bab 1 - 5
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Ikterus atau kuning merupakan salah satu manifestasi klinis dari suatu
penyakit. Ikterus adalah penimbunan pigmen empedu atau bilirubin dalam tubuh
yang menyebabkan perubahan warna jaringan menjadi kuning. Kata ikterus
(jaundice) berasal dari bahasa Prancis Jaune yang berarti kuning. Kelainan ini
kelihatan sederhana, namun kejadiannya melalui proses yang cukup panjang dan
kompleks.1,2
Dalam keadaan normal 80-85% bilirubin berasal dari pemecahan sel darah
merah yang sudah cukup umur, hem pigmen diubah oleh hem oksigenase menjadi
biliverdin. Kemudian biliverdin diubah menjadi bilirubin. Proses perubahan ini
terjadi pada sistem retikuloendotelial terutama dilimpa. Sebagian kecil (15%)
bilirubin dibuat langsung di sumsum tulang dan sering disebut “shunt bilirubin”.
Bilirubin ini dikategorikan sebagai bilirubin inkonjugasi.5 Ikterus sebaiknya
diperiksa dibawah cahaya terang siang hari, dengan melihat sklera mata, dan kalau
ini terjadi konsentrasi bilirubin sudah berkisar antara 2-2,5 mg/dL (34 sampai 43
umol/L).1
Banyak pasien yang mengalami ikterus, dengan diagnosis yang beragam
pula. Pasien dengan manifestasi klinis ikterus berarti mempunyai masalah dengan
hati, baik pada fase prahepatik, hepatik maupun pascahepatik. Banyak penyakit
dengan manifestasi klinis ikterus, antara lain penyakit hepatologi, penyakit sistem
bilier, penyakit pada pankreas, penyakit hematologi, penyakit infeksi tropik,
penyakit genetik, ikterus pada kehamilan, ikterus karena obat dan penyakit
autoimun.
Pada saat ini teknik penegakan diagnosis ikterus memperlihatkan
kemajuan yang pesat. Penegakan diagnosis penyakit pada pasien ikterus tidak
dapat hanya dilakukan dengan anamnesis tetapi harus dilakukan dengan
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang lainnya. Penggunaan satu atau
beberapa teknik pemeriksaan mutakhir banyak memberikan keuntungan pada
1
penderita, karena diagnosis yang ditegakkan dengan tegas dan dengan waktu yang
relatif pendek. Keuntungan waktu yang bisa disajikan oleh pemeriksaan mutakhir
sangat menguntungkan dibandingkan dengan cara-cara 10-15 tahun yang lalu.7
Mengenai data epidemiologi pasien yang dirawat inap di Rumah Sakit dengan
gejala ikterus dan distribusi penyakit yang ditimbulkan dari manifestasi klinis
tersebut tidak ditemukan data karena belum adanya penelitian mengenai pasien
ikterus sebelumnya, sehingga penulis akan melakukan penelitian mengenai
persentasi pasien dengan gejala ikterus dan apa diagnosis yang akan timbul dari
manifestasi ikterus tersebut.
Dengan adanya informasi mengenai profil ikterus diharapkan mampu
menjadi salah satu solusi dalam penanganan pasien dengan manifestasi klinis
ikterus. Sehingga dapat diatasi pada keadaan akut dan tidak menjadi progresif
serta menimbulkan komplikasi lain yang menyebabkan kematian. Mengingat
belum adanya penelitian tentang profil ikterus pada pasien di Bagian Penyakit
Dalam Rumah Sakit Raden Mattaher Jambi PeriodeFebruari 2012 – Mei
2012maka penelitian ini perlu dilakukan sehingga dapat lebih menilai dan
menangani persoalan yang dihadapi oleh penderita ikterus dan dapat mengenali
secara dini gejala tersebut.
Berdasarkan survei awal yang dilakukan di Rumah Sakit Umum Daerah
Raden Mattaher Propinsi Jambi dengan melihat status pasien di Rekam Medik,
diketahui bahwa pasien yang mangalami gejala kuning tidak semua di diagnosis
ikterus. Pasien didiagnosis ikterus bila kadar bilirubinnya >1,8 mg/dL. Karena
itulah penulis tertarik untuk meneliti profil ikterus di Rumah Sakit Umum Daerah
Raden Mattaher Propinsi Jambi.
1.2 Rumusan Masalah
Bagaimana profil ikterus pada pada pasien di Poliklinik dan Bangsal
Bagian Penyakit Dalam Rumah Sakit Raden Mattaher Jambi Periode
Februari 2012 – Mei 2012?
2
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui profil ikterus
pada pasien pada pasien diPoliklinik dan Bangsal Bagian Penyakit
Dalam Rumah Sakit Raden Mattaher Jambi PeriodeFebruari 2012
– Mei 2012.
1.3.2 Tujuan Khusus
1) Mengetahui besar persentasi profil ikterus pada pasien diPoliklinik
dan Bangsal Bagian Penyakit Dalam Rumah Sakit Raden Mattaher
Jambi PeriodeFebruari 2012 – Mei 2012.
2) Mendeskripsikan distribusi penyakit pada pasien ikterus diPoliklinik
dan Bangsal Bagian Penyakit Dalam Rumah Sakit Raden Mattaher
Jambi PeriodeFebruari 2012 – Mei 2012.
1.3 Manfaat Penelitian
1) Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi
mengenai profil ikterus pada pasien diPoliklinik dan Bangsal Bagian
Penyakit Dalam Rumah Sakit Raden Mattaher Jambi PeriodeFebruari
2012 – Mei 2012.
2) Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu usaha
preventif suatu penyakit.
3) Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai data dasar
untuk melakukan penelitian selanjutnya.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Ikterus adalah perubahan warna kulit, sklera mata atau jaringan lainnya
(membrana mukosa) yang menjadi kuning karena pewarnaan bilirubin yang
meningkat dalam sirkulasi darah. Bilirubin dibentuk akibat pemecahan cincin hem
oleh metabolisme sel darah merah. Konsentrasi bilirubin plasma normal adalah
maksimal 18 µmol/dL. Jika meningkat lebih dari 30 µmol/dL (1,8 mg/dL), sklera
menjadi kuning dan jika konsentrasinya semakin meningkat, kulit juga akan
menjadi kuning atau jaundice. Jaringan permukaan yang kaya elastin, seperti
sklera dan permukaan bawah lidah, biasanya kuning pertama kali.1,2,4
2.2Metabolisme Bilirubin
Gambar 2.1 Metabolisme Bilirubin Normal
4
Sekitar 80 hingga 85% bilirubin terbentuk dari pemecahan eritrosit tua
dalam sistem monosit-makrofag. Masa hidup rata-rata eritrosit adalah 120 hari.
Setiap hari dihancurkan sekitar 50 ml darah, dan menghasilkan 250 sampai 350
mg bilirubin. Tidak semua pigmen empedu total bergantung pada mekanisme ini,
tetapi berasal dari destruksi sel eritrosit matur dalam sumsum tulang
(hematopoesis tak efektif) dan dari hemoprotein lain, terutama dari hati.2
Pada katabolisme hemoglobin (terutama terjadi dalam limpa), globin
dipisahkan dari heme diubah menjadi biliverdin. Bilirubin tak terkonjugasi
kemudian dibentuk dari biliverdin. Biliverdin adalah pigmen kehijauan yang
dibentuk melalui oksidasi bilirubin. Bilirubin tak terkonjugasi larut dalam lemak,
tidak larut dalam air dan tidak diekskresikan dalam empedu atau urine. Bilirubin
tak terkonjugasi berikatan dengan albumin dalam suatu kompleks larut air,
kemudian diangkut oleh sel-sel hati. Metabolisme bilirubin di dalam hati
berlangsung melalui tiga langkah: ambilan, konjugasi, dan ekskresi. Ambilan oleh
sel hati memerlukan dua protein hati. Konjugasi bilirubin dengan asam glukoronat
dikatalis enzim glukoronil transferase dalam retikulum endoplasma (RE).
Langkah terakhir dalam metabolisme bilirubin hati adalah transpor bilirubin
terkonjugasi melalui membran sel kedalam empedu melalui suatu proses aktif.2
Bilirubin terkonjugasi diaktifasi oleh enzim bakteri dalam usus, sebagian
menjadi komponen urobilinogen yang akan keluar dalam tinja (sterkobilin), atau
di serap kembali dari saluran cerna, di bawa ke hati dan dikeluarkan kembali ke
dalam empedu. Urobilinogen dapat larut dalam air, oleh karena itu sebagian
dikeluarkan melalui ginjal.20
2.3 Patofisiologi
Empat mekanisme umum yang menyebabkan hiperbilirubinemia dan
ikterus antara lain:2
a. Pembentukan bilirubin berlebihan
Fungsi ekskresi hati hanya terganggu sedikit, tetapi sel darah merah
dihemolisis dengan cepat dan sel hati tidak dapat mengekskresi bilirubin
5
secepat pembentukannya. Oleh karena itu, konsentrasi plasma bilirubin bebas
meningkat di atas nilai normal. Juga kecepatan pembentukan urobilinogen
dalam usus sangat meningkat dan sebagian urobilinogen diabsorbsi kedalam
darah dan akhirnya diekskresikan kedalam urin.
Kira-kira 15 sampai 20% bilirubin dalam darah biasanya berasal dari sumber
selain dari destruksi sel darah merah. Keadaan ini menggambarkan apa yang
dinamakan early-labeled-fraction yang meliputi sintesis bilirubin dari hem
non-hemoglobin dalam hati dan dari hem hemoglobin dalam sumsum tulang.
Terdapatnya retikulosintesis, masa hidup sel darah merah yang memendek dan
meningkatnya urobilinogen feses, tanpa adanya bukti penyakit hati secara
klinis maupun laboratorium, sangat mungkin menunjukkan hemolisis dan
produksi bilirubin berlebihan sebagai penyebab ikterus.3,6
b. Gangguan ambilan bilirubin
Gangguan penyerapan atau ambilan bilirubin disebabkan oleh beberapa obat
yang telah terbukti berpengaruh dalam ambilan bilirubin oleh hati seperti asam
flavaspidat (dipakai untuk mengobati cacing pita), novobiosin, dan beberapa
zat warna kolesistografik. Hiperbilirubinemia tak terkonjugasi biasanya
menghilang bila obat pencetus dihentikan. Asam flavaspidat berkompetisi
dengan bilirubin untuk mengikat ligandin, dengan demikian mengakibatkan
hiperbilirubinemia tidak terkonjugasi.2,3
c. Gangguan konjugasi bilirubin
Bilirubin biasanya dikonjugasi di dalam sitoplasma hepatosit dengan bantuan
enzim glukoronil transferase. Apabila terjadi enzim, maka akan terjadi defek
pada metabolisme konjugasi bilirubin. Gangguan konjugasi bilirubin biasanya
terjadi pada neonatus. Hiperbilirubinemia tak terkonjugasi ringan (12,9
mg/100ml) yang timbul antara hari kedua dan kelima setelah lahir disebut
ikterus fisiologis neonatus. Ikterus neonatal yang normal ini disebabkan oleh
imaturitas enzim glukoronil transferase. Aktivitas glukoronil transferase
biasanya meningkat beberapa hari hingga minggu kedua setelah lahir, dan
setelah itu ikterus akan menghilang.2,5
d. Penurunan ekskresi bilirubin terkonjugasi
6
Gangguan ekskresi terjadi karena adanya obstruksi sistem bilier intrahepatik
ataupun ekstrahepatik yang disebut ikterus obstruktif. Gangguan ekskresi
bilirubin menyebabkan terjadinya hiperbilirubinemia terkonjugasi. Bilirubin
terkonjugasi larut dalam air, sehingga dapat diekskresikan dalam urine dan
menimbulkan bilirubinemia serta urine yang gelap. Urobilinogen feses dan
urobilinogen urine sering menurun sehingga feses terlihat pucat. Peningkatan
kadar bilirubin terkonjugasi dapat disertai bukti-bukti kegagalan ekskresi hati
lainnya, seperti peningkatan kadar fosfatase alkali, AST, kolesterol, dan garam
empedu dalam serum. Ikterus akibat hiperbilirubinemia terkonjugasi biasanya
lebih kuning dibandingkan akibat hiperbilirubinemia tak terkonjugasi.
Perubahan warna berkisar dari orange-kuning muda atau tua sampai kuning-
hijau muda.2,5
2.4 Klasifikasi Ikterus
Ikterus dapat dibedakan menjadi beberapa bentuk antara lain :
a. Ikterus prahepatik (ikterus hemolitik)
Terjadi akibat peningkatan pembentukan bilirubin. Kerusakan sel darah
berlebihan dapat dijumpai pada berbagai jenis penyakit seperti malaria,
thalasemia, anemia hemolitik, sickle cell anemia, anemia pernisiosa, “shunt
bilirubin” dalam sumsum tulang, keracunan dan hipersplenisme. Perdarahan
pada paru atau perdarahan masif pada organ lain mungkin menimbulkan
ikterus karena heme pigmen direabsorbsi kedalam darah. Pada semua kondisi
ini, bilirubin tidak terkonjugasi didalam plasma akan meningkat.5
b. Ikterus intrahepatik (ikterus hepatoselular)
Disebabkan oleh defek spesifik pada ambilan bilirubin di sel hati. Dapat
dijumpai pada beberapa penyakit seperti sindrom Gilbert Meulengracht,
konjugasi (ikterus neonatorum, sindrom Crigler Najjar), sekresi bilirubin di
kanalikuli biliaris (sindrom Dubin Johnson, sindrom Rotor).4
c. Ikterus pascahepatik (ikterus obstruktif)
7
Pada ikterus pascahepatik, duktus biliaris ekstrahepatik tersumbat terutama
oleh batu empedu (kolesistitis, kolelitiasis, koledokulitiasis), tumor
(karsinoma kaput pankreas), kolangitis atau pankreatitis.4
2.5 Penyakit dengan Manifestasi Klinis Ikterus
Banyak penyakit dengan manifestasi klinis ikterus antara lain penyakit
hepatologi, penyakit sistem bilier, penyakit pada pankreas, penyakit hematologi,
ikterus pada kehamilan, penyakit infeksi tropik, penyakit genetik, ikterus karena
obat dan penyakit autoimun.
2.5.1 Penyakit Hepatologi
1) Hepatitis
Hepatitis merupakan infeksi sistemik yang paling banyak menyerang hati.
Istilah patologi yang menunjukkan proses peradangan generalisata sel
parenkim hati. Hepatitis dibagi kedalam dua kategori utama yaitu hepatitis
akut disebabkan oleh salah satu dari lima jenis virus yaitu: virus hepatitis A
(HAV), virus hepatitis B (HBV), virus hepatitis C (HCV), virus hepatitis D
(HDV), dan virus hepatitis E (HEV). Semua jenis hepatitis virus yang
menyerang manusia merupakan virusribonucleic acid(RNA) kecuali virus
hepatitis B yang merupakan virus deoxsiribonucleid acid (DNA). Gambaran
klinis hepatitis virus sangat bervariasi mulai dari infeksi asimptomatik tanpa
kuning sampai yang sangat berat yaitu hepatitis fulminant yang dapat
menyebabkan kematian hanya dalam beberapa hari. Gejala hepatitis akut
dibagi menjadi empat tahap yaitu:
Fase inkubasi merupakan waktu antara masuknya virus dan
timbulnya gejala atau ikterus.
Fase prodromal (praikterik) fase diantara timbulnya keluhan-
keluhan pertama dan timbulnya gejala ikterus.
Fase ikterus. Ikterus muncul setelah 5-10hari, tetapi dapat juga
muncul bersamaan dengan munculnya gejala. Setelah timbul
ikterus jarang terjadi perburukan gejala prodromal, tetapi justru
akan terjadi perbaikan klinis yang nyata.
8
Fase penyembuhan, diawali dengan hilangnya ikterus dan
keluhan lain, tetapi hepatomegali dan abnormalitas fungsi hati
tetap ada.18
Hepatitis kronik adalah peradangan pada parenkim hati yang tidak
mengenal penyembuhan setelah 3-6 bulan ditinjau dari aspek klinis dan
biokemis.Klasifikasi hepatitis konik dibagi dalam dua subtipe yaitu hepatitis
kronik persisten (HKP) dan hepatitis kronik aktif (HKA). Hepatitis kronik
persisten merupakan penyakit yang tidak berbahaya dan setelah beberapa
bulan akan mengalami remisi spontan. Manifestasi klinis HKP ringan atau
asimptomatik. Pada infeksi virus B kemungkinan terdapat simptom ikterus
atau ikterus tersembunyi. Sedangkan pada hepatitis kronik aktif atau sering
disebut hepatitis agresif merupakan penyakit tersendiri, akan tetapi
merupakan sindrom dari berbagai penyebab seperti, berbagai jenis virus,
obat-obatan dan autoimun. Manifestasi klinis yang ditimbulkan dari hepatitis
kronik aktif salah satunya adalah ikterus.5
2) Sirosis Hati
Sirosis hati adalah penyakit yang ditandai oleh adanya peradangan difus
dan menahun pada hati, diikuti dengan proliferasi jaringan ikat, degenerasi,
dan regenerasi sel-sel hati, sehingga timbul kekacauan dalam susunan
parenkim hati.8
Ikterus merupakan salah satu temuan klinis pada pasien sirosis hati.
Ikterus pada pasien sirosis hati terjadi pada kulit dan membran mukosa akibat
bilirubinemia.10 Selain itu dapat pula terjadi gejala perubahan warna air seni
yang menjadi kuning tua atau kecoklatan. Hal ini lebih sering berkaitan
dengan sirosis hati yang timbul akibat sumbatan aliran empedu yang lama,
terutama pada kebanyakan kasus di Indonesia oleh sumbatan ekstrahepatik
yang digolongkan pada sirosis hati sekunder. Pada sirosis hati oleh sebab lain
umumnya bilirubin tidak begitu tinggi dan ikterus tidak jelas. Keluhan mata
menjadi kuning sebagai petanda sirosis hati tingkat yang lanjut atau pada
tingkat transformasi kearah karsinoma hati primer. Pada keadaan ini ikterus
9
terjadi karena tekanan jaringan tumor pada duktus empedu atau trombus
empedu tumor yang telah masuk kedalam saluran empedu intrahepatik.9
3) Karsinoma Hati
Karsinoma hati merupakan tumor ganas hati primer yang berasal dari
hepatosit, demikian pula dengan karsinoma fibrolamelar dan hepatoblastoma.
Tumor ganas hati lainnya adalah kolangiokarsinoma dan sitoadenokarsinoma
berasal dari sel epitel bilier, sedangkan angiokarsinoma dan leiomiosarkoma
berasal dari sel mesenkim.12
Sebagian besar penderita karsinoma hati mengalami sirosis hati baik yang
masih dalam stadium kompensasi, maupun yang sudah menunjukkan tanda-
tanda gagal hati seperti malaise, anoreksia, penurunan berat badan dan
ikterus.12
4) Abses hati
Abses hati adalah infeksi pada hati yang disebabkan oleh infeksi bakteri,
parasit, jamur, maupun nekrosis steril yang bersumber dari sistem
gastrointestinal yang ditandai dengan adanya proses supurasi dengan
pembentukan pus yang terdiri dari jaringan hati nekrotik, sel-sel inflamasi
atau sel darah didalam parenkim hati.
Abses hati terbagi 2, yaitu abses hati amebik (AHA) dan abses hati
piogenik (AHP). AHA merupakan salah satu komplikasi amebiasis ekstra
intestinal yang paling sering dijumpai didaerah tropik/subtropik, termasuk
Indonesia. AHP terkenal juga sebagai hepatic abcess, bacterial liver abcess,
bacterial abcess of the liver, bacterial hepatic abcess.11
Manifestasi klinis dari abses hati salah satunya adalah ikterus. Ikterus
terjadi karena adanya infeksi hati oleh bakteri, parasit atau jamur yang dapat
menyebabkan adanya penyakit sistem biliaris sehingga terjadi obstruksi aliran
empedu.
5) Penyakit hati karena obat dan bahan toksik
Hati berfungsi sebagai alat detoksifikasi terhadap berbagai bahan yang
dicerna oleh usus termasuk obat-obatan dan bahan toksik lainnya.
Penumpukan bahan-bahan ini dalam parenkim hati dapat melukai hepatosit
10
dan menimbulkan manifestasi klinis seperti ikterus. Lebih kurang 10% dari
ikterus pada orang dewasa disebabkan oleh keracunan hati, baik karena
pemakaian obat-obatan yang berlebihan dan bahan toksik lainnya. Pemberian
obat-obatan yang berlebih dan bahan toksik yang dimakan tanpa disadari
dapat menimbulkan kelainan patologik parenkim hati seperti nekrosis berat,
hepatitis kronik, atau sirosis hepatis.5
2.5.2 Penyakit pada Sistem Bilier
1) Kolesistitis
Kolesistitis adalah peradangan pada saluran empedu. Pada
prinsipnya ada 2 tipe kolesistitis akut dan kronik. Sebagian besar
kolesistitis akut disebabkan adanya obstruksi pada duktus sistikus oleh
batu, sedangkan kurang dari 10% tanpa disertai batu. Kolesistitis kronik
hampir selalu disertai batu dan istilah ini digunakan untuk pasien
dengan riwayat serangan kolik akut berulang-ulang atau pasien dengan
gejala ringan terus-menerus.2,9
2) Kolelitiasis
Kolelitiasis adalah pembentukan batu pada saluran empedu.
Manifestasi flinis ikterus akan tampak apabila terjadi sumbatan pada
aliran empedu oleh batu empedu.2
3) Koledokolitiasis
Koledokolitiasis adalah adanya batu empedu disertai peradangan
pada duktus koledokus. Ikterus terjadi karena adanya sumbatan pada
duktus koledokus.7
4) Kolangitis
Kolangitis adalah infeksi bakteri pada cairan empedu di dalam
saluran empedu. Kolangitis disebabkan oleh adanya obstruksi dari
aliran empedu seperti tumor, striktur, stent, dan paling sering batu
koledokus.
Gejala klinis umumnya berupa demam, menggigil, nyeri perut, dan
ikterus (triad dari Charcot). Ikterus pada pasien kolangitis yaitu ikterus
11
obstruktif yang disebabkan oleh adanya obstruksi pada saluran
empedu.13
2.5.3 Penyakit pada Pankreas
1) Pankreatitis
Pankreatitis adalah peradangan pada pankreas. Ada 2 tipe
pankreatitis akut dan kronik. Pankreatitis akut adalah proses peradangan
akut yang mengenai pankreas dan ditandai dengan berbagai derajat
edema, perdarahan, dan nekrosis pada sel-sel asinus dan pembuluh
darah.Pankreatitis kronik adalah peradangan yang ditandai oleh
destruksi progresif kelenjar disertai penggantian jaringan fibrosis yang
menyebabkan terbentuknya striktur kalsifikasi. Salah satu gejala klinis
pankreatitis akut maupun kronik adalah ikterus ringan. Ikterus dapat
timbul apabila terjadi obstruksi biliaris.2
2) Karsinoma pankreas
Karsinoma pankreas adalah tumor ganas pada pankreas. Lebih dari
90% kanker pankreas merupakan adenokarsinoma duktus. Kanker
pankreas terjadi dua kali lebih sering di kaput (sekitar 70% kasus)
dibandingkan di korpus (sekitar 20%) atau kauda (sekitar 10%).
Gejala ikterus pada karsinoma pankreas terjadi akibat sumbatan
pada empedu yang dijumpai pada lebih dari 80% pasien yang menderita
tumor di kaput pankreas dan biasanya disertai oleh urine yang gelap,
tinja berwarna dempul, dan pruritus. Berlainan dengan ikterus
asimptomatik yang kadang dijumpai pada pasien karsinoma kandung
empedu, duodenum, atau daerah periampula, sebagian besar pasien
karsinoma duktus kaput pankreas yang menderita ikterus mengalami
nyeri abdomen yang bermakna. Walau membesar pada karsinoma kaput
pankreas, kandung empedu teraba hanya pada kurang dari 50% kasus
(tanda courvoisier). Namun, adanya pembesaran kandung empedu pada
seorang pasien ikterik tanpa kolik biliaris mengisyaratkan adanya
sumbatan empedu ekstrahati oleh keganasan.3
12
2.5.4 Penyakit hematologi
1) Anemia hemolitik
Anemia hemolitik adalah anemia yang disebabkan oleh
peningkatan kecepatan destruksi eritrosit. Klasifikasi anemia hemolitik
yaitu anemia hemolitik autoimun (AIHA) dan anemia hemolitik non
imun (herediter dan didapat). AIHA merupakan suatu kelainan dimana
terdapat antibodi terhadap sel-sel eritrosit sehingga umur eritrosit
memendek sedangkan anemia non imun merupakan anemia yang
disebabkan oleh defek protein yang terlibat dalam interaksi vertikal
antara rangka membran dan lapisan lemak dua lapis eritrosit.14,15
Gambaran klinis ikterus pada pasien anemia hemolitik baik AIHA
maupun pada anemia herediter merupakan ikterus hemolitik yang
terjadi karena peningkatan destruksi sel darah merah sehingga sel hati
tidak dapat mengekskresi bilirubin secepat pembentukannya. Oleh
karena itu, konsentrasi plasma bilirubin bebas meningkat di atas nilai
normal dan timbul manifestasi ikterus.
2) Anemia megaloblastik
Anemia megaloblastik merupakan suatu kelompok anemia dengan
eritroblast disumsum tulang memperlihatkan adanya suatu kelainan
yang khas pada pematangan inti relatif lebih lambat dibandingkan
dengan sitoplasma.
Gambaran klinis anemia megaloblastik awitan biasanya lambat
dengan gejala dan tanda anemia yang memburuk secara perlahan.
Pasien mungkin menderita ikterus ringan (warna kuning lemon) karena
pemecahan hemoglobin berlebihan akibat peningkatan eritropoesis
inefektif dalam sumsum tulang.14,15
2.5.5 Ikterus pada kehamilan
Dikenal sebagai ikterus intrahepatik pada kehamilan. Selain
kehamilan normal, beberapa kekacauan pada fungsi hati terjadi, terutama
selama trisemester akhir. Biasanya meliputi peningkatan ringan pada
13
retensi BSP dan pada alkali fosfatase. Peningkatan alkali fosfatase ringan
ini selama kehamilan normal pada plasenta berasal dari hati. Pada
kehamilan normal, peningkatan kadar bilirubin serum tidak terjadi.
Pada sejumlah kecil perempuan hamil dapat ditemukan kolestasis
intrahepatik. Kalimat bilirubin serum biasanya kurang dari 103 µmol/L
(6mg/dL). Kadar fosfatase alkali dan kadar kolesterol meningkat secara
mencolok, sedangkan tes fungsi hati lainnya hanya sedikit yang berubah.
Secara histologis, hati memperlihatkan berbagai derajat kolestasis tetapi
hanya sedikit perubahan sel parenkim. Abnormalitas klinis dan
laboratorium akan mereda cepat setelah kelahiran dan biasanya normal
dalam 7 sampai 14 hari.3
2.5.6 Penyakit Infeksi Tropik
1) Malaria
Malaria adalah penyakit yang dapat bersifat akut maupun kronis,
disebabkan oleh protozoa genus plasmodium yang ditandai dengan
demam, anemia dan splenomegali. Plasmodium ini pada manusia
menginfeksi sel eritrosit tua (sel darah merah) dan mengalami pembiakan
aseksual dijaringan hati dan eritrosit. Pembiakan seksual terjadi pada tubuh
nyamuk anopheles betina. Jaundice atau ikterus pada malaria disebabkan
karena hemolisis dan gangguan hepar. Ikterus sering dijumpai pada infeksi
malaria falciparum.8,16
2) Leptospirosis
Leptospirosis adalah suatu penyakit zoonosis yang disebabkan oleh
mikroorganisme Leptospirosis Interogans tanpa memandang bentuk
spesifik serotipenya. Penyakit ini pertama kali ditemukan oleh Weil pada
tahun 1886 yang membedakan penyakit yang disertai dengan ikterus ini
dengan penyakit lain yang juga menyebabkan ikterus. Penyakit ini dapat
terjangkit pada laki-laki maupun perempuan semua umur. Bentuk yang
beratnya dikenal sebagai Weil’s disease. Penyakit ini dikenal dengan
14
berbagai nama seperti mud fever,slime fever,swamp fever,autumnal
fever,infections jaundice,field fever,cane cutter fever, dll.
Salah satu gambaran klinis leptospirosis yaitu ikterus (50%). Gejala ini
terjadi pada fase leptospirosemia dimana leptospira akan melepaskan
toksik yang bertanggung jawab atas terjadinya keadaan patologi pada
beberapa organ seperti hati dan ginjal. Lesi yang muncul terjadi karena
kerusakan pada lapisan endotel kapiler. Pada leptospirosis terdapat
perbedaan antara derajat gangguan fungsi organ dengan kerusakan secara
histologik. Pada leptospirosis lesi histologis yang ringan ditemukan pada
ginjal dan hati pasien dengan kelainan fungsional yang nyata dari organ
tersebut. Perbedaan ini menunjukkan bahwa kerusakan bukan pada
struktur organ. Lesi inflamasi menunjukkan edema dan infiltrasi sel
monosit, limfosit dan sel plasma. Pada kasus yang berat terjadi kerusakan
kapiler dengan perdarahan yang luas dan disfungsi hepatoseluler dengan
retensi bile.8,17
2.5.7 Penyakit Genetik
1) Sindrom Dubin Johnson
Sindrom Dubin Johnson adalah penyakit hati kronik yang mempunyai
sifat klinik-patologi tertentu. Penyakit ini diturunkan secara autosom-
resesif dan pada penderita bilirubin direk dan anion organik cairan empedu
termasuk bromsulfatalein dan porfirin. Penyakit ini juga disebut ikterus
idiopatik kronik yaitu hiperbilirubinemia jinak yang diwariskan secara
autosom dan dicirikan dengan adanya pigmen gelap pada daerah
sentrilobuler sel hati. Secara fungsional, terdapat suatu gangguan ekskresi
bilirubin, zat warna kolefilik dan porfirin empedu. Pasien yang menderita
penyakit ini mungkin asimtomatik atau memiliki konstitusi yang tidak
jelas atau gejala gastrointestinal. Tidak jarang hati sedikit membesar pada
kira-kira seperempat kasus terdapat nyeri tekan hati ringan. Pada hati ciri
yang paling mencolok adalah terdapatnya pigmen cokelat atau hitam
dalam hepatosit.2,9
2) Sindrom Rotor
15
Sindrom Rotor adalah penyakit yang menyerupai sindrom Dubin
Johnson tetapi tidak terdapat pigmen didalam sel hati dan bilirubin
konjugasi dalam serum memiliki lebih banyak bentuk monokonjugasi
daripada konjugasi diglukuronida. Kandung empedu biasanya terlihat pada
kolesistografi dan terdapat peningkatan dalam jumlah koproporfirin total
dalam urin tetapi bukan peningkatan persentasi dalam ekskresi
koproporfirin I. Pada hampir semua kasus sindrom Rotor terdapat
gangguan pada kapasitas penyimpanan hepatik. Sindrom yang jarang
ditemukan, ini diturunkan secara resesif autosom dan secara genetik
berbeda dari sindrom Dubin Johnson.3
3) Sindrom Gilbert Meulengracht
Pada sindrom ini gangguan yang bermakna adalah hiperbilirubinemia
indirek (tak terkonjugasi), yang menjadi penting secara klinis karena
keadaan ini sering disalah artikan sebagai penyakit hepatitis kronik.
Penyakit ini menetap sepanjang hidup dan mengenai sejumlah 3-5%
penduduk dan ditemukan pada kelompok umur dewasa muda dengan
keluhan tidak spesifik. Patogenesisnya belum dapat dipastikan adanya
gangguan (defek) yang kompleks proses pengambilan bilirubin dari
plasma yang berfluktuasi antara 2-5mg/dL (34-86 µmol/L) yang
cenderung naik dengan berpuasa dan keadaan stres lainnya. Keaktifan
enzim glukoroniltransferase rendah oleh karenanya mungkin ada
hubungan dengan sindrom Crigler Najjar. Sindrom Gilbert dapat dengan
mudah dibedakan dengan hepatitis dengan tes faal hati normal, tidak
terdapatnya empedu dalam urin dan fraksi bilirubin indirek yang dominan.
Hemolisis dibedakan dengan tidak terdapatnya anemia atau retikulositosis.
Histologi hati normal dan pasien harus dipastikan bahwa tidak ada
penyakit hati.1
4) Sindrom Crigler Najjar
Sindrom Crigler Najjar adalah penyakit yang diturunkan dan jarang
terjadi, ini disebabkan oleh adanya keadaan kekurangan
glukoroniltranferase dan terdapat pada dua bentuk. Pasien dengan
16
autosomal resesif tipe I (lengkap=komplit) mempunyai hiperbilirubinemia
yang berat dan meninggal pada umur satu tahun. Pasien dengan penyakit
autosomal resesif tipe II (sebagian=parsial) mempunyai hiperbilirubinemia
yang kurang berat (20mg/dL, 342µmol/L) dan biasanya bisa hidup sampai
masa dewasa tanpa kerusakan neurologik. Fenobarbital yang dapat
merangsang kekurangan glukoroniltransferase dan dapat mengurangi
kuning.1
2.5.8 Ikterus karena Obat
Ada beberapa obat yang telah dibuktikan memperlihatkan pengaruhnya
pada ambilan bilirubin oleh hati. Sehingga obat tersebut dapat membuat
seseorang mengalami ikterus. Obat tersebut antara lain asam flavaspidik
yang digunakan dalam pengobatan infeksi cacing pita, dapat menyebabkan
hiperbilirubinemia tak terkonjugasi, gangguan bersihan natrium
sulbobromopthlein, selama pemberian obat tersebut. Asam flavaspidik
berkompetisi dengan bilirubin untuk mengikat ligandin. Dengan demikian,
mengakibatkan hiperbilirubinemia tak terkonjugasi. Ikterus yang timbul
pada pemberian novobiosin dan beberapa zat warna kolesistografi secara
nyata juga disebabkan oleh gangguan ambilan bilirubin.3
2.5.9 Penyakit Autoimun
Sistemik Lupus Eritematosus (SLE) adalah penyakit autoimun yang
melibatkan berbagai organ. Pada keadaan awal sering sukar dikenali
sebagai SLE karena manifestasinya sering terjadi tidak bersamaan.8
kriteria diagnosis SLE dari American College of Rheumatology (ACR)
pada tahun 1971 menyatakan bahwa leukopenia, trombositopenia dan
anemia hemolitik merupakan kriteria individual SLE. Pada SLE dapat
timbul manifestasi klinis ikterus karena adanya anemia hemolitik yang
disebabkan oleh peningkatan dekstruksi oleh sel darah merah tetapi sel
darah merah dan sel hati tidak dapat mengekskresikan bilirubin secepat
pembentukannya. Oleh karena itu, konsentrasi plasma bilirubin bebas
meningkat diatas nilai normal dan timbul manifestasi klinis ikterus.
17
2.6 Gejala Klinis Lainnya
2.6.1 Penyakit Hepatologi
1) Hepatitis
Gejala klinis lainnya : perasaan mudah lelah, mialgia, gejala
saluran nafas, mual, muntah, nyeri abdomen, demam.13,18
2) Sirosis Hati
Gejala klinis lainnya : perasaan mudah lelah, mual, perut terasa
kembung, berat badan menurun, demam, gangguan tidur dan
gangguan pembekuan darah.2,10
3) Karsinoma Hati
Gejala klinis lainnya : rasa penuh di perut daerah kanan kuadran
atas, nafsu makan berkurang, berat badan menurun, perut terasa
penuh dan kembung (asites), mudah lelah, muntah.12
4) Abses Hati
Gejala klinis lainnya : demam, nyeri perut kanan atas atau dada
kanan bawah, anoreksia, mual, muntah, penurunan berat badan.11
5) Penyakit Hati karena Obat dan Bahan Toksik
Gejala klinis lainnya : demam, sakit didaerah epigastrium.7
2.6.2 Penyakit pada Sistem Bilier
1) Kolesistitis
Gejala klinis lainnya : kolik perut disebelah kanan atau epigastrium,
kadang-kadang menjalar sampai ke pundak atau skapula kanan,
demam.2
2) Kolelitiasis
Gejala klinis lainnya : kolik bilier, nyeri perut kanan atas, mual,
muntah, demam, konstipasi.2,13
3) Koledokolitiasis
Gejala klinis lainnya : kolik bilier, nyeri perut kanan atas, mual,
muntah, konstipasi.13
18
4) Kolangitis
Gejala klinis lainnya : demam, menggigil, nyeri abdomen kuadran
kanan atas dapat menjalar ke punggung atau dibawah skapula kanan.13
2.6.3 Penyakit pada Pankreas
1) Pankreatitis
Gejala klinis lainnya : nyeri epigastrium, mual, muntah, demam.2
2) Karsinoma Pankreas
Gejala klinis lainnya : perut terasa penuh, kembung, anoreksia, mual,
muntah, nyeri perut pada ulu hati, penurunan berat badan, badan lesu,
konstipasi.2,3
2.6.4 Penyakit Hematologi
1) Anemia Hemolitik
Gejala klinis lainnya : anemia dan harus ditunjang dengan pemeriksaan
laboratorium.15
2) Anemia Megaloblastik
Gejala klinis lainnya : anemia dan harus ditunjang dengan pemeriksaan
laboratorium.15
2.6.5 Ikterus pada Kehamilan
Gejala klinis lainnya : pruritus.3
2.6.6 Penyakit Infeksi Tropik
1) Malaria
Gejala klinis lainnya : demam, splenomegali, anemia.16
2) Leptospirosis
Gejala klinis lainnya : demam, mialgia, nyeri kepala dibagian frontal,
keluhan gastrointestinal.17
2.6.7 Penyakit Genetik
1) Sindrom Dubin Johnson
Gejala klinis lainnya : nyeri perut di daerah hati, air kemih berwarna
gelap.1,9
2) Sindrom Rotor
19
Gejala klinis lainnya : nyeri perut di daerah hati.1
3) Sindrom Gilbert Meulengracht
Gejala klinis lainnya : nyeri perutdi daerah hati, air kemih berwarna
gelap.1
4) Sindrom Crigler Najjar
Gejala klinis lainnya : nyeri perut di daerah hati.1
2.6.8 Ikterus karena Obat
Gejala klinis lainnya : demam, mual, muntah.5
2.6.9 Penyakit Autoimun
Sistemik Lupus Eritematosus (SLE), gejala klinis lainnya : arthalgia,
demam, lemas, terlihat kelainan kulit spesifik berupa bercak malar
menyerupai kupu-kupu dimuka, anemia hemolitik.8
2.7 Hasil Laboratorium
2.7.1 Penyakit Hepatologi
1) Hepatitis
Gambaran laboratorium :
a. Hepatitis A : peningkatan bilirubin dengan timbulnya gejala maka
anti HAV akan menjadi positif. Imunoglobulin M (IgM) anti HAV
akan hilang dalam waktu 3-6 bulan. IgM anti HAV adalah spesifik
untuk diagnosis dan konfirmasi infeksi hepatitis A akut.
b. Hepatitis B : peningkatan bilirubin dan peningkatan ALT yang
lebih besar dibandingkan dengan peningkatan AST dengan kadar
ALT nya 20-50 kali normal. Ditemukan pula IgM anti HBc
didalam darah selain HbeAg dan HBV DNA.
c. Hepatitis C : peningkatan bilirubin serum dengan uji serologi akan
terlihat antiHepatitis C Virus(HCV).
d. Hepatitis D : bilirubin serum meningkat pada uji serologi terdapat
DNA HDV, IgM dan IgG anti HDV.
e. Hepatitis E : serum transminase (AST dan ALT) menunjukkan
peningkatan pada fase prodromal begitu juga serum bilirubin.
20
Sekitar 80% akan positif untuk IgM anti Hepatitis EVirus (HEV)
dan kadarnya masih terdeteksi selama 6-7 minggu. Durasi IgG anti
HEV yang terdeteksi dapat berkisar kurang dari setahun sampai
lebih dari 14 tahun.
2) Sirosis Hati
Gambaran laboratorium : Aspartate aminotransferase(AST) dan
Alanine transaminase (ALT) meningkat tidak terlalu tinggi. Alkali
fosfatase meningkat, bilirubin konsentrasinya bisa normal pada
sirosis hati kompensata tapi bisa juga meningkat pada sirosis yang
lanjut.10
3) Karsinoma Hati
Gambaran laboratorium : peningkatan bilirubin serum, Alkali
Fosfatase, AST, ALT serta adanya Alfa-Fetoprotein (AFP)
meningkat pada 60%-70% dari pasien dengan karsinoma hati, nilai
normal AFP (0-20 mg/dL). Penanda tumor lain Des-Gamma
Carboxy Prothrombin (DCP) yang meningkat.12
4) Abses Hati
Gambaran laboratorium : leukositosis dengan pergeseran kekiri,
anemia, peningkatan Laju Endap Darah (LED), Alkali Fosfatase,
AST, ALT serta serum bilirubin.11
5) Penyakit Hati karena Obat dan Bahan Toksik
Gambaran laboratorium : peningkatan bilirubin serum, kadang
disertai dengan peningkatan AST dan ALT.
2.7.2 Penyakit pada Sistem Bilier
1) Kolesistitis
Gambaran laboratorium : leukositosis serta kemungkinan peningkatan
AST dan ALT serta Alkali Fosfatase.13
2) Kolelitiasis
Gambaran laboratorium : leukositosis kadang juga terdapat kenaikan
ringan bilirubin dan gangguan tes fungsi hati yaitu peningkatan
bilirubin, Alkali Fosfatase, AST dan ALT.13
21
3) Koledokolitiasis
Gambaran laboratorium : peningkatan bilirubin serum, Alkali Fosfatase
dan Gamma GT serta peningkatan AST dan ALT.13
4) Kolangitis
Gambaran laboratorium : leukositosis, bilirubin serum diantara 2-4 mg
karena obstruksi biasanya tidak total. Alkali Fosfatase Gamma GT,
5’nukleotidase meningkat mencolok, AST dan ALT juga meningkat.13
2.7.3 Penyakit pada Pankreas
1) Pankreatitis
Gambaran laboratorium : peningkatan kadar amilase serum selama 24-
72 jam pertama dan kadarnya bisa mencapai dua kali kadar normalnya.
Kadar bilirubin serum mungkin meningkat.2
2) Karsinoma Pankreas
Gambaran laboratorium : darah sebagian pasien menunjukkan tanda-
tanda anemia yang dapat disebabkan oleh gangguan nutrisi atau
perdarahan per anal. Amilase dan lipase serum umumnya meningkat.
Pada tes fungsi hati tetrdapat peningkatan bilirubin serum, Alkali
Fosfatase, elektroforesis protein. Petanda tumor CA 19-9 positif.13
2.7.4 Penyakit Hematologi
1) Anemia Hemolitik
Gambaran laboratorium : pada anemia hemolitik autoimun (AIHA) tipe
hangat terdapat Hb dibawah 7 gr/dL, pemeriksaan coomb direk
biasanya (+) dan terdapat autoantibodi IgG. Pada AIHA tipe dingin
anemia ringan, dengan sferofirosis, polikromatosia dan coomb test (+).
Pada anemia non imun (herediter dan didapat), terdapat retikulositosis
yang merupakan indikator terjadinya hemolisis. Terdapat penurunan Hb
dan anemia biasanya normositik. Jika ada kerusakan jaringan organ
lain, akan terjadi peningkatan laktat dehidrogenase (LD), AST dan
ALT.15
2) Anemia Megaloblastik
22
Gambaran laboratorium : terjadi penurunan kadar Hb, retikulosit dan
trombosit. Dari gambaran darah perifer tampak dengan nyata adanya
anisositosis dan polikilositosis, bersamaan dengan makrovalositosis
yaitu sel darah merah dengan hemoglobinnisasi penuh yang merupakan
ciri khas dari anemia megaloblastik.1
2.7.5 Ikterus pada Kehamilan
Gambaran laboratorium : kadar bilirubin serum biasanya kurang dari
103µmol/dL (6 mg/dL). Kadar Alkali Fosfatase serum dan kolesterol
meningkat secara mencolok, sedangkan tes fungsi hati lainnya sedikit
berubah.3
2.7.6 Penyakit Infeksi Tropik
1) Malaria
Gambaran laboratorium : pada pemeriksaan mikroskopik darah tepi
adanya parasit malaria.16
2) Leptospirosis
Gambaran laboratorium : terdapat leukositosis disertai gambaran
neutrofilia dan Laju Endap Darah (LED) meningkat. Bila organ hati
terlibat, bilirubin direk akan meningkat tanpa peningkatan AST dan
ALT.17
2.7.7 Penyakit Genetik
1) Sindrom Dubin Johnson
Gambaran laboratorium : terdapat peningkatan kadar bilirubin direk dan
indirek, terutama direk (± 60% dari total). Alkali Fosfatase serum tidak
meningkat.9
2) Sindrom Rotor
Gambaran laboratorium : terdapat hiperbilirubinemia.1
3) Sindrom Gilbert Meulengracht
Gambaran laboratorium : terdapat hiperbilirubinemia indirek, tes fungsi
hati dalam batas normal.1
4) Sindrom Crigler Najjar
23
Gambaran Laboratorium :terdapat hiperbilirubinemia berat.1
2.7.8 Ikterus karena Obat
Gambaran laboratorium : peningkatan bilirubin serum, kadang disertai
dengan peningkatan AST dan ALT.
2.7.9 Penyakit Autoimun
Sistem Lupus Eritematosus (SLE), gambaran laboratorium : jika
mengalami hepatomegali akan terjadi peningkatan serum AST, ALT,
Alkali Fosfatase dan LDH. Leukopenia, trombositopenia, anemia
hemolitik dan kadar bilirubin serum akan meningkat.19
2.8 Kerangka Teori
Berdasarkan tinjauan pustaka yang ada, disusunlah kerangka teori
penelitian mengenai gambaran pasien dengan gejala klinis Ikterus di Poliklinik
dan Bangsal Bagian Penyakit Dalam Rumah Sakit Raden Mattaher Jambi Periode
Februari 2012 – Mei 2012 sebagai berikut:
24
Definisi Ikterus
Metabolisme Bilirubin
Patofisiologi Ikterus
Klasifikasi Ikterus
Penyakit dengan
Manifestasi Klinis
Ikterus
Gejala Klinis Lainnya
Hasil Laboratorium
IKTERUS
Gambar 2.2 Skema Kerangka Teori
2.9 Kerangka Konsep
Kerangka konsep penelitian pada dasarnya adalah kerangka hubungan
antara konsep-konsep yang ingin diamati atau diukur dalam penelitian yang akan
dilakukan. Kerangka konsep dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
25
Usia
Jenis Kelamin
Gejala Klinis
Hasil Laboratorium
Diagnosis
Usia
Jenis Kelamin
Gejala Klinis
Hasil Laboratorium
Diagnosis
IKTERUS
Gambar 2.3 Skema Kerangka Konsep
2.10 Alur Penelitian
26
Penderita Ikterus
Rekam Medik
Profil
Diagnosa KlinisPengumpulan Data
Unit Rawat Jalan Unit Rawat Inap
Pengolahan dan Penyajian data
DIAGNOSIS PENYAKIT
Gambar 2.4 Skema Alur Penelitian
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan bersifat deskriptif untuk
mengetahui gambaran pasien dengan gejala klinis Ikterusdi Poliklinik dan
Bangsal Bagian Penyakit Dalam Rumah Sakit Raden Mattaher Jambi
Periode Februari 2012 – Mei 2012.
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian
27
Penelitian ini dilakukan di ruang di Poliklinik dan Bangsal Bagian
Penyakit Dalam Rumah Sakit Raden Mattaher Jambi.
3.3 Sampel Penelitian
Sampel penelitian adalah semua pasien dengan manifestasi klinik
ikterusyang dirawat jalan atau dirawat inap diPoliklinik dan Bangsal
Bagian Penyakit Dalam Rumah Sakit Raden Mattaher Jambi periode
Februari 2012 – Mei 2012.
3.4 Kriteria Inklusi dan Eksklusi
3.5.1 Kriteria Inklusi
Pasien yang bersedia diambil data untuk dijadikan sampel
penelitian.
Gejala klinis ikterus berupa iktterik pada mata dan kulit.
3.5.2 Kriteria Eksklusi
Pasien dengan bilirubin <30 µmol/dL (1,8 mg/dL).
Data laboratorium pasien yang akan diteliti hilang / tidak
lengkap.
3.5 Variabel Penelitian
Adapun variabel yang akan digunakan dalam penelitian ini sebagai
berikut:
1) Karakteristik usia pada Ikterus berdasarkan tingkat kedewasaan
menurut WHO
a. 15 – 31 tahun
b. 32 – 49 tahun
c. ≥ 50 tahun
2) Karakteristik jenis kelamin
28
a. Laki-laki
b. Perempuan
3) Karakteristik gejala klinis Ikterus
a. Ikterus pada sklera mata
b. Ikterus pada kulit
c. Ikterus pada sklera mata dan kulit
4) Karakteristik hasil laboratorium
a. Bilirubin total
b. AST
c. ALT
5) Karakteristik diagnosis pasien
a. Penyakit hepatologi
b. Penyakit sistem bilier
c. Penyakit pankreas
d. Penyakit hematologi
e. Ikterus pada kehamilan
f. Penyakit infeksi tropik
g. Penyakit genetik
h. Ikterus karena obat
i. Penyakit auto imun
3.6 Definisi Operasional
1. Karakteristik Pasien Ikterus
Ikterus adalah Ikterus adalah perubahan warna kulit, sklera mata
atau jaringan lainnya (membrana mukosa) yang menjadi kuning karena
pewarnaan oleh bilirubin yang meningkat yaitu >30 µmol/dL (1,8
mg/dL).
2. Karakteristik Usia Pasien Ikterus
Usia adalah umur pasien dengan gejala klinis ikterus seperti yang
tercantum pada rekam medik.
29
Alat ukur : Identitas diri
Cara ukur : Melihat status pasien
Hasil ukur ;
a. 15 – 31 tahun : dewasa muda.
b. 32 – 49 tahun : dewasa
c. > 50tahun: lanjut usia.
Skala ukur : Data Nominal
3. Karakteristik Jenis Kelamin Pasien Ikterus
Jenis kelamin adalah jenis kelamin pasien ikterus yang tercantum
pada catatan rekam medik.
Alat ukur : Identitas diri
Cara ukur : Observasi pasien
Hasil ukur :
a. Pria
b. Wanita
Skala ukur : Data Nominal
4. Karakteristik Gejala Klinis Pasien Ikterus
Pasien ikterus adalah penderita yang dengan manifestasi klinis
ikterus baik pada sklera mata atau kulit yang di Poliklinik dan Bangsal
Bagian Penyakit Dalam Rumah Sakit Raden Mattaher Jambi periode
Februari 2012 – Mei 2012.
Alat ukur : Melihat status pasien
Cara ukur : Observasi pada sklera mata dan kulit
Hasil ukur ;
a. Ikterus pada sklera mata
b. Ikterus pada kulit
30
c. Ikterus pada sklera mata dan kulit
Skala ukur : Data Nominal
5. Karakteristik Hasil Laboratorium
Hasil laboratorium adalah hasil pemeriksaan dari laboratorium
yang digunakan untuk menunjang diagnosis pasien ikterus yang
tercantum dalam rekam medik.
Alat ukur : Melihat lembar laboratorium
Cara ukur : Studi dokumentasi
Hasil ukur :
a. Bilirubin total
Diluar batas normal > 30 µmol/dL (1,8
mg/dL)
Didalam batas normal
b. AST
Meningkat> 40 IU/L
Normal
c. ALT
Meningkat> 56 IU/L
Normal
Skala Ukur : Data Nominal
6. Karakteristik Diagnosis Penyakit
Diagnosis penyakit didapatkan dari hasil anamnesis, pemeriksaan
fisik, dan pemeriksaan penunjang yang tercantum dalam status rekam
medik.
Alat ukur : Melihat status pasien
Cara ukur : Studi dokumentasi
Hasil ukur :
a. Penyakit hepatologi
b. Penyakit sistem bilier
c. Penyakit pankreas
31
d. Penyakit hematologi
e. Ikterus pada kehamilan
f. Penyakit infesi tropik
g. Penyakit genetik
h. Ikterus karena obat
i. Penyakit autoimun
Skala ukur : Data Nominal
3.7 Kerangka Operasional
Penderita Ikterus di Poliklinik dan Bangsal Bagian Penyakit Dalam
RSUD Raden Mattaher Jambi
Pengumpulan Data di Poliklinik dan Bangsal
Penyakit Dalam
32
Analisa Data
Hasil Penelitian
Gambar 2.5 Skema Kerangka Operasional
3.8 Metode Pengumpulan Data
Data dalam penelitian ini berupa data primer yang akan dikumpulkan dari
semua pasien dengan manifestasi klinik ikterus yang dirawat jalan atau rawat inap
diPoliklinik dan Bangsal Bagian Penyakit Dalam Rumah Sakit Raden Mattaher
Jambi.
3.9 Metode Pengolahan Data
Data yang terkumpul dari hasil observasi dan pencatatan akan ditabulasi,
diolah dan disajikan secara deskriptif dalam bentuk tabel frekuensi dan narasi.
3.10 Keterbatasan Penelitian
33
Dalam penelitian ini, peneliti menemukan keterbatasan dalam hal :
a. Sampel
Tidak semua pasien dengan gejala kuning masuk ke dalam kategori
ikterus, pasien didiagnosis ikterus jika hasil bilirubin > 1,8 mg/dl.
Sehingga sampel penelitian sedikit.
b. Waktu
Dikarenakan waktu yang digunakan untuk menggambarkan pasien ikterus
di Rumah Sakit Raden Mattaher terlalu singkat. Sehingga jumlah pasien
yang sesuai kriteria penelitian sedikit.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif yang bertujuan untuk
melihat gambaran pasien dengan gejala klinis Ikterus di Poliklinik dan Bangsal
Bagian Penyakit Dalam Rumah Sakit Raden Mattaher Jambi Periode Februari
2012 – Mei 2012.
Pengambilan data berupa data primer yang dilakukan dengan cara
observasi secara langsung dan melihat rekam medik pasien. Penelitian
34
dilaksanakan di Poliklinik dan Bangsal Bagian Penyakit Dalam Rumah Sakit
Raden Mattaher Jambi selama bulan Februari 2012 – Mei 2012.
Dari data yang diperoleh selama Februari 2012 – Mei 2012 total pasien
rawat jalan 7.709 dimana sebanyak 27 pasien dengan gejala ikterik (0,35%), dari
27 pasien didapatsebanyak 7 pasien (25,9%) yang memenuhi syarat penelitian.
Sedangkan total pasien rawat inap 666 pasien, dimana 12 pasien gejala ikterik
(1,8%) yang kesemuanya memenuhi syarat penelitian (100%). Dengan
karakteristik responden yang akan diteliti adalah usia, jenis kelamin, gejala
ikterik, diagnosis penyakit, hasil laboratorium. Selanjutnya hasil penelitian akan
dibahas sebagai berikut.
4.1.1 Karakteristik Penderita Ikterus Rawat Jalan
4.1. Distribusi Pasien Ikterus Berdasarkan Usia
Usia (tahun) Frekuensi Persentasi (%)
15-31
32-49
≥50
1
3
3
14,2
42,9
42,9
Total 7 100
Berdasarkan uraian tabel 4.1 diatas dapat diketahui bahwa karakteristik
pasien ikterus di Poliklinik Bagian Penyakit Dalam Rumah Sakit Raden Mattaher
Jambi Periode Februari 2012 –Mei 2012 yang paling banyak mengalami ikterus
adalah kelompok usia32-49 tahun dan >50 tahun.
Tabel 4.2 Distribusi Pasien Ikterus Berdasarkan Jenis Kelamin
Jenis Kelamin Frekuensi Persentase (%)
Laki-Laki
Perampuan
5
2
71,4
28,6
Total 7 100
35
Berdasarkan uraian tabel 4.2 diatas dapat diketahui bahwa karakteristik
pasien ikterus di Poliklinik Bagian Penyakit Dalam Rumah Sakit Raden Mattaher
Jambi Periode Februari 2012 –Mei 2012 yang paling banyak mengalami ikterus
adalah pasien dengan jenis kelamin laki-laki.
Tabel 4.3 Distribusi Pasien Ikterus Berdasarkan Gambaran Klinis
Gambaran Klinis Frekuensi Persentase (%)
Skelera ikterik
Kulit ikterik
Sklera dan kulit ikterik
-
-
7
-
-
100
Total 7 100
Berdasarkan uraian tabel 4.3 diatas dapat diketahui bahwa karakteristik
pasien ikterus di Poliklinik Bagian Penyakit Dalam Rumah Sakit Raden Mattaher
Jambi Periode Februari 2012 –Mei 2012 dijumpai adanya kulit dan sklera ikterik.
Tabel 4.4 Distribusi Pasien Ikterus Berdasarkan Hasil Laboratorium
Hasil Laboratorium Frekuensi Persentase (%)
Bilirubin Total, AST ↑,
dan ALT ↑ 7 100
Total 7 100
Berdasarkan uraian tabel 4.4 diatas dapat diketahui bahwa karakteristik
pasien ikterus di Poliklinik Bagian Penyakit Dalam Rumah Sakit Raden Mattaher
36
Jambi Periode Februari 2012 –Mei 2012 dijumpai peningkatan bilirubin total,
AST, dan ALT pada seluruh pasien ikterik.
Tabel 4.5 Distribusi Pasien Ikterus Berdasarkan Diagnosis Penyakit
Diagnosis Penyakit Frekuensi Persentase (%)
Penyakit hepatologi
Penyakit sistem bilier
Penyakit pankreas
Penyakit hematologi
Ikterus pada kehamilan
Penyakit infesi tropik
Penyakit genetik
Ikterus karena obat
Penyakit autoimun
7
-
-
-
-
-
-
-
-
100
-
-
-
-
-
-
-
-
Total 7 100
Berdasarkan uraian tabel 4.5 diatas dapat diketahui bahwa karakteristik
pasien ikterus di Poliklinik Bagian Penyakit Dalam Rumah Sakit Raden Mattaher
Jambi Periode Februari 2012 –Mei 2012 yang paling banyak mengalami ikterus
adalah pasien yang didiagnosis penyakit hepatologi.
4.1.2 Karakteristik Penderita Ikterus Rawat Inap
Tabel 4.6 Distribusi Pasien Ikterus Berdasarkan Usia
Usia (tahun) Frekuensi Persentasi (%)
15-31
32-49
≥50
7
5
0
58,3
41,7
0
Total 12 100
37
Berdasarkan uraian tabel 4.6 diatas dapat diketahui bahwa karakteristik
pasien ikterus di Bangsal Bagian Penyakit Dalam Rumah Sakit Raden Mattaher
Jambi Periode Februari 2012 –Mei 2012 yang paling banyak mengalami ikterus
adalah pasien dengan kelompok usia 15-31 tahun.
Tabel 4.7 Distribusi Pasien Ikterus Berdasarkan Jenis Kelamin
Jenis Kelamin Frekuensi Persentase (%)
Laki-Laki
Perampuan
10
2
83,3
16,7
Total 12 100
Berdasarkan uraian tabel 4.7 diatas dapat diketahui bahwa karakteristik
pasien ikterus di Bangsal Bagian Penyakit Dalam Rumah Sakit Raden Mattaher
Jambi Periode Februari 2012 –Mei 2012 paling banyak mengalami ikterus adalah
pasien dengan jenis kelamin laki-laki.
Tabel 4.8 Distribusi Pasien Ikterus Berdasarkan Gambaran Klinis
Gambaran Klinis Frekuensi Persentase (%)
Sklera ikterik
Kulit ikterik
Skelera dan kulit Ikterik
-
-
12
-
-
100
Total 12 100
38
Berdasarkan uraian tabel 4.8 diatas dapat diketahui bahwa karakteristik
pasien ikterus di Bangsal Bagian Penyakit Dalam Rumah Sakit Raden Mattaher
Jambi Periode Februari 2012 –Mei 2012 dijumpai adanya kulit dan sklera ikterik.
Tabel 4.9 Distribusi Pasien Ikterus Berdasarkan Hasil Laboratorium
Hasil Laboratorium Frekuensi Persentase (%)
Bilirubin Total, AST ↑,
dan ALT ↑ 12 100
Total 12 100
Berdasarkan uraian tabel 4.9 diatas dapat diketahui bahwa karakteristik
pasien ikterus di Bangsal Bagian Penyakit Dalam Rumah Sakit Raden Mattaher
Jambi Periode Februari 2012 –Mei 2012 dijumpai peningkatan bilirubin total,
AST dan ALT pada pasien ikterik.
Tabel 4.10 Distribusi Pasien Ikterus Berdasarkan Diagnosis Penyakit
Diagnosis Penyakit Frekuensi Persentase (%)
Penyakit hepatologi
Penyakit sistem bilier
Penyakit pankreas
Penyakit hematologi
Ikterus pada kehamilan
Penyakit infesi tropik
11
1
-
-
-
-
91,7
8,3
-
-
-
-
39
Penyakit genetik
Ikterus karena obat
Penyakit autoimun
Lainnya
-
-
-
-
-
-
-
-
Total 12 100
Berdasarkan uraian tabel 4.10 diatas dapat diketahui bahwa karakteristik
pasien ikterus di Bangsal Bagian Penyakit Dalam Rumah Sakit Raden Mattaher
Jambi Periode Februari 2012 –Mei 2012 yang paling banyak mengalami ikterus
adalah pasien yang didiagnosis penyakit hepatologi.
4.2 Pembahasan
4.2.1 Karakteristik Pasien Ikterus Berdasarkan Usia
Berdasarkan tabel usia diatas, dapat diketahui bahwa rata-rata pasien yang
banyak mengalami ikterus adalah pasien dengan kelompok usia 32-49 tahun.
Hasil penelitian ini sesuaipenelitian yang dilakukan oleh Sri Maryani Sutadi
bahwa penderita ikterus dengan umur rata-rata terbanyak antaragolongan umur 30
– 59 tahun dengan puncaknya sekitar 40 – 49 tahun.21 Hal ini tidak jauh berbeda
dengan penelitian Somia A. I K et al, yang dilakukan selama satu tahun pada
tahun 2004 di Rumah Sakit Sanglah Denpasar, diperoleh 95 kasus dengan usia
rata-rata 32-54tahun.22
Sedangkan Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2007 menyebutkan
bahwarata-rata penderita antara umur 15 – 44 tahun.23Penelitian yang dilakukan
Enny Muchlastriningsih menyebutkan bahwa penderita yang paling banyak
mengalami ikterus adalah penderita pada kelompok usia 15-44 tahun baik yang
rawat jalan maupun rawat inap.24
Pada orang dewasa, sakit kuning sering merupakan tanda bahwa hati tidak
berfungsi dengan baik. Infeksi seperti hepatitis mungkin bertanggung jawab,
karena mungkin efek dari beberapa obat. Penyebab umum dari kerusakan sel hati
adalah penyalahgunaan alkohol.35
40
4.2.2 Karakteristik Pasien Ikterus Berdasarkan Jenis Kelamin
Berdasarkan tabel jenis kelamin diatas, dapat diketahui bahwa
karakteristik penderita ikterus paling banyak rata-rata adalah laki-laki. Hasil
penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Manmohan G et
albahwa penderita ikterus paling banyak adalah laki-laki.25 Menurut Mardi
Santoso dan Kristian Ariya Sedayuprevalensi tertinggi diderita oleh laki-laki
mencapai 54%.26
Penelitian lain mengatakan bahwadari 39 orang pasien ikterus yang
menjadi sampel pada penelitian, didapatkan 28 orang ( 71,8 %) laki-laki dan 11
orang (28,2 %) perempuan.22
4.2.3 Karakteristik Pasien Ikterus Berdasarkan Adanya Kulit dan Sklera
Ikterik
Berdasarkan tabel adanya kulit dan sklera ikterik di atas, dapat diketahui
bahwa seluruh pasien ikterik dijumpai kulit dan sklera ikterik. Hasil penelitian ini
sesuai dengan studi yang dilakukan oleh dr.Paramesh Banerji yang menyebutkan
bahwa gejala yang paling umum yang ditunjukkan oleh pasien ikterus tingkat
billirubin yang lebih tinggi dalam aliran darah. Hal ini menyebabkan pigmentasi
kuning pada kulit (putih mata) sklera dan mukosa.27
Menurut David C. Dugdale, ikterus dapat muncul tiba-tiba atau perlahan
berkembang dari waktu ke waktu.28 Gejala penyakit kuning umumnya meliputi:
kulit dan bagian putih mata (sklera) menjadi kuning. Ketika penyakit kuning lebih
parah daerah-daerah mungkin terlihat coklat, warna kuning di dalam mulut,warna
gelap atau coklat pada urin dantinjaberwarna pucat atautanah liat.28 Ikterus
menyebabkan kulit dan skelera mata menjadi kuning karena kelebihan jumlah
pigmen empedu bilirubin dalam lapisan lemak dibawah kulit.32
4.2.4 Karakteristik Pasien Ikterus Berdasarkan Hasil Laboratorium
Konsentrasi bilirubin plasma normal adalah maksimal 18 µmol/dL. Jika
meningkat lebih dari 30 µmol/dL (1,8 mg/dL)1.
41
Berdasarkan tabel diagnosa hasil laboratorium diatas, dapat diketahui
bahwa pada pasien ikterus terjadi peningkatan bilirubin total, AST dan ALT.
Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan di RSUD Rantau
Prapat Kabupaten Labuhan Batu tahun 2006-2009 bahwa penderita ikterus, kadar
AST dalam kategori tinggi 45,2% dan kadar ALT dalam kategori tinggi 45,2%.30
Sumber lain mengatakan, jika AST dan ALT meningkat secara signifikan
lebih tinggi dari Alkali Phosphatase menunjukkan penyakit hati yang
menyebabkan ikterus.33
4.2.5 Karakteristik Pasien Ikterus Berdasarkan Diagnosa Penyakit
Berdasarkan tabel diagnosa penyakit diatas, dapat diketahui bahwa ikterus
pada pasien paling banyak disebabkanoleh penyakit hepatologi. Hasil penelitian
ini sesuai dengan teori pada buku Gastroenterologi yang menyebutkan bahwa
timbulnya ikterus pada seseorang merupakan tanda penyakit hati
(hepatologi).1Hepatik menyebabkan penyakit kuning termasuk hepatitis akut,
hepatotoksisitas dan penyakit hati alkoholik, dimana nekrosis sel mengurangi
kemampuan hati untuk memetabolisme dan mengeluarkan bilirubin yang
mengarah ke penumpukan dalam darah.29 Jaundice terjadi pada anak dan oreang
dewasa ketika bilirubin terbentuk karena penyakit serius dan kondisi yang
menyebabkan kerusakan hati atau disfungsi hati.31
Dari hasil penelitian dapat diketahui bahwa penyakit dengan gejala ikterus
terbanyak adalah Hepatitis A, hal ini disebabkan karena Hepatitis A penularannya
melalui makanan atau air yang terkontaminasi sehingga lebih besar kemungkinan
dari pada diagnosis yang lain.34
42
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan dari hasil penelitian dan pembahasan dari halaman
sebelumnya, maka dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Karakteristik penderita ikterus berdasarkan usia pada pasien rawat jalan yang
paling banyak adalah kelompok usia 32-49 tahun dan >50 tahun yaitu
sebanyak 3 orang (42,9) dan pada pasien rawat inap yang paling banyak
adalah kelompok usia 15-31 tahun yaitu 7orang (58,3%). Berdasarkan jenis
kelamin yang paling banyak pada pasien rawat jalan adalah laki-laki yaitu
sebanyak 5 orang (71,4%), pada rawat inap jumlah pasien laki-laki lebih
banyak dari pasien perempuan yaitu sebanyak 10 orang (83,3%). Gambaran
43
klinis berupa kulit dan sklera ikterik pada pasien rawat jalan dan rawat inap
sebanyak 100%. Hasil laboratorium pada seluruh pasien rawat jalan dan rawat
inap mengalami peningkatan bilirubin total, AST dan ALT sebanyak 100%
2. Penyakit yang mendasari ikterus pada pasien rawat jalan semua pasien adalah
penyakit hepatologi, yaitu sebanyak 7 orang (100%). Pada pasien rawat inap
yang paling banyak adalah penyakit hepatologi yaitu sebanyak 11 orang
(91,7%), sedangkan yang paling sedikit adalah sistem bilier yaitu sebanyak 1
orang (8,3%).
5.2 Saran
1. Karena penelitian ini berupa profil ikterus profil ikterus pada
pasien di Poliklinik dan Bangsal Bagian Penyakit Dalam Rumah Sakit Raden
Mattaher Jambi, maka diharapkan adanya penelitian lebih lanjut mengenai
ikterus di Rumah Sakit Raden Mattaher Jambi.
2. Diharapkan untuk penelitian selanjutnya waktu penelitiannya lebih
panjang agar bisa mendapatkan jumlah sampel yang lebih banyak, karena
jumlah pasien ikterus di Bagian Penyakit Dalam RSUD Raden Mattaher
sedikit.
DAFTAR PUSTAKA
1. Sulaiman, Ali. 2006. Pendekatan Klinis Pasien Ikterus. Dalam: Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I. Edisi IV. Jakarta: Pusat Penerbitan
Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI.2006; 420-423
2. Price SA. 2003. Gangguan Hati, Kandung Empedu dan Pankreas. Dalam:
Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Volume I. Penerbit
Buku Kedokteran EGC. Jakarta: hal. 472-508
3. Isselbacher. KJ. 2000. Pendekatan Pasien dengan Penyakit Hati. Dalam:
Harrison Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam. Volume I. Penerbit Buku
Kedokteran EGC. Jakarta: hal. 1614-1728
44
4. Silbernagl.S. 2003. Jaundice (Ikterus). Dalam: Teks dan Atlas Berwarna
Patofisiologi. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta: hal. 168-169
5. Tambunan, Gani W. 1994. Sistem Hepatobilier. Dalam: Patologi
Gastroenterologi. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta: hal. 147-237
6. Guyton & Hall. 1996. Hati Sebagai Suatu Organ. Dalam: Buku Ajar
Fisiologi Kedokteran. Edisi 9. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakrta:
hal. 1108-1110
7. Gips. CH. Wilson.1989. Diagnosis dan Terapi Penyakit Hati dan Empedu.
Penerbit HIPOKRATES. Jakarta
8. Mansjoer, Arif. Dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid I. Edisi
Ketiga. Penerbit Media Aesculapius. Jakarta: hal. 407-636
9. Sulaiman. HA. 1990. Gastroenterologi Hepatologi. Penerbit CV Sagung
Seto. Jakarta
10. Nurdjanah S. Sirosis Hati. Dalam: Sudoyo Aw dkk, editor. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam. Jilid I. Edisi IV. Jakarta. Pusat Penerbitan Departemen
Ilmu Penyakit Dalam FKUI. 2006: hal. 445-448
11. Wenas NT, Waleleng BJ. Abses Hati Piogenik. Dalam: Sudoyo AW dkk,
editor. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I. Edisi IV. Jakarta: Pusat
Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI. 2006: hal. 460-461
12. Budihusodo U. Karsinoma Hati. Dalam: Sudoyo AW dkk, editor. Buku
Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I. Edisi IV. Jakarta: Pusat Penerbitan
Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI. 2006: hal. 455-459
13. Rasyad, SB. 2006. Kumpulan Kuliah Hepatologi, Penyakit Pankreas dan
Kandung Empedu. Palembang: Penerbit Sub bagian Gastroenterologi-
Hepatologi Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya
14. Hoffbrand, AV. 2002. Kapita Selekta Hematologi. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC
15. Soenarto, Rinaldi I. Anemia Hemolitik, Anemia Megaloblastik. Dalam:
Sudoyo AW dkk, editor. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I. Edisi IV.
Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI. 2006:
hal. 643-658
45
16. Harjianto, PN. Malaria. Dalam: Sudoyo AW dkk, editor. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam. Jilid I. Edisi IV. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen
Ilmu Penyakit Dalam FKUI. 2006: hal. 1732-1748
17. Zein, U. Leptospirosis. Dalam: Sudoyo AW dkk, editor. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam. Jilid I. Edisi IV. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen
Ilmu Penyakit Dalam FKUI. 2006: hal.1823-1826
18. Sanityoso,A. Hepatitis Virus Akut. Dalam: Sudoyo AW dkk, editor. Buku
Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I. Edisi IV. Jakarta: Pusat Penerbitan
Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI. 2006: hal. 427-432
19. Isbagio, H dkk. Lupus Eritomatosus Sistemik. Dalam: Sudoyo AW dkk,
editor. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I. Edisi IV. Jakarta: Pusat
Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI. 2006: hal.1214-1221
20. Kanoko S,Mpu. Metabolisme Bilirubin dan Patofisiologi Ikterus. Dalam:
Buku Ajar Ilmu Penyakit Hati. Edisi 1. Penerbit Jaya Abadi. 2007: hal. 5
21. Sutadi SM (online). Bagian Ilmu Penyakit Dalam Universitas Sumatra
Utara. 2008 (diakses 5 Juni 2012). Di unduh dari URL:
www.digilib.USU.com
22. Juliana IM, Wibawa IDN (online). Gastroentero-Hepatologi Bag/SMF
Ilmu Penyakit Dalam FK UNUD. 2007 (diakses 5 Juni 2012). Di unduh
dari URL: www. ejournal.unud.ac.id
23. Data Riset Kesehatan Dasar (online). Karakteristik Ikterus. 2007 (diakses
5 Juni 2012). Di unduh dari URL:www.ilmukesehatan.com
24. Muchlastriningsih E (online). Karakteristik Penderita Ikterus. 2002
(diakses 5 Juni 2012). Di unduh dari URL: www.docstoc.com
25. Manmohan (online). Jaundice. 2010 (diakses 2 Juni 2012). Di unduh dari
URL: www. thorax.bmj.com
26. Santoso M, Sedayu KA (online). Gambaran Pola Penyakit Hati. 2006
(diakses 5 Juni 2012). Di unduh dari URL: www.ukrida.ac.id
27. Banerji P (online). Penyakit Kuning. 2011 (diakses 2 Juni 2012). Di unduh
dari URL: www. calicutmedical journal .org
46
28. Dugdale DC (online). Gejala Penyakit Kuning. 2011 (diakses 2 Juni
2012). Di unduh dari URL: www.medlineplus.com
29. New Medical (online). Diagnosis Ikterus. 2012 ( diakses 23 Juni 2012). Di
unduh dari URL: www.news-medical.net
30. Repository(online). Diagnosis Penyakit Kuning. 2009 (diakses 5 Juni
2012). Di unduh dari URL: www. repository.usu.ac.id
31. Lokal Health (online). Penyebab Kuning. 2012. (diakses 8 Juni 2012). Di
unduh dari URL: www.lokalhealth.com
32. Keluarga dan Kesehatan Anak (online). Penyakit Kuning. 2012. (diakses 8
Juni 2012). Diunduh dari URL: www.bodyandhealth.canada.com
33. Diagnosis Ikterus (online). Pendekatan Diagnostik. 2012. (diakses 8 Juni
2012). Diunduh dari URL: www.news-medical.net
34. Health for Boomers and Beyond (online).Jaundice. 2012. (diakses 28 Juli
2012). Diunduh dari URL: http://www.thirdage.com
35. Hicks R (online). Jaundice. 2009. (diakses 28 Juli 2012). Diunduh dari
URL : http://www.bbc.co.uk
47