bab ii tinjauan pustaka a. 1. asuhan keperawatan …

22
5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Asuhan Keperawatan 1. Asuhan Keperawatan Perioperatif Keperawatan perioperatif adalah proses keperawatan untuk mengembangkan rencana asuhan secara individual dan mengoordinasikan serta memberikan asuhan pada pasien yang mengalami pembedahan atau prosedur invasif (AORN, 2013). Keperawatan perioperatif adalah istilah dalam fungsi keperawatan yang berkaitan dengan pengalaman pembedahan. Kata perioperatif adalah gabungan dari tiga fase pembedahan: pre operatif, intra operatif, dan post operatif (HIPKABI, 2014). 2. Tahap –Tahap Keperawatan Perioperatif a. Fase Preoperatif Fase preoperatif merupakan tahap pertama dari perawatan perioperatif yang dimulai ketika pasien diterima masuk di ruang terima pasien dan berakhir ketika pasien dipindahkan ke meja operasi untuk dilakukan tindakan operasi atau pembedahan (Brunner & Suddarth, 2010). Asuhan keperawatan pre operatif dilakukan secara berkesinambungan, baik asuhan keperawatan pre operatif di bagian rawat inap, poliklinik, bagian bedah sehari (one day care), atau diunit gawat darurat yang kemudian dilanjutkan di kamar operasi oleh perawat kamar bedah (Muttaqin & Sari, 2009). Pada fase ini lingkup aktivitas keperawatan selama waktu tersebut dapat mencakup pengkajian dasar pasien di tatanan klinik ataupun rumah, wawancara pre operatif dan menyiapkan pasien untuk anestesi yang diberikan pada saat operasi. Persiapan operasi dapat dibagi menjadi 2 bagian, yang meliputi persiapan psikologi baik pasien maupun keluarga dan persiapan fisiologi (khusus pasien).

Upload: others

Post on 28-Nov-2021

5 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. 1. Asuhan Keperawatan …

5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Asuhan Keperawatan

1. Asuhan Keperawatan Perioperatif

Keperawatan perioperatif adalah proses keperawatan untuk

mengembangkan rencana asuhan secara individual dan mengoordinasikan

serta memberikan asuhan pada pasien yang mengalami pembedahan atau

prosedur invasif (AORN, 2013). Keperawatan perioperatif adalah istilah

dalam fungsi keperawatan yang berkaitan dengan pengalaman pembedahan.

Kata perioperatif adalah gabungan dari tiga fase pembedahan: pre operatif,

intra operatif, dan post operatif (HIPKABI, 2014).

2. Tahap –Tahap Keperawatan Perioperatif

a. Fase Preoperatif

Fase preoperatif merupakan tahap pertama dari perawatan perioperatif

yang dimulai ketika pasien diterima masuk di ruang terima pasien dan

berakhir ketika pasien dipindahkan ke meja operasi untuk dilakukan

tindakan operasi atau pembedahan (Brunner & Suddarth, 2010).

Asuhan keperawatan pre operatif dilakukan secara berkesinambungan,

baik asuhan keperawatan pre operatif di bagian rawat inap, poliklinik,

bagian bedah sehari (one day care), atau diunit gawat darurat yang

kemudian dilanjutkan di kamar operasi oleh perawat kamar bedah

(Muttaqin & Sari, 2009). Pada fase ini lingkup aktivitas keperawatan

selama waktu tersebut dapat mencakup pengkajian dasar pasien di

tatanan klinik ataupun rumah, wawancara pre operatif dan menyiapkan

pasien untuk anestesi yang diberikan pada saat operasi.

Persiapan operasi dapat dibagi menjadi 2 bagian, yang meliputi

persiapan psikologi baik pasien maupun keluarga dan persiapan

fisiologi (khusus pasien).

Page 2: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. 1. Asuhan Keperawatan …

6

1) Persiapan psikologi

Terkadang pasien dan keluarga yang akan menjalani operasi

emosinya tidak stabil. Hal ini dapat disebabkan karena takut akan

perasaan sakit, narcosa atau hasilnya dan keadaan sosial ekonomi

dari keluarga. Maka hal ini dapat diatasi dengan memberikan

penyuluhan untuk mengurangi kecemasan pasien. Penyuluhan

tersebut dapat meliputi penjelasan tentang peristiwa operasi,

pemeriksaan sebelum operasi (alasan persiapan), alat khusus yang

diperlukan, pengiriman ke ruang bedah, ruang pemulihan,

kemungkinan pengobatan-pengobatan setelah operasi, bernafas

dalam dan latihan batuk, latihan kaki, mobilitas, dan membantu

kenyamanan.

2) Persiapan fisiologi, meliputi :

• Diet (puasa)

Pada operasi dengan anastesi umum, 8 jam menjelang operasi

pasien tidak diperbolehkan makan, 4 jam sebelum operasi

pasien tidak diperbolehkan minum. Pada operasai dengan

anastesi lokal dan anastesi spinal, pasien diperbolehkan untuk

makan makanan ringan. Tujuannya agar tidak terjadi aspirasi

pada saat pembedahan, mengotori meja operasi, dan

mengganggu jalannya operasi.

• Persiapan perut

Pemberian leuknol/lavement sebelum operasi dilakukan pada

bedah saluran pencernaan atau pelvis daerah periferal.

Tujuannya mencegah cedera kolon, mencegah konstipasi, dan

mencegah infeksi.

• Persiapan kulit

Persiapan kulit yaitu daerah yang akan dioperasi harus bebas

dari rambut.

• Hasil pemeriksaan yaitu hasil laboratorium, foto rontgen, ECG,

USG, dan lain-lain.

Page 3: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. 1. Asuhan Keperawatan …

7

• Persetujuan operasi/informed consent, yaitu izin tertulis tanda

setuju tindakan operasi dari pasien/keluarga harus tersedia.

b. Fase Intraoperatif

Fase intraoperatif dimulai ketika pasien masuk atau dipindahkan ke

instalasi bedah dan berakhir saat pasien dipindahkan ke ruang

pemulihan (Brunner & Suddarth, 2010). Pada fase ini, lingkup aktivitas

keperawatan mencakup pemasangan IV cath, pemberian medikasi

intaravena, melakukan pemantauan kondisi fisiologis menyeluruh

sepanjang prosedur pembedahan, dan menjaga keselamatan pasien.

Contohnya yaitu memberikan dukungan psikologis selama induksi

anestesi, bertindak sebagai perawat scrub, atau membantu mengatur

posisi pasien di atas meja operasi dengan menggunakan prinsip-prinsip

dasar kesimetrisan tubuh.

Prinsip tindakan keperawatan selama pelaksanaan operasi yaitu

pengaturan posisi karena posisi yang diberikan perawat akan

mempengaruhi rasa nyaman pasien dan keadaan psikologis pasien.

Faktor yang harus diperhatikan dalam pengaturan posisi pasien :

1) Letak bagian tubuh yang akan dioperasi.

2) Umur dan ukuran tubuh pasien.

3) Tipe anaesthesia yang digunakan.

4) Sakit yang mungkin dirasakan oleh pasien bila ada pergerakan

(arthritis).

Prinsip-prinsip didalam pengaturan posisi pasien : atur posisi pasien

dalam posisi yang nyaman dan sedapat mungkin jaga privasi pasien,

buka area yang akan dibedah dan kakinya ditutup dengan duk.

Anggota tim asuhan pasien intra operatif biasanya dibagi dalam dua

bagian:

1) Anggota steril, terdiri dari: ahli bedah utama / operator, asisten ahli

bedah, Scrub Nurse / Perawat Instrumen.

Page 4: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. 1. Asuhan Keperawatan …

8

2) Anggota tim yang tidak steril, terdiri dari: ahli atau pelaksana

anaesthesi, perawat sirkulasi dan anggota lain (teknisi yang

mengoperasikan alat-alat pemantau yang rumit).

c. Fase Postoperatif

Tahapan keperawatan post operatif meliputi pemindahan pasien dari

kamar operasi ke unit perawatan pasca anastesi (recovery room),

perawatan post anastesi di ruang pemulihan (recovery room), transportasi

pasien keruang rawat, perawatan di ruang rawat (HIPKABI, 2014).

Pada fase ini lingkup aktivitas keperawatan mencakup rentang aktivitas

yang luas selama periode ini. Pada fase ini fokus pengkajian meliputi

efek agen anestesi dan memantau fungsi vital serta mencegah

komplikasi. Aktivitas keperawatan kemudian berfokus pada peningkatan

penyembuhan pasien dan melakukan penyuluhan, perawatan tindak

lanjut dan rujukan yang penting untuk penyembuhan, rehabilitasi, dan

pemulangan. Fase post operatif meliputi beberapa tahapan:

1) Pemindahan pasien dari kamar operasi ke unit perawatan pasca

anastesi (recovery room)

Pemindahan ini memerlukan pertimbangan khusus diantaranya

adalah letak insisi bedah, perubahan vaskuler, dan pemajanan.

Pasien diposisikan sehingga ia tidak berbaring pada posisi yang

menyumbat drain dan selang drainase. Selama perjalanan

transportasi dari kamar operasi ke ruang pemulihan pasien

diselimuti, jaga keamanan dan kenyamanan pasien dengan

diberikan pengikatan diatas lutut dan siku serta side rail harus

dipasang untuk mencegah terjadi resiko injury. Proses transportasi

ini merupakan tanggung jawab perawat sirkuler dan perawat

anastesi dengan koordinasi dari dokter anastesi yang bertanggung

jawab.

2) Perawatan post anastesi di ruang pemulihan atau unit perawatan

pasca anastesi

Page 5: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. 1. Asuhan Keperawatan …

9

Setelah selesai tindakan pembedahan, pasien harus dirawat

sementara di ruang pulih sadar atau RR (recovery room) atau unit

perawatan pasca anastesi/PACU (Post Anasthesia Care Unit)

sampai kondisi pasien stabil, tidak mengalami komplikasi operasi,

dan memenuhi syarat untuk dipindahkan ke ruang perawatan.

PACU atau RR biasanya terletak berdekatan dengan ruang operasi.

Hal ini untuk mempermudah akses bagi pasien, diantaranya yaitu :

• Perawat yang disiapkan dalam merawat pasca operatif (perawat

anastesi).

• Ahli anastesi dan ahli bedah.

• Alat monitoring dan peralatan khusus penunjang lainnya.

3. Pengkajian Asuhan Keperawatan Perioperatif

a. Fase preoperatif

Pengkajian preoperatif secara meliputi pengkajian umum, riwayat

kesehatan, pengkajian psikososiospiritual, pemeriksaan fisik, dan

pengkajian diagnostik (Mutaqqin, 2009).

1) Identitas Pasien

Identitas pasien meliputi nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama,

bahasa yang dipakai, status perkawinan, pendidikan, pekerjaan,

asuransi, golongan darah, nomer register, tanggal masuk rumah

sakit, dan diagnosis medis (Padila, 2012).

2) Keluhan Utama

Keluhan utama pada pasien fraktur adalah rasa nyeri akut atau

kronik. Selain itu pasien juga akan kesulitan beraktivitas (Padila,

2012). Untuk memperoleh pengkajian yang lengkap tentang rasa

nyeri pasien digunakan :

• Provoking incident : Apakah ada peristiwa yang menjadi faktor

presipitasi nyeri.

Page 6: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. 1. Asuhan Keperawatan …

10

• Quality of pain : Seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau

digambarkan pasien. Apakah seperti terbakar, berdenyut, atau

menusuk.

• Region : Radiation. Relief : Apakah rasa sakit bisa reda, apakah

rasa sakit menjalar atau menyebar, dan dimana rasa sakit terjadi.

• Severity (scale) of pain : Seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan

pasien, bisa berdasarkan skala nyeri atau pasien menerangkan

seberapa jauh rasa sakit memepengaruhi kemampuan fungsinya.

• Time : Berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah bertambah

buruk pada malam hari atau siang hari.

3) Riwayat Penyakit Sekarang

4) Riwayat Penyakit Dahulu

5) Riwayat Penyakit Keluarga

6) Pemeriksaan Fisik

• Kesadaran penderita : apatis, sopor, koma, gelisah, composmentis

tergantung pada keadaan pasien.

• Tanda-tanda vital : kaji dan pantau potensial masalah yang

berkaitan dengan pembedahan : tanda vital, derajat kesadaran,

cairan yang keluar dari luka, suara nafas, pernafasan infeksi

kondisi yang kronis atau batuk dan merokok.

b. Fase intraoperatif

Pengkajian intra operatif secara ringkas untuk mengetahui hal-hal yang

berhubungan dengan pembedahan. Pengkajian menurut Muttaqin

(2009):

1) Data laboratorium dan laporan temuan yang abnormal.

2) Radiologis area fraktur klavikula yang akan dilakukan ORIF.

3) Transfusi darah.

4) Kaji kelengkapan arana pembedahan (benang, cairan intravena, obat

antibiotik profilaksis) sesuai dengan kebijakan institusi.

5) Pastikan bahwa sistem fiksasi internal, instrumentasi, dan peranti

keras (seperti skrup kompresi, metal, dan pen bersonde multipel),

Page 7: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. 1. Asuhan Keperawatan …

11

dan alat seperti bor dan mata bor telah tersedia dan berfungsi dengan

baik.

c. Fase Pascaoperatif

Pengkajian yang dilakukan saat pascaoperatif meliputi keadaan umum,

tanda-tanda vital, airway, breathing, circulation, kesadaran, brome

score, aldrete score, nyeri, kondisi luka dan drainase, cairan dan

elektrolit, keamanan peralatan dan keluhan (Mutaqqin, 2009).

4. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan merupakan suatu penilaian klinis mengenai

respons pasien terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang

dialaminya baik yang berlangsung aktual maupun potensial. Tujuannya

untuk mengidentifikasi respons pasien individu, keluarga dan komunitas

terhadap situasi yang berkaitan dengan kesehatan. Manfaat diagnosa

keperawatan sebagai pedoman dalam pemberian asuhan keperawatan dan

gambaran suatu masalah kesehatan dan penyebab adanya masalah. Masalah

keperawatan yang sering muncul pada pasien dengan masalah fraktur adalah

(SDKI, 2016) :

a. Preoperatif

1) Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri, perubahan

integritas dan struktur tulang.

2) Ansietas berhubungan dengan krisis situasional, kurang terapapar

informasi, terpapar bahaya lingkungan.

b. Intraoperatif

1) Gangguan integritas kulit berhubungan dengan fraktur terbuka,

pemasangan traksi (pen, kawat, dan sekrub).

2) Hipotermia berhubungan dengan prosedur pembedahan, kombinasi

anestesi umum dan regional, suhu praoperasi < 36,0oC, suhu

lingkungan yang rendah.

Page 8: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. 1. Asuhan Keperawatan …

12

b. Pascaoperatif

1) Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedara fisik, pencedara

kimiawi, pencedera fisik.

2) Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri, hambatan

lingkungan, tidak familiar dengan peralatan tidur

5. Intervensi Keperawatan

Tabel 2.1

Intervensi Keperawatan Pre Operatif Pada Fraktur

Diagnosa Intervensi Utama

Hambatan

mobilitas fisik b.d

nyeri

1. Dukungan ambulasi

Observasi:

- Identifikasi adanya nyeri atau keluhan fisik lainnya.

- Identifikasi toleransi fisik melakukan ambulasi

- Monitor frekuensi jantung dan tekanan darah sebelum memulai ambulasi

- Monitor kondisi umum selama melakukan ambulasi teraupetik:

- Fasilitasi aktivitas ambulasi dengan alat bantu ( mis. tongkat, dan kruk)

- Fasilitasi melakukan mobilisasi fisik.

- Libatkan keluarga dalam membantu pasien dalam meningkatkan ambulasi

Edukasi:

- Jelaskan tujuan dan prosedur ambulasi.

- Anjurkan untuk melakukan ambulasi dini. - Ajarkan ambulasi sederhana yang harus dilakukan (mis.berjalan dari tempat tidur ke

kursi roda dan sebaliknya).

2. Dukungan mobilisasi

Observasi:

- Identifikasi adanya nyeri atau keluhan lainnya.

- Identifikasi toleransi fisik melakukan pergerakan. - Monitor frekuensi jantung dan tekanan darah sebelum memulai mobilisasi.

- Monitor frekuensi umum selama melakukan mobilisasi.

Terapeutik:

- Fasilitasi aktivitas mobilisasi dengan alat bantu (mis. pagar tempat tidur).

- Fasilitasi melakukan pergerakan

- Libatkan keluarga untuk membantu pasien dalam meningkatkan pergerakan.

Edukasi:

- Jelaskan tujuan dan prosedur mobilisasi.

- Anjurkan melakukan mobilisasi dini

- Ajarkan mobilisasi sederhana yang harus dilakukan (mis. duduk ditempat tidur, duduk

disisi tempat tidur, pindah dari tempat tidur ke kursi).

Ansietas b.d krisis

situasional, kurang

terapapar informasi,

terpapar bahaya

lingkungan.

Reduksi Ansietas

Observasi

- Identifikasi saat tingkat ansietas berubah (mis kondisi waktu, stresor)

- identhasi kemampuan mengambii keputusan

- Monitor tanda-tanda ansietas (verbal dan nonverbal)

Tempeutik

- Ciptakan suasana terapeutik untuk menumbuhkan kepercayaan

- Temani pasien untuk mengurangi kecemasan, jika memungkinkan

Page 9: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. 1. Asuhan Keperawatan …

13

- Pahami situasi yang membuat ansietas

- Dengarkan dengan penuh pematian

- Gunakan pendekatan yang tenang dan meyakinkan

- Tempatkan barang pribdi yang memberikan kenyamanan

- Motivasi mengidentifikasi situasi yang memicu kecemasan

- Diskusikan perencanaan realistis tentang peristiwa yang akan datang

Edukasi

- Jelaskan prosedur termasuk sensasi yang mungkin dialami

- lnfomasikan secara faktual mengenai diagnosis pengobatan dan prognosis

- Anjurkan keluarga untuk tetap bersama pasien. jlka perlu

- Anjurkan melakukan kegiatan yang tidak kompetitif, sesual kebutuhan

- Anjurkan mengungkapkan perasaan dan persepsi

- Latih kegiatan pengalihan untuk mengurangi ketegangan

- Latih penggunaan mekanisme pertahanan diri yang tepat

- Latih teknik relaksasi

Kolaborasi

- Kolaborasi pemberian obat antiansietas, jika perlu

Sumber : Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI), 2018

Tabel 2.2

Intervensi Keperawatan Intra Operatif Pada Fraktur

Diagnosa Intervensi Utama

Gangguan integritas

kulit b.d fraktur

terbuka,

pemasangan traksi

(pen, kawat, dan

sekrub).

Perawatan Integritas Kulit

Observasi

- Identifikasi penyebab gangguan integritas kullt (mis perubahan sirkulasi, perubahan

status nutrisi penurunan kelembaban, suhu Iingkungan ekstrem penurunan mobilitas)

Terapeutik

- Ubah posisi tiap 2 jam jika tirah baiing

- Lakukan pemijatan pada area penonjolan tulang. jika pedu

- Bersihkan perineal dengan air hangat, terutama selama periode diare

- Gunakan produk berbahan ringan/alami dan hipoalergik pada kulit sensitif

- Hindari produk berbahan dasar alkohol pada kulit kering

Edukasi

- Anjurkan menggunakan pelembab (mis. lotion. serum)

- Anjurkan minum air yang cukup

- Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi

- Anjurkan meningkatkan asupan buah dan sayur

- Anjurkan menggunakan tabir surya SPF minimal 30 seat berada di luar rumah

- Anjurkan mandi dan menggunakan sabun sacukupnya

Hipotermia

perioperatif b.d

prosedur

pembedahan,

kombinasi anestesi

umum dan regional,

suhu praoperasi <

36,0oC, suhu

lingkungan yang

rendah.

Manajemen Hipotermia

Observesi

- Monitor suhu tubuh

- Identifikasi penyebab hipotermia (mis. terpapar suhu lngkungan yang rendah, pakaian

tipis, kerusakan hipotalamus, penurunan lain metabolisme, kekurangan lemak subkutan)

- Monitor tanda dan gejaia akibai hipotermia

Terapeutik

- Sediakan lingkungan yang hangat (mis. atur suhu lingkungan, sediakan selimut )

- Ganti pakaian dan/atau linen yang basah

- Lakukan penghangatan pasif (mis. selimut manutup kapala. pakaian tebal)

- Lakukan penghangatan aktif ekstemai (mis. kompres hangat, selimut hangat)

- Lakukan penghangatan aktif internal (mis. infus cairan hangat)

Edukasi

Page 10: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. 1. Asuhan Keperawatan …

14

- Anjurkan makan/minum hangat

Sumber : Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI), 2018

Tabel 2.3

Intervensi Keperawatan Post Operatif Pada Fraktur

Nyeri akut b.d agen pencedara fisik, pencedara kimiawi, pencedera fisik.

Manajemen nyeri

Observasi:

- Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, dan intensitas nyeri.

- Identifikasi skala nyeri.

- Identifikasi respon nyeri nonverbal

- Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan nyeri.

- Identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang nyeri.

- Identifikasi pengaruh budaya terhadap respon nyeri.

- Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas nyeri. - Monitor keberhasilaan terapi komplomenter yang sudah diberikan.

- Monitor efek samping penggunaan analgetik.

Terapeutik:

- Berikan terapi nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri. - Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri ( mis. suhu ruangan, pencahayaan,

dan kebisingan)

- Fasilitasi istirahat dan tidur.

- Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan strategi meredakan nyeri.

Edukasi:

- Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri.

- Jelaskan strategi meredakan nyeri.

- Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri.

- Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat.

- Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri.

Kolaborasi:

- Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu. - Pemberian analgesic

Gangguan pola tidur b.d nyeri, hambatan

lingkungan, tidak

familiar dengan

peralatan tidur.

Dukungan tidur

Observasi :

- Identifikasi pola aktivitas dan tidur

- Identifikasi paktor pengganggu tidur fisik atau psikologis

- Identifikasi makanan dan minuman mengganggu tidur (mis.teh, kopi, alkohol, dan

minum banyak air sebelum tidur

- Identifikasi obat tidur yang di konsumsi

Teraupetik :

- Modifikasi lingkungan (mis. pencahayaan, lingkungan, bising, suhu)

- Batasi waktu tidur siang

- Fasilitasi menghilangkan stress sebelum tidur - Tetapkan jadwal tidur rutin

- Lakukan prosedur untuk meningkatkan kenyamanan (mis.pijat, pengaturan posisi,

terapi akupresur

- Sesuaikan jadwal pemberian obat atau tindakan untuk menunjang siklus

tidur

Edukasi :

- Jelaskan pentingnya tidur cukup selama sakit

- Anjurkan menepati waktu tiduryang tidaak mengandung supresor terhadap

Page 11: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. 1. Asuhan Keperawatan …

15

tidur REM

- Anjurkan faktor-faktor yang berkontribusi terhadap gangguan pola tidur (mis. gaya

hidup, atau psikologis)

- Anjurkaan relaksasi otot autogenic atau cara nonfarmakologi lainnya.

Edukasi aktivitas/istirahat

Observasi :

- Identifikasi kesiapan dan kemampuan menerima informasi Teraupetik :

- Sediakan materi dan media pengaturan aktivitas dan istirahat

- Jadwalkan pemberian pendidikan kesehatan sesuai kesepakatan

- Berikan kesempatan kepada pasien dan keuarga untu bertanya Edukasi :

- Jelaskan pentingnya melakukaan aktivitas fisik atau olahraga secara rutin

- Anjurkan terlibat dalam aktivitas kelompok, aktivitas bermain, dll

- Anjurkan menyusun jadwal aktivitas dan istirahat

- Anjurkan cara mengidentifikasi kebutuhan istirahat (mis. Kelelahan, sesak napas saat

aktivitas.

- Ajarkan cara mengidentifikasi target dan jenis aktivitas sesuai.

Sumber : Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI), 2018

Page 12: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. 1. Asuhan Keperawatan …

16

6. Implementasi

Implementasi merupakan pelaksanaan perencanaan keperawatan oleh

perawat. Hal-hal yang perlu diperhatikan ketika melakukan implementasi

intervensi dilaksanakan sesuai rencana setelah dilakukan validasi,

penguasaan kemampuan interpersonal, intelektual, dan teknikal, intervensi

harus dilakukan dengan cermat dan ifisien pada situasi yang tepat,

keamanan fisik dan fisiologi dilindungi dan didokumentasi keperawatan

berupa pencatatan dan pelaporan (Muttaqin, 2009).

7. Evaluasi

Menurut Muttaqin (2009), fase akhir dari proses keperawatan adalah

evaluasi terhadap asuhan keperawatan yang diberikan hal-hal yang

dievaluasi adalah keakuratan, kelengkapan dan kualitas data, teratasi atu

tidak masalah pasien, mencapai tujuan serta ketepatan intervensi

keperawatan. menentukan evaluasi hasil dibagi 5 komponen yaitu:

a. Menentukan kritera, standar dan pertanyaan evaluasi.

b. Mengumpulkan data mengenai keadaan pasien terbaru.

c. Menganalisa dan membandingkan data terhadap kriteria dari standar.

d. Merangkum hasil dan membuat kesimpulan.

e. Melaksanakan tindakan sesuai berdasarkan kesimpulan.

B. Konsep Fraktur

1. Pengertian fraktur

Fraktur merupakan suatu patahan pada kontinuitas struktur jaringan

tulang atau tulang rawan yang umumnya disebabkan trauma,baik trauama

langsung ataupun tidak langsung. Akibat dari suatu trauma pada tulang

dapat bervariasi tergantung pada jenis,kekuatan dan arahnya trauma.

Patahan tadi mungkin tidak lebih dari suatu retakan, suatu pengisutan atau

perimpilan korteks, biasanya patahan itu lengkap dan fragmen tulang

bergeser. Kalau kulit atasnya masih utuh, keadaan ini disebut fraktur

tertutup (fraktur sederhana), kalau kulit atau salah satu dari rongga tulang

Page 13: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. 1. Asuhan Keperawatan …

17

tertembus keadaan ini disebut fraktur terbuka (fraktur Compound) yang

cenderung mengalami kontaminasi dan infeksi. (Manurung, Nixson 2018).

Fraktur adalah gangguan komplek atau tidak komplek pada struktur

tulang dan didefenisikan sesuai dengan jenis dan keluasannya. Fraktur

terjadi ketika tulang menjadi subjek tekanan yang lebih besar dari yang

dapat diserapnya (Smeltzer, 2016). Fraktur adalah terputusnya kontinuitas

jaringan tulang yang umunya disebabkan oleh rudapaksa atau tekanan

eksternal yang datang lebih besar dari yang diserap oleh tulang. (Nugraha,

dkk 2016).

Fraktur phalank merupakan terputusnya hubungan tulang jari-jari yang

diakibatkan trauma lansung maupun tidak langsung (Aprilia, 2014). Fraktur

phalank meliputi fraktur phalank proksimal, medial, dan distal serta

diklasifikasikan menjadi intraartikular dan ekstrakulikular dan stabil atau

tidak stabil. Fraktur phalank stabil merupakan fraktur impaksi dengan

sedikit atau tanpa dislokasi seperti fraktur transversal. Fraktur phalank tidak

stabil biasanya kominutif dengan dislokasi, oblique, atau spiral (Thomas,

2011).

2. Penyebab

Menurut Nixson Manurung (2018) penyebab dari fraktur yaitu :

a. Kekerasan langsung

Kekerasan langsung menyebabkan patah tulang pada titik terjadinya

kekerasan. Fraktur demikian sering bersifat fraktur terbuka dengan

garis patah melintang atau miring.

b. Kekerasan tidak langsung

Kekerasan tidak langsung menyebabkan patah tulang ditempat yang

jauh dari tempat terjadinya kekerasan. Fraktur yang patah biasanya

adalah bagian yang paling lemah dalam jalur hantaran vektor

kekerasan.

Page 14: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. 1. Asuhan Keperawatan …

18

Fraktur phalank biasanya disebabkan karena trauma langsung pada

jari dengan posisi jari hiperfleksi pada bagian persendian. Fraktur

phalank biasanya mengalami fraktur melintang, sering ditandai dengan

angulasi kedepan sehingga dapat menyebabkan kerusakan pada tendon

fleksor. Fraktur pada salah satu ujung phalank dapat memasuki sendi

dan terjadi kekakuan sendi, jika fraktur mengalami pergeseran juga

dapat mengalami deformitas. Beberapa fraktur disebabkan oleh akibat

adanya tekanan yang berlebihan dibandingkan kemampuan tulang

dalam menahan tekanan. Tekanan yang terjadi pada tulang dapat berupa

tekanan membengkok, memutar, dan tarikan (Helmi, 2012).

3. Tipe Fraktur

Menurut Wiarto (2017) jenis fraktur berdasarkan radiologisnya antara

lain:

a. Fraktur transversal

Fraktur transversal adalah fraktur yang garis patahnya tegak lurus

terhadap sumbu panjang tulang. Pada fraktur ini, segmen-segmen

tulang yang patah direposisi atau direkduksi kembali ke tempat semula,

maka segmen-segmen ini akan stabil dan biasanya dikontrol dengan

bidai gips.

b. Fraktur kuminutif

Fraktur kuminutif adalah terputusnya keutuhan jaringan yang terdiri

dari dua fragmen tulang.

c. Fraktur oblik

Fraktur oblik adalah fraktur yang garis patahnya membuat sudut

terhadap tulang.

d. Fraktur segmental

Fraktur segmental adalah dua fraktur berdekatan pada satu tulang yang

menyebabkan terpisahnya segmen sentral dari suplai darahnya, fraktur

jenis ini biasanya sulit ditangani.

Page 15: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. 1. Asuhan Keperawatan …

19

e. Fraktur impaksi

Fraktur impaksi atau fraktur kompresi terjadi ketika dua tulang

menumbuk tulang yang berada diantara vertebra.

f. Fraktur spiral

Fraktur spiral timbul akibat torsi ekstermitas. Fraktur ini menimbulkan

sedikit kerusakan jaringan lunak dan cenderung cepat sembuh dengan

imobilisasi.

Sedangkan fraktur phalank meliputi fraktur phalank proximal,

medial dan distal serta diklasifikasikan menjadi intrartikular dan

ekstraartikular dan stabil atau tidak stabil. Fraktur artikular dibagi

menjadi beberapa jenis yaitu fraktur avulsi dengan perlekatan, fraktur

shaft (corpus) yang meluas sampai sendi, dan fraktur akibat beban

kompresi. Fraktur ekstraartikular terjadi pada diafiseal colbum phalank.

Fraktur phalank stabil merupakan fraktur impaksi dengan sedikit atau

tanpa dislokasi seperti fraktur transversal. Fraktur phalank tidak stabil

biasanya kominutif dengan dislokasi, oblique, atau spiral (Thomas,

2011).

4. Tanda dan gejala

Menurut Nugraha,dkk (2016) tanda dan gejala dari fraktur yaitu :

a. Deformitas, yaitu fragmen tulang berpindah dari tempatnya.

b. Bengkak, yaitu edema muncul secara cepat dari lokasi dan ekstravasasi

darah terjadi dalam jaringan yang berdekatan dengan fraktur.

c. Ekimosis, krepitasi.

d. Spasme otot, yaitu spasme involunter dekat fraktur.

e. Nyeri tekan.

f. Nyeri.

g. Kehilangan sensasi (mati rasa, mungkin terjadi akibat kerusakan

saraf/perdarahan).

h. Pergerakan abnormal.

Page 16: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. 1. Asuhan Keperawatan …

20

5. Patofisiologis

Fraktur adalah gangguan pada tulang yang disebabkan oleh trauma,

stres, gangguan fisik, gangguan metabolik, dan proses patologis. Kerusakan

pembuluh darah pada fraktur mengakibatkan perdarahan sehingga volume

darah menurun dan terjadi perubahan perfusi jaringan. Hematoma yang

terjadi mengeksudasi plasma dan berpoliferasi menjadi edema lokal

sehingga terjadi penumpukan di dalam tubuh. Fraktur terbuka atau tertutup

mengenai serabut saraf yang menimbulkan gangguan rasa nyaman nyeri.

Setelah terjadi fraktur, periosteum dan pembuluh darah serta saraf dalam

korteks, sumsum, dan jaringan lunak yang membungkus tulang rusak.

Perdarahan terjadi karena kerusakan tersebut dan terbentuk hematoma di

rongga medula tulang. Jaringan tulang segera berdekatan ke bagian tulang

yang patah. Jaringan yang mengalami nekrosis ini menstimulasi terjadinya

respons inflamasi yang di tandai dengan vasodilatasi, eksudasi plasma dan

leukosit, dan infiltrasi sel darah putih. Kejadian ini merupakan dasar dari

proses penyembuhan tulang nantinya. (Nugraha,dkk. 2016).

Pada kasus ini dilakukan tindakan pemasangan kawat dengan operasi

pada digiti v dextra dan dilakukan insisi. Dengan dilakukannya insisi

menyebabkan kerusakan pada jaringan lunak di bawah kulit maupun

pembuluh darah. Terpotongnya pembuluh darah maka cairan dalam sel akan

keluar jaringan dan dapat menyebabkan pembengkakan. Dengan adanya ini

akan menekan ujung syaraf sensoris yang akan menyebabkan nyeri. Nyeri

juga disebabkan karena adanya luka sayatan pada saat operasi yang dapat

menyebabkan ujung-ujung syaraf sensoris teriritasi. Akibatnya gerakan

pada area tersebut akan terbatas oleh karena nyeri itu sendiri. Keadaan ini

jika dibiarkan terus menerus akan menyebabkan spasme otot dan terjadi

penurunan Lingkup Gerak Sendi (LGS) yang lama kelamaan akan

mengakibatkan penurunan kekuatan otot diikuti dengan penurunan aktivitas

fungsional (Utomo, 2011).

Page 17: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. 1. Asuhan Keperawatan …

21

6. Pemeriksaan Diagnostik

Pemeriksaan radiologi bertujuan untuk menentukan keparahan

kerusakan tulang dan jaringan lunak yang berhubungan dengan derajat

energi dari trauma itu sendiri. Bayangan udara di jaringan lunak merupakan

petunjuk dalam melakukan pembersihan luka atau irigasi dalam melakukan

debridement. Bila bayangan udara tersebut tidak berhubungan dengan

daerah fraktur maka dapat ditentukan bahwa fraktur tersebut adalah fraktur

tertutup (Manurung Nixson, 2018).

Menurut Istianah (2017) Pemeriksan Diagnostik antara lain:

a. Foto rontgen (X-ray) untuk menentukan lokasi dan luasnya fraktur.

Foto rontgen menunjukkan adanya fraktur phalank digiti pedis v.

b. Scan tulang, temogram, atau scan CT/MRIB untuk memperlihatkan

fraktur lebih jelas, mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak.

c. Anteriogram dilakukan untuk memastikan ada tidaknya kerusakan

vaskuler.

7. Komplikasi

Menurut Nugraha, dkk (2016) komplikasi yang dapat timbul dari

fraktur ialah :

a. Komplikasi awal, yaitu kerusakan arteri, sindrom kompartemen, fat

embolism syndrome, infeksi, syok, dan nekrosis avaskular.

1) Infeksi : trauma pada jaringan dapat menurunkan sistem

pertahanan tubuh. Pada trauma ortopedik, infeksi dimulai pada

kulit dan masuk kedalam tubuh bisa juga karena penggunaan bahan

asing dalam pembedahan seperti pin dan plat .

2) Syok : terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya

permeabilitas kapiler yang bisa menyebabkan menurunnya

oksigenasi.

Page 18: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. 1. Asuhan Keperawatan …

22

b. Komplikasi dalam waktu lama.

1) Delayed union (kegagalan fraktur berkonsolidasi sesuai dengan

waktu yang dibutuhkan utuk untuk menyambung).

2) Nonunion (kegagalan fraktur berkonsolidasi dan memproduksi

sambungan yang lengkap, kuat, dan stabil setelah 6-9 bulan).

3) Malunion (penyembuhan tulang yang di tandai dengan

peningkatan kekuatan dan perubahan bentuk (deformitas).

Malunion diperbaiki dengan pembedahan dan reimobilisasi yang

baik.

8. Penatalaksanaan

Menurut Istianah (2017) penatalaksanaan medis antara lain :

a. Diagnosis dan penilaian fraktur

Anamnesis pemeriksaan klinis dan radiologi dilakukan dilakukan untuk

mengetahui dan menilai keadaan fraktur. Pada awal pengobatan perlu

diperhatikan lokasi fraktur, bentuk fraktur, menentukan teknik yang

sesuai untuk pengobatan komplikasi yang mungkin terjadi selama

pengobatan.

b. Reduksi

Tujuan dari reduksi untuk mengembalikan panjang dan kesejajaran

garis tulang yang dapat dicapai dengan reduksi terutup atau reduksi

terbuka. Reduksi tertutup dilakukan dengan traksi manual atau mekanis

untuk menarik fraktur kemudian, kemudian memanipulasi untuk

mengembalikan kesejajaran garis normal. Jika reduksi tertutup gagal

atau kurang memuaskan, maka bisa dilakukan reduksi terbuka. Reduksi

terbuka dilakukan dengan menggunakan alat fiksasi internal untuk

mempertahankan posisi sampai penyembuhan tulang menjadi solid.

Alat fiksasi interrnal tersebut antara lain pen, kawat, skrup, dan plat.

Alat-alat tersebut dimasukkan kedalam fraktur melalui pembedahan

ORIF (Open Reduction Internal Fixation). Pembedahan terbuka ini

Page 19: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. 1. Asuhan Keperawatan …

23

akan mengimobilisasi fraktur hingga bagian tulang yang patah dapat

tersambung kembali.

c. Retensi

Imobilisasi fraktur bertujuan untuk mencegah pergeseran fragmen dan

mencegah pergerakan yang dapat mengancam penyatuan. Pemasangan

plat atau traksi dimaksudkan untuk mempertahankan reduksi ekstremitas

yang mengalami fraktur.

d. Rehabilitasi

Mengembalikan aktivitas fungsional seoptimal mungkin.

Menurut Smeltzer (2016) penatalaksanaan keperawatan fraktur yaitu :

a. Penatalaksanaan fraktur tertutup

1) Informasikan pasien mengenai metode pengontrolan edema dan

nyeri yang tepat (misalkan, meninggikan ekstremitas setinggi

jantung, menggunakan analgesik sesuai resep)

2) Ajarkan latihan untuk mempertahankan kesehatan otot yang tidak

terganggu dan memperkuat otot yang diperlukan untuk berpindah

tempat dan untuk menggunakan alat bantu.

3) Ajarkan pasien tentang cara menggunakan alat bantu dengan aman.

4) Bantu pasien memodifikasi lingkungan rumah mereka sesuai

kebutuhan dan mencari bantuan personal jika diperlukan.

5) Berikan pendidikan kesehatan kepada pasien mengenai perawatan

diri, informasi medikasi, pemantauan kemungkinan komplikasi,

dan perlunya supervisi layanan kesehatan yang berkelanjutan.

b. Penatalaksanaan traktur terbuka

1) Sasaran penatalaksanaan adalah untuk mencegah infeksi luka,

jaringan lunak, dan tulang serta untuk meningkatkan pemulihan

tulang dan jaringan lunak. Pada kasus fraktur terbuka, terdapat

risiko osteomielitis, tetanus, dan gangren.

2) Kolaborasi pemberian antibiotik dengan segera saat pasien tiba di

rumah sakit bersama dengan tetanus toksoid jika diperlukan.

Page 20: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. 1. Asuhan Keperawatan …

24

3) Lakukan irigasi luka dan debridemen.

4) Tinggikan ekstremitas untuk meminilkan edema.

5) Kaji status neurovaskular dengan sering.

6) Ukur suhu tubuh pasien dalam interval teratur, dan pantau tanda –

tanda vital.

C. Konsep Open Reduction Internal Fixation (ORIF)

1. Definisi ORIF

Open Reduction Internal Fixation (ORIF) adalah sebuah prosedur

bedah medis, yang tindakannya mengacu pada operasi terbuka untuk

mengatur tulang, seperti yang diperlukan untuk beberapa patah tulang,

fiksasi internal mengacu pada fiksasi sekrup dan piring untuk mengaktifkan

atau memfasilitasi penyembuhan (Brunner & Suddart, 2003).

2. Tujuan ORIF

a. Memperbaiki fungsi dengan mengembalikan gerakan dan

stabilitas.

b. Mengurangi nyeri.

c. Pasien dapat melakukan ADL atau kegiatan sehari-hari dengan

bantuan minimal.

d. Sirkulasi yang adekuat dipertahankan pada ekstremitas yang

terkena.

e. Tidak ada kerusakan kulit.

3. Tindakan pembedahan ORIF

Tindakan pembedahan pada ORIF dibagi menjadi 2 jenis metode yaitu

meliputi :

a. Reduksi terbuka

Insisi dilakukan pada tempat yang mengalami cedera dan diteruskan

sepanjang bidang anatomi menuju tempat yang mengalami fraktur.

Fraktur diperiksa dan diteliti. Fragmen yang telah mati dilakukan irigasi

dari luka. Fraktur direposisi agar mendapatkan posisi yang normal

Page 21: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. 1. Asuhan Keperawatan …

25

kembali. Sesudah reduksi fragmen-fragmen tulang dipertahankan

dengan alat ortopedik berupa: pin, skrup, plate, dan paku (Wim de Jong,

2000).

Pada kasus ini dilakukan tindakan pemasangan kawat dengan operasi

pada digiti v pedis dextra dan dilakukan insisi. Dengan dilakukannya

insisi menyebabkan kerusakan pada jaringan lunak di bawah kulit

maupun pembuluh darah. Terpotongnya pembuluh darah maka cairan

dalam sel akan keluar jaringan dan dapat menyebabkan pembengkakan.

Dengan adanya ini akan menekan ujung syaraf sensoris yang akan

menyebabkan nyeri.

b. Fiksasi internal

Metode alternatif manajemen fraktur dengan fiksasi internal, biasanya

pada ekstrimitas dan tidak untuk fraktur lama post eksternal fiksasi,

dianjurkan penggunaan gips. Setelah reduksi, dilakukan insisi perkutan

untuk implantasi pen ke tulang. Lubang kecil dibuat dari pen metal

melewati tulang dan dikuatkan pennya. Perawatan 1-2 kali sehari secara

khusus, antara lain : observasi letak pen dan area, observasi kemerahan,

basah dan rembes, observasi status neurovaskuler. Fiksasi internal

dilaksanakan dalam teknik aseptis yang sangat ketat dan pasien untuk

beberapa saat mendapatkan antibiotik untuk pencegahan setelah

pembedahan.

D. Jurnal Terkait

1. Penelitian Sri Utami (2016) dengan judul “Efektifitas relaksasi napas

dalam dan distraksi dengan latihan 5 jari terhadap nyeri post Laparatomi”

disimpulkan bahwa efektifitas relaksasi napas dalam dan distraksi dengan

latihan 5 jari efektif untuk menurunkan intensitas nyeri.

2. Penelitian Dessy Suswitha (2018) yang berjudul “Efektifitas penggunaan

Electricblanket pada pasien yang mengalami hipotermi post operasi di

Instalasi Bedah Sentral (IBS) RSUD Palembang Bari”. Hasil penelitian

dapat disimpulkan bahwa perbedaan yang signifikan mean waktu yang

Page 22: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. 1. Asuhan Keperawatan …

26

diperlukan untuk mencapai suhu pada rentang normal pada electricblanket

dan selimut biasa, dimana nilai pvalue yang diperoleh sangat jauh dibawah

0,05 (nilai signifikai output 0,000) berdasarkan hasil uji statistik

independen t-test dengan equal variances assumed.

3. Penelitian Putri Prastiti Mubarokah (2017) yang berjudul “Faktor-faktor

yang berhubungan dengan hipotermi pasca general anestesi di IBS RSUD

Kota Yogyakarta” dengan kesimpulan terdapat hubungan antara faktor

usia, IMT, jenis kelamin dan lama operasi dengan hipotermia pasca

general anestesi di IBS RSUD Kota Yogyakarta.

4. Penelitian Rio Verdiansyah (2013), berjudul ”Komunikasi terapeutik

terhadap tingkat kecemasan pasien sebelum dilakukan tindakan anestesi

regional” dengan hasil menunjukkan bahwa ada perbedaan dan penurunan

yang signifikan rerata tingkat kecemasan sebelum dan sesudah dilakukan

komunikasi terapeutik di kamar operasi RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu

(P=0,000).

5. Penelitian Inayati (2017) berjudul “Hubungan tingkat kecemasan Dengan

peningkatan tekanan darah pada pasien pre operasi elektif di ruang bedah”

dengan hasil uji Chi Square menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang

signifikan antara tingkat kecemasan dengan peningkatan tekanan darah

(P=0,023).