artikel korupsi kebangsaan(1)

28
Artikel 1 : Korupsi Menyapu Bersih Putra Terbaik Bangsa Anni, 30 January 2014. empatpilarkebangsaan.web.id Kabar menggemparkan beberapa hari lalu perihal penangkapan ketua Mahkamah konstitusi masih bergaung hingga hari ini. Boleh jadi gaung yang menyakitkan hati dan telinga seluruh rakyat Indonesia itu tak akan jua mereda sebelum hakim mengetuk palu menjatuhkan vonis dengan hukuman yang seberat- beratnya. Meski berita tentang penangkapan koruptor sudah bukan barang baru lagi di negeri ini, namun kabar penangkapan Akil Muhtar sungguh mencengangkan dan mengguncang hati masyarakat. Bagaimana tidak, Akil Muhtar bukan sembarang pejabat. Dia adalah ketua Mahkamah Konstitusi, satu lembaga tinggi negara yang seharusnya berada di garda terdepan dalam hal penegakkan hukum dan konstitusi di Indonesia. Korupsi Menyapu Bersih Putra Terbaik Bangsa Setiap saya mengikuti kelanjutan berita tentang kasus AM ini, ada seperti perasaan sedih, kecewa, kesal, yang menyesaki dada saya. Banyangkan saja, AM ini seorang ahli hukum, yang mengerti betul apa arti pelanggaran hukum, apa arti tindak pidana, dan apa konsekuensi yang harus ditanggung seorang pejabat publik yang menyalahgunakan jabatannya.

Upload: dessysusanti2412

Post on 24-Nov-2015

35 views

Category:

Documents


5 download

DESCRIPTION

Kumpulan artikel korupsi yang mendegradasi kebangsaan

TRANSCRIPT

Korupsi Menyapu Bersih Putra Terbaik Bangsa

Artikel 1 : Korupsi Menyapu Bersih Putra Terbaik Bangsa

AnniKabar menggemparkan beberapa hari lalu perihal penangkapan ketua Mahkamah konstitusi masih bergaung hingga hari ini. Boleh jadi gaung yang menyakitkan hati dan telinga seluruh rakyat Indonesia itu tak akan jua mereda sebelum hakim mengetuk palu menjatuhkan vonis dengan hukuman yang seberat-beratnya.

Meski berita tentang penangkapan koruptor sudah bukan barang baru lagi di negeri ini, namun kabar penangkapan Akil Muhtar sungguh mencengangkan dan mengguncang hati masyarakat. Bagaimana tidak, Akil Muhtar bukan sembarang pejabat. Dia adalah ketua Mahkamah Konstitusi, satu lembaga tinggi negara yang seharusnya berada di garda terdepan dalam hal penegakkan hukum dan konstitusi di Indonesia.

Korupsi Menyapu Bersih Putra Terbaik Bangsa

Setiap saya mengikuti kelanjutan berita tentang kasus AM ini, ada seperti perasaan sedih, kecewa, kesal, yang menyesaki dada saya. Banyangkan saja, AM ini seorang ahli hukum, yang mengerti betul apa arti pelanggaran hukum, apa arti tindak pidana, dan apa konsekuensi yang harus ditanggung seorang pejabat publik yang menyalahgunakan jabatannya.

Melihat latar belakang pendidikannya serta rekam jejak karirnya di dunia penegakkan hukum, seseorang seperti AM seharusnya menjadi tumpuan harapan segenap bangsa Indonesia untuk membersihkan negeri ini dari segala bentuk kejahatan. Baik kejahatan kerah biru yang dilakukan rakyat kecil, maupun kejahatan kerah putih yang biasa dilakukan rakyat besar.

Tapi siapa nyana, AM bukanlah seseorang seperti yang kita harapkan. Segala kepandaian dan jabatannya malah membuatnya begitu leluasa mengeruk harta rakyat seolah negeri ini adalah SSgudang harta milik nenek moyangnya yang dapat leluasa dikuras semau-maunya sendiri.

Perasaan sesak yang sama juga saya rasakan sewaktu mengikuti berita penangkapan Prof Rudi Rubiandini terkait kasus korupsi di lembaga yang dipimpinnya. Sungguh tak terbayangkan, seorang cendekia seperti Prof Rudi akan ditangkap dengan status yang sangat nista seperti itu. Ditangkap sebagai koruptor sang pencuri uang rakyat ! mencuri uang negara dengan jumlah yang membuat perut rakyat Indonesia serasa mual ingin muntah saat mendengar betapa besar jumlah uang yang telah dia tilap ke kantongnya sendiri.

Akil dan Rudi bukan sembarang orang di negeri ini, sebagaimana bukan sembarang orang pula Andi Malarangeng, Anas, Luthfi Hasan, Miranda, dll, yang terkena kasus korupsi. Mereka adalah putra-putra terbaik bangsa ini, yang kemungkinan besar adalah siswa-siswa terbaik di sekolahnya saat bersekolah dulu, mahasiswa paling aktif dan cemerlang di kampusnya, anak kebanggaan keluarga. Boleh jadi dahulu mereka adalah anak muda yang selalu dijadikan teladan di lingkungannya, anak muda yang berjiwa pembaharu yang tak sabar ingin memperbaiki negeri ini, lalu menjelma menjadi pekerja yang ulet, tangguh dan berprestasi, hingga karirnya melesat dengan pesat.

Namun apa mau dikata, gelap sudah mata Akil, Rudi, dkk, oleh harta dan tahta sehingga tak lagi mengindahkan etika, moral, sumpah jabatan, dan amanah yang diembankan rakyat Indonesia ke pundak mereka. Rupanya rakyat Indonesia belum dapat mengharap terlalu banyak dan bermimpi terlalu jauh tentang kemajuan negerinya, karena kontribusi apa yang bisa diharapkan dari orang-orang yang akan mendekam dalam waktu lama kalau perlu sampai mati di dalam penjara ? Tidak ada !. Sungguh pantas jika orang orang yang telah menghianati kepercayaan bangsa Indonesia seperti itu diganjar dengan hukuman yang seberat beratnya !

Saat perilaku korupsi sudah mengkristal

Masih terbayang jelas dalam ingatan kolektif bangsa Indonesia suasana eforia reformasi di tahun 1998 lampau. Ratusan ribu mahasiswa dari seluruh penjuru Indonesia turun ke jalan menuntut Soeharto lengser dari kursi kepresidenannya. Lalu tuntutan mereka berhasil, dan kita memasuki era reformasi. Namun mengapa hingga kini reformasi seperti tak mendapatkan bentuknya ?

Kemanakah perginya angkatan 98 yang haru biru itu ? kemana gerangan menghilangnya gaung suara mereka yang dulu begitu keras untuk menuntut perbaikan Indonesia ? apakah setelah mereka kini mengisi kursi trias politika di seluruh negeri, segala idealisme perjuangan telah mereka lupakan begitu saja ?Mungkinkah setelah mereka menduduki jabatan penting justru mereka telah menjelma menjadi koruptor generasi baru yang modus operandinya lebih canggih dari koruptor generasi lama ?

Saya sampai berpikir, OK, selesai sudah masa depan Indonesia. Habis sudah anak-anak terbaik bangsa ini terlibas oleh kasus korupsi. Sungguh dahsyat dua Ta merusak moral bangsa kita : harta dan tahta. Saya tak mau menambahkannya dengan Ta yang ketiga yaitu wanita. Bukan karena saya wanita, namun lebih karena saya ingin masyarakat tahu menghargai kaum wanita sebagai kaum ibu, kaum saudara-saudara, dan anak-anak perempuan kita. Sangat tak pantas jika kita menempatkan kaum orang-orang yang sangat kita hormati dan cintai itu sebagai racun atau kuman penyebab sakitnya bangsa ini.

Banyak sudah teori yang dikemukakan para sosiolog, para kriminolog, ahli hukum, budayawan, dll, tentang akar masalah mewabahnya perilaku korupsi di negeri kita. Teori dan pendapatnya beragam sesuai dengan bidang kajian mereka. Namun satu hal mengerucut menjadi satu : ada yang salah dengan kultur bangsa ini. Jiwa feodal yang berakar kuat, kemunafikan, senang dipuji, hilangnya rasa malu, ajaran agama yang hanya dipakai di rumah ibadah, hukum yang bisa dibeli, dan menjadikan kekayaan sebagai standar kesuksesan yang membuat manusia menjadi materialistik. Itulah akar dari segala perbuatan korupsi di Indonesia.

Terbayang sudah bagaimana besar dan rumitnya kesulitan yang dihadapi dalam upaya pemberantasan korupsi di Indonesia, sebab yang harus dilawan adalah sebuah budaya yang sudah sudah mengkristal di alam bawah sadar sebagian besar masyarakat Indonesia. Entah harus memulai mengurai dari mana.

Meski sedikit, namun masih ada harapan yang tersisa.

Sebagai seorang ibu dari dua gadis remaja yang sangat kritis menilai orang dewasa, dan seorang ibu guru dari anak-anak SMA yang juga sangat kritis dalam menilai segala kejadian yang berlangsung di sekitarnya, sangat, sangat sulit bagi saya untuk menjawab pertanyaan krusial anak-anak muda masa kini yang sangat cerdas dan selalu penuh rasa ingin tahu itu : masih adakah manfaatnya, masih adakah gunanya tinggal di Indonesia, negeri yang sebagian besar pemimpinnya berhati culas ?

Bagaimana saya harus bersilat lidah menjawab pertanyaan semacam itu ? Pertanyaan yang sesungguhnya juga berkecamuk di hati saya dan saya benarkan ?. Sangat tidak mungkin saya menjawab tak ada gunanya lagi, bukan ? sebab hilang sudah fungsi saya sebagai seorang ibu dan pendidik yang harus menanamkan kecintaan terhadap kampung halaman kepada anak-anaknya, jika saya menjawab seperti itu.

Saya hanya dapat mengatakan kepada anak-anak yang menjadi harapan terakhir kita ini, Negeri kita masih dapat diperbaiki, jika kalian nanti yang memimpin negeri ini, dan menjadi warga negara dengan akhlak yang mulia, perilaku yang jujur dan terhormat. Yang berani mengatakan tidak terhadap godaan harta dan tahta. Yang menjadikan Allah sebagai Tuhanmu, alih-alih segala harta yang ada di seatero langit dan bumi ini . Tuntutlah ilmu setinggi-tingginya, dan kalian akan tahu, mana yang baik dan mana yang buruk. Dan ilmu itu, tak hanya bisa kalian dapatkan di bangku sekolah. Carilah juga di tengah-tengah rakyat miskin !

Lalu kulihat mata mereka berpendar, berbinar. Saya masih melihat ada harapan bagi masa depan bangsa kita melalui pijar mata anak-anak muda yang masih bersih ini. Bagaimanapun, bangsa Indonesia harus terus berjalan, dan tak boleh mati hanya karena perilaku buruk sebagian warga negaranya. Masih banyak orang Indonesia yang jujur, baik, dan sanggup bekerja keras untuk memperbaiki bangsa ini dari keterpurukan moral. Sekian catatan saya, semoga bermanfaat. Selamat mendidik anak-anak tercinta teman-teman.

Artikel 2 : Intelektual Berwawasan Kebangsaan Berani Berantas Korupsi

Oleh: Imam Abd Rohman, Publish on: 1 April 2014 00:00 wib

Sebentar lagi masa depan bangsa Indonesia akan dipertaruhkan dalam pemilihan umum, dimana rakyat akan memilih langsung presiden untuk periode berikutnya. Pertanyaan yang kemudian muncul adalah siapakah presiden kita selanjutnya?, dalam sistem demokrasi rakyat berhak menentukan pilihannya sendiri.

Harapan yang kemudian muncul dalam benak saya dengan tanpa maksud menggurui pembaca, yang layak untuk untuk memimpin kita ia yang mengerti dan memahami empat pilar kebangsaan, serta mampu menerapkannya dalam memimpin Indonesia kedepannya.

Keragaman budaya, suku, dan agama di Indonesia adalah suatu ciri khas tersendiri bagi Indonesia. Maka dari itu dibutuhkan sosok pemimpin yang humanis dan toleran. Bijaksana dalam menyikapi perbedaan, agar segala perbedaan dan keragaman tak lagi menjadi sasaran yang dijadikan isu untuk memecah belah persatuan dan kesatuan.

Mampu memandang sejarah bangsa Indonesia sebagai suatu nilai, sehingga tertanam dalam jiwanya perjuangan yang dilakukannnya benar adanya untuk rakyat. Ketika ia memahami bahwa ia memiliki tanggung jawab yang besar terhadap rakyat, maka jabatan yang akan di embannya nanti di lakukan dengan penuh rasa tanggung jawab, serta memiliki loyalitas yang tinggi kepada rakyat.

Jika saya boleh mengutip sedikit ucapan dari salah satu bapak bangsa kita yaitu Bung Hatta beliau mengatakan Perjuanganku melawan penjajah lebih mudah, tidak seperti kalian nanti. Perjuangan kalian akan lebih berat karena melawan bangsa sendiri . Ungkapan itu sepertinya sudah menjadi ebuah kenyataan saat ini, dikarenakan sudah maraknya kasus korupsi yang menimpa negeri ini.

Jujur dan adil tak luput dari modal utama untuk menjadi orang nomor satu di negeri ini, serta kedekatan terhadap masyarakatlah yang akan membangun integritas. Amanah dalam menjalankan tugas dan menegakan hukum apalagi terhadap berbagai kasus korupsi yang membuat rakyat semakin terpuruk.

Kasus korupsi yang hampir setiap hari di tayangkan oleh media, semakin mengikis kepercayaan masyarakat kepada pemerintah. Korupsi di berbagai sektor mulai dari tingkat daerah, provinsi, sampai tingkat nasional Seperti sudah hal biasa yang masyarakat saksikan sehari-hari.

Mayarakat butuh pemimpin yang bisa dengan gagah berani memberantas kasus korupsi. Bukan perkara mudah memang, apalagi korupsi saat ini sudah seperti mata rantai, dan sepertinya bisa dengan mudah dilakukan. Janji-janji kampanye dan kontrak politik untuk memberantas tuntas korupsi pun dilakukan oleh calon-calon pemimpin di negeri ini. Semoga saja ini bukanlah hal yang akan menjadi isapan jempol belaka.

Penuntasan atas kasus-kasus korupsi yang terjadi di Indonesia masih menjadi harapan utama masyarakat kepada presiden periode 2014-2019. Hasil dari sebuah lembaga survey pada bulan Februari lalu menunjukan harapan prioritas masyarakat pada presiden terpilih adalah pemberantasan korupsi sebanyak 20,5%. Data dari situs resmi KPK pada tahun 2013 tercatat 76 kegiatan penyelidikan, 102 penyidikan, dan 66 kasus penuntutan. Sedangkan data dari sebuah lembaga survey potensi kerugian negara sepanjang tahun 2013 akibat korupsi mencapai Rp 7,3 triliun. Hal ini menunjukan bahwa banyaknya kasus korupsi yang terjadi menjadi sorotan tajam masyarakat.

Kekayaan alam yang berlimpah, seutuhnya untuk kemakmuran rakyat, dan tak membela pihak asing yang akan mengeksploitasi sumber daya alam. Mampu melihat persaingan pasar bebas di kancah internasional sebagai peluang untuk meningkatkan perekonomian nasional, mampu menjadikan Indonesia sebagai Negara produsen, setidaknya di kawasan asia, dan tak lagi menjadi Negara konsumen dari hari ke hari.

Mampu mendorong industri rumahan dalam bidang apapun sehingga mampu mengurangi angka kemiskinan dan pengangguran.Menguatkan harapan para petani dan peternak sehingga tak perlu lagi mengimpor kebutuhan pokok dari luar negeri. B.J Habibie pernah berkata Kalau anda mengimpor gelas, mengimpor meja, dan mengimpor mic. Maka anda membayar jam kerja orang sana. Bayarlah jam kerja rakyat agar semua bisa mandiri. Selain mampu menuntaskan kasus korupsi, sudah sepatutnya kita juga berharap presiden yang akan mendatang juga mampu membangun kemandirian perekonomian masyarakat.

Maka dari itu Indonesia butuh pemimpin yang mempunyai wawasan kebangsaan, dan menghayati sejarah perjuangan bangsa. Sehingga ia benar-benar berani menuntaskan kasus korupsi seperti yang di harapkan masyarakat. Tidak memandang siapa yang melakukannya, karena ia memahami betul korupsi dapat menyengsarakan rakyat.

Semoga presiden yang akan terpilih mendatang bisa mewujudkan keinginan dan harapan masyarakat, sehingga kedaulatan rakyat benar-benar tercapai. Mampu menurunkan kemiskinan, mampu menyingkirkan kelaparan dan kekurangan pangan dari masyarakat

Artikel 4 : Korupsi dan Masalah Agraria Mengancam Kekokohan 4 Pilar Kebangsaan Indonesia

Oleh:BenardoSinambelaKetua PK GMKI FT UNIMEDSemarak peningkatan pemahaman empat pilar kehidupan bernegara yang dicanangkan oleh MPR-RI bekerja sama dengan Universitas ternama di Indonesia akhir-akhir ini sangat disambut positif oleh masyarakat luas.

Kalau kita boleh memandang luas tentang 4 pilar kebangsaan ini sebenarnya mencakup sangat luas, sepintas gambarannya itu mencakup seluruh teotorial, sosial, politik, ekonomi, pendidikan, dan termasuk juga hubungan Luar dan Dalam Negeri bangsa kita, jadi boleh kita tarik kesimpulan bahwa 4 pilar kebangsaan ini merupakan nafas kehidupan Bangsa dan Negara.

Ada beberapa hal yang menurut penulis sangat penting disoroti terkait masalah-masalah yang bisa mengancam kekokohan 4 pilar kebangsaan ini, yang secara tidak langsung akan membawa erosi dalam realitas imlementasi pemahaman 4 pilar tersebut, yang pertama adalah masalah (1) Korupsi, pada akhir-akhir ini boleh kita lihat semangat pemerintah dalam memberantas korupsi, tetapi pada kenyataannya korupsi makin meraja lela, dan para koruptor makin lebih pintar dan tersistematis dalam menjalankan aksinya, tidak tanggung-tanggung kita lihat bahwa pelakunya adalah orang-orang dan tokoh-tokoh yang sangat dikenal dan posisinya sangat strategis di struktur pemerintahan bangsa kita ini. Masalah (2) Agraria juga merupakan masalah yang sangat penting disoroti, karna Indonesia memiliki tanah yang luas dan subur yang secara otomatis bahwa masyarakat juga sebagian besar berprofesi sebagai petani, maka dari situ bisa kita lihat bahwa sebagian besar mata pencaharian masyarakat kecil di Indonesia adalah bertani, dalam UUDNRI Tahun 1945 pasal 33 ayat 3 dikatakan dengan jelas bahwa bumi, air, ruang angkasa dan kekayaan yang terkandung didalamnya, dikuasai Negara dan digunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat maka seharusnya Negara memberikan kebebasan kepada rakyatnya untuk mengelola tanah kita ini, tetapi yang terjadi bukanlah seperti yang diharapkan, melainkan kebalikan dari yang seharusnya terjadi setelah diatur dalam UUDNRI Tahun 1945 pasal 33 ayat 3, karena yang menguasai tanah kita hari ini adalah mereka yang memiliki modal yang banyak, terlepas itu WNI atau WNA, tanah masyarakat dirampas oleh mereka yang memiliki uang dan kekuasaan. Alangkah ironisnya jika Negara membiarkan hal ini terus-menerus terjadi, masyarakat banyak yang telah meninggal dunia hanya karena memperjuangkan tanah mereka, tanak nenek moyang mereka yang dirampas. Terkesan jelas bahwa Negara seakan akan melindungi mafia-mafia tanah di negeri ini.

Kedua hal di atas merupakan bukti real bahwa Negara kita semakin kacau-balau, penegakan hukum tidak lagi diberlakukan bagi mereka yang berkuasa, hukum di berlakukan hanya bagi mereka yang lemah dan masyarakat kecil yang tidak bisa melawan.

Jika kita melihat kembali dari awal, timbul pertanyaan Apasih output target MPR-RI dalam menggalakkan sosialisasi 4 pilar kebangsaan ini? Apakah hanya sekedar memberitahukan atau hanya sekedar pencitraan supaya MPR-RI itu dianggap peduli dengan kesatuan bangsa?

Kembali kita meliahat realiatas yang ada pada tingkah laku berpolitik dan pola tingkah laku bermasyarakat para pejabat kita sekarang sangat mengkhawatirkan bagi masyarakat sendiri, karna kepedulian, keterbukaan itu sudah sangat sulit kita dapatkan dari para pejabat yang dipercayakan oleh masyarakat kecil.

Banyak pejabat yang tau tentang 4 pilar kebangsaan itu, tetapi mereka tidak mengerti dan tidak mau melakukannya, mereka hanya bisa mengatakannya, seandainyalah pemerintah kita lebih berpihak kepada rakyat kecil, penulis merasa tidak akan ada lagi yang perlu kita khawatirkan.

Artikel 5 : Problem Kebangsaan KitaRabu, 05/03/2014 - 11:34:42 WIB Oleh. Muhammad Yasir Arafat, SEPendahuluan

Indonesia yang kini telah melalui lebih kurang 68 tahun terlepas dari belenggu penjajahan, perlahan membangun kekuatan bangsanya. Berbagai bidang dan sector telah di rancang dan diproyeksikan pencapaiannya guna menata kehidupan yang lebih baik untuk sebesar-besarnya bagi kemakmuran dan kesejahteraan rakyat. Namun demikian sebegitu baiknya cita-cita dan rencana yang telah di tuangkan the founding fathers dalam UUD 1945 belumlah memberi jaminan untuk semuanya dapat terwujud secara utuh, karena perjuangan untuk mewujudkannya mengalami berbagai macam kendala dan hambatan.

Rangkaian Problema Kebangsaan Kita Hari ini

Secara sederhana dan kasat mata penulis menguraikan beberapa problematika yang kita hadapi hari ini, di antaranya: Pertama, Mewabahnya Budaya Korupsi. Dalam kurun waktu 15 tahun setelah Indonesia melalui fase reformasi, permasalahan korupsi tak kunjung hilang dari panggung kehidupan politik dan pemerintahan. Impian kelompok reformis sepertinya harus dikubur dalam-dalam karena keterlibatan para pejabat negara sebagai pelaku korupsi ternyata semakin banyak jumlahnya, baik itu pejabat di daerah maupun pejabat pemerintah pusat.

Dari beberapa catatan data dan informasi yang dihimpun sudah 72% terjerat tindak pidana korupsi dari total permasalahan hukum yang di hadapi kepala daerah dan wakil kepala daerah. Terakhir Kementerian dalam Negeri merilis sudah ada 309 kepala daerah dan wakil kepala daerah yang terjerat kasus hukum terkait korupsi, baik yang berstatus tersangka, terdakwa dan terpidana.

Dapat kita bayangkan betapa banyaknya pemimpin di negeri ini dililit oleh persoalan desintegritas pribadi, sehingga sudah tidak patut lagi menjadi panutan rakyat karena gagal dalam memberikan contoh kebaikan. Kalaulah para pemimpin banyak yang tidak bisa di jadikan tauladan lagi bagaimana dengan pengikutnya, tentu situasi akan menjadi amat pelik. Tragisnya lagi kita sudah tidak bisa lagi membedakan siapa koruptor dan siapa yang seharusnya memberantas koruptor.

Kedua, Potensi Disintegrasi Kebangsaan. Berbagai konflik vertical dan horizontal berkecenderungan meningkat dan dalam skala yang lebih luas. Konflik wilayah perbatasan antar daerah, konflik etnis, perang warga antar kampung, bentrok aparat dengan warga masyarakat, bentrok antar aparat dan kelompok separatis yang semuanya membawa konsekuensi negatif terhadap stabilitas keamanan dan keutuhan negara. Semakin beragam perbedaan maka semakin menambah ragam konflik dan intensitas konflik yang terjadi di tengah masyarakat.

Ketiga, Degradasi Moral. Prilaku masyarakat yang semakin menjauh dari norma agama dan nilai-nilai keluhuran budaya semakin meningkat. Perampokan, pencurian, pemerkosaan, penganiayaan dan kebrutalan serta kekerasan sosial lainya menjadi suatu hal yang amat sangat mencemaskan kehidupan masyarakat. Kemauan dan keberanian pemerintah dalam menegakan nilai-nilai dan norma sosial yang bersumber dari kemuliaan ajaran agama dan budaya nyaris tak terlihat lagi dalam konsep perencanaan pembangunan.

Artikel 6 : Bahaya, Korupsi juga Terjadi pada Empat Pilar KebangsaanOleh:YudiKamis, 08 Desember 2011 , 12:42:00 WIBRMOL. Peringatan Hari Anti Korupsi Sedunia jatuh esok hari, 9 Desember 2011. Namun beberapa organ gerakan sudah turun pada hari ini. Salah satunya adalah Komite Aksi Rakyat Teritorial (Karat). Massa yang berasal dari berbagai kampus di Jakarta ini akan menggeruduk Istana Negara sore ini.

Koordinator Humas Karat, Yudi Rijali Muslim mengatakan korupsi yang terjadi di Indonesia sudah sangat massif. Dan yang lebih memprihatinkan adalah, korupsi terjadi pada empat pilar kebangsaan, yakni Proklamasi, Pancasila, Pembukaan UUD1945danTrisakti.

"Sangat disayangkan, kita terjebak pada kasuistis korupsi saja. Sementara kondisi dimana empat pilar kebangsaan dikorupsi tak pernah diangkat ke permukaan," kata Yudi ketika dihubungi Rakyat Merdeka Online, Kamis (8/12).

Padahal, kasus-kasus korupsi, mulai dari kasus BLBI hingga kasus Century hanya dijadikan bargainning antar elit politik. Itu hanya menjadikan senjata untuk salingmenyandera.

"Jangan sampai gerakan ikut tersandera pada kasus-kasus korupsi saja. Kita terjebak di permukaan, tidak pernah sampai ke dalam. Korupsi terjadi karena pengkhianatan terhadap empat pilar," lanjut Yudi

Artikel 7: Timsos MPR : Berantas Korupsi Dengan Empat Pilar Kebangsaan

Kamis, 4 Oktober 2012 13:10

Hal itu diungkapkan atas pelaksanaan kunjungan Tim 5 MPR di Aula Serba Guna Gereja Pola Kalabahi Kabupaten Alor, Nusa Tenggara Timur. Sosialisasi disambut oleh Bupati Alor, Simeon Mt Pally dan diikuti oleh 300an peserta yang terdiri dari anggota PGRI Kabupaten Alor, mulai dari guru TK hingga SMA, ormas-ormas pemuda, serta Persatuan Tata Usaha sekolah-sekolah.

Tim 5 MPR dipimpin oleh M. Ja'far Hafsah dari Partai Demokrat dengan anggota-anggotanya, Josef A. Nae Soi PG, Eva Sundari dari PDIP serta Paul Abraham Liyanto dari DPD.

Eva menjelaskan, perspektif pemberantasan korupsi dalam sosialisasi empat pilar Kebangsaan tersebut, ditemui dari hasil aspirasi masyarakat.

"Kelompok pemuda yang diwakili oleh Irwan Abdullah menitipkan aspirasi agar DPR tidak melemahkan KPK. Selain korupsi menghalagi pencapain keadilan sosial, korupsi juga melanggar keempat sila yang lain. Sehingga, pemberantasan korupsi harus menjadi bagian utama sosialisasi empat pilar," ujar Eva, Kamis (4/10/2012).

- See more at: http://politik.pelitaonline.com/news/2012/10/04/timsos-mpr-berantas-korupsi-dengan-empat-pilar-kebangsaan#.U2hYnHbwAwo

Aryikel 8: Pendidikan Kebangsaan dan Budi Pekerti melawanKorupsi

Posted by Anda Suliyono 7 December 2011Korupsi-Korupsi-Korupsi

Hampir semua media di minggu ini memberitakan tentang rekening gendut para pegawai negeri sipil, yang berusia muda (dibawah 30 tahun). Banyak muncul Gayus-Gayus baru yang mempunyai rekening milyaran, baik di rekening pribadi ataupun di rekening anggota keluarga. Seperti biasa, banyaklah muncul komentar ataupun pendapat. Ada yang bilang bahwa itu dana titipan, dana proyek, dana di simpan di rekening pribadi dengan mengaharapkan bunga, sedangkan uang pokok nanti dikembalikan, keterikatan PNS muda dengan proyek-proyek, sehingga dana mengalir ke rekeningnya, dan banyak pendapat yang muncul di media. Apakah ada tindakan? Apakah hanya ramai di media? Ataukah hanya sekedar trending topics yang ditiupkan untuk mengaburkan pokok permasalahan yang ada? Apa langkah selanjutnya?

Hampir bersamaan dengan berita tentang rekening gendut PNS, muncul juga di media tentang perlu hiruk pikuknya pemilihan ketua KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi). Aroma politik, pembentukan opini public dan banyaknya orang pinter yang bicara tentang korupsi walaupun yang berbicara juga mempunyai kekayaan yang melimpah dan menduduki posisi penting di lembaga negara.

Selain itu, muncul juga topics tentang pro dan kontra Satgas pemberantasan mafia hukum. Lengkap sudah. Semua yang berhubungan dengan pemberantasan korupsi hanya sekedar wacana, upaya, debat, adu pendapat ataupun hanya sekedar komentar. Belum ada tindakan nyata yang menyeluruh untuk berupaya memberantas korupsi. Belum adanya komitem dari semua elemen bangsa (dari berbagai lembaga atau departemen serta dari pucuk pimpinan atas hingga pimpinan di daerah, mulai dari atasan hingga bawahan) untuk secara bersama-sama memberantas korupsi.

Coba perhatikan sekeliling kita, tetangga kita atau teman/kolega kita, terutama yang ber-profesi sebagai PNS atau aparat pemerintahan. Saya yakin cukup beragam, mulai yang bergaya mewah hingga kehidupan yang sederhana. Seorang polisi yang mempunyai jabatan di daerah (tingkat kabupaten), bahkan bisa memiliki mobil Hammer ataupun Alphard. Ada juga yang sedang membangun rumah dua kavling di komplek perumahan bergengsi lengkap dengan kolam renang. Tetapi ada juga yang pola hidup sederhana dengan kendaraan motor roda dua untuk bertugas. Kita hanya bisa mengamati, tetapi tidak punya cukup bukti untuk mengatakan bahwa harta tersebut hasil korupsi atau tidak. Bahkan, atasan dan bawahan-pun tidak bisa berbuat banyak untuk berkomentar terhadap pola hidup mewah tersebut.

Sebenarnya, banyak praktek-praktek korupsi dalam kehidupan masyarakat kita, tetapi tidak ada tindakan tegas untuk memberantasnya. Mulai dari korupsi yang sederhana hingga korupsi tingkat tinggi. Pengurusan ijin yang biasanya dilakukan perusahaan, pengurusan SIM, paspor, surat-surat dengan aparat tidak bisa lepas dari biaya yang tidak jelas dasar hukumnya. Bahkan, pengurusan sekolah-pun tidak bisa lepas dari unsure biaya yang tidak diketahui pertanggungjawabannya. Bisakah kita mengatakan tidak dan menolak praktek-praktek tersebut? Diperlukan koitmen dari semua pihak, mulai dari masyarakat hingga aparat pemerintah. Masyarakat harus bisa mengatakan tidak, bila ada upaya permintaan uang diluar prosedur resmi.

Selain dari komitmen, kita harus mulai hidupkan lagi pembelajaran budi pekerti, pendidikan kebangsaan, cinta tanah air dan selalu menjunjung tinggi kejujuran, berjiwa patriotic selalu bela negara (bela negara tidak selalu dengan berperang, tetapi bela negara untuk memberantas korupsi), pendidikan agama yang dikembangkan dengan praktik-praktik dosa yang harus dihindari, semisal korupsi dan banyak hal yang bernilai dan bisa diberikan dan diajarkan kepada siswa-siswa di sekolah hingga mahasiswa di Perguruan Tinggi

Artikel 9 : Koruptor Tidak Punya Kebangsaan

11 May 2013 | 14:15 Oleh : Miqdam ShidqiSepertinya beberapa hari ini rasa sakit dan kecewa saya terlampau tinggi bagi mereka para BELIAU yang KORUPSI. Terlebih setelah menulusuri sudut-sudut Kota Lumpia, dimana tawa dan derita silih berganti hanya berbataskan skat-skat bilik bambu yang reot. Siapa yang salah dengan adanya koruptor? Mereka terpelajar, jelas terpelajar. Tak mungkin memiliki jabatan tinggi tanpa ada beberapa gelar di depan dan belakang namanya.

Lantas, apakah hanya sebatas oknum-oknum nakal? Jika oknum kenapa hampir semua lembaga dan instansi elite memiliki oknum nakal, bukan hanya satu dua orang saja pula. Beberapa oknum parpol justru ikut campur, ambil bagian dalam bancaan duit negara. Saya bukan orang politik, dan tak begitu paham politik. Namun saya hanya senang memperhatikan saja. Seorang anggota dewan senior di daerah pernah saya tanyai, apa sebenarnya tujuan politik? Perlukan? Jawabnya masih teringat jelas di benak saya, untuk mencapai kesejahteraan rakyat dek Politik, dalam dunianya, bukan yang benar dan logis yang menang, namun yang memiliki suara terbanyak. Mulia, sebenarnya tujuan politik, namun sayang dan sayang, oknum-oknumnya mencoreng keindahan disiplin keilmuannya.

Berangkat dari pelaku korupsi, pejabat pemerintahan maupun politisi. Mari berhenti sejenak, ada sesuatu yang mungkin bisa menampar muka para koruptor di sini. Di sudut kampung kumuh, Kota Lumpia, seorang tua dan serba pas-pasan. Untuk makan saja, masih berpikir, apakah hari ini ada yang bisa disantap. Jika tidak ada, apakah besok sudah ada yang bisa disantap. Jika masih belum ada, kapan ada sesuap nasi untuk istri dan anak-anak saya. Seorang bapak tua, yang selalu merendah dalam kesehariannya, karena memang seseorang yang tak berpunya. Dengan pekerjaan serabutan yang penghasilannya tak mengenal UMR, tak ada aliansi buruh dan lainnya yang memperjuangkan penghasilnnya, karena memang beliau tak beerja di pabrik. Ya sudahlah, beberapa tetangga juga terkadang memberi sedikit makanan, untuk berbagi kebahagiaan walau sedikit. Itu, sudah lebih dari cukup, itulah surga baginya yang ia dapatkan sehari-hari, tanpa harus menunggu berpulang ke Rahmatullah untuk mendapatkan surga sesungguhnya.

Walaupun ia memiliki sejuta kerendahan dan keterbatasan, saya sempat kaget dengan hiasan rumahnya berupa foto proklamator dan beberapa kalimat agamis. Nampaknya benar, ia juga selalu berapi-api jika berbicara kebangsaan. Terlihat dari suara lantang yang ia keluarkan dan wajah penuh semangat diimbangi pula dengan otot leher yang tiba-tiba mengencang. Seolah ia ingin berteriak. Negara yang ia bela selama ini, negara yang ia perjuangkan selama masa penjajahan, lagi-lagi, hingga saat ini justru tak berpihak kepadanya. Mereka yang hanya tumbuh dan hidup pasca kemerdekaan, dengan kebebasan hingga dapat bersekolah tinggi tanpa harus mengangkat senjata justru mengambil hak-hak kaum papa.

DOSA!!! Munafik!! Itulah koruptor! Mana sumpahmu ketika dilantik jabatanmu? Mana sumpahmu semasa bersekolah? Mana dan mana? Kurangkah pendidikan agama dan kewarganegaraan yang kau dapatkan mulai dari TK hingga perguruan tinggi? Saya tak yakin, yang ada di sana, para BELIAU seluruhnya ingat, semua sila dalam Pancasila. Kalu lupa, bisa bubar negeri ini ditangan orang-orang yang kehilangan nilai kebangsaan! Mungkin apel tiap pagi bagi para BELIAU, perlu dan sangat perlu untuk diucapkan Pancasila bersama. Agar beliau teringat, dan kembali menanam rasa kebangsaan yang hilang ditelan oleh lamanya kekuasaan.

Artikel 10 : Korupsi yang Menggurita Jadi Ancaman Pluralisme

Albertus Vincentius

2 Mar 2014 14:09:16

Kupang, Aktual.co Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi, Mahfud MD mengatakan tantangan terbesar yang sedang dihadapi pluralisme dan kebangsaan yakni persoalan korupsi yang terus menggurita.

Pemerintahan yang korup disebut sebagai ancaman terbesar bagi pluralisme dan kebangsaan.

Mahfud MD menyampaikan hal itu menjawab wartawan di Maumere, Minggu (2/3) sebelum kembali ke Jakarta. Kehadiran Mahfud di Maumere dalam rangka Seminar nasional yang diselenggarakan Universitas Nusa Nipa (Unipa).

"Sebenarnya konsep pluralisme dan kebangsaan sudah selesai dan tidak perlu dipersoalkan. Masalah yang muncul adalah soal implementasi. Dalam persoalan implementasi inilah yang kemudian melahirkan banyak sentimen terhadap pluralisme dan kebangsaan," terangnya.

Sentimen-sentimen itu, menurutnya, berangkat dari rasa ketidakadilan dan kesenjangan yang dialami sebagian besar masyarakat. Masalah ketidakadilan dan kesenjangan ini, timbul akibat perilaku koruptif

yang terus tumbuh subur.

Untuk itu, menurut dia, untuk terus menghidupkan pluralisme dan kebangsaan, dengan pola implementasi yang mendukung konsep-konsep tersebut, harus dengan membasmi perilaku korupsi.

Tindakan ini menjadi sangat sulit karena korupsi terkesan sudah berurat akar. Apalagi terkesan selalu dikaitkan dengan perilaku-perilaku korupsi pada masa lalu.

Dia mengajak untuk berani memutuskan matarantai korupsi dengan hubungan masa lalu. Dia pun menawarkan dua cara yakni dengan model Latvia dan model Afrika Selatan.

Menurutnya, model Latvia yakni dengan menerapkan aturan bagi pejabat pemerintahan dan politisi untuk tidak diberikan kepercayaan sebagai pimpinan. Model ini mengalami kendala karena yang terlibat menandatangani aturan adalah pejabat pemerintahan dan politisi itu sendiri.

"Sementara model Afrika Selatan, yakni menggunakan pola rekonsiliasi, dimana memaafkan perbuatan-perbuatan masa lalu. Model ini juga akan mengalami kelemahan," imbuhnya.

Saat menjadi Menteri Kehakiman pada era Presiden Gus Dur, dia mengaku sudah menyusun dua model ini dalam rancangan undang-undang.

"Draft-nya sudah ada. Kami sudah susun. Tapi saat itu tidak bisa dilanjutkan, karena tidak lama kemudian Gus Dur jatuh," paparnya.

Dia cenderung menerapkan hukuman mati bagi pelaku korupsi sebagaimana yang dilakukan di China. Sejak menjadi anggota DPR, dia mengaku sudah mewacanakan hukuman mati bagi koruptor.Daftar Pustaka

http://www.rakyatmerdekaonline.com/news.php?id=48251http://www.empatpilarkebangsaan.web.id/berita/korupsi-menyapu-bersih-putra-terbaik-bangsa.html

http://benardosinambela.blogspot.com/2013/08/korupsi-dan-masalah-agraria-mengancam.html

http://www.jambiekspres.co.id/berita-13345-problem-kebangsaan-kita.html

http://politik.pelitaonline.com/news/2012/10/04/timsos-mpr-berantas-korupsi-dengan-empat-pilar-kebangsaan#.U2hYnHbwAwo

http://visi4anda.wordpress.com/2011/12/07/pendidikan-kebangsaan-dan-budi-pekerti-melawan-korupsi/

http://muda.kompasiana.com/2013/05/11/koruptor-tidak-punya-kebangsaan-554947.html

http://m.aktual.co/nusantara/132140korupsi-yang-menggurita-jadi-ancaman-pluralisme