asuhan keperawatan

Upload: muhammad-faisal-tanjung

Post on 03-Mar-2016

15 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

CVA infark (Cerebro Vascular Accident Infark. BAB 2

TRANSCRIPT

10

BAB 2TINJAUAN PUSTAKA

Dalam bab 2 ini menguraikan secara teoritis mengenai konsep penyakit dan asuhan keperawatan CVA infark (Cerebro Vascular Accident Infark. Konsep penyakit menguraikan definisi, etiologi, patofisiologi, dan cara penanganan secara medis. Asuhan keperawatan yang terdiri dari pengkajian, diagnosa, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi.2.1 Konsep Penyakit CVA infark (Cerebro Vascular Accident Infark)2.1.1 Definisi CVA infark (Cerebro Vascular Accident Infark)CVA infark (Cerebro Vascular Accident Infark) adalah sindrom klinik yang awalnya timbul mendadak, progresif cepat, berupa deficit neurologi fokal atau global yang berlangsung 24 jam terjadi karena trombositosis dan emboli yang menyebabkan penyumbatan yang bisa terjadi di sepanjang jalur pembuluh darah yang menuju otak (Suzzane, 2002: 2131).2.1.2 Etiologi CVA infark (Cerebro Vascular Accident Infark)Ada beberapa penyebab CVA infark :

1. Trombosis serebri

Terjadi pada pembuluh darah yang mengalami oklusi sehingga menyebabkan iskemi jaringan otak yang dapat menimbulkan edema dan kongesti sekitarnya. Trombosis biasanya terjadi pada orang tua yang sedang tidur atau bangun tidur. Terjadi karena penurunan aktifitas simpatis dan penurunan tekanan darah. Trombosis serebri ini disebabkan karena adanya :

1) Aterosklerotis : mengerasnya atau berkurangnya kelenturan dan elastisitas dinding pembuluh darah 2) Hiperkoagulasi:Darahyangbertambahkentalyangakanmenyebabkan viskositasatauhematocritmeningkatsehinggadapatmelambatkan aliran darahserebral 3) Arteritis:radangpadaarteri4) Hipertensi2. Emboli

Dapat terjadi karena adanya penyumbatan pada pembuluh darah otak oleh bekuan darah, lemak dan udara. Biasanya emboli berasal dari thrombus di jantung yang terlepas dan menyumbat system arteri serebri. Keadaan-keadaan yang dapat menimbulkan emboli :

1) Penyakit jantung reumatik2) Infarkmiokardium3) Fibrilasidankeadaanaritmia:dapatmembentukgumpalan-gumpalan kecilyangdapatmenyebabkanemboliserebri.4) Endokarditis:menyebabkangangguanpadaendocardium.5) Diabetesmilletus6) Obesitas7) Kolesterolmeningkat8) Gayahidupyangtidakbaik(Muttaqin, 2008:234)2.1.3 Klasifikasi CVA infark (Cerebro Vascular Accident Infark)Berdasarkanpatologiserangannya(Brasherz,2008:274)1. Oklusiaterotrombotikpadaarteriekstrakranial(terutamapadabiturkasio karotisatauintracranial).2. Kardioemboli akibat fibrilasi atrial, infark miokard terbaru aneurisma ventrikel, gagal jantung kongestif/penyakit vaskuler.3. Lakunarakibatinfarkcerebraldalampadaarterilentikulostrista.4. Hemodinamikakibatpenurunanperfusicerebralglobal.2.1.4 Komplikasi CVA infark (Cerebro Vascular Accident Infark)Berdasarkanpatologiserangannya(Brasherz,2008:274)1. Oklusiaterotrombotikpadaarteriekstrakranial(terutamapadabiturkasio karotisatauintracranial)2. Kardioemboliakibatfibrilasiatrial,infarkmiokardterbaru aneurismaventrikel,gagaljantungkongestif/penyakitvaskuler3. Lakunarakibatinfarkcerebraldalampadaarterilentikulostrista4. Hemodinamikakibatpenurunanperfusicerebralglobal2.1.5 Pencegahan dan resikoPencegahan pneumonia bersifat nonspesisifk tetapi termasuk mengurangi kemiskinan, nutrisi buruk, perumahan yang buruk, merokok tembakau, dan konsumsi alkohol (Woodheas et al, 1987 di dalam buku Francis, 2006). Penyakit kardiorespirasi yang mendasari juga meningkatkan predisposisi terhadap pneumonia, demikian pula usia (yang sangat muda atau sangat tua) (Francis, 2006).

Vaksinasi pneumokokus direkomendasikan oleh Departemen Kesehatan bagi semua orang berusia dua tahun atau lebih, yang berpeluang mengalami infeksi pneumokokus yang lebih sering atau lebih serius. Walaupun demikian, tidak ada bukti bahwa vaksinasi cenderung mencegah pneumonia yang didapat di komunitas pada pasien yang dikelompokkan dalam kelompok berisiko (Francis, 2006).2.1.6 Penatalaksanaan medisPasien diposisikan dalam keadaan fowler dengan sudut 45. Kematian sering kali berhubungan dengan hipotensi, hipoksia, aritmia kordis, dan penekanan susunan saraf pusat, maka penting untuk dilakukan pengaturan keseimbangan cairan elektrolit dan asam-basa dengan baik, pemberian O2 di alveoli-arteri, dan mencegah hipoksia seluler. Pemberian O2 sebaiknya dalam konsentrasi yang tidak beracun (PO240) untuk mempertahankan PO2 arteri sekitar 60-70 mmHg dan juga penting mengawasi pemeriksaaan analisa gas darah.

Pemberian cairan intravena untuk IV line dan pemenuhan hidrasi tubuh untuk mencegah penurunan dan volume cairan tubuh secara umum. Bronkodilator seperti Aminofilin dapat diberikan untuk memperbaiki drainase sekret dan distribusi ventilasi. Terkadang mungkin timbul dilatasi lambung mendadak, terutama jika pneumonia mengenai lobus bawah yang dapat menyebabkan hipotensi. Jika hipotensi terjadi, segera atasi hipoksemia arteri dengan cara memperbaiki volume intravaskular dan melakukan dekompresi lambung. Kalau hipotensi tidak dapat diatasi, dapat dipasang kateter Swan-Ganz dan infus Dopamin (2-5 g/kg/menit). Bila perlu dapat diberikan Analgesik untuk mengatasi nyeri pleura.

Pemberian antibiotik terpilih, seperti Penisilin diberikan secara intramuskular 2x600.000 unit sehari. Penisilin diberikan selama sekurang-kurangnya seminggu sampai pasien tidak mengalami sesak napas lagi selama tiga hari dan tidak ada komplikasi lain. Pasien dengan abses paru dan empiema memerlukan antibiotik lebih lama. Untuk pasien yang alergi terhadap Penisilin dapat diberikan Eritromisin. Tetrasiklin jarang digunakan untuk pneumonia karena banyak yang resisten.

Pemberian Sefalosporin harus hati-hati untuk pasien yang alergi terhadap Pensilin, karena dapat menyebabkan reaksi hipersensitif silang terutama dari tipe anafilaksis. Dalam 12-36 jam, setelah pemberian Pensilin, suhu, denyut nadi, frekuensi pernapasan menurun serta nyeri pelura menghilang. Pada 20% pasien, demam berlanjut sampai lebih dari 48 jam setelah obat dikonsumsi (Muttaqin, 2008).2.2 Konsep Asuhan KeperawatanProses keperawatan adalah suatu sistem dalam merencanakan pelayanan asuhan keperawatan yang mempunyai lima tahapan yaitu: pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi. Proses perawatan merupakan suatu pendekatan untuk memecahkan masalah yang sistematik dalam memberikan pelayanan perawatan serta dapat menghasilkan rencana keperawatan yang menerangkan kebutuhan setiap pasien seperti yang tersebut di atas yaitu melalui lima tahapan.2.2.1 Pengkajian

Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan proses sistematis dalam pengumpulan data dari berbagai sumber data, data primer (pasien) dan data sekunder (keluarga dan tenaga kesehatan) untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan pasien (Layer et al, 1996 di dalam buku Nursalam, 2001). Data yang dikumpulkan dalam pengkajian ini meliputi unsur bio-psiko-sosial dan spiritual. Dalam proses pengkajian ada dua tahap yang perlu dilalui yaitu pengumpulan data dan analisa data.1) IdentitasMeliputi:Nama,umur,jeniskelamin,alamat,agama,suku bangsa, pendidikan, tanggal MRS, tanggal pengkajian, diagnose medis.2) Aktifitas/istirahatGejala : -Merasa kesulitan untuk malakukan aktivitas karena kelemahan, kehilangan sensasi atau paralisis (hemiplegia).

-Merasamudah lelah, susah untuk beristirahat (nyeri/kejangoto)Tanda: -Gangguan tonus otot (flaksit/spatis), paralitik (hemiplegia),danterjadi kelemahan umum.- Gangguanpenglihatan- Gangguantingkatkesadaran3. Sirkulasi

Gejala: -Adanya penyakit jantung (Mi, reumatik/ Penyakit jantung vaskuler, GJK, endokarditis bacterial), polisitemia, riwayat hipotensi postural.

Tanda: -hipertensi arterial (dapa ditemukan/ terjadi pada CSV) sehubungan dengan adanya embolisme/ malformasi faskuler.-Nadi: Frekuensi dapat bervariasi (karena ketidak stabilan fungsi jantung / kondisi jantung, obat-obatan, efek stroke pada pusat vasomotor)-Disritmia,perubahanEKG-Desiran pada karotis, femoralis, dan arteri iliaka/ aorta yang abnormal)4. IntregitasEgoGejala: -Perasaan tidak berdaya, perasaan putus asaTanda: -Emosi yang labil dan ketidak siapan untuk marah, sedih dan gembira.5. Eliminasi

Gejala: -Perubahan pola berkemih, seperti inkontinensia urin, anuria.

-Distensi abdomen (distensi kandung kemihberlebihan),bisingusus negative (ileus paralitik)6. Makanan/ CairanGejala: -Nafsu makan hilang

-Mual muntah selama fase akut (peningkatan TIK)-Kehilangan sensasi (rasa kecap) pada lidah, pipi dan tenggorok, disfagia.Tanda: -Kesulitan menelan (gangguan pada refleksi paratum dan faringeal), obesitas (factor resiko).7. NeurosensoriGejala:-Sinkope/pusing (sebelumseranganCSV/ selamaTIA)-Sakit kepala; akan sangat berat dengan adanya perdarahan intraserebral atau sub arachnoid.-Kelemahan/ kesmutan/ kebas (biasanya terjadi selama serangan TIA, yang ditemukan dalam berbagai derajat pada stroke jenis yang lain); sisi yang tetkena terlihat seperti mati/ lumpuh.Penglihatan menurun, seperti buta total, kehilangan daya lihat sebagian, (kebutaan monokuler), penglihatan ganda (diplopia) atau gangguan yang lain.

-Sentuhan: Hilangnya rangsang sensorik kontralateral (pada isis tubuh yang berlawanan) pada ekstermitas dan kadang- kadang pada ipsilateral (yang satu sisi) pada wajah.

-Gangguan rasa pengecapan dan penciuman.

Tanda: -Status mental/ tingkat kesadaran: Biasanya terjadi koma pada tahap awal hemoragis; ketidak sadaran biasanya akan tetap sadar jika penyebabnya adalah thrombosis yang bersifat alami; gangguan tingkah laku (seperti latergi, apatis, menyerang); gangguan fungsi kognitif (seperti penurunan memori, pemecahan masalah). Ekstermitas: Kelemahan/ paralisis (kontralateral pada semua jenis stroke), genggaman tidak sama, reflex tendon melemah secara kontralateral.-Pada wajah terjadi paralisis atau parase (ipsilateral).

-Afasia: Gangguan atau kehilangan fungsi bahasa mungkin afasia motorik (kesulitan untuk mengungkapkan kata), reseptif (afasia sensorik) yaitu kesulitan untuk memahami kata-kata secara bermakna, atau afasia global yaitu gabungan dari kedua hal diatas.-Kehilangan kemampuan untuk mengenali/ menghayati masuknya rangsang visual, pendengara, taktil (agnosia), seperti gangguan kesadaran terhadap citra tubuh, kewaspadaan, kelalaian terhadap bagian tubuh yang terkena, gangguan persepsi.

-kehilangan kemampuan menggunakan motorik saat pasien ingin menggerakannya (apraksia)

-Ukuran atau reaksi pupil tidak sama, dilatasi atau miosis pupil ipsilateral (perdarahan atau herniasi).

8. Nyeri/kenyamanan

Gejala: -Sakit kepala dengan intensitas yang berbeda-beda (karena arteri karotis terkena)

Tanda: -Tingkah laku yang tidak stabil, gelisah, ketegangan pada otot/ facia.9. PernapasanGejala: -Merokok (factor resiko)Tanda: -Ketidakmampuan menelan/ batuk/ hambatan jalan napas.-Timbulnya pernapasan sulit dan atau takteratur.

-Suara napas terdengar / ronchi (aspirasi sekresi).

10. KeamananTanda: -Motorik / sensorik: Masala dengan penglihatan.-Perubahansensoriterhadaporientasi tempat tubuh (stroke kanan). Kesulitan untuk melihat objek dari sisi kiri (pada stroke kanan). Hilang kewaspadaan terhadap bagian tubuh yang sakit.-Tidak mampu mengenali objek, warna, kata dan wajah yang pernah dikenalinya dengan baik.

-Gangguan berespons terhadap panas dan dingin/gangguan regulasi suhu tubuh.

-Kesulitan dalam menelan, tidak mampu memenuhi kebutuhan nutrisi sendiri (mandiri).-Gangguan dalam memutuskan, perhatian sedikit terthadap keamanan, tidak sabar/ kurang kesadaran diri (stroke kanan)11. Interkasi Sosial

Tanda : -Masalah bicara, ketidakmampuan untuk berkomunikasi.

1) Penyuluhan/ Pembelajaran

Gejala: -Adanya riwayat hipertensi pada keluarga, stroke (factor resiko). Pemakaian kontrasepsi oral, kecanduan alcohol (factor resiko).

Pertimbangan : -DRG menunjukkan rerata lama dirawat: 7,3 hari

2) Rencana Pemulangan: -Mungkin memerlukan obat/ penanganan terapeutik.

-Bantuan dalam hal transportasi, berbelanja, penyiapan makanan, perawatan diri dan tugas- tugas rumah/ mempertahankan kewajiban. Perubahan dalam susunan rumah secara fisik, tempat transisi sebelum kembali ke lingkungan rumah.

1) Pemeriksaan fisik1. B1 (Breathing)Pemeriksaan fisik pada pasien dengan pneumonia merupakan pemeriksaan fokus, berurutan, pemeriksaan ini terdiri atas inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi.

1) InspeksiBentuk dada dan gerakan pernapasan. Gerakan pernapasan simetris. Pada pasien dengan pneumonia sering ditemukan peningkatan frekuensi napas cepat dan dangkal, serta adanya retraksi sternum dan Intercostal Space (ICS).

Batuk dan sputum. Saat ini dilakukan pengkajian batuk pada pasien dengan pneumonia, biasanya didapatkan batuk produktif disertai dengan adanya peningkatan produksi sekret dan sekresi sputum yang purulen.2) PalpasiGerakan dinding thoraks anterior atau ekskrusi pernapasan. Pada palpasi pasien dengan pneumonia, gerakan dada saat bernapas biasanya normal dan seimbang antara bagian kanan dan kiri.Getaran suara (fremitus vokal). Taktil fremitus pada pasien dengan pneumonia biasanya normal.3) PerkusiPasien dengan pneumonia tanpa disertai komplikasi, biasanya didapatkan bunyi resonan atau sonor pada seluruh lapang paru. Bunyi redup perkusi pada pasien dengan pneumonia didapatkan apabila bronchopneumonia menjadi suatu sarang (kunfluens).4) AuskultasiPada pasien dengan pneumonia, didapatkan bunyi napas melemah dan bunyi napas tambahan ronchi basah pada sisi yang sakit. Penting bagi perawat pemeriksa untuk mendokumentasikan hasil auskultasi di daerah mana didapatkan adanya ronchi.

2. B2 (Blood)Pada pasien dengan pneumonia pengkajian yang didapat meliputi:Inspeksi: Didapatkan adanya kelemahan fisik secara umum

Palpasi: Denyut nadi perifer melemah

Perkusi: Batas jantung tidak mengalami pergeseran

Auskultasi: Tekanan darah biasanya normal. Bunyi jantung tambahan biasanya tidak didapatkan

3. B3 (Brain)Pasien dengan pneumonia yang berta sering terjadi penurunan kesadaran, didapatkan sianosis perifer apabila gangguan perfusi jaringan berat. Pada pengkajian objektif, wajah pasien tampak meringis, menangis, merintih, meregang, dan menggeliat.4. B4 (Bladder)Pengukuran volume output urine berhubungan dengan intake cairan, oleh karena itu, perawat perlu memonitor adanya oliguria karena hal tersebut merupakan tanda awal dari syok.5. B5 (Bowel)Pasien biasanya mengalami mual, muntah, penurunan nafsu makan, dan penurunan berat badan.6. B6 (Bone)Kelemahan dan kelelahan fisik secara umum sering menyebabkan ketergantungan pasien terhadap bantuan orang lain dalam melakukan aktivitas sehari-hari.(Muttaqin, 2008: 103)2) Pemeriksaan penunjang

1. Pemeriksaan laboratorium:1) Analisa darah: Untuk mengetahui jumlah darah seluruhnya dan jumlah leukosit2) Analisa urine: Untuk mengetahui peningkatan bilirubin penurunan kadar natrium

2. Pemeriksaan lain:1) Foto thoraks2) Pemeriksaan ECG3) Pemeriksaan gram/kultur sputum4) Pemeriksaan serogi: kultur virus2.2.2 Diagnosis1) Analisa dataMenurut Gordon (1982) di dalam buku Nursalam (2001), analisa data adalah pengelompokkan data pasien atau keadaan tertentu dimana pasien mengalami permasalahan kesehatan atau keperawatan berdasarkan kriteria permasalahannya. Setelah data dikelompokkan, maka perawat dapat mengidentifikasi masalah keperawatan pasien dan merumuskannya2) Diagnosa keperawatanDiagnosa keperawatan adalah suatu pernyataan yang menjelaskan respons manusia (status kesehatan atau resiko perubahan pola) dari individu atau kelompok dimana perawat secara akontabilitas dapat mengidentifikasi dan memberikan intervensi secara pasti untuk menjaga status kesehatan menurunkan, membatasi, mencegah, dan merubah (Carpenito, 2009).Diagnosa keperawatan pada pasien pneumonia adalah1. Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan peningkatan produksi sputum2. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan pengiriman oksigen (hipoventilasi)3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik (ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen)(Muttaqin, 2008)2.2.3 Perencanaan

Menurut SAK (Standart Asuhan Keperawatan) atau SOP (Standar Operasional Prosedur) dari Depkes R.I, 1995 di dalam buku Nursalam (2001), rencana keperawatan merupakan metode komunikasi tentang asuhan keperawatan kepada pasien. Setiap pasien yang memerlukan asuhan keperawatan perlu suatu perencanaan yang baik.Perencanaan diagnosa keperawatan 1

Tabel 2.2 Perencanaan diagnosa: ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan peningkatan produksi sputumKetidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan peningkatan produksi sputum (Muttaqin, 2008: 106)

Tujuan dan kriteria hasilRencana TindakanRasional

Tujuan:

Dalam waktu 3x24 jam setelah dilakukan asuhan keperawatan kebersihan jalan napas kembali efektif

Kriteria hasil:

1. Pasien mampu melakukan batuk efektif

2. Pernapasan pasien normal (16-20 x/menit) tanpa ada penggunaan alat bantu napas

3. Bunyi napas normal, ronchi -/-

4. Pergerakan pernapasan normal1. Ajarkan metode batuk efektif dan terkontrol1. Batuk tidak terkontrol akan melelahkan pasien

2. Lakukan perawatan mulut yang baik2. Meningkatkan rasa nyaman

3. Observasi frekuensi atau kedalaman pernapasan dan gerakan dada

3. Takipnea, pernapasan dangkal, dan gerakan dada tak simetris sering terjadi karena ketidaknyamanan gerakan dinding dada dan cairan paru

4. Observasi kemampuan pasien mengeluarkan sekresi. Catat karakter dan volume sputum4. Pengeluaran sulit bila sekret sangat kental (efek infeksi dan hidrasi yang tidak adekuat)

5. Auskultasi area paru, catat area penurunan atau taka da aliran udara, dan bunyi napas adventisius, misalnya krekels, mengi

5. Penurunan aliran udara terjadi pada area konsolidasi dengan cairan. Bunyi napas bronkial (normal pada bronkus) dan mengi terdengar pada inspirasi dan atau ekspirasi pada respon terhadap pengumpulan cairan, sekret kental, dan spasme jalan napas atau obstruksi

6. Bantu pasien latihan napas dalam yang sering. Tunjukkan atau bantu pasien mempelajari melakukan batuk, misalnya menekan dada dan batuk efektif

6. Napas dalam memudahkan ekspansi maksimum paru-paru atau jalan napas lebih kecil. Batuk adalah mekanisme pembersihan jalan napas alami, membantu silia untuk mempertahankan jalan napas paten. Penekanan menurunkan ketidaknyamanan dada dan posisi duduk memungkinkan upaya napas lebih dalam dan lebih kuat

7. Berikan posisi semifowler7. Memaksimalkan ekspansi paru dan menurunkan upaya bernapas dan meningkatkan gerakan sekret ke jalan napas besar untuk dikeluarkan

8. Berikan cairan sedikitnya 2.500 cc/hari (kecuali kontraindikasi). Tawarkan air hangat, daripada dingin8. Cairan (khususnya yang hangat) memobilisasi dan mengeluarkan sekret

9. Berikan cairan tambahan, yaitu IV dan oksigen9. Cairan diperlukan untuk menggantikan kehilangan (termasuk yang tak tampak), dan memobilisasi sekret

10. Berikan obat sesuai indikasi: mukolitik

10. Alat untuk menurunkan spasme bronkus dengan mobilisasi sekret

11. Penghisapan sesuai indikasi11. Merangsang batuk/pembersihan jalan napas secara mekanik pada pasien yang tak mampu melakukan batuk efektif/penurunan tingkat kesadaran

Perencanaan diagnosa keperawatan 2

Tabel 2.3 Perencanaan diagnosa: kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan pengiriman oksigen (hipoventilasi)Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan pengiriman oksigen (hipoventilasi) (Dongoes, 2000: 168)

Tujuan dan kriteria hasilRencana TindakanRasional

Tujuan:

Dalam waktu 3x24 jam setelah dilakukan asuhan keperawatan gangguan pertukaran gas tidak terjadi

Kriteria hasil:

1. Melaporkan tak adanya/penurunan dispnea2. Pasien menunjukkan tidak ada gejala distres pernapasan

3. Menunjukkan perbaikan ventilasi dan oksigen jaringan adekuat dengan gas darah arteri dalam rentang normal1. Observasi dispnea, takipnea, bunyi napas, peningkatan upaya pernapasan, ekspansi thoraks, dan kelemahan

1. Pneumonia mengakibatkan efek luas pada paru, bermula dari bagian kecil bronkhopneumonia sampai inflamasi difus yang luas, nekrosis, efusi pleura, dan fibrosis yang luas. Efeknya terhadap pernapasan bervariasi dari gejala ringan, dispnea berat, dan distres pernapasan

2. Evaluasi perubahan tingkat kesadaran, catat sianosis, dan perubahan warna kulit, termasuk membran mukosa dan kuku2. Akumulasi sekret dan berkurangnya jaringan paru yang sehat dapat mengganggu oksigenasi organ vital dan jaringan tubuh

3. Ajarkan dan motivasi pernapasan bibir selama ekspirasi khususnya untuk pasien dengan fibrosis dan kerusakan parenkim paru3. Membuat tahanan melawan udara luar untuk mencegah kolaps/penyempitan jalan napas sehingga membantu menyebarkan udara melalui paru dan mengurangi napas pendek

4. Tingkatkan tirah baring, batasi aktivitas, dan bantu kebutuhan perawatan diri sehari-hari sesuai keadaan pasien4. Menurunkan konsumsi oksigen selama periode penurunan pernapasan dan dapat menurunkan beratnya gejala

5. Observansi frekuensi, kedalaman, dan kemudahan bernapas5. Manifestasi distres pernapasan tergantung pada/indikasi derajat keterlibatan paru dan status kesehatan umum

6. Observasi frekuensi jantung/irama

6. Takikardia biasanya ada sebagai akibat demam/dehidrasi, tetapi dapat sebagai respon terhadap hipoksemia

7. Observasi suhu tubuh, sesuai indikasi. Bantu tindakan kenyamanan untuk menurunkan demam dan menggigil, misalnya selimut tambahan/menghilangkannya, suhu ruangan nyaman, kompres hangat/dingin7. Demam tinggi (umum pada Pneumonia bacterial dan influenza) sangat meningkatkan kebutuhan metabolik, kebutuhan oksigen, dan mengganggu oksigenasi seluler

8. Pertahankan istirahat dan tidur. Motivasi menggunakan teknik relaksasi dan aktivitas senggang8. Mencegah terlalu lelah dan menurunkan kebutuhan/konsumsi oksigen untuk memudahkan perbaikan infeksi

9. Tinggikan kepala dan motivasi sering mengibah posisi, napas dalam, dan batuk efektif9. Tindakan ini meningkatkan inspirasi maksimal, meningkatkan pengeluaran sekret untuk memperbaiki ventilasi

10. Berikan terapi oksigen sesuai kebutuhan tambahan10. Terapi oksigen dapat mengoreksi hipoksemia yang terjadi akibat penurunan ventilasi/menurunnya permukaan alveolar paru

Perencanaan diagnosa keperawatan 3

Tabel 2.4: Perencanaan diagnosa: Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik (ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen)Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik (ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen) (Tamsuri, 2008: 60)

Tujuan dan kriteria hasilRencana TindakanRasional

Tujuan:

Dalam waktu 3x24 jam setelah dilakukan asuhan keperawatan

Kriteria hasil:

1. Pasien dapat meningkatkan toleransi terhadap aktivitas2. Pasien dapat melakukan aktivitas, dapat berjalan lebih jauh tanpa mengalami napas tersengal-sengal, sesak napas, dan kelelahan3. Melaporkan tak adanya/penurunan dispnea4. Pasien menunjukkan tidak ada gejala distres pernapasan5. Menunjukkan perbaikan ventilasi dan oksigen jaringan adekuat dengan gas darah arteri dalam rentang normal

1. Observasi frekuensi nadi dan napas sebelum dan sesudah aktivitas1. Mengidentifikasi kemajuan/penyimpangan dari sasaran yang diharapkan

2. Tunda aktivitas jika frekuensi nadi dan napas meningkat secara cepat dan pasien mengeluh sesak napas dan kelelahan, tingkatkan aktivitas secara bertahap untuk meningkatkan toleransi2. Gejala tersebut merupakan tanda adanya intoleransi aktivitas. Konsumsi oksigen meningkat jika aktivitas meningkat dan daya tahan tubuh pasien dapat bertahan lebih lama jika ada waktu istirahat di antara aktivitas

3. Bantu pasien dalam melaksanakan aktivitas sesuai dengan kebutuhannya. Beri pasien waktu beristirahat tanpa diganggu berbagai aktivitas3. Membantu menurunkan kebutuhan oksigen yang meningkat akibat peningkatan aktivitas

4. Pertahankan terapi oksigen selama aktivitas dan lakukan tindakan pencegahan terhadap komplikasi akibat imobilisasi jika pasien dianjurkan tirah baring lama4. Aktivitas fisik meningkatkan kebutuhan oksigen dan sistem tubuh akan berusaha menyesuaikannya. Keseluruhan sistem berlangsung dalam tempo yang lebih lambat saat tidak ada aktivitas fisik (tirah baring). Tindakan perawatan yang spesifik dapat meminimalkan komplikasi imobilisasi

5. Berikan lingkungan tenang dan batasi pengunjung selama fase akut sesuai indikasi. Motivasi penggunaan manajemen stres dan pengalih yang tepat5. Menurunkan stres dan rangsangan berlebihan, meningkatkan istirahat

6. Jelaskan pentingnya istirahat dalam rencana pengobatan dan perlunya keseimbangan aktivitas dan istirahat

6. Tirah baring dipertahanakan selama fase akut untuk menurunkan kebutuhan metabolik, menghemat energi untuk penyembuhan. Pembatasan aktivitas ditentukan dengan respon individual pasien terhadap aktivitas dan perbaikan kegagalan pernapasan

7. Bantu aktivitas perawatan diri yang diperlukan. Berikan kemajuan peningkatan aktivitas selama fase penyembuhan7. Meminimalkan kelelahan dan membantu keseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen

8. Konsultasikan dengan dokter jika sesak napas tetap ada/bertambah berat saat istirahat8. Hal tersebut dapat merupakan tanda awal dari komplikasi khususnya gagal napas

2.2.4 PelaksanaanPelaksanaan adalah inisiatif dari rencana tindakan untuk mencapai tujuan yang spesifik (Layer et al 1996 di dalam buku Nursalam, 2008). Tahap pelaksanaan dimulai setelah rencana tindakan disusun dan ditujukan pada nursing oders untuk membantu pasien mencapai tujuan yang diharapkan. Oleh karena itu rencana tindakan yang spesifik dilaksanakan untuk memodifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi masalah kesehatan pasien.2.2.5 EvaluasiEvaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses keperawatan yang menandakan seberapa jauh diagnosa keperawatan, rencana tindakan, dan pelaksanaannya sudah berhasil dicapai (Ignatavicius dan Bayne, 1994 di dalam buku Nursalam, 2008).Tujuan evaluasi adalah untuk melihat kemampuan pasien dalam mencapai tujuan. Catatan perkembangan berisikan perkembangan atau kemajuan dari tiap-tiap masalah yang telah dilakukan tindakan dan disusun oleh semua anggota yang terlibat dengan menambahkan catatan perkembangan pada lembar yang sama.Evaluasi terdiri dari dua jenis yaitu: evalusi formatif dan evaluasi sumatif. Evaluasi formatif disebut juga sebagai evaluasi proses, evaluasi jangka pendek atau evaluasi berjalan, dimana evaluasi dilakukan sampai tujuan tercapai. Sedangkan evaluasi sumatif bisa disebut juga sebagai evaluasi hasil, evaluasi akhir atau evaluasi jangka panjang. Evaluasi ini dilakukan pada akhir tindakan keperawatan paripurna dan menjadi suatu metode dalam memonitor kualitas dan efisiensi tindakan yang diberikan. Beberapa acuan progress note dapat digunakan salah satunya SOAP. S merupakan data subyektif, O merupakan data obyektif, A merupakan analisa/assesment dan P merupakan plan.2.3 Kerangka Masalah Keperawatan2.3.1 Pathway pneumonia

(Muttaqin, 2008: 101)

Gambar 2.1 Bagan Pathway Pneumonia2.3.2 Patofisiologi pneumoniaPeradangan parenkim paru berasal dari adanya sumber infeksi di saluran pernapasan, sehingga timbul faktor predisposisi yaitu obstruksi mekanik di saluran pernapasan karena aspirasi bekuan darah, pus, bagian gigi yang menyumbat, makanan, dan tumor bronkus, daya tahan saluran pernapasan yang terganggu, aspirasi bakteri berulang.Dari aspirasi bakteri berulang dapat menyebabkan peradangan pada bronkus menyebar ke parenkim paru, sehingga terjadi edema trakeal/faringeal. peningkatan produksi sputum, terjadi konsolidasi, dan pengisian rongga alveoli oleh eksudat. Dari edema trakeal/faringeal dan peningkatan produksi sputum, dapat menyebabkan batuk produktif, sesak napas, penurunan kemampuan batuk efektif, sehingga muncul masalah keperawatan: ketidakefektifan bersihan jalan napas.Dari terjadinya konsolidasi dan pengisian rongga alveoli oleh eksudat dapat menyebabkan penurunan jaringan efektif paru dan kerusakan membran alveolar-kapiler yang dapat menimbulkan sesak napas, penggunaan otot bantu napas, pola napas tidak efektif, sehingga muncul masalah keperawatan: gangguan pertukaran gas.Dari terjadinya konsolidasi dan pengisian rongga alveoli oleh eksudat juga dapat menyebabkan reaksi sistemis: bakterimia/viremia, anoreksia, mual, demam, penurunan berat badan, dan kelemahan yang dapat menimbulkan peningkatan laju metabolisme umum, intake nutrisi tidak adekuat, tubuh makin kurus, ketergantungan aktivitas sehari-hari, kurangnya pemenuhan istirahat dan tidur, kecemasan, pemenuhan informasi, sehingga muncul masalah keperawatan: perubahan pemenuhan gizi kurang dari kebutuhan, gangguan pemenuhan ADL (Activity Daily Living), gangguan pemenuhan istirahat dan tidur, kecemasan, ketidaktahuan/pemenuhan informasi, dan hipertermi (Muttaqin, 2008).

Ada sumber infeksi di saluran pernapasan

Obstruksi mekanik saluran pernapasan karena aspirasi bekuan darah, pus, bagian gigi yang menyumbat, makanan, dan tumor bronkus

Daya tahan saluran pernapasan yang terganggu

Aspirasi bakteri berulang

Peradangan pada bronkus menyebar ke parenkim paru

Terjadi konsolidasi dan pengisian rongga alveoli oleh eksudat

Edema trakeal/faringeal

Peningkatan produksi sputum

Penurunan jaringan efektif paru dan kerusakan memban alveolar-kapiler

Reaksi sistemik: bakterimia/viremia, anoreksia, mual, demam, penurunan berat badan, dan kelemahan

Peningkatan laju metabolisme umum

Intake nutrisi tidak adekuat

Tubuh makin kurus

Ketergantungan aktivitas sehari-hari

Kurangnya pemenuhan istirahat dan tidur

Kecemasan

Pemenuhan informasi

Sesak napas, penggunaan otot bantu napas, pola napas tidak efektif

Batuk produktif

Sesak napas

Penurunan kemampuan batuk efektif

Ketidakefektifan bersihan jalan napas

Perubahan pemenuhan gizi kurang dari kebutuhan

Gangguan pemenuhan ADL (Activity Daily Living)

Gangguan pemenuhan istirahat dan tidur

Kecemasan

Ketidaktahuan/pemenuhan informasi

Hipertermi

Gangguan pertukaran gas

6