bab ii kajian pustaka - repository.uksw.edu
TRANSCRIPT
5
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Kajian Teori
1. Hasil Belajar
a. Pengertian Hasil Belajar
Nasution (2010) memaparkan bahwa belajar terjadi jika
ada hasilnya yang dapat diperlihatkan. Belajar terjadi hanya
dapat diketahui jika ada sesuatu yang dingat dari apa yang
dipelajari.
Bloom dalam Sudjana, (2010) mengklasifikasi hasil belajar
menjadi tiga ranah yaitu kognitif, afektif, dan psikomotoris.
Ranah afektif berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang
terdiri dari enam aspek yaitu pengetahuan dan ingatan,
pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi. Kedua
aspek pertama disebut kognitif tingkat rendah dan empat aspek
berikutnya termasuk kognitif tingkat tinggi. Ranaf afektif
berkenaan dengan sikap yang terdiri dari lima aspek yaitu
penerimaan, jawaban atau reaksi, penilaian, organisasi, dan
internalisasi. Ranah psikomotoris berkenaan dengan hasil
belajar keterampilan dan kemampuan bertindak, terdiri dari
enam aspek yaitu gerakan refleks, keterampilan gerakan dasar,
kemampuan perseptual, keharmonisan atau ketepatan, gerakan
keterampilan kompleks, dan gerakan ekspresif serta
interpretatif. Diantara ketiga ranah tersebut ranah kognitif yang
paling banyak dinilai oleh guru di sekolah berkaitan dengan
kemampuan siswa dalam menguasai isi bahan ajar.
Dipaparkan pula oleh Yamin (2003) bahwa hasil belajar
dapat diukur dalam bentuk perubahan pengetahuan, sikap, dan
keterampilan, tentunya perubahan tersebut merupakan
perubahan yang lebih baik dibandingkan sebelumnya.
Sudjana (2010), proses adalah kegiatan yang dilakukan oleh siswa dalam mencapai tujuan pengajaran, sedangkan hasil belajar merupakan kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah menerima pengalaman belajarnya. Horward Kingsley membagi tiga macam hasil belajar, yakni: (a) keterampilan dan kebiasaan, (b) pengetahuan dan pengertian, (c) sikap dan cita-cita. Masing-
6
masing jenis hasil belajar dapat diisi dengan bahan yang telah ditetapkan dalam kurikulum. Sedangkan Gagne membagi lima kategori hasil belajar, yakni (a) informasi verbal, (b) keterampilan intelektual, (c) strategi kognitif, (d) sikap, dan (e) ketrampilan motoris.
Menurut Glaser ada dua macam penilaian hasil belajar
yaitu norm-referenced dan criterion-referenced. Penilaian norm-
referenced didasarkan pada penilaian murid yang dibandingkan
dengan hasil keseluruhan kelas, yang diutamakan disini adalah
perbedaan individu. Penilaian criterion-referenced yaitu
penilaian hasil belajar berdasarkan standar atau kriteria
tertentu, yaitu yang ditentukan oleh tujuan belajar, dalam
penilaian ini yang perlu diketahui adalah sampai dimana siswa
telah mencapai tujuan tersebut, sehingga tujuan harus
dirumuskan secara spesifik. Hal-hal yang perlu diperhatikan
dalam penilaian dengan criterion-referenced yaitu: Soal harus
berhubungan langsung dengan rumusan tujuan pelajaran; Murid
harus diberitahukan dengan jelas hasil apa yang diharapkan
pada akhir pelajaran; Pertanyaan hendaknya jangan mengenai
hal-hal yang dapat dihafal, kecuali sesuatu memang harus
dihafal sebagai hasil belajar yang diharapkan. Siswa yang gagal
memenuhi standar yang ditentukan menurut tujuan, maka siswa
tersebut harus mengulang pelajaran agar dapat menguasai
materi, sehingga siswa tidak mengalami kesulitan dalam
pelajaran selanjutnya (Nasution, 2010).
Sabri (2007) hasil belajar yang dicapai siswa dipengaruhi
oleh dua faktor utama yaitu faktor dari lingkungan dan faktor
yang datang dari diri siswa terutama kemampuan yang
dimilikinya. Faktor kemampuan siswa besar sekali pengarunya
terhadap hasil belajar yang dicapai. Seperti yang dikemukakan
oleh Clark bahwa hasil belajar siswa di sekolah 70% dipengaruhi
oleh kemampuan siswa dan 30% dipengaruhi oleh lingkungan.
Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar ada dua
jenis yaitu yang bersumber dari dalam diri manusia (faktor
internal) dan faktor yang bersumber dari luar diri manusia
(faktor eksternal). Faktor internal dapat diklasifikasikan menjadi
dua yaitu faktor biologis dan faktor psikologis. Faktor biologis
7
yaitu usia, kematangan, dan kesehatan. Lain halnya dengan
faktor psikologis yaitu kelelahan, suasana hati, motivasi, minat,
dan kebiasaan belajar. Faktor eksternal juga diklasifikasikan
menjadi dua jenis yaitu faktor manusia (human) dan non
manusia seperti alam benda, hewan, dan lingkungan (Arikunto,
1990).
Berdasarkan pengertian-pengertian yang sudah
dipaparkan oleh pakar tersebut penelitian ini sejalan dengan
pendapat Sudjana (2010), yang menyebutkan bahwa hasil
belajar merupakan kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa
setelah menerima pengalaman belajarnya. Hasil belajar siswa
dapat dilihat dari kemampuannya setelah siswa mempelajari
suatu materi tertentu.
b. Tujuan dan Fungsi Penilaian Hasil Belajar
Menurut Hamdani (2011) menyebutkan tujuan dan fungsi
penilaian hasil belajar. Tujuan itu sendiri dibagi menjadi dua
yaitu tujuan penilaian secara umum dan khusus. Tujuan umum
penilaian hasil belajar yaitu: Menilai pencapaian kompetensi
siswa; Memperbaiki proses pembelajaran; Sebagai bahan
penyusunan laporan kemajuan belajar siswa. Tujuan khusus
penilaian hasil belajar yaitu: Mengetahui kemajuan dan hasil
belajar siswa; Mendiagnosis kesulitan belajar; Memberikan
umpan balik atau perbaikan proses belajar mengajar;
Menentukan kenaikan kelas; Memotivasi belajar siswa dengan
cara mengenal dan memahami diri serta merangsang untuk
melakukan usaha perbaikan.
Fungsi penilaian hasil belajar, yaitu meliputi: Bahan
pertimbangan dalam menentukan kenaikan kelas; Umpan balik
dalam perbaikan proses belajar mengajar; Meningkatkan
motivasi siswa; dan Evaluasi diri terhadap kinerja siswa.
2. Modul
a. Pengertian
Hamdani (2011) memaparkan bahwa modul merupakan
sarana pembelajaran dalam bentuk tertulis atau cetak yang
disusun secara sistematis, memuat materi pembelajaran,
8
metode, tujuan pembelajaran berdasarkan kompetensi dasar
atau indikator pencapaian kompetensi, petunjuk kegiatan
belajar mandiri (self instructional) dan memberikan kesempatan
kepada siswa untuk menguji diri sendiri melalui latihan yang
disajikan dalam modul.
Pengertian modul juga dikemukan oleh Nasution (2010),
modul merupakan suatu kesatuan yang bulat dan lengkap yang
terdiri atas serangkaian kegiatan belajar yang secara empirik
telah terbukti memberi hasil belajar yang efektif untuk
mencapai tujuan yang dirumuskan secara jelas dan spesifik.
Sejalan dengan pengertian tersebut, Sabri (2007) juga
mengemukakan pengertian modul yaitu modul merupakan
suatu unit yang lengkap yang terdiri dari rangkaian kegiatan
belajar yang disusun untuk membantu siswa mencapai tujuan
yang telah dirumuskan. Modul merupakan suatu paket
kurikulum yang disediakan untuk dapat digunakan siswa belajar
sendiri, sehingga tanpa kehadiran guru siswa dapat belajar
secara mandiri.
Menurut Winkel (2004) modul merupakan satuan
program belajar mengajar terkecil, yang dipelajari oleh siswa
sendiri secara perseorangan atau diajarkan oleh siswa kepada
dirinya sendiri (self instructional), setelah siswa menyelesaikan
satuan yang satu, siswa akan mempelajari satuan berikutnya.
Berdasarkan pengertian di atas maka penelitian akan
menggunakan teori modul dari Nasution (2010) yaitu bahwa
modul merupakan suatu kesatuan yang bulat dan lengkap yang
terdiri atas serangkaian kegiatan belajar yang secara empirik
telah terbukti memberi hasil belajar yang efektif untuk
mencapai tujuan yang dirumuskan secara jelas dan spesifik.
b. Tujuan Pembelajaran Modul
Menurut Sabri (2007) sistem pembelajaran modul
dipandang lebih efektif karena pembelajaran modul merupakan
salah satu bentuk pembelajaran mandiri yang dapat
membimbing siswa untuk belajar sendiri mengenai materi
pembelajaran tanpa adanya campur tangan guru atau dosen.
Tujuan dari pembelajaran modul adalah sebagai berikut: Siswa
9
dapat belajar sesuai dengan cara mereka masing-masing; Siswa
mempunyai kesempatan untuk belajar sesuai dengan kecepatan
masing-masing; Siswa dapat memilih topik pembelajaran yang
diminati, karena siswa tidak mempunyai pola minat yang sama
untuk mencapai tujuan yang sama; Siswa diberi kesempatan
untuk mengenal kelebihan dan kekurangannya dan
memperbaiki kelemahannya melalui program remidial.
Tujuan pembelajaran modul juga dipaparkan oleh
Nasution (2010) tujuan dengan penggunaan modul yaitu:
Memberi kesempatan siswa untuk memilih diantara banyak
topik dalam rangka suatu program; Mengadakan penilaian yang
sering mengenai kemajuan dan kelemahan siswa; Memberikan
modul remidial untuk mengolah kembali seluruh bahan yang
telah diberikan untuk pemantapan dan perbaikan atau
mengulang bahan dengan metode cara lain untuk
mempermudah siswa dalam memahami materi.
c. Kelebihan dan Kekurangan Pengajaran Modul
Hamdani (2011) memaparkan manfaat modul bagi siswa
dan bagi guru. Manfaat modul bagi siswa yaitu: Siswa memiliki
kesempatan melatih diri belajar secara mandiri; Belajar menjadi
lebih menarik karena dapat dipelajari di luar kelas dan di luar
jam pelajaran; Berkesempatan mengekspresikan cara-cara
belajar yang sesuai dengan kemampuan dan minatnya;
Berkesempatan menguji kemampuan diri sendiri dengan
mengerjakan latihan yang disajikan dalam modul; Mampu
membelajarkan diri sendiri; Mengembangkan kemampuan siswa
dalam berinteraksi langsung dengan sumber belajar yang
lainnya.
Manfaat modul bagi kepentingan guru yaitu: Mengurangi
kebergantungan terhadap ketersediaan buku teks; Memperluas
wawasan karena disusun dengan menggunakan berbagai
referensi; Menambah khazanah pengetahuan dan pengalaman
dalam menulis bahan ajar; Membangun komunikasi yang efektif
antara dirinya dan siswa karena pembelajaran tidak harus
berjalan secara tatap muka; Menambah angka kredit jika
dikumpulkan menjadi buku dan diterbitkan.
10
Menurut Nasution (2010) modul memiliki keuntungan
baik untuk siswa maupun guru. Keuntungan penggunaan modul
bagi siswa adalah: Modul memberikan feedback, sehingga siswa
dapat mengetahui tingkat hasil belajarnya, dengan demikian
kesalahan dapat segera diperbaiki; Setiap siswa mendapat
kesempatan untuk mencapai angka/nilai tertinggi dengan
menguasai bahan pelajaran secara tuntas, dengan demikian
diharapkan siswa memperoleh dasar yang lebih mantap untuk
memulai materi yang baru; Tujuan modul harus jelas, spesifik,
dan dapat dicapai oleh murid; Memotivasi siswa untuk lebih
memahami materi dengan langkah-langkah yang teratur;
Penggunaan modul bersifat fleksibel, dapat disesuaikan dengan
perbedaan siswa baik dari kecepatan belajar, cara belajar, atau
pun bahan belajar; Timbul rasa kerjasama baik antar murid
maupun guru dengan murid; Memberi kesempatan untuk
pelajaran remidial. Pembelajaran dengan menggunakan modul
juga mempunyai keuntungan bagi guru, yaitu: Rasa puas dari
guru karena kesuksesan yang dicapai oleh siswa; Penggunaan
modul dapat memberikan kesempatan lebih banyak bagi guru
untuk memberi bantuan dan perhatian kepada siswa; Guru lebih
mempunyai banyak waktu untuk memberi ceramah dan
pelajaran tambahan sebagai pengayaan; Guru terbebas dari
rutinitas yaitu melakukan persiapan pelajaran karena semuanya
sudah tersedia di modul; Antar sekolah maupun perguruan
tinggi dapat bertukar modul; Mendorong guru lebih bersikap
ilmiah tentang profesinya; Evaluasi formatif lebih mudah
dilakukan.
Penggunaan modul juga mempunyai kelemahan, menurut
Nasution (2010) meskipun terdapat banyak keuntungan dari
penggunaan modul namun ada kelemahan yang ada baik bagi
guru, siswa, maupun administrator. Kesulitan bagi siswa yaitu
siswa tidak terbiasa dengan metode belajar yang baru seperti
modul karena siswa terbiasa dengan metode mastery learning
yaitu guru sebagai pusat pengetahuan sehingga metode baru
sulit diterima oleh siswa. Kesulitan bagi pengajar yaitu: Pada
saat menyiapkan modul, yaitu untuk modul yang baik
dibutuhkan banyak waktu, keahlian dan keterampilan yang
11
cukup; Guru merasa kehilangan gengsi karena kedudukan guru
yang tinggi yaitu sebagai pusat pengetahuan akan banyak
berkurang dengan pengajaran modul; Tidak semua siswa
mempelajari bahan yang sama sehingga guru harus menjawab
pertanyaan siswa yang berbeda-beda. Kesulitan yang dialami
oleh administrator yaitu dengan menggunakan modul
membutuhkan lebih banyak biaya dan tenaga.
d. Langkah-Langkah Penyusunan Modul
Langkah-langkah dalam penyusunan modul adalah
sebagai berikut (Sabri, 2007): Merumuskan tujuan secara jelas
dan spesifik dalam bentuk mengamati kelakuan siswa; Urutan
tujuan-tujuan yang menentukan langkah-langkah yang harus
diikuti dalam modul; Tes diagnostik untuk mengukur
pengetahuan dan kemampuan siswa serta latar belakang
mereka sebagai prasyarat untuk menempuh modul; Menyusun
alasan pentingnya modul ini bagi siswa; Kegiatan belajar
direncanakan untuk membantu dan membimbing siswa dalam
mencapai kompetensi-kompetensi dan merumuskan dalam
tujuan; Menyusun posttes untuk mengukur hasil belajar siswa;
Menyiapkan sumber-sumber berupa bacaan yang dibutuhkan
siswa.
Dipaparkan pula oleh Hamdani (2011) tentang urutan
penyusunan sebuah modul: Menetapkan judul modul yang akan
disusun; Menyiapkan buku-buku sumber dan buku referensi
lainnya; Melakukan identifikasi terhadap kompetensi dasar,
melakukan kajian terhadap materi pembelajaran, serta
merancang bentuk kegiatan pembelajaran yang sesuai;
Mengidentifikasi indikator pencapaian kompetensi dan
merancang bentuk dan jenis penilaian yang disajikan;
Merancang format penulisan modul; Penyusunan draf modul;
Melakukan validasi dan finalisasi terhadap draf modul;
e. Langkah-Langkah Pembelajaran dengan Menggunakan Modul
Langkah-langkah belajar menggunakan modul menurut
Suryosubroto (1983) sebagai berikut: Langkah pertama yaitu
pada saat akan dimulainya penggunaan modul. Sebelum modul
12
digunakan dalam pembelajaran di kelas guru harus terlebih
dahulu mempelajari bahan modul atau materi yang disajikan
dalam modul. Guru juga harus mempelajari alat-alat dan sumber
belajar yang harus disediakan agar modul tersebut dapat
digunakan secara maksimal. Langkah kedua yaitu pada saat
berlangsungnya proses belajar. Guru harus kreatif dalam
pembelajaran dengan menggunakan modul, guru sebaiknya
melaksanakan pembelajaran berdasarkan pada pedoman guru,
selain itu guru juga menjelaskan kepada siswa jika ada hal-hal
penting yang harus diperhatikan di dalam modul. Guru juga
menegaskan kepada siswa bahwa siswa tidak perlu tergesa-gesa
dalam menyelesaikan modul namun yang lebih penting adalah
siswa menguasai materi yang terdapat di dalam modul. Saat
pembelajaran menggunakan modul siswa boleh bertanya
kepada guru atau teman yang dianggap lebih tahu tentang hal-
hal yang belum jelas. Guru juga harus berkeliling kelas untuk
mengecek seberapa jauh siswa memahami petunjuk di dalam
modul, kesulitan yang dialami siswa, serta seberapa jauh siswa
memahami dan mengerjakan tugas-tugas atau lembar kerja
yang terdapat di dalam modul. Materi boleh dijelaskan di depan
kelas jika semua siswa dirasa mempunyai kesulitan yang sama
dalam mempelajari materi di dalam modul.
Langkah ketiga yaitu pada saat siswa selesai
mengerjakan seluruh lembaran kegiatan siswa dan lembaran
kerja. Siswa baru boleh mengambil tes jika sudah benar-benar
menguasai modul yang dipelajari, untuk mengetahui apakah
siswa sudah menguasai modul atau belum dapat dilihat dengan
memeriksa lembaran kerja siswa. Tes diberikan jika siswa benar-
benar telah menyelesaikan Lembaran Kegiatan dan Lembaran
Kerja dengan baik. Langkah keempat yaitu pada saat siswa telah
menyelesaikan lembaran tes. Siswa yang telah mencapai sekor
75% guru harus segera memberikan tugas-tugas pengayaan atau
memberika modul baru sebagai kelanjutan modul yang diteskan.
Siswa yang belum mencapai sekor 75% guru harus segera
mengadakan identifikasi terhadap bagian-bagian yang membuat
siswa salah dan memberikan bimbingan khusus kepada siswa
13
yang masih belum paham atau mempelajari latar belakang
kesulitan siswa tersebut sebelum mengambil suatu keputusan.
f. Unsur-Unsur Administrasi Sistem Modul
Menurut Nasution (2010) administrasi dengan
menggunakan modul ada tiga unsur yaitu pengembangan
modul, pelaksanaan, dan biaya. Hal-hal yang termasuk dalam
pengembangan modul yaitu: Memilih bahan pelajaran dan alat-
alat pelajaran; Menyusun bahan dalam satuan-satuan untuk
setiap modul; Merumuskan tujuan setiap modul; Menyesuaikan
tujuan dengan proses belajar; Merencanakan cara memonitor
dan mencatat kemajuan serta hasil belajar siswa; Merencanakan
evaluasi akhir hasil belajar. Unsur yang kedua yaitu pelaksanaan,
hal-hal yang terkait dengan pelaksanaan yaitu: Penyebaran dan
penyampaian modul kepada siswa; Mencatat hasil belajar siswa;
Memonitor kemajuan belajar siswa; Memberi balikan kepada
siswa; dan menilai hasil belajar akhir. Unsur ketiga dalam
administrasi sistem modul yaitu biaya. Dibandingkan dengan
pengajaran konvensional, pengajaran dengan menggunakan
modul pada umumnya memakan biaya yang lebih banyak. Biaya
yang dimaksud antara lain: Masalah waktu, pengajar
membutuhkan banyak waktu untuk menyusun modul; Biaya alat
audio-visual, pegawai administrasi, dan alat laboratorium; Biaya
untuk memperbanyak modul, buku bimbingn belajar, dan
komponen yang lain; dan Biaya ruang belajar.
g. Komponen Modul Pembelajaran
Menurut Sabri (2007) Modul pembelajaran merupakan
satuan yang terdiri dari komponen utama sebagai berikut:
Rumusan tujuan pengajaran yang eksplisit dan spesifik; Petunjuk
untuk guru; Petunjuk untuk siswa; Lembaran kegiatan siswa
yang memuat materi pembelajaran yang harus dikuasai siswa;
Lembaran kerja; Kunci evaluasi.
Hal yang sama juga dikemukakan oleh Winkel (2004)
komponen-komponen pada modul adalah: Pedoman
guru/Petunjuk guru, yaitu menguraikan peran guru dalam
kegiatan belajar mengajar, mendiskripsikan unit yang dipelajari,
14
kegiatan-kegiatan siswa, alat-alat pelajaran yang digunakan, dan
alat evaluasi; Lembar Kegiatan Siswa, yaitu berisi rumusan
tujuan instruksional yang akan dicapai, kegiatan-kegiatan belajar
yang harus dilakukan, alat-alat pelajaran yang digunakan, dan
tugas-tugas yang harus diselesaikan; Lembar Kerja, yaitu
menyertai Lembar Kerja Siswa berisi pertanyaan-pertanyaan
dan tugas-tugas yang harus dikerjakan; Kunci Lembar Kerja,
yaitu berisi jawaban-jawaban atas pertanyaan atau tugas yang
ada dalam Lembar Kerja sehingga siswa dapat mencocokkan
sendiri; Lembar Tes, yaitu berisi soal-soal yang harus dikerjakan
untuk mengukur tingkat keberhasilan/penguasaan setelah
modul dipelajari, ini berisi tes formatif; Kunci Lembar Tes, yaitu
berisi jawaban-jawaban atas soal-soal dalam Lembar Tes,
sehingga siswa dapat mencocokannya sendiri.
h. Prinsip-Prinsip Pembelajaran Modul
Prinsip pembelajaran dengan menggunakan modul
dipaparkan oleh Sabri (2007) pembelajaran modul memiliki
karakteristik tersendiri yang luas dan berbeda dengan
pembelajaran individual lainnya, yaitu: Prinsip fleksibilitas, yakni
prinsip menyesuaikan perbedaan siswa; Prinsip feed-back;
Prinsip penguasaan tuntas (mastery learning), artinya siswa
belajar tuntas; Prinsip remidial, memberikan kesempatan
kepada siswa untuk memperbaiki kesalahan atau
kekurangannya; Prinsip motivasi dan kerjasama; Prinsip
pengayaan.
i. Tahap-Tahap Pengembangan modul
Banyak pendapat ahli mengenai aspek yang harus
diperhatikan dalam pengembangan modul. Menurut Rowntree
ada 9 aspek dalam pengembangan modul yaitu (Setiawan,
2007): Membantu pembaca untuk menemukan cara
mempelajari modul, misalnya dengan mengulangi bagian-bagian
yang sulit; Menjelaskan apa yang perlu pembaca persiapkan
sebelum mempelajari modul; Menjelaskan apa yang diharapkan
dari pembaca setelah mereka selesai mempelajari modul;
Memberi pengantar tentang cara pembaca ‘menghadapi’
15
modul, misalnya berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk
mempelajari bagian tertentu atau bagaimana mempersiapkan
diri untuk mengerjakan tugas yang diminta dalam modul;
Menyajikan materi sejelas mungkin sehingga pembaca dapat
mengaitkan materi yang dipelajari dari modul dengan dengan
apa yang sudah diketahui sebelumnya; Memberi dukungan pada
pembaca agar berani mencoba langkah yang diperlukan untuk
memahami materi modul; Melibatkan pembaca dalam latihan
dan kegiatan yang akan membuat mereka berinteraksi dengan
materi yang sedang dipelajari. Sebisa mungkin menghindari agar
pembaca tidak hanya sekedar membaca materi; Memberikan
umpan balik pada latihan dan kegiatan yang dilakukan pembaca.
Hal ini penting bagi pembaca untuk menilai tingkat
keberhasilannya dalam memahami materi dalam modul;
Membantu pembaca untuk meringkas dan merefleksikan apa
yang sudah dipelajari setelah mempelajari modul.
Menurut Nasution (2010) langkah-langkah penyusunan
atau pengembangan modul adalah sebagai berikut:
Merumuskan tujuan secara jelas, spesifik, dalam bentuk sikap
siswa yang dapat diamati dan diukur; Mengurutkan tujuan-
tujuan tersebut yang menentukan langkah-langkah yang diikuti
dalam modul; Tes diagnostik untuk mengukur latar belakang
siswa, pengetahuan, dan kemampuan yang telah dimilikinya
sebagai prasyarat untuk menempuh modul; Menyusun alasan
pentingnya modul ini bagi siswa; Kegiatan-kegiatan belajar
dirancang untuk membantu dan membimbing siswa agar
mencapai kompetensi yang telah dirumuskan dalam tujuan;
Menyusun posttest untuk mengukur hasil belajar siswa dan
sampai dimana siswa telah menguasai tujuan modul;
Menyiapkan sumber bacaan bagi siswa jika siswa
memerlukannya.
j. Format Modul
Menurut Hamdani (2011) format dalam penyusunan
modul adalah: Halaman sampul berisi judul pokok bahasan dan
logo. Halaman sampul ini juga berisi nama penulis, nama mata
pelajaran, dan keterangan yang dianggap perlu ditambahkan;
16
Pokok bahasan, berisi seperti yang tertulis pada Standar
Kompetensi; Pengantar berisi kedudukan modul dalam suatu
mata pelajaran, ruang lingkup materi modul, serta kaitan antar
pokok bahasan dan sub-sub pokok bahasan; Kompetensi Dasar
dikutip dari standar isi (kurikulum). Satu kompetensi dasar
biasanya dirancang menjadi beberapa kegiatan belajar,
tergantung pada keluasan dan kedalaman materi; Kompetensi
Dasar dikutip dari standar isi kurikulum, satu kompetensi dasar
biasanya dibuat untuk satu kegiatan belajar; Tujuan
pembelajaran yaitu merupakan rumusan gambaran tentang
kemampuan tertentu yang harus dicapai oleh siswa setelah
menyelesaikan pengalaman belajar tertentu.
Selanjutnya yaitu kegiatan belajar, dalam satu modul
biasanya terdiri dari satu sampai tiga kegiatan belajar atau
bahkan lebih, sesuai dengan silabus dan RPP; Judul kegiatan
belajar ditulis secara singkat, tetapi menggambarkan
keseluruhan isi materi pembelajaran; Uraian dan contoh, pada
bagian ini sebelum menuliskan uraian dan contoh harus ditulis
judul dan sub unit kecil terlebih dahulu. Uraian materi ditulis
dengan bahasa sederhana, tetapi tidak mengurangi substansi
materi, uraian disampaikan dalam bentuk bertutur sehingga
memberi kesan seolah-olah guru berada di depan siswa. Contoh
juga harus disertakan secara lengkap dan jelas sehingga dapat
membantu siswa dalam memahami materi; Latihan dalam
modul merupakan alat untuk menguji diri sendiri bagi siswa.
Mengerjakan tugas dan soal-soal dalam latihan, siswa dapat
mengukur seberapa besar kemampuannya menguasai pokok-
pokok materi. Hendaknya latihan juga disertai dengan petunjuk-
petunjuk praktis dan jelas; Bagian rangkuman, ditulis pokok-
pokok materi yang telah disajikan dalam uraian dan contoh.
Tes formatif dalam modul dibuat untuk mengukur
kemajuan belajar siswa dalam satu unit pembelajaran. Tes
formatif biasanya dibuat dalam bentuk tes objektif (benar
salah, pilihan ganda, isian/melengkapi kalimat, menjodohkan
atau memasangkan sesuatu); Umpan balik dan tindak lanjut
yaitu memberikan rumus yang dapat digunakan untuk
memaknai pencapaian hasil belajar siswa sehingga dapat
17
diberikan umpan balik dan tindak lanjut yang harus digunakan;
Kunci jawaban, diberikan pada halaman yang berbeda dengan
maksud agar siswa dapat mengukur kemampuan diri sendiri;
Daftar pustaka, mencantumkan daftar kepustakaan yang
dijadikan sumber dalam penyusunan modul.
Berdasarkan pengertian, tujuan, kelemahan, keuntungan,
serta langkah-langkah penyusunan modul penelitian ini sejalan
dengan pendapat Nasution (2010), yaitu bahwa modul merupakan
suatu kesatuan yang bulat dan lengkap yang terdiri atas serangkaian
kegiatan belajar yang secara empirik telah terbukti memberi hasil
belajar yang efektif untuk mencapai tujuan yang dirumuskan secara
jelas dan spesifik.
3. Miskonsepsi
a. Pengertian Konsep
Menurut Winkel (2004) konsep merupakan satuan arti
yang mewakili sejumlah obyek yang mempunyai ciri-ciri yang
sama dalam bentuk lambang mental yang penuh gagasan.
Belajar konsep merupakan salah satu cara belajar dengan
pemahaman dan kerap dikenal dengan concept information.
Orang yang mempunyai konsep mampu melakukan abstraksi
terhadap obyek-obyek yang dihadapinya sehingga obyek
tersebut ditempatkan dalam golongan atau klasifikasi tertentu.
Sejalan dengan pengertian konsep, Berg dalam Widiawati (2010)
menyebutkan bahwa konsep adalah abstraksi dari ciri-ciri
sesuatu yang mempermudah komunikasi antara manusia dan
yang memungkinkan manusia berfikir.
Edwardes (dalam Bintoro, 2010) menyebutkan bahwa
konsep merupakan golongan benda, simbol, atau peristiwa
tertentu yang digolongkan berdasarkan sifat yang dimiliki
masing-masing dan dapat diberikan nama yang khusus atau
dapat diperlihatkan dengan sebuah simbol khusus. Konsep
dapat digolongkan menjadi tiga, yaitu: Object concept (konsep
benda) yaitu konsep yang dapat ditunjukkan dengan gambar,
foto atau model. Misalnya gambar lampu, gambar pohon, foto
rumah, dll; Symbol concept (konsep simbol atau lambang) yaitu
18
konsep yang dapat ditunjukkan melalui jenis kata yang khusus,
bilangan, tanda, atau bisa dengan hal lain yang merupakan
benda-benda, peristiwa, atau merupakan hubungan antarnya.
Misalnya kuadrat, akar kuadrat, dll; Event concept (konsep
peristiwa) yaitu konsep yang menunjukkan interaksi antara
benda-benda yang hidup dengan yang mati. Misalnya
percepatan, pertumbuhan, dll.
Cara seseorang memperoleh konsep menurut Dahar ada
dua cara yaitu (Mulyati, 2005): Cara Formasi konsep yaitu
konsep diperoleh anak sebelum masuk sekolah atau dapat
dikatakan belajar konsep konkret dari pengalaman. Pengalaman
konsep dapat terjadi dengan proses induksi, belajar penemuan,
dan mengikuti pola eg-rule atau pola contoh. Misalnya konsep
ayam, anjing, kucing, bola, dll; Cara Asimilasi konsep yaitu
konsep diperoleh selama atau sesudah anak belajar di sekolah,
pada umumnya anak belajar konsep abstrak. Konsep diperoleh
dengan proses deduktif, belajar sajian, dan belajar konsep
sebagai aturan atau contoh rule-eg.
b. Pengertian Miskonsepsi
Miskonsepsi berarti kesalahpahaman (misconception)
tentang suatu konsep ilmu, kadang-kadang disebut pula teori
siswa, kesalah pengertian (misunderstanding), salah konsep
atau salah alternatif (alternative concept). Miskonsepsi juga
menyangkut pra konsep (pra conception) yang tidak cocok
dengan segi ilmu (Tunu, 2010). Sejalan dengan pengertian
tersebut Mu’Awinah (2010) memaparkan pula bahwa
miskonsepsi menunjuk pada suatu konsep yang tidak sesuai
dengan pengertian ilmiah atau pengertian yang diterima pakar
dalam bidang itu.
Menurut Suparno dalam penelitian Widiawati (2010)
mengidentifikasi ada lima sebab utama miskonsepsi dan masing-
masing ditimbulkan oleh sebab kusus yaitu yang berasal dari
siswa, guru, buku teks, konteks, dan cara mengajar. Penyebab-
penyebab tersebut dapat dilihat pada tabel 1 berikut :
19
Tabel 1 Sebab Utama Miskonsepsi
Sebab Utama Sebab Kusus
1. Siswa a. Prakonsepsi. b. Pemikiran asosiatif. c. Pemikiran humanistik. d. Reasoning yang tidak lengkap. e. Intuisi yang salah. f. Tahap perkembangan kognitif siswa. g. Kemampuan siswa. h. Minat belajar siswa.
2. Guru a. Tidak menguasai bahan. b. Bukan lulusan dari bidangnya. c. Tidak mengungkapkan prakonsepsi
siswa. d. Relasi guru dan siswa tidak baik.
3. Buku teks a. Penjelasan keliru. b. Salah tulis terutama dalam rumus. c. Tingkat kesulitan penulisan buku terlalu
tinggi bagi siswa. d. Siswa tidak tahu teknik membaca buku
teks. e. Kartun yang sering membuat miskonsepsi.
4. Konteks a. Pengalaman siswa. b. Bahasa sehari-hari berbeda. c. Teman diskusi yang salah. d. Keyakinan dan agama. e. Penjelasan orang tua dan orang lain yang
keliru. f. Konteks hidup siswa (TV, radio, film) yang
keliru. g. Perasaan senang dan tidak senang. h. Bebas dan tertekan.
5. Cara mengajar
a. Hanya berisi ceramah dan menulis. b. Langsung ke dalam bentuk matematika. c. Tidak mengungkapkan miskonsepsi siswa. d. Tidak mengoreksi PR yang salah. e. Model praktikum. f. Model diskusi.
Menurut Sleeman tipe kesalahan dikelompokkan ke
dalam tiga tipe kesalahan Tunu (2010) dan Widiawati (2010):
Tipe kesalahan I (Precenden Errors) yaitu kesalahan siswa dalam
menerapkan konsep-konsep dasar pada bilangan berpangkat
seperti menjumlahkan bilangan berpangkat, menjumlahkan
20
koefisien dan variabel, mengabaikan simbol (tidak
memperhatikan tanda kurung) dan tidak memperhatikan letak
pangkat. Tipe kesalahan II (Sustitution Errors) yaitu kesalahan
siswa yang tidak dapat mengingat konsep yang telah diajarkan
seperti mengkalikan pangkat ketika soal menyebutkan perkalian
bilangan berpangkat dan membagi pangkat ketika soal
menyebutkan pembagian pada bilangan berpangkat. Tipe
kesalahan III (Non Modeled Errors) yaitu kesalahan yang tidak
dapat didiagnosa seperti siswa menjawab secara langsung dan
kesalahan karena kecerobohan menjumlahkan, mengurangi,
mengkalikan, dan membagi, serta kecerobohan siswa dalam
penulisan huruf.
4. Materi Ajar
a. Bilangan Pangkat
1. Pangkat Bulat Positif
𝑎𝑛 = 𝑎 × 𝑎 × 𝑎 × … × 𝑎 × 𝑎 × 𝑎
Sifat-sifat pangkat:
Sifat-sifat bilangan berpangkat bulat positif adalah
sebagai berikut, jika a dan b bilangan real serta n, p, dan q
bilangan bulat positif maka berlaku:
a) 𝑎𝑝 × 𝑎𝑞 = 𝑎𝑝+𝑞
b) 𝑎𝑝 ∶ 𝑎𝑞 = 𝑎𝑝−𝑞 dengan 𝑝 > 𝑞
c) 𝑎𝑝 𝑞 = 𝑎𝑝 ×𝑞
d) 𝑎 × 𝑏 𝑛 = 𝑎𝑛 × 𝑏𝑛
e) 𝑎
𝑏 𝑛
= 𝑎𝑛
𝑏𝑛 , dengan b 0
2. Pangkat Bulat Negatif
Misal 𝑎 ∈ 𝑹 dan 𝑎 ≠ 0, maka 𝑎−𝑛 adalah
kebalikan dari 𝑎𝑛 atau sebaliknya, secara matematis
dapat ditulis:
𝑎−𝑛 = 1
𝑎𝑛 atau 𝑎𝑛 = 1
𝑎−𝑛
n faktor
21
B. Penelitian yang Relevan
Harahap (2010) penelitiannya tentang Efektifitas Penggunaan
Modul Matematika Pokok Bahasan Fungsi, Persamaan dan
Pertidaksamaan Ditinjau dari Motivasi Belajar Siswa Kelas X SMA di
Kabupaten Katingan. Berdasarkan penelitiannya menunjukkan bahwa
terdapat perbedaan hasil belajar matematika pada siswa yang diberikan
pembelajaran matematika dengan menggunakan modul matematika
dan tidak menggunakan modul matematika pada pokok bahasan fungsi,
persamaan dan pertidaksamaan. Siswa yang menggunakan modul
matematika memperoleh hasil yang lebih baik daripada siswa yang tidak
menggunakan modul matematika
Penelitian yang dilakukan oleh Citrawathi (2006) yang berjudul
Pengembangan Pembelajaran Biologi Dengan Menggunakan Modul
Berorientasi Siklus Belajar dan Pengaruhnya Terhadap Hasil Belajar
Siswa di SMA. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa hasil belajar
siswa yang menggunakan pendekatan konstruktivistik dengan modul
berorintasi siklus belajar lebih baik dibandingkan dengan menggunakan
cara konvensional, dan secara umum respon siswa dan guru terhadap
pembelajaran biologi menggunakan modul berorientasi siklus belajar
adalah positif atau baik. Pujani (2006) dalam penelitiannya yang
berjudul Peningkatan Kualitas Perkuliahan Termodinamika dengan
Mengintensifkan Penggunaan Tes Formatif Melalui Pembelajaran
Kooperatif Bermodul, hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa
kualitas proses pembelajaran membaik, hasil belajar mengalami
peningkatan, dan respon mahasiswa terhadap strategi perkuliahan yang
diterapkan positif.
Hasil penelitian Mardana (2007) yang berjudul Pembelajaran
Modul Eksperimen Berbasis ICT Dengan Model Cognitive Apprenticeship
dalam Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Fisika dan Literasi Komputer
Mahasiswa menunjukkan bahwa pembelajaran modul eksperimen
berbasis ICT dapat menurunkan miskonsepsi, meningkatkan aktivitas
belajar, hasil belajar, dan respon mahasiswa
C. Kerangka Berfikir
Keberhasilan proses belajar mengajar khususnya pada
pembelajaran matematika dapat dilihat dari tingkat pemahaman dan
penguasaan materi. Keberhasilan pembelajaran matematika dapat diukur
22
dari kemampuan siswa dalam memahami dan menerapkan berbagai
konsep untuk memecahkan masalah. Siswa dikatakan paham apabila
indikator-indikator pemahaman tercapai. Mengacu pada indikator-
indikator tersebut berarti jika siswa dapat mengerjakan soal-soal yang
diberikan dengan baik dan benar maka siswa dikatakan paham.
Pembelajaran matematika disekolah terutama di SMP kelas IX
dalam materi Bilangan Berpangkat menjadi suatu masalah jika siswa salah
dalam pemahaman dan akan sangat sulit untuk memperbaikinya. Oleh
karena itu penelitian akan mencoba untuk merancang modul dalam
pembelajaran untuk melakukan remidiasi atau menanamkan konsep yang
benar terhadap materi tersebut. Modul ini diharapkan dapat digunakan
dalam pembelajaran dikelas agar siswa dapat memahami materi dengan
tepat.
Penelitian ini merupakan salah satu alternatif yang dapat
dilakukan untuk mengurangi miskonsepsi siswa yang menyebabkan siswa
salah dalam memahami konsep pada pembelajaran matematika.
Prosedur penelitian ini dilaksanakan sebagai tindak lanjut dari penelitian
sebelumnya.
Gambar 1 Kerangka Berpikir
Materi Ajar
Siswa Tidak Paham Siswa Paham
Melanjutkan Materi Terjadi Miskonsepsi
Remidiasi Menggunakan
Modul
Miskonsepsi
Berkurang
23
D. Hipotesis
Berdasarkan hasil kajian teori dan kerangka berpikir maka
dirumuskan hipotesis yaitu penggunaan modul pada materi bilangan
berpangkat dapat mengurangi miskonsepsi, sehingga ada perbedaan rata-
rata jumlah siswa yang mengalami miskonsepsi sebelum dan sesudah
penggunaan modul.
Hipotesis nol (Ho) : Tidak terjadi pengurangan miskonsepsi
siswa pada materi Bilangan Berpangkat.
Hipotesis alternatif (H1) : Terjadi pengurangan miskonsepsi siswa
pada materi Bilangan Berpangkat.