bab ii kajian pustaka - institutional repository...

26
5 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Ganjaran 2.1.1.1 Pengertian Ganjaran Ganjaran adalah suatu alat pendidikan untuk mendorong anak didik agar dapat terus mengerjakan perbuatan itu, ataupun suatu penghargaan yang diberikan dengan maksud tujuan tertentu. Djamarah (2003) Penguatan atau reinforcement adalah semua peristiwa yang terjadi dalam rentang waktu yang terdekat untuk meningkatkan kecenderungan pengulangan respon yang telah dilakukan. Prayitno (2002:34) penguatan (reinforcement) adalah respon terhadap suatu tingkah laku yang dapat meningkatkan kemungkinan berulangnya tingkah laku tersebut. Memberikan penguatan ini kelihatannya sangat sederhana, namun mempunyai pengaruh yang sangat penting bagi siswa. Bayangkan seandainya siswa telah berusaha untuk menunjukkan pekerjaan yang baik, akan tetapi guru bersikap acuh tanpa memberi komentar apapun, dapat membuat siswa patah semangat. Penghargaan dari guru sebenarnya tidak berat, cukup dengan anggukan, senyuman, pujian atau bahkan acungan ibu jari, namun kenyataannya masih banyak yang tidak melakukannya. Thorndike, berpendapat bahwa tingkah laku manusia dikendalikan oleh ganjaran atau penguatan (reinforcement) dari lingkungan. Dengan demikian dalam tingkah laku belajar terdapat jalinan yang erat antara reaksi tingkah laku dengan rangsangan (stimulus). Prasetyo (2007: 22) menyatakan bahwa komponen-komponen dalam ganjaran atau penguatan adalah sebagai berikut: 1. Penguatan Verbal Penguatan Verbal dapat dinyatakan dalam dua bentuk, yaitu: a. Kata-kata seperti : bagus,baik, hebat, wah bagus sekali dan sebagainya. b. Kalimat seperti : pekerjaanmu baik sekali saya senang dengan pekerjaanmu, inilah pertanyaan yang bagus.

Upload: nguyentram

Post on 27-May-2019

225 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II KAJIAN PUSTAKA - Institutional Repository …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2658/3/T1...u P enguatan berupa gerak tubuh atau mimik muka yang memberi arti/kesan baik

5

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Kajian Teori

2.1.1 Ganjaran

2.1.1.1 Pengertian Ganjaran

Ganjaran adalah suatu alat pendidikan untuk mendorong anak didik agar dapat

terus mengerjakan perbuatan itu, ataupun suatu penghargaan yang diberikan dengan

maksud tujuan tertentu. Djamarah (2003) Penguatan atau reinforcement adalah semua

peristiwa yang terjadi dalam rentang waktu yang terdekat untuk meningkatkan

kecenderungan pengulangan respon yang telah dilakukan.

Prayitno (2002:34) penguatan (reinforcement) adalah respon terhadap suatu

tingkah laku yang dapat meningkatkan kemungkinan berulangnya tingkah laku tersebut.

Memberikan penguatan ini kelihatannya sangat sederhana, namun mempunyai pengaruh

yang sangat penting bagi siswa. Bayangkan seandainya siswa telah berusaha untuk

menunjukkan pekerjaan yang baik, akan tetapi guru bersikap acuh tanpa memberi

komentar apapun, dapat membuat siswa patah semangat. Penghargaan dari guru

sebenarnya tidak berat, cukup dengan anggukan, senyuman, pujian atau bahkan acungan

ibu jari, namun kenyataannya masih banyak yang tidak melakukannya.

Thorndike, berpendapat bahwa tingkah laku manusia dikendalikan oleh ganjaran

atau penguatan (reinforcement) dari lingkungan. Dengan demikian dalam tingkah laku

belajar terdapat jalinan yang erat antara reaksi tingkah laku dengan rangsangan (stimulus).

Prasetyo (2007: 22) menyatakan bahwa komponen-komponen dalam ganjaran

atau penguatan adalah sebagai berikut:

1. Penguatan Verbal

Penguatan Verbal dapat dinyatakan dalam dua bentuk, yaitu:

a. Kata-kata seperti : bagus,baik, hebat, wah bagus sekali dan sebagainya.

b. Kalimat seperti : pekerjaanmu baik sekali saya senang dengan pekerjaanmu, inilah

pertanyaan yang bagus.

Page 2: BAB II KAJIAN PUSTAKA - Institutional Repository …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2658/3/T1...u P enguatan berupa gerak tubuh atau mimik muka yang memberi arti/kesan baik

6

2. Penguatan dengan cara mendekati

Penguatan yang dilakukan dengan cara mendekatnya guru kepada siswa untuk

menyatakan perhatian dan kesenangannya terhadap pekerjaan, tingkah laku, atau

penampilan siswa. Cara pelaksanaannya antara lain:

a. Berdiri disamping siswa.

b. Berjalan menuju kearah siswa.

c. Duduk dekat seorang atau kelompok.

3. Penguatan dengan sentuhan

Penguatan ini dilakukan dengan cara :

a. menepuk bahu.

b. Menjabat tangan.

c. Membelai rambut/mengusap kepala.

Beberapa pertimbangan dalam penggunaan penguatan dengan sentuhan, yaitu:

Umur, jenis kelamin, latar belakang kebudayaan.

4. Penguatan dengan kegiatan yang menyenangkan

Memberikan kegiatan-kegiatan atau tugas-tugas yang disenangi siswa.

5. Penguatan berupa simbol atau benda

Simbol misalnya : dengan tanda (V), komentar tertulis pada buku siswa.

Benda : gambar, buku, bintang plastik dsb.

Tindakan guru yang tidak segera menyatakan jawaban/pekerjaan siswa yang belum

benar, atau baru sebagian benar misalnya :

a. Ya jawabanmu sudah baik, tetapi masih perlu disempurnakan sedikit.

b. Ah, pekerjaanmu bagus, coba sekarang diperhalus sedikit.

Melalui uraian beberapa para para ahli diatas penguatan adalah stimulus yang

mendorong individu agar berulang kembali tingkah laku untuk meningkatkan kemungkinan

timbulnya sejumlah respon yang dikehendakinya. Respon adalah stimulus yang

mendorong individu untuk meningkatkan kemungkinan timbulnya sejumlah respon yang

dikehendaki.

6. Penguatan Gestural

Page 3: BAB II KAJIAN PUSTAKA - Institutional Repository …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2658/3/T1...u P enguatan berupa gerak tubuh atau mimik muka yang memberi arti/kesan baik

7

Yaitu Penguatan berupa gerak tubuh atau mimik muka yang memberi arti/kesan baik

kepada peserta didik. Penguatan gestural dapat berupa tepuk tangan, acungan

jempol, anggukan tersenyum, dan sebagainya.

Burrush Frederich Skinner dalam Slameto (2003) menyatakan ganjaran atau

penguatan mempunyai peranan yang sangat penting dalam proses belajar. Terdapat

perbedaan antara ganjaran dan penguatan. Ganjaran merupakan proses yang sifatnya

menggembirakan dan merupakan tingkah laku yang sifatnya subjektif, sedangkan

penguatan merupakan sesuatu yang mengakibatkan meningkatnya kemungkinan suatu

respon dan lebih mengarah kepada hal-hal yang sifatnya dapat diamati dan diukur.

Skinner juga berpendapat bahwa penguatan dibagi atas dua bagian yaitu,

penguatan positif dan penguatan negatif. Penguatan merupakan stimulus positif, jika

penguatan tersebut seiring dengan meningkatnya perilaku anak didik dalam melakukan

pengulangan perilaku tersebut. Jadi penguatan yang diberikan kepada anak didik

memperkuat tindakan anak didik, sehingga anak didik cenderung untuk sering

melakukannya. Contoh penguatan positif antara lain pujian pada saat anak didik

menjawab benar atau mendapat nilai tinggi.

Pada pembelajaran matematika baik penguatan positif maupun ganjaran sangat

diperlukan anak didik. Keduanya merupakan motivasi positif dalam belajar matematika.

Dalam percobaan strategi pembelajaran matematika melalui lomba dan hadiah bagi

pemenang, yang dikenakan pada beberapa mahasiswa PGSD UPPI UNNES yang

bermasalah (enggan mengikuti kuliah, tidak mau mengerjakan tugas kelompok, prestasi

rendah, dsb) pada tahun 2004, hasilnya sebagai berikut:

a. Semuanya senang dengan pembelajaran matematika yang baru dilaksanakan.

b. Mereka mengharapkan untuk sering melaksanakan pembelajaran dengan strategi

tersebut, baik yang tidak mendapat hadiah, terlebih yang mendapat hadiah.

c. Ada perubahan tingkah laku mereka pada pertemuan-pertemuan selanjutnya yaitu

menjadi lebih aktif mengikuti kegiatan di kelas, bergairah/bersemangat pada

perkuliahan matematika, mau melaksanakan tugas kelompok bersama temannya, dan

menjadi rajin mengikuti kuliah matematika

d. Prestasi mereka pada mata kuliah matematika naik.

Page 4: BAB II KAJIAN PUSTAKA - Institutional Repository …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2658/3/T1...u P enguatan berupa gerak tubuh atau mimik muka yang memberi arti/kesan baik

8

Meskipun contoh penguatan tersebut dikenakan pada mahasiswa, hasilnya tidak

akan jauh berbeda jika dikenakan pada anak SD. Contoh tersebut selaras dengan

pendapat Skinner, bahwa penguatan penguatan akan berbekas pada anak didik. Mereka

yang mendapat pujian setelah berhasil menyelesaikan tugas atau dapat menjawab

pertanyaan biasanya akan berusaha memenuhi tugas berikutnya dengan penuh

semangat. Penguatan yang berbentuk hadiah atau pujian akan memotivasi anak didik

untuk rajin belajar dan untuk mempertahankan prestasi yang diraihnya.

Oleh sebab penguatan akan berbekas pada anak didik, sedangkan hasil

penguatan diharapkan positif, maka penguatan yang yang diberikan harus teralamatkan

pada respon anak didik yang benar. Jangan memberikan penguatan atas respon anak

didik, jika respon tersebut sebenarnya tidak perlu dilakukan.

2.1.1.2 Bentuk-bentuk Ganjaran

Fathleen Sri Wardani (1992) menyatakan bahwa ada lima kategori utama bentuk

ganjaran yang mudah diperoleh dalam kelas. Adapun kategori bentuk ganjaran adalah :

1. Ganjaran berupa pujian

Guru memberi kata-kata yang mengembirakan (pujian) seperti, “Rupanya sudah baik

pula tulisanmu, namun kalau kamu terus berlatih, tentu akan lebih baik lagi”. Bagus

sekali hasil pekerjaanmu, tingkatkan!

2. Ganjaran berupa aktivitas

Pekerjaan dapat juga menjadi suatu ganjaran. Contoh “Engkau akan kuberi soal

sedikit yang lebih sukar sedikit, Andi karena yang nomor 3 ini rupa-rupanya agak

terlalu baik engkau kerjakan. Jika kamu aktif menjawab soal ini akan saya beri kamu

kesempatan istirahat lebih awal.

3. Ganjaran berupa benda

Ganjaran dapat juga berupa benda-benda yang menyenangkan dan berguna bagi

anak-anak. Misalnya pensil, buku tulis, permen, gula-gula atau makanan lain.

4. Ganjaran berupa tanda kredit

Ganjaran ini tidak bernilai tinggi tetapi kelak dapat ditukarkan dengan sesuatu yang

berharga.

Page 5: BAB II KAJIAN PUSTAKA - Institutional Repository …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2658/3/T1...u P enguatan berupa gerak tubuh atau mimik muka yang memberi arti/kesan baik

9

Ganjaran yang dimaksud dalam penelitian ini adalah ganjaran berupa benda yaitu

memberi “bintang” plastik kepada siswa yang dapat menjawab pertanyaan yang

disampaikan guru maupun siswa yang memperoleh nilai terbaik saat tes formatif. Selain itu

ganjaran berupa bukan kebendaan berupa pujian dengan mengucapkan kata “hebat” pada

siswa yang dengan tepat menjawab pertanyaan guru atau pun siswa yang paling cepat

dan benar menjawab pertanyaan yang disampaikan guru saat pembelajaran berlangsung.

Pemberian ganjaran tersebut dimaksudkan untuk menumbuhkan motivasi pada anak,

mengingat selama ini pembelajaran matematika menjadi pelajaran yang dianggap paling

sulit bagi siswa. Melalui pemberian ganjaran tersebut siswa termotivasi untuk belajar

karena ingin mendapatkan ganjaran baik berupa benda maupun bukan benda.

2.1.1.3 Tujuan Pemberian Ganjaran

Prasetyo (2007:21) menyatakan bahwa ada empat tujuan diberikan penguatan,

adalah sebagai berikut :

1. Meningkatkan perhatian siswa

2. Membangkitkan dan memelihara motivasi siswa

3. Memudahkan siswa belajar

4. Mengontrol dan memodifikasi tingkah laku siswa yang kurang positif serta mendorong

munculnya tingkah laku yang produksi.

Menurut Sudjana (2004) penghargaan pendidik terhadap anak didik mempunyai

nilai pendidikansebagai beikut:

1. Dari hal yang menyebabkan anak didik memperoleh penghargaan, anak didik

mengetahui norma-norma kehidupan yang baik;

2. Penghargaan memupuk rasa suka pada perbuatan atau norma yang baik dan

memperbesar semangat berbuat luhur, lebih-lebih kalau penghargaan berasal dari

pendidik yang dihormati dan disayangi anak didik;

3. Penghargaan yang akan diterima menolong kata hati anak didik menjatuhkan

pilihannya pada motif yang tepat pada waktu anak didik mengalami perjuangan motif;

4. Di dalam pendidikan sosial rumah tangga, di sekolah maupun di dalam masyarakat

pemberian penghargaan menimbulkan suasana gembira;

Page 6: BAB II KAJIAN PUSTAKA - Institutional Repository …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2658/3/T1...u P enguatan berupa gerak tubuh atau mimik muka yang memberi arti/kesan baik

10

5. Penghargaan memperkeras kemauan anak didik melaksanakan perbuatan luhur yang

telah ia pilih;

6. Penghargaan mempertinggi prestasi perbuatan anak didik dan rombongan sosialnya.

2.1.1.4. Pengaruh Pemberian Ganjaran Terhadap Psikologis Anak

Penghargaan merupakan motivator yang jauh lebih berkhasiat dari pada celaan,

hukuman atau ujian ulangan. Pada umunya jiwa anak melihat bahwa pujian guru itu

sebagai sumber mendapatkan kepuasan, maka tindakan guru itu akan menjadi pendorong

untuk terjadinya tingkah laku (Nasution, 1998). Ganjaran dapat memperteguh respon yang

baru dengan mengasosiasikan pada stimulus tertentu secara berkali-kali, Skinner

menyebutkan hal ini dengan reinforcement, misalnya bila setiap anak menyebut kata yang

sopan kita segera memujinya, kelak anak itu akan mencintai kata-kata yang sopan dalam

komuikasinya.

Penghargaan perlu diberikan secara adil, tanpa membedakan anak didik, asal

padanya ada kerajinan, kesungguhan dan ketekunan berusaha. Ketidakadilan dalam

pemberian penghargaan dapat menimbulkan perpecahan dalam lingkungan pendidikan

(Willis, 2008). Hal tersebut dimaksudkan agar tidak timbul persepsi dalam diri siswa akan

berperilaku keliru agar mendapat ganjaran. Hal ini tidak akan terjadi, bila guru menguasai

keadaan dan menentukan harapan berikut konsekuensinya. Bentuk manipulasi perilaku ini

hanya akan timbul jika guru tidak bersikap konsisten. Perilaku ini juga akan meningkat jika

anak berada di atas angin, yaitu jika dibiarkan memanipulasi keadaan untuk keuntungan

pribadinya.

Guru harus selalu bersikap konsisten dan memegang kendali untuk dapat

menghindarkan tumbuhnya perilaku yang manipulatif. Guru harus konsekuen dengan apa

yang sudah dikatakan dan harus menentukan peraturan berikut konsekuensinya.

Meskipun guru memegang kendali, sebetulnya peserta didik sendirilah yang menentukan

apa yang akan terjadi atas dirinya. Ini dapat dicapai dengan mencanangkan peraturan atau

perilaku yang diharapkan berikut dengan konsekuensinya.

Page 7: BAB II KAJIAN PUSTAKA - Institutional Repository …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2658/3/T1...u P enguatan berupa gerak tubuh atau mimik muka yang memberi arti/kesan baik

11

2.1.2 Pembelajaran Matematika

2.1.2.1 Pengertian Pembelajaran Matematika

Menurut Bruner (Purwanto, 2006:56) belajar matematika adalah belajar tentang

konsep-konsep dan struktur-struktur matematika yang terdapat dalam materi yang

dipelajari serta mencari hubunga-hubungan antara konsep-konsep struktur-struktur

matematika.

Pemahaman terhadap konsep dan stuktur suatu materi menjadikan materi itu

mudah dipahami secara komprehensif. Selain itu anak didiklebih mudah mengingat materi

bila yang dipelajari mempunyai pola terstruktur. Dengan memahami konsep dan struktur

akan mempermudah terjadinya transfer.

Dalam belajar, Bruner hampir selalu memulai dengan memusatkan manipulasi

material. Anak didik harus menemukan keteraturan dengan cara pertama-tama

memanipulasi material yang sudah dimiliki oleh anak didik. Berarti anak didik dalam belajar

haruslah terlibat aktif mentalnya yang dapat diperlihatkan dari keaktifan fisiknya. Bruner

melukiskan anak-anak berkembang melalui tiga tahap perkembangan mental, yaitu:

a. Tahap enaktif

Pada tahap ini, dalam belajar anak didik menggunakan atau memanipulasi objek-objek

secara konkret secara langsung.

b. Tahap ikonik

Pada tahap ini kegiatan anak didik mulai menyangkut mental yang merupakan

gambaran dari objek-objek konkret. Anak didik tidak memanipulasi langsung objek-

objek konkret seperti pada tahap enaktif, melainkan sudah dapat memanipulasi

dengan memakai gambaran dari objek-objek yang dimaksud.

c. Tahap simbolik

Tahap ini merupakan tahap memanipulasi simbol-simbol secara langsung dan tidak

lagi ada kaitannya dengan objek-objek.

Pembelajaran matematika menurut Suherman (2006) adalah proses pemberian

pengalaman belajar kepada siswa melalui serangkaian kegiatan yang terencana sehingga

siswa memperoleh kompetensi tentang bahan matematika yang dipelajari. Salah satu

komponen yang menentukan ketercapaian kompetensi adalah penggunaan strategi

matematika, yang sesuai dengan (1) topik yang sedang dibicarakan, (2) tingkat

Page 8: BAB II KAJIAN PUSTAKA - Institutional Repository …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2658/3/T1...u P enguatan berupa gerak tubuh atau mimik muka yang memberi arti/kesan baik

12

perkembangan intelektual siswa, (3) prinsip dan teori belajar, (4) keterlibatan siswa secara

aktif, (5) keterkaitan dengan kehidupan siswa sehari-hari, (6) pengembangan dan

pemahaman penalaran matematis.

Untuk mendukung usaha pembelajaran yang mampu menumbuhkan kekuatan

matematika diperlukan guru yang profesional dan kompeten, yaitu guru yang menguasai

pembelajaran matematika, memahami karakteristik belajar siswa dan dapat membuat

keputusan perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran. Beberapa komponen dalam

standar guru matematika yang profesional menurut Suherman (2006) adalah: (1)

penguasaan dalam pembelajaran matematika, (2) penguasaan dalam pelaksanaan

evaluasi pembelajaran matematika, (3) penguasaan dalam pengembangan profesional

guru matematika, dan (4) penguasaan tentang posisi penopang dan pengembang guru

matematika dalam pembelajaran matematika. Guru matematika yang profesional dan

kompeten mempunyai wawasan landasan yang dapat dipakai dalam perencanaan dan

pelaksanaan pembelajaran matematika.

2.1.2.2 Tujuan Pembelajaran Matematika di SD

Belajar matematika merupakan tentang konsep-konsep dan struktur abstrak yang

terdapat dalam matematika serta mencari hubungan antara konsep-konsep dan struktur

matematika. Belajar matematika harus melalui proses yang bertahan dari konsep yang

sederhana ke konsep yang lebih kompleks. Setiap konsep matematika dapat dipahami

dengan baik jika pertama-tama disajikan dalam bentuk konkrit. Russeffendi dalam

Slameto (2003) mengungkapkan bahwa alat peraga adalah alat untuk menerangkan/

mewujudkan konsep matematika sehingga materi pelajaran yang disajikan mudah

dipahami oleh siswa.

Salah satu dari Standar Kompetensi Lulusan SD pada mata pelajaran matematika

yaitu, memahami konsep bilangan pecahan, perbandingan dalam pemecahan masalah,

serta penggunaannya dalam kehidupan sehari-hari (Depdiknas, 2006). Berdasarkan uraian

tersebut dapat dikatakan bahwa pemahaman guru tentang hakekat pembelajaran

matematika di SD dapat merancang pelaksanaan proses pembelajaran dengan baik yang

sesuai dengan perkembanagan kognitif siswa, penggunaan media, metode dan

Page 9: BAB II KAJIAN PUSTAKA - Institutional Repository …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2658/3/T1...u P enguatan berupa gerak tubuh atau mimik muka yang memberi arti/kesan baik

13

pendekatan yang sesuai pula. Sehingga guru dapat menciptakan suasana pembelajaran

yang kondusif serta terselenggaranya kegiatan pembelajaran yang efektif.

Tujuan pembelajaran matematika di SD dapat dilihat di dalam kurikulum tingkat

satuan pendidikan 2006 SD. Mata pelajaran matematika bertujuan agar peserta didik

memiliki kemampuan sebagai berikut, (1) memahami konsep matematika, menjelaskan

keterkaitan antar konsep dan mengaplikasikan konsep atau algortima, secara luwes,

akurat, efesien, dan tepat dalam pemecahan masalah, (2) menggunakan penalaran pada

pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun

bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika, (3) memecahkan masalah

yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika,

menyelesaikan model dan menafsirikan solusi yang diperoleh, (4) mengkomunikasikan

gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau

masalah, (5) memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu

memiliki rasa ingin tahu, perhatian dan minat dalam mempelajari matematika sifat-sifat ulet

dan percaya diri dalam pemecahan masalah (Depdiknas, 2006).

Selain tujuan umum yang menekankan pada penataan nalar dan pembentukan

sikap siswa serta memberikan tekanan pada ketrampilan dalam penerapan matematika

juga memuat tujuan khusus matematika SD yaitu: (1) menumbuhkan dan

mengembangkan ketrampilan berhitung sebagai latihan dalam kehidupan sehari-hari, (2)

menumbuhkan kemampuan siswa, yang dapat dialihgunakan melalui kegiatan

matematika, (3) mengembangkan kemampuan dasar matematika sebagai bekal belajar

lebih lanjut, (4) membentuk sikap logis, kritis, cermat, kreatif dan disiplin (Depdiknas,

2006).

2.1.2.3 Ruang Lingkup Pengajaran Matematika SD

Mata pelajaran matematika pada satuan pendidikan sekolah dasar meliputi aspek-

aspek sebagai berikut: (1) bilangan, (2) geomteri, (3) pengolahan data (Depdiknas, 2006).

Cakupan bilangan antara lain bilangan dan angka, perhitungan dan perkiraan. Cakupan

geometri antara lain bangun dua dimensi, tiga dimensi, tranformasi dan simetri, lokasi dan

susunan berkaitan dengan koordinat. Cakupan pengukuran berkaitan dengan

perbandingan kuantitas suatu obyek, penggunaan satuan ukuran dan pengukuran.

Page 10: BAB II KAJIAN PUSTAKA - Institutional Repository …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2658/3/T1...u P enguatan berupa gerak tubuh atau mimik muka yang memberi arti/kesan baik

14

Materi pecahan di kelas IV merupakan materi yang baru, sehingga membutuhkan

metode pembelajaran yang tepat dalam pelaksanaan pembelajaran. Bilangan pecahan

yang digunakan oleh penulis menggunakan materi pelajaran matematika kelas IV Sekolah

Dasar. Materi tersebut masih merupakan materi yang cukup sulit untuk dipahami siswa.

Bilangan pecahan dalam pembelajarannya harus menggunakan alat peraga dan metode

pembelajaran yang tepat, karena siswa akan lebih mudah memahaminya dan tidak cepat

lupa.

Menurut Ichsan (2005) dalam bukunya yang berjudul Pembelajaran Pecahan di

SD. Pecahan atau bilangan pecah mempunyai dua pengertian yaitu :

1. Bilangan untuk menyatakan banyaknya bagian dari suatu benda utuh yang dibagi

menjadi dua bagian-bagian yang sama besar.

2. Bilangan untuk menyatakan suatu bilangan.

Dalam penelitian ini pokok bahasan yang diteliti adalah pokok bahasan arti

pecahan dan urutannya. Materi pecahan di kelas IV merupakan materi kelanjutan dari

kelas III. Materi pecahan di kelas III masih berupa materi pengenalan pembilang dan

penyebut pada semester II, sehingga saat di kelas IV siswa masih banyak yang belum

memahami materi tersebut. Ichsan (2005) memberi contoh pada siswa yang sering

dijumpai sehari-hari dengan menggunakan apel, roti, telur asin, untuk mengenalkan

pecahan 1/2, 1/3, 1/4, 1/6 dan lain sebagainya.

2.1.2.4 Fakor-Faktor Yang Mempengaruhi Anak dalam Hasil Belajar Matematika

Beberapa faktor yang mempengaruhi hasil belajar :

1. Faktor intern

Faktor intern adalah faktor yang berada di dalam diri anak didik yang sedang belajar.

Faktor intern dikelompokkan menjadi tiga faktor, yaitu faktor jasmaniah (tubuh),

psikologis, dan kesehatan.

a. faktor jasmani (tubuh)

Faktor jasmani yang dapat mempengaruhi anak dalam belajar matematika ditinjau

dari faktor kesehatan dan cacat tubuh. (Slameto, 2003:54-55)

1) Faktor kesehatan

Page 11: BAB II KAJIAN PUSTAKA - Institutional Repository …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2658/3/T1...u P enguatan berupa gerak tubuh atau mimik muka yang memberi arti/kesan baik

15

Sehat berarti dalam keadaan baik segenap badan beserta bagian-bagiannya, atau

bebas dari penyakit. Kesehatan adalah keadaan atau hal sehat. Kesehatan seorang anak

berpengaruh terhadap belajarnya.

Proses belajar seorang anak akan terganggu jika kesehatannya terganggu. Ia

akan cepat lelah, kurang bersemangat, pusing, ngantuk ,lemah, dan sebagainya. Keadaan

tersebut menyebabkannya malas berpikir, terutama melakukan operasi hitung dan

semacamnya, serta malas melakukan kegiatan matematika. Dari hasil angket terbuka

yang diajukan kepada 38 mahasiswa PGSD UPPI UNNES Semarang pada tanggal 1 juni

2004 tentang faktor-faktor yang menyebabkan mereka tidak suka belajar matematika ,11

mahasiswa (28,9%) menyatakan bahwa dia tidak suka belajar matematika kalau

kesehatannya sedang terganggu (sakit), hendaknya ia berobat atau istirahat dahulu agar

sembuh baru belajar lagi .

Agar seseorang dapat belajar matematika dengan baik haruslah mengusahakan

kesehatan badannya tetap terjamin dengan selalu mengindahkan ketentuan-ketentuan

untuk belajar, tidur, makan, olahraga, dan rekreasi. Oleh karena itu, agar anak tetap sehat,

sehingga faktor kesehatan tidak menjadi salah satu faktor yang dapat membuat anak tidak

suka belajar matematika, hendaknya para guru mau bekerja sama dengan orang tua anak

didik untuk memperhatikan kesehatan anaknya. Selain itu hendaknya guru tanggap

terhadap anak yang terganggu kesehatannya, untuk menyarankan istirahat dan segera

berobat.

Kalau kelas sedang diserang suatu penyakit ringan, misalnya flu, sedangkan

bertepatan dengan pelajaran matematika, guru sebaiknya tidak memberikan materi baru.

Sebaiknya yang diberikan matematika ria, yang berupa teka-teki ringan atau permainan

matematika. Dengan demikian anak tetap senang belajar matematika meskipun sedang

sakit.

2) Cacat tubuh

Cacat tubuh adalah sesuatu yang menyebabkan kurang baik atau kurang

sempurna mengenai tubuh atau badan. Cacat itu dapat berupa buta, setengah buta, tuli,

setengah tuli, patah kaki atau tangan, lumpuh, dan sebagainya.

Keadaan cacat tubuh juga mempengaruhi belajar. Anak didik yang cacat,

belajarnya juga terganggu. Anak yang buta atau setengah buta tentu tidak dapat melihat

Page 12: BAB II KAJIAN PUSTAKA - Institutional Repository …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2658/3/T1...u P enguatan berupa gerak tubuh atau mimik muka yang memberi arti/kesan baik

16

tulisan dipapan tulis dengan jelas. Dengan demikian anak tersebut tidak dapat melakukan

interaksi yang baik dengan guru maupun dengan teman. Jika hal-hal tersebut terjadi,

hendaknya dia belajar pada lembaga pendidikan khusus atau diusahakan alat bantu agar

dapat menghindari atau mengurangi pengaruh kecacatannya.

b. Faktor psikologi

Ada 7 faktor psikologis yang dapat mempengaruhi belajar anak.

1) Intelegensi

Intelegensi besar pengaruhnya terhadap kemajuan belajar anak. Dalam situasi

yang sama, anak didik yang memiliki intelegensi yang tinggi akan lebih cepat berhasil dari

pada yang mempunyai tingkat intelegensi rendah. Walaupun demikian, anak didik yang

mempunyai tingkat intelegensi tinggi belum tentu berhasil dalam belajarnya. Hal ini

disebabkan karena belajar adalah suatu proses yang kompleks, dengan banyak faktor

yang dapat mempengaruhinya, sedangkan intelegensi hanya merupakan salah satu faktor

saja dari antara faktor yang lain.

Anak didik yang mempunyai tingkat intelegensi yang tinggi dapat cepat berhasil

belajarnya dengan maksimal jika belajar dengan baik, artinya belajar dengan menerapan

metode belajar yang efisien, dan faktor-faktor yang mempengaruhi belajarnya memberi

pengaruh positif. Sedangkan anak yang mempunyai tingkat intelegensi rendah, untuk

mendapatkan hasil yang baik dalam belajar memerlukan waktu lebih lama, serta

penanganan khusus.

Agar faktor intelegensi ini dapat berkembang menjadi pengaruh positif bagi anak

dalam belajar matematika, guru harus bijaksana dalam menangani perbedaan intelegensi

tiap-tiap anak. Misalnya memberikan pengayaan bagi anak yang cepat menguasai materi

(punya intelegensi tinggi), dan memberikan kegiatan tambahan atau kesempatan belajar

lebih lama bagi yang lamban (punya intelegensi rendah). Anak didik yang lamban lebih

banyak membutuhkan motivasi dari guru untuk berani dan belajar matematika.

Para guru jangan sampai mematahkan semagat belajar anak didik yang lamban

belajar matematika, atau membuatnya takut, atau membuatnya rendah diri. Misalnya

dengan mengatakan “bodoh”, membentak atau memarahi karena kelambanannya.

Sebaliknya, para guru juga jangan sampai membuat anak didiknya yang pandai menjadi

Page 13: BAB II KAJIAN PUSTAKA - Institutional Repository …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2658/3/T1...u P enguatan berupa gerak tubuh atau mimik muka yang memberi arti/kesan baik

17

sombong dengan memuji terus dihadapan temannya. Lebih baik guru memanfaatkan anak

yang punya kepandaian lebih tinggi dengan memberi tugas kepadanya untuk menolong

menjelaskan kepada temannya yang kurang. Ada kalanya tutor teman sebaya lebih dapat

berhasil.

Bagi guru yang mempunyai anak didik dengan tingkat intelegensi sangat rendah

(di bawah normal), hendaknya memberikan saran kepada orang tua anak tersebut untuk

menyekolahkan anaknya disekolah khusus.

2) Perhatian

Menurut Gazali (Slameto, 2003:56), perhatian adalah keaktifan jiwa yang

dipertinggi dan hanya tertuju kepada suatu objek (benda/hal) atau kumpulan objek

tertentu. Jika dalam belajar matematika perhatian anak tinggi, maka dia akan berhasil

(hasil belajarnya tinggi). Sebaliknya jika perhatiannya rendah dalam belajar matematika,

mungkin bosan atau tidak suka, maka tidak berhasil (hasil belajarnya rendah). Dan jika hal

ini terjadi, mengakibatkan anak tersebut menjadi sangat tidak suka terhadap matematika.

Untuk menarik perhatian anak didik terhadap suatu topik pada pelajaran

matematika, para guru dapat menggunakan cara antara lain dengan memakai alat peraga

dengan menarik dan menimbulkan keingintahuan yang besar bagi anak, memakai

beraneka pendekatan yang sesuai dengan kesenangan anak, dan lain sebagainya.

Strategi yang digunakan dalam pembelajaran matematika hendaknya tidak monoton, agar

tidak membosankan anak didik, karena perhatian anak akan hilang jika dia merasa bosan.

Hendaknya guru selalu mengusahakan agar anak merasa mendapatkan kesenangan pada

saat dia belajar matematika. Pada umumnya setiap anak tentu senang bermain, maka

pendekatan dengan permainan sangat disenangi oleh anak.

3) Minat

Menurut Hilgard (Slameto, 2003:57) minat adalah kecenderungan yang tetap

untuk memperhatikan dan menikmati suatu kegiatan atau suatu hal (interest is persisting

tendency to pay attencion to enjoy some activity or content). Jika suatu kegiatan/hal

diminati seseorang, maka akan diperhatikan dan dinikmatinya terus-menerus dengan

disertai rasa senang. Ada perbedaan antara perhatian dengan minat. Jika perhatian

sifatnya sementara dan belum tentu disertai dengan rasa senang, maka minat sifatnya

terus-menerus dan disertai dengan rasa senang dan puas.

Page 14: BAB II KAJIAN PUSTAKA - Institutional Repository …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2658/3/T1...u P enguatan berupa gerak tubuh atau mimik muka yang memberi arti/kesan baik

18

Pengaruh minat sangat besar terhadap belajar anak. Jika anak tidak berminat

pada suatu topik/materi matematika yang sedang dipelajari, maka dia akan malas untuk

mempelajarinya, dan perhatiannya pada pelajaran tersebut akan hilang. Sebalikya, jika

seorang anak menaruh minat terhadap terhadap suatu topic/materi matematika yang

sedang dipelajari, maka dia akan senang mempelajarinya. Karena belajar dengan situasi

yang senang, maka anak akan merasa lebih mudah dalam mempelajari topic tersebut,

sehingga hasil belajarnya tinggi. Dengan demikian anak tersebut akan memperoleh

kepuasan.

Jika ada anak didik yang tidak berminat terhadap pelajaran matematika, maka

guru hendaklah berusaha menumbuhkan minatnya dengan cara, antara lain, menjelaskan

kegunaan matematika dalam kehidupan manusia, untuk dapat mencapai cita-cita

diperlukan kemampuan matematika, dan lain sebagainya. Perlu juga dijelaskan adanya

kaitan antara pelajaran matematika dalam pelajaran yang diminati oleh anak tersebut.

4) Bakat

Menurut Hilgard (Slameto 2003:57) bakat adalah kemampuan untuk belajar.

Kemampuan itu akan terealisasi menjadi kecakapan yang nyata sesudah belajar atau

berlatih. Orang yang berbakat menyanyi (olah vocal) akan lebih cepat untuk dapat

menirukan lagu yang didengar dengan baik, bila dibandingkan orang yang tidak berbakat

dalam olah vocal. Dengan demikian, bakat juga mempengaruhi belajar anak. Jika materi

yang sedang dipelajari anak didik sesuai dengan bakatnya, maka hasil belajarnya tentu

akan lebih baik. Dengan hasil belajar yang baik, anak menjadi senang, selanjutnya dia

akan lebih giat dalam mempelajarinya.

Jika ada anak didik yang tidak berbakat dalam bidang matematika, hendaklah guru

berusaha membangkitkan minatnya terhadap pelajaran matematika. Dengan berminat

pada pelajaran matematika akan membantu anak lebih berhasil, karena dapat lebih tahan

lama belajar matematika.

5) Motif

Menurut James Drever (Slameto 2003:58) motif adalah sebuah factor alamiah

yang efektif yang bergerak dalam menentukan arah tingkah laku seseorang menuju pada

tujuan akhir cita-cita, baik dipahami secara sadar atau tidak.

Page 15: BAB II KAJIAN PUSTAKA - Institutional Repository …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2658/3/T1...u P enguatan berupa gerak tubuh atau mimik muka yang memberi arti/kesan baik

19

Jadi motif erat sekali hubungannya dengan tujuan akhir yang akan dicapai. Motif

bisa merupakan penyebab tidakan. Motif juga dipakai sebagai pendorong atau penggerak

seseorang untuk melakukan suatu tindakan. Motif yang dimiliki seseorang bisa saja tidak

disadari oleh pelaku tindakan, apalagi oleh orang yang melihat tindakannya.

Dalam pembelajaran matematika haruslah guru memperhatikan apa yang dapat

menjadi pendorong anak untuk dapat belajar matematika, atau sudahkah anak mempunyai

motif untuk berfikir, memusatkan perhatian, merencanakan dan melaksanakan kegiatan

yang berhubungan/menunjang dalam belajar matematika. Jika ada anak didik yang tidak

punya motif untuk belajar matematika, guru dapat memberikan motifasi pada anak untuk

belajar matematika, misalnya dengan hadiah bagi yang berhasil, atau memberi poin untuk

dapat menjawab pertanyaan dengan tepat, dan lain sebagainya. Kehendak untuk

mendapat hadiah, mendapat poin, mendapat nilai baik, dapat mengungguli nilai teman,

mendapat pujian dari guru atau orang tua, semua itu dapat menjadi motif bagi anak untuk

belajar matematika.

6) Kematangan

Menurut Slameto (2003:58) kemangatangan adalah suatu tingkah/fase dalam

pertumbuhan seseorang, dimana alat-alat tubuhnya atau daya tangkap dan daya pikirnya

telah siap untuk melaksanakan kecakapan atau menerima konsep baru, misalnya anak

kelompok usia 6-9 tahun belum matang dalam menguasai koordinasi otot halus sehingga

belum sempurna dalam melakukan kegiatan menggunting dan menulis, sebaliknya anak

kelompok usia 9-12 tahun sudah matang di dalam koordinasi otot halus sehingga mulai

dapat sempurna di dalam menggunting dan menulis. Contoh lain, anak yang telah

memahami kekekalan bilangan telah siap untuk belajar konsep bilangan,berarti anak

sudah matang untuk belajar konsep bilangan. Perlu diperhatikan bahwa kematangan tidak

berarti anak dapat melaksanakan kegiatan secara terus-menerus. Untuk itu perlu

diperlukan latihan-latihan. Hal ini berarti untuk dapat menguasai konsep bilangan cacah,

anak perlu banyak latihan untuk memahami konsep bilangan. Misalnya sesudah anak

diberi kegiatan untuk memahami bilangan cacah sampai dengan sepuluh (missal dengan

teori belajar Bruner).

Dari uraian diatas, tingkat kematangan anak tidak menyebabkan anak tersebut

dapat melakukan kegiatan sendiri untuk memahami konsep baru. Tingkat kematangan

Page 16: BAB II KAJIAN PUSTAKA - Institutional Repository …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2658/3/T1...u P enguatan berupa gerak tubuh atau mimik muka yang memberi arti/kesan baik

20

yang ada pada anak didik harus disertai dengan latihan-latihan tertentu sebagai alat bantu

untuk mamahirkan anak didik melakukan kegiatan tertentu atau menerima konsep baru.

Memang benar bahwa tingkat keberhasilan anak didik di dalam menerima pelajaran baru

dengan tingkat kesulitan yang lebih tinggi harus diawali dengan tingkat kematangan yang

seimbang dengan tingkat kesulitan pelajaran yang akan diterima.

c. Faktor Kelelahan

Kelelahan pada seseorang walaupun sulit untuk dipisahkan tetapi dapat

dibedakan menjadi dua macam, yaitu kelelahan fisik dan kelelahan psikis. Kelelahan fisik

terlihat dengan lemah lunglainya tubuh dan timbul kecenderungan untuk membaringkan

tubuh. Kelelahan fisik terjadi karena adanya kekacauan substansi sisa pembakaran di

dalam tubuh, sehingga aliran darah tidak/kurang lancer pada bagian-bagian tertentu.

Kelelahan psikis dapat dilihat dengan adanya kelesuan sehingga minat dan

dorongan untuk menghasilkan sesuatu hilang. Kelelahan ini sangat terasa pada bagian

kepala dengan pusing-pusing sehingga sulit untuk berkonsentrasi, seolah-olah otak

kehabisan daya untuk bekerja. Kelelahan psikis (rohani) dapat terjadi jika terus-menerus

memikirkan masalah yang dianggap berat tanpa istirahat, menghadapi hal-hal yang selalu

sama/konstan tanpa variasi, atau mengerjakan sesuatu karena terpaksa dan tidak sesuai

dengan bakat, minat, dan perhatian.

Dari uraian diatas dapatlah dimengerti bahwa kelelahan itu mempengaruhi belajar.

Agar anak didik dapat belajar dengan baik haruslah menghindari kelelahan, baik kelelahan

fisik maupun kelelahan psikis. Kelelahan fisik dan psikis dapat dihilangkan dengan cara-

cara sebagai berikut:

1) Tidur/istirahat

2) Mengusahakan variasi strategi dalam belajar

3) Menggunakan obat-obatan yang bersifat melancarkan peredaran darah seperti obat

gosok

4) Olah raga secara teratur

5) Pola makan yang teratur dan sehat

6) Jika kelelahan yang dialami sangat serius, maka akan lebih efektif jika menghubungi

ahli seperti psikiater, dokter, dan sebagainya.

Page 17: BAB II KAJIAN PUSTAKA - Institutional Repository …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2658/3/T1...u P enguatan berupa gerak tubuh atau mimik muka yang memberi arti/kesan baik

21

Dengan mengacu pada paparan tersebut diatas, upaya agar anak dapat belajar

matematika dengan baik, harus menghindarkannya dari kelelahan, baik kelelahan fisik

maupun kelelahan psikis.

Untuk itu guru hendaklah memperhitungkan banyaknya tugas yang diberikan pada

anak didik. Jangan sampai terlalu banyak hingga melelahkan anak. Jika anak kelelahan

dalam mengerjakan PR atau tugas matematika, maka hasil balajarnya menjadi tidak

optimal. Jika anak merasa hasil belajarnya kurang baik, maka dia menjadi kecewa.

Kekecawaan ini dapat menyebabkan anak tidak senang dalam pelajaran matematika. Oleh

karena itu sebaiknya tugas yang diberikan kepada anak SD-MI hanya 2 sampai 3 soal,

tetapi diberikan secara rutin dan bervariasi.

2. Faktor Ekstern

Faktor ekstern adalah faktor-faktor yang berada diluar diri anak tersebut. Faktor

ekstern digolongkan menjadi 2 faktor, yaitu faktor keluarga dan faktor sekolah.

a. Faktor keluarga

Anak didik akan menerima pengaruh dari keluarga berupa, antara lain: cara

orangtua mendidik, hubungan antar keluarga, suasana rumah.

1) Cara orangtua mendidik

Menurut Slameto (2003:61) keluarga adalah lembaga pendidikan yang pertama

dan utama. Pendidikan dalam fase kecil yang dilakukan oleh keluarga menjadi penentu

dalam pendidikan anak dalam fase yang lebih besar, seperti pendidikan disekolah dan

pendidikan dimasyarakat dari pernyataan diatas, metode pendidikan yang diberikan orang

tua sangatlah berpengaruh bagi jenjang pendidikan disekolah, dan keberhasilan anak didik

dalam mengikuti materi pelajaran disekolah sangat dipengaruhi oleh metode pendidikan

orang tua dirumah.

Orang tua yang bersifat acuh tak acuh terhadap pendidikan anak berakibatnya

gagal pendidikan anak dijenjang sekolahan. Sikap acuh tak acuh ini dapat dinyatakan

dengan sikap tak mau tahu terhadap cara belajar anak, tidak mau menyediakan media

yang mau menunjang belajar anak, terlalu memanjakan anak, tidak mengatur cara belajar

anak dirumah, dan sebagainya. Sebaliknya, orang tua yang sangat memperhatiakan

pendidikan anaknya berpenagruh pada keberhasilan pendidikan anak. Sebagai contoh,

Page 18: BAB II KAJIAN PUSTAKA - Institutional Repository …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2658/3/T1...u P enguatan berupa gerak tubuh atau mimik muka yang memberi arti/kesan baik

22

orang tua yang sabar membantu, menunggui, memperhatikan dan memenuhi fasilitas

anaknya untuk belajar matematika akan membuat anak tersebut merasa senang dan

nyaman belajar matematika.

Orang tua juga perlu memberikan kebiasan belajar yang baik kepada anak,

termasuk belajar matematika. Misalnya setiap hari anak belajar matematika dalam waktu

yang tidak terlalu lama, sehingga anak tidak menjadi bosan, melainkan menjadi senang

dan terbiasa belajar matematika. Sedapat mungkin, orang tua berusaha mengadakan alat

peraga untuk belajar matematika bagi anaknya.

Bagi orang tua yang kurang mampu, dapat membuat alat peraga sendiri. Untuk itu

sebaiknya orng tua berhubungan dengan guru atau aktif membaca buku tuntunan untuk

belajar matematika.

2) Relasi antara anggota keluarga

Disamping pendidikan orang tua dirumah, hubungan antara anggota keluarga juga

menjadi faktor dalam keberhasilan belajar anak didik. Hubungan yang menunjang dalam

belajar anak adalah hubunagn yang positif antara orang tua dan anak maupun antara

saudara, contohnya hubungan saling mengasihi, saling mengerti dan saling

memperhatikan. Hubungan kasih, pengertian, dan perhatian yang diungkapkan bukan

berartiharus memanjakan anak sehingga anak akan lupa dengan tugasnya sebagai

pelajar.

3) Suasana rumah

Suasana rumah juga bisa menjadi faktor yang dapat mendukung atau faktor yang

tidak mendukung belajar anak, dan bisa menjadikan hasil belajar menjadi optimal atau

minimal. Suasana yang tidak mendukung belajar anak adalah rumah yang kacau, dan

ribut. Kekacauan atau keributan yang terjadi bias disebabkan banyak hal. Mungkin bisa

berupa keributan yang ditimbulkan karena banyaknya kegiatan yang diadakan dirumah,

misalnya sering ada pertemuan atau resepsi, dan sebagainya.

Untuk itu suasana harus diusahakan tenang, teteram, tidak bising, dan tidak ada

pertengkaran. Selain itu juga diusahakan cukup mendapat udara segar serta

cahaya/penerangan dengan suasana rumah yang sehat dan mendukung anak dalam

belajar matematika, maka anak menjadi betah dalam belajar matematika dan akhirnya

menjadi senang dalam belajar matematika.

Page 19: BAB II KAJIAN PUSTAKA - Institutional Repository …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2658/3/T1...u P enguatan berupa gerak tubuh atau mimik muka yang memberi arti/kesan baik

23

b. Faktor Sekolah

Faktor sekolah yang mempengaruhi belajar antara lain:

1) Metode mengajar

Metode mengajar adalah suatu cara yang ditempuh oleh guru untuk menciptakan

situasi pengajaran yang benar-benar menyenangkan dan mendukung kelancaran proses

belajar dan tercapainya prestasi belajar anak yang memuaskan.

2) Metode belajar

Banyak anak yang salah dalam memakai metode belajar, mereka tidak belajar

secara rutin. Mereka lebih suka baru belajar kalau ada ulangan atau sedang ada ujian. Hal

ini menyebabkan beban yang harus dipelajarinya banyak sedangkan waktu belajar sedikit,

akibatnya hasil belajar mereka tidak maksimal. Disamping itu mereka jatuh sakit pada saat

ujian karena semalaman belajar terus dan kurang tidur atau istirahat, tidak digunakan

untuk belajar. Teristimewa untuk matematika, metode belajar “wayangan “ seperti itu tidak

dapat diterapkan, karena selain konsep yang perlu dipahami, didalam matematika juga

diperlukan pula latihan-latihan yang berkesinambungan untuk ketrampilannya.

3) Media pengajaran

Media pengajaran erat sekali hubungannya dengan cara belajar anak, karena

dipakai anak untuk belajar atau menguasai bahan pelajaran. Media pengajaran yang

lengkap dan tepat akan memperlancar dan mempermudah anak belajar. Jadi media

pengajaran, baik alat pelajaran maupun alat peraga, sangat berpengaruh terhadap belajar

anak.

4) Guru

Guru merupakan salah satu faktor yang besar pengaruh yang besar bagi belajar

anak. Jika anak senang pada guru matematikanya, maka ia akan senang pada pelajaran

matematika, serta aktif dan giat mengikuti semua kegiatan selama proses pembelajaran

matematika. Hal ini menyebabkan prestasi hasil belajar matematikanya tinggi. Sebaliknya,

jika anak tidak suka pada guru matematikanya, malas mengikuti krgiatan selama proses

pembelajaran matematika, serta malas untuk berinteraksi dengan gurunya. Hal ini

menyebakan prestasi belajar matematikanya rendah.

Page 20: BAB II KAJIAN PUSTAKA - Institutional Repository …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2658/3/T1...u P enguatan berupa gerak tubuh atau mimik muka yang memberi arti/kesan baik

24

Oleh karena itu, agar guru dapat menjadi faktor positif atau yang menyenangkan

bagi belajar anak, maka guru harus berusaha agar dirinya menjadi idola bagi anak

didiknya. Hendaknya guru berusaha agar anak senang berinteraksi dengannya baik

didalam pembelajaran matematika maupun diluar kela, serta menjadikan dirinya guru

matematika yang ideal bagi anak didiknya.

5) Interaksi dikelas atau disekolah

Interaksi anak dengan guru maupun dengan teman dikelas atau disekolah juga

mempengaruhi belajar anak. Anak yang takut pada guru matematikanya juga takut pad

pelajaran matematika. Dikelas dia tidak berani maju mengerjakan soal dipapan tulis, atau

mengeluarkan pendapatnya, karena takut salah atau dimarahi.

Hal ini menyebabkan prestasi belajar matematika anak turun. Penurunan prestasi

belajar matematika berlanjut pada penurunan anak pada minat matematika, yang

menyebakan anak tidak suka pelajaran matematika. Oleh karena itu hendaknya guru

dapat menciptakan interaksi yang baik diluar atau didalam kela, terutama interaksi dalam

pembelajaran.

6) Materi pelajaran

Materi pelajaran merupakan pengaruh yang cukup besar bagi belajar anak jika

materi yang dipelajari menyenagkan, menarik perhatian dan minat anak, maka anak akan

tekun, bersemangat dan senang mempelajarinya. Sebaliknya, jika materi tidak disukai oleh

anak, terlalu sulit dan tidak dapat menarik perhatian dan minat anak, maka anak akan

enggan untuk belajar. Sedangkan anak dapat timbul minatnya untuk belajar matematika,

jika dia merasa kebutuhannya terpenuhi dengan belajar matematika.

2.1.3. Hasil Belajar

Menurut Sudjana (2004: 14) hasil belajar adalah suatu akibat dari proses belajar

dengan menggunakan alat pengukuran yaitu berupa tes yang disusun secara terencana,

baik tes tertulis, tes lisan maupun tes perbuatan. Sedangkan Nasution (2003: 42)

berpendapat bahwa hasil belajar adalah suatu perubahan pada individu yang belajar, tidak

hanya mengenai pengetahuan tetapi juga membentuk kecakapan dan penghayatan dalam

diri pribadi individu yang belajar. Hasil belajar adalah hasil yang diperoleh siswa setelah

mengikuti suatu materi tertentu dari mata pelajaran yang berupa data kuantitatif maupun

Page 21: BAB II KAJIAN PUSTAKA - Institutional Repository …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2658/3/T1...u P enguatan berupa gerak tubuh atau mimik muka yang memberi arti/kesan baik

25

kualitatif. Untuk melihat hasil belajar dilakukan suatu penilaian terhadap siswa yang

bertujuan untuk mengetahui apakah siswa telah menguasai suatu materi atau belum.

Penilaian merupakan upaya sistematis yang dikembangkan oleh suatu institusi pendidikan

yang ditujukan untuk menjamin tercapainya kualitas proses pendidikan serta kualitas

kemampuan peserta didik sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan. Hasil belajar dapat

dilihat dari hasil nilai ulangan harian (formatif), nilai ulangan tengah semester (Sub

sumatif), dan nilai ulangan semester (sumatif).

Hasil belajar adalah kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima

pengalaman belajarnya. Hasil belajar mempunyai peranan penting dalam proses

pembelajaran. Proses penilaian terhadap hasil belajar dapat memberikan informasi kepada

guru tentang kemajuan siswa dalam upaya mencapai tujuan-tujuan belajarnya melalui

kegiatan belajar. Selanjutnya dari informasi tersebut guru dapat menyusun dan membina

kegiatan-kegiatan siswa lebih lanjut, baik untuk keseluruhan kelas maupun individu.

Hasil belajar menurut Sudjana (2004: 22) dibagi menjadi tiga macam hasil belajar

yaitu : (a). Keterampilan dan kebiasaan; (b). Pengetahuan dan pengertian; (c). Sikap dan

cita-cita, yang masing-masing golongan dapat diisi dengan bahan yang ada pada

kurikulum sekolah.

2.1.4. Ganjaran sebagai Alat untuk Meningkatkan Hasil Belajar

Ganjaran merupakan penilaian yang bersifat positif terhadap belajar murid

(Indrakusuma, 1993:159); pada umumnya ganjaran/pujian merupakan motivator yang jauh

lebih berkhasiat dari pada celaan, hukuman atau ujian ulangan (Sutadipura, 1982:132).

Pada umunya jiwa anak melihat bahwa pujian guru itu sebagai sumber mendapatkan

kepuasan, maka tindakan guru itu akan menjadi pendorong untuk terjadinya tingkah laku.

Pujian dapat dilakukan dengan memperteguh respon yang baru dengan mengasosiasikan

pada stimulus tertentu secara berkali-kali, Skinner menyebutkan hal ini dengan

reinforcement (peneguhan), misalnya bila setiap anak menyebut kata yang sopan kita

segera memujinya, kelak anak itu akan mencintai kata-kata yang sopan dalam

komuikasinya, atau pada waktu mahasiswa membuat prestasi yang baik kita

menghargainya dengan sebuah buku yang bagus, maka mahasiswa akan meningkatkan

prestasinya. (Rahmat, 1994:24)

Page 22: BAB II KAJIAN PUSTAKA - Institutional Repository …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2658/3/T1...u P enguatan berupa gerak tubuh atau mimik muka yang memberi arti/kesan baik

26

2.1.5. Penggunaan Ganjaran dalam Pembelajaran Matematika

Ganjaran merupakan alat pendidikan represif yang menyenangkan (Indrakusuma,

1993). Dalam pembelajaran matematika banyak guru yang mengeluhkan rendahnya

kemampuan siswa dalam menerapkan konsep matematika. Hal ini terlihat dari banyaknya

kesalahan siswa dalam memahami konsep matematika sehingga mengakibatkan

kesalahan–kesalahan dalam mengerjakan soal sehingga mengakibatkan rendahnya

prestasi belajar siswa (skor) baik dalam ulangan harian, ulangan semester, maupun ujian

akhir sekolah, padahal dalam pelaksanaan proses pembelajaran di kelas biasanya guru

memberikan tugas (pemantapan) secara kontinu berupa latihan soal. Kondisi riil dalam

pelaksanaannya latihan yang diberikan tidak sepenuhnya dapat meningkatkan

kemampuan siswa dalam menerapkan konsep matematika. Rendahnya mutu

pembelajaran dapat diartikan kurang efektifnya proses pembelajaran. Penyebabnya dapat

berasal dari siswa, guru maupun sarana dan prasarana yang ada, minat dan motivasi

siswa yang rendah, kinerja guru yang rendah, serta sarana dan prasarana yang kurang

memadai akan menyebabkan pembelajaran menjadi kurang efektif. Saat sekarang ini

sistem pembelajaran harus sesuai dengan kurikulum yang menggunakan KTSP

(Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan). Jadi pendidikan tidak hanya ditekankan pada

aspek kognitif saja tetapi juga afektif dan psikomotorik.

Metode pembelajaran yang kurang efektif dan efisien, menyebabkan tidak

seimbangnya kemampuan kognitif, afektif dan psikomotorik, misalnya pembelajaran yang

monoton dari waktu ke waktu, guru yang bersifat otoriter dan kurang bersahabat dengan

siswa, sehingga siswa merasa bosan dan kurang minat belajar. Untuk mengatasi hal

tersebut maka guru sebagai tenaga pengajar dan pendidik harus selalu meningkatkan

Page 23: BAB II KAJIAN PUSTAKA - Institutional Repository …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2658/3/T1...u P enguatan berupa gerak tubuh atau mimik muka yang memberi arti/kesan baik

27

kualitas profesionalismenya yaitu dengan cara memberikan kesempatan belajar kepada

siswa dengan melibatkan siswa secara efektif dalam proses pembelajaran. Juga

mengupayakan agar siswa memiliki motivasi melalui bentuk-bentuk penghargaan atau

ganjaran sehingga siswa memiliki antusiasme dalam pembelajaran matematika.

Pembelajaran matematika yang selama ini dianggap siswa sebagai pelajaran yang

sulit perlu langkah tepat agar motivasi menyimak pelajaran tumbuh dengan baik

(Suherman, 2004: 62). Diantaranya adalah pemberian ganjaran berupa benda dan

nonbenda. Pemberian ucapan “bagus” atau “hebat” ketika siswa mampu mengerjakan

dengan baik atau mampu menjawab pertanyaan yang disampaikan guru merupakan suatu

bentuk ganjaran yang dapat memberikan nilai positif terhadap motivasi belajar siswa.

Faktor motivasi tersebut merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi keberhasilan

siswa dalam belajar. Bentuk lain dari pemberian ganjaran adalah ganjaran benda,

misalnya memberi tanda “bintang” plastik terhadap siswa yang mengerjakan soal dengan

benar atau menjawab pertanyaan yang disampaikan guru atau memperoleh nilai terbaik di

kelas ketika dilakukan tes. Ganjaran berupa benda tersebut akan menumbuhkan motivasi

dalam diri anak (Purwanto, 2001: 184).

Keberhasilan pembelajaran matematika dalam arti tercapainya standar

kompetensi, sangat bergantung pada kemampuan guru mengolah pembelajaran

yang dapat menciptakan situasi yang memungkinkan siswa belajar sehingga merupakan

titik awal berhasilnya pembelajaran (Semiawan, 2005: 54). Banyaknya teori dan hasil

penelitian para ahli pendidikan yang menunjukkan bahwa pembelajaran akan berhasil bila

siswa berpartisipasi aktif dalam proses pembelajaran.

Page 24: BAB II KAJIAN PUSTAKA - Institutional Repository …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2658/3/T1...u P enguatan berupa gerak tubuh atau mimik muka yang memberi arti/kesan baik

28

2.1.6. Hasil-hasil Penelitian Yang Relevan

Hasil penelitian yang relevan atau hampir sama dengan penelitian ini adalah

tindakan kelas oleh Indriaswati (2009) yaitu ganjaran non verbal sebagai media

meningkatkan hasil prestasi belajar IPA khususnya tentang pemahaman sifat-sifat cahaya

siswa kelas V di SD Negeri Sumobroto Kecamatan Jepon Kabupaten Blora Tahun

Pelajaran 2009/2010.

Hasil penelitian itu untuk mengetahui apakah Ganjaran Non Verbal sebagai media

meningkatkan prestasi belajar, khususnya tentang pemahaman konsep sifat-sifat cahaya

kelas V. Dalam penelitian ini menyimpulkan bahwa sebelum menggunakan pemberian

Ganjaran Non Verbal prestasi belajar IPA khususnya tentang pemahaman konsep sifat-

sifat cahaya di SD Negeri Sumobroto Kecamatan Jepon Kabupaten Blora Tahun pelajaran

2009/2010 adalah batas tuntas dari 29 siswa ternyata yang tuntas 60%. Bahkan terdapat

peserta didik yang nilainya kurang dari 60. Setelah menggunakan tekhnik pemberian

penguatan siswa mengalami peningkatan 80%.

Penelitian lain juga dilakukan oleh Mohamad Yusuf dengan judul Pengaruh

Pelaksanaan Ganjaran dan Hukuman Terhadap Motivasi Berprestasi Siswa di MTs. NU 05

Sunan Katong Kaliwungu Kendal (iib.uin-malang.ac.id). Penelitian ini menggunakan

metode survey korelasional. Subyek penelitian sebanyak 504 yang berasal dari 3 (tiga)

kelas, kelas satu sebanyak 172 siswa, kelas dua senyak 132 siswa dan kelas tiga

sebanyak 200 siswa yang jumlah keseluruhan merupakan populasi. Pengumpulan data

menggunakan angket untuk menjaring data X1, X2 dan Y. Data penelitian yang terkumpul

di analisa dengan menggunakan teknik analisis diskriptif dan inferensial. Pengujian

hipotesis menggunakan analisis regresi dua prediktor dengan skor deviasi. Pengujian

hipotesis penelitian menunjukkan : 1) terdapat hubungan yang positif antara pelaksanaan

ganjaran dengan motivasi berprestasi, hal ini ditunjukkan oleh koefisien korelasi Rx1y =

0.390 dan koefisien determinan R2x1y = 0.1517 (hal ini menunjukkan bahwa 15.2%

motivasi belajar ditentukan oleh ganjaran (reward), melalui fungsi taksiran Y = 0,547 X1 +

26,2699. 2) terdapat hubungan yang positif antara Pelaksanaan hukuman dengan motivasi

berprestasi, hal ini ditunjukkan oleh koefisien korelasi Rx2y = 0.406 dan koefisien

determinan R2x1y = 0.1649 (hal ini menunjukkan bahwa 16.49% motivasi belajar

ditentukan oleh hukuman (punishment), melalui fungsi taksiran Y = 0,55348 X2 + 26,045.

Page 25: BAB II KAJIAN PUSTAKA - Institutional Repository …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2658/3/T1...u P enguatan berupa gerak tubuh atau mimik muka yang memberi arti/kesan baik

29

3) terdapat hubungan yang positif antara pelaksanaan ganjaran dan hukuman terhadap

motivasi berprestasi, hal ini ditunjukkan oleh koefisien korelasi Rx(1,2)y = 0.462 dan

koefisien determinan R2x(1,2)y = 0.1865 (hal ini menunjukkan bahwa 18.65% motivasi

berprestasi ditentukan oleh pelaksanaan ganjaran dan hukuman), melalui fungsi taksiran Y

= 0,2895 X1 + 0,3565 X2 + 22,6355. Dengan demikian hipotesis yang penulis ajukan

bahwa terdapat pengaruh positif yang signifikan antara pelaksanaan ganjaran (X1) dan

pemberian hukuman (X2) terhadap motivasi berprestasi siswa di MTs. NU 05 Sunan

Katong Kaliwungu Kendal diterima

2.2. Kerangka Berfikir

Kerangka berfikir dalam penelitian “Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Matematika

Siswa Kelas IV Melalui Pemberian Ganjaran di SDN 01 Nyemoh Kec.Bringin Kab

Semarang Semester II 2011/2012” adalah sebagai berikut : partisipasi guru kurang baik

saat proses pembelajaran Matematika Kelas IV SD Negeri 01 Nyemoh Kec.Bringin Kab

Semarang berlangsung, sehingga berimbas pada hasil belajar dan motivasi yang kurang

optimal. Pengajaran merupakan suatu sistem, yaitu sebagai kesatuan yang terorganisasi,

yang terdiri atas sejumlah komponen yang saling berhubungan satu sama lain dalam

rangka pencapaian tujuan yang diinginkan (Sumaatmadja, 1984). Sebagai suatu sistem,

pengajaran mengandung sejumlah komponen antara lain : mata pelajaran, metode, media,

alat eveluasi dan lain-lain, yang berinteraksi satu sama lain dalam rangka mencapai tujuan

yang telah dirumuskan dan salah satu cara yang dilakukan dalam PBM yaitu dengan

pemberian ganjaran kepada siswa.

Pemberian ganjaran pada penelitian ini diterapkan karena diharapkan dapat

memotivasi siswa saat belajar dan memancing siswa untuk giat belajar sehingga didalam

kelas terdapat persaingan yang mengarah ke hal positif dan siwa tertarik untuk mengikuti

proses pembelajaran. Adapun ganjaran-ganjaran berupa pujian, ganjaran berupa aktivitas,

ganjaran berupa benda, ganjaran berupa tanda kredit sehingga hasil belajarnya

meningkat. Adapun skema dapat dilihat dalam gambar 2.1 :

Page 26: BAB II KAJIAN PUSTAKA - Institutional Repository …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2658/3/T1...u P enguatan berupa gerak tubuh atau mimik muka yang memberi arti/kesan baik

30

Kondisi akhir Gambar 2.1

Kerangka berfikir 2.3. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan Kajian Teori dan Hasil penelitian yang relevan, dapat dirumuskan

hipotesis penelitian sebagai berikut:

Pemberian ganjaran dalam pembelajaran matematika dapat meningkatkan hasil belajar

siswa kelas IV SD Negeri I Nyemoh Kecamatan Bringin Kabupaten Semarang.

Kondisi awal

Tindakan

Kondisi Akhir

Siklus 1: Hasil

belajar pada siswa

meningkat tetapi

belum tuntas

Siklus 2:

Hasil belajar

siswa meningkat

pada mata

pelajaran

matematika (≥

KKM) (70)

Guru belum

memberi ganjaran

saat proses

pembelajaran

matematika

Hasil belajar siswa

rendah pada mata

pelajaran

matematika

≤ 70 (KKM)

Guru menerapkan

pemberian ganjaran

saat proses belajar

matematika

Hasil belajar siswa

pada mata

pelajaran

matematika

meningkat dan

tuntas (≥ KKM)

(70)