembahasan di atas, dapatlah dibuktikan

bahwa variabel SKP mempunyai hubungan (korelasi) pada tingkat yang sedang dan positif

dengan variabel nilai IPK mahasiswa. Dapat diartikan bahwa jika variabel SKP

ditingkatkan, maka variabel nilai IPK mahasiswa juga akan meningkat. Diketahui pula

bahwa SKP mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap peningkatan nilai IPK

mahasiswa. Hal ini dipertegas melalui analisis regresi sederhana, terbukti secara signifikan

bahwa SKP dapat digunakan untuk memprediksi perubahan pada nilai IPK mahasiswa. Hal

ini dapat diartikan bahwa SKP secara signifikan dan positif terhadap peningkatan nilai IPK

mahasiswa pada ASEKMA Don Bosco.

Berdasarkan pada kesimpulan di atas, maka dapat disampaikan saran-saran yang

kiranya dapat menjadi bahan pertimbangan dalam upaya lebih meningkatkan nilai IPK

mahasiswa dimasa-masa yang akan datang, sebagai berikut :

1. Variabel SKP terbukti sebagai salah satu variabel dalam pencapaian nilai akhir yang

maksimal walaupun tidak dominan tetapi telah dapat memberikan pengaruh sebesar

28,54 persen. ASEKMA Don Bosco diharapkan dapat menekankan kepada mahasiswa

Jurnal ADB’S Secretary Vol.4, No.1, Januari 2015 54

akan pentingnya variabel SKP dalam menentukan hasil kerja yang maksimal dalam

tugas dimanapun bekerja.

2. Berdasarkan hasil penelitian di atas, selain variabel SKP ada faktor-faktor lain juga

berpengaruh terhadap peningkatan nilai IPK mahasiswa sebesar 71,46 persen.

Disarankan ASEKMA Don Bosco dapat melanjutkan penelitian ini untuk mengetahui

variable apa saja dari 71,46 persen tersebut yang secara dominan mempengaruhi nilai

IPK mahasiswa tersebut.

DAFTAR PUSTAKA

____________. Peraturan Menteri Pendidikan Dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor

81 Tahun 2014 Tentang Ijazah, Sertifikat Kompetensi, Dan Sertifikat

Profesi Pendidikan Tinggi

___________. Surat Koordinator Perguruan Tinggi Swasta Wilayah III Nomor :

971/K3/KM/2014 tanggal 18 Desember 2014 perihal Ijazah dan Surat

Keterangan Pendamping Ijazah (SKPI) yang disampaikan kepada seluruh

Pimpinan Perguruan Tinggi Swasta di lingkungan Kopertis Wilayah III.

Akademi Sekretari dan Manajemen (ASEKMA) Don Bosco. Handbook of Modern Secretary:

Panduan Sukses Secretaris dalam Dunia Kerja Modern. Penerbit PPM. Jakarta.

2010.

http://edukasi.kompas.com/read/2009/08/14/16370439/sks.itu.penting.skp.juga, diakses 30

Desember 2014

Jurnal ADB’S Secretary Vol.4, No.1, Januari 2015 55

PERANAN DEPARTEMEN SUMBER DAYA MANUSIA TERHADAP MOTIVASI

SEKRETARIS SEBAGAI ASET PERUSAHAAN

Oleh : V.Y. Sri Sudarwinarti, S.Pd.,M.Si.

(Dosen ASEKMA Don Bosco, [email protected])

ABSTRACT

There are cases of companies persuade employees of other companies. Some causes of this

include factors salaries, facilities, and career path. Other causes, there is management

who are not satisfied with the work of employees and vice versa, there are employees who

are not satisfied with what is given by the management company.

The challenge is how the Human Resources Department can manage human resources

exist that can work loyal, able to meet the challenges that arise from internal factors but

also on external factors.

Employees who have good things can be created with the planning of human resources

management through the Human Resources Department. The company must plan with

clear and well what is right and what the employee obligations. With the rights and

obligations of employees set out clearly will provide each employee motivation and

commitment to add value to the company, and in the end the value of the company will be

enjoyed by the company and its employees.

Keywords: human resource management, secretary, corporate assets

PENDAHULUAN

Setiap perusahaan maupun usaha organisasi termasuk dalam manajemen sumber

daya manusia, diperlukan suatu perencanaan yang dilakukan secara cermat. Perencanaan

merupakan proses dan tanggungjawab pertama dan yang paling penting dari manajemen

lainnya.

Jurnal ADB’S Secretary Vol.4, No.1, Januari 2015 56

Pada dasarnya perencanaan merupakan pekerjaan intelektual. Perencanaan meliputi

pengumpulan dan penyaringan data yang berasal dari berbagai sumber, serta

memperhatikan dan menganalisis kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman baik dari

dalam maupun dari luar perusahaan.

Perencanaan merupakan langkah awal yang sangat menentukan keberhasilan

organisasi ataupun perusahaan. Perencanaan yang kurang baik sama saja membuat rencana

untuk gagal. Akan tetapi perencanaan yang baik bukanlah segala-galanya untuk mencapai

kesuksesan karena rencana yang baik tanpa disertai implementasi hanya menjadi rencana

di atas kertas.

Melalui perencanaan inilah seorang manajer harus dapat melaksanakan fungsi–

fungsi manajemen lainnya, yaitu harus mengorganisir, melakukan staffing, directing,

budgeting, dan controlling untuk memastikan bahwa rencana yang telah mereka susun

benar-benar telah dilaksanakan sesuai dengan rencana itu sendiri.

Demikian pula halnya dengan perencanaan sumber daya manusia di suatu

perusahaan maupun organisasi. Perencanaan sumber daya manusia merupakan kegiatan

khusus yang berkaitan dengan penentuan kebutuhan sumber daya manusia perusahaan,

baik kebutuhan jangka pendek ataupun jangka panjang.

Dalam bentuk yang lebih operasional adalah kegiatan yang berkaitan dengan

memprediksi atau memperkirakan seberapa banyak orang atau pegawai yang dibutuhkan

untuk melakukan tugas-tugas, baik jumlahnya maupun jenisnya, berapa yang akan tersedia

dan apa yang dilakukan untuk memastikan bahwa penawaran sama dengan permintaan

pada waktu yang bersamaan.

Perencanaan sumber daya manusia sangatlah penting dalam suatu perusahaan

maupun organisasi karena perencanaan sumber daya manusia merupakan suatu proses

yang dilakukan secara sistematis dalam rangka mempersiapkan ketersediaan sumber daya

Jurnal ADB’S Secretary Vol.4, No.1, Januari 2015 57

manusia yang kompeten dan berkualitas di bidangnya, serta memiliki daya saing kuat

sesuai arah tujuan perusahaan.

Dalam beberapa kasus, apa yang direncanakan oleh pihak manajemen perusahaan

tidaklah selalu sejalan dengan apa yang dilakukan oleh pegawainya. Ada manajeman yang

tidak puas dengan hasil kerja pegawainya dan sebaliknya ada pegawai yang tidak puas

dengan apa yang diberikan oleh pihak manajemen perusahaan. Tidak jarang terjadi ada

kasus bajak-membajak karyawan antar perusahaan. Pada umumnya, karyawan yang sudah

terdidik dan terlatih rawan dibajak perusahaan lain.

Beberapa kasus yang ada membuktikan bahwa perencanaan sumber daya manusia

sangatlah penting sehingga pegawai yang telah dididik dan dilatih akan tetap bekerja

secara loyal bagi perusahaan. Penulis berpendapat bahwa bagian / departemen sumber

daya manusia dengan program–program kegiatan yang ada punya pengaruh besar ataupun

andil yang cukup besar terhadap motivasi sekretaris sebagai karyawan yang menjadi aset

perusahaan.

Tujuan karya tulis ini adalah untuk menjelaskan dan membuktikan bahwa

Departemen Sumber Daya Manusia pada setiap perusahaan atau organisasi mempunyai

peranan yang sangat penting dalam memberikan motivasi kepada sekretaris pada

khususnya dan pegawai pada umumnya sebagai aset perusahaan. Dengan demikian, setiap

manajemen perusahaan dan pegawai perusahaan dapat mengambil pelajaran bagaimana

menciptakan hubungan yang saling membutuhkan dan saling memiliki yang pada akhirnya

masing-masing pihak akan mendapatkan nilai lebih. Metodologi dalam penyusunan karya

tulis ini adalah menggunakan studi pustaka.

Jurnal ADB’S Secretary Vol.4, No.1, Januari 2015 58

DASAR TEORI

1. Departemen Sumber Daya Manusia

Pada saat ini banyak perusahaan di Indonesia menggunakan istilah bagian

manajemen sumber daya manusia (human resources department) dan juga bagian

personalia (personnel department) untuk sebutan pada bagian kepegawaiannya. Oleh

sebab itu sangat penting mengetahui makna dan pengertian dari istilah yang digunakan

tersebut. Ditinjau dari susunan katanya manajemen sumber daya manusia terdiri dari

dua kelompok istilah, yaitu manajemen dan sumber daya manusia.

Manajemen berasal dari bahasa Inggris yaitu “to manage” yang artinya

mengelola atau mengendalikan dan mengatur. Sedangkan sumber daya manusia

merupakan terjemahan dari bahasa Inggris yaitu “human resources”. Maka ada yang

menyatakan istilah human resources development (HRD) sebagai sebutan terhadap

manajemen sumber daya manusia.

Disamping itu banyak juga para ahli menggunakan istilah manpower

management, bahkan banyak judul buku yang menggunakan sebutan manajemen

personalia atau manajemen kepegawaian (Personal Management).

Pendapat lainnya:

Menurut pendapat DR. Bambang Tri Cahyono, Ph.D, yang dikutip oleh Drs.A.

Sihotang, MBA (2007:5). Ada persamaan manajemen personalia dengan manajemen

sumber daya manusia yaitu sama-sama ilmu yang mengatur manusia dalam organisasi

agar dapat berpartisipasi aktif untuk mewujudkan tujuan organisasi. Akan tetapi ada

Jurnal ADB’S Secretary Vol.4, No.1, Januari 2015 59

juga perbedaannya dari sudut kajian, fungsi dan pendekatannya. Kajian manajemen

sumber daya manusia secara makro, sedangkan manajemen personalia secara mikro.

Berdasarkan sudut pandang historis evolusioner, Torrington berpendapat

bahwa manajemen personalia telah tumbuh melalui asimilasi dengan beberapa tekanan

tambahan untuk menghasilkan suatu kombinasi keahlian yang lebih kaya. Torrington

juga mengatakan bahwa manajemen personalia diarahkan kepada pekerja organisasi,

menarik pekerja dan melatihnya, merencanakan gaji mereka dan membuat perjanjian

kontrak kerja, menjelaskan apa yang diharapkan organisasi dari mereka, menerangkan

dan memberi alasan tentang apa yang sedang dikerjakan oleh pihak manajemen dan

mencoba untuk memodifikasi setiap aksi manajemen yang dapat menimbulkan

tanggapan negative dari para pekerja. Sebaliknya manajemen sumber daya manusia

bukan dari pekerja organisasi, melainkan dari kebutuhan organisasi kepada

manajemen sumber daya manusia yaitu ‘meminta’ bukan ‘memberi’.

Jadi yang menjadi perbedaan nyata antara manajemen sumber daya manusia dan

manajemen personalia adalah manajemen personalia menganggap pekerja sebagai

faktor – faktor produksi, sedangkan manajemen sumber daya manusia menyatakan

bahwa pekerja sebagai aset perusahaan yang harus dikembangkan ke arah perubahan

yang lebih baik sesuai tuntutan teknologi dan pasar yang bergerak pesat. Human

resources department bisa dimaksudkan sebagai mata dan telinga yang melihat dan

mendengar aspirasi yang ada. Tanpa eksistensi departemen ini maka mustahil suatu

perusahaan bisa beroperasi dengan terarah.

Perencanaan sumber daya manusia menurut Torrington & Tan Chwee Huat,

mengatakan : Perencanaan sumber daya manusia merupakan kegiatan khusus yang

Jurnal ADB’S Secretary Vol.4, No.1, Januari 2015 60

berkaitan dengan penentuan kebutuhan sumber daya manusia perusahaan, baik

kebutuhan jangka pendek maupun kebutuhan jangka panjang.

Manajemen sumber daya manusia adalah proses mendayagunakan manusia

sebagai tenaga kerja secara manusiawi, agar potensi fisik dan psikis yang dimilikinya

berfungsi maksimal bagi pencapaian tujuan organisasi atau perusahaan (Hadari : 42).

Dari sisi perencanaan pengembangan karier, manajemen puncak

bertanggungjawab atas program perencanaan karier. Sebuah program yang baik

menyebutkan jalan karier dan meliputi kinerja, perkembangan, peluang untuk

dipindahkan dan dipromosikan, serta beberapa perencanaan untuk suksesi. Perencanaan

karier sebagai kebutuhan di dalam penyusunan kepegawaiannya. Menurut Moekijat

(1995): apabila majikan-majikan mendorong perencanaan karier, maka para karyawan

kemungkinan besar akan menentukan sasaran karier.

2. Motivasi

Motivasi berasal dari bahasa Latin, mavere yang berarti dorongan atau daya

penggerak. Motivasi ini hanya diberikan kepada manusia, khususnya kepada para

bawahan atau pengikut. Motivasi mempersoalkan bagaimana caranya mendorong

gairah kerja bawahan, agar mereka mau bekerja keras dengan memberikan semua

kemampuan dan keterampilannya untuk mewujudkan tujuan perusahaan.

Pada dasarnya perusahaan bukan saja mengharapkan karyawan yang mampu,

cakap, dan terampil, tetapi yang terpenting mereka mau bekerja giat dan berkeinginan

mencapai hasil kerja yang optimal.

Jurnal ADB’S Secretary Vol.4, No.1, Januari 2015 61

Kemampuan, kecakapan, dan keterampilan karyawan tidak ada artinya bagi

perusahaan jika mereka tidak mau bekerja keras dengan mempergunakan kemampuan,

kecakapan, dan keterampilan yang dimilikinya. Motivasi penting karena dengan

motivasi ini diharapkan setiap individu karyawan mau bekerja keras dan antusias untuk

mencapai produktivitas kerja yang tinggi.

3. Sekretaris

Sekretaris merupakan istilah yang berasal dari bahasa Latin yaitu secretum

yang berarti rahasia. Orang yang memegang rahasia tersebut dinamakan secretarium

atau secretarius (menurut Prayudi Atmosudirjo), sedangkan dalam bahasa Inggris

disebut secretary (1982: 3).

Sekretaris juga diartikan sebagai seseorang yang membantu pimpinanya dalam

pendiktean, menyiapkan surat-menyurat, mengingatkan pimpinan mengenai pertemuan

atau perjanjian, dan melakukan banyak kewajiban lainnya yang berhubungan dengan

peningkatkan efektifitas dari pimpinannya. Hal tersebut disampaikan oleh M.Braum

dan Ramon dikutip oleh Tony Waworuntu (1988:58).

Beberapa definisi sekretaris lainnya sebagai berikut :

Seorang sekretaris adalah asisten pimpinan yang memiliki keahlian mengurus

kantor, menampilkan kemampuan menerima tanggungjawab tanpa diarahkan atau

diawasi, berinisiatif dan penuh pertimbangan, serta mengambil keputusan sesuai

dengan ruang lingkup tugasnya (Profesional Secretaries International).

Jurnal ADB’S Secretary Vol.4, No.1, Januari 2015 62

Seorang sekretaris adalah seorang professional. Sebagai seorang professional

seorang sekretaris diharapkan menampilkan aneka macam tanggungjawab tugas

kesekretarisan dengan penuh kompetensi, dapat dapat dipercaya dan berkepribadian.

Berdasarkan pengertian di atas maka dapat disimpulkan bahwa sekretaris adalah

seseorang karyawan yang bertugas khusus membantu pimpinan dalam memegang

rahasia dan menangani pekerjaan serta mengatur pekerjaan rutin di kantor maupun di

luar kantor.

4. Aset Perusahaan

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, aset adalah sesuatu yang mempunyai

nilai tukar; modal; kekayaan. Beraset berarti mempunyai aset; ada asetnya. Dalam

karya tulis ini pengertian aset lebih dimaksud sebagai seorang pegawai yang

mempunyai nilai tukar.

Pengertian lainnya, aset itu adalah nilai dari sesuatu yang dimiliki oleh

perusahaan. Dari sisi pencatatan akuntansi, yang dapat dimasukkan ke dalam kolom

aset salah satunya adalah gedung atau bangunan. Selain gedung, yang bisa dihitung

sebagai aset dapat termasuk: merk dagang, paten teknologi, uang kas, mobil, dll. Aset

atau aktiva juga dapat berarti sumber ekonomi yang diharapkan memberikan manfaat

usaha di kemudian hari.

Jurnal ADB’S Secretary Vol.4, No.1, Januari 2015 63

PEMBAHASAN

Menciptakan motivasi pegawai termasuk sekretaris sebagai aset perusahaan

merupakan suatu hal yang diharapkan setiap perusahaan atau organisasi. Harapan ini akan

berbeda pada setiap perusahaan. Keadaan ini telah dibuktikan dalam beberapa kasus

perusahaan yang berbeda.

Kasus pegawai pada dunia wirausaha.

Sebuah wirausaha telah berlangsung selama 12 tahun dengan stabil. Ada seorang

pegawai yang sudah bekerja 4 bulan, tiba-tiba kabur melarikan diri membawa sejumlah

uang, kendaraan operasional kantor, dan sejumlah dokumen penting. Selama 3 bulan

bekerja, pegawai tersebut menunjukkan sikap dan kinerja yang sangat baik dan

professional. Sebulan terakhir telah dirasakan ada kemunduran kinerja, dan beberapa kali

ketahuan berbohong.

Kasus pegawai pada perusahaan yang berorientasi laba (profit).

Pemimpin perusahaan sering menyampaikan bahwa keberadaan pegawai atau

karyawan sangat penting bagi perusahaan. Tanpa keberadaan mereka perusahaan akan

kesulitan dalam menjalankan bisnisnya karena merekalah yang menjalankan roda

perusahaan. It is people who run the business.

Namun dalam kenyataannya ada kesenjangan antara ekspektasi karyawan dan

kenyataan yang terjadi. Adanya kesenjangan antara pernyataan dengan kebijakan

perusahaan yang dianggap tidak mencerminkan hal tersebut, terutama ketika perusahaan

harus mengambil tindakan pemutusan hubungan kerja.

Kasus pembajakan pegawai antar perusahaan.

Jurnal ADB’S Secretary Vol.4, No.1, Januari 2015 64

Seorang karyawan yang mempunyai prestasi cemerlang di dunia kerja dapat

memberikan keuntungan untuk diri karyawan itu sendiri dan bagi perusahaan tempatnya

bekerja. Bahkan karyawan tersebut mendapatkan bonus dan kenaikan gaji. Namun

pemberian bonus dan kenaikan gaji bukanlah satu-satunya cara untuk mempertahankan

karyawan yang bersangkutan tetap bekerja secara loyal. Dalam kenyataannya, ada

perusahaan lain yang melirik dan membajak karyawan tersebut, dengan menjanjikan gaji,

bonus, berbagai fasilitas atau tawaran yang menggiurkan dibandingkan perusahaan saat ini.

Memahami dan bercermin dari kasus-kasus yang terjadi di atas menunjukkan

kompleksnya tugas Departemen Sumber Daya Manusia dalam mengelola sumber daya

manusia yang ada. Persoalan dan godaan tidak hanya muncul dari faktor-faktor internal

tetapi juga dari faktor-faktor eksternal.

Berapa kasus di atas ditanggapi berbagai pendapat. Misalnya, setelah mengetahui

kasus tersebut, ada pendapat bahwa karyawan itu ternyata tak selalu menjadi aset bagi

perusahaan, karena secara nyata-nyata karyawan tersebut merugikan perusahaan. Jika

seorang karyawan berdedikasi membantu setulus hati untuk memajukan sebuah

perusahaan, bekerja penuh loyalitas, hingga kepercayaan pelanggan dan omset perusahaan

meningkat, tentu karyawan seperti ini baru bisa disebut aset perusahaan. Prinsipnya setiap

kinerja yang baik sangat perlu diapresiasi dengan reward yang sesuai dengan dedikasinya

Pendapat lainnya bahwa perusahaan tersebut hanya akan menganggap karyawan

adalah aset perusahaan apabila karyawan tersebut dapat mengikuti aturan main yang ada

dalam perusahaan dan dapat memberikan kontribusi untuk mencapai laba, apabila tidak

maka perusahaan akan mencoret karyawan tersebut dari daftar aset karena dianggap tidak

dapat memberikan kontribusi. Oleh karena itu, supaya karyawan yang bersangkutan tetap

bisa dianggap menjadi aset perusahaan maka karyawan tersebut juga harus membuktikan

Jurnal ADB’S Secretary Vol.4, No.1, Januari 2015 65

bahwa dirinya memiliki kualifikasi menjadi aset. Karyawan tersebut harus

mengembangkan kemampuan diri sehingga dapat mengikuti perubahan-perubahan yang

terjadi dalam perusahaan.

Sebuah perusahaan dalam perjalanan bisnisnya tidak akan pernah luput dari berbagai

tekanan yang datang dari eksternal perusahaan dan dari internal perusahaan. Tekanan

tersebut tidak selalu menghambat perusahaan untuk maju dan berkembang. Seringkali

faktor-faktor tersebut bahkan dapat memberi kesempatan kepada perusahaan untuk

menjadi lebih besar. Persoalannya adalah bagaimana perusahaan menyikapi tekanan

sebagai sebuah sarana untuk terus menerus mengkoreksi diri dan memperbaiki segala

sesuatu secara berkesinambungan.

Tekanan dari internal ataupun eksternal perusahaan sebenarnya dapat dihadapi bila

perusahaan sebisa mungkin selalu menciptakan dan menjaga hubungan baik melalui

komunikasi yang baik dengan berbagai pihak, khususnya bagaimana menciptakan dan

menjaga hubungan baik antara perusahaan dengan para karyawannya. Karyawan

merupakan aset penting yang dimiliki perusahaan. Sekalipun tidak mempunyai pengaruh

besar dalam proses pengambilan keputusan, karyawan adalah aset yang paling banyak

kuantitasnya dalam perusahaan. Perusahaan harus dapat mengetahui dan memahami benar

apa yang menjadi hak-hak karyawan.

Ada pembelajaran yang dapat diambil ketika ada perusahaan lain membajak seorang

karyawan berprestasi. Salah satu pembelajaran tersebut adalah bagaimana menyikapi

alasan-alasan karyawan yang akan dibajak oleh perusahaan lain tersebut. Minimal ada tiga

pertimbangan seorang karyawan yang berkualitas berkeinginan pindah kerja karena janji

manis perusahaan lain.

Jurnal ADB’S Secretary Vol.4, No.1, Januari 2015 66

1. Gaji besar. Janji gaji besar di awal merupakan poin utama yang ditawarkan oleh pihak

perusahaan ketika mengajak seorang karyawan bergabung. Bahkan gaji yang

ditawarkan bisa dua kali lipat dari perusahaan saat ini.

2. Diberikan banyak tunjangan. Biasanya karyawan yang dibajak perusahaan lain

merupakan sosok yang spesial sehingga perusahaan akan loyal dengan orang tersebut.

Selain gaji, karyawan tersebut akan ditawari banyak tunjangan atau fasilitas seperti

kendaraan, rumah, atau fasilitas lainnya yang tidak didapatkan di perusahaan

tempatnya bekerja.

3. Sarana pengembangan diri. Selain dari gaji atau fasilitas yang ditawarkan, perusahaan

yang memiliki kredibiltas tinggi akan memberikan sarana pengembangan diri kepada

karyawannya. Salah satu contohnya mengirim karyawan belajar atau pelatihan di luar

negeri.

Dari sisi perusahaan yang ingin membajak karyawan perusahaan lain menjadi

karyawannya, mempunyai alasan antara lain :

1. Tanpa proses rekrutmen. Banyak orang harus melalui proses rekrutmen untuk

mendapatkan peluang dalam mengembangkan karir. Keuntungan dari pembajakan

dalam pekerjaan ini salah satunya memudahkan karyawan memasuki dunia kerja ke

perusahaan baru tanpa harus bersusah payah membuat lamaran dan mengikuti proses

rekrutmen. Hanya berbekal kemampuan dan pengalaman membuat perusahaan yang

membajak percaya dengan kualitas diri yang dimiliki untuk bekerja sebagai karyawan

baru. Bagi perusahaan yang membajak karyawan tersebut minimal terhindar dari biaya

rekrutmen.

Jurnal ADB’S Secretary Vol.4, No.1, Januari 2015 67

2. Pengalaman baru. Keuntungan lain dari pembajakan yakni mendapatkan wawasan dan

pengalaman dalam dunia kerja. Akan banyak hal-hal baru yang belum tentu didapatkan

di perusahaan lama. Kesempatan mengembangkan diri ini pastinya akan membuat

kemampuan dan pengalaman karyawan semakin bertambah.

3. Remunerasi yang lebih tinggi. Biasanya perusahaan tersebut akan menawarkan

berbagai macam tunjangan kerja dan gaji yang pastinya lebih menjanjikan dari

perusahaan lama. Pemberian remunerasi ini sekaligus untuk dapat lebih menjalin

keterikatan dengan karyawan yang dibajak.

4. Citra diri meningkat. Pembajakan juga dapat membantu melambungkan nama

karyawan di dunia kerja. Selain dikenal sebagai master dalam bidang kerja yang

digeluti, harga jualnya pun akan semakin tinggi. Kondisi ini akan mempermudah

mencari tenaga-tenaga yang benar-benar mempunyai nilai tawar yang tinggi.

Dari penjelasan kasus dan fakta yang terjadi di atas, dapat dikatakan bahwa

manajemen sumber daya manusia mempunyai tugas yang sangat penting. Membuat

perencanaan dan menciptakan motivasi pegawai merupakan tantangan berat agar pegawai

atau karyawan yang dimiliki dapat bekerja secara loyal.

Menciptakan motivasi pegawai termasuk sekretaris sebagai aset perusahaan

sebagaimana dijelaskan terdahulu haruslah melalui suatu proses perencanaan manajemen

yang baik. Merencanakan sasaran adalah keinginan untuk meraih sebuah harapan atau

dapat dikatakan sebagai wacana atau sebuah mimpi. Sederhananya mimpi seorang HRD

Manajer adalah bagaimana karyawan yang ada memiliki tingkat produktivitas dan disiplin

yang tinggi, tersedianya calon – calon pemimpin yang berkualitas, kaderisasi pemimpin

yang baik, dan lain sebagainya. Kemudian mimpi tersebut dikaji kelayakannya

Jurnal ADB’S Secretary Vol.4, No.1, Januari 2015 68

berdasarkan riset lebih lanjut. Ada berbagai pendapat bagaimana melakukan perencanaan

melalui departemen sumber daya manusia.

Salah satu cara merencanakan sumber daya manusia adalah melalui 4 tahapan berikut

ini.

1. Tahap 1 yaitu menetapkan tujuan atau serangkaian tujuan.

Perencanaan dimulai dengan keputusan-keputusan tentang keinginan atau kebutuhan

organisasi atau kelompok kerja. Tanpa rumusan keinginan atau kebutuhan organisasi

yang jelas, organisasi akan menggunakan sumber daya secara tidak efektif.

2. Tahap 2 yaitu merumuskan keadaan saat ini.

Pemahaman akan posisi perusahaan saat ini dari tujuan yang hendak dicapai

adalah sangat penting. Dengan mengetahui kondisi sumber daya - sumber daya yang

tersedia saat ini untuk pencapaian tujuan termasuk informasi lainnya, setelah dianalisa,

digunakan untuk merumuskan dan menggambarkan rencana kegiatan lebih lanjut.

Kebutuhan informasi dimaksud juga meliputi keuangan dan data statistik.

Informasi-informasi yang dibutuhkan tersebut, dimungkinkan didapatkan

melalui suatu riset yang meliputi pengumpulan dan penganalisaan fakta, data, opini dan

observasi. Dengan riset ini diharapkan tujuan yang ingin dicapai benar benar

berdasarkan perhitungan yang matang dan tidak berdasarkan dugaan semata.

3. Tahap 3 yaitu mengidentifikasi segala kemudahan dan hambatan.

Setelah penetapan rencana organisasi, kegiatan berikutnya adalah melakukan

identifikasi atas segala kekuatan dan kelemahan, kemudahan dan hambatan. Kegiatan

Jurnal ADB’S Secretary Vol.4, No.1, Januari 2015 69

identifikasi dimaksudkan untuk mengukur kemampuan organisasi dalam mencapai

tujuan yang telah direncanakan. Untuk membantu organisasi mencapai tujuannya

dengan baik, perlu diketahui faktor-faktor lingkungan internal dan eksternal yang dapat

atau yang mungkin menimbulkan masalah. Kesulitan, masalah, kesempatan serta

ancaman yang mungkin terjadi merupakan antisipasi keadaan, dan hal ini merupakan

bagian esensi dari proses perencanaan.

4. Tahap 4 yaitu mengembangkan rencana atau serangkaian kegiatan untuk pencapaian

tujuan.

Tahap terakhir dalam proses perncanaan meliputi pengembangaan berbagai alternatif

kegiatan untuk pencapaian tujuan, penilaian alternatif-alternatif tersebut dan pemilihan

alternatif terbaik (paling memuaskan) diantara berbagai alternatif yang ada. Hal ini

sangat penting dilakukan untuk menyesuaikan rencana yang telah ditentukan pada

tahap 2 dengan hal-hal yang mungkin terjadi sebagaimana dilakukan pada tahap 3.

Dengan demikian perencanaan sumber daya manusia oleh Departemen Sumber Daya

Manusia untuk menciptakan motivasi pegawai termasuk sekretaris sebagai aset

perusahaan dapat dicapai dengan baik.

Setelah melakukan perencanaan sumber daya manusia melalui 4 tahap, perlu

mempertimbangkan beberapa hal sebagai berikut :

1. Tujuan perencanaan sumber daya manusia harus dihubungkan dengan program dan

kegiatan bisnis yang diemban oleh setiap unit kerja. Hal ini dimaksud agar terdapat

suatu perencanaan sumber daya manusia yang komprehensif. Strategi dan rencana

bisnis ke depan juga merupakan dasar yang sangat penting untuk menyusun

perencanaan sumber daya manusia.

Jurnal ADB’S Secretary Vol.4, No.1, Januari 2015 70

2. Kegiatan perencanaan sumber daya manusia harus dilakukan dengan mengacu pada

hasil audit sumber daya manusia dan hasil evaluasi pekerjaan. Hasil audit sumber daya

manusia dan hasil evaluasi kinerja pegawai memberikan profil dan masukan mengenai

peta kebutuhan sumber daya manusia masa depan – baik dari sisi jumlah ataupun

kualitas.

3. Penetapan persyaratan atau kualifikasi sumber daya manusia yang tepat harus

dirancang dan dipergunakan dalam rekrutmen dan seleksi. Perencanaan sumber daya

manusia yang baik juga selalu diawali dengan penetapan kualifikasi sumber daya

manusia yang jelas dan diterapkan secara konsisten dalam proses rekrutmen/seleksi.

4. Proses perencanaan sumber daya manusia harus juga disertai dengan prediksi

permintaan (demand) dan persediaan (supply) pasar tenaga kerja baik internal dan

eksternal. Perencanaan sumber daya manusia harus didasarkan pada prediksi yang

cukup akurat dan dilakukan secara berkelanjutan, termasuk mengenai pola demand dan

supply tenaga kerja.

5. Dibutuhkan sistem kontrol dan evaluasi, sekaligus sebagai umpan balik (feed back)

untuk memperbaiki perencanaan sumber daya manusia berikutnya. Sebuah organisasi

idealnya memiliki mekanisme untuk mengukur efektivitas proses perencanaan sumber

daya manusia yang dilakukannya. Umpan balik diperoleh untuk meningkatkan mutu

perencanaan sumber daya manusia di masa mendatang.

Dengan demikian nyatalah bahwa peran Departemen Sumber Daya Manusia di

dalam suatu perusahaan sangat penting. Seluruh perencanaan yang dijelaskan di atas

merupakan tugas pokok dari Departemen Sumber Daya Manusia. Bilamana tahap-tahap

dan pertimbangan-pertimbangan di atas dapat dijalankan dengan Departemen Sumber

Jurnal ADB’S Secretary Vol.4, No.1, Januari 2015 71

Daya Manusia dengan baik maka sekretaris dan pagawai pada umumnya akan termovitasi

menjadi bagian dari aset perusahaan.

PENUTUP

Masih banyak orang yang memberi pemahaman bahwa pegawai atau karyawan itu

adalah aset perusahaan. Bahkan masih ada diskusi mengenai pengertian ‘manajemen

personalia’ dan ‘manajemen sumber daya manusia’. Akan tetapi semuanya sepaham bahwa

perusahaan sangat membutuhkan pegawai atau karyawan yang mempunyai perilaku yang baik,

kinerja yang baik, dan hal baik lainnya.

Pegawai yang mempunyai hal-hal baik dapat diciptakan dengan perencanaan

manajemen sumber daya manusia melalui Departemen Sumber Daya Manusia. Perusahaan

harus merencanakan dengan jelas dan baik apa yang menjadi hak pegawai dan apa yang

menjadi kewajibannya. Dengan adanya hak dan kewajiban pegawai diatur dengan jelas akan

memberikan motivasi dan komitmen setiap pegawai untuk menambah nilai perusahaan, dan

pada akhirnya nilai perusahaan tersebut akan dinikmati oleh perusahaan dan para pegawainya.

Nilai perusahaan yang dinikmati oleh pegawai akan menjadi ikatan baik langsung

maupun tidak langsung bagi setiap individu pegawai. Ikatan ini akan menciptakan saling

membutuhkan antara perusahaan dengan pegawai, saling menjaga, saling memelihara, dan

pada akhirnya saling memiliki. Saling memiliki ini berarti akan menciptakan pegawai termasuk

sekretaris sebagai aset perusahaan.

DAFTARPUSTAKA

Akademi Sekretari dan Manajemen (ASEKMA) Don Bosco. Handbook of Modern Secretary:

Panduan Sukses Secretaris dalam Dunia Kerja Modern. Penerbit PPM. Jakarta.

2010.

Jurnal ADB’S Secretary Vol.4, No.1, Januari 2015 72

H.Malayu S.P.Hasibuan. Manajemen Dasar, Pengertian dan Masalah. PT. Toko Gunung

Agung. Jakarta. 2001

Dian Wijayanto, SPi.,M.M.,M.SE. Pengantar Manajemen. PT. Gramedia Pustaka Utama.

Jakarta. 2012

Emron Edison. Human Resource Development - Pengembangan Sumber Daya Manusia.

Alfabeta. Bandung. 2010

http://www.kamusbesar.com/2469/aset, diakses 30 Desember 2014

http://id.wikipedia.org/wiki/Aset, diakses 30 Desember 2014

http://ekonomi.kompasiana.com/wirausaha/2012/04/27/benarkah-karyawan-adalah-aset-

perusahaan-452160.html, diakses tanggal 30 Desember 2014

http://wolipop.detik.com/read/2014/03/07/080545/2518258/1133/jadi-karyawan-

berprestasi-dan-pengalaman-siap-siap-dibajak-perusahaan-lain, diakses 30

Desember 2014

http://jakartabatavia.blogspot.com/2014/03/waspada-dibajak-kerja-perusahaan-lain.html,

diakses 30 Desember 2014

Jurnal ADB’S Secretary Vol.4, No.1, Januari 2015 73

PEDOMAN PENULISAN NASKAH

1. Naskah merupakan tulisan yang bersifat ilmiah baik dari dosen, mahasiswa, pegawai

ASEKMA Don Bosco di bidang Sekretaris.

2. Naskah merupakan hasil penelitian lapangan, studi kasus, dan studi kepustakaan yang

bersifat objektif, sistematis, analitis dan deskriptif.

3. Naskah harus asli dan belum pernah dipublikasikan melalui media lainnya.

4. Kata atau istilah asing yang belum diubah menjadi kata Indonesia atau belum menjadi

istilah teknis diketik dengan huruf miring (italic).

5. Naskah diketik dalam Microsoft Word huruf Times New Roman 12, jarak baris 2 spasi,

jumlah halaman seluruhnya 14-20 lembar ukuran A4, dengan margin kiri dan bawah 3

cm, margin kanan dan atas 2.5 cm dan dikirim ke alamat redaksi.

6. Sistematika terdiri dari : Judul, Nama Penulis, Instansi, Alamat Email, ABSTRAK

(jika makalah ditulis dalam Bahasa Indonesia maka abstrak ditulis dalam Bahasa

Inggris dan demikian sebaliknya), PENDAHULUAN (latar belakang, permasalahan,

tujuan, manfaat, dan metodologi), PEMBAHASAN, PENUTUP (kesimpulan dan

saran), dan DAFTAR PUSTAKA.

7. ABSTRAK merupakan intisari (substansi) yang mencakup pendahuluan, pendekatan,

metode, hasil dan kesimpulan; ditulis dalam Bahasa Inggris/Indonesia kurang lebih

100-200 kata, dalam 1 paragraf.

8. Daftar Pustaka ditulis tanpa nomor, diurutkan secara alfabetis: Nama pengarang (tanpa

gelar). Judul (cetak miring). Penerbit. Kota. Tahun Penerbitan.

Contoh: Ignatius Wursanto. Kompetensi Sekretaris Profesional. Andi. Yogyakarta.

2004.

9. Isi naskah bukan tanggungjawab redaksi. Redaksi berhak memilih naskah dan

mengedit redaksionalnya tanpa mengubah arti.