atresia ani

45
BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Atresia ani atau anus imperforata disebut sebagai malformasi anorektal, adalah suatu kelainan kongenital tanpa anus atau dengan anus tidak sempurna, termasuk Agenesis ani, Agenesis rekti dan Atresia rekti. Insiden 1 : 5000 kelahiran yang dapat muncul sebagai penyakit tersering yang merupakan syndrom VACTRERL ( Vertebra, Anal, Cardial, Esofageal, Renal, Limb). Dalam asuhan neonatus tidak sedikit dijumpai adanya kelainan cacat kongenital pada anus dimana anus tidak mempunyai lubang untuk mengeluarkan feces karena terjadi gangguan pemisahan kloaka yang terjadi saat kehamilan. Walaupun kelainan lubang anus akan mudah terbukti saat lahir, tetapi kelainan bisa terlewatkan bila tidak ada pemeriksaan yang cermat atau pemeriksaan perineum. Kelainan kongenital pada anus ini biasanya disebabkan karena putusnya saluran pencernaan dari atas dengan daerah dubur, kegagalan pertumbuhan saat bayi dalam kandungan berusia 12 minggu /3 bulan, dan adanya gangguan atau berhentinya perkembangan embriologik didaerah usus, rektum bagian distal serta traktus urogenitalis, yang terjadi antara minggu keempat sampai keenam usia kehamilan.

Upload: meidina-sinaga

Post on 07-Aug-2015

322 views

Category:

Documents


11 download

TRANSCRIPT

Page 1: Atresia Ani

BAB I

PENDAHULUAN

1. 1. Latar Belakang

Atresia ani atau anus imperforata disebut sebagai malformasi anorektal, adalah suatu

kelainan kongenital tanpa anus atau dengan anus tidak sempurna, termasuk Agenesis ani,

Agenesis rekti dan Atresia rekti. Insiden 1 : 5000 kelahiran yang dapat muncul sebagai penyakit

tersering yang merupakan syndrom VACTRERL ( Vertebra, Anal, Cardial, Esofageal, Renal,

Limb).

Dalam asuhan neonatus tidak sedikit dijumpai adanya kelainan cacat kongenital pada

anus dimana anus tidak mempunyai lubang untuk mengeluarkan feces karena terjadi gangguan

pemisahan kloaka yang terjadi saat kehamilan. Walaupun kelainan lubang anus akan mudah

terbukti saat lahir, tetapi kelainan bisa terlewatkan bila tidak ada pemeriksaan yang cermat atau

pemeriksaan perineum.

Kelainan kongenital pada anus ini biasanya disebabkan karena putusnya saluran

pencernaan dari atas dengan daerah dubur, kegagalan pertumbuhan saat bayi dalam kandungan

berusia 12 minggu /3 bulan, dan adanya gangguan atau berhentinya perkembangan embriologik

didaerah usus, rektum bagian distal serta traktus urogenitalis, yang terjadi antara minggu

keempat sampai keenam usia kehamilan.

Atresia ani merupakan kelainan kongenital yang tergolong rendah angka kejadiannya

dibandingkan penyakit lain dalam saluran pencernaan. Kejadian di Amerika Serikat 600 anak

lahir dengan atresia ani. Data yang didapatkan kejadian atresia ani timbul dengan perbandingan 1

dari 5000 kelahiran hidup, dengan jumlah penduduk Indonesia 200 juta dan tingkat kelahiran 35

permil, maka diprediksikan setiap tahun akan lahir 1400 bayi dengan penyakit atresia ani.

Kartono mencatat 20-40 pasien penyakit atresia ani yang dirujuk setiap tahunnya ke RSUPN

CiptoMangunkusomo Jakarta dengan rasio laki-laki: perempuan adalah 4:1. Insidensi ini

dipengaruhi oleh group etnik, untuk Afrika dan Amerika adalah 2,1 dalam 10.000 kelahiran,

Caucassian 1,5 dalam 10.000 kelahiran dan Asia 2,8 dalam 10.000 kelahiran. Menurut catatan

Page 2: Atresia Ani

Swenson,81,1 % dari 880 kasus yang diteliti adalah laki-laki. Sedangkan Richardson danBrown

menemukan tendensi faktor keturunan pada penyakit ini yakni ditemukan 57 kasus dalam 24

keluarga.

1.2. Tujuan

2.1 Tujuan Umum

Untuk menggambarkan pelaksanaan asuhan keperawatan secara langsung dengan

pendekatan proses keperawatan pada anak dengan atresia ani.

2) Tujuan Khusus

a. Melakukan pengkajian pada An. A dengan atresia ani di ruang IX bedah anak RSUP

Pirngadi kota Medan. 

b. Menentukan masalah keperawatan pada An. A dengan atresia ani di ruang IX bedah

anak RSUP Pirngadi Kota Medan.

c. Merencanakan tindakan keperawatan pada An. A dengan atresia ani di ruang IX

bedah anak RSUP Pirngadi Kota Medan.

 

Page 3: Atresia Ani

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Defenisi Atresia Ani

2.1.1. Defenisi Medis

Atresia Ani adalah kelainan kongenital yang dikenal sebagai anus imperforate meliputi

anus, rectum atau keduanya. Atresia ani atau anus imperforate adalah tidak terjadinya perforasi

membran yang memisahkan bagian entoderm mengakibatkan pembentukan lubang anus yang

tidak sempurna. Anus tampak rata atau sedikit cekung ke dalam atau kadang berbentuk anus

namun tidak berhubungan langsung dengan rectum (Suriadi, 2001). Atresia Ani merupakan

kelainan bawaan (kongenital), tidak adanya lubang atau saluran anus (Donna L. Wong, 520 : 2003).

Atresia berasal dari bahasa Yunani, a artinya tidak ada, trepis artinya nutrisi atau makanan.

Dalam istilah kedokteran atresia itu sendiri adalah keadaan tidak adanya atau tertutupnya lubang

badan normal atau organ tubular secara kongenital disebut juga clausura. Dengan kata lain tidak

adanya lubang di tempat yang seharusnya berlubang atau buntunya saluran atau rongga tubuh,

hal ini bisa terjadi karena bawaan sejak lahir atau terjadi kemudian karena proses penyakit yang

mengenai saluran itu. Atresia dapat terjadi pada seluruh saluran tubuh, misalnya atresia ani.

Atresia ani yaitu tidak berlubangnya dubur. Atresia ani memiliki nama lain yaitu anus

imperforata. Jika atresia terjadi maka hampir selalu memerlukan tindakan operasi untuk

membuat saluran seperti keadaan normalnya

2.1.2. Defenisi Keperawatan

Atresia ani adalah suatu kelainan bawaan dimana tidak lengkapnya perkembangan

embrionik pada bagian anus secara abnormal (Anik Maryunani, 2010).

2.2.     Tanda dan Gejala

Gejala yang menunjukan terjadinya atresia ani atau anus imperforata terjadi dalam waktu 24-

48 jam. Gejala itu dapat berupa:

Page 4: Atresia Ani

Tidak dapat atau mengalami kesulitan mengeluarkan mekonium (mengeluarkan tinja yang

menyerupai pita).

Perut membuncit

Muntah

Tidak bisa buang air besar

Pada pemeriksaan radiologis dengan posisi tegak serta terbalik dapat dilihat sampai dimana

terdapat penyumbatan.

2.3. Klasifikasi Atresia Ani

Menurut Ladd dan Gross (1966) anus imperforata dalam 4 golongan, yaitu:

1.      Stenosis rektum yang lebih rendah atau pada anus

2.      Membran anus yang menetap

3.      Anus imperforata dan ujung rektum yang buntu terletak pada bermacam-macam jarak dari

peritoneum

4.      Lubang anus yang terpisah dengan ujung

Anus imperforata merupakan suatu kelainan malformasi kongenital di mana tidak lengkapnya

perkembangan embrionik pada bagian anus atau tertutupnya anus secara abnormal atau dengan

kata lain tidak ada lubang secara tetap pada daerah anus. Anus imperforata ini dapat meliputi

bagian anus, rektum, atau bagian diantara keduanya.

                                                                         Atresia Ani

Page 5: Atresia Ani

2.5. Etiologi

Atresia dapat disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain:

1. Putusnya saluran pencernaan dari atas dengan daerah dubur sehingga bayi lahir tanpa lubang

dubur

2. Kegagalan pertumbuhan saat bayi dalam kandungan berusia 12 minggu/3 bulan

3. Adanya gangguan atau berhentinya perkembangan embriologik didaerah usus, rektum bagian

distal serta traktus urogenitalis, yang terjadi antara minggu keempat sampai keenam usia

kehamilan.

2.6. Manifestasi Klinis

a. ) Mekonium tidak keluar dalam 24 jam pertama setelah kelahiran.

2) Tidak dapat dilakukan pengukuran suhu rectal pada bayi.

3) Mekonium keluar melalui sebuah fistula atau anus yang salah letaknya.

4) Distensi bertahap dan adanya tanda-tanda obstruksi usus (bila tidak ada fistula).

5) Bayi muntah-muntah pada umur 24-48 jam.

6) Pada pemeriksaan rectal touché terdapat adanya membran anal.

7) Perut kembung.

2.7. Patofisiologi

Terjadinya anus imperforata karena kelainan congenital dimana saat proses

perkembanganembrionik tidak lengkap pada proses perkembangan anus dan rectum.

Dalam perkembanganselanjutnya ujung ekor dari belakang berkembang jadi kloaka yang juga

akan berkembang jadigenitor urinary dan struktur anoretal.Atresia ani ini terjadi karena tidak

sempurnanya migrasi dan perkembangan kolon antara 7-10 minggu selama perkembangan

janin. Kegagalan tersebut terjadi karena abnormalitas pada daerah uterus dan vagina,

atau juga pada proses obstruksi. Anus imperforate ini terjadi karenatidak adanya pembukaan

usus besar yang keluar anus sehingga menyebabkan feses tidak dapatdikeluarkan.Manifestasi

klinis diakibatkan adanya obstruksi dan adanya 'fistula. Obstuksi ini mengakibatkandistensi

Page 6: Atresia Ani

abdomen, sekuestrasi cairan, muntah dengan segala akibatnya Apabila urin

mengalirmelalui fistel menuju rektum, maka urin akan diabsorbsi sehingga terjadi asidosis

hiperchloremia,s eba l i knya f e se s menga l i r kea r ah t r ak tu s u r i na r i u s

menyebabkan i n f eks i be ru l ang . Pada keadaan ini biasanya akan terbentuk fistula

antara rectum dengan organ sekitarnya. Padawanita 90% dengan fistula ke vagina

(rektovagina) atau perineum (rektovestibuler). Pada laki-l a k i b i a s a n y a l e t a k

t i n g g i , u m u m n y a f i s t u l a m e n u j u k e v e s i k a u r i n a r i a a t a u

k e p r o s t a t e (rektovesika) pada letak rendah fistula menuju ke urethra (rektourethralis).

2.8. Komplikasi

Komplikasi yang dapat terjadi pada penderita atresia ani antara lain :

1. Asidosis hiperkioremia.

2. Infeksi saluran kemih yang bisa berkepanjangan.

3. Kerusakan uretra (akibat prosedur bedah).

4. Komplikasi jangka panjang.

5. Eversi mukosa anal

6. Stenosis (akibat kontriksi jaringan perut dianastomosis)

7. Masalah atau kelambatan yang berhubungan dengan toilet training.

8. Inkontinensia (akibat stenosis awal atau impaksi)

9. Prolaps mukosa anorektal.

10. Fistula kambuan (karena ketegangan diare pembedahan dan infeksi)

2.6. Pemeriksaan Penunjang

  Pemeriksaan Penunjang

1.   Pemeriksaan radiologik dengan enema barium.disini akan terlihat gambaran klasik seperti

daerah transisi dari lumen sempit kedaerah yang melebar. pada foto 24 jam kemudian terlihat

retensi barium dan gambaran makrokolon pada hirschsprung segmen panjang.

2.   Pemeriksaan biopsi hisap rektum dapat digunakan untuk mencari tanda histologik yang khas

yaitu tidak adanya sel ganglion parasimpatik dilapisan muskularis mukosa dan adanya serabut

syaraf yang menebal pada pemeriksaan histokimia, aktifitas kolinaterase meningkat.

Atresia ani biasanya jelas sehingga diagnosis sering dapat ditegakkan segera setelah bayi lahir

Page 7: Atresia Ani

dengan melakukan inspeksi secara tepat dan cermat pada daerah perineum. Diagnosis kelainan

anurektum tipe pertama dan keempat dapat terlewatkan sampai diketahui bayi mengalami

distensi perut dan tidak mengalami kesulitan mengeluarkan mekonium.

Pada bayi dengan kelainan tipe satu/kelainan letak rendah baik berupa stenosis atau anus ektopik

sering mengalami kesulitan mengeluarkan mekonium. Pada stenosis yang ringan, bayi sering

tidak menunjukkan keluhan apapun selama beberapa bulan setelah lahir. Megakolon sekunder

dapat terbentuk akibat adanya obstruksi kronik saluran cerna bagian bawah daerah stenosis yang

sering bertambah berat akibat mengerasnya tinja.

Bayi dengan kelainan tipe kedua yang tidak disertai fistula/fistula terlalu kecil untuk dilalui

mekonium sering akan mengalami obstruksi usus dalam 48 jam stelah lahir. Didaerah anus

seharusnya terentuk penonjolan membran tipis yang tampak lebih gelap dari kulit disekitarnya,

karena mekonium terletak dibalik membran tersebut.

Klainan letak tinggi atau agenesis rectum seharusnya terdapat suatu lekukan yang berbatas tegas

dan memiliki pigmen yang lebih banyak daripada kulit disekitarnya sehingga pada pemeriksaan

fisik dapat ditemukan lubang fistulla pada dinding posterior vagina/perinium, atau tanda-tanda

adanya fistula rektourinaria. Fistula rektourinaria biasanya ditandaioleh keluarnya mekonium

serta keluarnya udara dari uretra.

Diagnosi keempat dapat terlewatkan sampai beberpa hari karena bayi tampak memiliki anus

yang normal namun salurran anus pendek dan berakhir buntu. Mnifestasi obstruksi usus terjadi

segera setelah bayi lahir karena bayi tidak dapat mengeluarkan mekonium. Diagnosis biasanya

dapat dibuat dengan pemeriksaan colok dubur.

2.2. Penatalaksanaan Keperawatan

2.2.1. Pengkajian

Diperlukan pengkajian yang cermat dan teliti untuk mengetahui masalah pasien dengan

tepat, sebab pengkajian merupakan awal dari proses keperawatan. Dan keberhasilan proses

keperawatan tergantung dari pengkajian. Konsep teori yang difunakan penulis adalah model

konseptual keperawatan dari Gordon. Menurut Gordon data dapat dikelompokkan menjadi 11

konsep yang meliputi :

1. Pola nutrisi – Metabolik

Page 8: Atresia Ani

Anoreksia, penurunan BB dan malnutrisi umu terjadi pada pasien dengan atresia ani post

kolostomi. Keinginan pasien untuk makan mungkin terganggu oleh mual dan munta dampak

dari anestesi.

2. Pola Eliminasi

Dengan pengeluaran melalui saluran kencing, usus, kulit dan paru maka tubuh dibersihkan dari

bahan - bahan yang melebihi kebutuhan dan dari produk buangan. Oleh karena pada atresia ani

tidak terdapatnya lubang pada anus, sehingga pasien akan mengalami kesulitan dalam defekasi

(Whaley & Wong,1996).

3. Pola Aktivitas dan Latihan

Pola latihan dan aktivitas dipertahankan untuk menhindari kelemahan otot.

4. Pola Persepsi Kognitif

Menjelaskan tentang fungsi penglihatan, pendengaran, penciuman, daya ingatan masa lalu dan

ketanggapan dalam menjawab pertanyaan.

5. Pola Tidur dan Istirahat

Pada pasien mungkin pola istirahat dan tidur terganggu karena nyeri pada luka inisisi.

6. Konsep Diri dan Persepsi Diri

Menjelaskan konsep diri dan persepsi diri misalnya body image, body comfort. Terjadi perilaku

distraksi, gelisah, penolakan karena dampak luka jahitan operasi (Doenges,1993).

7. Peran dan Pola Hubungan

Bertujuan untuk mengetahui peran dan hubungan sebelum dan sesudah sakit. Perubahan pola

biasa dalam tanggungjawab atau perubahan kapasitas fisik untuk melaksanakan peran

(Doenges,1993).

Page 9: Atresia Ani

9. Pola Reproduktif dan Sexual

Pola ini bertujuan menjelaskan fungsi sosial sebagi alat reproduksi (Doenges,1993).

10. Pola Pertahanan Diri, Stress dan Toleransi

Adanya faktor stress lama, efek hospitalisasi, masalah keuangan, rumah (Doenges,1993).

11. Pola Keyakinan dan Nilai

Untuk menerangkan sikap, keyakinan klien dalam melaksanakan agama yang dipeluk dan

konsekuensinya dalam keseharian. Dengan ini diharapkan perawat dalam memberikan motivasi

dan pendekatan terhadap klien dalam upaya pelaksanaan ibadah (Mediana,1998).

12. Pemeriksaan Fisik

Hasil pemeriksaan fisik yang didapatkan pada pasien atresia ani adalah anus tampak merah,

usus melebar, kadang – kadang tampak ileus obstruksi, termometer yang dimasukkan melalui

anus tertahan oleh jaringan, pada auskultasi terdengan hiperperistaltik, tanpa mekonium dalam

24 jam setelah bayi lahir, tinja dalam urin dan vagina (Whaley & Wong,1996).

2.2.2. Diagnosa Keperawatan

Page 10: Atresia Ani

Etiologi

ATRESIA ANI

Feses tidak keluar

Feses Menumpuk

Reabsorbsi sisa metabolisme oleh tubuh

Resiko Nutrisi kurang dari Kebutuhan

Operasi Anoplasti Colostomi

Perubahan defekasi

Trauma Jaringan

KeracunanMual muntah

Peningkatan Tekanan intra abdominal

Nyeri Perawatan Tidak Adekuat

Resti InfeksiGangguan Rasa Nyaman

Pengeluaran Tidak Terkontrol

Iritasi Mukosa

Resiko Kerusakan Integritas Kulit

Page 11: Atresia Ani

Diagnosa Keperawatan

a.. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia

(Doenges,1993).

b. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan kolostomi (Doenges,1993).

c. Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur pembedahan (Doenges,1993).

d. Kecemasan keluarga berhungan dengan prosedur pembedahan dan kondisi bayi

(Suriadi,2001).

e.Gangguan citra diri berhubungan dengan adanya kolostomi (Doenges,1993).

f. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan trauma saraf jaringan (Doenges,1993).

g. Kurangnya pengetahuan keluarga berhungan dengan kebutuhan perawatan di rumah (Whaley

& Wong,1996).

2. 2.3.Intervensi Keperawatan

Fokus intervensi keperawatan pada atresia ani adalah sebagai berikut :

1. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan kolostomi

Tujuan yang diharapkan adalah tidak terjadi gangguan integritas kulit, dengan kriteria hasil :

penyembuhan luka tepat waktu, tidak terjadi kerusakan di daerah sekitar anoplasti.

Intervensi :

1. Kaji area stoma.

2. Anjurkan pasien untuk menggunakan pakaian lembut dan longgar pada area

stoma.

3. Sebelum terpasang colostomy bag ukur dulu sesuai dengan stoma.

Page 12: Atresia Ani

4. Yakinkan lubang bagian belakang kantong berperekat lebih besar sekitar 1/8 dari

ukuran stoma.

5. Selidiki apakah ada keluhan gatal sekitar stoma.

c. Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur pembedahan

(Doenges,1993).

Tujuan yang diharapkan adalah tidak terjadi infeksi, dengan kriteria hasil :

tidak ada tanda – tanda infeksi, TTV normal, lekosit normal.

Intervensi :

1. Pertahankan teknik septik dan aseptik secara ketat pada prosedur medis atau perawatan.

2. Amati lokasi invasif terhadap tanda-tanda infeksi.

3. Pantau suhu tubuh, jumlah sel darah putih.

4. Pantau dan batasi pengunjung , beri isolasi jika memungkinkan.

5. Beri antibiotik sesuai advis dokter.

d. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan penumpukkan sekret

berlebih (Doenges,1993).

Tujuan yang diharapkan adalah mempertahakan efektif jalan nafas,

mengeluarkan sekret tanpa bantuan dengan kriteria hasil : bunyi nafas

bersih, menunjukkan perilaku perbaikan jalan nafas misalnya, batuk efektif

dan mengeluarkan sekret.

Intervensi :

1. Kaji fungsi pernafasan, contoh : bunyi nafas, kecepatan, irama dan

kedalaman dan penggunaan otot tambahan.

Page 13: Atresia Ani

2. Catat kemampuan untuk mengeluarkan dahak atau batuk efektif, catat

karakter, jumlah spuntum, adanya hemaptoe.

3. Berikan posisi semi fowler dan Bantu pasien untuk batuk efektif dan

latihan nafas dalam.

4. Bersihkan secret dari mulut dan trakea, penghisapan sesuai keperluan.

5. Pertahankan masukan cairan sedikitnya 2500 ml/hari kecuali kontra

indikasi.

6. Kolaborasi pemberian mukolitik dan bronkodilator.

e. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan

anoreksia (Doenges,1993).

Tujuan yang diharapkan adalah kebutuhan nurtisi tubuh tercukupi, dengan

kriteria hasil : menunjukkan peningkatan BB, nilai laboratorium normal,

bebas tanda mal nutrisi.

Intervensi :

1. Pantau masukan/ pengeluaran makanan / cairan.

2. Kaji kesukaan makanan anak.

3. Beri makan sedikit tapi sering.

4. Pantau berat badan secara periodik.

5. Libatkan orang tua, misal membawa makanan dari rumah, membujuk anak untuk makan.

6. Beri perawatan mulut sebelum makan.

7. Berikan isirahat yang adekuat.

Page 14: Atresia Ani

8. Pemberian nutrisi secara parenteral, untuk mempertahankan kebutuhan kalori sesuai

program diit.

6. Kecemasan keluarga berhungan dengan prosedur pembedahan dan kondisi

bayi.(Suriadi,2001;159)

Tujuan yang diharapkan adalah memberi support emosional pada keluarga,

dengan kriteria hasil : keluarga akan mengekspresikan perasaan dan

pemahaman terhadap kebutuhan intervensi perawatan dan pengobatan.

Intervensi :

1. Ajarkan untuk mengekspresikan perasaan.

2. Berikan informasi tentang kondisi, pembedahan dan perawatan di rumah.

3. Ajarkan keluarga untuk berpartisipasi dalam perawatan pasien.

4. Berikan pujian pada keluarga saat memberikan perawatan pada pasien.

5. Jelaskan kebutuhan terapi IV, NGT, pengukuran tanda – tanda vital dan pengkajian.

6. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan trauma saraf jaringan

(Doenges,1996).

Tujuan yang diharapkan adalah pasien akan melaporkan nyeri hilang atau

terkontrol, pasien akan tampak rileks, dengan kriteria hasil : ekspresi wajah

pasien relaks, TTV normal.

Intervensi :

1. Tanyakan pada pasien tentang nyeri.

2. Catat kemungkinan penyebab nyeri.

Page 15: Atresia Ani

3. Anjurkan pemakaian obat dengan benar untuk mengontrol nyeri.

4. Ajarkan dan anjurkan tehnik relaksasi.

6. Resiko tinggi terhadap konstipasi berhubungan dengan ketidakadekuatan

masukan diit (Doenges,1993).

Tujuan yang diharapkan adalah pola eliminasi sesuai kebutuhan, dengan

kriteria hasil : BAB 1x/hari, feses lunak, tidak ada rasa nyeri saat defekasi.

Intervensi :

1. Auskultasi bising usus.

2. Observasi pola diit dan itake cairan

6. Gangguan citra diri berhubungan dengan adanya kolostomi (Doenges,1996).

Tujuan yang diharapkan adalah pasien mau menerima kondisi dirinya

sekarang, dengan kriteria hasil : pasien mentatakan menerima perubahan ke

dalam konsep diri tanpa harga diri rendah, menunjukkan penerimaan

dengan merawat stoma tersebut, menyatakan perasaannya tentang stoma.

Intervensi :

1. Kaji persepsi pasien tentang stoma.

2. Motivasi pasien untuk megungkapkan perasaannya.

3. Kaji ulang tentang alasan pembedahan.

4. Observasi perilaku pasien.

5. Berikan kesempatan pada pasien untuk merawat stomanya.

6. Hindari menyinggung perasaan pasien atau pertahankan hubungan positif.

Page 16: Atresia Ani

6. Kurangnya pengetahuan keluarga berhungan dengan kebutuhan perawatan

di rumah (Walley & Wong,1996).

Tujuan yang diharapkan adalah pasien dan keluarga memahami perawatan

di rumah, dengan kriteria hasil keluarga menunjukkan kemampuan untuk

memberikan perawata untuk bayi di rumah.

Intervensi :

1. Ajarkan perawatan kolostomi dan partisipasi dalam perawatan sampai mereka dapat

melakukan perawatan.

2. Ajarkan untuk mengenal tanda – tanda dan gejala yang perlu dilaporkan perawat.

3. Ajarkan bagaimana memberikan pengamanan pada bayi dan melakukan dilatasi pada anal

secara tepat.

4. Ajarkan cara perawatan luka yang tepat.

5. Latih pasien untuk kebiasaan defekasi.

6. Ajarkan pasien dan keluarga untuk memodifikasi diit (misalnya serat)

2.5 Implementasi Keperawatan

Seperti tahap lainnya dalam proses keperawatan fase pelaksanaan terdiri

dari : validasi rencana keperawatan, dokumentasi rencana keperawatan dan

melakukan tindakan keperawatan.

1. Validasi rencana keperawatan

Suatu tindakan untuk memberikan kebenaran. Tujuan validasi data adalah

menekan serendah mungkin terjadinya kesalahpahaman, salah persepsi.

Karena adanya potensi manusia berbuat salah dalam proses penilaian.

Page 17: Atresia Ani

2. Dokumentasi rencana keperawatan

Agar rencana perawatan dapat berarti bagi semua pihak, maka harus

mempunyai landasan kuat, dan bermanfaat secara optimal. Perawat

hendaknya mengadakan pertemuan dengan tim kesehatan lain untuk

membahas data, masalah, tujuan serta rencana tindakan.

3. Tindakan keperawatan

Meskipun perawat sudah mengembangkan suatu rencana keperawatan

yang maksimal, kadang timbul situasi yang bertentangan dengan tindakan

yang direncanakan, maka kemampuan perawat diuji untuk memodifikasi

alat maupun situasi.

6. Evaluasi

Evaluasi adalah suatu kegiatan yang terus menerus dengan melibatkan

klien, perawat dan anggota tim kesehatan lainnya. Dalam hal ini diperlukan

pengetahuan keehatan dan strategi evaluasi. Tujuan dari evaluasi adalah

menilai apakah tujuan dari rencana keperawatan tercapai atau tidak.

1.

BAB III

TINJAUAN KASUS

1.1 Identitas data

Nama : An. A

Tempat/Tempat tanggal lahir : Bagan Deli, 12 April 2012

Nama ayah/Ibu : Tn. MS

Pekerjaan ayah : Wiraswasta

Pekerjaan ibu : Ibu Rumah Tangga

Page 18: Atresia Ani

Alamat : Jalan Bagan Deli Veteran Medan

Suku : Batak

Agama : Kristen

Pendidikan : Belum sekolah

Tanggal masuk : 06 Desember 2012

Tanggal Pengkajian : 10 Desember 2012

Tanggal Operasi : -

1.2 Keluhan utama

Keluhan utama pasien berdasarkan data objektif bahwa klien mengalami kembung, lahir

tanpa lubang dubur serta tidak bisa buang air besar sehingga klien buang air besar melalui

colostomi.

Riwayat kesehatan masa lampau

a. Penyakit sewaktu kecil

Bpk MS mengatakan An. A tidak memiliki lubang anus sejak lahir

b. Pernah dirawat di Rumah Sakit

Bpk MS mengatakan An. A pernah dirawat sebelumnya di Rumah Sakit karena

demam.

c. Obat-obat yang digunakan

Bpk MS mengatakan An.A selama ini menggunakan obat-obatan khusus.

d. Tindakan (operasi)

Belum pernah dilakukan tindakan operasi.

e. Alergi

Tidak ada alergi

f. Imunisasi

Imunisasi klien lengkap

1.3 Riwayat keluarga

Klien adalah anak keempat berumur 4 tahun 4 bulan, dari pihak keluarga ayah klien tidak

ada yang menderita penyakit seperti yang diderita oleh klien, dan dari pihak ibu klien

Page 19: Atresia Ani

juga tidak ada riwayat menderita penyakit ini. Dan selama ini klien diasuh oleh ibu

kandung klien sendiri

Keterangan:

: laki-laki

: perempuan

: klien

1.6 Keadaan kesehatan saat ini

1. Diagnosa medis : Atresia Ani

2. Tindakan operasi : Operasi dilakukan tanggal 07 Desember 2012

3. Status cairan : Saat ini klien tepasang cairan Ringer Laktat dengan jumlah

760 cc/ hari

4. Status nutrisi : Klien minum susu/ Pasi.

5. Obat-obatan : IVFD. RL

Injeksi Cepotaxim 350 mg/12jam

Injeksi Novalgin 75 mg/8jam

Injeksi Metronidazole 100mg/ 8 jam

6. Aktivitas : Saat ini ativitas klien hanya terbatas diatas tempat tidur, miring

kanan, miring kiri.

7. Hasil lab : Glukosa at random 61

Page 20: Atresia Ani

Albumin 3,26

Natrium 140

Kalium 4,2

Chlorida 113

8. Foto rontgen : -

9. CT Scan : -

10. Pemeriksaan fisik

1. Keadaan umum :

- Sedang

- Aktivitas klien hanya terbatas diatas tempat tidur

- Tingkat kesadaran Compos Mentis

- Klien memakai folley kateter

2. BB : 8 kg

3. Lingkar kepala : saat dikaji lingkar kepala pasien 44cm

4. Kepala : Tidak ada kelainan

5. Mata : Pada bagian mata tidak terdapat tanda-tanda ikterus, sklera

tertarik ke bawah, iris hampir tertutup dengan palpebra bawah, tidak ada anemis.

6. Leher : Tidak ada kelainan

7. Telinga : Tidak ada kelainan pendengaran , hal ini ditandai dengan klien

berespon saat dipanggil

8. Hidung : Tidak ada kelainan

9. Mulut : Tidak ada kelainan

10. Dada : tidak ada kelainan bentuk thorax (dada), pengembangan dada

simetris.

11. Paru-paru : bunyi nafas vesikuler, ronchi (-), wheezing (-) stridor (-)

12. Jantung : Auskultasi : terdengar suara S1 normal, S2 normal, tidak ada

bunyi jantung tambahan, murmur (-), gallop (-)

13. Perut : Distensi (+), Simetris

14. Punggung : tidak ada kelainan

15. Genitalia : tidak ada kelainan

Page 21: Atresia Ani

16. Ekstremitas

Ekstremitas atas : tidak ada kelainan, clubbing finger (-) dan sianosis (-)

Ekstremitas bawah : sianosis (-), clubbing finger (-) dan tidak ada

17. Tanda vital

a. RR : 48 x/i

b. HR : 110 x/i

c. Temp : 36.4 oC

Page 22: Atresia Ani

BAB III

TINJAUAN KASUS

1.4 Identitas data

Nama : An. A

Tempat/Tempat tanggal lahir : Bagan Deli, 12 April 2012

Nama ayah/Ibu : Tn. MS

Pekerjaan ayah : Wiraswasta

Pekerjaan ibu : Ibu Rumah Tangga

Alamat : Jalan Bagan Deli Veteran Medan

Suku : Batak

Agama : Kristen

Pendidikan : Belum sekolah

Page 23: Atresia Ani

Tanggal masuk : 06 Desember 2012

Tanggal Pengkajian : 10 Desember 2012

Tanggal Operasi : -

1.5 Keluhan utama

Keluhan utama pasien berdasarkan data objektif bahwa klien mengalami kembung, lahir

tanpa lubang dubur serta tidak bisa buang air besar sehingga klien buang air besar melalui

colostomi.

Riwayat kesehatan masa lampau

g. Penyakit sewaktu kecil

Bpk MS mengatakan An. A tidak memiliki lubang anus sejak lahir

h. Pernah dirawat di Rumah Sakit

Bpk MS mengatakan An. A pernah dirawat sebelumnya di Rumah Sakit karena

demam.

i. Obat-obat yang digunakan

Bpk MS mengatakan An.A selama ini menggunakan obat-obatan khusus.

j. Tindakan (operasi)

Belum pernah dilakukan tindakan operasi.

k. Alergi

Tidak ada alergi

l. Imunisasi

Imunisasi klien lengkap

1.6 Riwayat keluarga

Klien adalah anak keempat berumur 4 tahun 4 bulan, dari pihak keluarga ayah klien tidak

ada yang menderita penyakit seperti yang diderita oleh klien, dan dari pihak ibu klien

juga tidak ada riwayat menderita penyakit ini. Dan selama ini klien diasuh oleh ibu

kandung klien sendiri

Page 24: Atresia Ani

Keterangan:

: laki-laki

: perempuan

: klien

1.7 Keadaan kesehatan saat ini

11. Diagnosa medis : Atresia Ani

12. Tindakan operasi : Operasi dilakukan tanggal 07 Desember 2012

13. Status cairan : Saat ini klien tepasang cairan Ringer Laktat dengan jumlah

760 cc/ hari

14. Status nutrisi : Klien minum susu/ Pasi.

15. Obat-obatan : IVFD. RL

Injeksi Cepotaxim 350 mg/12jam

Injeksi Novalgin 75 mg/8jam

Injeksi Metronidazole 100mg/ 8 jam

16. Aktivitas : Saat ini ativitas klien hanya terbatas diatas tempat tidur, miring

kanan, miring kiri.

17. Hasil lab : Glukosa at random 61

Albumin 3,26

Natrium 140

Kalium 4,2

Chlorida 113

Page 25: Atresia Ani

18. Foto rontgen : -

19. CT Scan : -

20. Pemeriksaan fisik

18. Keadaan umum :

- Sedang

- Aktivitas klien hanya terbatas diatas tempat tidur

- Tingkat kesadaran Compos Mentis

- Klien memakai folley kateter

19. BB : 8 kg

20. Lingkar kepala : saat dikaji lingkar kepala pasien 44cm

21. Kepala : Tidak ada kelainan

22. Mata : Pada bagian mata tidak terdapat tanda-tanda ikterus, sklera

tertarik ke bawah, iris hampir tertutup dengan palpebra bawah, tidak ada anemis.

23. Leher : Tidak ada kelainan

24. Telinga : Tidak ada kelainan pendengaran , hal ini ditandai dengan klien

berespon saat dipanggil

25. Hidung : Tidak ada kelainan

26. Mulut : Tidak ada kelainan

27. Dada : tidak ada kelainan bentuk thorax (dada), pengembangan dada

simetris.

28. Paru-paru : bunyi nafas vesikuler, ronchi (-), wheezing (-) stridor (-)

29. Jantung : Auskultasi : terdengar suara S1 normal, S2 normal, tidak ada

bunyi jantung tambahan, murmur (-), gallop (-)

30. Perut : Distensi (+), Simetris

31. Punggung : tidak ada kelainan

32. Genitalia : tidak ada kelainan

33. Ekstremitas

Ekstremitas atas : tidak ada kelainan, clubbing finger (-) dan sianosis (-)

Ekstremitas bawah : sianosis (-), clubbing finger (-) dan tidak ada

34. Tanda vital

Page 26: Atresia Ani

a. RR : 48 x/i

b. HR : 110 x/i

c. Temp : 36.4 oC

 

Diagnosa Keperawatan

Dx. Post operasi

1. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan kolostomi

2. Infeksi berhubungan dengan pembedahan

3. Perubahan proses keluarga b.d perawatan anak dengan efek fisik , hospitalisasi

Page 27: Atresia Ani

Intervensi Keperawatan

1. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan kolostomi.

Tujuan / Kriteria Hasil : Klien tidak ditemukan tanda-tanda kerusakan kulit lebih lanjut.

Intervensi Rasional

1. Kaji area stoma

2. Anjurkan pasien untuk

menggunakan pakaian lembut dan

longgar pada area stoma.

3. Sebelum terpasang colostomy bag

ukur dulu sesuai dengan stoma

4. Kosongkan kantong kolostomi

setelah terisi ¼ atau 1/3 kantong.

Penggunaan pakaian lembut dan longgar

dapat menghindari terjadinya iritasi pada

daerah ostomi

1. Infeksi berhubungan dengan pembedahan

Tujuan / Kriteria Evaluasi

- Tidak ada tanda – tanda infeksi, TTV normal, leukosit normal.

Intervensi :

1. Pantau tanda / gejala infeksi (misalnya suhu tubuh, denyut jantung)

2. Pertahankan teknik septik dan aseptik pada saat melakukan prosedur medis atau

perawatan

3. Pantau hasil laboratorium (DPL, hitung granulosit, protein serum, dan albumin)

Page 28: Atresia Ani

4. Beri antibiotik sesuai advis dokter.

2. Perubahan proses keluarga b.d perawatan anak dengan hospitalisasi

Sasaran Pasien (Keluarga) :Pasien (keluarga) disiapkan untuk perawatan di rumah

Hasil yang diharapkan :Keluarga menunjukkan kemampuan untuk memberikan

perawatan untuk bayi di rumah.

Intervensi Keperawatan / Rasional

Ajarkan perawatan yang dibutuhkan untuk penatalaksanaan di rumah, meliputi perawatan luka,

perawatan kolostomi, modifikasi diet untuk bayi, misal memakan makanan berserat.

Implementasi Keperawatan

Hari / Jam Nomor Diagnosa

Keperawatan

Implementasi Evaluasi

12/12/ 2012 1. Kerusakan

integritas kulit

berhubungan

dengan

kolostomi.

1. Mengkaji area

stoma

(kemerahan,

drain)

2. Mengganti

kantong

kolostomi dan

melakukan

perawatan stoma.

3. Menganjurkan

orangtua klien

untuk

menggunakan

pakaian lembut

dan longgar pada

area stoma.

S = -

O = Area stoma

tampak kemerahan

A = Masalah belum

teratasi

P = Intervensi

dilanjutkan

1. Mengkaji area

stoma

(kemerahan,

drain)

2. Mengganti

kantong

kolostomi dan

melakukan

Page 29: Atresia Ani

4. Menganjurkan

orangtua klien

untuk

mengosongkan

kantong

kolostomi setelah

terisi ¼ atau 1/3

kantong.

perawatan

stoma

2. Resiko infeksi

berhubungan

dengan

pembedahan

1.Memantau TTV klien

2. Mencuci tangan

sebelum

melakukan

tindakan

perawatan

kolostomi

3. Memantau hasil

laboratorium

(leukosit,

albumin)

4. Menganjurkan

klien banyak

minum

5. Injeksi

cefotaxime 350

mg /12 jam

Injeksi metronidazol

100mg/ 8 jam

S :

O : TTV

HR = 120x/I,

RR = 24 x/I

T = 37,5 0C

Hasil Laboratorium:

(6/12/2012)

Leukosit : 8200

(Normal:4000-

10.000)

Albumin : 3,26

(Normal: 3,6-5 g/dl)

Natrium : 140

(Normal:136-

155mmol/dl)

Kalium ; 4,2

(Normal;3,5-155

mmol/dl)

Chlorida ; 113

Page 30: Atresia Ani

(Normal: 95-

103mmol/dl)

A : Klien resiko

infeksi pada daerah

stoma

P : Intervensi

dilanjutkan

Memantau TTV klien

1. Mencuci

tangan

sebelum

melakukan

tindakan

perawatan

kolostomi

2. Menganjurka

n klien

banyak

minum

Injeksi antibiotic

sesuai advis

dokter.

3. Kurangnya

pengetahuan

keluarga b.d

perawatan di rumah

1.Melakukan pendidikan

kesehatan tentang

perawatan kolostomi

dirumah

2. Mendemonstrasikan

dan melatih orangtua

S = Orangtua klien

mengatakan

memahami dan

mengerti tentang

perawatan kolostomi.

Page 31: Atresia Ani

klien dalam merawat

kolostomi

3. Melakukan

pendidikan kesehatan

mengenai modifikasi

diet klien,

O = Orangtua klien

mampu melakukan

perawatan kolostomi.

A = Masalah teratasi

P = Intervensi

dihentikan

13/12/ 2012 1. Mengkaji area

stoma

(kemerahan,

drain)

2. Mengganti

kantong

kolostomi dan

melakukan

perawatan stoma.

3. Menganjurkan

orangtua klien

untuk

menggunakan

pakaian lembut

dan longgar pada

area stoma.

4. Menganjurkan

orangtua untuk

mengosongkan

kantong

kolostomi setelah

terisi ¼ atau 1/3

Page 32: Atresia Ani

kantong.

1. Mencuci tangan

sebelum

melakukan

tindakan

perawatan

kolostomi

2. Injeksi cefotaxime

350 mg /12 jam

Injeksi

metronidazol

100mg/ 8 jam

S =

O = TTV

HR = 100x/I,

RR = 28 x/I

T = 36,8 0C

14/12/2012 Kerusakan

integritas kulit

berhubungan

dengan kolostomi

Infeksi

berhubungan

dengan

pembedahan

S :

O : TTV

HR = 100 x/i

RR = 28 x/i

T = 360c

15/12/2012

Page 33: Atresia Ani

Refrensi

Wong, Donna L. 2003. Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik. Sri

Betz, Cealy L. & Linda A. Sowden. 2002. Buku Saku Keperawatan Pediatrik. Edisike-3. Jakarta :

EGC.

Hidayat, A. Aziz Alimul. 2005. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak 2. Jakarta : Salemba Medika

Suriadi, SKp, Mns. 2006. Asuhan Keperawatan pada Anak. Jakarta, CV Agung Sentoso.

Anik Maryunani. 2010 Kamus Keperawatan. Jakarta. Trans Info Media.