bab ii kajian pustaka - repository.uksw.edu€¦ · struktur abstrak yang berbentuk...

27
9 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Hakekat Matematika a. Pengertian Matematika Kata matematika berasal dari perkataan Latin mathematika yang mulanya diambil dari perkataan Yunani mathematikeyang berarti mempelajari. Perkataan itu mempunyai asal katanya mathemayang berarti pengetahuan atau ilmu (knowledge, science). Kata mathematike berhubungan pula dengan kata lainnya yang hampir sama yaitu, mathein atau mathenein yang artinya belajar (berpikir). Jadi, berdasarkan asal katanya, maka perkataan matematika berarti ilmu pengetahuan yang didapat dengan berpikir (bernalar). Matematika lebih menekankan kegiatan dalam dunia rasio (penalaran), bukan menekankan hasil eksperimen atau hasil observasi matematika terbentuk karena pikiran-pikiran manusia, yang berhubungan dengan idea, proses dan penalaran (Ruseffendi, 1988: 148). Menurut James dan James (2001: 57) matematika adalah ilmu tentang logika atau penalaran mengenai bentuk, susunan, besaran, konsep-konsep yang berhubungan satu dengan yang lainnya dengan jumlah yang banyak yang terbagi ke dalam tiga bidang, yaitu aljabar, analisis, dan geometri ”. Dari pengertian tersebut, James dan James memandang bahwa matematika merupakan ilmu pengetahuan yang diperoleh dengan bernalar. Hal ini dimaksudkan bukan berarti ilmu lain diperoleh tidak melalui penalaran, akan tetapi dalam matematika lebih menekankan aktivitas dalam dunia rasio (penalaran). Logika berpikir atau penalaran ini digunakan untuk menalar konsep-konsep pada aljabar, analisis dan geometri yang mana konsep yang satu dengan konsep yang lain saling berhubungan. Pendapat lain dari Abdurrahman (1999: 252) bahwa matematika adalah ilmu yang memiliki sifat khas yaitu; objek bersifat abstrak, menggunakan lambang-lambang, memiliki hubungan yang meliputi dasar-dasar perhitungan dan

Upload: others

Post on 21-Oct-2020

7 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 9

    BAB II

    KAJIAN PUSTAKA

    2.1 Landasan Teori

    2.1.1 Hakekat Matematika

    a. Pengertian Matematika

    Kata matematika berasal dari perkataan Latin mathematika yang mulanya

    diambil dari perkataan Yunani “mathematike” yang berarti “mempelajari”.

    Perkataan itu mempunyai asal katanya “mathema” yang berarti pengetahuan atau

    ilmu (knowledge, science). Kata mathematike berhubungan pula dengan kata

    lainnya yang hampir sama yaitu, mathein atau mathenein yang artinya belajar

    (berpikir). Jadi, berdasarkan asal katanya, maka perkataan matematika berarti

    ilmu pengetahuan yang didapat dengan berpikir (bernalar). Matematika lebih

    menekankan kegiatan dalam dunia rasio (penalaran), bukan menekankan hasil

    eksperimen atau hasil observasi matematika terbentuk karena pikiran-pikiran

    manusia, yang berhubungan dengan idea, proses dan penalaran (Ruseffendi, 1988:

    148).

    Menurut James dan James (2001: 57) “matematika adalah ilmu tentang

    logika atau penalaran mengenai bentuk, susunan, besaran, konsep-konsep yang

    berhubungan satu dengan yang lainnya dengan jumlah yang banyak yang terbagi

    ke dalam tiga bidang, yaitu aljabar, analisis, dan geometri”. Dari pengertian

    tersebut, James dan James memandang bahwa matematika merupakan ilmu

    pengetahuan yang diperoleh dengan bernalar. Hal ini dimaksudkan bukan berarti

    ilmu lain diperoleh tidak melalui penalaran, akan tetapi dalam matematika lebih

    menekankan aktivitas dalam dunia rasio (penalaran). Logika berpikir atau

    penalaran ini digunakan untuk menalar konsep-konsep pada aljabar, analisis dan

    geometri yang mana konsep yang satu dengan konsep yang lain saling

    berhubungan.

    Pendapat lain dari Abdurrahman (1999: 252) bahwa “matematika adalah

    ilmu yang memiliki sifat khas yaitu; objek bersifat abstrak, menggunakan

    lambang-lambang, memiliki hubungan yang meliputi dasar-dasar perhitungan dan

  • 10

    proses berpikir yang dibatasi oleh aturan-aturan yang ketat”. Sudut pandang yang

    diberikan Abdurrahman bahwa matematika merupakan sesuatu yang abstrak

    dimana keabstrakannya diwujudkan dalam bentuk lambang-lambang serta

    meliputi perhitungan yang mencakup tambah, kurang, kali dan bagi, tetapi ada

    pula yang melibatkan topik-topik seperti aljabar, geometri dan trigonometri yang

    saling berkaitan dengan pemikiran logis dengan aturan aturan tertentu.

    Berdasarkan beberapa pendapat diatas, maka dapat ditarik kesimpulan

    bahwa matematika merupakan ilmu telaah dengan penalaran tentang struktur-

    struktur abstrak yang berbentuk lambang-lambang, konsep-konsep yang saling

    berhubungan mencakup aljabar, analisis, dan geometri serta didalamnya terdapat

    proses perhitungan yang memiliki aturan-aturan tersendiri.

    b. Perlunya Mata Pelajaran Matematika

    Menurut Hamdani (2008: 10) bahwa tujuan mata pelajaran matematika yang

    tercantum dalam KTSP 2006 pada SD/MI adalah sebagai berikut:

    1) Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat,

    efisien, dan tepat, dalam pemecahan masalah.

    2) Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau

    menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika.

    3) Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan

    solusi yang diperoleh.

    4) Mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah.

    5) Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam

    mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam

    pemecahan masalah.

    Jika dilihat dari isi yang tercantum dalam KTSP tersebut dapat diambil tiga

    alasan penting perlunya diajarkan mata pelajaran matematika disekolah, yaitu

    adanya pemahaman terhadap konsep-konsep yang saling berkaitan, mengasah

    kemampuan berpikir dengan penalaran dan digunakan untuk memecahkan

    masalah yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari.

  • 11

    Selain tujuan umum dari mata pelajaran matematika SD yang menekankan

    pada penataan nalar dan pembentukan sikap siswa serta memberikan tekanan pada

    ketrampilan dalam penerapan matematika juga memuat tujuan khusus yaitu: 1)

    menumbuhkan dan mengembangkan ketrampilan berhitung, 2) menumbuhkan

    kemampuan siswa, yang dapat dialihgunakan melalui kegiatan matematika, 3)

    mengembangkan kemampuan dasar matematika sebagai bekal belajar lebih lanjut,

    4) membentuk sikap logis, kritis, cermat, kreatif dan disiplin.

    Oleh sebab itu mata pelajaran matematika perlu diberikan kepada semua

    siswa sekolah dasar karena dapat membekali siswa untuk memiliki kemampuan

    berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif, serta kemampuan

    bekerjasama. Kompetensi tersebut diperlukan agar siswa dapat memiliki

    kemampuan memperoleh, mengelola, dan memanfaatkan informasi untuk

    bertahan hidup pada keadaan yang selalu berubah, tidak pasti, dan kompetitif.

    c. Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar

    Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan

    teknologi modern yang mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin dan

    memajukan daya pikir manusia. Perkembangan pesat di bidang teknologi

    informasi dan komunikasi dewasa ini dilandasi oleh perkembangan matematika

    khususnya di bidang teori bilangan, aljabar, analisis, teori peluang dan matematika

    diskrit. Untuk menguasai dan menciptakan teknologi di masa depan diperlukan

    penguasaan matematika yang kuat sejak dini. Untuk itu diperlukan pemahaman

    yang mendasar tentang fungsi dan tujuan pembelajaran matematika khususnya di

    Sekolah Dasar.

    Hudojo (2005: 9) menyebutkan bahwa “matematika sebagai suatu obyek

    abstrak, tentu saja sangat sulit dapat dicerna siswa sekolah dasar”. Oleh Piaget,

    siswa sekolah dasar (SD) berada pada umur yang berkisar antara usia 7 hingga 12

    tahun sehingga pembelajaran matematika sekolah dasar (SD) diklasifikasikan

    masih dalam fase operasional konkret. Kemampuan yang tampak dalam fase ini

    adalah kemampuan dalam proses berpikir untuk mengoperasikan kaidah-kaidah

    logika, meskipun masih terikat dengan objek yang bersifat konkret.

  • 12

    Siswa SD belum mampu untuk berpikir formal dalam pembelajaran dan

    masih terikat dengan objek yang ditangkap oleh pancaindra, sehingga sangat

    diharapkan dalam pembelajaran matematika yang bersifat abstrak, siswa lebih

    banyak menggunakan media sebagai alat bantu, penggunaan alat peraga serta

    diharapkan bagi para guru mengaitkan proses belajar mengajar di SD dengan

    benda konkret. Karena dengan penggunaan alat peraga yang bersifat konkret dapat

    memperjelas apa yang disampaikan oleh guru, sehingga siswa lebih cepat

    memahaminya.

    Heruman (2008: 143) menyebutkan bahwa “dalam pembelajaran

    matematika SD, diharapkan terjadi reinvention (penemuan kembali)”. Penemuan

    kembali adalah menemukan suatu cara penyelesaian secara informal dalam

    pembelajaran di kelas. Selanjutnya Heruman menambahkan penjelasan bahwa

    dalam pembelajaran matematika harus terdapat keterkaitan antara pengalaman

    belajar siswa sebelumnya dengan konsep yang akan diajarkan. Sehingga

    diharapkan pembelajaran yang terjadi merupakan pembelajaran menjadi lebih

    bermakna (meaningful), siswa tidak hanya belajar untuk mengetahui sesuatu

    (learning to know about), tetapi juga belajar melakukan (learning to do), belajar

    menjiwai (learning to be), dan belajar bagaimana seharusnya belajar (learning to

    learn), serta bagaimana bersosialisasi dengan sesama teman (learning to live

    together) itulah yang menjadi harapan dalam mempelajari matematika.

    Pembelajaran matematika di SD tidak terlepas dari dua hal yaitu hakikat

    matematika itu sendiri dan hakikat dari siswa-siswi di SD. Oleh sebab itu, seorang

    guru disamping memahami karakteristik pembelajaran matematika seorang guru

    juga perlu memahami karakteristik dari siswanya. Menurut Suwangsih dan

    Tiurlina (2006: 87-91) ciri-ciri pembelajaran matematika SD yaitu:

    a. Pembelajaran matematika menggunakan metode spiral. Di mana pembelajaran konsep atau suatu topik matematika selalu mengaitkan

    atau menghubungkan dengan topik-topik sebelumnya.

    b. Pembelajaran matematika bertahap. Materi pelajaran matematika diajarkan secara bertahap yaitu dimulai dari konsep-konsep yang

    sederhana, menuju konsep yang lebih sulit

    c. Pembelajaran matematika hendaknya bermakna. Pembelajaran matematika secara bermakna yang mengutamakan pemahaman dari

    pada hafalan.

  • 13

    Apa yang disebutkan oleh Suwangsih dan Tiurlina ini menunjukkan bahwa

    dalam mengajarkan materi pelajaran matematika kepada siswa SD materi yang

    diberikan merupakan lanjutan dari materi sebelumnya atau materi baru yang

    sesuai dengan pengalaman awal siswa. Pandangan Suwangsih dan Tiurlina dalam

    menjelaskan konsep-konsep matematika dimulai dari mengartikan konsep-konsep

    melalui benda-benda konkret kemudian konsep itu diajarkan kembali dengan

    bentuk semi konkret, dan akhirnya pada pemahaman yang lebih abstrak dengan

    menggunakan notasi yang lebih umum digunakan dalam matematika. Sehingga

    konsep-konsep matematika yang dibangun oleh siswa dengan mengutamakan

    pemahaman atas materi tersebut akan lebih tertanam kuat didalam diri siswa.

    Tentunya dalam mengajarkan matematika di SD tidak semudah dengan apa

    yang kita bayangkan, selain siswa yang pola pikirnya masih pada fase operasional

    konkret, kemampuan siswa juga sangat beragam. Hudojo (2005: 32) menyatakan

    ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam mengajarkan matematika di

    tingkat sekolah dasar diantaranya: siswa, guru, alat peraga, media pembelajaran,

    proses pembelajaran, materi pelajaran yang disajikan serta tak lupa

    pengorganisasian kelas. Dengan memperhatikan keenam hal di atas, sangat

    diharapkan pembelajaran matematika menyenangkan bagi siswa dan pembelajaran

    matematika menjadi efektif sehingga siswa tidak hanya mampu menghafal

    konsep-konsep matematika, tetapi juga harus dapat diaplikasikan dalam

    kehidupan sehari-hari, jadi sangat diharapkan dalam proses pembelajaran yang

    dipraktekkan guru juga melibatkan dan mengaktifkan siswa dalam proses

    menemukan konsep-konsep matematika.

    Jadi dapat ditarik kesimpulan bahwa pembelajaran matematika di SD

    merupakan pembelajaran yang dilakukan guru dengan merancang pelaksanaan

    proses pembelajaran dengan baik yang sesuai dengan perkembangan kognitif

    siswa dalam rangka mempelajari dan memahami konsep-konsep matematika

    dengan bantuan alat peraga, penggunaan media, metode dan pendekatan yang

    sesuai pula. Sehingga guru dapat menciptakan suasana pembelajaran yang

    kondusif serta terselenggaranya kegiatan pembelajaran yang efektif dan belajar

    menjadi lebih bermakna karena mengutamakan pemahaman daripada hafalan.

  • 14

    2.1.2 Metode Pembelajaran Problem Solving

    a. Definisi Metode Pembelajaran Problem Solving

    Metode pembelajaran adalah prosedur dalam pembelajaran yang difokuskan

    untuk pencapaian tujuan. Berhasil tidaknya sebuah pembelajaran tergantung dari

    proses pembelajaran yang akan dilaksanakan. Pembelajaran akan berhasil dengan

    baik manakala didukung dengan kualitas proses pembelajaran yang baik pula.

    Menurut Johnson (dalam Arif, 2011: 55) untuk mengetahui

    kualitas pembelajaran harus dilihat dari dua aspek, yaitu melalui

    proses dan produk. Aspek proses mengacu pada apakah pembelajaran

    mampu menciptakan situasi belajar yang menyenangkan (joyfull

    learning) serta mendorong siswa untuk aktif belajar dan berfikir

    kreatif. Aspek produk mengacu pada pembelajaran mampu mencapai

    tujuan, yaitu meningkatkan kemampuan siswa sesuai dengan standar

    kemampuan atau kompetensi dasar yang telah ditentukan.

    Metode pembelajaran memiliki peranan penting dalam usaha mencapai

    tujuan pembelajaran. Salah satu peranannya sebagai penentu rencana yang akan

    dilakukan dalam mencapai tujuan pembelajaran Karena bagaimanapun juga

    pemilihan metode pembelajaran yang tepat dapat mempengaruhi prestasi hasil

    belajar siswa. Jadi dapat ditarik kesimpulan bahwa metode pembelajaran adalah

    cara yang digunakan untuk mengimplementasikana rencana yang telah disusun

    pada strategi pembelajaran dalam bentuk kegiatan nyata dan praktis untuk

    mencapai tujuan pembelajaran.

    Menurut Sudirman, dkk. (1991: 146) “metode problem solving

    adalah cara penyajian bahan pelajaran dengan menjadikan masalah

    sebagai titik tolak pembahasan untuk dianalisis dan disintesis dalam

    usaha mencari pemecahan atau jawabannya oleh siswa.”. R. Killen

    (1998: 109-110) menyebutkan bahwa “metode problem solving

    digunakan sebagai metode pada saat kita menginginkan siswa

    memperoleh pemahaman yang mendalam mengenai suatu materi,

    selain itu ingin mengembangkan cara berpikir dan daya nalar siswa,

    dan mengaplikasikan ilmu yang telah mereka dapatkan terhadap

    situasi baru yang mereka hadapi”.

    Jika dilihat dari pendapat Sudirman dan R. Killen, keduanya sama-sama

    menekankan pada upaya membahas permasalahan untuk mencari pemecahan atau

    jawabannya dengan menggunakan daya nalar sehingga tujuannya agar

    mendapatkan pemahaman serta menemukan kesimpulan atas masalah tersebut.

  • 15

    Metode pembelajaran problem solving merupakan bagian dari pembelajaran

    berbasis masalah (PBL). Pada pembelajaran berbasis masalah, siswa dituntut

    untuk melakukan pemecahan masalah-masalah yang disajikan dengan cara

    menggali informasi sebanyak-banyaknya, kemudian dianalisis dan dicari solusi

    dari permasalahan yang ada. Solusi dari permasalahan tersebut tidak mutlak

    mempunyai satu jawaban yang benar artinya siswa dituntut pula untuk belajar

    secara kritis. Siswa diharapkan menjadi individu yang berwawasan luas serta

    mampu melihat hubungan pembelajaran dengan aspek-aspek yang ada di

    lingkungannya.

    Jadi dapat ditarik kesimpulan bahwa dalam metode pembelajaran problem

    solving ini siswa diharuskan melakukan penyelidikan otentik untuk mencari

    penyelesaian terhadap masalah yang diberikan. Mereka menganalisis dan

    mengidentifikasikan masalah, mengembangkan hipotesis, mengumpulkan dan

    menganalisis informasi serta membuat kesimpulan. Pada pelaksanaan

    pembelajaran sehari-hari metode pembelajaran ini banyak digunakan oleh guru

    bersamaan dengan metode pembelajaran lainnya. Saat menggunakan metode ini

    guru tidak memberikan informasi terlebih dulu tetapi informasi diperoleh siswa

    setelah memecahkan masalahnya. Orientasi pembelajarannya terletak pada

    investigasi dan penemuan yang intinya adalah pemecahan masalah.

    b. Tujuan Metode Pembelajaran Problem Solving

    Berhasil tidaknya suatu pengajaran bergantung kepada suatu tujuan yang

    hendak dicapai. Tujuan dari pembelajaran problem solving adalah seperti apa

    yang dikemukakan oleh Hudojo (2003: 155), yaitu sebagai berikut:

    1) Siswa menjadi terampil menyeleksi informasi yang relevan kemudian menganalisisnya dan akhirnya meneliti kembali hasilnya.

    2) Kepuasan intelektual akan timbul dari dalam sebagai hadiah intrinsik bagi siswa.

    3) Potensi intelektual siswa meningkat. 4) Siswa belajar bagaimana melakukan penemuan dengan melalui proses

    melakukan penemuan.

    Hudojo membahas tujuan metode problem solving secara singkat dan jelas.

    Dimana pembelajaran yang menggunakan metode pembelajaran problem solving

  • 16

    akan membuat siswa terampil dalam menganalisis sebuah soal atau sebuah

    masalah. Disebutkan juga bahwa kemampuan intelektual siswa akan meningkat,

    hal ini terjadi karena siswa telah membangun sendiri konsepnya terhadap

    matematika dengan melakukan penemuan.

    Pendapat lain mengenai tujuan dari penggunaan metode problem solving

    juga dikemukakan oleh Djahiri (1983: 133) yang menyebutkan bahwa metode

    problem solving memberikan beberapa tujuan, diantaranya:

    1. Agar siswa tidak hanya sekedar mengingat materi pelajaran, akan tetapi menguasai dan memahami secara penuh/utuh.

    2. Merupakan salah satu cara untuk mengembangkan cara belajar siswa aktif disekolah.

    3. Untuk mengembangkan ketrampilan berpikir rasional siswa. 4. Prestasi belajar yang diperoleh siswa akan lebih permanen, setia/tahan

    lama dalam ingatan dan tidak mudah dilupakan.

    5. Agar siswa memahami hubungan antara apa yang dipelajari dengan kenyataan dalam kehidupan (hubungan antara teori dengan

    kenyataan).

    Dari tujuan tersebut, Djahiri memandang metode pembelajaran problem

    solving tidak hanya dapat meningkatkan perkembangan dalam aspek kognitif

    semata tetapi juga aspek afektif dan psikomotor. Sikap perasaan ingin tahu lebih

    jauh, cara berpikir objektif-mandiri, krisis-analisis serta mampu bekerja baik

    secara individual maupun kelompok juga dapat dikembangkan. Karena

    pengetahuan yang dipahami bersifat lebih permanen dan siswa aktif dalam proses

    pembelajaran maka membuat belajar menjadi lebih bermakna.

    Jadi dapat ditarik kesimpulan bahwa metode pembelajaran problem solving

    bertujuan untuk mengajak siswa berpikir dan bertindak, bukan hanya untuk

    sekedar mendengarkan, tetapi mencari solusi untuk memecahkan masalah dalam

    proses pembelajaran. Metode pemecahan masalah ini lebih baik jika dilakukan

    secara individu tetapi juga bisa dilakukan secara kelompok. Dengan adanya

    metode ini siswa akan menjadi aktif dan termotivasi untuk melakukan suatu

    kegiatan pembelajaran disekolah. Selain itu metode problem solving juga bisa

    diartikan sebagai metode untuk memperoleh berbagai macam ide dari sekelompok

    siswa atas materi yang dipelajari.

  • 17

    c. Karakteristik Metode Pembelajaran Problem Solving

    Karakteristik memiliki pengertian bahwa sesuatu obyek memiliki ciri-ciri

    atau kekhasan tertentu yang tidak dimiliki oleh obyek yang lain. Ciri atau

    kekhasan ini dapat membedakannya dari obyek yang lainnya. Menurut Barrow

    (1996: 125) karakteristik metode pembelajaran problem solving antara lain:

    1) Pembelajaran berorientasi pada siswa (student oriented) Proses pembelajaran dengan menerapkan metode pembelajaran

    problem solving sebagai metodenya merupakan suatu pembelajaran

    yang berpusat pada siswa (student oriented). Artinya pembelajaran ini

    lebih menekankan pada aktivitas siswa yang menuntutnya untuk lebih

    aktif dalam proses belajar.

    2) Peran guru sebagai pembimbing, fasilitator, dan motivator Dalam hal ini peran guru yang dimaksud yaitu dengan cara

    memperjelas tujuan kompetensi yang ingin dicapai, sebagai

    pembimbing atau memberi pengarahan, sebagai fasilitator dalam

    membantu siswa mencari sumber-sumber bahan, dan sebagai

    motivator membangkitkan keaktifan siswa.

    3) Informasi/pengetahuan/konsep baru diperoleh dari belajar mandiri Informasi-informasi, pengetahuan dan konsep-konsep tidak akan

    dimiliki hanya dengan mendengarkan melainkan pengalaman dan

    menemukan sendiri melalui mencari jawaban untuk memecahkan

    masalah yang dihadapi. Setelah terpecahkannya masalah maka akan

    terbentuk pengetahuan baru yang diperoleh sendiri oleh siswa.

    4) Pembaharuan paradigma pendidikan dari behaviorisme ke konstruktivisme

    Pembelajaran dimana pengetahuan baru tidak diberikan dalam bentuk

    jadi (final), tetapi siswa membentuk pengetahuannya sendiri melalui

    interaksi dengan lingkunganya.

    Apa yang telah dijelaskan oleh Barrow tentang karakteristik metode

    pembelajaran tersebut dapat dijadikan sebagai gambaran bahwa pada dasarnya

    metode ini adalah adanya masalah yang hendak dipecahkan oleh siswa sendiri

    dimana keterlibatan siswa dalam pembelajaran sangat besar diharapkan. Hasil dari

    pemecahan masalah tersebut sebagai pengetahuan baru siswa yang didapat siswa

    dengan cara mencarinya sendiri.

    Jadi dapat ditarik kesimpulan bahwa karakteristik metode pembelajaran

    problem solving dalam kegiatan pembelajaran berorientasi kepada siswa dimana

    informasi/pengetahuan baru diperoleh dari belajar mandiri, sedangkan guru dalam

    kegiatan belajar mengajar berperan sebagai pembimbing, fasilitator dan motivator.

  • 18

    d. Keunggulan dan Kelemahan Metode Problem Solving

    Setiap metode pembelajaran memiliki keunggulan dan kekurangannya

    masing-masing. Sebagai salah satu alternatif metode pembelajaran, metode

    pembelajaran problem solving juga memiliki beberapa keunggulan dan

    kelemahan. Wina Sanjaya (2006: 220) menyebutkan beberapa keunggulan metode

    problem solving antara lain:

    Metode pembelajaran problem solving 1) merupakan metode

    yang cukup bagus untuk lebih memahami isi pelajaran, 2) dapat

    menemukan pengetahuan baru bagi siswa 3) meningkatkan aktivitas

    pembelajaran siswa agar aktif, 4) dapat membantu siswa mentransfer

    pengetahuan yang mereka kuasai untuk memahami masalah dalam

    kehidupan nyata, 5) dapat membantu siswa untuk mengembangkan

    pengetahuan barunya dengan cara belajar mandiri, 6) dapat

    memberikan kesempatan pada siswa untuk mengaplikasikan

    pengetahuan yang mereka miliki, 7) dapat memberikan pengalaman

    belajar dan mengembangkan minat siswa. Sedangkan kelemahan

    metode pembelajaran problem solving 1) dianggap oleh siswa sebagai

    suatu hal yang merepotkan karena harus melalui tahapan-tahapan. 2)

    jika siswa tidak memiliki minat atau tidak mempunyai kepercayaan

    bahwa masalah yang dipelajari sulit untuk dipecahkan maka mereka

    akan merasa ragu untuk mencoba. 3) Keberhasilan metode

    pembelajaran ini membutuhkan cukup waktu yang lama.

    Keunggulan-keunggulan metode ini dapat memberikan optimisme atas

    keberhasilan penelitian ini. Dengan metode problem solving diharapkan siswa

    dapat memecahkan masalah-masalah. Metode ini juga dapat melatih siswa untuk

    bisa memecahkan masalah yang erat dengan kehidupannya. Karena kemampuan

    untuk memecahkan permasalahan sangat diperlukan setiap individu. Pembelajaran

    dengan model ini juga membutuhkan waktu yang cukup lama, karena kemampuan

    siswa yang berbeda-beda dalam menemukan pemecahan masalah. Selain itu juga

    sulit mencari masalah yang relevan dengan materi pembelajaran yang akan

    diajarkan.

    Jadi dapat diambil kesimpulan bahwa metode pembelajaran problem solving

    memiliki keunggulan untuk mengajak siswa berpikir dan bertindak dalam mencari

    solusi untuk memecahkan masalah baik dalam proses pembelajaran maupun

    dikehidupan nyata serta mampu membuat siswa akan menjadi aktif dan

    termotivasi untuk melakukan suatu kegiatan pembelajaran disekolah.

  • 19

    e. Langkah-Langkah Metode Pembelajaran Problem Solving

    Gulo (2002: 115) menyebutkan sintak atau langkah-langkah penerapan

    metode pembelajaran problem solving dalam proses pembelajaran dapat dilakukan

    melalui beberapa tahap, yaitu sebagai berikut:

    Tabel 2.1

    Sintak Metode Pembelajaran Problem Solving

    Tahap – Tahap Kemampuan yang diperlukan

    1. Merumuskan masalah Mengetahui dan merumuskan masalah secara jelas.

    2. Menelaah masalah Menggunakan pengetahuan untuk memperinci menganalisa masalah dari

    berbagai sudut.

    3. Merumuskan hipotesis

    Berimajinasi dan menghayati ruang

    lingkup, sebab-akibat dan alternative

    penyelesaian.

    4. Mengumpulkan dan mengelompokkan

    data sebagai bahan

    pembuktian hipotesis

    Kecakapan mencari dan menyusun data

    menyajikan data dalam bentuk diagram,

    gambar dan table.

    5. Pembuktian hipotesis Kecakapan menelaah dan membahas data, kecakapan menghubung-

    hubungkan dan menghitung.

    Ketrampilan mengambil keputusan dan

    kesimpulan.

    6. Menentukan pilihan penyelesaian

    Kecakapan membuat altenatif

    penyelesaian kecakapan dengan

    memperhitungkan akibat yang terjadi

    pada setiap pilihan.

    Langkah-langkah penerapan metode problem solving diatas sangat cocok

    diterapkan dalam pembelajaran matematika karena pembelajaran berdasarkan

    masalah melatih keterampilan berfikir tingkat tinggi dan juga melatih siswa agar

    menjadi pembelajar yang mandiri. Hal ini dibuktikan dengan memberikan siswa

    sebuah permasalahan dan siswa dituntut untuk menyelesaikan permasalahan

    tersebut dengan berpikir secara ilmiah.

    Menurut Bahri (2006: 91-92) penerapan metode problem solving dalam

    proses pembelajaran melalui beberapa tahap, diantaranya:

    1. Adanya masalah yang jelas untuk dipecahkan, masalah ini harus tumbuh dari siswa sesuai dengan taraf kemampuannya.

  • 20

    2. Mencari data atau keterangan yang dapat digunakan untuk memecahkan masalah tersebut.

    3. Menetapkan jawaban sementara dari masalah tersebut. Dugaan sementara ini tentu saja didasarkan kepada data yang telah diperoleh,

    pada langkah kedua di atas.

    4. Menguji kebenaran jawaban sementara tersebut. Dalam langkah ini siswa harus berusaha memecahkan masalah sehingga betul-betul

    yakin bahwa jawaban tersebut itu betul-betul cocok.

    5. Menarik kesimpulan. Artinya siswa harus sampai kepada kesimpulan terakhir tentang jawaban dari masalah tadi.

    Pendapat Bahri diatas memiliki kesamaan dengan apa yang telah dikatakan

    W.Gulo tentang langkah-langkah penerapan metode pembelajaran problem

    solving. Dimana keduanya sama-sama memulai dengan memberi permasalahan

    dan diakhiri dengan menarik kesimpulan dari permasalahan tersebut. Langkah-

    langkah ini sangat sesuai diterapkan dalam mata pelajaran matematika karena

    menghendaki terjadinya proses berpikir secara ilmiah dan keterlibatan siswa

    dalam proses pembelajaran dapat dikembangkan.

    Dalam pembelajaran problem solving harus disiapkan permasalahan yang

    akan diberikan pada siswa untuk dipecahkan. Menurut Alipandie (1984:106) cara

    untuk mempersiapkan permasalahan yang efektif antara lain:

    1. Problema yang diajukan hendaknya benar-benar sesuai dengan tingkat perkembangan dan kemampuan siswa.

    2. Siswa hendaknya terlebih dahulu diberikan penjelasan tentang maksud dan tujuan serta cara-cara memecahkan masalah yang dimaksud.

    3. Masalah-masalah yang harus dipecahkan hendaknya bersifat aktuil dan erat hubungannya dengan kehidupan masyarakat, sehingga

    menimbulkan motivasi dan minat belajar siswa

    4. Bimbingan guru secara continue hendaknya tersedia sarana pembelajaran yang memadai serta waktu yang cukup untuk

    memecahkan masalah-masalah yang dihadapi.

    Dalam pemecahan masalah maka guru harus mempersiapkan permasalahan

    yang hendak dipecahkan sesuai dengan kemampuan siswa, yaitu guru harus

    selektif apakah permasalahan yang diajukan dapat diselesaikan oleh siswa atau

    tidak. Sebelum siswa diberi permasalahan hendaknya guru memberi penjelasan

    tentang tujuan dari penyelesaian masalah serta cara-cara atau langkah yang harus

    dikerjakan untuk memecahkan masalah tersebut. Masalah-masalah yang diajukan

  • 21

    oleh guru harus sesuai dengan dengan kehidupan nyata sehingga siswa akan

    mudah dalam memecahkan masalah tersebut. Selain itu guru harus menyiapkan

    sarana dan waktu yang cukup untuk berpikir dan berdiskusi dalam pemecahan

    masalah tersebut.

    Dalam proses pemecahan masalah guru harus membantu siswa untuk

    memecahkan masalah. Cara yang paling efektif yakni bila guru memberikan

    contoh kepada anak cara memecahkan suatu masalah, cara yang lebih baik ialah

    memberikan instruksi kepada siswa verbal untuk membantu siswa dalam

    memecahkan masalah itu, sedangkan cara yang terbaik adalah memecahkan

    masalah itu langkah demi langkah dengan menggunakan aturan tertentu, tanpa

    merumuskan aturan itu maksudnya siswa dibantu dan dibimbing untuk

    menemukan sendiri pemecahan dari masalahnya.

    Berdasarkan langkah-langkah diatas, dapat diambil kesimpulan bahwa

    langkah-langkah pembelajaran dengan menerapkan metode problem solving pada

    mata pelajaran matematika dimulai dari pemberian masalah kepada siswa,

    kemudian siswa menelaah masalah, menghimpun dan mengelompokkan data

    sebagai bahan pembuktian hipotesis, pembuktian hipotesis, dan diakhir kegiatan

    siswa menentukan pilihan pemecahan masalah serta menarik sebuah kesimpulan

    atas masalah tersebut.

    Sesuai dengan Permendiknas Nomor 41 (2007: 1) “Setiap guru pada satuan

    pendidikan berkewajiban membuat sebuah perencanaan sebelum melaksanakan

    kegiatan pembelajaran yang berupa Rencana Pelaksanaan Pembelajaran”.

    Diharapkan penyusunan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dibuat secara

    lengkap dan sistematis agar pembelajaran berlangsung secara interaktif, inspiratif,

    menyenangkan, menantang, memotivasi siswa untuk berpartisipasi aktif, serta

    memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai

    dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis siswa.

    Oleh karena itu dalam penyusunan RPP pada pembelajaran berbasis

    masalah yang menjadi langkah-langkah penerapan metode pembelajaran problem

    solving harus terdapat dalam RPP yang akan disajikan. Dimana langkah-langkah

    tersebut akan tercermin dalam kegiatan awal, kegiatan inti, dan kegiatan akhir.

  • 22

    Berdasarkan Permendiknas No. 14 Tahun 2007 yang dimaksud dengan

    kegiatan awal, kegiatan inti, dan kegiatan akhir sebagai berikut:

    1. Kegiatan Awal Merupakan kegiatan awal dalam suatu pertemuan pembelajaran yang

    ditujukan untuk membangkitkan motivasi dan memfokuskan perhatian

    peserta didik untuk berpartisipasi aktif dalam proses pembelajaran

    2. Kegiatan Inti Merupakan proses pembelajaran untuk mencapai KD. Kegiatan

    pembelajaran dilakukan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan,

    menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta

    memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan

    kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta

    psikologis peserta didik. Kegiatan ini dilakukan secara sistematis dan

    sistemik melalui proses eksplorasi, elaborasi, dan konfirmasi.

    3. Kegiatan Akhir Merupakan kegiatan yang dilakukan untuk mengakhiri aktivitas

    pembelajaran yang dapat dilakukan dalam bentuk rangkuman atau

    kesimpulan, penilaian dan refleksi, umpan balik, dan tindak lanjut.

    Dapat dipahami bahwa kewajiban seorang guru sebelum melaksanakan

    kegiatan belajar mengajar diharuskan membuat RPP. RPP bermanfaat sebagai

    pedoman dalam menyelenggarakan kegiatan belajar mengajar karena didalam

    RPP terdapat langkah-langkah pembelajaran seperti kegiatan awal, kegiatan inti

    dan kegiatan akhir. Adanya kegiatan awal untuk mengawali pembelajaran,

    selanjutnya kegiatan inti digunakan sebagai proses pembelajaran yang didalamnya

    harus memuat proses eksplorasi, elaborasi dan konfirmasi untuk mencapai tujuan

    pembelajaran yang diharapkan dan diakhiri dengan kegiatan penutup melalui

    refleksi terhadap proses pembelajaran, penilaian, umpan balik serta tindak lanjut.

    Tabel 2.2

    Penerapan Metode Pembelajaran Problem Solving

    Berdasarkan Standar Proses

    Kegiatan

    1. Kegiatan Awal

    o Guru memberi salam dan mempersiapkan siswa secara psikis dan fisik

    untuk mengikuti proses pembelajaran.

    o Apersepsi dan Motivasi dilakukan guru dengan mengajukan pertanyaan-

  • 23

    pertanyaan yang mengaitkan pengetahuan sebelumnya dengan materi yang

    akan dipelajari.

    o Guru menyampaikan indikator pencapaian kompetensi serta tujuan

    pembelajaran atau kompetensi dasar yang akan dicapai.

    o Guru menyampaikan cakupan materi dan penjelasan uraian kegiatan sesuai

    dengan silabus.

    2. Kegiatan Inti

    a. Eksplorasi

    Guru memberi penjelasan dan gambaran umum mengenai materi yang

    akan dipelajari.

    Siswa membentuk kelompok dan tergabung dalam kelompok dimana

    setiap kelompok terdiri dari 5 siswa heterogen.

    Siswa merencanakan tentang : apa yang mereka pelajari, bagaimana

    mereka belajar, siapa dan melakukan apa, untuk tujuan apa mereka

    mempelajari materi tersebut.

    Guru menfasilitasi kebutuhan kerja kelompok siswa.

    b. Elaborasi

    Guru membagikan LKS (Lembar Kegiatan Siswa) sebagai pedoman

    kegiatan yang akan dilakukan siswa di dalam kelompoknya. *

    Siswa mengkaji, menginvestigasi dan mengumpulkan informasi tentang

    permasalahan yang dipelajari yang nantinya akan dipresentasikan di depan

    kelas, berdasarkan instruksi yang ada dalam lembar kegiatan siswa.*

    Siswa membuat dugaan sementara atas jawaban dari permasalahan yang

    akan dipelajari untuk dipecahkan. *

    Siswa dalam kelompok menyelesaikan permasalahan yang diajukan guru.

    (Guru berkeliling untuk mengamati, serta membantu siswa yang

    memerlukan bantuan). *

    Siswa saling bertukar, berdiskusi, memberikan sumbang pikiran dan

    semua gagasan dalam kerja kelompoknya.

    Anggota kelompok merencanakan apa yang akan mereka laporkan dan

  • 24

    bagaimana mereka akan membuat presentasi mereka.

    Setiap kelompok melalui wakilnya mempresentasikan hasil kerja

    kelompok dan ditanggapi oleh kelompok lain. *

    c. Konfirmasi

    Guru dan siswa membuat kesimpulan bersama tentang permasalahan yang

    dipecahkan sesuai dengan pengetahuan, gagasan-gagasan, ataupun fakta-

    fakta baru yang telah diperoleh siswa selama proses pembelajaran

    berlangsung. *

    Guru memberikan umpan balik positif dan penguatan dalam bentuk lisan

    misalnya dengan mengucapkan “pintar” atau dengan kata-kata positif

    lainnya berdasarkan hasil jawaban siswa dari pertanyaan yang diberikan

    guru.

    (*)merupakan langkah-langkah pembelajaran dengan penerapan metode

    pembelajaran problem solving berdasarkan standar proses pendidikan.

    3. Kegiatan Akhir

    Siswa membuat ringkasan dari materi yang telah dipelajari bersama.

    Pemantapan : tanya-jawab tentang materi yang telah dipelajari

    Siswa bersama guru melakukan refleksi untuk pembelajaran pada hari ini:

    “Apakah yang kalian peroleh dari pelajaran hari ini? Apakah kalian

    senang?”

    Pesan moral : Melaksanakan tugas dengan hati riang, berani

    mengungkapkan gagasan dan bertanggungjawab, terbuka pada pendapat

    teman lain dan saling bekerjasama untuk dapat mencapai kesuksesan dan

    hasil yang maksimal.

    Guru memberikan tindak lanjut berupa tugas rumah kepada siswa

    berdasarkan dari materi yang telah dipelajari.

    Guru menyampaikan rencana pembelajaran untuk pertemuan berikutnya

    dan tugas yang harus dilakukan siswa.

    Guru menutup pelajaran dengan mengucapkan salam.

  • 25

    2.1.3 Hasil Belajar

    a. Definisi Belajar

    Belajar merupakan kegiatan yang seringkali dilakukan oleh setiap orang,

    baik yang mereka sadari maupun yang tidak mereka sadari. Pengetahuan,

    keterampilan, kemampuan, kebiasaan, kegemaran, serta sikap seseorang

    terbentuk, dimodifikasi dan berkembang disebabkan belajar. Seseorang dikatakan

    belajar, jika seseorang melakukan suatu proses kegiatan yang mengakibatkan

    suatu perubahan tingkah laku. Perubahan tingkah laku ini dapat diamati dan

    terjadi dalam waktu yang relatif lama. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia

    secara etimologis belajar memiliki arti “berusaha memperoleh kepandaian atau

    ilmu”. Definisi ini memiliki pengertian bahwa belajar adalah sebuah kegiatan

    untuk mencapai kepandaian atau ilmu.

    Slameto (2003: 2) menyebutkan bahwa “belajar adalah suatu

    usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan

    tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil

    pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya”.

    Menurut Muhibbin Syah (2000: 136) “belajar adalah tahapan

    perubahan seluruh tingkah laku individu yang relative menetap

    sebagai hasil pengalaman dan interaksi dengan lingkungan yang

    melibatkan proses kognitif”.

    Pandangan dari Slameto dan Muhibbin ini sama-sama menyebutkan bahwa

    perubahan tingkah laku merupakan hasil dari proses belajar. Dalam penelitian

    mengenai belajar matematika ini, peneliti juga berharap akan terjadinya

    perubahan kemampuan siswa dalam memahami matematika. Dimana perubahan

    tersebut ditampakkan dalam bentuk perilaku berdasarkan pengalaman yang

    dilakukan sehingga terjadi perubahan dalam hal kemampuan berpikir, sikap,

    pengetahuan, kebiasaan, pemahaman, ketrampilan, dan kemampuan yang lain.

    Dengan belajar matematika nantinya ini akan menjadi modal bagi siswa dalam

    menghadapi berbagai persoalan dikehidupan yang nyata. Barhanudin (2010: 24)

    menyebutkan bahwa belajar merupakan aktivitas manusia sejak lahir sampai akhir

    hayat. Dimana aktivitas belajar tersebut akan terus terjadi sepanjang hidup

    manusia bagi kelangsungan hidupnya. Baharudin (2010: 15) menyebutkan ciri-ciri

    belajar antara lain:

  • 26

    1) Belajar ditandai adanya perubahan tingkah laku, 2) Perubahan

    Perilaku relative permanent, 3) Perubahan perilaku tidak harus

    langsung dapat diamati, 4) Perubahan perilaku merupakan hasil

    latihan dan pengalaman, 5) Pengalaman atau latihan sebagai

    penguatan.

    Baharudin menjelaskan ciri-ciri belajar secara singkat dan jelas. Belajar

    merupakan hasil interaksi dengan lingkungannya, jika dilakukan akan

    menghasilkan perubahan tingkah laku. Dalam belajar matematika maka yang

    dihasilkan juga semua perubahan tingkah laku yang berkaitan dengan pemahaman

    matematika.

    Berdasarkan uraian di atas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa belajar

    merupakan suatu proses perubahan tingkah laku yang terjadi didalam diri manusia

    sejak manusia itu lahir sampai akhir hayat akibat dari hasil pengalamannya sendiri

    dalam berinteraksi dengan lingkungannya.

    b. Hasil Belajar

    Hasil belajar merupakan suatu kompetensi atau kecakapan yang dapat

    dicapai oleh siswa setelah melalui kegiatan pembelajaran yang dirancang dan

    dilaksanakan oleh guru di suatu sekolah dan kelas tertentu (Nana Sudjana, 2011:

    7). Nasution (2006: 36) menyebutkan bahwa “hasil belajar adalah hasil dari suatu

    interaksi tindak belajar mengajar dan biasanya ditunjukkan dengan nilai tes yang

    diberikan guru”. Purwanto (2008: 46) mengungkapkan bahwa “hasil belajar

    adalah perubahan perilaku manusia akibat belajar, dapat berupa perubahan dalam

    aspek kognitif, afektif dan psikomotorik”. Menurut Bloom (Suprijono, 2009: 6-7)

    “Hasil belajar mencakup kemampuan kognitif, afektif, dan

    psikomotorik. Ranah kognitif adalah knowledge (pengetahuan,

    ingatan), comprehension (pemahaman, menjelaskan, meringkas,

    contoh), application (menerapkan), analysis (menguraikan,

    menentukan hubungan), synthesis (mengorganisasikan,

    merencanakan, membentuk bangunan baru), dan evaluation (menilai).

    Ranah afektif adalah receiving (sikap menerima), responding

    (memberikan respons), valuing (nilai), organization (organisasi),

    characterization (karakterisasi). Ranah psikomotor meliputi initiatory,

    pre-routine, dan rountinized. Psikomotor juga mencakup keterampilan

    produktif, teknik, fisik, sosial, manajerial, dan intelektual.

  • 27

    Bloom dan Krathwohl (Rusman, 2012: 171) mengklasifikasi hasil

    pembelajaran terdiri dari 3 ranah antara lain:

    1) Ranah kognitif, yaitu menekankan pada aspek intelektual dan memiliki jenjang dari yang rendah sampai yang tinggi, diantaranya : (a) Pengetahuan

    yang menitikberatkan pada aspek ingatan terhadap materi yang telah

    dipelajarimulai dari fakta sampai teori. (b) Pemahaman, yaitu langkah awal

    untuk dapat menjelaskan dan menguraikan sebuah konsep ataupun

    pengertian. (c) Aplikasi, yaitu kemampuan untuk menggunakan bahan yang

    telah dipelajari ke dalam situasi yang nyata, meliputi aturan, metode,

    konsep, prinsip, hukum, dan teori. (d) Analisis, yaitu kemampuan dalam

    merinci bahan menjadi bagian-bagian supaya strukturnya mudah untuk

    dimengerti. (e) Sintesis, yaitu kemampuan mengkombinasikan bagian-

    bagian menjadi suatu keseluruhan baru yang menitikberatkan pada tingkah

    laku kreatif dengan cara memformulasikan pola dan struktur baru. dan (6)

    Evaluasi, yaitu kemampuan dalam mempertimbangkan nilai untuk maksud

    tertentu berdasarkan kriteria internal dan kriteria eksternal.

    2) Ranah Afektif, yaitu menekankan pada sikap, perasaan, emosi, dan karakteristik moral yang diperlukan untuk kehidupan di masyarakat.

    Domain afektif memiliki lima tingkatan dari yang rendah sampai pada yang

    tinggi, yaitu (a) Penerimaan (receiving), misalnya kemampuan siswa untuk

    mau mendengarkan materi pembelajaran yang disampaikan oleh guru (b)

    Responding, yaitu kemampuan siswa untuk memberikan timbal balik positif

    dalam pembelajaran, misalnya : menanggapi, menyimak, dan bertanya (c)

    Penilaian, yaitu membuat pertimbangan terhadap berbagai nilai untuk

    diyakini dan diaplikasikan. (d) Pengorganisasian, yaitu kemampuan siswa

    dalam hal mengorganisasi suatu sistem nilai, dan (e) karakterisasi, yaitu

    pengembangan dan internalisasi dari tingkatan pengorganisasian terhadap

    representasi kehidupan secara luas.

    3) Ranah Psikomotorik, yaitu domain yang menekankan pada gerakan fisik. Kecakapan-kecakapan fisik dapat berupa gerakan-gerakan atau keterampilan

    fisik, baik keterampilan fisik halus maupun kasar.

    Pandangan dari Purwanto dan Bloom menyebutkan hasil belajar yang

    diharapkan dicapai siswa pada ranah kognitif yaitu siswa dapat mengetahui atau

    menyebutkan konsep-konsep dari matematika. Dalam ranah afektif siswa

    diharapkan dapat mengembangkan karakter (tekun, kerjasama, dan tanggung

    jawab), siswa juga dapat berpikir kreatif dan berlatih berkomunikasi. Dalam ranah

    psikomotor siswa diharapkan mampu melakukan aktivitas pemecahan masalah

    dengan menggunakan bantuan peraga. Jika ketiga ranah dalam taksonomi Bloom

    tersebut telah tercapai, dapat dikatakan bahwa siswa telah berhasil dalam

    belajarnya.

  • 28

    Ketiga ranah tersebut menjadi objek penilaian hasil belajar. Diantara ketiga

    ranah itu, ranah kognitiflah yang paling banyak dinilai oleh para guru di sekolah

    karena berkaitan dengan kemampuan para siswa dalam menguasai isi bahan

    pengajaran. Sehingga ranah kognitif digunakan guru untuk menilai kemampuan

    siswa dalam memahami isi dari materi pelajaran matematika, ranah afektif untuk

    menilai sikap siswa pada saat pembelajaran matematika, dan ranah psikomotorik

    digunakan untuk menilai ketrampilan siswa dalam pembelajaran matematika.

    Berdasarkan uraian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa hasil belajar

    merupakan perubahan perilaku secara keseluruhan baik pengetahuan, sikap dan

    keterampilan yang dicapai oleh siswa setelah melakukan kegiatan pembelajaran

    yang dilakukan bersama-sama dengan guru.

    Hasil belajar yang dicapai oleh siswa akan tercermin dalam seluruh

    kepribadiannya. Hasil belajar dapat digunakan oleh guru sebagai ukuran atau

    kriteria dalam mencapai suatu tujuan pendidikan. Tujuan pendidikan merupakan

    komponen yang sangat penting dalam dunia pendidikan, karena akan memberikan

    arah pada proses kegiatan pendidikan. Ukuran hasil belajar diperoleh dari kegiatan

    pengukuran. Secara sederhana, pengukuran diartikan sebagai kegiatan atau upaya

    yang dilakukan untuk memberikan angka-angka pada suatu gejala atau peristiwa,

    atau benda. Dalam dunia pendidikan untuk mengukur kemampuan siswa sering

    menggunakan metode tes.

    Tes pada umumnya digunakan untuk menilai dan mengukur hasil belajar

    siswa, terutama hasil belajar kognitif berkenaan dengan penguasaan bahan

    pengajaran sesuai dengan tujuan pendidikan dan pengajaran. (Sudjana, 2011 : 35).

    Menurut Wardani, Naniek Sulistya,dkk (2012 : 48) “Tes adalah seperangkat

    pertanyaan atau tugas yang direncanakan untuk memperoleh informasi tentang

    trait atau sifat atau atribut pendidikan yang setiap butir pertanyaan tersebut

    mempunyai jawaban atau ketentuan yang dianggap benar.

    Dalam penelitian ini, tes yang digunakan adalah tes formatif pada

    pertemuan ketiga tiap siklusnya. Tes formatif adalah tes hasil belajar yang

    digunakan untuk mengetahui sejauh mana kemajuan belajar yang telah dicapai

    oleh siswa dalam suatu program pembelajaran tertentu seperti tes harian, ulangan

  • 29

    harian (Wardani, Naniek Sulistya,dkk, 2012 : 72). Tes ini digunakan untuk

    memperoleh seberapa tinggi nilai atau angka keberhasilan siswa dalam proses

    memperoleh pengetahuan dari hasil belajar yang telah dijalaninya.

    Berdasarkan uraian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa tes merupakan

    suatu alat yang digunakan untuk mengukur atau menilai tingkat keberhasilan

    siswa terutama dari segi ranah kognitif yang didalamnya memuat pengetahuan

    dan pemahaman terhadap materi yang dipelajarinya.

    2.1.4 Keaktifan Siswa

    a. Definisi Keaktifan Siswa

    Keaktifan siswa merupakan kegiatan atau kesibukan yang dilakukan oleh

    siswa dalam proses kegiatan belajar di sekolah maupun di luar sekolah yang

    menunjang keberhasilan belajarnya. Keaktifan siswa dalam proses pembelajaran

    akan menyebabkan interaksi yang tinggi antara guru dengan siswa maupun

    dengan siswa itu sendiri. Hal ini akan mengakibatkan suasana kelas menjadi aktif

    dan kondusif, dimana setiap siswa dapat melibatkan kemampuannya semaksimal

    mungkin. Aktivitas yang timbul dari siswa akan mengakibatkan pula terbentuknya

    pengetahuan dan keterampilan yang akan mengarah pada peningkatan prestasi.

    Keaktifan siswa menunjukkan sebuah cara belajar siswa aktif. Dimana

    pandangan belajar aktif menurut Rochman Natawijaya dalam Depdiknas (2005 :

    31) adalah “Suatu sistem belajar mengajar yang menekankan keaktifan siswa

    secara fisik, mental intelektual dan emosional guna memperoleh hasil belajar

    berupa perpaduan antara aspek koqnitif, afektif dan psikomotor”. Siswa dikatakan

    memiliki keaktifan apabila ditemukan ciri-ciri perilaku seperti : sering bertanya

    kepada guru atau siswa lain, mau mengerjakan tugas yang diberikan guru, mampu

    menjawab pertanyaan, senang diberi tugas belajar, dan lain sebagainya (Rosalia,

    2005:4).

    Keaktifan tersebut tidak hanya keaktifan jasmani saja, melainkan juga

    keaktifan rohani. Menurut Sriyono, dkk (1992: 75) keaktifan jasmani dan rohani

    yang dilakukan siswa dalam kegiatan belajar mengajar adalah sebagai berikut:

  • 30

    1. Keaktifan indera; pendengaran, penglihatan, peraba, dan sebagainya. Siswa harus dirangsang agar dapat menggunakan alat inderanya

    sebaik mungkin. Mendikte dan menyuruh mereka menulis sepanjang

    jam pelajaran akan menjemukan. Demikian pula dengan menerangkan

    terus tanpa menulis sesuatu di papan tulis. Maka pergantian dari

    membaca ke menulis, menulis ke menerangkan dan seterunya akan

    lebih menarik dan menyenangkan bagi siswa.

    2. Keaktifan akal; akal siswa harus aktif atau diaktifkan untuk memecahkan masalah, menimbang, menyusun pendapat dan

    mengambil keputusan.

    3. Keaktifan ingatan; pada saat proses belajar mengajar siswa harus aktif menerima bahan pelajaran yang disampaikan oleh guru, dan

    menyimpannya dalam otak. Kemudian pada suatu saat ia siap dan

    mampu mengutarakan kembali.

    4. Keaktifan emosi; dalam hal ini siswa hendaklah senantiasa berusaha mencintai pelajarannya, karena dengan mencintai pelajarannya akan

    menambah hasil belajar siswa itu sendiri.

    Berdasarkan uraian di atas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa keaktifan

    siswa merupakan aktifitas yang dilakukan oleh siswa dalam keterlibatnya

    berpartisipasi aktif pada saat proses kegiatan pembelajaran baik secara fisik,

    mental intelektual dan emosional guna memperoleh hasil belajar berupa

    perpaduan antara aspek koqnitif, afektif dan psikomotor. Keaktifan siswa selama

    proses belajar mengajar merupakan salah satu indikator adanya keinginan atau

    motivasi siswa untuk belajar.

    b. Jenis – jenis Keaktifan Siswa

    Perbuatan belajar merupakan perbuatan yang sangat kompleks dan proses

    yang berlangsung pada otak manusia. Dengan melakukan perbuatan belajar

    tersebut siswa akan menjadi aktif di dalam mengikuti kegiatan pembelajaran

    disekolah. Jenis-jenis keaktifan belajar siswa dalam proses belajar sangat

    beragam. Curiculum Guiding Commite of the Winsconsin Cooperative

    Educational Program dalam Oemar Hamalik (2009: 20) mengklasifikasikan

    aktivitas siswa dalam kegiatan belajar menjadi:

    1) kegiatan penyelidikan: membaca, berwawancara, mendengarkan radio, menonton film, dan alat-alat AVA lainnya

  • 31

    2) kegiatan penyajian: laporan, panel and round table discussion, mempertunjukkan visual aid, membuat grafik dan chart

    3) kegiatan latihan mekanik: digunakan bila kelompok menemui kesulitan sehingga perlu diadakan ulangan dan latihan

    4) kegiatan apresiasi: mendengarkan musik, membaca, menyaksikan gambar

    5) kegiatan observasi dan mendengarkan: bentuk alat-alat dari murid sebagai alat bantu belajar

    6) kegiatan ekspresi kreatif: pekerjaan tangan, menggambar, menulis, bercerita, bermain, membuat sajak, bernyanyi, dan bermain musik

    7) bekerja dalam kelompok: latihan dalam tata kerja demokratis, pembagian kerja antara kelompok dalam melaksanakan rencana

    8) percobaan: belajar mencobakan cara-cara menegrjakan sesuatu, kerja laboratorium dengan menekankan perlengkapan yang dapat dibuat

    oleh peserta didik di samping perlengkapan yang telah tersedia

    9) kegiatan mengirganisasi dan menilai: diskriminasi, menyeleksi, mengatur dan menilai pekerjaan yang dikerjakan oleh mereka sendiri.

    Berdasarkan uraian tentang pengertian keaktifan belajar di atas, maka dapat

    disimpulkan bahwa keaktifan siswa merupakan keterlibatan siswa dalam proses

    pemerolehan pengetahuan dimana siswa dalam belajar mempunyai rasa ingin tahu

    yang nampak secara nyata terutama pada saat pelaksaan proses pembelajaran baik

    secara perorangan maupun kelompok yang di dalamnya terdapat hubungan timbal

    balik antara guru dan siswa. Berdasarkan beberapa pendapat di atas, maka dapat

    disimpulkan bahwa jenis-jenis kegiatan keaktifan siswa dalam proses belajar

    dapat dikelompokkan menjadi keaktifan jasmani dan keaktifan rohani, di mana

    bentuk dari kedua jenis keaktifan tersebut sangat beragam, diantaranya adalah:

    keaktifan panca indera, akal, ingatan, dan emosional.

    Keaktifan siswa dalam proses pembelajaran dapat merangsang dan

    mengembangkan bakat yang dimilikinya, siswa juga dapat berlatih untuk berfikir

    kritis, dan dapat memecahkan permasalahan -permasalahan dalam kehidupan

    sehari-hari. Di samping itu, guru juga dapat merekayasa sistem pembelajaran

    secara sistematis, sehingga merangsang keaktifan siswa dalam proses

    pembelajaran.

  • 32

    Cara meningkatkan keaktifan siswa dalam kegiatan pembelajaran adalah

    mengenali dan membantu siswa yang kurang terlibat dan menyelidiki

    penyebabnya dan usaha apa yang bisa dilakukan untuk meningkatkan keaktifan

    siswa, sesuaikan pengajaran dengan kebutuhan-kebutuhan individual siswa. Hal

    ini sangat penting untuk meningkatkan usaha dan keinginan siswa untuk berfikir

    secara aktif dalam kegiatan belajar.

    Berdasarkan penjelasan tersebut maka dapat ditarik kesimpulan keaktifan

    dipengaruhi oleh berbagai macam faktor seperti menarik atau memberikan

    motivasi kepada siswa dan keaktifan juga dapat ditingkatkan, salah satu cara

    meningkatkan keaktifan yaitu dengan mengenali keadaan siswa yang kurang

    terlibat dalam proses pembelajaran.

    Selain beberapa keaktifan siswa yang telah dijelaskan, Menurut Nana

    Sudjana (2005: 61) untuk melihat sejauh mana tingkat keaktifan siswa dalam

    mengikuti proses belajar mengajar. Keaktifan siswa dapat dilihat dalam hal:

    1) Turut serta dalam melaksanakan tugas belajarnya. 2) Terlibat dalam pemecahan masalah. 3) Bertanya kepada siswa lain atau guru apabila tidak memahami

    persoalan yang dihadapinya.

    4) Berusaha mencari berbagai informasi yang diperlukan untuk memecahkan masalah.

    5) Melaksanakan diskusi kelompok sesuai dengan petunjuk guru. 6) Menilai kemampuan dirinya dan hasil-hasil yang diperolehnya. 7) Melatih diri dalam memecahkan soal atau masalah yang sejenis. 8) Kesempatan menerapkan apa yang telah diperolehnya dalam

    menyelesaikan tugas atau persoalan yang dihadapinya.

    Dalam pembelajaran dengan menggunakan metode pembelajaran problem

    solving siswa dituntut untuk aktif meyelesaikan masalah dengan berinteraksi

    dalam kelompok . Selain itu, melibatkan siswa secara aktif dalam pembelajaran

    matematika sangat penting, karena dalam pembelajaran matematika banyak

    kegiatan pemecahan masalah yang menuntut siswa aktif untuk terlibat dalam

    kegiatan pemerolehan informasi baru. Siswa sebagai subyek didik adalah yang

    merencanakan dan ia sendiri yang melaksanakan belajar. Untuk menarik

    keterlibatan siswa secara aktif dalam pembelajaran, guru harus membangun

    hubungan baik yaitu dengan menjalin rasa simpati dan saling pengertian.

  • 33

    2.2 Kajian Hasil Penelitian yang Relevan

    Penelitian yang relevan dengan penelitian ini adalah hasil penelitian yang

    dilakukan oleh Nairil Murado dalam skripsinya yang berjudul “Upaya

    Meningkatkan Hasil Belajar Matematika Dengan Metode Pemecahan Masalah

    Melalui Kerja Kelompok pada Siswa Kelas IV SDN Krengseng 03 Kecamatan

    Gringsing Kabupaten Batang”. Hasil penelitiannya adalah pada PraSiklus dari 15

    siswa kelas IV yang mengikuti pelajaran matematika dengan penerapan metode

    pemecahan masalah melalui kerja kelompok, nilai ≥ 6,3 sebanyak 6 siswa sebesar

    40% telah mampu mencapai standar KKM dan 9 siswa atau 60 % belum

    memenuhi kriteria ketuntasan nilai. Pada Siklus I mengalami peningkatan yaitu 9

    siswa sebesar 60% telah mampu mencapai standar nilai KKM. Hasil tes siklus II

    setelah pelaksanaan tindakan, data siswa yang mendapat nilai ≥ 6,3 sebanyak 15

    siswa. Penelitian tersebut mengalami peningkatan hasil belajar yang bertahap dari

    siklus 1 hingga siklus 2. Dengan penerapan metode pembelajaran problem solving

    secara tepat dan sesuai standar proses, sehingga keberhasilan dapat tercapai.

    Selain penelitian yang dilakukan oleh Nairil Murado, Muhammad Basri

    melakukan penelitian tindakan kelas dengan judul “Efektifitas Metode Probleme

    Solving Dalam Meningkatkan Aktivitas Belajar Siswa Pada Mata Pelajaran IPS di

    Kelas 5 SD N Batang Hari Lampung Timur Tahun Pelajaran 2007/2008”. Setelah

    dilakukan pembelajaran dengan menggunakan metode probleme solving pada

    siklus I, dan II diperoleh hasil yang cukup memuaskan. Efektifitas metode

    probleme solving dalam setiap siklus mengalami peningkatan. Pada siklus I

    efektivitas metode probleme solving sebesar 52,8% , dan siklus II sebesar 66,7%.

    Simpulan dari penelitian tersebut adalah pembelajaran matematika menggunakan

    metode problem solving dapat meningkatkan keaktifan dan hasil belajar siswa

    kelas V SDN Batang Hari Lampung Timur tahun ajaran 2007/2008.

    Dari kedua hasil penelitian diatas, bahwa pembelajaran dengan menerapkan

    metode pembelajaran problem solving dapat meningkatkan keaktifan dan hasil

    belajar siswa. Oleh karena itu, peneliti juga optimis bahwa pada penelitian ini juga

    akan berhasil untuk meningkatkan keaktifan dan hasil belajar siswa kelas V pada

    mata pelajaran matematika di SDN Mangunsari 06 Salatiga.

  • 34

    2.3 Kerangka Berpikir

    Penerapan metode metode pembelajaran problem solving dapat dijadikan

    sebagai alternatif dalam meningkatkan keaktifan dan hasil belajar matematika di

    sekolah. Ketepatan guru dalam menerapkan metode pembelajaran problem

    solving akan menciptakan pembelajaran yang efektif dan efisien. Metode

    pembelajaran problem solving dikemas dalam bentuk pembelajaran berbasis

    masalah yang nantinya siswa akan belajar dengan cara memecahkan masalah yang

    diberikan oleh guru, hal ini tentu akan menarik siswa dalam mengikuti

    pembelajaran.

    Penggunaan metode pembelajaran problem solving mampu mengajak siswa

    berperan aktif, yang ditekankan pada unjuk kerja, dimana siswa dibagi dalam

    kelompok kecil untuk memecahkan masalah-masalah yang diberikan oleh guru

    serta mampu mengatasi permasalahan yang berkaitan dengan kehidupan sehari-

    hari. Hal itu sangat dikehendaki oleh kegiatan belajar mengajar yang modern, di

    mana siswa lebih banyak aktif belajar sendiri dengan bimbingan guru.

    Langkah-langkah metode pembelajaran problem solving dimulai dari

    memberikan siswa sebuah permasalahan, menggerakkan siswa untuk menyelidiki

    permasalahan tersebut, berpikir dalam memecahkan masalah, mengembangkan

    dan menyajikan hasil karya, serta menganalisis dan menyimpulkan sebuah

    pemecahan masalah. Melalui metode problem solving, siswa akan lebih tertarik

    mengikuti pelajaran karena siswa dihadapkan pada masalah yang dekat dengan

    kehidupan sehari- hari sehingga mereka tertarik untuk menyelesaikannya. Dengan

    model ini siswa dituntut untuk menyelidiki dan menemukan sendiri pemecahan

    masalah dalam pembelajaran, sehingga siswa akan terlibat secara aktif dan

    nantinya daya serap akan lebih baik. Sehingga diharapkan penerapan metode

    pembelajaran problem solving dapat digunakan sebagai usaha perbaikan atau

    sebuah tindakan untuk mengatasi permasalahan rendahnya hasil belajar siswa

    dalam pembelajaran matematika

    Berikut ini skema berpikir yang menggambarkan metode pembelajaran

    problem solving dalam pembelajaran matematika yang dapat berpengaruh pada

    keaktifan dan hasil belajar siswa.

  • 35

    2.4 Hipotesis Penelitian

    Berdasarkan kajian teori dan kerangka berfikir yang telah dikemukakan

    diatas, dapat diajukan hipotesis penelitian sebagai berikut:

    1. Diduga, penerapan metode pembelajaran problem solving dapat

    meningkatkan keaktifan siswa pada mata pelajaran matematika kelas V

    SDN Mangunsari 06 Salatiga Semester II Tahun Pelajaran 2013/2014.

    2. Diduga, penerapan metode pembelajaran problem solving dapat

    meningkatkan hasil belajar siswa pada mata pelajaran matematika kelas V

    SDN Mangunsari 06 Salatiga Semester II Tahun Pelajaran 2013/2014.

    Penerapan Metode Pembelajaran Problem Solving

    Siswa diberi permasalahan

    Guru sebagai

    Pembimbing

    Keaktifan dan Hasil Belajar

    Meningkat

    Siswa aktif dalam mencari

    informasi permasalahan

    Siswa mengikuti petunjuk dari

    guru, sehingga siswa mampu

    menangani masalah

    Mengembangkan ketrampilan

    siswa dalam memahami materi

    pelajaran

    Siswa termotivasi untuk

    menyelesaikan permasalahan

    Siswa semakin memahami

    materi dan mampu

    memecahkan masalah

    Guru sebagai

    Motivator

    Guru sebagai

    Fasilitator