bab empat dimensi karakteristik pegawai kementerian timor...
TRANSCRIPT
93
Bab Empat
Dimensi Karakteristik Pegawai
Kementerian Timor Leste
Bagian ini diuraikan tentang gambaran umum responden dan
pengumpulan data penelitian, profil responden, deskripsi variabel
penelitian, dan pengujian hipotesis.
Gambaran Umum Responden
Responden dalam penelitian ini adalah 115 pegawai pada tiga
kementerian di Timor Leste, sedangkan salah satu kementerian yaitu
kementerian sosial sampai pada batas akhir yang ditentukan tidak
mengembalikan kuesioner.
Secara keseluruhan, mereka terdiri dari 43 orang dari kemen-
terian ketenagakerjaan, 41 orang dari kementerian pertanian, dan 31
orang dari kementerian pertahanan. Persentase berdasarkan gender
cenderung berimbang, dimana 54% adalah pria dan 46% adalah
wanita. Mayoritas pegawai belum menikah (70%) dan berusia di bawah
40 tahun (86%). Sedangkan berdasarkan tingkat pendidikan terakhir,
68% pegawai paling tidak bergelar diploma. Namun, sebagian besar
responden (71%) baru memiliki pengalaman kerja antara 0-5 tahun.
Sebanyak 45% pegawai yang ikut dalam survei ini memiliki level IV,
34% level III, dan 21% level V. Tabel 4.1. memberikan deskripsi yang
lebih detail tentang responden penelitian ini.
Mengkaji Ulang Model Karakteristik Pekerjaan dalam Perspektif Budaya Timor Leste
94
Tabel 4.1 Profil Responden berdasarkan Jenis Kelamin, Status Pernikahan, Usia, Tingkat Pendidikan,
Masa Kerja dan Level Pegawai
Karakteristik Frekuensi %
Gender
Pria 61 54%
Wanita 54 46%
Status Pernikahan
Lajang 34 70%
Telah menikah 81 30%
Usia
≤29 57 49%
30-39 42 36%
40-49 12 11%
50-59 4 4%
Jenjang Pendidikan
SMA atau Sederajat 37 32%
Diploma 20 17%
Strata 1 58 51%
Masa Kerja
≤5 82 71%
6-10 thn 31 27%
>10 thn 2 2%
Nilai Rata-rata (mean) Karakteristik Pekerjaan, Keadaan
Psikologis Kritis, Outcomes, dan GNS
Untuk mengetahui rata-rata motivasi pegawai terhadap pekerja-
annya, berikut ini akan disajikan mean masing-masing variabel dari
dimensi karakteristik pekerjaan, keadaan psikologis kritis, outcomes, dan GNS pegawai kementerian berdasarkan data 115 responden.
Dimensi Karakteristik Pegawai Kementerian Timor Leste
95
Tabel 4.2 Ringkasan Mean Job Characteristics Pegawai
Mean
Job characteristics
Skill variety 4.89
Task Identity 4.24
Task Significance 5.01
Autonomy 3.67
Feedback from Job 3.86
Feedback from Agent 4.24
Hasil analisis menunjukkan skor mean autonomy paling rendah
di antara dimensi pekerjaan yang lain. Berdasarkan data hasil wawan-
cara, hal tersebut dapat terjadi.
Misalnya kutipan informan IKTK05 berikut:
sebagai bawahan, saya harus menunggu perintah dan arahan dari hirarki, kalau saya berpikir sendiri bisa menjadi salah….. tidak baik kalau melanggar aturan dan prosedur.
Pegawai akan datang ke kantor dan menunggu diarahkan oleh
atasan sebelum menjalankan tugasnya. Salah satu alasannya adalah
karena ketidakberanian pegawai dalam mengambil resiko berbuat
salah.
IKTK04:
Lebih baik saya mengerjakan apa yang dikatakan oleh atasan saya karena saya tidak akan disalahkan.
Lebih jauh IKS02 menambahkan bahwa:
Kalau kita (pegawai) melaksanakan tugas di luar arahan dan petunjuk dari atasan bisa mengakibatkan hal negatif….menurut saya, hal itu saya anggap dapat menjatuhkan atasan, berakibat hasil evaluasi kinerja jelek, dan dapat menjatuhkan departemen.
Hal tersebut membuat pegawai beranggapan bahwa arahan,
petunjuk dan contoh yang berasal dari atasan dianggap sudah benar. Di
Mengkaji Ulang Model Karakteristik Pekerjaan dalam Perspektif Budaya Timor Leste
96
dalam pelaksanaan tugas sehari-hari, pegawai cenderung bergantung
pada pimpinannya agar dapat memberikan arahan yang spesifik.
IKS02:
Setelah tiba di kantor, mereka (pegawai) duduk menunggu, menunggu dan menunggu. Kalau ada orientasi dari atasan baru mereka bekerja, kalau tidak ada ya mereka akan duduk ngobrol, atau main game.
Skill variety menunjukkan mean 4.89. Uraian data hasil wawan-
cara mendalam di bawah ini dapat menjelaskan skor mean tersebut.
Hasil interview menunjukkan pegawai lebih nyaman akan lingkungan
pekerjaan yang terstruktur, formalisasi aturan dan prosedur. Informan
menuturkan bahwa hal tersebut selama ini tidak terjadi di kemen-
terian. Informan IKP06 misalnya berkata:
Agenda Kerja: menyangkut apa yang dikerjakan, kapan, urutan (sekuensi) kerja, bagaimana mengerjakannya dan jam kerja. Hal ini membuat staf tahu apa yang harus dikerjakan dan garis kerja staf menjadi jelas, ini yang diperlukan oleh mereka.
Staf membutuhkan pekerjaan yang terstruktur, teliti, dan men-
detail. Ketika atasan memberikan instruksi atau penjelasan yang
ambigu, akan menimbulkan definisi yang tidak menentu. Ketidak-
pastian akan berpengaruh negatif karena tugas mungkin tidak berjalan
sama sekali, atau tugas mungkin mulai dijalankan setelah melalui
konsultasi dan diskusi yang panjang dengan staf atau orang lain untuk
mengurangi ketidakpastian.
IKPK04:
Chefe harus menjelaskan dengan jelas supaya kami bisa mengerti apa maunya. Kalau tidak, tugas tersebut tidak mungkin jalan karena kami tidak paham.
Pegawai lebih menyukai pekerjaan yang mudah, ringan dan
cepat selesai. Alasan mereka menyukai pekerjaan yang ringan, mudah
dan cepat selesai karena sudah terbiasa, tidak banyak memakan waktu.
Seperti dalam kutipan berikut ini:
Dimensi Karakteristik Pegawai Kementerian Timor Leste
97
IKS04:
Mereka (staf) lebih menyukai pekerjaan yang ringan karena sudah terbiasa, sudah tahu, tidak perlu belajar lagi, cepat dan tidak memakan waktu yang lama…….pekerjaan yang meng-haruskan mereka berpikir, membandingkan sana sini itu mereka tidak mau.
Tugas terstruktur dan pendampingan merupakan aspek yang
sangat penting untuk memungkinkan pegawai dapat menyelesaikan
pekerjaannya dengan baik.
IKTK01:
Staf memerlukan adanya suatu instruksi yang jelas, dan juga dalam pelaksanaan tugas dibutuhkan petunjuk yang mendetail sehingga semua hal dapat diantisipasi sebelumnya...….perlu metodologi kerja, kalau kita memberikan pekerjaan yang rumit, mereka merasa mempersulit mereka, oleh karena itu agar pekerjaan menjadi lebih mudah dan cepat saya terapkan yang namanya manajemen waktu……jam 8.00 – 9.00 kamu menger-jakan ini, 9.00 – 10.00 kamu mengerjakan ini dan seterusnya, selanjutnya diikuti dengan pendampingan karena itu merupakan komponen yang penting supaya tugas berjalan sesuai instruksi.
Saya melakukan pembicaraan dengan seorang staf asing yang
bekerja di salah satu kementerian dan sempat menanyakan sedikit
tentang bagaimana pegawai bekerja dalam keseharariannya. Bule
tersebut menuturkan bahwa pada umumnya pegawai sangat mematuhi
atasannya dalam bekerja.
Di sini (Timor Leste), berbeda dengan atasan bisa menyebabkan langit runtuh….. Staf bekerja seperi robot, anda harus men-jelaskan detail dan sertakanlah dengan contoh maka semuanya akan ok.
Skor mean task identity menunjukkan rata-rata 4.24. Data hasil
wawancara dengan pegawai mengemukakan bahwa semua pekerjaan
mereka dipandang sebagai tugas yang sudah seharusnya diselesaikan
oleh mereka tanpa memperhatikan tugasnya memotivasi atau tidak.
Mengkaji Ulang Model Karakteristik Pekerjaan dalam Perspektif Budaya Timor Leste
98
Kutipan pegawai berikut:
IKS06:
Kami adalah bawahan yang sudah seharusnya menyelesaikan pekerjaan kami sesuai dengan petunjuk dan arahan atasan...semua pekerjaan yang sudah ada di depan kami adalah sebuah kewajiban.
Tabel 4.3
Ringkasan Mean Critical Psychological States, Outcomes, dan GNS Pegawai
Mean
Critical Psychological States
Experienced Meaningfulness 5.02
Experienced Responsibility 4.98
Knowledge of Work Results 3.67
Outcomes
General Satisfaction 4.69
Internal Work Motivation 5.13
Growth Satisfaction 4.77
Growth need strength 4.49
Kelima dimensi karakteristik pekerjaan yaitu: skill variety, task identity, task significance, autonomy, dan feedback seperti yang telah
dikemukakan sebelumnya memengaruhi skor mean keadaan psikologis
kritis, outcomes, dan GNS seperti yang terlihat dalam Tabel 4.3.
Motivating Potential Score (MPS)
Kelima dimensi pekerjaan; skill variety, task identity, task significance, autonomy, dan feedback digunakan untuk menghitung
MPS yang mana merupakan total hasil perhitungan mean untuk
mengevaluasi apakah dimensi-dimensi karakteristik pekerjaan menye-
diakan kepada pegawai motivasi kerja internal. Jadi, skor MPS yang
rendah menunjukkan pegawai tidak merasakan motivasi kerja internal
Dimensi Karakteristik Pegawai Kementerian Timor Leste
99
yang tinggi, sebaliknya skor MPS yang tinggi menunjukkan pegawai
merasakan motivasi kerja internal yang tinggi. Tabel 4.4 berikut ini
menunjukkan skor motivasi potensial dari pegawai.
Tabel 4.4
Motivating Potential Score
Skill Variety
Task Identity
Task Significance
Autonomy Feedback MPS
Skor MPS tertinggi adalah 343, dan terendah adalah 1. Ketika
MPS memiliki skor di atas 200, pekerjaan dianggap sangat memotivasi,
dan ketika skor MPS di bawah 120, pekerjaan dianggap tidak me-
motivasi (Buelens, Sinding dan Waldstrom, 2011). Hasil perhitungan
menunjukkan skor MPS pegawai sebesar 79,57 yang berarti sangat
rendah. Ini berarti bahwa dimensi-dimensi karakteristik pekerjaan
tidak memotivasi pegawai. Nilai MPS mengindikasikan bahwa betapa
besar usaha yang harus dilakukan untuk mendesain ulang suatu
pekerjaan.
Perbandingan terhadap Norma Nasional JCM Hackman dan
Oldham
Dalam upaya untuk memberikan perspektif yang lebih bermakna
terhadap data yang telah dikumpulkan dalam penelitian ini, mean
pegawai di kementerian, dibandingkan dengan mean norma yang
ditentukan oleh Hackman dan Oldham. Data-data berikut ini mengi-
lustrasikan perbandingan tersebut yang mana merupakan langkah awal
yang sangat penting dalam menentukan apakah suatu pekerjaan perlu
didisain ulang atau tidak.
4.89 4.24 5.01 + +
3
3.67 4.48 x x 79.57 =
Mengkaji Ulang Model Karakteristik Pekerjaan dalam Perspektif Budaya Timor Leste
100
Perbandingan Dimensi Pekerjaan dengan Norma Nasional
Tabel 4.5 mengilustrasikan mean dari dimensi pekerjaan dan skor
motivasi potensial pegawai kementerian dan norma nasional.
Tabel 4.5
Mean Dimensi Pekerjaan Pegawai Kementerian dan Norma Nasional Hackman dan Oldham
Dimensi Pekerjaan M P M Norm Selisih
Skill variety 4.89 5.40 -0.59
Task Identity 4.24 5.10 -0.86
Task Significance 5.01 5.60 -0.59
Autonomy 3.67 5.40 -2.03
Feedback 4.48 5.10 -0.62
Keterangan: M P = Mean Pegawai Kementerian, M Norm = Mean Norma
Perbandingan di atas, menunjukkan mean keseluruhan dimensi
pekerjaan pegawai lebih rendah dibandingkan dengan mean norma
nasional. Dengan menggunakan one sample t-test, mean yang mere-
presentasi dimensi pekerjaan dan skor motivasi potensial pegawai
kementerian akan dibandingkan dengan norma nasional, untuk me-
nentukan apakah perbedaan tersebut signifikan antara mean pegawai
dengan mean norma. Hasil perbandingan dapat dilihat pada ringkasan
hasil uji one sample t-test Tabel 4.6 berikut ini.
Tabel 4.6
Ringkasan One Sample t-test Perbandingn Mean Dimensi Pekerjaan dengan Mean Norma Nasional Hackman dan Oldham
Dimensi Pekerjaan t df Sig.
(2-tailed
Mean
Difference
Confidence
Intervals
Skill Variety -12.257 114 0.000 -0.852 -0.99 -0.71
Task Identity -12.408 114 0.000 -1.352 -1.57 -1.14
Task Significance -4.620 114 0.000 -0.588 -0.84 -0.34
Autonomy -20.172 114 0.000 -2.026 -2.23 -1.83
Feedback from -11.311 114 0.000 -1.239 -1.46 -1.02
Dimensi Karakteristik Pegawai Kementerian Timor Leste
101
Di dalam ringkasan Tabel 4.6, hasil perhitungan one sample t-test menunjukkan bahwa secara keseluruhan terdapat perbedaan yang
signifikan antara mean masing-masing dimensi pekerjaan pegawai
kementerian dengan mean norma nasional.
Perbandingan Critical Psychological States dengan Norma Nasional
Tabel 4.7 berikut mengilustrasikan mean critical psycchological state dan mean norma nasional. Data perbandingan menunjukkan
bahwa mean pegawai lebih rendah dari mean norma nasional.
Tabel 4.7
Mean Critical Psychological State Pegawai dan Mean Norma Nasional
Psychological state M P M Norm Selisih
Experienced Meaningfulness 5.02 5.40 -0.38
Experienced Responsibility 4.98 5.80 -0.82
Knowledge of Work Result 3.67 5.00 -1.33
Keterangan: M P = Mean Pegawai Kementerian, M Norm = Mean Normatif
Perbedaan tersebut dapat dijelaskan bahwa pekerjaan tidak
memberikan kepada pegawai perasaan akan arti pentingnya pekerjaan,
perasaan tanggung jawab maupun pengetahuan terhadap hasil peker-
jaan pegawai.
One sample t-test digunakan untuk menguji mean yang mere-
presentasi critical psychological states pegawai terhadap mean norma
nasional, untuk menentukan apakah perbedaan tersebut signifikan
antara mean pegawai dengan mean norma. Hasil pengujian dapat
dilihat pada ringkasan hasil uji one sample t-test Tabel 4.8 berikut ini.
Tabel 4.8 Ringkasan One Sample t-test Perbandingn Critical
Psychological State dengan Norma Nasional
Dimensi Pekerjaan t df Sig. (2-tailed
Mean Difference
Confidence Intervals
Experienced Meaningful -4.404 114 0.00 -0.378 -0.55 -0.21
Experienced Responsibility -8.27 114 0.00 -0.817 -1.01 -0.62
Knowledge of Work Result -13.725 114 0.00 -1.33 -1.52 -1.14
Mengkaji Ulang Model Karakteristik Pekerjaan dalam Perspektif Budaya Timor Leste
102
Di dalam ringkasan Tabel 4.8, terlihat hasil perhitungan one sample t-test menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan
antara masing-masing critical psychological state pegawai kementerian
dengan norma.
Perbandingan Outcomes dengan Norma Nasional
Tabel 4.9 mengilustrasikan mean dari masing-masing outcome
dan mean norma nasional.
Tabel 4.9 Mean Outcome Pegawai dan Mean Norma Nasional
Outcome M P M Norm Selisih
General Satisfaction 4.69 4.9 -0.21
Internal Work Motivation 5.13 5.8 -0.67
Growth Satisfaction 4.77 5.1 -0.33
Keterangan: M P = Mean Pegawai Kementerian, M Norm = Mean Norma
Tabel 4.9 menunjukkan bahwa mean variabel-variabel outcomes lebih rendah dari mean norma nasional. Penjelasan yang mungkin
adalah bahwa rendahnya outcomes disebabkan oleh rendahnya skor
MPS karena pegawai tidak merasakan motivasi yang berasal dari
pekerjaan itu sendiri.
Dengan menggunakan one sample t-test, mean yang merepre-
sentasi Outcomes pegawai dibandingkan dengan mean norma nasional,
untuk mengetahui apakah perbedaan tersebut signifikan antara mean
pegawai dengan mean norma. Hasil perbandingan dapat dilihat pada
ringkasan uji one sample t-test Tabel 4.10.
Tabel 4.10
Ringkasan One Sample t-test Perbandingan Outcomes Pegawai dengan Norma Nasional
Outcoms t df
Sig. (2-
tailed
Mean
Difference
Confidence
Intervals
General Job Satisfaction -2.233 114 0.028 -0.206 -0.39 -0.02
Internal Work Motivation -7.437 114 0 -0.672 -0.85 -0.49
Growth Satisfaction -3.058 114 0.003 -0.328 -0.54 -0.12
Dimensi Karakteristik Pegawai Kementerian Timor Leste
103
Seperti yang ditunjukkan dalam ringkasan Tabel 4.10, hasil one sample t-test menunjukkan terdapat perbedaan yang signifikan antara
general job satisfaction, internal work motivation, dan growth satisfaction, dimana variabel-variabel tersebut lebih rendah dibanding
norma nasional.
Perbandingan GNS dengan Norma Nasional
Tabel 4.11 berikut ini mengilustrasikan mean GNS dan norma
nasional.
Tabel 4.11 Mean GNS Pegawai dan Mean Norma
MP M Norm Selisih
Growth Need Strength 4.49 6.10 -1.61
Keterangan: M P = Mean Pegawai Kementerian, M Norm = Mean Norma
Tabel 5.11 menunjukkan bahwa mean GNS lebih rendah dari
mean norma nasional. Hasil uji t juga menunjukkan perbedaan yang
signifikan.
Tabel 4.12 One Sample t-test Perbandingan CNS Pegawai dengan
Norma Nasional
t df Sig. (2-tailed Mean
Difference
Confidence
Intervals
GNS -15.99 114 0.000 -1.614 -1.81 -1.41
Pengujian Regresi
Analisis Regresi
Pengaruh Dimensi Karakteristik Pekerjaan terhadap Critical Psychological States
Analisis regresi (lihat Tabel 4.13) menunjukkan kemampuan
dimensi karakteristik pekerjaan dalam memengaruhi psychological states. Untuk psychological states “experienced meaningfulness”, hanya
Mengkaji Ulang Model Karakteristik Pekerjaan dalam Perspektif Budaya Timor Leste
104
dimensi task significant yang memengaruhi, sedangkan skill variety dan task identity tidak berpengaruh. Autonomy tidak berpengaruh
terhadap experience responsibility. Sedangkan feedback from job dan feedback from agent berpengaruh terhadap knowledge of work result.
Tabel 4.13 Hasil Analisis Regresi dengan Critical Psychological States Sebagai Variabel
Dependen dan Dimensi Pekerjaan sebagai Variabel Prediktor
Critical Psychological States
Dimensi Pekerjaan R2 Adjusted R
2 F sig. T Sig.
Experienced Meaningfullness
Skill Variety 0.135 0.112 0.001 0.508
Task Identity 0.111
Task Significance 0.001
Experienced Responsibility
Autonomy 0.020 0.011 0.131 0.131
Knowledge of Work Result
Feedback from Job 0.525 0.521 0.000 0.000
Feedback from Agent 0.227 0.220 0.000 0.000
Dalam hipotesis ini, yang akan dipergunkan adalah nilai
Adjusted-R2 saja, karena R2 cenderung memberikan gambaran
optimistik yang berlebihan tentang kelayakan model regresi,
terutama saat jumlah explanatory variable lebih dari satu. Ketiga
variabel yang diuji pengaruhnya terhadap experienced meaningfulness, variabel task significance yang paling besar pengaruhnya yaitu nilai
koefisien Beta= 0,207 dibandingkan variabel skill variety dan task identity. Nilai konstanta regresi sebesar 3,206. Sedangkan feedback from job dan feedback form agent berpengaruh terhadap knowledge of
work result dengan nilai R2 masing-masing yaitu 0,525 dan 0,227. Nilai
koefisien Beta feedback from job = 0,641 dengan nilai konstanta
regresi= 1,196 dan nilai koefisien Beta feedback from agent= 0,427
dengan nilai konstanta regresi= 1,860 (lihat lampiran output uji
regresi).
Dimensi Karakteristik Pegawai Kementerian Timor Leste
105
Tidak berpengaruhnya variabel skill variety, task identity, dan
autonomy dapat diwakili oleh penjelasan berikut ini.
Autonomy adalah area masalah pertama yang didiskusikan dalam
konteks pegawai sektor publik di Timor Leste. Autonomy didefinisikan
sebagai sejauh mana pekerjaan itu memberikan kebebasan, indepen-
densi, dan keleluasaan yang besar ke pekerja dalam menjadwalkan
pekerjaan dan dalam menentukan prosedur yang digunakan dalam
menyelesaikan pekerjaan tersebut.
Hasil analisis regresi menunjukkan autonomy tidak berpengaruh
signifikan terhadap experienced responsibility, skor mean autonomy
juga paling rendah diantara dimensi pekerjaan yang lain. Hasil
interpretasi data interview menunjukkan kebebasan pegawai untuk
menentukan metode pekerjaan apa yang dapat digunakan untuk
menyelesaikan pekerjaannya merupakan hal yang tidak begitu penting
dan memotivasi. Pegawai menyerahkan pengambilan keputusan
kepada atasan dan sepenuhnya mematuhi instruksi atasan. Ketidak-
taatan pegawai terhadap atasan dipandang sebagai sebuah pelanggaran.
Pada umumnya, kemampuan pegawai untuk bekerja secara konsultatif
untuk memunculkan gagasan baru bukan merupakan prioritas.
Dalam konteks Timor Leste, tanggung jawab staf erat kaitannya
dengan orientasi, petunjuk, arahan dari atasan.
Pimpinan di departemen yang dimintai pendapatnya menge-
mukakan memang terbatasnya aspek otonomi terhadap pekerjaan
pegawai. Pegawai hampir tidak memberikan input dalam menentukan
bagaimana menyelesaikan pekerjaannya.
Variabel Berikutnya adalah Skill variety, yaitu sejauhmana
pekerjaan itu menuntut keragaman kegiatan yang berbeda sehingga
pekerja itu dapat menggunakan sejumlah keterampilan dan bakat yang
berbeda. Pekerjaan yang menggunakan keahlian dan keterampilan
yang beragam dipandang oleh pekerja lebih menantang karena akan
melibatkan ide, gagasan berpikir pekerja dan pada akhirnya mengha-
silkan output yang lebih baik. Pekerjaan seperti ini dapat menghilang-
kan kebosanan yang timbul dari setiap aktivitas yang berulang. Secara
Mengkaji Ulang Model Karakteristik Pekerjaan dalam Perspektif Budaya Timor Leste
106
statistik, uji regresi menunjukkan hasil yang tidak signifikan penga-
ruhnya, di samping itu terjadi perbedaan yang signifikan antara nilai
rata-rata skill variety pegawai kementerian dibandingkan dengan
norma. Uraian di bawah ini dapat menjelaskan perbedaan tersebut.
Pegawai lebih memilih pekerjaan yang memiliki kesamaan antara
satu tugas dan tugas selanjutnya, mereka lebih memiliki rasa tanggung
jawab terhadap pekerjaan semacam ini. Hal ini memungkinkan
pegawai lebih efektif dan efisien dalam menyelesaikan pekerjaannya.
Pegawai berharap memiliki tugas dan peran yang spesifik. Hal ini
menunjukkan mereka lebih nyaman akan lingkungan pekerjaan yang
terstruktur, formalisasi aturan dan prosedur.
Task Identity, yaitu sejauh mana pekerjaan itu menuntut dise-
lesaikannya seluruh potongan kerja secara utuh dan dapat dikenali.
Secara statistik, uji regresi menunjukkan hasil yang tidak signifikan
pengaruhnya, di samping itu terjadi perbedaan yang signifikan antara
nilai rata-rata task identity pegawai kementerian dibandingkan dengan
norma. Uraian di bawah ini dapat menjelaskan perbedaan tersebut.
Model JCM mengemukakankan bahwasanya pekerja akan lebih
termotivasi oleh tugas yang memungkinkan pegawai untuk menye-
lesaikan proses pekerjaan seutuhnya dari awal sampai akhir sehingga
bagian yang dikerjakan dapat diidentifikasi oleh pegawai tersebut.
Namun hal yang berbeda ditunjukkan di dalam hasil penelitian ini, di
mana pegawai memandang pekerjaannya adalah merupakan sebuah
tugas daripada kesenangan atau sebuah kebahagiaan. Oleh sebab itu,
bagi mereka menyelesaikan tugas dari awal sampai akhir sudah
merupakan tugasnya, dan tidak berarti pekerjaan itu sangat bermakna
(experienced meaningfulness).
Pengaruh Critical Psychological States terhadap Outcomes
Hasil analisis statistik menunjukkan kecuali experienced meaningfulness yang tidak berpengaruh terhadap growth satisfaction,
semua variabel critical psychological states berpengaruh terhadap
semua variabel outcomes. Ringkasan analisis regresi dapat dilihat di
Tabel 4.14.
Dimensi Karakteristik Pegawai Kementerian Timor Leste
107
Tabel 4.14 Hasil Analisis Regresi dengan Outcomes sebagai Variabel
Dependen dan Critical Psychological States sebagai Variabel Prediktor
Outcomes
Critical Psychological States R2 Adjusted R
2 F sig. T Sig.
General Satisfaction
Experience Meaningfullness 0.539 0.527 0.000 0.000
Experience Responsibility 0.000
Knowledge of Work Result 0.036
Internal Work Motivation
Experience Meaningfullness 0.524 0.511 0.000 0.001
Experience Responsibility 0.000
Knowledge of Work Result 0.002
Growth Satisfaction
Experience Meaningfullness 0.412 0.396 0.000 0.262
Experience Responsibility 0.002
Knowledge of Work Result 0.000
Ketiga variabel dari critical psychological states yang diuji
pengaruhnya terhadap general satisfaction, nilai Adjusted-R2= 0,527
dan variabel experienced meaningfulness yang paling besar pengaruh-
nya yaitu nilai koefisien Beta= 0,390 dibanding variabel experienced responsibility (nilai koefisien Beta= 0,375) dan knowledge of work result (nilai koefisien Beta= 0,133), sedangkan nilai konstanta regresi
sebesar 0,375.
Ketiga variabel dari critical psychological states yang diuji penga-
ruhnya terhadap internal work motivation, nilai Adjusted-R2= 0,511
dan variabel experienced responsibility yang paling besar pengaruhnya
yaitu nilai koefisien Beta= 0,389 dibanding variabel experienced meaningfulness (nilai koefisien Beta= 0,303) dan knowledge of work result (nilai koefisien Beta= 0,199), sedangkan nilai konstanta regresi
sebesar 0,937 (lihat lampiran output uji regresi).
Mengkaji Ulang Model Karakteristik Pekerjaan dalam Perspektif Budaya Timor Leste
108
Ketiga variabel dari critical psychological states yang diuji
pengaruhnya terhadap growth satisfaction, nilai Adjusted-R2= 0,396
dan variabel knowledge of work result yang paling besar pengaruhnya
yaitu nilai koefisien Beta= 0,488 dibanding variabel experienced meaningfulness (nilai koefisien Beta= 0,133) dan experienced responsibility (nilai koefisien Beta= 0,332), sedangkan nilai konstanta
regresi sebesar 0,685 (lihat lampiran output uji regresi).
GNS sebagai Variabel Moderator
Hasil pengujian variabel moderator GNS dalam model JCM
menunjukkan pengaruh yang tidak signifikan dalam memperkuat atau
memperlemah pengaruh antara dimensi karakteristik pekerjaan dengan
critical psychological states. Hal tersebut dapat dilihat dalam Tabel
4.15.
Tabel 4.15 Pengaruh Dimensi Pekerjaan terhadap Critical Psychological States, dengan
GNS sebagai Variabel Pemoderasi
Critical Psychological States
Dimensi Pekerjaan x Moderator R2 Adjusted R
2 F sig. T Sig.
Experienced Meaningfullness
Skill Variety x GNS 0.302 0.276 0.000 0.099
Task Identity x GNS 0.915
Task Significance x GNS 0.609
Experienced Responsibility
Autonomy x GNS 0.247 0.227 0.000 0.391
Knowledge of Work Result
Feedback from Job x GNS 0.539 0.527 0.000 0.122
Feedback from Agent x GNS 0.244 0.224 0.000 0.184
Analisis statistik juga menunjukkan bahwa GNS dalam model
JCM tidak menunjukkan pengaruh yang signifikan dalam memoderasi
pengaruh antara critical psychological states dengan Outcomes. Hal
tersebut dapat dilihat dalam Tabel 4.16.
Dimensi Karakteristik Pegawai Kementerian Timor Leste
109
Tabel 4.16 Pengaruh Critical Psychological States, terhadap Outcomes,
dengan GNS sebagai Variabel Pemoderasi
Outcomes
Critical Psychological States x
Moderator R
2 Adjusted R
2 F sig. T Sig.
General Satisfaction
Exp Meaning x GNS 0.588 0.561 0.000 0.029
Exp Responsible x GNS 0.212
Knowledge Result x GNS 0.753
Internal Work Motivation
Exp Meaning x GNS 0.612 0.587 0.000 0.978
Exp Responsible x GNS 0.314
Knowledge Result x GNS 0.630
Growth Satisfaction
Exp Meaning x GNS 0.481 0.447 0.000 0.851
Exp Responsible x GNS 0.516
Knowledge Result x GNS 0.205
Penjelasan berikut mewakili hasil analisis regresi terhadap GNS sebagai
variabel pemoderasi. Seberapa besar pegawai menginginkan motivasi
yang berasal dari pekerjaan itu sendiri disebut GNS. Tetapi apakah
semua pegawai termotivasi dengan pekerjaan yang mengandung aspek
motivasi tinggi? Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pegawai
kementerian tidak sepenuhnya termotivasi dengan pekerjaan yang
mengandung aspek motivasi tinggi.
Masyarakat individualisme memiliki nilai-nilai independent self , menjadi unik dan berbeda dari orang lain, dan lebih senang bekerja
sendiri daripada menjadi bagian dari kelompok sehingga termotivasi
dengan self-actualization, self-determination, menonjolkan keunikan
kemampuan, dan mendambakan reward intrinsik. Oleh karena itu,
mereka lebih memandang positif terhadap pekerjaan yang memung-
kinkan pertumbuhan diri (self growth). Sebaliknya masyarakat Timor
Leste memiliki pola kebutuhan yang berbeda, disebabkan oleh perbe-
daan cara hidup bermasyarakat dan latar belakang budaya sehingga
Mengkaji Ulang Model Karakteristik Pekerjaan dalam Perspektif Budaya Timor Leste
110
mereka mempunyai konsep yang berbeda tentang diri dan hubungan-
nya dengan orang lain. Hal ini menjadi penyebab pegawai lebih
mementingkan hal-hal berikut ada dalam pekerjaannya, misal: relasi
antara atasan-bawahan, keamanan kerja, relasi dengan rekan kerja,
promosi dan gaji, daripada hal-hal seperti tantangan, pengambilan
keputusan sendiri, mempelajari sesuatu hal yang baru, kesempatan
untuk kreatif, dan pengembangan diri. Hal tersebut mengakibatkan
reaksi pegawai yang negatif terhadap dimensi-dimensi karakteristik
pekerjaan yang menggambarkan aktualisasi diri. Hal ini ditunjukkan
dengan skor potensi motivasi pegawai kementerian sebesar 79,57 yang
berarti sangat rendah. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa GNS
bukan merupakan variabel moderator. Hasil ini sejalan dengan
penelitian yang dilakukan oleh Umstot et al., (1976); Pokorney,
Gilmore dan Beehr (1980); Fried dan Ferris (1987); John, Xie dan Fang
(1992); Boonzaier, Ficker dan Rust (2001); Humphrey et al., (2008);
Indra (2011).
Kesimpulan
Perbandingan mean hasil penelitian dengan norma nasional dan
hasil pengujian regresi akan disimpulkan berikut ini.
Perbandingan Mean Pegawai terhadap Norma Nasional
Mean keseluruhan dimensi pekerjaan lebih rendah dibandingkan
dengan norma nasional di mana autonomy memiliki mean paling
rendah di antara dimensi pekerjaan lainnya, dan perbedaan tersebut
signifikan secara statistik. Hal ini menyebabkan Skor MPS pegawai
menjadi lebih rendah dari norma nasional. Demikian juga dengan
mean ketiga keadaan psikologis kritis yang lebih rendah dari norma
nasional dengan knowledge of work result memiliki mean paling
rendah (3.67), perbedaan tersebut signifikan ditunjukkan oleh hasil
One sample t-test. Mean yang lebih rendah dari norma nasional juga
ditunjukkan oleh ketiga variabel outcomes dan GNS, dan perbedaan
tersebut signifikan ditunjukkan oleh one sample t-test.
Dimensi Karakteristik Pegawai Kementerian Timor Leste
111
Uji Regresi
Hasil uji regresi dalam penelitian ini tidak sepenuhnya men-
dukung model JCM. Pengujian hipotesis pertama menunjukkan bahwa
hanya task significance memengaruhi experienced meaningfulness dan
feedback memengaruhi knowledge of work result. Hipotesis kedua
menunjukkan ketiga variabel critical psychological states berpengaruh
terhadap tiga variabel outcomes. Temuan hipotesis ketiga dan keempat
menunjukkan GNS tidak mampu berperan sebagai variabel moderator
dalam menjelaskan keterkaitan antara dimensi pekerjaan dengan
critical psychological states, dan keterkaitan antara critical psycho-logical states dengan outcomes.
Di samping temuan seperti yang dikemukakan di atas, hasil
wawancara juga memberikan temuan berkaitan dengan faktor lain
yang dapat memengaruhi outcomes. faktor tersebut adalah gaji dan
promosi dimana banyak informan menekankan hal tersebut. Gaji
merupakan reward yang diinginkan oleh pegawai untuk merangsang
pegawai dalam bekerja. Beberapa kutipan wawancara sebagai berikut:
IKT01:
Kenaikan gaji akan meningkatkan motivasi pegawai dalam bekerja.
IKS04 menambahkan,
Benar bahwa selama ini pegawai merasakan gaji yang tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga se-hingga menjadi penyebab tidak adanya semangat kerja.
Pegawai merasa tidak puas dengan gajinya. Pegawai tidak ter-
motivasi karena gajinya yang dirasakan kurang. Masalah ini menurun-
kan tingkat motivasi mereka sehingga kontribusinya terhadap pro-
duktivitas menjadi rendah.
IKS05:
Selama ini kami (direktur) menemui kesulitan dalam men-dorong pegawai untuk bekerja lebih maksimal karena gaji yang kecil membuat mereka sering acuh tak acuh terhadap tugas mereka.
Mengkaji Ulang Model Karakteristik Pekerjaan dalam Perspektif Budaya Timor Leste
112
Demikian halnya dengan promosi. Undang-undang kepegawaian
di Timor Leste tidak memungkinkan pegawai untuk mendapatkan
kenaikan golongan (grau/level) secara otomatis. Pengisian setiap pos
dalam kementerian dan kenaikan golongan pegawai harus melalui
“testing competition” yang terbuka antara sesama pegawai dan calon
pegawai.
IKPK02:
Saya adalah tipe pekerja keras, dan oleh karena itu saya dalam lima tahun terakhir ini selalu mendapatkan evaluasi kinerja (evaluasaun dezempenyu) yang sangat baik (muito bom), tetapi karena saya selalu tidak lulus dalam tes kenaikan golongan sehingga saya tetap dengan golongan saya yang sekarang ini. Pegawai yang menurut saya malas (baruk ten) malah lulus dalam tes kenaikan golongan. Saya tidak tahu kenapa orang-orang itu bisa membuat undang-undang semacam ini. Saya merasa kerja keras saya tidak dihargai (la valoriza), semangat kerja saya jadi hilang.
IKP07 menambahkan bahwa sistem promosi yang sekarang tidak
motivasi pegawai.
Saya tidak paham (sistem promosi), semangat kerja pegawai mau datang dari mana kalau seperti ini terus. Saya percaya hal ini sedikit banyak menjadi penyebab staf tidak perduli terhadap pekerjaannya.
Oleh karena itu, meskipun seorang pegawai memiliki kinerja
yang sangat baik (muito bom) selama beberapa tahun, namun jika gagal
dalam tes, maka dia akan tinggal dengan golongan tersebut. Sistem ini
telah diterapkan pada awal hadirnya UNTAET. Menurut pegawai,
sistem promosi yang ada sekarang ini tidak menunjukkan penghargaan
terhadap prestasi kerja (valoriza servisu) mereka. Evaluasi kinerja
pegawai dipergunakan untuk menentukan kenaikan gaji berkala
(eskalaun), namun nominal kenaikan gaji yang kecil sehingga dinilai
tidak memotivasi mereka. Pegawai pun lebih menginginkan kenaikan
golongan atau promosi berdasarkan pada pengalaman dan masa kerja
daripada kompetisi yang terbuka seperti yang sekarang ini sedang
terjadi.
Dimensi Karakteristik Pegawai Kementerian Timor Leste
113
IKS04:
Staf sering mengatakan: buat apa saya bekerja keras….tidak ada kenaikan gaji, tidak ada promosi, staf baru masuk gajinya sama dengan saya.
Lebih lanjut IKTK01 mengemukakan:
Staf golongan 3 dapat mengikuti tes golongan 5, kalau staf bersangkutan lulus dalam tes maka dia akan memperoleh golongan 5 tersebut.
Hal ini menunjukkan bahwa kebutuhan spesifik seperti kebebas-
an untuk mengontrol (autonomy), keinginan untuk mencoba berbagai
keahlian yang berbeda (skill variety) mungkin menonjol bagi masya-
rakat tertentu di dalam pekerjaannya, tetapi tidak begitu penting bagi
masyarakat lain. Pegawai menunjukkan keterlibatan kerja di dalam
pekerjaannya bukan karena adanya otonomi dan kontrol atas
pekerjaannya, namun hal tersebut dapat terjadi dengan penggajian dan
sistem promosi yang baik.
Dalam pengalaman peneliti, kondisi kehidupan di Timor Leste di
mana biaya hidup mahal, sistem jaminan sosial belum berjalan, dan
Timor Leste yang menganut extended family system, anggota keluarga
yang telah bekerja memiliki tanggung jawab untuk menghidupi kebu-
tuhan keluarganya sebagai bagian dari kewajiban berbakti terhadap
keluarga. Sistem barlake pada budaya Timor Leste yang menuntut
masing-masing keluarga saling berbagi sumberdaya baik secara
finansial maupun material lainnya, merupakan penyebab lain pegawai
menginginkan gaji yang layak. Demikian pula dengan promosi
(pangkat/golongan/jabatan) di mana dengan adanya promosi dapat
meningkatkan penghasilan selain juga merupakan prestise. Hasil ini
sejalan dengan penelitian Earley dan Stubblebine (1989); Eylon dan Au
(1999); Diener, Oishi dan Lucas (2003).