keperawatan gawat darurat ii.docx

38
KEPERAWATAN GAWAT DARURAT II LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASKEP KRITIS “CORONARY ARTERY BYPASS GRAFT (CABG)” Dosen : Ns.Arif Adi Setiawan S.Kep.,CPT Disusun Oleh : Nama : Veni Arizah NIM : 04.11.2923 Kelas : C / Kp / VII KONSENTRASI INSTALASI GAWAT DARURAT PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN SURYA GLOBAL YOGYAKARTA

Upload: fikri-alfarobi

Post on 17-Jul-2016

136 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

KEPERAWATAN GAWAT DARURAT II

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASKEP KRITIS

“CORONARY ARTERY BYPASS GRAFT (CABG)”

Dosen : Ns.Arif Adi Setiawan S.Kep.,CPT

Disusun Oleh :

Nama : Veni Arizah

NIM : 04.11.2923

Kelas : C / Kp / VII

KONSENTRASI INSTALASI GAWAT DARURAT

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN

SURYA GLOBAL

YOGYAKARTA

2014

LAPORAN PENDA H ULUAN

A. Coronary Artery Bypass Graft (CABG)

1. Definisi

Arteri koroner adalah serabut pembuluh darah yang memasok oksigen dan nutrien

ke otot jantung. Lama-kelamaan arteri akan tersumbat oleh lemak dan kolesterol yang

menumpuk. Akibatnya, jantung tidak mendapatkan pasokan darah yang memadai

sehingga menimbulkan penyakit jantung iskemik atau penyakit arteri koroner

(Coronary Artery Disease, CAD).

Coronary Artery Bypass Graft merupakan salah satu metode revaskularisasi yang

umum dilakukan pada pasien yang mengalami atherosklerosis dengan 3 atau lebih

penyumbatan pada arteri koroner atau penyumbatan yang signifikan pada Left Main

Artery Coroner (Chulay&Burns, 2006).

Secara sederhana, CABG adalah operasi pembedahan yang dilakukan dengan

membuat pembuluh darah baru atau bypass terhadap pembuluh darah yang tersumbat

sehingga melancarkan kembali aliran darah yang membawa oksigen untuk otot

jantung yang diperdarahi pembuluh tersebut.

2. Etiologi

Penyakit Jantung Koroner pada mulanya disebabkan oleh penumpukan lemak

pada dinding dalam pembuluh darah jantung (pembuluh koroner), dan hal ini lama

kelamaan diikuti oleh berbagai proses seperti penimbunan jarinrangan ikat,

perkapuran, pembekuan darah, yang kesemuanya akan mempersempit atau

menyumbat pembuluh darah tersebut. Hal ini akan mengakibatkan otot jantung di

daerah tersebut mengalami kekurangan aliran darah dan dapat menimbulkan berbagai

akibat yang cukup serius, dari Angina Pectoris (nyeri dada) sampai Infark Jantung,

yang dalam masyarakat di kenal dengan serangan jantung yang dapat menyebabkan

kematian mendadak.

Beberapa faktor resiko terpenting penyakit jantung koroner :

a. Kadar kolesterol total dan LDL tinggi.

b. Kadar kolesterol ADL rendah

c. Hipertensi

d. Merokok

e. Diabetes mellitus

f. Kegemukan

g. Riwayat penyakit jantung dalam keluarga

h. Stress

3. Manifestasi Klinik Jantung Koroner

a. Sesak nafas mulai dengan nafas yang terasa pendek sewaktu melakukan aktifitas

yang cukup berat yang biasanya tak menimbulkan keluhan. Makin lama sesak

makin bertambah, sekalipun melakukan aktifitas ringan

b. Klaudikasio intermiten, suatu perasaan nyeri dan keram di ekstremitas bawah,

terjadi selama atau setelah olahraga peka terhadap rasa dingin.

c. Perubahan warna kulit

d. Nyeri dada kiri seperti di tusuk-tusuk atau di iris-iris menjalar ke lengan kiri

e. Nyeri dada serupa dengan angina tetapi lebih intensif dan lama serta tidak

sepenuhnya hilang dengan istirahat ataupun pemberian nitrogliserin

f. Dada rasa tertekan seperti di tindih benda berat, rasa tercekik

g. Rasa nyeri kadang di daerah epigastrium dan bisa menjalar ke punggung

h. Rasa nyeri hebat sekali sehingga penderita gelisah, takut, berkeringat dingin dan

lemas.

4. Patofisiologi Jantung Koroner

Pada keadaan normal terdapat keseimbangan antara aliran darah arteri koronaria

dengan kebutuhan miokard. Pada CAD menunjukkan ketidakseimbangan antar aliran

darah arterial dan kebutuhan miokardium.

Keseimbangan ini dipengaruhi oleh :

Aliran darah koroner

Kepekaan miokardium terhadap iskhemik

Kadar oksigen dalam darah

Aliran darah arterial yang berkurang hampir selalu disebabkan oleh

arteriosklerosis.Arteriosklerosis menyebabkan penimbunan lipid dan jaringan fibrosa

dalam arteria koronaria sehingga secara progresif mempersempit lumen pembuluh

darah. Bila lumen menyempit maka resistensi terhadap aliran darah akan meningkat

dan membahayakan aliran darah miokardium. Bila penyakit ini semakin lanjut, maka

penyempitan lumen akan diikuti perubahaan vaskuler yang mengurangi kemampuan

pembuluh untuk melebar.Dengan demikian keseimbangan antara suplai dan

kebutuhan oksigen genting, membahayakan myokardium distal dan daerah lesi. Lesi

yang bermakna secara klinis, yang dapat menyebabkan iskemi dan disfungsi

miokardium biasanya menyumbat lebih dari 75 % lumen pembuluh darah. Langkah

akhir proses patologis yang menimbulkan gangguan klinis dapat terjadi dengan cara

berikut :

a. Penyempitan lumen progresif akibat pembesaran plak

b. Perdarahan pada plak ateroma

c. Pembentukan trombus yang diawali agregrasi trombosit

d. Embolisasi trombus / fragmen plak

e. Spasme arteria koronaria

Lesi-lesi arteroskleosis biasanya berkembang pada segmen epikardial proksimal dari

arteria koronaria yaitu pada temapat lengkungan yang tajam, percabangan atau

perlekatan. Pada tahap lebih lanjut lesi-lesi yang tersebar difus menjadi menonjol.

5. Operasi Coronary Artery Bypass Grafting (CABG)

Coronary Artery Bypass Grafting, atau Operasi CABG, adalah teknik yang

menggunakan pembuluh darah dari bagian tubuh yang lain untuk memintas (melakukan

bypass) arteri yang menghalangi pemasokan darah ke jantung. CABG bertujuan untuk

membuat rute dan saluran baru pada arteri yang terbendung sehingga oksigen dan nutrisi

dapat mencapai otot jantung. Vena kaki atau arteri mamari (payudara) internal bisa

digunakan untuk operasi bypass. Operasi ini membantu memulihkan aliran darah yang

normal ke otot jantung yang tersumbat. Pada operasi bypass, pembuluh cangkok baru,

yaitu arteri atau vena sehat yang diambil dari kaki atau tungkai (vena saphena), lengan

(arteri brakialis atau radialis), atau dada pasien, kemudian diambil lewat pembedahan dan

dijahitkan ke sekeliling bagian yang tersumbat. Pembuluh cangkok ini memasok darah

beroksigen ke bagian jantung yang membutuhkannya, sehingga "mem-bypass" arteri

yang tersumbat dan memulihkan aliran darah ke otot jantung.

CABG dilakukan dengan membuka dada dengan pemotongan tulang dada untuk

kemudian menguakkan bagian kanan dan kiri dada sedemikian sehingga jantung dapat

terlihat secara nyata. Sudah tentu banyak jaringan-jaringan dan alat-alat harus dipisahkan

dulu sebelum sampai menjamah jantung. Dokter Spesialis Bedah Jantung akan

memastikan kembali hasil kateterisasi yang menunjukkan penyempitan. Setelah itu

barulah memasang pembuluh darah baru yang diambil dari kaki, tangan atau pembuluh

yang memperdarahi mamae tadi melewati tempat penyempitan. Sebelum menutup

kembali rongga dada lapis demi lapis, diadakan pengujian terhadap graft yang dipasang,

kalau-kalau ada kebocoran atau pendarahan baik pada pangkal maupun ujung.

6. Indikasi

Pasien yang mendapatkan manfaat dari operasi CABG adalah mereka yang menderita

penyumbatan arteri, khususnya yang menyangkut ketiga arteri koroner yang

menyebabkan kerusakan otot jantung dan bagi pasien

yang mengalami penyempitan ulang setelah dilakukan PTCA (Percutanous Ballon

Angioplasty). Sasaran operasi bypass adalah mengurangi gejala penyakit arteri koroner

(termasuk angina), sehingga pasien bisa menjalani kehidupan yang normal dan

mengurangi risiko serangan jantung atau masalah jantung lain.

Indikasi CABG menurut AHA:

a. Indikasi CABG tanpa gejala / angina ringan.

Kelas I :

1) Stenosis Leaft Mean Coronaty Artery yang signifikan.

2) Leaft mean equivalen (stenosis signfikan 70% dari LAD proximal dan LCX

proximal).

3) Three Vessel Desease ( angka harapan hidup lebih besar dengan fungsi LV EF

50%).

Kelas II

1) Stenosis LAD proximal dengan satu atau dua vessel desease.Akan menjadi

kelas satu jika terdapat iskimic berdasarkan pemeriksaan non invasive atau

LV EF 50%.

2) Satu atau dua vessel disease tidak pada LAD.

Bila terdapat didaerah miocardium variabel yang besar berdasar kriteria resiko

tinggi dari hasil pemeriksaan non invasive akan menjadi kelas satu.

b. Indikasi CABG untuk angina stabil.

Kelas I

1) Stenosis Leaft Mean Coronary Artery yang signfikan.

2) Leaft Mean Equivalen stenosis 70% dari LAD proximal dan LCX proximal.

3) Three Veseel Disease (dengan harapan hidup lebih besar dengan fungsi LV

terganggu misalnya LV EF 50%)

4) Two Vssel Disease dengan stenosis LAD proximal LV EF 50% atau terdapat

iskemic pada pemeriksaan non invasive.

5) Satu atau dua Vessel Desease LAD yang signfikan tetapi terdapat daerah

miokardium variabel yang besar dan trmasuk kriteria cukup tinggi dari

pemeriksaan non invasive.

6) Angina refraktur terhadap pengobatan yang maksimal.

Kelas II

1) Stenosis LAD proximal dengan satu Vessel deaseases.

2) Satu atau dua vessel desease tanpa stenosis LAD proximal yang signfikan.

Kelas III

1) Satu atau dua vessel desease tanpa LAD yang signfikan.

2) Stenosis coronary pada ambang batas (50-60% diameter pada lokasi non Left

Mean Artery) dan tidak terdapat iskemic pada pemeriksaan non invasive.

c. Indikasi CABG untuk Unstable Angina / Non Q Wave MI.

Kelas I

1) Stenosis Leaft Mean Coronary yang signfikan.

2) Leaft Mean Equivalen.

3) Iskemic yang mengancam dan tidak responsive terhadap terapi non bedah

yang maksimal.

Kelas IIA.

Stenosis LAD proximal dengan satu atau dua vessel desease

Kelas IIB

Satu atau dua vessel deasease tidak pada LAD.

d. Indikasi CABG pada ST Segmen elevation Q wave MI

Kelas I

Kelas IIA

Iskemic yang mengancam atau infark yang tidak responsive pada terapi non

bedah yang maksimal.

Kelas IIB

1) Gagal pompa ventrikel kiri yang progresif dengan stenosis koroner yang

mengancam daerh miokardium.

2) Untuk referfusi untuk jam-jam pertama (6-12 jam pada STEMI).

Kelas III

Untuk referfusi primer lambat (>12 jam) pada STEMI tanpa iskemic yang

mengancam.

e. Indikasi CABG pada fungsi ventrikel kiri yang buruk.

Kelas I

1) Stenosis Leaft Mean Coronary Artery yang signfikan.

2) Leaft Mean Equivalen: Stenosis signfikan 70% dari LAD proximal dan LCX

proximal.

3) Stenosis LAD proximal dengan dua atau tiga vessel desease .

Kelas II

Fungsi LV yang memburuk dengan area miokardium viable terevascularisasi

tanpa adanya perubahan atau kelainan anatomis.

Kelas III

Fungsi LV buruk tanpa adanya tanda dan gejala iskemic intermitten dan

tanpa adanya daerah miokardium yang viable dan terevascularisasi.

f. Indikasi CABG pada Aritmia ventrikel yang mengancam jiwa.

Kelas I

1) Stenosis pada Left Mean Coronary Artery.

2) Three Vessel Desease.

Kelas IIA

1) Satu atau dua vessel deasese yang bisa dilakukan bypass.

Akan menjadi kelas satu bila terdapat iskemic berdasarkan pemeriksaan non

invasive atau LV EF <50%.

Jika terdapat miokardium yang besar dan termasuk kriteria resiko tinggi

dari hasil pemeriksaan non invasive akan menjadi kelas I.

2) Stenosis LAD proximal dengan satu atau dua vessel desease.

Kelas III

Takikardi ventrikel tanpa skore dan tanpa bukti ada iskemic.

g. Indikasi CABG pada pasca kegagalan PTCA.

Kelas I

1) Iskemic yang mengancam atau oklusi pada area miokard yang signfikan.

2) Hemodinamic yang tidak stabil.

Kelas IIA

1) Benda asing pada lokasi anatomis yang penting.

2) Hemodinamik yang tidak stabil pada pasien dengan kelainan sistem koagulasi dan

tidak memiliki riwayat sternotomi.

Kelas IIB

Hemodinamik yang tidak stabil pada pasien dengan kelainan sistem koagulasi dan

memiliki riwayat sternotomi.

Kelas III

1) Tidak iskemic.

2) Revaskularisasi yang gagal oleh karena keadaan anatomi atau miokardiumyang

tidak viable lagi.

h. Indikasi CABG pada pasien dengan riwayat CABG.

Kelas I

Angina Refraktur terhadap pengobatan non invasive maksimal.

Kelas IIA

Stenosis yamg nyata pada coroner distal yang memungkinkan dilakukan

bypass dengan daerah miokardium yang besar yang terancam pada

pemeriksaan.

Kelas IIB

Iskemic pada daerah distribusi non LAD dengan graft arteri mamari interna paten ke

LAD yang memperdarahi area miokardium fungsional dan tanpa usaha pengobatan

medikal mentosa atau revaskularisasi percutan yang agresif.

7. Kontraindikasi

Adapun kontraindukasi CABG secara mutlak tidak ada,tetapi secara relatif CABG

dikontraindikasikan bila terdapat berbagai faktor yang akan memperberat atau

meningkatkan resiko selama dan sesudah operasi, seperti:

a. Faktor usia yang sudah sangat tua.

b. Pasien dengan penyakit pembuluh darah koroner kronik akibat diabetes mellitus

dan EF yang sangat rendah <15%.

c. Sklerosis aorta yang berat

d. Struktur arteri koroner yang tidak mungkin untuk disambung

8. Teknik operasi CABG

Ada 2 teknik yang digunakan pada operasi CABG yaitu on pump dan off pump.

Masing-masing teknik memiliki kekurangan dan kelebihan masing-masing.

a. Teknik operasi on pump

Pada operasi on pump prosedur dijalankan menggunakan alat mekanis

mesin jantung paru. Mesin jantung paru memungkinkan lapangan operasi yang

bebas darah sementara perfusi tetap dapat dipertahankan untuk jaringan dan organ

lain di tubuh. Pintasan jantung paru dilakukan dengan memasang kanula di atrium

kanan dan vena kava untuk menampung darah dari tubuh. Kanula kemudian

dihubungkan dengan tabung yang berisi cairan kristaloid isotonic. Darah vena

yang diambil dari tubuh disaring, di oksigenasi, dijaga temperatunya kemudian

dikembalikan ke tubuh. Kanula yang mengembalikan darah ke tubuh dimasukkan

ke aorta ascenden.

Selanjutnya untuk membuat jantung arrest diberikan cairan cardioplegia

yang formulanya tinggi kalium, mengandung dekstrose, buffer pH,

hiperosmolalitas, dan anastesi lokal. Rute pemberiannya bisa melalui root aorta

(antegrade) dan melalui sinus coronaries (retrograde) serta melalui keduanya.

b. Teknik operasi off pump

Operasi teknik off pump tidak menggunakan mesin jantung paru sehingga

jantung tetap berdetak secara normal dan paru-paru berfungsi secara biasa saat

operasi dilakukan. Adapun kriteria pasien Off Pump:

1) Pasien yang direncanakan operasi elektif.

2) Hemodinamik stabil.

3) EF dalam batas normal.fungsi LV intact/utuh

4) Pembuluh darah distal cukup besar.

5) Usia tua disertai penyakit komorbid seperti peny. Arteri karotis, aterosklerosis

aorta, disfungsi ginjal atau paru.

6) Mempunyai komplikasi dengan mesin CPB ( Cardio Pulmonary Bypass )

7) 1-2 vessel disease di anterior.

Tetapi operasi dengan teknik Off Pump memiliki kontraindikasi absolut,

diantaranya :

1) Hemodinamik tidak stabil

2) Buruknya kualitas target pembuluh darah termasuk pembuluh darah

intramyocad, peny.pembuluh darah yang menyebar/difus, pembuluh darah

yang mengalami kalsifikasi/penebalan.

Dan memiliki kontraindikasi Relatif yaitu :

1) LVEF <35%

2) Cardiomegali/ CHF

3) LM kritis

4) Recent/ current MCI

5) Cardiogenic shock

Keuntungan dari teknik Off Pump (Benetti&Ballester,1995)

1) Meminimalkan efek trauma operasi.

2) Pemulihan/mobilisasi lebih dini.

3) Drainase darah pasca bedah minimal.

4) Tersedia akses sternotomi untuk reoperasi.

5) Menurunkan morbiditas dirumah sakit (termasuk insiden infeksi dada,

pemakaian inotropik, kejadian SVT, transfuse darah, lama rawat ICU)

6) Peneliti lain : pelepasan CKMB dan trop I lebih rendah, kejadian stroke lebih

rendah

9. Pembuluh darah yang digunakan sebagai bypass

Ada 3 pembuluh darah yang sering digunakan sebagai bypass, yaitu Arteri Mamaria

Interna kiri = arteri intra thorakal kiri, arteri radialis dan vena safena magna.

a. Arteri mammaria interna (AMI). Biasanya berasal dari dinding bawah arteri

subklavia, melewati bagian atas pleura dan tepat lateral terhadap sternum.

Penggunaan AMI dengan ujung proksimal masih dihubungkan ke arteri subklavia.

AMI kiri lebih panjang dan lebih besar sehingga sering digunakan sebagai bypass

arteri coroner (Shapira et al, 2002). AMI sering digunakan karena memiliki kepatenan

pembuluh darah yang baik. Studi menunjukkan bahwa sekitar 96% kasus CABG

yang menggunakan IMA dapat bertahan lebih dari 10 tahun (Wood et al, 2005). IMA

sering di gunakan untuk by pass arteri Left anterior ascenden. Hal ini dsebabkan

karena jarak/lokasi LIMA dan LAD berdekatan serta berada pada sisi yang sama.

b. Arteri radialis. Arteri ini melengkung melintasi sisi radialis tulang Carpalia

dibawah tendo Musculus Abductor Pollicis Longus dan tendo Musculus extensor

Pollicis Longus dan Brevis. Arteri radialis diinsisi lebih kurang 2 cm dari siku dan

berakhir 1 inchi dari pergelangan tangan. Biasanya sebelum dilakukan pemeriksaan

Allen Test untuk mengetahui kepatenan arteri ulnaris jika arteri radialis diambil. Pada

pasien yang menggunakan arteri radialis harus mendapatkan terapi Ca Antagonis

selama 6 bulan setelah operasi menjaga agar arteri radialis tetap terbuka lebar. Sebuah

studi menunjukkan bahwa arteri radialis memberikan lebih banyak kemampuan

revaskularisasi dalam waktu yang lebih lama dibandingkan vena safena (Dunning et

al, 2005).

c. Vena Safena. Ada dua vena safena yang terdapat pada tungkai bawah yaitu vena

safena magna dan parva. Namun yang sering dipakai sebagai saluran baru pada

CABG adalah vena safena magna. Vena safena sering digunakan karena diameter

ukurannya mendekati arteri coroner.

10. Komplikasi

a. Komplikasi jantung setelah operasi CABG dapat ditangani berdasarkan

empat komponen yang mempengaruhi curah jantung meliputi preload, afterload,

frekuensi denyut nadi, dan kontraktilitas.

1) Gangguan preload meliputi hipovolemia, perdarahan menetap, tamponade jantung

dan kelebihan cairan.

Hipovolemia merupakan penyebab tersering terjadinya penurunan curah jantung

setelah operasi jantung. Prosedur operasi menyebabkan kehilangan darah meski sudah

dilakukan penggantian cairan. Namun pada saat suhu tubuh dinaikkan yang awalnya

hipotermi mengakibatkan vasodilatasi pembuluh darah sehingga dibutuhkan lebih banyak

cairan untuk memenuhi rongga pembuluh darah.

Perdarahan pasca operasi jantung terbagi 2 yaitu medical dan surgical. Perdarahan

medikal terjadi karena gangguan pembekuan darah akibat rusak dan pecahnya trombosit.

Selain itu mekanisme pembekuan darah juga akan terganggu bila pasien dalam keadaan

hipotermik. Kedua, perdarahan surgical terjadi karena faktor pembedahan seperti jahitan

yang bocor atau dari dinding dada akibat tusukan kawat sternum. Jumlah drainase tidak

boleh melebihi 3cc/kgBB/jam selama 3 jam berturut-.turut.

Tamponade jantung adalah kondisi dimana terkumpulnya cairan di lapisan

pericardium jantung yang menekan jantung dari luar sehingga menghalangi darah untuk

masuk ke ventrikel. Manifestasi klinisnya adalah terjadi hipotensi arteri, bunyi jantung

lemah, penurunan haluaran urine, tekanan PCWP dan CVP meningkat, takikardi, drainase

bekurang, pulsus paradoksus (penurunan lebih dari 10 mmHg selama inspirasi), akral

dingin.Kelebihan cairan merupakan masalah yang jarang terjadi pada pasien pasca bedah

jantung. Tekanan arteri Pulmonal, PCWP dan CVP meningkat. Biasanya diberikan

diuretic dan kecepatan pemberian cairan via intravena diperlambat.

2) Gangguan afterload sering disebabkan oleh perubahan suhu tubuh pasien. Pada

hipotermia terjadi konstriksi pembuluh darah sehingga terjadi peningkatan afterload.

Penanganannya adalah dengan menghangatkan kembali pasien secara bertahap, dan jika

diperlukan dilakukan pemberian vasodilator sementara menunggu penghangatan.

Sebaliknya demam atau kondisi hipertermik akan meningkatkan afterload.

Penanganannya dengan menjaga normotermia tubuh atau dengan pemberian vasopressor.

3) Hipertensi. Hipertensi terjadi akibat peningkatan afterload. Jika pasien sudah

mengalami hipertensi sebelum pembedahan maka penatalaksaan terapinya disesuaikan

seperti sebelum operasi.

4) Aritmia. Aritmia dapat mempengaruhi curah jantung. Tujuan utama penanganannya

adalah mengembalikan irama jantung ke irama sinus normal dan mencapai irama stabil

yang menghasilkan curah jantung yang sesuai dengan kebutuhan pasien.

5) Gangguan Kontraktilitas. Gagal jantung terjadi jika jantung tidak mampu

6) Infark Miokard Post Operasi (PMI). Terjadi kematian sebagian otot jantung sehingga

menurunkan kontraktilitas. Pengkajian yang dilakukan harus teliti untuk membedakan

dengan nyeri karena faktor pembedahan. Infark miokard harus dicurigai jika tekanan

arteri rata-rata menurun dengan preload yang normal. Serial EKG dan enzim dapat

membantu penegakkan diagnose

7) memompakan darah sesuai kebutuhan tubuh. Gejala klinis yang muncul adalah

terjadi penurunan tekanan arteri rata-rata, takikardi, gelisah,kesulitan bernafas, edema

dan terjadi peningkatan PCWP, PA dan CVP.

b. Komplikasi Paru-paru

1) Hematothorax dan Pneumothorax

Adanya insisi atau perlukaan pada thorax dan komponen-komponennya dapat

menyebabkan perdarahan. Pemasangan WSD berguna untuk mengalirkan perdarahan

yang terjadi sehingga dapat mencegah akumulasi darah pada rongga thorax

( hematothorax ). Hematothorax harus di drain karena darah yang terakumulasi bisa

menyebabkan pertumbuhan bakteri dan mencegah terjadinya fibrous dan

penghambatan ekspansi paru. Pencabutan WSD pun harus dhindari adanya kebocoran

udara.

2) Atelektasis

Atelektasis bisa disebabkan oleh obat-obat anastesi atau faktor-faktor negative dari

pasien itu sendiri. Saat intubasi vetilator hendaknya disesuaikan dengan kondisi

pasien dan adekuat untuk mencegah atelektasis terutama pada post op.

3) Pneumonia

Insiden pneumonia pada operasi jantung terjadi antara 2-9%. Pasien yang mengalami

penyakit paru kronik preop kolonisasi disaluran pernapasan, atau peroko mempunyai

insiden angka kejadian untuk terkena pneumonia. Oleh karena itu pengkajian

kesehatan secara lengkap sangat diperlukan dan dikomunikasikan juga di post op.

Pada post op, penggunaan NGT, reintubasi, kedisiplinan cuci tangan, elevasi kepala

sedini mungkin, frekuensi perawatan dan pembersihan mulut dan suction ETT

merupakan hal yang harus diperhatikan untuk pencegahan pneumonia

4) Emboli Paru

Insiden emboli paru 1-2%terutama disebabkan oleh heparinisasi selama operasi dan

hemodelusi setelah operasi. Stoking kompresi dan latihan mobilisasi di bed dan ROM

tiap hari mungkin diperlukan untuk mencegah emboli paru.

5) Kegagalan weaning

Insufisiensi respirasi adalah salah satu komplikasi setelah operasi jantung.

Ketergantungan ventilator yang lama akan menyebabkan kegagalan weaning.

Intervensi keperawatan yang penting segera dilakukan adalah weaning ventilator

sesuai protokol, mobilisasi pasien sedini mungkin, pasien didorong untuk bernapas

spontan, manajemen nyeri dan cemas.

c. Komplikasi Neurologis

Kebanyakan pasien mulai pulih kesadarannya dari efek anastesi dalam 1 sampai 6

jam pasca operasi. Pasien yang tidak mampu mengikuti perintah sederhana dalam 6

jam atau menunjukkan perbedaan kemampuan antara tubuh kanan dan kiri harus

dievalusi kemungkinan stroke.

Defisit neurologi yang dihasilkan dari prosedur intra operasi biasanya terjadi 24–

48 jam pertama setelah operasi. Selain dari penggunaan CPB, gangguan neurologis

yang terjadi setelah beberapa hari perawatan biasanya dikarenakan tidak stabilnya

hemodinamik post operasi atau terjadi AF (Atrial Fibrilasi).

d. Gagal ginjal dan ketidakseimbangan elektrolit

Hipokalemi dapat diakibatkan oleh masukan yang kurang, pemberian diuretic,,

muntah, diare dan stress pembedahan. Perubahan EKG yang muncul adalah

gelombang T yang datar atau terbalik dan adanya gelombang U. Kolaborasi

pemberian Kalium intravena perlu dilakukan.

Hiperkalemi dapat disebabkan oleh peningkatan asupan, hemolisis sel darah

merah, insufisiensi ginjal, nekrosis jaringan. Gejala yang terjadi adalah konfusi

mental, gelisah, mual, kelemahan, parastesia ekstremitas. Perubahan EKG yang

spesifik adalah gelombang T yang tinggi dan lancip, peningkatan amplitude,

pelebaran QRS, dan QT yang memanjang. Penanganannnya adalah kolaborasi

pemberian natrium bikarbonat, insulin IV dan glukosa.

Hipernatremi dan hiponatremi. Hiponatremi cukup jarang terjadi, biasanya lebih

disebabkan peningkatan cairan yang masuk ke tubuh sehingga terjadi pengenceran

natrium tubuh.

Hipokalsemi dan hiperkalsemi. Hipokalsemi biasanya terjadi akibat alkalosis

yang menurunkan jumlah Ca dalam cairan ekstrasel. Hiperkalsemi dapat

menyebabkan aritmia yang serupa dengan keracunan digitalis. Penanganan segera

harus dilakukan untuk mencegah terjadinya asistole dan kematian.

e. Infeksi

Komplikasi yang sering dialami oleh pasien yang mendapatkan tindakan

pembedahan. Penggunaan mesin CPB dan anastesi akan menurunkan system imunitas

tubuh. Selain itu alat invasive yang melekat pada pasien bisa menjadi sumber infeksi.

Penangan infeksi biasanya didasarkan pada protocol di setiap rumah sakit.

f. Dekubitus

Luka yang terjadi akibat penekanan yang lama pada bagian tubuh yang menonjol.

Peranan perawat sangat vital mencegah terjadinya dekubitus khususnya pada pasien

dengan bedrest total. Miring kanan-kiri adalah salah satu cara mencegah terjadinya

dekubitus.

11. Rehabilitasi Pasien Post CABG

a. Pemulihan tulang dada membutuhkan waktu sekitar enam minggu, selama masa

pemulihan ini, pasien dianjurkan untuk tidak mengangkat benda atau apapun yang

beratnya lebih dari 10 pound.

b. Pasien bisa kembali melakukan aktivitas seks normal selama bisa mengatur posisi

sehingga tidak menempatkan beban pasangan di dadanya.

c. Pasien dapat kembali bekerja pada enam minggu pasca penyembuhan.

d. Latihan stess rutin dilakukan pada empat sampai enam minggu pasca

penyembuhan CABG dan sebagai tanda mulai program rehabilitasi jantung.

e. Rehabilitasi selama 12 minggu yang secara berangsur-angsur terus meningkat

selama satu jam tiga kali seminggu.

f. Pasien diberi penjelasan untuk mengubah gaya hidupnya untuk mencegar CAD

lebih lanjut, seperti berhenti merokok, mengurangi berat badan, mengendalikan

tekanan darah dan diabetes mellitus serta menurunkan kadar kolesterol.

B. Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Post Operatif Coronary Artery Bypass Graft

1. Pengkajian

Setelah operasi selesai, pasien segera dipindahkan ke ruang Intensive Care Unit. Segera

setelah pasien tiba di ICU, perawat harus segera melakukan pengkajian meliputi semua

sistem organ untuk menentukan status pascaoperasi dibandingkan dengan preoperasi dan

mengetahui perubahan yang mungkin terjadi selama pembedahan.

a. Status Kardiovaskular

Meliputi frekuensi dan irama jantung, tekanan darah arteri, tekanan vena sentral (CVP),

tekanan arteri paru, tekanan baji paru (PCWP), bentuk gelombang pada tekanan darah

invasive, curah jantung dan cardiac index, drainase rongga dada, fungsi pacemaker.

b. Status Respirasi

Pengkajian terhadap status respirasi bertujuan untuk mengetahui secara dini tanda dan gejala

tidak adekuatnya ventilasi dan oksigenasi. Perawat mengkaji status respirasi pasien selama

operasi, ukuran endotrakeal tube, masalah yang dihadapi selama intubasi, lama penggunaan

alat mesin jantung paru. Selanjutnya kaji gerakan dada, suara nafas, setting ventilator

(frekuensi, volume tidal, konsentrasi oksigen, Mode, PEEP), kecepatan nafas, tekanan

ventilator, saturasi oksigen, analisa gas darah.

c. Status Neurologi

Tingkat responsifitas, ukuran pupil dan reaksi terhadap cahaya, reflex, gerakan ekstremitas,

dan kekuatan genggaman tangan.

d. Status Pembuluh darah perifer : Denyut nadi perifer, warna kulit, dasar kuku, mukosa,

bibir, cuping telinga, suhu kulit, edema.

e. Fungsi Ginjal : Haluaran urine, berat jenis urine, dan osmolalitas

f. Status Cairan dan elektrolit : Haluaran semua selang drainase, parameter curah jantung,

dan indikasi ketidakseimbangan elektrolit.

g. Nyeri : Sifat, jenis, lokasi, respon terhadap analgesik

h. Status Gastrointestinal : Auskultasi bisisng usus, palpasi abdomen, nyeri pada saat

palpasi.

i. Status Alat yang Dipakai

Kepatenan alat dan pipa untuk menentukan baik atau tidak kondisinya meliputi, pipa

endotrakeal, ventilator, monitor saturasi, kateter arteri paru, infuse intravena, pacemaker,

sistem drainase dan urine.

Selanjutnya jika pasien sudah sadar dan mengalami perkembangan yang baik,

perawat harus mengembangkan pengkajian terhadap status psikologis dan emosional pasien,

kebutuhan keluarga, dan risiko akan komplikasi.

2. Diagnosa Keperawatan

a. Pre Operasi

1) Takut sehubungan dengan prosedur pembedahan , hasil pembedahan yang belum

jelas, dan takut akan kehilangan keadaan sehat.

2) Kurangnya pengetahuan mengenai prosedur pembedahan dan perjalanan post operasi.

b. Post Operasi

Berdasarkan pada data pengkajian dan jenis prosedur bedah yang dilakukan, diagnosis

utama keperawatan mencakup berikut:

1) Penurunan curah jantung berhubungan dengan kehilangan darah dan gangguan fungsi

miokardium.

2) Risiko gangguan keseimbangan volume cairan dan elektrolit berhubungan dengan

gangguan volume darah.

3) Nyeri berhubungan dengan trauma operasi dan iritasi pleura akibat selang dada.

4) Risiko gangguan perfusi ginjal berhubungan dengan berkurangnya curah jantung,

hemolisis, atau terapi obat vasopresor.

5) Risiko terjadi hipertermia berhubungan dengan terjadinya infeksi atau sindrom panca

perikardium.

6) Kurang pengetahuan mengenai aktivitas asuhan diri.

3. Fokus Intervensi Dan Rasional

a)      Pre Operasi

Dx: Takut sehubungan dengan prosedur pembedahan , hasil pembedahan yang belum

jelas, dan takut akan kehilangan keadaan sehat

Intervensi Keperawatan Rasional

Mengurangi Ketakutan 1.      Pasien dan keluarga diberi kesempatan

untuk mengekspresikan ketakutannya.

2.   Diskusi ketakutan pasien

Dx: Kurangnya pengetahuan mengenai prosedur pembedahan dan perjalanan post

operasi.

Intervensi Keperawatan Rasional

Penyuluhan pasien dan pertimbangan

perawatan dirumah

1.      Penyuluhan didasarkan pada kebutuhan

yang telah dikaji

2.      Menginformasikan mengenai persiapan

fisik

3.      Menjawab pertanyaan-pertanyaan yang

diajukan oleh pasien

b)     Post Operasi

Dx: Penurunan curah jantung berhubungan dengan kehilangan darah dan gangguan

fungsi miokardium.

Intervensi Keperawatan Rasional

1.   Pantau kasus kardiovaskuler, pembacaan

perkala tekanan darah arteri, etrium kiri,

arteri pulmonalis, tekanan baji arteri

pulmonalis, tekanan vena sentral, curah

jantung, tekanan vaskuler sistemik dan

pulmonal, irama frekuensi jantung dicatat

dan dihubungkan dengan kondisi pasien.

1.   Efektivitas curah jantung ditentukan oleh

pemantauan hermodinamika.

2.   Observasi adanya perdarahan persisten

drainase darah yang terus menerus dan

menetap, hipotensi, CVP rendah, takikardi,

persiapkan pemberian produk darah, larutan

intravena.

2.   Perdarahan dapat terjadi akibat insisi

jantung, kerapuhan jaringan, trauma

jaringan, gangguan pembekuan.

3.   Observasi gagal jantung, hipotensi,

peninggian PAWP, PAD, CVP dan tekanan

atrium kiri, takikardi, gelisah, agitasi,

sianosis, distensi vena, dispnu, asites.

Persiapkan pemberian diuretik dan digitalis.

3.   Gagal jantung yang terjadi akibat

penurunan aksi pemompaan jantung dapat

mengakibatkan berkurangnya perfusi

kejaringan organ.

4.   Melalukan observasi adanya infark

miokardium. Lakukan pemeriksaan EKG

dan isoenzim berkala. Membedakan nyeri

miokardium dengan bekas irisan bedah.

4.   Gejala bisa ditutup oleh tingkat kesadaran

pasien dan obat anti nyeri

Dx: Risiko gangguan keseimbangan volume cairan dan elektrolit berhubungan dengan

gangguan volume darah.

Intervensi Keperawatan Rasional

1.      Pertahankan keseimbangan cairan dan

elektrolit

1.  Volume sirkulasi darah yang adekuat

penting untuk aktivitas seluler yang optimal,

asidosis metabolic dan ketidakseimbangan

elektrolit dapat terjadi setelah pemakaian

pintasan jantung paru.

2.      Waspada terhadap perubahan kadar

elektrolit serum

2.   Konsentrasi elektrolit tertentu sangat

penting baik dalam cairan tubuh intrasesuler

dan ekstraseluler untuk mempertahankan

kehidupan.

Dx: Nyeri berhubungan dengan trauma operasi dan iritasi pleura akibat selang dada

Intervensi Keperawatan Rasional

1.      Catat sifat, jenis, lokasi dan durasi nyeri.1.   Nyeri dan kecemasan meningkatkan

kecepatan denyut, konsumsi oksigen dan

beban kerja jantung.

2.      Bantu pasien membedakan antara nyeri

bedah dengan nyeri angina

2.   Nyeri angina memerlukan penanganan

segera

3.      Anjurkan penggunaaan obat nyeri rutin

selama 24 jam sampai 72 jam pertama dan

observasi efek samping letergi hipotensi

takikardi, depresi pernapasan

3.   Analgesik akan memperbaiki istirahat,

mengurangi konsumsi oksigen akibat nyeri,

dan membantu pasien melakukan latihan

tarik napas dalam dan batuk efektif

Dx: Risiko gangguan perfusi ginjal berhubungan dengan berkurangnya curah jantung,

hemolisis, atau terapi obat vasopresor.

Intervensi Keperawatan Rasional

1.      Lakukan pengkajian fungsi ginjal 1.  Cedera ginjal dapat disebabkan oleh

berkurangnya perfusi, hemolisis, curah

jantung rendah, dan penggunaan bahan

vasopresor untuk meningkatkan tekanan

darah.

2.      Persiapkan pemberian diuretic kerja

cepat atau obat inotropika

2.   Memperbaiki fungsi ginjal dan peningkatan

curah jantung dan aliran darah ginjal

3.      Persiapkan dealisis peritoneal atau

homodialisis bila ada indikasi

Dx: Risiko terjadi hipertermia berhubungan dengan terjadinya infeksi atau sindrom panca

perikardium.

Intervensi Keperawatan Rasional

1.      Lakukan pengkajian suhu setiap jam 1.      Demam dapat menunjukan adanya proses

infeksi atau adanya sindrom pasca

perikardiotomi

2.      Gunakan tehnik steril saat mengganti

balutan, hisap selang endotrakeal, jaga

system tertutup untuk semua jalur

intravena dan intraarterial dan untuk

kateter urine.

2.      Menurunkan kemungkinan terjadinya

infeksi

3.      Observasi adanya gejala sindrom pasca

perikardiotomi, demam, malese, efusi

pericardium, friction-rub perikardial,

nyeri sendi

3.      Terjadi pada 10% sampai 40% pasien

setelah bedah jantung

4.      Berikan bahan anti radang sesuai

petunjuk

4.      Hilangnya gejala peradangan

Dx: Kurang pengetahuan mengenai aktivitas asuhan diri.

Intervensi Keperawatan Rasional

1.      Kembangkan rencana penyuluhan

untuk pasien dan keluarganya

1.      Tiap pasien mempunyai kebutuhan belajar

yang unik

2.      Berikan beberapa kali pertemuan

pengajaran untuk penekanan dan

menjawab pertanyaan

2.      Pengulangan akan menguatkan dengan

memungkinkan penjelasan kesalahan

informasi.

3.      Libatkan keluarga pada semua

pertemuan penyuluhan

3.      Anggota keluarga yang bertanggung jawab

akan perawatan di rumah biasanya cemas dan

memerlukan waktu yang cukup untuk

mempelajari

4.      Memberikan informasi mengenai

hubungan telepon follow up dengan ahli

bedah atau kardiologis dan perawat

pengawas resmi dan buat rujukan bila

perlu

4.      Pengaturan hubungan telepon dengan

personil asuhan kesehatan dapat membantu

mengurangi kecemasan

MIND MAP OF CORONARY ARTERY BYPASS GRATF

Pembuluh darah tidak bisa berdilatasi

Sumbatan diarteri koroner

Gangguan suplai O2 Miokard

tekanan darah, kontraktilitas jantung dan aliran koroner

meningkat

Risk factor : Kadar kolesterol total dan

LDL tinggi,Kadar kolesterol ADL rendah,

Hipertensi, Merokok, Diabetes mellitus,

Kegemukan, Riwayat penyakit jantung

dalam keluarga dan Stress.

Peningkatan aktvitas simpatik

Iskemik dan infark miokard

Terapi farmakologi PCI CABG

ON PUMP OFF PUMP

Intubasi dan pemasangan ETT

Pemakaian Sedatif dan relaxan

Sternotomy dan pemasagan graft

Pemakaian Mesin pintas jantung paru

Pemasangan graft

Merangsang produksi slym

Ketidakadekuatan ventilasi

Penyesuaian kerja jantung dengan pemasangan graft

bi

Bersihan jalan napas terganggu

Ketidakefektipan Bersihan Jalan Napas

Pola Napas Tidak Efektif

Trauma Operasi

Nyeri

Luka insisi

Perdarahan

Port de entry

mikroor ganisme

Resiko Infeksi

Pema sangan drain

Penggunaan kardioplegik

hipertonis

Preload, afterload

dan kontraktilit

as terpengaruh

Gangguan Keseimbangan Cairan Dan

Elektrolit

Tanpa mesin jantung paru

Jantung masih berdenyut

Suhu diturunkan menjadi 280 – 320 C

Pembuluh darah yang sehat (Arteri mammaria interna (AMI), Arteri radialis, Vena Safena

disambungkan ke arteri koroner

Pembuluh cangkok memasok darah beroksigen

Kebutuhan O2

terpenuhi

aliran darah ke otot jantung lancar