bab ii atresia ani

31
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Atresia ani atau anus imperforata disebut sebagai malformasi anorektal, adalah suatu kelainan kongenital tanpa anus atau dengan anus tidak sempurna, termasuk Agenesis ani, Agenesis rekti dan Atresia rekti. Insiden 1 : 5000 kelahiran yang dapat muncul sebagai penyakit tersering yang merupakan syndrom VACTRERL ( Vertebra, Anal, Cardial, Esofageal, Renal, Limb). Kelainan kongenital pada anus ini biasanya disebabkan karena putusnya saluran pencernaan dari atas dengan daerah dubur, kegagalan pertumbuhan saat bayi dalam kandungan berusia 12 minggu /3 bulan, dan adanya gangguan atau berhentinya perkembangan embriologik didaerah usus, rektum bagian distal serta traktus urogenitalis, yang terjadi antara minggu keempat sampai keenam usia kehamilan. Penyakit hisprung merupakan suatu kelainan bawaan yang menyebabkan gangguan pergerakan usus yang dimulai dari spingter ani internal ke arah proksimal dengan panjang yang bervariasi dan termasuk anus sampai rektum. Penyakit hisprung adalah penyebab obstruksi usus bagian bawah yang dapat muncul pada semua usia akan tetapi yang paling sering pada neonatus. Penyakit hisprung juga dikatakan sebagai suatu kelainan kongenital dimana tidak terdapatnya sel ganglion parasimpatis dari pleksus auerbach di kolon, keadaan abnormal tersebutlah yang dapat menimbulkan tidak adanya peristaltik dan evakuasi usus secara spontan, spingter rektum tidak dapat berelaksasi, tidak mampu mencegah keluarnya feses secara spontan, kemudian dapat menyebabkan isi usus terdorong ke bagian segmen yang tidak adalion dan akhirnya feses dapat terkumpul pada bagian tersebut sehingga dapat menyebabkan dilatasi usus proksimal. 1

Upload: nia-kurnia

Post on 18-Dec-2014

107 views

Category:

Documents


8 download

DESCRIPTION

keperawatan anak

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II Atresia Ani

BAB IPENDAHULUAN

1.1 Latar BelakangAtresia ani atau anus imperforata disebut sebagai malformasi anorektal,

adalah suatu kelainan kongenital tanpa anus atau dengan anus tidak sempurna, termasuk Agenesis ani, Agenesis rekti dan Atresia rekti. Insiden 1 : 5000 kelahiran yang dapat muncul sebagai penyakit tersering yang merupakan syndrom VACTRERL ( Vertebra, Anal, Cardial, Esofageal, Renal, Limb). Kelainan kongenital pada anus ini biasanya disebabkan karena putusnya saluran pencernaan dari atas dengan daerah dubur, kegagalan pertumbuhan saat bayi dalam kandungan berusia 12 minggu /3 bulan, dan adanya gangguan atau berhentinya perkembangan embriologik didaerah usus, rektum bagian distal serta traktus urogenitalis, yang terjadi antara minggu keempat sampai keenam usia kehamilan.

Penyakit hisprung merupakan suatu kelainan bawaan yang menyebabkan gangguan pergerakan usus yang dimulai dari spingter ani internal ke arah proksimal dengan panjang yang bervariasi dan termasuk anus sampai rektum. Penyakit hisprung adalah penyebab obstruksi usus bagian bawah yang dapat muncul pada semua usia akan tetapi yang paling sering pada neonatus. Penyakit hisprung juga dikatakan sebagai suatu kelainan kongenital dimana tidak terdapatnya sel ganglion parasimpatis dari pleksus auerbach di kolon, keadaan abnormal tersebutlah yang dapat menimbulkan tidak adanya peristaltik dan evakuasi usus secara spontan, spingter rektum tidak dapat berelaksasi, tidak mampu mencegah keluarnya feses secara spontan, kemudian dapat menyebabkan isi usus terdorong ke bagian segmen yang tidak adalion dan akhirnya feses dapat terkumpul pada bagian tersebut sehingga dapat menyebabkan dilatasi usus proksimal.

1.2. Tujuan

Makalah ini bertujuan untuk memberikan informasi dan menambah pengetahuan kepada para pembaca khususnya kepada mahasiswa ilmu keperawatan mengenai penyakit hisprung dan Atresia Ani. Makalah ini juga dibuat untuk memenuhi syarat dalam proses pembelajaran pada mata kuliah keperawatan anak.

1.3 Rumusan MasalahApa yang dimaksud atresia ani ?Apa yang dimaksud dengan Hisprung ?Bagaimana askep atresia ani ?Bagaimana askep hisprung ?

1

Page 2: BAB II Atresia Ani

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Atresia AniAtresia Ani adalah kelainan kongenital yang dikenal sebagai anus imperforate meliputi anus, rectum atau keduanya (Betz. Ed 3 tahun 2002). Atresia ini atau anus imperforate adalah tidak terjadinya perforasi membran yang memisahkan bagian entoderm mengakibatkan pembentukan lubang anus yang tidak sempurna. Anus tampak rata atau sedikit cekung ke dalam atau kadang berbentuk anus namun tidak berhubungan langsung dengan rectum. (sumber Purwanto. 2001 RSCM). Atresia Ani merupakan kelainan bawaan (kongenital), tidak adanya lubang atau saluran anus (Donna L. Wong, 520 : 2003). Atresia berasal dari bahasa Yunani, a artinya tidak ada, trepis artinya nutrisi atau makanan. Dalam istilah kedokteran atresia itu sendiri adalah keadaan tidak adanya atau tertutupnya lubang badan normal atau organ tubular secara kongenital disebut juga clausura. Dengan kata lain tidak adanya lubang di tempat yang seharusnya berlubang atau buntunya saluran atau rongga tubuh, hal ini bisa terjadi karena bawaan sejak lahir atau terjadi kemudian karena proses penyakit yang mengenai saluran itu. Atresia dapat terjadi pada seluruh saluran tubuh, misalnya atresia ani. Atresia ani yaitu tidak berlubangnya dubur. Atresia ani memiliki nama lain yaitu anus imperforata. Jika atresia terjadi maka hampir selalu memerlukan tindakan operasi untuk membuat saluran seperti keadaan normalnya.Menurut Ladd dan Gross (1966) anus imperforata dalam 4 golongan, yaitu:1. Stenosis rektum yang lebih rendah atau pada anus2. Membran anus yang menetap3. Anus imperforata dan ujung rektum yang buntu terletak pada

bermacam-macam jarak dari peritoneum4. Lubang anus yang terpisah dengan ujung

B. EtiologiAtresia dapat disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain:1. Putusnya saluran pencernaan dari atas dengan daerah dubur sehingga

bayi lahir tanpa lubang dubur2. Kegagalan pertumbuhan saat bayi dalam kandungan berusia 12

minggu/3 bulan3. Adanya gangguan atau berhentinya perkembangan embriologik

didaerah usus, rektum bagian distal serta traktus urogenitalis, yang terjadi antara minggu keempat sampai keenam usia kehamilan.

C. PatofisiologiAtresia ani atau anus imperforate dapat disebabkan karena :1. Kelainan ini terjadi karena kegagalan pembentukan septum urorektal

secara komplit karena gangguan pertumbuhan, fusi atau pembentukan anus dari tonjolan embrionik

2

Page 3: BAB II Atresia Ani

2. Putusnya saluran pencernaan dari atas dengan daerah dubur, sehingga bayi lahir tanpa lubang dubur

3. Gangguan organogenesis dalam kandungan penyebab atresia ani, karena ada kegagalan pertumbuhan saat bayi dalam kandungan berusia 12 minggu atau tiga bulan

4. Berkaitan dengan sindrom down5. Atresia ani adalah suatu kelainan bawaan

Terdapat tiga macam letak : Tinggi (supralevator) → rektum berakhir di atas M.Levator ani

(m.puborektalis) dengan jarak antara ujung buntu rectum dengan kulit perineum >1 cm. Letak upralevator biasanya disertai dengan fistel ke saluran kencing atau saluran genital

Intermediate → rectum terletak pada m.levator ani tapi tidak menembusnya

Rendah → rectum berakhir di bawah m.levator ani sehingga jarak antara kulit dan ujung rectum paling jauh 1 cm.Pada wanita 90% dengan fistula ke vagina/perineumPada laki-laki umumnya letak tinggi, bila ada fistula ke traktus urinarius

D. Manifestasi Klinis

1) Mekonium tidak keluar dalam 24 jam pertama setelah kelahiran.

2) Tidak dapat dilakukan pengukuran suhu rectal pada bayi.

3) Mekonium keluar melalui sebuah fistula atau anus yang salah letaknya.

4) Distensi bertahap dan adanya tanda-tanda obstruksi usus (bila tidak ada fistula).

5) Bayi muntah-muntah pada umur 24-48 jam.

6) Pada pemeriksaan rectal touché terdapat adanya membran anal.

7) Perut kembung.

E. Komplikasi

Komplikasi yang dapat terjadi pada penderita atresia ani antara lain :

a. Asidosis hiperkioremia.

b. Infeksi saluran kemih yang bisa berkepanjangan.

c. Kerusakan uretra (akibat prosedur bedah).

3

Page 4: BAB II Atresia Ani

d. Komplikasi jangka panjang.

- Eversi mukosa anal

- Stenosis (akibat kontriksi jaringan perut dianastomosis)

e. Masalah atau kelambatan yang berhubungan dengan toilet training.

f. Inkontinensia (akibat stenosis awal atau impaksi)

g. Prolaps mukosa anorektal.

h. Fistula kambuan (karena ketegangan diare pembedahan dan infeksi)

(Ngustiyah, 1997 : 248)

F. KlasifikasiKlasifikasi atresia ani :1. Anal stenosis adalah terjadinya penyempitan daerah anus sehingga

feses tidak dapat keluar.2. Membranosus atresia adalah terdapat membran pada anus.3. Anal agenesis adalah memiliki anus tetapi ada daging diantara rectum

dengan anus.4. Rectal atresia adalah tidak memiliki rectum (Wong, Whaley. 1985).

G. Penatalaksanaan Medis

a. Pembedahan

Terapi pembedahan pada bayi baru lahir bervariasi sesuai dengan keparahan kelainan. Semakin tinggi gangguan, semakin rumit prosedur pengobatannya. Untuk kelainan dilakukan kolostomi beberapa lahir, kemudian anoplasti perineal yaitu dibuat anus permanen (prosedur penarikan perineum abnormal) dilakukan pada bayi berusia 12 bulan. Pembedahan ini dilakukan pada usia 12 bulan dimaksudkan untuk memberi waktu pada pelvis untuk membesar dan pada otot-otot untuk berkembang. Tindakan ini juga memungkinkan bayi untuk menambah berat badan dan bertambah baik status nutrisnya. Gangguan ringan diatas dengan menarik kantong rectal melalui afingter sampai lubang pada kulit anal fistula, bila ada harus tutup kelainan membranosa hanya memerlukan tindakan pembedahan yang minimal membran tersebut dilubangi degan hemostratau skapel

b. Pengobatan

1) Aksisi membran anal (membuat anus buatan)

4

Page 5: BAB II Atresia Ani

2) Fiktusi yaitu dengan melakukan kolostomi sementara dan setelah 3 bulan dilakukan korksi sekaligus (pembuat anus permanen)

(Staf Pengajar FKUI. 205)

H. Pemeriksaan Penunjang

a) Pemeriksaan rectal digital dan visual adalah pemeriksaan diagnostik yang umum dilakukan pada gangguan ini.

b) Jika ada fistula, urin dapat diperiksa untuk memeriksa adanya sel-sel epitel mekonium.

c) Pemeriksaan sinyal X lateral infeksi (teknik wangensteen-rice) dapat menunjukkan adanya kumpulan udara dalam ujung rectum yang buntu pada mekonium yang mencegah udara sampai keujung kantong rectal.

d) Ultrasound dapat digunakan untuk menentukan letak rectal kantong.

e) Aspirasi jarum untuk mendeteksi kantong rectal dengan menusukan jarum tersebut sampai melakukan aspirasi, jika mekonium tidak keluar pada saat jarum sudah masuk 1,5 cm Derek tersebut dianggap defek tingkat tinggi.

f) Pemeriksaan radiologis dapat ditemukan

a. Udara dalam usus berhenti tiba-tiba yang menandakan obstruksi di daerah tersebut.

b. Tidak ada bayangan udara dalam rongga pelvis pada bagian baru lahir dan gambaran ini harus dipikirkan kemungkinan atresia reftil/anus impoefartus, pada bayi dengan anus impoefartus. Udara berhenti tiba-tiba di daerah sigmoid, kolon/rectum.

c. Dibuat foto anterpisterior (AP) dan lateral. Bayi diangkat dengan kepala dibawah dan kaki diatas pada anus benda bang radio-opak, sehingga pada foto daerah antara benda radio-opak dengan dengan bayangan udara tertinggi dapat diukur.

5

Page 6: BAB II Atresia Ani

Asuhan Keperawatan Pada Anak Dengan Atresia Ani

A. PENGKAJIAN1. Pengkajian Pada Anak

a. Kaji biodata pasien.b. Tanpa mekonium dalam 24 jam setelah lahir.c. Kaji adanya pasase mekonium. Perhatikan bila mekonium tampak

pada orifisium yang tidak tepat.d. Kaji feses yang seperti korban pada bayi yang lebih besar atau

anak kecil yang mempunyai riwayat kesulitan defekasi atau distensi abdomen.

e. Kaji adanya tinja dalam urine dan vagina.2. pengkajian Pada Orang Tua

a) Kaji riwayat kehamilanb)  Kaji riwayat infeksic) Kaji psikososial keluargad) Kaji pengetahuan keluarga

3. Pemeriksaan Fisika. Periksa keadaan anus Adanya malformasi anorektal tidak

terbentuk anus.b. Perikasa ada atau tidaknya pistula rektovaginal dan fistula

rekburetra. Pada pengkajian kperawatan pasien dengan atresia ani akan ditemukan data-data sebagai berikut :1. Penyumbatan anus ( anus tidak normal ).2. Adanya kembung dan muntah pada 24-28 jam setelah

lahir.3. Pada bayi laki-laki dengan fistula urinary didapatkan

mekonium pada urine dan pada bayi perempuan dengan fistula urogenital ditemukan mekonium dalam vagina.

4. Pada pemeriksaan fisik ( dengan memasukkan jari kelingking dengan memakai sarung tangan atau juga dengan memasukkan thermometer sepanjang ± 2cm ) tidak ditemukan anus secara normal.

5. Adanya berbagai bentuk seperti stinosis rectum yang lebih rendah atau juga pada anus.

6. Membrane anus yang menetap.7. Adanya fistula antara rectum dan tractus urinaria.8. Adanya fistula antara rectum, vagina atau perineum pada

perampuan.B. Diagnosa Keperawatan

Dx Pre Operasi1. Konstipasi berhubungan dengan aganglion.2. Risiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan menurunnya

intake, muntah.3. Cemas orang tua berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang

penyakit dan prosedur perawatan.

6

Page 7: BAB II Atresia Ani

Dx Post Operasi

1. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan terdapat stoma sekunder dari kolostomi.

2. Kurang pengetahuan berhubungan dengan perawatan di rumah.C. Rencana Keperawatan

Diagnosa Pre OperasiDx. 1 Konstipasi berhubungan dengan aganglionTujuan : Klien mampu mempertahankan pola eliminasi BAB dengan teratur.Kriteria Hasil :

Penurunan distensi abdomen. Meningkatnya kenyamanan.

Intervensi :

1. Lakukan enema atau irigasi rectal sesuai order

R/ Evaluasi bowel meningkatkan kenyaman pada anak.

2. Kaji bising usus dan abdomen setiap 4 jam

R/ Meyakinkan berfungsinya usus

3. Ukur lingkar abdomen

R/ Pengukuran lingkar abdomen membantu mendeteksi terjadinya distensi

Dx. 2 Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan menurunnya intake, muntah

Tujuan : Klien dapat mempertahankan keseimbangan cairan

Kriteria Hasil :

Output urin 1-2 ml/kg/jam Capillary refill 3-5 detik Turgor kulit baik Membrane mukosa lembab

Intervensi :

1. Monitor intake – output cairan

R/ Dapat mengidentifikasi status cairan klien

7

Page 8: BAB II Atresia Ani

2. Lakukan pemasangan infus dan berikan cairan IV

R/ Mencegah dehidrasi

3. Pantau TTV

R/ Mengetahui kehilangan cairan melalui suhu tubuh yang tinggi

Dx 3 Cemas orang tua berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang penyakit dan prosedur perawatan.

Tujuan : Kecemasan orang tua dapat berkurang

Kriteria Hasil :

Klien tidak lemas

Intervensi :

1. Jelaskan dengan istilah yang dimengerti oleh orang tua tentang anatomi dan fisiologi saluran pencernaan normal. Gunakan alay, media dan gambar

R/ Agar orang tua mengerti kondisi klien

2. Beri jadwal studi diagnosa pada orang tua

R/ Pengetahuan tersebut diharapkan dapat membantu menurunkan kecemasan

3. Beri informasi pada orang tua tentang operasi kolostomi

R/ Membantu mengurangi kecemasan klien

b. Diagnosa Post Operasi

Dx 1 Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan terdapat stoma sekunder dari kolostomi.

Tujuan : Klien tidak ditemukan tanda-tanda kerusakan kulit lebih lanjut.

Intervensi :

1. Gunakan kantong kolostomi yang baik

8

Page 9: BAB II Atresia Ani

2. Kosongkan kantong ortomi setelah terisi ¼ atau 1/3 kantong

3. Lakukan perawatan luka sesuai order dokter

Dx 2 Kurang pengetahuan berhubungan dengan perawatan di rumah.

Tujuan : Orang tua dapat meningkatkan pengetahuannya tentang perawatan di rumah.

Intervensi :

1. Ajarkan pada orang tua tentang pentingnya pemberian makan tinggi kalori tinggi protein.

2. Ajarkan orang tua tentang perawatan kolostomi.

4. Evaluasi

Pre Operasi Post operasi1. Tidak terjadi konstipasi

2. Defisit volume cairan tidak terjadi

3. Lemas berkurang

1. Kerusakan integritas kulit tidak terjadi

2. Klien memiliki pengetahuan perawatan di rumah

9

Page 10: BAB II Atresia Ani

A. KONSEP DASAR HISPRUNG1. Definisi Hisprung

Penyakit Hisprung disebut juga kongenital aganglionik megakolon. Penyakit ini merupakan keadaan usus besar (kolon) yang tidak mempunyai persarafan (aganglionik). Jadi, karena ada bagian dari usus besar (mulai dari anus kearah atas) yang tidak mempunyai persarafan (ganglion), maka terjadi “kelumpuhan” usus besar dalam menjalanakan fungsinya sehingga usus menjadi membesar (megakolon). Panjang usus besar yang terkena berbeda-beda untuk setiap individu. Penyakit hirschsprung adalah suatu kelainan tidak adanya sel ganglion parasimpatis pada usus, dapat dari kolon sampai pada usus halus. (Ngastiyah, 1997 : 138). Penyakit hirschsprung adalah anomali kongenital yang mengakibatkan obstruksi mekanik karena ketidak adekuatan motilitas sebagian dari usus. (Donna L. Wong, 2003 : 507).

2. Macam-macam Penyakit HirschprungBerdasarkan panjang segmen yang terkena, dapat dibedakan 2 tipe yaitu :a. Penyakit Hirschprung segmen pendek

Segmen aganglionosis mulai dari anus sampai sigmoid; ini merupakan 70% dari kasus penyakit Hirschprung dan lebih sering ditemukan pada anak laki-laki dibanding anak perempuan.Penyakit Hirschprung segmen panjang Kelainan dapat melebihi sigmoid, bahkan dapat mengenai seluruh kolon atau usus halus. Ditemukan sama banyak pada anak laki maupun prempuan.(Ngastiyah, 1997 : 138)

B. Etiologi Hisprung Mungkin karena adanya kegagalan sel-sel ”Neural Crest”

ambrional yang berimigrasi ke dalam dinding usus atau kegagalan pleksus mencenterikus dan submukoisa untuk berkembang ke arah kranio kaudal di dalam dinding usus.

Disebabkan oleh tidak adanya sel ganglion para simpatis dari pleksus Auerbach di kolon.

Sebagian besar segmen yang aganglionik mengenai rectum dan bagian bawah kolon sigmoid dan terjadi hipertrofi serta distensi yang berlebihan pada kolon. (Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI, 1985 : 1134)

Sering terjadi pada anak dengan ”Down Syndrome”. Kegagalan sel neural pada masa embrio dalam dinding

usus, gagal eksistensi kraniokaudal pada nyenterik dan submukosa dinding pleksus. (Suriadi, 2001 : 242).

C. Tanda dan Gejala

Tanda dan gejala setelah bayi lahir

1. Tidak ada pengeluaran mekonium (keterlambatan > 24 jam)

10

Page 11: BAB II Atresia Ani

2. Muntah berwarna hijau3. Distensi abdomen, konstipasi.4. Diare yang berlebihan yang paling menonjol dengan pengeluaran tinja /

pengeluaran gas yang banyak.

karena gejala tidak jelas pada waktu lahir. Gejala pada anak yang lebih besar

1. Riwayat adanya obstipasi pada waktu lahir2. Distensi abdomen bertambah3. Serangan konstipasi dan diare terjadi selang-seling4. Terganggu tumbang karena sering diare.5. Feses bentuk cair, butir-butir dan seperti pita.6. Perut besar dan membuncit.

D. PatofisiologiIstilah congenital aganglionic Mega Colon menggambarkan adanya

kerusakan primer dengan tidak adanya sel ganglion pada dinding sub mukosa kolon distal. Segmen aganglionic hampir selalu ada dalam rectum dan bagian proksimal pada usus besar. Ketidakadaan ini menimbulkan keabnormalan atau tidak adanya gerakan tenaga pendorong ( peristaltik ) dan tidak adanya evakuasi usus spontan serta spinkter rectum tidak dapat berelaksasi sehingga mencegah keluarnya feses secara normal yang menyebabkan adanya akumulasi pada usus dan distensi pada saluran cerna. Bagian proksimal sampai pada bagian yang rusak pada Mega Colon ( Betz, Cecily & Sowden).

Semua ganglion pada intramural plexus dalam usus berguna untuk kontrol kontraksi dan relaksasi peristaltik secara normal. Isi usus mendorong ke segmen aganglionik dan feses terkumpul didaerah tersebut, menyebabkan terdilatasinya bagian usus yang proksimal terhadap daerah itu karena terjadi obstruksi dan menyebabkan dibagian Colon tersebut melebar ( Price, S & Wilson ).

E. Manifestasi Klinis1. Kegagalan lewatnya mekonium dalam 24 jam pertama kehidupan.2. Konstipasi kronik mulai dari bulan pertama kehidupan dengan

terlihat tinja seperti pita.3. Obstruksi usus dalam periode neonatal.4. Nyeri abdomen dan distensi.5. Gangguan pertumbuhan. (Suriadi, 2001 : 242)6. Obstruk total saat lahir dengan muntah, distensi abdomen dan

ketiadaan evaluai mekonium.7. Keterlambatan evaluasi mekonium diikuti obstruksi periodic yang

membaik secara spontan maupun dengan edema.

11

Page 12: BAB II Atresia Ani

1. Gejala ringan berupa konstipasi selama beberapa minggu atau bulan yang diikuti dengan obstruksi usus akut.

2. Konstruksi ringan, enterokolitis dengan diare, distensi abdomen dan demam. Diare berbau busuk dapat menjadi satu-satunya gejala.

3. Gejala hanya konstipasi ringan. (Mansjoer, 2000 : 380)

Masa Neonatal :

1. Gagal mengeluarkan mekonium dalam 48 jam setelah lahir.2. Muntah berisi empedu.3. Enggan minum.4. Distensi abdomen.

Masa bayi dan anak-anak :

1. Konstipasi2. Diare berulang3. Tinja seperti pita, berbau busuk4. Distensi abdomen5. Gagal tumbuh(Betz, 2002 : 197)

F. Komplikasi

1. Gawat pernapasan (akut)2. Enterokolitis (akut)3. Striktura ani (pasca bedah)4. Inkontinensia (jangka panjang)(Betz, 2002 : 197)5. Obstruksi usus6. Ketidak seimbangan cairan dan elektrolit7. Konstipasi.(Suriadi, 2001 : 241)

G. Pemeriksaan Diagnostik

1. Biopsi isap, yakni mengambil mukosa dan submukosa dengan alat penghisap and mencari sel ganglion pada daerah submukosa.

2. Biopsy otot rectum, yakni pengambilan lapisan otot rectum, dilakukan dibawah narkos. Pemeriksaan ini bersifat traumatic.

3. Pemeriksaan aktivitas enzim asetilkolin dari hasil biopsy asap. Pada penyakit ini klhas terdapat peningkatan aktivitas enzim asetikolin enterase.

4. Pemeriksaan aktivitas norepinefrin dari jaringan biopsy usus.

(Ngatsiyah, 1997 : 139)

1. Foto abdomen ; untuk mengetahui adanya penyumbatan pada kolon.2. Enema barium ; untuk mengetahui adanya penyumbatan pada kolon.3. Biopsi rectal ; untuk mendeteksi ada tidaknya sel ganglion.

12

Page 13: BAB II Atresia Ani

4. Manometri anorektal ; untuk mencatat respons refleks sfingter interna dan eksterna. (Betz, 2002 : 197).

H. PenatalaksanaanPembedahan hirschsprung dilakukan dalam 2 tahap, yaitu dilakukan kolostomi loop atau double-barrel sehingga tonus dan ukuran usus yang dilatasi dan hipertropi dapat kembali normal (memerlukan waktu 3-4 bulan), lalu dilanjutkan dengan 1 dari 3 prosedur berikut :

1. Prosedur Duhamel            enarikan kolon normal kearah bawah dan menganastomosiskannya dibelakang usus aganglionik.

2. Prosedur Swenson            : Dilakukan anastomosis end to end pada kolon berganglion dengan saluran anal yang dibatasi.

3. Prosedur saave      : Dinding otot dari segmen rektum dibiarkan tetap utuh. Kolon yang bersaraf normal ditarik sampai ke anus.

4. Intervensi bedah

Ini terdiri dari pengangkatan ari segmen usus aganglionik yang mengalami obstruksi. Pembedahan rekto-sigmoidektomi dilakukan teknik pull-through dapat dicapai dengan prosedur tahap pertama, tahap kedua atau ketiga, rekto sigmoidoskopi di dahului oleh suatu kolostomi. Kolostomi ditutup dalam prosedur kedua.

1. Persiapan prabedah 1. Lavase kolon2. Antibiotika3. Infuse intravena4. Tuba nasogastrik5. Perawatan prabedah rutin6. Pelaksanaan pasca bedah

1. Perawatan luka kolostomi2. Perawatan kolostomi3. Observasi distensi abdomen, fungsi kolostomi, peritonitis

dan peningkatan suhu.4. Dukungan orangtua, bahkan kolostomi sementara sukar

untuk diterima. Orangtua harus belajar bagaimana menangani anak dengan suatu kolostomi. Observasi apa yang perlu dilakukan bagaimana membersihkan stoma dan bagaimana memakaikan kantong kolostomi.(Betz, 2002 : 198)

13

Page 14: BAB II Atresia Ani

ASUHAN KEPERAWATAN ANAK HIRSPRUNG

I.       Pengkajian

1. Informasi identitas/data dasar meliputi, nama, umur, jenis kelamin, agama, alamat, tanggal pengkajian, pemberi informasi.

2. Keluhan utama

Masalah yang dirasakan klien yang sangat mengganggu pada saat dilakukan pengkajian, pada klien Hirschsprung misalnya, sulit BAB, distensi abdomen, kembung, muntah.

1. Riwayat kesehatan sekarangYang diperhatikan adanya keluhan mekonium keluar setelah 24 jam setelah lahir, distensi abdomen dan muntah hijau atau fekal. Tanyakan sudah berapa lama gejala dirasakan pasien dan tanyakan bagaimana upaya klien mengatasi masalah tersebut.

2. Riwayat kesehatan masa laluApakah sebelumnya klien pernah melakukan operasi, riwayat kehamilan, persalinan dan kelahiran, riwayat alergi, imunisasi.

3. Riwayat Nutrisi meliputi : masukan diet anak dan pola makan anak.Riwayat psikologisBagaimana perasaan klien terhadap kelainan yang diderita apakah ada perasaan rendah diri atau bagaimana cara klien mengekspresikannya.

4. Riwayat kesehatan keluargaTanyakan pada orang tua apakah ada anggota keluarga yang lain yang menderita Hirschsprung.

5. Riwayat socialApakah ada pendakan secara verbal atau tidak adekuatnya dalam mempertahankan hubungan dengan orang lain.

6. Riwayat tumbuh kembangTanyakan sejak kapan, berapa lama klien merasakan sudah BAB.

7. Riwayat kebiasaan sehari-hariMeliputi – kebutuhan nutrisi, istirahat dan aktifitas.

Pemeriksaan Fisik

1. Sistem integumentKebersihan kulit mulai dari kepala maupun tubuh, pada palpasi dapat dilihat capilary refil, warna kulit, edema kulit.

2. Sistem respirasiKaji apakah ada kesulitan bernapas, frekuensi pernapasan

3. Sistem kardiovaskulerKaji adanya kelainan bunyi jantung (mur-mur, gallop), irama denyut nadi apikal, frekuensi denyut nadi / apikal.

4. Sistem penglihatan

14

Page 15: BAB II Atresia Ani

Kaji adanya konjungtivitis, rinitis pada mata5. Sistem Gastrointestinal

Kaji pada bagian abdomen palpasi adanya nyeri, auskultasi bising usus, adanya kembung pada abdomen, adanya distensi abdomen, muntah (frekuensi dan karakteristik muntah) adanya keram, tendernes.

B. Diagnosa Keperawatan

Pre operasi

1. Gangguan eliminasi BAB : obstipasi berhubungan dengan spastis usus dan tidak adanya daya dorong.

2. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang inadekuat.

3. Kekurangan cairan tubuh berhubungan muntah dan diare.4. Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan adanya distensi abdomen.

Post operasi

1. Gangguan integritas kulit b/d kolostomi dan perbaikan pembedahan2. Nyeri b/d insisi pembedahan3. Kurangnya pengetahuan b/d kebutuhan irigasi, pembedahan dan perawatan

kolostomi.

C.Intervensi Keperawatan

Pre operasi

Gangguan eliminasi BAB : obstipasi berhubungan dengan spastis usus dan tidak adanya daya dorong.

Tujuan : klien tidak mengalami ganggguan eliminasi dengan kriteria defekasi normal, tidak distensi abdomen.

Intervensi :

1. Monitor cairan yang keluar dari kolostomi.Rasional : Mengetahui warna dan konsistensi feses dan menentukan rencana selanjutnya

2. Pantau jumlah cairan kolostomi.Rasional : Jumlah cairan yang keluar dapat dipertimbangkan untuk penggantian cairan

3. Pantau pengaruh diet terhadap pola defekasi.4. Rasional : Untuk mengetahui diet yang mempengaruhi pola

defekasi terganggu.

15

Page 16: BAB II Atresia Ani

2. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang inadekuat.

Tujuan : Kebutuhan nutrisi terpenuhi dengan kriteria dapat mentoleransi diet sesuai kebutuhan secara parenteal atau per oral.

Intervensi :

Berikan nutrisi parenteral sesuai kebutuhan.Rasional : Memenuhi kebutuhan nutrisi dan cairan

Pantau pemasukan makanan selama perawatan.Rasional : Mengetahui keseimbangan nutrisi sesuai kebutuhan 1300-3400 kalori

Pantau atau timbang berat badan.Rasional : Untuk mengetahui perubahan berat badan

3. Kekurangan cairan tubuh berhubungan muntah dan diare.

Tujuan : Kebutuhan cairan tubuh terpenuhi dengan kriteria tidak mengalami dehidrasi, turgor kulit normal.

Intervensi :

Monitor tanda-tanda dehidrasi.Rasional : Mensgetahui kondisi dan menentukan langkah selanjutnya

Monitor cairan yang masuk dan keluar.Rasional : Untuk mengetahui keseimbangan cairan tubuh

Berikan caiaran sesuai kebutuhan dan yang diprograrmkan.Rasional : Mencegah terjadinya dehidrasi

Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan adanya distensi abdomen.

Tujuan : Kebutuhan rasa nyaman terpenuhi dengan kriteria tenang, tidak menangis, tidak mengalami gangguan pola tidur.

Intervensi :

Kaji terhadap tanda nyeri.Rasional : Mengetahui tingkat nyeri dan menentukan langkah selanjutnya

Berikan tindakan kenyamanan : menggendong, suara halus, ketenangan.Rasional : Upaya dengan distraksi dapat mengurangi rasa nyeri

Kolaborsi dengan dokter pemberian obat analgesik sesuai program.Rasional : Mengurangi persepsi terhadap nyeri yamg kerjanya pada sistem saraf pusat

Post operasi

16

Page 17: BAB II Atresia Ani

1.      Gangguan integritas kulit b/d kolostomi dan perbaikan pembedahan

Tujuan :memberikan perawatan perbaikan kulit setelah dilakukan operasi

1. kaji insisi pembedahan, bengkak dan drainage.2. Berikan perawatan kulit untuk mencegah kerusakan kulit.3. Oleskan krim jika perlu.

2.      Nyeri b/d insisi pembedahan

Tujuan :Kebutuhan rasa nyaman terpenuhi dengan kriteria tenang, tidak menangis, tidak mengalami gangguan pola tidur.

Observasi dan monitoring tanda skala nyeri.Rasional : Mengetahui tingkat nyeri dan menentukan langkah selanjutnya

Lakukan teknik pengurangan nyeri seperti teknik pijat punggung dansentuhan.Rasional : Upaya dengan distraksi dapat mengurangi rasa nyeri

Kolaborasi dalam pemberian analgetik apabila dimungkinkan.Rasional : Mengurangi persepsi terhadap nyeri yamg kerjanya pada sistem saraf pusat

3.  Kurangnya pengetahuan b/d kebutuhan irigasi, pembedahan dan perawatan kolostomi.

Tujuan : pengetahuan keluarga pasien tentang cara menangani kebutuhan irigasi, pembedahan dan perawatan kolostomi tambah adekuat.

Intervensi :

1. Kaji tingkat pengetahuan tentang kondisi yang dialami perawatan di rumah dan pengobatan.

2. Ajarkan pada orang tua untuk mengekspresikan perasaan, kecemasan dan perhatian tentang irigasi rectal dan perawatan ostomi.

3. Jelaskan perbaikan pembedahan dan proses kesembuhan.4. Ajarkan pada anak dengan membuat gambar-gambar sebagai ilustrasi

misalnya bagaimana dilakukan irigasi dan kolostomi.5. Ajarkan perawatan ostomi segera setelah pembedahan dan lakukan

supervisi saat orang tua melakukan perawatan ostomi.

Evaluasi

17

Page 18: BAB II Atresia Ani

Pre operasi Hirschsprung

1. Pola eliminasi berfungsi normal2. Kebutuhan nutrisi terpenuhi3. Kebutuhan cairan dapat terpenuhi4. Nyeri pada abdomen teratasi

Post operasi Hirschsprung

1. Integritas kulit lebih baik2. Nyeri berkurang atau hilang3. Pengetahuan meningkat tentang perawatan pembedahan terutama

pembedahan kolon

KOLOSTOMI

A. Pengertian     Kolostomi adalah suatu lumbang buatan pada usus besar dan aperture pd kulit yang berfungsi sebagai anus.

B. Indikasi/Kontraindikasi     Hal ini akan memuaskan pada anak yang lebih tua, tetapi pada anak bayi kolostomi dipertahankan sampai umur bayi cukup agar dilakukan tindakan koreksi.

C.Tujuan     Tujuan kolostomi adalah untuk mengosongkan kolon dari feses, gas atau mucus, membersihkan saluran usus saluran usus bawah dan membuat pola defekasi teratur sehingga aktivitas kehidupan normal dapt dilanjutkan

D. Persiapan alat

1. sarung tangan bersih2. handuk3. air hangat4. sabun mandi yang lembut5. kantong kolostomai ayang bersih dengan ukuran stoma6. bengkok atau pespot7. kasa8. vaselin9. tempat sampah10. gunting11. cetakan ukuran stome

E. Format penilaian

18

Page 19: BAB II Atresia Ani

    1. pengkajian

cek perencanaan cek kemampuan klien identifikasi tipe dan lokasi kolostomi

   2. perencanaan

cuci tanagan persiapan alat

          -sarung tangan bersih          -handuk          -air hangat          -sabun mandi yang lembut          -kantong kolostomai ayang bersih dengan ukuran sesuai ukuran stoma          -bengkok atau pespot          -kasa          -vaselin          -tempat sampah          -gunting          -cetakan ukuran stome

persiapan klien

         - menjelaskan prosedur ke klien dan keluarga         - mengatur posisi semi fowler         - memasang sampiran

  3. Implementasi

mendekatkan alat-alat ke klien pasang handuk dekat bengkok ke klien pasang sarung tangan bersih buka kantong lama dan buang ke tempat sampah bersikan stoma dan kulit sekotar stoma dengan sabun lembut dan air

hangat lindungi stoma dengan tissu atau kassa agar fases tidak mengotori kulit yg

sudah dibersihkan keringkan kulit sekitar stoma dengan tissue atau kasa persiapkan kantong stoma sesuai dengan ukuran dan jenis stoma  pasang kantong stoma beri vaselin atau salep sekitar kulit apa bila kantong stoma terlalu besar buka sarung tangan

19

Page 20: BAB II Atresia Ani

bereskan alat cuci tangan dengan antiseptic dan air mengalir

 4. Evaluasi

keamanan kantong kebersihan area bau kenyamanan klien

 5. Dokumentasi

waktu pelaksanaan jumlah dan karakteristik fases keadaan stoma ( tanda infeksi ) Alat-alat yang digunakan untuk menganti kantong respon klien nama perawat yang melakukan tindakan

BAB III

20

Page 21: BAB II Atresia Ani

PENUTUP

KESIMPULAN

Penyakit hisprung merupakan penyakit yang sering menimbulkan masalah. Baik masalah fisik, psikologis maupun psikososial. Masalah pertumbuhan dan perkembangan anak dengan penyakit hisprung yaitu terletak pada kebiasaan buang air besar. Orang tua yang mengusahakan agar anaknya bisa buang air besar dengan cara yang awam akan menimbulkan masalah baru bagi bayi/anak. Penatalaksanaan yang benar mengenai penyakit hisprung harus difahami dengan benar oleh seluruh pihak. Baik tenaga medis maupun keluarga. Untuk tecapainya tujuan yang diharapkan perlu terjalin hubungan kerja sama yang baik antara pasien, keluarga, dokter, perawat maupun tenaga medis lainnya dalam mengantisipasi kemungkinan yang terjadi.

Atresia ani atau anus imperforata disebut sebagai malformasi anorektal, adalah suatu kelainan kongenital tanpa anus atau dengan anus tidak sempurna, termasuk Agenesis ani, Agenesis rekti dan Atresia rekti. Insiden 1 : 5000 kelahiran yang dapat muncul sebagai penyakit tersering yang merupakan syndrom VACTRERL ( Vertebra, Anal, Cardial, Esofageal, Renal, Limb). Kelainan kongenital pada anus ini biasanya disebabkan karena putusnya saluran pencernaan dari atas dengan daerah dubur, kegagalan pertumbuhan saat bayi dalam kandungan berusia 12 minggu /3 bulan, dan adanya gangguan atau berhentinya perkembangan embriologik didaerah usus, rektum bagian distal serta traktus urogenitalis, yang terjadi antara minggu keempat sampai keenam usia kehamilan.

DAFTAR PUSTAKA

21

Page 22: BAB II Atresia Ani

Betz, Cecily, L. Dan Linda A. Sowden 2002. Buku Saku Keperawatan Pediatrik. Edisi ke-3. Jakarta : EGC.

Ngastiyah. 1997. Perawatan Anak Sakit. Jakarta : EGC

Kartono, Darmawan. 2004. Penyakit Hirschsprung. Jakarta : Sagung Seto.

Wong, Donna L. 2003. Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik.Sri Kurnianingsih (Fd), Monica Ester (Alih bahasa) edisi – 4 Jakarta : EGC.

Corwin, Elizabeth J. 2000. Buku Saku Patofisiologi. Alih bahasa : Brahm U Pendit. Jakarta : EGC.

Carpenito , Lynda juall. 1997 . Buku saku Diagnosa Keperawatan.Edisi ke -^. Jakarta : EGC

Staf Pengajar Ilmu kesehatan Anak . 1991. Ilmu Kesehatan Anak . Edisi Ke-2 . Jakarta : FKUI .

http://rickireza.blogspot.com/2011/12/askep-atresia-ani.html

http://hidayat2.wordpress.com/2009/04/11/askep-atresia-ani/

http://kuliahiskandar.blogspot.com/2012/05/praktek-kolostomi-pada-anak.html

22