asuhan keperawatan dengan klien atresia bilier

63
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Atresia bilier adalah penyakit serius yang mana ini terjadi pada satu dari 10.000 anak-anak dan lebih sering terjadi pada anak perempuan daripada anak laki-laki dan pada bayi baru lahir Asia dan Afrika-Amerika daripada di Kaukasia bayi baru lahir. Penyebab atresia bilier tidak diketahui, dan perawatan hanya sebagian berhasil. Atresia bilier adalah alasan paling umum untuk pencangkokan hati pada anak-anak di Amerika Serikat dan sebagian besar dunia Barat (Santoso, Agus.2010. Health Academy). Atresia bilier terjadi karena proses inflamasi berkepanjangan yang menyebabkan kerusakan progresif pada duktus bilier ekstrahepatik sehingga menyebabkan hambatan aliran empedu. Jadi, atresia bilier adalah tidak adanya atau kecilnya lumen pada sebagian atau keseluruhan traktus bilier ekstrahepatik yang menyebabkan hambatan aliran empedu. Akibatnya di dalam hati dan darah terjadi penumpukan garam empedu dan peningkatan bilirubin direk. Hanya tindakan bedah yang dapat mengatasi atresia bilier. Bila tindakan bedah dilakukan pada usia 8 minggu, angka keberhasilannya adalah 86%, tetapi bila pembedahan dilakukan pada

Upload: sarah-safirah

Post on 16-Nov-2015

383 views

Category:

Documents


30 download

DESCRIPTION

Mata Kuliah Keperawatan PencernaanAsuhan Keperawatan dengan Klien Atresia BilierDiagnosa Keperawatan dan Nursing Care Plan Atresia Bilier

TRANSCRIPT

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Atresia bilier adalah penyakit serius yang mana ini terjadi pada satu dari 10.000 anak-anak dan lebih sering terjadi pada anak perempuan daripada anak laki-laki dan pada bayi baru lahir Asia dan Afrika-Amerika daripada di Kaukasia bayi baru lahir.Penyebab atresia bilier tidak diketahui, dan perawatan hanya sebagian berhasil.Atresia bilier adalah alasan paling umum untuk pencangkokan hati pada anak-anak di Amerika Serikat dan sebagian besar dunia Barat (Santoso, Agus.2010. Health Academy).

Atresia bilier terjadi karena proses inflamasi berkepanjangan yang menyebabkan kerusakan progresifpada duktus bilier ekstrahepatik sehingga menyebabkan hambatan aliran empedu. Jadi, atresia bilier adalah tidak adanya atau kecilnya lumen pada sebagian atau keseluruhan traktus bilierekstrahepatik yang menyebabkan hambatan aliran empedu. Akibatnya di dalam hati dan darah terjadi penumpukan garam empedu dan peningkatan bilirubin direk. Hanya tindakan bedah yang dapat mengatasi atresia bilier. Bila tindakan bedah dilakukan pada usia 8 minggu, angka keberhasilannya adalah 86%, tetapi bila pembedahan dilakukan pada usia > 8 minggu maka angka keberhasilannya hanya 36%. Oleh karena itu diagnosis atresia bilier harus ditegakkan sedini mungkin, sebelum usia 8minggu (Dr. Parlin.1991.Atresia Bilier. Jakarta: Ilmu Kesehatan Anak FK UI).Kerusakan hati yang timbul dari atresia bilier disebabkan oleh atresia dari saluran-saluran empedu yang bertanggung jawab untuk mengalirkan empedu dari hati.Empedu dibuat oleh hati dan melewati saluran empedu dan masuk ke usus di mana ia membantu mencerna makanan, lemak, dan kolesterol.Hilangnya saluran empedu menyebabkan empedu untuk tetap di hati.Ketika empedu mulai merusak hati, menyebabkan jaringan parut dan hilangnya jaringan hati.Akhirnya hati tidak akan dapat bekerja dengan baik dan sirosis akan terjadi.Setelah gagal hati, pencangkokan hati menjadi perlu.Atresia bilier dapat menyebabkan kegagalan hati dan kebutuhan untuk transplantasi hati dalam 1 sampai 2 tahun pertama kehidupan (Santoso, Agus.2010. Health Academy).

Atresia bilier ditemukan pada 1 dari 15.000 kelahiran. Rasio atresia bilier pada anakperempuan dan anaklaki-laki adalah 2:1. Meski jarang tetapi Jumlah penderita atresia bilier yang ditangani Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) pada tahun 2002-2003, mencapai 37-38 bayi atau 23 persen dari 162 bayi berpenyakit kuning akibat kelainan fungsi hati. Sedangkan DiInstalasi Rawat Inap Anak RSU Dr. Sutomo Surabaya antara tahun 1999-2004 dari 19270 penderita rawat inap, didapat 96 penderita dengan penyakit kuning gangguan fungsi hati didapatkan atresia bilier 9 (9,4%).

Dari 904 kasus atresia bilier yang terdaftar di lebih 100 institusi, atresia bilier didapat pada ras Kaukasia (62%), berkulit hitam (20%), Hispanik (11%), Asia (4,2%) dan Indian Amerika (1,5%) Kasus Atresia Bilier dilaporkan sebanyak 5/100.000 kelahiran hidup di Belanda, 5,1/100.000kelahiran hidup di Perancis, 6/100.000 kelahiran hidup di Inggris, 6,5/100.000 kelahiran hidup diTexas, 7/100.000 kelahiran hidup di Australia, 7,4/100.000 kelahiran hidup di USA, dan 10,6/100.000 kelahiran hidup di Jepang (Dr.Widodo.2009.Koran Indonesia Sehat.Jakarta: Yudhasmara).1.2 Rumusan Masalah

1. Apakah definisi dari Atresia bilier?

2. Apa sajakah klasifikasi dari Atresia bilier?

3. Apa sajakah faktor resiko dari Atresia bilier?

4. Apa sajakah etiologi dari Atresia bilier?

5. Apakah manifestasi klinis dari Atresia bilier?

6. Bagaimana penatalaksaan pada Atresia bilier?

7. Apa sajakah komplikasi dari Atresia bilier?

8. Bagaimana WOC dari Atresia bilier?

9. Bagaimana pengkajian pada klien dengan Atresia bilier?

10. Bagaimana diagnosa pada klien dengan Atresia bilier?

11. Bagaimana intervensi pada klien dengan Atresia bilier?

1.3 Tujuan

1. Tujuan Umum

Menjelaskan tentang konsep penyakit Atresia bilier serta pendekatan asuhan keperawatannya.

2. Tujuan Khusus

1. Mengidentifikasi definisi dari Atresia bilier2. Mengidentifikasi klasifikasi dari Atresia bilier3. Mengidentifikasi faktor resiko dari Atresia bilier4. Mengidentifikasi etilogi Atresia bilier5. Mengidentifikasi manifestasi klinis Atresia bilier6. Mengidentifikasi penatalaksaan pada Atresia bilier7. Mengidentifikasi komplikasi pada Atresia bilier8. Mengidentifikasi WOC pada Atresia bilier9. Mengidentifikasi pengkajian pada klien dengan Atresia bilier10. Mengidentifikasi diagnosa pada klien dengan Atresia bilier 11. Mengidentifikasi intervensi pada klien dengan Atresia bilier1.4 Manfaat

Mahasiswa mampu memahami tentang penyakit yang berhubungan dengan sistem endokrin (Atresia bilier) serta mampu menerapkan asuhan keperawatan pada klien dengan Atresia bilier dengan pendekatan Student Center Learning.

BAB 2

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Anatomy dan Fungsi sistem bilier

Sistem empedu terdiri dari organ-organ dan saluran (saluran empedu, kandung empedu, dan struktur terkait) yang terlibat dalam produksi dan transportasi empedu.

Ketika sel-sel hati mengeluarkan empedu, yang dikumpulkan oleh sistem saluran yang mengalir dari hati melalui duktus hepatika kanan dan kiri. Saluran ini akhirnya mengalir ke duktus hepatik umum. Duktus hepatika kemudian bergabung dengan duktus sistikus dari kantong empedu untuk membentuk saluran empedu umum, yang berlangsung dari hati ke duodenum (bagian pertama dari usus kecil).

Namun, tidak semua berjalan dari empedu langsung ke duodenum.Sekitar 50 persen dari empedu yang dihasilkan oleh hati adalah pertama disimpan di kantong empedu, organ berbentuk buah pir yang terletak tepat di bawah hati.

Kemudian, ketika makanan dimakan, kontrak kandung empedu dan melepaskan empedu ke duodenum disimpan untuk membantu memecah lemak.

gambar 1.1 sistem atresia bilier (Ohio State.2011)Fungsi utama sistem bilier yang meliputi:

a) untuk mengeringkan produk limbah dari hati ke duodenum

b) untuk membantu dalam pencernaan dengan pelepasan terkontrol empedu

Empedu merupakan cairan kehijauan-kuning (terdiri dari produk-produk limbah, kolesterol, dan garam empedu) yang disekresikan oleh sel-sel hati untuk melakukan dua fungsi utama, termasuk yang berikut:

a) untuk membawa pergi limbah

b) untuk memecah lemak selama pencernaan

Garam empedu adalah komponen aktual yang membantu memecah dan menyerap lemak. Empedu, yang dikeluarkan dari tubuh dalam bentuk kotoran, adalah apa yang memberikan kotoran warna gelapnya coklat (Tim Ohio State University.2011.Sistem Bilier.Columbus:Medical center).

2.2 Definisi Atresia bilier

Atresia bilier (biliary atresia) adalah suatu penghambatan di dalam pipa/saluran-saluran yang membawa cairan empedu (bile) dari liver menuju ke kantung empedu (gallbladder). Ini merupakan kondisi congenital, yang berarti terjadi saat kelahiran (Lavanilate.2010.Askep Atresia Bilier).

Atresia Billiary merupakan kelainan yang berkisar dari hipoplasiasegmental/generalisata saluran empedu dan atresia sampai obliterasilengkap duktur billiaris ekstra/intra hepatic (David Sabiston, 1994). Atresia Billiary merupakan kelainan kongenital yang berhubungan dengan kolangio hepatic intra uteri dimana saluran empedu mengalami fibrosis. Proses ini sering berjalan terus setelah bayi lahir sehingga prognosis umumnya buruk (Sjamsu Hidajat, 1998). Atresia Billiary merupakan obstruksi total aliran empedu karena destruksi/tidak adanya saluran/sebagian saluran empedu ekstra hepatic (Robbins Contrans, 1999). Atresia Billiary adalah tidak adanya/kecilnya lumen padasebagian/keseluruhan traktus bilier ekstra hepatic (Ringoringo P.). Jadi Atresia Billiary adalah suatu keadaan dimana saluran empedu tidak berbentuk atau tidak berkembang secara normal.

Fungsi dari sistem empedu adalah membuang limbah metabolik darihati dan mengangkut garam empedu yang diperlukan untuk mencerna lemak di dalam usus halus. Pada Atresia Billiary terjadi penyumbatan aliran empedudari hati ke kandung empedu. Hal ini bisa menyebabkan skerusakan hati dansirosis hati.Proses inflamasi berkepanjangan yang menyebabkan kerusakan progresif pada duktus bilier ekstrahepatik sehingga menyebabkan hambatan aliran empedu. Jadi, atresia bilier adalah tidak adanya atau kecilnya lumen pada sebagian atau keseluruhan traktus bilier ekstrahepatikyang menyebabkan inflamasi. Akibatnya di dalam hati dan darah terjadi penumpukan garam empedu dan peningkatan degenerasi edema hepatic dan bilirubin direk(Dr. Parlin.1991.Atresia Bilier. Jakarta: Ilmu Kesehatan Anak FK UI).Kementerian Kesehatan melaporkan bahwa Penyakit Atresia Bilier terjadi pada 1 banding 10 ribu hingga 15 ribu bayi lahir hidup. Dengan angka kelahiran hidup di Indonesia 4,5 juta pertahun, dari jumlah tersebut diprediksi bayi yang menderita penyakit tersebut mencapai 300-450 bayi setiap tahunnya. Rasio atresia bilier pada anak perempuan dan anak laki-laki adalah 1,4 : 1 (Wartapedia.2010).

Bayi dengan atresia bilier biasanya muncul sehat ketika mereka lahir. Gejala penyakit ini biasanya muncul dalam dua minggu pertama setelah hidup. Gejala-gejala seperti Ikterus, Jaundice Urin gelap Tinja berwarna pucat, Penurunan berat badan dan ini berkembang ketika tingkat ikterus meningkat. Pasien dengan atresia bilier dapat dibagi menjadi 2 grup, yakni :

1. Perinatal form ( IsolatedBiliary Atresia)

65 90 % Bentuk ini ditemukan pada neonatal dan bayi berusia 2-8 minggu. Inflmasi atau peradangan yang progresiv pada saluran empedu extrahepatik timbul setelah lahir. Bentuk ini tidak muncul bersama kelainan congenital lainnya.2. Fetal Embrionic form

10 35 % Bentuk ini ditandai dengan cholestatis yang muncul amat cepat, dalam 2 minggu kehidupan pertama. Pada bentuk ini, saluran empedu tidak terbentuk pada saat lahir dan biasanya disertai dengan kelainan congenital lainnya seperti situs inversus, polysplenia,malrotasi, dan lain-lain.

gambar 1.2 atresia bilier ekstrahepatik (wikipedia.2006)

Atresia biliary merupakan obliterasi atau hipoplasi satu komponen atau lebih dari duktus biliaris akibat terhentinya perkembangan janin, menyebabkan ikterus persisten dan kerusakan hati yang bervariasi dari statis empedu sampai sirosis biliaris, dengan splenomegali bila berlanjut menjadi hipertensi porta (Kamus Kedokteran Dorland 2002: 206).

Atresia bilier atau atresia biliaris ekstrahepatik merupakan proses inflamasi progresif yang menyebabkan fibrosis saluran empedu intrahepatik maupun ekstrahepatik sehingga pada akhirnya akan terjadi obstruksi saluran tersebut (Donna L. Wong 2008: 1028).

2.3 Klasifikasi Atresia bilier

Kasai mengajukan klasifikasi atresia bilier sebagai berikut :

gambar 1.3 tipe atresia bilier I. Atresia (sebagian atau total) duktus bilier komunis, segmen proksimal paten.

II. IIa. Obliterasi duktus hepatikus komunis (duktus bilier komunis, duktus sistikus, dan kandung empedu semuanyanormal).

IIb. Obliterasi duktus bilier komunis, duktus hepatikus komunis, duktus sistikus. Kandung empedu normal.

III. Semua sistem duktus bilier ekstrahepatik mengalami obliterasi, sampai ke hilus.

Tipe I dan II merupakan jenis atresia bilier yang dapat dioperasi (correctable), sedangkan tipe III adalah bentuk yang tidak dapat dioperasi (non-correctable). Sayangnya dari semua kasus atresia bilier, hanya 10% yang tergolong tipe I dan II.

Atresia Billiary cibagi menjadi 2 bagian yaitu:a. Atresia Billiary Intra Hepatik

Merupakan atresia yang dapat dikoreksi. Bentuk ini lebih jarangdibandingkan ekstra hepatik yang hanya 10 % dari penderita atresia.Ditemukan saluran empedu proksimal yang terbuka lumennya. Tetapitidak berhubungan dengan duodenum. Atresia hanya melibatkan duktuskoledukus distal. Sirosis bilier terjadi lambat.b. Atresia Billiary Ekstra Hepatik

Merupakan Atresia yang tidak dapat dikoreksi. Bentuk ini sekitar 90 %dari penderita atresia. Prognosis buruk menyebabkan kematian.Ditemukan bahwa seluruh sistem saluran empedu ekstra hepatik mengalami obliterasi sirosis bilier terjadi cepat. Gejala klinik dan patologik bergantung pada awal proses penyakitnya dan bergantung padasaat penyakit terdiagnosis. Atresia Ekstra Hepatik terbagi menjadi 2 yaitu:1. Embrional :

1/3 penderita atresia ekstra hepatik terjadi pada masa embrional. Awal prosesnya merusak saluran empedu mulai sejak masa intrauterinhingga saat bayi lahir. Pada penderita tidak ditemukan masa bebasikterus setelah pperiode ikterus neonatorum fisiologis (2 minggu pertama kelahiran).2. Perinatal:2/3 penderita atresia ekstra hepatik terjadi pada masa perinatal. Awal prosesnya adalah gejala ikterus setelah periode ikterus psikologik menghilang. Kemudian diteruskan ikterus yang progresif.

3. Kasai mengajukan klasifikasi atresia bilier sebagai berikut :a. I. Atresia (sebagian atau total) duktus bilier komunis, segmen proksimal paten.b. IIa. Obliterasi duktus hepatikus komunis (duktus bilier komunis, duktus sistikus, dankandung empedu semuanyanormal).c. IIb. Obliterasi duktus bilierkomunis, duktus hepatikus komunis, duktus sistikus. Kandungempedu normal.d. III. Semua sistem duktus bilier ekstrahepatik mengalami obliterasi, sampai ke hilus.Tipe I dan II merupakan jenis atresia bilier yang dapat dioperasi (correctable), sedangkantipe III adalah bentuk yang tidak dapat dioperasi (non-correctable). Sayangnya dari semua kasusatresia bilier, hanya 10% yang tergolong tipe I dan II.

Gambar 3. Klasifikas Atresia Bilier2.4 Etiologi

Etiologi Atresia Billiary masih belum diketahui dengan pasti. Atresia Billiary terjadi antara lain karena proses inflamasi berkepanjangan yang menyebabkan kerusakan progresif pada duktus bilier ekstra hepatik sehingga menyebabkan hambatan aliiran empedu. Ada juga sebagian ahli yang menyatakan bahwa faktor genetik ikut berperan, yang dikaitkan dengan adanya kelainan kromosom trisomi 17, 18 dan 21 serta terdapatnya anomalioragan pada 10-30 % kasus Atresia Billiary.Insiden Atresia Billiary adalah1/10000 sampai 1/14.000 kelahiran hidup. Rasio Atresia Billiary pada anak perempuan dan laki-laki adalah + 1,4 : 1.Dari 904 kasus Atresia Billiary yang terdaftar di lebih dari 100 institusi,Atresia Billiary terdapat pada Ras Kaukasia (62 %), berkulit hitam (20 %), Hispanik (11 %), Asia (4,2 %) dan Indian Amerika (1,5 %). Namun, sebagian besar penulis berpendapat bahwa atresia bilier adalah akibat proses inflamasi yang merusak duktus bilier, bisa karena infeksi atau iskemi (Behrman, Richard E. (1992).Beberapa anak, terutama mereka dengan bentuk janin atresia bilier, seringkali memiliki cacat lahir lainnya di jantung, limpa, atau usus.

Sebuah fakta penting adalah bahwa atresia bilier bukan merupakan penyakit keturunan. Kasus dari atresia bilier pernah terjadi pada bayi kembar identik, dimana hanya 1 anak yang menderita penyakit tersebut. Atresia bilier kemungkinan besar disebabkan oleh sebuah peristiwa yang terjadi selama hidup janin atau sekitar saat kelahiran.Kemungkinan yang "memicu" dapat mencakup satu atau kombinasi dari faktor-faktor predisposisi berikut:

a) infeksi virus atau bakteri

b) masalah dengan sistem kekebalan tubuh

c) komponen yang abnormal empedu

d) kesalahan dalam pengembangan saluran hati dan empedu

e) hepatocelluler dysfunction

2.5 Manifestasi Klinis

Bayi dengan atresia bilier biasanya muncul sehat ketika mereka lahir. Gejala penyakit ini biasanya muncul dalam dua minggu pertama setelah hidup. Gejala-gejala termasuk:

a) Ikterus, kekuningan pada kulit dan mata karena tingkat bilirubin yang sangat tinggi (pigmen empedu) tertahan di dalam hati dan akan dikeluarkan dalam aliran darah.Jaundice disebabkan oleh hati yang belum dewasa adalah umum pada bayi baru lahir. Ini biasanya hilang dalam minggu pertama sampai 10 hari dari kehidupan. Seorang bayi dengan atresia bilier biasanya tampak normal saat lahir, tapi ikterus berkembang pada dua atau tiga minggu setelah lahir

b) Urin gelap yang disebabkan oleh penumpukan bilirubin (produk pemecahan dari hemoglobin) dalam darah. Bilirubin kemudian disaring oleh ginjal dan dibuang dalam urin.

c) Tinja berwarna pucat, karena tidak ada empedu atau pewarnaan bilirubin yang masuk ke dalam usus untuk mewarnai feses. Juga, perut dapat menjadi bengkak akibat pembesaran hati.

d) Penurunan berat badan, berkembang ketika tingkat ikterus meningkat

e) degenerasi secara gradual pada liver menyebabkan jaundice, ikterus, dan hepatomegali, Saluran intestine tidak bisa menyerap lemak dan lemak yang larut dalam air sehingga menyebabkan kondisi malnutrisi, defisiensi lemak larut dalam air serta gagal tumbuh

Pada saat usia bayi mencapai 2-3 bulan, akan timbul gejala berikut:

a) Gangguan pertumbuhan yang mengakibatkan gagal tumbuh dan malnutrisi.

b) Gatal-gatal : karena asam empedu yang menumpuk dan menyebar kedalam aliran darah yang menyebabkan kulit merasa gatalc) Rewel

d) splenomegali menunjukkan sirosis yang progresif dengan hipertensi portal / Tekanan darah tinggi pada vena porta (pembuluh darah yang mengangkut darah dari lambung, usus dan limpa ke hati).2.6 Patofisiologi

Atresia bilier terjadi karenaproses inflamasi berkepanjangan yangmenyebabkan kerusakan progresifpada duktusbilier ekstrahepatik sehinggamenyebabkan hambatan aliran empedu, dan tidak adanya atau kecilnya lumen pada sebagian atau keseluruhan traktus bilier ekstrahepatik juga menyebabkan obstruksi aliran empedu

Obstruksi saluran bilier ekstrahepatik akan menimbulkan hiperbilirubinemia terkonjugasi yang disertai bilirubinuria. Obstruksi saluran bilier ekstrahepatik dapat total maupun parsial. Obstruksi total dapat disertai tinja yang alkoholik. Penyebab tersering obstruksi bilier ekstrahepatik adalah : sumbatan batu empedu pada ujung bawah ductus koledokus, karsinoma kaput pancreas, karsinoma ampula vateri, striktura pasca peradangan atau operasi.Obstruksi pada saluran empedu ekstrahepatik menyebabkan obstruksi aliran normal empedu dari hati ke kantong empedu dan usus. Akhirnya terbentuk sumbatan dan menyebabkan cairan empedu balik ke hati ini akan menyebabkan peradangan, edema, degenerasi hati. Dan apabila asam empedu tertumpuk dapat merusak hati. Bahkan hati menjadi fibrosis dan cirrhosis. Kemudian terjadi pembesaran hati yang menekan vena portal sehingga mengalami hipertensi portal yang akan mengakibatkan gagal hati.Penyebab sebenarnya atresia billier tidak diketahui sekalipun mekanisme imin atau viral injury bertanggung jawab atas proses progresif yang menimbulkan obliterasi total saluran empedu. Berbagai laporan menunjukkan bahwa atresia billier tidak terlihat pada janin, bayi yang lahir mati (stillbirth) atau bayi baru lahir ( Halamek dan Stevenson, 1997); keadaan ini menunjukkan bahwa atresia billier terjadi pada akhir kehamilan atau dalam periode perinatal dan bermanifestasi dalam waktu beberapa minggu sesudah dilahirkan. Inflamasi terjadi secara progresif dengan menimbulkan obstruksi dan fibrosis pada saluran empedu intrahepatik maupun ekstrahepatik. Akan terjadi berbagai derajat kolestasis yang menimbulkan pruritus berat. Pembedahan untuk menghasilkan drainase getah empedu yang efektif harus dilaksanakan dalam periode 2 hingga 3 bulan sesudah lahir agar kerusakan hati yang progresif dapat dikurangi. (Sumber: Wong, Donna L.(et.al). 2008. Buku Ajar Keperawatan Pediatrik Wong. Jakarta: EGC).Obstruksi pada saluran empedu ekstrahepatik menyebabkan obstruksi aliran normal empedu ke luar hati dan ke dalam kantong empedu dan usus. Akhirnya terbentuk sumbatan dan menyebabkan empedu balik ke hati. Ini akan menyebabkan peradangan , edema, dan degenerasi hati. Bahkan hati menjadi fibrosis, sirosis, dan hipertensi portal sehingga akan mengakibatkan gagal hati.

Jika cairan empedu tersebar ke dalam darah dan kulit, akan menyebabkan rasa gatal. Bilirubin yang tertahan dalam hati juga akan dikeluarkan ke dalam aliran darah, yang dapat mewarnai kulit dan bagian putih mata sehingga berwarna kuning.

Degenerasi secara gradual pada hati menyebabkan joundice, ikterik dan hepatomegaly. Karena tidak ada aliran empedu dari hati ke dalam usus, lemak dan vitamin larut lemak tidak dapat diabsorbsi, kekurangan vitamin larut lemak yaitu vitamin A, D,E,K dan gagal tumbuh.

Vitamin A, D, E, K larut dalam lemak sehingga memerlukan lemak agar dapat diserap oleh tubuh. Kelebihan vitamin-vitamin tersebut akan disimpan dalam hati dan lemak didalam tubuh, kemudian digunakan saat diperlukan. Tetapi mengkonsumsi berlebihan vitamin yang larut dalam lemak dapat membuat anda keracunan sehingga menyebabkan efek samping seperti mual, muntah, dan masalah hati dan jantung.

1. Vitamin A Vitamin A terdapat dalam makanan berwarna kuning-oranye, berdaun hijau gelap dan dalam bentuk retinol pada makanan yang berasal dari hewan. Wortel, mangga, labu, pepaya, bayam, brokoli, selada air, kuning telur, susu dan hati adalah makanan yang kaya vitamin A.

Vitamin A berperan dalam pertumbuhan dan pemeliharaan tulang dan jaringan epitel, meningkatkan kekebalan, dan memerangi radikal bebas (antioksidan). Kekurangan vitamin A adalah penyebab utama kebutaan pada anak-anak di banyak negara berkembang.2. Vitamin D

Ikan berlemak seperti sarden, mackerel, tuna, telur, makanan yang diperkaya seperti margarin dan sereal adalah sumber vitamin D. Vitamin ini sangat penting untuk pertumbuhan dan pemeliharaan tulang karena mengontrol penyerapan kalsium dan fosfor yang penting untuk metabolisme tulang. Kekurangan vitamin D pada anak-anak akan menyebabkan penyakit rakhitis, dan pada orang dewasa menyebabkan osteomalasia, kondisi di mana tulang menjadi lemah dan lunak. Vitamin D dapat diproduksi tubuh saat kulit menerima ultraviolet dari sinar matahari. Kekurangan vitamin D dapat terjadi pada mereka yang memiliki diet rendah vitamin D atau jarang terkena sinar matahari. Dosis besar vitamin dapat menyebabkan kelebihan kalsium, terutama pada anak-anak, yang mengganggu pembentukan tulang. Namun, hal tersebut sangat jarang terjadi. Tidak ada rekomendasi mengenai diet vitamin D untuk orang dewasa yang hidup normal dan cukup terpapar sinar matahari.

3. Vitamin E Vitamin E hadir dalam minyak wijen, kacang kedelai, beras, jagung dan biji bunga matahari, kuning telur, kacang-kacangan dan sayuran. Vitamin ini adalah antioksidan penting yang mencegah penuaan dini sel-sel, merangsang sistem kekebalan tubuh, mengurangi risiko katarak, melindungi dari penyakit jantung, mencegah penyakit kanker dan menjaga kesehatan kulit. Kekurangan vitamin E pada manusia jarang terjadi, kecuali pada bayi prematur dan mereka yang memiliki masalah pencernaan.

4. Vitamin KSelada, kubis, kembang kol, bayam, kangkung, susu, dan sayuran berdaun hijau tua adalah sumber terbaik vitamin ini. Vitamin K terlibat dalam pembekuan darah dan kekurangannya dapat menyebabkan perdarahan berlebihan dan kesulitan dalam penyembuhan. Kekurangan vitamin ini jarang terjadi, kecuali pada bayi baru lahir dan mereka yang memiliki masalah penyerapan atau metabolisme vitamin, seperti penderita penyakit hati kronis.Obstruksi atau tidak adanya

Saluran empedu ekstrahepatik

Empedu tersumbat dan

kembali ke liver

peradangan, oedema Malabsorbs lemak, vitamin

degenerasi hepatic

Fibrosis Mal nutrisi

Cirrhosis hipertensi portal kekurangan vitamin larut lemak

Gagal hati Gagal tumbuh

Gambar patologi: sumber dari Aswhill and Droske (1997). Nursing Care of Children:

Principles and Practice. Philadelphia; W.B. Saunders Company

2.7 WOCTERLAMPIR DI LEMBAR LAIN2.8 Pemeriksaan DiagnosisBelum ada satu pun pemeriksaan penunjang yang dapat sepenuhnya diandalkan untukmembedakan antara kolestasis intrahepatik dan ekstrahepatik. Secara garis besar, pemeriksaan dapat dibagi menjadi 3 kelompok, yaitu pemeriksaan :

1) Laboratorium rutin dan khusus untuk menentukan etiologi dan mengetahui fungsi hati (darah,urin, tinja)

2) Pencitraan, untuk menentukan patensi saluran empedu dan menilai

parenkim hati

3) Biopsi hati, terutama bila pemeriksaan lain belum dapat menunjang diagnosis atresia bilier.

1) Pemeriksaan laboratorium

a) Pemeriksaan rutin

Pada setiap kasus kolestasis harus dilakukan pemeriksaan kadar komponen bilirubin untuk membedakannya dari hiperbilirubinemia fisiologis. Selain itu dilakukan pemeriksaan darah tepi lengkap, uji fungsi hati, dan gamma-GT. Kadar bilirubin direk < 4 mg/dl tidak sesuai dengan obstruksi total. Peningkatan kadar SGOT/SGPT > 10 kali dengan pcningkatan gamma-GT < 5 kali, lebih mengarah ke suatu kelainan hepatoseluler. Sebaliknya, peningkatan SGOT < 5kali dengan peningkatan gamma-GT > 5 kali, lebih mengarah ke kolestasis ekstrahepatik.

Menurut Fitzgerald, kadar gamma-GT yang rendah tidak menyingkirkan kemungkinan atresia bilier. Kombinasi peningkatan gamma-GT, bilirubin serum total atau bilirubin direk, dan alkalifosfatase mempunyai spesifisitas 92,9% dalammenentukan atresia bilier.

a) Pemeriksaan urine : pemeriksaan urobilinogen penting artinya pada pasien yang mengalami ikterus. Tetapi urobilin dalam urine negatif. Hal ini menunjukkan adanya bendungan saluran empedu total.

b) Pemeriksaan feces : warna tinja pucat karena yang memberi warna pada tinja / stercobilin dalam tinja berkurang karena adanya sumbatan.

c) Fungsi hati : bilirubin, aminotranferase dan faktor pembekuan : protombin time, partial thromboplastin time.b) Pemeriksaan khusus

Pemeriksaan aspirasi duodenum (DAT) merupakan upaya diagnostik yang cukup sensitif, tetapi penulis lain menyatakan bahwa pemeriksaan ini tidak lebih baik dari pemeriksaan visualisasi tinja. Pawlawska menyatakan bahwa karena kadar bilirubin dalam empedu hanya10%, sedangkan kadar asam empedu di dalam empedu adalah 60%, maka tidak adanya asam empedu di dalam cairan duodenum dapat menentukan adanya atresia bilier.

2) Pencitraan

a) Pemeriksaan ultrasonografi

Theoni mengemukakan bahwa akurasi diagnostic USG 77% dan dapat ditingkatkan bilapemeriksaan dilakukan dalam 3 fase, yaitu pada keadaan puasa, saat minum dan sesudah minum.Bila pada saat atau sesudah minum kandung empedu berkontraksi, maka atresia bilierkemungkinan besar (90%) dapat disingkirkan. Dilatasi abnormal duktus bilier, tidakditemukannya kandung empedu, dan meningkatnya ekogenitas hati, sangat mendukung diagnosis atresia bilier. Namun demikian, adanya kandung empedu tidak menyingkirkan kemungkinan atresia bilier, yaitu atresia biliertipe I /distal.

b) Sintigrafi hati

Pemeriksaan sintigrafi sistem hepatobilier dengan isotop Technetium 99m mempunyai akurasi diagnostik sebesar 98,4%. Sebelum pemeriksaan dilakukan, kepada pasien diberikan fenobarbital 5 mg/kgBB/hari per oral, dibagi dalam 2 dosis selama 5 hari. Pada kolestasisintrahepatik pengambilan isotop oleh hepatosit berlangsung lambat tetapi ekskresinya ke usus normal, sedangkan pada atresia bilier proses pengambilan isotop normal tetapi ekskresinya keusus lambat atau tidak terjadi sama sekali. Di lain pihak, pada kolestasis intrahepatik yang beratjuga tidak akan ditemukan ekskresi isotop ke duodenum. Untuk meningkatkan sensitivitas danspesifisitas pemeriksaan sintigrafi, dilakukan penghitungan indeks hepatik (penyebaran isotop dihati dan jantung), pada menit ke-10. Indeks hepatik > 5 dapat menyingkirkan kemungkinanatresia bilier, sedangkan indeks hepatik < 4,3 merupakan petunjuk kuat adanya atresia bilier.Teknik sintigrafi dapat digabung dengan pemeriksaan DAT, dengan akurasi diagnosis sebesar98,4%. Torrisi mengemukakan bahwa dalam mendetcksi atresia bilier, yang terbaik adalahmenggabungkan basil pemeriksaan USG dan sintigrafi.

c) Liver Scan

Scan pada liver dengan menggunakan metode HIDA (Hepatobiliary Iminodeacetic Acid). Hida melakukan pemotretan pada jalur dari empedu dalam tubuh, sehingga dapat menunjukan bilamana ada blokade pada aliran empedu.

d) Pemeriksaan kolangiografi

Pemeriksaan ERCP (Endoscopic Retrograde Cholangio Pancreaticography). Merupakan upaya diagnostik dini yang berguna untuk membedakan antara atresia bilier dengan kolestasis intrahepatik. Bila diagnosis atresia bilier masih meragukan, dapat dilakukan pemeriksaan kolangiografi durante operasionam.

Sampai saat ini pemeriksaan kolangiografi dianggap sebagai baku emas untukmembedakan kolestasis intrahepatik dengan atresia bilier.

3) Biopsi hatiGambaran histopatologik hati adalah alat diagnostik yang paling dapat diandalkan. Ditangan seorang ahli patologi yang berpengalaman, akurasi diagnostiknya mencapai 95%,sehingga dapat membantu pengambilan keputusan untuk melakukan laparatomi eksplorasi, danbahkan berperan untuk penentuan operasi Kasai. Keberhasilan aliran empedu pasca operasi Kasai di 6 tukan oleh diameter duktus bilier yang paten di daerah hilus hati. Bila diameter duktus100 200 u atau 150 400 u maka aliran empedu dapat terjadi. Desmet dan Ohya menganjurkan agar dilakukan frozen section pada saat laparatomi eksplorasi, untuk menentukan apakah portoenterostomi dapat dikerjakan. Gambaran histopatologik hati yang mengarah ke atresia biliermengharuskan intervensi bedah secara dini. Yang menjadi pertanyaan adalah waktu yang paling optimal untuk melakukan biopsi hati. Harus disadari, terjadinya proliferasi duktuler (gambaran histopatologik yang menyokong diagnosis atresia bilier tetapi tidak patognomonik) memerlukan waktu. Oleh karena itu tidak dianjurkan untuk melakukan biopsi pada usia < 6 minggu

2.9 Penatalaksanaan

1. Terapi medikamentosa

1) Memperbaiki aliran bahan-bahan yang dihasilkan oleh hati terutama asam empedu (asamlitokolat), dengan memberikan :

a) Fenobarbital 5 mg/kgBB/hari dibagi 2 dosis, per oral.

b) Fenobarbital akan merangsang enzimglukuronil transferase (untuk mengubah bilirubin indirek menjadi bilirubin direk); enzimsitokrom P-450 (untuk oksigenisasi toksin), enzim Na+ K+ ATPase (menginduksi aliranempedu).Kolestiramin 1 gram/kgBB/hari dibagi 6 dosis atau sesuai jadwal pemberian susu. Kolestiraminmemotong siklus enterohepatik asam empedu sekunder

2) Melindungi hati dari zat toksik, dengan memberikan :Asam ursodeoksikolat, 310 mg/kgBB/hari, dibagi 3 dosis, per oral. Asam ursodeoksikolat mempunyai daya ikat kompetitif terhadap asam litokolat yang hepatotoksik.

2. Terapi nutrisiTerapi yang bertujuan untuk memungkinkan anaktumbuh dan berkembang seoptimal mungkin, yaitu :

1) Pemberian makanan yang mengandung medium chain triglycerides (MCT) untuk mengatasi malabsorpsi lemak dan mempercepat metabolisme. Disamping itu, metabolisme yang dipercepat akan secara efisien segera dikonversi menjadi energy untuk secepatnya dipakai oleh organ dan otot, ketimbang digunakan sebagai lemak dalam tubuh. Makanan yang mengandung MCT antara lain seperti lemak mentega, minyak kelapa, dan lainnya.

2) Penatalaksanaan defisiensi vitamin yang larut dalam lemak.Seperti vitamin A, D, E, K3. Terapi bedaha. Kasai Prosedur

Prosedur yang terbaik adalah mengganti saluran empedu yang mengalirkan empedu keusus. Tetapi prosedur ini hanya mungkin dilakukan pada 5-10% penderita. Untuk melompati atresia bilier dan langsung menghubungkan hati dengan usus halus, dilakukan pembedahan yang disebut prosedur Kasai. Biasanya pembedahan ini hanya merupakan pengobatan sementara dan pada akhirnya perlu dilakukan pencangkokan hati.

b. Pencangkokan atau Transplantasi Hati

Transplantasi hati memiliki tingkat keberhasilan yang tinggi untuk atresia bilier dan kemampuan hidup setelah operasi meningkat secara dramatis dalam beberapa tahun terakhir. Karena hati adalah organ satu-satunya yang bisa bergenerasi secara alami tanpa perlu obat dan fungsinya akan kembali normal dalam waktu 2 bulan. Anak-anak dengan atresia bilier sekarang dapat hidup hingga dewasa, beberapa bahkan telah mempunyai anak. Kemajuan dalam operasi transplantasi telah juga meningkatkan kemungkianan untukdilakukannya transplantasi pada anak-anak dengan atresia bilier. Di masa lalu, hanya hati dari anak kecil yang dapat digunakan untuk transplatasi karena ukuran hati harus cocok. Baru-baru ini, telah dikembangkan untuk menggunakan bagian dari hati orang dewasa, yang disebut"reduced size" atau "split liver" transplantasi, untuk transplantasi pada anak dengan atresia bilier.Berdasarkan treatment yang diberikan :

a. Palliative treatment

Dilakukan home care untuk meningkatkan drainase empedu dengan mempertahankan fungsi hati dan mencegah komplikasi kegagalan hati.b. Supportive treatment

d) Managing the bleeding dengan pemberian vitamin K yang berperan dalam pembekuan darah dan apabila kekurangan vitamin K dapat menyebabkan perdarahan berlebihan dan kesulitan dalam penyembuhan. Ini bisa ditemukan pada selada, kubis, kol, bayam, kangkung, susu, dan sayuran berdaun hijau tua adalah sumber terbaik vitamin ini.e) Nutrisi support, terapi ini diberikan karena klien dengan atresia bilier mengalami obstruksi aliran dari hati ke dalam usus sehingga menyebabkan lemak dan vitamin larut lemak tidak dapat diabsorbsi. Oleh karena itu diberikan makanan yang mengandung medium chain triglycerides (MCT) seperti minyak kelapa.f) Perlindungan kulit bayi secara teratur akibat dari akumulasi toksik yang menyebar ke dalam darah dan kulit yang mengakibatkan gatal (pruiritis) pada kulit. g) Pemberian health edukasi dan emosional support, keluarga juga turut membantu dalam memberikan stimulasi perkembangan dan pertumbuhan klien.2.10 Komplikasi

1. Kolangitis:

komunikasi langsung dari saluran empedu intrahepatic ke usus, dengan aliran empedu yang tidak baik, dapat menyebabkan ascending cholangitis. Hal ini terjadi terutamadalam minggu-minggu pertama atau bulan setelah prosedur Kasai sebanyak 30-60% kasus.Infeksi ini bisa berat dan kadang-kadang fulminan. Ada tanda-tanda sepsis (demam, hipotermia,status hemodinamik terganggu), ikterus yang berulang, feses acholic dan mungkin timbul sakitperut. Diagnosis dapat dipastikan dengan kultur darah dan / ataubiopsi hati.

2. Hipertensiportal:

Portal hipertensi terjadi setidaknya pada dua pertiga dari anak-anak setelah portoenterostomy. Hal paling umum yang terjadi adalah varises esofagus.

3. Hepatopulmonary syndrome dan hipertensipulmonal:

Seperti pada pasien dengan penyebab lain secara spontan (sirosis atau prehepatic hipertensi portal) atau diperoleh (bedah) portosystemic shunts, shunts pada arterivenosus pulmo mungkin terjadi. Biasanya, hal inimenyebabkan hipoksia, sianosis, dan dyspneu. Diagnosis dapat ditegakan dengan scintigraphyparu. Selain itu, hipertensi pulmonal dapat terjadi pada anak-anak dengan sirosis yang menjadi penyebab kelesuan dan bahkan kematian mendadak. Diagnosis dalam kasus ini dapat ditegakan oleh echocardiography. Transplantasi liver dapat membalikan shunts, dan dapat membalikkan hipertensi pulmonal ke tahap semula.

4. Keganasan:

Hepatocarcinomas, hepatoblastomas, dan cholangiocarcinomas dapat timbul pada pasien dengan atresia bilier yang telah mengalami sirosis. Skrining untuk keganasan harusdilakukan secara teratur dalam tindaklanjut pasien dengan operasi Kasai yang berhasil.

Hasil setelah gagal operasi Kasai

Sirosis bilier bersifat progresif jika operasi Kasai gagal untuk memulihkan aliran empedu,dan pada keadaan ini harus dilakukan transplantasi hati. Hal ini biasanya dilakukan di tahun kedua kehidupan, namun dapat dilakukan lebih awal (dari 6 bulan hidup) untuk mengurangi kerusakan dari hati. Atresia bilier mewakili lebih dari setengah dari indikasi untuk transplantasi hati di masa kanak-kanak. Hal ini juga mungkin diperlukan dalam kasus-kasus dimana pada awalnya sukses setelah operasi Kasai tetapi timbul ikterus yang rekuren (kegagalan sekunderoperasi Kasai), atau untuk berbagai komplikasi dari sirosis (hepatopulmonary sindrom).2.10 Prognosis

Keberhasilan portoenterostomi ditentukan oleh usia anak saat dioperasi, gambaran histologik porta hepatis, kejadian penyulit kolangitis, dan pengalaman ahli bedahnya sendiri. Bila operasi dilakukan pada usia < 8 minggu maka angka keberhasilannya 71,86%, sedangkan bila operasi dilakukan pada usia > 8 minggu maka angka keberhasilannya hanya 34,43%. Sedangkan bila operasi tidak dilakukan, maka angka keberhasilan hidup 3 tahun hanya 10% dan meninggal rata-rata pada usia 12 bulan.Anak termuda yang mengalami operasi Kasai berusia 76jam. Jadi, faktor-faktor yang mempengaruhi kegagalan operasi adalah usia saat dilakukan operasi > 60 hari, adanya gambaran sirosis pada sediaan histologik hati, tidak adanya duktus bilier ekstrahepatik yang paten, danbila terjadi penyulit hipertensi portal. (Dewi, Kristiana.2010.Atresia bilier)

BAB 3

ASUHAN KEPERAWATAN

Kasus:An. M (laki-laki, 7 bulan 4 hari) dibawa ke Rumah Sakit dengan keluhan 1 bulan pasca kelahiran sedikit demi sedikit kulit tampak berwarna kuning, tinja berwarna pucat, air kencing berwarna gelap, demam, perut membesar dan selalu rewel. Dari hasil pemeriksaan diketahui adanya hipertensi vena porta, peningkatan kadar bilirubin dan hasil Rontgen didapatkan adanya pembesaran hati.

3.1 Pengkajian Anak

3.1.1 Anamnesaa. Data Demografi klien :

1) Nama

: An. M6) Agama : Islam

2) Usia

: 7 bulan 4 hari 7) Tanggal MRS : 11 Oktober 20123) Jenis Kelamin: Laki-laki8) Jam MRS: 16.00 WIB

4) Suku / bangsa: Jawa/ Indonesia9) Diagnosa : Atresia bilier

5) Alamat

: Kradian Kadipuro, Banjarsari

b. Identitas Penanggung Jawab :

1) Nama

: Tn. D

2) Umur

: 40 tahun

3) Jenis kelamin: Laki-laki

4) Pendidikan/ pekerjaan : SLTA/ wiraswasta

5) Hubungan dg klien : ayah klien

c. Keluhan Utama: ayah klien mengatakan anak M mengalami demam (38,4 C)

d. Riwayat Penyakit Sekarang: Demam selama 4 hari, rewel, perut klien buncit dan keras, kulit tampak kuning, kencing klien berwarna gelap, dan feses pucat.e. Riwayat Penyakit sebelumnya : -

f. Riwayat Tumbuh Kembang anak :g. Imunisasi : Hepatitis B-1 diberikan waktu 12 jam setelah lahir, BCG diberikan saat lahir, Polio oral diberikan bersamaan dengan DTP

a) Status Gizi : Kekurangan gizi akibat gangguan penyerapan makanan terutama vitamin larut lemak (A,D,E,K)

b) Tahap perkembangan anak menurut teori psikososial :Klien An. M mencari kebutuhan dasarnya seperti kehangatan, makanan dan minuman serta kenyamanan dari orang tua sendiri. c) Tahap kepribadian anak menurut teori psikoseksual :Klien An M. menujukkan karakter awal kepribadiannya dengan mengenali siapa yang mengasuhnya. Klien menyukai saat digendong dan diayun-ayun Perilaku kegiatan motorik sederhana terkoordinasi, dengan menggerakkan jari tangan, menggenggam ibu jari ibu yang berhubungan emosi dengan orang tua, saudara (sibling), dan orang lain.h. Riwayat Kesehatan Keluarga:

d) Komposisi keluarga : Keluarga berperan aktif terutama ibu klien An. M dalam merawat klien.

e) Lingkungan rumah dan komunitas : Lingkungan sekitar rumah berada di area perindustrian kimia.

f) Kultur dan kepercayaan : -

g) Perilaku yang dapat mempengaruhi kesehatan : -

h) Persepsi keluarga tentang penyakit anak : cobaan Tuhan

3.1.2 Pemeriksaan Fisika. B1 (breath) : RR meningkat >40x/menit, Suhu (38,4 C), penggunaan otot bantu pernapasan, pernapasan cuping hidung, napas pendek.

b. B2 (blood): TD meningkat 100/150 mmhg, HR meningkat 103x/ menit (tachicardi).

c. B3(brain) : gelisah (rewel), gangguan mental, gangguan kesadaran sampai komad. B4 (bladder) : Perubahan warna urin dan feses-Urine : warnagelap,pekat

-Feses : warnapucat, steatorea, diaree. B5 (bowel) : anoreksia, mual muntah, tidaktoleran terhadap lemak dan makanan pembentuk gas, regurgitasiberulang, penurunan berat badan BB/TB (5,1 Kg/ 62 cm), dehidrasi, distensi abdomen, hepatomegali.f. B6 (bone) : letargiataukelemahan, otottegang atau kaku bilakuadran kananatasditekan, ikterik, kulitberkeringatdangatal(pruritus), kecenderungan perdarahan (kekurangan vitamin K), oedemperifer, jaundice, kerusakan kulit. Keterangan tambahan :

AnakdenganAtresiaBilliaryekstrahepatik, setelah usia 6 tahun terjadi gangguan neuromuskuler seperti tidak ada reflek-reflektendodalam,kelemahanmemandangkeatas, ketidakmampuan berjalan akibat parosis kedua tungkai bawah serta kehilangan rasa getar.

Apabilakolestasiskronisberatterjadiakibat Atresia Billiary ekstrahepatik, maka akan tampak gambaran wajah yang disebut Watson Syndrome-Alagine (Displasia Anterio BHepatis) yaituperkembangan tulang dahi yang menonjol, hipertelorisme, kemiringanokuler,antimongoloid,tulanghidungyangdatarsertadaguyang runcing.

Penderita juga mengalami sterosis arteri pulmonar serta cacat-cacat pada lengkungan bagian depan vertebra.

3.1.3 PemeriksaanPenunjang

a)Laboratorium

1. Bilirubin direk dalam serum meninggi. Normalnya (0,3 1,9 mg/dl)

2. Bilirubin indirek serum meninggi karena kerusakan parenkim hati akibat bendungan empedu yang luas. Normalnya (1,7 7,1 mg/dl)

3. Tidak ada urobilinogen dalam urin.

4. Pada bayi yang sakit berat terdapat peningkatan transaminase alkalifosfatase(5-20kalilipatnilainormal)sertatraksi-traksilipid (kolesterol fosfolipid trigliserol).

b) PemeriksaanDiagnostik

1.USGyaituuntukmengetahuikelainankongenitalpenyebab kolestasis ekstra hepatik (dapatberupadilatasikristiksaluran empedu).2. Memasukkanpipalambungsampaduodenumlalucairan duodenum diaspirasi. Jika tidak ditemukan cairan empedu, dapatberarti atresia empedu terjadi.

3. Sintigrafi Radio Kolop Hepatobilieruntuk mengetahui kemampuan hati memproduksiempedudanmengekskresikankesaluran empedu sampai tercurah keduodenum.Jikatidakditemukan empedu di duodenum, maka dapat berartiterjadikatresiaintrahepatik.

4. Biopsi hati perkutan ditemukan hati berwarna coklat kehijauan dan noduler. Kandung empedu mengecil karena kolaps. 75 % penderita tidak ditemukan lumen yang jelas.

3.2 Analisis Data

NoDataEtiologiMasalah Keperawatan

1.DS: pasien menangis, rewel

DO:

Suhu tubuh meningkat

(38,4C)

Takikardi (103x/menit)

RR meningkat >24x/menitInflamasi yg progresivkerusakan progresifpada duktusbilier ekstrahepatikMekanisme tubuh untuk meningkatkan suhu tubuh

HypertermiHypertermi

2DS : pasien terlihat sesak.

DO : RR= 35x/menit

Penggunaan otot bantu pernapasan

Napas pendekcairan asam empedu balik ke hati

Peradangan sel hati

Hepatomegali (pembesaran hepar)

distensi abdomen

menekan diafragma

peningkatan Komplain paru

Kebutuhan oksigen meningkat

Frekuensi napas meningkatPola napas tidak efektif

3.DS: Tidak maumakan, rewel, mual/muntah.

Do: Berat badanturun (6 kg menjadi 5,1 kg) ,muntah, konjungtiva anemis.Obstruksi aliran dari hati ke dalam usus

gangguanpenyerapan lemak dan vitamin larut lemak (A, D, E, dan K)

Nutrisi kurang dari kebutuhanGangguanpemenuhan

Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

4.Ds:-

Do:

Anak tampak tidak nyaman dengan posisi tidurnya

Terdapat pruritus di daerah pantat & punggung anak

Albumin 3,27 g/dL (N:3,8-5,4)

cairan asam empedu balik ke hati

itching dan akumulasi dari toksiktersebar ke dalam darah dan kulit

Pruiritis (gatal) pd kulit

Kerusakan integritas kulit

5.Ds:-

Do:

Feses cair, frekuensiBAB meningkat (lebihdari 3 x sehari), bunyibising usus meningkat.obstruksi aliran dari hati ke dalam usus

lemak dan vitamin larut lemak tidak dapat diabsorbsi

Mal absorbsi ususDiareGangguan eliminasiBAB

6.DS : -

DO : Penurunan turgor kulit

Frekuensi nadi meningkat > 100x/menit

Produksi keringat meningkatInput = 700 ml/hr

Output = 1000 ml/hr Pembesaran hepar

Distensi abdomen

Perut terasa penuhMual muntah

cairan banyak yang keluarKekurangan volume cairan

7DS: Orang tua sering menanyakan keadaan anaknya

DO: Orang tua tampak gelisah dan bingungKurang sumber informasi

ansietasAnsietas

8DS: Ibu mengatakan sakit anaknya sudah lama (sekitar 4bulan) dan ibu mengatakan anaknya susah makan (bubur halus) dan tidak mau minum ASIDO : Berat badanturun (6 kg menjadi 5,1 kg) ,muntah, konjungtiva anemiaObstruksi aliran dari hati ke dalam usus

gangguanpenyerapan lemak dan vitamin larut lemak (A, D, E, dan K)

Gangguan PertumbuhanGangguan Pertumbuhan

3.3 Diagnosa Keperawatan

1) Hypertermi berhubungan dengan inflamasi akibat kerusakan progresif pada duktusbilier ekstrahepatik

2) Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan distensi abdomen

3) Gangguanpemenuhan nutrisikurang darikebutuhan tubuhberhubungan dengan anoreksia dan gangguan penyerapan lemak, ditandai dengan beratbadan turun dan konjungtiva anemis.

4) Gangguan eliminasi BAB (diare) berhubungan dengan mal absorbsi usus,ditandaidenganfesescair,frekuensiBAB meningkat(lebihdari3xsehari), bunyi bising ususmeningkat.

5) Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan akumulasi garam empedu dalam jaringan, ditandai dengan adanya pruritis.

6) Kekurangan volume cairan b.d dengan mual dan muntah7) Ansietas berhubungan dengan minimnya informasi tentang penyakit akibat kurang pengetahuan8) Gangguan pertumbuhan berhubungan dengan tidak adekuatnya suplai zatnutrisi ke jaringan seperti gangguanpenyerapan lemak dan vitamin larut lemak (A, D, E, dan K).3.4 Intervensi Keperawatan

1. Hypertermi b.d inflamasi akibat kerusakan progresif pada duktusbilier ekstrahepatikTujuan

: suhu akan kembali normal dalam waktu 1x 24 jam

Kriteria hasil :- suhu normal 36,50 37,5 0C Nadi dan pernapasan dalam rentan normal (N= < 160 x / menit , RR= 30-40 x/menit)IntervensiRasional

Mandiri:

1. Berikan kompres air biasa pada aksila, kening, leher dan lipatan paha.2. Pantau suhu minimal setiap 2 jam sekali, sesuai kebutuhan3. Berikan pasien pakaian tipis4. Manipulasi lingkungan seperti penggunaan AC/ kipas anginKolaborasi:

5. Berikan obat anti piretik sesuai kebutuhan

1. Dapat membantu mengurangi demam. 2. Mengetahui kemungkinan adanya kenaikan suhu secara mendadak

3. Membantu mengurangi panas di tubuh

4. Memberikan rasa nyaman dengan mengurangi keadaan panas akibat suhu pengaruh lingkungan

5. Digunakan untuk mengurangi demam dengan aksi sentralnya pada hipotalamus.

2. Pola nafas tidak efektif b.d peningkatan distensi abdomen

Tujuan: Menunjukkan pola nafas yang efektif

Kriteria Hasil :

a) RR= 30-40 napas/ menit b) Kedalaman inspirasi dan kedalaman bernafas

c) Tidak ada penggunaan otot bantu nafas

IntervensiRasional

Mandiri:

1. Kaji distensi abdomen

2. Kaji RR, kedalaman, dan kerja pernafasan.3. Waspadakan klien agar leher tidak tertekuk/posisikan semi ekstensi atau eksensi pada saat beristirahatKolaborasi:

4. Persiapkan operasi bila diperlukan.

1. dengan mengukur lilitan atau lingkar abdomen

2. Untuk mengetahui adanya gangguan pernafasan pada pasien3. Menghindari penekanan pada jalan nafas untuk meminimalkan penyempitan jalan nafas 4. Operasi diperlukan untuk memperbaiki kondisi pasien

3. Gangguanpemenuhan nutrisikurang darikebutuhan tubuhberhubungan dengan anoreksia dan gangguan penyerapan lemak, ditandai dengan beratbadan turun dan konjungtiva anemis.

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selamaproses keperawatan diharapkan polanutrisi adekuat.

Kriteria hasil :

i. BB pasien stabil 2 (n+9)kg= (2+9)kg= 5,5 kg

ii. Konjungtiva tidakanemis

IntervensiRasional

Mandiri:

1. Kaji distensi abdomen

2. Pantau masukan nutrisi dan frekuensi muntah3. Timbang BB setiap hari.4. Berikan makanan /minuman sedikit tapi sering.5. Berikan kebersihan oral sebelum makanKolaborasi:

6. Konsul dengan ahli diet sesuai indikasi.

7. Berikan diet rendah lemak, tinggi serat dan batasi makanan penghasil gas.

8. Berikan makanan yang mengandung medium chain triglycerides (MCT) sesuai indikasi.

9. Monitor laboratorium; albumin, protein sesuaiprogram.

10. Berikan vitamin-vitaminyang larut dalaam lemak(A, D, E dan K)

1. Distensi abdomen merupakan tanda non verbal gangguanpencernaan.2. Mengidentifikasi kekurangan / kebutuhan nutrisi dengan mengetahui intake dan output klien.3. Mengawasi keefektifan rencana diet4. Untuk menurunkan rangsang mual/muntah.5. Mulut yang bersih meningkatkan nafsu makan.6. Berguna dalam memenuhikebutuhan nutrisi individudengan diet yang paling tepat.

7. Memenuhi kebutuhan nutrisidan meminimalkan rangsangpada kantung empedu.

8. Meningkatkan pencernaan dan absorbsi lemak serta vitamin yang larut dalam lemak.

9. Memberi informasi tentang keefektifan terapi.

10. Vitamin-vitamin tersebut terganggu penyerapannya.

4. Gangguan eliminasi BAB (diare) berhubungan dengan mal absorbsi usus,ditandaidenganfesescair,frekuensiBAB meningkat(lebihdari3xsehari), bunyi bising ususmeningkat.

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selamaproses keperawatan diharapkan fungsi usus mendekati normal

Kriteria hasil:

i. Feses lembek

ii. Frekuensi BAB 1-2 x sehari

iii. Penurunan frekuensi bising ususIntervensiRasional

Mandiri:

1. Catat frekuensi, karakteristik dan jumlah feses.

2. Auskultasi bunyi bising usus.

3. Awasi masukan dan haluaran dengan perhatian khusus pada makanan/cairan.

4. Batasi masukan lemaksesuai indikasi.

5. Dorong masukan cairan 2500-3000 ml/hari.

Kolaborasi:

6. Berikan obat diare sesuai indikasi.

7. Konsultasi dengan ahli gizi untuk memberikan diet seimbang dengan tinggi serat.

1. Mengidentifikasi derajat gangguan dan kemungkinanbantuan yang diperlukan.

2. Bunyi usus secara umum meningkat pada diare.

3. Dapat mengidentifikasi dehidrasi, kehilanganberlebihan atau alat dalam mengidentifikasi defisiensi diet.

4. Diet rendah lemakmenurunkan resiko feses cair.

5. Membantu mempertahankan status hidrasi pada diare.

6. Obat diare menurunkan mobilitas usus.

7. Serat menahan enzimpencernaan danmengabsorbsi air dan alirannya sepanjang traktus intestinal.

5. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan akumulasi garam empedu dalam jaringan, ditandai dengan adanya pruritis.Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selamaproses keperawatan diharapkan integritas kulit baik

Kriteria hasil:

i. tidak adapruritus/lecet

ii. jaringan/ kulit utuh bebas eskortasi

IntervensiRasional

Mandiri:

1. Gunakan air mandi biasa atau pemberian lotion/ cream, hindari sabun alkali. Berikan minyak kalamin sesuai indikasi.

2. Berikan massage pada waktu tidur.

3. Pertahankan sprei kering dan bebas lipatan

4. Gunting kuku jari, berikan sarung tangan bila diindikasikan.

Kolaborasi:

5. Berikan obat sesuai indikasi (antihistamin).

6. Berikan obat resin kholestiramin (questian).

7. Pantau pemeriksaan laboratorium sesuai indikasi. (bilirubin direk dan indirek)

1. Mencegah kulit keringberlebihan, memberikanpenghilang rasa gatal,

Sekaligus menghindari infeksi.

2. Bermanfaat dalam meningkatkan tidur dan menurunkan integritas kulit.

3. Kelembaban meningkatkanpruritus dan meningkatkanresiko kerusakan kulit.

4. Mencegah pasien dari cidera tambahan pada kulit, khususnya bila tidur.

5. Antihistamin dapat mengurangi gatal.

6. Berfungsi untuk mengurangipruritus dan hiperbilirubinemia.

7. Bilirubin direk dikonjugasi oleh enzim hepar glukoronitin direk yang dikonjugasi dan tampak dalam bentuk bebas dalam darah atau terikat pada albumin.

6. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan mual dan muntahTujuan : setelah diberikan tindakan keperawatan diharapkan intake dan ouput cairan menjadi seimbang.

Kriteria hasil :

a) Tanda-tanda vital stabil.

b) Turgor kulit membaik.

c) Pengisian kapiler nadi perifer kuat.

d) Haluaran urine individu sesuai.

IntervensiRasional

1. Berikan cairan IV ( biasanya glukosa ) elektrolit.

2. Awasi nilai laboraturium, contoh Hb/Ht, nat, albumin.

3. Kaji tanda-tanda vital, nadi perifer, pengisian kapiler, turgor kulit.

4. Awasi intake dan output, bandingkan dengan BB . misal muntah.

1. memberikan terapi cairan dan penggantian elektrolit

2. menunjukkan hidrasi dan mengidentifikasikan retensi natrium/ kadar protei yang dapat menimbulkan pembentukan edema.

3. indikator volume sirkulasi/ perfusi.

4. memberikan informasi tentang kebutuhan penggantian cairan / efek terapi.

7. Ansietas berhubungan dengan minimnya informasi tentang penyakit akibat kurangnya pengetahuan

Tujuan : meningkatkan pemahaman orang tua tentang perawatan pada anak yang sakit

Kriteria hasil :

i. Menyatakan pemahaman proses penyakit dan pengobatan.

ii. Berpartisipasi dalam pengobatan.

IntervensiRasional

1. Jelaskan tentang pengobatan yang diberikan, dosis, reaksi obat dan tujuannya

2. Jelaskan pentingnya stimulasi pada anak, pendengaran, visual, sentuhan

3. Jelaskan pentingnya monitor adanya muntah, mual, dan diare.

1. mengidentifikasi area kekurangan dan pengetahuan/ salah informasi dan memberikan kesempatan untuk memberikan informasi tambahan sesuai keperluan.

2. Stimulasi dapat meningkatkan kekebalan tubuh klien

3. membantu perawat dalam melakukan pengkajian selanjutnya terhadap output klien.

8. Gangguan pertumbuhan berhubungan dengan tidak adekuatnya suplai zat nutrisi ke jaringan seperti gangguanpenyerapan lemak dan vitamin larut lemak (A, D, E, dan K).Tujuan : mempertahankan pertumbuhan-perkembangan secara normal

Kriteria Hasil : anak akan memperlihatkan pertumbuhan-perkembangan secara normalIntervensiRasional

1. Monitor TB, BB, dan BMR tubuh setiap hari, lalu didokumentasikan dalam bentuk grafik (antropometri).2. Tentukan kebutuhan kalori tubuh.3. Berikan makanan yang banyak mengandung vitamin A, D, E, K.

4. Kolaborasi pada tim medis untuk diberikan antibiotik penambah nafsu makan.

1. Mencegah adanya tanda-tanda BMR, BB, TB yang tidak normal.2. Mencegah adanya tanda-tanda kekurangan kebutuhan kalori pada bayi.3. Mencegah bayi malnutrisi dan kekurangan vitramin4. Mengurangi rasa mual/ muntah dan menambah nafsu makan.

BAB 4

PENUTUP4.1 Kesimpulan

Atresia bilier (biliary atresia) adalah suatu penghambatan di dalam pipa/saluran-saluran yang membawa cairan empedu (bile) dari liver menuju ke kantung empedu (gallbladder). Ini merupakan kondisi congenital, yang berarti terjadi saat kelahiran.

Etiologi atresia bilier masih belum diketahui dengan pasti. Sebagian ahli menyatakan bahwa faktor genetik ikut berperan, yang dikaitkan dengan adanya kelainan kromosom trisomi17, 18 dan 21; serta terdapatnya anomali organ pada 30% kasus atresia bilier. Namun, sebagian besar penulis berpendapat bahwa atresia bilier adalah akibat proses inflamasi yang merusakduktus bilier, bisa karena infeksi atau iskemi.

Bayi dengan atresia bilier biasanya muncul sehat ketika mereka lahir. Gejala penyakit ini biasanya muncul dalam dua minggu pertama setelah hidup. Gejala-gejala seperti Ikterus, Jaundice Urin gelap Tinja berwarna pucat, Penurunan berat badan dan ini berkembang ketika tingkat ikterus meningkat. 4.2 Saran

Perlu deteksi dini kasus atresia bilier dan pemberian penatalaksanaan yang tepat demi tercapainya pertumbuhan fisik dan perkembangan mental yang optimal bagi penderita atresia bilier.

DAFTAR PUSTAKABehrman, Richard E. (1992). Ilmu Kesehatan Anak Ed. 2. Jakarta: EGC.David. (1994). Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta: EGC.Kumar, Robbins Cotran. (1999). Buku Saku Robbins Dasar Patologi Penyakit Ed. 5. Jakarta: EGC.Markum, A. H. (1999). Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta: Gaya Baru.Sjamsuhidajat dan Win De Jong. (1998). Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta: EGC.Staff Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI. (2000). Ilmu Kesehatan Anak Ed. 1. Jakarta: Bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUIOldham, Keith T.et all (eds); Biliary Atresia at Principles and Practice of Pediatric Surgery, 4th Edition. Carpenito, Lynda Juall. 2003. Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Jakarta : EGC.Widodo Judarwanto. 2010. Atresia Bilier, Waspadai Bila Kuning Bayi Baru Lahir yang berkepanjangan. From : url :http://koranindonesiasehat.wordpress.com/2012/02/07/atresia-bilier waspadai-bila-kuning-bayi-baru-lahir-yang-berkepanjangan/

Steven M. Biliary Atresia. Emedicine. 2009. Available From: url: http:// emedicine. medscape.com/ article/927029-overview

Sjamsul Arief. Deteksi Dini Kolestasis Neonatal. Divisi Hepatologi Ilmu Kesehatan AnakFK UNAIR.Surabaya. 2006. Available from : url :http://www.pediatrik.com/pkb/20060220-ena504-pkb.pdf

i