bab 1 - 5

70
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ikterus atau kuning merupakan salah satu manifestasi klinis dari suatu penyakit. Ikterus adalah penimbunan pigmen empedu atau bilirubin dalam tubuh yang menyebabkan perubahan warna jaringan menjadi kuning. Kata ikterus (jaundice) berasal dari bahasa Prancis Jaune yang berarti kuning. Kelainan ini kelihatan sederhana, namun kejadiannya melalui proses yang cukup panjang dan kompleks. 1,2 Dalam keadaan normal 80-85% bilirubin berasal dari pemecahan sel darah merah yang sudah cukup umur, hem pigmen diubah oleh hem oksigenase menjadi biliverdin. Kemudian biliverdin diubah menjadi bilirubin. Proses perubahan ini terjadi pada sistem retikuloendotelial terutama dilimpa. Sebagian kecil (15%) bilirubin dibuat langsung di sumsum tulang dan sering disebut “shunt bilirubin”. Bilirubin ini dikategorikan sebagai bilirubin inkonjugasi. 5 Ikterus sebaiknya diperiksa dibawah cahaya terang siang hari, dengan melihat sklera mata, dan kalau ini terjadi konsentrasi bilirubin sudah berkisar antara 2-2,5 mg/dL (34 sampai 43 umol/L). 1 Banyak pasien yang mengalami ikterus, dengan diagnosis yang beragam pula. Pasien dengan manifestasi 1

Upload: dhani

Post on 29-Dec-2015

26 views

Category:

Documents


7 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB 1 - 5

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Ikterus atau kuning merupakan salah satu manifestasi klinis dari suatu

penyakit. Ikterus adalah penimbunan pigmen empedu atau bilirubin dalam tubuh

yang menyebabkan perubahan warna jaringan menjadi kuning. Kata ikterus

(jaundice) berasal dari bahasa Prancis Jaune yang berarti kuning. Kelainan ini

kelihatan sederhana, namun kejadiannya melalui proses yang cukup panjang dan

kompleks.1,2

Dalam keadaan normal 80-85% bilirubin berasal dari pemecahan sel darah

merah yang sudah cukup umur, hem pigmen diubah oleh hem oksigenase menjadi

biliverdin. Kemudian biliverdin diubah menjadi bilirubin. Proses perubahan ini

terjadi pada sistem retikuloendotelial terutama dilimpa. Sebagian kecil (15%)

bilirubin dibuat langsung di sumsum tulang dan sering disebut “shunt bilirubin”.

Bilirubin ini dikategorikan sebagai bilirubin inkonjugasi.5 Ikterus sebaiknya

diperiksa dibawah cahaya terang siang hari, dengan melihat sklera mata, dan kalau

ini terjadi konsentrasi bilirubin sudah berkisar antara 2-2,5 mg/dL (34 sampai 43

umol/L).1

Banyak pasien yang mengalami ikterus, dengan diagnosis yang beragam

pula. Pasien dengan manifestasi klinis ikterus berarti mempunyai masalah dengan

hati, baik pada fase prahepatik, hepatik maupun pascahepatik. Banyak penyakit

dengan manifestasi klinis ikterus, antara lain penyakit hepatologi, penyakit sistem

bilier, penyakit pada pankreas, penyakit hematologi, penyakit infeksi tropik,

penyakit genetik, ikterus pada kehamilan, ikterus karena obat dan penyakit

autoimun.

Pada saat ini teknik penegakan diagnosis ikterus memperlihatkan

kemajuan yang pesat. Penegakan diagnosis penyakit pada pasien ikterus tidak

dapat hanya dilakukan dengan anamnesis tetapi harus dilakukan dengan

pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang lainnya. Penggunaan satu atau

beberapa teknik pemeriksaan mutakhir banyak memberikan keuntungan pada

1

Page 2: BAB 1 - 5

penderita, karena diagnosis yang ditegakkan dengan tegas dan dengan waktu yang

relatif pendek. Keuntungan waktu yang bisa disajikan oleh pemeriksaan mutakhir

sangat menguntungkan dibandingkan dengan cara-cara 10-15 tahun yang lalu.7

Mengenai data epidemiologi pasien yang dirawat inap di Rumah Sakit dengan

gejala ikterus dan distribusi penyakit yang ditimbulkan dari manifestasi klinis

tersebut tidak ditemukan data karena belum adanya penelitian mengenai pasien

ikterus sebelumnya, sehingga penulis akan melakukan penelitian mengenai

persentasi pasien dengan gejala ikterus dan apa diagnosis yang akan timbul dari

manifestasi ikterus tersebut.

Dengan adanya informasi mengenai profil ikterus diharapkan mampu

menjadi salah satu solusi dalam penanganan pasien dengan manifestasi klinis

ikterus. Sehingga dapat diatasi pada keadaan akut dan tidak menjadi progresif

serta menimbulkan komplikasi lain yang menyebabkan kematian. Mengingat

belum adanya penelitian tentang profil ikterus pada pasien di Bagian Penyakit

Dalam Rumah Sakit Raden Mattaher Jambi PeriodeFebruari 2012 – Mei

2012maka penelitian ini perlu dilakukan sehingga dapat lebih menilai dan

menangani persoalan yang dihadapi oleh penderita ikterus dan dapat mengenali

secara dini gejala tersebut.

Berdasarkan survei awal yang dilakukan di Rumah Sakit Umum Daerah

Raden Mattaher Propinsi Jambi dengan melihat status pasien di Rekam Medik,

diketahui bahwa pasien yang mangalami gejala kuning tidak semua di diagnosis

ikterus. Pasien didiagnosis ikterus bila kadar bilirubinnya >1,8 mg/dL. Karena

itulah penulis tertarik untuk meneliti profil ikterus di Rumah Sakit Umum Daerah

Raden Mattaher Propinsi Jambi.

1.2 Rumusan Masalah

Bagaimana profil ikterus pada pada pasien di Poliklinik dan Bangsal

Bagian Penyakit Dalam Rumah Sakit Raden Mattaher Jambi Periode

Februari 2012 – Mei 2012?

2

Page 3: BAB 1 - 5

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui profil ikterus

pada pasien pada pasien diPoliklinik dan Bangsal Bagian Penyakit

Dalam Rumah Sakit Raden Mattaher Jambi PeriodeFebruari 2012

– Mei 2012.

1.3.2 Tujuan Khusus

1) Mengetahui besar persentasi profil ikterus pada pasien diPoliklinik

dan Bangsal Bagian Penyakit Dalam Rumah Sakit Raden Mattaher

Jambi PeriodeFebruari 2012 – Mei 2012.

2) Mendeskripsikan distribusi penyakit pada pasien ikterus diPoliklinik

dan Bangsal Bagian Penyakit Dalam Rumah Sakit Raden Mattaher

Jambi PeriodeFebruari 2012 – Mei 2012.

1.3 Manfaat Penelitian

1) Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi

mengenai profil ikterus pada pasien diPoliklinik dan Bangsal Bagian

Penyakit Dalam Rumah Sakit Raden Mattaher Jambi PeriodeFebruari

2012 – Mei 2012.

2) Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu usaha

preventif suatu penyakit.

3) Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai data dasar

untuk melakukan penelitian selanjutnya.

3

Page 4: BAB 1 - 5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Ikterus adalah perubahan warna kulit, sklera mata atau jaringan lainnya

(membrana mukosa) yang menjadi kuning karena pewarnaan bilirubin yang

meningkat dalam sirkulasi darah. Bilirubin dibentuk akibat pemecahan cincin hem

oleh metabolisme sel darah merah. Konsentrasi bilirubin plasma normal adalah

maksimal 18 µmol/dL. Jika meningkat lebih dari 30 µmol/dL (1,8 mg/dL), sklera

menjadi kuning dan jika konsentrasinya semakin meningkat, kulit juga akan

menjadi kuning atau jaundice. Jaringan permukaan yang kaya elastin, seperti

sklera dan permukaan bawah lidah, biasanya kuning pertama kali.1,2,4

2.2Metabolisme Bilirubin

Gambar 2.1 Metabolisme Bilirubin Normal

4

Page 5: BAB 1 - 5

Sekitar 80 hingga 85% bilirubin terbentuk dari pemecahan eritrosit tua

dalam sistem monosit-makrofag. Masa hidup rata-rata eritrosit adalah 120 hari.

Setiap hari dihancurkan sekitar 50 ml darah, dan menghasilkan 250 sampai 350

mg bilirubin. Tidak semua pigmen empedu total bergantung pada mekanisme ini,

tetapi berasal dari destruksi sel eritrosit matur dalam sumsum tulang

(hematopoesis tak efektif) dan dari hemoprotein lain, terutama dari hati.2

Pada katabolisme hemoglobin (terutama terjadi dalam limpa), globin

dipisahkan dari heme diubah menjadi biliverdin. Bilirubin tak terkonjugasi

kemudian dibentuk dari biliverdin. Biliverdin adalah pigmen kehijauan yang

dibentuk melalui oksidasi bilirubin. Bilirubin tak terkonjugasi larut dalam lemak,

tidak larut dalam air dan tidak diekskresikan dalam empedu atau urine. Bilirubin

tak terkonjugasi berikatan dengan albumin dalam suatu kompleks larut air,

kemudian diangkut oleh sel-sel hati. Metabolisme bilirubin di dalam hati

berlangsung melalui tiga langkah: ambilan, konjugasi, dan ekskresi. Ambilan oleh

sel hati memerlukan dua protein hati. Konjugasi bilirubin dengan asam glukoronat

dikatalis enzim glukoronil transferase dalam retikulum endoplasma (RE).

Langkah terakhir dalam metabolisme bilirubin hati adalah transpor bilirubin

terkonjugasi melalui membran sel kedalam empedu melalui suatu proses aktif.2

Bilirubin terkonjugasi diaktifasi oleh enzim bakteri dalam usus, sebagian

menjadi komponen urobilinogen yang akan keluar dalam tinja (sterkobilin), atau

di serap kembali dari saluran cerna, di bawa ke hati dan dikeluarkan kembali ke

dalam empedu. Urobilinogen dapat larut dalam air, oleh karena itu sebagian

dikeluarkan melalui ginjal.20

2.3 Patofisiologi

Empat mekanisme umum yang menyebabkan hiperbilirubinemia dan

ikterus antara lain:2

a. Pembentukan bilirubin berlebihan

Fungsi ekskresi hati hanya terganggu sedikit, tetapi sel darah merah

dihemolisis dengan cepat dan sel hati tidak dapat mengekskresi bilirubin

5

Page 6: BAB 1 - 5

secepat pembentukannya. Oleh karena itu, konsentrasi plasma bilirubin bebas

meningkat di atas nilai normal. Juga kecepatan pembentukan urobilinogen

dalam usus sangat meningkat dan sebagian urobilinogen diabsorbsi kedalam

darah dan akhirnya diekskresikan kedalam urin.

Kira-kira 15 sampai 20% bilirubin dalam darah biasanya berasal dari sumber

selain dari destruksi sel darah merah. Keadaan ini menggambarkan apa yang

dinamakan early-labeled-fraction yang meliputi sintesis bilirubin dari hem

non-hemoglobin dalam hati dan dari hem hemoglobin dalam sumsum tulang.

Terdapatnya retikulosintesis, masa hidup sel darah merah yang memendek dan

meningkatnya urobilinogen feses, tanpa adanya bukti penyakit hati secara

klinis maupun laboratorium, sangat mungkin menunjukkan hemolisis dan

produksi bilirubin berlebihan sebagai penyebab ikterus.3,6

b. Gangguan ambilan bilirubin

Gangguan penyerapan atau ambilan bilirubin disebabkan oleh beberapa obat

yang telah terbukti berpengaruh dalam ambilan bilirubin oleh hati seperti asam

flavaspidat (dipakai untuk mengobati cacing pita), novobiosin, dan beberapa

zat warna kolesistografik. Hiperbilirubinemia tak terkonjugasi biasanya

menghilang bila obat pencetus dihentikan. Asam flavaspidat berkompetisi

dengan bilirubin untuk mengikat ligandin, dengan demikian mengakibatkan

hiperbilirubinemia tidak terkonjugasi.2,3

c. Gangguan konjugasi bilirubin

Bilirubin biasanya dikonjugasi di dalam sitoplasma hepatosit dengan bantuan

enzim glukoronil transferase. Apabila terjadi enzim, maka akan terjadi defek

pada metabolisme konjugasi bilirubin. Gangguan konjugasi bilirubin biasanya

terjadi pada neonatus. Hiperbilirubinemia tak terkonjugasi ringan (12,9

mg/100ml) yang timbul antara hari kedua dan kelima setelah lahir disebut

ikterus fisiologis neonatus. Ikterus neonatal yang normal ini disebabkan oleh

imaturitas enzim glukoronil transferase. Aktivitas glukoronil transferase

biasanya meningkat beberapa hari hingga minggu kedua setelah lahir, dan

setelah itu ikterus akan menghilang.2,5

d. Penurunan ekskresi bilirubin terkonjugasi

6

Page 7: BAB 1 - 5

Gangguan ekskresi terjadi karena adanya obstruksi sistem bilier intrahepatik

ataupun ekstrahepatik yang disebut ikterus obstruktif. Gangguan ekskresi

bilirubin menyebabkan terjadinya hiperbilirubinemia terkonjugasi. Bilirubin

terkonjugasi larut dalam air, sehingga dapat diekskresikan dalam urine dan

menimbulkan bilirubinemia serta urine yang gelap. Urobilinogen feses dan

urobilinogen urine sering menurun sehingga feses terlihat pucat. Peningkatan

kadar bilirubin terkonjugasi dapat disertai bukti-bukti kegagalan ekskresi hati

lainnya, seperti peningkatan kadar fosfatase alkali, AST, kolesterol, dan garam

empedu dalam serum. Ikterus akibat hiperbilirubinemia terkonjugasi biasanya

lebih kuning dibandingkan akibat hiperbilirubinemia tak terkonjugasi.

Perubahan warna berkisar dari orange-kuning muda atau tua sampai kuning-

hijau muda.2,5

2.4 Klasifikasi Ikterus

Ikterus dapat dibedakan menjadi beberapa bentuk antara lain :

a. Ikterus prahepatik (ikterus hemolitik)

Terjadi akibat peningkatan pembentukan bilirubin. Kerusakan sel darah

berlebihan dapat dijumpai pada berbagai jenis penyakit seperti malaria,

thalasemia, anemia hemolitik, sickle cell anemia, anemia pernisiosa, “shunt

bilirubin” dalam sumsum tulang, keracunan dan hipersplenisme. Perdarahan

pada paru atau perdarahan masif pada organ lain mungkin menimbulkan

ikterus karena heme pigmen direabsorbsi kedalam darah. Pada semua kondisi

ini, bilirubin tidak terkonjugasi didalam plasma akan meningkat.5

b. Ikterus intrahepatik (ikterus hepatoselular)

Disebabkan oleh defek spesifik pada ambilan bilirubin di sel hati. Dapat

dijumpai pada beberapa penyakit seperti sindrom Gilbert Meulengracht,

konjugasi (ikterus neonatorum, sindrom Crigler Najjar), sekresi bilirubin di

kanalikuli biliaris (sindrom Dubin Johnson, sindrom Rotor).4

c. Ikterus pascahepatik (ikterus obstruktif)

7

Page 8: BAB 1 - 5

Pada ikterus pascahepatik, duktus biliaris ekstrahepatik tersumbat terutama

oleh batu empedu (kolesistitis, kolelitiasis, koledokulitiasis), tumor

(karsinoma kaput pankreas), kolangitis atau pankreatitis.4

2.5 Penyakit dengan Manifestasi Klinis Ikterus

Banyak penyakit dengan manifestasi klinis ikterus antara lain penyakit

hepatologi, penyakit sistem bilier, penyakit pada pankreas, penyakit hematologi,

ikterus pada kehamilan, penyakit infeksi tropik, penyakit genetik, ikterus karena

obat dan penyakit autoimun.

2.5.1 Penyakit Hepatologi

1) Hepatitis

Hepatitis merupakan infeksi sistemik yang paling banyak menyerang hati.

Istilah patologi yang menunjukkan proses peradangan generalisata sel

parenkim hati. Hepatitis dibagi kedalam dua kategori utama yaitu hepatitis

akut disebabkan oleh salah satu dari lima jenis virus yaitu: virus hepatitis A

(HAV), virus hepatitis B (HBV), virus hepatitis C (HCV), virus hepatitis D

(HDV), dan virus hepatitis E (HEV). Semua jenis hepatitis virus yang

menyerang manusia merupakan virusribonucleic acid(RNA) kecuali virus

hepatitis B yang merupakan virus deoxsiribonucleid acid (DNA). Gambaran

klinis hepatitis virus sangat bervariasi mulai dari infeksi asimptomatik tanpa

kuning sampai yang sangat berat yaitu hepatitis fulminant yang dapat

menyebabkan kematian hanya dalam beberapa hari. Gejala hepatitis akut

dibagi menjadi empat tahap yaitu:

Fase inkubasi merupakan waktu antara masuknya virus dan

timbulnya gejala atau ikterus.

Fase prodromal (praikterik) fase diantara timbulnya keluhan-

keluhan pertama dan timbulnya gejala ikterus.

Fase ikterus. Ikterus muncul setelah 5-10hari, tetapi dapat juga

muncul bersamaan dengan munculnya gejala. Setelah timbul

ikterus jarang terjadi perburukan gejala prodromal, tetapi justru

akan terjadi perbaikan klinis yang nyata.

8

Page 9: BAB 1 - 5

Fase penyembuhan, diawali dengan hilangnya ikterus dan

keluhan lain, tetapi hepatomegali dan abnormalitas fungsi hati

tetap ada.18

Hepatitis kronik adalah peradangan pada parenkim hati yang tidak

mengenal penyembuhan setelah 3-6 bulan ditinjau dari aspek klinis dan

biokemis.Klasifikasi hepatitis konik dibagi dalam dua subtipe yaitu hepatitis

kronik persisten (HKP) dan hepatitis kronik aktif (HKA). Hepatitis kronik

persisten merupakan penyakit yang tidak berbahaya dan setelah beberapa

bulan akan mengalami remisi spontan. Manifestasi klinis HKP ringan atau

asimptomatik. Pada infeksi virus B kemungkinan terdapat simptom ikterus

atau ikterus tersembunyi. Sedangkan pada hepatitis kronik aktif atau sering

disebut hepatitis agresif merupakan penyakit tersendiri, akan tetapi

merupakan sindrom dari berbagai penyebab seperti, berbagai jenis virus,

obat-obatan dan autoimun. Manifestasi klinis yang ditimbulkan dari hepatitis

kronik aktif salah satunya adalah ikterus.5

2) Sirosis Hati

Sirosis hati adalah penyakit yang ditandai oleh adanya peradangan difus

dan menahun pada hati, diikuti dengan proliferasi jaringan ikat, degenerasi,

dan regenerasi sel-sel hati, sehingga timbul kekacauan dalam susunan

parenkim hati.8

Ikterus merupakan salah satu temuan klinis pada pasien sirosis hati.

Ikterus pada pasien sirosis hati terjadi pada kulit dan membran mukosa akibat

bilirubinemia.10 Selain itu dapat pula terjadi gejala perubahan warna air seni

yang menjadi kuning tua atau kecoklatan. Hal ini lebih sering berkaitan

dengan sirosis hati yang timbul akibat sumbatan aliran empedu yang lama,

terutama pada kebanyakan kasus di Indonesia oleh sumbatan ekstrahepatik

yang digolongkan pada sirosis hati sekunder. Pada sirosis hati oleh sebab lain

umumnya bilirubin tidak begitu tinggi dan ikterus tidak jelas. Keluhan mata

menjadi kuning sebagai petanda sirosis hati tingkat yang lanjut atau pada

tingkat transformasi kearah karsinoma hati primer. Pada keadaan ini ikterus

9

Page 10: BAB 1 - 5

terjadi karena tekanan jaringan tumor pada duktus empedu atau trombus

empedu tumor yang telah masuk kedalam saluran empedu intrahepatik.9

3) Karsinoma Hati

Karsinoma hati merupakan tumor ganas hati primer yang berasal dari

hepatosit, demikian pula dengan karsinoma fibrolamelar dan hepatoblastoma.

Tumor ganas hati lainnya adalah kolangiokarsinoma dan sitoadenokarsinoma

berasal dari sel epitel bilier, sedangkan angiokarsinoma dan leiomiosarkoma

berasal dari sel mesenkim.12

Sebagian besar penderita karsinoma hati mengalami sirosis hati baik yang

masih dalam stadium kompensasi, maupun yang sudah menunjukkan tanda-

tanda gagal hati seperti malaise, anoreksia, penurunan berat badan dan

ikterus.12

4) Abses hati

Abses hati adalah infeksi pada hati yang disebabkan oleh infeksi bakteri,

parasit, jamur, maupun nekrosis steril yang bersumber dari sistem

gastrointestinal yang ditandai dengan adanya proses supurasi dengan

pembentukan pus yang terdiri dari jaringan hati nekrotik, sel-sel inflamasi

atau sel darah didalam parenkim hati.

Abses hati terbagi 2, yaitu abses hati amebik (AHA) dan abses hati

piogenik (AHP). AHA merupakan salah satu komplikasi amebiasis ekstra

intestinal yang paling sering dijumpai didaerah tropik/subtropik, termasuk

Indonesia. AHP terkenal juga sebagai hepatic abcess, bacterial liver abcess,

bacterial abcess of the liver, bacterial hepatic abcess.11

Manifestasi klinis dari abses hati salah satunya adalah ikterus. Ikterus

terjadi karena adanya infeksi hati oleh bakteri, parasit atau jamur yang dapat

menyebabkan adanya penyakit sistem biliaris sehingga terjadi obstruksi aliran

empedu.

5) Penyakit hati karena obat dan bahan toksik

Hati berfungsi sebagai alat detoksifikasi terhadap berbagai bahan yang

dicerna oleh usus termasuk obat-obatan dan bahan toksik lainnya.

Penumpukan bahan-bahan ini dalam parenkim hati dapat melukai hepatosit

10

Page 11: BAB 1 - 5

dan menimbulkan manifestasi klinis seperti ikterus. Lebih kurang 10% dari

ikterus pada orang dewasa disebabkan oleh keracunan hati, baik karena

pemakaian obat-obatan yang berlebihan dan bahan toksik lainnya. Pemberian

obat-obatan yang berlebih dan bahan toksik yang dimakan tanpa disadari

dapat menimbulkan kelainan patologik parenkim hati seperti nekrosis berat,

hepatitis kronik, atau sirosis hepatis.5

2.5.2 Penyakit pada Sistem Bilier

1) Kolesistitis

Kolesistitis adalah peradangan pada saluran empedu. Pada

prinsipnya ada 2 tipe kolesistitis akut dan kronik. Sebagian besar

kolesistitis akut disebabkan adanya obstruksi pada duktus sistikus oleh

batu, sedangkan kurang dari 10% tanpa disertai batu. Kolesistitis kronik

hampir selalu disertai batu dan istilah ini digunakan untuk pasien

dengan riwayat serangan kolik akut berulang-ulang atau pasien dengan

gejala ringan terus-menerus.2,9

2) Kolelitiasis

Kolelitiasis adalah pembentukan batu pada saluran empedu.

Manifestasi flinis ikterus akan tampak apabila terjadi sumbatan pada

aliran empedu oleh batu empedu.2

3) Koledokolitiasis

Koledokolitiasis adalah adanya batu empedu disertai peradangan

pada duktus koledokus. Ikterus terjadi karena adanya sumbatan pada

duktus koledokus.7

4) Kolangitis

Kolangitis adalah infeksi bakteri pada cairan empedu di dalam

saluran empedu. Kolangitis disebabkan oleh adanya obstruksi dari

aliran empedu seperti tumor, striktur, stent, dan paling sering batu

koledokus.

Gejala klinis umumnya berupa demam, menggigil, nyeri perut, dan

ikterus (triad dari Charcot). Ikterus pada pasien kolangitis yaitu ikterus

11

Page 12: BAB 1 - 5

obstruktif yang disebabkan oleh adanya obstruksi pada saluran

empedu.13

2.5.3 Penyakit pada Pankreas

1) Pankreatitis

Pankreatitis adalah peradangan pada pankreas. Ada 2 tipe

pankreatitis akut dan kronik. Pankreatitis akut adalah proses peradangan

akut yang mengenai pankreas dan ditandai dengan berbagai derajat

edema, perdarahan, dan nekrosis pada sel-sel asinus dan pembuluh

darah.Pankreatitis kronik adalah peradangan yang ditandai oleh

destruksi progresif kelenjar disertai penggantian jaringan fibrosis yang

menyebabkan terbentuknya striktur kalsifikasi. Salah satu gejala klinis

pankreatitis akut maupun kronik adalah ikterus ringan. Ikterus dapat

timbul apabila terjadi obstruksi biliaris.2

2) Karsinoma pankreas

Karsinoma pankreas adalah tumor ganas pada pankreas. Lebih dari

90% kanker pankreas merupakan adenokarsinoma duktus. Kanker

pankreas terjadi dua kali lebih sering di kaput (sekitar 70% kasus)

dibandingkan di korpus (sekitar 20%) atau kauda (sekitar 10%).

Gejala ikterus pada karsinoma pankreas terjadi akibat sumbatan

pada empedu yang dijumpai pada lebih dari 80% pasien yang menderita

tumor di kaput pankreas dan biasanya disertai oleh urine yang gelap,

tinja berwarna dempul, dan pruritus. Berlainan dengan ikterus

asimptomatik yang kadang dijumpai pada pasien karsinoma kandung

empedu, duodenum, atau daerah periampula, sebagian besar pasien

karsinoma duktus kaput pankreas yang menderita ikterus mengalami

nyeri abdomen yang bermakna. Walau membesar pada karsinoma kaput

pankreas, kandung empedu teraba hanya pada kurang dari 50% kasus

(tanda courvoisier). Namun, adanya pembesaran kandung empedu pada

seorang pasien ikterik tanpa kolik biliaris mengisyaratkan adanya

sumbatan empedu ekstrahati oleh keganasan.3

12

Page 13: BAB 1 - 5

2.5.4 Penyakit hematologi

1) Anemia hemolitik

Anemia hemolitik adalah anemia yang disebabkan oleh

peningkatan kecepatan destruksi eritrosit. Klasifikasi anemia hemolitik

yaitu anemia hemolitik autoimun (AIHA) dan anemia hemolitik non

imun (herediter dan didapat). AIHA merupakan suatu kelainan dimana

terdapat antibodi terhadap sel-sel eritrosit sehingga umur eritrosit

memendek sedangkan anemia non imun merupakan anemia yang

disebabkan oleh defek protein yang terlibat dalam interaksi vertikal

antara rangka membran dan lapisan lemak dua lapis eritrosit.14,15

Gambaran klinis ikterus pada pasien anemia hemolitik baik AIHA

maupun pada anemia herediter merupakan ikterus hemolitik yang

terjadi karena peningkatan destruksi sel darah merah sehingga sel hati

tidak dapat mengekskresi bilirubin secepat pembentukannya. Oleh

karena itu, konsentrasi plasma bilirubin bebas meningkat di atas nilai

normal dan timbul manifestasi ikterus.

2) Anemia megaloblastik

Anemia megaloblastik merupakan suatu kelompok anemia dengan

eritroblast disumsum tulang memperlihatkan adanya suatu kelainan

yang khas pada pematangan inti relatif lebih lambat dibandingkan

dengan sitoplasma.

Gambaran klinis anemia megaloblastik awitan biasanya lambat

dengan gejala dan tanda anemia yang memburuk secara perlahan.

Pasien mungkin menderita ikterus ringan (warna kuning lemon) karena

pemecahan hemoglobin berlebihan akibat peningkatan eritropoesis

inefektif dalam sumsum tulang.14,15

2.5.5 Ikterus pada kehamilan

Dikenal sebagai ikterus intrahepatik pada kehamilan. Selain

kehamilan normal, beberapa kekacauan pada fungsi hati terjadi, terutama

selama trisemester akhir. Biasanya meliputi peningkatan ringan pada

13

Page 14: BAB 1 - 5

retensi BSP dan pada alkali fosfatase. Peningkatan alkali fosfatase ringan

ini selama kehamilan normal pada plasenta berasal dari hati. Pada

kehamilan normal, peningkatan kadar bilirubin serum tidak terjadi.

Pada sejumlah kecil perempuan hamil dapat ditemukan kolestasis

intrahepatik. Kalimat bilirubin serum biasanya kurang dari 103 µmol/L

(6mg/dL). Kadar fosfatase alkali dan kadar kolesterol meningkat secara

mencolok, sedangkan tes fungsi hati lainnya hanya sedikit yang berubah.

Secara histologis, hati memperlihatkan berbagai derajat kolestasis tetapi

hanya sedikit perubahan sel parenkim. Abnormalitas klinis dan

laboratorium akan mereda cepat setelah kelahiran dan biasanya normal

dalam 7 sampai 14 hari.3

2.5.6 Penyakit Infeksi Tropik

1) Malaria

Malaria adalah penyakit yang dapat bersifat akut maupun kronis,

disebabkan oleh protozoa genus plasmodium yang ditandai dengan

demam, anemia dan splenomegali. Plasmodium ini pada manusia

menginfeksi sel eritrosit tua (sel darah merah) dan mengalami pembiakan

aseksual dijaringan hati dan eritrosit. Pembiakan seksual terjadi pada tubuh

nyamuk anopheles betina. Jaundice atau ikterus pada malaria disebabkan

karena hemolisis dan gangguan hepar. Ikterus sering dijumpai pada infeksi

malaria falciparum.8,16

2) Leptospirosis

Leptospirosis adalah suatu penyakit zoonosis yang disebabkan oleh

mikroorganisme Leptospirosis Interogans tanpa memandang bentuk

spesifik serotipenya. Penyakit ini pertama kali ditemukan oleh Weil pada

tahun 1886 yang membedakan penyakit yang disertai dengan ikterus ini

dengan penyakit lain yang juga menyebabkan ikterus. Penyakit ini dapat

terjangkit pada laki-laki maupun perempuan semua umur. Bentuk yang

beratnya dikenal sebagai Weil’s disease. Penyakit ini dikenal dengan

14

Page 15: BAB 1 - 5

berbagai nama seperti mud fever,slime fever,swamp fever,autumnal

fever,infections jaundice,field fever,cane cutter fever, dll.

Salah satu gambaran klinis leptospirosis yaitu ikterus (50%). Gejala ini

terjadi pada fase leptospirosemia dimana leptospira akan melepaskan

toksik yang bertanggung jawab atas terjadinya keadaan patologi pada

beberapa organ seperti hati dan ginjal. Lesi yang muncul terjadi karena

kerusakan pada lapisan endotel kapiler. Pada leptospirosis terdapat

perbedaan antara derajat gangguan fungsi organ dengan kerusakan secara

histologik. Pada leptospirosis lesi histologis yang ringan ditemukan pada

ginjal dan hati pasien dengan kelainan fungsional yang nyata dari organ

tersebut. Perbedaan ini menunjukkan bahwa kerusakan bukan pada

struktur organ. Lesi inflamasi menunjukkan edema dan infiltrasi sel

monosit, limfosit dan sel plasma. Pada kasus yang berat terjadi kerusakan

kapiler dengan perdarahan yang luas dan disfungsi hepatoseluler dengan

retensi bile.8,17

2.5.7 Penyakit Genetik

1) Sindrom Dubin Johnson

Sindrom Dubin Johnson adalah penyakit hati kronik yang mempunyai

sifat klinik-patologi tertentu. Penyakit ini diturunkan secara autosom-

resesif dan pada penderita bilirubin direk dan anion organik cairan empedu

termasuk bromsulfatalein dan porfirin. Penyakit ini juga disebut ikterus

idiopatik kronik yaitu hiperbilirubinemia jinak yang diwariskan secara

autosom dan dicirikan dengan adanya pigmen gelap pada daerah

sentrilobuler sel hati. Secara fungsional, terdapat suatu gangguan ekskresi

bilirubin, zat warna kolefilik dan porfirin empedu. Pasien yang menderita

penyakit ini mungkin asimtomatik atau memiliki konstitusi yang tidak

jelas atau gejala gastrointestinal. Tidak jarang hati sedikit membesar pada

kira-kira seperempat kasus terdapat nyeri tekan hati ringan. Pada hati ciri

yang paling mencolok adalah terdapatnya pigmen cokelat atau hitam

dalam hepatosit.2,9

2) Sindrom Rotor

15

Page 16: BAB 1 - 5

Sindrom Rotor adalah penyakit yang menyerupai sindrom Dubin

Johnson tetapi tidak terdapat pigmen didalam sel hati dan bilirubin

konjugasi dalam serum memiliki lebih banyak bentuk monokonjugasi

daripada konjugasi diglukuronida. Kandung empedu biasanya terlihat pada

kolesistografi dan terdapat peningkatan dalam jumlah koproporfirin total

dalam urin tetapi bukan peningkatan persentasi dalam ekskresi

koproporfirin I. Pada hampir semua kasus sindrom Rotor terdapat

gangguan pada kapasitas penyimpanan hepatik. Sindrom yang jarang

ditemukan, ini diturunkan secara resesif autosom dan secara genetik

berbeda dari sindrom Dubin Johnson.3

3) Sindrom Gilbert Meulengracht

Pada sindrom ini gangguan yang bermakna adalah hiperbilirubinemia

indirek (tak terkonjugasi), yang menjadi penting secara klinis karena

keadaan ini sering disalah artikan sebagai penyakit hepatitis kronik.

Penyakit ini menetap sepanjang hidup dan mengenai sejumlah 3-5%

penduduk dan ditemukan pada kelompok umur dewasa muda dengan

keluhan tidak spesifik. Patogenesisnya belum dapat dipastikan adanya

gangguan (defek) yang kompleks proses pengambilan bilirubin dari

plasma yang berfluktuasi antara 2-5mg/dL (34-86 µmol/L) yang

cenderung naik dengan berpuasa dan keadaan stres lainnya. Keaktifan

enzim glukoroniltransferase rendah oleh karenanya mungkin ada

hubungan dengan sindrom Crigler Najjar. Sindrom Gilbert dapat dengan

mudah dibedakan dengan hepatitis dengan tes faal hati normal, tidak

terdapatnya empedu dalam urin dan fraksi bilirubin indirek yang dominan.

Hemolisis dibedakan dengan tidak terdapatnya anemia atau retikulositosis.

Histologi hati normal dan pasien harus dipastikan bahwa tidak ada

penyakit hati.1

4) Sindrom Crigler Najjar

Sindrom Crigler Najjar adalah penyakit yang diturunkan dan jarang

terjadi, ini disebabkan oleh adanya keadaan kekurangan

glukoroniltranferase dan terdapat pada dua bentuk. Pasien dengan

16

Page 17: BAB 1 - 5

autosomal resesif tipe I (lengkap=komplit) mempunyai hiperbilirubinemia

yang berat dan meninggal pada umur satu tahun. Pasien dengan penyakit

autosomal resesif tipe II (sebagian=parsial) mempunyai hiperbilirubinemia

yang kurang berat (20mg/dL, 342µmol/L) dan biasanya bisa hidup sampai

masa dewasa tanpa kerusakan neurologik. Fenobarbital yang dapat

merangsang kekurangan glukoroniltransferase dan dapat mengurangi

kuning.1

2.5.8 Ikterus karena Obat

Ada beberapa obat yang telah dibuktikan memperlihatkan pengaruhnya

pada ambilan bilirubin oleh hati. Sehingga obat tersebut dapat membuat

seseorang mengalami ikterus. Obat tersebut antara lain asam flavaspidik

yang digunakan dalam pengobatan infeksi cacing pita, dapat menyebabkan

hiperbilirubinemia tak terkonjugasi, gangguan bersihan natrium

sulbobromopthlein, selama pemberian obat tersebut. Asam flavaspidik

berkompetisi dengan bilirubin untuk mengikat ligandin. Dengan demikian,

mengakibatkan hiperbilirubinemia tak terkonjugasi. Ikterus yang timbul

pada pemberian novobiosin dan beberapa zat warna kolesistografi secara

nyata juga disebabkan oleh gangguan ambilan bilirubin.3

2.5.9 Penyakit Autoimun

Sistemik Lupus Eritematosus (SLE) adalah penyakit autoimun yang

melibatkan berbagai organ. Pada keadaan awal sering sukar dikenali

sebagai SLE karena manifestasinya sering terjadi tidak bersamaan.8

kriteria diagnosis SLE dari American College of Rheumatology (ACR)

pada tahun 1971 menyatakan bahwa leukopenia, trombositopenia dan

anemia hemolitik merupakan kriteria individual SLE. Pada SLE dapat

timbul manifestasi klinis ikterus karena adanya anemia hemolitik yang

disebabkan oleh peningkatan dekstruksi oleh sel darah merah tetapi sel

darah merah dan sel hati tidak dapat mengekskresikan bilirubin secepat

pembentukannya. Oleh karena itu, konsentrasi plasma bilirubin bebas

meningkat diatas nilai normal dan timbul manifestasi klinis ikterus.

17

Page 18: BAB 1 - 5

2.6 Gejala Klinis Lainnya

2.6.1 Penyakit Hepatologi

1) Hepatitis

Gejala klinis lainnya : perasaan mudah lelah, mialgia, gejala

saluran nafas, mual, muntah, nyeri abdomen, demam.13,18

2) Sirosis Hati

Gejala klinis lainnya : perasaan mudah lelah, mual, perut terasa

kembung, berat badan menurun, demam, gangguan tidur dan

gangguan pembekuan darah.2,10

3) Karsinoma Hati

Gejala klinis lainnya : rasa penuh di perut daerah kanan kuadran

atas, nafsu makan berkurang, berat badan menurun, perut terasa

penuh dan kembung (asites), mudah lelah, muntah.12

4) Abses Hati

Gejala klinis lainnya : demam, nyeri perut kanan atas atau dada

kanan bawah, anoreksia, mual, muntah, penurunan berat badan.11

5) Penyakit Hati karena Obat dan Bahan Toksik

Gejala klinis lainnya : demam, sakit didaerah epigastrium.7

2.6.2 Penyakit pada Sistem Bilier

1) Kolesistitis

Gejala klinis lainnya : kolik perut disebelah kanan atau epigastrium,

kadang-kadang menjalar sampai ke pundak atau skapula kanan,

demam.2

2) Kolelitiasis

Gejala klinis lainnya : kolik bilier, nyeri perut kanan atas, mual,

muntah, demam, konstipasi.2,13

3) Koledokolitiasis

Gejala klinis lainnya : kolik bilier, nyeri perut kanan atas, mual,

muntah, konstipasi.13

18

Page 19: BAB 1 - 5

4) Kolangitis

Gejala klinis lainnya : demam, menggigil, nyeri abdomen kuadran

kanan atas dapat menjalar ke punggung atau dibawah skapula kanan.13

2.6.3 Penyakit pada Pankreas

1) Pankreatitis

Gejala klinis lainnya : nyeri epigastrium, mual, muntah, demam.2

2) Karsinoma Pankreas

Gejala klinis lainnya : perut terasa penuh, kembung, anoreksia, mual,

muntah, nyeri perut pada ulu hati, penurunan berat badan, badan lesu,

konstipasi.2,3

2.6.4 Penyakit Hematologi

1) Anemia Hemolitik

Gejala klinis lainnya : anemia dan harus ditunjang dengan pemeriksaan

laboratorium.15

2) Anemia Megaloblastik

Gejala klinis lainnya : anemia dan harus ditunjang dengan pemeriksaan

laboratorium.15

2.6.5 Ikterus pada Kehamilan

Gejala klinis lainnya : pruritus.3

2.6.6 Penyakit Infeksi Tropik

1) Malaria

Gejala klinis lainnya : demam, splenomegali, anemia.16

2) Leptospirosis

Gejala klinis lainnya : demam, mialgia, nyeri kepala dibagian frontal,

keluhan gastrointestinal.17

2.6.7 Penyakit Genetik

1) Sindrom Dubin Johnson

Gejala klinis lainnya : nyeri perut di daerah hati, air kemih berwarna

gelap.1,9

2) Sindrom Rotor

19

Page 20: BAB 1 - 5

Gejala klinis lainnya : nyeri perut di daerah hati.1

3) Sindrom Gilbert Meulengracht

Gejala klinis lainnya : nyeri perutdi daerah hati, air kemih berwarna

gelap.1

4) Sindrom Crigler Najjar

Gejala klinis lainnya : nyeri perut di daerah hati.1

2.6.8 Ikterus karena Obat

Gejala klinis lainnya : demam, mual, muntah.5

2.6.9 Penyakit Autoimun

Sistemik Lupus Eritematosus (SLE), gejala klinis lainnya : arthalgia,

demam, lemas, terlihat kelainan kulit spesifik berupa bercak malar

menyerupai kupu-kupu dimuka, anemia hemolitik.8

2.7 Hasil Laboratorium

2.7.1 Penyakit Hepatologi

1) Hepatitis

Gambaran laboratorium :

a. Hepatitis A : peningkatan bilirubin dengan timbulnya gejala maka

anti HAV akan menjadi positif. Imunoglobulin M (IgM) anti HAV

akan hilang dalam waktu 3-6 bulan. IgM anti HAV adalah spesifik

untuk diagnosis dan konfirmasi infeksi hepatitis A akut.

b. Hepatitis B : peningkatan bilirubin dan peningkatan ALT yang

lebih besar dibandingkan dengan peningkatan AST dengan kadar

ALT nya 20-50 kali normal. Ditemukan pula IgM anti HBc

didalam darah selain HbeAg dan HBV DNA.

c. Hepatitis C : peningkatan bilirubin serum dengan uji serologi akan

terlihat antiHepatitis C Virus(HCV).

d. Hepatitis D : bilirubin serum meningkat pada uji serologi terdapat

DNA HDV, IgM dan IgG anti HDV.

e. Hepatitis E : serum transminase (AST dan ALT) menunjukkan

peningkatan pada fase prodromal begitu juga serum bilirubin.

20

Page 21: BAB 1 - 5

Sekitar 80% akan positif untuk IgM anti Hepatitis EVirus (HEV)

dan kadarnya masih terdeteksi selama 6-7 minggu. Durasi IgG anti

HEV yang terdeteksi dapat berkisar kurang dari setahun sampai

lebih dari 14 tahun.

2) Sirosis Hati

Gambaran laboratorium : Aspartate aminotransferase(AST) dan

Alanine transaminase (ALT) meningkat tidak terlalu tinggi. Alkali

fosfatase meningkat, bilirubin konsentrasinya bisa normal pada

sirosis hati kompensata tapi bisa juga meningkat pada sirosis yang

lanjut.10

3) Karsinoma Hati

Gambaran laboratorium : peningkatan bilirubin serum, Alkali

Fosfatase, AST, ALT serta adanya Alfa-Fetoprotein (AFP)

meningkat pada 60%-70% dari pasien dengan karsinoma hati, nilai

normal AFP (0-20 mg/dL). Penanda tumor lain Des-Gamma

Carboxy Prothrombin (DCP) yang meningkat.12

4) Abses Hati

Gambaran laboratorium : leukositosis dengan pergeseran kekiri,

anemia, peningkatan Laju Endap Darah (LED), Alkali Fosfatase,

AST, ALT serta serum bilirubin.11

5) Penyakit Hati karena Obat dan Bahan Toksik

Gambaran laboratorium : peningkatan bilirubin serum, kadang

disertai dengan peningkatan AST dan ALT.

2.7.2 Penyakit pada Sistem Bilier

1) Kolesistitis

Gambaran laboratorium : leukositosis serta kemungkinan peningkatan

AST dan ALT serta Alkali Fosfatase.13

2) Kolelitiasis

Gambaran laboratorium : leukositosis kadang juga terdapat kenaikan

ringan bilirubin dan gangguan tes fungsi hati yaitu peningkatan

bilirubin, Alkali Fosfatase, AST dan ALT.13

21

Page 22: BAB 1 - 5

3) Koledokolitiasis

Gambaran laboratorium : peningkatan bilirubin serum, Alkali Fosfatase

dan Gamma GT serta peningkatan AST dan ALT.13

4) Kolangitis

Gambaran laboratorium : leukositosis, bilirubin serum diantara 2-4 mg

karena obstruksi biasanya tidak total. Alkali Fosfatase Gamma GT,

5’nukleotidase meningkat mencolok, AST dan ALT juga meningkat.13

2.7.3 Penyakit pada Pankreas

1) Pankreatitis

Gambaran laboratorium : peningkatan kadar amilase serum selama 24-

72 jam pertama dan kadarnya bisa mencapai dua kali kadar normalnya.

Kadar bilirubin serum mungkin meningkat.2

2) Karsinoma Pankreas

Gambaran laboratorium : darah sebagian pasien menunjukkan tanda-

tanda anemia yang dapat disebabkan oleh gangguan nutrisi atau

perdarahan per anal. Amilase dan lipase serum umumnya meningkat.

Pada tes fungsi hati tetrdapat peningkatan bilirubin serum, Alkali

Fosfatase, elektroforesis protein. Petanda tumor CA 19-9 positif.13

2.7.4 Penyakit Hematologi

1) Anemia Hemolitik

Gambaran laboratorium : pada anemia hemolitik autoimun (AIHA) tipe

hangat terdapat Hb dibawah 7 gr/dL, pemeriksaan coomb direk

biasanya (+) dan terdapat autoantibodi IgG. Pada AIHA tipe dingin

anemia ringan, dengan sferofirosis, polikromatosia dan coomb test (+).

Pada anemia non imun (herediter dan didapat), terdapat retikulositosis

yang merupakan indikator terjadinya hemolisis. Terdapat penurunan Hb

dan anemia biasanya normositik. Jika ada kerusakan jaringan organ

lain, akan terjadi peningkatan laktat dehidrogenase (LD), AST dan

ALT.15

2) Anemia Megaloblastik

22

Page 23: BAB 1 - 5

Gambaran laboratorium : terjadi penurunan kadar Hb, retikulosit dan

trombosit. Dari gambaran darah perifer tampak dengan nyata adanya

anisositosis dan polikilositosis, bersamaan dengan makrovalositosis

yaitu sel darah merah dengan hemoglobinnisasi penuh yang merupakan

ciri khas dari anemia megaloblastik.1

2.7.5 Ikterus pada Kehamilan

Gambaran laboratorium : kadar bilirubin serum biasanya kurang dari

103µmol/dL (6 mg/dL). Kadar Alkali Fosfatase serum dan kolesterol

meningkat secara mencolok, sedangkan tes fungsi hati lainnya sedikit

berubah.3

2.7.6 Penyakit Infeksi Tropik

1) Malaria

Gambaran laboratorium : pada pemeriksaan mikroskopik darah tepi

adanya parasit malaria.16

2) Leptospirosis

Gambaran laboratorium : terdapat leukositosis disertai gambaran

neutrofilia dan Laju Endap Darah (LED) meningkat. Bila organ hati

terlibat, bilirubin direk akan meningkat tanpa peningkatan AST dan

ALT.17

2.7.7 Penyakit Genetik

1) Sindrom Dubin Johnson

Gambaran laboratorium : terdapat peningkatan kadar bilirubin direk dan

indirek, terutama direk (± 60% dari total). Alkali Fosfatase serum tidak

meningkat.9

2) Sindrom Rotor

Gambaran laboratorium : terdapat hiperbilirubinemia.1

3) Sindrom Gilbert Meulengracht

Gambaran laboratorium : terdapat hiperbilirubinemia indirek, tes fungsi

hati dalam batas normal.1

4) Sindrom Crigler Najjar

23

Page 24: BAB 1 - 5

Gambaran Laboratorium :terdapat hiperbilirubinemia berat.1

2.7.8 Ikterus karena Obat

Gambaran laboratorium : peningkatan bilirubin serum, kadang disertai

dengan peningkatan AST dan ALT.

2.7.9 Penyakit Autoimun

Sistem Lupus Eritematosus (SLE), gambaran laboratorium : jika

mengalami hepatomegali akan terjadi peningkatan serum AST, ALT,

Alkali Fosfatase dan LDH. Leukopenia, trombositopenia, anemia

hemolitik dan kadar bilirubin serum akan meningkat.19

2.8 Kerangka Teori

Berdasarkan tinjauan pustaka yang ada, disusunlah kerangka teori

penelitian mengenai gambaran pasien dengan gejala klinis Ikterus di Poliklinik

dan Bangsal Bagian Penyakit Dalam Rumah Sakit Raden Mattaher Jambi Periode

Februari 2012 – Mei 2012 sebagai berikut:

24

Definisi Ikterus

Metabolisme Bilirubin

Patofisiologi Ikterus

Klasifikasi Ikterus

Penyakit dengan

Manifestasi Klinis

Ikterus

Gejala Klinis Lainnya

Hasil Laboratorium

IKTERUS

Page 25: BAB 1 - 5

Gambar 2.2 Skema Kerangka Teori

2.9 Kerangka Konsep

Kerangka konsep penelitian pada dasarnya adalah kerangka hubungan

antara konsep-konsep yang ingin diamati atau diukur dalam penelitian yang akan

dilakukan. Kerangka konsep dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

25

Usia

Jenis Kelamin

Gejala Klinis

Hasil Laboratorium

Diagnosis

Usia

Jenis Kelamin

Gejala Klinis

Hasil Laboratorium

Diagnosis

IKTERUS

Page 26: BAB 1 - 5

Gambar 2.3 Skema Kerangka Konsep

2.10 Alur Penelitian

26

Penderita Ikterus

Rekam Medik

Profil

Diagnosa KlinisPengumpulan Data

Unit Rawat Jalan Unit Rawat Inap

Pengolahan dan Penyajian data

DIAGNOSIS PENYAKIT

Page 27: BAB 1 - 5

Gambar 2.4 Skema Alur Penelitian

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan bersifat deskriptif untuk

mengetahui gambaran pasien dengan gejala klinis Ikterusdi Poliklinik dan

Bangsal Bagian Penyakit Dalam Rumah Sakit Raden Mattaher Jambi

Periode Februari 2012 – Mei 2012.

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

27

Page 28: BAB 1 - 5

Penelitian ini dilakukan di ruang di Poliklinik dan Bangsal Bagian

Penyakit Dalam Rumah Sakit Raden Mattaher Jambi.

3.3 Sampel Penelitian

Sampel penelitian adalah semua pasien dengan manifestasi klinik

ikterusyang dirawat jalan atau dirawat inap diPoliklinik dan Bangsal

Bagian Penyakit Dalam Rumah Sakit Raden Mattaher Jambi periode

Februari 2012 – Mei 2012.

3.4 Kriteria Inklusi dan Eksklusi

3.5.1 Kriteria Inklusi

Pasien yang bersedia diambil data untuk dijadikan sampel

penelitian.

Gejala klinis ikterus berupa iktterik pada mata dan kulit.

3.5.2 Kriteria Eksklusi

Pasien dengan bilirubin <30 µmol/dL (1,8 mg/dL).

Data laboratorium pasien yang akan diteliti hilang / tidak

lengkap.

3.5 Variabel Penelitian

Adapun variabel yang akan digunakan dalam penelitian ini sebagai

berikut:

1) Karakteristik usia pada Ikterus berdasarkan tingkat kedewasaan

menurut WHO

a. 15 – 31 tahun

b. 32 – 49 tahun

c. ≥ 50 tahun

2) Karakteristik jenis kelamin

28

Page 29: BAB 1 - 5

a. Laki-laki

b. Perempuan

3) Karakteristik gejala klinis Ikterus

a. Ikterus pada sklera mata

b. Ikterus pada kulit

c. Ikterus pada sklera mata dan kulit

4) Karakteristik hasil laboratorium

a. Bilirubin total

b. AST

c. ALT

5) Karakteristik diagnosis pasien

a. Penyakit hepatologi

b. Penyakit sistem bilier

c. Penyakit pankreas

d. Penyakit hematologi

e. Ikterus pada kehamilan

f. Penyakit infeksi tropik

g. Penyakit genetik

h. Ikterus karena obat

i. Penyakit auto imun

3.6 Definisi Operasional

1. Karakteristik Pasien Ikterus

Ikterus adalah Ikterus adalah perubahan warna kulit, sklera mata

atau jaringan lainnya (membrana mukosa) yang menjadi kuning karena

pewarnaan oleh bilirubin yang meningkat yaitu >30 µmol/dL (1,8

mg/dL).

2. Karakteristik Usia Pasien Ikterus

Usia adalah umur pasien dengan gejala klinis ikterus seperti yang

tercantum pada rekam medik.

29

Page 30: BAB 1 - 5

Alat ukur : Identitas diri

Cara ukur : Melihat status pasien

Hasil ukur ;

a. 15 – 31 tahun : dewasa muda.

b. 32 – 49 tahun : dewasa

c. > 50tahun: lanjut usia.

Skala ukur : Data Nominal

3. Karakteristik Jenis Kelamin Pasien Ikterus

Jenis kelamin adalah jenis kelamin pasien ikterus yang tercantum

pada catatan rekam medik.

Alat ukur : Identitas diri

Cara ukur : Observasi pasien

Hasil ukur :

a. Pria

b. Wanita

Skala ukur : Data Nominal

4. Karakteristik Gejala Klinis Pasien Ikterus

Pasien ikterus adalah penderita yang dengan manifestasi klinis

ikterus baik pada sklera mata atau kulit yang di Poliklinik dan Bangsal

Bagian Penyakit Dalam Rumah Sakit Raden Mattaher Jambi periode

Februari 2012 – Mei 2012.

Alat ukur : Melihat status pasien

Cara ukur : Observasi pada sklera mata dan kulit

Hasil ukur ;

a. Ikterus pada sklera mata

b. Ikterus pada kulit

30

Page 31: BAB 1 - 5

c. Ikterus pada sklera mata dan kulit

Skala ukur : Data Nominal

5. Karakteristik Hasil Laboratorium

Hasil laboratorium adalah hasil pemeriksaan dari laboratorium

yang digunakan untuk menunjang diagnosis pasien ikterus yang

tercantum dalam rekam medik.

Alat ukur : Melihat lembar laboratorium

Cara ukur : Studi dokumentasi

Hasil ukur :

a. Bilirubin total

Diluar batas normal > 30 µmol/dL (1,8

mg/dL)

Didalam batas normal

b. AST

Meningkat> 40 IU/L

Normal

c. ALT

Meningkat> 56 IU/L

Normal

Skala Ukur : Data Nominal

6. Karakteristik Diagnosis Penyakit

Diagnosis penyakit didapatkan dari hasil anamnesis, pemeriksaan

fisik, dan pemeriksaan penunjang yang tercantum dalam status rekam

medik.

Alat ukur : Melihat status pasien

Cara ukur : Studi dokumentasi

Hasil ukur :

a. Penyakit hepatologi

b. Penyakit sistem bilier

c. Penyakit pankreas

31

Page 32: BAB 1 - 5

d. Penyakit hematologi

e. Ikterus pada kehamilan

f. Penyakit infesi tropik

g. Penyakit genetik

h. Ikterus karena obat

i. Penyakit autoimun

Skala ukur : Data Nominal

3.7 Kerangka Operasional

Penderita Ikterus di Poliklinik dan Bangsal Bagian Penyakit Dalam

RSUD Raden Mattaher Jambi

Pengumpulan Data di Poliklinik dan Bangsal

Penyakit Dalam

32

Page 33: BAB 1 - 5

Analisa Data

Hasil Penelitian

Gambar 2.5 Skema Kerangka Operasional

3.8 Metode Pengumpulan Data

Data dalam penelitian ini berupa data primer yang akan dikumpulkan dari

semua pasien dengan manifestasi klinik ikterus yang dirawat jalan atau rawat inap

diPoliklinik dan Bangsal Bagian Penyakit Dalam Rumah Sakit Raden Mattaher

Jambi.

3.9 Metode Pengolahan Data

Data yang terkumpul dari hasil observasi dan pencatatan akan ditabulasi,

diolah dan disajikan secara deskriptif dalam bentuk tabel frekuensi dan narasi.

3.10 Keterbatasan Penelitian

33

Page 34: BAB 1 - 5

Dalam penelitian ini, peneliti menemukan keterbatasan dalam hal :

a. Sampel

Tidak semua pasien dengan gejala kuning masuk ke dalam kategori

ikterus, pasien didiagnosis ikterus jika hasil bilirubin > 1,8 mg/dl.

Sehingga sampel penelitian sedikit.

b. Waktu

Dikarenakan waktu yang digunakan untuk menggambarkan pasien ikterus

di Rumah Sakit Raden Mattaher terlalu singkat. Sehingga jumlah pasien

yang sesuai kriteria penelitian sedikit.

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif yang bertujuan untuk

melihat gambaran pasien dengan gejala klinis Ikterus di Poliklinik dan Bangsal

Bagian Penyakit Dalam Rumah Sakit Raden Mattaher Jambi Periode Februari

2012 – Mei 2012.

Pengambilan data berupa data primer yang dilakukan dengan cara

observasi secara langsung dan melihat rekam medik pasien. Penelitian

34

Page 35: BAB 1 - 5

dilaksanakan di Poliklinik dan Bangsal Bagian Penyakit Dalam Rumah Sakit

Raden Mattaher Jambi selama bulan Februari 2012 – Mei 2012.

Dari data yang diperoleh selama Februari 2012 – Mei 2012 total pasien

rawat jalan 7.709 dimana sebanyak 27 pasien dengan gejala ikterik (0,35%), dari

27 pasien didapatsebanyak 7 pasien (25,9%) yang memenuhi syarat penelitian.

Sedangkan total pasien rawat inap 666 pasien, dimana 12 pasien gejala ikterik

(1,8%) yang kesemuanya memenuhi syarat penelitian (100%). Dengan

karakteristik responden yang akan diteliti adalah usia, jenis kelamin, gejala

ikterik, diagnosis penyakit, hasil laboratorium. Selanjutnya hasil penelitian akan

dibahas sebagai berikut.

4.1.1 Karakteristik Penderita Ikterus Rawat Jalan

4.1. Distribusi Pasien Ikterus Berdasarkan Usia

Usia (tahun) Frekuensi Persentasi (%)

15-31

32-49

≥50

1

3

3

14,2

42,9

42,9

Total 7 100

Berdasarkan uraian tabel 4.1 diatas dapat diketahui bahwa karakteristik

pasien ikterus di Poliklinik Bagian Penyakit Dalam Rumah Sakit Raden Mattaher

Jambi Periode Februari 2012 –Mei 2012 yang paling banyak mengalami ikterus

adalah kelompok usia32-49 tahun dan >50 tahun.

Tabel 4.2 Distribusi Pasien Ikterus Berdasarkan Jenis Kelamin

Jenis Kelamin Frekuensi Persentase (%)

Laki-Laki

Perampuan

5

2

71,4

28,6

Total 7 100

35

Page 36: BAB 1 - 5

Berdasarkan uraian tabel 4.2 diatas dapat diketahui bahwa karakteristik

pasien ikterus di Poliklinik Bagian Penyakit Dalam Rumah Sakit Raden Mattaher

Jambi Periode Februari 2012 –Mei 2012 yang paling banyak mengalami ikterus

adalah pasien dengan jenis kelamin laki-laki.

Tabel 4.3 Distribusi Pasien Ikterus Berdasarkan Gambaran Klinis

Gambaran Klinis Frekuensi Persentase (%)

Skelera ikterik

Kulit ikterik

Sklera dan kulit ikterik

-

-

7

-

-

100

Total 7 100

Berdasarkan uraian tabel 4.3 diatas dapat diketahui bahwa karakteristik

pasien ikterus di Poliklinik Bagian Penyakit Dalam Rumah Sakit Raden Mattaher

Jambi Periode Februari 2012 –Mei 2012 dijumpai adanya kulit dan sklera ikterik.

Tabel 4.4 Distribusi Pasien Ikterus Berdasarkan Hasil Laboratorium

Hasil Laboratorium Frekuensi Persentase (%)

Bilirubin Total, AST ↑,

dan ALT ↑ 7 100

Total 7 100

Berdasarkan uraian tabel 4.4 diatas dapat diketahui bahwa karakteristik

pasien ikterus di Poliklinik Bagian Penyakit Dalam Rumah Sakit Raden Mattaher

36

Page 37: BAB 1 - 5

Jambi Periode Februari 2012 –Mei 2012 dijumpai peningkatan bilirubin total,

AST, dan ALT pada seluruh pasien ikterik.

Tabel 4.5 Distribusi Pasien Ikterus Berdasarkan Diagnosis Penyakit

Diagnosis Penyakit Frekuensi Persentase (%)

Penyakit hepatologi

Penyakit sistem bilier

Penyakit pankreas

Penyakit hematologi

Ikterus pada kehamilan

Penyakit infesi tropik

Penyakit genetik

Ikterus karena obat

Penyakit autoimun

7

-

-

-

-

-

-

-

-

100

-

-

-

-

-

-

-

-

Total 7 100

Berdasarkan uraian tabel 4.5 diatas dapat diketahui bahwa karakteristik

pasien ikterus di Poliklinik Bagian Penyakit Dalam Rumah Sakit Raden Mattaher

Jambi Periode Februari 2012 –Mei 2012 yang paling banyak mengalami ikterus

adalah pasien yang didiagnosis penyakit hepatologi.

4.1.2 Karakteristik Penderita Ikterus Rawat Inap

Tabel 4.6 Distribusi Pasien Ikterus Berdasarkan Usia

Usia (tahun) Frekuensi Persentasi (%)

15-31

32-49

≥50

7

5

0

58,3

41,7

0

Total 12 100

37

Page 38: BAB 1 - 5

Berdasarkan uraian tabel 4.6 diatas dapat diketahui bahwa karakteristik

pasien ikterus di Bangsal Bagian Penyakit Dalam Rumah Sakit Raden Mattaher

Jambi Periode Februari 2012 –Mei 2012 yang paling banyak mengalami ikterus

adalah pasien dengan kelompok usia 15-31 tahun.

Tabel 4.7 Distribusi Pasien Ikterus Berdasarkan Jenis Kelamin

Jenis Kelamin Frekuensi Persentase (%)

Laki-Laki

Perampuan

10

2

83,3

16,7

Total 12 100

Berdasarkan uraian tabel 4.7 diatas dapat diketahui bahwa karakteristik

pasien ikterus di Bangsal Bagian Penyakit Dalam Rumah Sakit Raden Mattaher

Jambi Periode Februari 2012 –Mei 2012 paling banyak mengalami ikterus adalah

pasien dengan jenis kelamin laki-laki.

Tabel 4.8 Distribusi Pasien Ikterus Berdasarkan Gambaran Klinis

Gambaran Klinis Frekuensi Persentase (%)

Sklera ikterik

Kulit ikterik

Skelera dan kulit Ikterik

-

-

12

-

-

100

Total 12 100

38

Page 39: BAB 1 - 5

Berdasarkan uraian tabel 4.8 diatas dapat diketahui bahwa karakteristik

pasien ikterus di Bangsal Bagian Penyakit Dalam Rumah Sakit Raden Mattaher

Jambi Periode Februari 2012 –Mei 2012 dijumpai adanya kulit dan sklera ikterik.

Tabel 4.9 Distribusi Pasien Ikterus Berdasarkan Hasil Laboratorium

Hasil Laboratorium Frekuensi Persentase (%)

Bilirubin Total, AST ↑,

dan ALT ↑ 12 100

Total 12 100

Berdasarkan uraian tabel 4.9 diatas dapat diketahui bahwa karakteristik

pasien ikterus di Bangsal Bagian Penyakit Dalam Rumah Sakit Raden Mattaher

Jambi Periode Februari 2012 –Mei 2012 dijumpai peningkatan bilirubin total,

AST dan ALT pada pasien ikterik.

Tabel 4.10 Distribusi Pasien Ikterus Berdasarkan Diagnosis Penyakit

Diagnosis Penyakit Frekuensi Persentase (%)

Penyakit hepatologi

Penyakit sistem bilier

Penyakit pankreas

Penyakit hematologi

Ikterus pada kehamilan

Penyakit infesi tropik

11

1

-

-

-

-

91,7

8,3

-

-

-

-

39

Page 40: BAB 1 - 5

Penyakit genetik

Ikterus karena obat

Penyakit autoimun

Lainnya

-

-

-

-

-

-

-

-

Total 12 100

Berdasarkan uraian tabel 4.10 diatas dapat diketahui bahwa karakteristik

pasien ikterus di Bangsal Bagian Penyakit Dalam Rumah Sakit Raden Mattaher

Jambi Periode Februari 2012 –Mei 2012 yang paling banyak mengalami ikterus

adalah pasien yang didiagnosis penyakit hepatologi.

4.2 Pembahasan

4.2.1 Karakteristik Pasien Ikterus Berdasarkan Usia

Berdasarkan tabel usia diatas, dapat diketahui bahwa rata-rata pasien yang

banyak mengalami ikterus adalah pasien dengan kelompok usia 32-49 tahun.

Hasil penelitian ini sesuaipenelitian yang dilakukan oleh Sri Maryani Sutadi

bahwa penderita ikterus dengan umur rata-rata terbanyak antaragolongan umur 30

– 59 tahun dengan puncaknya sekitar 40 – 49 tahun.21 Hal ini tidak jauh berbeda

dengan penelitian Somia A. I K et al, yang dilakukan selama satu tahun pada

tahun 2004 di Rumah Sakit Sanglah Denpasar, diperoleh 95 kasus dengan usia

rata-rata 32-54tahun.22

Sedangkan Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2007 menyebutkan

bahwarata-rata penderita antara umur 15 – 44 tahun.23Penelitian yang dilakukan

Enny Muchlastriningsih menyebutkan bahwa penderita yang paling banyak

mengalami ikterus adalah penderita pada kelompok usia 15-44 tahun baik yang

rawat jalan maupun rawat inap.24

Pada orang dewasa, sakit kuning sering merupakan tanda bahwa hati tidak

berfungsi dengan baik. Infeksi seperti hepatitis mungkin bertanggung jawab,

karena mungkin efek dari beberapa obat. Penyebab umum dari kerusakan sel hati

adalah penyalahgunaan alkohol.35

40

Page 41: BAB 1 - 5

4.2.2 Karakteristik Pasien Ikterus Berdasarkan Jenis Kelamin

Berdasarkan tabel jenis kelamin diatas, dapat diketahui bahwa

karakteristik penderita ikterus paling banyak rata-rata adalah laki-laki. Hasil

penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Manmohan G et

albahwa penderita ikterus paling banyak adalah laki-laki.25 Menurut Mardi

Santoso dan Kristian Ariya Sedayuprevalensi tertinggi diderita oleh laki-laki

mencapai 54%.26

Penelitian lain mengatakan bahwadari 39 orang pasien ikterus yang

menjadi sampel pada penelitian, didapatkan 28 orang ( 71,8 %) laki-laki dan 11

orang (28,2 %) perempuan.22

4.2.3 Karakteristik Pasien Ikterus Berdasarkan Adanya Kulit dan Sklera

Ikterik

Berdasarkan tabel adanya kulit dan sklera ikterik di atas, dapat diketahui

bahwa seluruh pasien ikterik dijumpai kulit dan sklera ikterik. Hasil penelitian ini

sesuai dengan studi yang dilakukan oleh dr.Paramesh Banerji yang menyebutkan

bahwa gejala yang paling umum yang ditunjukkan oleh pasien ikterus tingkat

billirubin yang lebih tinggi dalam aliran darah. Hal ini menyebabkan pigmentasi

kuning pada kulit (putih mata) sklera dan mukosa.27

Menurut David C. Dugdale, ikterus dapat muncul tiba-tiba atau perlahan

berkembang dari waktu ke waktu.28 Gejala penyakit kuning umumnya meliputi:

kulit dan bagian putih mata (sklera) menjadi kuning. Ketika penyakit kuning lebih

parah daerah-daerah mungkin terlihat coklat, warna kuning di dalam mulut,warna

gelap atau coklat pada urin dantinjaberwarna pucat atautanah liat.28 Ikterus

menyebabkan kulit dan skelera mata menjadi kuning karena kelebihan jumlah

pigmen empedu bilirubin dalam lapisan lemak dibawah kulit.32

4.2.4 Karakteristik Pasien Ikterus Berdasarkan Hasil Laboratorium

Konsentrasi bilirubin plasma normal adalah maksimal 18 µmol/dL. Jika

meningkat lebih dari 30 µmol/dL (1,8 mg/dL)1.

41

Page 42: BAB 1 - 5

Berdasarkan tabel diagnosa hasil laboratorium diatas, dapat diketahui

bahwa pada pasien ikterus terjadi peningkatan bilirubin total, AST dan ALT.

Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan di RSUD Rantau

Prapat Kabupaten Labuhan Batu tahun 2006-2009 bahwa penderita ikterus, kadar

AST dalam kategori tinggi 45,2% dan kadar ALT dalam kategori tinggi 45,2%.30

Sumber lain mengatakan, jika AST dan ALT meningkat secara signifikan

lebih tinggi dari Alkali Phosphatase menunjukkan penyakit hati yang

menyebabkan ikterus.33

4.2.5 Karakteristik Pasien Ikterus Berdasarkan Diagnosa Penyakit

Berdasarkan tabel diagnosa penyakit diatas, dapat diketahui bahwa ikterus

pada pasien paling banyak disebabkanoleh penyakit hepatologi. Hasil penelitian

ini sesuai dengan teori pada buku Gastroenterologi yang menyebutkan bahwa

timbulnya ikterus pada seseorang merupakan tanda penyakit hati

(hepatologi).1Hepatik menyebabkan penyakit kuning termasuk hepatitis akut,

hepatotoksisitas dan penyakit hati alkoholik, dimana nekrosis sel mengurangi

kemampuan hati untuk memetabolisme dan mengeluarkan bilirubin yang

mengarah ke penumpukan dalam darah.29 Jaundice terjadi pada anak dan oreang

dewasa ketika bilirubin terbentuk karena penyakit serius dan kondisi yang

menyebabkan kerusakan hati atau disfungsi hati.31

Dari hasil penelitian dapat diketahui bahwa penyakit dengan gejala ikterus

terbanyak adalah Hepatitis A, hal ini disebabkan karena Hepatitis A penularannya

melalui makanan atau air yang terkontaminasi sehingga lebih besar kemungkinan

dari pada diagnosis yang lain.34

42

Page 43: BAB 1 - 5

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan dari hasil penelitian dan pembahasan dari halaman

sebelumnya, maka dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Karakteristik penderita ikterus berdasarkan usia pada pasien rawat jalan yang

paling banyak adalah kelompok usia 32-49 tahun dan >50 tahun yaitu

sebanyak 3 orang (42,9) dan pada pasien rawat inap yang paling banyak

adalah kelompok usia 15-31 tahun yaitu 7orang (58,3%). Berdasarkan jenis

kelamin yang paling banyak pada pasien rawat jalan adalah laki-laki yaitu

sebanyak 5 orang (71,4%), pada rawat inap jumlah pasien laki-laki lebih

banyak dari pasien perempuan yaitu sebanyak 10 orang (83,3%). Gambaran

43

Page 44: BAB 1 - 5

klinis berupa kulit dan sklera ikterik pada pasien rawat jalan dan rawat inap

sebanyak 100%. Hasil laboratorium pada seluruh pasien rawat jalan dan rawat

inap mengalami peningkatan bilirubin total, AST dan ALT sebanyak 100%

2. Penyakit yang mendasari ikterus pada pasien rawat jalan semua pasien adalah

penyakit hepatologi, yaitu sebanyak 7 orang (100%). Pada pasien rawat inap

yang paling banyak adalah penyakit hepatologi yaitu sebanyak 11 orang

(91,7%), sedangkan yang paling sedikit adalah sistem bilier yaitu sebanyak 1

orang (8,3%).

5.2 Saran

1. Karena penelitian ini berupa profil ikterus profil ikterus pada

pasien di Poliklinik dan Bangsal Bagian Penyakit Dalam Rumah Sakit Raden

Mattaher Jambi, maka diharapkan adanya penelitian lebih lanjut mengenai

ikterus di Rumah Sakit Raden Mattaher Jambi.

2. Diharapkan untuk penelitian selanjutnya waktu penelitiannya lebih

panjang agar bisa mendapatkan jumlah sampel yang lebih banyak, karena

jumlah pasien ikterus di Bagian Penyakit Dalam RSUD Raden Mattaher

sedikit.

DAFTAR PUSTAKA

1. Sulaiman, Ali. 2006. Pendekatan Klinis Pasien Ikterus. Dalam: Buku Ajar

Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I. Edisi IV. Jakarta: Pusat Penerbitan

Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI.2006; 420-423

2. Price SA. 2003. Gangguan Hati, Kandung Empedu dan Pankreas. Dalam:

Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Volume I. Penerbit

Buku Kedokteran EGC. Jakarta: hal. 472-508

3. Isselbacher. KJ. 2000. Pendekatan Pasien dengan Penyakit Hati. Dalam:

Harrison Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam. Volume I. Penerbit Buku

Kedokteran EGC. Jakarta: hal. 1614-1728

44

Page 45: BAB 1 - 5

4. Silbernagl.S. 2003. Jaundice (Ikterus). Dalam: Teks dan Atlas Berwarna

Patofisiologi. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta: hal. 168-169

5. Tambunan, Gani W. 1994. Sistem Hepatobilier. Dalam: Patologi

Gastroenterologi. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta: hal. 147-237

6. Guyton & Hall. 1996. Hati Sebagai Suatu Organ. Dalam: Buku Ajar

Fisiologi Kedokteran. Edisi 9. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakrta:

hal. 1108-1110

7. Gips. CH. Wilson.1989. Diagnosis dan Terapi Penyakit Hati dan Empedu.

Penerbit HIPOKRATES. Jakarta

8. Mansjoer, Arif. Dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid I. Edisi

Ketiga. Penerbit Media Aesculapius. Jakarta: hal. 407-636

9. Sulaiman. HA. 1990. Gastroenterologi Hepatologi. Penerbit CV Sagung

Seto. Jakarta

10. Nurdjanah S. Sirosis Hati. Dalam: Sudoyo Aw dkk, editor. Buku Ajar Ilmu

Penyakit Dalam. Jilid I. Edisi IV. Jakarta. Pusat Penerbitan Departemen

Ilmu Penyakit Dalam FKUI. 2006: hal. 445-448

11. Wenas NT, Waleleng BJ. Abses Hati Piogenik. Dalam: Sudoyo AW dkk,

editor. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I. Edisi IV. Jakarta: Pusat

Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI. 2006: hal. 460-461

12. Budihusodo U. Karsinoma Hati. Dalam: Sudoyo AW dkk, editor. Buku

Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I. Edisi IV. Jakarta: Pusat Penerbitan

Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI. 2006: hal. 455-459

13. Rasyad, SB. 2006. Kumpulan Kuliah Hepatologi, Penyakit Pankreas dan

Kandung Empedu. Palembang: Penerbit Sub bagian Gastroenterologi-

Hepatologi Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya

14. Hoffbrand, AV. 2002. Kapita Selekta Hematologi. Jakarta: Penerbit Buku

Kedokteran EGC

15. Soenarto, Rinaldi I. Anemia Hemolitik, Anemia Megaloblastik. Dalam:

Sudoyo AW dkk, editor. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I. Edisi IV.

Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI. 2006:

hal. 643-658

45

Page 46: BAB 1 - 5

16. Harjianto, PN. Malaria. Dalam: Sudoyo AW dkk, editor. Buku Ajar Ilmu

Penyakit Dalam. Jilid I. Edisi IV. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen

Ilmu Penyakit Dalam FKUI. 2006: hal. 1732-1748

17. Zein, U. Leptospirosis. Dalam: Sudoyo AW dkk, editor. Buku Ajar Ilmu

Penyakit Dalam. Jilid I. Edisi IV. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen

Ilmu Penyakit Dalam FKUI. 2006: hal.1823-1826

18. Sanityoso,A. Hepatitis Virus Akut. Dalam: Sudoyo AW dkk, editor. Buku

Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I. Edisi IV. Jakarta: Pusat Penerbitan

Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI. 2006: hal. 427-432

19. Isbagio, H dkk. Lupus Eritomatosus Sistemik. Dalam: Sudoyo AW dkk,

editor. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I. Edisi IV. Jakarta: Pusat

Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI. 2006: hal.1214-1221

20. Kanoko S,Mpu. Metabolisme Bilirubin dan Patofisiologi Ikterus. Dalam:

Buku Ajar Ilmu Penyakit Hati. Edisi 1. Penerbit Jaya Abadi. 2007: hal. 5

21. Sutadi SM (online). Bagian Ilmu Penyakit Dalam Universitas Sumatra

Utara. 2008 (diakses 5 Juni 2012). Di unduh dari URL:

www.digilib.USU.com

22. Juliana IM, Wibawa IDN (online). Gastroentero-Hepatologi Bag/SMF

Ilmu Penyakit Dalam FK UNUD. 2007 (diakses 5 Juni 2012). Di unduh

dari URL: www. ejournal.unud.ac.id

23. Data Riset Kesehatan Dasar (online). Karakteristik Ikterus. 2007 (diakses

5 Juni 2012). Di unduh dari URL:www.ilmukesehatan.com

24. Muchlastriningsih E (online). Karakteristik Penderita Ikterus. 2002

(diakses 5 Juni 2012). Di unduh dari URL: www.docstoc.com

25. Manmohan (online). Jaundice. 2010 (diakses 2 Juni 2012). Di unduh dari

URL: www. thorax.bmj.com

26. Santoso M, Sedayu KA (online). Gambaran Pola Penyakit Hati. 2006

(diakses 5 Juni 2012). Di unduh dari URL: www.ukrida.ac.id

27. Banerji P (online). Penyakit Kuning. 2011 (diakses 2 Juni 2012). Di unduh

dari URL: www. calicutmedical journal .org

46

Page 47: BAB 1 - 5

28. Dugdale DC (online). Gejala Penyakit Kuning. 2011 (diakses 2 Juni

2012). Di unduh dari URL: www.medlineplus.com

29. New Medical (online). Diagnosis Ikterus. 2012 ( diakses 23 Juni 2012). Di

unduh dari URL: www.news-medical.net

30. Repository(online). Diagnosis Penyakit Kuning. 2009 (diakses 5 Juni

2012). Di unduh dari URL: www. repository.usu.ac.id

31. Lokal Health (online). Penyebab Kuning. 2012. (diakses 8 Juni 2012). Di

unduh dari URL: www.lokalhealth.com

32. Keluarga dan Kesehatan Anak (online). Penyakit Kuning. 2012. (diakses 8

Juni 2012). Diunduh dari URL: www.bodyandhealth.canada.com

33. Diagnosis Ikterus (online). Pendekatan Diagnostik. 2012. (diakses 8 Juni

2012). Diunduh dari URL: www.news-medical.net

34. Health for Boomers and Beyond (online).Jaundice. 2012. (diakses 28 Juli

2012). Diunduh dari URL: http://www.thirdage.com

35. Hicks R (online). Jaundice. 2009. (diakses 28 Juli 2012). Diunduh dari

URL : http://www.bbc.co.uk

47