bab ii kajian pustaka (recovered)

47
BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Pengertian Belajar dan Prinsip Belajar a. Belajar Menurut Suyono dan Hariyanto (2011:9) “Belajar adalah suatu aktivitas atau suatu proses untuk memperoleh pengetahuan, meningkatkan keterampilan, memperbaiki perilaku, sikap, dan mengokohkan kepribadian”. Selain itu Witherington dalam Suyono dan Hariyanto (2011:11-12) “Menyatakan bahwa belajar merupakan perubahan dalam kepribadian, yang dimanifestasikan sebagai pola-pola respon yang baru yang berbentuk keterampilan, sikap, kebiasaan, pengetahuan, dan kecakapan”. Pendapat yang hampir sama dinyatakan oleh Crow and Crow dalam Suyono dan Hariyanto (2011:12) “Belajar merupakan diperolehnya kebiasaan-kebiasaan, pengetahuan dan sikap baru”. Menurut Hilgard dalam Suyono dan Hariyanto (2011:12) 8

Upload: mingko-dian

Post on 15-Feb-2015

69 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: Bab II Kajian Pustaka (Recovered)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Kajian Teori

1. Pengertian Belajar dan Prinsip Belajar

a. Belajar

Menurut Suyono dan Hariyanto (2011:9) “Belajar adalah suatu aktivitas

atau suatu proses untuk memperoleh pengetahuan, meningkatkan keterampilan,

memperbaiki perilaku, sikap, dan mengokohkan kepribadian”. Selain itu

Witherington dalam Suyono dan Hariyanto (2011:11-12) “Menyatakan bahwa

belajar merupakan perubahan dalam kepribadian, yang dimanifestasikan sebagai

pola-pola respon yang baru yang berbentuk keterampilan, sikap, kebiasaan,

pengetahuan, dan kecakapan”. Pendapat yang hampir sama dinyatakan oleh Crow

and Crow dalam Suyono dan Hariyanto (2011:12) “Belajar merupakan

diperolehnya kebiasaan-kebiasaan, pengetahuan dan sikap baru”. Menurut Hilgard

dalam Suyono dan Hariyanto (2011:12) “Belajar adalah suatu proses dimana suatu

perilaku muncul dan berubah karena adanya respon terhadap suatu situasi”.

Selain itu Gagne dalam Suyono dan Hariyanto (2011:12) “Mendefinisikan

belajar adalah suatu proses dimana suatu organism berubah perilakunya sebagai

akibat dari pengalaman”. Oxford Advanced Learner’s Dictionary dalam Suyono

dan Hariyanto (2011:12) “Mendefinisikan belajar sebagai kegiatan memperole

pengetahuan atau keterampilan melalui studi, pengalaman, atau karena diajar”.

Gagne dalam Suyono dan Hariyanto (2011:12) “Menyatakan bahwa belajar adalah

8

Page 2: Bab II Kajian Pustaka (Recovered)

9

sebuah proses perubahan tingkah laku yang meliputi perubahan kecenderungan

manusia, seperti sikap, atau nilai belajar dan perubahan kemampuannya, yaitu

peningkatan kemampuan untuk melakukan berbagai jenis kinerja”. Definisi mirip

laiinnya yaitu Driver and Bell dalam Suyono dan Hariyanto (2011:13)

“Mendefinisikan belajar adalah suatu proses aktif menyusun makna melalui setiap

interaksi dengan lingkungan, dengan membangun hubungan antara konsepsi yang

telah dimiliki dengan fenomena yang sedang dipelajari”.

Berkaitan dengan itu Sadiman dkk. dalam Warsita (2008:62) “Belajar

(learning) adalah suatu proses yang kompleks yang terjadipada semua orang dan

berlangsung seumur hidup, sejak ia masih bayi sampai ke liang lahat nanti”.

Pendapat mirip lainnya yaitu menurut Suyono dan Hariyanto (2011:1). “Belajar

adalah suatu proses dan aktivitas yang selalu dilakukan dan dialami manusia sejak

manusia dalam kandungan, buaian, tumbuh berkembang dari anak-anak, remaja

sehingga menjadi dewasa, sampai ke liang lahat, sesuai dengan prinsip

pembelajaran sepanjang hayat”.

Menruu teori behaviorisme dalam Wasita (2008:66) “Belajar adalah proses

perubahan tingkah laku yang terjadi karena adanya stimulasi dan respon yang

dapat diamati”. Selain itu teori kofnitif dalam Warsita (2008:69) mengatakan

“Belajar adalah perubahan persepsi dan pemahaman yang tidak selalu dapat

dilihat sebagai tingkah laku”. Teori ini menekankan pada gagasan bahwa bagian-

bagian suatu situasi yang berhubungan dalam konteks situasi secara keseluruhan.

Dengan demikian, belajar melibatkan proses berfikir yang kompleks dan

mementingkan proses belajar. Menurut Piaget di teori kofnitif dalam Suyono dan

Page 3: Bab II Kajian Pustaka (Recovered)

10

Hariyanto (2011:86) “Belajar akan berhasil jika disesuaikan dengan tahap

perkembangan kognitif peserta didik”. Peserta didik hendaknya diberi kesempatan

untuk melakukan eksperimen objek fisik yang ditunjang oleh interaksi dengan

teman sebaya dan dibantu oleh pertanyaan tilikan dari guru. Guru hendaknya

banyak memberikan rangsangan kepada peserta didik agar mau berinteraksi

dengan lingkungan secara aktif, mencari, mengamati dan menemukan, memungut

berbagai hal dari lingkungan.

Belajar menurut teori konstuktivisme dalam Warsita (2008:78) “Belajar

adalah suatu proses pembentukan pengetahuan”. Pembentukan ini dilakukan oleh

peserta didik sendiri. Maka peserta didik harus aktif melakukan kegiatan, aktif

berfikir, menyusun konsep dan memberi makna sesuatu yang dipelajarinya. Maka

para guru, perancang pembelajaran, dan pengembang program-program

pembelajaran ini berperan untuk menciptakan lingkungan yang memunginkan

terjadinya belajar. Artinya mereka perlu mengatur lingkungan agar peserta didik

termotivasi untuk belajar.

Dari beberapa pendapat, definisi, dan teori tentang belajar, dapat dipahami

bahwa belajar merupakan suatu proses yang dialami manusia dalam memperoleh

ilmu dan pengetahuan yang berlangsung seumur hidup. Dengan demikian dapat

disimpulkan bahwa belajar adalah serangkaian aktivitas kegiatan dalam

memperoleh pengetahuan dan perubahan tingkah laku manusia yang berlangsung

seumur hidup sejak masih bayi sampai keliang lahat nanti.

Page 4: Bab II Kajian Pustaka (Recovered)

11

b. Prinsip Belajar

Ada beberapa prinsip-prinsip belajar yang relatif berlaku umum yang

dapat dijadikan dasar atau acuand alam kegiatan belajar dan pembelajaran.

Menurut Dimyati dan Mujiono dalam Warsita (2008:64) “Prinsip-prinsip belajar

yang mendidik itu berkaitan dengan : (1) perhatian dan motivasi belajar peserta

didik; (2) keaktifan belajar dan keterlibatan langsung/pengalaman dalam belajar;

(3) pengulangan belajar; (4) tantangan semangat belajar; (5) pemberian balikan

dan pengutan belajar; serta (6) adanya perbedaan indiidual dalam perilaku

belajar”.

Selain itu Sukmadinata dalam Suyono dan Hariyanto (2011:128-129)

menyampaikan, prinsip umum belajar (sedikit dikembangkan) sebagai berikut:

1) Belajar merupakan bagian dari perkembangan. Belajar dan berkembang merupakan dua hal yang berberda, tetapi erat hubungannya. Dalam perkembangan dituntut belajar, sedangkan melalui belajar terjadi perkembangan individu yang pesat.

2) Belajar berlangsung seumur hidup. Hal ini sesuai dengan prinsip pembelajaran sepanjang hayat (lifelong leraning).

3) Keberhasilan belajar dipengaruhi oleh faktor-faktor bawaan, lingkungan, kematangan, serta usaha dari individu secara aktif.

4) Belajar mencakup semua aspek kehidupan. Oleh sebab itu belajar harus mengembangkan aspek kognitif, efektif, dan psikomotor dan keterampilan hidup (life skill). Menurut Ki Hajar Dewantara belajar harus mengembangkan cipta (kognitif), rasa (efektif), karsa (motivasi), dan karya (psikomotor).

5) Kegiatan belajar berlangsung di sembarang tempat dan waktu. Berlangsung di sekolah (kelas dan halaman sekolah), di rumah, dimasyarakat, di tempat rekreasi, di alam sekitar, dalam bengkel kerja, di dunia industry, dan sebagainya.

6) Belajar berlangsung baik dengan guru maupun tanpa guru. Berlangsung dalam situasi formal, informal, dan nonformal.

7) Belajar yang terencana dan disengaja menuntut motivasi yang tinggi. Biasanya terkait dengan pemenuhan tujuan yang kompleks, diarahkan kepada penguasaan, pemecahan masalah atau pencapaian sesuatu yang bernilai tinggi. Ini harus terencana, memerlukan waktu dan upaya yang sungguh-sungguh.

Page 5: Bab II Kajian Pustaka (Recovered)

12

8) Perbuatan belajar bervariasi dari yang paling sederhana sampai dengan yang amat kompleks.

9) Dalam belajar dapat terjadi hambatan-hambatan. Hambatan dapat terjadi karena belum adanya penyesuaian individu dengan tugasnya, adanya hambatan dari lingkungan, kurangnya motivasi, kelelahan atau kejenuhan belajar.

10) Dalam hal tertentu belajar memerlukan adanya bantuan dan bimbingan dari orang lain. Orang lain itu dapat guru, orang tua, teman sebaya yang kompeten dan lainnya. Ingant prinsip scaffolding dan ZPD.

Dari penjelasan uraian mengenai prinsip belajar dapat kita pahami bahwa

dalam belajar tersebut siswa dituntut untuk berperan aktif, sehingga interaksi dan

motivasi yang terjadi pada saat belajar dapat berjalan dengan lancar.

2. Proses Pembelajaran

Menurut Ahmadi, dkk (2011:4) “Dalam proses pembelajarna, dikenal

beberapa istilah yang memiliki kemiripan makna sehingga sering kali

membingungkan orang dalam membedakannya”. Istilah-istilah terserbut adalah

pendekatan pembelajaran, strategi pembelajaran, metode pembelajaran, teknik

pembelajaran, taktik pembelajaran, dan model pembelajaran.

Menurut Rusman (2011:144) “Pembelajaran pada hakikatnya merupakan

suatu proses interaksi antara guru dengan siswa, baik interaksi secara langsung

seperti kegiatan tatap muka maupun secara tidak langsung, yaitu dengan

menggunakan berbagai media”. Selain itu Suyono dan Hariyanto (2011:207)

“Pembelajaran dikondisikan agar mampu mendorong kreativitas anak secara

keseluruhan, membuat siswa aktif, mencapaitujuan pembelajaran secara efektif

dan berlangsung dalam kondisi menyenangkan”.

Warsita (2008:85) “Pembelajaran (instruction) adalah suatuusaha untuk

membuat peserta didik belajar atau suatu kegiatan untuk membelajarkan peserta

Page 6: Bab II Kajian Pustaka (Recovered)

13

didik”. Miarso dalam Warsita (2008:85) “Pembelajaran disebut juga kegiatan

pembelajaran (instruksional) adalah usaha mengelola lingkungan dengan sengaja

agar seseorang membentuk diri secara positif dalam kondisi tertentu”. Dalam

pengertian lain Sadiman dkk. Dalam Warsita (2008:266) “Pembelajaran adalah

usaha-usaha yang t erencana dalam memanipulasi sumber-sumber belajar agar

terjadi prses belajar dalam diri peserta didik”. Pendapat mirip lainnya yaitu

menurut Gagne dan Birggs dalam Warsita (2008:266) “Pembelajaran adalah suatu

sistem yang bertujuan untuk membantu proses belajar peserta didik, yang berisi

serangkaian peristiwa yang dirancang, disusun sedemikian rupa untuk

mempengaruhi dan mendukung terjadinya proses belajar peserta didk yang

bersifat internal”.

Dalam UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas Pasal 1 Ayat 20 yang

dikutip Warsita (2008:85) “Pembelajaran adalah proses interaks peserta didik

dengan pendidik dan sumber belajar pada lingkungan belajar”. Oleh karena itu

Miarso dalam Warsita (2008:85) menjelaskan, ada lima jenis interaksi yang dapat

berlangsung dalam proses belajar dan pembelajaran, yaitu:

(1) interaksi antara pendidik dengan peserta didik; (2) interaksi antarsesama peserta didik atau antar sejawat; (3) interaksi peserta didik dengan narasumber; (4) interaksi peserta didik bersama pendidik dengan sumber belajar yang sengaja dikembangkan; dan (5) interaksi peserta didik bersama pendidik dengan lingkungan social dan alam.

Setiap ahli pendidikan sesuai dengan aliran teori belajar yang dianutnya

memberikan eksentuasi sendiri tentang hal-hal apa yang penting dipahami dan

dilakukan agar belajar benar-benar belajar. Cronbach sebagai penganut aliran

Page 7: Bab II Kajian Pustaka (Recovered)

14

behaviorisme menyatakan dalam Suyono dan Haroiyanto (2011:126) ada tujuh

unsur utama dalam proses belajar, yang meliputi:

a. Tujuan, belajar dimulai karena adanya suatu tujuan yang ingin dicapai. Tujuan ini muncul karena adanya sesuatu kebutuhan. Perbuatan belajar atau pengalaman belajar akan efektif bila diarahkan kepada tujuan yang jelas dan bermakna bagi individu.

b. Kesiapan. Agar mampu melaksanakan perbuatan belajar dengan baik, anak perlu memiliki kesiapan, baik kesiapan fisik, psikis, maupun kesiapan yang berupa kematangan untuk melakukan sesuatu yang terkait dengan pengalaman belajar.

c. Situati. Kegiatan belajar berlangsung dalam situasi belajar. Adapun yang dimaksud situasi belajar disini adalah tempat, lingkungan sekitar, alat dan bahan yang dipelajari, guru, kepala sekolah, pegawai administrasi, dan seluruh warga sekolah yang lain.

d. Interpretasi. Disini anak melakukan interpretasi yaitu melihat hubungan di antara komponen-komponen situasi belajar, melihat makna dari hubungan tersebut dan menghubungkannya dengan kemungkinan pencapaian tujuan.

e. Respon. Berdasarkan asil interpretasi tentang kemungkinannya dalam mencapai tujuan belajar, maka anak membuat respon. Respon ini dapat berupa usaha yang terencana dan sistematis, baik juga berupa usaha coba-coba, (trial and error).

f. Konsekuensi. Berupa hasil, dapat hasil positif (keberhasilan) maupun hasil negative (kegagalan) sebagai konsekuensi respon yang dipilih siswa.

g. Reaksi terhadap kegagalan. Kegagalan dapat menurunkan semangat, motivasi, memperkecil usaha-usaha belajar selanjutnya. Namun dapat juga membangkitkan siswa karena dia mau belajar dari kegagalannya.

Sehubungan dengan uraian di atas dapat dipahami bahwa, proses

pembelajaran merupakan suatu kegiatan yang terjadi pada saat belajar, dan juga

proses interaksi antara peserta didik dengan pendidik sehingga terjadi suasana

yang menyenangkan dalam lingkungan belajar tersebut.

Page 8: Bab II Kajian Pustaka (Recovered)

15

3. Penilaian Hasil Belajar

a. Hasil Belajar

Menurut Djamarah dan Zain (2010:107) “Setiap proses belajar mengajar

selalu menghasilkan hasil belajar. Suyono dan Hariyanto (2011:9) “Belajar adalah

suatu aktivitas atau suatu proses untuk memperoleh pengetahuan, meningkatkan

keterampilan, memperbaiki perilaku, sikap, dan mengokohkan kepribadian”.

Djamarah dan Zain (2010:107) mengatakan “Masalah yang dihadapi adalah

sampai tingkat mana prestasi (hasil) belajar yang telah dicapai”. Sehubungan

dengan hal inilah keberhasilan proses belajar mengajar itu dibagi atas beberapa

tingkatan atau taraf. Menurut Djamarah dan Zain (2010:107) tingkatan

keberhasilkan tersebut adalah sebagai berikut:

1) Istimewa/maksimal, apabila seluruh bahan pelajaran yang diajarkan itu dapat dikuasai oleh siswa.

2) Baik sekali/optimal, apabila sebagian besar (76% s.d 99%) bahan pelajaran yang dapat dikuasai oleh siswa.

3) Baik/minimal, apabila bahan pelajaran yang diajarkan hanya 60% s.d 75% saja dikuasai oleh siswa.

4) Kurang, apabila bahan pelajaran yang diajarkan kurang dari 60% dikuasai oleh siswa.

Sementara itu Sudjana (2004:45) mengatakan “Setiap proses belajar

mengajar-mengajar keberhasilannya diukur dari seberapa jauh hasil belajar yang

dicapai siswa, di samping diukur dari segi prosesnya. Artinya, seberapa jauh tipe

hasil belajar dimiliki siswa”. Sehubungan dengan itu Howard Kingsley dalam

Sudjana (2004:45) “Membagai tiga macam hasil belajar, yakni keterampilan dan

kebiasaan, pengetahuan dan pengertian, sikap dan cita-cita, yang masing-masing

digolongkan dapat diisi dengan bahan yang ditetapkan dalam kurikulum sekolah”.

Page 9: Bab II Kajian Pustaka (Recovered)

16

Gagne dalam Sudjana (2004:45) “Mengemukakan lima kategori tipe hasil

belajar, yakni verbal informaton, intelektual skill, cognitive strategy, attitude, dan

motor skill”. Selain itu Benyamin Bloom dalam Sudjana (2004:46) “Berpendapat

bahwa tujuan pendidikan yang hendak ita capai digolongkan atau dibedakan

(bukan dipisahkan) menjadi tiga bidang, yakni bidang kogntif, bidang efektif, dan

bidang psikomotor”.

Dari uraian pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa hasil belajar

merupakan keberhasilan siswa dalam mengikuti proses pembelajaran, sehingga

tercapainya tujuan pendidikan itu yang meliputi bidang kognitif, bidang efektif,

dan bidang psikomotor.

b. Evaluasi (Penilaian)

Arikunto (2005:3) “Di dalam istilah asingnya, pengukuran adalah

measurement, sedang penilaian adalah evaluation. Dari kata evaluation inilah

diperoleh kata Indonesia evaluasi yang berarti menilai (tetapi dilakukan dengan

mengukur terlebih dahulu)”. Rusman, (2011:197) “Penilaian adalah proses

pengumpulan berbagai data dan informasi yang bisa memberikan gambaran atau

petunjuk terhadap pengalama belajar siswa”. Sementara itu menurut Arifin

(2011:261) dalam melaksanakan penilaian, sebaiknya guru perlu:

(1) memandang penilaian dan kegiatan belajar-mengajar secara terpadu; (2) mengembangkan strategi yang mendorong dan memperkuat penilaian sebagai cermin diri; (3) melakukan berbagai strategi penilaian di dalam program pembelajaran untuk menyediakan berbagai jenis informasi tentang hasil belajar peserta didik; (4) mempertimbangkan berbagai kebutuhan khusus peserta didik; (5) mengembangkan dan menyediakan sistem pencatatan yang bervariasi dalam pengamatan kegiatan belajar peserta didik; (6) menggunakan cara dan alat penilaian yang bervariasi. Agar penialai objektif, guru harus berupaya secara optimal untuk:

Page 10: Bab II Kajian Pustaka (Recovered)

17

(1) memanfaatkan berbagai bukti hasil kerja peserta didik dan tingkah laku dari sejumlah penilaian; dan (2) membuat keputusan yang adil tentang penguasaan kompetensi peserta didik dengan mempertimbangkan hasil kerja (karya).

Berdasarkan uraian dan penjelasan di atas dapat dipahami bahwa, evaluasi

atau penilaian merupakan suatu cara atau strategi yang dilakukan oleh guru

terhadap hasil belajar peserta didik selama dalam proses pembelajaran

berlangsung.

c. Tujuan atau Fungsi Penilaian

Dalam evaluasi atau penilaian terdapat juga tujuan dan fungsi dari

penialaian tersebut. Menurut Arikunto (2005:10-11) tujuan atau fungsi penialaian

ada beberapa hal:

1) Penilaian berfungsi selektifDengan cara mengadakan penilaian guru mempunyai cara untuk mengadakan seleksi atau penilaian terhadap siswanya. Penilaian itu sendiri mempunyai berbagai tujuan, antara lain:a) Untuk memilih siswa yang dapat diterima di sekolah tertentu.b) Untuk memilih siswa yang dapat naik ke kelas atau tingkat

berikutnya.c) Untuk memilih siswa yang seharusnya mendapat beasiswa.d) Untuk memilih siswa yang sudah berhak meninggalkan

sekolah, dan sebagainya. 2) Penilaian berfungsi diagnostik

Apabila alat yang digunakan dalam penilaian cukup memenuhi persyaratan, maka dengan melihat hasilnya, guru akan mengetahui kelemahan siswa. Di samping itu, diketahui pula sebab-musabab kelemahan itu. Jadi dengan mengadakan penilaian, sebenarnya guru mengadakan diagnosis kepada siswa tentang kebaikan dan kelemahannya. Dengan diketahuinya sebab-sebab kelemahan ini, akan lebih mudah dicari cara untuk mengatasi.

3) Penilaian berfungsi sebagai penempatan.Sistem baru yang kini banyak dipopulerkan Negara barat, adalah sistem belajar sendiri. Belajar sendiri dapat dilakukan dengan cara mempelajari paket sebuah belajar, baik itu berbentuk modul maupun paket belajar yang lain. Sebagai alasan dari timbulnya sistem ini adalah adanya pengakuan yang besar terhadap

Page 11: Bab II Kajian Pustaka (Recovered)

18

kemampuan individual. Setiap siswa sejak lahinya telah membawa bakat sendiri-sendiri sehingga pelajarana kan lebih efektif apabila disesuaikan dengan pembawaan yang ada. Akan tetapi disebabkan karena keterbatasan sarana dan tenaga, pendidikan yang bersifat individual kadang-kadang sukar sekali dilaksanakan. Pendekatan yang lebih bersifat melayani perbedaan kemampuan, adalah pengajaran secara kelompok.untuk dapat menentukan dengna pasti di kelompok mana seorang siswa harus ditempatkan, digunakan suatu penilaian. Sekelompok siswa yang mempunyai hasil penilaian yang sama, akan berada dalam kelompok yang sama dalam belajar.

4) Penialai berfungsi sebagai pengukur keberhasilan.Fungsi keempat dari penilaian ini dimaksudkan untuk mengetahui sejauh mana suatu program berhasil diterapkan. Keberhasilan program ditentukan oleh beberapa faktor yaitu faktor guru, metode mengajar, kurikulum, sarana, dan sistem administrasi.

Selain itu Sudjana (2004:111) penilaian yang dilakukan terhadap proses

belajar-mengajar berfungsi sebagai berikut:

1) Untuk mengetahui tercapai tidaknya tujuan pengajaran, dalam hal ini adalah tujuan instruksional khusus. Dengan fungsi ini dapat diketahui tingkat penguasaan bahan pelajaran yang seharusnya dikuasai oleh para siswa. Dengan perkataan lain dapat diketahui hasil belajar yang dicapai para siswa.

2) Untuk mengetahui keefektifan proses belajar mengajar yang telah dilakukan guru. Dengan fungsi ini guru dapat mengetahui berhasil tidaknya ia mengajar. Rendahnya hasil belajar yang dicapai siswa tidak semta-mata disebabkan kemampuan siswa tetapi juga bisa disebabkan kurang berhasilnya guru mengajar. Melalui penilaian, berarti menilai kemampuan guru itu sendiri dan hasilnya dapat dijadikan bahan dalam memperbaiki usahanya, yakni tindakan mengajar berikutnya.

Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa, dalam tujuan dan fungsi

penilaian terdapat beberapa hal yang meliputi penilaian berfungsi selektif,

diagnostic, sebagai penempatan, dan sebagai pengukur keberhasilan. Dengan

demikian fungsi penilaian itu dalam proses belajar-mengajar bermanfaat ganda,

yakni bagi siswa dan guru.

Page 12: Bab II Kajian Pustaka (Recovered)

19

4. Ulangan Formatif dan Sumatif

a. Ulangan Formatif

Ulangan formatif (tes formatif), menurut Daryanto (2001:13) “Tes

formatif umumnya mengacu pada kriteria”. Karena itu disebut tes acuan kritera,

atau dalam bahasa inggris criterion referenced test. Dalam tes yang mengacu

kepada kriteria dibuatkan tugas-tugas berupa tujuan instruksional yang harus

dicapai siswa untuk dapat dikatakan berhasil dalam belajarnya. Tugas-tugas itu

merupakan kriteria yang dipakai untuk menilai apakah siswa berhasil atau tidak

dalam pelajarannya. Arikunto (2005:39) “Dalam pengalaman di sekolah, tes

formatif dapat disamakan dengan ulangan harian”.

Arikunto (2005:36) “Dari arti kata form yang merupakan dasar istilah

formatif maka evaluasi formatif dimaksud untuk mengetahui sejauh mana siswa

telah terbentuk setelah mengikuti suatu program tertentu”. Dalam kedudukannya

seperti ini tes formatif dapat juga dipandang sebagai tes diagnostik pada akhir

pelajaran. Selain itu juga Arikunto (2005:36) mengatakan “Evaluasi formatif atau

tes formatif diberikan pada akhir program”. Test ini merupakan post-test atau test

akhir proses.

Pre-test Post-test(test awal) (test akhir)

(Arikunto, 2005:36)

Program

Page 13: Bab II Kajian Pustaka (Recovered)

20

Menurut Arikunto (2005:36-38) evaluasi formatif mempunyai manfaat,

baik bagi siswa, guru, maupun program itu sendiri.

1) Manfaat bagi siswaa) Digunakan untuk mengatahui apakah siswa sudah menguasai

bahan program secara menyeluruh.b) Merupakan penguatan (reinforcement) bagi siswa. Dengan

mengetahui bahwa tes yang dikerjakan sudah menghasilkan skor yang tinggi sesuai dengan yang diharapkan maka siswa merasa mendapat “anggukan kepala” dari guru, dan ini merupakan suatu tanda bahwa apa yang sudah dimiliki merupakan pengetahuan yang sudah benar. Dengan demikian maka pengetahuan akan bertambah membekas diingatan. Di samping itu, tanda keberhasilkan suatu pelajaran akan memperbesar motivasi siswa untuk belajar lebih giat, agar dapat mempertahankan nilai yang sudah baik itu atau memperoleh lebih baik lagi.

c) Usaha perbaikan. Dengan umpan balik (feed back) yang diperoleh setelah melakukan tes, siswa mengetahui kelemahan-kelemahannya. Bahkan dengan teliti siswa mengetahui bab atau bagian dari bahan yang mana yang belum dikuasainya. Dengan demikian, akan ada motivasi untuk meningkatkan penguasaan.

d) Sebagai diagnosis. Bahan yang sedang dipelajari oleh siswa merupakan serangkaian pengetahuan, keterampilan, atau konsep. Dengan mengetahui tes formatif, siswa dengan jelas dapat mengetahui bagian mana dari bahan pelajaran yang masih dirasakan sulit.

2) Manfaat bagi guruDengan telah mengetahui hasil tes formatif yang diadakan, maka guru:a). Mengetahui sampai sejauh mana bahan yang diajarkan sudah

dapat diterima oleh siswa. Hal ini menentukan pula apakah guru itu harus mengganti cara menerangkan (strategi mengajar) atau tetap dapat menggunakan cara (strategi) yang lama.

b). Mengetahui bagian-bagian mana dari bahan pelajaran yang belum menjadi milik siswa. Apabila bagian yang belum dikuasai kebetulan merupakan bahan persyaratan bagi bagian pelajaran yang lain, maka bagian itu harus diterangkan lagi, dan barang kali memerlukan cara atau media lain untuk memperjelas. Apabila bahan ini tidak diulangi, maka mengganggu kelancaran pemberian bahan pelajaran selanjutnya, dan siswa akn semakin tidak dapat menguasainya.

Page 14: Bab II Kajian Pustaka (Recovered)

ProgramProgramProgramProgramProgram

21

c). Dapat meramalkan sukses atau tidaknya seluruh program yang akan diberikan.

3) Manfaat bagi programSetelah diadakan tes formatif maka diperoleh hasil. Dari hasil tersebut dapat diketahui:a). Apakah program yang telah diberikan merupakan program

yang tepat dalam arti sesuai dengan kecakapan anak.b). Apakah program tersebut membutuhkan pengetahuan-

pengetahuan prasyarat yang belum diperhitungkan. c). Apakah diperlukan alat, sarana, dan prasarana untuk

mempertinggi hasil yang akan dicapai.d). Apakah metode, pendekatan, dan alat evaluasi yang

digunakan sudah tepat.

Berdasarkan dari uraian di atas dapat disimpulkan dan dipahami bahwa,

ulangan formatif atau tes formatif merupakan suatu program yang bertujuan untuk

mengetahui sejauh mana perkembangan peserta didik tersebut. Ulangan sumatif

atau tes formatif di sekolah dapat disamakan dengan ulangan harian.

b. Ulangan Sumatif

Ulangan sumatif (tes sumatif), menurut Arikunto (2005:38-39) “Tes

sumarif dilaksanakan setelah berakhirnya pemberian sekelompok program atau

sebuah program yang lebih besar. Dalam pengalaman di sekolah, tes sumatif dapat

disamakan dengan ulangan umum yang biasanya dilaksanakan pada tiap akhir

caturwulan atau akhir semester”. Secara diagramis maka hubungan antara tes

formatif dengan tes sumatif ini tergambar sebagai berikut:

F F F F F

Keterangan: F = tes formatif S = tes sumatif

(Arikunto, 2005:39)

S

Page 15: Bab II Kajian Pustaka (Recovered)

22

Selain itu juga Arikunto (2005:39) mengatakan “Apabila dilihat dalam

kaitannya dengan kurikulum tahun 1975 (baik SD, SMP, maupun SMA), maka tes

formatif adalah tes yang dilaksanakan sesudah berakhirnya proses belajar-

mengajar tiap-tiap subpokok tes sumatif diadakan pada:

1) Akhir caturwulan : untuk SD

2) Akhir semester : untuk SMP dan SMA

Menurut Arikunto (2005:39-41) ada beberapa manfaat tes sumatif, dan 3

diantaranya yang terpenting adalah:

1) Untuk menentukan nilai. Apabila tes formatif terutama digunakan untuk memberikan informasi demi perbaikan penyampaian, dan tidak digunakan untuk memberikan nilai atau tidak digunakan untuk penentuan kedudukan seorang anak di antara teman-temannya (grading), maka nilai dari tes sumatif ini digunakan untuk menentukan kedudukan anak. Dalam penentuan nilai ini setiap anak dibandingkan dengan anak-anak lainnya.

2) Untuk menentukan seseroang anak dapat atau tidaknya mengikuti kelompok dalam menerima program berikutnya. Dalam kepentingan seperti ini maka tes sumatif berfungsi sebagai tes prediksi.

3) Untuk mengisi catatan kemajuan belajar siswa yang akan berguna bagi:a). Orang tua siswab). Pihak bimbingan dan penyuluh di sekolah.c). Pihak-pihak lain apabila siswa tersebut akan pindah ke

sekolah lain, akan melanjutkan belajar atau akan memasuki lapangan kerja.

Catatan kemajuan belajar ini dikenal dengan nama rapor dan ijazah (yang saat ini disebut surat tanda tamat belajar disingkat STTB).

Berdasarkan dari penjelasan di atas dapat dipahami bahwa ulangan sumatif

atau tes sumatif merupakan akhir dari suatu program pembelajar yang lebih besar

atau dilaksanakan pada akhir semester. Dengan demikian dapat disimpilkan

bahwa, ulangan sumatif atau tes sumatif merupakan akhir dari sekelompok

Page 16: Bab II Kajian Pustaka (Recovered)

23

program atau program yang lebih besar, dan biasa dilaksanakan pada tiap akhir

caturwulan, akhir semester atau yang biasa kita kenal dengan ulangan semester.

c. Perbandingan Antara Tes Formatif dan Sumatif (Ulangan Formatif dan

Sumatif)

Untuk memperoleh gambaran tentang tes formatif dan sumatif secara lebih

mendalam, berikut ini akan disajikan perbandingan antara keduanya, agar dapat

diketahui tiap-tiap persamaan dan perbedaannya. Dayanto (2001:47-52) dalam

membandingkan, akan ditinjau dari 9 aspek, yaitu: fungsi, waktu, titik berat atau

tekanannya, alat evaluasi, cara memilih tujuan yang dievaluasi, tingkat kesulitan

soal-soal tes, cara menyekor tingkat pencapaian dan metode menuliskan hasil tes.

1) Ditinjau dari fungsinyaa) Tes formatif

Sebagai umpanbalik bagi siswa, guru, maupun program untuk menilai pelaksanaan satu unit program.

b) Tes sumatifUntuk memberikan tanda kepada siswa bahwa telah mengikuti suatu program, serta menentukan posisi kemampuan siswa dibandingkan dengan kawannya dalam kelompok.

2) Ditinjau dari waktua) Tes formatif

Selama pelajaran berlangsung untuk mengetahui kekurangan agar pelajaran dapat berlangsung sebaik-baiknya.

b) Tes sumatifPada caturwulan, semester akhir tahun atau akhir pendidikan.

3) Ditinjau dari titik berat penilaian.a) Tes formatif

Menekankan pada tingkah laku.b) Tes sumatif

Pada umumnya menekankan pada tingkah laku kofnitif, tetapi ada kalanya pada tingkah psikomotor dan kadang-kadang pada efektif. Akan tetapi walaupun menekankan pada tingkah laku kofnitif, yang diukur adalah tingkatan yang lebih tinggi (bukan sekedar ingatan atau hapalan saja).

Page 17: Bab II Kajian Pustaka (Recovered)

24

4) Ditinjau dari segi alat evaluasia) Tes formatif

Tes prestasi belajar yang tersusun secara baik.b) Tes sumatif

Tes ujian akhir5) Ditinjau dari cara memilih tujuan yang dievaluasi

a) Tes formatifMengukur semua tujuan instruksional khusus.

b) Tes sumatifMengukur tujuan instruksional umum.

6) Ditinjau dari tingkat kesulitan tesa) Tes formatif

Belum dapat ditentukanb) Tes sumatif

Rata-rata mempunyai tingkat kesulitan (indeks kesukaran) antara 0,35 sampai 0,70. ditambah beberapa soal yang sangat mudah dan beberapa lagi yang sangat sukar.

7) Ditinjau dari skoring (cara menyekor)a) Tes formatif

Menggunakan standar mutlak (criterion-referenced)b) Tes sumatif

Kebanyakan menggunakan standar relatif (norm-referenced), tetapi dapat pula dipakai standar mutlak (criterion-referenced).

8) Ditinjau dari tingkat pencapaianYang dimaksud tingkat pencapaian adalah skor yang harus dicapai dalam setiap tes. Tingkat pencapaian ini tidaklah sama. Tetapi rendahnya tuntutan terhadap tingkat pencapaan tergantung dari fungsi dan tujuan masing-masing tes. a) Tes formatif

Ditinjau dari tujuan, tes formatif digunakan untuk mengetahui apakah siswa sudah mencapai tujuan instruksional umum yang diuraikan menjadi tujuan instruksional khusus. Dalam sistem pendidikan yang lama, tidak ada tuntutan terhadap pencapaian TIK namun dalam tahun 1975, dengan keluarannya kurikulum tahun 1975 dan modul, tingkat pencapaian untuk tes formatif adalah 75%. Siswa yang belum mencapai skor 75% dari skor yang diharapkan, diwajibkan menempuh kegiatan perbaikan (renudial program) sampai siswa yang bersangkutan lulus dalam tes yang berarti bahwa siswa tersebut telah mencapai skor 75% dan skor maksimal yang diharapkan.

b) Tes sumatifSesuai dengan fungsinya tes sumatif yaitu memberikan tanda kepada sswa mereka telah mengikuti suatu program dan untuk menentukan posisi kesemua siswa dibandingkan

Page 18: Bab II Kajian Pustaka (Recovered)

25

Dengan kawan dalam kelompoknya, maka tidak diperlukan sesuatu tuntutan harus berapa tingkat penguasaan yang dicapai. Namun demikian tidak berarti bahwa tes sumatif tidak penting. Perlu diingin bahwa tes sumatif ini dilaksanakan pada akhir program, berarti nilainya digunakan untuk menentukan kenaikan kelas atau kelulusan. Secara terpisah, tidak ditentukan tingkat pencapaiannya tetapi secara keseluruhan akan dikenakan suatu norma tertentu yaitu norma kenaikan kelas atau norma kelulusan.

9) Ditinjau dari cara pencatatan hasila) Tes formatif

Prestasi tiap siswa dilaporkan dalam bentuk catatan berhasil atau gagal menguasai sesuatu tugas.

b) Tes sumatifKeseluruhan skor atau sebagian skor dari tujuan-tujuan yang dicapai.

Scawia B. Anderson dalam Daryanto (2001:52-54) membedakan tes

menurut dimensi-dimensi seperti dibawah ini :

1) Tes ditinjau dari unsur suatu kegiatan dapat dibedakan atas tes pengukur proses dan tes pengukur hasil.

2) Tes ditinjau dari tujuan penggunaan hasil, dibedakan atas tes formatif, tes subsumatif, dan tes sumatif.

3) Tes ditinjau dari konstruksi yang diukur, dibedakan atas tes kepribadian, tes bakat, tes kemampuan, tes minat, perhatian, sikap.

4) Tes ditinjau dari isi atau bidang studi dibedakan atas tes matematik, sejarah, IPA, olah raga, keterampilan dan sebagainya.

5) Tes ditinjau dari lingkup materi yang diungkap, dibedakan atas tes pencapaian dan tes penelusuran dikenakan pada sebagian kecil bahan agar tester dapat lebih cermat mengamati sesuatu.

6) Tes ditinjau keragaman butir atau tugas dibedakan atas tes homogen dan tes heterogen. Tes yang digunakan untuk mengukur sesuatu aspek misalnya faktor minat, maka tesnya terdiri dari butir-butir yang seragam (homogen). Tes terstandar biasanya terdiri dari butir-butir yang heterogen.

7) Tes ditinjau dari tester memberikan respons, dibedakan atas tes tertulis, tes lisan, tes penampilan, tes pengenalan (benar-salah, pilihan ganda, menjodohkan dan sebagainya.

8) Tes ditinjau dari skoring dibedakan atas tes objektif (dikenal dengan “check-point”) dan tes subjektif (tes yang memerlukan pertimbangan subjektifitas penilai).

Page 19: Bab II Kajian Pustaka (Recovered)

26

9) Tes ditinjau dari standar dalam menentukan jawaban yakni tes yang menuntut adanya kebenaran mutlak (mengenal benar-salah) dan tes yang dimaksudkan untuk sekedar mengetahui keadaan seseorang misalnya tes untuk sikap atau pendapat seseorang.

10) Tes ditinjau dari cara pengadministrasian dibedakan atas pre test (tes awal) yang dilakukan sebelum diberikannya perlakuan, dan post test (tes akhir) yang dilakukan sesudah adanya perlakuan.

11) Tes ditinjau dari tekanan aspek yang diukur, dibedakan atas “speed test”, yakni tes yang digunakan untuk mengukut kecepatan testee bekerja dan “power test” yakni tes yang digunakan untuk mengukur kemampuan testee. Pembedaan atas tes berdasarkan aspek ini dijumpai pada tes psikologi seperti halnya mengukur tes kemampuan umum (TKU).

12) Tes ditinjau dari banyaknya testee yang dites, dibedakan atas individual dan tes kelompok. Tes pengukuran intelegensi yang sifatnya klinis, merupakan contoh tes individual sedangkan tes-tes yang berhubungan dengan pencapaian dilapangan pendidikan, industry atau militer, pada umumnya merupakan tes kelompok.

13) Tes ditinjau dari penyusunan, dibedakan atas tes buatan guru dan tes yang diperdagangkan, yang dikenal dengan tes terstandar.

Berdasarkan dari uraian di atas dapat dipahami bahwa, dalam tes sumatif

dan formatif terdapat 9 aspek yang ditinjau dari fungsi, waktu, tiitk berat atau

tekanannya, alat evaluasi, cara memilih tujuan yang dievaluasi, tingkat kesulitan

soal-soal tes, cara menyekor tingkat pencapaian dan metode menuliskan hasil tes,

serta tes juga dapat menurut dimensi-dimensinya.

Page 20: Bab II Kajian Pustaka (Recovered)

Proses Pembelajaran TeknologiInformasi dan Komunikasi

Semester Ganjil

Nilai Ulangan Formatif Nilai Ulangan Formatif

Apakah terdapat Pengaruh antara nilai ulangan formati danSumatif siswa pada mata pelajaran Teknologi Informasi

Dan Komunikasi kelas X di SMA Negeri 1 OKUTSemester ganjil tahun ajaran 2012/2013

27

B. Kerangka Konseptual

Berdasarkan rumusan masalah dan tujuan penelitian, maka aspek yang

diteliti dalam penelitian ini secara sistematis dapat dilihat pada bagan 2.1 berikut:

Bagan 2.1 Kerangka konseptual pengaruh antara nilai ulangan formatif dan sumatif siswa pada mata pelajaran Teknologi Informasi dan Komunikasi kelas X di SMA Negeri 1 OKUT semester ganjil tahun ajaran 2012/2013.

Keterangan Bagan:

1. Proses pembelajaran Teknologi Informasi dan Komunikasi semester ganjil

disini maksudnya adalah proses terjadinya interksi antara guru dengan siswa

pada saat proses kegiatan belajar mengajar.

2. Nilai ulangan formatif siswa maksudnya adalah nilai yang diperoleh siswa

ketika guru memberikan ulangan harian setelah sswa tersebut telah

menyelesaikan satu kompetensi dasar.

Page 21: Bab II Kajian Pustaka (Recovered)

28

3. Nilai ulangan sumatif siswa adalah nilai yang diperoleh siswa pada saat

ulangan semester.

4. Apakah terdapat korelasi antara nilai ulangan formatif dan sumatif siswa pada

mata pelajaran Teknologi Informasi dan Komunikasi kelas X di SMA Negeri

1 OKUT semester ganjil tahun ajaran 2012/2013 maksudnya adalah mencari

hubungan kedua nilai tersebut yaitu nilai ulangan formatif dan sumatif.

Page 22: Bab II Kajian Pustaka (Recovered)

29

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Lokasi Penelitian

Adapun yang menjadi objek pada penelitian ini adalah lembaga pendidikan SMA

Negeri 1 OKUT. SMA Negeri 1 OKUT adalah salah atu jalur pendidikan formal

yang terletak di kota baru jalan lintas oku timur lokasinya ada di perumahan

daerah kotabaru pasar martapura OKU Timur.

B. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif yang bersifat ex post facto.

Menurut Sudjana dan Ibrahim (2009:56) “ex post facto artinya sesudah fakta”.

Ex post facto sebagai metode penelitian menunjukkan kepada perlakuan atau

manipulasi variabel bebas X telah terjadi sebelumnya sehingga peneliti tidak perlu

memberikan perlakuan lagi, tinggal melihat efeknya pada variabel terikat. Metode

ex post facto dapat dilakukan apabila peneliti telah yakin bahwa perlakuan

variabel bebas telah terjadi sebelumnya.

Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan, bahwa penelitian ex post facto

dapat mengkaji hubungan dua variabel bebas atau lebih dalam waktu yang

bersamaan untuk menentukan efek variabel bebas tersebut pada variabel terikat.

29

Page 23: Bab II Kajian Pustaka (Recovered)

30

C. Desain Penelitian

Menurut Suryabrata (1998:72) “Variabel diartikan sebagai segala sesuatu

yang akan menjadi obyek pengamatan penelian”. Sedangkan, menurut Margono

(1996:133) “Variabel dapat juga diartikan sebagai pengelompokan yang logis dari

dua atribut atau lebih”. Selain itu Sudjana dan Ibrahim (2009:57) “Dalam

penelitian ex post facto peneliti tinggal memilih subjek/individu yang telah

mendapat perlakuan atau manipulasi variabel bebas X sebelumnya, kemudian

mengukur efek variabel bebas tersebut apda variabel terikat tertentu.

Sehubungan dengan itu, maka dalam penelitian ini terdapat dua variabel,

yaitu variabel bebas (X) dan variabel terikat (Y). variabel bebas (X) dalam

penelitian ini adalah nilai ulangan formatif siswa, sedangkan variabel terikat (Y)

adalah nilai ulangan sumatif siswa pada mata pelajaran Teknologi Informasi dan

Komunikasi kelas X di SMA Negeri 1 OKUT semester ganjil tahun ajaran

2012/2013.

Tabel 3.1 Desain Penelitian

Variabel bebas (X) Variabel terikat (Y)

Nilai ulangna formatif siswa Nilai ulangan sumatif siswa

D. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Menurut Prasetyo dan Jannah (2011:119) “Populasi adalah keseluruhan

gejala/satuan yang ingin diteliti”. Sedangkan menurut Sudjana dan Ibrahim

(2009:84) “Populasi, maknyanya berkaitan dengan elemen, yakni unit tempat

diperlehnya informasi”. Selain itu, Margono (1996:118) “Populasi adalah seluruh

Page 24: Bab II Kajian Pustaka (Recovered)

31

data yang menjadi perhatian kita dalam suatu ruang lingkup dan watu yang kita

tentukan”. Berdasarkan pendapat tersebut, penulis menyimpulkan bahwa populasi

adalah keseluruhan dari yang ingin diteliti.

Populasi dalah penelitian ini adalah seluruh siswa kelas X di SMA Negeri

1 OKUT semester ganjil tahun ajaran 2012/2013 yang berjumlah 159 siswa,

terdiri dari lima kelas yaitu VII A, VII B, VII C, VII D, dan VII E.

2. Sampel

Prasetyo dan Jannah (2011:119) “Sampel merupakan bagian dari populasi

yang ingin diteliti”. Sedangkan menurut Sudjana dan Ibrahim (2009:85) “Sampel

adalah sebagian dari populasi terjangkau yang memiliki sifat yang sama dengan

populasi”. Sampel dalam penelitian ini mengambil seluruh populasi yang ada

yaitu seluruh siswa yang ada di kelas X SMA Negeri 1 OKUT yang berjumlah

159 siswa. Berikut rincian data populasi dan sampel pada penelitian ini.

Tabel 3.2 Populasi dan Sampel

No Kelas Populasi Sampel (100%)

1 VII A 32 32

2 VII B 29 29

3 VII C 33 33

4 VII D 32 32

5 VII E 33 33

Jumlah 159 159

Sumber: Staf Tata Usaha SMA Negeri 1 OKU 2012

Page 25: Bab II Kajian Pustaka (Recovered)

32

E. Teknik dan Alat Pengumpulan Data

1. Teknik Pengumpulan data

Dalam penelitian ini pengambilan datanya melalui teknik/metode

dokumentasi, menurut Arikunto (2010:274) “Metode dokumentasi, yaitu mencari

data mengenai hal-hal atau variabel yang berupa catatan, transkrip, buku, surat

kabar, majalan, prasasti, notulen rapat, lengger, agenda, dan sebagainya”.

Berdasarkan hal tersebut peneliti melakukan dengan cara sebagai berikut:

a. Mendata nilai ulangan formatif siswa pada mamta pelajaran Teknologi

Informasi dan Komunikasi (TIK) yang telah diambil oleh guru saat ulangan

harian.

b. Mendata berkas nilai ulangan sumatif siswa pada mata pelajaran Teknologi

Informasi dan Komunikasi (TIK) yang telah diambil oleh guru saat ulangan

semester ganjil 2012/2013.

2. Alat Pengumpulan Data

Adapun alat yang digunakan penelitian ini berupa format lembaran isian

data nilai ulangan formatif dan sumatif siswa yang telah diambil guru selama

proses pembelajaran pada mata pelajaran Teknologi Informasi dan Komunikasi

(TIK) di kelas X SMA Negeri 1 OKUT Semester ganjil tahun ajaran 2012/2013.

F. Teknik Analisis Data

Setelah data terkumpul, maka teknik analisis data yang digunakan adalah

menggunakan teknik analisis korelasi. Menurut Sudijono (2005:179) “Dalam ilmu

statistik istilah korelasi diberi pengertian sebagai hubungan antardua variabel atau

lebih”. Data penelitian ini terdapat dua variabel X dan Y, sehingga teknik analisis

Page 26: Bab II Kajian Pustaka (Recovered)

33

Menggunakan korelasi product moment. Sudijono (2005:190) “Product moment

correlation atau product of the moment correlation adalah salah satu teknik untuk

mencari korelasi antardua variabel yang kerap kali digunakan”.

Selain itu Sudijono (2005:220) mengatakan “Apabila N=30 atau lebih dari

30, seyogyanya perhitungan dilakuan dengan menggunakan alat bantu berupa peta

korelasi atau diagram korelasi atau dikenal dengan nama scatter diagram”.

Adapun rumus yang dipergunakan ialah:

r xy=

∑ x' y '

N−(C X ' ) (C y ' )

(SD x ' ) (SD y ' )(Sudijono, 2005:224)

Keterangan:

∑ x ' y '= Jumlah hasil perkalian silang (product of the moment) antara:

Frekuensi sel (f) dengan x’ dan y’

N = Number of cases.

Cx’ = Nilai korelasi untuk variabel X, dalam arti interval class sebagai

unit, dimana:

Cx'=∑ fx'

NCy’ = Nilai korelasi untuk variabel Y, dalam arti interval class sebagai

unit, dimana:

Cy'=∑ fy'

NSDx’ = Deviasi standar dari variabel X, dalam arti interval class sebagai

unit, dengan demikian di sini i = 1.

SDy’ = Deviasi standar dari variabel Y, dalam arti interval class sebagai

unit, dengan demikian disini i = 1

Page 27: Bab II Kajian Pustaka (Recovered)

34

langkah yang perlu ditempuh adalah:

a. Merumuskan Hipotesis alternatif (Ha) dan Hipotesis nolnya (H0).

b. Melakukan perhitungan untuk mengetahui besarnya Angka Indeks Korelasi

“r” Product Moment, dengan langkah sebagai berikut:

1) Menyiapkan peta korelasinya, berikut perhitungannya, sehingga diperoleh:

∑fx’, ∑fx’2, ∑fy’, ∑fy’2, dan ∑x’y’.

2) Mencari Cx’ dengan rumus:

∑ fx’

N

3) Mencari Cy’ dengan rumus:

∑ fy’

N

4) Mencari SDx’ dengan rumus:

SDx'=i√∑ fx'2

N−(∑ fx'

N )2

(di mana i = 1)

5) Mencari SDy’ dengan rumus:

SDy'=i√∑ fy'2

N−(∑ fy'

N )2

(di mana i = 1)

6) Mencari rxy dengan rumus:

r xy=

∑ x'y'

N−(Cx' ) (Cy')

(SDx' ) (SDy')

c. Memberikan interpretasi terhadap rxy dapat dilakukan dengan secara

sederahana (tanpa mengunakan Tabel Nilai “r” Product Moment) atau dengan

Page 28: Bab II Kajian Pustaka (Recovered)

35

menggunakan Tabel Nilai “r” Product Moment, kemudian menarik

kesimpulannya.

G. Prosedur Penelitian

Menrurut Sudjana dan Ibrahim (2009:60) “Penelitian ex post facto dimulai

dengan mendeskripsikan situasi sekarang yang diasumsikan sebagai akibat dari

faktor-faktor yang telah terjadia tau bereaksi sebelumnya”. Dengan demikian

peneliti harus menoleh ke belakang untuk menentukan faktor-faktor yang

diasumsikan penyebab, yang telah beroperasi pada masa lalu. Sudjana dan

Ibrahim (2009:63) mengatakan “lebih lanjut tentu saja sesuai dengan langkah dan

prosedur penelitian, telaah pustaka dan kerangka pemikiran untuk menyusun

hipotesis, verifikasi data (metode dan instrumen sampel, teknik analisis data)

menguji hipotesis, menarik kesimpulan penelitian”.

Sehubungan dengan penejelasan di atas, maka tahap dalam penelitian ini

adalah sebagai berikut:

1. Tahap persiapan dan pendahuluan yang meliputi observasi awal penelitian dan

identifikasi masalah, studi documenter, penyusunan proposal skripsi dengan

bimbingan dosen.

2. Tahap pengumpulan data meliputi instrumen dan pengambilan data penelitian

dilapangan.

3. Tahap pelaksanaan analisis data berdasarkan perolehan data yang

dikumpulkan.

Page 29: Bab II Kajian Pustaka (Recovered)

36

4. Tahap penyusunan laporan hasil penelitian dalam bentuk skripsi melalui

proses bimbingan dengan dosen pembimbing I dan dosem pembimbing II.

5. Tahap pertanggung jawaban hasil penelitian yaitu berupa skripsi melalui ujian

di hadapan panitia penguji ujian skripsi FKIP Universitas Baturaja.

Bagan 3.1 Prosedur Kegiatan Penelitian

Identifikasi Masalah

Penyusunan Proposal

Perizinan

Pengumpulan Data

Analisis Data

Penyusunan LaporanSkripsi

Ujian Skripsi

Page 30: Bab II Kajian Pustaka (Recovered)

37

H. Jadwal Penelitian

Kegiatan penelitian ini diperkirakan dilaksanakan dari bulan April 2012

sampai dengan Juli 2013. adapun perincian jadwal penelitian dapat dilihat pada

tabel 3.3 di bawah ini:

Tabel 3.3 Jadwal Penelitian

No Tahap KegiatanTahun 2012 Tahun 2013

Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul

1 Pengajuan Judul

2Persiapan dan Penyu-

sunan Proposal

3 Bimbingan Proposal

4 Seminar Proposal

5 Revisi Proposal

6 Pengumpulan Data

7Pengolahan Data dan

Penyusunan Laporan

8 Bimbingan Skripsi

9 Ujian Skripsi