artritis rheumatoid

Upload: dina-malisa-nugraha-md

Post on 08-Jan-2016

26 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

dddddddddddddeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeedgfffffffffffrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrww

TRANSCRIPT

Artritis rheumatoid,suatu penyakit autoimun inflamasi kronik yang mempunyai sasaran primer pada jaringan sinovial

STRATEGI TERAPI ARTHRITIS RHEUMATOID

Artritis rheumatoid,suatu penyakit autoimun inflamasi kronik yang mempunyai sasaran primer pada jaringan sinovial. Ketika penyakit ini tidak dikendalikan, ini akan menyebabkan kecacatan dan kematian. ini mempengaruh kira-kira 0.8 persen pada dewasa di seluruh dunia, umumnya terjadi pada perempuan (dengan rasio 1 dari 3) dan onset awal terjadi pada perempuan, sering berawal pada masa reproduksi. Kemajuan baru-baru ini pada pengertian jaringan cytokine yang bertanggung jawab atas respon inflamasi yang tak berhenti pada arthritis rheumatoid telah ditempuh untuk kesuksesan pada target terapi yang mengalami nekrosis yaitu TNF dan interleukin 1.

Selama 10 tahun silam. telah ditingkatkan pemahaman patofisiologi dari arthritis rheumatoid, yang telah dilakukan beberapa perubahan penting pada saat terapi. Pertama diagnosis dini dan penatalaksanaan adalah penting. Kedua pada penyakit ini digunakan modifikasi obat antirheumatik dalam kombinasi punya efektifitas tinggi. Ketiga, penggunaan agen pada target sitokin seperti TNF dan interleukin-1, adalah strategi yang efektif. Dan keempat pengenalan yang telah tumbuh merupakan suatu analisa penting pada penyakit yang bersamaan dengan AR ( terutama penyakit kardiovaskuler dan osteoporosis). Pada artikel ini akan didiskusikan aplikasi klinis secara prinsipil, dimana hasil dari perbaikan klinis.DIAGNOSIS DINI DAN PENATALAKSANAAN

Kerusakan tulang sendi terjadi pada awal perjalanan artritis rheumatoid, 30% pasien mempunyai petunjuk radiografis dengan gambaran adanya erosi tulang pada saat diagnosis, dan proporsi ini bertambah 60% dalam dua tahun.

Sayangnya, sebagian besar erosi tulang dan deformitas tulang tidak dapat diubah. Permulaan pengobatan dengan DMARDs setelah 3 bulan setelah diagnosis arthritis rheumatoid sangat penting, Suatu keterlambatan sekecil apapun pada 3 bulan permulaan pengobatan ini pada hakekatnya terjadi kerusakan radiografik selama lima tahun. Oleh karena itu diadnosis dini walaupun menarik tetapi kritis.

Diagnosis tidak dapat ditegakkan dengan hanya pemeriksaan laboratorium saja tetapi dibantu oleh tujuh criteria diagnosis, dan faktor klinis yang mendukung, oleh karena itu tergantung pada wawasan anamnesa klinisi dan mengenali pemeriksaan fisik yang sering ditemukan. Kriteria diagnosis adalah adanya kekakuan pada pagi hari, adanya arthritis pada 3 atau lebih sendi, arthritis pada sendi tangan, terjadi arthritis yang simetris, ada nodul arthritis, kenaikan serum faktor rheumatoid dan perubahan radiografi. Banyak sindrom lain, termasuk perubahan kondisi karena infeksi virus pada beberapa hari, mimic arthritis rheumatoid.

Oleh karena itu, empat criteria pertama harus ada pada enam minggu sebelum diagnosis arthritis rheumatoid ditegakkan. Pendekatan ini, bagaimanapun, berperan untuk mendiagnosis suatu ketidakpastian yang mungkin terlambat menyediakan terapi untuk bebulan-bulan atau bertahun-tahun. Serum antibody telah terdeteksi dimana dapat membantu mendefinisikan subgroup dari pasien. Antibodi untuk cyclic citrullinated peptides (CCPs) mempunyai spesifisitas yang tinggi (80-90 persen) dan mungkin dapat membantu menegakkan diagnosis dini, walaupun sensitivitas hanya 50-65 persen. Menariknya, antibody ini mungkin akan tampak pada serum sebelum onset klinis penyakit. Bagaimanapun juga, banyak pasien pada permulaannya datang untuk melakukan perawatan utama, sehingga penyedia perlu mengenali pasien dengan potensi inflamasi arthritis dan menjadi sadar akan pentingnya ke spesialis pada tiga bulan pertama setelah gejala tampak.

PRINSIP TERAPI SECARA UMUM

Pedoman pengobatan untuk arthritis rheumatoid telah dipublikasikan baru-baru ini oleh American College of Rheumatology. Tidak ada pengobatan yang menyembuhkan arthritis rheumatoid, oleh sebab itu tujuan terapi adalah meremisi gejala yang meliputi tulang sendi, mengembalikan fungsi, dan memelihara remisi dengan DMARD terapi. Tujuan lanjutan yang bermanfaat adalah mengevaluasi semua pasien oleh rheumatologis pada tiga bulan setelah onset gejala, jadi pada dasarnya semua pasien akan mendapat DMARDs pada waktu mereka mendapatkan gejala dalam tiga bulan. Untuk mengevaluasi kesuksesan, investigator telah menggunakan ukuran klinik. Mereka memasukkan ukuran tulang sendi yang lembut dan bengkak, tanda inflamasi ( termasuk sedimentasi eritrosit dan level C-reactive protein ) dan respon pasien tentang nyerinya, beban aktivitas penyakitnya, dan fungsi fisiknya. Kriteria The American College of Rheumatology untuk kemajuan dapat digunakan oleh klinisi untuk mengukur kemajuan pasien setelah pengobatan. Banyak study klinis yang diwajibkan meningkatkan criteria tersebut, salah satu hasil diketahui sebagai ACR 20, sekarang pengobatan itu lebih baik yang dimulai pad awal penyakit, 50 % kemajuan (ACR 20) telah memenuhi target.PENGOBATAN

Pengobatan yang biasa digunakan pada terapi arthritis rheumatoid dibagi menjadi tiga kelas utama yaitu: NSAIDs ( nonsteroidal antiinflammatory drugs ), kortikosteroid, DMARDs ( baik yang sintetis dan biologic ).NSAIDs

NSAIDs terutama menolong selama beberapa minggu pertama pada pasien yang tampak gejalanya, karena obat ini memberikan keringanan pada rasa nyeri dan kekakuan sampai diagnosis pasti arthritis rheumatoid dapat ditegakkan. NSAIDs tidak memperlihatkan kemajuan yang lambat pada penyakit, oleh karena itu pada jangka panjang dikhawatirkan. NSAIDs harus diberikan bersama dengan DMARDs. Walaupun kedua kelas obat ini bertoleransi baik pada jangka pendek, penggunaan jangka panjang mungkin mengakibatkan ulcer gastrointestinal, perforasi, dan perdarahan. Setiap tahun 1,5 % pasien arthritis rheumatoid dirawat engan masalah pada gastrointestinalnya. Risiko ini meningkat pada pasien yang lebih tua, penggunaan kortikosteroid, dan riwayat penyakit ulkus peptikum. Baru-baru ini penghambat cyclooxygenase-2 (COX-2) telah dikenalkan, dapat menekan insiden terjadinya ulkus gaster dan duodenum kira-kira 50% dibandingkan dengan NSAIDs tradisional. Tingkat keberhasilan penghambat pompa proton untuk terapi dengan NSAIDs, juga menekan insiden terjadinya perdarahan. Keberhasilan dari penghambat COX-2 tidak lebih baik dari NSAIDs yang lama dan murah. Keduanya baik NSAIDs dan penghambat COX-2 telah dihubungkan dengan peningkatan retensi cairan, hipertensi eksaserbasi, dan kerusakan fungsi ginjal pada pasien yang peka. Peristiwa trombosis telah dilaporkan pada pasien yang menggunakan penghambat COX-2 dan mungkin terjadi lebih sering dibandingkan dengan menggunakan NSAIDs.

Kortikosteroids

Kortikosteroid adalah supresor yang poten dari inflamasi pada arthritis rheumatoid dan pada banyak penyakit, sayangnya dosis dependen dengan efek samping sudah terbiasa pada semua klinisi.

Kontroversi berlanjut beberapa saat, bagaimanapun juga bahan ini harus digunakan untuk terapi arthritis rheumatoid. Baru-baru ini diadakan study yang diperkuat pada percobaan sebelumnya, yaitu bahwa kortikosteroid menekan peningkatan arthritis rheumatoid dideteksi dengan radigraphically. Kortikosteroid pada dosis rendah ( 10 mg prednisone/hari ) digunakan untuk mengobati 30-60% pasien. Mayoritas pasien yang diikutka pada percobaan baru-baru ini pada dasarnya telah menerima kortikosteroid.

Efek samping kortikosteroid dapat menyebabkan menipisnya kulit, katarak, osteoporosis, hipertensi dan hiperlipidemia. Tiga kondisi terakhir mungkin dapat dicegah dengan penatalaksanaan yang cepat pada osteoporosis dan faktor risiko kardiovaskuler. Pada dasarnya semua pasien yang menggunakan kortikosteroid harus menerima suplementasi kalsium (1-1,5 gr/hari ) dan vitamin D (800 IU/hari). Biphospnat nampak sangat efektif dalam mengurangi terjadinya fraktur vertebra pada penggunaan kortikosteroid (dilaporkan 70% dapat mengurangi ) dan harus ditetapkan pada pasien dengan densitas tulang yang rendah. Pedoman yang baru menganjurkan bahwa inflamasi mayor berhubungan dengan aterosklerosis, kemungkina kortikosteroid menekan inflamasi secara cepat dan mungkin berpotensi merusak pada endothelium vaskuler.

DMARDs Buatan

Pengobatan yang optimal pada arthritis rheumatoid terus menerus menggunakan DMARDs dapat cepat dalam mensupresi inflamasi, dimana diberikan sebagai obat yang memperlambat atau memberhentikan peningkatan penyakit. Modifikasi penyakit lebih meyakinkan jika diperlihatkan oleh kemampuan obat untuk menekan peningkatan radiografik. Suatu meta-analisis pada percobaan klinis telah emberi kesan bahwa obat yang relative manjur seperti metrotreksat, sulfasalazine, itu diberikan secara intramuscular, dan penisilamin adalah serupa. Obat antimalaria seperti klorokuin dan hidroklorokuin kurang efektif. Penisilamin jarang digunakan sekarang ini karena toksisitasnya dan kurang manjur.

Semasa pengamatan metrotreksat diidentifikasikan sebagai DMARDs buatan, dimana ini lebih seperti untuk menginduksi respon jangka panjang, dan ini lenih sering dipilih untuk terapi awal. Kemanjuran dan daya tahan telah dibuktikan. Perjalanan suatu obat yang jangka panjang toksisitasnya telah diterima dan harganya murah. Pengamatan yang penting menunjukkan bahwa pasien dengan arthritis rheumatoid yang sudah diobati dengan metrotreksat mempunyai angka kematian yang rendah daripada pasien yang tidak menggunakan metrotreksat. Metrotreksat sudah menjadi standar perawatan yang digunakan pada pasien ini. Pemberian bersamaan asam folat (1-3 mg/ hari) atau folinic acid (2,5-5 mg 12-24 jam setelah metrotreksat), ini sacara signifikan menekan banyak efek toksik tanpa mengukurnya. Suatu penelitian mengatakan bahwa 20-30 mg metrotreksat tiap minggu banyak dibutuhkan. Banyak data yang mengatakan bahwa metrotreksat efektif pada dosis 17,5-30 mg/minggu dengan pemberian oral.

Leflunamid, DMARDs buatan baru yang mempunyai kemampuan serupa dengan sulfasalazine atau metrotreksat dosis sedang. Hidroklorokuin dianggap.potensinya paling kecil, tetapi bertoleransi baik, ini adalah DMARDs yang dapat dikombinasikan dengan metrotreksat. Sulfasalazin adalah DMARDs pertama yang dikembangkan untuk terapi spesifik arthritis rheumatoid dan mempunyai kemampun yang sama dengan metrotreksat. Sulfasalazin merupakan obat yang paling sering digunakan di Amerika sebagai kombinasi dari DMARDs. Standarnya secara intramuscular adalah seperti keduanya menghasilkan suatu remisi pada efek toksik sebagai pembanding dengan metrotreksat. Ini pemberian yang sulit dan mempunyai toksisitas yang terbatas.Menurut sejarah, perhatian tentang toksisitas dari DMARDs menunda penggunaannya pada pengobatan arthritis rheumatoid. Sekarang ini harus diterima, bahwa konsekuensi penundaan terapi yang lebih jauh mungkin berakibat toksik pada mayoritas pasien. selamatkan pemberian DMARDs untuk keperluan kritis dan monitoring secara seksama.

Pedoman monitoring detail telah dipublikasikan untuk membantu menghindari kerusakan hati. Dimana perhatian utama ketika obat arthritis rheumatoid menjadi popular pada tahun 1980an. Sejak kasus sirosis hepatic dilaporkan pada pasien yang mengikuti petunjuk penggunaan. Petunjuk ini termasuk pemeriksaan serum albumin dan aminotransferase setiap 4-8 minggu. Dosis metrotreksat harus ditekan ketika amino transferase diatas normal dan pengobatan harus dihentikan jika tetap tinggi. Jumlah sel darah lengkap dan pemeriksaan serum kreatinin juga harus direkomendasikan, Sejak penekanan pada fungsi ginjal mengalami efek toksik pasien akan mengalami kondisi yang stabil.

Baik metrotreksat dan leflunomid menpunyai potensi untuk terjadinya teratogenik, jadi wanita usia produktif yang menggunakan obat ini perlu KB yang tepat. Pneumonitis subakut jarang menggunakan metotreksat karena mungkin dapat mengancam. Jika pneumonitis diduga sebagai temuan klinis atau radiograpi, metotreksat harus cepat dihentikan dan tidak dianjurkan lagi. Semua DMARDs dan hidroklorokuin bertoleransi baik jika digunakkan pada dosis dibawah 6,5 mg/kgBB/hr. Perlu mengunjungi ahli mata untuk mencegah terjadinya efek toksik pada mata.

Kebutaan dapat dikonutrol dengan minosiklin yang efektif untuk arthritis rheumatoid. Minosiklin digunakan sebagai terapi awal dengan pasien yang faktor rhuematoidnya positif dan untuk hidroksiklorokuin ketika ada pemeriksaan ACR 50. Mekanisme kerja minosiklin meliputi imunomodulasi, supresi matrik metalloproteinase dan supresi infeksi nonspesifik yang sebaliknya menstimulasi produksi inflamasi sitokin. Hiperpigmentasi reversible terlihat meningkat sampai 30 persen pada pasien yang menerima terapi minosiklin jangka panjang.DMARDs biologi

Tiga produk yang mencegah aksi dari TNF- ((infliximab, etanercept, dan adalimumab) dan satu yang mencegah aksi interleukin.(anakinra). Sekarang dapat digunakan untuk terapi arthritis rheumatoid. Beberapa mempunyai target sitokin pada perjalanannya serupa dengan yang disebutkan sebelumnya. Ada juga produk menarik yang diperbarui target aktivasi sel T dan sel B. Termasuk anti CTLA4Ig dan anti CD 20 (rifuximab).Terapi Kombinasi dengan DMARDs

Sepuluh tahun yang lalu, penggunaan kombinasi DMARDs jarang, sekarang ini satu dari ketiga pasien dengan arthritis rheumatoid yang diobati oleh rheumatologis di Amerika diberikan terapi kombinasi. Percobaan yang membandingkan kombinasi DMARDs dengan metotreksat dan percobaan yang menunjukkan adanya tambahan keuntungan obat metotreksat untuk pasien yang mempunyai penyakit yang aktif memerlukan metotreksat untuk di kombinasikan dengan terapi DMARDs.

Satu dari study acak pertama kali yang secara langsung membandingkan kombinasi DMARDs dengan metotreksat dalam dua tahun, percobaan ini dimana pasien dibagi dalam tiga kelompok : yang menggunakan metotreksat sendiri (17,5 mg/minggu), yang menggunakan kombinasi sulfasalazine (1 gram/hari) dan hidroklorouin (400 mg/hr) dan yang menggunakan ketiga pengobatan semua. Dalam dua tahun, poin terakhir 50% peningkatan dalam gejala gabungan dari arthritis dapat dijangkau oleh 77% pasien yang diobati dengan semua tiga obat tetapi hanya 33 persen pasien yang diobati dengan metotreksat sendiri. Pasien yang menerima terapi kombinasi tidak mempunyai efek samping lebih daripada yang menerima metotreksat sendiri. Pada study lain, kombinasi triple metotreksat (methotrexate (pada 17.5 mg per minggu), sulfasalazine (pada 2 g per hari), dan hydroxychloroquine (pada 400 mg per hari) unggul daripada kombinasi lain seperti metotreksat dan sulfasalazin atau kombinasi metotreksat dan hidroklorokuin. Pada awal penyakit pasien, ketiga percobaan telah menujukkan bahwa terapi awal kombinasi lebih unggul dari terapi dengan single DMARDs. The Combinatietherapie Bij Reumatoide Artritis (COBRA) dicoba dengan membandingkan sulfasalazine sendiri dengan kombinasi sulfasalazine, dosis rendah metotreksat (dimana dihentika pada 40 minggu), dan prednisolon (dimana awal pemberian diberikan 60 mg/hr yang di tapering off dalam 28 minggu). Pasien dalam kombinasi grup lebih cepat berespon pada pengobatan, sedikit ketergantungan, kebih penting pengurangan peningkatan radiografik dalam lima tahun. Percobaan lain yang melibatkan pasien dengan permulaan penyakit telah diperlihatkan keunggulan terapi triple (methotrexate, sulfasalazine, dan hydroxychloroquine), sulfasalazine sendiri, double terapi (methotrexate dan sulfasalazine atau methotrexate dan hydroxychloroquine), dan monoterapi. Bagaimanapun juga, tidak ada percobaan yang membandingkan terapi kombinasi awal dengan kombinasi bertahap hanya pada pasien dengan penyakit aktif memerlukan monoterapi. Dalam kebanyakan kelompok study pada pasien dengan panyakit yang aktif memerlukan metotreksat, sejumlah percobaan dengan desain yang serupa telah dilengkapi. Pada percobaan ini, pasien melanjutkan pengobatan metotreksat denagn tambahan pengobatan lain atau placebo.TERAPI AWAL

Menegakkan suatu diagnosis sedini mungkin dan kemudian memulai terapi DMARDs adalah pondasi untuk pengobatan yang sukses untuk pasien dengan rheumatoid artritis. Banyak pertanyaan tersisa, meliputi berkut ini : Mana obat yang harus digunakan terlebih dahulu? dapatkah toksisitas obat atau respon pasien bisa diprediksi oleh pharmacogenomic? Haruskah kombinasi obat digunakan lebih awal? Haruskah kita berusaha mempengaruhi supresi penyakit dengan kortikosteroid atau penghambat TNF? Adakah tanda biologi yang harus dimonitor dan ditambah untuk standar penilaian?. Hingga pertanyaan ini dijawab, banyak rheumatologis memilih metotreksat sebagai terapi awal untuk banyak pasien. Metotreksat tidak harus digunakan pada pasien yang memiliki penyakit yang mendasarinya seperti penyakit hati dan ginjal, yang mengkonsumsi alcohol, yang berencana hamil. Apakah memulai suatu langkah awalnya dengan kortikosteroid dosis rendah seiring dengan pilihan DMARDs yang kontroversi, banyak klinisi memulai pengobatan dengan prednisone 5-7,5 mg/hr sebagai terapi pegangan sampai DMARDs slow acting bekerja. Sekali DMARDs bekerja, kortikosteroid harus di tapering off. Metotreksat dimulai dengan dosis 7,5-15 mg, diberika secara oral satu kali seminggu. Jika pasien lanjut ke penyakit yang aktif (diindikasikan pada jaringan yang bengkak dan tulang sendi) dosis harus ditingkatkan 5 mg tiap bulan atau 20-30 mg /minggu. Jika penyakit tetap/ persiten memerlukan metotreksat yang optimal, DMARDs lainnya harus ditambah. Compelling data dari COBRA, dimana pasien dengan arthritis rheumatoid diberikan sulfasalazine sendiri atau kombinasi sulfasalazin, metotreksat dan prednisolon oral dosis rendah atau tinggi untuk 28 minggu, telah menimbulkan pertanyaan apakah terapi untuk menekan penyakit dengan cepat harus diberikan secepatnya setelah diagnosis. Penekanan dengan cepat arthritis rheumatoid dengan kortikosteroid telah dikenali sejak pertengahan abad 20. Percobaan The Early Rheumatoid Arthritis adalah study yang penting yang membandingkan metotreksat (pada satu dosis yang perluas ke 20 mg per minggu) dengan etanercept pada pasien dengan diagnosis. Kedua pengobatan sangat efektif untuk mengontrol penyakit dalam satu tahun. TERAPI UNTUK MENEGAKKAN DIAGNOSIS ARTHRITIS RHEUMATOID

Jika aktifasi penyakit berlanjut setelah dua atau tiga bulan pemberian metotreksat pada dosis 20-30 mg/minggu, atau jika mereka tidak mentoleransi dosis tinggi metotreksat memerlukan asam folat pengganti, standar yang lain adalah menambahkan DMARDs lain. Untuk waktu, perbedaan klinis signifikan tidak muncul dengan toksisitas untuk pengobatan dengan eksepsi toleransi jangka panjang kombinasi dari metotreksat dan siklosporin. Sampai ada penelitian yang membandingkan kemampuan relative pada terapi efektif ini, Banyak ekonom awalnya dipilih untuk pasien dengan penyakit yang aktif yang memerlukan metotreksat yang ditambah dengan sulfasalazine, hidroklorokuin atau keduanya. Data dari United Kingdom menunjukkan bahwa jika DMARDs konvensional dioptimalkan dan digunakan dalam kombinasi, penyakit dapat dikontrol dalam setengah lebih pasien. Jika penyakit menetap setelah tiga bulan dengan kombinasi DMARDs, leflunomide atau penghambat TNF harus ditambah dengan metotreksat.

Jika pengobatan DMARDs dimulai antara 3 bulan setelah gejala timbul dan memperluas tujuan dalam mencapai remisi, mayoritas pasien akan mengontrol penyakit dengan baik dalam satu tahun ketika menggunakan single atau kombinasi terapi DMARDs. Jika penyakit inflamasi kurang terkontrol terapi penghambat TNF dapat mulai digunakkan.PENYAKIT YANG MENDAMPINGI

Prognosis jangka panjang untuk pasien dengan AR tidak hanya tergantung pada bagaimana baik penyakit tulang sendi mereka diobati tetapi juga bagaimana penyakit yang mendampinginya. Tiga kondisi yang menyertai mempunyai efek yang baik pada morbiditas dan mortalitas pada infeksi AR, osteoporosis, dan penyakit kardiovaskuler.Artritis rheumatoid dihubungkan denagn kira-kira faktor risiko yang ganda, dibandingkan dengan faktor risiko yaitu umur dan derajat peningkatan faktor risiko yang dikolerasi dengan panyakit. Walaupun beberapa study memperkirakan bahwa kortikosteroid akan meningkatkan terjadinya infeksi. Apakah penghambat TNF dapat meningkatkan risiko infeksi seperti tuberculosis, histoplasmosis dan listeria.Klinisi yang peduli pada pasien dengan AR harus waspada pada faktor resiko infeksi. Semua pasien harus melakukan vaksin influenza tiap tahunnya dan harus menerima vaksin pneumococcal juga. Sejak pasien dapat respon imun yang baik terhadap vaksin sebelum pemberian metotreksat, ini tampak hati-hati sebelum menggunakan DMARDs, jika mungkin. Vaksin hidup harus dihindari oleh pasien yang menerima pengobatan imunosupresan. Ketika mempertimbangkan pnghambat TNF, klinisi harus merekomendasikan bahwa semua pasien harus tes tuberculin dahulu. Baik klinis dan pasien dengan AR harus waspada dengan menghindari infeksi. Hentikan penobatan selama infeksi. Adanya alat diagnosis yang akurat dan mudah untuk digunakan dan digunakkan agar terapi efektif untuk osteoporosis yang ada pada AR. Insiden osteoporosis bayak pada pasien dengan AR dan study dasar densitas tulang harus diperlihatkan pada semua pasien yang menerima kortikosteroid. Jika osteporosis hadir, beri terapi biphosponat, dimana telah dilaporkan menekan risiko fraktur 70 persen memerlukan kortikosteroid, 47 persen digunakan. Jumlah penyakit kardiovaskuler untuk kebanyakan kasus menyebabkan kematian yang berhubungan dengan AR. Konsep baru patogenesis aterosklerosis menduga inflamasi adalah faktor kunci yang menyebabkan kerusakan endothelial. Telah diadakan hipotesa tentang inlamasi sistemik yang merupakan karakteristik AR.Faktor risiko aterosklerosis harus segera dicari. Khususnya, dengan berhenti merokok mungkin akan berhasil, sejak rokok dihubungkan dengan meningkatnya kejadian arthritis. Percobaan saat ini dari terapi statin pada pasien AR mungkin akan menyebabkan penyakit kardiovaskuler, sejak statin harus menekan baik ateroskleroisis dan inflamasi.current challenges

Perhatian untuk pasien dengan AR tantangan yang signifikan. Tiga isu khusus disebutkan : kurangnya metode yang akurat untuk membuat diagnosis denim dimana pengobatan awal terlambat, kurang adekuatnya respon terhadap terapi. sebaik-baiknya beberapa membandingkan efektifitas terapi, dan biaya yang tinggi pada terapi baru, dimana ketersediaan paru tidak ada. Sejak jumlah penyakit otot seperempat untuk semua kunjungan dari perawatan utama., latihan formal pada penyakit rematik dibutuhkan termasuk untuk perawatan. Sampai penelitian ini mengakar, study yang membandingkan terapi secara langsung saat dibutuhkan. Banyak beberapa terapi baru yang mahal, dengan harga awal 1.500 dolar / bulan.

Pengobatan AR telah ditingkatkan secara dramatis pada masa lalu, terima kasih diadnosis dini dan availabilitas DMARDs. Ahli obat sekarang dapat memiliki tujuan untuk membasmi penyakit yang aktif. Laporan terbaru itu hanya satu minoritas kekecilan dari pasien (yaitu., 5 persen) siapa diperlakukan oleh rheumatologists punyakah penyakit itu aktifkan cukup untuk persyaratkan mereka untuk percobaan klinis saat ini adalah satu surat wasiat ke

sukses dari pengobatan ini.