bab ii kajian pustaka 2.1 kajian teori 2.1.1 matematika sd...
TRANSCRIPT
9
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Kajian Teori
2.1.1 Matematika SD
2.1.1.1 Hakikat Matematika
Bahasa simbol ilmu deduktif yang tidak menerima pembuktian secara
deduktif; ilmu tentang keteraturan, dan struktur yang terorganisasi disebut
matematika (Heruman, 2014: 1).Matematika merupakan ilmu universal yang
didalamnya meliputi ide, gagasan, dan konsep abstrak yang tidak bisa dilepaskan
dari kehidupan manusia sehari-hari. Perkembangan matematika berbanding lurus
dengan perkembangan sains dan teknologi (Wahyudi, 2012: 7). Ada pula yang
menyebutkan ilmu tentang bilangan-bilangan, hubungan antar bilangan dan
prosedur dalam menyelesaikan masalah bilangan disebut matematika
(Poerwadarminta, W. J. S. 1985:637).
Berdasarkan teori yang telah dikemukakan matematika adalah simbol ilmu
yang universal yang mengandung kegiatan pola dan hubungan, mengembangkan
kreatifitas, intuisi dan penemuan guna menyelesaikan permasalahan yang
berhubungan dengan bilangan matematika. Ebbut dan Straker (Kudsiah, 2013: 1)
menyebutkan kegiatan penelusuaran pola dan hubungan, kreatifitas yang
memerlukan imajinasi, intuisi, dan penemuan; dan kegiatan pemecahan masalah
disebut matematika. Penyelesaian masalah merupakan tujuan dari matematika. Hal
ini sesuai dengan Permendiknas Nomor 22 Tahun 2006 tentang standar isi, yang
berisi tentang tujuan Matematika agar mampu :
1. Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan konsep dan
mengaplikasikan konsep atau algoritma secara luwes, akurat, efisien, dan
tepat dalam pemecahan masalah.
2. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi
matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau
menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika
10
3. Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah,
merancang model matematika, menyelesaikan model dengan menafsirkan
solusi yang diperoleh.
Secara khusus, memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar
konsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma, menggunakan penalaran pada
pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam generalisasi, menyusun
bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika, memecahkan masalah
yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika,
menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh, mengomunikasikan
gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan
atau masalah, dan memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam
kehidupan sehari-hari merupakan tujuan pembelajaran matematika di sekolah dasar
(Ahmad Susanto, 2013: 190).
Ilmu yang tidak jauh dari kenyataan kehidupan manusia disebut dengan
matematika (Supratmono Catur, 2009:5). Menunjukkan bahwa matematika
menjadi ilmu yang penting dalam kehidupan sehari-hari. Dengan adanya ilmu
matematika diharapkan siswa dapat mengembangkan kemampuan dalam
mendapatkan dan mengolah informasi. Selain itu dengan adanya tujuan
pembelajaran maka pembelajaran akah lebih terarah dan focus. Ilmu matematika
mulai dikenalkan sejak jenjang SD yang memperkenalkan suatu konsep dasar
bersifat konkrit yang dapat tertanam sehingga dapat bermanfaat untuk
kehidupannya sehari-hari. Selain itu siswa dapat aktif terlibat dalam proses belajar
dan kesempatan mengemukakan ide-ide dalam proses belajar, melatih karakteristik
siswa dan belajar dari kegiatan yang bersifat konkrit ke abstrak (Ali, 2009: 166).
Tujuan matematika selalu berkaitan dengan kehidupan sehari-hari. Dalam
belajar matematika diajarkan pembelajaran yang realistik dengan kehidupan sehari-
hari, sehinga ilmunya dapat pula diterapkan dalam menjalani kehidupan sehari-hari.
Selain itu juga bermaksud agar siswa memperoleh pengetahuan dan pengalamannya
secara langsung. Hal tersebut sesuai dengan tahap perkembangan anak usia SD
11
yang masih membutuhkan hal-hal yang konkrit dan abstrak dalam mengkonstruk
sebuah pengetahuannya sendiri. Dengan penanaman kosep dan pengetahuan yang
kuat akan mempermudah siswa dalam memahami sebuah permasalahan
matematika dan mencari penyelesaian permasalahan matematika.
2.1.1.2 Pembelajaran Matematika SD
Belajar merupakan suatu proses penyusunan pengetahuan siswa yang
meliputi kegiatan dimana konsep disusun melalui pikiran dan tindakan (Rusman,
2013: 202). Belajar merupakan suatu proses membangun konsep-konsep dan
pengetahuan seseorang berdasarkan pengalaman-pengalaman yang telah
dilaluinya. Belajar dan pembelajaran merupakan dua kegiatan yang tidak dapat
dipisahkan satu sama lain. Pembelajaran merupakan suatu kombinasi yang tersusun
meliputi unsur-unsur manusiawi (siswa dan guru), material (buku, papan tulis,
kapur, dan alat belajar), fasilitas (ruang kelas, audio visual), dan proses yang saling
berkaitan untuk mencapai tujuan.
Pembelajaran adalah proses, cara, menjadikan orang atau makhluk hidup
belajar. Pembelajaran sebagai proses yang disengaja yang menyebabkan siswa
belajar pada suatu lingkungan belajar untuk melakukan kegiatan pada situasi
tertentu. Pembelajaran sebagai hasil dari memori, kognisi, dan metakognisi yang
dapat mempengaruhi tingkat pemahaman siswa (Huda, 2013: 2). Dalam penelitian
ini pembelajaran matematika berkaitan dengan Kompetensi Dasar yang sudah
ditetapkan. Piaget (Dahar, 2011: 134) anak usia SD adalah anak yang berada pada
usia sekitar 7 sampai 12 tahun. Anak usia sekitar ini masih berpikir pada tahap
operasi konkrit artinya siswa siswa SD belum berpikir formal. Ciri-ciri anak-
anak pada tahap ini dapat memahami operasi logis dengan bantuan benda-benda
konkrit, belum dapat berpikir deduktif, berpikir secara transitif.
Pemeblajaran Matematika SD dapat digambarkan bahwa seorang guru
harus mampu untuk menghubungkan antara usia anak SD dengan matematika yang
masing-masing mempunyai karakter berbeda. Matematika menggunakan bahasa
simbol yang lebih sulit dipahami oleh anak usia SD. Pembelajaran matematika SD
akan lebih mudah diajarkan dengan memperhatikan tahap berpikir anak SD.
12
Pembelajaran matematika dimulai dari hal kongkrit kemudian hal abstrak dan dari
masalah mudah kemudian masalah yang bersifat sulit (Suhendri, 2011).
Membelajarkan siswa dengan hal-hal yang bersifat konkrit akan membantu siswa
dalam pemahaman ilmu matematika, salah satu caranya dengan memberikan
contoh-contoh yang relevan dengan kehidupan sehari-hari.
Belajar matematika merangsang rasa ingin tahu, mendorong kreativitas dan
melengkapi siswa dengan keterampilan yang dibutuhkan dalam kehidupan di luar
sekolah (Paseleng, 2015).Ilmu matematika merupakan ilmu yang umum yang
diperlukan untuk mengembangkan kemampuan dan kompetensi dalam berbagai
bidang yang mempengaruhi perkembangan teknoligi. Selain itu, dengan kehidupan
usia anak SD yang masih memerlukan contoh-contoh yang nyata dalam
pemahaman sebuah ilmu. Dengan menggunakan contoh-contoh yang nyata akan
mempermudah pemahaman kosep dasar matematika yang dapat menumbuhkan
kemampuan atau ketrampilan dalam diri siswa. Kemampuan atau keterampilan
yang diperoleh siswa tentunya diharapkan dapat berguna untuk menyelesaikan
permasalahan-permasalahan yang berhubungan dengan matematika.
2.1.1.3 Kompetensi Dasar Matematika
Kompetensi dasar yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah KD
Matematika semester II kelas IV SD, yaitu KD 3.9 Menjelaskan dan menentukan
keliling dan luas daerah persegi, persegipanjang, dan segitiga dan 4.9
Menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan keliling dan luas daerah persegi,
persegipanjang, dan segitiga. Kompetensi Dasar 3.9 dengan indikator:
1. Pengukuran bangun datar untuk menentukan keliling dan luas bangun datar
persegi, persegi panjang dan segitiga
2. Menggunakan rumus untuk menentukan keliling dan luas bangun datar
Kompetensi Dasar 4.9 dengan indikator:
1. Memecahkan permasalahan yang melibatkan keliling dan luas daerah
persegi.
13
2. Memecahkan permasalahan yang melibatkan keliling dan luas daerah
persegipanjang.
3. Memecahkan permasalahan yang melibatkan keliling dan luas daerah
segitiga.
4. Menyajikan penyelesaian permasalahan yang melibatkan keliling dan luas
daerah (persegi, persegipanjang, segitiga).
Kompetensi Dasar di atas dapat di pecahkan dengan pemecahan masalah
matematika, namun dalam pemecahannya bergantung terhadap kemampuan dari
siswa itu sendiri terhadap permasalahan yang harus di pecahkan.
2.1.1.4 Kemampuan Pemecahan Masalah
Kecakapan atau potensi yang dimiliki siswa dalam menyelesaikan
permasalahan dan mengaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari disebut
kemampuan pemecahan masalah (Gunantara dkk, 2014: 5). Polya (Gunantara dkk,
2014:4) kemampuan pemecahan masalah merupakan proses yang ditempuh oleh
seseorang untuk menyelesaikan masalah yang dihadapinya sampai masalah itu
tidak lagi menjadi masalah baginya. Usaha mencari jalan keluar dari kesulitan guna
mencapai satu tujuan yang tidak begitu mudah segera untuk dicapai (Masbied,
2011: 9).
Berdasarkan uraian diatas kemampuan pemecahan masalah adalah potensi
atau usaha yang dimiliki siswa dengan untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi
sampai masalah tersebut tidak menjadi masalah melalui tindakan yang bertahap dan
sistematis. Kemampuan pemecahan masalah matematika berarti kemampuan siswa
dalam menyelesaikan permasalahan matematika berdasarkan langkah-langkah
penyelesaiannya. Matematika terdapat dua macam masalah yaitu masalah
menentukan dan masalah membuktikan (Kadir, 2010: 36). Dalam hal ini terlihat
konsep pengetahuan dan kemampuan siswa tentang sebuah ilmu yang didapat untuk
digunakan sebagai suatu sumber dalam mencari sebuah penyelesaian masalah.
Proses umum dalam pemecahan masalah tidak bergantung pada topik
permasalahan yang diberikan, melainkan suatu proses yang menuntun siswa untuk
memperoleh konsep dan keterampilan dari apa yang dipelajari.Terdapat 4 langkah
14
dalam proses pemecahan masalah agar siswa lebih terarah dalam menyelesaikan
masalah matematika, yaitu :
1. Understanding the problem (Polya, 1973:5-6). Memahami istilah yang
digunakan dalam masalah tersebut, merumuskan apa yang diketahui, apa
yang ditanyakan, apakah informasi yang diperoleh cukup, syarat apa saja
yang harus dipenuhi dalam masalah tersebut.
2. Devising plan (Polya, 1973:5-6). Menemukan hubungan antara data yang
diperoleh dengan hal-hal yang belum diketahui serta mencari solusi ataupun
strategi pemecahan masalah.
3. Carrying out the plan (Polya, 1973:5-6). Menjalankan rencana guna
menemukan solusi, memeriksa setiap langkah untuk membuktikan apakah
cara itu benar.
4. Looking back (Polya, 1973:5-6). Melakukan evaluasi terhadap solusi yang
didapat.
Langkah diatas merupakan usaha yang dapat dilakukan siswa dalam
menyelesaikan sebuah permasalahan. Dalam langkah-langkah tersebut
mencerminkan kemampuan diri seorang siswa dalam melakukan pemecahan
sebuah masalah. Di setiap langkah yang menumbuhkan kemampuan siswa dalam
hal berpikir tingkat tinggi. Seseorang dianggap sebagai pemecah masalah yang baik
apabila mempunyai tahapan berpikir tingkat tinggi setelah evaluasi dan
keterampilan yang menjadi tahapan berpikir yang dikembangkan (Sukmadinata dan
As’ari, 2006: 2). Dengan langkah mengamti, menganalisis, mencipta ataupun
dengan mengevaluasi termasuk dalam tahapan berpikir tingkat tinggi.
Pengalaman siswa dalam melakukan langkah pemecahan diharapkan dapat di
ingat dan di konstruk menjadi pengetahuan yang dapat di terapkan siswa dalam
situasi permasalahan yang baru atau nyata dalam kehidupannya. Untuk
mengembangkan siswa dalam pemecahan masalah dapat digunakan strategi
pemecahan masalah. Pertama waktu yang digunakan dalam pemecahan masalah,
yaitu waktu memahami masalah, mengeksplorasi masalah dan menyelesaikan
masalah. Kedua perencanaan, merupakan perencanaan pembelajaran secara
sitematis dan uraian materi untuk mencapai tujuan pembelajaran. Ketiga sumber
15
yang dibutuhkan, sebagai guru ini terlihat dalam kemampuan guru dalam
menggunakan sumber-sumber belajar atau alat yang digunakan dalam
pembelajaran. Dan keempat manjemen kelas, pengelolaan atau rancangan guru
dalam mengatur pembelajaran kelas yang baik.
Dengan terlaksannya seluruh strategi dapat menjamin keoptimalan
kemampuan pemecahan masalah. Pembelajaran berbasis masalah memberikan
keuntungan bahwa dalam pembelajaran membelajarkan siswa dengan
permasalahan yang relevan dan nyata, proses pembelajaran yang mebiasakan siswa
berfikir untuk memahami dan menyelesaikan permasalahan yang dapat diterapkan
dalam dunia sekolah maupun masyarakat, serta strategi pemecahan yang
mengembangkan kemampuan siswa untuk berfikir tingkat tinggi. Masalah
memampukan siswa untuk menyusun pengetahuannya sendiri, menumbuh
kembangkan kemampuan berpikir tingkat tinggi dan inkuiri, memandirikan siswa,
serta meningkatkan kepercayaan dirinya (Trianto, 2007).
Adapun yang menjadi kendala dalam pembelajaran yang membelajarkan
siswa dengan kemampuan pemecahan masalah yaitu, pertama sulit menentukan
permasalahan yang seuai dengan tingkat perkembangan anak, kedua membutuhkan
waktu yang cukup lama dalam proses penyelesaian pemecahan masalah.
2.1.1.5 Pemecaham Masalah Matematika
Belajar matematika pada umumnya soalnya yang dijumpai dianggap
bukanlah masalah. Soal disebut masalah tergantung pada pengetahuan/ kemampuan
yang dimiliki penjawab (Widjajanti, 2009). Suatu persoalan itu merupakan masalah
bagi seseorang jika: pertama, persoalan itu tidak dikenalnya. Kedua, siswa harus
mampu menyelesaikannya, baik kesiapan mentalnya maupun pengetahuan siapnya;
terlepas daripada apakah akhirnya ia sampai atau tidak kepada jawabannya. Ketiga,
sesuatu itu merupakan pemecahan masalah baginya, bila ia ada niat untuk
menyelesaikannya (Ruseffendi, 1991a). Hakikat pemecahan masalah adalah
melakukan operasi prosedural urutan tindakan, tahap demi tahap secara sistematis
sebagai seorang pemula memecahkan masalah (Wena, 2013:52).
Berdasarkan pendapat para ahli diatas kemampuan pemecahan masalah
matematika adalah proses kemampuan siswa dalam menyelesaikan masalah
16
matematika berdasarkan prosedur atau langkah-langkah yang benar sampai tidak
lagi menjadi masalah. Masalah yang dihadapkan dapat berbagai bentuk, salah
satunya soal cerita dalam matematika. Pemecahan masalah matematika sebagai
kegiatan menyelesaikan soal cerita, menyelesaikan soal yang tidak rutin,
mengaplikasikan matematika dalam kehidupan sehari-hari atau keadaan lain, dan
membuktikan atau menciptakan atau menguji konjektur(Sumarmo,1994). Untuk
prosedur yang benar harus dipikirkan secara mendalam, sehingga pemecahan
masalah dapat meningkatkan kemampuan berpikir logis, kritis, kreatif dan
sistematis. Hal ini melatih siswa untuk berfikir tingkat tinggi. Terdapat 4 indikator
yang menunjukkan kemampuan pemecahan masalah matematika menurut Polya
(2012:4) sebagai berikut:
1) Memahami permasalahan
2) Merancang suatu strategi penyelesaian masalah
3) Melaksanakan strategi atau perhitungan
4) Meninjau kembali
Adapaun penjelasan dari empat indicator pemecahan masalah tersebut yang
digunakan dalam landasan matematika sebagai berikut. Pertama pemahaman
terhadap soal, siswa harus memahami kondisi soal atau masalah yang diberikan.
Kondisi siswa yang paham terhadap soal dapat ditunjukkan siswa dalam
mengungkapkan pertanyaan-pertanyaan beserta jawabanya seperti berikut : Siswa
harus memahami permaslahan pada soal atau memahami soal, data atau informasi
apa yang dapat diketahui dari soal, apa inti permasalahan dari soal yang
memerlukan pemecahan, adakah dalam soal itu rumus-rumus, gambar, grafik, tabel
atau tanda-tanda khusus, adakah syarat-syarat penting yang perlu diperhatikan
dalam soal. Kedua penentuan perencanaan penyelesaian. Siswa harus dapat
memikirkan langkah-langkah atau strategi apa saja yang penting dan saling
menunjang untuk dapat memecahkan masalah yang dihadapinya, siswa harus
mencari konsep-konsep atau teori-teori yang saling menunjang dan mencari rumus
rumus yang diperlukan. Ketiga implementasi perencanaan. Siswa telah siap
melakukan perhitungan dengan segala macam data yang diperlukan termasuk
konsep dan rumus atau persamaan yang sesuai. Siswa mulai memasukkan data-data
17
hingga menjurus ke rencana pemecahannya kemudian melaksanakan langkah-
langkah rencana untuk menyelesaikan permasalahan. Keempat meninjau kembali,
siswa harus berusaha mngecek ulang dan menelaah kembali dengan teliti setiap
langkah pemecahan yang dilakukannya.
Selain itu ada 4 tahap dalam melakukan pemecahan masalah matematika
menurut Santrock (2003), yaitu:
1. Menemukan dan menggambarkan masalah yang sedang dihadapi.
2. Membangun strategi pemecahan masalah yang baik.
3. Mengevaluasi solusi yang sudah diperoleh.
4. Memikirkan dan mendefinisikan kembali masalah dan solusi dalam jangka
waktu yang lebih lama.
Tahap pertama, dengan membuat garis bersar permasalahan yang diasjikan
dengan detail sehingga paham akan permasalahan yang dihadapi. Kedua, membuat
suatu perncanaan untuk memecahkan permasalahan, perencanaan bisa dibuat lebih
dari 1 rencana. Baik cara atau urutan dalam pemecahan. Ketiga, melakukan evaluasi
solusi yang digunakan sudah mampu menyelesaikan masalah yang dihadapi atau
belum. Keempat, menjabarkan kembali permasalahan secara detail dan
penyelesaiannya secara detail dan runtut.
Dari uraian diatas dapat dijabarkan bahwa dalam pemecahan masalah
matematika dapat dilakukan dengan pertama, memahami masalah yang disajikan.
Kedua, membuat perencanaan pemecahan. Ketiga menerapkan perencanaan.
Keempat, membuat evaluasi atas pemecahan yang didapat.
Untuk mengukur kemampuan pemecahan masalah matematika diperlukan
adanya alat ukur. Penilaian dilakukan tidak hanya dalam menyelesaikan sebuah alat
ukur, tetapi penilaian juga dilakuakan saat proses penyelesaian. Hasil yang dicapai
oleh seseorang siswa setelah melakukan usaha sehingga adanya perubahan atau
peningkatan yang lebih baik di bandingkan sebelumnya (Juniati, 2017). Adapun
kriteria yang dinilai saat proses penyelesaian yaitu sikap dan keterampilan.
Kemampuan pemecahan masalah matematika tidak hanya dinilai dari hasil ahirnya
saja, melainkan melalui sikap dan keterampilan selama proses pemecahan masalah
matematika.
18
Domain dalam sikap yaitu kemampuan obyek berkenaan dengan persaan,
emosi, sikap penerimaan terhdap proses pembelajaran. Sedangkan dalam domain
keterampilan berkenaan dengan kemampuan siswa dalam mengikuti langkah
bekerja dalam proses pembelajaran. Sedangkan dalam domain kognitif berkaitan
dengan hasil ahirnya, berkaitan dengan kemampuan berpikir, memperoleh
pengetahun, mengolah pengetahuan, dan menerapkan pengetahuan. Secara
sederhana dapat dikatakan domain kognitif berkaitan dengan kemampuan berpikir
pengetahuannya. Seperti yang sudah dijelaskan oleh Bloom terdapat tingkatan
dalam belajar kognitif yaitu mengingat (C1), memahami (C2), mengaplikasikan
(C3), menganalisis (C4), mengevaluasi (C5), dan mencipta (C6). Domain
psikomotor menurut TIM pekerti UNS (2007) berkaitan dengan gerakan otot yang
terpadu untuk menyelesaikan tugas.Hal tersebut sesuai dengan kriteria penilaian
Kurikulum 2013 yang menyajikan data atau gambaran dalam perkembangan belajar
siswa. Sehinga guru dapat memberikan perlakuan sesuai dengan perkembangan
belajar siswa. The real teacher simply directs and creates a learning plan that can
accommodate that character can appear (Indasari,2018). Pernyataan tersebut
menggambarkan sebagai berikut: guru yang sebenarnya hanya mengarahkan dan
menciptakan rencana pembelajaran yang bisa mengakomodasi karakter itu yang
bisa muncul.
Kurikulum 2013 merupakan kurikulum yang dikembangkan dengan
penyempurnaan pola piker yang bertujuan untuk menyiapkan manusia agar
memilliki kemampuan hidup sebagai warga negara yang beriman, kreatif, produktif
dan mempu berkontribusi dalam kehidupan bermasyarakat. Kurikulum 2013 yang
berusaha menciptakan manusia membangun pengetahuan melalui metode meneliti
yang mengaktifkan seluruh domain. Proses pembelajaran menyentuh tiga ranah,
yaitu sikap, pengetahuan dan keterampilan (Astuti, 2015). Pola pembelajaran yang
berpusat kepada siswa yang mengembangkan keseimbangan antara sikap spiritual,
social, pengetahuan dan keterampilan yang dapat diterapkan dalam berbagai situasi
baik di lingkungan sekolah maupun masyarakat. Siswa sebagai pusat pembelajaran
menjadikan ketertarikan , pegalaman dan gaya belajar sebagai fokus menciptakan
pembelajaran yang aktif (Harris, 2013).
19
Terdapat banyak kemungkina yang terjadi dalam setiap pembelajaran. Salah
satunya adalah tidak sesuainya kemampuan yang dimiliki dalam pemecahan
masalah matematika dengan standar kelulusan minimal. Untuk itu diberikan sebuah
pengayaan atau bimbingan yang dapat dilakukan untuk menolong. Namun dalam
penilaian proses kemampuan pemecahan masalah juga harus didasarkan pada jenis
kompetensi yang menyeluruh yaitu afektif, kognitif dan psikomotor.
2.1.2 Model Problem Based Learning
2.1.2.1 Pengertian Model Problem Based Learning
Model pengajaran yang bercirikan adanya permasalahan nyata sebagai
konteks untuk para peserta didik belajar berpikir kritis dan keterampilan
memecahkan masalah serta memperoleh pengetahuan disebut model Problem
Based Learning(Shoimin, 2014:130). Penggunaan berbagai macam kecerdasan
yang diperlukan untuk melakukan konfrontasi terhadap tantangan dunia nyata,
kemampuan untuk menghadapi segala sesuatu yang baru dan kompleks adalah
pembelajaran berbasis masalah (Tan, 2003). Masalah ini digunakan untuk
memadukan rasa ingin tahu, kemampuan analisis dan inisiatif pemecahan atas
materi pembelajaran. Sejalan dengan pendapat yang dikemukakan diatas, Finkle
dan Torp (Shoimin, 2014:130) menyatakan :
PBM merupakan pengembangan kurikulum dan sistem
pengajaran yang mengembangkan secara simultan strategi
pemecahan masalah dan dasar-dasar pengetahuan dan
keterampilan dengan menempatkan para peserta didik dalam
peran aktif sebagai pemecah permasalahan sehari-hari yang
tidak terstruktur dengan baik.
Model pembelajaran yang melatih dan mengembangkan kemampuan
untuk menyelesaikan masalah yang berorientasi pada masalah otentik dari
kehidupan aktual siswa, untuk merangsang kemampuan berpikir tingkat tinggi
disebut model Problem Based Learning (Slameto, 2015:407). Selain itu,
pembelajaran yang membelajarkan peserta didik pada masalah autentik, peserta
didik dapat menyusun pengetahuannya sendiri, menumbuhkembangkan
20
keterampilan yang lebih tinggi, inkuiri dan memandirikan peserta didik disebut
pembelajaran bermasis masalah (Arends, 2007).
Berdasarkan pendapat para ahli diatas Problem Based Learning adalah
model pembelajaran yang merangsang kemauan berpikir tingkat tinggi siswa untuk
menggunakan berbagai macam kecerdasan dalam pembelajarannya dengan
menyajikan permasalahan nyata, kemudian siswa dituntut untuk dapat berpikir
srcara kritis untuk memecahkan masalah sehingga siswa dapat mengkonstruk
pengetahuan dan pembelajaran sendiri yang lebih bermakna. Model pembelajaran
inovatif yang diawali dengan pemberian masalah atau topik masalah kepada siswa
di mana masalah tersebut dialami dalam kehidupan sehari-hari siswa dan siswa
bekerja sama dengan kelompok untuk menyelesaikan masalah tersebut dan
menemukan pengetahuan baru (Virginia, 2016). Dengan kriteria usia anak SD yang
masih dalam dunia konkrit, model ini dapat digunakan dalam pembelajaran yang
memberikan pembelajaran dengan sebuah permasalahan nyata yang sering terjadi
dalam kehidupan sehari-hari. PBL dapat membantu individu menjadi ahli dalam
materi, dan pemecah masalah yang baik (Son, 2017). Selain itu dengan pemberian
sebuah masalah dalam pembelajarannya akan membuat siswa menjadi lebih
tertantang untuk menganalisi dan melakukan hal-hal baru untuk mengatasi
permasalahan.
Sesuai dengan pola perkembangan anak SD yang suka dengan mencoba-
coba. Model ini juga mengajarikan siswa dalam mengasah kemampuan berpikirnya.
Melalui pendekatan PBL siswa belajar melalui aktivitas pemecahan masalah yang
dapat mengasah keterampilan berpikir siswa (Rahmadina, 2015). Dalam
pembelajaran ini siswa secara tidak langsung di tuntut untuk berpikir tingkat tinggi,
siswa harus menganalisi sebuah permasalahan, mengumpulkan informasi atau data
yang mendukung permasalahan kemudian mencari suatu penyelesaian yang sesuai.
Penyelesaian atau solusi yang ditemukan juga merupakan kemampuan berpikirnya
dalam menciptakan sebuah penyelesaian.
Model problem based learning merupakan model pembelajaran berbasis
kurikulum 2013 yang menekankan pembelajaran yang berpusat pada siswa.
Pembelajaran ini termasuk pembelajaran yang aktif, pembelajaran aktif akan lebih
21
tertanam dalam diri siswa. Dalam hal ini guru tidak hanya sekedar memberikan
pengetahuan kepada siswa, tetapi siswa harus membangun sendiri pengetahuan
dalam benaknya (Mustalimah, 2016). Permendikbud Nomor 65 Tahun 2013
Tentang standar proses, model pembelajaran yang diutamakan dalam implementasi
Kurikulum 2013 yaitu salah satunya model Problem Based Learning (PBL).Selain
itu pembelajaran ini memberikan pengalaman belajar siswa dengan pembelajaran
sebuah permasalahan dalam belajarnya yang melatih siswa dalam berpikir kritis
yang sesuai dengan tujuan pendidikan. Berpikir kritis itu sendiri adalah tujuan
pendidikan (Halpern, 2003).
2.1.2.2 Karakteristik Model Problem Based Learning
Problem Based Learning pembelajaran berdasarkan masalah yang
memberikan kesempatan kepada siswa untuk berpikir secara rasional, analitik dan
mampu menghasilkan suatu pemecahan yang dapat menyelesaika permasalahannya
secara tepat. Berikut merupakan kelebihan-kelebihan Problem Based Learning:
1) Realistik dengan kehidupan siswa (Trianto, 2012:96-97). Pembelajaran
akan realistic artinya bersifat nyata, memebelajarkan siswa untuk berpikir
secara nyata dan tidak imajinatif meskipun dunia anak SD masih dalam taraf
imajinasi. Seperti permasalahan yang diberikan bersifat nyata dalam
kehidupan sehari-hari.
2) Konsep sesuai dengan kebutuhan siswa (Trianto, 2012:96-97).
Pembelajaran sesuai dengan taraf pekembangan anak yang masih penuh
dengan rasa ingin tahu.
3) Memupuk sifat inquiri siswa (Trianto, 2012:96-97). Pembelajaran lebih
menitikberatkan kepada siswa sebagai orang belajar, dimana siswa didorong
untuk dapat mengembangkan rasa keingintahuannya. Siswa berusaha
mencari sendiri pengetahuannya melalui sumber apapun kemudian meneliti.
4) Retensi konsep jadi kuat (Trianto, 2012:96-97). Dengan pengalaman
pembelajaran yang berpusat pada siswa, konsep yang ditemukan sendiri
oleh siswa akan lebih kuat dibandingkan hanya dengan mendengarkan
22
penjelasan dari guru. Dengan kata kata lain konsep yang dibangun siswa
sendiri akan lebih melekat dalam diri siswa.
5) Memupuk kemampuan problem solving (Trianto, 2012:96-97). Pemberian
masalah serta dengan rasa ingin tahu siswa, akan mendorong siswa untuk
mencari tahu penyebab dan penyelesaian masalah yang sesuai.
Sedangkan kelemahan model pembelajaran Problem Based Learning yaitu
sebagai berikut:
1) Persiapan pembelajaran (alat, problem, konsep) yang kompleks (Trianto,
2012:96-97). Pembelajaran ini membutuhkan persiapan matang,
menyeluruh dan menjadi satu kesatuan yang utuh antara alat yang
dibutuhkan dengan permasalahan yang diberikan, dan konsep
pembelajarannya. Terutama dalam mempersiapkan permasalahan yang
sesuai dan mudah untuk dipahami oleh siswa.
2) Sulitnya mencari problem yang relevan (Trianto, 2012:96-97).
Pembelajaran ini masih dirasa sulit dalam memberikan permasalahan yang
di kembangkan haruslah yang mudah dipahami siswa. Pemberian masalah
yang tidak sesuai akan memnimbulkan miskonsepsi terhadap siswa.
Problem yang diberikan lebih baik bersifat nyata, artinya permasalahan
yang yang sering ditemukan dalam kehidupan sehari-hari.
3) Sering terjadi miskonsepsi (Trianto, 2012:96-97). Dalam pembelajaran ini
miskonsepsi sering terjadi disaat pemberian masalah dan konsep yang
dimiliki siswa sendiri berbeda. Atau sering terjadinya salah pemahaman
terhadap permasalahan yang diberikan.
4) Komsumsi waktu yang cukup dalam proses penyelidikan (Trianto, 2012:96-
97). Pembelajaran ini memerlukan waktu cukup lama, karena dalam proses
pembelajaran telibat rasa ingin tahu yang membutuhkan waktu lama untuk
penyelidikan tentang masalah dan solusi yang tepat. Dalam penyelididkan
tentunya tidak hanya melakukan satu solusi, melainkan melakukan berbagai
cara. Dari ini waktu yang diperlukan sangatlah panjang.
23
2.1.2.3 Langkah-Langkah Model Problem Based learning
Saat proses pembelajaran, diperlukan adanya langkah-langkah yang
tepat agar pemebelajaran dapat berjalan secara optimal. Langkah-langkah
yang tepat juga sangat menentukan keberhasilan suatu model pembelajaan.
Penerapan model Problem Based Learning terdiri atas lima langkah utama,
yang pertama orientasi siswa pada masalah, kedua mengorganisasi siswa
untuk belajar, ketiga membimbing penyelidikan individual dan kelompok,
keempat mengembangkan dan menyajikan hasil karya, kelima menganalisis
dan mengevaluasi proses pemecahan masalah(Hosnan,2014:301).
Tabel 2.1
Sintaks Model Pembelajaran Problem Based Learning
Tahap Perlakuan Guru
Tahap 1
Orientasi siswa
kepada masalah
Guru menjelaskan tujuan pembelajaran, menjelaskan logistic yang
dibutuhkan, memotivasi siswa untuk terlibat pada aktivitas
pemecahan masalah yang dipilihnya
Tahap 2
Mengorganisasi
siwa untuk
belajar
Guru membantu siswa mendefinisikan dan mengorganisasi tugas
belajar tugas belajar yang berhubungan dengan masalh tersebut
Tahap 3
Membimbing
penyelidikan
individual
maupun
kelompok
Guru mendorong siswa untuk mengumpulkan informasi yang sesuai,
melaksanakan eksperimen, untuk mendapat penjelasan dan
pemecahanmasalah
Tahap 4
Mengembangkan
dan menyajikan
hasil karya
Guru membantu siswa dalam merencanakan dan menyiapkan karya
yang sesuai seperti laporan, video, dan model dan membantu mereka
untuk berbagi tugas dengan temannya
Tahap 5
Menganalisis
dan
mengevaluasi
proses
pemecahan
masalah
Guru membantu siswa untuk melakukan refleksi atau evaluasi
terhadap penyelidikan mereka atau proses-proses yang mereka
gunakan
Adapun penjelasan secara merinci langkah-langkah yang diperlukan untuk
mengimplementasikan PBL dalam pembelajaran sebagai berikut:
24
Tahap 1. Mengorientasikan siswa pada masalah.Dalam hal ini pembelajaran
dimulai dengan menjelaskan tujuan pembelajaran dan aktivitas-aktivitas yang akan
dilakukan. Tahapan ini sangat penting dalam penggunaan PBL, dimana guru harus
menjelaskan dengan rinci apa yang harus dilakukan oleh siswa dan guru sendiri. Di
samping proses yang akan berlangsung, penting juga untuk menjelaskan bagaimana
guru akan mengevaluasi proses pembelajaran. Hal ini penting untuk memberikan
motivasi agar siswa dapat mengikuti dalam pembelajaran yang dilakukan dengan
baik.
Tahap 2. Mengorganisasi siswa untuk belajar.Pemecahan suatu masalah yang
membutuhkan kerjasama dan sharing antar anggota mendorong siswa untuk belajar
berkolaborasi. Oleh sebab itu, guru dapat memulai kegiatan pembelajaran dengan
membentuk kelompok-kelompok siswa yang masing-masing kelompok akan
memilih dan memecahkan masalah yang berbeda. Prinsip-prinsip pengelompokan
siswa dalam konteks ini seperti kelompok harus heterogen, pentingnya interaksi
antar anggota, komunikasi yang efektif. Hal penting yang dilakukan guru adalah
memonitor dan mengevaluasi kerja masing-masing kelompok untuk menjaga
kinerja dan dinamika kelompok selama pembelajaran. Selanjutnya guru dan siswa
menetapkan subtopik-subtopik yang spesifik dan tugas-tugas penyelidikan..
Tahap 3. Membantu penyelidikan mandiri dan kelompok.Pada fase ini guru
membantu siswa dalam mengumpulkan informasi dari berbagai sumber, siswa
diberi pertanyaan yang membuat mereka berpikir tentang suatu masalah dan jenis
informasi yang dibutuhkan untuk memecahkan masalah tersebut. Siswa diajarkan
untuk menjadi penyelidik yang aktif dan dapat menggunakan metode yang sesuai
untuk masalah yang dihadapinya, siswa juga perlu diajarkan apa dan bagaimana
etika penyelidikan yang benar.
Tahap 4. Mengembangkan dan menyajikan hasil karya.Hasil karya yang
dimaksud lebih dari sekedar laporan tertulis, melainkan kemampuan menerangkan
apa yang ditulis dalam presentasi.
Tahap 5. Menganalisis dan mengevaluasi proses mengatasi masalah.Fase
terakhir PBL ini melibatkan kegiatan-kegiatan yang dimaksudkan untuk membantu
siswa menganalisis dan mengevaluasi proses berpikirnya sendiri maupun
25
keterampilan investigasi dan keterampilan intelektual yang mereka gunakan.
Selama fase ini, guru meminta siswa untuk merekonstruksikan pikiran dan kegiatan
mereka selama berbagai fase pelajaran. Tantangan utama bagi guru dalam tahap ini
adalah mengupayakan agar semua siswa aktif terlibat dalam sejumlah kegiatan
penyelidikan dan hasil-hasil penyelidikan ini dapat menghasilkan penyelesaian
terhadap permasalahan tersebut.
Secara operasional kegiatan guru dan siswa menurut Agus Suprijono (2009)
selama proses pembelajaran dapat dijabarkan sebagai berikut.
Tabel 2.2
Prosedur pelaksanaan pembelajaran menggunakan Model Problem Based
Learning
Aktivitas Guru Tahapan Kegiatan Aktivitas Siswa
Guru menjelaskan tujuan
pembelajaran dan sarana atau
logistik yang dibutuhkan, dan
memotivasi siswa untuk terlibat
dalam aktivitas pemecahan masalah
nyata yang dipilih atau ditentukan.
Mengorientasikan peserta
didik terhadap masalah
Siswa menyimak tujuan
pembelajaran yang harus
diketahui dan dipahami
oleh siswa, sehingga siswa
dapat terlibat dalam
aktivitas pemecahan
masalah.
Guru mengorganisasi siswa dengan
meminta siswa membentuk
kelompok dengan jumlah anggota 4
atau 5 secara heterogen.
Mengorganisasi peserta
didik untuk belajar
Siswa membentuk
kelompok beranggotakan
4 atau 5 orang.
1.Guru membagikan (Lembar
Diskusi Siswa) LDS pada tiap
kelompok.
2.Guru menjelaskan tata cara
pengisian LDS.
3.Guru meminta kelompok
berdiskusi.
4.Guru mendorong siswa untuk
mengumpulkan informasi yang
sesuai dengan permasalahan.
Membimbing
penyelidikan individual
maupun kelompok
1.Siswa mendengarkan
tatacara pengisian LDS.
2. Siswa berdiskusi
dengan kelompoknya
(dengan bimbingan guru)
Guru membantu siswa untuk
berbagi tugas dan menyiapkan karya
yang sesuai sebagai hasil
pemecahan masalah.
Mengembangkan dan
menyajikan hasil karya
Siswa menyampaikan
hasil karya kelompok di
depan kelas sebagai hasil
pemecahan masalah.
Guru bersama siswa melakukan
refleksi dan evaluasi terhadap proses
pemecahan masalah.
Menganalisis dan
mengevaluasi proses
pemecahan masalah
Siswa dibantu guru
melakukan evaluasi
terhadap proses
pemecahan masalah yang
dilakukan.
26
Berdasar teori diatas penulis menggunakan langkah-langkah model
Problem Based Learning dengan adanya sedikit modifikasi yaitu, pertama
pemberian masalah dan kebutuhan yang dibutuhkan, kedua mengorganisasikan
siswa dalam belajar kelompok(membentuk kelompok), ketiga membimbing siswa
dalam pemfokusan masalah dan mendorong siswa untuk mencari informasi
sebanyak-banyaknya berkaitan dengan masalah, keempat membimbing pemecahan
masalah melalui kelompok belajar, kelima menyajikan pemecahan masalah dan
mengevaluasi terhadap solusi atau pemecahan masalah(hasil kerja siswa) sesuai
dengan permasalahanya.
Penerapan dalam pembelajaran matematika diawali dengan pemberian
pertanyaan yang menjadi sebuah masalah yang harus dipecahkan, membentuk
kelompok belajar. Dengan bekerja bersama tim, siswa akan mampu belajar
sesungguhnya dengan mengatasi hal-hal yang diberikan kepada mereka (Rini,
2015). Kemudian guru mengkerucutkan permasalahan kepada siswa diikuti dengan
mendorong siswa untuk mengumpulkan informasi yang dibutuhkan, kemudian
mendampingi dan memberikan aturan dalam kerja kelompok siswa untuk
menemukan penyelesaian masalah yang harus disajikan siswa, tahap terahir dengan
menyajikan dan menilai penyelesaian yang dilakukan sudah tepat atau perlu untuk
berbaikan.
Model ini termasuk dalam kurikulum 2013 yang sangat baik. Pembelajaran
yang hebat, dimulai dari masalah (Tan, 2003). Model ini mengarahkan atau
membelajarkan siswa untuk berpikir tingkat tinggi, siswa diminta untuk
menganalisis permasalahan, mengumpulkan informasi hinngga menciptakan
penyelesaian terhadap permasalahan yang diberikan. Pembelajaran model ini
berpusat terhadap siswa, dalam penerapannya pembelajarannya siswa bekerja
dengan mencari dan mengolah informasi sendiri. Siswa menjadi peran utama dalam
pembelajaran dan guru hanya sebagai fasilitator. Siswa tidak dipandang sebagai
obyek dan guru sebagai subyek. Siswa dan guru menjadi rekan (Purba, 2015).
Mengajarkan siswa untuk mandiri dalam belajar dan mengkonstruk
pengetahuannya. Selain itu dalam pembelajaran ini memberikan kesempatan
27
kepada siswa untuk mengembangkan berbagai sikap, pengetahuan dan
keterampilan yang dimiliki.
2.1.2 Model Problem Solving
1.1.2.1 Pengertian Model Problem Solving
Suatu cara menyajikan pelajaran dengan mendorong siswa untuk mencari
dan memecahkan suatu masalah atau persoalan dalam rangka pencapaian tujuan
pengajaran disebut metode pemecahan masalah (Problem Solving) (Hamdani,
2011:84). Hal tersebut sama dengan mencari atau menemukan cara peneyelesaian
permasalahan (Slameto, 2015).Model pemecahan masalah (Problem Solving)
merupakan model dalam kegiatan pembelajaran dengan melatih siswa menghadapi
berbagai masalah, baik masalah pribadi maupun masalah kelompok untuk
dipecahkan sendiri atau secara bersama.sama. Orientasi pembelajarannya adalah
investigasi dan penemuan yang pada dasarnya adalah pemecahan masalah
(Hamdani, 2011:84). Problem solving merupakan suatu cara untuk menemukan
jalan yang sesuai dalam rangka pencapaian tujuan ketika tujuan tersebut belum
dapat tercapai (Santrock, 2003). Ada pula yang menjelaskan metode yang
dilakukan dengan cara langsung menghadapi masalah, mengetahui dengan sejelas-
jelasnya dan menemukan kesukaran-kesukarannya sehingga dapat dipecahkan
disebut problem solving (Abdul Kadir Munsyi, 1981).
Dari teori diatas model Problem Solving merupakan pembelajaran yang
menyajikan masalah dan mendorong siswa untuk mencari cara penyelesaian
permasalahan baik secara kelompok maupun sendiri. Ini menajdi satu cara dalam
pembelajaran yang mendorong peserta didik untuk mencari dan memecahkan
permasalahan untuk mencapai tujuan dalam pembelajaran. Solusi dari
permasalahan tersebut tidak mutlak mempunyai satu jawaban yang benar artinya
siswa dituntut pula untuk belajar secara kritis (Mawardi dan Mariati, 2016). Siswa
diharapkan menjadi individu yang berwawasan luas serta mampu melihat hubungan
pembelajaran dengan aspek-aspek yang ada di lingkungannya.
Model problem solving merupakan model dalam kurikulum 2013 yang
menekankan pembelajaran berpusat pada siswa. Maksudnya adalah dengan
28
pembelajaran aktif yang dilakukan siswa, bukan gurunya. Model ini melatih siswa
dalam kemampuan menganalisis permasalahan, mengumpulkan informasi dan
menciptakan penyelesaian permasalahan. Problem Solving merupakan cara
mengajar yang merangsang seseorang untuk menganalisa dan melakukan sintesa
dalam kesatuan struktur atau situasi di mana masalah itu berada, atas inisiatif sendiri
(Widyawati, 2015). Hal itu menunjukkan bahwa model problem solving melatih
siswa untuk berpikir tingkat tinggi dengan tahap-tahap kemampuan pembelajaran
diatas. Selain itu model ini sangat mendukung dan sesuai dengan pola
perkembangan anak usia SD yang masih suka dalam mencoba-coba. Dengan
adanya masalah siswa tertantang untuk mencoba-coba mencari berbagai solusi
dalam menyelesaiakan permasalahan yang disajikan.
1.1.2.2 Karakteristik Model Problem Solving
Problem Solving membelajarkan, melatih dan mengembangkan
kemampuan untuk mennyelesaikan maslaah dalam kehidupan nyata. Berikut
merupakan kelebihan-kelebihan Problem Solving:
a. Melatih siswa untuk mendesain suatu penemuan (Asyirint, 2010 : 69).
Pembelajaran mengajarkan siswa untuk mengkonstruk pengetahuannya
sendiri.
b. Berpikir dan bertindak kreatif (Asyirint, 2010 : 69). Pembelajaran
dengan melatih siswa untuk berfikir penyelesaian masalah dan tindakan
yang diambil untuk menyelesaikan masalah.
c. Memecahkan masalah yang dihadapi secara realistis(Asyirint, 2010 :
69). Masalah yang diberikan berupa masalah dalam kehidupa sehari-
hari, penyelesaianya secara procedural dan sistematis.
d. Mengidentifikasi dan melakukan penelitian (Asyirint, 2010 : 69).
Pembelajaran ini melatih siswa untuk mengumpulkan banyak informasi,
mengelola dan menganalisis untuk menyelesaikan masalah.
e. Menafsirkan dan mengevaluasi hasil pengamatan (Asyirint, 2010 : 69).
Setelah memperoleh informasi yang mendukung, pembelajaran ini
mengajarkan siswa untuk mengungkapkan hasil analisa dan menilai
pemecahan masalah.
29
f. Merangsang perkembangan kemajuan berpikir siswa untuk
menyelesaikan masalah yang dihadapi dengan tepat (Asyirint, 2010 :
69). Pembelajaran ini mengajarkan siswa untuk berpikir secara kritis
dalam mencari penyelesaian masalah secara tepat.
g. Dapat membuat pendidikan sekolah lebih relevan dengan kehidupan,
khususnya dunia kerja kehidupan sehari-hari siswa itu sendiri (Asyirint,
2010 : 69). Dengan pembelajaran yang membelajarakn dengan
permasalahan yang nyata, dan menemukan sendiri penyelesaian yang
tepat dan sistematis akan mudah dipahami siswa dan diingat siswa
sampai di kehidupan sehari-harinya.
Problem Solving terdapat pula kelemahan. Berikut merupakan
kelemahan model Problem Solving:
a. Beberapa pokok bahasan sangat sulit untuk menerapkan model ini.
(Asyirint, 2010 : 69). Tidak semua materi pembelajaran dapat diajarkan
dengan model pembelejaran ini, karena tidak semua pelajaran dengan
menganalisis permasalahan, kemudian menemukan pola atau solusi
yang dibutuhkan.
b. Memerlukan alokasi waktu yang lebih panjang dibandingkan dengan
model pembelajaran yang lain (Asyirint, 2010 : 69). Dalam
pembelejaran ini melakukan kegiatan menganalisa sebuah
permasalahan sehingga seringkali membutuhkan waktu yang lama
dibandingkan menggunakan model pembelajaran lain.
1.1.2.3 Langkah-langkah Model Problem Solving
Pelaksanaan medel pembelajaran Problem Solving memiliki beberapa
langkah sebagai berikut:
a. Adanya masalah yang jelas untuk dipecahkan (Asyirint, 2010).
Masalah itu harus tumbuh dari siswa sesuai taraf kemampuannya.
b. Mencari data atau keterangan yang dapat digunakan untuk
memecahkan masalah tersebut (Asyirint, 2010). Mengumpulkan
berbagai informasi yang mendukung untuk melakukan
penyelesaian masalah.
30
c. Menetapkan jawaban sementara dari masalah tersebut (Asyirint,
2010). Dugaan sementara ini tentu saja didasarkan kepada data
yang diproleh pada langkah sebelumnya.
d. Menguji kebenaran jawaban sementara tersebut (Asyirint, 2010).
Dalam langkah ini siswa harus berusaha memecahkan masalah
sehingga betul-betul yakin sehingga jawaban tersebut betul-betul
cocok dan mencocokkan dengan dugaan jawaban.
e. Menarik kesimpulan (Asyirint, 2010). Menyimpulkan
penyelesaian masalah yang tepat.
Selain langkah diatas, terdapat enam tahap dalam pemecahan masalah
menurut Wena (2011:56) yaitu, pertama identifikasi permasalahan
(identification the problem), kedua representasi permasalahan (representation
of the problem), ketiga perencanaan pemecahan (planning the solution),
keempat menerapkan/mengimplementasi perencanaan (execute the plan),
kelima menilai perencanaan (evaluate the plan), keenam menilai hasil
pemecahan (evaluate the solution).
Sintaks Model Pembelajaran Problem Solving
Sintak pembelajaran langsung terdiri dari 6 tahap, yaitu sebagai berikut.
1. Merumuskan masalah. Kemampuan yang diperlukan adalah
mengetahui dan merumuskan masalah secara jelas.
2. Menelaah masalah. Kemampuan yang diperlukan adalah
menggunakan pengetahuan untuk memperinci, menganalisis
masalah dari berbagai sudut.
3. Merumuskan hipotesis. Kemampuan yang diperlukan adalah
berimajinasi dan menghayati ruang lingkup, sebab akibat dan
alternatif penyelesaian.
4. Mengumpulkan dan mengelompokkan data sebagai bahan
pembuktian hipotesis. Kemampuan yang diperlukan adalah
kecakapan mencari dan menyusun data. Menyajikan data dalam
bentuk diagram, gambar atau tabel.
31
5. Pembuktian hipotesis. Kemampuan yang diperlukan adalah
kecakapan menelaah dan membahas data, kecakapan
menghubung-hubungkan dan menghitung, serta keterampilan
mengambil keputusan dan kesimpulan.
6. Menentukan Pilihan Penyelesaian. Kemampuan yang diperlukan
adalah kecakapan membuat alternatif penyelesaian, kecakapan
menilai pilihan dengan memperhitungkan akibat yang akan
terjadi pada setiap pilihan.
Secara operasional kegiatan guru dan siswa menurut Wena (2013)
selama proses pembelajaran dapat dijabarkan sebagai berikut.
Tabel 2.3
Prosedur pelaksanaan pembelajaran menggunakan Model
Problem Solving
Aktivitas Guru Tahapan Kegiatan Aktivitas Siswa
Memberi permasalahan
pada siswa
Identifikasi
Permasalahan
Memahami permasalahan.
Membimbing siswa
dalam
melakukan identifikasi
permasalahan
Melakukan identifikasi
terhadap masalah yang
dihadapi
Membantu siswa untuk
merumuskan dan
memahami masalah
secara
benar
Penyajian
Permasalahan
Merumuskan dan
pengenalan permasalahan
Membimbing siswa
melakukan perencanaan
pemecahan masalah
Perencanaan
Pemecahan
Melakukan perencanaan
pemecahan masalah
Membimbing siswa
menerapkan perencanaan
yang telah dibuat
Menerapkan/
mengimplementasikan
perencanaan
Menerapkan rencana
pemecahan masalah
Membimbing siswa
dalam
melakukan penilaian
terhadap perencanaan
pemecahan masalah
Menilai Perencanaan
Melakukan penilaian
terhadap perencanaan
pemecahan masalah
Membimbing siswa
melakukan penilaian
terhadap hasil pemecahan
masalah
Menilai Hasil
Pemecahan
Melakukan penilaian
terhadap pemecahan
masalah
32
Berdasar teori diatas dapat diketahui bahwa terdapat persamaan dan
perbedaan langkah menurut kedua ahli. Persamaannya yaitu sama-sam diawali
dengan pengenalan identifikasi permasalahan, namun perbedaanya ahli Wena
terdapat evaluasi terhadap langkah pemecahan sedangkan menurut ahli Asyirint
langkah tersebut tidak ada. Untuk itu penulis menggunakan langkah-langkah model
Problem Solving dengan menggabungkan keduanya dan terdapat sedikit modifikasi
yaitu 1) pemberian maslah, 2) mencari informasi tentang masalah, 3) membuat
hipotesis pemecahan atau dugaan perencanaan pemecahan masalah 4)
membuktikan pemecahan masalah dan menyajikan pemecahan masalah,
5)kesimpulan.
Penerapan model Problem Solving dalam pembelajaran matematika dengan
pemberian permasalahan diawali dengan memberikan pertanyaan yang merangsang
siswa untuk melakukan sebuah penyelesain secara sistematis dan tepat. Kelebihan
dari pembelajaran ini berawal dari masalah. Karena, siswa di tuntut mampu mencari
jalan keluar terhadap situasi yang dihadapi (Mawardi dan Mariati, 2016). Kemudian
diikuti dengan penyelidikan atau menganalisa permasalahan untuk menemukan
penyelesaian yang tepat, berlanjut dengan informasi dan data yang di dapat
digunakan untuk membuktikan penyelesaian yang dilakukan sudah efisien atau
belum, dan diahiri dengan penarikan kesimpulan dari proses pemecahan masalah.
1.1.3 Analisis Perbedaan dan Persamaan Model Problem Based Learning
dan Problem Solving
Model pemebelajaran berbasis masalah sangat membantu dalam
membentuk pola berpikir kritis siswa. Model pembelajaran Problem Based
Learning dan Problem Solving sama-sama membelajarakan siswa dengan
permasalahan. Permasalahan digunakan untuk melatih siswa untuk berpikir
menyelesaikan sebuah permasalahan hingga permasalahan tersebut tidak lagi
menjadi masalah. Diharapkan dengan model berbasis masalah dapat membantu
siswa terampil dalam menyelesaikan masalah yang berguna bagi kehidupan yang
akan datang. Penerapan dalam model ini guru sama-sama bertugas sebagai
fasilitator, siswa yang aktif dalam pembelajaran penyelesaian masalah.
33
Problem Based Learning dan Problem Solving meskipun sama-sama
membelajarkan siswa dengan permasalahan, terdapat potensi perbedaan diantara
model Problem Based Learning dan Problem Solving. Penyelesaian masalah dalam
model Problem Based Learning memerlukan tindakan penelitian mengenai
permasalahan yang diberikan (mengembangkan kemampuan siswa untuk
menyelesaikan masalah), sedangkan model Problem Solving permasalahan yang
diberikan dapat diselesaikan hanya dengan diskusi atau dengan kata lain model
Problem Solving menekankan pada mencari atau menemukan cara penyelesaian
masalah.
Model pembelajaran Problem Solving dan Problem Based Learning dapat
menjadi model yang membelajarkan siswa dalam pemecahan sebuah masalah.
Salah satunya masalah dalam matematika yang erat hubungannya dengan
kehidupan nyata. Denga adanya model ini dapat membentuk dan mengkonstruk
pengetahuan dan pengalaman siswa dalam menemukan sebuah solusi atau
pemecahan masalah. Sebagai contoh ketika seseorang ingin membeli sebidang
tanah denganukuran 12m x30m dan harga Rp 300.000,/meter. Sebelum mengetahui
berapa yang harus dibayar untuk membeli tanah tersebut, orang itu harus bisa
mengukur luas tanah yang ingin dibeli kemudian bagaimana cara mencari luasnya
dan hasil ahirnya dengan perhitungan luas dengan harga per-meternya. Sehingga
solusi atau pemecahan masalah sehari-hari tersebut dapat ditemukan. Dengan
bantuan model Problem Solving dan Problem Based Learning siswa terlatih untuk
melakukan penyelidikan atau analisis untuk memecahkan masalah. Pengalaman ini
membawa siswa lebih kritis dan kreatif untuk menemukan solusi pemecahan
masalah yang nantinya berguna dalam kehidupan sehari-hari.
2.2 Kajian Penelitian yang Relevan
Penelitian ini menggunakan model pembelajaran problem based learning
dan problem solving. Penelitian eksperimen dengan menggunakan model Problem
Based Learning sudah pernah dilakukan oleh peneliti sebelumnya, selain itu model
Problem Solving sudah pernah dijadikan penelitian eksperimen oleh peneliti
sebelumnya. Penelitian dituliskan dalan bentuk jurnal ilmiah dalam table. Berikut
34
disajikan tabel penelitian eksperimen yang menggunakan model pembelajaran
problem based learning dan problem solving :
Tabel 2.4
Analisis Data Kajian Hasil Penelitian
Nama
Peneliti Judul Hasil penelitian
Ani (2012) Pengaruh Pembelajaran
Berbasis Masalah
Terhadap Kemampuan
Pemecahan Masalah
Matematis
Dengan menggunakan model Berbasis Masalah
Terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah
Matematis yang menunjukkan bahwa PBL
memberi pengaruh signifikan terhadap KPS
siswa ditinjau secara keseluruhan, pada masing-
masing kategori KAM (tinggi, sedang, rendah),
maupun pada masing-masing level sekolah
(atas, tengah)
Nurliana, H.
R., Santoso,
N. B., & Siadi,
K. (2012)
Pengaruh Penerapan
Metode Predict-Observe-
Explain Dengan
Pendekatan Creative
Problem Solving
Dalam menggunakan model Problem Solving
menunjukkan bahwa model Creative Problem
Solving pada pencapaian kompetensi hidrolisis
berpengaruh pada hasil belajar siswa
Wigar, A. F.
(2012)
Efektivitas Penggunaan
Model Problem Based
Learning (Pbl) Dalam
Pembelajaran Matematika
Pada Siswa Kelas V Sd
Semester Ii Desa Depok
Tahun Ajaran 2011/2012
Dengan menggunakan Model Problem Based
Learning (PBL) dalam Pembelajaran
Matematika yang menunjukan bahwa hasil post
tes pada kelompok eksperimen dan kelompok
kontrol setelah dilakukan uji-t menunjukkan
signifikansi 0,003 karena signifikansi lebih kecil
dari 0,05 maka terdapat perbedaan efektivitas
antara pembelajaran Matematika yang
dilaksanakan menggunakan model Problem
Based Learning (PBL) dengan model
pembelajaran konvensional pada siswa kelas V
SD
Mawardi dan
Mariati (2016)
Komparasi Model
Pembelajaran Discovery
Learning Dan Problem
Solving Ditinjau Dari
Hasil Belajar Ipa Pada
Siswa Kelas 3 Sd Di
Gugus Diponegoro -
Tengaran
Hasil uji t skor postes menunjukkan t hitung
3,417 dan t tabel 2,021 dengan signifikansi
0,001 serta t hitung gain score sebesar 2,129 dan
t tabel 2,021 dengan signifikansi 0,039. Karena
nilai signifikansi < 0,05 dan t hitung < t tabel
maka HO ditolak, Ha diterima, artinya ada
perbedaan hasil belajar yang signifikan dalam
penerapan model pembelajaran DL pada siswa
kelas 3 SD di gugus Diponegoro.
35
Tabel 2.4
Lanjutan Analisis Data Kajian Hasil Penelitian
Nama Peneliti Judul Hasil Penelitian
Novita (2012) Exploring Primary
Student's Problem-
Solving Ability By
Doing Tasks Like Pisa's
Question.
Dengan menggunakan model Problem-Solving
Ability berbantuan Doing Tasks Like PISA's
Question menunjukkan bahwa tugas pemecahan
masalah matematika yang telah dikembangkan
memiliki potensi efek dalam mengeksplorasi
kemampuan pemecahan masalah matematis
siswa sekolah dasar. Hal ini ditunjukkan dari
hasil kerja mereka dalam memecahkan masalah
dimana semua indikator kompetensi pemecahan
masalah telah terbilang cukup baik. Selain itu,
berdasarkan hasil wawancara dari beberapa
siswa, diketahui bahwa mereka suka melakukan
tugas seperti itu karena bisa meningkatkan
kemampuan berpikir, kreativitas dan berfikir
mereka.
Pricilla Anindyta
(2014)
Pengaruh Problem
Based Learning
Terhadap
Keterampilan
Berpikir Kritis Dan
Regulasi Diri Siswa
Kelas V
Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1)
terdapat perbedaan keterampilan berpikir kritis
siswa yang signifikan antara kelas yang diajar
dengan menggunakan problem based leaning
dan kelas yang diajar dengan menggunakan
pembelajaran ekspositori, dengan nilai sig.
0,040; (2) terdapat perbedaan regulasi diri siswa
yang signifikan antara kelas yang diajar de-ngan
menggunakan problem based learning dan kelas
yang diajar dengan menggunakan pembelajaran
ekspositori, dengan nilai sig. 0,005; (3)
penerapan problem based learning berpengaruh
secara positif dan signifikan terhadap
keterampilan berpikir kritis dan regulasi diri
siswa, dengan nilai sig 0,021
Gusti Ayu Dwi
Lisa Novita .,
Drs. Dewa
Nyoman
Sudana,M.Pd. .,
Putu Nanci
Riastini, S.Pd.,
M.Pd. (2014)
Pengaruh Model
Pembelajaran Pbl
Terhadap
Keterampilan Proses
Sains Siswa Kelas V
Sd Di Gugus Iv
Diponegoro
Kecamatan Mendoyo
Dari rata-rata hasil post-test keterampilan proses
sains, diketahui bahwa kelompok eksperimen
berada pada kategori sangat tinggi dengan M =
21,44 dan kelompok kontrol berada pada
kategori sedang dengan M = 13,04. Jadi, dapat
disimpulkan bahwa model pembelajaran
Problem Based Learning (PBL) berpengaruh
terhadap keterampilan proses sains siswa kelas
V SD di gugus IV Diponegoro Kecamatan
Mendoyo tahun ajaran 2013/2014.
36
Tabel 2.4
Lanjutan Analisis Data Kajian Hasil Penelitian
Nama Peneliti Judul Hasil Penelitian
Amir,
Mohammad
Faizal (2015)
Pengaruh
Pembelajaran
Kontekstual
Terhadap
Kemampuan
Pemecahan Masalah
Matematika Siswa
Sekolah Dasar
Hal ini menunjukkan ada pengaruh
pembelajaran kontekstual terhadap kemampuan
pemecahan masalah matematika siswa SD.
Sementara itu hasil rumus eta-squared diperoleh
0,944. Hal ini menunjukkan pembelajaran
kontekstual memiliki tingkat pengaruh besar
terhadap kemampuan pemecahan masalah siswa
SD.
Kadek Rahayu Puspadewi (2012)
Pengaruh Model
Pembelajaran Ikrar
Berorientasi Kearifan
Lokal Dan
Kecerdasan Logis
Matematis Terhadap
Kemampuan
Pemecahan Masalah
Matematika
Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) ada
pengaruh positif penerapan model pembelajaran
IKRAR berorientasi kearifan lokal terhadap
kemampuan pemecahan masalah matematika
siswa, (2) tidak terdapat interaksi antara model
pembelajaran dan kecerdasan logis matematis
terhadap kemampuan pemecahan masalah
matematika siswa.
Ilham Handika,
Muhammad Nur
Wangid (2013)
Pengaruh
Pembelajaran
Berbasis Masalah
Terhadap
Penguasaan Konsep
Dan Keterampilan
Proses Sains Siswa
Kelas V
Hasil penelitian adalah sebagai berikut. (1)
Pembelajaran berbasis masalah berpengaruh
signifikan dan lebih baik dibandingkan dengan
pembelajaran konvensional terhadap
penguasaan konsep sains siswa SD
(Sig.=0.000,p<0.05). (2) Pembelajaran berbasis
masalah berpengaruh signifikan dan lebih baik
dibandingkan dengan pem-belajaran
konvensional terhadap keterampilan proses
sains siswa SD (Sig.=0.000,p<0.05)
Eni Purwaaktari,
(2016)
Pengaruh Model
Collaborative
Learning Terhadap
Kemampuan
Pemecahan Masalah
Matematika Dan
Sikap Sosial Siswa
Kelas V Sd Jarakan
Sewon Bantul
Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1)
terdapat pengaruh positif dan signifikan
penggunaan model collaborative learning
terhadap kemampuan pemecahan masalah
matematika siswa, (2) terdapat pengaruh positif
dan signifikan penggunaan model col-
laborative learning terhadap sikap sosial siswa,
dan (3) terdapat pengaruh positif dan signifikan
penggunaan model collaborative learning
terhadap kemampuan pemecahan masalah
matematika dan sikap sosial siswa yang diteliti.
37
Tabel 2.4
Lanjutan Analisis Data Kajian Hasil Penelitian
Nama Peneliti Judul Hasil Penelitian
Anisaunnafi’ah,
Rifka (2015)
Pengaruh Model
Problem Based
Learning Terhadap
Motivasi Belajar Ilmu
Pengetahuan Sosial
Pada Siswa Kelas Iv
Sd Negeri Grojogan
Tamanan
Banguntapan Bantul
Hasil penelitian menunjukkan terdapat
pengaruh model Problem Based Learning
terhadap motivasi belajar IPS. Rata-rata skor
pretest skala motivasi belajar kelompok
eksperimen yaitu 75,57, sedangkan rata-rata
pretest kelas kontrol yaitu 75, 26. Rata-rata
skor posttest skala motivasi belajar pada kelas
eksperimen yaitu 87,57, sedangkan rata-rata
skor posttest skala motivasi kelas kontrol yaitu
78,77. Dari data tersebut, terlihat rata-rata skor
posttest kelas eksperimen lebih besar daripada
kelas kontrol. Selain itu, hasil pengkategorian
rata-rata posttest skala motivasi belajar kelas
eksperimen lebih baik daripada kelas kontrol,
kelas eksperimen dengan kategori tinggi
sedangkan kelas kontrol dengan kategori
sedang.
Ristiasari, T.,
Priyono, B., &
Sukaesih, S
(2012)
Model Pembelajaran
Problem Solving
Dengan Mind
Mapping Terhadap
Kemampuan Berpikir
Kritis Siswa
Hasil penelitian meliputi hasil tes kemampuan
berpikir kritis siswa, aktivitas siswa,
keterlaksanaan model pembelajaran problem
solving dengan mind mapping, tanggapan
siswa terhadap proses pembelajaran, serta
tanggapan guru terhadap pembelajaran. Hasil
penelitian diperoleh peningkatan tes
kemampuan berpikir kritis siswa kelas
eksperimen sebesar 0,40 (sedang) sedangkan
untuk kelas kontrol sebesar 0,23 (rendah)
Muchlis , Effie Efrida (2012)
Pengaruh Pendekatan
Pendidikan
Matematika Realistik
Indonesia (Pmri)
Terhadap
Perkembangan
Kemampuan
Pemecahan Masalah
Siswa Kelas Ii Sd
Kartika 1.10 Padang
Hasil penelitian menunjukkan bahwa
kemampuan pemecahan masalah matematika
siswa yang belajar dengan pendekatan PMRI
lebih baik secara signifikan dari pada siswa
yang belajar dengan pendekatan konvensional,
terjadi perkembangan kemampuan pemecahan
masalah ditunjukkan dengan kemampuan siswa
menyelesaikan soal-soal yang tidak rutin, dan
usaha yang dilakukan guru untuk
meningkatkan kemampuan pemecahan masalah
dengan membuat perangkat pembelajaran
berbasis PMRI dan melatih siswa untuk
menyelesaikan masalah tidak rutin.
38
Tabel 2.4
Lanjutan Analisis Data Kajian Hasil Penelitian
Berdasarkan penelitian yang disajikan dalam tabel diatas, maka dapat
diketahui bahwa model pembelajaran Problem Based Learning dapat berpengaruh
dan efektiv dalam pemecahan masalah matematika, berpikir kritis, penguasaan
konsep dan keterampilan proses, serta motivasi belajar siswa SD. Sedangkan
dengan model pembelajaran Problem Solving juga berpengaruh terhadap hasil
belajar, kemampuan pemecahan masalah, kemampuan berpikir kritis siswa SD.
Pada table diatas tidak hanya membahas penggunaan model problem based
learning dan problem solving saja yang dapat berpengaruh dalam penelitian
kemampuan pemecahan masalah matematika, melainkan dalam penelitian
kemampuan pemecahan masalah juga dapat dilakukan menggunakan model
kontekstual, creative problem solving, pendekatan matematika realistic Indonesia,
model IKRAR berorientasi kearifan local dan kolaborative learning. Oleh karena
itu, untuk memperkaya rujukan penelitian selanjutnya peneliti memiliki gagasan
baru yang belum diteliti dengan penggunaan model problem based learning dan
Nama Peneliti Judul Hasil Penelitian
I Nym. Budiana,
Dw. Nym.
Sudana, Ign. I
Wyn. Suwatra
(2013)
Pengaruh Model
Creative Problem
Solving (Cps)
Terhadap
Kemampuan Berpikir
Kritis Siswapada
Mata Pelajaran Ipa
Siswa Kelas V Sd
Hasil analisis data menunjukkan bahwa
kemampuan berpikir kritis kelompok siswa
yang belajar dengan menggunakan model
creative problem solving berada pada
kualifikasi baik (M=33,45; SD=4,76),
sedangkan kemampuan berpikir kritis kelompok
siswa yang belajar dengan menggunakan model
pembelajaran konvensional berada pada
kualifikasi cukup (M=27,5; SD=6,477). Hasil
uji-t menunjukkan terdapat perbedaan yang
signifikan antara kemampuan berpikir kritis
kelompok siswa yang belajar dengan
menggunakan model creative problem solving
dan kemampuan berpikir kritis kelompok siswa
yang belajar dengan menggunakan model
pembelajaran konvensional (thitung=3,42>
ttabel=2,021; db=40). Hal ini berarti bahwa
kemampuan berpikir kritis siswa yang
dibelajarkan dengan model CPS lebih baik
daripada kemampuan berpikir kritis siswa yang
dibelajarkan dengan model konvensional.
39
problem solving terhadap kemampuan pemecahan masalah dalam pembelajaran
matematika.
Peneliti menggunakan model yang sama-sama berbasis masalah untuk
diketahui perbedaan pengaruh antar penggunaan model dalam kemampuan
pemecahan masalah. Karena, penggunaan model dalam proses pembelajaran
mempengaruhi dalam hasil berlajar siswa. Dengan penelitian ini diharpkan dapat
menambah pengetahuan penggunaan model yang efektif dalam proses
pembelajaran untuk mencapai tujuannya.
2.3 Kerangka Pikir
Model pembelajaran Problem Based Learning dan Problem Solving
didasarkan oleh beberapa alasan, antara lain pembelajaran problem based learning
dan problem solving dapat berpengaruh terhadap kemampuan pemecahan masalah
siswa khususnya kemampuan pemecahan masalah matematika siswa kelas IV SD.
Pembelajaran menggunakan model problem based learning dan problem solving
merupakan pembelajaran yang dilakukan dengan memberika sebuah permasalahan
yang harus dipecahkan atau mencari solusi pemecahan yang tepat. Model ini sesuai
dengan pembelajaran matematika yang menyajikan permasalahan-permasalahan
untuk menemukan pemecahannya.
Model Problem based learning yang membelajarkan siswa dengan sebuah
permasalahan nyata dalam kehidupan sehari-hari, siswa diorganisasi dalam
kelompok belajar, siswa mengumpulkan berbagai informasi yang mendukung
untuk penyelesaian sebuah masalah, setelah mendapat informasi atau data siswa
membentuk sebuah perencanaan penyelesaian, kemudian perencanaan yang
ditemukan diterapkan dalam penyelesaian masalah dan dievaluasi tepat atau tidak
solusi pemecahan masalah yang ditemukan untuk menyelesaikan masalah. Selain
itu model pembelajaran problem solving yang memberikan sebuah permasalahan
untuk dicari penyelesaiannya. Dalam pembelajarannya siswa diberikan
permasalahan, kemudian diminta untuk menganalisis permasalahan dan
perencanaan penyelesaian masalah, dari perencanaan penyelesaian yang ditemukan
40
kemudian diterapkan dalam permasalahan untuk selanjutnya dievaluasi sudah tepat
atau tidak dalam penyelesaian yang digunakan untuk memecahkan permasalahan.
Pembelajaran menggunakan model berbasis masalah ini adalah siswa dapat
menerapkan penyelesaian permasalahan dalam kehidupannya sehari-hari karena
permasalahan yang di munculkan dalam pembelajaran ini masalah nyata. Selain itu
pembelajaran ini akan mengembangkan kemampuan menganalisis, mengkonstruk
dan membentuk pengetahuannya sendiri. Hal tersebut sesuai dengan tujuan
pembelajaran dengan model ini yang erat kaitannya seberapa besar pengaruh
penerapan model terhadap kemampuan pemecahan masalah matematika siswa
kelas IV SD.
2.4 Hipotesis
Berdasarkan kajian pustaka, hasil penelitian yang relevan dan kerangka
berpikir yang telah diuraikan diatas, maka hipotesis penelitian dapat dirumuskan
sebagai berikut.
H0 : Tidak ada perbedaan pengaruh terhadap kemampuan pemecahan
masalah matematika siswa kelas IV SD pembelajaran
menggunakan problem based learning dan model problem
solving.
Ha : Ada perbedaan pengaruh yang terhadap kemampuan pemecahan
masalah matematika siswa kelas IV SD pembelajaran
menggunakan problem based learning dan model problem
solving