askep atresia bilier
DESCRIPTION
asuhan keperawatanTRANSCRIPT
BUKU DIGITAL KEPERAWATAN
2014
KUMPULAN
ASUHAN
KEPERAWATAN
(Askep Atresia
Bilier)
W W W . I S T A N A K E P E R A W A T A N . B L O G S P O T . C O M
Utama Corporation www.istanakeperawatan.blogspot.com
Page 2
KUTIPAN PASAL 72 :
Sanksi Pelanggaran Undang-Undang Hak Cipta
(Undang-Undang No. 19 Tahun 2002)
1. Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara
masing-masing paling singkat 1 (satu) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp.
1.000.000,00 (satu juta rupiah) atau pidana penjara paling lama 7 (tujuh)
tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 5.000.000.000,00 (lima miliar
rupiah).
2. Barangsiapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan atau
menjual kepada umum suatu ciptaan atau barang hasil pelanggaran Hak Cipta
atau Hak Terkait sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipidana dengan
pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp.
500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah)
Utama Corporation www.istanakeperawatan.blogspot.com
Page 3
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas berkah dan rahmatNYA
penulis telah berhasil menyusun revisi kedua ebook Ratusan Askep untuk
mahasiswa keperawatan. Buku berbasis digital ini atau yang biasa disebut dengan
ebook, merupakan inovasi terbaru untuk para mahasiswa keperawatan dalam
menghadapi era teknologi dan informasi yang semakin berkembang. Dengan adanya
buku berbasis digital, mahasiswa bisa membawa ataupun menyimpan ebook ini
dengan fleksibel dan praktis. Pada penulisan ebook ini, penulis berusaha
menggunakan bahasa yang sederhana dan mudah dimengerti sehingga dapat dengan
mudah dicerna dan diambil intisari dari materi pelajaran sesuai dengan kebutuhan
mahasiswa dan dosen pengajar. Ebook ini juga diharapkan dapat digunakan oleh
mahasiswa kesehatan lainnya karena penulis berusaha melengkapi materi sesuai
dengan kebutuhan materi pembelajaran yang disempurnakan.
Penulis menyadari walaupun sudah berusaha sekuat kemampuan yang
maksimal, mencurahkan segala pikiran dan kemampuan yang maksimal,
mencurahkan segala pikiran dan kemampuan yang dimiliki, ebook ini masih banyak
kekurangan dan kelemahannya baik dari segi bahasa, pengolahan maupun dalam
penyusunan. Untuk itu, penulis sangat mengharapkan kritik yang sifatnya
membangun demi tercapai suatu kesempurnaan dalam memenuhi kebutuhan dalam
bidang keperawatan.
Surabaya, Agustus 2014
Penulis
Utama Corporation www.istanakeperawatan.blogspot.com
Page 4
Definisi Atresia bilier
Atresia bilier (biliary atresia) adalah suatu penghambatan di dalam pipa/saluran-
saluran yang membawa cairan empedu (bile) dari liver menuju ke kantung empedu
(gallbladder). Ini merupakan kondisi congenital, yang berarti terjadi saat kelahiran
(Lavanilate.2010.Askep Atresia Bilier).
Proses inflamasi berkepanjangan yang menyebabkan kerusakan progresif pada
duktus bilier ekstrahepatik sehingga menyebabkan hambatan aliran empedu. Jadi, atresia
bilier adalah tidak adanya atau kecilnya lumen pada sebagian atau keseluruhan traktus
bilier ekstrahepatik yang menyebabkan inflamasi. Akibatnya di dalam hati dan darah
terjadi penumpukan garam empedu dan peningkatan degenerasi edema hepatic dan
bilirubin direk (Dr. Parlin.1991.Atresia Bilier. Jakarta: Ilmu Kesehatan Anak FK UI).
Kementerian Kesehatan melaporkan bahwa Penyakit Atresia Bilier terjadi pada 1
banding 10 ribu hingga 15 ribu bayi lahir hidup. Dengan angka kelahiran hidup di
Indonesia 4,5 juta pertahun, dari jumlah tersebut diprediksi bayi yang menderita penyakit
tersebut mencapai 300-450 bayi setiap tahunnya. Rasio atresia bilier pada anak
perempuan dan anak laki-laki adalah 1,4 : 1 (Wartapedia.2010).
Bayi dengan atresia bilier biasanya muncul sehat ketika mereka lahir. Gejala
penyakit ini biasanya muncul dalam dua minggu pertama setelah hidup. Gejala-gejala
seperti Ikterus, Jaundice Urin gelap Tinja berwarna pucat, Penurunan berat badan dan ini
berkembang ketika tingkat ikterus meningkat.
Pasien dengan atresia bilier dapat dibagi menjadi 2 grup, yakni :
1. Perinatal form ( Isolated Biliary Atresia)
65 ± 90 % Bentuk ini ditemukan pada neonatal dan bayi berusia 2-8 minggu.
Inflmasi atau peradangan yang progresiv pada saluran empedu extrahepatik timbul
setelah lahir. Bentuk ini tidak muncul bersama kelainan congenital lainnya.
2. Fetal Embrionic form
10 ± 35 % Bentuk ini ditandai dengan cholestatis yang muncul amat cepat,
dalam 2 minggu kehidupan pertama. Pada bentuk ini, saluran empedu tidak
terbentuk pada saat lahir dan biasanya disertai dengan kelainan congenital lainnya
seperti situs inversus, polysplenia,malrotasi, dan lain-lain.
Utama Corporation www.istanakeperawatan.blogspot.com
Page 5
gambar 1.2 atresia bilier ekstrahepatik (wikipedia.2006)
Atresia biliary merupakan obliterasi atau hipoplasi satu komponen atau lebih dari
duktus biliaris akibat terhentinya perkembangan janin, menyebabkan ikterus persisten
dan kerusakan hati yang bervariasi dari statis empedu sampai sirosis biliaris, dengan
splenomegali bila berlanjut menjadi hipertensi porta (Kamus Kedokteran Dorland 2002:
206).
Atresia bilier atau atresia biliaris ekstrahepatik merupakan proses inflamasi
progresif yang menyebabkan fibrosis saluran empedu intrahepatik maupun ekstrahepatik
sehingga pada akhirnya akan terjadi obstruksi saluran tersebut (Donna L. Wong 2008:
1028).
Klasifikasi Atresia bilier
Kasai mengajukan klasifikasi atresia bilier sebagai berikut :
gambar 1.3 tipe atresia bilier
I. Atresia (sebagian atau total) duktus bilier komunis, segmen proksimal paten.
II. IIa. Obliterasi duktus hepatikus komunis (duktus bilier komunis, duktus sistikus,
dan kandung empedu semuanyanormal).
IIb. Obliterasi duktus bilier komunis, duktus hepatikus komunis, duktus sistikus.
Kandung empedu normal.
III. Semua sistem duktus bilier ekstrahepatik mengalami obliterasi, sampai ke hilus.
Utama Corporation www.istanakeperawatan.blogspot.com
Page 6
Tipe I dan II merupakan jenis atresia bilier yang dapat dioperasi (correctable),
sedangkan tipe III adalah bentuk yang tidak dapat dioperasi (non-correctable).
Sayangnya dari semua kasus atresia bilier, hanya 10% yang tergolong tipe I dan II
Etiologi
Etiologi atresia bilier masih belum diketahui dengan pasti. Sebagian ahli
menyatakan bahwa faktor genetik ikut berperan, yang dikaitkan dengan adanya kelainan
kromosom trisomi17, 18 dan 21; serta terdapatnya anomali organ pada 30% kasus atresia
bilier. Namun, sebagian besar penulis berpendapat bahwa atresia bilier adalah akibat
proses inflamasi yang merusak duktus bilier, bisa karena infeksi atau iskemi
Beberapa anak, terutama mereka dengan bentuk janin atresia bilier, seringkali
memiliki cacat lahir lainnya di jantung, limpa, atau usus.
Sebuah fakta penting adalah bahwa atresia bilier bukan merupakan penyakit
keturunan. Kasus dari atresia bilier pernah terjadi pada bayi kembar identik, dimana
hanya 1 anak yang menderita penyakit tersebut. Atresia bilier kemungkinan besar
disebabkan oleh sebuah peristiwa yang terjadi selama hidup janin atau sekitar saat
kelahiran. Kemungkinan yang "memicu" dapat mencakup satu atau kombinasi dari
faktor-faktor predisposisi berikut:
infeksi virus atau bakteri
masalah dengan sistem kekebalan tubuh
komponen yang abnormal empedu
kesalahan dalam pengembangan saluran hati dan empedu
hepatocelluler dysfunction
Manifestasi Klinis
Bayi dengan atresia bilier biasanya muncul sehat ketika mereka lahir. Gejala
penyakit ini biasanya muncul dalam dua minggu pertama setelah hidup. Gejala-gejala
termasuk:
Ikterus, kekuningan pada kulit dan mata karena tingkat bilirubin yang sangat
tinggi (pigmen empedu) dalam aliran darah.
Jaundice disebabkan oleh hati yang belum dewasa adalah umum pada bayi
baru lahir. Ini biasanya hilang dalam minggu pertama sampai 10 hari dari
Utama Corporation www.istanakeperawatan.blogspot.com
Page 7
kehidupan. Seorang bayi dengan atresia bilier biasanya tampak normal saat
lahir, tapi ikterus berkembang pada dua atau tiga minggu setelah lahir
Urin gelap yang disebabkan oleh penumpukan bilirubin (produk pemecahan
dari hemoglobin) dalam darah. Bilirubin kemudian disaring oleh ginjal dan
dibuang dalam urin.
Tinja berwarna pucat, karena tidak ada empedu atau pewarnaan bilirubin yang
masuk ke dalam usus untuk mewarnai feses. Juga, perut dapat menjadi
bengkak akibat pembesaran hati.
Penurunan berat badan, berkembang ketika tingkat ikterus meningkat
degenerasi secara gradual pada liver menyebabkan jaundice, ikterus, dan
hepatomegali, Saluran intestine tidak bisa menyerap lemak dan lemak yang
larut dalam air sehingga menyebabkan kondisi malnutrisi, defisiensi lemak
larut dalam air serta gagal tumbuh
Pada saat usia bayi mencapai 2-3 bulan, akan timbul gejala berikut:
Gangguan pertumbuhan yang mengakibatkan gagal tumbuh dan malnutrisi.
Gatal-gatal
Rewel
splenomegali menunjukkan sirosis yang progresif dengan hipertensi portal /
Tekanan darah tinggi pada vena porta (pembuluh darah yang mengangkut
darah dari lambung, usus dan limpa ke hati).
Patofisiologi
Atresia bilier terjadi karena proses inflamasi berkepanjangan yang menyebabkan
kerusakan progresif pada duktus bilier ekstrahepatik sehingga menyebabkan hambatan
aliran empedu, dan tidak adanya atau kecilnya lumen pada sebagian atau keseluruhan
traktus bilier ekstrahepatik juga menyebabkan obstruksi aliran empedu
Obstruksi saluran bilier ekstrahepatik akan menimbulkan hiperbilirubinemia
terkonjugasi yang disertai bilirubinuria. Obstruksi saluran bilier ekstrahepatik dapat total
maupun parsial. Obstruksi total dapat disertai tinja yang alkoholik. Penyebab tersering
obstruksi bilier ekstrahepatik adalah : sumbatan batu empedu pada ujung bawah ductus
koledokus, karsinoma kaput pancreas, karsinoma ampula vateri, striktura pasca
peradangan atau operasi.
Utama Corporation www.istanakeperawatan.blogspot.com
Page 8
Obstruksi pada saluran empedu ekstrahepatik menyebabkan obstruksi aliran
normal empedu dari hati ke kantong empedu dan usus. Akhirnya terbentuk sumbatan dan
menyebabkan cairan empedu balik ke hati ini akan menyebabkan peradangan, edema,
degenerasi hati. Dan apabila asam empedu tertumpuk dapat merusak hati. Bahkan hati
menjadi fibrosis dan cirrhosis. Kemudian terjadi pembesaran hati yang menekan vena
portal sehingga mengalami hipertensi portal yang akan mengakibatkan gagal hati.
Jika cairan empedu tersebar ke dalam darah dan kulit, akan menyebabkan rasa
gatal. Bilirubin yang tertahan dalam hati juga akan dikeluarkan ke dalam aliran darah,
yang dapat mewarnai kulit dan bagian putih mata sehingga berwarna kuning
Degerasi secara gradual pada hati menyebabkan joundice, ikterik dan
hepatomegaly.
Karena tidak ada aliran empedu dari hati ke dalam usus, lemak dan vitamin larut
lemak tidak dapat diabsorbsi, kekurangan vitamin larut lemak yaitu vitamin A, D,E,K
dan gagal tumbuh.
Vitamin A, D, E, K larut dalam lemak sehingga memerlukan lemak agar dapat
diserap oleh tubuh. Kelebihan vitamin-vitamin tersebut akan disimpan dalam hati dan
lemak didalam tubuh, kemudian digunakan saat diperlukan. Tetapi mengkonsumsi
berlebihan vitamin yang larut dalam lemak dapat membuat anda keracunan sehingga
menyebabkan efek samping seperti mual, muntah, dan masalah hati dan jantung.
1. Vitamin A
Vitamin A terdapat dalam makanan berwarna kuning-oranye, berdaun hijau
gelap dan dalam bentuk retinol pada makanan yang berasal dari hewan. Wortel,
mangga, labu, pepaya, bayam, brokoli, selada air, kuning telur, susu dan hati adalah
makanan yang kaya vitamin A.
Vitamin A berperan dalam pertumbuhan dan pemeliharaan tulang dan jaringan
epitel, meningkatkan kekebalan, dan memerangi radikal bebas (antioksidan).
Kekurangan vitamin A adalah penyebab utama kebutaan pada anak-anak di banyak
negara berkembang.
2. Vitamin D
Ikan berlemak seperti sarden, mackerel, tuna, telur, makanan yang diperkaya
seperti margarin dan sereal adalah sumber vitamin D. Vitamin ini sangat penting
untuk pertumbuhan dan pemeliharaan tulang karena mengontrol penyerapan kalsium
dan fosfor yang penting untuk metabolisme tulang. Kekurangan vitamin D pada anak-
anak akan menyebabkan penyakit rakhitis, dan pada orang dewasa menyebabkan
Utama Corporation www.istanakeperawatan.blogspot.com
Page 9
osteomalasia, kondisi di mana tulang menjadi lemah dan lunak. Vitamin D dapat
diproduksi tubuh saat kulit menerima ultraviolet dari sinar matahari. Kekurangan
vitamin D dapat terjadi pada mereka yang memiliki diet rendah vitamin D atau jarang
terkena sinar matahari. Dosis besar vitamin dapat menyebabkan kelebihan kalsium,
terutama pada anak-anak, yang mengganggu pembentukan tulang. Namun, hal
tersebut sangat jarang terjadi. Tidak ada rekomendasi mengenai diet vitamin D untuk
orang dewasa yang hidup normal dan cukup terpapar sinar matahari.
3. Vitamin E
Vitamin E hadir dalam minyak wijen, kacang kedelai, beras, jagung dan biji
bunga matahari, kuning telur, kacang-kacangan dan sayuran. Vitamin ini adalah
antioksidan penting yang mencegah penuaan dini sel-sel, merangsang sistem
kekebalan tubuh, mengurangi risiko katarak, melindungi dari penyakit jantung,
mencegah penyakit kanker dan menjaga kesehatan kulit. Kekurangan vitamin E pada
manusia jarang terjadi, kecuali pada bayi prematur dan mereka yang memiliki
masalah pencernaan.
4. Vitamin K
Selada, kubis, kembang kol, bayam, kangkung, susu, dan sayuran berdaun
hijau tua adalah sumber terbaik vitamin ini. Vitamin K terlibat dalam pembekuan
darah dan kekurangannya dapat menyebabkan perdarahan berlebihan dan kesulitan
dalam penyembuhan. Kekurangan vitamin ini jarang terjadi, kecuali pada bayi baru
lahir dan mereka yang memiliki masalah penyerapan atau metabolisme vitamin,
seperti penderita penyakit hati kronis.
Pemeriksaan Diagnostik
Belum ada satu pun pemeriksaan penunjang yang dapat sepenuhnya diandalkan
untuk membedakan antara kolestasis intrahepatik dan ekstrahepatik. Secara garis besar,
pemeriksaan dapat dibagi menjadi 3 kelompok, yaitu pemeriksaan :
1) Laboratorium rutin dan khusus untuk menentukan etiologi dan mengetahui
fungsi hati (darah,urin, tinja)
2) Pencitraan, untuk menentukan patensi saluran empedu dan menilai parenkim
hati
3) Biopsi hati, terutama bila pemeriksaan lain belum dapat menunjang diagnosis
atresia bilier.
Utama Corporation www.istanakeperawatan.blogspot.com
Page 10
1) Pemeriksaan laboratorium
a) Pemeriksaan rutin
Pada setiap kasus kolestasis harus dilakukan pemeriksaan kadar komponen
bilirubin untuk membedakannya dari hiperbilirubinemia fisiologis. Selain itu
dilakukan pemeriksaan darah tepi lengkap, uji fungsi hati, dan gamma-GT. Kadar
bilirubin direk < 4 mg/dl tidak sesuaidengan obstruksi total. Peningkatan kadar
SGOT/SGPT > 10 kali dengan pcningkatan gamma-GT < 5 kali, lebih mengarah
ke suatu kelainan hepatoseluler. Sebaliknya, peningkatan SGOT < 5kali dengan
peningkatan gamma-GT > 5 kali, lebih mengarah ke kolestasis ekstrahepatik.
Menurut Fitzgerald, kadar gamma-GT yang rendah tidak menyingkirkan
kemungkinan atresia bilier. Kombinasi peningkatan gamma-GT, bilirubin serum
total atau bilirubin direk, dan alkalifosfatase mempunyai spesifisitas 92,9%
dalam menentukan atresia bilier.
- Pemeriksaan urine : pemeriksaan urobilinogen penting artinya pada pasien yang
mengalami ikterus. Tetapi urobilin dalam urine negatif. Hal ini menunjukkan
adanya bendungan saluran empedu total.
- Pemeriksaan feces : warna tinja pucat karena yang memberi warna pada tinja /
stercobilin dalam tinja berkurang karena adanya sumbatan.
- Fungsi hati : bilirubin, aminotranferase dan faktor pembekuan : protombin time,
partial thromboplastin time.
b) Pemeriksaan khusus
Pemeriksaan aspirasi duodenum (DAT) merupakan upaya diagnostik yang
cukup sensitif, tetapi penulis lain menyatakan bahwa pemeriksaan ini tidak lebih
baik dari pemeriksaan visualisasi tinja. Pawlawska menyatakan bahwa karena
kadar bilirubin dalam empedu hanya10%, sedangkan kadar asam empedu di
dalam empedu adalah 60%, maka tidak adanya asam empedu di dalam cairan
duodenum dapat menentukan adanya atresia bilier.
2) Pencitraan
a) Pemeriksaan ultrasonografi
Theoni mengemukakan bahwa akurasi diagnostic USG 77% dan dapat
ditingkatkan bilapemeriksaan dilakukan dalam 3 fase, yaitu pada keadaan puasa,
saat minum dan sesudah minum.Bila pada saat atau sesudah minum kandung
empedu berkontraksi, maka atresia bilier kemungkinan besar (90%) dapat
disingkirkan. Dilatasi abnormal duktus bilier, tidak ditemukannya kandung
Utama Corporation www.istanakeperawatan.blogspot.com
Page 11
empedu, dan meningkatnya ekogenitas hati, sangat mendukung diagnosisatresia
bilier. Namun demikian, adanya kandung empedu tidak menyingkirkan
kemungkinan atresia bilier, yaitu atresia bilier tipe I / distal.
b) Sintigrafi hati
Pemeriksaan sintigrafi sistem hepatobilier dengan isotop Technetium 99m
mempunyai akurasi diagnostik sebesar 98,4%. Sebelum pemeriksaan dilakukan,
kepada pasien diberikan fenobarbital 5 mg/kgBB/hari per oral, dibagi dalam 2
dosis selama 5 hari. Pada kolestasisintrahepatik pengambilan isotop oleh
hepatosit berlangsung lambat tetapi ekskresinya ke usus normal, sedangkan pada
atresia bilier proses pengambilan isotop normal tetapi ekskresinya keusus lambat
atau tidak terjadi sama sekali. Di lain pihak, pada kolestasis intrahepatik yang
beratjuga tidak akan ditemukan ekskresi isotop ke duodenum. Untuk
meningkatkan sensitivitas danspesifisitas pemeriksaan sintigrafi, dilakukan
penghitungan indeks hepatik (penyebaran isotop dihati dan jantung), pada menit
ke-10. Indeks hepatik > 5 dapat menyingkirkan kemungkinanatresia bilier,
sedangkan indeks hepatik < 4,3 merupakan petunjuk kuat adanya atresia
bilier.Teknik sintigrafi dapat digabung dengan pemeriksaan DAT, dengan akurasi
diagnosis sebesar 98,4%. Torrisi mengemukakan bahwa dalam mendetcksi atresia
bilier, yang terbaik adalahmenggabungkan basil pemeriksaan USG dan sintigrafi.
c) Liver Scan
Scan pada liver dengan menggunakan metode HIDA (Hepatobiliary
Iminodeacetic Acid). Hida melakukan pemotretan pada jalur dari empedu dalam
tubuh, sehingga dapat menunjukan bilamana ada blokade pada aliran empedu.
d) Pemeriksaan kolangiografi
Pemeriksaan ERCP (Endoscopic Retrograde Cholangio Pancreaticography).
Merupakan upaya diagnostik dini yang berguna untuk membedakan antara atresia
bilier dengan kolestasisintrahepatik. Bila diagnosis atresia bilier masih
meragukan, dapat dilakukan pemeriksaan kolangiografi durante operasionam.
Sampai saat ini pemeriksaan kolangiografi dianggap sebagai baku emas
untuk membedakan kolestasis intrahepatik dengan atresia bilier.
3) Biopsi hati
Gambaran histopatologik hati adalah alat diagnostik yang paling dapat
diandalkan. Ditangan seorang ahli patologi yang berpengalaman, akurasi
diagnostiknya mencapai 95%,sehingga dapat membantu pengambilan keputusan
Utama Corporation www.istanakeperawatan.blogspot.com
Page 12
untuk melakukan laparatomi eksplorasi, danbahkan berperan untuk penentuan operasi
Kasai. Keberhasilan aliran empedu pasca operasi Kasai di 6 tukan oleh diameter
duktus bilier yang paten di daerah hilus hati. Bila diameter duktus100 200 u atau 150
400 u maka aliran empedu dapat terjadi. Desmet dan Ohya menganjurkan agar
dilakukan frozen section pada saat laparatomi eksplorasi, untuk menentukan apakah
portoenterostomi dapat dikerjakan. Gambaran histopatologik hati yang mengarah ke
atresia bilier mengharuskan intervensi bedah secara dini. Yang menjadi pertanyaan
adalah waktu yang paling optimal untuk melakukan biopsi hati. Harus disadari,
terjadinya proliferasi duktuler (gambaran histopatologik yang menyokong diagnosis
atresia bilier tetapi tidak patognomonik) memerlukan waktu. Oleh karena itu tidak
dianjurkan untuk melakukan biopsi pada usia < 6 minggu
Penatalaksanaan
1. Terapi medikamentosa
1) Memperbaiki aliran bahan-bahan yang dihasilkan oleh hati terutama asam empedu
(asamlitokolat), dengan memberikan :
Fenobarbital 5 mg/kgBB/hari dibagi 2 dosis, per oral.
Fenobarbital akan merangsang enzimglukuronil transferase (untuk mengubah
bilirubin indirek menjadi bilirubin direk); enzimsitokrom P-450 (untuk
oksigenisasi toksin), enzim Na+ K+ ATPase (menginduksi
aliranempedu). Kolestiramin 1 gram/kgBB/hari dibagi 6 dosis atau sesuai
jadwal pemberian susu. Kolestiraminmemotong siklus enterohepatik asam
empedu sekunder
2) Melindungi hati dari zat toksik, dengan memberikan : Asam ursodeoksikolat, 310
mg/kgBB/hari, dibagi 3 dosis, per oral. Asam ursodeoksikolatmempunyai daya ikat
kompetitif terhadap asam litokolat yang hepatotoksik.
2. Terapi nutrisi
Terapi yang bertujuan untuk memungkinkan anak tumbuh dan berkembang
seoptimal mungkin, yaitu :
1) Pemberian makanan yang mengandung medium chain triglycerides (MCT)
untuk mengatasi malabsorpsi lemak dan mempercepat metabolisme.
Disamping itu, metabolisme yang dipercepat akan secara efisien segera
dikonversi menjadi energy untuk secepatnya dipakai oleh organ dan otot,
Utama Corporation www.istanakeperawatan.blogspot.com
Page 13
ketimbang digunakan sebagai lemak dalam tubuh. Makanan yang mengandung
MCT antara lain seperti lemak mentega, minyak kelapa, dan lainnya.
2) Penatalaksanaan defisiensi vitamin yang larut dalam lemak. Seperti vitamin A,
D, E, K
3. Terapi bedah
a. Kasai Prosedur
Prosedur yang terbaik adalah mengganti saluran empedu yang mengalirkan
empedu keusus. Tetapi prosedur ini hanya mungkin dilakukan pada 5-10% penderita.
Untuk melompati atresia bilier dan langsung menghubungkan hati dengan usus halus,
dilakukan pembedahan yang disebut prosedur Kasai. Biasanya pembedahan ini hanya
merupakan pengobatan sementara dan pada akhirnya perlu dilakukan pencangkokan
hati.
b. Pencangkokan atau Transplantasi Hati
Transplantasi hati memiliki tingkat keberhasilan yang tinggi untuk atresia
bilier dan kemampuan hidup setelah operasi meningkat secara dramatis dalam
beberapa tahun terakhir. Karena hati adalah organ satu-satunya yang bisa bergenerasi
secara alami tanpa perlu obat dan fungsinya akan kembali normal dalam waktu 2
bulan. Anak-anak dengan atresia bilier sekarang dapat hidup hingga dewasa, beberapa
bahkan telah mempunyai anak. Kemajuan dalam operasi transplantasi telah juga
meningkatkan kemungkianan untuk dilakukannya transplantasi pada anak-anak
dengan atresia bilier. Di masa lalu, hanya hati dari anak kecil yang dapat digunakan
untuk transplatasi karena ukuran hati harus cocok. Baru-baru ini, telah dikembangkan
untuk menggunakan bagian dari hati orang dewasa, yang disebut"reduced size" atau
"split liver" transplantasi, untuk transplantasi pada anak dengan atresia bilier.
Utama Corporation www.istanakeperawatan.blogspot.com
Page 14
Berdasarkan treatment yang diberikan :
a. Palliative treatment
Dilakukan home care untuk meningkatkan drainase empedu dengan mempertahankan
fungsi hati dan mencegah komplikasi kegagalan hati.
b. Supportive treatment
- Managing the bleeding dengan pemberian vitamin K yang berperan dalam
pembekuan darah dan apabila kekurangan vitamin K dapat menyebabkan
perdarahan berlebihan dan kesulitan dalam penyembuhan. Ini bisa ditemukan
pada selada, kubis, kol, bayam, kangkung, susu, dan sayuran berdaun hijau tua
adalah sumber terbaik vitamin ini.
- Nutrisi support, terapi ini diberikan karena klien dengan atresia bilier
mengalami obstruksi aliran dari hati ke dalam usus sehingga menyebabkan
lemak dan vitamin larut lemak tidak dapat diabsorbsi. Oleh karena itu diberikan
makanan yang mengandung medium chain triglycerides (MCT) seperti minyak
kelapa.
- Perlindungan kulit bayi secara teratur akibat dari akumulasi toksik yang
menyebar ke dalam darah dan kulit yang mengakibatkan gatal (pruiritis) pada
kulit.
- Pemberian health edukasi dan emosional support, keluarga juga turut membantu
dalam memberikan stimulasi perkembangan dan pertumbuhan klien.
Komplikasi
1. Kolangitis:
komunikasi langsung dari saluran empedu intrahepatic ke usus, dengan aliran
empedu yang tidak baik, dapat menyebabkan ascending cholangitis. Hal ini terjadi
terutamadalam minggu-minggu pertama atau bulan setelah prosedur Kasai sebanyak
30-60% kasus.Infeksi ini bisa berat dan kadang-kadang fulminan. Ada tanda-tanda
sepsis (demam, hipotermia,status hemodinamik terganggu), ikterus yang berulang,
feses acholic dan mungkin timbul sakitperut. Diagnosis dapat dipastikan dengan
kultur darah dan / atau biopsi hati.
2. Hipertensi portal:
Portal hipertensi terjadi setidaknya pada dua pertiga dari anak-anak setelah
portoenterostomy. Hal paling umum yang terjadi adalah varises esofagus.
3. Hepatopulmonary syndrome dan hipertensi pulmonal:
Utama Corporation www.istanakeperawatan.blogspot.com
Page 15
Seperti pada pasien dengan penyebab lain secara spontan (sirosis atau
prehepatic hipertensi portal) atau diperoleh (bedah) portosystemic shunts, shunts pada
arterivenosus pulmo mungkin terjadi. Biasanya, hal inimenyebabkan hipoksia,
sianosis, dan dyspneu. Diagnosis dapat ditegakan dengan scintigraphyparu. Selain itu,
hipertensi pulmonal dapat terjadi pada anak-anak dengan sirosis yang menjadi
penyebab kelesuan dan bahkan kematian mendadak. Diagnosis dalam kasus ini dapat
ditegakan oleh echocardiography. Transplantasi liver dapat membalikan shunts, dan
dapat membalikkan hipertensi pulmonal ke tahap semula.
4. Keganasan:
Hepatocarcinomas, hepatoblastomas, dan cholangiocarcinomas dapat timbul
padapasien dengan atresia bilier yang telah mengalami sirosis. Skrining untuk
keganasan harusdilakukan secara teratur dalam tindak lanjut pasien dengan operasi
Kasai yang berhasil.
Hasil setelah gagal operasi Kasai
Sirosis bilier bersifat progresif jika operasi Kasai gagal untuk memulihkan
aliran empedu,dan pada keadaan ini harus dilakukan transplantasi hati. Hal ini
biasanya dilakukan di tahun kedua kehidupan, namun dapat dilakukan lebih awal (dari
6 bulan hidup) untuk mengurangi kerusakan dari hati. Atresia bilier mewakili lebih
dari setengah dari indikasi untuk transplantasi hati di masa kanak-kanak. Hal ini juga
mungkin diperlukan dalam kasus-kasus dimana pada awalnya sukses setelah operasi
Kasai tetapi timbul ikterus yang rekuren (kegagalan sekunder operasi Kasai), atau
untuk berbagai komplikasi dari sirosis (hepatopulmonary sindrom).
Prognosis
Keberhasilan portoenterostomi ditentukan oleh usia anak saat dioperasi,
gambaran histologik porta hepatis, kejadian penyulit kolangitis, dan pengalaman ahli
bedahnya sendiri. Bila operasi dilakukan pada usia < 8 minggu maka angka
keberhasilannya 71,86%, sedangkan bila operasi dilakukan pada usia > 8 minggu
maka angka keberhasilannya hanya 34,43%. Sedangkan bila operasi tidak dilakukan,
maka angka keberhasilan hidup 3 tahun hanya 10% dan meninggal rata-rata pada usia
12 bulan. Anak termuda yang mengalami operasi Kasai berusia 76 jam. Jadi, faktor-
faktor yang mempengaruhi kegagalan operasi adalah usia saat dilakukan operasi > 60
hari, adanya gambaran sirosis pada sediaan histologik hati, tidak adanya duktus bilier
Utama Corporation www.istanakeperawatan.blogspot.com
Page 16
ekstrahepatik yang paten, dan bila terjadi penyulit hipertensi portal. (Dewi,
Kristiana.2010.Atresia bilier)
Perinatal form ( Isolated Biliary Atresia): - infeksi virus /bakteri - masalah dg sistem kekebalan tubuh - komponen yg abnormal empedu
Fetal Embrionic form : -kelainan kongenital
saluran empedu tidak terbentuk
Inflmasi yg progresiv
kerusakan progresif pada duktus bilier ekstrahepatik
obstruksi aliran dari hati ke
dalam usus
Atresia bilier
cairan asam empedu balik ke hati
Proses peradangan sel hati
Bilirubin yg tertahan dlm hati
Gangguan suplay darah
pd sel hepar
Kerusakan sel parenkim, sel hati, dan duktus empedu ekstrahepatik
Gangguan metabolisme
karbohidrat, lemak, protein
Glikoginesis ↓ Glukoneogenesis ↓
Glikogen dalam hepar ↓
Glukosa dalam darah ↓
kelemahan
MK : Intoleransi aktivitas
dikeluarkan ke dalam aliran darah
O
b
s
t
r
u
k
s
i
Kerusakan sel
ekskresi
Bilirubin direk
meningkat
Regurgitasi pada
duktulii empedu
intrahepatik
Retensi bilirubin
mewarnai kulit dan bagian putih mata sehingga berwarna kuning
ikterik MK : Kerusakan Integritas kulit
Pembesaran hepar
(Hepatomegali)
Perut terasa penuh
Menekan
diafragma
Mual muntah
MK : kekurangan volume cairan
lemak dan vitamin
larut lemak tidak
dapat diabsorbsi
kekurangan vitamin larut
lemak (A, D, E dan K)
MK : nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
MK : Gangguan pertumbuhan
mal absorbsi usus
tersebar ke dalam darah dan kulit
Pruiritis (gatal) pd kulit
Distensi abdomen
MK : Gangguan eliminasi fekal (diare)
MK : Hipertermy
MK : Pola nafas tidak efektif
WOC ATRESIA BILIER
ASUHAN KEPERAWATAN
Kasus:
An. M (laki-laki, 2 bulan 4 hari) dibawa ke Rumah Sakit dengan keluhan 1 bulan
pasca kelahiran sedikit demi sedikit kulit tampak berwarna kuning, tinja berwarna pucat,
air kencing berwarna gelap, demam, perut membesar dan selalu rewel. Dari hasil
pemeriksaan diketahui adanya hipertensi vena porta, peningkatan kadar bilirubin dan
hasil Rontgen didapatkan adanya pembesaran hati.
Pengkajian Anak
Anamnesa
a. Data Demografi klien :
1) Nama : An. M 6) Agama : Islam
2) Usia : 2 bulan 4 hari 7) Tanggal MRS :
11 Oktober 2010
3) Jenis Kelamin : Laki-laki 8) Jam MRS : 16.00 WIB
4) Suku / bangsa : Jawa/ Indonesia 9) Diagnosa : Atresia bilier
5) Alamat : Kradian Kadipuro, Banjarsari
b. Identitas Penanggung Jawab :
1) Nama : Tn. D
2) Umur : 40 tahun
3) Jenis kelamin : Laki-laki
4) Pendidikan/ pekerjaan : SLTA/ wiraswasta
5) Hubungan dg klien : ayah klien
c. Keluhan Utama: ayah klien mengatakan anak M mengalami demam (38,4 °C)
d. Riwayat Penyakit Sekarang: Demam selama 4 hari, rewel, perut klien buncit
dan keras, kulit tampak kuning, kencing klien berwarna gelap, dan feses pucat.
e. Riwayat Penyakit sebelumnya : -
f. Riwayat Tumbuh Kembang anak :
- Imunisasi : Hepatitis B-1 diberikan waktu 12 jam setelah lahir, BCG
diberikan saat lahir, Polio oral diberikan bersamaan dengan DTP
- Status Gizi : Kekurangan gizi akibat gangguan penyerapan makanan terutama
vitamin larut lemak (A,D,E,K)
- Tahap perkembangan anak menurut teori psikososial :
Utama Corporation www.istanakeperawatan.blogspot.com
Page 19
Klien An. M mencari kebutuhan dasarnya seperti kehangatan, makanan
dan minuman serta kenyamanan dari orang tua sendiri.
- Tahap kepribadian anak menurut teori psikoseksual :
Klien An M. menujukkan karakter awal kepribadiannya dengan
mengenali siapa yang mengasuhnya. Klien menyukai saat digendong dan
diayun-ayun Perilaku kegiatan motorik sederhana terkoordinasi, dengan
menggerakkan jari tangan, menggenggam ibu jari ibu yang berhubungan
emosi dengan orang tua, saudara (sibling), dan orang lain.
g. Riwayat Kesehatan Keluarga:
- Komposisi keluarga : Keluarga berperan aktif terutama ibu klien An. M dalam
merawat klien.
- Lingkungan rumah dan komunitas : Lingkungan sekitar rumah berada di area
perindustrian kimia.
- Kultur dan kepercayaan : -
- Perilaku yang dapat mempengaruhi kesehatan : -
- Persepsi keluarga tentang penyakit anak : cobaan Tuhan
Pemeriksaan Fisik
a. B1 (breath) : RR meningkat >40x/menit, Suhu (38,4 °C), penggunaan otot
bantu pernapasan, pernapasan cuping hidung, napas pendek.
b. B2 (blood) : TD meningkat 100/150 mmhg, HR meningkat 103x/ menit
(tachicardi).
c. B3(brain) : gelisah (rewel), gangguan mental, gangguan kesadaran
sampai koma
d. B4 (bladder) : Perubahan warna urin dan feses
-Urine : warna gelap, pekat
-Feses : warna dempul, steatorea, diare
e. B5 (bowel) : anoreksia, mual muntah, tidak toleran terhadap lemak dan
makanan pembentuk gas, regurgitasi berulang, penurunan
berat badan BB/TB (5,1 Kg/ 62 cm), dehidrasi, distensi
abdomen, hepatomegali.
f. B6 (bone) : letargi atau kelemahan, otot tegang atau kaku bila kuadran
kanan atas ditekan, ikterik,
kulit berkeringat dan gatal (pruritus), kecenderungan
Utama Corporation www.istanakeperawatan.blogspot.com
Page 20
perdarahan (kekurangan vitamin K), oedem perifer, jaundice,
kerusakan kulit.
Keterangan tambahan :
Anak dengan Atresia Billiary ekstrahepatik, setelah usia 6 tahun terjadi
gangguan neuromuskuler seperti tidak ada reflek-
reflek tendo dalam, kelemahan memandang ke atas, ketidakmampuan berjalan akibat
parosis kedua tungkai bawah serta kehilangan rasa getar.
Apabila kolestasis kronis berat terjadi akibat Atresia Billiary ekstrahepatik,
maka akan tampak gambaran wajah yang disebut Watson Syndrome-Alagine
( Displasia Anterio B Hepatis) yaitu perkembangan tulang dahi yang menonjol,
hipertelorisme,
kemiringanokuler, anti mongoloid, tulang hidung yang datar serta dagu yang runcing.
Penderita juga mengalami sterosis arteri pulmonar serta cacat-cacat pada
lengkungan bagian depan vertebra.
Pemeriksaan Penunjang
a)Laboratorium
- Bilirubin direk dalam serum meninggi. Normalnya (0,3 – 1,9 mg/dl)
- Bilirubin indirek serum meninggi karena kerusakan parenkim hati akibat
bendungan empedu yang luas. Normalnya (1,7 – 7,1 mg/dl)
- Tidak ada urobilinogen dalam urin.
- Pada bayi yang sakit berat terdapat peningkatan transaminase alkalifosfatase (5-
20 kali lipat nilai normal) serta traksi-traksi lipid (kolesterol fosfolipid
trigliserol).
b)Pemeriksaan Diagnostik
- USG yaitu untuk mengetahui kelainan kongenital penyebab kolestasis ekstra
hepatik (dapat berupa dilatasi kristik saluran empedu).
- Memasukkan pipa lambung sampa duodenum lalu cairan duodenum diaspirasi.
Jika tidak ditemukan cairan empedu, dapat berarti atresia empedu terjadi.
- Sintigrafi Radio Kolop Hepatobilier untuk mengetahui kemampuan hati
memproduksi empedu dan mengekskresikan ke saluran empedu sampai
tercurah ke duodenum. Jika tidak ditemukan empedu di duodenum, maka
dapat berarti terjadi katresia intrahepatik.
Utama Corporation www.istanakeperawatan.blogspot.com
Page 21
- Biopsi hati perkutan ditemukan hati berwarna coklat kehijauan dan noduler.
Kandung empedu mengecil karena kolaps. 75 % penderita tidak ditemukan
lumen yang jelas.
Analisis Data
No Data Etiologi Masalah Keperawatan
1. DS: pasien menangis,
rewel
DO:
Suhu tubuh meningkat
(38°C)
Takikardi (103x/menit)
RR meningkat
>24x/menit
Inflamasi yg progresiv
kerusakan progresif pada
duktus bilier ekstrahepatik
Mekanisme tubuh untuk
meningkatkan suhu tubuh
Hypertermi
Hypertermi
2 DS : pasien terlihat
sesak.
DO :
RR= 35x/menit
Penggunaan otot bantu
pernapasan
Napas pendek
cairan asam empedu balik
ke hati
Peradangan sel hati
Hepatomegali (pembesaran
hepar)
distensi abdomen
menekan diafragma
peningkatan Komplain paru
Kebutuhan oksigen
meningkat
Frekuensi napas meningkat
Pola napas tidak efektif
Utama Corporation www.istanakeperawatan.blogspot.com
Page 22
3. DS: Tidak mau makan,
rewel, mual/muntah.
Do:
Berat badan turun (6 kg
menjadi 5,1 kg)
,muntah, konjungtiva
anemis.
Obstruksi aliran dari hati ke
dalam usus
gangguan penyerapan lemak
dan vitamin larut lemak (A,
D, E, dan K)
Nutrisi kurang dari
kebutuhan
Gangguan pemenuhan
Nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh
4. Ds:-
Do:
Anak tampak tidak
nyaman dengan posisi
tidunya
Terdapat pruritus di
daerah pantat &
punggung anak
Albumin 3,27 g/dL
(N:3,8-5,4)
cairan asam empedu balik
ke hati
itching dan akumulasi dari
toksik
tersebar ke dalam darah dan
kulit
Pruiritis (gatal) pd kulit
Kerusakan integritas
kulit
5. Ds:-
Do:
Feses cair,
frekuensiBAB
meningkat (lebihdari 3 x
sehari), bunyi bising
usus meningkat.
obstruksi aliran dari hati ke
dalam usus
lemak dan vitamin larut
lemak tidak dapat
diabsorbsi
Mal absorbsi usus
Diare
Gangguan
eliminasiBAB
6. DS : -
DO : Penurunan turgor
kulit
Frekuensi nadi
meningkat > 100x/menit
Pembesaran hepar
Distensi abdomen
Perut terasa penuh
Mual muntah
Kekurangan volume
cairan
Utama Corporation www.istanakeperawatan.blogspot.com
Page 23
Produksi keringat
meningkat
Input = 700 ml/hr
Output = 1000 ml/hr
cairan banyak yang keluar
7 DS: Orang tua sering
menanyakan keadaan
anaknya
DO: Orang tua tampak
gelisah dan bingung
Kurang sumber informasi
ansietas
Ansietas
Diagnosa Keperawatan
1) Hypertermi berhubungan dengan inflamasi akibat kerusakan progresif pada
duktusbilier ekstrahepatik
2) Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan distensi abdomen
3) Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
anoreksia dan gangguan penyerapan lemak, ditandai dengan berat badan turun dan
konjungtiva anemis.
4) Gangguan eliminasi BAB (diare) berhubungan dengan mal absorbsi
usus,ditandai dengan feses cair, frekuensi BAB meningkat (lebih dari 3 xsehari),
bunyi bising usus meningkat.
5) Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan akumulasi garam empedu
dalam jaringan, ditandai dengan adanya pruritis.
6) Kekurangan volume cairan b.d dengan mual dan muntah
7) Ansietas berhubungan dengan minimnya informasi tentang penyakit akibat kurang
pengetahuan
Intervensi Keperawatan
1. Hypertermi b.d inflamasi akibat kerusakan progresif pada duktusbilier ekstrahepatik
Tujuan : suhu akan kembali normal dalam waktu 1x 24 jam
Kriteria hasil :- suhu normal 36,50 – 37,5
0C
- Nadi dan pernapasan dalam rentan normal (N= < 160 x / menit ,
RR= 30-40 x/menit)
Intervensi Rasional
Utama Corporation www.istanakeperawatan.blogspot.com
Page 24
Mandiri:
1. Berikan kompres air biasa pada
aksila, kening, leher dan lipatan
paha.
2. Pantau suhu minimal setiap 2 jam
sekali, sesuai kebutuhan
3. Berikan pasien pakaian tipis
4. Manipulasi lingkungan seperti
penggunaan AC/ kipas angin
Kolaborasi:
5. Berikan obat anti piretik sesuai
kebutuhan
1. Dapat membantu mengurangi demam.
2. Mengetahui kemungkinan adanya
kenaikan suhu secara mendadak
3. Membantu mengurangi panas di tubuh
4. Memberikan rasa nyaman dengan
mengurangi keadaan panas akibat
suhu pengaruh lingkungan
5. Digunakan untuk mengurangi demam
dengan aksi sentralnya pada
hipotalamus.
2. Pola nafas tidak efektif b.d peningkatan distensi abdomen
Tujuan : Menunjukkan pola nafas yang efektif
Kriteria Hasil :
- RR= 30-40 napas/ menit
- Kedalaman inspirasi dan kedalaman bernafas
- Tidak ada penggunaan otot bantu nafas
Intervensi Rasional
Mandiri:
1. Kaji distensi abdomen
2. Kaji RR, kedalaman, dan kerja
pernafasan.
3. Waspadakan klien agar leher tidak
1. dengan mengukur lilitan atau
lingkar abdomen
2. Untuk mengetahui adanya
gangguan pernafasan pada pasien
3. Menghindari penekanan pada
jalan nafas untuk meminimalkan
Utama Corporation www.istanakeperawatan.blogspot.com
Page 25
tertekuk/posisikan semi ekstensi
atau eksensi pada saat beristirahat
Kolaborasi:
4. Persiapkan operasi bila diperlukan.
penyempitan jalan nafas
4. Operasi diperlukan untuk
memperbaiki kondisi pasien
3. Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
anoreksia dan gangguan penyerapan lemak, ditandai dengan berat badan turun dan
konjungtiva anemis.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses keperawatan
diharapkan polanutrisi adekuat.
Kriteria hasil :
i. BB pasien stabil ⅟ 2 (n+9)kg= ½ (2+9)kg= 5,5 kg
ii. Konjungtiva tidak anemis
Intervensi Rasional
Mandiri:
1. Kaji distensi abdomen
2. Pantau masukan nutrisi dan
frekuensi muntah
3. Timbang BB setiap hari.
4. Berikan makanan /minuman
sedikit tapi sering.
5. Berikan kebersihan oral sebelum
makan
Kolaborasi:
6. Konsul dengan ahli diet sesuai
indikasi.
7. Berikan diet rendah lemak, tinggi
serat dan batasi makanan penghasil
1. Distensi abdomen merupakan tanda
non verbal gangguan pencernaan.
2. Mengidentifikasi kekurangan /
kebutuhan nutrisi dengan
mengetahui intake dan output
klien.
3. Mengawasi keefektifan rencana
diet
4. Untuk menurunkan rangsang
mual/muntah.
5. Mulut yang bersih meningkatkan
nafsu makan.
6. Berguna dalam
memenuhikebutuhan nutrisi
individudengan diet yang paling
Utama Corporation www.istanakeperawatan.blogspot.com
Page 26
gas.
8. Berikan makanan yang
mengandung medium chain
triglycerides (MCT) sesuai
indikasi.
9. Monitor laboratorium; albumin,
protein sesuai program.
10. Berikan vitamin-vitaminyang larut
dalaam lemak (A, D, E dan K)
tepat.
7. Memenuhi kebutuhan nutrisidan
meminimalkan rangsang pada
kantung empedu.
8. Meningkatkan pencernaan dan
absorbsi lemak serta vitamin yang
larut dalam lemak.
9. Memberi informasi tentang
keefektifan terapi.
10. Vitamin-vitamin tersebut
terganggu penyerapannya.
4. Gangguan eliminasi BAB (diare) berhubungan dengan mal absorbsi
usus,ditandai dengan feses cair, frekuensi BAB meningkat (lebih dari 3 xsehari),
bunyi bising usus meningkat.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses keperawatan
diharapkan fungsi usus mendekati normal
Kriteria hasil:
iii. Feses lembek
iv. Frekuensi BAB 1-2 x sehari
v. Penurunan frekuensi bising usus
Intervensi Rasional
Mandiri:
1. Catat frekuensi, karakteristik dan
jumlah feses.
2. Auskultasi bunyi bising usus.
3. Awasi masukan dan haluaran
dengan perhatian khusus pada
makanan/cairan.
4. Batasi masukan lemak sesuai
indikasi.
1. Mengidentifikasi derajat gangguan
dan kemungkinan bantuan yang
diperlukan.
2. Bunyi usus secara umum meningkat
pada diare.
3. Dapat mengidentifikasi dehidrasi,
kehilangan berlebihan atau alat dalam
mengidentifikasi defisiensi diet.
4. Diet rendah lemak menurunkan resiko
Utama Corporation www.istanakeperawatan.blogspot.com
Page 27
5. Dorong masukan cairan 2500-3000
ml/hari.
Kolaborasi:
6. Berikan obat diare sesuai indikasi.
7. Konsultasi dengan ahli gizi untuk
memberikan diet seimbang dengan
tinggi serat.
feses cair.
5. Membantu mempertahankan status
hidrasi pada diare.
6. Obat diare menurunkan mobilitas
usus.
7. Serat menahan enzim pencernaan
danmengabsorbsi air dan alirannya
sepanjang traktus intestinal.
5. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan akumulasi garam empedu
dalam jaringan, ditandai dengan adanya pruritis.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses keperawatan
diharapkan integritas kulit baik
Kriteria hasil:
i. tidak ada pruritus/lecet
ii. jaringan/ kulit utuh bebas eskortasi
Intervensi Rasional
Mandiri:
1. Gunakan air mandi biasa atau
pemberian lotion/ cream, hindari
sabun alkali. Berikan minyak
kalamin sesuai indikasi.
2. Berikan massage pada waktu tidur.
3. Pertahankan sprei kering dan bebas
lipatan
4. Gunting kuku jari, berikan sarung
tangan bila diindikasikan.
Kolaborasi:
5. Berikan obat sesuai indikasi
(antihistamin).
1. Mencegah kulit kering berlebihan,
memberikan penghilang rasa gatal,
Sekaligus menghindari infeksi.
2. Bermanfaat dalam meningkatkan
tidur dan menurunkan integritas
kulit.
3. Kelembaban meningkatkan pruritus
dan meningkatkanresiko kerusakan
kulit.
4. Mencegah pasien dari cidera
tambahan pada kulit, khususnya bila
tidur.
Utama Corporation www.istanakeperawatan.blogspot.com
Page 28
6. Berikan obat resin kholestiramin
(questian).
7. Pantau pemeriksaan laboratorium
sesuai indikasi. (bilirubin direk dan
indirek)
5. Antihistamin dapat mengurangi
gatal.
6. Berfungsi untuk mengurangi pruritus
dan hiperbilirubinemia.
7. Bilirubin direk dikonjugasi oleh
enzim hepar glukoronitin direk yang
dikonjugasi dan tampak dalam
bentuk bebas dalam darah atau
terikat pada albumin.
6. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan mual dan muntah
Tujuan : setelah diberikan tindakan keperawatan diharapkan intake dan ouput
cairan menjadi seimbang.
Kriteria hasil :
Tanda-tanda vital stabil.
Turgor kulit membaik.
Pengisian kapiler nadi perifer kuat.
Haluaran urine individu sesuai.
Intervensi Rasional
1. Berikan cairan IV ( biasanya
glukosa ) elektrolit.
2. Awasi nilai laboraturium, contoh
Hb/Ht, nat, albumin.
3. Kaji tanda-tanda vital, nadi perifer,
pengisian kapiler, turgor kulit.
4. Awasi intake dan output,
bandingkan dengan BB . misal
muntah.
1. memberikan terapi cairan dan
penggantian elektrolit
2. menunjukkan hidrasi dan
mengidentifikasikan retensi natrium/
kadar protei yang dapat menimbulkan
pembentukan edema.
3. indikator volume sirkulasi/ perfusi.
4. memberikan informasi tentang
kebutuhan penggantian cairan / efek
terapi.
Utama Corporation www.istanakeperawatan.blogspot.com
Page 29
7. Ansietas berhubungan dengan minimnya informasi tentang penyakit akibat kurangnya
pengetahuan
Tujuan : meningkatkan pemahaman orang tua tentang perawatan pada anak yang sakit
Kriteria hasil :
vi. Menyatakan pemahaman proses penyakit dan pengobatan.
vii. Berpartisipasi dalam pengobatan.
Intervensi Rasional
1. Jelaskan tentang pengobatan yang
diberikan, dosis, reaksi obat dan
tujuannya
2. Jelaskan pentingnya stimulasi pada
anak, pendengaran, visual,
sentuhan
3. Jelaskan pentingnya monitor
adanya muntah, mual, dan diare.
1. mengidentifikasi area kekurangan
dan pengetahuan/ salah informasi
dan memberikan kesempatan
untuk memberikan informasi
tambahan sesuai keperluan.
2. Stimulasi dapat meningkatkan
kekebalan tubuh klien
3. membantu perawat dalam
melakukan pengkajian
selanjutnya terhadap output klien.
Utama Corporation www.istanakeperawatan.blogspot.com
Page 30
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad A.K. 1995. Kamus Lengkap Kedokteran. Surabaya : Citas Media Pers
Almatsier, Sunita. 2006. Penuntun Diet . Jakarta: Gramedia Pustaka Utama
Anderson, Silvia. 1996. Patofisiologi : Konsep Klinik Proses Penyakit. Jakarta : EGC
Anna Pujiadi. 1994. Dasar-Dasar Biokimia. Jakarta : Universitas Indonesia
Baradero, Mary. 2009. Klien Gangguan Endokrin: Seri Asuhan Keperawatan. Jakarta: EGC
Behrman, Kliegman & Arvin. 2001. Ilmu Penyakit Anak. Jakarta : EGC
Benson & Martin, L. 2000. Buku Saku Obstetri dan Ginekologi. Jakarta : EGC
Betz, C.L. 2002. Buku Saku Keperawatan Pediatri. Jakarta : EGC
Brashers, Valentina L. 2008. Aplikasi Klinis Patofisiologi: Pemeriksaan & Manajemen ed.2.
Jakarta: EGC
Brenda, Brace, dkk. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC
Bruce, Wingerd. 1994. The Human Body Concept of Anatomy and Physiology. Orlando
Florida : Harcourt Bruce College Publisher
Caplan, L.R. 2000. Neurovascular Disorders : Text Book of Clinical Neurology. Chicago :
Saudes
Charles, Noback. 1996. The Human Nervous System : Structure and Function. Ed. Ke 5.
Philadelphia : Lippincott William-Wilkins
Churry, Edward. 1995. Penuntun Praktis Penyakit Kardiovaskuler. Jakarta : EGC
Utama Corporation www.istanakeperawatan.blogspot.com
Page 31
Djuanda, dkk. 2007. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Jakarta : EGC
Dona, Whalley & Wong. 2003. Pedoman Klinis Keperawatan Pediatri. Jakarta : EGC
Dorland. 1994. Kamus Kedokteran. Jakarta : EGC
Elaine, Marieb. 2001. Human Anatomy and Physiology. San Fransisco: Wesley Longman
Evelen, C. 1994. Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. Jakarta : Gramedia
Gibson, John. 2003. Fisiologi & Anatomi Modern untuk Perawat. Jakarta: EGC
Guyton & Hall. 1997. Fisiologi Kedokteran. Jakarta : EGC
Hedman, T.H. 2012. NANDA 2012-2014. Oxford : Willey Blackwell
Henderson & Jones. 2006. Buku Ajar Konsep Kebidanan. Jakarta : EGC
Hudak & Gallo. 1996. Keperawatan Kritis Pendidikan Holistik. Jakarta : EGC
John, Gibson. 1995. Anatomi dan Fisiologi Modern untuk Perawat. Jakarta : EGC
Kazier, B. 2009. Buku Ajar Praktik Keperawatan Klinis. Jakarta : EGC
Listiono, Djoko. 1998. Stroke Hemoragik Ilmu Bedah Saraf. Jakarta : Gramedia
Lynda juall, 2007. Diagnosis keperawatan ed.10. Jakarta : EGC
Mardjono. 2008. Neurologis Klinis Dasar. Jakarta : Dian Rakyat
Maryunani, Anik. 2008. Buku Saku Diabetes Pada Kehamilan. Jakarta: Trans Info Media.
Utama Corporation www.istanakeperawatan.blogspot.com
Page 32
Misnadiarly. 2006. Diabetes Mellitus: Gangren, Ulcer, Infeksi. Mengenal Gejala,
Menanggulangi dan Mencegah Komplikasi. Jakarta: Pustaka Populer Obor
Neal, Michael J. 2006. Farmakoligi Medis. Jakarta: Erlangga
Ngastiyah. 1997. Perawatan Anak Sakit. Jakarta : EGC
Nurachmah, Elly. 2001. Nutrisi Dalam Keperawatan. Jakarta: Sagung Seto.
Pearce, Evelyn C. 2009. Anatomi Fisiologi untuk Pemula. Jakarta: Gramedia
Ratna, Mardiati. 1997. Buku Kuliah Susunan Saraf Otak. Jakarta : Sagung Seto
RA, Nabyl. 2009. Cara Mudah Mencegah dan Mengobati Diabetes Melitus. Yogyakarta:
Aulia Publishing.
Rasjidi, Imam. 2007. Panduan Penatalaksaan Kanker Ginekologi. Jakarta : EGC
Samantri, Imam. 2007. Panduan Penatalaksanaan Obstetri. Jakarta : EGC
Saraswati, Sylvia. 2009. Diet Sehat. Jogjakarta: A+Plus Books.
Soegondo,dkk. 2009. Penatalaksanaan Diabetes Melitus Terpadu. Jakarta: Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia.
Suyono, Slamet. 2002. Pedoman Diet Diabetes Melitus. Jakarta: Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia.
Syaifuddin. 2002. Struktur dan Komponen Tubuh Manusia. Jakarta : EGC
Wilson, M.N. 1995. Patofisiologi Konsep Klinis Proses Penyakit. Jakarta : EGC