bab ii.docx

26
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Uraian Tanaman Daun Dewa a. Klasifikasi Regnum : Plantae Divisi : Spermatophyta Sub Divisi : Angiospermae Class : Dicotyledonae Sub class : Sympetalae Ordo : Asterales Family : Asteraceae Genus : Gynura Spesies : Gynura pseudochina (L) DC (Tjitrosoepomo, 1988) b. Morfologi Merupakan terna tahunan, tumbuh tegak dengan tinggi 50 cm. batang mudah berwarna hijau, laur memanjang, dan agak tua berwarna tengguli dan bercabang banyak. Daun tunggal, bertangkai, berbentuk bulat telur sampai bulat memanjang, ujung melancip. Daun banyak muncul dibawah, agak jarang pada bagian ujung batang, dan letaknya berseling. Kedua permukaan daun berambut lembut dan berwarna putih. Permukaan atas daun berwarna hijau tua, permukaan bawah berwarna hijau muda, panjang 8-20 cm, dan lebar

Upload: aenhiequrra-althafunnisa

Post on 22-Dec-2015

13 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II.docx

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Uraian Tanaman Daun Dewa

a. Klasifikasi

Regnum : Plantae

Divisi : Spermatophyta

Sub Divisi : Angiospermae

Class : Dicotyledonae

Sub class : Sympetalae

Ordo : Asterales

Family : Asteraceae

Genus : Gynura

Spesies : Gynura pseudochina (L) DC(Tjitrosoepomo, 1988)

b. Morfologi

Merupakan terna tahunan, tumbuh tegak dengan tinggi 50 cm. batang

mudah berwarna hijau, laur memanjang, dan agak tua berwarna

tengguli dan bercabang banyak. Daun tunggal, bertangkai, berbentuk

bulat telur sampai bulat memanjang, ujung melancip. Daun banyak

muncul dibawah, agak jarang pada bagian ujung batang, dan letaknya

berseling. Kedua permukaan daun berambut lembut dan berwarna

putih. Permukaan atas daun berwarna hijau tua, permukaan bawah

berwarna hijau muda, panjang 8-20 cm, dan lebar 5-10 cm. bunga

muncul diujung batang, berbentuk bongol (kepala bunga), dan

berwarna kuning. Memiliki umbi berwarna keabuan, panjang 3-6 cm

dan lebar penampang 3 cm. Tanaman daun dewa digolongkan sebagai

herba, daun berhadapan kadang ada yang tersebar, daun tunggal tanpa

daun penumpu. Bunga dalam bongkol kecil, bunga berwarna orange

kecoklatan. Mahkota bunga berdaun lepas berbentuk lidah. Bakal buah

tenggelam dengan satu bakal biji. Tangkai putik berjumlah satu,

Page 2: BAB II.docx

kebanyakan dengan dua kepala putik. Biji tumbuh menyatu dengan

kulit buah.(Prapti Utami,2008: 29)

c. Kandungan

Kandungan kimia yang terdapat dalam daun dewa berupa flavonoid,

saponin, dan minyak atsiri. (Prapti Utami,2008: 60)

d. Manfaat

Berkhasiat sebagai antikoagulan untuk mencairkan bekuan

darah,stimulasi sirkulasi, menghentikan pendarahan, menghilangkan

panas, dan membersihkan racun. Daun dewa digunakan untuk

mengobati luka terpukul, pendarahan, batuk berdarah, muntah darah,

mimisan, infeksi kerongkongan, tidak dating haid, digigit binatang

berbisa, pembekuan darah, patah tulang dan pendarahan setelah

melahirkan. (Prapti Utami,2008: 60)

B. Uraian Tanaman Bidara Laut

a. Klasifikasi

Regnum : Plantae

Divisi : Spermatophyta

Sub Divisi : Angiospermae

Class : Dicotyledonae

Sub class : Sympetalae

Ordo : Loganiales

Family : Loganiaceae

Genus : Strychinos

Spesies : Strychnos Ligustrina

(Tjitrosoepomo, 1988)b. Morfologi

Merupakan semak dengan tinggi sekitar 2 m. batang kecil, berkayu

keras, kuat dan berwarna kuning pucat. Akar berwarna kuning sawo

matang, jika dibelah terdapat pembuluh tapis berwarna putih

Page 3: BAB II.docx

berkilauan. Semua bagian tumbuhan terutama buah dan kulit , akar,

bagian bawah pokok dan daunnya terasa pahit. (Prapti Utami,2008: 60)

c. Kandungan kimia

Kandungan kimia daun dewa berupa strikhinina dan brusina. (Prapti

Utami,2008: 60)

d. Manfaat

Bidara laut bersifat khas pahit, mendinginkan, melaancarkan peredaran

darah, membersihkan darah dan beracun. Berkhasiat sebagai

antiinflamasi, analgesic dan diaforetik untuk mengobati rematik (nyeri

persendian), malaria, radang kulit bernanah, lukaa digigit ular, obat

cacing, tonikum, membangkitkan nafsu makan, menyegarkan kulit

wajah, sakit perut, bisul(obat luar), kurap, borok, cacar, memperbaiki

pencernaan, dan membersihkan darah. (Prapti Utami,2008: 60)

C. Metode Ekstraksi

1. Maserasi

Maserasi merupakan cara penyarian yang sederhana. Maserasi

dilakukan dengan cara merendam serbuk simplisia dalam cairan

penyari. Cairan penyari akan menembus dinding seldan masuk ke

dalam rongga sel yang mengandung zat aktif, zat aktif akan larut dank

arena adanya perbedaan konsentrasi antara larutan zat aktif di dsalam

sel dengan yang diluar sel,maka larutan yang terpekat didesak keluar.

Peristiwa tersebut berulang sehingga terjadi keseimbangan konsentrasi

antara larutan diluar sel dengan larutan di dalam sel.

Maserasi digunakan untuk penyarian simplisia yang mengandung

zat aktif yang mudah larut dalam cairan penyari, tidak mengandung zat

yang mudah mengembang dalam cairan penyari, tidak mengandung

benzoin, stirak dan lain-lain.

Cairan penyari yang digunakan dapat berupa air, etanol, air-etanol,

atau pelarut lain. Bila cairan penyari digunakan air maka untuk

mencegah timbulnya kapang, dapat ditambahkan bahan pengawet,

yang diberikan pada awal penyarian.

Page 4: BAB II.docx

Keuntungan cara penyarian dengan maserasi adalah cara

pengerjaan dan peralatan sederhana dan mudah diusahakan. Kerugian

cara maserasi adalah pengerjaanya lama,dan penyariannya kurang

sempurna.

Maserasi dapat dilakukan modifikasi misalnya :

a. Digesti

Digesti adalah cara maserasi dengan menggunakan pemanasan

lemah, yaitu pada suhu 400 - 500C. Cara maserasi ini hanya dapat

dilakukan untuk simplisia yang zat aktifnya tahan terhadap

pemanasan.

Dengan pemanasan diperoleh keuntungan antara lain:

1. Kekentalan pelarut berkurang, yang dapat mengakibatkan

berkurangnya lapisan-lapisan batas.

2. Daya melarutkan cairan penyari akan meningkat, sehingga

pemanasan tersebut mempunyai pengaruh yang sama dengan

pengadukan.

3. Koefisien difusi berbanding lurus dengan suhu absolute dan

berbanding terbalik dengan kekentalan, sehingga kenaikan suhu

akan berpengaruhpada kecepatan difusi. Umumnya kelarutan

zat aktif akan meningkat bila suhu dinaikkan.

4. Jika cairan penyari mudah menguap pada suhu yang digunakan,

maka perlu dilengkapi dengan pendingin balik, sehingga cairan

akan menguap kembali ke dalam bejana.

b. Maserasi dengan Mesin Pengaduk

Penggunaan mesin pengaduk yang berputar terus-menerus,

waktu proses maserasi dapat dipersingkat menjadi 6 sampai 24

jam.

c. Remaserasi

Cairan penyari dibagi menjadi 2. Seluruh serbuk simplisia di

maserasi dengan cairan penyari pertama, sesudah dienap tuangkan

Page 5: BAB II.docx

dan diperas, ampas dimaserasi lagi dengan cairan penyari yang

kedua.

d. Maserasi Melingkar

Maserasi dapat diperbaiki dengan mengusahakan agar

cairan penyari selalu bergerak dan menyebar. Dengan cara ini

penyari selalu mengalir kembali secara berkesinambungan melalui

sebuk simplisia dan melarutkan zat aktifnya.

e. Maserasi Melingkar Bertingkat

Pada maserasi melingkar, penyarian tidak dapat dilaksanakan

secara sempurna, karena pemindahan massa akan berhenti bila

keseimbangan telah terjadi masalah ini dapat diatasi dengan

maserasi melingkar bertingkat (M.M.B), yang akan didapatkan :

Serbuk simplisia mengalami proses penyarian beberapa kali,

sesuai dengan bejana penampung. Pada contoh di atas

dilakukan 3 kali, jumlah tersebut dapat diperbanyak sesuai

dengan keperluan.

Serbuk simplisia sebelum dikeluarkan dari bejana penyari,

dilakukan penyarian dengan cairan penyari baru. Dengan ini

diharapkan agar memberikan hasil penyarian yang maksimal

Hasil penyarian sebelum diuapkan digunakan dulu untuk

menyari serbuk simplisia yang baru,hingga memberikan sari

dengan kepekatan yang maksimal.

Penyarian yang dilakukan berulang-ulang akan mendapatkan

hasil yang lebih baek daripada yang dilakukan sekalidengan

jimlah pelarut yang sama.

(Depkes RI. 1986; 12-18)

2. Perkolasi

Perkolasi adalah cara penyarian yang dilakukan dengan

mengalirkan cairan penyari melalui serbuk simplisia yang telah

dibasahi. Kekuatan yang berperan pada perkolasi antara lain: gaya

Page 6: BAB II.docx

berat, kekentalan, daya larut, tegangan permukaan, difusi, osmosa,

adesi, daya kapiler dan daya geseran (friksi). Cara perkolasi lebih baik

dibandingkan dengan cara maserasi karena:

Aliran cairan penyari menyebabkan adanya pergantian larutan

yang terjadi dengan larutan yang konsentrasinya lebih rendah,

sehingga meningkatkan derajat perbedaan konsentrasi.

Ruangan diantara serbuk-serbuk simplisia membentuk saluran

tempat mengalir cairan penyari.karena kecilnya saluran kapiler

tersebut,maka kecepatan pelarut cukup untuk mengurangi

lapisan batas,sehingga dapat meningkatkan perbedaan

konsentrasi.

a. Reperkolasi

Untuk menghindari kehilangan minyak atsiri pada

pembuatan sari,maka cara perkolasi diganti dengan cara

reperkolasi. Pada perkolasi dilakukan pemekatan sari dengan

pemanasan pada reperkolaso tidak dilakukan pemekatan.

Reperkolasi dilakukan dengan cara sinplisia dibagi dalam beberapa

percolator.

b. Perkolasi Bertingkat

Dalam proses perkolasi biasa,perkolat yang dihasilkan tidak

dalam kadar yang maksimal. Selama cairan penyari melakukan

penyarian serbuk simplisia , maka terjaji aliran melalui lapisan

serbuk dari atas sampai ke bawah disertai pelarutan zat aktifnya.

Proses poenyaringan tersebut aakan menghasilkan perkolat yang

pekat pada tetesanm pertama dan terakhir akan diperoleh perkolat

yang encer. Untuk memperbaiki cara perkolasi tersebut dialkukan

cara perkolasi bertingkat. Serbuk simplisia yang hampir tersari

sempurna sebelum dibuang, disari dengan cairan penyari ang baru.

Hal ini diharapkan gar serbuk simplisia tersebut dapat tersari

Page 7: BAB II.docx

sempurna. Sebaliknya sewrbuk simplisia yang baru disari dengan

perkolat yang hampir jenuh, dengan denikian akan diperoleh

perkolat akhir yang jernih. Perkolat dipisahkan dan dipekatkan.

Cara ini cocok bila digunakan untuk perusahaan obat

tradisional,termasuk perusahaan yang memproduksi sediaan

galenik. Agar dioperoleh cara yang tepat, perlu dilakukan

percobaan pendahuluan. Dengan percobaan tersebut dapat

ditetapkan:

1. Jumlah percolator yang diperlukan

2. Bobot serbuk simplisia untuk tiap kali perkolasi

3. Jen

4. isi cairan penyari

5. Jumlah cairan penyari untuk tiap kali perkolasi

6. Besarnya tetesan dan lain-lain.

Percolator yang digunakan untuk cara perkolasi ini agak

berlainan dengan percolator biasa. Percolator ini harus dapat diatur,

sehingga:

a. Perkolat dari suatu percolator dapat dialirkan ke percolator

lainnya.

b. Ampus dengan mudah dapat dikeluarkan.

Percolator diatur dalam suatu deretan dan tiap percolator

berlaku sebagai percolator pertama (DepKes RI.1986; 18-26).

3. Soxhletasi

Pada proses isolasi menggunakan metode sokletasi. Pada

metode sokletasi ini bahan yang akan diekstraksi berada pada sebuah

kantung ekstraksi (kertas, karton, dan sebagainya). Di dalam sebuah

alat ekstraksi dari gelas yang bekerja kontinu (perkolator). Wadah

gelas yang mengandung kantung diletakkan di antara labu suling dan

suatu aliran balik dan dihubungkan dengan melalui pipa pipet. Labu

tersebut berisi pelarut, yang menguap dan mencapai ke dalam

pendingin aliran balik melalui pipa pipet, dia berkondensasi di

Page 8: BAB II.docx

dalamnya, menetes ke atas bahan yang diekstraksi dan membawa

keluar bahan yang diekstraksi. Larutan berkumpul di dalam wadah

gelas dan setelah mencapai tinggi maksimal secara otomatis ditarik ke

dalam labu, dengan demikian zat yang terekstraksi tetimbun melalui

penguapan kontinu dari bahan pelarut murni.

Pada cara ini orang membutuhkan bahan pelarut yang sangat

sedikit juga ekstrak secara terus-menerus diperbaharui artinya

dimasukkan bahan pelarut bebas bahan aktif (pembaharuan terus-

menerus dari perbedaan konsentrasi). Keburukannya tentu saja

disebabkan, bahwa dibutuhkan suatu ekstraksi beberapa jam pada

umumnya dan dengan demikian kebutuhan energinya tinggi (listrik)

selanjutnya ekstrak dipanaskan dalam bagian tengah alat, yang

langsung berhubungan dengan labu, darinya bahan pelarut diuapkan.

Pemanasan yang bergantung dari lama ekstraksi, terutama dari titik

didih bahan yang digunakan, dapat bekerja negatif terhadap bahan

tumbuhan yang peka terhadap suhu (glikosida, alkaloida).

Adapun cara kerja sokletasi yaitu pertama-tama yang harus

dilakukan adalah serbuk sampel dibungkus dengan kertas saring atau

tempat tertentu. Kemudian dimasukkan ke dalam alat soklet. Pelarut

etanol ditambahkan dari bagian atas sampai tumpah ke dalam labu.

Ditambahkan pelarut lagi kira-kira sampai setengahnya. Labu yang

sudah berisi pelarut tersebut dipanaskan pada suhu tertentu sampai

mendidih. Pada proses ini uap pelarut akan naik dan bersentuhan

dengan kondensor. Dimana uap akan terkondensasi dan menetes di

atas sampel dan selanjutnya merendam sampel tersebut. Selama proses

ini serbuk sampel akan terekstraksi. Apabila ekstrak sudah sampai

pada batas “pipa u” maka ekstrak akan turun ke labu dan akan

mendidih kembali. Proses ini akan berjalan kontinu sampai semua

ekstrak terekstraksi (DepKes RI. 1986)

Page 9: BAB II.docx

4. Refluks

Cara ini termasuk cara ekstraksi berkesinambungan. Bahan yang

akan diekstraksi direndam dalam cairan penyari dalam labu alas bulat

yang dilengakapi dengan pendingin tegak, kemudian dipanaskan

sampai mendidih lalu cairan penyari akan menguap, uap tersebut akan

diembunkan oleh pendingin tegak dan turun kembali menyari zat aktif

dalam simplisia demikian seterusnya. Ekstraksi secararefluks biasanya

dilakukan selama 3x4 jam.

Sampel yang biasanya diekstraksi dengan metode refluks adalah

yang mempunyai komponen kimia yang tahan terhadap pemanasan

dan mempunyai tekstur yang keras seperti akar, batang, buah/biji dan

herba. Sampel atau bahan yang akan diekstraksi ditimbang kemudian

dimasukkan ke dalam labu alas bulat dan diisi dengan cairan penyari

yang sesuai misalnya methanol sampai serbuk simplisia terendam

kurang lebih 2 cm di tas permukaan simplisia, atau 2/3 volume labu,

kemudian labu alas bulat dipasang kuat pada statif dan ditempatkan

diatas water bath atau heating mantel lalu dipasang kondensor pada

labu alas bulat yang dikuatkan dengan klem dan statif. Aliran air dan

pemanas dijalankan sesuai dengan suhu pelarut yang digunakan.

Setelah 4 jam dilakukan penyaringan, filtrat ditampung di dalam

wadah penampung dan ampasnya ditambah lagi dengan pelarut dan

dikerjaklan seperti semula. Ekstraksi dilakukan 3-4 jam. Filtrat yang

diperpoleh dikumpulkan dan dipekatkan dengan rotavapor.

Keuntungan dari metode ini adalah digunakan untuk

mengekstraksi sampel-sampel yang mempunyai tekstur kasar dan

tahan pemanasan langsung. Kerugiannya adalah membutuhkan

volume total pelarut yanf besar dan sejumlah manipulasi dari operator.

(Sastromihardjojo, Hardjono ;65-67).

5. Destilasi Uap Air

Destilasi uap dapat dipertimbangkan untuk menyari serbuk

simplisia yang mengandung komponen yang mempunyai titik didih

Page 10: BAB II.docx

tinggi pada tekanan udara normal. Pada pemanasan biasa

kemungkinan akan terjadi kerusakan zat aktifnya. Untuk mencegah

hal tersebut maka penyarian dilakukan dengan destilasi uap.

Dengan adanya uap air yang masuk, maka tekanan

kesetimbangan uap zat kandungan akan diturunkan menjadi sama

dengan tekanan bagian di dalam suatu sistem sehingga produk akan

terdestilasi dan terbawa oleh uap air yang mengalir. Destilasi uap

bukan semata-mata suatu proses penguapan pada titik didihnya, tetapi

suatu perpindahan massa ke suatu media yang bergerak. Uap jenuh

akan membasahi permukaan bahan, melunakkan jaringan dan

menembus ke dalam dan zat aktif akan pindah ke rongga uap air yang

aktif dan selanjutnya akan pindah ke ruang uap yang bergerak melalui

antar fasa. Proses ini disebut hidrodifusi. (DepKes RI. 1986; 29-28)

6. Ekstraksi Cair-Cair

Proses pemisahan secara ekstraksi dilakukan jika campuran

yang akan dipisahkan berupa larutan homogen (cair – cair) dimana

titik didih komponen yang satu dengan komponen yang lain yang

terdapat dalam campuran hampir sama atau berdekatan. Pada proses

pemisahan secara ekstraksi , face cairan II segera terbentuk setelah

sejumlah massa solven ditambahkan kedalam campuran (ciaran I) yang

akan dipisahkan. Sebeelum campuran dua fase dipisahkan meenjadi

produk ekstrak dan produk rafinat, suatu uasah harus dilakukan dengan

mempertahankan kontak antara face cairan I dengan fase cairan II

sedemikian hingga pada suhu dan tekanan tertentu campuran dua fase

berada dalam kesetimbangan.

Jika antara solven dan diluen tidak saling melarutkan, maka

sistem tersebut dikenal sebagai Ekstraksi Insoluble Liquid. Tetapi

antar solven dan diluen sedikit saling melarutkan disebut Ekstraksi

Soluble Liquid. Sebagai tenaga pemisah, solven harus memenuhi

kriteria berikut:

Page 11: BAB II.docx

1. Daya larut terhadap solute cukup besar

2. Sama sekali tidak melarutkan diluen atau hanya sedikit melarutkan

diluen

3. Antara solvent dengan diluen harus mempunyai perbedaan density

yang cukup

4. Antara solvent dengan solute harus mempunyai perbedaan titik

didih atau tekanan uap murni yang cukup

5. Tidak beracun

6. Tidak beraksi baik terhadap solute maupun diluen

7. Murah, mudah didapat

(DepKes RI. 1986)

D. Identifikasi dengan KLT

Diantara berbagai jenis teknik kromatografi, kromatografi lapis

tipis (KLT) adalah yang paling cocok untuk analisis obat laboratorium

farmasi. Metode ini hanya memerlukan investasi yang kecil untuk

perlengkapan, menggunakan waktu yang sangat singkat untuk

menyelesaikan analisis (15 – 60 menit), dan memerlukan jumlah cuplikan

yang sangat sedikit (kira-kira 0,1 g). Selain itu hasil palsu yang disebabkan

oleh komponen sekunder tidak mungkin terjadi, kebutuhan ruangan

minimum, dan penanganannya sederhana.

Kromatografi lapis tipis ialah metode pemisahan fisikokimia.

Lapisan yang memisahkan, yang terdiri dari bahan berbutir-butir (fase

diam), ditempatkan pada penyangga berupa pelat gelas, logam, atau

lapisan yang cocok. Campuran yang akan dipisah, berupa larutan,

ditotolkan berupa bercak atau pita (awal). Setelah pelat atau lapisan

ditaruh didalam benjana tertutup rapat yang berisi larutan pengembang

yang cocok (fase gerak), pemisahan terjadi selama permabatan kapiler

(pengembangan). Selanjutnya, senyawa yang tidak berwarna harus

ditampakkan (dideteksi).

Page 12: BAB II.docx

Untuk campuran yang tidak diketahui, lapisan pemisah (sifat

penjerap) dan sistem larutan pengembang harus dipilih dengan tepat

karena keduanya berkerja sama untuk mencapai pemisahan. Selain itu hal

yang juga penting adalah memilih kondisi kerja optimum dan meliputi

sifat pengembangan, atmosfer benjana, dan lain-lain. (Egon Stahl, 1985 ;

3-4)

E. Identifikasi Komponen Kimia

1. Senyawa fenol

Cara klasik untuk mendeteksi senyawa fenol secara sederhana

aialah dengan menambahkan larutan besi (III) klorida 1% dalm air atau

etanol kepada larutan cuplikan, yang menimbulkan awrna hijau, merah

ungu, biru atau hitam kuat. Cara ini yang dimodifikasi dengan

menggunakan campuran segar larutan besi (III) klorida 1% dalam air dan

kalium heksasianoferat (III) 1%, masih tetap diguanakn sebagai cara

umum untuk mendeteksi senyawa fenol pada kromatogram kertas. Tetapi

kebanyakan senyawa fenol (terutama flavanoid) dapat dideteksi oada

kromatogram berdasarkan warnanya atu fluoresensinya di bawah lampu

UV, warnanya diperkuat atau berubah bila diuapi amoniak. Pigmen

fenolik berwarna dan warananya ini dapat terlihat ; jadi, mudah disimak

(dipantau) selama proses isolasi dan pemurnian.

Semua senyawa fenol merupakan senyawa aromatik sehingga

semuanya menunjukkan serapan kuat di daerah spektrum UV, selain itu

secara khas senyawa fenol menunjukkan geseran batokrom pad

spektrumnya bila ditambahkan basa. Karena itu, secara spektrometri

penting, terutama untuk identifikasi dan analisis kuantitatif senyawa

fenol (J.B. Harborne; 49).

2. Senyawa terpenoid

enam satuan isoprena dan secara biosintesis diturunkan dari hidrokarbon

C30 asiklik, yaitu skualena. Senyawa ini berstruktur siklik yang nisbi

rumit, kebanyakan berupa alkohol, aldehida, atau asam karboksilat.

Page 13: BAB II.docx

Mereka berupa senyawa tanwarna, berbentuk kristal, sering kali bertitik

leleh tinggi dan aktif optik, yang umumnya sukar dicirikan karena tak

ada kereaktifan kimianya. Uji yang banyak digunakan ialah reaksi

Lieberman-Burchad (anhidrida asetat-H2SO4 pekat) yang dengan

kebanyakan teiterpena dan sterol memberikan warna hijau-biru (J.B.

Harborne; 147).

3. Senyawa alkaloid

Pada umumnya, alkaloid mencakup senyawa bersifat basa

yangmengandung satu ataulebih atau nitrogen, biasanya dalam gabungan,

sebagai bagian dari sistem siklik. Alkaloid sering kali beracun bagi

manusia dan banyak yang mempunyai kegiatan fisiologi yang menonjol:

jadi digunakan secara luas dalam bidang pengobatan. Alkaloid biasanya

tanwarna, sering kali bersifat optis aktif, kebanyakan berbentuk kristal

tetapi hanya sedikit yang berupa cairan (misalnya nikotin) pada suhu

kamar. (J.B. Harborne ;235)

Ekstrak yang telah dipekatkan diteteskan dengan NH4OH pekat

untuk mengendapkan alkaloid. Kumpulkan endapan dengan pemusingan,

cuci dengan NH4OH 1%. Larutkan sisa dalam beberapa tetes etanol atau

kloroform. Kromatografi sebagian larutan pada kertas-dapar sitrat dalam

n-butanol-larutan asam sitrat dalam air. Kromatografi sebagian lain pada

pelat silika gel G dala metanol-NH4OH pekat (200:3). Deteksi adanya

alkaloid pada kertas dan pelat, mula-mula dengan suhu resensi di bawah

sinar UV, kemudian menggunakan 3 penyemprot: pereaksi dragendorff,

iodoplatinat dan Marquis. Harga Rf dan warna dari 12 alkaloid yan paling

umum ditunjukkan pada tabel di bawah ini.

Page 14: BAB II.docx

(J.B.Harborne; 239).

4. Senyawa flavanoid

a. Flavonoid minor

1. Khalkon

Khalkon adalah pigmen fenol kuning yang berwarna

cokelat kuat dengan sinar UV bila di kromatografi kertas;

bila kertas diuapi dengan uap amonia warna mungkin

berubah menjadi jerau kuat, walaupun beberapa khalkon

tidak memberikan reaksi seperti. KLT dapat dilakukan pada

silika gel memakai dapar Natrium asetat dan pengembang

benzena-etil asetat-asam formiat(9:7:4)

2. Auron

Senyawa ini tampak pada kromatogram kertas berupoa

bercak kuning. Dengan sinaUVberwarna kuning murup

kuat dan berubah menjadi merah Jingga murup bila diuapi

amonia.

3. Flavonon

Beberapa flavon berwarna hijau-kuning murup atau biru

muda pada kertas bila disinari dengan sinar UV dan diuapi amonia.

Alkaloid

Rf (x 100) pada

Di bawah sinar UV

Penampak bercak yang dianjurkan

Spektrum maks (nm) dalam H2SO4 0,1 M

Kertas KLT

SitisinaNikotinTomatinaMorfina SolaninaKodeinBerberinaStrikninaTebainaAtropinKuininyaKoniina

030708141516253032374656

325762345235072241185226

BiruMenyerapTak tampakMenyerapTak tampakMenyerapFluoresensi kuning

Menyerap

Biru terangTak tampak

Dragendorff

Iodoplatinat

Marquis

Iodoplatinat

303260

284

284228254284228250268

Page 15: BAB II.docx

Pada pelat KLT dengan menyemprotkan pertama kali dengan

memakai larutan Natrium borohidrida (kira-kira 1%) dalam

alkohol dan kemudian disemprotkan lagi denga larutan Natrium

klorida dalam etanol.

4. Dihidrokhalkion

Mereka dideteksi dengan menyemprot kertas dengan p-

nitroanilina yang terdiasotasi dan dengan AlCl3 dalam alkohol.

Floridzin menghasilkan warna merah jingga dengan pereaksi

pertama dan fluoresens kehijauan yang kuat dengan pereaksi

kedua.

5. Isoflavon

Beberapa isoflavon memberikan warna biru muda

cemerlang dengan sinar UV bila diuapi dengan amoniak, tetapi

kebanyakan yang lain tampak sebagai bercak lembayung pudar

yang dengan amoniak berubah menjadi cokelat pudar

b. Xanton

Dengan KLT pada silika gel memakai klorofom-asam asetat

(4:1), kloroform-benzena (7:3), atau kloroform-etil asetat(berbagai

perbandingan). Mereka dapat dideteksi memakai sinar UV yang

mnghasilksn warna dengan atau tanpa amoniak atau dengan

penyemprot fenol umum.

c. Stilbena

Dengan sinar UV stilbena berfluoreasensi lembayung kuat

yang berubah Menjadi biru bila diuapi amonia, serapan maksimumnya

ada apda kira-kira 300nm dan dapat dipisahkan dengan kromatografi

kertas atau KLT.

(J.B.Harborne; 239).

Page 16: BAB II.docx

F. Brine Shrimp Lethality Test (BST)

Brine Shrimp Lethality Test (BST) merupakan salah satu metode

skrining untuk menentukan ketoksikan suatu ekstrak ataupun senyawa.

Metode ini juga sering digunakan untuk bioassay dalam usaha mengisolasi

senyawa toksik tersebut dari ekstrak. Pertama kali metode ini digunakan

untuk menentukan keberadaan residu insektisida seperti DDT, Parathion,

Dieldrin, dan lain-lain, serta menentukan potensi senyawa anestetik. Metode

ini kemudian berkembang sebagai salah satu metode “bioassay” dalam

mengisolasi senyawa aktif yang terdapat dalam suatu ekstrak tanaman, karena

metode ini ternyata peka, cepat, sederhana, dan dapat diulang tanpa terjadi

penyimpangan. Lebih jauh lagi bahwa bioassay ini sering dikaitkan sebagai

metode dalam isolasi senyawa antikanker dari tumbuhan. (Subagus

Wahyuono 1995, 108).

Uji toksisitas dengan metode BST ini merupakan uji toksisitas akut

dimana efek toksik dari suatu senyawa ditentukan dalam waktu singkat, yaitu

rentang waktu selama 24 jam setelah pemberian dosis uji. Metode ini

menggunakan larva Artemia salina Leach sebagai hewan coba.

Prosedurnya dengan menentukan nilai LC 50 dari aktivitas komponen

aktif tanaman terhadap larva Artemia salina Leach. Suatu ekstrak dikatakan

toksik berdasarkan metode BST jika harga LC < 1000 μg/ ml.22 Penelitian

Carballo dkk menunjukkan adanya hubungan yang konsisten antara toksisitas

dan letalitas Brine shrimp pada ekstrak tanaman. Metode BST dapat

dipercaya untuk menguji aktivitas farmakologis dari bahan-bahan alami.

Apabila suatu ekstrak tanaman bersifat toksik menurut harga LC 50 dengan

metode BST, maka tanaman tersebut dapat dikembangkan sebagai obat anti

kanker. Namun, bila tidak bersifat toksik maka tanaman tersebut dapat diteliti

kembali untuk mengetahui khasiat lainnya dengan menggunakan hewan coba

lain yang lebih besar dari larva Artemia salina seperti mencit dan tikus secara

in vivo. (Robby Cahyadi 2009, 10).

Page 17: BAB II.docx