bab 1 mix.docx

Upload: erwika

Post on 11-Oct-2015

75 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

BAB 1 mix.docx

TRANSCRIPT

BAB IPENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Diabetes Mellitus merupakan suatu penyakit yang ditandai dengan kadar glukosa darah melebihi normal akibat tubuh kekurangan insulin (Sidartawan, 2004). Penyakit ini timbul perlahan-lahan dan biasanya tidak disadari oleh si penderita (Candra, 2011).

Peningkatan pendapatan per kapita dan perubahan gaya hidup terutama di kota-kota besar menyebabkan peningkatan prevalensi penyakit degeneratif, seperti penyakit jantung koroner (PJK), hipertensi, hiperlipidemia,diabetes dan lain-lain. Di antara penyakit degeneratif, diabetes adalah salah satu di antara penyakit tidak menular yang akan meningkat jumlahnya di masa datang (Aru W.Sudoyo, dkk, 2009).

Berbagai penelitian epidemiologi menunjukkan adanya kecenderungan peningkatan angka insidensi dan prevalensi DM tipe-2 di berbagai penjuru dunia. WHO memprediksi adanya peningkatan jumlah penyandang diabetes yang cukup besar untuk tahun-tahun mendatang. Hasil survey yang dilakukan oleh WHO menunjukkan bahwa Indonesia menempati urutan ke-empat jumlah penderita diabetes melitus terbesar di dunia setelah India, Cina dan Amerika Serikat. WHO memprediksi kenaikan jumlah pasien dari 8,4 juta pada tahun 2000 menjadi sekitar 21,3 juta pada tahun 2030 (PB PERKENI, 2006).Diabetes tipe 2 merupakan bentuk diabetes yang umum dijumpai daripada diabetes tipe 1. Jumlah penderita diabetes tipe 2 tercatat sekitar 90% dari total keseluruhan penderita diabetes di seluruh dunia. Pada tahun 2004, di kalkulasikan 3,4 juta orang meninggal akibat tingginya kadar gula darah. Total kematian karena diabetes diperhitungkan akan meningkat lebih dari 50% di 10 tahun yang akan dating (WHO,2011).

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik Indonesia (2003) diperkirakan penduduk Indonesia yang berusia di atas 20 tahun adalah sebesar 133 juta jiwa. Dengan prevalensiDM pada daerah urban sebesar 14,7% dan daerah rural sebesar 7,2%, maka diperkirakanpada tahun 2003 terdapat penyandang diabetes sejumlah 8,2 juta di daerah urban dan 5,5 juta di daerah rural. Selanjutnya, berdasarkan pola pertambahan penduduk, diperkirakan pada tahun 2030 nanti akan ada 194 juta penduduk yang berusia di atas 20 tahun dan dengan asumsi prevalensi DM pada urban (14,7%) dan rural (7,2%) maka diperkirakan terdapat 12 juta penyandang diabetes di daerah urban dan 8,1 juta di daerah rural.

Prevalensi Diabetes Melitus di Indonesia pada tahun 2030 diperkirakan mencapai 21,3 juta orang (Wild, 2004). Dan prevalensi nasional Diabetes Melitus (berdasarkan hasil pengukuran gula darah pada penduduk umur > 15 tahun bertempat tinggal di perkotaan) adalah 5,7%. Sebanyak 13 provinsi mempunyai prevalensi Diabetes Melitus diatas prevalensi nasional, yaitu Nanggroe Aceh Darussalam, Riau, Lampung, Bangka Belitung, DKI Jakarta, Jawa Tengah, Jawa Timur, Banten, Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Sulawesi Utara, Gorontalo, dan Maluku Utara (Riskesdas, 2007).

Berdasarkan laporan Dinas Kesehatan Provinsi Lampung (2011), tercatat 1406 penderita baru DM tipe 2 pada tahun 2010 yang terdiri dari 553 pasien rawat jalan dan 853 pasien rawat inap. Pada rentang usia 1 hingga 19 tahun terdapat 15 kasus, 20 hingga 44 tahun 260 kasus, 45 hingga 54 tahun 427 kasus, 55 hingga 59 tahun 348 kasus, 60 hingga 69 tahun 256 kasus, dan usia di atas 70 tahun terdapat 100 kasus. Dari data tersebut dapat dilihat bahwa terjadi peningkatan jumlah penderita DM tipe 2 yang signifikan pada rentang usia di atas 20 tahun.

Di antara orang dewasadengan DM, lebih dari 80 % mengalami kelebihan berat badanatau obesitas (yaitu memiliki status gizi dengan indeksmassa tubuh lebih dari 25), menunjukkan bahwahal ini merupakan masalah utamadalam populasi (Bays et al,2007). Survei pasienmenunjukkanbahwa prevalensiDMlebih besarpada orang-orang yangmemiliki BMI(Body Mass Index) tinggi (Eeg-Olofsson et al,2009).

Setiap pasien Diabetes Melitus perlu menetapkan target dalam pengendalian kadar gula darah dengan dokternya dan merencanakan suatu strategi penatalaksanaan untuk mencapai targetnya itu (VHA/DoD, 2010). Pengendalian glukosa darah pada penderita DM dilihat dari dua hal yaitu glukosa darah sesaat dan glukosa darah jangka panjang . Pemantauan glukosa darah sesaat dilihat dari glukosa darah puasa dan 2 jam Post Prandial , sedangkan pengontrolan glukosa darah jangka panjang dapat dilakukan dengan pemeriksaan HbA1c (Service FJ et al.,2001).Pemeriksaan kadar HbA1c yang dapat memberikan informasi tentang kontrol glikemik pasien selama 2-3 bulan sebelumnya (Jeffcoate SL ,2004). HbA1c akan meningkat secara signifikan bila glukosa darah meningkat. Karena itu HbA1c bisa digunakan untuk melihat kualitas kontrol glukosa darah pada penderita DM (glukosa darah tak terkontrol, terjadi peningkatan HbA1c-nya) sejak 3 bulan lalu (umur eritrosit). HbA1c meningkat, pemberian terapi intensif untuk menghindari komplikasi. Pengendalian metabolisme glukosa yang buruk ditandai dengan kadar gula dalam darah terus meningkat / hiperglikemia. Dan tingkat HbA1c yang buruk, mencerminkan ketidakpatuhan klien dalam menjalani terapi diabetik (Suyono, 2007).Beberapa studi menunjukkan bahwa diabetes yang tidak terkontrol akan mengakibatkan timbulnya komplikasi, untuk itu kadar HbA1C pada penyandang diabetes ditargetkan kurang dari 7%. Semakin tinggi kadar HbA1C maka semakin tinggi pula resiko timbulnya komplikasi, demikian pula sebaliknya. Diabetes Control and Complications Trial (DCCT) dan United Kingdom Prospective Diabetes Study (UKPDS) mengungkapkan bahwa penurunan HbA1C akan banyak sekali memberikan manfaat. Setiap penurunan HbA1C sebesar 1% akan mengurangi risiko kematian akibat diabetes sebesar 21%, serangan jantung 14%, komplikasi mikrovaskular 37% dan penyakit vaskuler perifer 43% (UKPDS BMJ, 2000).Untuk dapat mencegah terjadinya komplikasi kronik, diperlukan pengendalian DM yang baik yang merupakan target terapi. Pemberdayaan penyandang diabetes memerlukan partisipasi aktif pasien, keluarga dan masyarakat. Tim kesehatan mendampingi pasien dalam menuju perubahan perilaku. Untuk mencapai keberhasilan perubahan perilaku, dibutuhkan edukasi yang komprehensif dan upaya peningkatan motivasi .Diabetes terkendali baik, apabila kadar glukosa darah mencapai kadar yang diharapkan serta kadar lipid dan HbAIc juga mencapai kadar yang diharapkan (PERKENI,2006). Hal tersebut menurut PB PABDI (2005) dilakukan melalui empat pilar utama pengelolaan diabetes mellitus, yaitu edukasi, perencanaan makan, latihan jasmani, dan intervensi farmakologis.

Pengetahuan merupakan salah satu target kesehatan yang dianggap menjadi prasyarat dalam mencapai keefektifan dalam memanajemen penyakit kronik seperti diabetes (Heisler et al, 2005). Pasien perlu memahami penyakitnya, cara terapi termasuk obat yang perlu digunakan, dan penyulit yang mungkin timbul. Pasienlah yang sehari-hari harus menjalani gaya hidup yang mendukung pengendalian Diabetes Melitus. Pasien pulalah yang harus mengonsumsi obat secara teratur (Syamsuridzal, 2011).Buruknya pengetahuan pasien tentang diabetes merupakan salah satu alasan rendahnya tingkat pengendalian komplikasi Diabetes Melitus. Dengan meningkatkan pengetahuan pasien diharapkan dapat membantu untuk mencapai tujuan dari manajemen diabetes (Berikai et al, 2007).

Menurut Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 di Indonesia (2006) terapi gizi medis (TGM) merupakan bagian dari penatalaksanaan diabetes secara total. Setiap penyandang diabetes sebaiknya mendapat TGM sesuai dengan kebutuhannya guna mencapai sasaran terapi. Prinsip pengaturan makan pada penyandang diabetes hampir sama dengan anjuran makan untuk masyarakat umum yaitu makanan yang seimbang dan sesuai dengan kebutuhan kalori dan zat gizi masing-masing individu. Pada diabetes tipe 2, latihan jasmani dapat memperbaiki kendali glukosa secara menyeluruh, terbukti dengan penurunan konsentrasi HbA1c, yang cukup menjadi pedoman untuk penurunan risiko komplikasi dan kematian. Selain mengurangi risiko, latihan jasmani akan memberikan pengaruh yang baik pada lemak tubuh. Tekanan darah arteriil, sensitivitas barorefleks, vasodilatasi pembuluh endhotelium-dependent, aliran darah pada kulit, hasil perbandingan antara denyut jantung dan tekanan darah. Angka kesakitan dan kematian pada diabetes yang aktif, 50 % lebih rendah dibanding mereka yang santai (Aru W.Sudoyo,dkk , 2009).Menurut penelitian yang dilakukan Look AHEAD Research Group pada tahun 2007, pasien diabetes yang diintervensi gaya hidupnya sehingga mengalami penurunan berat badan akan mengalami peningkatan kontrol glikemik dan pengurangan kadar HbA1c.

Kegagalan pengendalian glikemia pada diabetes melitus setelah melakukan perubahan gaya hidup memerlukan intervensi farmakoterapi agar dapat mencegah terjadinya komplikasi diabetes atau paling sedikit dapat menghambatnya. Untuk mencapai tujuan tersebut sangat diperlukan peran serta para pengelola kesehatan di tingkat pelayanan kesehatan primer dalam kepatuhan minum obat (Aru W.Sudoyo, dkk, 2009).Kepatuhan menurut Trostle dalam Simamora (2004), adalah tingkat perilaku penderita dalam mengambil suatu tindakan pengobatan, misalnya dalam menentukan kebiasaan hidup sehat dan ketetapan berobat. Sackeet dan Snow (1976) menemukan bahwa kepatuhan terhadap sepuluh hari jadwal pengobatan sejumlah 70-80% dengan tujuan pengobatan adalah mengobati, dan 60-70% dengan tujuan pengobatannya adalah pencegahan. Kegagalan untuk mengikuti program pengobatan jangka panjang, yang bukan dalam kondisi akut, dimana derajat ketidakpatuhannya rata-rata 50% dan derajat tersebut bertambah buruk sesuai waktu (Niven, 2002).

Berdasarkan hasil penelitian Mandagi (2010), mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas hidup pasien DM, didapat bahwa dukungan keluarga dapat meningkatkan kualitas hidup pasien. Hal ini menunjukkan bahwa pengobatan penyakit DM tidak hanya berupa pengobatan dari luar saja, namun perlu adanya penyembuhan dari dalam dengan terapi holistik. Terapi ini berkaitan dengan kedekatan dan perhatian keluarga serta orang terdekat penderita DM. pihak keluarga dapat memberikan dukungan sebagai pengingat secara aktif, seperti ikut serta berolahraga atau menyiapkan hidangan yang sesuai untuk anggota keluarga yang mengidap DM agar gula darah penderita tetap normal.

Diketahui sebelumnya telah dilakukan penelitian yang mencakupdukungan keluargadan kualitas hiduppasien diabetes(Choet al, 2003;.Cole &Chesla2006;Kim etal, 2007), hubungan antara dukungan keluargadan praktekterapi diet pasien diabetes(Kim, 1999;Taman2000), hubungan antara dukungankeluarga dankadar glukosa darah(Kimetal. 2007),dan terapipraktek dietpasien diabetesdan kontrol glukosa darah(Choi, 2001;.Lee etal, 2004). Berdasarkan penelitian-penelitian tersebut diperoleh hasil bahwa pengobatan diabetes memiliki hubungan erat dengan peran keluarga (Cha,2004).

Berbeda dengan hal diatas, studicross-sectionaldan prospektif sebelumnya menunjukkan bahwa pasien diabetes dengan konflik dalam keluarga memiliki kontrol metabolikyang lebih rendah dan tingkat kepatuhan yang rendah terhadap pengobatan diabetes (Miller-Johnsonetal,1994).

Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Dr. H. Abdul Moeloek Provinsi Lampung sebagai rumah sakit rujukan tertinggi di Provinsi Lampung adalah rumah sakit milik Pemerintah Provinsi Lampung. Berdasarkan SK Menkes RI Nomor : HK.03.05/I/2603/08 tanggal 23 juli 2008, rumah sakit ini ditetapkan sebagai rumah sakit pendidikan. Institusi pemerintah daerah ini bertujuan memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat luas dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang optimal (Peraturan Gubernur Lampung No.44, 2009). Rata-rata angka kunjungan Laboratorium Rawat Jalan perbulannya adalah 1800 pasien dengan 500 diantaranya merupakan penderita diabetes melitus tipe 2.

Berdasarkan data-data yang telah dijabarkan di atas, peneliti tertarik untuk mengetahui hubungan tingkat pengetahuan, dukungan keluarga, status gizi dan manajemen diabetes dengan kadar HbA1c pasien Diabetes Melitus tipe 2 di Rumah Sakit Umum Daerah Abdul Moeloek Provinsi Lampung.

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, dapat dikemukakan bahwa masalah yang terjadi adalah meningkatnya prevalensi Diabetes Melitus tipe 2 oleh karena perubahan gaya hidup dan peningkatan status gizi. Sehingga dapat dirumuskan permasalahan yang akan kami teliti adalah sebagai berikut: adakah hubungan tingkat pengetahuan, dukungan keluarga, status gizi dan manajemen diabetes dengan kadar HbA1c pasien Diabetes Melitus Tipe 2 di RSUD dr. H. Abdul Moeloek Provinsi Lampung.

1.3. Tujuan Penelitian

1.3.1. Tujuan Umum

Mengetahui hubungan pengetahuan, dukungan keluarga, status gizi dan manajemen diabetes dengan kadar HbA1c pasien Diabetes Melitus Tipe 2 di RSUD dr. H. Abdul Moeloek Provinsi Lampung.

1.3.2. Tujuan Khusus

a. Mengetahui gambaran pengetahuan pasien tentang Diabetes Melitus Tipe 2 di RSUD dr. H. Abdul Moeloek Provinsi Lampung Bandar Lampung.b. Mengetahui gambaran dukungan keluarga pasien Diabetes Melitus Tipe 2 di RSUD dr. H. Abdul Moeloek Provinsi Lampung.c. Mengetahui gambaran status gizi pasien Diabetes Melitus Tipe 2 di RSUD dr. H. Abdul Moeloek Provinsi Lampung.d. Mengetahui gambaran pengontrolan makan pasien Diabetes Melitus Tipe 2 di RSUD dr. H. Abdul Moeloek Provinsi Lampung Bandar Lampung.e. Mengetahui aktivitas latihan jasmani pasien Diabetes Melitus Tipe 2 di RSUD dr. H. Abdul Moeloek Provinsi Lampung.f. Mengetahui gambaran kepatuhan minum obat pasien Diabetes Melitus Tipe 2 di RSUD dr. H. Abdul Moeloek Provinsi Lampung.g. Mengetahui gambaran kadar HbA1c pasien Diabetes Melitus Tipe 2 di RSUD dr. H. Abdul Moeloek Provinsi Lampung.h. Menganalisis hubungan antara pengetahuan pasien tentang Diabetes Melitus dengan kadar HbA1c pasien Diabetes Melitus Tipe 2 di RSUD dr. H. Abdul Moeloek Provinsi Lampung Bandar Lampung.i. Menganalisis hubungan dukungan keluarga dengan kadar HbA1c pasien Diabetes Melitus Tipe 2 di RSUD dr. H. Abdul Moeloek Provinsi Lampung.j. Menganalisis hubungan status gizi dengan kadar HbA1c pasien Diabetes Melitus Tipe 2 di RSUD dr. H. Abdul Moeloek Provinsi Lampung.k. Menganalisis hubungan antara pengontrolan makan dengan kadar HbA1c pasien Diabetes Melitus Tipe 2 di RSUD dr. H. Abdul Moeloek Provinsi Lampung Bandar Lampung.l. Menganalisis hubungan antara latihan jasmani dengan kadar HbA1c pasien Diabetes Melitus Tipe 2 di RSUD dr. H. Abdul Moeloek Provinsi Lampung.m. Menganalisis hubungan kepatuhan minum obat dengan kadar HbA1c pasien Diabetes Melitus Tipe 2 di RSUD dr. H. Abdul Moeloek Provinsi Lampung.

1.4. Manfaat PenelitianHasil penelitian inidiharapkan bermanfaat bagi :a. PenelitiMenambah wawasan tentang hubungan tingkat pengetahuan, dukungan keluarga, status gizi dan manajemen diabetes dengan kadar HbA1c pasien Diabetes Melitus Tipe 2 di RSUD dr. H. Abdul Moeloek Provinsi Lampung.

b. Tenaga Kesehatan instansi terkaitMenjadi masukan kepada para tenaga kesehatan untuk dapat meningkatkan perannya dalam memberikan penatalaksanaan yang terbaik bagi pasien Diabetes Melitus.

c. MasyarakatMenambah pengetahuan masyarakat tentang penyakit Diabetes Melitus dan manajemennya, serta meningkatkan kepedulian terhadap keluarga.d. Peneliti lainSebagai dasar dan informasi tambahan penelitian tentang hubungan tingkat pengetahuan, dukungan keluarga, status gizi dan manajemen diabetes dengan kadar HbA1c pasien Diabetes Melitus Tipe 2 di RSUD dr. H. Abdul Moeloek Provinsi Lampung.

1.5. Kerangka Pemikiran1.5.1. Kerangka TeoriUntuk dapat mencegah terjadinya komplikasi kronik, diperlukan pengendalian DM yang baik yang merupakan target terapi. Pemberdayaan penyandang diabetes memerlukan partisipasi aktif pasien, keluarga dan masyarakat. Tim kesehatan mendampingi pasien dalam menuju perubahan perilaku. Untuk mencapai keberhasilan perubahan perilaku, dibutuhkan edukasi yang komprehensif dan upaya peningkatan motivasi .Diabetes terkendali baik, apabila kadar glukosa darah mencapai kadar yang diharapkan serta kadar lipid dan HbAIc juga mencapai kadar yang diharapkan (PERKENI,2006). Dengan meningkatkan pengetahuan pasien diharapkan dapat membantu untuk mencapai tujuan dari manajemen diabetes (Berikai et al, 2007). Hal tersebut menurut PB PABDI (2005) dilakukan melalui empat pilar utama pengelolaan diabetes mellitus, yaitu edukasi, perencanaan makan, latihan jasmani, dan intervensi farmakologis.

Menurut penelitian yang dilakukan Look AHEAD Research Group pada tahun 2007, pasien diabetes yang diintervensi gaya hidupnya sehingga mengalami penurunan berat badan akan mengalami peningkatan kontrol glikemik dan pengurangan kadar HbA1c.

Pemberdayaan Penyandang Diabetes :-Partisipasi pasien-Partisipasi keluarga-Partisipasi masyarakat

KadarHbA1c

Manajemen DiabetesEdukasi /peningkatan pengetahuanPerencanaan MakanLatihan JasmaniIntervensi Farmakologis

Intervensi :Gaya HidupBerat badan (status gizi)

Gambar 1. Kerangka Teori1.5.2. Kerangka Konsep

PengetahuanVariabel IndependenVariabel Dependen

Dukungan Keluarga

Status Gizi

Kadar HbA1cManajemen Diabetes

Pengaturan Makan

Aktivitas Fisik

Kepatuhan minum obat

Gambar 2. Kerangka konsep1.6. Hipotesisa. Ada hubungan antara pengetahuan pasien tentang Diabetes Melitus dengan kadar HbA1c pasien Diabetes Melitus Tipe 2 di RSUD dr. H. Abdul Moeloek Provinsi Lampung Bandar Lampung.b. Ada hubungan dukungan keluarga dengan kadar HbA1c pasien Diabetes Melitus Tipe 2 di RSUD dr. H. Abdul Moeloek Provinsi Lampung.c. Ada hubungan status gizi dengan kadar HbA1c pasien Diabetes Melitus Tipe 2 di RSUD dr. H. Abdul Moeloek Provinsi Lampung.d. Ada hubungan antara pengontrolan makan dengan kadar HbA1c pasien Diabetes Melitus Tipe 2 di RSUD dr. H. Abdul Moeloek Provinsi Lampung Bandar Lampung.e. Ada hubungan antara latihan jasmani dengan kadar HbA1c pasien Diabetes Melitus Tipe 2 di RSUD dr. H. Abdul Moeloek Provinsi Lampung.f. Ada hubungan kepatuhan minum obat dengan kadar HbA1c pasien Diabetes Melitus Tipe 2 di RSUD dr. H. Abdul Moeloek Provinsi Lampung.