bab ii kajian pustaka - repository.uksw.edu€¦ · struktur abstrak yang berbentuk...
TRANSCRIPT
-
9
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teori
2.1.1 Hakekat Matematika
a. Pengertian Matematika
Kata matematika berasal dari perkataan Latin mathematika yang mulanya
diambil dari perkataan Yunani “mathematike” yang berarti “mempelajari”.
Perkataan itu mempunyai asal katanya “mathema” yang berarti pengetahuan atau
ilmu (knowledge, science). Kata mathematike berhubungan pula dengan kata
lainnya yang hampir sama yaitu, mathein atau mathenein yang artinya belajar
(berpikir). Jadi, berdasarkan asal katanya, maka perkataan matematika berarti
ilmu pengetahuan yang didapat dengan berpikir (bernalar). Matematika lebih
menekankan kegiatan dalam dunia rasio (penalaran), bukan menekankan hasil
eksperimen atau hasil observasi matematika terbentuk karena pikiran-pikiran
manusia, yang berhubungan dengan idea, proses dan penalaran (Ruseffendi, 1988:
148).
Menurut James dan James (2001: 57) “matematika adalah ilmu tentang
logika atau penalaran mengenai bentuk, susunan, besaran, konsep-konsep yang
berhubungan satu dengan yang lainnya dengan jumlah yang banyak yang terbagi
ke dalam tiga bidang, yaitu aljabar, analisis, dan geometri”. Dari pengertian
tersebut, James dan James memandang bahwa matematika merupakan ilmu
pengetahuan yang diperoleh dengan bernalar. Hal ini dimaksudkan bukan berarti
ilmu lain diperoleh tidak melalui penalaran, akan tetapi dalam matematika lebih
menekankan aktivitas dalam dunia rasio (penalaran). Logika berpikir atau
penalaran ini digunakan untuk menalar konsep-konsep pada aljabar, analisis dan
geometri yang mana konsep yang satu dengan konsep yang lain saling
berhubungan.
Pendapat lain dari Abdurrahman (1999: 252) bahwa “matematika adalah
ilmu yang memiliki sifat khas yaitu; objek bersifat abstrak, menggunakan
lambang-lambang, memiliki hubungan yang meliputi dasar-dasar perhitungan dan
-
10
proses berpikir yang dibatasi oleh aturan-aturan yang ketat”. Sudut pandang yang
diberikan Abdurrahman bahwa matematika merupakan sesuatu yang abstrak
dimana keabstrakannya diwujudkan dalam bentuk lambang-lambang serta
meliputi perhitungan yang mencakup tambah, kurang, kali dan bagi, tetapi ada
pula yang melibatkan topik-topik seperti aljabar, geometri dan trigonometri yang
saling berkaitan dengan pemikiran logis dengan aturan aturan tertentu.
Berdasarkan beberapa pendapat diatas, maka dapat ditarik kesimpulan
bahwa matematika merupakan ilmu telaah dengan penalaran tentang struktur-
struktur abstrak yang berbentuk lambang-lambang, konsep-konsep yang saling
berhubungan mencakup aljabar, analisis, dan geometri serta didalamnya terdapat
proses perhitungan yang memiliki aturan-aturan tersendiri.
b. Perlunya Mata Pelajaran Matematika
Menurut Hamdani (2008: 10) bahwa tujuan mata pelajaran matematika yang
tercantum dalam KTSP 2006 pada SD/MI adalah sebagai berikut:
1) Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat,
efisien, dan tepat, dalam pemecahan masalah.
2) Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau
menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika.
3) Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan
solusi yang diperoleh.
4) Mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah.
5) Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam
mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam
pemecahan masalah.
Jika dilihat dari isi yang tercantum dalam KTSP tersebut dapat diambil tiga
alasan penting perlunya diajarkan mata pelajaran matematika disekolah, yaitu
adanya pemahaman terhadap konsep-konsep yang saling berkaitan, mengasah
kemampuan berpikir dengan penalaran dan digunakan untuk memecahkan
masalah yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari.
-
11
Selain tujuan umum dari mata pelajaran matematika SD yang menekankan
pada penataan nalar dan pembentukan sikap siswa serta memberikan tekanan pada
ketrampilan dalam penerapan matematika juga memuat tujuan khusus yaitu: 1)
menumbuhkan dan mengembangkan ketrampilan berhitung, 2) menumbuhkan
kemampuan siswa, yang dapat dialihgunakan melalui kegiatan matematika, 3)
mengembangkan kemampuan dasar matematika sebagai bekal belajar lebih lanjut,
4) membentuk sikap logis, kritis, cermat, kreatif dan disiplin.
Oleh sebab itu mata pelajaran matematika perlu diberikan kepada semua
siswa sekolah dasar karena dapat membekali siswa untuk memiliki kemampuan
berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif, serta kemampuan
bekerjasama. Kompetensi tersebut diperlukan agar siswa dapat memiliki
kemampuan memperoleh, mengelola, dan memanfaatkan informasi untuk
bertahan hidup pada keadaan yang selalu berubah, tidak pasti, dan kompetitif.
c. Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar
Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan
teknologi modern yang mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin dan
memajukan daya pikir manusia. Perkembangan pesat di bidang teknologi
informasi dan komunikasi dewasa ini dilandasi oleh perkembangan matematika
khususnya di bidang teori bilangan, aljabar, analisis, teori peluang dan matematika
diskrit. Untuk menguasai dan menciptakan teknologi di masa depan diperlukan
penguasaan matematika yang kuat sejak dini. Untuk itu diperlukan pemahaman
yang mendasar tentang fungsi dan tujuan pembelajaran matematika khususnya di
Sekolah Dasar.
Hudojo (2005: 9) menyebutkan bahwa “matematika sebagai suatu obyek
abstrak, tentu saja sangat sulit dapat dicerna siswa sekolah dasar”. Oleh Piaget,
siswa sekolah dasar (SD) berada pada umur yang berkisar antara usia 7 hingga 12
tahun sehingga pembelajaran matematika sekolah dasar (SD) diklasifikasikan
masih dalam fase operasional konkret. Kemampuan yang tampak dalam fase ini
adalah kemampuan dalam proses berpikir untuk mengoperasikan kaidah-kaidah
logika, meskipun masih terikat dengan objek yang bersifat konkret.
-
12
Siswa SD belum mampu untuk berpikir formal dalam pembelajaran dan
masih terikat dengan objek yang ditangkap oleh pancaindra, sehingga sangat
diharapkan dalam pembelajaran matematika yang bersifat abstrak, siswa lebih
banyak menggunakan media sebagai alat bantu, penggunaan alat peraga serta
diharapkan bagi para guru mengaitkan proses belajar mengajar di SD dengan
benda konkret. Karena dengan penggunaan alat peraga yang bersifat konkret dapat
memperjelas apa yang disampaikan oleh guru, sehingga siswa lebih cepat
memahaminya.
Heruman (2008: 143) menyebutkan bahwa “dalam pembelajaran
matematika SD, diharapkan terjadi reinvention (penemuan kembali)”. Penemuan
kembali adalah menemukan suatu cara penyelesaian secara informal dalam
pembelajaran di kelas. Selanjutnya Heruman menambahkan penjelasan bahwa
dalam pembelajaran matematika harus terdapat keterkaitan antara pengalaman
belajar siswa sebelumnya dengan konsep yang akan diajarkan. Sehingga
diharapkan pembelajaran yang terjadi merupakan pembelajaran menjadi lebih
bermakna (meaningful), siswa tidak hanya belajar untuk mengetahui sesuatu
(learning to know about), tetapi juga belajar melakukan (learning to do), belajar
menjiwai (learning to be), dan belajar bagaimana seharusnya belajar (learning to
learn), serta bagaimana bersosialisasi dengan sesama teman (learning to live
together) itulah yang menjadi harapan dalam mempelajari matematika.
Pembelajaran matematika di SD tidak terlepas dari dua hal yaitu hakikat
matematika itu sendiri dan hakikat dari siswa-siswi di SD. Oleh sebab itu, seorang
guru disamping memahami karakteristik pembelajaran matematika seorang guru
juga perlu memahami karakteristik dari siswanya. Menurut Suwangsih dan
Tiurlina (2006: 87-91) ciri-ciri pembelajaran matematika SD yaitu:
a. Pembelajaran matematika menggunakan metode spiral. Di mana pembelajaran konsep atau suatu topik matematika selalu mengaitkan
atau menghubungkan dengan topik-topik sebelumnya.
b. Pembelajaran matematika bertahap. Materi pelajaran matematika diajarkan secara bertahap yaitu dimulai dari konsep-konsep yang
sederhana, menuju konsep yang lebih sulit
c. Pembelajaran matematika hendaknya bermakna. Pembelajaran matematika secara bermakna yang mengutamakan pemahaman dari
pada hafalan.
-
13
Apa yang disebutkan oleh Suwangsih dan Tiurlina ini menunjukkan bahwa
dalam mengajarkan materi pelajaran matematika kepada siswa SD materi yang
diberikan merupakan lanjutan dari materi sebelumnya atau materi baru yang
sesuai dengan pengalaman awal siswa. Pandangan Suwangsih dan Tiurlina dalam
menjelaskan konsep-konsep matematika dimulai dari mengartikan konsep-konsep
melalui benda-benda konkret kemudian konsep itu diajarkan kembali dengan
bentuk semi konkret, dan akhirnya pada pemahaman yang lebih abstrak dengan
menggunakan notasi yang lebih umum digunakan dalam matematika. Sehingga
konsep-konsep matematika yang dibangun oleh siswa dengan mengutamakan
pemahaman atas materi tersebut akan lebih tertanam kuat didalam diri siswa.
Tentunya dalam mengajarkan matematika di SD tidak semudah dengan apa
yang kita bayangkan, selain siswa yang pola pikirnya masih pada fase operasional
konkret, kemampuan siswa juga sangat beragam. Hudojo (2005: 32) menyatakan
ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam mengajarkan matematika di
tingkat sekolah dasar diantaranya: siswa, guru, alat peraga, media pembelajaran,
proses pembelajaran, materi pelajaran yang disajikan serta tak lupa
pengorganisasian kelas. Dengan memperhatikan keenam hal di atas, sangat
diharapkan pembelajaran matematika menyenangkan bagi siswa dan pembelajaran
matematika menjadi efektif sehingga siswa tidak hanya mampu menghafal
konsep-konsep matematika, tetapi juga harus dapat diaplikasikan dalam
kehidupan sehari-hari, jadi sangat diharapkan dalam proses pembelajaran yang
dipraktekkan guru juga melibatkan dan mengaktifkan siswa dalam proses
menemukan konsep-konsep matematika.
Jadi dapat ditarik kesimpulan bahwa pembelajaran matematika di SD
merupakan pembelajaran yang dilakukan guru dengan merancang pelaksanaan
proses pembelajaran dengan baik yang sesuai dengan perkembangan kognitif
siswa dalam rangka mempelajari dan memahami konsep-konsep matematika
dengan bantuan alat peraga, penggunaan media, metode dan pendekatan yang
sesuai pula. Sehingga guru dapat menciptakan suasana pembelajaran yang
kondusif serta terselenggaranya kegiatan pembelajaran yang efektif dan belajar
menjadi lebih bermakna karena mengutamakan pemahaman daripada hafalan.
-
14
2.1.2 Metode Pembelajaran Problem Solving
a. Definisi Metode Pembelajaran Problem Solving
Metode pembelajaran adalah prosedur dalam pembelajaran yang difokuskan
untuk pencapaian tujuan. Berhasil tidaknya sebuah pembelajaran tergantung dari
proses pembelajaran yang akan dilaksanakan. Pembelajaran akan berhasil dengan
baik manakala didukung dengan kualitas proses pembelajaran yang baik pula.
Menurut Johnson (dalam Arif, 2011: 55) untuk mengetahui
kualitas pembelajaran harus dilihat dari dua aspek, yaitu melalui
proses dan produk. Aspek proses mengacu pada apakah pembelajaran
mampu menciptakan situasi belajar yang menyenangkan (joyfull
learning) serta mendorong siswa untuk aktif belajar dan berfikir
kreatif. Aspek produk mengacu pada pembelajaran mampu mencapai
tujuan, yaitu meningkatkan kemampuan siswa sesuai dengan standar
kemampuan atau kompetensi dasar yang telah ditentukan.
Metode pembelajaran memiliki peranan penting dalam usaha mencapai
tujuan pembelajaran. Salah satu peranannya sebagai penentu rencana yang akan
dilakukan dalam mencapai tujuan pembelajaran Karena bagaimanapun juga
pemilihan metode pembelajaran yang tepat dapat mempengaruhi prestasi hasil
belajar siswa. Jadi dapat ditarik kesimpulan bahwa metode pembelajaran adalah
cara yang digunakan untuk mengimplementasikana rencana yang telah disusun
pada strategi pembelajaran dalam bentuk kegiatan nyata dan praktis untuk
mencapai tujuan pembelajaran.
Menurut Sudirman, dkk. (1991: 146) “metode problem solving
adalah cara penyajian bahan pelajaran dengan menjadikan masalah
sebagai titik tolak pembahasan untuk dianalisis dan disintesis dalam
usaha mencari pemecahan atau jawabannya oleh siswa.”. R. Killen
(1998: 109-110) menyebutkan bahwa “metode problem solving
digunakan sebagai metode pada saat kita menginginkan siswa
memperoleh pemahaman yang mendalam mengenai suatu materi,
selain itu ingin mengembangkan cara berpikir dan daya nalar siswa,
dan mengaplikasikan ilmu yang telah mereka dapatkan terhadap
situasi baru yang mereka hadapi”.
Jika dilihat dari pendapat Sudirman dan R. Killen, keduanya sama-sama
menekankan pada upaya membahas permasalahan untuk mencari pemecahan atau
jawabannya dengan menggunakan daya nalar sehingga tujuannya agar
mendapatkan pemahaman serta menemukan kesimpulan atas masalah tersebut.
-
15
Metode pembelajaran problem solving merupakan bagian dari pembelajaran
berbasis masalah (PBL). Pada pembelajaran berbasis masalah, siswa dituntut
untuk melakukan pemecahan masalah-masalah yang disajikan dengan cara
menggali informasi sebanyak-banyaknya, kemudian dianalisis dan dicari solusi
dari permasalahan yang ada. Solusi dari permasalahan tersebut tidak mutlak
mempunyai satu jawaban yang benar artinya siswa dituntut pula untuk belajar
secara kritis. Siswa diharapkan menjadi individu yang berwawasan luas serta
mampu melihat hubungan pembelajaran dengan aspek-aspek yang ada di
lingkungannya.
Jadi dapat ditarik kesimpulan bahwa dalam metode pembelajaran problem
solving ini siswa diharuskan melakukan penyelidikan otentik untuk mencari
penyelesaian terhadap masalah yang diberikan. Mereka menganalisis dan
mengidentifikasikan masalah, mengembangkan hipotesis, mengumpulkan dan
menganalisis informasi serta membuat kesimpulan. Pada pelaksanaan
pembelajaran sehari-hari metode pembelajaran ini banyak digunakan oleh guru
bersamaan dengan metode pembelajaran lainnya. Saat menggunakan metode ini
guru tidak memberikan informasi terlebih dulu tetapi informasi diperoleh siswa
setelah memecahkan masalahnya. Orientasi pembelajarannya terletak pada
investigasi dan penemuan yang intinya adalah pemecahan masalah.
b. Tujuan Metode Pembelajaran Problem Solving
Berhasil tidaknya suatu pengajaran bergantung kepada suatu tujuan yang
hendak dicapai. Tujuan dari pembelajaran problem solving adalah seperti apa
yang dikemukakan oleh Hudojo (2003: 155), yaitu sebagai berikut:
1) Siswa menjadi terampil menyeleksi informasi yang relevan kemudian menganalisisnya dan akhirnya meneliti kembali hasilnya.
2) Kepuasan intelektual akan timbul dari dalam sebagai hadiah intrinsik bagi siswa.
3) Potensi intelektual siswa meningkat. 4) Siswa belajar bagaimana melakukan penemuan dengan melalui proses
melakukan penemuan.
Hudojo membahas tujuan metode problem solving secara singkat dan jelas.
Dimana pembelajaran yang menggunakan metode pembelajaran problem solving
-
16
akan membuat siswa terampil dalam menganalisis sebuah soal atau sebuah
masalah. Disebutkan juga bahwa kemampuan intelektual siswa akan meningkat,
hal ini terjadi karena siswa telah membangun sendiri konsepnya terhadap
matematika dengan melakukan penemuan.
Pendapat lain mengenai tujuan dari penggunaan metode problem solving
juga dikemukakan oleh Djahiri (1983: 133) yang menyebutkan bahwa metode
problem solving memberikan beberapa tujuan, diantaranya:
1. Agar siswa tidak hanya sekedar mengingat materi pelajaran, akan tetapi menguasai dan memahami secara penuh/utuh.
2. Merupakan salah satu cara untuk mengembangkan cara belajar siswa aktif disekolah.
3. Untuk mengembangkan ketrampilan berpikir rasional siswa. 4. Prestasi belajar yang diperoleh siswa akan lebih permanen, setia/tahan
lama dalam ingatan dan tidak mudah dilupakan.
5. Agar siswa memahami hubungan antara apa yang dipelajari dengan kenyataan dalam kehidupan (hubungan antara teori dengan
kenyataan).
Dari tujuan tersebut, Djahiri memandang metode pembelajaran problem
solving tidak hanya dapat meningkatkan perkembangan dalam aspek kognitif
semata tetapi juga aspek afektif dan psikomotor. Sikap perasaan ingin tahu lebih
jauh, cara berpikir objektif-mandiri, krisis-analisis serta mampu bekerja baik
secara individual maupun kelompok juga dapat dikembangkan. Karena
pengetahuan yang dipahami bersifat lebih permanen dan siswa aktif dalam proses
pembelajaran maka membuat belajar menjadi lebih bermakna.
Jadi dapat ditarik kesimpulan bahwa metode pembelajaran problem solving
bertujuan untuk mengajak siswa berpikir dan bertindak, bukan hanya untuk
sekedar mendengarkan, tetapi mencari solusi untuk memecahkan masalah dalam
proses pembelajaran. Metode pemecahan masalah ini lebih baik jika dilakukan
secara individu tetapi juga bisa dilakukan secara kelompok. Dengan adanya
metode ini siswa akan menjadi aktif dan termotivasi untuk melakukan suatu
kegiatan pembelajaran disekolah. Selain itu metode problem solving juga bisa
diartikan sebagai metode untuk memperoleh berbagai macam ide dari sekelompok
siswa atas materi yang dipelajari.
-
17
c. Karakteristik Metode Pembelajaran Problem Solving
Karakteristik memiliki pengertian bahwa sesuatu obyek memiliki ciri-ciri
atau kekhasan tertentu yang tidak dimiliki oleh obyek yang lain. Ciri atau
kekhasan ini dapat membedakannya dari obyek yang lainnya. Menurut Barrow
(1996: 125) karakteristik metode pembelajaran problem solving antara lain:
1) Pembelajaran berorientasi pada siswa (student oriented) Proses pembelajaran dengan menerapkan metode pembelajaran
problem solving sebagai metodenya merupakan suatu pembelajaran
yang berpusat pada siswa (student oriented). Artinya pembelajaran ini
lebih menekankan pada aktivitas siswa yang menuntutnya untuk lebih
aktif dalam proses belajar.
2) Peran guru sebagai pembimbing, fasilitator, dan motivator Dalam hal ini peran guru yang dimaksud yaitu dengan cara
memperjelas tujuan kompetensi yang ingin dicapai, sebagai
pembimbing atau memberi pengarahan, sebagai fasilitator dalam
membantu siswa mencari sumber-sumber bahan, dan sebagai
motivator membangkitkan keaktifan siswa.
3) Informasi/pengetahuan/konsep baru diperoleh dari belajar mandiri Informasi-informasi, pengetahuan dan konsep-konsep tidak akan
dimiliki hanya dengan mendengarkan melainkan pengalaman dan
menemukan sendiri melalui mencari jawaban untuk memecahkan
masalah yang dihadapi. Setelah terpecahkannya masalah maka akan
terbentuk pengetahuan baru yang diperoleh sendiri oleh siswa.
4) Pembaharuan paradigma pendidikan dari behaviorisme ke konstruktivisme
Pembelajaran dimana pengetahuan baru tidak diberikan dalam bentuk
jadi (final), tetapi siswa membentuk pengetahuannya sendiri melalui
interaksi dengan lingkunganya.
Apa yang telah dijelaskan oleh Barrow tentang karakteristik metode
pembelajaran tersebut dapat dijadikan sebagai gambaran bahwa pada dasarnya
metode ini adalah adanya masalah yang hendak dipecahkan oleh siswa sendiri
dimana keterlibatan siswa dalam pembelajaran sangat besar diharapkan. Hasil dari
pemecahan masalah tersebut sebagai pengetahuan baru siswa yang didapat siswa
dengan cara mencarinya sendiri.
Jadi dapat ditarik kesimpulan bahwa karakteristik metode pembelajaran
problem solving dalam kegiatan pembelajaran berorientasi kepada siswa dimana
informasi/pengetahuan baru diperoleh dari belajar mandiri, sedangkan guru dalam
kegiatan belajar mengajar berperan sebagai pembimbing, fasilitator dan motivator.
-
18
d. Keunggulan dan Kelemahan Metode Problem Solving
Setiap metode pembelajaran memiliki keunggulan dan kekurangannya
masing-masing. Sebagai salah satu alternatif metode pembelajaran, metode
pembelajaran problem solving juga memiliki beberapa keunggulan dan
kelemahan. Wina Sanjaya (2006: 220) menyebutkan beberapa keunggulan metode
problem solving antara lain:
Metode pembelajaran problem solving 1) merupakan metode
yang cukup bagus untuk lebih memahami isi pelajaran, 2) dapat
menemukan pengetahuan baru bagi siswa 3) meningkatkan aktivitas
pembelajaran siswa agar aktif, 4) dapat membantu siswa mentransfer
pengetahuan yang mereka kuasai untuk memahami masalah dalam
kehidupan nyata, 5) dapat membantu siswa untuk mengembangkan
pengetahuan barunya dengan cara belajar mandiri, 6) dapat
memberikan kesempatan pada siswa untuk mengaplikasikan
pengetahuan yang mereka miliki, 7) dapat memberikan pengalaman
belajar dan mengembangkan minat siswa. Sedangkan kelemahan
metode pembelajaran problem solving 1) dianggap oleh siswa sebagai
suatu hal yang merepotkan karena harus melalui tahapan-tahapan. 2)
jika siswa tidak memiliki minat atau tidak mempunyai kepercayaan
bahwa masalah yang dipelajari sulit untuk dipecahkan maka mereka
akan merasa ragu untuk mencoba. 3) Keberhasilan metode
pembelajaran ini membutuhkan cukup waktu yang lama.
Keunggulan-keunggulan metode ini dapat memberikan optimisme atas
keberhasilan penelitian ini. Dengan metode problem solving diharapkan siswa
dapat memecahkan masalah-masalah. Metode ini juga dapat melatih siswa untuk
bisa memecahkan masalah yang erat dengan kehidupannya. Karena kemampuan
untuk memecahkan permasalahan sangat diperlukan setiap individu. Pembelajaran
dengan model ini juga membutuhkan waktu yang cukup lama, karena kemampuan
siswa yang berbeda-beda dalam menemukan pemecahan masalah. Selain itu juga
sulit mencari masalah yang relevan dengan materi pembelajaran yang akan
diajarkan.
Jadi dapat diambil kesimpulan bahwa metode pembelajaran problem solving
memiliki keunggulan untuk mengajak siswa berpikir dan bertindak dalam mencari
solusi untuk memecahkan masalah baik dalam proses pembelajaran maupun
dikehidupan nyata serta mampu membuat siswa akan menjadi aktif dan
termotivasi untuk melakukan suatu kegiatan pembelajaran disekolah.
-
19
e. Langkah-Langkah Metode Pembelajaran Problem Solving
Gulo (2002: 115) menyebutkan sintak atau langkah-langkah penerapan
metode pembelajaran problem solving dalam proses pembelajaran dapat dilakukan
melalui beberapa tahap, yaitu sebagai berikut:
Tabel 2.1
Sintak Metode Pembelajaran Problem Solving
Tahap – Tahap Kemampuan yang diperlukan
1. Merumuskan masalah Mengetahui dan merumuskan masalah secara jelas.
2. Menelaah masalah Menggunakan pengetahuan untuk memperinci menganalisa masalah dari
berbagai sudut.
3. Merumuskan hipotesis
Berimajinasi dan menghayati ruang
lingkup, sebab-akibat dan alternative
penyelesaian.
4. Mengumpulkan dan mengelompokkan
data sebagai bahan
pembuktian hipotesis
Kecakapan mencari dan menyusun data
menyajikan data dalam bentuk diagram,
gambar dan table.
5. Pembuktian hipotesis Kecakapan menelaah dan membahas data, kecakapan menghubung-
hubungkan dan menghitung.
Ketrampilan mengambil keputusan dan
kesimpulan.
6. Menentukan pilihan penyelesaian
Kecakapan membuat altenatif
penyelesaian kecakapan dengan
memperhitungkan akibat yang terjadi
pada setiap pilihan.
Langkah-langkah penerapan metode problem solving diatas sangat cocok
diterapkan dalam pembelajaran matematika karena pembelajaran berdasarkan
masalah melatih keterampilan berfikir tingkat tinggi dan juga melatih siswa agar
menjadi pembelajar yang mandiri. Hal ini dibuktikan dengan memberikan siswa
sebuah permasalahan dan siswa dituntut untuk menyelesaikan permasalahan
tersebut dengan berpikir secara ilmiah.
Menurut Bahri (2006: 91-92) penerapan metode problem solving dalam
proses pembelajaran melalui beberapa tahap, diantaranya:
1. Adanya masalah yang jelas untuk dipecahkan, masalah ini harus tumbuh dari siswa sesuai dengan taraf kemampuannya.
-
20
2. Mencari data atau keterangan yang dapat digunakan untuk memecahkan masalah tersebut.
3. Menetapkan jawaban sementara dari masalah tersebut. Dugaan sementara ini tentu saja didasarkan kepada data yang telah diperoleh,
pada langkah kedua di atas.
4. Menguji kebenaran jawaban sementara tersebut. Dalam langkah ini siswa harus berusaha memecahkan masalah sehingga betul-betul
yakin bahwa jawaban tersebut itu betul-betul cocok.
5. Menarik kesimpulan. Artinya siswa harus sampai kepada kesimpulan terakhir tentang jawaban dari masalah tadi.
Pendapat Bahri diatas memiliki kesamaan dengan apa yang telah dikatakan
W.Gulo tentang langkah-langkah penerapan metode pembelajaran problem
solving. Dimana keduanya sama-sama memulai dengan memberi permasalahan
dan diakhiri dengan menarik kesimpulan dari permasalahan tersebut. Langkah-
langkah ini sangat sesuai diterapkan dalam mata pelajaran matematika karena
menghendaki terjadinya proses berpikir secara ilmiah dan keterlibatan siswa
dalam proses pembelajaran dapat dikembangkan.
Dalam pembelajaran problem solving harus disiapkan permasalahan yang
akan diberikan pada siswa untuk dipecahkan. Menurut Alipandie (1984:106) cara
untuk mempersiapkan permasalahan yang efektif antara lain:
1. Problema yang diajukan hendaknya benar-benar sesuai dengan tingkat perkembangan dan kemampuan siswa.
2. Siswa hendaknya terlebih dahulu diberikan penjelasan tentang maksud dan tujuan serta cara-cara memecahkan masalah yang dimaksud.
3. Masalah-masalah yang harus dipecahkan hendaknya bersifat aktuil dan erat hubungannya dengan kehidupan masyarakat, sehingga
menimbulkan motivasi dan minat belajar siswa
4. Bimbingan guru secara continue hendaknya tersedia sarana pembelajaran yang memadai serta waktu yang cukup untuk
memecahkan masalah-masalah yang dihadapi.
Dalam pemecahan masalah maka guru harus mempersiapkan permasalahan
yang hendak dipecahkan sesuai dengan kemampuan siswa, yaitu guru harus
selektif apakah permasalahan yang diajukan dapat diselesaikan oleh siswa atau
tidak. Sebelum siswa diberi permasalahan hendaknya guru memberi penjelasan
tentang tujuan dari penyelesaian masalah serta cara-cara atau langkah yang harus
dikerjakan untuk memecahkan masalah tersebut. Masalah-masalah yang diajukan
-
21
oleh guru harus sesuai dengan dengan kehidupan nyata sehingga siswa akan
mudah dalam memecahkan masalah tersebut. Selain itu guru harus menyiapkan
sarana dan waktu yang cukup untuk berpikir dan berdiskusi dalam pemecahan
masalah tersebut.
Dalam proses pemecahan masalah guru harus membantu siswa untuk
memecahkan masalah. Cara yang paling efektif yakni bila guru memberikan
contoh kepada anak cara memecahkan suatu masalah, cara yang lebih baik ialah
memberikan instruksi kepada siswa verbal untuk membantu siswa dalam
memecahkan masalah itu, sedangkan cara yang terbaik adalah memecahkan
masalah itu langkah demi langkah dengan menggunakan aturan tertentu, tanpa
merumuskan aturan itu maksudnya siswa dibantu dan dibimbing untuk
menemukan sendiri pemecahan dari masalahnya.
Berdasarkan langkah-langkah diatas, dapat diambil kesimpulan bahwa
langkah-langkah pembelajaran dengan menerapkan metode problem solving pada
mata pelajaran matematika dimulai dari pemberian masalah kepada siswa,
kemudian siswa menelaah masalah, menghimpun dan mengelompokkan data
sebagai bahan pembuktian hipotesis, pembuktian hipotesis, dan diakhir kegiatan
siswa menentukan pilihan pemecahan masalah serta menarik sebuah kesimpulan
atas masalah tersebut.
Sesuai dengan Permendiknas Nomor 41 (2007: 1) “Setiap guru pada satuan
pendidikan berkewajiban membuat sebuah perencanaan sebelum melaksanakan
kegiatan pembelajaran yang berupa Rencana Pelaksanaan Pembelajaran”.
Diharapkan penyusunan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dibuat secara
lengkap dan sistematis agar pembelajaran berlangsung secara interaktif, inspiratif,
menyenangkan, menantang, memotivasi siswa untuk berpartisipasi aktif, serta
memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai
dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis siswa.
Oleh karena itu dalam penyusunan RPP pada pembelajaran berbasis
masalah yang menjadi langkah-langkah penerapan metode pembelajaran problem
solving harus terdapat dalam RPP yang akan disajikan. Dimana langkah-langkah
tersebut akan tercermin dalam kegiatan awal, kegiatan inti, dan kegiatan akhir.
-
22
Berdasarkan Permendiknas No. 14 Tahun 2007 yang dimaksud dengan
kegiatan awal, kegiatan inti, dan kegiatan akhir sebagai berikut:
1. Kegiatan Awal Merupakan kegiatan awal dalam suatu pertemuan pembelajaran yang
ditujukan untuk membangkitkan motivasi dan memfokuskan perhatian
peserta didik untuk berpartisipasi aktif dalam proses pembelajaran
2. Kegiatan Inti Merupakan proses pembelajaran untuk mencapai KD. Kegiatan
pembelajaran dilakukan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan,
menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta
memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan
kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta
psikologis peserta didik. Kegiatan ini dilakukan secara sistematis dan
sistemik melalui proses eksplorasi, elaborasi, dan konfirmasi.
3. Kegiatan Akhir Merupakan kegiatan yang dilakukan untuk mengakhiri aktivitas
pembelajaran yang dapat dilakukan dalam bentuk rangkuman atau
kesimpulan, penilaian dan refleksi, umpan balik, dan tindak lanjut.
Dapat dipahami bahwa kewajiban seorang guru sebelum melaksanakan
kegiatan belajar mengajar diharuskan membuat RPP. RPP bermanfaat sebagai
pedoman dalam menyelenggarakan kegiatan belajar mengajar karena didalam
RPP terdapat langkah-langkah pembelajaran seperti kegiatan awal, kegiatan inti
dan kegiatan akhir. Adanya kegiatan awal untuk mengawali pembelajaran,
selanjutnya kegiatan inti digunakan sebagai proses pembelajaran yang didalamnya
harus memuat proses eksplorasi, elaborasi dan konfirmasi untuk mencapai tujuan
pembelajaran yang diharapkan dan diakhiri dengan kegiatan penutup melalui
refleksi terhadap proses pembelajaran, penilaian, umpan balik serta tindak lanjut.
Tabel 2.2
Penerapan Metode Pembelajaran Problem Solving
Berdasarkan Standar Proses
Kegiatan
1. Kegiatan Awal
o Guru memberi salam dan mempersiapkan siswa secara psikis dan fisik
untuk mengikuti proses pembelajaran.
o Apersepsi dan Motivasi dilakukan guru dengan mengajukan pertanyaan-
-
23
pertanyaan yang mengaitkan pengetahuan sebelumnya dengan materi yang
akan dipelajari.
o Guru menyampaikan indikator pencapaian kompetensi serta tujuan
pembelajaran atau kompetensi dasar yang akan dicapai.
o Guru menyampaikan cakupan materi dan penjelasan uraian kegiatan sesuai
dengan silabus.
2. Kegiatan Inti
a. Eksplorasi
Guru memberi penjelasan dan gambaran umum mengenai materi yang
akan dipelajari.
Siswa membentuk kelompok dan tergabung dalam kelompok dimana
setiap kelompok terdiri dari 5 siswa heterogen.
Siswa merencanakan tentang : apa yang mereka pelajari, bagaimana
mereka belajar, siapa dan melakukan apa, untuk tujuan apa mereka
mempelajari materi tersebut.
Guru menfasilitasi kebutuhan kerja kelompok siswa.
b. Elaborasi
Guru membagikan LKS (Lembar Kegiatan Siswa) sebagai pedoman
kegiatan yang akan dilakukan siswa di dalam kelompoknya. *
Siswa mengkaji, menginvestigasi dan mengumpulkan informasi tentang
permasalahan yang dipelajari yang nantinya akan dipresentasikan di depan
kelas, berdasarkan instruksi yang ada dalam lembar kegiatan siswa.*
Siswa membuat dugaan sementara atas jawaban dari permasalahan yang
akan dipelajari untuk dipecahkan. *
Siswa dalam kelompok menyelesaikan permasalahan yang diajukan guru.
(Guru berkeliling untuk mengamati, serta membantu siswa yang
memerlukan bantuan). *
Siswa saling bertukar, berdiskusi, memberikan sumbang pikiran dan
semua gagasan dalam kerja kelompoknya.
Anggota kelompok merencanakan apa yang akan mereka laporkan dan
-
24
bagaimana mereka akan membuat presentasi mereka.
Setiap kelompok melalui wakilnya mempresentasikan hasil kerja
kelompok dan ditanggapi oleh kelompok lain. *
c. Konfirmasi
Guru dan siswa membuat kesimpulan bersama tentang permasalahan yang
dipecahkan sesuai dengan pengetahuan, gagasan-gagasan, ataupun fakta-
fakta baru yang telah diperoleh siswa selama proses pembelajaran
berlangsung. *
Guru memberikan umpan balik positif dan penguatan dalam bentuk lisan
misalnya dengan mengucapkan “pintar” atau dengan kata-kata positif
lainnya berdasarkan hasil jawaban siswa dari pertanyaan yang diberikan
guru.
(*)merupakan langkah-langkah pembelajaran dengan penerapan metode
pembelajaran problem solving berdasarkan standar proses pendidikan.
3. Kegiatan Akhir
Siswa membuat ringkasan dari materi yang telah dipelajari bersama.
Pemantapan : tanya-jawab tentang materi yang telah dipelajari
Siswa bersama guru melakukan refleksi untuk pembelajaran pada hari ini:
“Apakah yang kalian peroleh dari pelajaran hari ini? Apakah kalian
senang?”
Pesan moral : Melaksanakan tugas dengan hati riang, berani
mengungkapkan gagasan dan bertanggungjawab, terbuka pada pendapat
teman lain dan saling bekerjasama untuk dapat mencapai kesuksesan dan
hasil yang maksimal.
Guru memberikan tindak lanjut berupa tugas rumah kepada siswa
berdasarkan dari materi yang telah dipelajari.
Guru menyampaikan rencana pembelajaran untuk pertemuan berikutnya
dan tugas yang harus dilakukan siswa.
Guru menutup pelajaran dengan mengucapkan salam.
-
25
2.1.3 Hasil Belajar
a. Definisi Belajar
Belajar merupakan kegiatan yang seringkali dilakukan oleh setiap orang,
baik yang mereka sadari maupun yang tidak mereka sadari. Pengetahuan,
keterampilan, kemampuan, kebiasaan, kegemaran, serta sikap seseorang
terbentuk, dimodifikasi dan berkembang disebabkan belajar. Seseorang dikatakan
belajar, jika seseorang melakukan suatu proses kegiatan yang mengakibatkan
suatu perubahan tingkah laku. Perubahan tingkah laku ini dapat diamati dan
terjadi dalam waktu yang relatif lama. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia
secara etimologis belajar memiliki arti “berusaha memperoleh kepandaian atau
ilmu”. Definisi ini memiliki pengertian bahwa belajar adalah sebuah kegiatan
untuk mencapai kepandaian atau ilmu.
Slameto (2003: 2) menyebutkan bahwa “belajar adalah suatu
usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan
tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil
pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya”.
Menurut Muhibbin Syah (2000: 136) “belajar adalah tahapan
perubahan seluruh tingkah laku individu yang relative menetap
sebagai hasil pengalaman dan interaksi dengan lingkungan yang
melibatkan proses kognitif”.
Pandangan dari Slameto dan Muhibbin ini sama-sama menyebutkan bahwa
perubahan tingkah laku merupakan hasil dari proses belajar. Dalam penelitian
mengenai belajar matematika ini, peneliti juga berharap akan terjadinya
perubahan kemampuan siswa dalam memahami matematika. Dimana perubahan
tersebut ditampakkan dalam bentuk perilaku berdasarkan pengalaman yang
dilakukan sehingga terjadi perubahan dalam hal kemampuan berpikir, sikap,
pengetahuan, kebiasaan, pemahaman, ketrampilan, dan kemampuan yang lain.
Dengan belajar matematika nantinya ini akan menjadi modal bagi siswa dalam
menghadapi berbagai persoalan dikehidupan yang nyata. Barhanudin (2010: 24)
menyebutkan bahwa belajar merupakan aktivitas manusia sejak lahir sampai akhir
hayat. Dimana aktivitas belajar tersebut akan terus terjadi sepanjang hidup
manusia bagi kelangsungan hidupnya. Baharudin (2010: 15) menyebutkan ciri-ciri
belajar antara lain:
-
26
1) Belajar ditandai adanya perubahan tingkah laku, 2) Perubahan
Perilaku relative permanent, 3) Perubahan perilaku tidak harus
langsung dapat diamati, 4) Perubahan perilaku merupakan hasil
latihan dan pengalaman, 5) Pengalaman atau latihan sebagai
penguatan.
Baharudin menjelaskan ciri-ciri belajar secara singkat dan jelas. Belajar
merupakan hasil interaksi dengan lingkungannya, jika dilakukan akan
menghasilkan perubahan tingkah laku. Dalam belajar matematika maka yang
dihasilkan juga semua perubahan tingkah laku yang berkaitan dengan pemahaman
matematika.
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa belajar
merupakan suatu proses perubahan tingkah laku yang terjadi didalam diri manusia
sejak manusia itu lahir sampai akhir hayat akibat dari hasil pengalamannya sendiri
dalam berinteraksi dengan lingkungannya.
b. Hasil Belajar
Hasil belajar merupakan suatu kompetensi atau kecakapan yang dapat
dicapai oleh siswa setelah melalui kegiatan pembelajaran yang dirancang dan
dilaksanakan oleh guru di suatu sekolah dan kelas tertentu (Nana Sudjana, 2011:
7). Nasution (2006: 36) menyebutkan bahwa “hasil belajar adalah hasil dari suatu
interaksi tindak belajar mengajar dan biasanya ditunjukkan dengan nilai tes yang
diberikan guru”. Purwanto (2008: 46) mengungkapkan bahwa “hasil belajar
adalah perubahan perilaku manusia akibat belajar, dapat berupa perubahan dalam
aspek kognitif, afektif dan psikomotorik”. Menurut Bloom (Suprijono, 2009: 6-7)
“Hasil belajar mencakup kemampuan kognitif, afektif, dan
psikomotorik. Ranah kognitif adalah knowledge (pengetahuan,
ingatan), comprehension (pemahaman, menjelaskan, meringkas,
contoh), application (menerapkan), analysis (menguraikan,
menentukan hubungan), synthesis (mengorganisasikan,
merencanakan, membentuk bangunan baru), dan evaluation (menilai).
Ranah afektif adalah receiving (sikap menerima), responding
(memberikan respons), valuing (nilai), organization (organisasi),
characterization (karakterisasi). Ranah psikomotor meliputi initiatory,
pre-routine, dan rountinized. Psikomotor juga mencakup keterampilan
produktif, teknik, fisik, sosial, manajerial, dan intelektual.
-
27
Bloom dan Krathwohl (Rusman, 2012: 171) mengklasifikasi hasil
pembelajaran terdiri dari 3 ranah antara lain:
1) Ranah kognitif, yaitu menekankan pada aspek intelektual dan memiliki jenjang dari yang rendah sampai yang tinggi, diantaranya : (a) Pengetahuan
yang menitikberatkan pada aspek ingatan terhadap materi yang telah
dipelajarimulai dari fakta sampai teori. (b) Pemahaman, yaitu langkah awal
untuk dapat menjelaskan dan menguraikan sebuah konsep ataupun
pengertian. (c) Aplikasi, yaitu kemampuan untuk menggunakan bahan yang
telah dipelajari ke dalam situasi yang nyata, meliputi aturan, metode,
konsep, prinsip, hukum, dan teori. (d) Analisis, yaitu kemampuan dalam
merinci bahan menjadi bagian-bagian supaya strukturnya mudah untuk
dimengerti. (e) Sintesis, yaitu kemampuan mengkombinasikan bagian-
bagian menjadi suatu keseluruhan baru yang menitikberatkan pada tingkah
laku kreatif dengan cara memformulasikan pola dan struktur baru. dan (6)
Evaluasi, yaitu kemampuan dalam mempertimbangkan nilai untuk maksud
tertentu berdasarkan kriteria internal dan kriteria eksternal.
2) Ranah Afektif, yaitu menekankan pada sikap, perasaan, emosi, dan karakteristik moral yang diperlukan untuk kehidupan di masyarakat.
Domain afektif memiliki lima tingkatan dari yang rendah sampai pada yang
tinggi, yaitu (a) Penerimaan (receiving), misalnya kemampuan siswa untuk
mau mendengarkan materi pembelajaran yang disampaikan oleh guru (b)
Responding, yaitu kemampuan siswa untuk memberikan timbal balik positif
dalam pembelajaran, misalnya : menanggapi, menyimak, dan bertanya (c)
Penilaian, yaitu membuat pertimbangan terhadap berbagai nilai untuk
diyakini dan diaplikasikan. (d) Pengorganisasian, yaitu kemampuan siswa
dalam hal mengorganisasi suatu sistem nilai, dan (e) karakterisasi, yaitu
pengembangan dan internalisasi dari tingkatan pengorganisasian terhadap
representasi kehidupan secara luas.
3) Ranah Psikomotorik, yaitu domain yang menekankan pada gerakan fisik. Kecakapan-kecakapan fisik dapat berupa gerakan-gerakan atau keterampilan
fisik, baik keterampilan fisik halus maupun kasar.
Pandangan dari Purwanto dan Bloom menyebutkan hasil belajar yang
diharapkan dicapai siswa pada ranah kognitif yaitu siswa dapat mengetahui atau
menyebutkan konsep-konsep dari matematika. Dalam ranah afektif siswa
diharapkan dapat mengembangkan karakter (tekun, kerjasama, dan tanggung
jawab), siswa juga dapat berpikir kreatif dan berlatih berkomunikasi. Dalam ranah
psikomotor siswa diharapkan mampu melakukan aktivitas pemecahan masalah
dengan menggunakan bantuan peraga. Jika ketiga ranah dalam taksonomi Bloom
tersebut telah tercapai, dapat dikatakan bahwa siswa telah berhasil dalam
belajarnya.
-
28
Ketiga ranah tersebut menjadi objek penilaian hasil belajar. Diantara ketiga
ranah itu, ranah kognitiflah yang paling banyak dinilai oleh para guru di sekolah
karena berkaitan dengan kemampuan para siswa dalam menguasai isi bahan
pengajaran. Sehingga ranah kognitif digunakan guru untuk menilai kemampuan
siswa dalam memahami isi dari materi pelajaran matematika, ranah afektif untuk
menilai sikap siswa pada saat pembelajaran matematika, dan ranah psikomotorik
digunakan untuk menilai ketrampilan siswa dalam pembelajaran matematika.
Berdasarkan uraian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa hasil belajar
merupakan perubahan perilaku secara keseluruhan baik pengetahuan, sikap dan
keterampilan yang dicapai oleh siswa setelah melakukan kegiatan pembelajaran
yang dilakukan bersama-sama dengan guru.
Hasil belajar yang dicapai oleh siswa akan tercermin dalam seluruh
kepribadiannya. Hasil belajar dapat digunakan oleh guru sebagai ukuran atau
kriteria dalam mencapai suatu tujuan pendidikan. Tujuan pendidikan merupakan
komponen yang sangat penting dalam dunia pendidikan, karena akan memberikan
arah pada proses kegiatan pendidikan. Ukuran hasil belajar diperoleh dari kegiatan
pengukuran. Secara sederhana, pengukuran diartikan sebagai kegiatan atau upaya
yang dilakukan untuk memberikan angka-angka pada suatu gejala atau peristiwa,
atau benda. Dalam dunia pendidikan untuk mengukur kemampuan siswa sering
menggunakan metode tes.
Tes pada umumnya digunakan untuk menilai dan mengukur hasil belajar
siswa, terutama hasil belajar kognitif berkenaan dengan penguasaan bahan
pengajaran sesuai dengan tujuan pendidikan dan pengajaran. (Sudjana, 2011 : 35).
Menurut Wardani, Naniek Sulistya,dkk (2012 : 48) “Tes adalah seperangkat
pertanyaan atau tugas yang direncanakan untuk memperoleh informasi tentang
trait atau sifat atau atribut pendidikan yang setiap butir pertanyaan tersebut
mempunyai jawaban atau ketentuan yang dianggap benar.
Dalam penelitian ini, tes yang digunakan adalah tes formatif pada
pertemuan ketiga tiap siklusnya. Tes formatif adalah tes hasil belajar yang
digunakan untuk mengetahui sejauh mana kemajuan belajar yang telah dicapai
oleh siswa dalam suatu program pembelajaran tertentu seperti tes harian, ulangan
-
29
harian (Wardani, Naniek Sulistya,dkk, 2012 : 72). Tes ini digunakan untuk
memperoleh seberapa tinggi nilai atau angka keberhasilan siswa dalam proses
memperoleh pengetahuan dari hasil belajar yang telah dijalaninya.
Berdasarkan uraian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa tes merupakan
suatu alat yang digunakan untuk mengukur atau menilai tingkat keberhasilan
siswa terutama dari segi ranah kognitif yang didalamnya memuat pengetahuan
dan pemahaman terhadap materi yang dipelajarinya.
2.1.4 Keaktifan Siswa
a. Definisi Keaktifan Siswa
Keaktifan siswa merupakan kegiatan atau kesibukan yang dilakukan oleh
siswa dalam proses kegiatan belajar di sekolah maupun di luar sekolah yang
menunjang keberhasilan belajarnya. Keaktifan siswa dalam proses pembelajaran
akan menyebabkan interaksi yang tinggi antara guru dengan siswa maupun
dengan siswa itu sendiri. Hal ini akan mengakibatkan suasana kelas menjadi aktif
dan kondusif, dimana setiap siswa dapat melibatkan kemampuannya semaksimal
mungkin. Aktivitas yang timbul dari siswa akan mengakibatkan pula terbentuknya
pengetahuan dan keterampilan yang akan mengarah pada peningkatan prestasi.
Keaktifan siswa menunjukkan sebuah cara belajar siswa aktif. Dimana
pandangan belajar aktif menurut Rochman Natawijaya dalam Depdiknas (2005 :
31) adalah “Suatu sistem belajar mengajar yang menekankan keaktifan siswa
secara fisik, mental intelektual dan emosional guna memperoleh hasil belajar
berupa perpaduan antara aspek koqnitif, afektif dan psikomotor”. Siswa dikatakan
memiliki keaktifan apabila ditemukan ciri-ciri perilaku seperti : sering bertanya
kepada guru atau siswa lain, mau mengerjakan tugas yang diberikan guru, mampu
menjawab pertanyaan, senang diberi tugas belajar, dan lain sebagainya (Rosalia,
2005:4).
Keaktifan tersebut tidak hanya keaktifan jasmani saja, melainkan juga
keaktifan rohani. Menurut Sriyono, dkk (1992: 75) keaktifan jasmani dan rohani
yang dilakukan siswa dalam kegiatan belajar mengajar adalah sebagai berikut:
-
30
1. Keaktifan indera; pendengaran, penglihatan, peraba, dan sebagainya. Siswa harus dirangsang agar dapat menggunakan alat inderanya
sebaik mungkin. Mendikte dan menyuruh mereka menulis sepanjang
jam pelajaran akan menjemukan. Demikian pula dengan menerangkan
terus tanpa menulis sesuatu di papan tulis. Maka pergantian dari
membaca ke menulis, menulis ke menerangkan dan seterunya akan
lebih menarik dan menyenangkan bagi siswa.
2. Keaktifan akal; akal siswa harus aktif atau diaktifkan untuk memecahkan masalah, menimbang, menyusun pendapat dan
mengambil keputusan.
3. Keaktifan ingatan; pada saat proses belajar mengajar siswa harus aktif menerima bahan pelajaran yang disampaikan oleh guru, dan
menyimpannya dalam otak. Kemudian pada suatu saat ia siap dan
mampu mengutarakan kembali.
4. Keaktifan emosi; dalam hal ini siswa hendaklah senantiasa berusaha mencintai pelajarannya, karena dengan mencintai pelajarannya akan
menambah hasil belajar siswa itu sendiri.
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa keaktifan
siswa merupakan aktifitas yang dilakukan oleh siswa dalam keterlibatnya
berpartisipasi aktif pada saat proses kegiatan pembelajaran baik secara fisik,
mental intelektual dan emosional guna memperoleh hasil belajar berupa
perpaduan antara aspek koqnitif, afektif dan psikomotor. Keaktifan siswa selama
proses belajar mengajar merupakan salah satu indikator adanya keinginan atau
motivasi siswa untuk belajar.
b. Jenis – jenis Keaktifan Siswa
Perbuatan belajar merupakan perbuatan yang sangat kompleks dan proses
yang berlangsung pada otak manusia. Dengan melakukan perbuatan belajar
tersebut siswa akan menjadi aktif di dalam mengikuti kegiatan pembelajaran
disekolah. Jenis-jenis keaktifan belajar siswa dalam proses belajar sangat
beragam. Curiculum Guiding Commite of the Winsconsin Cooperative
Educational Program dalam Oemar Hamalik (2009: 20) mengklasifikasikan
aktivitas siswa dalam kegiatan belajar menjadi:
1) kegiatan penyelidikan: membaca, berwawancara, mendengarkan radio, menonton film, dan alat-alat AVA lainnya
-
31
2) kegiatan penyajian: laporan, panel and round table discussion, mempertunjukkan visual aid, membuat grafik dan chart
3) kegiatan latihan mekanik: digunakan bila kelompok menemui kesulitan sehingga perlu diadakan ulangan dan latihan
4) kegiatan apresiasi: mendengarkan musik, membaca, menyaksikan gambar
5) kegiatan observasi dan mendengarkan: bentuk alat-alat dari murid sebagai alat bantu belajar
6) kegiatan ekspresi kreatif: pekerjaan tangan, menggambar, menulis, bercerita, bermain, membuat sajak, bernyanyi, dan bermain musik
7) bekerja dalam kelompok: latihan dalam tata kerja demokratis, pembagian kerja antara kelompok dalam melaksanakan rencana
8) percobaan: belajar mencobakan cara-cara menegrjakan sesuatu, kerja laboratorium dengan menekankan perlengkapan yang dapat dibuat
oleh peserta didik di samping perlengkapan yang telah tersedia
9) kegiatan mengirganisasi dan menilai: diskriminasi, menyeleksi, mengatur dan menilai pekerjaan yang dikerjakan oleh mereka sendiri.
Berdasarkan uraian tentang pengertian keaktifan belajar di atas, maka dapat
disimpulkan bahwa keaktifan siswa merupakan keterlibatan siswa dalam proses
pemerolehan pengetahuan dimana siswa dalam belajar mempunyai rasa ingin tahu
yang nampak secara nyata terutama pada saat pelaksaan proses pembelajaran baik
secara perorangan maupun kelompok yang di dalamnya terdapat hubungan timbal
balik antara guru dan siswa. Berdasarkan beberapa pendapat di atas, maka dapat
disimpulkan bahwa jenis-jenis kegiatan keaktifan siswa dalam proses belajar
dapat dikelompokkan menjadi keaktifan jasmani dan keaktifan rohani, di mana
bentuk dari kedua jenis keaktifan tersebut sangat beragam, diantaranya adalah:
keaktifan panca indera, akal, ingatan, dan emosional.
Keaktifan siswa dalam proses pembelajaran dapat merangsang dan
mengembangkan bakat yang dimilikinya, siswa juga dapat berlatih untuk berfikir
kritis, dan dapat memecahkan permasalahan -permasalahan dalam kehidupan
sehari-hari. Di samping itu, guru juga dapat merekayasa sistem pembelajaran
secara sistematis, sehingga merangsang keaktifan siswa dalam proses
pembelajaran.
-
32
Cara meningkatkan keaktifan siswa dalam kegiatan pembelajaran adalah
mengenali dan membantu siswa yang kurang terlibat dan menyelidiki
penyebabnya dan usaha apa yang bisa dilakukan untuk meningkatkan keaktifan
siswa, sesuaikan pengajaran dengan kebutuhan-kebutuhan individual siswa. Hal
ini sangat penting untuk meningkatkan usaha dan keinginan siswa untuk berfikir
secara aktif dalam kegiatan belajar.
Berdasarkan penjelasan tersebut maka dapat ditarik kesimpulan keaktifan
dipengaruhi oleh berbagai macam faktor seperti menarik atau memberikan
motivasi kepada siswa dan keaktifan juga dapat ditingkatkan, salah satu cara
meningkatkan keaktifan yaitu dengan mengenali keadaan siswa yang kurang
terlibat dalam proses pembelajaran.
Selain beberapa keaktifan siswa yang telah dijelaskan, Menurut Nana
Sudjana (2005: 61) untuk melihat sejauh mana tingkat keaktifan siswa dalam
mengikuti proses belajar mengajar. Keaktifan siswa dapat dilihat dalam hal:
1) Turut serta dalam melaksanakan tugas belajarnya. 2) Terlibat dalam pemecahan masalah. 3) Bertanya kepada siswa lain atau guru apabila tidak memahami
persoalan yang dihadapinya.
4) Berusaha mencari berbagai informasi yang diperlukan untuk memecahkan masalah.
5) Melaksanakan diskusi kelompok sesuai dengan petunjuk guru. 6) Menilai kemampuan dirinya dan hasil-hasil yang diperolehnya. 7) Melatih diri dalam memecahkan soal atau masalah yang sejenis. 8) Kesempatan menerapkan apa yang telah diperolehnya dalam
menyelesaikan tugas atau persoalan yang dihadapinya.
Dalam pembelajaran dengan menggunakan metode pembelajaran problem
solving siswa dituntut untuk aktif meyelesaikan masalah dengan berinteraksi
dalam kelompok . Selain itu, melibatkan siswa secara aktif dalam pembelajaran
matematika sangat penting, karena dalam pembelajaran matematika banyak
kegiatan pemecahan masalah yang menuntut siswa aktif untuk terlibat dalam
kegiatan pemerolehan informasi baru. Siswa sebagai subyek didik adalah yang
merencanakan dan ia sendiri yang melaksanakan belajar. Untuk menarik
keterlibatan siswa secara aktif dalam pembelajaran, guru harus membangun
hubungan baik yaitu dengan menjalin rasa simpati dan saling pengertian.
-
33
2.2 Kajian Hasil Penelitian yang Relevan
Penelitian yang relevan dengan penelitian ini adalah hasil penelitian yang
dilakukan oleh Nairil Murado dalam skripsinya yang berjudul “Upaya
Meningkatkan Hasil Belajar Matematika Dengan Metode Pemecahan Masalah
Melalui Kerja Kelompok pada Siswa Kelas IV SDN Krengseng 03 Kecamatan
Gringsing Kabupaten Batang”. Hasil penelitiannya adalah pada PraSiklus dari 15
siswa kelas IV yang mengikuti pelajaran matematika dengan penerapan metode
pemecahan masalah melalui kerja kelompok, nilai ≥ 6,3 sebanyak 6 siswa sebesar
40% telah mampu mencapai standar KKM dan 9 siswa atau 60 % belum
memenuhi kriteria ketuntasan nilai. Pada Siklus I mengalami peningkatan yaitu 9
siswa sebesar 60% telah mampu mencapai standar nilai KKM. Hasil tes siklus II
setelah pelaksanaan tindakan, data siswa yang mendapat nilai ≥ 6,3 sebanyak 15
siswa. Penelitian tersebut mengalami peningkatan hasil belajar yang bertahap dari
siklus 1 hingga siklus 2. Dengan penerapan metode pembelajaran problem solving
secara tepat dan sesuai standar proses, sehingga keberhasilan dapat tercapai.
Selain penelitian yang dilakukan oleh Nairil Murado, Muhammad Basri
melakukan penelitian tindakan kelas dengan judul “Efektifitas Metode Probleme
Solving Dalam Meningkatkan Aktivitas Belajar Siswa Pada Mata Pelajaran IPS di
Kelas 5 SD N Batang Hari Lampung Timur Tahun Pelajaran 2007/2008”. Setelah
dilakukan pembelajaran dengan menggunakan metode probleme solving pada
siklus I, dan II diperoleh hasil yang cukup memuaskan. Efektifitas metode
probleme solving dalam setiap siklus mengalami peningkatan. Pada siklus I
efektivitas metode probleme solving sebesar 52,8% , dan siklus II sebesar 66,7%.
Simpulan dari penelitian tersebut adalah pembelajaran matematika menggunakan
metode problem solving dapat meningkatkan keaktifan dan hasil belajar siswa
kelas V SDN Batang Hari Lampung Timur tahun ajaran 2007/2008.
Dari kedua hasil penelitian diatas, bahwa pembelajaran dengan menerapkan
metode pembelajaran problem solving dapat meningkatkan keaktifan dan hasil
belajar siswa. Oleh karena itu, peneliti juga optimis bahwa pada penelitian ini juga
akan berhasil untuk meningkatkan keaktifan dan hasil belajar siswa kelas V pada
mata pelajaran matematika di SDN Mangunsari 06 Salatiga.
-
34
2.3 Kerangka Berpikir
Penerapan metode metode pembelajaran problem solving dapat dijadikan
sebagai alternatif dalam meningkatkan keaktifan dan hasil belajar matematika di
sekolah. Ketepatan guru dalam menerapkan metode pembelajaran problem
solving akan menciptakan pembelajaran yang efektif dan efisien. Metode
pembelajaran problem solving dikemas dalam bentuk pembelajaran berbasis
masalah yang nantinya siswa akan belajar dengan cara memecahkan masalah yang
diberikan oleh guru, hal ini tentu akan menarik siswa dalam mengikuti
pembelajaran.
Penggunaan metode pembelajaran problem solving mampu mengajak siswa
berperan aktif, yang ditekankan pada unjuk kerja, dimana siswa dibagi dalam
kelompok kecil untuk memecahkan masalah-masalah yang diberikan oleh guru
serta mampu mengatasi permasalahan yang berkaitan dengan kehidupan sehari-
hari. Hal itu sangat dikehendaki oleh kegiatan belajar mengajar yang modern, di
mana siswa lebih banyak aktif belajar sendiri dengan bimbingan guru.
Langkah-langkah metode pembelajaran problem solving dimulai dari
memberikan siswa sebuah permasalahan, menggerakkan siswa untuk menyelidiki
permasalahan tersebut, berpikir dalam memecahkan masalah, mengembangkan
dan menyajikan hasil karya, serta menganalisis dan menyimpulkan sebuah
pemecahan masalah. Melalui metode problem solving, siswa akan lebih tertarik
mengikuti pelajaran karena siswa dihadapkan pada masalah yang dekat dengan
kehidupan sehari- hari sehingga mereka tertarik untuk menyelesaikannya. Dengan
model ini siswa dituntut untuk menyelidiki dan menemukan sendiri pemecahan
masalah dalam pembelajaran, sehingga siswa akan terlibat secara aktif dan
nantinya daya serap akan lebih baik. Sehingga diharapkan penerapan metode
pembelajaran problem solving dapat digunakan sebagai usaha perbaikan atau
sebuah tindakan untuk mengatasi permasalahan rendahnya hasil belajar siswa
dalam pembelajaran matematika
Berikut ini skema berpikir yang menggambarkan metode pembelajaran
problem solving dalam pembelajaran matematika yang dapat berpengaruh pada
keaktifan dan hasil belajar siswa.
-
35
2.4 Hipotesis Penelitian
Berdasarkan kajian teori dan kerangka berfikir yang telah dikemukakan
diatas, dapat diajukan hipotesis penelitian sebagai berikut:
1. Diduga, penerapan metode pembelajaran problem solving dapat
meningkatkan keaktifan siswa pada mata pelajaran matematika kelas V
SDN Mangunsari 06 Salatiga Semester II Tahun Pelajaran 2013/2014.
2. Diduga, penerapan metode pembelajaran problem solving dapat
meningkatkan hasil belajar siswa pada mata pelajaran matematika kelas V
SDN Mangunsari 06 Salatiga Semester II Tahun Pelajaran 2013/2014.
Penerapan Metode Pembelajaran Problem Solving
Siswa diberi permasalahan
Guru sebagai
Pembimbing
Keaktifan dan Hasil Belajar
Meningkat
Siswa aktif dalam mencari
informasi permasalahan
Siswa mengikuti petunjuk dari
guru, sehingga siswa mampu
menangani masalah
Mengembangkan ketrampilan
siswa dalam memahami materi
pelajaran
Siswa termotivasi untuk
menyelesaikan permasalahan
Siswa semakin memahami
materi dan mampu
memecahkan masalah
Guru sebagai
Motivator
Guru sebagai
Fasilitator