askep anak thipoid 1

15
LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN ANAK DENGAN THIPOID A. PENGERTIAN Demam tifoid adalah penyakit menular yang bersifat akut, yang ditandai dengan bakterimia, perubahan pada sistem retikuloendotelial yang bersifat difus, pembentukan mikroabses dan ulserasi Nodus peyer di distal ileum. (Soegeng Soegijanto, 2002) Tifus abdominalis adalah suatu infeksi sistem yang ditandai demam, sakit kepala, kelesuan, anoreksia, bradikardi relatif, kadang-kadang pembesaran dari limpa/hati/kedua-duanya. (Samsuridjal D dan heru S, 2003) B. PENYEBAB Salmonella typhi yang menyebabkan infeksi invasif yang ditandai oleh demam, toksemia, nyeri perut, konstipasi/diare. Komplikasi yang dapat terjadi antara lain: perforasi usus, perdarahan, toksemia dan kematian. (Ranuh, Hariyono, dan dkk. 2001) Etiologi demam tifoid dan demam paratipoid adalah S.typhi, S.paratyphi A, S.paratyphi b dan S.paratyphi C. (Arjatmo Tjokronegoro, 1997) C. PATOFISIOLOGIS Transmisi terjadi melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi urin/feses dari penderita tifus akut dan para pembawa kuman/karier. 1

Upload: wulan

Post on 10-Feb-2016

10 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Asuhan keperawatan anak dengan typus

TRANSCRIPT

Page 1: ASKEP ANAK THIPOID  1

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN ANAK DENGAN THIPOID

A. PENGERTIANDemam tifoid adalah penyakit menular yang bersifat akut, yang

ditandai dengan bakterimia, perubahan pada sistem retikuloendotelial yang bersifat difus, pembentukan mikroabses dan ulserasi Nodus peyer di distal ileum. (Soegeng Soegijanto, 2002)

Tifus abdominalis adalah suatu infeksi sistem yang ditandai demam, sakit kepala, kelesuan, anoreksia, bradikardi relatif, kadang-kadang pembesaran dari limpa/hati/kedua-duanya. (Samsuridjal D dan heru S, 2003)

B. PENYEBAB Salmonella typhi yang menyebabkan infeksi invasif yang ditandai oleh

demam, toksemia, nyeri perut, konstipasi/diare. Komplikasi yang dapat terjadi antara lain: perforasi usus, perdarahan, toksemia dan kematian. (Ranuh, Hariyono, dan dkk. 2001)

Etiologi demam tifoid dan demam paratipoid adalah S.typhi, S.paratyphi A, S.paratyphi b dan S.paratyphi C. (Arjatmo Tjokronegoro, 1997)

C. PATOFISIOLOGISTransmisi terjadi melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi

urin/feses dari penderita tifus akut dan para pembawa kuman/karier.Empat F (Finger, Files, Fomites dan fluids) dapat menyebarkan kuman

ke makanan, susu, buah dan sayuran yang sering dimakan tanpa dicuci/dimasak sehingga dapat terjadi penularan penyakit terutama terdapat dinegara-negara yang sedang berkembang dengan kesulitan pengadaan pembuangan kotoran (sanitasi) yang andal. (Samsuridjal D dan heru S, 2003)

Masa inkubasi demam tifoid berlangsung selama 7-14 hari (bervariasi antara 3-60 hari) bergantung jumlah dan strain kuman yang tertelan. Selama masa inkubasi penderita tetap dalam keadaan asimtomatis. (Soegeng soegijanto, 2002)

PATHWAYS

Salmonella typhosa

Saluran pencernaan

Diserap oleh usus halus

1

Page 2: ASKEP ANAK THIPOID  1

Bakteri memasuki aliran darah sistemik

Kelenjar limfoid Hati Limpa Endotoksinusus halus

Tukak Hepatomegali Splenomegali Demam

Pendarahan dan Nyeri perabaanperforasi Mual/tidak nafsu makan

Perubahan nutrisi

Resiko kurang volume cairan

(Suriadi & Rita Y, 2001)

D. GEJALA KLINISGejala klinis pada anak umumnya lebih ringan dan lebih bervariasi

dibandingkan dengan orang dewasa. Walaupun gejala demam tifoid pada anak lebih bervariasi, tetapi secara garis besar terdiri dari demam satu minggu/lebih, terdapat gangguan saluran pencernaan dan gangguan kesadaran. Dalam minggu pertama, keluhan dan gejala menyerupai penyakit infeksi akut pada umumnya seperti demam, nyeri kepala, anoreksia, mual, muntah, diare, konstipasi, serta suhu badan yang meningkat.

Pada minggu kedua maka gejala/tanda klinis menjadi makin jelas, berupa demam remiten, lidah tifoid, pembesaran hati dan limpa, perut kembung, bisa disertai gangguan kesadaran dari ringan sampai berat. Lidah tifoid dan tampak kering, dilapisi selaput kecoklatan yang tebal, di bagian ujung tepi tampak lebih kemerahan. (Ranuh, Hariyono, dan dkk. 2001)

Sejalan dengan perkembangan penyakit, suhu tubuh meningkat dengan gambaran ‘anak tangga’. Menjelang akhir minggu pertama, pasien menjadi bertambah toksik. (Vanda Joss & Stephen Rose, 1997)

Gambaran klinik tifus abdominalis:Keluhan:- Nyeri kepala (frontal) 100%- Kurang enak di perut 50%- Nyeri tulang, persendian, dan otot 50%- Berak-berak 50%- Muntah 50%

2

Page 3: ASKEP ANAK THIPOID  1

Gejala:- Demam 100%- Nyeri tekan perut 75%- Bronkitis 75%- Toksik 60%- Letargik 60%- Lidah tifus (“kotor”) 40%

(Sjamsuhidayat,1998)E. PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Pemeriksaan Darah Perifer LengkapDapat ditemukan leukopeni, dapat pula leukositosis atau kadar leukosit normal. Leukositosis dapat terjadi walaupun tanpa disertai infeksi sekunder.

2. Pemeriksaan SGOT dan SGPTSGOT dan SGPT sering meningkat, tetapi akan kembali normal setelah sembuh. Peningkatan SGOT dan SGPT ini tidak memerlukan penanganan khusus

3. Pemeriksaan Uji WidalUji Widal dilakukan untuk mendeteksi adanya antibodi terhadap bakteri Salmonella typhi. Uji Widal dimaksudkan untuk menentukan adanya aglutinin dalam serum penderita Demam Tifoid. Akibat adanya infeksi oleh Salmonella typhi maka penderita membuat antibodi (aglutinin) yaitu: Aglutinin O: karena rangsangan antigen O yang berasal dari tubuh

bakteri Aglutinin H: karena rangsangan antigen H yang berasal dari flagela

bakteri Aglutinin Vi: karena rangsangan antigen Vi yang berasal dari simpai

bakter.Dari ketiga aglutinin tersebut hanya aglitinin O dan H yang digunakan untuk diagnosis Demam Tifoid. Semakin tinggi titernya semakin besar kemungkinan menderita Demam Tifoid. (Widiastuti Samekto, 2001)

F. TERAPI1. Kloramfenikol. Dosis yang diberikan adalah 4 x 500 mg perhari, dapat

diberikan secara oral atau intravena, sampai 7 hari bebas panas2. Tiamfenikol. Dosis yang diberikan 4 x 500 mg per hari. 3. Kortimoksazol. Dosis 2 x 2 tablet (satu tablet mengandung 400 mg

sulfametoksazol dan 80 mg trimetoprim)

3

Page 4: ASKEP ANAK THIPOID  1

4. Ampisilin dan amoksilin. Dosis berkisar 50-150 mg/kg BB, selama 2 minggu

5. Sefalosporin Generasi Ketiga. dosis 3-4 gram dalam dekstrosa 100 cc, diberikan selama ½ jam per-infus sekali sehari, selama 3-5 hari

6. Golongan Fluorokuinolon Norfloksasin : dosis 2 x 400 mg/hari selama 14 hari Siprofloksasin : dosis 2 x 500 mg/hari selama 6 hari Ofloksasin : dosis 2 x 400 mg/hari selama 7 hari Pefloksasin : dosis 1 x 400 mg/hari selama 7 hari Fleroksasin : dosis 1 x 400 mg/hari selama 7 hari

7. Kombinasi obat antibiotik. Hanya diindikasikan pada keadaan tertentu seperti: Tifoid toksik, peritonitis atau perforasi, syok septik, karena telah terbukti sering ditemukan dua macam organisme dalam kultur darah selain kuman Salmonella typhi. (Widiastuti S, 2001)

G. KOMPLIKASIPerdarahan usus, peritonitis, meningitis, kolesistitis, ensefalopati,

bronkopneumonia, hepatitis. (Arif mansjoer & Suprohaitan 2000). Perforasi usus terjadi pada 0,5-3% dan perdarahan berat pada 1-10% penderita demam tifoid. Kebanyakan komplikasi terjadi selama stadium ke-2 penyakit dan umumnya didahului oleh penurunan suhu tubuh dan tekanan darah serta kenaikan denyut jantung.Pneumonia sering ditemukan selama stadium ke-2 penyakit, tetapi seringkali sebagai akibat superinfeksi oleh organisme lain selain Salmonella. Pielonefritis, endokarditis, meningitis, osteomielitis dan arthritis septik jarang terjadi pada hospes normal. Arthritis septik dan osteomielitis lebih sering terjadi pada penderita hemoglobinopati.

4

Page 5: ASKEP ANAK THIPOID  1

H. ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN DEMAM TIPOID

A. PENGKAJIAN1. Pengumpulan data

1) Identitas klienMeliputi nama,, umur, jenis kelamin, alamat, pekerjaan,

suku/bangsa, agama, status perkawinan, tanggal masuk rumah sakit, nomor register dan diagnosa medik.

2) Keluhan utamaKeluhan utama demam tifoid adalah panas atau demam yang

tidak turun-turun, nyeri perut, pusing kepala, mual, muntah, anoreksia, diare serta penurunan kesadaran.

3) Riwayat penyakit sekarangPeningkatan suhu tubuh karena masuknya kuman salmonella

typhi ke dalam tubuh.4) Riwayat penyakit dahulu

Apakah sebelumnya pernah sakit demam tifoid.5) Riwayat penyakit keluarga

Apakah keluarga pernah menderita hipertensi, diabetes melitus.

6) Riwayat psikososial dan spiritualBiasanya klien cemas, bagaimana koping mekanisme yang

digunakan. Gangguan dalam beribadat karena klien tirah baring total dan lemah.

7) Pola-pola fungsi kesehatana) Pola nutrisi dan metabolisme

Klien akan mengalami penurunan nafsu makan karena mual dan muntah saat makan sehingga makan hanya sedikit bahkan tidak makan sama sekali.

b) Pola eliminasiEliminasi alvi. Klien dapat mengalami konstipasi oleh karena

tirah baring lama. Sedangkan eliminasi urine tidak mengalami gangguan, hanya warna urine menjadi kuning kecoklatan. Klien dengan demam tifoid terjadi peningkatan suhu tubuh yang berakibat keringat banyak keluar dan merasa haus, sehingga dapat meningkatkan kebutuhan cairan tubuh.

c) Pola aktivitas dan latihan Aktivitas klien akan terganggu karena harus tirah baring total,

agar tidak terjadi komplikasi maka segala kebutuhan klien dibantu.

5

Page 6: ASKEP ANAK THIPOID  1

d) Pola tidur dan istirahatPola tidur dan istirahat terganggu sehubungan peningkatan

suhu tubuh.e) Pola persepsi dan konsep diri

Biasanya terjadi kecemasan terhadap keadaan penyakitnya dan ketakutan merupakan dampak psikologi klien.

f) Pola sensori dan kognitifPada penciuman, perabaan, perasaan, pendengaran dan

penglihatan umumnya tidak mengalami kelainan serta tidak terdapat suatu waham pad klien.

g) Pola hubungan dan peranHubungan dengan orang lain terganggu sehubungan klien di

rawat di rumah sakit dan klien harus bed rest total.h) Pola reproduksi dan seksual

Gangguan pola ini terjadi pada klien yang sudah menikah karena harus dirawat di rumah sakit sedangkan yang belum menikah tidak mengalami gangguan.

i) Pola penanggulangan stressBiasanya klien sering melamun dan merasa sedih karena

keadaan sakitnya.j) Pola tatanilai dan kepercayaan

Dalam hal beribadah biasanya terganggu karena bedrest total dan tidak boleh melakukan aktivitas karena penyakit yang dideritanya saat ini.

8) Pemeriksaan fisika) Keadaan umum

Didapatkan klien tampak lemah, suhu tubuh meningkat 38 – 410 C, muka kemerahan.

b) Tingkat kesadaranDapat terjadi penurunan kesadaran (apatis).

c) Sistem respirasiPernafasan rata-rata ada peningkatan, nafas cepat dan dalam

dengan gambaran seperti bronchitis.d) Sistem kardiovaskuler

Terjadi penurunan tekanan darah, bradikardi relatif, hemoglobin rendah.

e) Sistem integumenKulit kering, turgor kullit menurun, muka tampak pucat, rambut

agak kusam.

6

Page 7: ASKEP ANAK THIPOID  1

f) Sistem gastrointestinalBibir kering pecah-pecah, mukosa mulut kering, lidah kotor (khas),

mual, muntah, anoreksia, dan konstipasi, nyeri perut, perut terasa tidak enak, peristaltik usus meningkat.

g) Sistem muskuloskeletalKlien lemah, terasa lelah tapi tidak didapatkan adanya kelainan.

h) Sistem abdomenSaat palpasi didapatkan limpa dan hati membesar dengan

konsistensi lunak serta nyeri tekan pada abdomen. Pada perkusi didapatkan perut kembung serta pada auskultasi peristaltik usus meningkat.

9) Pemeriksaan penunjanga) Pemeriksaan darah tepi

Didapatkan adanya anemi oleh karena intake makanan yang terbatas, terjadi gangguan absorbsi, hambatan pembentukan darah dalam sumsum dan penghancuran sel darah merah dalam peredaran darah. Leukopenia dengan jumlah lekosit antara 3000 – 4000 /mm3 ditemukan pada fase demam. Hal ini diakibatkan oleh penghancuran lekosit oleh endotoksin. Aneosinofilia yaitu hilangnya eosinofil dari darah tepi. Trombositopenia terjadi pada stadium panas yaitu pada minggu pertama. Limfositosis umumnya jumlah limfosit meningkat akibat rangsangan endotoksin. Laju endap darah meningkat.

b) Pemeriksaan urineDidaparkan proteinuria ringan ( < 2 gr/liter) juga

didapatkan peningkatan lekosit dalam urine.c) Pemeriksaan tinja

Didapatkan adanya lendir dan darah, dicurigai akan bahaya perdarahan usus dan perforasi.

d) Pemeriksaan bakteriologisDiagnosa pasti ditegakkan apabila ditemukan kuman

salmonella dan biakan darah tinja, urine, cairan empedu atau sumsum tulang.

e) Pemeriksaan serologisYaitu reaksi aglutinasi antara antigen dan antibodi

(aglutinin ). Adapun antibodi yang dihasilkan tubuh akibat infeksi kuman salmonella adalah antobodi O dan H. Apabila titer antibodi O adalah 1 : 20 atau lebih pada minggu pertama atau terjadi peningkatan titer antibodi yang progresif (lebih dari 4 kali). Pada pemeriksaan ulangan 1 atau 2 minggu kemudian

7

Page 8: ASKEP ANAK THIPOID  1

menunjukkan diagnosa positif dari infeksi Salmonella typhi. f) Pemeriksaan radiologi

Pemeriksaan ini untuk mengetahui apakah ada kelainan atau komplikasi akibat demam tifoid.

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN1. Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan

tidak ada nafsu makan, mual, dan kembung3. Risiko kurangnya volume cairan berhubungan dengan kurangnya

intake cairan, dan peningkatan suhu tubuh

C. PERENCANAAN1. Mempertahankan suhu dalam batas normal

Kaji pengetahuan klien dan keluarga tentang hipertermia Observasi suhu, nadi, tekanan darah, pernafasan Berri minum yang cukup Berikan kompres air biasa Lakukan tepid sponge (seka) Pakaian (baju) yang tipis dan menyerap keringat Pemberian obat antipireksia Pemberian cairan parenteral (IV) yang adekuat

2. Meningkatkan kebutuhan nutrisi dan cairan Menilai status nutrisi anak Ijinkan anak untuk memakan makanan yang dapat ditoleransi anak,

rencanakan untuk memperbaiki kualitas gizi pada saat selera makan anak meningkat.

Berikan makanan yang disertai dengan suplemen nutrisi untuk meningkatkan kualitas intake nutrisi

Menganjurkan kepada orang tua untuk memberikan makanan dengan teknik porsi kecil tetapi sering

Menimbang berat badan setiap hari pada waktu yang sama, dan dengan skala yang sama

Mempertahankan kebersihan mulut anak Menjelaskan pentingnya intake nutrisi yang adekuat untuk

penyembuhan penyakit Kolaborasi untuk pemberian makanan melalui parenteral jika

pemberian makanan melalui oral tidak memenuhi kebutuhan gizi anak

8

Page 9: ASKEP ANAK THIPOID  1

3. Mencegah kurangnya volume cairan Mengobservasi tanda-tanda vital (suhu tubuh) paling sedikit setiap

4 jam Monitor tanda-tanda meningkatnya kekurangan cairan: turgor tidak

elastis, ubun-ubun cekung, produksi urin menurun, memberan mukosa kering, bibir pecah-pecah

Mengobservasi dan mencatat berat badan pada waktu yang sama dan dengan skala yang sama

Memonitor pemberian cairan melalui intravena setiap jam Mengurangi kehilangan cairan yang tidak terlihat (Insensible Water

Loss/IWL) dengan memberikan kompres dingin atau dengan tepid sponge

Memberikan antibiotik sesuai program(Suriadi & Rita Y, 2001)

I. DISCHARGE PLANNING1. Penderita harus dapat diyakinkan cuci tangan dengan sabun setelah

defekasi2. Mereka yang diketahui sebagai karier dihindari untuk mengelola makanan3. Lalat perlu dicegah menghinggapi makanan dan minuman.4. Penderita memerlukan istirahat 5. Diit lunak yang tidak merangsang dan rendah serat

(Samsuridjal D dan Heru S, 2003)6. Berikan informasi tentang kebutuhan melakukan aktivitas sesuai dengan

tingkat perkembangan dan kondisi fisik anak7. Jelaskan terapi yang diberikan: dosis, dan efek samping8. Menjelaskan gejala-gejala kekambuhan penyakit dan hal yang harus

dilakukan untuk mengatasi gejala tersebut9. Tekankan untuk melakukan kontrol sesuai waktu yang ditentukan.

(Suriadi & Rita Y, 2001)

9

Page 10: ASKEP ANAK THIPOID  1

DAFTAR PUSTAKA

1. Arif Mansjoer, Suprohaitan, Wahyu Ika W, Wiwiek S. Kapita Selekta Kedokteran. Penerbit Media Aesculapius. FKUI Jakarta. 2000.

2. Arjatmo Tjokronegoro & Hendra Utama. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I. Edisi ke Tiga. FKUI. Jakarta. 1997.

3. Behrman Richard. Ilmu Kesehatan Anak. Alih bahasa: Moelia Radja Siregar & Manulang. Editor: Peter Anugrah. EGC. Jakarta. 1992.

4. Joss, Vanda dan Rose, Stephan. Penyajian Kasus pada Pediatri. Alih bahasa Agnes Kartini. Hipokrates. Jakarta. 1997.

5. Ranuh, Hariyono dan Soeyitno, dkk. Buku Imunisasi Di Indonesia, edisi pertama. Satgas Imunisasi Ikatan Dokter Anak Indonesia. Jakarta. 2001.

6. Samsuridjal Djauzi dan Heru Sundaru. Imunisasi Dewasa. FKUI. Jakarta. 2003.

7. Sjamsuhidayat. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi revisi. EGC. Jakarta. 1998.8. Soegeng Soegijanto. Ilmu Penyakit Anak, Diagnosa dan

Penatalaksanaan. Salemba Medika. Jakarta. 2002.9. Suriadi & Rita Yuliani. Buku Pegangan Praktek Klinik Asuhan

Keperawatan pada Anak. Edisi I. CV Sagung Seto. Jakarta. 2001.10. Widiastuti Samekto. Belajar Bertolak dari Masalah Demam Typhoid.

Badan Penerbit Universitas Diponegoro. Semarang. 2001.11. http://www.tempointeraktif.com/hg/nusa/jawamadura/2005/02/03brk

10